makalah falsafah farmasi

Upload: annisa-dwi-cahya

Post on 20-Jul-2015

1.050 views

Category:

Documents


35 download

TRANSCRIPT

MAKALAH FALSAFAH FARMASI PHARMACEUTICAL CARE

DISUSUN OLEH : TIARA AMALIA (NIM. J1E111051) ANNISA DWI CAHYA (NIM. J1E111052) ASMILIATI (NIM. J1E111053)

PROGRAM STUDI S1 FARMASI FAKULTAS MATEMATIKA ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT BANJARBARU 2012

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Pharmaceutical Care. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada Bapak Nashrul Wathan S.Far., Apt, selaku pembimbing dan semua pihak yang telah membantu penulis sehingga makalah ini dapat diselesaikan. Penulis mengharapkan kritik dan saran karena dalam makalah ini masih terdapat kekurangan dan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan.

Banjarbaru,

April 2012

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ..........................................................................................1 1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................1 1.3 Batasan Masalah .......................................................................................2 1.4 Tujuan Penulisan ......................................................................................2 1.5 Metode Penulisan......................................................................................2 BAB II. ISI 2.1 Pengertian Pharmaceutical Care ..............................................................3 2.2 Tujuan dan Fungsi Pharmaceutical Care .................................................3 2.3 Peran Apoteker dalam Pharmaceutical Care .........................................3 2.4 Penerapan Pharmaceutical Care .............................................................4 2.5 Contoh Penerapan Pharmaceutical Care ...............................................5 2.6 Landasan Hukum Pharmaceutical Care .................................................8 BAB III . PENUTUP 3.1 Kesimpulan .............................................................................................10 3.2 Saran .......................................................................................................10 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................11

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Profesi apoteker di awal abad ke-20 berperan sebagai pembuat dan peracik obat. Namun kemudian secara bertahap peran ini diambil alih oleh industri farmasi, sehingga pada pertengahan tahun 1960-an muncul suatu praktik baru yang disebut farmasi klinik. Kata klinikmenunjukkan adanya keterlibatan kepentingan pasien (patient oriented), sehingga seorang apoteker dikatakan menjalankan praktik farmasi klinik jika ia dalam memberikan pelayanan farmasi mengambil tanggung jawab dalam upaya tercapainya hasil terapi yang optimal bagi pasien yang pada akhirnya akan meningkatkan kualitas hidup pasien. Konsep ini kemudian pada tahun 1990-an dikenal dengan istilah Pharmaceutical Care. Pharmaceutical Care tidak hanya berlaku untuk apoteker yang bekerja di rumah sakit saja tetapi juga bagi apoteker yang bekerja di tempat lain, seperti: apotek, industri farmasi dan institusi lain. Dalam konteks farmasi rumah sakit, pharmaceutical care ditandai dengan kepedulian akan keamanan dan efektifitas obat yang diberikan kepada pasien serta biaya pengobatan yang ekonomis melalui keterlibatan apoteker secara langsung dalam perawatan pasien dari hari ke hari bekerja sama dengan tenaga kesehatan lain di rumah sakit. Sedangkan di farmasi komunitas, pharmaceutical care diterapkan melalui interaksi langsung apoteker dengan pasien dan keluarga saat mereka berkunjung ke apotek untuk mendapatkan obat. Namun sayangnya, masih banyak para tenaga farmasis (khususnya di apotek) yang belum menyadari akan pentingnya konsep pharmaceutical care ini. Dosen saya sering berkata bahwa sudah saatnya kita merubah pola pikir dunia kefarmasian saat ini khusunya di Indonesia dari product oriented menjadi patient oriented.

1.2 Rumusan masalah 1. Pengertian Pharmaceutical Care

2. Tujuan dan Fungsi Pharmaceutical Care 3. Peran Apoteker dalam Pharmaceutical Care 4. Penerapan Pharmaceutical Care

5. Contoh Penerapan Pharmaceutical Care 6. Landasan Hukum Pharmaceutical Care

1.3 Batasan Masalah Pembahasan dibatasi pada contoh penerapan pharmaceutical care dan dasar hukum penerapan pharmaceutical care pda bidang kefarmasian.

1.4 Tujuan Penulisan Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk lebih mengetahui penerapan dan tujuan adanya phramaceutical care.

1.5 Metode Penulisan Dalam penyusunan makalah ini, kami menggunakan metode literatur untuk mengumpulkan bahan pembahasan. Metode literatur merupakan metode penulisan dengan mengumpulkan informasi dari beberapa situs internet.

BAB II ISI

2.1. Pengertian Pharmaceutical Care Pharmaceutical care adalah paradigma baru pelayanan kefarmasian yang merupakan bagian dari pelayanan kesehatan (health care) dan bertujuan untuk meningkatkan penggunaan obat yang rasional, aman, dan efisien demi mencapai peningkatan kualitas hidup manusia. Konsep pharmaceutical care juga termasuk komitmen emosional pada kesejahteraan pasien sebagai individu, yang memerlukan dan patut mendapat petunjuk /jasa, keterlibatan dan perlindungan dari seorang apoteker. Pharmaceutical care dapat ditawarkan pada individual atau masyarakat (Anonim1, 2010).

2.2. Tujuan dan Fungsi Pharmaceutical Care Tujuan adanya pharmaceutical care adalah untuk menyembuhkan penyakit, mengurangi gejala penyakit, menahan penyebaran/memperlambat proses penyakit, mencegah penyakit/penyebab penyakit dan Dispensing pharmacy. Tanpa pharmaceutical care, tidak ada sistem yang mengelola dan memonitor kesakitan karena obat secara efektif. Sakit karena obat bisa terjadi berasal dari formularium atau daftar obat-obatan, atau sejak obat diresepkan, diserahkan atau obat yang sudah tidak layak digunakan. Karena itu pasien butuh pelayanan apoteker pada waktu menerima obat (Anonim1, 2010).

2.3. Peran Apoteker dalam Pharmaceutical Care Sebagai seorang yang ahli dalam hal obat-obatan karena

pendidikannya , apoteker harus selalu dikenal dan dapat dihubungi sebagai sumber nasehat yang benar tentang obat-obatan dan masalah pengobatan. Saat ini kontribusi apoteker pada perawatan kesehatan ( health care ) sedang berkembang dalam bentuk baru untuk mendukung pasien dalam penggunaan obat dan sebagai bagian dari pembuat keputusan klinis bersama spesialis yang lain (Anonim1, 2012).

Asuhan kefarmasian berdampak pada keadaan kesehatan pasien, meningkatkan kualitas dan ketepatan biaya (cost efective) dalam sistem kesehatan. Peningkatan ini memberi faedah pada kesehatan individual sehingga mereka akan menikmati kesehatan lebih baik dan akhirnya bermanfaat pada sebagian besar penduduk. Pelayanan apoteker dan keterlibatannya dalam pelayanan yang berfokuskan pada pasien telah memberikan dampak kesehatan dan ekonomi serta mengurangi angka kesakitan (morbidity) dan angka kematian ( mortality ) (Anonim2, 2009). Menurut Anonim1, Pasien yang mendapatkan obat mempunyai risiko untuk mengalami kejadian yang tidak diinginkan baik yang potensial maupun secara nyata dapat mempengaruhi hasil terapi yang diinginkan, oleh sebab itu peran utama apoteker dalam Pharmaceutical Care adalah : 1. Mengidentifikasi masalah yang berkaitan dengan penggunaan obat (DRP = Drug Related Problem) baik yang potensial maupun nyata 2. Mengatasi DRP yang nyata 3. Mencegah DRP yang potensial

2.4. Penerapan Pharmaceutical Care Dalam praktik sehari-hari, Pharmaceutical ada Care, banyak yaitu cara melalui untuk bentuk

mengimplementasikan

pelayanan farmasi klinik yang secara garis besar dapat dikelompokkan sebagai berikut: A. Pelayanan farmasi klinik yang bersifat umum : 1. Pengambilan sejarah pengobatan pasien (Medication History-taking) 2. Konsultasi penggunaan obat yang rasional bagi tenaga kesehatan lain maupun pasien 3. Pemantauan penggunaan obat 4. Partisipasi aktif dalam program monitoring efek samping obat, KFT, infeksi nosokomial, dan lain-lain. B. Pelayanan farmasi klinik yang bersifat khusus : 1. Informasi Obat 2. Konseling

3. Nutrisi Parenteral Total (TPN = Total Parenteral Nutrition) 4. Pencampuran obat suntik (IV admixture) 5. Penanganan obat sitotoksik 6. Pemantauan kadar obat dalam darah (TDM =Therapeutic Drug Monitoring) C. Pelayanan farmasi klinik yang bersifat spesialistik farmakoterapi : Penyakit Dalam, Bedah, Pediatri, Geriatri, Kardiovaskuler, dan lain-lain. (Trisna, 2009).

2.5. Contoh Penerapan Pharmaceutical Care Pasien usia lanjut memiliki karakteristik yang berbeda dengan pasien usia dewasa yang lebih muda. Umumnya pasien usia lanjut mempunyai banyak masalah kesehatan yang bersifat kronik dan mendapat banyak jenis obat. Survei yang pernah dilakukan di Klinik Geriatri RS Dr. Cipto Mangunkusumo pada tahun 2004 menunjukkan bahwa rata-rata pasien usia lanjut menderita 4 macam penyakit dan mendapatkan 6 jenis obat. Penggunaan obat pada pasien usia lanjut memerlukan perhatian khusus karena adanya perubahan farmakokinetik dan farmakodinamik obat terkait proses penuaan. Risiko terjadinya reaksi yang tidak diharapkan (adverse drug reactions) dan interaksi obat juga akan meningkat seiring bertambahnya jumlah obat yang dikonsumsi. Banyaknya jenis obat dan rumitnya rejimen pengobatan membuat pasien usia lanjut, yang kemampuan kognitif dan fisiknya sudah mengalami penurunan, menjadi tidak patuh terhadap rejimen pengobatan yang telah ditetapkan. Selain itu, kondisi psikososial pasien usia lanjut sangat potensial untuk memperburuk status kesehatannya. Pharmaceutical care untuk pasien usia lanjut pada dasarnya sama dengan yang untuk pasien golongan usia lain. Namun demikian, pengetahuan farmakoterapi pada pasien usia lanjut dan keterampilan berkomunikasi efektif dengan pasien dan keluarganya perlu dikuasai dengan baik oleh apoteker yang akan memberikan pelayanan untuk pasien usia lanjut. Adapun kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan meliputi:

1.

Telaah rejimen obat (medication review) Telaah rejimen obat dimaksudkan untuk memastikan bahwa rejimen obat diberikan sesuai dengan indikasi kliniknya, efek obat yang merugikan dapat dicegah/diminimalkan dan kepatuhan pasien dapat dievaluasi. Kegiatan yang pertama kali dilakukan dalam telaah rejimen obat adalah melakukan pengambilan riwayat penggunaan obat pasien. Dari kegiatan ini dapat diketahui obat-obat (obat resep, obat bebas, obat tradisional/jamu, suplemen) yang pernah dan sedang digunakan pasien sebelum dirawat di rumah sakit, kemungkinan adanya interaksi obat, bagaimana tingkat kepatuhan pasien, efek terapi yang dihasilkan dan efek samping obat yang dialami pasien.

2.

Penyiapan obat (dispensing) Pasien harus dijamin mendapatkan obat yang tepat dengan mutu baik, serta dengan dosis, waktu dan durasi yang tepat. Harus dipastikan bahwa produk obat berasal dari sumber yang dapat dipercaya, mutu sediaan baik secara organoleptis, dan tentunya belum kadaluarsa. Dalam menyiapkan dan meracik obat, perlu diperhatikan kondisi pasien, sebagai contoh ukuran kapsul juga harus disesuaikan dengan kemampuan pasien dalam menelan. Pasien usia lanjut sering kesulitan membuka wadah obat, sehingga diupayakan untuk menggunakan wadah yang mudah untuk dibuka.

3.

Pemberian informasi dan edukasi Tujuan dari pemberian informasi dan edukasi adalah agar pasien/keluarga memahami penjelasan yang diberikan tentang

pentingnya mengikuti rejimen pengobatan yang telah ditetapkan sehingga dapat meningkatkan motivasi mereka untuk berperan aktif dalam menjalankan terapi obat dan dapat menggunakan obat dengan benar. Waktu pelaksanaannya bisa pada saat pasien sedang dirawat, akan pulang, atau ketika datang kembali untuk berobat. Apoteker dituntut untuk memiliki rasa empati dan keterampilan berkomunikasi secara efektif dengan memahami penurunan fungsi indra dan kognitif pasien,

serta

latar

belakang

pendidikan,

ekonomi

dan

sosial

budaya

pasien/keluarga. Informasi yang dapat disampaikan kepada pasien/keluarga adalah: nama obat, kegunaan obat, aturan pakai, apa yang harus dilakukan jika terlupa minum obat, teknik penggunaan obat tertentu (contoh: inhaler, obat tetes), cara penyimpanan, berapa lama obat harus digunakan dan kapan obat harus ditebus lagi, kemungkinan timbulnya efek samping dan bagaimana cara mencegah atau meminimalkannya, meminta

pasien/keluarga untuk melaporkan ke dokter atau apoteker jika ada keluhan yang dirasakan pasien selama menggunakan obat. Cakupan dan kedalaman informasi, serta bagaimana cara menyampaikannya harus disesuaikan dengan tingkat pengetahuan dan pemahaman pasien/ keluarga, serta jenis masalah yang dihadapi. Untuk hal-hal tertentu, informasi lisan sebaiknya juga ditunjang oleh informasi tertulis (misalnya brosur) atau peragaan (contoh: bagaimana cara menggunakan inhaler).4.

Pemantauan penggunaan obat Pasien yang mendapatkan obat mempunyai risiko mengalami efek merugikan yang dapat menghalangi tercapainya hasil terapi yang diharapkan. Oleh karena itu, perlu dilakukan pemantauan agar efek terapi obat dapat optimal dan efek merugikan akibat penggunaan obat dapat dicegah atau diminimalkan. Untuk melakukan kegiatan ini, apoteker harus membekali dirinya dengan pengetahuan tentang patofisiologi dan farmakoterapi (khususnya pada pasien geriatri), cara menafsirkan hasil pemeriksaan fisik, uji laboratorium dan diagnostik yang berkaitan dengan penggunaan obat, serta keterampilan berkomunikasi efektif dengan tenaga kesehatan lain dan pasien/keluarga. (Trisna, 2009) Apoteker harus diberi akses data yang cukup tentang pasien untuk bisa mengidentifikasi masalah-masalah yang terkait dengan penggunaan obat. Selain melalui rekam medik, data/informasi mengenai pasien juga bisa didapatkan melalui komunikasi dengan tenaga kesehatan lain (dokter, perawat) atau wawancara dengan pasien/ keluarga. Jenis

data pasien yang diperlukan oleh seorang apoteker dalam melakukan pemantauan adalah: 1. Data demografi, 2. Data penyakit, 3. Data terapi (terutama farmakoterapinya) (Trisna, 2009). Setelah mendapatkan data yang diperlukan, masalah-masalah yang terkait dengan penggunaan obat (drug-related problems= DRPs) diidentifikasi. Selanjutnya apoteker memberikan rekomendasi kepada dokter/perawat/pasien mengenai penyelesaian masalah. Manfaat dari adanya dokumentasi yang lengkap dan akurat adalah sebagai bahan evaluasi kegiatan pelayanan farmasi dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan dan sebagai bukti kinerja apoteker dalam melaksanakan asuhan kefarmasian. Dokumentasi sebaiknya menggunakan formulir yang dirancang khusus. Dokumen dapat disimpan dalam rekam medik bersama-sama dengan catatan medis yang ditulis oleh dokter dan perawat (Trisna, 2009).

2.6. Landasan Hukum Pharmaceutical Care Menurut UU RI Nomor 36 Tahun 2009 : (1) Pemerintah menjamin ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan perbekalan kesehatan, terutama obat esensial. (2) Dalam menjamin ketersediaan obat keadaan darurat, Pemerintah dapat melakukan kebijakan khusus untuk pengadaan dan pemanfaatan obat dan bahan yang berkhasiat obat. Terdapat poin-poin hasil dari Undang-undang no 36 Tahun 2009: 1. Hak dan Kewajiban Setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atas sumber daya di bidang kesehatan. Juga memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau. 2. Tanggung jawab Pemerintah Pemerintah bertanggungjawab merencanakan, mengatur,

menyelenggarakan, membina, dan mengawasi penyelenggaraan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh masayarakat. 3. Dilarang Menolak Pasien

Fasilitas pelayanan kesehatan terdiri atas pelayanan kesehatan perseorangan dan pelayanan kesehatan masyarakat.fasilitas pelayanan kesehatan meliputi pelayanan kesehatan tingkat pertama, pelayanan kesehatan tingkat kedua, dan pelayanan kesehatan tingkat ketiga. 4. Harga Obat Pemerintah menjamin ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan perbekalan kesehatan, terutama obat esensial. Dalam menjamin ketersediaan obat dalam keadaan darurat, pemerintah dapat melakukan kebijakan khusus untuk pengadaan dan pemanfaatan obat dan bahan yang berkhasiat obat. 5. Perlindungan Pasien Setiap orang berhak menerima atau menolak sebagian atau seluruh tindakan pertolongan yang akan diberikan kepadanya setelah menerima dan memahami informasi mengenai tindakan tersebut secara lengkap. Hak menerima atau menolak tidak berlaku pada penderita penyakit yang penyakitnya dapat secara cepat menular ke masyarakat yang lebih luas. Setiap orang berhak atas rahasia kondisi kesehatan pribadinya yang telah dikemukakan kepada penyelenggara / petugas kesehatan. 6. Pencegahan Penyakit Peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit merupakan segala bentuk upaya yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah dan/atau masyarakat untuk mengoptimalkan kesehatan dan menghindari atau mengurangi resiko, masalah, dan dampak buruk akibat penyakit. 7. Pengamanan Zat Adiktif Pengamanan penggunaan bahan yang mengandung zat adiktif diarahkan agar tidak mengganggu an membahayakan kesehatan perseorangan, keluarga, masyarakat, dan lingkungan. 8. Pembiayaan Kesehatan Sumber pembiayaan kesehatan berasal dari pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, dan swasta dan sumber lain. Besar anggaran pemerintah dialokasikan minimal lima persen dari anggaran pendapatan belanja negara diluar gaji. Besar anggaran kesehatan pemerintah daerah

propinsi, kabupaten/kota dialokasikan minimal sepuluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja daerah diluar gaji (Suyatno, 2010).

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil dari makalah ini adalah1. Pharmaceutical care adalah pelayanan kefarmasian

yang merupakan

bagian dari pelayanan kesehatan (health care) dan bertujuan untuk meningkatkan penggunaan obat yang rasional, aman, dan efisien demi mencapai peningkatan kualitas hidup manusia. 2. Tujuan adanya pharmaceutical care adalah untuk menyembuhkan penyakit, mengurangi gejala penyakit, menahan penyebaran atau memperlambat proses penyakit, mencegah penyakit/penyebab penyakit dan Dispensing pharmacy. 3. Penerapan Pharmaceutical Care di golongkan menjadi Pelayanan

farmasi klinik yang bersifat umum, bersifat khusus dan yang bersifat spesialistik farmakoterapi. 4. Tahapan dalam pharmaceutical care adalah telaah rejimen obat (medication review), penyiapan obat (dispensing), pemberian informasi dan edukasi, serta pemantauan penggunaan obat

3.2 Saran Agar mahasiswa dapat lebih memahami pentingnya pharmaceutical care dan dapat menerapkannya nanti dalam kehidupan sehari-hari.

DAFTAR PUSTAKA Anonim1. 2010. Pharmaceutical Care http://apoteker-istn.blogspot.com/2010/03/pharmaceutical-care.html Diakses 14 April 2012 Anonim2.2009. Pharmaceutical Care http://pharmacyrspuriindah.blogspot.com/2009/02/pharmaceutical-care.html Diakses 14 April 2012 Anonim3.2011. Undang-Undang No.36 Tahun 2009 http://farmasikomunitas.blogspot.com/2011/04/undang-undang-no-36tahun-2009.html Diakses 14 April 2012 Suyatno. 2010. Poin-poin Penting Undang-undang Kesehatan No.36 Tahun 2009. http://suyatno.blog.undip.ac.id/2010/02/26/poin-poin-penting-undangundang-kesehatan-no-36-th-2009/ Diakses 14 April 2012 Trisna, Yulia. 2009. Journal Perkembangan Dan Penerapan Pharmaceutical Care http://andisuryaamal.multiply.com/journal/item/9?&show_interstitial=1&u= %2Fjournal%2Fitem Diakses 15 April 2012