5. peraturan dan regulasi - gunadarmaiwangsa.staff.gunadarma.ac.id/downloads/files/56945/5...5....

20
5. Peraturan dan Regulasi Cyber Law Cyber Law adalah aspek hukum yang artinya berasal dari Cyberspace Law, dimana ruang lingkupnya meliputi aspek-aspek yang berhubungan dengan orang perorangan atau subyek hukum yang menggunakan dan memanfaatkan teknologi internet yang dimulai pada saat mulai online dan memasuki dunia cyber atau maya. Sehingga dapat diartikan cybercrome itu merupakan kejahatan dalam dunia internet. Cyber Law merupakan seperangkat aturan yang dibuat oleh suatu Negara tertentu, dan peraturan yang dibuat itu hanya berlaku kepada masyarakat Negara tertentu. Cyber Law dapat pula diartikan sebagai hukum yang digunakan di dunia cyber (dunia maya), yang umumnya diasosiasikan dengan internet. Cyber Law Negara Indonesia: Munculnya Cyber Law di Indonesia dimulai sebelum tahun 1999. Focus utama pada saat itu adalah pada “payung hukum” yang generic dan sedikit mengenai transaksi elektronik. Pendekatan “payung” ini dilakukan agar ada sebuah basis yang dapat digunakan oleh undang- undang dan peraturan lainnya. Namun pada kenyataannya hal ini tidak terlaksana. Untuk hal yang terkait dengan transaksi elektronik, pengakuan digital signature sama seperti tanda tangan konvensional merupakan target. Jika digital signature dapat diakui, maka hal ini akan mempermudah banyak hal seperti electronic commerce (e-commerce), electronic procurement (e-procurement), dan berbagai transaksi elektronik lainnya. Cyber Law digunakan untuk mengatur berbagai perlindungan hukum atas kegiatan yang memanfaatkan internet sebagai medianya, baik transaksi maupun pemanfaatan informasinya. Pada Cyber Law ini juga diatur berbagai macam hukuman bagi kejahatan melalui internet. Cyber Law atau Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) sendiri baru ada di Indonesia dan telah disahkan oleh DPR pada tanggal 25 Maret 2008. UU ITE terdiri dari 13 bab dan 54 pasal yang mengupas secara mendetail bagaimana aturan hidup di dunia maya dan transaksi yang terjadi di dalamnya. Perbuatan yang dilarang (cybercrime) dijelaskan pada Bab VII (pasal 27-37), yaitu: Pasal 27: Asusila, Perjudian, Penghinaan, Pemerasan. Pasal 28: Berita bohong dan Menyesatkan, Berita kebencian dan permusuhan. Pasal 29: Ancaman Kekekrasan dan Menakut-nakuti. Pasal 30: Akses Komputer Pihak Lain Tanpa Izin, Cracking. Pasal 31: Penyadapan, Perubahan, Penghilangan Informasi. Ada satu hal yang menarik mengenai rancangan cyber law ini yang terkait dengan terotori. Misalkan, seorang cracker dari sebuah Negara Eropa melakukan pengrusakan terhadap sebuah situs di Indonesia. Salah satu pendekatan yang diambil adalah jika akibat dari aktivitas

Upload: others

Post on 19-Jul-2021

14 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: 5. Peraturan dan Regulasi - Gunadarmaiwangsa.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/56945/5...5. Peraturan dan Regulasi Cyber Law Cyber Law adalah aspek hukum yang artinya berasal dari

5. Peraturan dan Regulasi

Cyber Law

Cyber Law adalah aspek hukum yang artinya berasal dari Cyberspace Law, dimana ruang

lingkupnya meliputi aspek-aspek yang berhubungan dengan orang perorangan atau subyek

hukum yang menggunakan dan memanfaatkan teknologi internet yang dimulai pada saat mulai

online dan memasuki dunia cyber atau maya. Sehingga dapat diartikan cybercrome itu

merupakan kejahatan dalam dunia internet.

Cyber Law merupakan seperangkat aturan yang dibuat oleh suatu Negara tertentu, dan

peraturan yang dibuat itu hanya berlaku kepada masyarakat Negara tertentu. Cyber Law dapat

pula diartikan sebagai hukum yang digunakan di dunia cyber (dunia maya), yang umumnya

diasosiasikan dengan internet.

Cyber Law Negara Indonesia:

Munculnya Cyber Law di Indonesia dimulai sebelum tahun 1999. Focus utama pada saat itu

adalah pada “payung hukum” yang generic dan sedikit mengenai transaksi elektronik.

Pendekatan “payung” ini dilakukan agar ada sebuah basis yang dapat digunakan oleh undang-

undang dan peraturan lainnya. Namun pada kenyataannya hal ini tidak terlaksana. Untuk hal

yang terkait dengan transaksi elektronik, pengakuan digital signature sama seperti tanda tangan

konvensional merupakan target. Jika digital signature dapat diakui, maka hal ini akan

mempermudah banyak hal seperti electronic commerce (e-commerce), electronic procurement

(e-procurement), dan berbagai transaksi elektronik lainnya.

Cyber Law digunakan untuk mengatur berbagai perlindungan hukum atas kegiatan yang

memanfaatkan internet sebagai medianya, baik transaksi maupun pemanfaatan informasinya.

Pada Cyber Law ini juga diatur berbagai macam hukuman bagi kejahatan melalui internet.

Cyber Law atau Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) sendiri baru

ada di Indonesia dan telah disahkan oleh DPR pada tanggal 25 Maret 2008. UU ITE terdiri dari

13 bab dan 54 pasal yang mengupas secara mendetail bagaimana aturan hidup di dunia maya

dan transaksi yang terjadi di dalamnya. Perbuatan yang dilarang (cybercrime) dijelaskan pada

Bab VII (pasal 27-37), yaitu:

Pasal 27: Asusila, Perjudian, Penghinaan, Pemerasan.

Pasal 28: Berita bohong dan Menyesatkan, Berita kebencian dan permusuhan.

Pasal 29: Ancaman Kekekrasan dan Menakut-nakuti.

Pasal 30: Akses Komputer Pihak Lain Tanpa Izin, Cracking.

Pasal 31: Penyadapan, Perubahan, Penghilangan Informasi.

Ada satu hal yang menarik mengenai rancangan cyber law ini yang terkait dengan terotori.

Misalkan, seorang cracker dari sebuah Negara Eropa melakukan pengrusakan terhadap sebuah

situs di Indonesia. Salah satu pendekatan yang diambil adalah jika akibat dari aktivitas

Page 2: 5. Peraturan dan Regulasi - Gunadarmaiwangsa.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/56945/5...5. Peraturan dan Regulasi Cyber Law Cyber Law adalah aspek hukum yang artinya berasal dari

crackingnya terasa di Indonesia, maka Indonesia berhak mengadili yang bersangkutan. Yang

dapat dilakukan adalah menangkap cracker ini jika dia mengunjungi Indonesia. Dengan kata

lain, dia kehilangan kesempatan/ hak untuk mengunjungi sebuah tempat di dunia.

Cyber Law Negara Malaysia:

Digital Signature Act 1997 merupakan Cyber Law pertama yang disahkan oleh parlemen

Malaysia. Tujuan cyberlaw ini adalah untuk memungkinkan perusahaan dan konsumen untuk

menggunakan tanda tangan elektronik (bukan tanda tangan tulisan tangan) dalam hukum dan

transaksi bisnis. Pada cyberlaw berikutnya yang akan berlaku adalah Telemedicine Act 1997.

Cyberlaw ini praktis medis untuk memberdayakan memberikan pelayanan medis/konsultasi

dari lokasi jauh melalui penggunaan fasilitas komunikasi elektronik seperti konferensi video.

Computer Crime Act (Malaysia)

Cybercrime merupakan suatu kegiatan yang dapat dihukum karena telah menggunakan

computer dalam jaringan internet yang merugikan dan menimbulkan kerusakan pada jaringan

computer internet, yaitu merusak property, masuk tanpa izin, pencurian hak milik intelektual,

pornografi, pemalsuan data, pencurian penggelapan dana masyarakat.

Cyber Law diasosiasikan dengan media internet yang merupakan aspek hukum dengan ruang

lingkup yang disetiap aspeknya berhubungan dnegan manusia dengan memanfaatkan teknologi

internet.

Council of Europe Convention on Cybercrime (COECCC)

Merupakan salah satu contoh organisasi internasional yang bertujuan untuk melindungi

masyarakat dari kejahatan di dunia maya, dengan mengadopsikan aturan yang tepat dan untuk

meningkatkan kerja sama internasional dalam mewujudkan hal ini.

COCCC telah diselenggarakan pada tanggal 23 November 2001 di kota Budapest, Hongaria.

Konvensi ini telah menyepakati bahwa Convention on Cybercrime dimasukkan dalam

European Treaty Series dengan nomor 185. Konvensi ini akan berlaku secara efektif setelah

diratifikasi oleh minimal lima Negara, termasuk paling tidak ratifikasi yang dilakukan oleh tiga

Negara anggota Council of Europe. Substansi konvensi mencakup area yang cukup luas,

bahkan mengandung kebijakan criminal yang bertujuan untuk melindungi masyarakat dari

cybercrime, baik melalui undang-undang maupun kerja sama internasional. Konvensi ini

dibentuk dengan pertimbangan-pertimbangan antara lain sebagai berikut:

1. Bahwa masyarakat internasional menyadari perlunya kerjasama antar Negara dan

Industri dalam memerangi kejahatan cyber dan adanya kebutuhan untuk melindungi

kepentingan yang sah dalam penggunaan dan pengembangan teknologi informasi.

2. Konvensi saat ini diperlukan untuk meredam penyalahgunaan sistem, jaringan dan data

komputer untuk melakukan perbuatan kriminal. Hal lain yang diperlukan adalah adanya

kepastian dalam proses penyelidikan dan penuntutan pada tingkat internasional dan

Page 3: 5. Peraturan dan Regulasi - Gunadarmaiwangsa.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/56945/5...5. Peraturan dan Regulasi Cyber Law Cyber Law adalah aspek hukum yang artinya berasal dari

domestik melalui suatu mekanisme kerjasama internasional yang dapat dipercaya dan

cepat.

3. Saat ini sudah semakin nyata adanya kebutuhan untuk memastikan suatu kesesuaian

antara pelaksanaan penegakan hukum dan hak azasi manusia sejalan dengan Konvensi

Dewan Eropa untuk Perlindungan Hak Azasi Manusia dan Kovenan Perserikatan

Bangsa-Bangsa 1966 tentang Hak Politik Dan sipil yang memberikan perlindungan

kebebasan berpendapat seperti hak berekspresi, yang mencakup kebebasan untuk

mencari, menerima, dan menyebarkan informasi/pendapat.

Konvensi ini telah disepakati oleh masyarakat Uni Eropa sebagai konvensi yang terbuka untuk

diakses oleh Negara manapun di dunia. Hal ini dimaksudkan untuk diajdikan norma dan

instrument Hukum Internasional dalam mengatasi kejahatan cyber, tanpa mengurangi

kesempatan setiap individu untuk tetap dapat mengembangkan kreativitasnya dalam

pengembangan teknologi informasi.

Perbedaan Cyber Law, Computer Crime Act, dan Council of Europe Convention on

Cybercrime

Cyber Law: merupakan seperangkat aturan yang dibuat oleh suatu Negara tertentu dan

peraturan yang dibuat itu hanya berlaku kepada masyarakat Negara tertentu.

Computer Crime Act (CCA): merupakan undang-undang penyalahgunaan informasi

teknologi di Malaysia.

Council of Europe Convention on Cybercrime: merupakan organisasi yang bertujuan

untuk melindungi masyarakat dari kejahatan di dunia internasional. Organisasi ini dapat

memantau semua pelanggaran yang ada di seluruh dunia.

UU ITE dan UU No. 19 Tentang Hak Cipta

Pengertian UU ITE

Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UUITE) mengatur berbagai

perlindungan hukum atas kegiatan yang memanfaatkan internet sebagai medianya, baik

transaksi maupun pemanfaatan informasinya.

Sisi Positif UU ITE

Berdasarkan dari pengamatan para pakar hukum dan politik UU ITE mempunyai sisi positif

bagi Indonesia. Misalnya memberikan peluang bagi bisnis baru bagi para wiraswastawan di

Indonesia karena penyelenggaraan sistem elektronik diwajibkan berbadan hukum dan

berdomisili di Indonesia. Otomatis jika dilihat dari segi ekonomi dapat mendorong

pertumbuhan ekonomi. Selain pajak yang dapat menambah penghasilan negara juga menyerap

tenaga kerja dan meninggkatkan penghasilan penduduk.

Sisi Negatif UU ITE

Page 4: 5. Peraturan dan Regulasi - Gunadarmaiwangsa.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/56945/5...5. Peraturan dan Regulasi Cyber Law Cyber Law adalah aspek hukum yang artinya berasal dari

Selain memiliki sisi positif UU ITE ternyata juga terdapat sisi negatifnya. Contoh kasus Prita

Mulyasari yang berurusan dengan Rumah Sakit Omni Internasional juga sempat dijerat dengan

undang-undang ini. Prita dituduh mencemarkan nama baik lewat internet. Padahal dalam

undang-undang konsumen dijelaskan bahwa hak dari konsumen untuk menyampaikan keluh

kesah mengenai pelayanan publik. Dalam hal ini seolah-olah terjadi tumpang tindih antara UU

ITE dengan UU konsumen. UU ITE juga dianggap banyak oleh pihak bahwa undang-undang

tersebut membatasi hak kebebasan berekspresi, mengeluarkan pendapat, dan menghambat

kreativitas dalam berinternet. Padahal sudah jelas bahwa negara menjamin kebebasan setiap

warga negara untuk mengeluarkan pendapat.

Undang – Undang Hak Cipta No. 19 Tentang Hak Cipta

Pengertian

Hak cipta adalah hak eksklusif Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengatur penggunaan

hasil penuangan gagasan atau informasi tertentu. Hak cipta berlaku pada berbagai jenis karya

seni atau karya cipta atau “ciptaan”. Ciptaan tersebut dapat mencakup puisi, drama, serta karya

tulis lainnya, film, karya-karya koreografis (tari, balet, dan sebagainya), komposisi musik,

rekaman suara, lukisan, gambar, patung, foto, perangkat lunak komputer, siaran radio dan

televisi, dan (dalam yurisdiksi tertentu) desain industri.

Lingkup Hak Cipta

Pasal 2

Hak cipta merupakan hak eksklusif bagi pencipta atau pemegang hak cipta untuk

mengumumkan atau memperbanyak cipnyataannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu

ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang

berlaku.

Ketentuan Pidana

Pasal 72

(1) Barangsiapa dengan sengaja melanggar dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana

dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) atau pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana

penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp.

1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda

paling paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

(2) Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual

kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta atau hak terkait sebagai

dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau

denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Page 5: 5. Peraturan dan Regulasi - Gunadarmaiwangsa.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/56945/5...5. Peraturan dan Regulasi Cyber Law Cyber Law adalah aspek hukum yang artinya berasal dari

(3) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak penggunaan untuk kepentingan

komersial suatu Program Komputer dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun

dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

(4) Barangsiapa dengan sengaja melanggar Pasal 17 dipidana dengan pidana penjara paling

lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

(5) Barangsiapa dengan sengaja melanggar Pasal 19, Pasal 20, atau Pasal 49 aya t (3) dipidana

dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp

150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).

(6) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 24 atau Pasal 55 dipidana

dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp

150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).

(7) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 25 dipidana dengan pidana

penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 150.000.000,00 (seratus

lima puluh juta rupiah).

(8) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 27 dipidana dengan pidana

penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 150.000.000,00 (seratus

lima puluh juta rupiah).

(9) Barangsiapa dengan sengaja melanggar Pasal 28 dipidana dengan pidana penjara paling

lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus

juta rupiah).

Contoh Kasus

Contoh kasus pelanggaran UUHC? Klaim Malaysia atas lagu rasa sayange, reog ponorogo,

kuda kepang, batik, wayang kulit, angklung, dan masih banyak klaim yang lainnya Penyebab

munculnya penyalahgunaan UUHC?

– Kurangnya kesadaran akan pentinganya hak cipta di kalangan masyarakat Indonesia.

– Motif ekonomi yang memaksa masyarakat untuk melakukan pelanggaran hak cipta.

LINGKUP HAK CIPTA, PERLINDUNGAN, PEMBATASAN

HAK CIPTA, DAN PROSEDUR PENDAFTARAN HAKI

1. Ketentuan Hukum

Pada dasarnya, hak cipta merupakan “hak untuk menyalin suatu ciptaan”. Hak cipta dapat juga

memungkinkan pemegang hak tersebut untuk membatasi penggandaan tidak sah atas suatu

ciptaan. Pada umumnya pula, hak cipta memiliki masa berlaku tertentu yang terbatas. Hak cipta

Page 6: 5. Peraturan dan Regulasi - Gunadarmaiwangsa.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/56945/5...5. Peraturan dan Regulasi Cyber Law Cyber Law adalah aspek hukum yang artinya berasal dari

berlaku pada berbagai jenis karya seni atau karya cipta atau “ciptaan”. Ciptaan tersebut dapat

mencakup puisi, drama, serta karya tulis lainnya, film, karya-karya koreografis (tari, balet, dan

sebagainya), komposisi musik, rekaman suara, lukisan, gambar, patung, foto, perangkat lunak

komputer, siaran radio dan televisi, dan (dalam yurisdiksi tertentu) desain industri. Hak cipta

merupakan salah satu jenis hak kekayaan intelektual, namun hak cipta berbeda secara

mencolok dari hak kekayaan intelektual lainnya (seperti, paten yang memberikan hak monopoli

atas penggunaan invensi), karena hak cipta bukan merupakan hak monopoli untuk melakukan

sesuatu melainkan hak untuk mencegah orang lain yang melakukannya.

Di Indonesia, masalah hak cipta diatur dalam Undang-undang Hak Cipta, yaitu yang berlaku

saat ini Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002. Dalam undang-undang tersebut pengertian hak

cipta adalah “hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau

memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi

pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku” (pasal 1 ayat

1).

2. Lingkup Hak Cipta

Lingkup Hak Cipta Diatur Di Dalam Bab 2 Mengenai Lingkup Hak Cipta pasal 2-28 :

a. Ciptaan yang dilindungi (pasal 12), Ciptaan yang dilindungi adalah Ciptaan dalam bidang

ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, yang mencakup: buku, Program Komputer, pamflet,

perwajahan (lay out) karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lain, ceramah,

kuliah, pidato, dan Ciptaan lain yang sejenis dengan itu, alat peraga yang dibuat untuk

kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan, lagu atau musik dengan atau tanpa teks, drama

atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim, seni rupa dalam segala

bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan

seni terapan, arsitektur, peta, seni batik, fotografi, sinematografi, terjemahan, tafsir, saduran,

bunga rampai, database, dan karya lain dari hasil pengalihwujudan.

b. Ciptaan yang tidak ada Hak Cipta (pasal 13), hasil rapat terbuka lembaga-lembaga Negara,

peraturan perundang-undangan, pidato kenegaraan atau pidato pejabat Pemerintah, putusan

pengadilan atau penetapan hakim atau keputusan badan arbitrase atau keputusan badan-badan

sejenis lainnya.

3. Perlindungan Hak Cipta

Perlindungan hak cipta pada umumnya berarti bahwa penggunaan atau pemakaian dari hasil

karya tertentu hanya dapat dilakukan dengan ijin dari pemilik hak tersebut. Kemudian yang

dimaksud menggunakan atau memakai di sini adalah mengumumkan memperbanyak ciptaan

atau memberikan ijin untuk itu.

Pasal 12 ayat 1 :

Page 7: 5. Peraturan dan Regulasi - Gunadarmaiwangsa.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/56945/5...5. Peraturan dan Regulasi Cyber Law Cyber Law adalah aspek hukum yang artinya berasal dari

(1) Dalam Undang-undang ini ciptaan yang dilindungi adalah ciptaan dalam bidang ilmu

pengetahuan, seni dan sastra, yang mencakup :

a.Buku, program komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis yang diterbitkan, dan

semua hasil karya tulis lain.

b. Ceramah, kuliah, pidato, dan ciptaan lain yang sejenis dengan itu alat peraga yang dibuat

untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan.

c. Lagu atau musik dengan atau tanpa teks.

d. Drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan dan pantomime.

e. Seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat,

seni patung, kolase, dan seni terapan. Arsitektur, peta, seni batik.

f. Fotografi dan Sinematografi.

g. Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, data base, dan karya lain dari hasil pengalih

wujudan.

(2) Ciptaan sebagaimana dimaksud dalam huruf l dilindungi sebagai Ciptaan tersendiri dengan

tidak mengurangi Hak Cipta atas Ciptaan asli.

(3) Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), termasuk juga semua

Ciptaan yang tidak atau belum diumumkan, tetapi sudah merupakan suatu bentuk kesatuan

yang nyata, yang memungkinkan Perbanyakan hasil karya itu.”

Menurut Pasal 1 ayat 8, Yaitu :

Program komputer adalah sekumpulan instruksi yang diwujudkan dalam bentuk bahasa, kode,

skema, ataupun bentuk lain, yang apabila digabungkan dengan media yang dapat dibaca

dengan komputer akan mampu membuat komputer bekerja untuk melakukan fungsi-fungsi

khusus atau untuk mencapai hasil yang khusus, termasuk penyiapan dalam merancang

instruksi-instruksi tersebut.

Dan Pasal 2 ayat 2, Yaitu :

Pencipta dan /atau Pemegang Hak Cipta atas karya sinematografi dan program komputer

(software) memberikan izin atau melarng orang lain yang tanpa persetujuannya menyewakan

ciptaan tersebut untuk kepentingan yang bersifat komersial.

4. Pembatasan Hak Cipta

Page 8: 5. Peraturan dan Regulasi - Gunadarmaiwangsa.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/56945/5...5. Peraturan dan Regulasi Cyber Law Cyber Law adalah aspek hukum yang artinya berasal dari

Pembatasan mengenai hak cipta diatur dalam pasal 14, 15, 16 (ayat 1-6), 17, dan 18. Pemakaian

ciptaan tidak dianggap sebagai pelanggaran hak cipta apabila sumbernya disebut atau

dicantumkan dengan jelas dan hal itu dilakukan terbatas untuk kegiatan yang bersifat

nonkomersial termasuk untuk kegiatan sosial, misalnya, kegiatan dalam lingkup pendidikan

dan ilmu pengetahuan, kegiatan penelitian dan pengembangan, dengan ketentuan tidak

merugikan kepentingan yang wajar dari penciptanya. Kepentingan yang wajar dalam hal ini

adalah “kepentingan yang didasarkan pada keseimbangan dalam menikmati manfaat ekonomi

atas suatu ciptaan”. Termasuk dalam pengertian ini adalah pengambilan ciptaan untuk

pertunjukan atau pementasan yang tidak dikenakan bayaran. Khusus untuk pengutipan karya

tulis, penyebutan atau pencantuman sumber ciptaan yang dikutip harus dilakukan secara

lengkap. Artinya, dengan mencantumkan sekurang-kurangnya nama pencipta, judul atau nama

ciptaan, dan nama penerbit jika ada. Selain itu, seorang pemilik (bukan pemegang hak cipta)

program komputer dibolehkan membuat salinan atas program komputer yang dimilikinya,

untuk dijadikan cadangan semata-mata untuk digunakan sendiri.

5. Prosedur Pendaftaran HAKI

Sesuai yang diatur pada bab IV Undang-undang Hak Cipta pasal 35 bahwa pendaftaran hak

cipta diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (Ditjen HAKI) yang

kini berada di bawah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Pencipta atau pemilik hak

cipta dapat mendaftarkan langsung ciptaannya maupun melalui konsultan HAKI. Permohonan

pendaftaran hak cipta dikenakan biaya (UU 19/2002 pasal 37 ayat 2). Penjelasan prosedur dan

formulir pendaftaran hak cipta dapat diperoleh di kantor maupun situs web Ditjen HAKI.

“Daftar Umum Ciptaan” yang mencatat ciptaan-ciptaan terdaftar dikelola oleh Ditjen HAKI

dan dapat dilihat oleh setiap orang tanpa dikenai biaya. Prosedur mengenai pendaftaran HAKI

diatur dalam bab 4, pasal 35-44.

Undang-undang nomor 36 tentang telekomunikasi, azas, tujuan

telekomunikasi, penyelenggaraan telekomunikasi, penyelidikan,

sanksi administrasi, dan ketentuan pidana

Pada undang – undang no. 36 Pasal 1 dinyatakan :

1. Telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman, dan atau penerimaan dari

setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui

sistem kawat, optik, radio, atau sistem elektromagnetik Iainnya.

2. Alat telekomunikasi adalah setiap alat perlengkapan yang digunakan dalam

bertelekomunikasi.

3. Perangkat telekomunikasi adalah sekelompok alat telekomunikasi yang memungkinkan

bertelekomunikasi.

Undang-undang Nomor 36 Tahun tentang Telekomunikasi, pembangunan dan

penyelenggaraan telekomunikasi telah menunjukkan peningkatan peran penting dan strategis

dalam menunjang dan mendorong kegiatan perekonomian, memantapkan pertahanan dan

keamanan, mencerdaskan kehidupan bangsa, memperlancar kegiatan pemerintah an,

Page 9: 5. Peraturan dan Regulasi - Gunadarmaiwangsa.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/56945/5...5. Peraturan dan Regulasi Cyber Law Cyber Law adalah aspek hukum yang artinya berasal dari

memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa dalam kerangka wawasan nusantara, dan

memantapkan ketahanan nasional serta meningkatkan hubungan antar bangsa. Perubahan

lingkungan global dan perkembangan teknologi telekomunikasi yang berlangsung sangat cepat

mendorong terjadinya perubahan mendasar, melahirkan lingkungan telekomunikasi yang baru,

dan perubahan cara pandang dalam penyelenggaraan telekomunikasi, termasuk hasil

konvergensi dengan teknologi informasi dan penyiaran sehingga dipandang perlu mengadakan

penataan kembali penyelenggaraan telekomunikasi nasional.

Penyesuaian dalam penyelenggaraan telekomunikasi di tingkat nasional sudah merupakan

kebutuhan nyata, mengingat meningkatnya kemampuan sektor swasta dalam penyelenggaraan

telekomunikasi, penquasaan teknologi telekomunikasi, dan keunggulan kompetitif dalam

rangka memenuhi kebutuhan masyarakat. Perkembangan teknologi telekomunikasi di tingkat

internasional yang diikuti dengan peningkatan penggunaannya sebagai salah satu komoditas

perdagangan, yang memiliki nilai komersial tinggi, telah mendorong terjadinya berbagai

kesepakatan multilateral. Sebagai negara yang aktif dalam membina hubungan antarnegara atas

dasar kepentingan nasional, keikutsertaan Indonesia dalam berbagai kesepakatan multilateral

menimbulkan berbagai konsekuensi yang harus dihadapi dan diikuti. Sejak penandatanganan

General Agreement on Trade and Services (GATS) di Marrakesh, Maroko, pada tanggal 15

April 1994, yang telah diratifikasi dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994,

penyelenggaraan telekomunikasi nasional menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari sistem

perdagangan global.

Sesuai dengan prinsip perdagangan global, yang menitikberatkan pada asas perdagangan bebas

dan tidak diskriminatif, Indonesia harus menyiapkan diri untuk menyesuaikan

penyelenggaraan telekomunikasi.

Pada UU No. 36 tentang Telekomunikasi

Pasal 2

Telekomunikasi diselenggarakan berdasarkan asas manfaat, adil dan merata, kepastian hukum,

keamanan, kemitraan, etika, dan kepercayaan pada diri sendiri.

Pasal 3

Telekomunikasi diselenggarakan dengan tujuan untuk mendukung persatuan dan kesatuan

bangsa, meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara adil dan merata,

mendukung kehidupan ekonomi dan kegiatan pemerintahan, serta meningkatkan hubungan

antarbangsa.

PENYIDIKAN

Pasal 44

(1) Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, juga Pejabat Pegawai

Negeri Sipil tertentu di lingkungan Departemen yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya

di bidang telekomunikasi, diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud

Page 10: 5. Peraturan dan Regulasi - Gunadarmaiwangsa.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/56945/5...5. Peraturan dan Regulasi Cyber Law Cyber Law adalah aspek hukum yang artinya berasal dari

dalam Undang-undang Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana di

bidang telekomunikasi.

(2) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang:

a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan

tindak pidana di bidang telekomunikasi:

b. melakukan pemeriksaan terhadap orang dan/atau badan hukum yang diduga melakukan

tindak pidana di bidang telekomunikasi.

c. menghentikan penggunaan alat dan/atau perangkat telekomunikasi yang

menyimpangdari ketentuan yang berlaku.

d. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai saksi atau tersangka.

e. melakukan pemeriksaan alat dan/atau perangkat telekomunikasi yang digunakan

atau diduga berkaitan dengan tindak pidana di bidang telekomunikasi.

f. menggeledah tempat yang diduga digunakan untuk melakukan tindak pidana di bidang

telekomunikasi.

g. menyegel dan/atau menyita alat dan/atau perangkat telekomunikasi yang digunakan

atau yang diduga berkaitan dengan tindak pidana di bidang telekomunikasi.

h. meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di

bidang telekomunikasi.

i. mengadakan penghentian penyidikan.

(3) Kewenangan penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai

dengan ketentuan Undang-undang Hukum Acara Pidana.

SANKSI ADMINISTRASI

Pasal 45

Barang siapa melanggar ketentuan Pasal 16 ayat (1),Pasal 18 ayat (2),pasal19,pasal 21,Pasal

25 ayat (2),Pasal 26 ayat (1),Pasal 29 ayat (1),Pasal 29 ayat (2),Pasal 33 ayat (1),Pasal 33

ayat (2),Pasal 34 ayat (1),Pasal 34 ayat (2) dikenai sanksi administrasi.

Pasal 46

(1) Sanksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 berupa pencabutan izin

(2) Pencabutan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah diberi

peringatan tertulis.

KETENTUAN PIDANA

Pasal 47

Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat

(1),dipidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan atau denda paling banyak Rp.

600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).

Pasal 48

Penyelenggara jaringan telekomunikasi yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 19 dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan atau denda

paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Pasal 49

Penyelenggara telekomunikasi yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 20,dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan atau denda paling

banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

Pasal 50

Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22,dipidana

dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan atau denda paling banyak Rp

Page 11: 5. Peraturan dan Regulasi - Gunadarmaiwangsa.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/56945/5...5. Peraturan dan Regulasi Cyber Law Cyber Law adalah aspek hukum yang artinya berasal dari

600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).

Pasal 51

Penyelenggara komunikasi khusus yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 29 ayat (1 ataau Pasal 29 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4

(empat) tahun dan atau denda paling banyak Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).

Pasal 52

Barang siapa memperdagangkan,membuat,merakit,memasukan atau menggunakan perangkat

telekomunikasi di wilayah Negara Republik Indonesia yang tidak sesuai dengan persyaratan

teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling

lama 1 (satu) tahun dan atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Pasal 53

(1) Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) atau

Pasal 33 ayat (2) dipidana dengan penjara pidana paling lama 4 (empat) tahun dan atau denda

paling banyak Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).

(2) Apabila tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan matinya

seseorang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.

Pasal 54

Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2) atau Pasal

36 Ayat (2),dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan atau denda paling

banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

Pasal 55

Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38,dipidana dengan

pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan atau denda paling banyak Rp 600.000.000,00

(enam ratus juta rupiah).

Pasal 56

Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40,dipidana

dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.

Pasal 57

Penyelenggara jasa telekomunikasi yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 42 ayat (1),dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan atau denda

paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

Pasal 58

Alat dan perangkat telekomunikasi yang digunakan dalam tindak pidana sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 47,Pasal 48,Pasal 52,atau Pasal 56 dirampas oleh negara dan atau

dimusnahkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 59

Perbuataan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47,Pasal 48,Pasal 49,Pasal 50,Pasal 51,Pasal

52,Pasal 53,Pasal 54,Pasal 55,Pasal 56, dan Pasal 57 adalah kejahatan.

Dari semua pembahasan di atas maka kesimpulan yang dapat saya ambil bahwa undang-

undang no 36 tidak mempunyai keterbatasan jadi siapa saja boleh mengirimkan dan

menerima segala bentuk informasi dan dalam hal pelanggaran-pelanggaran yang terjadi di

dunia telkomunikasi diatur pada pasal 22 dengan itu masyarakat dapat menikmati

telekomunikasi dengan baik dan nyaman.

Page 12: 5. Peraturan dan Regulasi - Gunadarmaiwangsa.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/56945/5...5. Peraturan dan Regulasi Cyber Law Cyber Law adalah aspek hukum yang artinya berasal dari

Latar Belakang Indonesia Memerlukan UU ITE

1. Hampir semua Bank di Indonesia sudah menggunakan ICT. Rata-rata harian nasional

transaksi RTGS, kliring dan Kartu Pembayaran di Indonesia yang semakin cepat

perkembangannya setiap tahun

2. Sektor pariwisata cenderung menuju e-tourism ( 25% booking hotel sudah dilakukan

secara online dan prosentasenya cenderung naik tiap tahun)

3. Trafik internet Indonesia paling besar mengakses Situs Negatif, sementara jumlah

pengguna internet anak-anak semakin meningkat.

4. Proses perijinan ekspor produk indonesia harus mengikuti prosedur di negera tujuan

yang lebih mengutamakan proses elektronik. Sehingga produk dari Indonesia sering

terlambat sampai di tangan konsumen negara tujuan daripada kompetitor.

5. Ancaman perbuatan yang dilarang (Serangan (attack), Penyusupan (intruder) atau

Penyalahgunaan (Misuse/abuse)) semakin banyak.(sumber :

RUU Informasi dan Transaksi Elektronik

Rancangan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik memuat beberapa hal yakni:

masalah yurisdiksi, perlindungan hak pribadi, azas perdagangan secara e-commerce, azas

persaingan usaha usaha tidak sehat dan perlindungan konsumen, azas-azas hak atas kekayaan

intelektual (HaKI) dan Hukum Internasional serta azas Cybercrime.

Rancangan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik telah di susun sejak tahun

2001. Penyusunan materi UU ITE tidak terlepas dari dua naskah akademis yang disusun oleh

dua institusi pendidikan yakni Unpad dan UI. Tim Unpad ditunjuk oleh Departemen

Komunikasi dan Informasi sedangkan Tim UI oleh Departemen Perindustrian dan

Perdagangan. Pada penyusunannya, Tim Unpad bekerjasama dengan para pakar di ITB yang

kemudian menamai naskah akademisnya dengan RUU Pemanfaatan Teknologi Informasi

(RUU PTI). Sedangkan tim UI menamai naskah akademisnya dengan RUU Informasi

Elektronik dan Transaksi Elektronik.

Kedua naskah akademis tersebut pada akhirnya digabung dan disesuaikan kembali oleh tim

yang dipimpin Prof. Ahmad M Ramli SH (atas nama pemerintah Susilo Bambang Yudhoyono),

sehingga namanya menjadi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana

disahkan oleh DPR. Pada tanggal 25 Maret 2008 pemerintah melalui Departemen Komunikasi

dan Informasi (Depkominfo) telah mengesahkan undang–undang baru tentang Informasi dan

Transaksi Elektronik (UU ITE).

Undang-Undang ITE

Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) mengatur berbagai

perlindungan hukum atas kegiatan yang memanfaatkan internet sebagai medianya, baik

transaksi maupun pemanfaatan informasinya. Pada UU ITE ini juga diatur berbagai ancaman

hukuman bagi kejahatan melalui internet. UU ITE mengakomodir kebutuhan para pelaku bisnis

di internet dan masyarakat pada umumnya guna mendapatkan kepastian hukum, dengan

diakuinya bukti elektronik dan tanda tangan digital sebagai bukti yang sah di pengadilan.

Page 13: 5. Peraturan dan Regulasi - Gunadarmaiwangsa.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/56945/5...5. Peraturan dan Regulasi Cyber Law Cyber Law adalah aspek hukum yang artinya berasal dari

Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik berlaku untuk setiap orang yang

melakukan perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, baik yang berada

di wilayah hukum Indonesia maupun di luar wilayah hukum Indonesia, yang memiliki akibat

hukum di wilayah hukum Indonesia dan/atau di luar wilayah hukum Indonesia dan merugikan

kepentingan Indonesia.

Secara umum, materi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dibagi

menjadi dua bagian besar, yaitu pengaturan mengenai informasi dan transaksi elektronik dan

pengaturan mengenai perbuatan yang dilarang. Pengaturan mengenai informasi dan transaksi

elektronik mengacu pada beberapa instrumen internasional, seperti UNCITRAL Model Law

on eCommerce dan UNCITRAL Model Law on eSignature. Bagian ini dimaksudkan untuk

mengakomodir kebutuhan para pelaku bisnis di internet dan masyarakat umumnya guna

mendapatkan kepastian hukum dalam melakukan transaksi elektronik. Beberapa materi yang

diatur, antara lain:

1. pengakuan informasi/dokumen elektronik sebagai alat bukti hukum yang sah (Pasal 5

& Pasal 6 UU ITE);

2. tanda tangan elektronik (Pasal 11 & Pasal 12 UU ITE);

3. penyelenggaraan sertifikasi elektronik (certification authority, Pasal 13 & Pasal 14 UU

ITE); dan

4. penyelenggaraan sistem elektronik (Pasal 15 & Pasal 16 UU ITE);

Beberapa materi perbuatan yang dilarang (cybercrimes) yang diatur dalam UU ITE, antara lain:

1. konten ilegal, yang terdiri dari, antara lain: kesusilaan, perjudian,

penghinaan/pencemaran nama baik, pengancaman dan pemerasan (Pasal 27, Pasal 28,

dan Pasal 29 UU ITE);

2. akses ilegal (Pasal 30);

3. intersepsi ilegal (Pasal 31);

4. gangguan terhadap data (data interference, Pasal 32 UU ITE);

5. gangguan terhadap sistem (system interference, Pasal 33 UU ITE);

6. penyalahgunaan alat dan perangkat (misuse of device, Pasal 34 UU ITE);

UU ITE terdiri dari 13 Bab dan 54 Pasal yang mengupas secara mendetail bagaimana aturan

hidup di dunia maya dan transaksi yang terjadi didalamnya. Bagian-bagian UU ITE :

Bab 1 : Ketentuan Umum (Pasal 1)

Bab 2 : Asas & Tujuan (Pasal 2 – Pasal 3)

Bab 3 : Informasi Elektronik (Pasal 4 – Pasal 16)

Bab 4 : Penyelenggaraan Sistem Elektronik (Pasal 12 – Pasal 18)

Bab 5 : Transaksi Elektronik (Pasal 19 – Pasal 25)

Bab 6 : Nama Domain, Hak Kekayaan Intelektual & Perlindungan Hak Pribadi (Pasal 26 –

Pasal 28)

Page 14: 5. Peraturan dan Regulasi - Gunadarmaiwangsa.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/56945/5...5. Peraturan dan Regulasi Cyber Law Cyber Law adalah aspek hukum yang artinya berasal dari

Bab 7 : Pemanfaatan Teknologi Informasi Perlindungan Sistem Elektronik (Pasal 29 – Pasal

36)

Bab 8 : Penyelesaian Sengketa (Pasal 37 – Pasal 42)

Bab 9 : Peran Pemerintah & Masyarakat (Pasal 43 – Pasal 44)

Bab 10 : Yurisdiksi (Pasal 45 – Pasal 46)

Bab 11 : Penyidikan (Pasal 47)

Bab 12 : Ketentuan Pidana (Pasal 48 – Pasal 52)

Bab 13 : Ketentuan Peralihan (Pasal 53)

Bab 14 : Ketentuan Penutup (Pasal 54)

Yurisdiksi dalam UU ITE

UU ini berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum sebagaimana

diatur dalam UU ini, baik yang berada di wilayah hukum Indonesia maupun diluar

wilayah hukum Indonesai, yang memiliki akibat hukum di wilayah Indonesia dan/atau

di luar wilayah hukum Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia.

Yang dimaksud merugikan kepentingan Indonesia adalah meliputi, kerugian yang

ditimbulkan terhadap kepentingan ekonomi nasional, perlindungan data strategis,

harkat dan martabat bangsa, pertahanan dan keamanan Negara, kedaulatan Negara,

warga negara, serta badan hukum Indonesia.

UU ini memiliki jangkauan yurisdiksi tidak semata-mata untuk perbuatan hukum yang

berlaku di Indonesia dan/atau dilakukan oleh WNI, tetapi juga berlaku untuk perbuatan

hukum yang dilakukan di luar wilayah hukum (yurisdiksi) Indonesia baik oleh Wni

maupun WNA atau badan hukum Indonesia maupun badan hukum asing yang memiliki

akibat hukum di Indonesia,mengingat pemanfaatan TI untuk Informasi Elektronik dan

Transaksi Elektronik dapat bersifat Lintas Terotorial atau Universal.

Tujuan UU ITE

1. Mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai bagian dari MID (Masyarakat Informasi

Dunia)

2. Mengembangkan perdagangan dan perekonomian nasional dalam rangka

meningkatkan kesejahteraan rakyat.

3. Meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelayanan publik.

4. Membuka kesempatan seluas-luasnya kepada setiap orang untuk memajukan pemikiran

dan kemampuan di bidang penggunaan dan pemanfaatan TI seoptimal mungkin dan

bertanggung jawab.

5. Memberikan rasa aman, keadilan, dan kepastian hukum bagi pengguna dan

penyelenggara TI.

Page 15: 5. Peraturan dan Regulasi - Gunadarmaiwangsa.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/56945/5...5. Peraturan dan Regulasi Cyber Law Cyber Law adalah aspek hukum yang artinya berasal dari

Pro dan Kontra UU ITE

Sejak disetujui oleh pemerintah dan DPR pada 25 Maret 2008 dan kemudian diundangkan 21

April 2008 silam, UU ITE sudah disambut pro dan kontra. Dukungan dan penolakan UU ITE

juga disuarakan oleh publik, terutama para blogger Indonesia. Suara yang mendukung UU ITE

mengatakan kurang lebih bahwa undang-undang tersebut merupakan gebrakan dalam hukum

Indonesia. Undang-Undang ITE dilihat sebagai produk hukum yang cukup berani untuk

mengatur suatu komunitas atau interaksi masyarakat yang tercipta melalui internet. Demikian

antara lain pendapat Robaga G. Simanjuntak, advokat-blogger.

Sementara, mereka yang menolak UU ITE pada umumnya keberatan dengan sebagian

substansinya yang dinilai berpotensi mengancam hak kebebasan menyatakan pendapat yang

dijamin konstitusi. Karena itu advokat-blogger lainnya, Anggara, dalam salah artikelnya

menyatakan di antaranya “UU ITE jelas merupakan ancaman serius bagi blogger Indonesia”.

Di mata Anggara, ada tiga ancaman yang dibawa UU ITE yang berpotensi menimpa blogger

di Indonesia yaitu ancaman pelanggaran kesusilaan [Pasal 27 ayat (1)], penghinaan dan/atau

pencemaran nama baik [Pasal 27 ayat (3)], dan penyebaran kebencian berdasarkan suku,

agama, ras dan antargolongan (SARA) [Pasal 28 ayat (2)].

Lepas dari berbagai pendapat di atas, substansi tertentu di dalam UU ITE boleh jadi memang

perlu mendapat perhatian serius dari para pengguna internet pada umumnya, tidak hanya

blogger. Khususnya ketentuan Pasal 27 ayat (3) UU ITE yang menyatakan: “Setiap Orang

dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat

dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan

penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.”

Ada tiga unsur yang dikandung Pasal 27 ayat (3) UU ITE yaitu (1) unsur setiap orang; (2) unsur

dengan segaja dan tanpa hak; serta (3) unsur mendistribusikan dan/atau mentransmisikan

dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang

memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.

Dari Pasal 27 ayat (3) UU ITE dapat diketahui bahwa cakupan pasal tersebut sangat luas.

Bahkan, perbuatan memberikan taut (hyperlink) ke sebuah situs yang memiliki muatan

penghinaan dan/atau pencemaran nama baik juga dapat dijerat juga memenuhi unsur ketiga

pasal tersebut. Karena itu mungkin dapat dipahami mengapa sebagian orang melihat pasal

tersebut sebagai ancaman serius bagi pengguna internet pada umumnya.

Contoh Kasus Pelanggaran UU ITE

Seperti yang kita ketahui, kasus Prita Mulyasari merupakan kasus pelanggaran terhadap UU

ITE yang mengemparkan Indonesia. Nyaris berbulan-bulan kasus ini mendapat sorotan

masyarakat lewat media elektronik, media cetak dan jaringan sosial seperti facebook dan

twitter.

Prita Mulyasari adalah seorang ibu rumah tangga, mantan pasien Rumah Sakit Omni

Internasional Alam Sutra Tangerang. Saat dirawat di Rumah Sakit tersebut Prita tidak

mendapat kesembuhan namun penyakitnya malah bertambah parah. Pihak rumah sakit tidak

memberikan keterangan yang pasti mengenai penyakit Prita, serta pihak Rumah Sakitpun tidak

Page 16: 5. Peraturan dan Regulasi - Gunadarmaiwangsa.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/56945/5...5. Peraturan dan Regulasi Cyber Law Cyber Law adalah aspek hukum yang artinya berasal dari

memberikan rekam medis yang diperlukan oleh Prita. Kemudian Prita Mulyasari mengeluhkan

pelayanan rumah sakit tersebut melalui surat elektronik yang kemudian menyebar ke berbagai

mailing list di dunia maya. Akibatnya, pihak Rumah Sakit Omni Internasional marah, dan

merasa dicemarkan.

Lalu RS Omni International mengadukan Prita Mulyasari secara pidana. Sebelumnya Prita

Mulyasari sudah diputus bersalah dalam pengadilan perdata. Dan waktu itupun Prita sempat

ditahan di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Tangerang sejak 13 Mei 2009 karena dijerat pasal

pencemaran nama baik dengan menggunakan Undang-Undang Informasi dan Transaksi

Elektronik (UU ITE). Kasus ini kemudian banyak menyedot perhatian publik yang berimbas

dengan munculnya gerakan solidaritas “Koin Kepedulian untuk Prita”. Pada tanggal 29

Desember 2009, Ibu Prita Mulyasari divonis Bebas oleh Pengadilan Negeri Tangerang.

Contoh kasus di atas merupakan contoh kasus mengenai pelanggaran Undang-Undang Nomor

11 pasal 27 ayat 3 tahun 2008 tentang UU ITE. Dalam pasal tersebut tertuliskan bahwa: Setiap

orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/ atau mentransmisikan dan/ atau

membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan /atau Dokumen Elektronik yang memiliki

muatan penghinaan dan/ atau pencemaran nama baik.

PERATURAN BANK INDONESIA TENTANG INTERNET

BANKING

Kata internet perbankan sering kita dengar yaitu merupakan suatu layanan yang diberikan suatu

bank dalam media internet agar proses atau sesuatu hal yang behubungan dengan perbankan

menjadi lebih cepat dan mudah.

Akan tetapi dengan adanya layanan ini menyebabkan suatu permasalahan yang terjadi yaitu

terjadi serangan oleh orang yang tidak bertanggung jawab yang bersifat aktif seperti hal nya

ialah penyerang sendiri tanpa perlu menunggu user. Beberapa jenis serangan yang dapat

dikategorikan ke dalam serangan aktif adalah man in the middle attack dan trojan horses.

Ada layanan yang diberikan internet perbankan yaitu antara lain nya dengan diberlakukannya

fitur two factor authentication, dengan menggunakan token. Penggunaan token ini akan

memberikan keamanan yang lebih baik dibandingkan menggunakan username, PIN, dan

Page 17: 5. Peraturan dan Regulasi - Gunadarmaiwangsa.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/56945/5...5. Peraturan dan Regulasi Cyber Law Cyber Law adalah aspek hukum yang artinya berasal dari

password. Dengan adanya penggunaan token ini,bukan berarti tidak ada masalah yang

terjadi,seperti hal nya Trojan horses adalah program palsu dengan tujuan jahat yaitu dengan

cara menyelipkan program tersebut kedalam program yang sering digunakan.

Dan dalam hal penangulangan nya bank Indonesia mengeluarkan peraturan yang terkait tentang

masalah keamana system informasi.dan berikut ini yang peraturan yang dikeluarkan oleh bank

Indonesia sebagai berikut ini :

1. Mengembangkan wadah untuk melakukan hubungan informal untuk menumbuhkan

hubungan formal.

2. Pusat penyebaran ke semua partisipan.

3. Pengkinian (update) data setiap bulan tentang perkembangan penanganan hukum

4. Program pertukaran pelatihan.

5. Membuat format website antar pelaku usaha kartu kredit.

6. Membuat pertemuan yang berkesinambungan antar penegak hukum.

7. Melakukan tukar menukar strategi tertentu dalam mencegah atau mengantisipasi

cybercrime di masa depan.

Dengan adanya peraturan ini dapat menyelesaikan segala permasaahan yang terjadi pada

internet perbankan di Indonesia,dan segala kegiatan perbankkan melalui media internet dapat

berjalan dengan cepat,aman dan mudah digunakannya.

· Internet Banking adalah salah satu pelayanan jasa Bank yang memungkinkan nasabah untuk

memperoleh informasi, melakukan

· komunikasi dan melakukan transaksi perbankan melalui jaringan internet, dan bukan

merupakan Bank yang hanya menyelenggarakan layanan perbankan melalui internet, sehingga

pendirian dan kegiatanInternet Only Bank tidak diperkenankan.

· Internet Banking dapat berupa Informational Internet Banking, Communicative Internet

Banking dan Transactional Internet Banking. Informational Internet Banking adalah pelayanan

jasa Bank kepada nasabah dalam bentuk informasi melalui jaringan internet dan tidak

melakukan eksekusi transaksi (execution of transaction).

· Communicative Internet Banking adalah pelayanan jasa Bank kepada nasabah dalam bentuk

komunikasi atau melakukan interaksi dengan Bank penyedia layanan internet banking secara

terbatas dan tidak melakukan eksekusi transaksi (execution of transaction).

· Transactional Internet Banking adalah pelayanan jasa Bank kepada nasabah untuk melakukan

interaksi dengan Bank penyedia layananinternet banking dan melakukan eksekusi transaksi

(execution of transaction).

Page 18: 5. Peraturan dan Regulasi - Gunadarmaiwangsa.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/56945/5...5. Peraturan dan Regulasi Cyber Law Cyber Law adalah aspek hukum yang artinya berasal dari

· Mengingat aktivitas internet banking yang mengandung risiko tinggi adalah transactional

internet banking, maka kewajiban penerapan manajemen risiko sebagaimana diatur dalam

Surat Edaran ini hanya diberlakukan bagi penyelenggaraan transactional internet banking.

· Ketentuan dan peraturan perundang-undangan lainnya, yaitu antara lainUndang-

undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dan ketentuan Bank Indonesia

tentang Penerapan

· Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer) juga berlaku

· dalam hubungannya dengan penyelenggaraan internet banking.

PEDOMAN MANAJEMEN RISIKO

1.Bank yang menyelenggarakan internet banking wajib menerapkan manajemen

risiko pada aktivitas internet banking secara efektif, yang meliputi :

a.pengawasan aktif Dewan Komisaris dan Direksi;

b.sistem pengamanan (security control);

c.manajemen risiko, khususnya risiko hukum dan risiko reputasi.

2.Penerapan manajemen risiko sebagaimana dimaksud dalam angka 1 wajib dituangkan dalam

suatu kebijakan, prosedur dan pedoman tertulis, dengan mengacu pada Pedoman Penerapan

Manajemen Risiko pada Aktivitas Pelayanan Jasa Bank Melalui Internet (Internet

Banking),yang merupakan lampiran dan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini.

Pedoman penerapan manajemen risiko internet banking tersebut merupakan bagian dari

Pedoman Penerapan Manajemen Risiko Bank secara keseluruhan sebagaimana diatur dalam

Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi

Bank Umum.

3.Bank yang telah melaksanakan aktivitas internet banking dan telah memiliki

kebijakan, prosedur dan atau pedoman tertulis penerapan manajemen risiko pada

aktivitas internet banking wajib menyesuaikan dan menyempurnakan dengan berpedoman

pada Lampiran Surat Edaran ini.

4. Sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan

Manajemen Risiko Bagi Bank Umum, penyempurnaan pedoman penerapan manajemen risiko

pada aktivitas internet banking sebagaimana dimaksud pada angka 3 wajib dilakukan selambat-

lambatnya tanggal 31 Desember 2004.

PELAPORAN

· Sesuai dengan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 27/164/KEP/DIR tanggal

31 Maret 1995 tentang Penggunaan Teknologi Sistem Informasi oleh Bank, Bank wajib

menyampaikan laporan rencana perubahan Sistem Teknologi Informasi (TSI) yang

menyangkut perubahan konfigurasi dan prosedur pengoperasian komputer yang terkait dengan

Page 19: 5. Peraturan dan Regulasi - Gunadarmaiwangsa.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/56945/5...5. Peraturan dan Regulasi Cyber Law Cyber Law adalah aspek hukum yang artinya berasal dari

rencana penyelenggaraan internet banking selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari kalender

sebelum pelaksanaan. Format laporan mengacu kepada Formulir Isian TSI yang merupakan

lampiran dari Surat Edaran Nomor 27/9/UPPB tanggal 31 Maret 1995.

· Sesuai Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tanggal 19 Mei 2003 tentang

Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum, Bank yang menyelenggarakan aktivitas

baru internet banking, wajib melaporkan secara tertulis kepada Bank Indonesia selambat-

lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak aktivitas tersebut efektif dilaksanakan. Format laporan

mengacu kepada Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 5/21/DPNP tanggal 29 September 2003,

yang memuat :

a.Uraian singkat atau penjelasan dan bentuk flow chart dari Prosedur Pelaksanaan (standar

operating procedures/SOP) internet banking;

b.Bagan Organisasi dan kewenangan satuan kerja tertentu yang melaksanakan internet

banking;

c.Hasil analisis dan identifikasi satuan kerja manajemen risiko pada Bank terhadap risiko yang

melekat pada internet banking;

d.Hasil uji coba metode pengukuran dan pemantauan risiko yang melekat pada internet

banking yang dilaksanakan oleh satuan kerja manajemen risiko pada Bank;

e.Uraian singkat mengenai Sistem Informasi Akuntansi untuk transaksi yang dilakukan

melalui internet banking, termasuk penjelasan singkat mengenai keterkaitan sistem informasi

akuntansi tersebut dengan sistem informasi akuntansi Bank secara menyeluruh; dan

f.Hasil analisis aspek hukum untuk internet banking.

· Pelaksanaan kewajiban pelaporan sebagaimana dimaksud pada angka 2 dikecualikan dalam

hal penyelenggaraan aktivitas baru internet banking tersebut telah efektif dilaksanakan oleh

Bank sebelum Bank menyelesaikan action plan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Bank

Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tanggal 19 Mei 2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko

Bagi Bank Umum.

· Bagi Bank yang dikecualikan untuk menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud pada

angka 3, kewajiban untuk menyampaikan laporan realisasi rencana perubahan TSI yang

menyangkut internet banking selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kalender setelah rencana

dimaksud dilaksanakan sebagaimana diatur dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia

Nomor 27/164/KEP/DIR tanggal 31 Maret 1995 tentang Penggunaan Teknologi Sistem

Informasi oleh Bank tetap berlaku.

SANKSI

· Pelanggaran atas kewajiban pelaporan sebagaimana dimaksud pada angka III.1 dan angka

III.4 dikenakan sanksi administratif sebagaimana diatur dalam Pasal 6 Surat Keputusan Direksi

No. 27/164/KEP/DIR tanggal 31 Maret 1995 tentang Penggunaan Teknologi Sistem Informasi

oleh Bank.

Page 20: 5. Peraturan dan Regulasi - Gunadarmaiwangsa.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/56945/5...5. Peraturan dan Regulasi Cyber Law Cyber Law adalah aspek hukum yang artinya berasal dari

· Pelanggaran atas kewajiban pelaporan sebagaimana dimaksud dalam angka III.2 dikenakan

sanksi sebagaimana diatur dalam Pasal 33 Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003

tanggal 19 Mei 2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum.