makalah hukum tata negara
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan sebuah negara yang memiliki banyak potensi
sumbedaya, termasuk sumber daya manusia. Berbagai kebijakan pemerintah
selama ini banyak di undangkan sebagai sebuah kebijakan pemerintahan. Dalam
aplikasi dan implementasinya, Hukum Tata Negara hanya berorientasi kepada
agregasi politis , elitis semata. Namun bukan untuk kehidupan bangsa Indonesia
dalam pengertian . ini terlihat jelas dalam retorika eufimisme kebahasaan yang
terfokus pada kepentingan negara diatas kepentingan homo organum yang
memobilisasi seluruh hak warga masyarakat negara kepihak lembaga parlemen.
Tindakan yang bertendensi politis pada gilirannya akan menimbulkan anti pati
masyarakat, yang berujung merusak seluruh kepercayaan masyarakat untuk
bertindak radikal karena amarah, sakit hati, emosi dan lainnya.
Setiap pergantian tampuk kekuasaan berbagai konten didalamnya juga
disinyalir dan tercatat dalam sejarah mengalami berbagi perubahan maupun
pergeseran nilai-nilai kehidupan masyarakat. Adapun faktor utama dalam
ketatanegaraan adalah (a) faktor filsafat negara (b) faktor konstitusi atau undang-
undang dasar (c) faktor garis politik (Lubis ,1975:15) . artinya ketiga hal ini
sangat subtansial dalam pelaksanaan ketatanegaraan dan juga sumber utama bagi
hukum yang ada di Indonesia.
Mengingat pentingnya mengetahui sistem dan pergeseran ketatanegaraan
yang ada di Indonesia, maka kami tim penulis bertujuan untuk mengkaji sebuah
pembahasan mengenai “Dinamika Ketatanegaraan Indonesia” besar harapan
bahwa dari penulisan ini akan menambah khazanah mengenai rangkaian sistem
ketatanegaraan di Indonesia.
1 | H U K U M T A T A N E G A R A
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan hukum tata negara?
2. Apa faktor-faktor utama dalam ketatanegaraan?
3. Bagaimana kondisi ketatanegaraan dari orde lama, orde baru sampai
reformasi?
4. Bagaimana dampak positif dan negatif dari adanya dinamika ketatanegaraan
Indonesia?
C. Tujuan Penulisan
Sesuai dengan rumusan masalah diatas, secara umum makalah ini
bertujuan untuk mengkaji tentang dinamika ketatanegaraan secara mendalam
mengenai:
1. Ketatanegaraan
2. Faktor-faktor utama dalam ketatanegaraan
3. Kondisi ketatanegaraan dari orde lama, orde baru, sampai reformasi
4. Dampak positif dan negatif dari adanya dinamika ketatanegaraan Indonesia
D. Manfaat Penulisan
Ada manfaat penulisan makalah ini adalah:
1. Secara teoritis
a. Penulisan makalah ini diharapkan dapat memberi sumbangan pemikiran
untuk bahan kajian Hukum Tata Negara
b. Memberi gambaran bagaimana dinamika ketatanegaraan di Indonesia
2. Secara Praktis
a. Memberi pemahaman yang nyata tentang pentingnya dinamika
ketatanegaraan
b. Melatih kita agar memahami dinamika ketatanegaraan
E. Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
2 | H U K U M T A T A N E G A R A
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
D. Manfaat Penulisan
E. Sistematika Penulisan
BAB II PEMBAHASAN
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
3 | H U K U M T A T A N E G A R A
BAB III
PEMBAHASAN
A. Hukum Ketatanegaraan
Tata Negara merupakan hukum yang mengatur tentang negara, yaitu antara
lain dasar pendirian, struktur kelembagaan, pembentukan lembaga-lembaga
negara, hubungan hukum (hak dan kewajiban) antar lembaga negara, wilayah, dan
warga negara. Hukum tata negara mengatur mengenai negara dalam keadaan diam
artinya bukan mengenai suatu keadaan nyata dari suatu negara tertentu (sistem
pemerintahan, sistem pemilu, dll dari negara tertentu) tetapi lebih pada negara
dalam arti luas. Hukum ini membicarakan negara dalam arti abstrak.
Salah satu tuntutan reformasi yang digulirkan sejak tahun 1998 adalah
dibangunnya suatu sistem ketatanegaraan Indonesia yang berbasis secara murni
dan konsekuen pada paham “kedaulatan rakyat” dan “Negara hukum” (rechstaat).
Karena itu, dalam konteks penguatan sistem hukum yang diharapkan mampu
membawa rakyat Indonesia mencapai tujuan bernegara yang di cita-citakan, maka
perubahan atau amandemen UUD 1945 merupakan langkah strategis yang harus
dilakukan dengan seksama oleh bangsa Indonesia. Sistem ketatanegaraan bangsa
Indonesia tercermin pada UUD 1945. Sejak merdeka pada tanggal 17 Agustus
1945 hingga sekarang, Indonesia telah beberapa kali mengalami perubahan
konstitusi. Perubahan ini disebabkan oleh perkembangan sejarah ketatanegaraan
Indonesia yang terus mengalami dinamika menuju suatu tatanan pemerintahan
Negara Indonesia yang lebih baik.
Menyinggung ketatanegaraan adalah tak terlepas dari organisasi negara,
bentuk negara menurut UUD 1945 baik dalam Pembukaan dan Pasal-pasal dapat
diketahui pada pasal 1 ayat 1, tidak menunjukkan adanya persamaan pengertian
dalam menggunakan istilah bentuk negara ( lihat alinea ke 4 ) yaitu, “Negara
Indonesia adalah negara kesatuan, yang berbentuk Republik”.
4 | H U K U M T A T A N E G A R A
Sifat Undang – Undang Dasar 1945, singkat namun supel, namun harus
ingat kepada dinamika kehidupan masyarakat dan Negara Indonesia, untuk itu
perlu diperhatikan hal – hal sebagai berikut :
1. Pasalnya hanya 37 buah, hanya mengatur pokok-pokoknya saja, berisi
instruksi kepada penyelenggara negara dan pimpinan pemerintah untuk:
Menyelenggarakan pemerintahan negara dan Kesejahteraan Sosial.
2. Aturan pelaksanaan diserahkan kepada tataran hukum yang lebih rendah
yakni Undang-Undang, yang lebih mudah cara membuat, mengubah, dan
mencabutnya.
3. Semangat para penyelenggara negara dan pemerintah dalam praktek
pelaksanaan.
4. Kenyataan bahwa UUD 1945 bersifat singkat namun supel seperti yang
dinyatakan dalam UUD 1945, secara kontekstual, aktual dan konsisten dapat
dipergunakan untuk menjelaskan ungkapan “Pancasila merupakan ideologi
terbuka” serta membuatnya operasional.
Fungsi dari Undang-Undang Dasar merupakan suatu alat untuk menguji
peraturan perundang-undangan dibawahnya apakah bertentangan dengan UUD
disamping juga merupakan sebagai fungsi pengawasan. Makna Pembukaan UUD
1945 merupakan sumber dari motivasi dan aspirasi perjuangan dan tekad bangsa
Indonesia yang merupakan sumber dari cita hukum dan citamoral yang ingin
ditegakkan baik dalam lingkungan nasional maupun dalam hubungan pergaulan
bangsa-bangsa didunia. Pembukaan yang telah dirumuskan secara padat dan
hikmat dalam 4 alinea itu, setiap alinea dan kata-katanya mengandung arti dan
makna yang sangat mendalam, mempunyai nilai-nilai yang dijunjung oleh bangsa-
bangsa beradab, kemudian didalam pembukaan tersebut dirumuskan menjadi 4
alinea. Pokok-pokok pikiran:
Alinea pertama berbunyi “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak
segala bangsa, dan oleh sebab itu, maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan
karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan perikeadilan”. Makna yang
terkandung dalam alinea pertama ini ialah:
5 | H U K U M T A T A N E G A R A
1. Adanya keteguhan dan kuatnya pendirian bangsa Indonesia membela
kemerdekaan melawan penjajah.
2. Tekad bangsa Indonesia untuk merdeka dan tekad untuk tetap berdiri
dibarisan yang paling depan untuk menentang dan menghapus penjajahan
diatas dunia.
3. Pengungkapan suatu dalil obyektif, yaitu bahwa penjajahan tidak sesuai
dengan perikemanusiaan dan perikeadilan; penjajah harus ditentang dan
dihapuskan.
4. Menegaskan kepada bangsa/pemerintah Indonesia untuk senantiasa berjuang
melawan setiap bentuk penjajahan dan mendukung kemerdekaan setiap
bangsa.
Alinea kedua berbunyi: “Dan perjuangan kemerdekaan Indonesia telah
sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa menghantarkan
rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia, yang
merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur”, makna yang terkandung disini
adalah:
1. Bahwa kemerdekaan yang merupakan hak segala bangsa itu bagi bangsa
Indonesia, dicapai dengan perjuangan pergerakkan bangsa Indonesia.
2. Bahwa perjuangan pergerakan tersebut telah sampai pada tingkat yang
menentukan, sehingga momentum tersebut harus dimanfaatkan untuk
menyatakan kemerdekaan.
3. Bahwa kemerdekaan bukan merupakan tujuan akhir tetapi masih harus diisi
dengan mewujudkan Negara Indonesia yang bebas, bersatu, berdaulat, adil
dan makmur, yang tidak lain adalah merupakan cita-cita bangsa Indonesia
( cita-cita nasional ).
Alinea ke tiga berbunyi: “Atas berkat Rahmat Allah Yang Maha Kuasa
dan dengan didorong oleh keinginan luhur supaya berkehidupan kebangsaan yang
bebas maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya”.
Maknanya adalah:
6 | H U K U M T A T A N E G A R A
1. Motivasi spiritual yang luhur bahwa kemerdekaan kita adalah berkat ridho
Tuhan, Keinginan yang didambakan oleh segenap bangsa Indonesia terhadap
suatu kehidupan didunia dan akhirat.
2. Pengukuhan dari proklamasi kemerdekaan.
Alinea ke-empat berbunyi: “Kemudian daripada itu untuk membentuk
pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamian abadi, keadilan sosial, maka disusunlah
kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat berdasar kepada :
Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan
Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia”.
Alinea ke empat ini sekaligus mengandung :
1. Fungsi sekaligus tujuan Negara Indonesia.
a. Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia.
b. Memajukan kesejahteraan umum.
c. Mencerdaskan kehidupan bangsa dan, Ikut serta melaksanakan ketertiban
dunia yang berdasarkan kemerdekaan,perdamaian abadi, dan keadilan
sosial.
2. Susunan/bentuk Negara adalah Republik.
3. Sistem pemerintahan Negara adalah Kedaulatan Rakyat.
4. Dasar Negara adalah Pancasila, sebagaimana seperti dalam sila-sila yang
terkandung didalamnya.
Pada negara hukum formil sebagimana dikemukakan oleh F.J. Stahl
(2005: 18) unsur-unsurnya itu bertambah menjadi empat yaitu:
1. Perlindungan terhadap hak asasi manusia
2. Pemisahan kekuasaan
7 | H U K U M T A T A N E G A R A
3. Setiap tindakan pemerintah harus berdasarkan peraturan perundang-undangan
4. Adanya peradilan administrasi negara yang berdiri sendiri
B. Faktor-Faktor Utama dalam Ketatanegaraan
Ada tiga faktor utama dalam hal ketatanegaraan menurut Solly Lubis
(1982: 15), yaitu: (a). Faktor filsafat negara, (b). Faktor konstitusi dan UUD
Negara Republik Indonesia tahun 1945 dan (c). Faktor garis politik, yang satu
sama lain sangat erat hubungannya dan tidak dapat dipisahkan baik dalam teori
maupun praktek.
Faktor filsafat, ialah dasar filsafat negara yang disebut juga dasar atau
landasan idiil. Dasar filsafat ini berakar pada pandangan hidup masyarakat yang
mendukung negara itu, misalnya: Pancasila adalah dasar filsafat negara Republik
Indonesia yang berakar pada pandangan hidup termasuk cita-cita ketatanegaraan,
yang terbentuk dari watak dan kepribadian bangsa Indonesia.
Faktor konstitusi atau UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945, ialah
ketentuan hukum mengenai struktur negara dan pemerintahannya, termasuk
bentuk dan susunan negara, alat-alat perlengkapannya, tugas alat-alat
perlengkapan itu serta hubungannya satu sama lain.
Faktor garis politik, ialah garis kebijaksanaan atau pengarahan jalannya
pemerintahan negara, sehingga dapat dicapai tujuan negara, dan ini berarti
program kerja pemerintah yang dilaksanakan terus menerus sesuai dengan tujuan
negara, menurut tertib hukum yang diterapkan dalam UUD Negara Republik
Indonesia tahun 1945 serta peraturan-peraturan yang ada di bawahnya. Adapun
materi muatan yang terdapat dalam UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945
dan Undang-undang adalah:
1. UUD 1945 merupakan hukum dasar tertulis negara RI, memuat dasar dan
garis besar hukum dalam penyelenggaraan negara.
2. UU dibuat oleh DPR bersama Presiden untuk melaksanakan UUD 1945
berdasarkan Pasal 8 UU RI No.10/2004, materi muatan yang harus diatur
dengan UU berisi hal-hal yang:
a. mengatur lebih lanjut ketentuan UUD NRI th 1945 yang meliputi:
8 | H U K U M T A T A N E G A R A
1) hak-hak asasi manusia;
2) hak dan kewajiban warga negara;
3) pelaksanaan dan penegakan kedaulatan negara serta pembagian
kekuasaan negara;
4) wilayah negara dan pembagian daerah;
5) kewarganegaraan dan kependudukan;
6) keuangan negara.
b. diperintahkan oleh suatu Undang-Undang untuk diatur dengan Undang-
Undang.
C. Kondisi Ketatanegaraan Masa Orde Lama, Orde Baru Sampai Reformasi
1. Pada Masa Orde Lama
Sehari setelah kemerdekaan Indonesia, yaitu 18 Agustus 1945 di tetapkanlah
UUD Negara Republik Indonesia, yang lebih di kenal dengan nama UUD 1945.
Persiapan penyusunan UUD 1945 telah di lakukan sejak bulan Mei 1945 dengan
di bentuknya badan penyelidikan usaha-usaha persiapan kemerdekaan Indonesia
(BPUPKI) pada tanggal 29 april 1945.
Setelah badan ini di lantik oleh panglima tentara Jepang (saiko sjikikan),
kemudian pada tanggal 29 mei sampai 1 juli 1945 di adakan sidang pertama untuk
mendengarkan pandangan umum dari anggota. Pada sidang pertama ini pokok
pembicaraannya adalah tentang dasar Negara Indonesia.
Kemudian pada tanggal 31 mei 1945, melanjutkan pembicaraan tentang
dasar Negara Indonesia, daerah Negara dan kebangsaan Indonesia. Pada hari
terakhir tanggal 1 juni 1945 Ir. Soekarno berpidato mengenai
dasar Indonesia merdeka yang terdiri dari :
1. Kebangsaan Indonesia
2. Internasionalisme atau peri kemanusiaan
3. Mufakat atau demokrasi
4. Kesejahtraan sosial
Pada akhir sidang pertama bentuk panitia kecil yang beranggota 9 orang
yaitu : Ir. Soekarno, Drs. Muh. Hatta, Abikusnu Tjokrosujoso Abdul Kahar
9 | H U K U M T A T A N E G A R A
Muzakir, H.A.Salim, Mr. Achmad Soebardjo, Wachid Hasyim dan Muh. Yamin
untuk merumuskan pandangan umum dan pendapat para anggota. Panitia ini pada
tanggal 22 juni 1945 berhasil merumuskan piagam Jakarta.
Oleh pembentukan UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 di
masukan untuk bersifat sementara. Hal tersebut dapat di lihat dari ketentuan pasal
3 ayat 2 aturan tambahan yang menyebutkan: “dalam 6 bulan sesudah MPR di
bentuk, majelis itu bersidang untuk menetapkan UUD”. Demikian pula ketentuan
dalam pasal 3 yang menyatakan bahwa salah satu tugas MPR adalah menetapkan
UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 .
Bila dilihat ketentuan yang terdapat dalam UUD Negara Republik Indonesia
tahun 1945, maka tampak bahwa yang memegang kekuasaan yang tertinggi dan
sebagai pelaku kedaulatan rakyat adalah MPR (pasal 1ayat 2). Sebagian
kekuasaan itu oleh MPR disalurkan kepada lembaga-lembaga lain yang ada di
bawahnya. Dengan demikian maka lembaga-lembaga lain seperti DPR, Presiden,
BPK, DPA dan MA berada di bawah majelis (Untergeordnet).
a. Persetujuan Linggarjati
Ditandatangani 25 maret 1947, yang isinya antara lain :
1) Belanda mengakui pemerintahan Republik Indonesia berkuasa de facto atas
jawa, Madura dan Sumatra
2) Pemerintah akan bekerja sama untuk dala waktu singkat membentuk suatu
Negara federasi yang berdaulat dan demokratis bernama “Republik Indonesia
Serikat”. Republik Indonesia Serikat akan bergabung dengan Belanda dalam
bentuk : UNI : dan sebagai kepala UNI adalah Ratu Belanda.
3) Pembentukan RIS dan UNI di usahakan terlaksana sebelum tanggal 1 januari
1949.
b. Persetujuan Renville
Isi dari persetujuan Renville antara lain :
1) Belanda tetap berdaulat atas seluruh wilayah Indonesia sampai kedaulatan
diserahkan kepada Republik Indonesia serikat, yang harus segera di bentuk.
2) Sebelum RIS di bentuk, Belanda dapat serahkan sebagian dari kekuasaannya
kepada pemerintahan federal sementara.
10 | H U K U M T A T A N E G A R A
3) RIS sebagai Negara yang merdeka dan berdaulat akan menjadi peserta yang
sejajar dengan kerajaan Belanda dalam UNI Nederland/Indonesia dengan Ratu
Belanda sebagai kepala UNI.
4) Republik Indonesia akan menjadi Negara bagian dari RIS.
5) Persetujuan inipun tidak dapat di laksanakan oleh Belanda, dan pada tanggal
19 desember 1948 Belanda melakukan “aksi militer II” dan berhasil
menduduki ibu kota Republik Indonesia Yokyakarta serta menahan Presiden
Soekarno dan wakil presiden M. Hatta serta beberapa pejabat Negara lainnya.
Atas tindakan Belanda menimbulkan reaksi diforum internasional, dan Karena
itu dewan keamanan PBB pada tanggal 28 januari 1949.
c. Konferensi Meja Bundar (KMB)
Konferensi Meja Bundar di adakan pada tanggal 23 Agustus 1949 sampai 2
Nopember 1949 di Den Haag, yang di ikuti oleh Belanda, Republik Indonesia
BFO(Byeenkomst voor Vederal Overleg) yang di awasi oleh UNCI (United
Nations Commisions for Indonesia). Delegasi RI dan BFO membentuk Panitia
Perancang Konstitusi RIS yang bertugas untuk merancang naskah Konstitusi RIS.
2. Sejarah Ketatanegaraan Indonesia Periode 1949 - 1950
Republik Indonesia serikat (RIS) berdiri tanggal 27 desember 1949, dan
sesuai dengan perjanjian KMB maka Negara RI hanya merupakan bagian dari RIS
, demikian pula UUD 1945 hanya berlaku untuk Negara bagian RI, dan
wilayahnya sesuai dengan Pasal 2 KRIS adalah daerah yang disebut dalam
Persetujuan Renville 17 Januari 1948.
Kekuasaan Negara RIS dilakuakan oleh pemerintah bersama-sama dengan
DPR dan senat (Pasal 1 ayat 2 KRIS). Lembaga Perwakilan Rakyat menurut
KRIS menganut sisitem bicameral yang terdiri dari Majelis Tinggi dan Majelis
Rendah. Kekuasaan perundang-undangan federal menurut pasal 127 KRIS
dilakukan oleh pemerintah bersama-sama dengan DPR dan senat.
Bentuk Negara federasi dan system parlementer yang di anut KRIS tidak
sesuai dengan jiwa proklamasi maupun kehendak sebagian besar rakyat di
beberapa daerah/Negara bagian, karena itu kemudian di adakan persetujuan antara
11 | H U K U M T A T A N E G A R A
pemerintah RI dengan RIS, untuk merubah bentuk Negara Federal menjadi bentuk
Negara Kesatuan.
3. Sejarah Ketatanegaraan Indonesia Periode 1950 – 1959
UU Federal No. 7 Tahun 1950 terdiri atas 2 pasal yaitu: Berisi ketentuan
perubahan KRIS menjadi UUDS dengan diikuti naskah UUDS selengkapnya.
a. Tentang UUDS berlaku Tanggal 17 Agustus 1950
b. Aturan Peralihan; bahwa alat-alat perlengkapan Negara sebelum
pengundangan undang-undang ini tetap berlaku.
UUD sifatnya adalah sementara, hal ini dapat dilihat dari pasal 134 UUDS
yang menentukan bahwa; konstituante bersama-sama pemerintah secepatnya
menetapkanUUD RI. Konstituante di beri tugas untuk menetapkan UUD yang
tetap namun tidak mampu dicapai karena tidak pernah mencapai quorum, 2/3 dari
jumlah anggota seperti yang ditentukan. Dan akhirnya pada tanggal 5 juli 1959
presiden soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden yang isinya yaitu pembubaran
Konstituante, UUD1945 berlaku kembali, dan pembentukan MPRS/DPRS dan
DPAS dalam waktu sesingkat-singkatnya.
4. Sejarah Ketatanegaraan Indonesia Periode 1959-Sekarang
Periode berlakunya UUD 1945 pada masa ini akan dibagi menjadi tiga
bagian yakni:
a. Masa antara 1959 - 1966
Dengan berlakunya kembali UUD 1945 maka asas ketatanegaraan dan
system pemerintahan mengalami perubahan, yaitu dari asas Demokrasi Liberal
menjadi Demokrasi Terpimpin. Inti dari Demokrasi Terpimpin adalah
permusyawaratan tetapi suatu permusyarawatan yang “dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan” bukan oleh perdebatan dan penyiksaan yang di akhiri dengan
pengadaan kekuatan dan peerhitungan suara pro kontra. Dengan sistim
presidensiil yang di anut oleh UUD 1945, maka presiden adalah pemegang
kekuasaan eksekutif (pemerintah) tertinggi (concentration of power and
responsibility upon president), yang dalm pelaksanaan kekuasaan dibantu oleh
wapres dan mentri-mentri (Pasal 4 dan 17 UUD 1945)
12 | H U K U M T A T A N E G A R A
Kemudian meletuslah TRI TURA akibat dari stabilitas politik dan
keamanan yang tidak baik yang isinya:
1) Pelaksanaan kembali secara murni dan konsekuen UUD 1945
2) Pembubaran PKI
3) Penurunan harga barang
b. Pada Masa Orde baru
Masa setelah berakhirnya orde lama merupakan masa orde baru. Pada
masa ini, pemerintahan negara Indonesia dipimpin oleh presiden Soeharto yang
menggantikan Presiden Soekarno. Pada tahun 1968, MPR secara resmi melantik
Soeharto untuk masa jabatan 5 tahun sebagai presiden, dan dia kemudian dilantik
kembali secara berturut-turut pada tahun 1973, 1978, 1983, 1988, 1993, dan 1998.
Presiden Soeharto Bertekad melaksanakan pancasila secara murni dan
konsekuen. Oleh karena itu UUD 1945 menjadi konstitusi yang sangat
disakralkan, melalui beberapa peraturan:
1) Ketetapan MPR Nomor I/MPR/1983 yang menyatakan bahwa MPR
berketetapan untuk mempertahankan UUD 1945, tidak berkehendak akan
melakukan perubahan terhadapnya
2) Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1983 tentang Referendum yang antara lain
menyatakan bahwa bila MPR berkehendak mengubah UUD 1945, terlebih
dahulu harus minta pendapat rakyat melalui referendum.
3) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1985 tentang Referendum, yang merupakan
pelaksanaan TAP MPR Nomor IV/MPR/1983.
Pada masa orde baru, bentuk negara Indonesia adalah kesatuan dan bentuk
pemerintahannya adalah Republik. Sistem pemerintahannya menggunakan sistem
pemerintahan Presidesial, Presiden Soeharto berperan sebagai kepala negara dan
sebagai kepala pemerintahan. Pada masa ini kekuatan cenderung terpusat hanya
pada satu titik, yaitu di tangan Presiden. Kestabilan nasional bisa terkendali pada
masa ini, sehingga mampu menjalankan pembangunan nasional secara
berkesinambungan melalui beberapa REPELITA. ABRI dan GOLKAR digunakan
sebagai alat pengusa untuk mempertahankan kekuasaan.
Adapun lembaga-lembaga negara pada masa ini adalah:
13 | H U K U M T A T A N E G A R A
1) Presiden
2) Majelis Permusyawaratan Rakyat
3) Dewan Perwakilan Rakyat
4) Mahkamah Agung
5) Badan Pemeriksa Keuangan
6) Dewan Pertimbangan Agung
c. Pada Masa Reformasi
Masa setelah Orde baru dikenal sebagai Orde Reformasi. Yang ingin
dilakukan setelah Orde Baru tumbang pertama-tama adalah melakukan
perubahan-perubahan pada UUD 1945 sebagai dasar negara Indonesia dan
sekaligus menjadi sumber Hukum Tata Negara Indonesia. reformasi ini
didasarkan pada kerangka konstitusional, yaitu UUD 1945. Perubahan UUD 1945
yang dilakukan pada 1999 hingga 2002 bersifat sangat mendasar. Perubahan
tersebut memberikan dasar-dasar substansial baru dalam penyelenggaraan
kehidupan berbangsa dan bernegara, serta tatanan kelembagaan yang baru pula.
Hasil perubahan UUD 1945 menegaskan dianutnya prinsip negara hukum yang
demokratis. Hal itu diwujudkan dengan jaminan terhadap hak asasi manusia dan
hak konstitusional warga negara yang lebih rind, serta pembatasan kekuasaan
negara melalui pemisahan kekuasaan dengan prinsip saling mengawasi dan
mengimbangi (checks and balances) agar masing-masing lembaga negara dapat
menjalankan kekuasaan yang telah didistribusikan oleh UUD 1945 sebagai hukum
tertinggi guna mencapai tujuan nasional. Perubahan tersebut; berpengaruh secara
langsung terhadap tatanan kelembagaan negara baik cabang eksekutif, legislatif,
dan yudikatif, maupun munculnya lembaga-lembaga baru sebagai organ negara
yang independen.
Perubahan-perubahan tersebut mengakibatkan terjadinya dinamika hukum
dan kebijakan, serta kelembagaan sebagai bentuk pelaksanaan UUD 1945.
Dinamika itu tentu tidak hanya terjadi di bidang politik, tetapi juga di bidang
kehidupan kebangsaan yang lain, baik sosial maupun ekonomi. Hal itu mengingat
materi muatan UUD 1945 yang tidak hanya memberikan dasar politik, tetapi juga
dasar-dasar perekonomian nasional, kesejahteraan sosial, dan kebudayaan.
14 | H U K U M T A T A N E G A R A
perkembangan tatanan kehidupan kebangsaan dan kenegaraan yang demikian
cepat tersebut, belum diiringi dengan ketersediaan literatur hukum yang
memberikan informasi dan analisis terhadap perkembangan ketatanegaraan pasca
reformasi. Bagi masyarakat, khususnya pembelajar hukum tata negara, tentu tidak
mudah mempelajari masalah ketatanegaraan hanya dengan membaca ketentuan--
ketentuan normatif dalam peraturan perundang-undangan. Untuk memahami
masalah ketatanegaraan dibutuhkan adanya pengetahuan dan pemahaman awal
tentang berbagai konsep keilmuan serta pengetahuan tentang peraturan dan
praktiknya baik di masa lalu maupun di negara lain. Oleh karena itu dibutuhkan
literatur yang mengemas informasi dan memberikan analisa agar mudah
dipahami.
UUD 1945 hasil amandemen memperkuat sistem presidensial di Indonesia
dengan mengadakan pemilihan umum untuk memilih Presiden/Wakil Presiden
(Pilpres) secara langsung oleh rakyat. Pilpres memperkuat legitimasi presiden
karena ia dipilih langsung oleh rakyat seperti DPR. Disamping itu, UUD 1945
hasil amandemen mempersulit pemecatan (impeachment) Presiden oleh MPR.
Pemecatan Presiden dalam UUD 1945 yang asli dapat dilakukan dengan mudah
oleh MPR. Bila DPR mmelihat bahwa Presiden telah menyimpang dari GBHN
(Garis-garis Besar Haluan Negara) atau telah melakukan kebijakan-kebijakan
yang berbeda dari pandanan DPR. DPR dapat mengundang MPR untuk
melakukan Sidang Istimewa yang khusus dilakukan untuk memecat Presiden.
Dalam UUD hasil amandemen, Presiden tidak dapat dipecat. Presiden hanya dapat
dipecat bila ia dianggap telah “melakukan pelanggaran hukum berupa
pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya
atau perbuatan tercela”. hal ini diatur dalam pasal 7A UUD 1945 hasil
amandemen. Proses pemecatan ini juga melalui proses panjang karena
pelanggaran hukum yang dilakuakn oleh Presiden harus diverifikasi oleh
Mahkamah Konstitusi.
Amandemen UUD 1945 mengurangi peranan Presiden dalam fungsi
legislatif. Pasal 20 ayat (1) UUD 1945 hasil amandemen mengatakan bahwa
kekuasaan pembentuk UU dipegang oleh DPR. Hal ini jelas berbeda dari UUD
15 | H U K U M T A T A N E G A R A
1945 asli seperti telah disebutkan sebelumnya mengatakan bahwa Presiden
memegang kekuasaan membentuk UU. Tuntutan perubahan sistem perwakilan
diikuti dengan munculnya perdebatan tentang sistem pemilihan umum (misalnya
antara distrik atau proporsional, antara stelsel daftar terbuka dengan tertutup) dan
struktur parlemen (misalnya masalah kamar-kamar parlemen dan keberadaan
DPD). Tuntutan adanya hubungan pusat dan daerah yang lebih berkeadilan diikuti
dengan kajian-kajian teoritis tentang bentuk negara hingga model-model
penyelenggaraan otonomi daerah.
Tuntutan-tuntutan tersebut meliputi banyak aspek. Kerangka aturan dan
kelembagaan yang ada menurut Hukum Tata Negara positif saat itu tidak lagi
sesuai dengan perkembangan aspirasi dan kehidupan masyarakat. Di sisi lain,
berbagai kajian teoritis telah muncul dan memberikan alternatif kerangka aturan
dan kelembagaan yang baru. Akibatnya, Hukum Tata Negara positif mengalami
“deskralisasi”. Hal-hal yang semula tidak dapat dipertanyakan pun digugat.
Kedudukan MPR sebagai lembaga tertinggi negara dipertanyakan. Demikian pula
halnya dengan kekuasaan Presiden yang dipandang terlalu besar karena
memegang kekuasaan pemerintahan dan kekuasaan membentuk UU. Berbagai
tuntutan perubahan berujung pada tuntutan perubahan UUD 1945 yang telah lama
disakralkan. Pembahasan tentang latar belakang perubahan UUD 1945 dan
argumentasi perubahannya telah banyak dibahas diberbagai literatur, seperti buku
Prof. Dr. Mahfud MD, Prof. Dr. Harun Alrasid, dan Tim Nasional Reformasi
D. Dampak Positif dan Negatif Dari Adanya Dinamika Ketatanegaraan
Indonesia
Dinamika ketatanegaraan Republik Indonesia terbagi dalam empat masa,
yakni pada masa orde lama yaitu pada tahun 1945-1949, masa ketatanegaraan
pada tahun 1949-1950, masa ketatanegaraan pada tahun 1950-1959, dan pada
masa ketatanegaraan 1959 hingga saat ini. Dari keempat masa tersebut tentulah
terdapat dampak-dampak yang ditimbulkan bagi keberlangsungan pemerintahan
negara Republik Indonesia, baik itu berupa dampak positif maupun dampak
negatif. Dinamika tersebut tentu saja terjadi demi mecapai cita-cita agung, yaitu
16 | H U K U M T A T A N E G A R A
membenahi berbagai sistem yang ada dalam pelaksanaan sebuah roda negara
merdeka. Adapun dampak-dampak yang ditimbulkan dari Dinamika
Ketatanegaraan di Indonesia adalah sebagai berikut:
1. Dampak negatif Dinamika Ketatanegaraan di Indonesia
a. Lembaga negara
Salah satu fenomena yang sangat penting pasca perubahan Undang-
Undang Dasar 1945 adalah bertebarannya lembaga-lembaga negara mandiri (state
auxiliary agencies) dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Lembaga-lembaga
tersebut dibentuk dengan dasar hukum yang berbeda-beda, baik dengan konstitusi,
undang-undang, bahkan ada yang dibentuk dengan keputusan presiden saja.
Dasar hukum yang berbeda-beda itu menunjukkan bahwa lembaga-
lembaga negara mandiri itu dibentuk berdasarkan isu-isu parsial, insidental, dan
sebagai jawaban khusus terhadap persoalan yang sedang dihadapi. Hal ini
mengakibatkan komisi-komisi itu berjalan secara sendiri-sendiri dan tidak saling
melengkapi satu sama lain, sehingga dalam implikasi yang lebih jauh dapat
mengakibatkan efektivitas keberadaan komisi-komisi itu dalam struktur
ketatanegaraan masih belum tampak berjalan sesuai dengan tujuan mulia
pembentukan lembaga yang ekstra-legislatif, ekstra-eksekutif, dan ekstra-
yudikatif itu.
Dari adanya dinamika ketatanegaraan RI , setelah berakhirnya masa orde
baru, maka era reformasi saat ini mulai banyak dibentuk lembaga negara
Independen di Indonesia. Menurut Jimly Assshiddiqie, beberapa di antara
lembaga-lembaga atau komisi-komisi independen dimaksud dapat diuraikan di
bawah ini dan dikelompokkan sebagai berikut :
1) Lembaga Tinggi Negara yang sederajat dan bersifat independen, yaitu:
a) Presiden dan Wakil Presiden;
b) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR);
c) Dewan Perwakilan Daerah (DPD);
17 | H U K U M T A T A N E G A R A
d) Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR);
e) Mahkamah Konstitusi (MK);
f) Mahkamah Agung (MA);
g) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
(tersedia: http://www.djpp.kemenkumham.go.id/htn-dan-puu/658-dinamika-
lembaga-lembaga-negara-mandiri-di-Indonesia-pasca-perubahan-undang-
undang-dasar-1945.html).
b. Partai Politik
Pada masa orde lama partai politik lebih bersifat ideologi. misalnya adalah
karena paham agama atau kesamaan tujuan yang lebih kompleks contoh adalah
masyumi, PKI dan PNI. dan juga dimasa awal kemerdekaan ini jumlah partai
politik terdapat 29 Partai yang mengikuti pemilu 1955. Dengan kondisi ini ketika
masa orde baru, pemerintahan kala itu yaitu Presiden Soeharto merangkum
menjadi tiga partai besar, dimana ini adalah himpunan dari berbagai partai yang
ada pada orde baru. Kemudiaan atas nama demokrasi yang memberikan peluang
sebesar-besarnya bagi rakyat, maka jumlah partai semakin banyak. kondisi ini
memungkinkan semakin meruncingnya permasalahan di masyarakat, karena
pecahnya suara masyarakat yang terlalu banyak maka semakin sulit menyamakan
presepsi. Saat ini perdebatan antar kader partai baik yang sudah duduk di kursi
DPR maupun yang belum menjadi pejabat negara sering sekali kita saksikan di
media masa dan juga media cetak. Selain itu sejumlah penelitian menunjukan
bahwa demokrasi Indonesia yang biasanya disalurkan melalui peran partai politik,
adalah demokrasi yang mahal. Semakin banyak partai politik biaya pemilu dan
juga aktivitas lainnya disinyalir membutuhkan biaya besar. Namun tak jarang
terdengar bahwa para wakil partai yang menduduki jabatan di lembaga negara di
republik ini melakukan tindak pidana korupsi.
c. Masyarakat menjadi korban politik
18 | H U K U M T A T A N E G A R A
Menurut Solly Lubis (1982: 15) garis politik menjadi unsur
ketatanegaraan. Maka masyarakat adalah objek yang akan menerima dampak dari
hal ini. berbagai kebijakan pemerintah. Saat ini dimasa reformasi banyak
kebijakan yang sifatnya sewaktu-waktu dapat diubah, misalanya adalah APBN.
saat ini ada istilah APBN-P. yang mana ini memperlihatkan adanya
ketidakmatangan sistem keuangan negara dalam membiayai kehidupan belanja
negara. Ketika beberapa kebijakan kondisinya seperti ini maka bisa saja ada
kecurangan, maka tak jarang rakyatlah yang menderita. Karena pembiayaan
negara yang seharusnya membuat raakyat sejahtera, namun susah teralisasi.
2. Dampak positif Dinamika Ketatanegaraan di Indonesia
a. Masa jabatan presiden lebih tegas
Setelah adanya amandemen UUD NRI tahun 1945 pasca orde baru, masa
jabatan presiden tertera dengan jelas didalamnya seperti pada pasal 7 UUD NRI
tahun 1945, yang berbunyi: “Presiden dan wakil presiden memegang masa jabatan
selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang
sama, hanya untuk satu kali masa jabatan”. Dengan adanya pengaturan ini, maka
program kerja pemerintah seharusnya akan lebih terukur, sejauh mana tingkat
kebutuhan waktu penyelesaian atau finishing sebuah progam kerja. Dan selain itu
tidak akan ada penyimpangan masa jabatan dan juga batasan jabatan seperti pada
era pemerintahan sebelumnya (prareformasi).
b. Adanya kebebasan yang bertanggung jawab pada setiap warga negara
Saat ini di era reformasi masyarakat memiliki banyak peluang untuk
berorganisasi dan berserikat juga mengemukakan pendapat. Hal ini adalah
implementasi dari pasal 28 UUD NRI tahun 1945. Dengan kondisi ini transparasi
didalam pemerintahan dapat terjadi. Dan juga masyarakat dapat lebih bebas
berkarya dan berekspresi.
BAB III
PENUTUP
19 | H U K U M T A T A N E G A R A
A. Kesimpulan
Setelah membuat makalah tentang dinamika ketatanegaraan kami
menyimpulkan bahwa:
1. Tata Negara merupakan hukum yang mengatur tentang negara, yaitu antara
lain dasar pendirian, struktur kelembagaan, pembentukan lembaga-lembaga
negara, hubungan hukum (hak dan kewajiban) antar lembaga negara, wilayah,
dan warga negara. Tata Negara merupakan hukum yang mengatur tentang
negara, yaitu antara lain dasar pendirian, struktur kelembagaan, pembentukan
lembaga-lembaga negara, hubungan hukum (hak dan kewajiban) antar
lembaga negara, wilayah, dan warga negara. Hukum tata negara mengatur
mengenai negara dalam keadaan diam artinya bukan mengenai suatu keadaan
nyata dari suatu negara tertentu (sistem pemerintahan, sistem pemilu, dll dari
negara tertentu) tetapi lebih pada negara dalam arti luas. Hukum ini
membicarakan negara dalam arti abstrak.
2. Ada tiga faktor utama dalam hal ketatanegaraan, yaitu: (a). Faktor filsafat
negara, (b). Faktor konstitusi dan UUD Negara Republik Indonesia tahun
1945 dan (c). Faktor garis politik, yang satu sama lain sangat erat
hubungannya dan tidak dapat dipisahkan baik dalam teori maupun praktek.
Kebijaksanaan atau pengarahan jalannya pemerintahan negara, sehingga dapat
dicapai tujuan negara, dan ini berarti program kerja pemerintah yang
dilaksanakan terus menerus sesuai dengan tujuan negara, menurut tertib
hukum yang diterapkan dalam UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945
serta peraturan-peraturan yang ada di bawahnya.
3. Secara garis besar ketatanegaraan Negara Republik Indonesia terbagi atas tiga
bagian, yang pertama pada masa Orde lama pada saat pemerintahan Presiden
Soekarno, masa orde baru pada saat pemerintahan Presiden Soeharto dan
pada masa reformasi. UUDS sifatnya adalah sementara, hal ini dapat dilihat
dari pasal 134 UUDS yang menentukan bahwa; konstituante bersama-sama
pemerintah secepatnya menetapkan UUD RI. Konstituante di beri tugas untuk
20 | H U K U M T A T A N E G A R A
menetapkan UUD yang tetap namun tidak mampu dicapai karena tidak pernah
mencapai quorum, 2/3 dari jumlah anggota seperti yang ditentukan. Dan
akhirnya pada tanggal 5 juli 1959 presiden soekarno mengeluarkan Dekrit
Presiden yang isinya: Pembubaran Konstituante, UUD 1945 berlaku kembali,
dan pembentukan MPRS/DPRS dan DPAS dalam waktu sesingkat-singkatnya.
Bentuk Negara federasi dan system parlementer yang di anut KRIS tidak
sesuai dengan jiwa proklamasi maupun kehendak sebagian besar rakyat di
beberapa daerah/Negara bagian, karena itu kemudian di adakan persetujuan
antara pemerintah RI dengan RIS, untuk merubah bentuk Negara Federal
menjadi bentuk Negara Kesatuan.
4. Dampak negatif dari Dinamika Ketatanegaraan Indonesia adalah lembaga-
lembaga negara yang terbentuk sekarang mempunyai dasar hukum yang
berbeda-beda, partai politik yang tidak lagi berdasarkan kepada ideologi
bangsa dan terdapat masyarakat yang memang menjadi korban politik.
Sedangkan dampak positif dari Dinamika Ketatanegaraan Indonesia adalah
masa jabatan presiden lebih tegas dan tidak adanya kelembaman.
B. Saran
Agar hasil penulisan makalah ini dapat dimaksimalkan, kami memberikan
saran-saran sebagi berikut:
a. Bagi masyarakat, Ikut mendukung perbaikan sistem ketatanegaraan di
Indonesia agar sistem ketatanegraan di Indonesia berjalan dengan baik dan
lancar, dan ikut mengawasi jalanya pemerintah negara Republik Indonessia.
b. Bagi pemerintah, diharapkan dapat menyelesaikan berbagai susunan
ketatanegaraan dan lebih bekerja keras untuk Indonesia yang lebih baik
c. Bagi kami selanjutnya, diharpakan mampu mengembangkan gagasan tertulis
ini untuk memahami dan melakukan pengajian lebih lanjut tentang
problematika dalam dinamika ketatanegaraan di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
21 | H U K U M T A T A N E G A R A
Amos, H.F. Abraham. (2007). Sistem Ketatanegaraan Indonesia (dari orla, orba
sampai reformasi). Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Arfawie K, Nukhtoh. (2005). Telaah Kritis Teori Negara Hukum. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Basah, Sjahran. (1981). Hukum Tata Negara Perbandingan. Bandung: Alumni.
Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan (Patrialis Akbar). (2010).
Dinamika Lembaga-lembaga Negara Mandiri di Indonesia Pasca
Perubahan Undang-undang Dasar 1945. (Online) Tersedia di:
http://www.djpp.kemenkumham.go.id/htn-dan-puu/658-dinamika-
lembaga-lembaga-negara-mandiri-di-Indonesia-pasca-perubahan-undang-
undang-dasar-1945.html
Kusnardi, Moh & Harmaily Ibrahim. (1983). Pengantar Hukum Tata Negara
Indonesia. Jakarta: Sastra Hudaya.
Kansil, C.S.T & Christine S.T. Kansil. (2008). Hukum Tata Negara Republik
Indonesia, Pengertian Hukum Tata Negara dan Perkembangan
Pemerintah Indonesia Sejak Proklamasi Kemerdekaan 1945 Hingga Kini.
Jakarta: Rineka Cipta.
Lubis, M. Solly. (1982). Asas-asas Hukum Tata Negara. Bandung: Alumni.
Manan, Bagir. (2000). Teori dan Politik Konstitusi. Bandung: Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.
Natasumata.(2013). Perkembangan Hukum Tata Negara. (online). Tersedia:
http://nathasuarnata.blogspot.com/2011/04/sejarah-perkembangan-
hukum-tata-negara.html .
Soehino. (2005). Hukum Tata Negara, Sumber-Sumber Hukum Tata Negara
Indonesia. Yogyakarta: Liberty.
Universitas Pendidikan Indonesia. (2010). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah
Bandung: UPI Press.
_____. (2012). Definisi Hukum Tata Negara Menurut Para Ahli. (Online)
Tersedia di: http://trikrenz.wordpress.com/2012/05/21/definisi-hukum-
tata-negara-menurut-para-ahli/
22 | H U K U M T A T A N E G A R A
Peraturan Perundang-Undangan:
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
Undangan.
23 | H U K U M T A T A N E G A R A