resensi ilmu kalam pak nurkilimmmm buku pemikiran kalam karya hm laily mansyur
DESCRIPTION
sdfgTRANSCRIPT
PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
Arus rasionalisasi yang demikian cepat melanda dunia Islam abad modern ini telah
membawa pengaruh yang sangat besar bagi perkembangan ilmu-ilmu keislaman. Sejalan
dengan berkembangnya kajian-kajian Islam kajian kalam pun harus dipertahankan karena
kalam merupakan salah satu persoalan esensial dalan kajian keagamaan. Karena dengan
ilmu kalam kita dapat mengetahui dan mengenal Allah lebih dalam, dan agar kita menjadi
hamba Allah dan khalifahnya.
Pokok-pokok Isi Bahasan
Di dalam buku ini terdapat beberapa pembahasan tentang ilmu kalam, yaitu: mengenal
Filsafat Yunani, penerjemahannya, Neo platonisme, Gnosticisme, pengaruh Agama-agama,
lahirnya ilmu kalam, politik dan masalah keagamaan, lahirnya Teologi Islam, aliran-aliran
kalamiyah, aliran Khawarij, aliran Murji’ah, aliran Jabariah dan Qadariyah, aliran Syi’ah,
aliran Mu’tazilah, aliran AhluSunnah wal jama’ah, aliran Salaf. Pemikiran kalam modern
diantaranya adalah Jamaluddin Al Afgani, Muhammad Abduh, Muhammad Iqbal, Abul A’la
Maududi, Sayyid Qutub, Muhammad Syaltut. Pokok-pokok isi bahasan dalam buku ini di
rinci kedalam empat bagian.
BAB I
BERTEMU WARISAN DUNIA
Mengenal Filsafat Yunani
Filsafat yunani merupakan hasil dari pemikiran bebas yang tidak terikat oleh agama dan
pemikiran semata. Bertrand Russel menuturkan, para dewa bagi kebanyakan bangsa
dinyatakan sebagai pencipta alam, tapi agama-agama Yunani tidaklah demikian. Pandangan-
pandangan keagamaan yang khas itu mempengaruhi horizon filsafat yunani.
Jiwa filsafat Yunani dalam mengamati segala sesuatu bertolak dari rasio, kemudian berusaha
memberikan tafsiran-tafsiran sejauh mungkin kepada wujud itu sendiri. Jiwa filsafatnya juga
secara lugas tidak memberikan tempat kepada kemampuan lain yang melebihi kemampuan
rasional, dan hanya kemampuan rasional yang mampu menyingkap tabir rahasia dai segala
wujud walau yang gaib sekalipun.
Pada mulanya kaum muslimin tidak mengetahui apa itu filsafat dan belum mengenal filsafat
Yunani. Tapi ketika Islam berada pada zaman keemasaan, kaum muslimin banyak
berkenalan dengan berbagai aliran pikiran dan filsafat. Sesuai dengan ajaran Islam yang
mendorong kepada pemeluknya untuk selalu memperdalam ilmu pengetahuan dari
manapun datangnya. Pikiran-pikiran filsafat itu terutama yang sudah tertuang ke dalam
buku-buku di usahaka untuk dipelajari kembali dengan jalan menerjemahkannya ke dalam
bahasa Arab, atau melalui guru-guru langsung dari aslinya walaupun berlainan agama.
Kaum muslimin mengenal tokoh-tokoh Alexandria seperti John Philophonus, Sargius dari
Rass al’Ain, Paul dari Aegina, dan lain-lain, dengan metode pembahasan yang dipergunakan
yaitu logika Aristoteles. Ternyata Alexandria telah menjadi tempat studi penting dalam
filsafat yunani, kemudian berlanjut dengan lahirnya perguruan Antioch, dari perguruan ini
tampil dua tokoh filsafat yaitu Ibrahim al-Marwazi dan Yohanna bin Hailan. Filsafat
Aristoteles yang diajarkan di perguruan ini berdasarkan literatur dari syarah-syarah yang
diberikan oleh Alexander Aprodisias. Perguruan Alexander umumnya diwarnai oleh ajaran-
ajaran Platonisme.
Dari perguruan Jundi Shapur datang pula John Bar Maswi, yang oleh khalifah Ma’mun
dijadikan pelopor pendirian perpustakaan besar dan kemudian dikenal dengan Baitul
Hikmah. Dengan berdirinya Baitul Hikmah, usaha penerjemahan buku-buku ilmu
pengetahuan, filsafat, dan kedokteran semakin maju dan meluas. Gerakan penerjemahan ini
merupakan gerakan kebangunan ilmu pengetahuan sepanjang abad.
Penerjemahan
Bahasa Arab ditingkatkan sebagai penggati bahasa Persia dan Yunani. Banyak buku-buku
ilmu pengetahuan di terjemahkan ke dalam bahasa Arab. Berkat kegiatan perpustakaan
Baitul Hikmah, penerjemahan semakin pesat. Buku tentang astronomi karangan Shiddarta
diterjemahkan oleh Muhammad bin Ibrahim Al-Farisi, yang dikenal sebagai orang pertama
yang mendirikan astrolable dan merupakan laboratorium astronomi pertama dalam islam.
Penerjemahan Timaeus karya Plato oleh Yahya, syarah De Anima karya Aristoteles oleh Ibnu
Al-Bitriq, dalam versi Themistius.
Al-Ma’mun, khalifah Abbasiyah yang terkenal bukan hanya mendorong gerakan keilmuan
itu, tetapi seperti disebut Fihrist, menulis uraian tentang ajaran Tauhid dalam Islam,
menyusun puisi dan sebagainya.
Figur yang terkenal dalam sejarah penerjemahaan filsafat dan ilmu-ilmu Yunani adalah
Hunain bin Ishaq pengikut dan sahabat Ibnu Maskawih, yang menerjemahkan menurut garis
seni dan ilmiah. Dalam bidang ilmu dan filsafat karya Hunain mengagumkan, antara lain
Gramatika bahasa Yunani, Risalah tentang air pasang, Risalah tentang warna, Risalah
tentang pelangi. Penerjemah lainnya adalah Ibnu Na’imah al-Himsi, Abu Bishir Matta, Yahya
bin A’di, Abu Utsan Ad Dimasyqi, Abu Ali bin Zur’a, Al-Hasan bin Suwar, Ibnu Khammar dan
Tsabit bin Qurrah.
Neo Platonisme
Pengaruh filsafat Neo Platonisme dalam pikiran Islam cukup jelas sebagaimana ditegaskan
oleh Al-Qifthi, Ibnu Nadhim dan Syahrastani. Tokoh-tokoh Neo Platonisme: Plotinus (204-
270), Malcus (232-304), Jamblichus (meninggal 330), Proclus (412-485), dan lain-lain.
Peletak dasar aliran ini disebut Ammonius Saccas pada abad II. Yang terkemuka diantaranya
Plotinus dan diantara karyanya adalahEnneda.
Alam pikiran metafisika Plotinus yang terpenting, membahas tritunggal suci yaitu the one,
spirit, dan soul. Menurut Betrand Russell, ketiga oknum itu sebagai satu kesatuan. The one
(Yang Esa), ia kadang-kadang disebut dengan Tuhan (God), wujud yang teratas, menyatakan
dia ada. Dengan kata lain, the first (Yang Pertama), kemudian the spirit atau yang disebut
juga dengan the divine mind atauNous dan kemudian the soul. The One atau the
first disamakan dengan Allah, the spirit atau Nous atau the divine mind disamakan dengan
isa a.s yang mengandung segala form (bentuk-bentuk) dan kemudian the soul yang
merupakan hubungan antara the spirit atau nous atau divine mind dan material
universe (alam semesta). Ketiga hal ini menjadi satu yang disebut tritunggal suci.
Paham Neo Platonis itu mewarnai seluruh karya Theologia Aristoteles, yang merupakan
karya Diodochus Proclus (m. 485 M) salah seorang pengikut setia Plotinus. Karya itu diberi
judul oleh Proclus dengan elements of theology yang di dalam kumpulan karangan-karangan
berbahasa arab berujud Pseudo Aristoteles dengan judul kumpulan Al-Khir Al-Mahdi.
Gnosticisme
Gnosticisme berasal dari kata Yunani Gnosis yang berarti “pengetahuan yang bersifat
rahasia” (the secret knowledge) yang di dalam bahasa arab disebutGhunusiyah yang
bermakna Al-Ma’rifah Al-Ilahiyah atau Ilmul Asrar. Dapat dikatakan, kelahiran Gnosticisme
sebagai gerakan keagamaan dan filsafat ketika akhir zaman Yunani kuno dan permulaan
zaman masehi. Menurut Gnosticisme, Tuhan berada pada tingkat tertinggi, wujud yang
terpisah dengan alam materi. Adanya wujud materi bersumber dari Tuhan.
Para pengikut Gnosticisme memilki ajaran atau doktrin yang bersifat rahasia. Diantara
ajaran-ajarannya antara lain a) Tuhan adalah akal (God is intelect), b) hubungan dengan
Tuhan cukup dilakukan dengan akal melalui ma’rifah Ilahiyah dan tidak perlu dengan
ibadah , c) keselamatan (salvation) dan kebajikan (good works)lebih baik diperolah
dengan ma’rifah Ilahiyah daripada melalui agama itu sendiri, d)ma’rifah Ilahiyah itu hanya
didapat oleh orang-orang tertentu saja, e) manusia dapat bersatu dengan Tuhan.
Pengaruh besar Gnosticisme terhadap agama Kristen, sebagaimana dikemukakan oleh W.
Windelband adalah saturninus, carpocrates, Basilides, Valentinus dan Bardesanes.
Perkembangan dan integrasi Gnosticisme memuncak dalam perkembangan pemikiran filsuf
Kristen yang dikenal dengan Marcion.
Menurut Ibnu Nadim dalam Al-fahrits ada beberapa orang yang terpengaruh dengan fahan
Gnosticisme itu (dikenal dengan orang-orang Zindik) seperti Ibnu Thalut, Ibnu Akhi Syakir,
Ibnu Al ‘Adi Al Husyairy., Shaleh bin Abdul Qudus dan Abdul Karim bin Abi Al Auja’. Pada
umumnya yang menerima faham Gnosticisme itu adalah golongan karamithah dan Ghulatus
Syi’ah.
Di kalangan tasawuf ada yang terpengruh dengan Gnosticisme itu seperti al-Hallaj,
Suhrawardi al-Maqtul, muhiddin Ibnu Arabi, Abdul Karim Al-Jilli, di mana mereka menekan
pentingnya seorang memiliki ilmu israr sebagai limpahan dari Tuhan (Al-Faidhul Ilahy) bagi
sufi-sufi tertentu dan di dalam ajaran-ajaran mereka mengabaikan peribahan dan
membelakangi syari’at agama.
Pengaruh Agama-agama
Filsafat india menyatakan bahwa dalam memecahkan masalah maya, hendaknya jangan
melalui kemampuan ratio, tapi membahasnya lewat batin. Sebagaimana Plato dan Kant dari
barat dan Nagarjuna dan Samkara dari India menyatakan bahwa pikiran kita hanya
bersangkut paut dengan hal-hal yang relative dan tidak berkait dengan hal yang
mutlak.Tuhan adalah tempat yang paling dalam, pagkal kebersamaan semesta. Dunia adalah
bentuk lahir dari padanya. Dengan melalui pengaruh yang mendalam dari filsafat Neo
Platonisme dan Gnosticisme, doktrinTrinitas (yang istilahnya tidak ditemukan dalam Bibel
sendiri) menjadi lebih kuat dan hubungan kesatuan antara manusia dan Tuhan lebih
dirasakan sebagaimana realitas dalam diri Yesus Kristus.
Tatkala kaum muslimin membuka daerah Persia, agama majusi telah terpecah kepada
beberapa paham dan aliran. Majusi adalah agama Persia kuno yang dikenal dikalangan
Islam. Salah satu aliran yang besar pengaruhnya adalah aliran Manes yang dikalangan
Teologi Islam dikenal dengan sebutan kaum Zindik. Pengaruh dari aliran Manes itu kedalam
alam pikiran Islam adalah batin (kerohanian) dengan segala kesucian dan kebersihannya,
hidup uzlah dan zuhud serta masalah kerohanian lainnya.
Orang-orang Yahudi memalsukan hadits-hadits (maudhu’) yang menimbulkan bermacam-
macam masalah tajsim tasybih (anthroporphisme) dan mempengaruhi sekelompok orang
baik di kalangan para teolog maupun di kaum sufi.
BAB II
LAHIRNYA ILMU KALAM
-Politik dan Masalah Keagamaan
Ketika Rasulullah meninggal tidak ada pesan siapa yang akan menjadi penggantinya. Tidak
ada juga ketentuan bagaimana cara menentukan siapa pengganti Rasulullah sebagai kepala
pemerintahan. Hanya di dalam Al-Qur’an dan kemudian menjadi tradisi kaum muslimin di
bawah pimpinan Nabi, untuk melaksanakan permusyawaratan dalam memecahkan
masalah-masalah duniawi termasuk masalah kenegaraan.
Sesuai dengan tradisi itulah para pemimpin puncak, baik dari kalangan Anshar maupun
Muhajirin, melaksanakan musyawarah memilih pengganti Nabi dalam urusan kenegaraan
di Sakifah Bani Sa’idah dan kemudian di baiat oleh umat di Mesjid Nabawi.
Dan begitu seterusnya memilih pemimpin (khalifah) dengan cara musyawarah.
Perpecahan di kalangan umat islam sejak Utsma bin Affan memerintah dan kemudian
dilanjutkan oleh Ali, disebabkan oleh masalah-masalah politik. Terutama setelah perang
Siffin. Pertentangan-pertentangan ini menimbulkan partai-partai seperti, Syi’ah, Khawarij,
Mu’awiyah, Murjiah. Kalangan partai-partai politik itu menampilkan bentuk isu-isu
keagamaan hingga masalah itu sendiri selalu dikaitkan dengan kaidah-kaidah agama.
-Lahirnya Teologi Islam
Ilmu kalam atau yang disebut juga dengan Teologi Islam adalah ilmu yang membahas
tentang ushul sebagai suatu aqidah tentang keesaan Allah swt, wujud dan sifat-sifat-Nya,
rasul-rasul-Nya, itab-kitab-Nya dan sebagainya yang diperkuat dengan dalil-dalil akal dan
meyakinkan.
Sebelum ilmu kalam lahir sebagai ilmu yang berdiri sendiri, ia termasuk dalam Al-Fiqhu
Akbar atau Al- Fiqhu Din menurut Imam Abu Hanifah. Ilmu kalam lahir sebagai ilmu yang
berdiri sendiri pertama kalinya lahir pada masa Khalifah Ma’mun.
Imam Al-Ghazali menuturkan: “Allah SWT dengan perantaraan Rasul-rasul-Nya, telah
mengajarkan kepada hamba-hamba-Nya dasar-dasar kepercayaan yang benar dan
mengandung kebaikan bagi mereka di dunia dan di akhirat, sebagaimana diterangkan di
dalam Al-Qur’an dan Hadits. Karena itu Allah swt mentakdirkan adanya golongan ahli ilmu
kalam yang tampil untuk membela Sunah dengan keterangan dan alasan yang tersusun rapi,
hingga dapat menjelaskan kepalsuanbid’ah yang menyalahi sunah itu.
BAB III
ALIRAN-ALIRAN KALAMIAH
-Aliran Khawarij
Nama Khawarij berasal dari kata kharaja yang berarti keluar. Semula Khawarij adalah
golongan politik yang menolak sikap Ali bin Abi Thalib dan keluar dari golongan Ali.
Golongan ini disebut juga dengan nama Haruriah, karena setelah memisahkan diri dari Ali
menetapkan pimpinan baru di suatu kampung yang bernama Harura. Meskipun Khawarij
pada mulanya adalah golongan politik, namun dalam perkembangan selajutnya ia beralih
menjadi aliran kalam.
Aliran Khawarij membolehkan seorang khalifah (kepala Negara) atau Imam dipilih dari
bukan golongan kaum Quraisy, boleh dari orag biasa ataupun hamba sahaya. Bagi aliran ini
seorang khalifah berfungsi mewakili semua kepentingan rakyat dengan sifat-sifat yang adil,
jujur dan menjauhi segala hal yang akan merusakannya. Khalifah juga wajib mempunyai
ilmu yang luas da bersifat zuhud. Seorang khalifah yang menyimpang dari ajaran-ajaran
Islam, merusak keadilan, dan kemaslahatan, wajib dihukum atau dibunuh. Ali ditolak sejak
Ali melaksanakan tahkim.
Golongan An-Najdat adalah pengikut Najdah Ibnu Amir al- Hanafi dari Yamamah. Bagi
golongan ini, keimanan dan keislaman seseorang ditentukan oleh kewajiban mengimani
Allah dan Rasul-Rasul-Nya, mengetahui haram hukumnya membunuh orang islam dan
percaya pada seluruh yang diwahyukan Allah kepada Rasul-Nya. orang yang tidak peduli
terhadap hal-hal tersebut tidak beriman dan tidak dapat diampuni.
Golongan al-Muhakkimah, misalnya menetapkan bahwa Ali, Mu’awiyah dan semua pengikut
yang membenarkan tahkim, semuaya kafir.
Golongan al-Azariqah adalah kelompok khawarij di bawah pimpinan Nafi Ibnu Azraq dengan
pandangan yang lebih ekstrim di banding golongan-golongan lainnya. Golongan ini
berpendirian bahwa orang-orang Islam yang tidak sepaham dengan mereka adalah musyrik,
kekal selama-lamanya didalam neraka, walaupun ia dalam usia anak-anak. Yang tergolong
beriman adalah mereka sendiri dan para pengikutnya, selain golongan mereka semuanya
musyrik dan harus dibunuh.
Pengikut dari Ziad ibnu Asfar disebut As-Sufriah. Golongan ini juga termasuk golongan
ekstrim akan tetapi ada di antara pendirian mereka yang lunak, seperti: anak-anak orang
musyrik dilarang di bunuh, orang-orang sufiah yang tidak ikut hijrah tidak dipandang kafir,
kafir bagi mereka ada dua, kufur ni’mat dan kufur rububiyah. Dari sini kafir tidak selamanya
harus keluar dari islam.
-Aliran Murji’ah
Aliran Murji’ah mendasarkan kepada pemikiran yang bersifat netral, yang pada dasarnya
tidak mau terlibat di dalam pertentangan dan permusuhan itu. Murji’ah berasal dari
kata Arja’a berarti sesuatu yang berada dibelakang. Arja’a juga berarti pengharapan atau
Irja’a yang berarti menunda. Al-Baghdadi membagi golongan Murji’ah kedalam tiga golong
besar, yang pertama, golongan Murji’ah yang dipengaruhi faham Qadariah, kedua, golongan
Murji’ah yang dipengaruhi faham Jabariyah, ketiga, golongan Murji’ah yang dipengaruhi
oleh faham Qadariyah dan Jabariyah.
Tokoh-tokoh Murji’ah, diantaranya, Hasan bin Muhammad, Sa’id bin Zubair, Abu Hanifah,
Abu Yusuf, Muhammad bin Hasan, dan lain-lain.
Orang-orang Murji’ah selalu berusaha dalam pemikiran netral. Mereka tidak mau
memberikan pendapat, siapa yang bersalah dan siapa yang keluar dari Islam sampai kafir,
dan semuanya itu mereka tangguhkan penyelesaiannya pada hari perhitungan yang akan
datang dihadapan Tuhan.
Bagi golongan Murji’ah, yang diutamakan adalah iman, sedang amal perbuatan adalah soal
kedua. Perbuatan setelah iman atau dengan kata lain orang yang melakukan dosa besar
masih ada harapan untuk mendapat ramhat, ampunan, dan masuk kedalam surga.
Golongan Yunusiah pengikut Yunus bin Ain Numairi berpendapat bahwa iman itu adalah
ma’rifah kepada Allah, tunduk dan cinta secara yakin. Seseorang yang berbuat jahat dan
maksiat tidaklah merusak iman.
Golongan Tsaubaniyah pengikut Abi Tsauban al-Murji berpendapat bahwa iman adalah
ma’rifah dan ikrar atas Allah dan Rasul-Nya. Bagi golongan Ghassaniah, iman itu adalah ikrar
atau mencintai dan membersihka. Iman tidak berkurang atau berlebih.
Bagaimanapun juga uraian diatas mengenai pendapat mereka tentang iman, rasanya sulit
untuk diterima kaum muslimin. Dengan hanya menekan keutamaannya iman sedang amal
perbuatan tidak dianggap penting dan tidak menentukan tetap dalam Islam atau kufurnya
seseorang, membawa konsekuensi-konsekuensi yang lebih jauh, berbahaya, dan tidak
menggambarkan ajaran-ajaran islam yang sebenarnya.
Tetapi banyak juga diantara mereka berpendirian lunak dan dengan pandangan yang
obyektif. Mereka menyatakan bahwa orang islam yang berdosa besar masih tetap mukmin,
mereka bukanlah kafir dan tidak kekal di dalam neraka, tetapi akan di siksa di dalam neraka
sesuai dengan besarnya dosa yang dilakukan.
-Faham Jabariyah dan Qadariyah
Jabariyah berasal dari kata jabaran yang berarti memaksa. Imam Syahrastani
menggambarkan arti jabariyah adalah penolakan atas perbuatan yang hakekatnya berasar
dari manusia dan menimpakannya kepada Tuhan.
Faham Jabariyah ini dalam perkembangan pemikiran Teologi Islam mirip faham fatalism
atau filsafat yang beranggapan secara deternis bahwa manusia tidak mempunyai kekuasaan
dan kebebasan karena segala-galanya telah ditentukan oleh Tuhan, sehingga mereka tidak
dapat berbuat apa-apa selain menerima takdir yang dipaksakan kepadanya.
Adapun faham Qadariyah lahir pertama kali di dalam sejarah pemikiran islam dari Ma’bad
al-juhani. Yang pertama kalinya dilontarkan oleh Ma’bad al-juhani disebarluaskan oleh
Ghailan ad-Dimasyqy, menurutnya manusia berkuasa atas perbuatan-perbuatannya. Bila
berbuat baik atau berbuat yang buruk semua itu atas kemauannya bebas dari manusia itu
sendiri. Faham Qadariyah menolak adanya qadha dan qadar.
-Aliran Syi’ah
Syi’ah adalah golongan yang mendukung Ali dan menganggap suatu pemerintahan yang
tidak dipimpin oleh Ali dan keturunannya, maka pemerintahan itu tidak sah dan
menyeleweng. Syi’ah berdiri sebagai suatu aliran teologi dan kini mempunyai pengikut yang
tersebar di dunia. Bagi Ahlus Sunnah, pokok-pokok dasar aqidah islam itu adalah at-Tauhid,
an-Nubuwwah, al-ma’ad, dan kemudian amal yang dibina di atas tiang agama, yaitu
syahadat, shalat, puasa, zakat, dan haji. Bagi syi’ah disamping hal-hal tersebut ditambah lagi
dengan satu pokok dasar yaitu I’tikad dengan imamah. Aliran Syi’ah terpecah belah menjadi
beberapa golongan, yang terbesar diantaranya adalah Ghulatus syi’ah, Syi’ah imamiah,
Rafidhah dan Zaidiah.
Menurut Al-Baghdadi, golongan sabaiyah mempercayai bahwa Ali itu adalah Tuhan dan
menyerupai dengan zat Tuhan. Al-Milithy menyatakan kafir golongan ini, dianggap sebagai
orang-orang tidak berada diatas hujjah yang benar. Golongan Bayaniyah menyatakan bahwa
Tuhan tercipta dari cahaya yang terbentuk tubuh sebagaimana manusia, sedangkan Ali
memiliki sifat-sifat ketuhanan dan sebagian dari Tuhan menjadi badan Ali. Demikianlah
sebagian dari faham Ghulatus syi’ah dan Rafidhah umumnya berpendirian tajsim dan
tasybih juga percaya dengan hulul dan tanasukh.
Berbeda dengan pendapat aliran Ghulat, Syi’ah Imamiah berpendapat sama dengan aliran
Mu’tazilah yang menolak adanya sifat-sifat berdiri atas zat. Golongan ini berpendapat
bahwa Tuhan Maha Esa, tidak serupa dengan segala sesuatu atas-Nya, tidak disifatkan
dengan sifat yang juga disifatkan kepada makhluk, bukan jisim, bukan bentuk, bukan jauhar,
bukan ‘aradh. Tidak ada ukuran berat, tidak gerak atau diam, tidak bertempat, tidak
beranak, dan tidak diperanakan. Syi’ah Imamiah cenderung mengkafirkan orang yang
berpendirian tasybih.
Menurut golongan Ismailiah, Tuhan itu tidak dikatakan bagi-Nya maujud tidak maujud, tidak
alim, tidak jahil, tidak qadir dan tidak ajiz. Imam syahrastani, menyataka bahwa golongan
Ismailiah merupakan segolongan orang yang menolak sifat-sifat hakiki bagi Tuhan,
melepaskan semua sifat atas zat Tuhan. Tetapi setelah masuknya filsafat yunani di masa
khalifah Ma’mun secara intensif mereka mengawinkan filsafat dengan ajaran-ajaran agama,
maka dari sinilah mulai terjadi penyimpangan-penyimpangan, khususnya di kalangan
Ikhwanus shafa yang berasal dari golongan ini.
Imam Syahrastani menuturkan, syi’ah adalah segolongan kaum muslimin yang mendukung
Sayyidina Ali r.a. dan berpendirian bahwa beliaulah yang memimpin Negara atas ketetapan
Rasulullah, dan imamah tidak boleh keluar dari keturunannya.
-Aliran Mu’tazilah
Aliran Mu’tazilah tidak bisa dipisahkan dengan washil bin ‘Atha, nama lengkapnya Abu
Huzail Washil bin ‘Atha, lahir di madinah 80 H (689M) dan meniggal pada tahun 131 H (749)
di Basrah. Dasar umum pikiran dalam aliran Mu’tazilah, tersimpul dalam lima ajaran pokok,
yang disebut dengan Ushul al-Khamsah, yaitu:
1. Tauhid. Tuhan Maha Esa, tidak mempunyai sifat yang sama dengan makhluk-Nya,
tidak sama dengan sesuatu,tidak dapat dilihat dengan mata, maha qadim yang
tidak ada kesamaannya.
2. Keadilan Tuhan. Tuhan tidak menyukai kerusakan, tidak menciptakan perbuatan
orang dan tidak memaksanya. Dasar prinsip keadilan ini terletak
dalamkemampuan akal untuk berbuat baik, dan keadilan tuhan terletak di dalam
kebaika itu.
3. Al wa’ad wal wa’id. Janji dan ancaman Tuhan pasti akan terlaksana, yaitu janji
berupa limpahan pahala dan ancaman berupa siksaan.
4. Manzilah baina manzilatain. Seorag mukmin yang berbuat dosa besar tidak
dihukumkan sebagai mukmin juga tidak dihukumkan sebagai kafir, tapi ia berada
di tempat diantara dua tempat. Apabila ia meninggal tetapi belum bertaubat maka
ia jatuh kedalam neraka.
5. Amar Ma’ruf Nahi Munkar. Prinsip ini merupakan kewajiban untuk dilaksanakan
sesuai dengan dasar-dasar berfikir aliran ini yaitu kekuasaan akal.
Aliran Mu’tazilah yang dikenal sebagai aliran yang menggali sifat Tuhan itu lahir sebagai
reaksi atas aliran Tasybih dan Tajsim. Washil berpendapat, manusialah sepenuhnya pencipta
buruk dan baik atas perbuatannya, iman dan kafir, taat dan maksiat, semua mendapat
balasan.
-Aliran Ahlus Sunnah Wal Jama’ah
Golongan terbanyak dari Salafus Shaleh adalah mereka yang menetapkan sifat-sifat azali
atas Allah swt, seperti ilmu, qodrat, hayat, iradah, sama’, bashar, kalam, dan sebagainya.
Mereka tidak membedakan anatara sifat-sifat zat dan sifat-sifat fi’il atau perbuatan.
Apabila Mu’tazilah menolak sifat-sifat atas Tuhan, mereka ini dinamakan sebagai orang-
orang yang menggali sifat-sifat atas Tuhan. Adapun Salafus Shaleh membiarkannya
sebagaimana adanya, sebab manusia tidak mengetahui arti yang sesungguhnya, dan
tidaklah manusia diberati untuk mengetahui ta’wil daripada ayat-ayat tersebut. Tapi yang
ditekanka bagi mereka adalah I’tiqad yang benar bahwa Dia Maha Esa, tidak ada sekutu
bagi-Nya, dan yang demikian mereka yakini dengan seyakin-yakinnya.
Dari para ulama salaf itu, salah seorang diantaranya yang tidak terang-terangan menolak
ta’wil dan tidak pula condong kepada tasybih adalah Malik bin Anas, Imam Ahmad bin
Hambal, Sufyan Tsauri, Daud bin Ali al-Asfahani. Kemudian menyusul Abdullah bin Said al-
Kullabi, Abdul Abbas al-Kalanisi, Al-Harits bin Asad al-Muhasibi yang tergolong kaum salaf
yang punya andil memecahkan masalah-masalah ilmu kalam, sehingga mereka kemudian
memperkuat aqaid-aqaid salaf dengan metode kalam, sampai berkembang secara khusus
dalam pemikiran Imam Abul Hasan al-asy’ari.
Konsep Imam Asy’ari merupakan dasar pikiran Ahlus Sunnah Wal Jama’ah sebagai konsepsi
jalan tengah di antara dua kutub pendapat yang ekstrim. Disatu pihak
aliran Mu’tazilah dengan penolakan dan penanggalan atas sifat-sifat Tuhan, dan di pihak lain
ada aliran Tasybih dan Tajsim yang secara harfiah dan dengan pikiran yang amat sempit
menyamakan bahwa Tuhan adalah sama dengan mahluk biasa. Di dalam hal ini al-Makhrizi
menyatakan:”Hakekat aliran Asy’ari (Rahimmullah) adalah jalan tengah yang menolak sifat-
sifat yaitu Mu’tazilah dan yang berlebih-lebihan menetapkan sifat yaitu Tajsim.
Imam Asy’ari membahas masalah zat dan sifat di atas dasar pembahasan yang asasnya
adalah Naqal dan akal, dengan secara hati-hati menyisihkan adanyaTasybih (keserupaan
antara Tuhan dengan makhluk). Dalam kitabnya Al-Luma“Tatkala engkau menyatakan
bahwa Tuhan tidak menyerupai seluruh makhluk, katakanlah bahwa jika sekiranya
menyerupainya tentulah hukumnya sama dengan hukum yang baru. Jika diserupakan maka
tentu tidak lepas dari seluruhnya atau sebagiannya, dan jika diserupakan, keseluruhannya
maka keadaannya sama dengan yang hadits keseluruhannya, dan jika sebagian maka
keadaannya serupa untik sebagian dengan yang hadits. Yang demikian adalah semuanya
mustahil bagi yang qadim.”
Imam Asy’ari menetapkan 7 sifat yang azali lazim bagi zat Tuhan, beliau berkata:”Allah
Ta’ala Maha Tau dengan ilmu-Nya, dan Maha Berkehendak denganIradah-Nya, Maha
Berkuasa dengan Qodrat-Nya, Maha Berkata-kata dengan Kalam-Nya, Maha Melihat
dengan Bashar-Nya, Maha Hidup dengan Hayat-Nya.”
Pendapat Imam Asy’ari mendapat tentangan dari filsuf Andalusia yaitu Ibnu Rusyd, yang
menyatakan bahwa konsep Asy’ari membawa kepada Tajsim, akan tetapi pendapat-
pendapat Asy’ari tidaklah sebagaimana yang dikatakan Ibnu Rusyd. Taftazani menunjuk
kepada kitabnya” menerangkan kepada Syeikh kami bahwa Allah Ta’alaa adalah hidup dan
bagi-Nya hayat yang azali, bukanlah yang demikian itu ‘aradh dan tidaklah mustahil bersifat
baqa…”
Berbeda dengan aliran Mu’tazilah, Ahlus Sunah Wal Jama’ah berpendapat bahwa manusia
dan perbuatannya adalah makhluk Allah, baik dan buruknya adalah Tuhan yang
menjadikannya. Ahlus Sunah menolak pendapat yag menyatakan bahwa makhluk
menciptakan perbuatannya sendiri,sebab pendapat yang demikian membawa kepada
adanya dua pencipta dan barang siapa yang berpendapat demikian akan berakibat kepada
syirik dalam penciptaan dan sudah tentu membawa kepada kekufuran.
Ahlus Sunah Wal Jama’ah menetapkan, manusia mempunyai kesanggupan yang dijadikan
Allah atas hamba-Nya berbarengan dengan perbuatan hamba, tidak mendahului dan tidak
kemudian dari perbuatan itu. Hal ini berarti bahwa manusia mempunyai kesanggupan atas
perbuatan dengan kesanggupan yang diberikan oleh Tuhan kepadanya.
Ahlus Sunah Wal Jama’ah menolak pendapat Jabariyah yang menyatakan bahwa Allah-lah
yang memaksa manusia berbuat maksiat sesuai dengan takdirnya, kemudian orang itu
diazab. Penolakan ini berdasarkan hadits-hadits Rasulullah dan Al-Qur’an, dan juga tertolak
oleh pikiran, jika sekiranya Tuhan berbuat demikian, maka bearti Tuhan adalah dzalim.
Jelaslah bahwa Ahli Sunah percaya terhadap Allah swt. Sebagai pencipta perbuatan
manusia, berbeda dengan Mu’tazilah yang menyatakan bahwa manusialah pencipta
perbuatannya, dan berbeda pula dengan Jabariah yang menyatakan bahwa manusia pada
asasnya tidak memiliki kekuasaan apa-apa, sedang Ahlus Sunah berpendapat manusia
mempunyai amal ikhtiar. Dan demikian Tuhan sebagai pencipta dan mengadakan, namun
manusia berusaha dan berikhtiar.
Maka segala amal perbuatan manusia yang dikerjakannya itu pada hakekatnya kembali
kepada Allah swt karena Allah-lah yang menciptakannya dan memberi pertolongan
kepadanya. Dalam hal ini meskipun segala perbuatan dan hasil perbuatan itu pada
hakikatnya dari Allah, namun tidak pada tempatnya menyandarkan hal-hal yang buruk
kepada Allah swt.
Secara ijma’ Ahlus Sunah menetapkan perlunya Imamah atau khalifah untuk seluruh kaum
muslimin, dan caranya melalui pemilihan oleh Ahlul Halli Wal ‘Aqdi. Di dalam Imamah atau
khalifah diperlukan benerapa syarat, menurut Ibnu Khaldun bahwa syarat-syarat Imamah itu
antaralain, memiliki ilmu pengetahuan yang luas, adil, kompeten, dan sempurna keadaan
indar tubuhnya.
Jumhur Ulama Ahlu Sunah, menetapkaan syarat-syarat Imamah itu antara lain dengan
empat syarat:
1. Quraisy, pada dasarnya siapa saja dapat diangkat menjadi khalifah, tetapi lebih
afdhal dan jika mungkin adalah yang dari Quraisy.
2. Bai’at, seorang khalifah dalam memangku tugasnya dimulai setelah dilakukan
bai’at. Bai’at menurut Ibnu Khaldun adalah janji untuk taat.
3. Demokrasi, ajaran islam mengenai Negara dan rakyat di dasarkan kepada
demokras. Karena itu pula maka dalam menentukan kepada Negara atau imam,
haruslah dilalui syarat-syarat demokrasi itu. Dalam menetapkan segala kebijakan
harus dengan bermusyawarah karena dengan bermusyawarah itu membawa
segala kebijaksanaan menjadi terlaksana dan dengan kesepakatan
permusyawaratan itu membawa persatuan bangsa.
4. Keadilan, syarat mutlak bagi suatu pemerintahan khalifah yaitu keadilan.
Seperti firman Allah dalam surat An-Nisa ayat 135:
“ Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak
keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan
kaum kerabatmu. jika ia Kaya ataupun miskin, Maka Allah lebih tahu kemaslahatannya.
Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. dan
jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, Maka Sesungguhnya
Allah adalah Maha mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.”
-Aliran Salaf
Aliran Salaf adalah orang-orang Hanabilah (pengikut Ahmad bin Hanbal) yang berusa
menghidupkan dan mempertahankan teologi ulama-ulama Salaf yang berpucak pada ajaran
Ahmad bin Hanbal, muncul pada abad IV Hijri. Keterikatan Ahmad bin Hanbal dengan teks-
teks Al-Qur’an dan sunah Rasulullah telah membuat pandangan begitu sederhana dengan
suatu pendirian yang teguh.
Kesederhanaan dan pendiriannya yang teguh itu Nampak ketika ia menghadapiMinhat yaitu
pemeriksaan yang dilakukan oleh Gubernur Baghdad terhadap Ahmad bin Hanbal.
Kejadian minhat merupakan peristiwa besar yang diketahui dan dirasakan oleh seluruh
kaum muslimin serta meninggalkan pesan abadi agar mempertahankan nash-nash agama di
atas segala pertimbagan rasional.
Ciri khas mereka adalah kembali kepada penafsiran harfiah atas nash-nash dan
memunculkan tradisi kalam dan hukum sebagaimana ketika perkembangan pertama dalam
islam, terutama pemikiran Ahmad bin Hanbal, serta menolak dominasi akal dalam
memecahkan berbagai masalah keagamaan. Bagi Ahmad bin Hanbal Iman adalah perkataan
dan perbuatan, iman akan bertambah dengan melakukan perbuatan yang baik dan akan
berkurang jika melakukan kemaksiatan. Ia juga menyatakan , Tuhan bersifat zat-Nya yang
tinggi dengan sifat Qudrat, Iradat, Ilmu, Hayat, Sama’, Bashar, Kalam,dan lain sebagainya. Ia
menetapkan seperti yang terdapat di Al-Qur’an dan Hadits Nabi.
Ahmad bin Hanbal menetapkan kewajiban mengimani qadar baik dan buruk serta wajib
menaati perintah Allah. Tokoh terkenal yang membangkitkan Faham Hanbali tersebut
adalah Ibnu Hazm, lahir pada hari terakhir Ramadhan 384 H bertepatan dengan 7 November
994 M di Cordova dan wafat pada tahun 456 H atau 1604 M di Andalusia.
Menurut Ibnu Hazm Al-Qur’an banyak menyebut dengan kata Asma’ bukan dengan kata
sifat. Dan lafadz sifat itu ditimbulkan oleh Mu’tazilah. Ibnu Hazm tidak membenarkan
menyembah, meminta, serta berdo’a kepada selain Allah, karena hanya Allah lah satu-
satunya Tuhan yang berhak disembah dan dimintai pertolongan-Nya. tidak ada orang yang
dianggap suci kecuali para Nabi dan Rasul karenanya bersifat ma’shum. Dengan demikian
ditolak wasilah dalam memohon kepada Allah, karena perbuatan yang sedemikian itu
adalah syirik.
Iman itu meliputi pengakuan dalam hati, dinyatakan dengan lisan, dan diamalkan dengan
anggota. Iman menurut Ibnu Hazm adalah, mengenal, meyakinka, membenarkan, semua
rukun Iman disertai mentaati semua perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya.
Ibnu Taimiyah tokoh pemikiran islam Salafus Shaleh di bagian Timur, dilahirkan di Harran
pada tahun 661 H/1263 M, dan meninggal di Damaskus 728 H/1328 M. Bagi Ibnu Taimiyah,
Al-Qur’an sebagai dasar Syari’ah dapat diterima oleh akal yang benar dan bathin yang
bersih. Apalagi Al-Qur’an telah diperjelas oleh Hadits dan dimanifestasikan dalam tingkah
laku para Salafus Shaleh. Dengan kata lain menurut dia Islam yang benar adalah bersumber
kepada Al-Qur’an dan Sunnah Nabi di ikuti sahabat Salafus Shaleh. Mengapa Salafus Shaleh?
karena nash sendiri menetapkan bahwa generasi Salafus Shaleh adalah generasi terbaik
setelah generasi Rasulullah.
Dari mereka itulah yang kemudian dikenal dengan Salafus Shaleh yaitu mereka para sahabat
yang berpegang teguh kepada Syara’ yang bersumber dari Al-Qur’an, Sunnah, Atsar, dan
Ijma’, percaya kepada Allah dengan segala sifat-sifat-Nya, para Rasul dan Nabi, kitab-kitab
yang diturunkan kepada mereka, para Malaikat, pada hari akhir, surga dan neraka, dan
percaya kepada Qadha dan Qadar baik dan buruknya.
BAB IV
PEMIKIRAN KALAM MODERN
-Jamaludin Al-Afghani
Sayid Jamaludin al-Afghani dilahirkan di Kunar, Asarabah, Afganistan tahun 1254 H/1839 M.
meniggal di Istambul, Turki pada 1314 H/1897 M. Pengembaraannya ke berbagai negri
diantaranya, India, Prancis, Rusia, Persia, Turki, Mesir, dan lain-lain. Satu-satunya karya
Jamaluddin al-Afghani yang berupa buku yang diterbitkan adalah Al Raddu ala al
Dahriyin. Selain buku itu, banyak tulisan-tulisan pada berbagai majalah, khususnya
majalah al-Urwatul Wutsqa.
Ia telah melahirkan pemikiran-pemikiran baru yang kemudian bergema diseluruh dunia.
Pemikiran-pemikiran itu disampaikan dengan dua cara, yang pertama melalui pengajian di
rumahnya yang dihadiri oleh para ulama-ulama terkemuka dengan pembahasan kitab-kitab
politik, tasawuf, logika, dan filsafat. Kedua, melalui ceramah dan diskusi yang sifatnya
intelektual yang pada umumnya dihadiri oleh sastrawan, seniman, budayawan, politikus,
dan agamawan.
Disini ia berusaha membelokan orientasi sastra selama ini yang semula kepada keagungan
dan gemerlap kalangan atas ke arah kalangan bawah yaitu rakyat jelata dengan segala
penderitaan, keterbelakangan dan kemisikinan mereka.
Di dalam bukunya ” Al Raddu ala al Dahriyin.” Ada beberapa catatan penting, yaitu: Agama
mengajarkan kepada manusia, paling tidak dalam tiga kebenaran
fundamental. Pertama, manusia memiliki nilai-nilai spiritual yang tinggi sehingga ia
merupakan makhluk yang tertinggi. Kedua, dasar keimanan umat beragama terletak kepada
keunggulan kebenaran yang dianutnya sehingga akan membedakan mereka dengan
kelompok lain. Ketiga,agama membawa kepada keyakinan tentang kehidupan manusia di
dunia ini sebagai persiapan bagi kehidupan abadi yang bebas dari segala penderitaan.
Selain itu agama telah menanamkan dalam diei pemeluknya tiga karakter: 1.Kerendahan
hati, yang memelihara dari semua tindakan jahat dan mendorong ke arah taubat,
2. Jujur, yang merupakan benteng bagi suatu Negara hukum yang sehat, 3. Dapat
dipercaya. Jamaluddin menguraikan tentang agama islam: “Agama Islam adalah agama yang
paling dibutuhkan manusia, karena ia mengandung berbagai keistimewaan yang tidak
dimiliki agama-agama lainnya.”
Pertama, Aqidah Tauhid. Dengan aqidah tauhid akal manusia menjadi bersih dan
cemerlang, dan selalu terhindar dari keraguan. Kedua, Islam menghapus faham yang
mengistimewakan seseorang atau satu kelompok. Ketiga, aqidah islam didasarkan kepada
kepuasan batin dan kemantapan akal dan bukan kepada taqlid atau meniru-niru apa yang
diyakini oleh nenek moyang. Islam tidak menerima orang yang ikut-ikutan tanpa dalil.
Keempat, Islam menyeru umatnya untuk mengajak kepada kebenaran dan mencegah dari
kemungkaran.
- Muhammad Abduh
Syeikh Muhammad Abduh , lahir dimesir 1266 H/1848 M. Ayahnya bernama Abduh Hasan
dan ibunya bernama Junainah, yang menurut riwayat berasal dari bangsa Arab dengan
silslah meningkat sampai kepada Umar bin Khattab. Pada usia 12 tahun ia sudah hafal Al-
Qur’an. Dari Jamaluddin lah Muhammad Abduh banyak belajar bermacam-macam ilmu
pengetahuan modern seperti filsafat, sejarah, hukum, ketatanegaraan dan lain-lain. Tapi
yang paling menonjol adalah semangat berbakti kepada masyarakat dan berjihad
menentang kekolotan. Cara berfikir yang fanatik dirubahnya dengan cara berfikir yang maju
dan modern.
Setelah menamatkan kuliahnya di Universitas Al-Azhar, Cairo, beliau diangkat menjadi
dosen di Darul Ulum dan di Al-Azhar. Pada tahun 1889 ia diangkat menjadi hakim
pengadilan negri, dua tahun kemudian ia diangkat menjadi Hakim Tertinggi pada pengadilan
Tinggi mesir. Ia terpilih menjadi anggota pimpinan tertinggi al-Azhar 1894, pada tahun 1899
menjadi mufti dimesir dan pada tahun itu juga ia diangkat menjadi anggota perundang-
undangan parlemen .
Syeikh Muhammad Abduh wafat pada tahun 1323 H/1905 M, di Alexandria. Diantara
beberapa karya Muhammad Abduh yang dapat dikemukakan antara lain:
1. Risalah Tauhid
2. Syarah al-Bashair al-Nashiriyah Fil Mantiq
3. Hassyah ‘ala Syarah al-Dawani Lil’Aqaid al-Adudiyah
4. Al-Islam wan Nasraniyah ma’al Ilmi wal Madaniyah
5. Syarah Maqamat Badi’as Zaman al-Hamazani
6. Taqrir Fi Ishlahi Al-Mahakim Al-Syar’iyah
-Muhammad Iqbal
Muhammad Abduh dilahirkan di Sialkot (Punjab), 22 februari 1873.
a. Tentang Tuhan
Tuhan menyatakan diri-Nya dalam pribadi terbatas, dan karena itu dalam usaha
mendekatkan diri kepada-Nya hanya dimungkinkan lewat pribadi. Dengan demikian,
mencari Tuhan bersifat kondisional terhadap pencarian diri sendiri. Demikian pula, Tuhan
tidak bisa diperoleh dengan meminta dan memohon semata, karena hal itu menunjukan
kelemahan dan ketidakberdayaan.
b. Kedudukan Manusia
Kedudukan manusia amat penting dan tertinggi diantara semua makhluk dan yang
membuat manusia amat berharga adalah pribadi atau ego yang dimilikinya. Menurut Iqbal,
ego dinilai sebagai poros dari seluruh kegiatan dan amal perbuatan kita. Ego merupakan
intisari wujud kepribadian kita. Pada pokoknya ego bersifat memberikan penghargaan dan
menghargai dirinya sendiri dalam kegiatannya sendiri.
c. Masalah Takdir
Sekalipun Tuhan telah menciptakan manusia, dan perbuatan-perbuatannya, namun segala
yang terjadi adalah sesuai dengan kodratnya, dalam pengertian ini yang membuat takdir
adalah manusia sendiri. Kegiatan kreatif Tuhan tidak pernah terhenti, kapan saja Da
mengkendaki sesuatau akan terjadi cukuplah ia berkata Kun fayakun.
d. Negara Islam
Konstitusi Negara Islam, yang mencerminkan doktrin tauhid, didasarkan atas dua dalil
pokok. Supremasi hukum Islam (hukum Tuhan) atau syari’at dan persamaan mutlak diantara
para anggota. Hukum islam itu suatu hukum komprehensif, yang merupakan cetak biru
masyarakat islam, hukum tersebut meliputi semua bidang kehidupan. Kewajiban-kewajiban
kepada Tuhan dan kepada manusia.
-Abul A’la al Maududi
Dilahirkan di Aurangabad 25 september 1903. Buku-buku karyanya amat banyak,
sebenarnya ia telah menyumbangkan tidak kurang dari 60 buku yang menjelaskan tentag,
sistem moral Islam, sistem sosial Islam, sistem politik Islam, sistem ekonomi Islam, sistem
kerohanian Islam dan lain sebagainya.
a. Iman, Islam, Kufur
Iman adalah persetujuan, bentuk janji antara manusia dengan Tuhan. Ia bukan saja
pengakuan, belaka tentang kepercayaan kepada Allah, tapi juga pengakuan atas kenyataan
bahwa hanya Allah sajalah Tuhan yang berdaulat dan yang memerintah. Al- Maududi
mengatakan hubungan iman dan Islam seperti hubungan benih dan pohon, pohon tidak
tumbuh kecuali dengan benih. Jadi, mustahil seseorang menjadi muslim tanpa uman dalam
hatinya, meskipun ada kemungkinan iman ada didalam hatinya tapi Islamnya tidak
sempurna.
Kufur adalah kafir, karena ia menutupi fitrahnya dan menyelubunginya dengan segala
selubung dengan kebodohan dan kepicikan akal. Kufur itu suatu kedzaliman, bahkan
kedzaliman yang amat besar dan paling dimurkai. Makna kedzaliman itu adalah meletakan
sesuatu tidak pada tempatnya yang layak baginya, dan anda mempergunakan secara paksa
ditempat yang tidak sesuai dengan fitrahnya.
-Sayyid Kutub
Beliau diperkirakan lahir tahun 1906 di Qaha, Mesir. Ia hafal Al-Qur’an pada usia 10 tahun.
Bukunya yang terkenal adalah Maalim Fii at-Thariq .
a. Aqidah dan Teologi
Sayyid Qutublah pencetus dan penggerak lahirnya konsep ideologi Islam. Keistimewaannya
dalam konsep ideologi Islam itu ialah kaitannya dengan iman, sehingga ideologi bersifat
mutlak. Islam adalah akidah revolusioner yang aktif, dengan kata lain, kalau ia menyentuh
hati manusia dengan cara yang benar, maka didalam hati akan terjadi suatu revolusi,
revolusi yang berdasarkan persamaan mutlak antara seluruh umat manusia.
b. Aqidah dan Jihad
Fungsi akidah sangat berpengaruh dalam kehidupan kita, sebuah rahasia kekuatan akidah
yang berada di dalam jiwa, yang dibesarkan oleh akidah agama. Akidah agama sajalah yang
mampu membuat seseorang tabah hidup tanpa kekayaan, tabah menghadapi gangguan,
dan tabah berjuang. Akidah itulah yang mendorong seseorang manusia rela mati untuk
memperoleh kehidupan yang baka, berkorban untuk meraih kemenangan atau mati syahid.
c. Aqidah dan Kebudayaan
Masyarakat Islam adalah masyarakat yang melaksanakan Islam secara aqidah dan ibadah,
secara syari’at dan sistem, secara budi pekerti dan tingkah laku.
Masyarakat jahili adalah masyarakat yang tidak melaksanakan Islam, tidak diperintah oleh
aqidah dan konsepsi Islam, secara syari’at dan sistem, secara budi pekerti dan tingkah laku.
Ciri-ciri khas Islam: rabbaniyah, al-tsabat, syumul (menyeluruh), tawazun (keseimbangan),
ijabiyah (kepastian), waqiliyah (realitas), tauhid (keesaan).
-Mahmud Syaltut
Prof. Dr. syeikh Mahmud Syaltut adalah seorang putra mesir dilahirkan 23 April 1893.
a. Dasar Aqidah
Dasar keimanan dalam Islam adalah, iman kepada Allah. Kenyataannya yang menyebabkan
al-Qur’an dapat menarik perhatian akan iman kepada Allah. Kitab suci itupun memberikan
pedoman kepada kita mengenai nama-nama indah dan sifat-sifat Allah, yang semua itu
menggambarkan kekuasaan-Nya, dan keutamaan-Nya.
b. Dasar keagamaan
Kewajiban al-Qur’an yang dipikulkan kepada masyarakat, hanya dapat dipenuhi masyarakat
yang mewakilkan kepada salah seorang diantara mereka, ialah seseorang yang berakal
sehat, memiliki kesanggupan dan kecakapan, yang memungkinkannya mewakili keseluruhan
pikiran dan kerjasama dalam menunaikan kewajiban yang diperlukan untuk kesejahteraan
umum. Orang yang terpilih disebut Khalifah atau Imam.
Khalifah atau imam sebagai pemimpin dalam islam berkewajiban menguatkan dan
mempersatukan pendapat umum, melakukan putusan hakim, mengatur alat-alat
pemerintahan, meneguhkan keimanan dalam mengamalkan keyakinannya, seperti shalat,
mengeluarkan zakat dan mengawasi kepentingan umum, dan bimbingan suatau demokrasi
parlementer, sebagai dasar pemerintahan dalam Islam.
Kesimpulan
Al-Qur’an dan Sunnah memberi dasar kepada penggunaan akal melalui ijtihad dan dari sini
berkembang pemikiran Islam. Kebebasan berfikir yang pertama dalam Islam ditemui dalam
ilmu kalam. Beda pendapat pertama dikalangan kaum muslimin tampak ketika memecahkan
masalah-masalah keimanan dan politik.Dalam buku ini membahas tentang, Neo platonisme,
Gnosticisme, pengaruh Agama-agama, lahirnya ilmu kalam, politik dan masalah keagamaan,
lahirnya Teologi Islam, aliran-aliran kalamiyah, aliran Khawarij, aliran Murji’ah, aliran
Jabariah dan Qadariyah, aliran Syi’ah, aliran Mu’tazilah, aliran Ahlus-Sunnah wal jama’ah,
aliran Salaf. Dan tokoh kalam modern diantaranya adalah Jamaluddin Al Afgani, Muhammad
Abduh, Muhammad Iqbal, Abul A’la Maududi, Sayyid Qutub, Muhammad Syaltut.Dalam
pembahasan-pembahasan tersebut ternyata ada diantaranya yang membawakan
pemikiran-pemikiran ekstrim, bukan hanya dimonopoli oleh ahli kalam klasik, akan tetapi di
kalangan ahli kalam modern, walaupun jumlahnya sedikit sekali.
RESENSI BUKU
PEMIKIRAN KALAM DALAM ISLAM
KARYA Drs. H.M. Laily Mansur, LPh
NAMA : TIRTA WAHYUDINIM : 210 323 66 90