makalah demam berdarah.docx
DESCRIPTION
makalah demam berdarah.docxTRANSCRIPT
MAKALAH DEMAM BERDARAH (DBD)
ILMU PENYAKIT DALAM
1. PENATALAKSANAAN DEMAM BERDARAH (DBD) PADA BERBAGAI DERAJAT
Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat suportif, yaitu mengatasi kehilangan cairan
plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan perdarahan yang terjadi. Pasien DD
dapat berobat jalan sedangkan pasien DBD dirawat di ruang perawatan biasa. Tetapi pada kasus
DBD dengan komplikasi diperlukan perawatan intensif. Untuk dapat merawat pasien DBD
dengan baik, diperlukan dokter dan perawat yang terampil, sarana laboratorium yang memadai,
cairan kristaloid dan koloid, serta bank darah yang senantiasa siap bila diperlukan. Diagnosis
dini dan memberikan nasehat untuk segera dirawat bila terdapat tanda syok, merupakan hal yang
penting untuk mengurangi angka kematian. Di pihak lain, perjalanan penyakit DBD sulit
diramalkan. Pasien yang pada waktu masuk keadaan umumnya tampak baik, dalam waktu
singkat dapat memburuk dan tidak tertolong. Kunci keberhasilan tatalaksana DBD/SSD terletak
pada ketrampilan para dokter untuk dapat mengatasi masa peralihan dari fase demam ke fase
penurunan suhu (fase kritis, fase syok) dengan baik.
A. Demam Dengue (DD)
Pasien DD dapat berobat jalan dan tidak perlu dirawat. Pada fase demam pasien dianjurkan :
1. Tirah baring, selama masih demam.
2. Obat antipiretik atau kompres hangat diberikan apabila diperlukan. Untuk menurunkan
suhu menjadi < 39°C, dianjurkan pemberian parasetamol. Asetosal/salisilat tidak
dianjurkan (kontraindikasi) karena dapat meyebabkan gastritis, perdarahan, atau asidosis.
3. Dianjurkan pemberian cairan dan elektrolit per oral, jus buah, sirup, susu, disamping air
putih, dianjurkan paling sedikit diberikan selama 2 hari.
4. Monitor suhu, jumlah trombosit dan hematokrit sampai fase konvalesen. Pada pasien DD,
saat suhu turun pada umumnya merupakan tanda penyembuhan. Meskipun demikian
semua pasien harus diobservasi terhadap komplikasi yang dapat terjadi selama 2 hari
setelah suhu turun. Hal ini disebabkan oleh karena kemungkinan kita sulit membedakan
antara DD dan DBD pada fase demam. Perbedaan akan tampak jelas saat suhu turun,
yaitu pada DD akan terjadi penyembuhan sedangkan pada DBD terdapat tanda awal
kegagalan sirkulasi (syok).
Komplikasi perdarahan dapat terjadi pada DD tanpa disertai gejala syok. Oleh karena itu,
orang tua atau pasien dinasehati bila terasa nyeri perut hebat, buang air besar hitam, atau terdapat
perdarahan kulit serta mukosa seperti mimisan, perdarahan gusi, apalagi bila disertai berkeringat
dingin, hal tersebut merupakan tanda kegawatan, sehingga harus segera dibawa segera ke rumah
sakit. Pada pasien yang tidak mengalami komplikasi setelah suhu turun 2-3 hari, tidak perlu lagi
diobservasi.
B. Demam Berdarah Dengue (DBD)
Fase Demam Tatalaksana DBD fase demam tidak berbeda dengan tatalaksana DD,
bersifat simtomatik dan suportif yaitu pemberian cairan oral untuk mencegah dehidrasi. Apabila
cairan oral tidak dapat diberikan oleh karena tidak mau minum, muntah atau nyeri perut yang
berlebihan, maka cairan intravena rumatan perlu diberikan. Antipiretik kadang-kadang
diperlukan, tetapi perlu diperhatikan bahwa antipiretik tidak dapat mengurangi lama demam pada
DBD, Parasetamoi direkomendasikan untuk mengatasi hal tersebut. Rasa haus dan keadaan
dehidrasi dapat timbul sebagai akibat demam tinggi, anoreksia dan muntah. Jenis minuman yang
dianjurkan adalah jus buah, air teh manis, sirup, susu, serta larutan oralit. Pasien perlu diberikan
minum 50 ml/kg BB dalam 4-6 jam pertama. Setelah keadaan dehidrasi dapat diatasi anak
diberikan cairan rumatan 80-100 ml/kg BB dalam 24 jam berikutnya.
a. DBD Derajat I dan DBD Derajat II tanpa Peningkatan Hematokrit :
1. Apabila pasien masih dapat minum, berikan minum banyak yaitu 1-2 liter/hari atau 1
sendok makan tiap 5 menit.
2. Obat Antipiretik diberikan bila suhu > 38,5oC.
3. Apabila pasien tidak dapat minum atau muntah terus-manarus, sebaiknya berikan infus
NaCl 0,9 % : Dekstrosa 5 % (1:3). Pasang tetesan rumatan sesuai dengan berat badan.
4. Periksa Hb, Ht dan trombosit tiap 6-12 jam. Apabila telah terjadi perbaikan klinis dan
laboratoris, pasien dapat dipulangkan, namun bila kadar Ht meningkat dan trombosit
cendrung menurun maka infus cairan ditukar dengan Ringer Laktat (RL) dan lanjutkan
dengan penetalaksanaan DBD Derajat II dengan peningkatan hemokonsentrasi > 20%.
b. DBD Derajat II dengan Peningkatan Hemokonsentrasi > 20% :
1. Pada saat pasien datang, berikan cairan kristaloid Ringer Laktat/Ringer Asetat/NaCl 0,9%
atau Dekstrosa 5% dalam RL/NaCl 0,9% 6-7ml/KgBB/jam. Monitor tanda vital, kadar Ht
dan trombosit tiap 6 jam.
2. Apabila selama observasi keadaan umum membaik, tekanan darah dan nadi stabil,
diuresis cukup, Ht cendrung menurun minimal dalam 2X pemeriksaan berturut-turut
maka tetesan dukurangi mejadi 5ml/KgBB/jam. Bila dalam observasi selanjutnya tetap
stabil kurangi tetesan menjadi 3ml/KgBB/jam, kemudian evaluasi 12-24 jam bila stabil
dalam 24-48 jam cairan dihentikan.
3. Sepertiga kasus jatuh dalam keadaan syok, bila keadaan klinis tidak ada perbaikan,
gelisah, nafas dan nadi cepat, diuresis kurang dan Ht meningkat maka naikkan tetes
menjadi 10ml/kgBB/jam. Bila dalam 12 jam belum ada perbaikan klinis naikkan menjadi
15ml/KgBB/jam dan evaluasi 12jam lagi. Apabila nafas lebih cepat, Ht naik dan tekanan
nadi < 20 mmHg maka berikan cairan koloin 20-30 ml/KgBB/jam, namu bila Ht
menurun, berikan transfusi darah segar 10ml/KgBB/jam, Bla keadaan membaik berikan
cairan sesuai butir 2.
c. DBD Derajat III dan IV atau kasus Sindrom Syok Dengue (SSD) :
1. Segera infus kristaloid (Ringer Laktat,Ringer Asetat, atau NaCl 0,5%) 20ml/KgBB dalam
waktu 30 menit (Bolus) dan Oksige 2 liter/menit. Untuk SSD berat (Derajat IV) berikan
RL dan 20 ml/KgBB/jam dan kolod. Observasi tensidan nadi tiap 15 menit, Ht dan
trombosit tiap 4-6 jam. Periksa elektrolit dan gula darah.
2. Setelah 30 menit syok belum teratasi, lanjutkan Rl 20ml/KgBB dan tambah plasma (fresh
Frozen plasma) atau koloid (Dekstran 40) sebanyak 10-20ml/KgBB, maksimal
30ml/KgBB. Observasi keadaan umum dan tanda vital tiap 15 menit dan periksa Ht,
trombosit tiap 4-6 jam. Koreksi asidosis, elektrolit dan gula darah.
Bila syok teratasi serta Hb/Ht turun, tek nadi >20mmHg, nadi kuat, kurangi tetesan jadi
10ml/KgBB/jam. Pertahankan sampai 24 jam atau klinis membaik dan Ht turun <40%.
Lalu turunkan cairan 7ml/KgBB hingga klinis dan Ht stabil, kemudian secara bertahap
turunkan 5ml hingga 3ml/KgBB/jam. Dianjurkan pemberian cairan tidak lebih 48 jam
setelah syok teratasi. Obsrvasi klinis, tanda vital, tiap jam, usahakan urin
>1ml/KgBB/jam dan pemeriksaan Ht dan trombosit 4-6 jam sampai keadaan membaik.
Bila syok belum teratasi dan Ht belum turun (Ht>40%), berikan darah dalam volume
kecil 10ml/KgBB. Apabila tampak perdarahan masif, berikan darah segar 20ml/KgBB
dan lanjutkan cairan kristaloid 10ml/KgBB/jam.
Kreteria Memulangkan Pasien Pasien, dapat dipulang apabila memenuhi semua keadaan
dibawah ini :
Tampak perbaikan secara klinis
Tidak demam selaina 24 jam tanpa antipiretik
Tidak dijumpai distres pernafasan (disebabkan oleh efusi pleura atau asidosis)
Hematokrit stabil
Jumlah trombosit cenderung naik > 50.000/pl
Tiga hari setelah syok teratasi
Nafsu makan membaik
2. PROGNOSIS DBD
Prognosis DBD berdasarkan kesuksesan dalam tetapi dan penetalaksanaan yang
dilakukan. Terapi yang tepat dan cepat akan memberikan hasil yang optimal. Penatalaksanaan
yang terlambat akan menyebabkan komplikasi dan penatalaksanaan yang tidak tapat dan adekuat
akan memperburuk keadaan.
Kematian karena demam dengue hampir tidak ada. Pada DBD/SSD mortalitasnya cukup
tinggi. Penelitian pada orang dewasa di Surabaya, Semarang, dan Jakarta menunjukkan bahwa
prognosis dan perjalanan penyakit umumnya lebih ringan pada orang dewasa dibandingkan pada
anak-anak.
DBD Derajat I dan II akan memberikan prognosis yang baik, penatalaksanaan yang
cepat, tepat akan menentukan prognosis. Umumnya DBD Derajat I dan II tidak menyebabkan
komplikasi sehingga dapat sembuh sempurna.
DBD derajat III dan IV merupakan derajat sindrom syok dengue dimana pasien jatuh
kedalam keadaan syok dengan atau tanpa penurunan kesadaran. Prognosis sesuai
penetalaksanaan yang diberikan Dubia at bonam.
3. RUJUKAN PENYAKIT DI BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM
Peraturan dan Perundangan yang tercantum dalam buku “Good Medical Practice” yang
diterbitkan oleh “Medical Practisioner Board of Victoria”
Perawatan Klinik yang Baik
Penatalaksanaan dalam kegawatdaruratan
Dalam keadaan gawat darurat, dimanapun terjadi, seorang dokter harus mencari orang
yang dapat membantunya dalam memberikan pertolongan sesuai dengan prosedur.
Delegasi dan Rujukan
Delegasi meliputi permintaan kepada perawat, dokter, dokter muda atau praktisi
kesehatan lainnya untuk memberikan penatalaksanaan atas perkenan dokter. Saat
mendelegasikan penanganan/ penatalaksanaan, dokter harus memastikan bahwa orang yang
menerima delegasi tersebut memiliki kompetensi untuk menjalankan prosedur/ memberikan
terapi. Dokter harus selalu memantau informasi terbaru mengenai pasien dan penatalaksanaan
yang diberikan. Apapun yang terjadi, dokter tersebut harus bertanggung jawab akan keseluruhan
penatalaksanaan yang diberikan.
Rujukan meliputi transfer sebagian atau seluruh tanggung jawab penanganan pasien,
biasanya bersifat sementara atau untuk tujuan tertentu misalnya pemeriksaan tambahan,
penanganan atau penatalaksanaan yang berada diluar kompetensinya. Biasanya seorang dokter
akan merujuk pada dokter lainnya yang lebih berkompetensi.
Kerjasama Dokter dengan Sejawat
Merujuk pasien. Pada pasien rawat jalan, karena alasan kompetensi dokter dan
keterbatasan fasilitas pelayanan, dokter yang merawat harus me¬rujuk pasien pada sejawat lain
untuk mendapatkan saran, pemerik¬saan atau tindakan lanjutan. Bagi dokter yang menerima
rujukan, sesuai dengan etika profesi, wajib menjawab/memberikan advis tindakan akan terapi
dan mengembalikannya kepada dokter yang merujuk. Dalam keadaan tertentu dokter penerima
rujukan dapat melakukan tindakan atau perawatan lanjutan dengan persetujuan dokter yang
merujuk dan pasien. Setelah selesai perawatan dokter rujukan mengirim kembali kepada dokter
yang merujuk.
Pada pasien rawat inap, sejak awal pengambilan kesimpulan sementara, dokter dapat
menyampaikan kepada pasien kemungkinan untuk dirujuk kepada sejawat lain karena alasan
kompetensi. Rujukan dimaksud dapat bersifat advis, rawat bersama atau alih rawat. Pada saat
meminta persetujuan pasien untuk dirujuk, dokter harus memberi penjelasan tentang alasan,
tujuan dan konsekuensi rujukan termasuk biaya, seluruh usaha ditujukan untuk kepentingan
pasien. Pasien berhak memilih dokter rujukan, dan dalam rawat bersama harus ditetapkan dokter
penanggung jawab utama. Dokter yang merujuk dan dokter penerima rujukan, harus
mengungkapkan segala informasi tentang kondisi pasien yang relevan dan disampaikan secara
tertulis serta bersifat rahasia.
Jika dokter memberi pengobatan dan nasihat kepada seorang pasien yang diketahui
sedang dalam perawatan dokter lain, maka dokter yang memeriksa harus menginformasikan
kepada dokter pasien tersebut tentang hasil pemeriksaan, pengobatan, dan tindakan penting
lainnya demi kepentingan pasien.
Pengamanan pasien dengan kegawatdaruratan apapun penyebabnya prinsipnya tetap
sama bahwa pasien harus emdapat pertolongan dengan tepat dan segera. Bicara soal penanganan
yang tepat dan segera hal ini sangat berhubungan dengan tim medis yang terampil dan terlatih
dan sarana-prasarana yang mendukung. Oleh karena itu upaya-upaya untuk meningkatkan tim
medis yang terampil serta saran dan prasarna yang memadai harus didukung penuh.
4. KEGAWATDARURATAN DI BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
Gangguan keseimbangan asam basa
Koma
Syok
Renjatan anafilaktik
Sindroma termal dan sengatan listrik
Sengatan binatang berbisa.
Intiksikasi obat-obatan, bahan kimia dan makanan
Perdarahan varises esofagus
Sindrom syok dengue
Kegawatan pada gagal ginjal
Krisis hipertensi
Krisis hipertiroid.
5. 10 PENYAKIT TERBANYAK DI BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM
Bagian Rawat Inap:
Dispepsia
Febris
Gastroenteritis
Diabetes mellitus
Anemia
Hipertensi
Hipoglikemia
Intoksikasi
DM tipe II
Cardiac hear failure