makalah cyber law

6
MAKALAH CYBER LAW Di susun Oleh: Ardi Santoso Damar Chandra D M Syamsul Alam BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Banyak orang yang mengatakan bahwa dunia cyber (cyberspace) tidak dapat diatur. Cyberspace adalah dunia maya dimana tidak ada lagi batas ruang dan waktu. Padahal ruang dan waktu seringkali dijadikan acuan hukum. Jika seorang warga Indonesia melakukan transaksi dengan sebuah perusahaan Inggris yang menggunakan server di Amerika, dimanakah (dan kapan) sebenarnya transaksi terjadi? Hukum mana yang digunakan? Cyberlaw merupakan salah satu topik yang hangat dibicarakan akhir-akhir ini. Di Indonesia telah keluar dua buah Rancangan Undang-Undang (RUU). Yang satu diberi nama: “RUU Pemanfaatan Teknologi Informasi” (PTI), sementara satunya lagi bernama “RUU Transaksi Elektronik”. RUU PTI dimotori oleh Fakultas Hukum Universitas Pajajaran dan Tim Asistensi dari Institut Teknologi Bandung (ITB) dengan jalur Departemen Perhubungan (melalui Dirjen Postel), sementar RUU TE dimotori oleh Lembaga Kajian Hukum dan Teknologi dari Universitas Indonesia dengan jalur Departemen Perindustrian dan Perdagangan. B. Batasan Masalah

Upload: nara-katsuya-syamz

Post on 25-Oct-2015

27 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah Cyber Law

MAKALAH CYBER LAW

Di susun Oleh:

    Ardi Santoso

Damar Chandra D M

Syamsul Alam    

BAB I

PENDAHULUAN

A.   Latar belakang masalah

Banyak orang yang mengatakan bahwa dunia cyber (cyberspace) tidak dapat diatur.

Cyberspace adalah dunia maya dimana tidak ada lagi batas ruang dan  waktu. Padahal ruang dan

waktu seringkali dijadikan acuan hukum. Jika seorang warga Indonesia melakukan transaksi dengan

sebuah perusahaan Inggris yang menggunakan server di Amerika, dimanakah (dan kapan)

sebenarnya transaksi terjadi? Hukum mana yang digunakan?

Cyberlaw merupakan salah satu topik yang hangat dibicarakan akhir-akhir ini. Di Indonesia telah

keluar dua buah Rancangan Undang-Undang (RUU). Yang satu diberi nama: “RUU Pemanfaatan

Teknologi Informasi” (PTI), sementara satunya lagi bernama “RUU Transaksi Elektronik”. RUU PTI

dimotori oleh Fakultas Hukum Universitas Pajajaran dan Tim Asistensi dari Institut Teknologi

Bandung (ITB) dengan jalur Departemen Perhubungan (melalui Dirjen Postel), sementar RUU TE

dimotori oleh Lembaga Kajian Hukum dan Teknologi dari Universitas Indonesia dengan jalur

Departemen Perindustrian dan Perdagangan.

B.   Batasan Masalah

Penulis membatasi penulisan makalah ini meliputi pengertian, ruang lingkup dan perangkat

Cyberlaw.

C.   Tujuan Pembuatan

Page 2: Makalah Cyber Law

Berikut tujuan pembuatan makalah ini :

a.    Menyelesaikan tugas kelompok mata kuliah Etika Profesi.

b.    Menambah wawasan tentang cyberlaw yang diterapkan di Indonesia pada khususnya dan

Internasional pada umumnya.

BAB II

CYBER LAW

A.   Pengertian Cyber Law

Cyberlaw adalah hukum yang digunakan di dunia cyber (dunia maya) yang umumnya

diasosiasikan dengan internet. Cyberlaw merupakan aspek hukum yang ruang lingkupnya meliputi

setiap aspek yang berhubungan dengan orang perorangan atau subyek hukum yang menggunakan

dan memanfaatkan teknologi internet yang dimulai pada saat mulai online dan memasuki dunia

cyber atau maya. Cyberlaw sendiri merupakan istilah yang berasal dari Cyberspace Law. Cyberlaw

akan memainkan peranannya dalam dunia masa depan, karena nyaris tidak ada lagi segi kehidupan

yang tidak tersentuh oleh keajaiban teknologi dewasa ini dimana kita perlu sebuah perangkat aturan

main didalamnya (virtual world).

B.   Ruang Lingkup Cyber Law

Jonathan Rosenoer dalam Cyber Law – The Law Of Internet menyebutkan ruang lingkup cyber law :

1.    Hak Cipta (Copy Right)

2.    Hak Merk (Trademark)

3.    Pencemaran nama baik (Defamation)

4.    Fitnah, Penistaan, Penghinaan (Hate Speech)

5.    Serangan terhadap fasilitas komputer (Hacking, Viruses, Illegal Access)

6.    Pengaturan sumber daya internet seperti IP-Address, domain name

7.    Kenyamanan Individu (Privacy)

8.    Prinsip kehati-hatian (Duty care)

9.    Tindakan kriminal biasa yang menggunakan TI sebagai alat Isu prosedural seperti yuridiksi,

pembuktian, penyelidikan dan lain-lain.

10. Kontrak / transaksi elektronik dan tanda tangan digital

11. Perangkat Hukum Cyber Law

12. Pornografi

13. Pencurian melalui Internet

14. Perlindungan Konsumen

Page 3: Makalah Cyber Law

15. Pemanfaatan internet dalam aktivitas keseharianseperti e- commerce, e-government, e-

education

C.   Perangkat Cyberlaw

Pembentukan Cyberlaw tidak lepas dari sinergi pembuat kebijakan cyberlaw (pemerintah)

dan pengguna dunia cyber dalam kaidah memenuhi etika dan kesepakatan bersama. Agar

pembentukan perangkat perundangan tentang teknologi informasi mampu mengarahkan segala

aktivitas dan transaksi didunia cyber sesuai dengan standar etik dan hukum yang disepakati maka

proses pembuatannya diupayakan dengan cara Menetapkan prinsip – prinsip dan pengembangan

teknologi informasi yaitu antara lain :

1.    Melibatkan unsur yang terkait (pemerintah, swasta, profesional).

2.    Menggunakan pendekatan moderat untuk mensintesiskan prinsip

3.    Memperhatikan keunikan dari dunia maya

4.    Mendorong adanya kerjasama internasional mengingat sifat internet yang global

5.    Menempatkan sektor swasta sebagai leader dalam persoalan yang menyangkut industri dan

perdagangan.

6.    Pemerintah harus mengambil peran dan tanggung jawab yang jelas untuk persoalan yang

menyangkut kepentingan publik

7.    Aturan hukum yang akan dibentuk tidak bersifat restriktif melainkan harus direktif dan futuristik

8.    Melakukan pengkajian terhadap perundangan nasional yang memiliki kaitan langsung maupun

tidak langsung dengan munculnya persoalan hukum akibat transaksi di internet seperti : UU hak

cipta, UU merk, UU perlindungan konsumen, UU Penyiaran dan Telekomunikasi, UU Perseroan

Terbatas, UU Penanaman Modal Asing, UU Perpajakan, Hukum Kontrak, Hukum Pidana dll.

Cyberlaw tidak akan berhasil jika aspek yurisdiksi hukum diabaikan. Karena pemetaan yang

mengatur cyberspace menyangkut juga hubungan antar kawasan, antar wilayah, dan antar negara,

sehingga penetapan yuridiksi yang jelas mutlak diperlukan. Ada tiga yurisdiksi yang dapat

diterapkan dalam dunia cyber :

1.    yurisdiksi legislatif di bidang pengaturan,

2.    yurisdiksi judicial, yakni kewenangan negara untuk mengadili atau menerapkan

kewenangan hukumnya,

3.    yurisdiksi eksekutif untuk melaksanakan aturan yang dibuatnya.

D.   Kebijakan IT di Indonesia

Ada dua model yang diusulkan oleh Mieke untuk mengatur kegiatan di cyber space, yaitu :

·         Model ketentuan Payung (Umbrella Provisions), Model ini dapat memuat materi pokok saja

dengan memperhatikan semua kepentingan (seperti pelaku usaha, konsumen, pemerintah dan

pemegak hukum), Juga keterkaitan hubungan dengan peraturan perundang – undangan.

Page 4: Makalah Cyber Law

·         Model Triangle Regulations sebagai upaya mengantisipasi pesatnya laju kegiatan di cyber

space. Upaya yang menitikberatkan permasalahan prioritas yaitu pengaturan sehubungan transaksi

online, pengaturan sehubungan privacy protection terhadap pelaku bisnis dan konsumen,

pengaturan sehubungan cyber crime yang memuat yuridiksi dan kompetensi dari badan peradilan

terhadap kasus cyber space.

Dalam moderinisasi hukum pidana, Mas Wigrantoro Roes Setiyadi dalam seminar cyber crime 19

maret 2003 mengusulkan alternatif :

1.    Menghapus pasal – pasal dalam UU terkait yang tidak dipakai lagi

2.    Mengamandemen KUHP

3.    Menyisipkan hasil kajian dalam RUU yang ada

4.    Membuat RUU sendiri misalnya RUU Teknologi Informasi

Upaya tersebut tampaknya telah dilakukan terbukti dengan mulai disusunnya RUU KUHP yang baru

(konsep tahun 2000).Di samping pembaharuan KHUP di Indonesia juga telah ditawarkan alternatif

menyusun RUU sendiri, antara lain RUU yang disusun oleh tim dari pusat kajian cyber law UNPAD

yang diberi title RUU TI draft III yang saat ini telah disyahkan menjadi UUITE.

E.   Perkembangan Cyberlaw di Indonesia

Inisiatif untuk membuat “cyberlaw” di Indonesia sudah dimulai sebelum tahun 1999. Fokus

utama waktu itu adalah pada “payung hukum” yang generik dan sedikit mengenai transaksi

elektronik. Pendekatan “payung” ini dilakukan agar ada sebuah basis yang dapat digunakan oleh

undang-undang dan peraturan lainnya. Karena sifatnya yang generik, diharapkan rancangan

undang-undang tersebut cepat diresmikan dan kita bisa maju ke yang lebih spesifik. Namun pada

kenyataannya hal ini tidak terlaksana.

Namun ternyata dalam perjalanannya ada beberapa masukan sehingga hal-hal lain pun masuk ke

dalam rancangan “cyberlaw” Indonesia. Beberapa hal yang mungkin masuk antara lain adalah hal-

hal yang terkait dengan kejahatan di dunia maya (cybercrime), penyalahgunaan penggunaan

komputer, hacking, membocorkan password, electronic banking, pemanfaatan internet untuk

pemerintahan (e-government) dan kesehatan, masalah HaKI, penyalahgunaan nama domain, dan

masalah privasi. Penambahan isi disebabkan karena belum ada undang-undang lain yang mengatur

hal ini di Indonesia sehingga ada ide untuk memasukkan semuanya ke dalam satu rancangan.

Nama dari RUU ini pun berubah dari Pemanfaatan Teknologi Informasi, ke Transaksi Elektronik, dan

akhirnya menjadi RUU Informasi dan Transaksi Elektronik. Di luar negeri umumnya materi ini

dipecah-pecah menjadi beberapa undang-undang.

Ada satu hal yang menarik mengenai rancangan cyberlaw ini yang terkait dengan teritori. Misalkan

seorang cracker dari sebuah negara Eropa melakukan pengrusakan terhadap sebuah situs di

Indonesia. Dapatkah hukum kita menjangkau sang penyusup ini? Salah satu pendekatan yang

diambil adalah jika akibat dari aktivitas crackingnya terasa di Indonesia, maka Indonesia berhak

mengadili yang bersangkutan. Apakah kita akan mengejar cracker ini ke luar negeri? Nampaknya

Page 5: Makalah Cyber Law

hal ini akan sulit dilakukan mengingat keterbatasan sumber daya yang dimiliki oleh kita. Yang dapat

kita lakukan adalah menangkap cracker ini jika dia mengunjungi Indonesia. Dengan kata lain, dia

kehilangan kesempatan / hak untuk mengunjungi sebuah tempat di dunia.Pendekatan ini dilakukan

oleh Amerika Serikat.

BAB III

PENUTUP

A.   Kesimpulan

Cyberlaw adalah hukum yang digunakan di dunia cyber (dunia maya) yang umumnya diasosiasikan

dengan internet.

Jonathan Rosenoer dalam Cyber Law – The Law Of Internet menyebutkan ruang lingkup cyber law

yang terbagi menjadi 15 poin.

Ada dua model yang diusulkan oleh Mieke untuk mengatur kegiatan di cyber space, yaitu :

a.    Model ketentuan Payung (Umbrella Provisions.

b.    Model Triangle Regulations.

Inisiatif untuk membuat “cyberlaw” di Indonesia sudah dimulai sebelum tahun 1999 dan berkembang

hingga sekarang.

hukum atau aturan yang paling tepat dalam dunia maya (Network) menurut kami adalah hukum

yang di buat oleh diri kita sendiri bukan pemerintah