makalah hukum tata lingkungan

24
IMPLEMENTASI HUKUM ISLAM DALAM HUKUM LINGKUNGAN INDONESIA MAKALAH Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Hukum Tata Lingkungan Pengampu: Dr. Hibnu Nugroho, SH., MH. Oleh: Azim Izzul Islami (P2EA 13034) PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER ILMU HUKUM UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN PURWOKERTO 2014

Upload: azim

Post on 24-Nov-2015

242 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

IMPLEMENTASI HUKUM ISLAMDALAM HUKUM LINGKUNGAN INDONESIA

MAKALAHDisusun guna memenuhi tugas mata kuliah Hukum Tata Lingkungan

Pengampu: Dr. Hibnu Nugroho, SH., MH.

Oleh:Azim Izzul Islami(P2EA 13034)

PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER ILMU HUKUMUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN PURWOKERTO2014

A. JudulImplementasi Hukum Islam Dalam Hukum Lingkungan Indonesia

B. PendahuluanSalah satu bukti eksistensi dan kebesaran Tuhan adalah wujud alam semesta beserta isinya, meliputi tanah, air, udara, tumbuhan dan juga manusia. Semua elemen ini saling terkait dan memiliki fungsinya masing-masing. Berbagai penelitian ilmiah telah dilakukan dalam rangka optimalisasi sumber daya alam untuk mempermudah kehidupan manusia. Namun disayangkan, upaya optimalisasi sumber daya alam ini seringkali berubah menjadi eksploitasi dan mengabaikan kelestarian alam hanya demi memenuhi hasrat yang bersifat sementara.Dalam upaya pencegahan dan penindakan terhadap kegiatan eksploitasi ini, maka pemerintah melalui Undang-undang No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menunjukkan kepeduliannya terhadap kelestarian lingkungan. Tidak hanya sampai di situ, Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga turut memperkuat pondasi hukum positif dalam rangka menjaga kelestarian lingkungan. Fatwa MUI tersebut antara lain Fatwa Nomor 22 Tahun 2011 Tertanggal 26 Mei 2011Tentang Pertambangan Ramah Lingkungan[footnoteRef:1] dan Fatwa tentang Perlindungan Satwa Liar. Fatwa Majelis Ulama Indonesia yang mendasarkan pemikirannya pada dalil nash syara (al-Quran dan as-Sunnah) ini menjadi salah satu bukti komitmen agama dalam melestarikan lingkungan. [1: http://muslimlife.com/referensi_muslim/mui_fatwa_terbaru, akses pada 5 mei 2014.]

C. Pokok Masalah1. Bagaimana peran Hukum Islam dalam pemberdayaan Lingkungan?2. Bagaimana penerapan nilai-nilai Hukum Islam dalam Undang-Undang No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup?

D. PembahasanSebagai agama yang rahmat li al alamiin, Islam banyak mengatur berbagai aspek kehidupan manusia. Mulai dari aturan tentang hubungan manusia dengan Tuhan (akidah), hubungan manusia dengan sesame manusia (muammalah) hingga hubungan manusia dengan lingkungannya. Hubungan antara manusia dengan lingkungan dalam perspektif agama ini biasa disebut sebagai Fiqh Lingkungan atau dalam Bahasa Arab disebut Fiqh al-Biah . Fiqh lingkungan memang tidak sepopuler fiqh yang lain seperti fiqh jinayah, fiqh siyasah, fiqh muammalah dan sebagainya. Hal ini disebabkan Fiqh al-Biah merupakan konsep fiqh yang baru digagas, meskipun sebenarnya ide dan konsepnya telah banyak tertuang dalam dalil-dalil nash. Salah seorang penggagasnya adalah Prof. KH. Ali Yafie[footnoteRef:2] dan KH. Sahal Mahfudz.[footnoteRef:3] [2: Prof. KH. Ali Yafie adalah ulamafiqhdan mantan ketuaMajelis Ulama Indonesia (MUI). Ia adalah tokohNahdlatul Ulama, dan pernah menjabat sebagai pejabat sementara Rais Aam (1991-1992). Saat ini, ia masih aktif sebagai pengasuh Pondok Pesantren Darul Dakwah Al Irsyad,Pare-Pare,Sulawesi Selatanyang didirikannya tahun 1947, serta sebagai anggota dewan penasehat untuk Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia(ICMI). Selain sebagai penggagas fiqh lingkungan, bersama KH. Sahal Mahfudz beliau juga menggagas fiqh social, sebuah gagasan kontemporer dalam bidang hukum Islam yang memandang hukum Islam dari aspek social.] [3: Dr. KH. Sahal Mahfudz (alm.) adalah mantan KetuaMajelis Ulama Indonesia. Sebelumnya selama dua periode menjabat sebagai Rais Aam Syuriah Pengurus BesarNahdlatul Ulama. Kiai Sahal adalah pemimpinPesantren Maslakul Huda(PMH) sejak tahun 1963. Pesantren di Kajen Margoyoso (Pati, Jawa Tengah) ini didirikan ayahnya, KH Mahfudh Salam, pada 1910. Selain itu Kiai Sahal juga pernah menjabat sebagai rector Institut Islam Nahdlatul Ulama (INISNU),Jepara,Jawa Tengah]

Istilah lingkungan (environment; bi`ah) mencakup keseluruhan kondisi dan hal-hal yang bisa berpengaruh terhadap perkembangan hidup organisme. Ekosistem adalah tatanan unsure lingkungan hidup yang merupakan kesatuan utuh-menyeluruh dan saling mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan, stabilitas, dan produktivitas lingkungan hidup. [footnoteRef:4] Ketergantungan antara organisme hidup dengan sumber-sumber hidupnya, seperti air dan makanan, menentukan keberlangsungan keberadaannya. Oleh karena itu, lingkungan mencakup kesatuan yang saling terkait, baik lingkungan fisik berupa keadaan alam, seperti air, udara, tanah, gunung, hutan, laut, dan sungai maupun organisme yang hidup di dalamnya, seperti hewan dan tumbuh-tumbuhan. Fiqih sering diartikan sebagai pengetahuan tentang hukum-hukum syara yang praktis yang diambil dari dalil-dalil terperinci objek sasarannya adalah manusia yang diberi kewajiban (mukallaf). Oleh karena itu, manusia meskipun termasuk dalam pengertian bi`ah, tapi ia lebih tepat disebut sebagai bagian dari lingkungan sosial dalam pola interaksi antarsesama yang diatur dalam fiqh al-muamalah dan fiqh al-jar, sehingga tidak termasuk dalam pengertian lingkungan di sini. [4: UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, pasal 1 ayat (5).]

Sebagaimana yang telah kita ketahui, bahwa manusia diberi kelebihan oleh Tuhan dalam aspek akal. Tidak ada satupun makhluk Tuhan yang memiliki kesempurnaan penciptaan selain manusia. Dengan akalnya manusia diberi beban oleh Allah sebagai khalifah di muka bumi, sebagaimana firman Allah SWT:

[footnoteRef:5] [5: QS. Al-Baqarah: 30-33.]

Artinya : Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi. mereka berkata: Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui (30) Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, Kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar. (31) Mereka menjawab: "Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang Telah Engkau ajarkan kepada Kami; Sesungguhnya Engkaulah yang Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. (32) Allah berfirman: "Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka nama-nama benda ini." Maka setelah diberitahukannya kepada mereka nama-nama benda itu, Allah berfirman: "Bukankah sudah Ku katakan kepadamu, bahwa sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan? Ayat ini memberikan penjelasan bahwa manusia diberi kelebihan akal. Berbeda dengan malaikat yang hanya diciptakan untuk beribadah dan bertakwa. Dengan akalnya ini manusia mampu menentukan sikap yang baik dan buruk, dengan akal ini pula manusia diberi kemampuan untuk mempelajari dan mengembangkan potensi alam. Oleh sebab itu, Tuhan memberikan mandat khalifah di muka bumi kepada manusia.Permasalahan muncul ketika penggunaan akal dalam mengoptimalkan sumber daya alam (SDA) tidak dibarengi dengan moral (akhlak). Munculnya eksploitasi dan ketidak profesionalan dalam mengelola SDA yang mengakibatkan pencemaran dan kerusakan lingkungan disebabkan karena motif ekonomis semata. Dengan dalih perkembangan ekonomi, mereka mengabaikan kelestarian lingkungan. Allah SWT berfirman:

[footnoteRef:6] [6: QS. Al-Baqarah : 11]

Artinya : Dan bila dikatakan kepada mereka:"Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi[24]". mereka menjawab: "Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan." [footnoteRef:7] [7: QS. Ar-Ruum : 41]

Artinya: Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan Karena perbuatan tangan manusai, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).

Dalam sebuah kaidah fiqh disebutkan bahwa: [footnoteRef:8] [8: Samsul Maarif, Kaidah-Kaidah Fiqh. Bandung: Pustaka Ramadhan, 2005. Hlm. 29.]

Artinya: Menghindari mafsadat (kerugian) lebih diutamakan daripada mendatangkan manfaat.

Kaidah fiqh tersebut mengamanatkan pada setiap mukallaf agar lebih mendahulukan antisipasi terhadap kerugian daripada mendatangkan manfaat. Dalam konteks hukum lingkungan, maka pencegahan kerusakan alam tentu harus menjadi prioritas dan jangan sampai pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam ini mendatangkan kerugian. Jadi jika seseorang dihadapkan pada dua pilihan antara pengelolaan SDA untuk peningkatan ekonomi dengan merusak lingkungan dan membiarkan (melestarikan) alam dengan tidak adanya peningkatan perekonomian, maka yang harus didahulukan adalah pilihan yang ke dua, yakni menghindari mafsadat (kerugian) yang lebih besar. Kerugian yang dimaksud adalah kerusakan alam dan pencemaran lingkungan. Jadi dapat dikatakan bahwa perusakan dan pencemaran lingkungan sebisa mungkin harus dihindari sebab hal itu merupakan larangan Tuhan, sebagaimana firman Allah SWT:

[footnoteRef:9] [9: QS. Al- Araf : 56.]

Artinya: Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (Tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.Selain perlindungan terhadap lingkungan, melalui dalil lain, Islam juga memberikan amanat kepada mukallaf untuk melindungi kelestarian fauna (hewan). Sebab berdasarkan asas hukum lingkungan dalam UU PPLH, perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup juga harus memperhatikan keanekaragaman hayati. Perusakan lingkungan dan gangguan terhadap keanekaragaman hayati tentu akan berdampak pada rusaknya ekosistem. Oleh sebab itu, fauna menjadi salah satu bagian dari lingkungan dan harus mendapatkan perlindungan. Rasulullah SAW bersabda:

Artinya :" Dari Abu Hurairah, berkata; Rasulullah saw bersabda : suatu ketika seorang laki-laki tengah berjalan di suatu jalanan, tiba-tiba terasa olehnya kehausan yang amat sangat, maka turunlah ia ke dalam suatu sumur lalu minum. Sesudah itu ia keluar dari sumur tiba-tiba ia melihat seekor anjing yang dalam keadaan haus pula sedang menjilat tanah, ketika itu orang tersebut berkata kepada dirinya, demi Allah, anjing initelah menderita seperti apa yang ia alami. Kemudian ia pun turun ke dalam sumur kemudian mengisikan air ke dalam sepatunya, sepatu itu digigitnya. Setelah ia naik ke atas, ia pun segera memberi minum kepada anjing yang tengah dalam kehausan iu. Lantaran demikian, Tuhan mensyukuri dan mengampuni dosanya. Setelah Nabi saw, menjelaskan hal ini, para sahabat bertanya: ya Rasulullah, apakah kami memperoleh pahala dalam memberikan makanandan minuman kepada hewan-hewan kami ?. Nabi menjawab : tiap-tiap manfaat yang diberikan kepada hewan hidup, Tuhan memberi pahala. (HR. Bukhari dan Muslim)

Nilai-nilai Hukum Islam dalam Undang-Undang No. 32 tahun 2009Melindungi dan melestarikan alam bukan hanya menjadi kewajiban negara sebagai ulil amri. Agama jauh-jauh hari sudah memberikan amanat kepada manusia agar menjaga kelestarian alam. Sebab kerusakan alam akan memberikan dampak negatif terhadap kehidupan manusia, sebagaimana QS. Ar-Ruum : 41 menyebutkan pada kalimat yang berarti Karena perbuatan tangan manusai, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan merekamengisyaratkan bahwa kerusakan yang dibuat oleh manusia akan memberikan dampak negatif pada manusia itu sendiri.Pemeliharaan kelestarian alam yang dilakukan oleh negara diatur melalui Undang-Undang No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Sedang perlindungan alam oleh agama dapat kita lihat dalam beberapa nash yang telah penulis sebutkan di atas. Kedua aturan ini (aturan hukum positif dan hukum agama) memiliki nilai-nilai yang mengalami kesamaan semangat dan tujuan, yakni pemeliharaan alam. Beberapa nilai-nilai yang terkandung dalam UU PPLH yang sesuai dengan ajaran hukum Islam antara lain:1. Definisi dan Pembagian Hukum LingkunganPerlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum.[footnoteRef:10] Dari definisi yang diatur dalam UU PPLH ini dapat diketahui bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dengan tujuan pelestarian alam, pencegahan pencemaran dan penindakan (penegakan hukum). Dalam kajian hukum lingkungan, terdapat dua macam hukum lingkungan[footnoteRef:11]: [10: Hibnu Nugroho, Hukum Tata Lingkungan, Hand Out Mata Kuliah Hukum tata Lingkungan pada Program Pascasarjana Magister Ilmu Hukum Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto Tahun 2014. Hlm. 1] [11: Ibid, hlm.2]

a. Hukum Lingkungan KlasikYakni seperangkat ketentuan dan norma-norma dengan tujuan untuk menjamin penggunaan dan eksploitasi sumber daya lingkungan dengan berbagai akal dan kepandaian manusia untuk mencapai hasil semaksimal mungkin dan dalam jangka waktu yang sesingkat-singkatnya. b. Hukum Lingkungan ModernYaitu menetapkan ketentuan dan norma-norma guna mengatur tindakan perbuatan manusia yang bertujuan untuk melinfungi lingkungan dan kemerosotan mutu untuk menjamin kelestariannya generasi sekarang dan masa yang akan datang.Hukum lingkungan modern merupakan sebuah pemikiran progresif dan futuristic dalam kajian hukum dan lingkungan, dimana hukum lingkungan modern tidak hanya mengatur optimalisasi sumber daya, namun sudah mulai memikirkan bagaimana agar optimalisasi tersebut tidak mengganggu ekosistem dan merusak kelestarian lingkungan pada generasi sekarang dan generasi mendatang. Konsep hukum lingkungan modern ini sesuai dengan salah satu kaidah fiqhiyyah yang berbunyi: [footnoteRef:12] [12: Samsul Maarif, Kaidah-Kaidah Fiqh. Bandung: Pustaka Ramadhan, 2005. Hlm. 29.]

Artinya: Menghindari mafsadat (kerugian) lebih diutamakan daripada mendatangkan manfaat.

Artinya bahwa hukum lingkungan modern lebih menekankan pada aspek perlindungan (pencegahan) dari kerugian-kerugian yang diakibatkan dari eksploitasi sumber daya alam (SDA).

2. Asas-asas UU PPLH[footnoteRef:13] [13: Asas-asas Perlindungan dan pengelolaan lingungan hidup dapat ditemukan pada pasal 2 Undang-Undang No. 32 tahun 2009 tentang Perlinfungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup]

Menurut UU PPLH, dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup harus memperhatikan asas-asas: Tanggung jawab negara, kelestarian dan keberlanjutan, keserasian dan keseimbangan, keterpaduan, manfaat, kehati-hatian, keadilan, ekoregion, keanekaragaman hayati, pencemar membayar, partisipatif, kearifan lokal, tata kelola pemerintahan yang baik dan otonomi daerah.Berdasarkan asas-asas tersebut beberapa asas mempunyai kesamaan semangat dan tujuan dengan syara (hukum Islam). Hal ini akan diuraikan sebagai berikut: Pertama, bahwa tanggung jawab negara selaku ulil amri merupakan manifestasi dari lafadz khalifah dalam QS. Al-Baqarah: 30 33. Artinya, pemerintah menjadi wakil dari rakyat dalam menjalankan roda pemerintahan yang di dalamnya termuat amanat Tuhan kepada mukallaf untuk melestarikan lingkungan. Kedua, asas pencemar membayar memberikan sesuai dengan konsep dhaman[footnoteRef:14] (ganti rugi) dalam bentuk dhaman al-udwan dimana pihak yang menimbulkan kerugian pada orang lain wajib mengganti kerugian tersebut. Ketiga, kelestarian dan keberlanjutan menjadi asas UU PPLH yang sesuai dengan hadis nabi yang berbunyi: [14: Dhaman adalah penggantian ganti rugi. Ada 2 macam dhaman, yaitu: dhaman al-aqd (ganti rugi karena mengingkari perjanjian) dan dhaman al-udwan (ganti rugi karena perbuatan yang merugikan orang lain). Menurut al-Qurafi, dhaman bisa terjadi karena adanya tindakan yang dilakukan secara langsung oleh pelaku (al-udwan bi al-mubsyir), kemudian karena perbuatannya tersebut mengakibatkan kerusakan (al-tasabbub li al-itlf) pada harta benda misalnya. Singkatnya, sebab-sebab dhaman adalah al-mubasyir, al-tasabbub, dan al-itlaf. (Ahmad Ibn Idris Al-Qurafi, al-Furuq fi Anwar al-Buruq fi Anwai al-Furuq, Mansyurat Muhammad Ali Baidhun, Beirut: Dar al-Kutub al-ilmiyah, Cet. I, 1418 H/ 1998 M, hal. 2/250)]

[footnoteRef:15] [15: Shahih Targhib Wa Tarhib (954), hadis ini merupakan hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari-Muslim dan diriwayatkan pula oleh beberapa Rawi yang lain seperti: HR Ibnu Hibban (543), Ibnu Majah (3686), Baihaqi (4/186), dishahihkan oleh Imam Ibnu Hibban, Al-Arnaut, Al-Albani, dll. ]

Artinya: ...Setiap manfaat pada hewan hidup, Tuhan memberi pahala...

Keempat, asas manfaat dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sejalan dengan konsep Maslahah ar-Mursalah[footnoteRef:16] yang menjadi dalil dalam penetapan hukum Islam, artinya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dilaksanakan dalam rangka mendatangkan manfaat dan bukan pekerjaan yang sia-sia apalagi mendatangkan mafsadat (kerugian/kerusakan). [16: Maslahah mursalah adalah suatu kemashlahatan dimana syarI tidak mensyariatkan suatu hukum untuk mereaalisir kemaslahatan itu dan tidak ada dalil yang menunjukkan atas pembatalannya. Maslahat ini bersifat mutlak, karena ia tidak terikat oleh dalil yang memperbolehkannya dan tidak pula terikat oleh dalil yang mengharamkannya. Sebagai contoh dari maslahah mursalah adanya kebolehan mencetak mata uang dan pengadaan pidana penjara yang tidak diatur hukumnya di dalam hukum syari. (Prof. Abdul Wahhab Khallaf, Ilmu Ushul Fiqh hlm. 116) ]

3. Manfaat Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup[footnoteRef:17] [17: Pasal 3 UU PPLH]

Manfaat Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menurut pasal 3 UU PPLH antara lain:a. melindungi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dari pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup;b. menjamin keselamatan, kesehatan, dan kehidupan manusia;c. menjamin kelangsungan kehidupan makhluk hidup dan kelestarian ekosistem;d. menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup;e. mencapai keserasian, keselarasan, dan keseimbangan lingkungan hidup;f. menjamin terpenuhinya keadilan generasi masa kini dan generasi masa depan;g. menjamin pemenuhan dan perlindungan hak atas lingkungan hidup sebagai bagian dari hak asasi manusia;h. mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana;i. mewujudkan pembangunan berkelanjutan; danj. mengantisipasi isu lingkungan global.Jika kita cermati tujuan pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup menurut pasal 3 UU PPLH dapat ditemukan beberapa tujuan hukum PPLH yang memiliki semangat yang sama dengan tujuan penetapan hukum Islam (Maqashid as-Syariah)[footnoteRef:18]. Semisal, tujuan keselamatan, kesehatan, dan kehidupan manusia sejalan dengan prinsip hifdz an-nafs (melindungi jiwa manusia). Bahkan menurut KH. Sahal Mahfudz, upaya mencapai tujuan hukum Islam atau maqashid syariah tidak bisa berjalan baik tanpa adanya lingkungan yang kondusif, lingkungan yang aman, damai, kokoh, bersih, indah dan teratur[footnoteRef:19]. Sehingga pada konteks ini berlakulah kaidah fiqh: [18: Maqashid as-syariah adalah tujuan pembentukan hukum Islam yang terdiri dari tujuan primer (maqashid ad-dharuriyat) , sekunder (maqashid al-hajiyyat)) dan tersier (maqashid at-tahsiniyyat). Tujuan yang primer ini meliputi perlindungan terhadap agama (hifdz ad-din), perlidungan terhadap jiwa (hifdz an-nafs), perlindungan terhadap keturunan (hifdz an-nashb), perlindungan terhadap akal (hifdz al aql) dan perlindungan terhadap harta (hifdz al maal). Sedang tujuan sekunder (maqashid al hajiyyat) adalah sesuatu yang dibutuhkan manusia untuk mencapai kepentingan manusia dalam mencapai hal-hal yang dharuriyat. Dan yang terakhir tujuan tertier (maqashid at-tahsiniyyat) yang hanya digunakan dengan tujuan melengkapi atau memperindah. (Lihat buku Makhrus Munajat, Studi Islam di Perguruan Tinggi. Yogyakarta: Pesantren Nawesea Press, 2008. Hlm. 51-61)] [19: Jamal Mamur Asmani, Fiqh Sosial Kiai Sahal Mahmudz (Antara Konsep dan Implementasi). Surabaya: Khalista, 2007. Hlm. 115.]

Artinya: Sesuatu yang mengakibatkan kesempurnaan pada hal yang wajib, maka hukumnya juga wajib.

Maksud dari kaidah di atas adalah bahwa sarana untuk mencapai hal yang wajib maka hukumnya juga wajib. Sebagai contoh, wudhu pada dasarnya sunnah hukumnya. Namun jika wudhu dilakukan sebelum melakukan shalat wajib berubah hukumnya menjadi wajib dikarenakan shalat tidak sah jika tidak disertai wudhu. Dalam konteks hukum lingkungan, bisa diartikan bahwa hukum melakukan pengelolaan dan perlindungan terhadap lingkungan hidup hukumnya wajib dilaksanakan, sebab tujuan hukum lingkungan (salah satunya) adalah untuk mencapai maqashid syariah dalam hal hifdz an-nafs (perlindungan jiwa).

Peran Lembaga Pemuliaan Lingkungan Hidup dan Sumber Daya AlamLembaga Pemuliaan Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam Majelis Ulama Indonesia atau LPLH & SDA MUI adalah suatu lembaga yang dibentuk Majelis Ulama Indonesia pada tanggal 23 September 2010 berdasarkan Surat Keputusan Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia Nomor: Kep-485/MUI/IX/2010. LPLH & SDA MUI dibentuk karena meningkatnya kesadaran umat muslim atas pentingnya pengelolaan lingkungan hidup dan pemanfaatan sumber daya alam yang baik dan dapat diterima oleh masyarakat, pemerintah dan dunia usaha.Kepentingan dasar perhatian MUI terhadap lingkungan hidup dan sumber daya alam ialah tidak menjadikan rezeki Allah SWT diperlakukan secara sewenang-wenang dan tidak membiarkan terjadinya kerusakan di muka bumi ini. Seberapa jauh Al Quran dan Al Hadits dapat dijadikan tuntunan berkaitan dengan pengelolaan lingkungan hidup dan pemanfaatan sumber daya alam untuk mencapai kemaslahatan masyarakat luas.Pengelolaan lingkungan hidup dan pemanfaatan sumber daya alam pada saat ini hanya bertumpu pada faktor keekonomian sebagai indikator utama. Sebagai bagian dari masyarakat modern, persepsi umat muslim juga telah terpengaruhi sehingga menjauh dari ajaran Islam yang menyatakan bahwa umat manusia sebagai khalifah di bumi (Quran 2:30) untuk melakukan kebaikan dan mencegah kerusakan di muka bumi. Tugas khalifah ini akan dipertanggungjawabkan kepada Allah dikemudian hari (Quran 6:165).Untuk itu perlu mengembalikan kepada ajaran Islam dalam pengelolaan lingkingan hidup dan pemanfaatan sumber daya alam untuk memenuhi tujuan diciptakan manusia untuk ibadah dan muamalah. Keseimbangan antara kedua tujuan tersebut akan menjadikan hubungan timbal balik yang selaras antara masyarakat (ummah) dan lingkungan hidupnya.[footnoteRef:20] [20: Dikutip dari http://lplh-sda.blogspot.com/2013/12/tentang-lplh-sda-mui.html, akses pada 6 Mei 2014.]

Visi dari LPLH-SDA adalah mengembalikan kepada ajaran Islam dalam pengelolaan lingkungan hidup dan pemanfaatan sumber daya alam melalui pembinaan umat Islam yang berkualitas tinggi (khaira Ummah) dan berakhlak mulia (akhlakul karimah) sehingga terciptanya kondisi kehidupan kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan yang baik, serta memperoleh ridlo dan ampunan Allah SWT (baldatun thoyyibatun wa robbun ghofur). Sedang misi dari LPLH-SDA adalah meningkatkan kualitas pemahaman dan pengamalan keislaman dalam pengelolaan lingkungan hidup dan pemanfaatan sumber daya alam yang tercermin dalam tindakan dan perilaku kehidupan sehari-hari yang mengacu kepada keseimbangan antara imtaq (iman dan taqwa) dan ipteks (ilmu pengetahuan, teknologi dan seni).[footnoteRef:21] [21: Ibid.]

Dalam tataran praktis, LPLH SDA memiliki agenda pendampingan terhadap nelayan dan petani. Sosialisasi juga kerap dilakukan dalam rangka mengoptimalkan SDA tanpa menyimpang dari aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh syara.

E. Kesimpulan1. Sebagai agama rahmah li al-alamiin Islam member kewajiban pada penganutnya untuk menjalankan perintah agamanya, bukan hanya dalam bentuk hubungan antara manusia dengan Tuhan (habl min Allah atau disebut akidah) dan hubungan antar sesame manusia (habl min an-naas atau disebut muammalah) saja, namun Islam juga mengatur hubungan antara manusia dengan lingkungan hidupnya. Dalil-dalil yang mengatur tentang hukum lingkungan itu antara lain terdiri dari dalil nash (al-Quran dan Hadis), kaidah fiqhiyyah dan sumber hukum Islam seperti Maslahah mursalah.2. Nilai-nilai hukum Islam dalam UU PPLH dapat kita temukan pada beberapa pasal, antara lain: pertama, pasal 1 tentang definisi dan pembagian hukum lingkungan yang memiliki persamaan persepsi dalam kajian fiqh al-Biah (fiqh lingkungan) yang digagas oleh Prof. KH. Ali Yafie. Kedua, pasal 2 tentang asas-asas hukum lingkungan, Dan yang ketiga, pasal 3 tentang tujuan perlindungan dan pengelolaan lingungan hidup.

DAFTAR PUSTAKAAl-Quran al-KarimUU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan HidupAl-Qurafi, Ahmad Ibn Idris, al-Furuq fi Anwar al-Buruq fi Anwai al-Furuq, Mansyurat Muhammad Ali Baidhun. Beirut: Dar al-Kutub al-ilmiyah, 1418 H/ 1998 MAsmani, Jamal Mamur, Fiqh Sosial Kiai Sahal Mahmudz (Antara Konsep dan Implementasi). Surabaya: Khalista, 2007.Dahlan, Abd. Rahman. Ushul Fiqh. Jakarta: Bumi Aksara, 2010. Khallaf, Prof. Abdul Wahab, Ilmu Ushul Fiqh. Alih bahasa: Drs. H. Moh. Zuhri Dipl. TAFL dan Drs. Ahmad Qarib MA. Semarang: Dina Utama, 1994. Maarif, Samsul, Kaidah-Kaidah Fiqh. Bandung: Pustaka Ramadhan, 2005. Munajat, Makhrus, Studi Islam di Perguruan Tinggi. Yogyakarta: Pesantren Nawesea Press, 2008Nugroho, Hibnu, Hukum Tata Lingkungan, Hand Out Mata Kuliah Hukum tata Lingkungan pada Program Pascasarjana Magister Ilmu Hukum Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto Tahun 2014.

Website dan lain-lainhttp://muslimlife.com/referensi_muslim/mui_fatwa_terbaru, akses pada 5 mei 2014http://lplh-sda.blogspot.com/2013/12/tentang-lplh-sda-mui.html, akses pada 6 Mei 2014.Kamus Indonesia-Arab for Android v.1.11.2.. Pengembang: Ristekmuslim, 2012.