makalah blok 21(2)

Upload: will-nolanda-susan-ivakdalam

Post on 07-Mar-2016

227 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

makalah nolanda

TRANSCRIPT

Struma Diffuse Toxic GoiterSamuel D1 / 102009210Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida WacanaJalan Arjuna Utara No. 6, Jakarta 11510

PENDAHULUANSeorang wanita berusia 42 Tahun berobat ke poliklinik karena sering berdebar-debar, sesak, keringat banyak terutama dileher, kepala, punggung, meskipun pasien berada diruangan ber AC. Os juga merasa penglihatan kabur dan tampak dobel bila nonton TV. Os mengatakan makan banyak, tapi dirasakan badanya bertambah kurus, selama 3 bulan terakhir turun sebanyak 6 kg. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 140/90 mmHg, denyut nadi 110x/menit, frekuensi napas 26x/ menit, suhu 37 oC, kelopak mata kanan tidak dapat menutup dan kedua kelopak mata tampak bergetar, terlihat pembesaran lingkar leher dan bila diukur 36 cm, cor : bising sistol diapeks, pulmo dan abdomen dalam batas normal.

I. Identifikasi Istilah-II. Rumusan Masalah1. Wanita 42 Tahun datang karena keluhan berdebar-debar, sesak, keringat banyak, penglihatan kabur dan tampak dobel, makan banyak tapi bertambah kurus.

III. HipotesisWanita 42 Tahun datang karena keluhan berdebar-debar, sesak, keringat banyak, penglihatan kabur dan tampak dobel, makan banyak tapi bertambah kurus menderita Struma Diffuse Toxic Goiter.

PEMBAHASAN

3.1. AnamnesisAnamnesis adalah pengumpulan data status pasien yang didapat dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan keadaan pasien.2 Tujuan dari anamnesis antara lain: mendapatkan keterangan mungkin mengenai penyakit pasien, membantu menegakkan diagnosa sementara dan diagnosa banding, serta membantu menentukan penatalaksanaan selanjutnya.2 Adapun anamnesis meliputi: pencatatan identitas pasien, keluhan utama pasien, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, serta riwayat penyakit keluarga.2Dalam Wanita berusia 42 Tahun keluhan keluhan berdebar-debar, sesak, keringat banyak, penglihatan kabur dan tampak dobel, makan banyak tapi bertambah kurus , maka anamnesis yang dapat dilakukan yaitu:I. Riwayat penyakit terdahulu:1. Apakah pasien merasa tangannya bergetar atau tremor?2. Apakah pasien belakangan ini merasa lebih cepat lelah?3. Apakah pasien merasa tanganya basah belangkangan ini?4. Apakah pasien merasakan gerakanya hiperkinetik?5. Apakah pasien merasakan diare?II. Obat-obatan:1) Apakah pasien ada alergi obat?2) Adakah obat yang baru-baru ini diminum dan semenjak muncul gejala?3) Pernahkah pasien menjalani pengobatan yang lain? Jika ya, obat apa yang digunakan, berapa lama terapinya, bagaimana kepatuhan pasien mengikuti terapi, dan apakah dilakukan pengawasan terapi?

III. Riwayat keluarga:1) Adakah di keluarga pasien ada yang mengalami pembesaran leher?2) Adakah dikeluarga ada yang mengalami gejala yang sama?

3.2. Pemeriksaan3.2.1. Pemeriksaan FisikPemeriksaan fisik atau pemeriksaan klinis adalah sebuah proses dari seorang ahli medis yang memeriksa tubuh pasien untuk menemukan tanda klinis penyakit.Pada pemeriksaan ini, dapat ditentukan lokalisasi dan sifat-sifat dari suatu penyakit.I. inspeksi :- sesak napas- keringatan diruangan ber AC- Frekuensi napas 26x/menit- kelopak mata kanan tidak menutup- kedua kelopak mata tampak bergetarII. Palpasi : - nadi : 84x/menit Suhu 37 oC Pembesaran lingkar leher, 36cmIII. Askultasi :- TD 140/90 mmHg- Bisisng sistol diapeks

3.2.2. Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan penunjang merupakan pemeriksaan yang dilakukan di laboratorium, dan mencakup antara lain:31. Tiroksin dan Triyodotironium serum2. Ambilan Resin T33. Tiroksin bebas4. Kadar TSH serum Generasi ketiga tes TSH umumnya alat skrining awal untuk hipertiroidisme terbaik. Pasien dengan TNG akan memiliki tingkat TSH yang ditekan.5. Kadar T4 bebas atau pengganti dari kadar T4 bebas (yaitu, indeks T4 bebas) mungkin meningkat atau dalam rentang referensi.6. Ambilan Yodium radioisotope 7. USG kelenjar tiroid 8. Scanning kelenjar tiroid9. Aspirasi jarum halus biasanya tidak ditunjukkan dalam nodul otonom (yaitu, panas) fungsi tiroid. Risiko keganasan cukup rendah. Interpretasi dari spesimen sitologi sulit, karena kemungkinan untuk menunjukkan neoplasma folikular (misalnya, lembaran sel folikel dengan koloid sedikit atau tidak ada), dan membedakan antara lesi jinak dan lesi ganas tidak mungkin tanpa histologis sectioning untuk memeriksa untuk kehadiran invasi vaskular atau kapsuler.

3.3. Diagnosis3.3.1. Diagnosis Kerja (Working Diagnosis)Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan yang dilakukan, maka dapat diperoleh diagnosa kerja pasien mengidap Struma Diffuse Toxic Goiter. karena mengalami gejala: berdebar-debar sesak napas keringat banyak meskipun diruangan ber AC penglihatan kabur dan tampak dobel makan banyak tapi dirasakan badanya bertambah kurus, tekanan darah 140/90 mmHg suhu 37 oC kelopak mata kanan tidak dapat menutup

3.3.2. Diagnosis Banding

Struma nodosa non toksik. Disebabkan oleh kekurangan yodium dalam makanan(biasanya didaerah pegunungan) atau dishormogenesis (defek bawaan).Tiroiditis sub akut, biasanya sehabis infeksi saluran pernafasan. Pembesaran yangterjadi simetris dan nyeri disertai penurunan berat badan, disfagia, nervositas, danotalgia. Tiroiditis riedel, terutama pada wanita < 20 tahun. Gejalanya terdapat nyeri, disfagia,paralisis laring, dan pembesaran tiroid unilateral yang keras seperti batu atau papanyang melekat dengan jaringan sekitarnya.Struma hashimoto, sering pada wanita. Merupakan penyakit autoimun, biasanyaditandai dengan benjolan struma difusa disertai dengan keadaan hipotiroid, tanpa rasanyeri.Adenoma tiroid, biasanya tidak teraba dan terdapat perubahan kadar T3 dan T4 yang tinggiKarsinoma tiroid, biasanya teraba, terdapat metastasis ketulang, kadar T3 dan T4 naik.Metastasis tumor Teratoma, biasanya pada anak- anak dan berbatasan dengan kelenjar tiroid.Limfoma maligna

3.4. EpidemiologiDiffuse Struma toxic goiter memiliki prevalensi di Amerika Serikat sekitar 15-30% dari kasus-kasus hipertiroid, dan pada 20-80% dari adenoma toksikDiffuse Struma toxic goiter adalah lebih umum pada orang dewasa tua, karena itu, komplikasi akibat penyakit penyerta, seperti penyakit arteri koroner, yang signifikan dalam pengelolaan hipertiroidisme.Diffuse struma toxic goiter terjadi lebih sering pada wanita dibandingkan pada pria. Pada wanita dan laki-laki lebih tua dari 40 tahun, tingkat prevalensi teraba nodul adalah% 5-7 dan 1-2%, masing-masing UmurDiffuse Struma toxic goiter adalah penyebab paling umum dari hipertiroid spontan. Sebuah studi Minnesota menemukan 0,3 kasus baru per 1000 per tahun.Pada masa kanak-kanak akhir, tingkat kejadian adalah 3 per 100.000 pada anak perempuan dan 0,5 per 100.000 pada anak laki-laki.Pada neonatus, hipertiroidisme merupakan kelainan klinik yang relatif jarang ditemukan, diperkirakan angka kejadian hanya 1 dari 25.000 kehamilan. Studi prevalensi menunjukkan tingkat 2,7% pada wanita dan 0,23% pada pria.Penelitian Inggris menemukan 0,08-0,2 kasus baru per 1000 per tahun.

3.5. EtiologiPenyebab terjadinya Struma Diffuse Toxic Goiter, yaitu : Defisiensi iodium yang mengakibatkan penurunan level T4 Kekurangan yodium menyebabkan rendahnya tingkat T4, ini menginduksi hiperplasia sel tiroid untuk mengkompensasi rendahnya tingkat T4 Aktivasi reseptor TSH Pemasukkan Yodium yang berlebihan Pemasukkan hormon-hormon tiroid yang berlebihan Mutasi somatik reseptor TSH dan Protein G

3.6. PatofisiologiStruma disebut juga goiter adalah suatu pembengkakan pada leher oleh karena pembesaran kelenjar tiroid akibat kelainan glandula tiroid dapat berupa gangguan fungsi atau perubahan susunan kelenjar dan morfologinya. Dampak struma terhadap tubuh terletak pada pembesaran kelenjar tiroid yang dapat mempengaruhi kedudukan organ-organ di sekitarnya. Di bagian posterior medial kelenjar tiroid terdapat trakea dan esophagus. Struma dapat mengarah ke dalam sehingga mendorong trakea, esophagus dan pita suara sehingga terjadi kesulitan bernapas dan disfagia. Hal tersebut akan berdampak terhadap gangguan pemenuhan oksigen, nutrisi serta cairan dan elektrolit. Bila pembesaran keluar maka akan memberi bentuk leher yang besar dapat asimetris atau tidak, jarang disertai kesulitan bernapas dan disfagia. Kelenjar tiroid biasanya membesar sampai tingkat variabel dan pembuluh darah dan difus terpengaruh. Hal ini menghasilkan konsistensi halus, kenyal-perusahaan, dan sering bruit adalah terdengar pada auskultasi. Mikroskopis, sel-sel folikel tiroid adalah hipertrofik dan hiperplastik, dan mereka mengandung sedikit koloid (hormon disimpan) dan menunjukkan bukti hipersekresi. Limfosit dan sel plasma menyusup ke kelenjar tiroid dan dapat agregat menjadi folikel limfoid.Kondisi ini adalah gangguan autoimun dimana kelenjar tiroid terlalu bersemangat oleh antibodi diarahkan ke reseptor thyroid-stimulating hormone (TSH) hormon tiroid pada sel-sel folikel. Antibodi ini merangsang penyerapan yodium, hormonogenesis tiroid dan rilis, dan pertumbuhan kelenjar tiroid. Meskipun terutama dihasilkan dalam kelenjar tiroid, antibodi ini mencapai sirkulasi dan dapat diukur dengan berbagai tes di sebagian besar, tapi tidak semua, kasus.Hubungan dengan yang lain penyakit tiroid autoimun, tiroiditis Hashimoto, dan untuk tingkat yang lebih rendah, dengan penyakit autoimun lainnya di kelenjar endokrin lainnya dan sistem lain pada orang yang sama tinggi. Sebuah asosiasi yang kuat ada kekeluargaan dengan gondok beracun yang sama menyebar atau gangguan yang berkaitan, khususnya tiroiditis Hashimoto. Kehadiran tiroiditis Hashimoto, yang memiliki lebih dari efek destruktif pada kelenjar tiroid, atau adanya antibodi lain, TSH reseptor antibodi-memblokir, hasil dalam sejarah alam variabel dari program gondok beracun menyebar.Untuk varian D727E dari reseptor TSH manusia saja tidak cukup untuk pengembangan TNG itu. Sekitar 10% dari individu yang sehat memiliki polimorfisme ini.Endotelin-1 (ET-1) produksi kelenjar tiroid meningkat pada tikus yang telah mengalami hiperplasia, ini menunjukkan bahwa ET-1 produksi dapat terlibat dalam pertumbuhan kelenjar tiroid dan vaskularisasi. Berbeda dengan jaringan tiroid normal dan kanker tiroid papiler, jaringan tiroid pada pasien dengan TNG menunjukkan pewarnaan nyata positif dari pewarnaan stroma, tetapi tidak ada dari sel-sel folikel. Arti penting dari temuan ini tidak jelas, namun ET-1 adalah, selain menjadi suatu vasokonstriktor, suatu mitogen untuk endotelium pembuluh darah, sel-sel otot polos, dan sel-sel folikel tiroid.Dalam sistem in vitro telah menunjukkan stimulasi proliferasi sel folikel tiroid dengan pertumbuhan insulin faktor-1, faktor pertumbuhan epidermal, dan faktor pertumbuhan fibroblast. Mengurangi konsentrasi faktor pertumbuhan mengubah- 1 atau resistensi untuk mengubah faktor pertumbuhan- juga telah dikaitkan dengan pertumbuhan folikel sel. Peran dari beberapa faktor dalam pertumbuhan dan fungsi yang keluar dari TNG kebutuhan penyelidikan lebih lanjut.Mediator-mediator pertumbuhan termasuk : Endothelin-1 (ET-1), insulin likegrowth factor-1, epidermal growth factor, dan fibroblast growth factor.

3.7. Manifestasi KlinisGejala yang sering muncul adalah sangat mudah terangsang, intoleransi terhadap panas, berkeringat banyak, berat bada berkurang sedikit atau banyak, berbagai derajat keparahan diare, kelemahan otot, kecemasan atau kelainan psikis lainnya, rasa capai yang sangat, namun pasien tidak dapat tidur, dan tremor pada tangan. Manifestasi klinis khasnya adalah exofthalus, yaitu akibat pembengkakan pada jaringan retroorbita dan timbulnya perubahan degenerative pada otot-otot ekstraokular.Perubahan pada mata, menurut the American Thyroid Association diklasifikasikan sebagai berikut (dikenal dengan singkatan NOSPECS) :Kelas Uraian0 Tidak ada gejala dan tanda1 Hanya ada tanda tanpa gejala (berupa upper lid retraction,stare,lid lag)2 Perubahan jaringan lunak orbita3 Proptosis (dapat dideteksi dengan Hertel exphthalmometer)4 Keterlibatan otot-otot ekstra ocular5 Perubahan pada kornea (keratitis)6 Kebutaan (kerusakan nervus opticus)

Kelas 1, terjadinya spasme otot palpebra superior dapat menyertai keadaan awal tirotoksikosis yang dapat sembuh spontan bila keadaan tirotoksikosisnya diobati secara adekuat.Pada Kelas 2-6 terjadi proses infiltratif pada otot-otot dan jaringan orbita.Kelas 2 ditandai dengan keradangan jaringan lunak orbita disertai edema periorbita, kongesti dan pembengkakan dari konjungtiva (khemosis).Kelas 3 ditandai dengan adanya proptosis yang dapat dideteksi dengan Hertel exophthalmometer.Pada kelas 4, terjadi perubahan otot-otot bola mata berupa proses infiltratif terutama pada musculus rectus inferior yang akan menyebabkan kesukaran menggerakkan bola mata keatas. Bila mengenai musculus rectus medialis, maka akan terjadi kesukaran dalam menggerakkan bola mata kesamping.Kelas 5 ditandai dengan perubahan pada kornea ( terjadi keratitis).Kelas 6 ditandai dengan kerusakan nervus opticus, yang akan menyebabkan kebutaan.

3.8. Penatalaksanaan3.8.1. Medika mentosa1. FarmakologiA. Obat golongan tionamid mempunyai efek intra dan ekstratiroid. Mekanisme aksi intratiroid yang utama ialah mencegah/mengurangi biosintesis hormon tiroid T-3 dan T-4, dengan cara menghambat oksidasi dan organifikasi iodium, menghambat coupling iodotirosin, mengubah struktur molekul tiroglobulin dan menghambat sintesis tiroglobulin. Sedangkan mekanisme aksi ekstratiroid yang utama ialah menghambat konversi T-4 menjadi T-3 di jaringan perifer (hanya PTU, tidak pada metimazol). Atas dasar kemampuan menghambat konversi T-4 ke T-3 ini, PTU lebih dipilih dalam pengobatan krisis tiroid yang memerlukan penurunan segera hormon tiroid di perifer. Propylthiouracil mempunyai kelebihan dibandingkan methimazole karena dapat menghambat konversi T4 menjadi T3, Regimen umum terdiri dari pemberian PTU dengan dosis awal 100-150 mg setiap 6 jam. Setelah 4-8 minggu, dosis dikurangi menjadi 50-200 mg , 1 atau 2 kali sehari. Propylthiouracil mempunyai kelebihan dibandingkan methimazole karena dapat menghambat konversi T4 menjadi T3, sehingga efektif dalam penurunan kadar hormon secara cepat pada fase akut Methimazole mempunyai masa kerja yang lama sehingga dapat diberikan dosis tunggal sekali sehari. Terapi dimulai dengan dosis methimazole 40 mg setiap pagi selama 1-2 bulan, dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan 5 20 mg perhari.Efek samping, yaitu : agranulositosis (metimazol mempunyai efek samping agranulositosis yang lebih kecil), gangguan fungsi hati, lupus like syndrome, yang dapat terjadi dalam beberapa bulan pertama pengobatan, Ikterus Kholestatik, Angioneurotic edema, Hepatocellular toxicity dan Arthralgia Akut.B. Obat golongan penyekat beta, seperti propranolol hidroklorida, sangat bermanfaat untuk mengendalikan manifestasi klinis tirotoksikosis (hyperadrenergic state) seperti palpitasi, tremor, cemas, dan intoleransi panas melalui blokadenya pada reseptor adrenergik. Di samping efek antiadrenergik, obat penyekat beta ini juga dapat -meskipun sedikit- menurunkan kadar T-3 melalui penghambatannya terhadap konversi T-4 ke T-3. Dosis awal propranolol umumnya berkisar 80 mg/hari.3,4Di samping propranolol, terdapat obat baru golongan penyekat beta dengan durasi kerja lebih panjang, yaitu atenolol, metoprolol dan nadolol. Dosis awal atenolol dan metoprolol 50 mg/hari dan nadolol 40 mg/hari mempunyai efek serupa dengan propranolol.

2. InvasiveIndikasi untuk eksplorasi bedah glandula thyroidea meliputi : Terapi. Pengurangan massa fungsional dalam keadaan hipertiroid, tiroidektomi subtotal pada penyakit grave atau struma multinodular toksik atau eksisi adenoma toksik. Terapi. Pengurangan massa menekan, tiroidektomi subtotal dalam struma multinodular non toksik atau lobektomi untuk kista tiroid atau nodulus tunggal (misal nodulusus koloid) yang menimbulkan penekanan trakea atau esofagus. Ekstirpasi penyakit keganasan. Biasanya tiroidektomi total dengan pengupasan kelenjar limfe; untuk sejumlah tumor diindikasikan lobektomi unilateral. Paliasi. Eksisi massa tumor yang tak dapat disembuhkan, yang menimbulkan gejala penekanan mengganggu: anaplastik, metaplastik atau tumor limfedematosa.a. Reseksi SubtotalReseksi subtotal akan dilakukan identik untuk lobus kanan dan kiri, dengan mobilitas sama pada tiap sisi. Reseksi subtotal dilakukan dalam kasus struma multinodular toksik, struma multinodular nontoksik atau penyakit grave. Prinsip reseksi untuk mengeksisi sebagian besar tiap lobus yang memotong pembuluh darah thyroidea superior ,vena thyroidea media dan vena thyroidea inferior yang meninggalkan arteria thyroidea inferior utuh. Bagian kelenjar yang dieksisi merupakan sisi anterolateral tiap lobus, isthmus dan lobus pyramidalis. Pada beberapa pasien dengan peningkatan sangat jelas dalam penyediaan darah ke kelenjar, arteria thyroides inferior dapat diligasi kontinu atau ditutup sementara dengan klem kecil sampai reseksi dilengkapi. Tujuan lazim untuk melindungi dan mengawetkan nernus laryngeus recurrens dan glandula paratiroid. Telah ditekankan bahwa dalam ligasi pembuluh darah thyroidea superior harus hati-hati untuk tidak mencederai ramus externus nervus laryngeus superior, ia menimbulkan perubahan suara yang bermakna. Selama tindakan operasi, perhatian cermat diberikan pada hemostasis.

b. Lobektomi TotalLobektomi total dilakukan untuk tumor ganas glandula tiroid dan bila penyakit unilobaris yang mendasari tak pasti. Beberapa ahli bedah juga lebih senang melakukan tindakan ini pada satu sisi bagi penyakit mulinodularis dan meninggalkan sisa agak lebih besar dalam lobus yang lain.Bila dilakukan pengupasan suatu lobus untuk tumor ganas, maka pembuluh darah thyroidea media dan vena thyroidea inferior perlu dipotong. Glandula paratiroid dan nervus laryngeus recurrens diidentifikasi dan dilindungi. Jika glandula paratiroid pada permukaan tiroid, maka ia mula-mula bisa diangkat bersama tiroid dan kemudian ditransplantasi. Lobus tiroid diretraksi ke medial dengan dua glandula paratiroid terlihat dekat cabang terminal arteria thyroidea inferior dan nervus laryngeus recurrens ditutupi oleh ligamentum fasia (ligamentum Berry). Nervus ini diidentifikasi sebagai struktur putih tipis yang berjalan di bawah ligemntum dan biasaynya di bawah cabang terminal arteria thyroidea inferior.Setelah menyelesaikan eksisi kelenjar ini dan kelenjar limfe, maka hemostasis dinilai dan luka ditutup dalam lapisan. Drainase tidak diperlukan, asalkan hemostasis diamankan.

3.8.2. Non Medika MentosaDilihat dari sudut pandang pengobatan nonfarmakologi penyakitnya, Struma Diffuse Toxic Goiter dapat diobati dengan cara : Mempertahankan daya tahan tubuh pasien. Menjaga berat badan pasien agar tidak turun. Menenpatkana pasien pada ruangan dingin agar pasien tidak berkeringatan. Menjaga kestabilan cairan pasien Kurangin konsumsi makana yang memperburuk hipertiroid.

3.9. PrognosisStruma Diffuse Toxic Goiter prognosis yang baik jika didiagnosis dari awal dan dilakukan penangganan dini jika terlamabat maka prognosis akan buruk karena harus dilakukan pembendahan karena pembesaran kelenjar tiroid yang dapat berefek hipotiriod jika dilakukan total lobektomi.

3.10. Komplikasi Dilihat dari sudut pandang perjalanan penyakitnya, Diffuse Toxic Goiter dapat menimbulkan komplikasi sebagai berikut :- Demam tinggi, dimana suhu meningkat dari 38C sampai mencapai 41C disertai dengan flushing dan hiperhidrosis.- Takhikardi hebat , atrial fibrilasi sampai payah jantung.- Gejala-gejala neurologik seperti agitasi, gelisah, delirium sampai koma.- Gejala-gejala saluran cerna berupa mual, muntah,diare dan ikterus.

3.11. PencegahanHindari makanan yang banyak mengandung zat goitrogenik misalnya : makanan laut kedelai Lobak cina Hindarin merokok Hindari terapi sinar di daerah leher atau sekitarnya

3.12.KesimpulanStruma Diffuse Toxic Goiter adalah suatu penyakit akibat pembesaran kelenjar tiroid yang ditunjukan dengan gejala hipertiroid yang dapat diobatin dengan Propylthiouracil dan methimazol yang jika pembesaran tiriod diangap menggangu dapat dilakukan tindakan bedah unduk mengurangi pembesaran tirioid yang diprognosiskan bonam jika didiagnosa dini dan ditanganin dengan benar.

DAFTAR PUSTAKA1. Ardhana W. Prosedur pemeriksaan ortodontik. Diunduh dari: http://wayanardhana.staff.ugm.ac.id/materi_orto1_pem.pdf, 28 Oktober 2010.2. Daere J, Kopelman P. Buku saku keterampilan klinis. Jakarta:EGC;2005.h.136-41, 258-9.3. Sudiono H, Iskandar I, Edward H, et al. Penuntun patologi klinik hematologi. Edisi ke-3. Jakarta:UKRIDA;2009.h.99-100.4. Sudoyo et al. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid III. Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006.5. Brunton Laurence L. The pharmacological basis of therapeutics.12ed. McGraw-Hill: Nyew York ;2010.6. Goldman lee, ausiello dennis. Cecil textbook of medicine. Edisi ke-22.saunders:America; 2007.7. Sabiston, David C, Buku Ajar Bedah bagian 2, Jakarta : EGC, 2008.8. Katzung, Bertram G. Farmakologi Dasar dan Klinik edisi VI, Jakarta : EGC, 2000.9. Sjamsuhidajat r, win de jong. Buku-ajar ilmu bedah,edisi2, Jakarta EGC,2004.10. Prince S.A, Wilson L.M. Patofisologi: konsep klinis proses-proses penyakit, EGC, Jakarta, 2006.

Email : [email protected] Page 11