aliran ilmu kalam

Upload: aulia-putra-sanchez-yoichi

Post on 07-Jan-2016

309 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

keren

TRANSCRIPT

Pokok Pemikiran Aliran Ilmu Kalam

Makalah Aqidah Akhlak13082015T.P. 2015/2016Pokok Pemikiran Aliran Ilmu Kalam Kelompok 3 :Agus antomiAsni amelia daulayasyifa humairadefmiraida siregarhalwan fikrihasan ardiansyahmhd. fadhlan rizkiKelasXI IPA 6(Sebelas IPA Enam)Guru PembimbingMata Pelajaran Akidah AkhlakMAN 2 Model MedanDra. Nur asmah hrp, MAMAN 2 MODEL MEDANJl.Pancing No.7a, telp.(061) 4524713

kata pengantar

Alhamdulillah, Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah tentang Pokok Pemikiran Aliran Ilmu Kalam ini sesuai dengan yang diharapkan. Shalawat dan salam kami haturkan kepada Nabi Muhammad SAW. beserta keluarga dan para pengikutnya. Semoga kita selaku pengikut setianya dapat menegakkan nilai-nilai sunnah secara integral dalam kehidupan pribadi dan sosial. Sebelumnya, kami berterima kasih pada Ibu Dra. Nur Asmah Hrp, MA selaku guru mata pelajaran Akidah Akhlak MAN 2 Model Medan di kelas XI IPA 6 yang telah memberikan tugas ini kepada kami. Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai Pokok Pemikiran Aliran Ilmu Kalam, sehingga kita dapat menyikapi perbedaan sesuai dengan Al-Quran dan Hadis.Akhirnya, penyusun menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami berharap adanya kritik, saran, dan usulan dari guru agama, siswa, dan seluruh pembaca demi kesempurnaan makalah yang telah kami buat. Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami dan bermanfaat bagi kami khususnya dan para pembaca umumnya, serta isinya dapat diamalkan dalam kehidupan sehari-hari kita. Aamiin Yaa Rabbal Aalamiin

Medan, 11 Agustus 2015

Penyusun

idaftar isi

KATA PENGANTAR................................................................................................................iDAFTAR ISI...........................................................................................................................iiBAB I : PENDAHULUAN....................................................................................................1BAB II : PEMBAHASAN......................................................................................................2A. Pokok Pemikiran Asyariyah.................................................................................2B. Pokok Pemikiran Al-Maturidiyah........................................................................7C. Pokok Pemikiran Al-Mutazilah..........................................................................13D. Perilaku Orang yang Beraliran Kalam...............................................................17E. Menghargai Perbedaan Paham............................................................................18BAB III : Penutup................................................................................................................19Kesimpulan....................................................................................................................19Saran..............................................................................................................................19Daftar Pustaka.....................................................................................................................20

iibab ipendahuluan

Pada zaman Nabi Muhammad saw., umat Islam selalu kompak dalam semua urusan agama, termasuk di bidang akidah. Kalau ada hal-hal yang tidak jelas atau hal-hal yang diperselisihkan di antara para sahabat, mereka mengembalikan persoalannya kepada Nabi. Maka penjelasan beliau itulah yang kemudian menjadi pegangan dan ditaatinya.Pada masa pemerintahan Khalifah Abu Bakar as-Siddiq dan Khalifah Umar bin Khattab, keadaan umat Islam masih tampak kompak seperti pada masa Nabi. Pada waktu itu tidak ada kesempatan bagi umat Islam untuk mencoba-coba membicarakan masalah yang berhubungan dengan akidah dan hal lain di bidang agama. Mereka lebih memusatkan perhatian dan pikirannya untuk pertahanan dan perluasan daerah Islam, serta penyiaran Islam di bawah kepemimpinan khalifah.Setelah wilayah kekuasaan kaum muslimin semakin luas, maka semakin meningkat kesejahteraan ekonominya. Keadaan ini mendorong akal pikiran kaum muslimin mulai memfilsafatkan agama dan berakibat munculnya perselisihan soal agama. Kaum muslimin bersungguh-sungguh dalam membahas dan mempertemukan nas-nas agama yang kelihatannya bertentangan untuk dicarikan titik temunya. Nas-nas itu berdasarkan Al-Quran dan Hadis.Berkembanglah suatu metode keilmuan yang digunakan untuk membahas dan mencari titik temu perbedaan ataupun perselisihan pemahaman di bidang keagamaan. Ilmu itu adalah Ilmu Kalam.

bab iipembahasan

1. Sejarah Aliran Al-Asy'ariyah Nama lengkap Al-asyari adalah Abu al-Hasan Ali bin Ismail bin Ishaq bin Salim bin Ismail bin Abdillah bin Musa bin Bilal bin Abi Burdah bin Abi Musa Al-asyari. Ia lahir di Bashrah pada tahun 260H/875M. Ketika berusia 40 tahun, ia hijrah ke kota Bagdad dan wafat di sana pada tahun 324H/935M. Gerakan Al-Asyariah mulai pada abad ke-4. Ia terlibat dalam konflik dengan kelompok-kelompok lain, khususnya Mutazilah. Dalam konflik keras ini, al-Baqilani memberikan andil besar. Ia di anggap sebagai pendiri kedua aliran Asyariah. Permusuhan ini mencapai puncaknya pada abad ke-5 H atas prakarsa Al-Kundari (456 H = 1064M), yang membela Mutazilah. Di khurasan ia mengorbankan fitnah yang berlangsung selama 10 th. Tragedi ini menyebabkan Imam al-Haramain menyinggir ke jihaz. Sejumlah tokoh besar dari aliran Al-Asyariah di penjarakan, termasuk al-Qusyairi (466 H=1074M) sang sufi yang menulis risalah yang berjudul Syikayah al-Sunnah di Hikayah ma Nalahum min al-Mihnah. Hingga hari ini, pendapat Al-Asyariah masih tetap menjadi akidah Ahl al-Sunnah. Pendapatnya sangat dekat dengan pendapat al-Maturidi yang satu saat pernah di tentang karena persaingan dalam masalah fiqih, karena ia mewakili orang-orang Syafiiyahdan malikiyah mendominasi pendapat Al-Asyariyah.2. Tokoh-tokoh Dalam Aliran Al-Asy'ariyah Abu Hasan Al-Asyari (260 H = 875 M) Abu Bakar Al-Baqillani (403 H = 1013 M) Imam Al-Haramain (478 H = 1058 M) Al-Ghazali (505 H = 1111 M) Al-Syahrastani (548 H = 1153 M) Fakhr Al-Din Al-Razi (606 H=1209 M)

3. Metode Asyariah Madzhab asyari bertumpu pada al-Quran dan al-sunnah. Mereka mata teguh memegangi al-masur. Ittibalebih baik dari pada ibtida(Membuat bidah). Dalam mensitir ayat dan hadist yang hendak di jadikan argumentasi, kaum Asyariah bertahap, yang ini merupakan pola sebelumnya sudah di terapkan oleh Asyariah. Biasanya mereka mengambil makna lahir dari anas (Teks al-quran dan al-Hadist), mereka berhati-hati tidak menolak penakwilan sebab memang ada nas-nas tertentu yang memiliki pengertian sama yang tidak bias di ambil dari makna lahirnya, tetapi harus di takwilkan untuk mengetahui pengertian yang di maksud. Pada prinsipnya kaum Asyariah tidak memberikan kebebasan sepenuhnya kepada akal seperti yang di lakukan kaum mutazilah, sehingga mereka tidak memenangkan dan menempatka akal di dalam naql (teks agama). Akal dan naqli saling membutuhkan. Naqli bagaikan matahari sedangkan akal laksana mata yang sehat. Dengan akal kita akan bias meneguhkan naql dan membela agama.4. Pandangan-pandangan Asyariah Bahwa Tuhan mempunyai sifat. Mustahil kalau Tuhan mempunyai sifat, seperti yang melihat, yang mendengar, dan sebagainya, namun tidak dengan cara seperti yang ada pada makhluk. Artinya harus ditakwilkan lain. Al-Quran itu qadim, dan bukan ciptaan Allah, yang dahulunya tidak ada. Tuhan dapat dilihat kelak di akhirat, tidak berarti bahwa Allah itu adanya karena diciptakan. Perbuatan-perbuatan manusia bukan aktualisasi diri manusia, melainkan diciptakan oleh Tuhan. Keadilan Tuhan terletak pada keyakinan bahwa Tuhan berkuasa mutlak dan berkehendak mutlak. Apa pun yang dilakukan Allah adalah adil. Mereka menentang konsep janji dan ancaman (al-wad wa al-waid). Mengenai anthropomorfisme, yaitu memiliki atau melakukan sesuatu seperti yang dilakukan makhluk, jangan dibayangkan bagaimananya, melainkan tidak seperti apa pun. Menolak konsep tentang posisi tengah (manzilah bainal manzilataini), sebab tidak mungkin pada diri seseorang tidak ada iman dan sekaligus tidak ada kafir. Harus dibedakan antara iman, kafir, dan perbuatan. Berkenaan dengan lima dasar pemikiran Muktazilah, yaitu keadilan, tauhid, melaksanakan ancaman, antara dua kedudukan, dan amar maksruf nahi mungkar, hal itu dapat dibantah sebagai berikut : Arti keadilan, dijadikan kedok oleh Muktazilah untuk menafikan takdir. Mereka berkata, Allah tak mungkin menciptakan kebururkan atau memutuskannya. Karena kalau Allah menciptakan mereka lalu menyiksanya, itu satu kezaliman. Sedangkan Allah Maha-adil, tak akan berbuat zalim. Tauhid, mereka jadikan kedok untuk menyatakan pendapat bahwa Al-Quran itu makhluk. Karena kalau ia bukan makhluk, berarti ada beberapa sesuatu yang tidak berawal. Konsekuensi pondasi berpikir mereka yang rusak ini bahwa ilmu Allah, kekuasaan-Nya, dan seluruh sifat-Nya adalah makhluk. Sebab kalau tidak akan terjadi kontradiksi. Ancaman menurut Muktazilah, kalau Allah sudah memberi ancaman kepada sebagian hamba-Nya, Dia pasti menyiksanya dan tak mungkin mengingkari janji-Nya. Karena Allah selalu memenuhi janji-Nya. Jadi, menurut mereka, Allah tak akan memafkan dan memberi ampun siapa saja yang Dia kehendaki. Adapun yang mereka maksud dengan di antara dua kedudukan bahwa orang yang melakukan dosa besar tidak keluar dari keimanan, tapi tidak terjerumus pada kekufuran. Sedangkan konsep amar makruf nahi mungkar menurut Muktazilah ialah wajib menyuruh orang lain dengan apa yang diperintahkan kepada mereka. Termasuk kandungannya ialah boleh memberontak kepada para pemimpin dengan memeranginya apabila mereka berlaku zalim. 5. Pemikiran Al-Asyari dalam Masalah akidah a) Periode Pertama Beliau hidup di bawah pengaruh Al-Jubbai, syaikh aliran Muktazilah. Bahkan sampai menjadi orang kepercayaannya. Periode ini berlangsung kira-kira selama 40-an tahun. Periode ini membuatnya sangat mengerti seluk-beluk akidah Muktazilah, hingga sampai pada titik kelemahannya dan kelebihannya. b) Periode Kedua Beliau berbalik pikiran yang berseberangan paham dengan paham-paham Muktazilah yang selama ini telah mewarnai pemikirannya. Hal ini terjadi setelah beliau merenung dan mengkaji ulang semua pemikiran Muktazilah selama 15 hari. Selama hari-hari itu, beliau juga beristikharah kepada Allah untuk mengevaluasi dan mengkritik balik pemikiran akidah muktazilah. c) Periode Ketiga Pada periode ini beliau tidak hanya menetapkan 7 sifat Allah, tetapi semua sifat Allah yang bersumber dari nash-nash yang shahih. Kesemuanya diterima dan ditetapkan, tanpa takyif, ta'thil, tabdil, tamtsil dan tahrif. Beliau pada periode ini menerima bahwa Allah itu benar-benar punya wajah, tangan, kaki, betis dan seterusnya.

6. Doktrin-Doktrin Teologi Al- Asyary a) Tuhan dan Sifat-sifatnya Al-asyari dihadapkan pada dua pandangan ekstrim. Dengan kelompok mujasimah (antropomorfis) dan kelompok musyabbihah yang berpendapat, Allah mempunyai semua sifat yang disebutkan dalam Al-Qur'an dan sunnah, dan sifat-sifat itu harus difahami menurut harti harfiyahnya. Kelompok mutazilah berpendapat bahwa sifat-sifat Allah tidak lain adalah esensi-esensinya. Al-asyari berpendapat bahwa Allah memang memiliki sifat-sifat itu, seperti mempunyai tangan dan kaki dan ini tidak boleh diartikan secara hartiah, sifat-sifat Allah itu unik sehingga tidak dapat dibandingkan dengan sifat-sifat manusia yang tampaknya mirip. b) Kebebasan Dalam Berkehendak (Free Will) Dari dua pendapat yang ekstrim, yakni jabariah dan fatalistic dan penganut faham pradterminisme semata-mata dan mutazilah yang menganut faham kebebasan mutlak dan berpendapat bahwa manusia menciptakan perbuatannya sendiri. Al-asyari membedakan antara khaliq dan kasb. Menurutnya, Allah adalah pencipta (khaliq) perbuatan manusia, sedangkan manusia sendiri yang mengupayakannya (muktasib), hanya Allah lah yang mampu menciptakan segala sesuatu (termasuk keinginan manusia). c) Akal, Wahyu, dan Kriteria Baik & Buruk Walaupun Al-asyari dan orang-orang mutazilah mengakui pentingnya akan dan wahyu, mereka berbeda dalam menghadapi persoalan yang memperoleh penjelasan kontradiktif dari akal dan wahyu. Al-asyari mengutamakan wahyu, sementara mutazilah mengutamakan akal. d) Qadimnya Al-Qur'an Mutazilah mengatakan bahwa Al-Qur'an diciptakan (makhluk) sehingga tak qadim serta pandangan mazhab Hambali dan Zahiriah yang mengatakan bahwa Al-Qur'an adalah kalam Allah (yang qadim dan tidak diciptakan). Zahiriah bahkan berpendapat bahwa semua huruf, kata dan bunyi Al-Qur'an adalah qadim. Dalam rangka mendamaikan kedua pandangan yang saling bertentangan itu Al-asyari mengatakan bahwa walaupun Al-Qur'an terdiri atas kata-kata, huruf dan bunyi, semua itu tidak melekat pada esensi Allah dan karenanya tidak qadim. e) Keadilan Pada dasarnya Al-asyari dan mutazilah setuju bahwa Allah itu adil. Al-asyari tidak sependapat dengan mutazilah yang mengharuskan Allah berbuat adil sehingga ia harus menyiksa orang yang salah dan memberi pahala kepada orang yang berbuat baik. Menurutnya, Allah tidak memiliki keharusan apapun karena ia adalah penguasa mutlaq. Dengan demikan jelaslah bahwa Mutazilah mengartikan keadailan dari misi manusia yang memiliki dirinya, sedangkan Al-Asyari dari visi bahwa Allah adalah pemilik mutlak. f) Kedudukan Orang Berdosa Al-asyari menolak ajaran posisi menengah yang di anut Mutazilah. Mengingat kenyataan bahwa iman merupakan lawan kufr., predikat bagi seseorang haruslah salah satunya. Jika tidak mukmin ia kafir. Oleh karena itu, al-asyari berpendpat bahwa mukmin yang berbuat dosa besar adalah mukmin yang fasik, sebab iman tidak mungkin hilang karena dosa selain kufur. 7. Penyebaran Akidah Asy-'ariyah Akidah ini menyebar luas pada zaman wazir Nizhamul Muluk pada dinasti bani Saljuq dan seolah menjadi akidah resmi negara. Paham Asyariyah semakin berkembang lagi pada masa keemasan madrasah An-Nidzamiyah, baik yang ada di Baghdad maupun di kota Naisabur. Madrasah Nizhamiyah yang di Baghdad adalah universitas terbesar di dunia. Didukung oleh para petinggi negeri itu seperti Al-Mahdi bin Tumirat dan Nuruddin Mahmud Zanki serta sultan Shalahuddin Al-Ayyubi.

1. Definisi Aliran al-Maturidiyah Berdasarkan buku Pengantar Teologi Islam, aliran Maturidiyah diambil dari nama pendirinya, yaitu Abu Mansur Muhammad bin Muhammad. Di samping itu, dalam buku terjemahan oleh Abd. Rahman Dahlan dan Ahmad Qarib menjelaskan bahwa pendiri aliran maturidiyah yakni Abu Manshur al-Maturidi, kemudian namanya dijadikan sebagai nama aliran ini. Maturidiyah adalah aliran kalam yang dinisbatkan kepada Abu Mansur al-Maturidi yang berpijak kepada penggunaan argumentasi dan dalil aqli kalami dalam membantah penyelisihnya seperti Mutazilah, Jahmiyah dan lain-lain untuk menetapkan hakikat agama dan akidah Islamiyyah. Sejalan dengan itu juga, aliran Maturidiyah merupakan aliran teologi dalam Islam yang didirikan oleh Abu Mansur Muhammad al-Maturidiyah dalam kelompok Ahli Sunnah Wal Jamaah yang merupakan ajaran teknologi yang bercorak rasional. 2. Sejarah Aliran al-Maturidiyah Abu Manshur Muhammad ibn Muhammad ibn Mahmud Al-Maturidi. Ia dilahirkan di sebuah kota kecil di daerah Samarkan yang bernama Maturid, di wilayah Trmsoxiana di Asia Tengah, daerah yang sekarang disebut Uzbekistan. Tahun kelahirannya tidak diketahui pasti, hanya diperkirakan sekitar pertengahan abad ke-3 hijriyah. Ia wafat pada tahun 333 H/944 M. gurunya dalam bidang fiqih dan teologi yang bernama Nasyr bin Yahya Al-Balakhi, ia wafat pada tahun 268 H. al-Maturidi hidup pada masa khalifah Al-Mutwakil yang memerintah pada tahun 232-274 H/847-861 M. Karir pendidikan Al-Maturidi lebih dikonsentrasikan untuk menekuni bidang teologi dari pada fiqih. Pemikiran-pemikirannya banyak dituangkan dalam bentuk karya tulis, diantaranya adalah kitab Tauhid, Tawil Al-Qur'an Makhas Asy-SyaraI, Al-jald, dll. Selain itu ada pula karangan-karangan yang diduga ditulis oleh Al-Maturidi yaitu Al-aqaid dan sarah fiqih. Al-Maturidiah merupakan salah satu sekte Ahl-al-sunnah al-Jamaah, yang tampil dengan Asyariyah. Maturidiah da Asyariyah di lahirkan oleh kondisi social dan pemikiran yang sama. Kedua aliran ini datang untuk memenuhi kebutuhan mendesak yng menyerukan untuk menyelamatkan diri dari ekstriminasi kaum rasionalis,dimana yang berada di paling depan adalah kaum mutazilah, maupun ekstrimitas kaum tekstualitas di mana yang berada di barisan paling depan adalah kaum Hanabilah.

3. Tokoh-Tokoh dan Ajarannya Tokoh yang sangat penting dari aliran Al-Maturidiyah ini adalah Abu al- Yusr Muhammad al-Badzawi yang lahir pada tahun 421 Hijriyah dan meninggal pada tahun 493 Hijriyah.Ajaran-ajaran Al-Maturidi yang dikuasainya adalah karena neneknya adalah murid dari Al-Maturidi. Al-Badzawi sendiri mempunyai beberapa orang murid, yang salah satunya adalah Najm al-Din Muhammad al-Nasafi (460-537 H), pengarang buku al-Aqaidal Nasafiah. Seperti Al-Baqillani dan Al-Juwaini, Al-Badzawi tidak pula selamanya sepaham dengan Al-Maturidi. Antara kedua pemuka aliran Maturidiyah ini, terdapat perbedaan paham sehingga boleh dikatakan bahwa dalam aliran Maturidiyah terdapat dua golongan, yaitu golongan Samarkand yang mengikuti paham-paham Al-Maturidi dan golongan Bukhara yang mengikuti paham-paham Al-Badzawi. 4. Doktrin-doktrin Aliran Al-Maturidi a. Akal dan Wahyu Dalam pemikiran teologinya, Al-Maturidi mendasarkan pada Al-Qur'an dan akal dalam bab ini ia sama dengan Al-asyari. Menurut Al-Maturidi, mengetahui Tuhan dan kewajiban mengetahui Tuhan dapat diketahui dengan akal. Kemampuan akal dalam mengetahui dua hal tersebut sesuai dengan ayat-ayat Al-Qur'an yang memerintahkan agar manusia menggunakan akal dalam usaha memperoleh pengetahuan dan keimanannya terhadap Allah melalui pengamatan dan pemikiran yang mendalam tentang makhluk ciptaannya. Kalau akal tidak mempunyai kemampuan memperoleh pengetahuan tersebut, tentunya Allah tidak akan menyuruh manusia untuk melakukannya. Dan orang yang tidak mau menggunakan akal untuk memperoleh iman dan pengetahuan mengenai Allah berarti meninggalkan kewajiban yang diperintah ayat-ayat tersebut. Namun akal menurut Al-Maturidi, tidak mampu mengetahui kewajiban-kewajiban lainnya. Dalam masalah baik dan buruk, Al-Maturidi berpendapat bahwa penentu baik dan buruk sesuatu itu terletak pada suatu itu sendiri, sedangkan perintah atau larangan syariah hanyalah mengikuti ketentuan akal mengenai baik dan buruknya sesuatu. Dalam kondisi demikian, wahyu diperoleh untuk dijadikan sebagai pembimbing. Al-Maturidi membagi kaitan sesuatu dengan akal pada tiga macam, yaitu: 1. Akal dengan sendirinya hanya mengetahui kebaikan sesuatu itu.2. Akal dengan sendirinya hanya mengetahui kebutuhan sesuatu itu3. Akal tidak mengetahui kebaikan dan keburukan sesuatu, kecuali petunjuk wahyu Jadi, yang baik itu baik karena diperintah Allah, dan yang buruk itu buruk karena larangan Allah. Pada korteks ini, Al-Maturidi berada pada posisi tengah dari Mutazilah dan Al-Asyari. b. Perbuatan Manusia Menurut Al-Maturidi perbuatan manusia adalah ciptaan Tuhan karena segala sesuatu dalam wujud ini adalah ciptaannya. Dalam hal ini, Al-Maturidi mempertemukan antara ikhtiar sebagai perbuatan manusia dan qudrat Tuhan sebagai pencipta perbuatan manusia. Dengan demikian tidak ada peretentangan antara qudrat tuhan yang menciptakan perbuatan manusia dan ikhtiar yang ada pada manusia. Kemudian karena daya di ciptakan dalam diri manusia dan perbuatan yang di lakukan adalah perbuatan manusia sendiri dalam arti yang sebenarnya, maka tentu daya itu juga daya manusia. c. Kekuasaan dan Kehendak Mutlak Tuhan. Menurut Al-Maturidi qudrat Tuhan tidak sewenang-wenang (absolut), tetapi perbuatan dan kehendaknya itu berlangsung sesuai dengan hikmah dan keadilan yang sudah ditetapkannya sendiri. d. Sifat Tuhan Dalam hal ini faham Al-Maturidi cenderung mendekati faham mutzilah. Perbedaan keduanya terletak pada pengakuan Al-Maturidi tentang adanya sifat-sifat Tuhan, sedangkan mutazilah menolak adanya sifat-sifat Tuhan. e. Melihat Tuhan Al-Maturidi mengatakan bahwa manusia dapat melihat Tuhan. Hal ini diberitahukan oleh Al-Qur'an, antara lain firman Allah dalam surat Al-Qiyamah ayat 22dan 23. namun melihat Tuhan, kelak di akherat tidak dalam bentuknya (bila kaifa), karena keadaan di akherat tidak sama dengan keadaan di dunia. f. Kalam Tuhan Al-Maturidi membedakan antara kalam yang tersusun dengan huruf dan bersuara dengan kalam nafsi (sabda yang sebenarnya atau kalam abstrak). Kalam nafsi adalah sifat qadim bagi Allah, sedangkan kalam yang tersusun dari huruf dan suara adalah baharu (hadist). Kalam nafsi tidak dapat kita ketahui hakikatnya bagaimana allah bersifat dengannya (bila kaifa) tidak di ketahui, kecuali dengan suatu perantara.

g. Perbuatan Manusia Menurut Al-Maturidi, tidak ada sesuatu yang terdapat dalam wujud ini, kecuali semuanya atas kehendak Tuhan, dan tidak ada yang memaksa atau membatasi kehendak Tuhan kecuali karena ada hikmah dan keadilan yang ditentukan oleh kehendak-Nya sendiri. Oleh karena itu, tuhan tidak wajib beerbuat ash-shalah wa-al ashlah (yang baik dan terbaik bagi manusia). Setiap perbuatan tuhan yang bersifat mencipta atau kewajiban-kewajiban yang di bebankan kepada manusia tidak lepas dari hikmah dan keadilan yang di kehendaki-Nya. Kewajiban-kewajiban tersebut adalah : Tuhan tidak akan membebankan kewajiban-kewajiban kepada manusia di luar kemampuannya karena hal tersebut tidak sesuai dengan keadilan, dan manusia juga di beri kemerdekaan oleh tuhan dalam kemampuan dan perbuatannya. Hukuman atau ancaman dan janji terjadi karena merupakan tuntunan keadilan yang sudah di tetapkan-Nya. h. Pelaku Dosa Besar Al-Maturidi berpendapat bahwa orang yang berdosa besar tidak kafir dan tidak kekal di dalam neraka walaupun ia mati sebelum bertobat. Hal ini karena tuhan sudah menjanjikan akan memberikan balasan kepada manusia sesuai dengan perbuatannya.kekal di dalam neraka adalah balasan untuk orang yang berbuat dosa syirik.dengan demikian, berbuat dosa besar selain syirik tidak akan menyebabkan pelakunya kekal di dalam neraka. Oleh karena itu, perbuatan dosa besar (selain syirik) tidaklah menjadikan seseorang kafir atau murtad i. Pengutusan Rasul Pandangan Al-Maturidi tidak jauh beda dengan pandangan mutazilah yang berpendapat bahwa pengutusan Rasul ke tengah-tengah umatnya adalah kewajiban Tuhan agar manusia dapat berbuat baik dan terbaik dalam kehidupannya. Pengutusan rasul berfungsi sebagai sumber informasi. Tanpa mengikuti ajarannya wahyu yang di sampaikan rasul berarti mansia telah membebankan sesuatu yang berada di luar kemampuannya kepada akalnya. 5. Pokok-Pokok ajaran Al-MaturidiYAH Kewajiban mengetahui tuhan. Akal semata-mata sanggup mengetahui tuhan. Namun itu tidak sanggup dengan sendirinya hukum-hukum takliti (perintah-perintah Allah SWT). Kebaikan dan kerburukan dapat diketahui dengan akal Hikmah dan tujuan perbuatan tuhan6. Golongan-Golongan Dalam Al-Maturidi a) Maturidiyah Samarkand (al-Maturidi) Yang menjadi golongan ini dalah pengikut Al-maturidi sendiri, golongan ini cenderung ke arah paham mutazilah, sebagaimana pendapatnya soal sifat-sifat tuhan, maturidi dan asyary terdapat kesamaan pandangan, menurut maturidi, tuhan mempunyai sifat-sifat,tuhan mengetahui bukan dengan zatnya, melainkan dengan pengetahuannya. Aliran maturidi juga sepaham dengan mutazilah dalam soal al-waid wa al-waid. Bahwa janji dan ancaman tuhan, kelak pasti terjadi. b) Maturidiyah Bukhara (al-Bazdawi) Golongan Bukhara ini dipimpin oleh Abu Al-yusr Muhammad Al-Bazdawi. Dia merupakan pengikut maturidi yang penting dan penerus yang baik dalam pemikirannya.Nenek Al-Bazdawi menjadi salah satu murid maturidi. Dari orang tuanya, Al-Bazdawi dapat menerima ajaran maturidi. Dengan demikian yang di maksud golongan Bukhara adalah pengikut-pengikut Al-Bazdawi di dalam aliran Al-maturidiyah, yang mempunyai pendapat lebih dekat kepada pendapat-pendapat Al-asyary. Aliran Maturidiyah Bukhara lebih dekat kepada Asy'ariyah sedangkan aliran Maturidiyah Samarkand dalam beberapa hal lebih dekat kepada Mutazilah,terutama dalam masalah keterbukaan terhadap peranan akal.7. Pengaruh Al-Maturidi di dunia Islam Aliran al-Maturidiyah ini telah meninggalkan pengaruh dalam dunia Islam. Hal ini bisa dipahami karena manhajnya yang memiliki ciri mengambil sikap tengah antara aqal dan dalilnnaqli, pandangannya yang bersifat universal dalam menghubungkan masalah yang sifatnya juziy ke sesuatu yang kulliy. Aliran ini juga berusaha menghubungkan antara fikir dan amal,mengutamakan pengenalan pada masalah-masalah yang diperselisihkan oleh banyak ulama kalam namun masih berkisar pada satu pemahaman untuk dikritisi letak-letak kelemahannya. Keistimewaan yang juga dimiliki al-Maturidiyah bahwa pengikutnya dalam perselisihan atau perdebatan tidak sampai saling mengkafirkan sebagaimana yang pernah terjadi dikalangan khawarij, rawafidh dan qadariyah. Aliran ini selanjutnya banyak dianut oleh mazhab Hanafiyah.8. Karya Aliran Al-Maturidi Buku Tauhid, buku ini adalah buku sumber terbesar keyakinan dan aqidah aliran Maturidiyah. Dalam buku ini untuk membuktikan kebenaran pendapatnya, ia menggunakan Al Quran, hadis dan akal, dan terkadang memberikan keutamaan yang lebih besar kepada akal. Tawilat Ahli Sunnah, buku ini berkenaan dengan tafsir Al Quran dan di dalamnya dijelaskan tentang keyakinan-keyakinan Ahlu Sunnah dan pandangan-pandangan fikih imam mazhabnya yaitu Abu Hanifah, pada hakikatnya ini adalah buku aqidah dan fikih. Buku ini juga merupakan satu paket tafsir Al Quran dan buku tersebut mencakup juz terakhir Quran dari surat Munafiqin sampai akhir Quran. Al Maqalat, peneliti buku At Tauhid berkata bahwa naskah buku ini ada di beberapa perpustakaan Eropa.

1. Asal Usul Kemunculan Mutazilah Kaum Mu`tazilah merupakan sekelompok manusia yang pernah menggemparkan dunia Islam selama lebih dari 300 tahun akibat fatwa-fatwa mereka yang menghebohkan, selama waktu itu pula kelompok ini telah menumpahkan ribuan darah kaum muslimin terutama para ulama Ahlus Sunnah yang bersikukuh dengan pedoman mereka. Sejarah munculnya aliran Mutazilah oleh para kelompok pemuja aliran Mutazilah tersebut muncul di kota Basrah (Iraq) pada abad ke 2 Hijriyah, tahun 105 - 110 H, tepatnya pada masapemerintahan khalifah Abdul Malik Bin Marwan dan khalifah Hisyam Bin AbdulMalik. Pelopornya adalah seorang penduduk Bashrah mantan murid Al-Hasan Al-Bashri yang bernama Washil bin Atha Al-Makhzumi Al-Ghozzal. Secara umum, aliran Mutazilah melewati dua fase yang berbeda. Fase Abbasiyah (100 H - 237 M) dan fase Bani Buwaihi (334 H). Generasi pertama mereka hidup di bawah pemerintahan Bani Umayah untuk waktu yang tidak terlalu lama. Kemudian memenuhi zaman awal Daulah Abbasiyah dengan aktivitas, gerak, teori, diskusi dan pembelaan terhadap agama, dalam suasana yang dipenuhi oleh pemikiran baru. Dimulai di Basrah. Kemudian di sini berdiri cabang sampai ke Baghdad. Orang-orang Mutazilah Basrah bersikap hati-hati dalam menghadapi masalah politik, tetapi kelompok Mutazilah Baghdad justru terlibat jauh dalam politik. Mereka ambil bagian dalam menyulut dan mengobarkan api inquisisi bahwa Al Quran adalah makhluk. Memang pada awalnya Mutazilah menghabiskan waktu sekitar dua abad untuk tidak mendukung sikap bermazhab, mengutamakan sikap netral dalam pendapat dan tindakan. Konon ini merupakan salah satu sebab mengapa mereka disebut Mutazilah. Mutazilah tidak mengisolir diri dalam menanggapi problematika imamah sebagai sumber perpecahan pertama- tetapimengambil sikap tengah dengan mengajukan teori al manzilah bainal manzilatain. Akan tetapi di bawah tekanan Asyariah nampaknya mereka berlindung kepada Bani Buwaihi.2. Defenisi Mutazilah Mutazilah, secara etimologis bermakna: orang-orang yang memisahkan diri. Sebutan ini mempunyai suatu kronologi yang tidak bisa dipisahkan dengan sosok Al-Hasan Al-Bashri, salah seorang imam di kalangan tabiin. Asy-Syihristani berkata: (Suatu hari) datanglah seorang laki-laki kepada Al-Hasan Al-Bashri seraya berkata: Wahai imam dalam agama, telah muncul di zaman kita ini kelompok yang mengkafirkan pelaku dosa besar (di bawah dosa syirik). Dan dosa tersebut diyakini sebagai suatu kekafiran yang dapat mengeluarkan pelakunya dari agama, mereka adalah kaum Khawarij. Sedangkan kelompok yang lainnya sangat toleran terhadap pelaku dosa besar (di bawah dosa syirik), dan dosa tersebut tidak berpengaruh terhadap keimanan. Karena dalam madzhab mereka, suatu amalan bukanlah rukun dari keimanan dan kemaksiatan tidak berpengaruh terhadap keimanan sebagaimana ketaatan tidak berpengaruh terhadap kekafiran, mereka adalah Murjiah umat ini. Bagaimanakah pendapatmu dalam permasalahan ini agar kami bisa menjadikannya sebagai prinsip (dalam beragama)? Al-Hasan Al-Bashri pun berpikir sejenak dalam permasalahan tersebut. Sebelum beliau menjawab, tiba-tiba dengan lancangnya Washil bin Atha berseloroh: Menurutku pelaku dosa besar bukan seorang mukmin, namun ia juga tidak kafir, bahkan ia berada pada suatu keadaan di antara dua keadaan, tidak mukmin dan juga tidak kafir. Lalu ia berdiri dan duduk menyendiri di salah satu tiang masjid sambil tetap menyatakan pendapatnya tersebut kepada murid-murid Hasan Al-Bashri lainnya. Maka Al-Hasan Al-Bashri berkata: Washil telah memisahkan diri dari kita, maka disebutlah dia dan para pengikutnya dengan sebutan Mutazilah. Pertanyaan itu pun akhirnya dijawab oleh Al-Hasan Al-Bashri dengan jawaban Ahlussunnah Wal Jamaah: Sesungguhnya pelaku dosa besar (di bawah dosa syirik) adalah seorang mukmin yang tidak sempurna imannya. Karena keimanannya, ia masih disebut mukmin dan karena dosa besarnya ia disebut fasiq (dan keimanannya pun menjadi tidak sempurna). Versi lain dikemukakan oleh Al-Baghdadi. Ia mengatakan bahwa Wasil dan temannya,Amr bin Ubaid bin Bab, diusir oleh Hasan Al Basri dari majelisnya karena adanyapertikaian diantara mereka tentang masalah qadar dan orang yang berdosa besar.Keduanya menjauhkan diri dari Hasan Al Basri dan berpendapat bahwa orang yangberdosa besar itu tidak mukmin dan tidak pula kafir. Oleh karena itu golongan ini dinamakan Mutazilah. Versi lain dikemukakan Tasy Kubra Zadah yang menyatakan bahwa Qatadah bin Damahpada suatu hari masuk mesjid Basrah dan bergabung dengan majelis Amr bin Ubaid yang disangkanya adalah majlis Hasan Al Basri. Setelah mengetahuinya bahwa majelis tersebut bukan majelis Hasan Al Basri, ia berdiri dan meninggalkan tempat sambilberkata,ini kaum Mutazilah. Sejak itulah kaum tersebut dinamakan Mutazilah.Al-Masudi memberikan keterangan tentang asal-usul kemunculan Mutazilah tanpa menyangkut-pautkan dengan peristiwa antara Washil dan Hasan Al Basri. Mereka diberi nama Mutazilah, katanya, karena berpendapat bahwa orang yang berdosabukanlah mukmin dan bukan pula kafir, tetapi menduduki tempat diantara kafirdan mukmin (al-manzilah bain al-manzilatain).3. Gerakan Kaum Mu`tazilah Di Basrah (Iraq), yang dipimpin oleh Washil Ibn Atha` dan Amr Ibn Ubaid dengan murid-muridnya, yaitu Ustman bin Ath Thawil , Hafasah bin Salim dll. Ini berlangsung pada permulaan abad ke 2 H. Kemudian pada awal abad ke 3 H wilayah Basrah dipimpin oleh Abu Huzail Al-Allah (wafat 235), kemudian Ibrahim bin Sayyar (211 H) kumudian tokoh Mu`tazilah lainnya. Di Bagdad (iraq), yang dipimpin dan didirikan oleh Basyir bin Al-Mu`tamar salah seorang pemimpin Basrah yang dipindah ke Bagdad kemudian mendapat dukungan dari kawan-kawannya, yaitu Abu Musa Al- Musdar, Ahmad bin Abi Daud dll. Inilah imam-imam Mu`tazilah di sekitar abad ke 2 dan ke 3 H.4. Ajaran-ajaran Pokok Aliran MuTazila Abu Hasan Al- Kayyath berkata dalam kitabnya Al- Intisar Tidak ada seorang pun yang berhak mengaku sebagai penganut Mu`tazilah sebelum ia mengakui Al- Ushul Al- Khamsah ( lima landasan pokok ) yaitu Tauhid, Al - Adl, Al- Wa`du Wal Wai`id, Al- Manzilah Baina Manzilatain, dan Al Amr bi Al Maruf wa Al Nahi an Al Munkar. a. At- Tauhid (ke-Esaan) At-tauhid (pengesaan Tuhan) merupakan prinsip utama dan intisari ajaran mutazilah. Sebenarnya, setiap mazhab teologis dalam islam memegang doktrin ini.Namun bagi mutazilah ,tauhid memiliki arti yang spesifik. Tuhan harus disucikan dari segala sesuatu yang dapat mengurangi arti kemahaesaannya.Untukmemurnikan keesaan Tuhan, Mutazilah menolak konsep Tuhan memiliki sifat-sifat. Konsep ini bermula dari founding father aliran ini, yakni Washil bin Atho. Ia mengingkari bahwa mengetahui, berkuasa, berkehendak, dan hidup adalah termasuk esensi Allah. Menurutnya, jika sifat-sifat ini diakui sebagai kekal-azali, itu berarti terdapat pluralitas yang kekal dan berarti bahwa kepercayaan kepada Allah adalah dusta belaka. Namun gagasan Washil ini tidak mudah diterima. Pada umumnya Mutaziliyyah mereduksi sifat-sifat Allah menjadi dua, yakni ilmu dan kuasa, dan menamakan keduanya sebagai sifat-sifat esensial. Selanjutnya mereka mereduksi lagi kedua sifat dasar ini menjadi satu saja, yakni keesaan. Doktrin tauhid Mutazilah lebih lanjut menjelaskan bahwa Tuhan dapat dilihat dengan mata kepala. Juga, keyakinan tidak ada satupun yang dapat menyamai Tuhan, begitupula sebaliknya, Tuhan tidak serupa dengan makhluk-Nya. Tegasnya Mutazilah menolak antropomorfisme. Penolakan terhadappaham antropomorfistik bukan semat-mata atas pertimbanagan akal, melainkan memiliki rujukan yang yang sangat kuat di dalam Al quran yang berbunyi (artinya) : tidak ada satupun yang menyamainya . ( Q.S.Assyura : 9 ). b. Al Adl (keadilan Tuhan) Ajaran dasar Mutazilah yang kedua adalah al-adl, yang berarti Tuhan Maha Adil. Adil ini merupakan sifat yang paling gamblang untuk menunjukkan kesempurnaan, karena Tuhan Maha sempurna dia pasti adil. Faham ini bertujuan ingin menempatkan Tuhan benar-benar adil menurut sudutpandang manusia. Tuhan dipandang adil apabila bertindak hanya yang baik dan terbaik. Begitupula Tuhan itu adil bila tidak melanggar janjinya.

c. Al-Waad wa al-Waid (Janji dan ancaman) Ajaran ini berisi tentang janji dan ancaman. Tuhan yang Maha Adil tidakakan melanggar janjinya dan perbuatan Tuhan terikat dan di batasi oleh janjinya sendiri. Ini sesuai dengan prinsip keadilan. Ajaran ketiga ini tidak memberi peluang bagi Tuhan selain menunaikanjanjinya yaitu memberi pahala orang yang taat dan menyiksa orang yang berbuat maksiat, ajaran ini tampaknya bertujuan mendorong manusia berbuat baik dan tidak melakukan perbuatan dosa. d. Al-Manzilah bain Al-Manzilatain (tempat diantara kedua tempat) Inilah ajaran yang mula-mula menyebabkan lahirnya mazhab mutazilah. Ajaran ini terkenal dengan status orang mukmin yang melakukan dosabesar, seperti dalam sejarah, khawarij menganggap orang tersebut kafir bahkan musyrik, sedangkan murjiah berpendapat bahwa orang itu tetap mukmin dan dosanya sepenuhnya di serahkan kepada Tuhan. Menurut pandangan Mutazilah orang islam yang mengerjakan dosa besar yang sampai matinya belum taubat, orang itu di hukumi tidak kafir dan tidak pula mukmin, tetapi diantara keduanya. Mereka itu dinamakan orangg fasiq, jadi mereka di tempatkan di suatu tempat diantara keduanya. e. Al Amr bi Al Maruf wa Al Nahi an Al Munkar (Menyuruh kebaikan dan melarang keburukan)Ajaran ini menekankan keberpihakan kepada kebenaran dan kebaikan. Ini merupakan konsekuensi logis dari keimananan seseorang. Pengakuan keimanan harus dibuktikan dengan perbuatan baik, diantaranya dengan menyuruh orangberbuat baik dan mencegahnya dari kejahatan. Perbedaan mazhab Mutazilah dengan mazhab lain mengenai ajaran kelima ini terletak pada tata pelaksanaanya. Menurut Mutazilah jika memang diperlukan kekerasan dapat ditempuh untuk mewujudkan ajaran tersebut.

Untuk menilai suatu aliran atau paham sebaiknya tidak melihat berdasarkan tingkah laku pelakunya, namun harus dinilai dari ajaran-ajarannya. Dalam perjalanan hidup ini, ditemui berbagai aliran-aliran agama Islam yang kesemuanya bersumber pada Al-Quran dan Hadis. Apabila kita mencermati sikap-sikap khusus yang melekat pada orang yang beraliran kalam, maka sedikitnya terdapat lima kriteria pokok yang melekat pada orang yang mengikuti aliran yang benar (shahih), di antaranya sebagai berikut.1. Memiliki prinsip hidup yang kuat, yang digali berdasarkan Al-Quran dan as-Sunnah. Berusaha menerapkan prinsip hidupnya dalam kehidupan sehari-hari dalam berbagai aspek kehidupan.2. Mampu mengembangkan pemikiran yang rasional dalam melihat berbagai persoalan kehidupan. Landasan Al-Quran dan as-Sunnah dijabarkan secara logis dan dijadikan sistem dalam semua aspek kehidupan.3. Konsisten dalam menjaga persaudaraan dengan sesama umat muslim.4. Senantiasa berusaha meningkatkan ketakwaan kepada Allah.5. Kehadirannya tidak membuat orang lain merasa takut atau cemas. Setiap orang beriman harus menyadari dan memahami bahwa perbedaan pendapat ataupun paham tidaklah menjadi masalah. Setiap muslim memiliki kewajiban untuk menjaga dan mewaspadai, agar perbedaan pandangan atau pun sikap tidak merusak kedamaian, ketentraman, dan ketenangan. Firman Allah menegaskan dalam Surah an-Naziat Ayat 40-41 sbb.( ) Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari (keinginan) hawa nafsunya.

() Maka sungguh, surgalah tempat tinggal(nya).

Apabila mencermati berbagai pemikiran dan pandangan dari berbagai aliran, tampaknya memperlihatkan paham yang saling bertentangan sekalipun mereka sama-sama berpegang pada Al-Quran. Hal ini memperlihatkan betapa terbukanya kemungkinan terjadinya perbedaan pendapat dalam Islam. Namun, di antara pendapat-pendapat tersebut mana yang paling baik, tidak dapat dinilai secara formal oleh manusia. Oleh karena itu, yang terpenting adalah mengerti (tidak taklid buta) bahwa paham yang kita anut itu ada dalilnya yang bersumber dari Al-Quran dan Hadis. Masalah perbedaan penafsiran, haruslah dianggap sebagai hal yang wajar dan tidak perlu dibesar-besarkan, apalagi saling mengafirkan. Adanya perbedaan (ikhtilaf) di antara kita, harus diterima sebagai kenyataan yang selama-lamanya tidak akan bisa dihapus. Oleh karena itu, perlu adanya keserasian dan keharmonisan yang berwujud pola hubungan antara sesama pemeluk atas kerangka pandangan yang penuh pengertian dan tenggang rasa. Dalam Al-Quran diisyaratkan pada Q.S. ar-Rum/30: 32, sebagai berikut.()

32. Yaitu orang-orang yang memecah belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Setiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka.

bab iiipenutup

KesimpulanMacam-macam aliran ilmu kalam adalah Khawarij, Murjiah, Syiah, Jabariyah, Qadariyah, Asyariyah, Maturidiyah, dan Mutazilah. Adanya macam-macam ini bukan berarti Islam terpecah, tapi hanya salah pemahaman karena Islam yang telah meluas sampai hampir ke penjuru dunia sehingga pengawasan dari daerah ke pusat dan juga dalam pengajaran Islam memperhatikan budaya atau kebiasaan daerah setempat sehingga Islam dapat diterima di sana.Janganlah kita berburuk sangka atau bertindak zalim terhadap orang yang berbeda paham dengan kita. Ingatlah, selama mereka mengikuti Al-Quran dan mengikuti Nabi Muhammad saw. Maka mereka itu sebagai muslim dan sesama muslim itu bersaudara. Janganlah sampai perbedaan ini memutuskan tali persaudaraan, karena hal ini sangat dimurkai Allah. SaranSaran yang ingin penyusun sampaikan adalah sbb : Lebih giat belajar mengenai ilmu kalam agar dapat mengetahui serta memahaminya. Jelih menganalisis antara yang hak dengan yang bathil menurut Al-Quran dan Hadis. Cerdas dalam menyikapi perbedaan di dalam kehidupan.

daftar pustaka

Roli Abdul Rohman dan M. Khamzah. 2015. Menjaga Akidah dan Akhlak. Solo: Aqila http://www.share-ilmu.com/2014/01/makalah-mutazilah-pengertian-asal-usul.html http://abasawatawalla01.blogspot.com/2013/06/seajarah-dan-pemikiran-al-asy-dan-al.html

18