makalah blok 21 dm tipe 2

46
Diabetes Tipe II Shylfera Rahmi 102009227 *Mahasiswa Fakultas Kedokteran UKRIDA Alamat korespondensi: Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna Utara No. 6 Kebon Jeruk, Jakarta 11510 Email : [email protected] Pendahuluan Diabetes melitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat. Jika telah berkembang penuh secara klinis, maka diabetes melitus ditandai dengan hiperglikemia puasa dan postprandial, arterosklerotik dan penyakit vaskular mikroangiopati dan neuropati. Manifestasi klinis hiperglikemia biasanya sudah bertahun-tahun mendahului timbulnya kelainan klinis dari penyakit vaskularnya. Pasien dengan kelainan toleransi glukosa ringan (gangguan glukosa puasa dan gangguan toleransi glukosa dapat tetap berisiko mengalami komplikasi metabolik diabetes. 1

Upload: dessy-roswitha-gesi

Post on 19-Jan-2016

127 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah Blok 21 Dm Tipe 2

Diabetes Tipe II

Shylfera Rahmi

102009227

*Mahasiswa Fakultas Kedokteran UKRIDA

Alamat korespondensi:

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Arjuna Utara No. 6 Kebon Jeruk, Jakarta 11510

Email : [email protected]

Pendahuluan

Diabetes melitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk

heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat. Jika telah berkembang

penuh secara klinis, maka diabetes melitus ditandai dengan hiperglikemia puasa dan

postprandial, arterosklerotik dan penyakit vaskular mikroangiopati dan neuropati. Manifestasi

klinis hiperglikemia biasanya sudah bertahun-tahun mendahului timbulnya kelainan klinis dari

penyakit vaskularnya. Pasien dengan kelainan toleransi glukosa ringan (gangguan glukosa puasa

dan gangguan toleransi glukosa dapat tetap berisiko mengalami komplikasi metabolik diabetes.

Anamnesis

Anamnesis adalah komunikasi dua arah yang dilakukan dokter dengan pasien atau dengan

keluarga pasien. Ada dua macam komunikasi yang dilakukan, yaitu;

a. Auto = antara dokter dengan pasien (pasien dalam keadaan sadar)

b. Allo = antara dokter dengan keluarga pasien (pasien dalam keadaan tidak sadar)

Dalam scenario dokter harus melakukan anamnesis auto anamnesis karena pasien dalam

keadaan sadar.1

1

Page 2: Makalah Blok 21 Dm Tipe 2

Tujuan dari anamnesis adalah untuk memperoleh informasi, menjalin hubungan baik, dan

menjalin kepercayaan dokter dengan pasien. Dari scenario ada hal yang dapat kita ketahui

dan ada hal yang harus kita tanyakan, yaitu;

Identitas = laki – laki berusia 45 tahun.

Keluhan utama

Tuan A berusia 45 tahun merasa semakin lemas sejak 2 minggu lalu, riwayat diabetic

dan minum metformin dan glibenklamid secara teratur.

Riwayat penyakit sekarang

Menanyakan banyak makan, minum dan banyak kencing

Menanyakan adanya hipertensi

Riwayat adanya perubahan berat badan?

Mudah lelah dan cepat haus dirasakan sejak kapan?

Menanyakan adanya luka yang sukar sembuh, jaringan parut pada kulit dan luka yang

bau?

Riwayat penyakit dahulu

Menanyakan apakah pernah sakit seperti ini juga sebelumnya?

Menanyakan apakah pernah dirawat dengan penurunan kesadaran karena diare

berlebihan, stress, lupa makan setelah minum obat?

Keluarga ada yang menderita DM?

Menanyakan sebelumnya sudah pernah minum obat?.1

Pemeriksaan fisik

- Pengukuran tinggi dan berat badan, pengukuran tekanan darah, termasuk pengukuran

tekanan darah dalam posisi berdiri untuk mencari kemungkinan adanya hipotensi

ortostatik.

- Pemeriksaan funduskopi.

- Pemeriksaan rongga mulut dan kelenjar tiroid.

- Pemeriksaan jantung.

- Evaluasi nadi baik secara palpasi maupun dengan stetoskop.

- Pemeriksaan ekstremitas atas dan bawah, termasuk jari.1

2

Page 3: Makalah Blok 21 Dm Tipe 2

- Pemeriksaan kulit (acantosis nigrican dan bekas tempat penyuntikan insulin) dan

pemeriksaan neurologis.

- Tanda-tanda penyakit lain yang dapat menimbulkan DM tipe lain.

Inspeksi

- Warna kulit dan kondisi kulit (kering, normal, lembab).

- Atrofi / hipotrofi otot.

- Lesi kulit ( infiltrate, ulkus, abses, gangren).

- Gerakan yang terbatas dan kontraktur

Palpasi

- Pemeriksaan suhu raba.

- Pemeriksaan pulsasi a dorsalis pedis dan tibialis posterior.

- Pemeriksaan sensibilitas dengan monofilament.1

Pemeriksaan penunjang

Kriteria Diagnosis:

1. Gejala klasik DM + gula darah sewaktu ≥ 200 mg/dl. Gula darah sewaktu merupakan

hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memerhatikan waktu makan terakhir.

2. Kadar gula darah puasa ≥ 126 mg/dl. Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori

tambahan sedikitnya 8 jam.

3. Kadar gula darah 2 jam pada TTGO ≥ 200 mg/dl. TTGO dilakukan dengan Standard

WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 g glukosa anhidrus yang

dilarutkan dalam air.

Cara pelaksanaan TTGO (WHO, 1994):

• Tiga hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari (dengan

karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti biasa

• Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum air putih

tanpa gula tetap diperbolehkan.

• Diperiksa kadar glukosa darah puasa.2

3

Page 4: Makalah Blok 21 Dm Tipe 2

• Diberikan glukosa 75 g (orang dewasa), atau 1,75 g/Kg BB (anak-anak), dilarutkan

dalam 250 ml air dan diminum dalam waktu 5 menit

• Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam setelah

minum larutan glukosa selesai

• Diperiksa kadar glukosa darah 2 jam sesudah beban glukosa

• Selama proses pemeriksaan, subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok.

Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, maka dapat

digolongkan ke dalam kelompok TGT (Toleransi Glukosa Terganggu) atau GDPT (Glukosa

Darah Puasa Terganggu) dari hasil yang diperoleh.

TGT : glukosa darah plasma 2 jam setelah pembebanan antara 140 – 199 mg/dl

GDPT : glukosa darah puasa antara 100 – 125 mg/dl

Pemeriksaan dilakukan dengan cara darah disentrifugasi untuk mendapatkan serumnya,

kemudian diperiksa kadar gula darahnya. Bila pemeriksaan tidak langsung dilakukan atau

ada penundaan waktu, darah dari penderita bisa ditambahkan dengan antiglikolitik

(gliseraldehida, fluoride, dan iodoasetat) untuk menghindari terjadinya glukosa darah yang

rendah palsu. Ini sangat penting untuk diketahui karena kesalahan pada fase ini dapat

menyebabkan hasil pemerikaan gula darah tidak sesuai dengan yang sebenarnya, dan akan

menyebabkan kesalahan dalam penatalaksanaan penderita DM.2

Metode yang digunakan dalam pemeriksaan gula darah meliputi metode reduksi,

enzimatik dan lainnya. Yang paling sering dilakukan adalah metode glukosa oksidasi (GOD)

dan metode heksokinase.2

a. Metode GOD, akurasi dan presisi yang baik (karena enzim GOD spesifik untuk

reaksi pertama), tetapi reaksi kedua rawan interferen (tidak spesifik). Interferen yang

bisa mengganggu antara lain bilirubin, asam urat, dan asam askorbat.

b. Metode heksokinase juga banyak digunakan. Metode ini memiliki akurasi dan

presisi yang sangat baik dan merupakan metode referens, karena enzim yang

digunakan spesifik untuk glukosa.

4

Page 5: Makalah Blok 21 Dm Tipe 2

Tabel 1. Nilai Rujukan Kadar Glukosa Darah.

Deferensial diagnosis

- Diabetes tipe 1

diabetes tipe 1 merupakan penyakit autoimun, terjadi akibat ketiadaan insulin karena

kerusakan imunologis sel β. Diabetes tipe 1 umumnya timbul pada masa anak,

bermanifestasi pada masa pubertas dan berkembang seiring usia. Sebagian besar pasien

bergantung pada insulin, tanpa insulin mereka akan mengalami komplikasi metabolik

seperti ketoasidosis akun dan koma. Gejala klinik pada diabetes tipe 1 yaitu polidipsia,

poliuria,polifagia, turunnya berat badan, lemah, somnolen yang terjadi selama beberapa

hari sampai beberapa minggu. Terapi insulin biasanya diperlukan untuk mengontrol

metabolism dan umumnya penderita peka terhadap insulin.3,4

- Diabetes tipe lain

Maturity onset diabetes of the young (MODY)

Mody terjadi karena defek primer difungsu sel β yang terjadi tanpa

kerusakan sel β, tetapi mengenai massa sel β dan atau produksi insulin. MODY

adalah hasil akhir dari berbagai kelompok defek genetik yang ditaindai oleh:

defek monogenic yang diwariskan secara dominan autosom dengan tingkat

penestrasi yang tinggi, awitan dini, biasanya timbul sebelum usia 25 tahun, tidak

ada obesitas, tidak adanya autoantibody dan sindrom resistensi insulin.

5

Page 6: Makalah Blok 21 Dm Tipe 2

Glukokinase yang diperkirakan berperan dalam MODY2, mengkatalisis

pemindahan fosfat dari ATP ke glukosa, yang merupakan reaksi pertama dan

penentu kecepatan dalam metabolisme glukosa. Glukokinase yang diekresikan sel

β pankreas mengontrol infuks glukosa dengan mengendalikan pemasukannya

kedalam siklus glikolitik, yang akhirnya dapat menimbulkan sekresi insulin.

Mutasi inaktivasi pada enzim ini meningkatkan ambang untuk melepasan insulin

sehingga derajat hiperglikemia hanya disertai sekresi insulin yang rendah dan

akhirnya terjadi peningkatan sedang glukosa sedang glukosa darah. Pernah

dilaporkan mutasi aktivasi yang menyebabkan aktivitas enzim bergeser kea rah

yang berlawanan, berupa peningkatan sekresi insulin pada kadar glukosa yang

lebih rendah sehingga terjadi keadaan hipoglikemia kronik dan hiperinsulinisme.

Selain heterogenitas genetic, MODY juga ditandai oleh heterogenitas klinis.

Sebagian bentuk MODY (MODY1, MODY3, DAN MODY5) disebabkan

adanyanya defek berat terhadap sekresi insulin oleh sel β disertai seluruh penyakit

diabetes, sedangkan MODY2 menyebabkan hiperglikemia kronik ringan yang

biasanya tidak memburuk seiring dengan waktu.3,4

Working diagnosis

       Diabetes tipe 2 adalah dimana hormon insulin dalam tubuh tidak dapat berfungsi dengan

semestinya, dikenal dengan istilah Non-Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM). Hal ini

dikarenakan berbagai kemungkinan seperti defek

dalam produksi insulin, resistensi terhadap insulin atau berkurangnya sensitifitas (respon) sel

dan jaringan tubuh terhadap insulin yang ditandai dengan meningkatnya kadar insulin di dalam

darah.

       Ada beberapa teori yang mengutarakan sebab terjadinya resisten terhadap insulin,

diantaranya faktor kegemukan (obesitas). Pada penderita diabetes tipe 2, pengontrolan kadar gula

darah dapat dilakukan dengan beberapa tindakan seperti diet, penurunan berat badan, dan

pemberian tablet diabetik. Apabila dengan pemberian tablet belum maksimal respon penanganan

level gula dalam darah, maka obat suntik mulai dipertimbangkan untuk diberikan.

6

Page 7: Makalah Blok 21 Dm Tipe 2

       Normalnya kadar gula dalam darah berkisar antara 70 - 150 mg/dL {millimoles/liter (satuan

unit United Kingdom)} atau 4 - 8 mmol/l {milligrams/deciliter (satuan unit United State)},

Dimana 1 mmol/l = 18 mg/dl.

       Namun demikian, kadar gula tentu saja terjadi peningkatan setelah makan dan mengalami

penurunan diwaktu pagi hari bangun tidur. Seseorang dikatakan mengalami hyperglycemia

apabila kadar gula dalam darah jauh diatas nilai normal, sedangkan hypoglycemia adalah suatu

kondisi dimana seseorang mengalami penurunan nilai gula dalam darah dibawah normal.4

Kaitan antara Metabolisme Karbohidrat dan Diabetes Mellitus tipe 2

       Metabolisme karbohidrat dan diabetes mellitus adalah dua mata rantai yang tidak dapat

dipisahkan. Keterkaitan antara metabolisme karbohidrat dan diabetes mellitus dijelaskan oleh

keberadaan hormon insulin. Diabetes mellitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetis

dan klinis termasuk heterogen dengan menifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat. Jika

telah berkembang penuh secara klinis, maka diabetes mellitus ditandai dengan hiperglikemia

puasa dan post prandial, aterosklerotik dan penyakit vascular microangiophaty dan neurophaty.

Manifestasi klinis hiperglikemia biasanya telah bertahun-tahun mendahului timbulnya kelainan

klinis dari penyakit vascularnya. Pasien dengan kelainan toleransi glukosa ringan ( gangguan

glukosa puasa dan gangguan toleransi glukosa ) dapat tetap berisiko mengalami komplikasi

diabetes mellitus.

       Diabetes mellitus merupakan penyakit endokrin yang paling lazim. Frekuensi sesungguhnya

diperoleh karena perbedaan standar diagnosis tetapi mungkin antara 1-2% jika hiperglikemia

puasa merupakan kriteria diagnosis. Penyakit ini ditandai oleh komplikasi metabolik dan

komplikasi jangka panjang yang melibatkan mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah.

       Penderita diabetes mellitus mengalami kerusakan dalam produksi maupun sistem kerja

insulin, sedangkan ia sangat dibutuhkan dalam melakukan regulasi metabolisme karbohidrat.

Akibatnya, penderita diabetes mellitus akan mengalami gangguan pada metabolisme karbohidrat.

Tubuh manusia membutuhkan energi agar dapat berfungsi dengan baik. Energi tersebut

diperoleh dari hasil pengolahan makanan melalui proses pencernaan di usus. Di dalam saluran

pencernaan itu, makanan dipecah menjadi bahan dasar dari makanan tersebut. Karbohidrat

menjadi glukosa, protein menjadi menjadi asam amino, dan lemak menjadi asam lemak. Ketiga

zat makanan tersebut akan diserap oleh usus kemudian masuk ke dalam pembuluh darah dan

akan diedarkan ke seluruh tubuh untuk dipergunakan sebagai bahan bakar.4

7

Page 8: Makalah Blok 21 Dm Tipe 2

Dalam proses metabolisme, insulin memegang peranan sangat penting yaitu memasukkan

glukosa ke dalam sel, untuk selanjutnya digunakan sebagai bahan bakar. Pengeluaran insulin

tergantung pada kadar glukosa dalam darah. Kadar glukosa darah sebesar > 70 mg/dl akan

menstimulasi sintesa insulin. Insulin yang diterima oleh reseptor pada sel target, akan

mengaktivasi tyrosin kinase dimana akan terjadi aktivasi sintesa protein, glikogen, lipogenesis

dan meningkatkan transport glukosa ke dalam otot skelet dan jaringan adipose dengan bantuan

transporter glukosa (GLUT 4).

       Insulin berupa polipeptida yang dihasilkan oleh sel-sel β pankreas. Insulin terdiri atas dua

rantai polipeptida. Struktu insulin manusia dan beberapa spesies mamalia kini telah diketahui.

Insulin manusia terdiri atas 21 residu asam amino pada rantai A dan 30 residu pada rantai B.

Kedua rantai ini dihubungkan oleh adanya dua buah rantai disulfida (Granner, 2003). Insulin

disekresi sebagai respon atsa meningkatnya konsentrasi glukosa dalam plasma darah.

Konsentrasi ambang untuk sekresi tersebut adalah kadar glukosa pada saat puasa yaitu antara 80-

100 mg/dL. Respon maksimal diperoleh pada kadar glukosa yang berkisar dar 300-500 mg/dL.

Insulin yang disekresikan dialirkan melalui aliran darah ke seluruh tubuh. Umur insulin dalam

aliran darah sangat cepat. Waktu paruhnya kurang dari 3-5 menit.

      Sel-sel tubuh menangkap insulin pada suatu reseptor glikoprotein spesifik yang terdapat pada

membran sel. Reseptor tersebut berupa heterodimer yang terdiri atas subunit α dan subunit β

dengan konfigurasi α2β2. Subunit α berada pada permukaan luar membran sel dan berfungsi

mengikat insulin. Subunit β berupa protein transmembran yang melaksanakan fungsi tranduksi

sinyal. Bagian sitoplasma subunit β mempunyai aktivitas tirosin kinase dan tapak autofosforilasi.

      Terikatnya insulin subunit α menyebabkan subunit β mengalami autofosforilasi pada residu

tirosin. Reseptor yang terfosforilasi akan mengalami perubahan bentuk, membentuk agregat,

internalisasi dan mnghasilkan lebih dari satu sinyal. Dalam kondisi dengan kadar insuli tinggi,

misalnya pada obesitas ataupun akromegali, jumlah reseptor insulin berkurang dan terjadi

resistansi terhadap insulin. Resistansi ini diakibatkan terjadinya regulasi ke bawah. Reseptor

insulin mengalami endositosis ke dalam vesikel berbalut klatrin.

       Insulin mengatur metabolisme glukosa dengan memfosforilasi substrat reseptor insulin (IRS)

melalui aktivitas tirosin kinase subunit β pada reseptor insulin. IRS terfosforilasi memicu

serangkaian rekasi kaskade yang efek nettonya adalah mengurangi kadar glukosa dalam darah.4

8

Page 9: Makalah Blok 21 Dm Tipe 2

       Pengaturan metabolisme glukosa oleh insulin melalui berbagai mekanisme kompleks yang

efek adalah peningkatan kadar glukosa dalam darah. Oleh karena itu, penderita diabetes mellitus

yang jumlah insulinnya tidak mencukupi atau bekerja tidak efektif akan mengalami

hiperglikemia.

       Penderita diabetes tipe I juga mengalami hipertrigliseridemia, yaitu kadar trigliserida dan

VLDL dalam darah yang tinggi. Hipertrigliseridemia terjadi karena VLDL yang disintesis dan

dilepaskan tidak mampu diimbangi oleh kerja enzim lipoproteinlipase yang merombaknya.

Jumlah enzim ini diransang oleh rasio insulin dan glukagon yang tinggi. Efek pada produksi

enzim ini juga mengakibatkan hipersilomikronemia, karena enzim ini juga dibutuhkan dalam

katabolisme silomikron pada jaringan adiposa.

       Berbeda dengan penderita diabetes tipe I, pada penderita diabetes tipe II, ketoasidosis tidak

terjadi karena penguraian lemak (lipolisis) tetap terkontrol. Namun, pada terjadi

hipertrigliseridemia yang menghasilkan peningkatan VLDL tanpa disertai hipersilomikronemia.

Hal ini terjadi karena peningkatan kecepatan sintesis de novo dari asam lemak tidak diimbangi

oleh kecepatan penyimpanannya pada jaringan lemak. Asam lemak yang dihasilkan tidak

semuanya mampu dikatabolisme, kelebihannya diesterifikasi menjadi trigliserida dan VLDL. Hal

ini diperparah oleh aktivitas fisik penderita diabetes mellitus tipe II yang pada umumnya sangat

kurang. Akibatnya kadar lemak dalam darah akan meningkat. Pada penderita yang akut, akan

terjadi penebalan pada pembuluh darah terutama pada bagian mata, sehingga dapat menyebabkan

rabun atau bahkan kebutaan.

        Kelainan tekanan darah akibat kadar glukosa yang tinggi menyebabkan kerja jantung, ginjal

dan organ dalam lain untuk mempertahankan kestabilan tubuh menjadi lebih berat. Akibatnya

pada penderita diabetes akan mudah dikenai berbagai komplikasi diantaranya penurunan sistem

imune tubuh, kerusakan sistem kardivaskular,kealinan trombosis, inflamasi, dan kerusakan sel-

sel endothelia serta kerusakan otak, yang biasanya ditandai dengan penglihatan yang kabur.4

Etilogi

Diabetes Militis tipe 2 penyakitnya mempunyai pola familia yang kuat. Indeks untuk

diabetes tipe 2 pada kembar monozigot hampir 100%. Transmisi genetik adalah paling kuat dan

contoh terbaik terdapat dalam Diabetes Awitan Dewasa Muda (MODY) ,yaitu subtipe penyakit

diabetes yang diturunkan dengan pola autosomal dominan.

9

Page 10: Makalah Blok 21 Dm Tipe 2

Jika orangtua menderita diabetes tipe 2 rasio diabetes dan nondiabetes pada anak adalah

1:1 dan sekitar 90% pasti membawa (carrier) diabetes tipe 2. Diabetes tipe 2 ditandai oleh

kelainan sekresi, insulin, serta kerja insulin. Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel

sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor

permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselular yang menyebabkan mobilisasi

pembawa GLUT 4 glukosa dan meningkatkan transport glukosa menembus membaran sel.

Pada pasien-pasien dengan diabetes tipe 2 terdapat kelainan dalam pengikatan insulin

dengan reseptor.kelainan ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor pada

membrane sel yang sel nya responsif terhadap insulin atau akibat ketidaknormalan reseptor

insulin intrinsik. Akibatnya terjadi penggabungan abnormal antara kompleks reseptor insulin

dengan sistem transport glukosa. Ketidaknormalan postreseptor dapat mengganggu kerja

insulin.Pada akhirnya,timbul kegagalan sel beta dengan menurunya jumlah insulin yang beredar

dan tidak lagi memadai untuk mempertahankan eugllikemia. Sekitar 80% pasien diabetes tipe 2

mengalami obesitas. Karena obesitas berkaitan dengan resistensi insulin, maka kelihatannya akan

timbul kegagalan toleransi glukosa yang menyebabkan diabetes tipe 2. Pengurangan berat badan

seringkali dikaitkan dengan perbaikan dalam sensitivitas insulin dan pemulihan toleransi

glukosa.4,5

Epidemiologi

Tingkat Prevalansi diabetes mellitus adalah tinggi.Diduga terdapat sekitar 16 juta kasus

diabetes di amerika serikat dan setiap tahunnya didagnosis 600.000 kasus baru.Diabetes

Merupakan penyebab kematian ketiga di amerika serikat dan merupakan Penyebab utama

kebutaan pada orang dewasa akibat retinopati dibetik.Pada usia yang sama,penderita diabetes

paling sedikit 2 ½ kali lebih sering terkena serangan jantung dibandingkan dengan mereka yang

tidak menderita diabetes.

Tujuh pulih lima persen menderita diabetes akhirnya meninggal akibat penyakit

viskular.Serangan jantung,gagal ginjal,stroke,dan gengren adalah komplikasi yang paling

utama.Selain itu,kematian fetus intyaruterin pada ibu-ibu yang menderita diabetes tidak

terkontrol juga meningkat.

10

Page 11: Makalah Blok 21 Dm Tipe 2

Dampak ekonomi pada diabetes jelas terlihat akibat pada biaya pengobatan dan hilangnya

pendapatan,selain konsekuensi financial karna banyaknya komplikasi seperti kebutaan dan

penyakit vascular.4

Patofisiologi

Diabetes melitus tipe 2 merupakan suatu kelainan yang heterogenik dengan karakter

utama hiperglikemik kronik. Meskipun pola pewarisannya belum jelas, faktor genetik dikatakan

memiliki peranan yang penting dalam munculnya diabetes melitus tipe 2 ini. Faktor genetik ini

akan berinteraksi dengan faktor-faktor lingkungan seperti gaya hidup, diet, rendahnya aktifitas

fisik, obesitas, dan tingginya kadar asam lemak bebas.5,6

           

Patofisiologi diabetes melitus tipe 2 terdiri atas tiga mekanisme, yaitu;  

1. Resistensi terhadap insulin

Resistensi terhadap insulin terjadi disebabkan oleh penurunan kemampuan hormon

insulin untuk bekerja secara efektif pada jaringan-jaringan target perifer (terutama pada otot

dan hati), ini sangat menyolok pada diabetes melitus tipe 2. Resistensi terhadap insulin ini

merupakan hal yang relatif. Untuk mencapai kadar glukosa darah yang normal dibutuhkan

kadar insulin plasma yang lebih tinggi. Pada orang dengan diabetes melitus tipe 2, terjadi

penurunan pada penggunaan maksimum insulin, yaitu lebih rendah  30 - 60 % daripada orang

normal. Resistensi terhadap kerja insulin menyebabkan terjadinya gangguan penggunaan

insulin oleh jaringan-jaringan yang sensitif dan meningkatkan  pengeluaran glukosa hati.

Kedua efek ini memberikan kontribusi terjadinya hiperglikemi pada diabetes. Peningkatan

pengeluaran glukosa hati digambarkan dengan peningkatan FPG (Fasting Plasma Glukose)

atau kadar gula puasa (BSN). Pada otot terjadi gangguan pada penggunaan glukosa secara

non oksidatif (pembentukan glikogen) daripada metabolisme glukosa secara oksidatif melalui

glikolisis. Penggunaan glukosa pada jaringan yang independen terhadap insulin tidak

menurun pada diabetes melitus tipe 2.

Mekanisme molekular terjadinya resistensi insulin telah diketahui. Level kadar reseptor

insulin dan aktifitas tirosin kinase pada jaringan otot menurun, hal ini merupakan defek

sekunder pada hiperinsulinemia bukan defek primer.

11

Page 12: Makalah Blok 21 Dm Tipe 2

Oleh karena itu, defek pada post reseptor diduga mempunyai peranan yang dominan

terhadap terjadinya resistensi insulin. Polimorfik dari IRS-1 (Insulin Receptor Substrat)

mungkin berhubungan dengan intoleransi glukosa. Polimorfik dari bermacam-macam

molekul post reseptor diduga berkombinasi dalam menyebabkan keadaan resistensi insulin.

Sekarang ini, patogenesis terjadinya resistensi insulin terfokus pada defek PI-3 kinase

(Phosphatidyl Inocytol) yang menyebabkan terjadinya reduktasi translokasi dari GLUT-4

(Glukose Transporter) ke membran plasma untuk mengangkut insulin. Hal ini menyebabkan

insulin tidak dapat diangkut masuk ke dalam sel dan tidak dapat digunakan untuk

metabolisme sel, sehingga kadar insulin di dalam darah terus meningkat dan akhirnya

menyebabkan terjadinya hiperglikemi.

Ada teori lain mengenai terjadinya resistesi insulin pada penderita diabetes melitus tipe 2.

Teori ini mengatakan bahwa obesitas dapat mengakibatkan terjadinya resistensi insulin

melalui beberapa cara, yaitu; peningkatan asam lemak bebas yg mengganggu penggunaan

glukosa pada jaringan otot, merangsang produksi  dan gangguan fungsi sel β pankreas.16,19

2. Defek sekresi insulin

Defek sekresi insulin berperan penting bagi munculnya diabetes melitus tipe 2. Pada

hewan percobaan, jika sel-sel beta pankreas normal, resistensi insulin tidak akan

menimbulkan hiperglikemik karena sel ini mempunyai kemampuan meningkatkan sekresi

insulin sampai 10 kali lipat. Hiperglikemi akan terjadi sesuai dengan derajat kerusakan sel

beta yang menyebabkan turunnya sekresi insulin. Pelepasan insulin dari sel beta pankreas

sangat tergantung pada transpor glukosa melewati membran sel dan interaksinya dengan

sensor glukosa yang akan menghambat peningkatan glukokinase. Induksi glukokinase akan

menjadi langkah pertama serangkaian proses metabolik untuk melepaskan granul-granul

berisi insulin. Kemampuan transpor glukosa pada diabetes melitus tipe 2 sangat menurun,

sehingga kontrol sekresi insulin bergeser dari glukokinase ke sistem transpor glukosa. Defek

ini dapat diperbaiki oleh sulfonilurea.

Kelainan yang khas pada diabetes melitus tipe 2 adalah ketidakmampuan sel beta

meningkatkan sekresi insulin dalam waktu 10 menit setelah pemberian glukosa oral dan

lambatnya pelepasan insulin fase akut. Hal ini akan dikompensasi pada fase lambat, dimana

sekresi insulin pada diabetes melitus tipe 2 terlihat lebih tinggi dibandingkan dengan orang

normal.

12

Page 13: Makalah Blok 21 Dm Tipe 2

Meskipun telah terjadi kompensasi, tetapi kadar insulin tetap tidak mampu mengatasi

hiperglikemi yang ada atau terjadi defisiensi relatif yang menyebabkan keadaan hiperglikemi

sepanjang hari. Hilangnya fase akut juga berimplikasi pada terganggunya supresi glukosa

endogen setelah makan dan meningkatnya glukoneogenesis melalui stimulasi glukagon.

Selain itu, defek yang juga terjadi pada diabetes melitus tipe 2 adalah gangguan sekresi

insulin basal. Normalnya sejumlah insulin basal disekresikan secara kontinyu dengan

kecepatan 0,5 U/jam, pola berdenyut dengan periodisitas 12-15 menit (pulsasi) dan 120 menit

(osilasi). Insulin basal ini dibutuhkan untuk meregulasi kadar glukosa darah puasa dan

menekan produksi hati. Puncak-puncak sekresi yang berpola ini tidak ditemukan pada

penderita DM tipe 2 yang menunjukan hilangnya sifat sekresi insulin yang berdenyut.18

3. Produksi glukosa hati

Hati merupakan salah satu jaringan yang sensitif terhadap insulin. Pada keadaan normal,

insulin dan gukosa akan menghambat pemecahan glikogen dan menurunkan glukosa produk

hati. Pada penderita diabetes melitus tipe 2 terjadi peningkatan glukosa produk hati yang

tampak pada tingginya kadar glukosa darah puasa (BSN). Mekanisme gangguan produksi

glukosa hati belum sepenuhnya  jelas.

Pada penelitian yang dilakukan pada orang sehat, terjadi peningkatan kadar insulin portal

sebesar 5 μU/ml di atas nilai dasar akan menyebabkan lebih dari 50% penekanan produksi

glukosa hati. Untuk mencapai hasil yang demikian, penderita diabetes melitus tipe 2 ini

membutuhkan kadar insulin portal yang lebih tinggi. Hal tersebut menunjukkan terjadinya

resistensi insulin pada hati. Peningkatan produksi glukosa hati juga berkaitan dengan

meningkatnya glukoneogenesis (lihat gambar) akibat peningkatan asam lemak bebas dan

hormon anti insulin seperti glukagon.5,6

Gejala klinik

Manifestasi klinis diabetes melitus diaktikan dengan konsekuensi metabolik defisiensi

insulin. Pasien-pasien dengan defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan kadar glukosa

plasma puasa yang normal, atau toleransi glukosa setelah makan karbohidrat. Jika

hiperglikemianya berat dan melebihi ambang ginjal untuk zat ini maka timbul glikosuria.

Glikosuria ini akan mengakibatkan diuresis osmotik yang meningkatkan pengeluaran urine

(poliuria) dan timbul rasa haus (polidipsia).

13

Page 14: Makalah Blok 21 Dm Tipe 2

Karena glukosa hilang bersama urine, maka pasien mengalami keseimbangan kalori

negatif dan berat badan berkurang. Rasa lapar yang semakin besar (polifagia) mungkin akan

timbul sebagai akibat kehilangan kalori. Pasien mengeluh lelah dan mengantuk.

Pasien dengan diabetes tipe 1 sering memperlihatkan awitan gejala yang eksplosif dengan

polidipsia, poliuri, turunnya berat badan, polifagia, lemah, somnolen yang terjadi selama

beberapa hari atau beberapa minggu. Pasien dapat menjadi sakit berat dan timbul ketoasidosism

serta dapat meninggal kalau tidak mendapatkan pengobatan segera. Terapi insulin biasanya

diperlukan untuk mengontrol metabolisme dan umumnya penderita peka terhadap insulin.

Sebaliknya, pasien dengan diabetes tipe 2 mungkin sama sekali tidak memperlihatkan gejala

apapun, dan diagnosis hanya dibuat berdasarkan pemeriksaan darah di laboratorium dan

melakukan tes toleransi glukosa. Pada hiperglikemia yang lebih berat, pasien tersebut mungkin

menderita polidipsia, poliuria, lemah dan somnolen. Biasanya mereka tidak mengalami

ketoasidosis karena pasien ini tidak defisiensi insulin secara absolut namun hanya secara relatif.

Sejumlah insulin tetap disekresi dan masih cukup uintuk menghambat ketoasidosis. Kalau

hiperglikemia berat dan pasien tidak berespons terhadap terapi diet, atau terhadap obat-obat

hipoglikemik oral, mungkin diperlukan terapi insulin untuk menormalkan kadar glukosanya.

Pasien ini biasanya memperlihatkan kehilangan sensitivitas perifer terhadap insulin. Kadar

insulin pada pasien sendiri mungkin berkurang, normal atau malahan tinggi, tetapi tetap tidak

memadai untuk mempertahankan kadar glukosa darah normal. Penderita juga resisten terhadap

insulin eksogen.4

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan DM dimulai dengan pendekatan non farmakologi, yaitu berupa

pemberian edukasi, perencanaan makan atau terapi nutrisi medic, kegiatan jasmani dan

penurunan berat badan bila didapat berat badan lebih atau obesitas. Bila dengan langkah-langkah

pendekatan non farmakologi tersebut belum mampu mencapai sasaran pengendalian DM belum

tercapai, maka dilanjutkan dengan penggunaan perlu penambahan terapi medikamentosa atau

intervensi farmakologi disamping tetap melakukan pengaturan makan dan aktifitas fisik yang

14

Page 15: Makalah Blok 21 Dm Tipe 2

sesuai. Dalam melakukan pemilihan intervensi farmakologis perlu diperhatikan titik kerja obat

sesuai dengan macam-macam penyebab terjadinya hiperglikemia.

Pada beberapa kondisi saat kebutuhan insulin sangat meningkat akibat adanya infeksi,

stress akut (gagal jantung, iskemi jantung akut), tanda-tanda defisiensi insulin yang berat

(penurunan berat badan yang cepat, ketosis, ketoasidosis) atau pada kehamilan yang kendali

glikemiknya tidak terkontrol dengan perencanaan makan, maka pengelolaan farmakolgis

umumnya memerlukan terapi insulin. Keadaan seperti ini memerlukan perawatan di rumah

sakit.3,7

Non medikamentosa

Edukasi

Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku telah terbentuk

dengan mapan. Pemberdayaan penyandang diabetes memerlukan partisipasi aktif pasien,

keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan mendampingi pasien dalam menuju perubahan perilaku.

Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yang komprehensif dan

upaya peningkatan motivasi.

Terapi Gizi Medis

Terapi Gizi Medis (TGM) merupakan bagian dari penatalaksanaan diabetes secara total.

Kunci keberhasilan TGM adalah keterlibatan secara menyeluruh dari anggota tim (dokter, ahli

gizi, petugas kesehatan yang lain dan pasien itu sendiri). Setiap penyandang diabetes sebaiknya

mendapat TGM sesuai dengan kebutuhannya guna mencapai sasaran terapi. Prinsip pengaturan

makan pada penyandang diabetes hampir sama dengan anjuran makan untuk masyarakat umum

yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing

individu. Pada penyandang diabetes perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal

jadwal makan, jenis dan jumlah makanan, terutama pada mereka yang menggunakan obat

penurun glukosa darah atau insulin. Intervensi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa

darah belum tercapai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani.3

15

Page 16: Makalah Blok 21 Dm Tipe 2

Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari:

Karbohidrat

Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupan energi.

Makanan harus mengandung karbohidrat terutama yang berserat tinggi.

Gula dalam bumbu diperbolehkan sehingga penyandang diabetes dapat makan sama

dengan makanan keluarga yang lain

Sukrosa tidak boleh lebih dari 5% total asupan energi.

Pemanis alternatif dapat digunakan sebagai pengganti gula, asal tidak melebihi batas

aman konsumsi harian (Accepted Daily Intake)

Makan tiga kali sehari untuk mendistribusikan asupan karbohidrat dalam sehari. Kalau

diperlukan dapat diberikan makanan selingan buah atau makanan lain sebagai bagian dari

kebutuhan kalori sehari.

Lemak

Asupan lemak dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan kalori. Tidak diperkenankan

melebihi 30% total asupan energi.

Lemak jenuh < 7 % kebutuhan kalori

Lemak tidak jenuh ganda < 10 %, selebihnya dari lemak tidak jenuh tunggal.

Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak mengandung lemak jenuh dan

lemak trans antara lain : daging berlemak dan susu penuh (whole milk).

Anjuran konsumsi kolesterol < 300 mg/hari.

Protein

Dibutuhkan sebesar 10 – 20% total asupan energi.

Sumber protein yang baik adalah seafood (ikan, udang, cumi, dll), daging tanpa lemak,

ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak, kacang-kacangan, tahu, tempe.

Pada pasien dengan nefropati perlu penurunan asupan protein menjadi 0,8 g/kg BB

perhari atau 10% dari kebutuhan energi dan 65% hendaknya bernilai biologik tinggi.

16

Page 17: Makalah Blok 21 Dm Tipe 2

Natrium

Anjuran asupan natrium untuk penyandang diabetes sama dengan anjuran untuk

masyarakat umum yaitu tidak lebih dari 3000 mg atau sama dengan 6-7 g (1 sendok teh)

garam dapur.

Mereka yang hipertensi, pembatasan natrium sampai 2400 mg garam dapur.

Sumber natrium antara lain adalah garam dapur, vetsin, soda, dan bahan pengawet seperti

natrium benzoat dan natrium nitrit.

Serat

Seperti halnya masyarakat umum penyandang diabetes dianjurkan mengonsumsi cukup

serat dari kacang-kacangan, buah dan sayuran serta sumber karbohidrat yang tinggi serat,

karena mengandung vitamin, mineral, serat dan bahan lain yang baik untuk kesehatan.

Anjuran konsumsi serat adalah ± 25 g/1000 kkal/hari.

Pemanis alternatif

Pemanis dikelompokkan menjadi pemanis bergizi dan pemanis tak bergizi. Termasuk

pemanis bergizi adalah gula alkohol dan fruktosa.

Gula alkohol antara lain isomalt, lactitol, maltitol, mannitol, sorbitol dan xylitol.

Dalam penggunaannya, pemanis bergizi perlu diperhitungkan kandungan kalorinya

sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari.

Fruktosa tidak dianjurkan digunakan pada penyandang diabetes karena efek samping

pada lemak darah.

Pemanis tak bergizi termasuk: aspartam, sakarin, acesulfame potassium, sukralose,

neotame.

Pemanis aman digunakan sepanjang tidak melebihi batas aman (Accepted Daily

Intake/ADI)

17

Page 18: Makalah Blok 21 Dm Tipe 2

Kebutuhan kalori

Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan penyandang

diabetes. Di antaranya adalah dengan memperhitungkan kebutuhan kalori basal yang besarnya

25-30 kalori / kg BB ideal, ditambah atau dikurangi bergantung pada beberapa faktor yaitu jenis

kelamin, umur, aktivitas, berat badan, dll.

Perhitungan berat badan Ideal (BBI) dengan rumus Brocca yang dimodifikasi adalah:

Berat badan ideal = 90% x (TB dalam cm - 100) x 1 kg.

Bagi pria dengan tinggi badan di bawah 160 cm dan wanita di bawah 150 cm, rumus

dimodifikasi menjadi:

Berat badan ideal (BBI) = (TB dalam cm - 100) x 1 kg.

BB            Normal : BB ideal ± 10 %

Kurus : < BBI - 10 %

Gemuk : > BBI + 10 %

Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan kalori antara lain :

Jenis Kelamin: Kebutuhan kalori pada wanita lebih kecil daripada pria. Kebutuhan kalori

wanita sebesar 25 kal/kg BB dan untuk pria sebesar 30 kal/kg BB.

Umur: Untuk pasien usia di atas 40 tahun, kebutuhan kalori dikurangi 5% untuk dekade

antara 40 dan 59 tahun, dikurangi 10% untuk usia 60 s/d 69 tahun dan dikurangi 20%, di

atas 70 tahun.

Aktivitas Fisik atau Pekerjaan: kebutuhan kalori dapat ditambah sesuai dengan intensitas

aktivitas fisik dan penambahan sejumlah 10% dari kebutuhan basal diberikan pada

kedaaan istirahat, 20% pada pasien dengan aktivitas ringan, 30% dengan aktivitas sedang,

dan 50% dengan aktivitas sangat berat.

Berat Badan: Bila kegemukan dikurangi sekitar 20-30% ber-gantung kepada tingkat

kegemukan malah bila kurus ditambah sekitar 20-30% sesuai dengan kebutuhan untuk

meningkatkan BB. Untuk tujuan penurunan berat badan jumlah kalori yang diberikan

paling sedikit 1000 - 1200 kkal perhari untuk wanita dan 1200-1600 kkal perhari untuk

pria.

18

Page 19: Makalah Blok 21 Dm Tipe 2

Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut di atas dibagi dalam 3

porsi besar untuk makan pagi (20%), siang (30%) dan sore (25%) serta 2-3 porsi

makanan ringan (10-15%) di antaranya. Untuk meningkatkan kepatuhan pasien, sejauh

mungkin perubahan dilakukan sesuai dengan kebiasaan. Untuk penyandang diabetes yang

mengidap penyakit lain, pola pengaturan makan disesuaikan dengan penyakit

penyertanya.

Latihan jasmani

Olahraga:

C: Continyu : 30 menit 3-4 kali seminggu

R: Ritmik : jogging, jalan kaki, bersepeda

I : Intensitas

P: Progresif : dinaikkan bertahap

E: Endurance

Latihan jasmani mempunyai peran yang sangat penting dalam penatalaksanaan diabetes

melitus tipe 2. Latihan jasmani dapat memperbaiki sensitifitas insulin, sehingga akan

memperbaiki kendali glukosa dan selain itu dapat pula menurunkan berat badan. Disamping

kegiatan jasmani sehari-hari, dianjurkan juga melakukan latihan jasmani secara teratur (3-4

kali seminggu) selama kurang lebih 30 menit. Kegiatan yang dapat dilakukan adalah jalan

atau bersepeda santai, bermain golf atau berkebun. Bila hendak mencapai tingkat yang lebih

baik dapat dilakukan kegiatan seperti dansa, jogging, berenang, atau dengan cara melakukan

kegiatan sebelumnya dengan waktu yang lebih panjang. Latihan jasmani sebaiknya

disesuaikan dengan umur, kondisi social ekonomi, budaya dan status kesegaran

jasmaninya.3,4   

19

Page 20: Makalah Blok 21 Dm Tipe 2

Medikamentosa

Obat hipoglikemik oral (OHO)

Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 4 golongan:

Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue): sulfonilurea dan glinid

Penambah sensitivitas terhadap insulin: metformin, tiazolidindion

Penghambat glukoneogenesis (metformin)

Penghambat absorpsi glukosa: penghambat glukosidase alfa.

Pemicu Sekresi Insulin

- Sulfonilurea

Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel

beta pankreas, dan merupakan pilihan utama untuk pasien dengan berat badan normal

dan kurang, namun masih boleh diberikan kepada pasien dengan berat badan lebih.

Untuk menghindari hipoglikemia berkepanjangan pada berbagai keadaaan seperti

orang tua, gangguan faal ginjal dan hati, kurang nutrisi serta penyakit kardiovaskular,

tidak dianjurkan penggunaan sulfonilurea kerja panjang.

- Glinid

Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea, dengan

penekanan pada meningkatkan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri dari

2 macam obat yaitu: Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid (derivat

fenilalanin). Obat ini diabsorpsi dengan cepat setelah pemberian secara oral dan

diekskresi secara cepat melalui hati.

Penambah sensitivitas terhadap insulin

- Tiazolidindion

Tiazolidindion (rosiglitazon dan pioglitazon) berikatan pada Peroxisome

Proliferator Activated Receptor Gamma (PPAR-γ), suatu reseptor inti di sel otot dan

sel lemak. Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan

meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan

glukosa di perifer.7

20

Page 21: Makalah Blok 21 Dm Tipe 2

Tiazolidindion dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung klas I-IV

karena dapat memperberat edema/retensi cairan dan juga pada gangguan faal hati.

Pada pasien yang menggunakan tiazolidindion perlu dilakukan pemantauan faal hati

secara berkala.

Penghambat glukoneogenesis

- Metformin

Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati

(glukoneogenesis), di samping juga memperbaiki ambilan glukosa perifer. Terutama

dipakai pada penyandang diabetes gemuk. Metformin dikontraindikasikan pada

pasien dengan gangguan fungsi ginjal (serum kreatinin > 1,5 mg/dL) dan hati, serta

pasien-pasien dengan kecenderungan hipoksemia (misalnya penyakit serebro-

vaskular, sepsis, renjatan, gagal jantung). Metformin dapat memberikan efek samping

mual. Untuk mengurangi keluhan tersebut dapat diberikan pada saat atau sesudah

makan.

Penghambat Glukosidase Alfa (Acarbose)

Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus halus, sehingga

mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Acarbose tidak

menimbulkan efek samping hipoglikemia. Efek samping yang paling sering ditemukan

ialah kembung dan flatulens.

Insulin

Kadar glukosa darah merupakan kunci pengatur sekresi insulin oleh sel-sel beta

pankreas, walaupun asam amino, keton, peptida gastrointestinal dan neurotransmitter

juga mempengaruhi sekresi insulin. Kadar glukosa darah yang > 3,9 mmol/L (70 mg/dl)

merangsang sekresi insulin.1,2 Sekresi insulin fisiologis terdiri dari sekresi basal dan

sekresi prandial. Terapi insulin diupayakan mampu meniru pola sekresi insulin yang

fisiologis. Defisiensi insulin mungkin berupa defisiensi insulin basal, insulin prandial

atau keduanya.7

21

Page 22: Makalah Blok 21 Dm Tipe 2

Defisiensi insulin basal menyebabkan timbulnya hiperglikemia pada keadaan

puasa, sedangkan defisiensi insulin prandial akan menimbulkan hiperglikemia setelah

makan. Terapi insulin untuk substitusi ditujukan untuk melakukan koreksi terhadap

defisiensi yang terjadi.

Terapi insulin dapat diberikan secara tunggal (satu macam) berupa: insulin kerja

cepat (rapid insulin), kerja pendek (short acting), kerja menengah (intermediate acting),

kerja panjang (long acting) atau insulin campuran tetap (premixed insulin). Pemberian

dapat pula secara kombinasi antara jenis insulin kerja cepat atau insulin kerja pendek

untuk koreksi defisiensi insulin prandial, dengan kerja menengah atau kerja panjang

untuk koreksi defisiensi insulin basal. Juga dapat dilakukan kombinasi dengan OHO.

Terapi insulin tunggal atau kombinasi disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan respons

individu terhadap insulin, yang dinilai dari hasil pemeriksaan kadar glukosa darah harian.

Penyesuaian dosis insulin dapat dilakukan dengan menambah 2-4 unit setiap 3-4 hari bila

sasaran terapi belum tercapai. Insulin bekerja dengan menekan produksi glukosa hati dan

stimulasi pemanfaatan glukosa.7

Insulin diperlukan pada keadaan:

- Penurunan berat badan yang cepat

- Hiperglikemia berat yang disertai ketosis

- Ketoasidosis diabetic

- Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik

- Hiperglikemia dengan asidosis laktat

- Gagal dengan kombinasi OHO dosis hampir maksimal

- Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke)

- Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasional yang tidak terkendali dengan

perencanaan makan

- Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat

- Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO

22

Page 23: Makalah Blok 21 Dm Tipe 2

Terapi kombinasi

Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk

kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respons kadar glukosa darah.

Bersamaan dengan pengaturan diet dan kegiatan jasmani, bila diperlukan dapat

dilakukan pemberian OHO tunggal atau kombinasi OHO sejak dini. Terapi dengan OHO

kombinasi, harus dipilih dua macam obat dari kelompok yang mempunyai mekanisme

kerja berbeda. Bila sasaran kadar glukosa darah belum tercapai, dapat pula diberikan

kombinasi tiga OHO dari kelompok yang berbeda atau kombinasi OHO dengan insulin.

Pada pasien yang disertai dengan alasan klinik di mana insulin tidak

memungkinkan untuk dipakai dipilih terapi dengan kombinasi tiga OHO. Untuk

kombinasi OHO dan insulin, yang banyak dipergunakan adalah kombinasi OHO dan

insulin basal (insulin kerja menengah atau insulin kerja panjang) yang diberikan pada

malam hari menjelang tidur. Dengan pendekatan terapi tersebut pada umumnya dapat

diperoleh kendali glukosa darah yang baik dengan dosis insulin yang cukup kecil. Dosis

awal insulin kerja menengah adalah 6-10 unit yang diberikan sekitar jam 22.00,

kemudian dilakukan evaluasi dosis tersebut dengan menilai kadar glukosa darah puasa

keesokan harinya. Bila dengan cara seperti di atas kadar glukosa darah sepanjang hari

masih tidak terkendali, maka obat hipoglikemik oral dihentikan dan diberikan insulin

saja.7

Tabel 3. Mekanisme Kerja, Efek Samping Utama dan Pengaruh Terhadap A1C.

23

Page 24: Makalah Blok 21 Dm Tipe 2

Komplikasi

Komplikasi diabetes yang dapat terjadi dibedakan menjadi dua yaitu komplikasi akut dan

komplikasi kronik. Komplikasi akut berupa koma hipoglikemi, ketoasidosis diabetik, koma

hiperosmolar nonketotik. Komplikasi kronik dapat berupa makroangiopati, mikroangiopati,

neuropati diabetik, infeksi, kaki diabetik, dan disfungsi ereksi.3

- Komplikasi Akut

Koma Hipoglikemia

Hipoglikemia pada pasien diabetes melitus tipe 2 merupakan faktor penghambat utama

dalam mencapai sasaran kendali glukosa darah normal atau mendekati normal. Hipoglikemi

secara harfiah berarti kadar glukosa darah dibawah harga normal. Faktor utama mengapa

hipoglikemi perlu mendapat perhatian dalam pengelolaan diabetes melitus adalah karena

adanya ketergantungan jaringan saraf terhadap asupan glukosa yang terus menerus. Gangguan

asupan glukosa yang berlangsung beberapa menit menyebabkan gangguan fungsi sistem saraf

pusat (SSP) dengan gejala gangguan kognisi, bingung, dan koma. Seperti jaringan lain,

jaringan saraf dapat memanfaatkan sumber energi alternatif, yaitu keton dan laktat. Pada

hipoglikemi yang disebabkan, insulin konsentrasi keton di plasma tertekan dan mungkin tidak

mencapai kadar yang cukup di SSP, sehingga tidak dapat dipakai sebagai sumber energi

alternatif.

24

Page 25: Makalah Blok 21 Dm Tipe 2

Ketoasidosis Diabetik

Ketoasidosis diabetik adalah suatu keadaan dimana terdapat defisiensi insulin absolute

atau relatif dan peningkatan hormon kontraregulator sehingga keadaan tersebut menyebabkan

produksi glukosa hati meningkat tetapi utilasi glukosa oleh sel tubuh menurun, dengan hasil

akhir hiperglikemia. Kombinasi keadaan ini mengaktivasi hormon lipase sensitif pada jaringan

lemak sehingga lipolisis meningkat terjadi peningkatan produksi benda keton dan asam lemak

bebas secara berlebihan. Akumulasi produksi benda keton oleh sel hati dapat menyebabkan

metabolik asidosis. Keton merupakan senyawa kimia beracun yang dapat menyebabkan darah

menjadi asam (ketoasidosis).

Koma Hiperosmolar Hiperglikemik Non Ketotik

Koma hiperosmolar hiperglikemik nonketotik (HNNK) merupakan salah satu komplikasi

akut atau emergensi pada penyakit diabetes melitus. Sindroma hiperosmolar hiperglikemik

nonketotik ditandai dengan hiperglikemia, hiperosmolar tanpa disertai adanya ketosis. Faktor

pencetus dapat dibagi menjadi enam kategori yaitu; infeksi, pengobatan, noncompliance,

diabetes melitus tidak terdiagnosis, penyalahgunaan obat, dan penyakit penyerta. Infeksi dan

compliance yang buruk merupakan penyebab tersering dari komplikasi ini.

- Kompliksasi Kronik

Makroangiopati

Pada penderita diabetes melitus, kadar gula dalam darah yang terus menerus tinggi

dapat merusak pembuluh darah. Zat kompleks yang terdiridari gula di dalam dinding pembuluh

darah menyebabkan pembuluh darah menebal dan mengalami kebocoran. Akibat penebalan ini

maka aliran darah akan berkurang, terutama yang menuju ke kulit dan saraf.

Kadar gula darah yang tidak terkontrol juga cenderung menyebabkan kadar zat

berlemak dalam darah meningkat, sehingga mempercepat terjadinya aterosklerosis. Penyebab

aterosklerosis pada penderita diabetes melitus tipe 2 bersifat multifaktorial yang melibatkan

interaksi kompleks dari berbagai keadaan seperti hiperglikemi, hiperlipidemi, stres oksidatif,

penuaan dini, hiperinsulinemi dan atau hiperproinsulinemi serta perubahan-perubahan dalam

proses koagulasi dan fibrinolisis.

25

Page 26: Makalah Blok 21 Dm Tipe 2

Hipotesis terbaru mengatakan bahwa awal terjadinya lesi aterosklerosis yaitu berupa

adanya perubahan-perubahan fungsi sel endotel. Disfungsi endotel dapat terjadi baik  pada

penderita diabetes melitus tipe 2 dan juga penderita diabetes melitus tipe 1 terutama bila telah

terjadi manifestasi klinis mikroalbuminuria. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa disfungi

endotel juga dapat terjadi pada individu dengan resistensi insulin (pasien obese) atau yang

mempunyai resiko tinggi untuk menderita diabetes melitus tipe 2 (toleransi glukosa terganggu)

dan penderita diabetes gestasi.

Plak ateroskleorotik yang terbentuk dapat menyumbat arteri berukuran besar atau

sedang di pembuluh darah teri, jantung, dan otak. Penyumbatan pembuluh darah tepi sering

terjadi pada penyandang diabetes melitus. Biasanya terjadi dengan gejala tipikal intermittent

claudicatio, meskipun sering tanpa gejala. Terkadang ulkus iskemik kaki merupakan kelainan

yang muncul pertama. Sedangkan penyumbatan pembuluh darah di jantung menyebabkan

penyakit jantung koroner, dan penyumbatan di otak menyebabkan stroke.

Mikroangiopati

Retinopati Diabetik

Pasien diabetes melitus memiliki resiko 25 kali lebih mudah mengalami kebutaan

dibanding pasien nondiabetes. Resiko mengalami retinopati pada pasien diabetes melitus

meningkat sejalan dengan lamanya diabetes melitus. Penyebab dari retinopati diabetik sampai

saat ini belum diketahui secara pasti, namun hiperglikemia yang berlangsung lama dianggap

sebagai faktor resiko utama. Ada tiga proses biokimiawi yang terjadi pada hiperglikemia yang

diduga berkaitan erat dengan terjadinya retinopati pada pasien diabetes yaitu jalur poliol, glikasi

nonenzimatik dan pembentukkan protein kinase C.

Nefropati Diabetik

Nefropatik diabetik adalah sindroma klinis pada pasien diabetes melitus yang ditandai

dengan albuminuria menetap (>300mg/24jam atau >200ig/menit) pada minimal 2 kali

pemeriksaan dalam kurun waktu 3 sampai 6 bulan. Mikroalbuminuria pada umumnya

didefinisikan sebagai ekskresi albumin lebih dari 30 mg per hari. Lebih spesifik lagi suatu

keadaan dikatakan mikroalbuminuria apabila laju ekskresi albumin urin dalam 24 jam 30 - 300

mg dan laju ekskresi albumin urin sewaktunya 20 - 200 µg/menit serta perbandingan albumin

26

Page 27: Makalah Blok 21 Dm Tipe 2

urin kreatininnya 30 - 300µg/menit. Mikroalbumin dianggap sebagai predikator penting untuk

timbulnya nefropati diabetik. Kelainannya yang terjadi pada ginjal penyandang diabetes melitus

dimulai dengan adanya mikroalbuminuria kemudian berkembang menjadi proteinuria secara

klinis berlanjut dengan penurunan fungsi laju filtrasi glomerular dan berakhir dengan keadaan

gagal ginjal.

Neuropati Diabetik

Definisi neuropati diabetik menurut konfrensi neuropati perifer pada bulan Februari 1988

di San Antonio adalah istilah deskriptif yang menunjukkan adanya gangguan, baik klinis maupun

subklinis, yang terjadi pada diabetes melitus tanpa penyebab neuropati perifer yang lain.

Gangguan nuropati ini termasuk manifestasik somatik dan atau autonom dari sistem saraf perifer.

Proses kejadian neuropati dtabetik berawal dari hiperglikemia berkepanjangan yang berakibat

terjadinya peningkatan aktivitas jalur poliol, sintesis advance glycosilation end products (AGEs),

pembentukkan radikal bebas dan aktivasi protein kinase C (PKC). Akivasi berbagai jalur ini

berujung pada kurangnya vasodilatasi sehingga alran darah ke saraf menurun dan bersama

rendahnya mioinositol dalam sel terjadilah neuropati diabetik.

Infeksi

Adanya infeksi pada penderita diabetes sangat berpengaruh terhadap pengendalian

glukosa darah. Infeksi dapat memperburuk kendali glukosa darah, dan kadar glukosa darah yang

tinggi meningkatkan kemudahan atau memperburuk infeksi. Infeksi yang banyak terjadi antara

lain adalah infeksi saluran kemih (ISK), infeksi saluran nafas, infeksi kulit, infeksi rongga mulut,

dan infeksi telinga.

Kaki diabetik

Kaki diabetik merupakan salah satu komplikasi kronik diabetes melitus yang paling

ditakuti. Kaki diabetik sering berakhir dengan kecacatan dan kematian. Patofisiologi dari kaki

diabetik diawali adanya hiperglikemi pada pasien diabetes melitus yang menyebabkan kelainan

neuropati dan kelainan pada pada pembuluh darah.

27

Page 28: Makalah Blok 21 Dm Tipe 2

Kelainan neuropati menyebabkan berbagai perubahan pada kulit dan otot yang pada

akhirnya akan menyebabkan terjadinya perubahan distribusi tekanan pada telapak kaki dan

selanjutnya mempermudah terjadinya ulkus. Infeksi yang luas mudah terjadi karena adanya

kerentanan terhadap infeksi.

Disfungsi Ereksi

Prevalensi disfungsi ereksi pada diabetes melitus tipe 2 cukup tinggi. Disfungsi ereksi

pada penyandang diabetes tipe 2 merupakan akibat adanya neuropati autonom, angiopati, dan

problema psikis. Komplikasi ini menjadi sumber kecemasan penyandang diabetes, tetapi jarang

disampaikan kepada dokter, oleh karena itu perlu ditanyakan pada saat konsultasi.3,5

Prognosis

Kematian adalah dua sampai tiga kali lebih tinggi di antara orang dengan diabetes tipe 2

dibandingkan pada populasi umum. Sebanyak 75% orang dengan diabetes melitus tipe 2 akan

mati karena penyakit jantung dan 15% dari stroke. Angka kematian akibat penyakit

kardiovaskuler hingga lima kali lebih tinggi pada orang dengan diabetes dibandingkan orang

tanpa diabetes. Untuk setiap kenaikan 1% pada level HbA1c, resiko kematian dari penyebab

diabetes meningkat terkait dengan 21%.

Pencegahan

Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada kelompok yang memiliki faktor

risiko, yakni mereka yang belum terkena, tetapi berpotensi untuk mendapat DM dan kelompok

intoleransi glukosa.

Pencegahan sekunder upaya mencegah atau menghambat timbulnya penyulit pada pasien

yang telah menderita DM. Dilakukan dengan pemberianpengobatan yang cukup dan tindakan

deteksi dini penyulit sejak awal pengelolaan penyakit DM. Dalam upaya pencegahan sekunder

program penyuluhan memegang peran penting untuk meningkatkan kepatuhan pasien dalam

menjalani program pengobatan dan dalam menuju perilaku sehat.

28

Page 29: Makalah Blok 21 Dm Tipe 2

Penyuluhan untuk pencegahan sekunder ditujukan terutama pada pasien baru.

Penyuluhan dilakukan sejak pertemuan pertama dan perlu selalu diulang pada setiap kesempatan

pertemuan berikutnya.

Salah satu penyulit DM yang sering terjadi adalah penyakit kardiovaskular, yang

merupakan penyebab utama kematian pada penyandang diabetes. Selain pengobatan terhadap

tingginya kadar glukosa darah, pengendalian berat badan, tekanan darah, profil lipid dalam darah

serta pemberian antiplatelet dapat menurunkan risiko timbulnya kelainan kardiovaskular pada

penyandang diabetes.

Pencegahan tersier ditujukan pada kelompok penyandang diabetes yang telah mengalami

penyulit dalam upaya mencegah terjadinya kecacatan lebih lanjut. Pada pencegahan tersier ini

upayanya adalah dengan melakukan penyuluhan.3

Kesimpulan

Diabetes mellitus adalah kelainan metabolisme yang disebabkan oleh banyak faktor,

dengan simtoms berupa hiperglisemia kronis dan gangguan metabolisme karbohidrat. Tujuan

utama dari pengobatan diabetes adalah untuk mempertahankan kadar gula darah dalam kisaran

yang normal.

 

            Pengobatan diabetes meliputi pengendalian berat badan, olah raga dan diet. Seseorang

yang obesitas dan menderita diabetes tipe 2 tidak akan memerlukan pengobatan jika mereka

menurunkan berat badannya dan berolah raga secara teratur. Namun, sebagian besar penderita

merasa kesulitan menurunkan berat badan dan melakukan olahraga yang teratur.

29

Page 30: Makalah Blok 21 Dm Tipe 2

Daftar Pustaka

1. Greadle J. At a glance: Anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga; 2011.h.138-

9.

2. Gustaviani R. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam 4th. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit

Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006.h.1857-9.

3. Sudoyo, Aru.W. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi 5. Jakarta: Interna

Publishing, 2009.

4. Price, Silvia Anderson. Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. Ed. Vol.2.

jakarta: EGC;2005.h.1259-72.

5. Hartono A. Harrison prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam. Ed.13. Vol.5. Jakarta: EGC;

2012.h.2196-217.

6. Ganong WF, McPhee SJ, Pendit BU, Dany F. Patofisiologi penyakit: Pengantar menuju

kedokteran klinis. Ed.5. Jakarta: EGC; 2010.h.566-84.

7. Gunawan SG. Farmakologi dan terapi. Ed. 5. Jakarta: Departemen farmakologi dan

terapeutik FKUI; 2007.h. 485-89.

30