makalah blok 11
DESCRIPTION
SEMANGATTRANSCRIPT
Pendahuluan
Makanan atau minuman yang kita konsumsi setiap hari merupakan sumber energi dalam
tubuh mahluk hidup, energi itu terbentuk dari proses metabolisme yang sudah diatur sedemikian
rupa dalam tubuh mahluk hidup. Sesuai dengan hukum termodinamika I energi tidak dapat
dimusnahkan tetapi dapat digunakan dalam tubuh kita untuk menghasilkan panas dalam tubuh.
Panas ini dapat berasal dari pengaruh lingkungan luar maupun dari dalam tubuh yang nantinya
akan mempengaruhi perubahan suhu tubuh manusia sehingga suhu tersebut dapat diamati dan
dikaitkan dengan proses metabolisme manusia yang bekerja dalam tubuh kita. Dalam makalah
ini yang akan dibahas adalah proses pengaturan suhu tubuh, demam, dan pengukuran BMR.
Skenario
Seorang wanita, 35 tahun sejak 2 hari yang lalu menderita demam yang kadang-kadang
disertai menggigil. Ia sudah minum obat warung tetapi tidak sembuh sehingga akhirnya ia
berobat ke dokter. Pada pemeriksaan fisik didapatkan: TD 110/70 mmHg, N 100x/menit, suhu
39oC, RR 19x/menit.
Pengaturan Suhu Tubuh1,2
Suhu tubuh pada manusia dalam keadaan normal adalah pada rentang 35,5℃ - 37,7℃.
Pengaturannya dikendalikan oleh keseimbangan produksi panas dalam tubuh dan panas yang
dikeluarkan oleh tubuh dalam arti jika panas yang dihasilkan dalam tubuh tinggi akan
meningkatkan suhu tubuh namun jika sebaliknya terjadi maka suhu tubuh akan menurun.
Produksi panas dipengaruhi oleh metabolisme dari sel-sel tubuh, dari kegiatan kerja otot, juga
dari proses pencernaan makanan yang masuk. Pengukuran suhu dapat dilakukan di dua bagian
tubuh manusia yaitu di mulut (oral), ketiak (midaxillaris) bagian dubur (rectal). Pengeluaran
panas terjadi apabila suhu lingkungan lebih rendah daripada suhu tubuh. Panas tubuh dapat
berpindah atau keluar dari tubuh melalui benda disekitar dalam bentuk padat, cair dan gas.
Faktor yang mempengaruhi pengeluaran panas adalah luas permukaan tubuh, beda suhu antara
tubuh dan lingkungan lalu kelembaban udara sekitar. Perpindahan panas dapat terjadi melalui
empat proses fisika yaitu radiasi, konveksi, konduksi dan evaporasi (penguapan).
1) Radiasi
Panas dalam tubuh dapat keluar melalui pancaran gelombang panas seperti matahari, api
bahkan dari dinding ataupun objek lain dapat memancarkan gelombang panas ke dalam
tubuh kita. Apabila suhu dalam tubuh kita lebih tinggi daripada suhu di lingkungan maka
gelombang panas akan keluar dari tubuh. Proses radiasi terjadi ketika objek bersuhu
hangat berpindah ke objek bersuhu lebih dingin dimana panas akan berpindah ke tempat
bersuhu dingin. Panas yang dikeluarkan dari dalam tubuh ternyata juga dipengaruhi oleh
warna baju yang kita gunakan, pada warna baju gelap akan lebih banyak menyerap panas
dibandingkan dengan baju putih/terang.
2) Konduksi
Merupakan perpindahan panas yang terjadi pada saat berhubungan kontak dengan suatu
objek, dalam perpindahan panas tersebut terjadi gradien termal dimana panas akan
berpindah dari tempat yang hangat menuju tempat yang dingin. Contohnya seperti
memegang bola salju, tangan yang memegang terasa dingin karena panas dari tubuh
berpindah ke bola salju tersebut.
3) Konveksi
Proses ini terjadi melalui aliran udara ketika tubuh mengalami konduksi dimana tubuh
mengeluarkan panas ke udara yang sejuk kemudian udara hangat di lingkungan masuk ke
dalam tubuh.
4) Evaporasi
Air dari dalam tubuh beserta dengan panas ikut keluar melalui permukaan kulit. Proses
evaporasi/penguapan ini penting bagi tubuh karena apabila manusia sedang berada di
tempat yang bersuhu lebih tinggi daripada suhu tubuhnya sendiri selain menyerap panas
dari proses radiasi dan konduksi, penguapan inilah yang menyeimbangkan mekanisme
sejuk dalam tubuh.
Selanjutnya pada saat suhu lingkungan tinggi tubuh cenderung mengeluarkan keringat atau
cairan dan itu berupa usaha tubuh untuk mendinginkan badan dari panas yang diserap ke
dalam tubuh. Dari keringat yang keluar mengandung garam yang berfungsi untuk
mendinginkan tubuh dan mengeluarkan panas dikeluarkan oleh kelenjar keringat ekrin
sedangkan kelenjar apokrin yang berada di ketiak dan area genital yang mengeluarkan
keringat berisi lemak dan protein. Rangsangan keluarnya keringat dikendalikan oleh area
preoptikus di daerah hipotalamus anterior dan bekerja secara simpatis di neuron post
ganglion kolinergik yang berarti memiliki hormon asetilkolin yang merangsang kerja post
ganglion yang mengandung hormon epinefrin tetapi, hormon epinefrin dapat merangsang
kelenjar ini untuk mengeluarkan keringat supaya produksi panas dapat keluar dari tubuh
dengan cara otot yang bekerja walaupun kelenjar ini tidak dikendalikan oleh hormon
epinefrin.
Keringat akan keluar ke permukaan tubuh dipengaruhi oleh suhu inti tubuh dari proses
konduksi dari jaringan dan aliran darah diatur oleh pembuluh darah. Apabila pembuluh darah
dilatasi, pengeluaran panas akan meningkat sedangkan jika pembuluh darah kosntriksi,
pengeluaran panas akan menurun. Lalu sekresi keringat juga berpengaruh terhadap
lingkungan luar apabila suhu lingkungan rendah sekresi keringat minimum sebaliknya, suhu
lingkungan tinggi sekresi keringat menjadi maksimum. Pada orang yang belum aklimatisasi
terhadap sekresi keringat jumlah yang dikeluarkan sekitar1,5 L/jam namun orang yang sudah
beraklimatisasi terhadap sekresi keringat akan mengsekresikan keringat lebih banyak sekitar
4 L/jam. Perlu diketahui bahwa orang yang telah beraklimatisasi berkeringat lebih banyak
sekresi keringat namun NaCl keringat menurun. Kalau dilihat sebelum aklimatisasi NaCl
yang keluar bersamaan dengan keringat sebesar 15-20 gr/hari namun sesudah 4-6 minggu
aklimatisasi pengeluaran NaCl sebesar 5 gr/hari karena sekresi aldosteron.
Suhu yang selalu berubah dalam tubuh kita dikendalikan oleh hipotalamus karena
hipotalamus berfungsi sebagai thermostat tubuh dalam menyimpan panas atau
mengeluarkannya. Sebagai penyeimbang dalam mengeluarkan panas dan menyimpan panas,
tubuh memiliki reseptor suhu dalam mengaturnya yang terbagi menjadi dua bagian yaitu
reseptor sentral suhu yang mengatur rentang normal suhu tubuh manusia, kedua adalah
reseptor suhu perifer terletak di daerah kulit.
Demam dan patogenesisnya1,3,4
Demam dapat ditelusuri dengan meningkatnya suhu dalam tubuh akibat inflamasi atau
infeksi yang sedang menyerang tubuh. Ketika tubuh terkena serangan mikroba, sel dalam
tubuh berusaha untuk melawan mikroba yang dinamakan sel fagositik. Sel fagositik inilah
yang mensekresi pirogen endogen yang bekerja di hipotalamus lalu ia akan meningkatkan
suhu dalam tubuh untuk menanggulangi suhu tubuh sebelum demam yang rendah. Penyebab
dari demam ini berasal dari yang sudah dijelaskan yaitu pirogenik, dehidrasi, kerusakan pada
jaringan dan sesudah operasi. Untuk menghindari kondisi yang kritis, dapat diberikan
kompres es di bagian ketiak (midaxillaris), lipat paha dan kepala agar suhu badan bisa
kembali ke set point cara kedua adalah dengan memberikan obat aspirin yang mengandung
antipiretik.
Biasanya suhu tubuh meningkat dalam kondisi demam, penderita cenderung akan menggigil
karena ini merupakan cara tubuh untuk mempertahankan panas dalam tubuh ketimbang
banyaknya panas yang dikeluarkan dari tubuh. Gangguan demam ini dapat diurutkan menjadi
dua fase yaitu, fase menggigil, dan fase fastigium. Fase menggigil adalah rasa dingin yang
dirasakan oleh penderita diikuti dengan suhu tubuh yang pelan-pelan meningkat kemudian
berlanjut ke fase fastigium dimana fase ini merupakan titik tertinggi dalam demam atau titik
krisis dan meyebabkan pengeluaran panas yang cukup banyak dibanding penyimpanan panas
dalam tubuh.
Selain demam, tubuh juga dapat terganggu karena terpapar ke lingkungan yang panas dimana
panas yang keluar tidak seimbang dengan panas yang dihasilkan dan mengakibatkan
kehilangan air dan elektrolit dalam jumlah yang cukup banyak melalui proses evaporasi.
Gangguan tersebut dapat digolongkan menjadi tiga yaitu, kejang panas, lelah panas, dan heat
stroke. Golongan terkahir ini cukup berat pada penderita dan dikhawatirkan karena dapat
mengganggu fungsi kerja dari pusat pengaturan suhu di hipotalamus anterior hingga dapat
menurunkan kesadaran karena bagian sistem saraf pusat ikut terganggu apabila penderita
tidak segera ditolong akan meninggal.
Pemeriksaan BMR (Basal Metabolic Rate)1,7
Arti BMR adalah seberapa banyak energi yang kita dapatkan dari makanan dan energi yang
kita pakai seperti olahraga, jalan dan aktivitas lainnya. Semakin banyak aktivitas seseorang,
laju metabolisme juga ikut meningkat. Pemeriksaan ini dilakukan dalam beberapa syarat
yang pertama adalah, pasien dalam keadaan istirahat fisik dan mental sempurna, pasien
berpuasa selama 12-14 jam, pasien dalam ruangan pemeriksaan nyaman dengan suhu yang
normal, istirahat selama setengah jam (berbaring tenang), dan sehari sebelum pemeriksaan,
pasien mengurangi makanan protein. Dalam kasus ini, pasien yang demam akan
meningkatkan laju metabolisme dalam tubuh. Pemeriksaan BMR yang normal adalah taraf
metabolisme dari sekelompok orang sehat dengan umur dan jenis kelamin yang sama juga
luas permukaan tubuh yang sama. Batas normal yang diukur melalui pemeriksaan ini adalah
+ 15% sampai -15%. Rumus dari BMR adalah:
Kesimpulan
Dalam kasus yang dibahas, suhu tubuh seseorang dapat berubah melalui lingkungan dan dari
dalam tubuh untuk menghasilkan panas atau mengeluarkan panas. Haus, badan lelah itu
merupakan proses tubuh mengeluarkan panas yang berlebih dari keringat yang berisi
elektrolit dan air akibat suhu lingkungan yang tinggi membuat tubuh menyerap panas
berlebih dari lingkungan.
Daftar Pusaka
1) Sherwood L. Introduction to Human Physiology. 12th ed. USA. Brooks Cengage: 2012
BMR= 0,75(PR+0,74PP)-72
Keterangan
PR: frekuensi nadi/menit
PP: Tekanan nadi (Sistol-diastol) mmhg
2) Guyton, Hall. Text book of Human Physiology. 11th ed. USA. Elsevier: 2006
3) Silverthron DU, Johnson BR, Ober WC, Garrison CW. Human Physiology An Integrated
Approach. 6th ed. USA. Pearson: 2013
4) Ganong WF. Review of Human Physiology. USA. Mc Graw Hill ; 2010
5) Ganong WF. Fisiologi kedokteran. Edisi ke-22. Jakarta: EGC; 2005. h. 254-59.
6) Guyton AC, Hall JE. Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi ke-11. Jakarta: EGC; 2008. h. 1141-55.
7) McArdle, William D.Exercise Physiology (2nd ed.). Philadelphia. Lea & Febigier: 1986