makalah biotek

17
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri tahu telah berkembang secara turun temurun di berbagai wilayah Indonesia khususnya Jawa pada skala mikro dengan proses produksi secara tradisional. Kondisi tersebut menyebabkan limbahnya sangat besar yaitu 12 m3/ton kedelai (Zamroni, 2004) dan kandungan bahan organiknya juga tinggi COD: 5.000-8.000 mg/L (Wagiman, 2001). Sebagian besar limbah dibuang langsung ke lingkungan, misalnya di DIY industri tahu yang memiliki IPAL hanya 17,65% dengan pengoperasian yang tidak maksimal. Beberapa penyebab industri tahu tidak melakukan pengolahan limbah cairnya antara lain: (i) keterbatasan dana untuk membangun dan mengoperasikan IPAL, (ii) tidak tersedia teknologi pengolahan limbah untuk industri kecil, (iii) pengusaha tidak melihat kemanfaatan pengolahan limbah cair, (iv) tingkat kesadaran masyarakat terhadap lingkungan hidupnya masih rendah, (v) dampak pembuangan limbah terhadap lingkungan tidak muncul spontan sehingga masyarakat seakan resisten. Untuk mengatasi masalah tersebut maka diperlukan pengembangan teknologi yang mengedepankan aspek nilai tambah bagi pengusaha. Polutan di dalam limbah cair tahu terdiri dari air 90,74%, protein 1,8%, lemak 1,2%, serat kasar 7,36% dan abu 0,32% (Rahardjo dalam Trismila et al., 2001). Komposisi tersebut memungkinkan pengembangan biogas dari limbah cair tahu menjadi alternatif untuk industri kecil-menengah. Biogas dapat dikonversi menjadi energi yang sangat dibutuhkan pada proses produksi tahu, ramah lingkungan dan termasuk kategori energi terbarukan. Dengan demikian, ada keuntungan ganda produksi biogas yaitu menghasilkan energi bagi industri bersangkutan dan menurunkan tingkat bahaya limbah cair. Produksi biogas di atas menggunakan UASB dengan pertimbangan alat termasuk high-rate reaktor dan efisiensinya tinggi yaitu 70-90%, waktu

Upload: uudde3

Post on 22-Dec-2015

18 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

biotek

TRANSCRIPT

Page 1: MAKALAH BIOTEK

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Industri tahu telah berkembang secara turun temurun di berbagai wilayah

Indonesia khususnya Jawa pada skala mikro dengan proses produksi secara

tradisional. Kondisi tersebut menyebabkan limbahnya sangat besar yaitu 12

m3/ton kedelai (Zamroni, 2004) dan kandungan bahan organiknya juga

tinggi COD: 5.000-8.000 mg/L (Wagiman, 2001). Sebagian besar limbah

dibuang langsung ke lingkungan, misalnya di DIY industri tahu yang

memiliki IPAL hanya 17,65% dengan pengoperasian yang tidak maksimal.

Beberapa penyebab industri tahu tidak melakukan pengolahan limbah cairnya

antara lain: (i) keterbatasan dana untuk membangun dan mengoperasikan

IPAL, (ii) tidak tersedia teknologi pengolahan limbah untuk industri kecil,

(iii) pengusaha tidak melihat kemanfaatan pengolahan limbah cair, (iv)

tingkat kesadaran masyarakat terhadap lingkungan hidupnya masih rendah,

(v) dampak pembuangan limbah terhadap lingkungan tidak muncul spontan

sehingga masyarakat seakan resisten. Untuk mengatasi masalah tersebut maka

diperlukan pengembangan teknologi yang mengedepankan aspek nilai tambah

bagi pengusaha. Polutan di dalam limbah cair tahu terdiri dari air 90,74%,

protein 1,8%, lemak 1,2%, serat kasar 7,36% dan abu 0,32% (Rahardjo dalam

Trismila et al., 2001). Komposisi tersebut memungkinkan pengembangan

biogas dari limbah cair tahu menjadi alternatif untuk industri kecil-menengah.

Biogas dapat dikonversi menjadi energi yang sangat dibutuhkan pada proses

produksi tahu, ramah lingkungan dan termasuk kategori energi terbarukan.

Dengan demikian, ada keuntungan ganda produksi biogas yaitu menghasilkan

energi bagi industri bersangkutan dan menurunkan tingkat bahaya limbah

cair. Produksi biogas di atas menggunakan UASB dengan pertimbangan alat

termasuk high-rate reaktor dan efisiensinya tinggi yaitu 70-90%, waktu

Page 2: MAKALAH BIOTEK

2

tinggal hirolik rendah, kebutuhan energi kecil, tidak memerlukan media, dan

teknologi telah teruji. Teknologi UASB sudah tersebar di seluruh dunia dan

banyak dipakai untuk penanganan berbagai macam limbah khususnya limbah

industri pertanian seperti industri gula, pengolahan kentang, pengalengan

daging, kertas, sari buah, dan industri makanan (Laubscher et al., 2001).

UASB juga sudah dipakai pada industri tahu di Indonesia dengan hasil yang

cukup memuaskan (Sujarwo, 2004). Pengolahan limbah secara anaerobik

akan menghasilkan biogas yang terdiri dari CO2 dan CH . Fraksi metana

bervariasi tergantungsubstrat yang terkandung di dalam limbah (Marchaim,

1992), tetapi pada umumnya berkisar antara 0,2-0,7 (Anonim, 2004).

Produksi gas juga tergantung pada kinerja bakteri metanogen yang

dipengaruhi oleh pH, suhu, kandungan nutrien, keberadaan faktor

penghambat dan waktu retensi. Menurut Mulligan et al. (1993), untuk

pembebanan 36,5 kg COD/m3/hari dapat menghasilkan gas sebesar 12,0

m3/m3/hari. Produksi biogas juga mulai dikembang pada skala industri

seperti di Finlandia pada tahun 2000 ada 15 pabrik penghasil biogas dari

limbah domestik maupun industri, pada tahun yang sama di Jerman

berkembang 5 perusahaan biogas sejenis (Leinonen dan Kuittinen, 2001).

Anaerobik sangat cocok untuk mengolah limbah cair yang mengandung

bahan organik kompleks seperti limbah dari industri makanan, minuman,

bahan kima dan obat-obatan (Anonim, 2003). Bahan organik tersebut

didegradasi menjadi senyawa sederhana dan stabil melalui empat tahap yaitu

hidrolisis, asidogenesis, asetogenesis dan methanogenesis (Beteau, 1997).

Senyawa kompleks seperti lemak, polisakarida dan protein dihidrolisis

menjadi asam lemak, monosakarida, dan asam amino. Pada tahap

asidogenesis, senyawa hasil hidrolisis dirubah menjadi senyawa bermassa

molekul sedang seperti propionat, butirat, laktat dan etanol. Metanogenesis

sebagai tahap akhir, merupakan konversi senyawa bermassa molekul sedang

menjadi metana dan karbondioksida. Pembentukan metan dapat melalui

konversi hidrogen dan karbondioksida, dan konversi asetat menjadi metan

dan karbondioksida. Metana merupakan hasil akhir proses anaerobik sehingga

Page 3: MAKALAH BIOTEK

3

dapat digunakan sebagai parameter atau indikator keberhasilan proses

tersebut (Michaud et al., 2002) Biogas merupakan hasil akhir dari proses

anaerobik dengan komponen utama CH4 dan CO2, H2, N2, dan gas lain

seperti H2S. Nilai kalor biogas lebih tinggi dibandingkan sumber energi

lainnya, seperti batubara (586 K.cal/m3) ataupun uap air (302 K.cal/m3),

tetapi lebih rendah dari gas alam yaitu 967 K.cal/m3. Setiap satu meter kubik

biogas setara dengan setengah kilogram gas alam cair (liquid petroleum

gases), atau setengah liter bensin atau setengah liter minyak diesel. Biogas

sanggup membangkitkan tenaga listrik sebesar 1,25-1,50 kilo watt hour

(kwh). Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi potensi limbah cair tahu

sebagai bahan baku produksi biogas dengan menggunakan reaktor Upflow

Anaerobic Sludge Blanket (UASB).

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud reaktor UASB?

2. Bagaimana prinsip kerja reaktor UASB?

3. Bagaimana proses pembuatan biogas limbah tahu menggunkan reaktor

UASB?

4. Apa kelebihan dan kekurangan reactor UASB?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui reaktor UASB

2. Mengetahui prinsip kerja reaktor UASB

3. Mengetahui proses pembuatan biogas limbah tahu menggunakan reaktor

UASB

4. Mengetahui kelebihan dan kekurangan reactor UASB

Page 4: MAKALAH BIOTEK

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Limbah Tahu

Limbah adalah zat atau bahan buangan yang dihasilkan dari suatu

proses produksi, baik industri maupun domestik (rumah tangga), yang

kehadirannya pada suatu saat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena

dapat menurunkan kualitas lingkungan. Limbah mengandung bahan

pencemar yang bersifat racun dan bahaya.

Adapun karakteristik limbah adalah sebagai berikut.

1. Berukuran mikro, maksudnya ukurannya terdiri atas partikel-partikel kecil

yang dapat kita lihat

2. Dinamis, artinya limbah tidak diam di tempat, selalu bergerak, dan

berubah sesuai dengan kondisi lingkungan

3. Penyebarannya berdampak luas, maksudnya lingkungan yang terkena

limbah tidak hanya pada wilayah tertentu melainkan berdampak pada

faktor yang lainnya.

4. Berdampak jangka panjang (antar generasi), maksudnya masalah limbah

tidak dapat diselesaikan dalam waktu singkat. Sehingga dampaknya akan

ada pada generasi yang akan datang.

Berdasarkan karakteristiknya, limbah industri dapat digolongkan

menjadi empat bagian, yaitu:

1. Limbah gas dan partikel

2. Limbah cair

3. Limbah padat

4. Limbah bahan berbahaya dan beracun/B3

Page 5: MAKALAH BIOTEK

5

Sedangkan secara garis besar, limbah dapat dibedakan menjadi tiga jenis,

yaitu:

1. Limbah organik

2. Limbah anorganik

3. Limbah bahan berbahaya dan beracun/B3

Limbah tahu adalah limbah yang dihasilkan dalam proses pembuatan tahu

maupun pada saat pencucian kedelai. Limbah yang dihasilkan berupa limbah

padat dan cair. Limbah padat industri tahu belum dirasakan dampaknya

karena limbah padat industri tahu bisa dimanfaatkan sebagai pakan ternak.

Air banyak digunakan sebagai bahan pencucian dan merebus kedelai untuk

proses produksinya. Akibat dari banyak nya pemakaian air dalam proses

pembuatan tahu maka limbah cair yang dihasilkan juga cukup besar. Limbah

cair industri tahu memiliki beban pencemar yang tinggi. Pencemaran limbah

cair industri tahu berasal dari bekas pencucian kedelai, perendaman kedelai,

air bekas pembuatan tahu dan air bekas perendaman tahu. Air limbah tersebut

mengandung bahan organik, bila langsung dibuang kebadan air penerima

tanpa ada nya proses pengolahan maka akan menimbulkan pencemaran,

seperti menimbulkan rasa dan bau yang tidak sedap dan berkurangnya

oksigen yang terlarut dalam air sehingga mengakibatkan organisme yang

hidup didalam air terganggu karena kehidupannya tergantung pada

lingkungan sekitarnya. Pencemaran yang dilakukan terus menerus akan

mengakibatkan matinya organisme yang ada dalam air, mengingat air

berubah kondisinya menjadi anaerob.

Menurunnya kadar oksigen yang terlarut dalam air berati kondisi

pencemaran didalam air semakin meningkat, maka diperlukan pencegahan

pencemaran akibat limbah cair industri tahu agar habitat dan kehidupan air

yang ada disekitar lingkungan tetap terlindungi.

Page 6: MAKALAH BIOTEK

6

2.2 Bioteknologi

Bioteknologi adalah upaya pemanfaatan makhluk hidup dengan

menggunakan prinsip-prinsip ilmiah untuk menghasilkan produk atau jasa

yang berguna bagi manusia.

Pemanfaatan Bioteknologi bagi kehidupan manusia dintaranya digunakan

dalam bidang:

-Pertanian

-Kesehatan

-Lingkungan

-Peternakan

Bioteknologi lingkungan adalah bioteknologi yang penggunaannya

banyak melibatkan mikroorganisme untuk meningkatkan kualitas lingkungan

hidup manusia dan alam sekitarnya. Bioteknologi lingkungan dimanfaatkan

untuk perbaikan lingkungan.

Contoh bioteknologi lingkungan :

1. Biogas

Biogas adalah gas yang dihasilkan dari proses penguraian bahan-bahan

organik oleh mikroorganisme pada kondisi langka oksigen (anaerob).

Komponen biogas antara lain sebagai berikut : ± 60 % CH4 (metana), ± 38 %

CO2 (karbon dioksida) dan ± 2 % N2, O2, H2, & H2S.

2. Cacing Tanah

Cacing tanah termasuk hewan tingkat rendah karena tidak mempunyai

tulang belakang (invertebrata). Cacing tanah termasuk kelas Oligochaeta. Di

Indonesia, cacing tanah telah banyak diternakkan. Sentra peternakan cacing

terbesar terdapat di Jawa Barat khususnya Bandung-Sumedang dan

sekitarnya.

Page 7: MAKALAH BIOTEK

7

Manfaat Cacing Tanah

~ Mengurangi pencemaran sampah organik

~ Menyuburkan Tanah

~ Memperbaiki aerasi dan struktur tanah

~ Meningkatkan ketersediaan air tanah

~ Makanan manusia

3. Mikroorganisme Pengolah Limbah

Mikroorganisme dapat dimanfaatkan oleh kalangan industri untuk

mengolah limbah sebelum limbahnya dibuang ke lingkungan. Misalnya,

industri yang limbahnya mengandung lemak dapat memanfaatkan

mikroorganisme pencerna lemak sebelum membuang limbah ke sungai.

Proses pengolahan limbah dengan metode biologi adalah metode yang

memanfaatkan mikroorganisme sebagai katalis untuk menguraikan material

yang terkandung di dalam air limbah. Mikroorganisme yang digunakan

umumnya bakteri aerob.

2.3 Biogas

Biomassa adalah energy alternative paling siap untuk diolah menjadi

sumber energy yang jumlahnya banyak dan berada di sekitar kita dan ramah

lingkungan. Tumbuh-tumbuhan, sampah organic dan kotoran hewan dapat

menghasilkan biogas yang bisa dimanfaatkan sebagai sumber energy pengganti

minyak, gas, kayu bakar, dan batu bara. Biogas merupakan sumber energy yang

bisa diperbaharui (renewable) sehingga tidak perlu ada kekhawatiran akan

semakin menipisnya persediaan sumber energy. Biogas tergolong ke dalam

energi yang berasal dari bahan- bahan organik (bahan non fosil) yang umumnya

berasal dari berbagai limbah organik seperti, kotoran manusia, kotoran hewan,

sisa- sisa tumbuhan dan lain sebagainya. Keberadaan limbah- limbah organik

tersebut mudah didapat dan terjamin kontinuitasnya, selain itu yang

terpenting adalah limbah- limbah organik tersebut ramah lingkungan. Hal ini

Page 8: MAKALAH BIOTEK

8

dapat menjadi salah satu faktor utama biogas dipertimbangkan sebagai

sumber energi masa depan.

Biogas dihasilkan dari proses fermentasi bahan- bahan organik oleh

bakteri- bakteri anaerob Gas yang dihasilkan sebagian besar gas metana

(CH4) dan karbondioksida (CO2), dan beberapa kandungan gas yang

jumlahnya kecil. Energi yang terkandung dalam biogas tergantung dari

konsentrasi CH4.Semakin tinggi kandungan CH4 maka semakin besar

kandungan energi pada biogas, dan sebaliknya semakin kecil kandungan CH4,

semakin kecil energi pada biogas (Pambudi, 2008).

Salah satu hal yang mempengaruhi produksi gas CH4 di dalam

biogas adalah hubungan antara jumlah karbon (C) dan nitrogen (N) yang

terdapat pada bahan organik dinyatakan dalam terminologi rasio C-N.Rasio CN

yang baik pada slurry adalah berkisar antara 25:1 – 30:1 (Singh di dalam

Dissanayake, 1977).

Diharapkan penerapan teknologi tepat guna berupa biogas ini memberi

manfaat untuk:

1. Penyediaan energi untuk rumah tangga di desa,

2. Mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap bahan energi

konvensional, yaitu minyak tanah dan gas elpiji/LPG

3. Meningkatkan ekonomi dan taraf hidup masyarakat desa,

4. Mengurangi penggunaan sumberdaya alam (kayu) sehingga kelestarian

sumber daya alam dapat terjaga, khususnya di hutan.

Page 9: MAKALAH BIOTEK

9

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Reaktor Upflow Anaerobic Sludge Blanket (UASB)

Reactor Upflow Anaerobic Sludge Blanket (UASB) adalah proses tangki

tunggal yang diperkenalkan oleh Gatze Lettinga, pakar proses anaerob dari

Universitas Pertanian Wageningen di Belanda pada 1970-an sebagai inovasi

dan solusi bagi kesulitan operasional pada proses Upflow Anaerobic Filter

buatan Young dan McCarty (1969). Mulai saat itu, proses ini banyak

diterapkan untuk mengolah air limbah karena mampu membentuk sludge

yang berat dan aktif hingga konsentrasi 100 g/L di zona bawah reaktor

dengan mekanisme retensi dan separasi. Retensi terjadi di bawah reaktor

akibat formasi biobutir dan separasi di bagian atas reaktor (alat separator).

Juga karena mampu mengolah polutan aromatik seperti benzoat dan fenol.

Artinya, diharapkan teknologi anaerob akan mampu mengolah segala jenis

limbah industri kimia.

3.2 Prinsip Kerja Reaktor Upflow Anaerobic Sludge Blanket (UASB)

Page 10: MAKALAH BIOTEK

10

Prinsip kerja dari reactor Upflow Anaerobic Sludge Blanket (UASB)

yaitu terdiri dari suatu lumpur padat yang berbentuk butiran. selimut lumpur

terdiri dari butiran mikroba ( 1 sampai 3 mm diameter ) , yaitu kumpulan

kecil mikroorganisme yang karena beratnya, menolak untuk dicuci dari aliran

tersebut . Lumpur atau Sludge tersebut ditempatkan dalam suatu reaktor yang

didisain dengan aliran ke atas, Air limbah akan masuk melalui dasar bak

secara merata dan mengalir secara vertikal, sedangkan butiran sludge akan

tetap berada atau tertahan dalam reaktor. Kecepatan upflow harus

dipertahankan sedemikian rupa sehingga dapat menciptakan pembentukan

sludge blangket yang memberikan area yang luas untuk kontak antara sludge

dan air limbah. Mikroorganisme di lapisan lumpur mendegradasi senyawa

organik. Akibatnya , gas ( metana dan karbon dioksida ) dilepaskan.

Gas yang terperangkap dalam butiran sludge sering mendorong sludge

tersebut menuju ke bagian atas reaktor, yang disebabkan oleh berkurangnya

densitas butiran. Untuk itu diperlukan pemisahan butiran sludge di luar

reaktor dan kemudian di kembalikan lagi ke reaktor. Hal ini dapat dilakukan

dengan membuat Gas-Liquid-Solid separator (GLSS) yang ditempatkan di

bagian atas reaktor. Gas dapat ditampung dalam separator tersebut sedangkan

sludge dikembalikan lagi ke reaktor. Menurut Anh (2004), GLSS merupakan

bagian penting dari UASB karena memiliki fungsi sebagai berikut:

Mengumpulkan, memisahkan, dan mengeluarkan biogas yang terbentuk

Mengurangi turbulensi di dalam kompartemen pengendapan yang terjadi

akibat pembentukan gas

Memungkinkan terjadinya pemisahan lumpur secara sedimentasi,

flokulasi, atau terperangkap di dalam sludge blanket

Membatasi ekspansi sludge bed

Mencegah terjadinya wash-out lumpur (terbawanya lumpur ke aliran

efluen)

Page 11: MAKALAH BIOTEK

11

3.3 Proses Pembuatan Biogas dengan Reaktor Upflow Anaerobic Sludge

Blanket (UASB)

Proses pembuatan biogas limbah tahu menggunakan reactor UASB

dimulai dengan memasukkan Empat liter massa mikroorganisme yang telah

tumbuh (granular) ke dalam reaktor untuk start-up yang biasanya

membutuhkan waktu yang lama. Waktu start- up dianggap cukup bila laju

degradasi bahan organik dan gas yang terbentuk sudah stabil.

Limbah dari industri tahu ditentukan CODnya berada pada kisaran 5000-

8000 mg/l, pH dijaga 4-5 kemudian dimasukkan ke reaktor anaerobic

mengikuti aliran seperti pada gambar di bawah ini.

Limbah dimasukkan melalui reactor bagian bawah yang sudah berisi

selimut lumpur. Reactor UASB di atas menggunakan dua macam system,

yaitu System Batch Tanpa Sirkulasi (SBTS) dan System Batch dengan

Sirkulasi (SBDS). SBTS adalah metode yang memperlakukan limbah cair

tertampung dalam reaktor selama waktu tertentu tanpa dilakukan sirkulasi.

Page 12: MAKALAH BIOTEK

12

Untuk SBDS menggunakan sirkulasi dengan tujuan memperbesar frekuensi

kontak antara bakteri dengan bahan organik. Bahan organik kontak paling

banyak dengan mikroba saat pemasukan influen ke dalam reaktor yang sudah

berisi lumpur mikroba sebanyak setengah reaktor.

Aliran limbah pada system SBTS dimulai dari limbah bergerak naik

melalui selimut lumpur, setelah limbah mencapai bagian atas reactor, limbah

akan dikeluarkan sebagai efluen. Sedangkan aliran limbah pada system SBDS

dimulai dari limbah bergerak naik melalui selimut lumpur, setelah limbah

mencapai bagian atas reactor, limbah akan dikeluarkan dan dimasukkan

kembali ke dalam reactor melalui bagian bawah reactor.

Limbah yang bergerak pada selimut lumpur akan mengalami degradasi

senyawa organic oleh mikroorganisme yang akan menghasilkan gas metana

dan karbon dioksida. Gas yang terbentuk akan bergerak naik menuju ke

penampung gas. Sludge yang terdapat pada bagian bawah reactor sering ikut

bergera naik karena adanya gas yang terperangkap pada sludge tersebut,

sehingga diperlukan Gas-Liquid-Solid separator (GLSS) yang diletakkan

pada bagian atas reactor yang akan menahan sludge naik ke bagian atas

reactor. Proses ini akan berlangsung terus menerus.

Hasil yang diperoleh berdasarkan jurnal, SBTS menghasilkan lebih

banyak biogas dibandingkan dengan SBDS dengan total produksi masing-

masing 11,115 L dan 6,575 L atau ada selisih 5.063 L. Perbedaan tersebut

menunjukkan bahwa sirkulasi justru menurunkan produksi biogas karena total

sirkulasi menjadi sangat tinggi. Sirkulasi secara alamiah sudah cukup

sehingga tidak perlu penambahan sirkulasi eksternal.

Pembentukan biogas tertinggi terjadi pada hari pertama, sedangkan pada

hati ketiga dan seterusnya terjadi penurunan, hal ini disebabkan menurunnya

kadar bahan organic pada limbah tahu yang ditandai dengan menurunnya

nilai COD.

Penurunan bahan organic pada SBTS lebih banyak disbanding dengan

SBDS. Setelah 12 hari, sistem dengan sirkulasi dapat merombak jauh lebih

baik dari pada system tanpa sirkulasi.

Page 13: MAKALAH BIOTEK

13

Penelitian ini menunjukkan bahwa produksi biogas mencapai maksimal

pada hari pertama atau beberapa jam setelah penambahan influen, berarti

proses hidrolisis dan asidifikasi berlangsung cepat dan kenaikan pH menjadi

6 dan 7 terjadi pada hari itu juga. McLean (1995) menyatakan bahwa waktu

tinggal limbah dalam UASB selama 8,5 jam dengan efisiensi penurunan COD

sebesar 70-90%. Reaksi metanogenik tersebut dapat dideteksi dengan

timbulnya biogas beberapa jam setelah penambahan influen.

Berdasarkan faktor laju produksi biogas, laju degradasi bahan organik,

nilai pH maka waktu 4 hari dan sistem tanpa sirkulasi (SBTS) merupakan

pilihan terbaik untuk analisis potensi produksi biogas. Limbah tahu sangat

potensial untuk digunakan sebagai biogas, baik dar segi ekonomis maupun

teknis, misalnya industry tahu setiap harinya mengolah 100 kg kedelai, 1 kg

kedelai menghasilkan limbah cair sebanyak 75-150 L, maka dalam waktu 4

hari akan diperoleh nilai tambah sebesar Rp. 16.615,00.

3.4 Kelebihan dan Kekurangan Upflow Anaerobic Sludge Blanket (UASB)

UASB tidak sesuai untuk daerah tanpa pasokan air atau listrik yang

konstan. Teknologi ini relatif sederhana untuk dirancang dan dibangun , tetapi

pada pengembangan pasir lumpur mungkin memakan waktu beberapa bulan .

Reactor UASB berpotensi untuk menghasilkan mutu limbah cair yang lebih

tinggi daripada Septic Tank , dan dapat dilakukan dalam volume reaktor yang

lebih kecil . Influen yang mengandung terlalu banyak padatan , protein atau

lemak , dapat menyebabkan reaktor tidak bekerja dengan benar . Suhu juga

merupakan faktor utama yang mempengaruhi kinerja dari reactor UASB.

Kelebihan dari reactor UASB secara umum adalah:

Pengurangan tinggi dari BOD

Dapat menahan tarif beban organik dan hidrolik tinggi

Produksi lumpur rendah ( dengan demikian jarang diperlukan

penyedotan)

Biogas dapat digunakan untuk energy

Page 14: MAKALAH BIOTEK

14

Kekurangan dari reactor UASB adalah:

Perawatan mungkin tidak stabil

Membutuhkan operasi dan pemeliharaan oleh operator terampil; sulit

untuk mempertahankan kondisi hidrolik yang tepat

Waktu permulaan panjang

Diperlukan sumber listrik konstan

Tidak semua bagian dan bahan tersedia secara local

Memerlukan ahli desain dan konstruksi

Effluent dan lumpur memerlukan perawatan lebih lanjut dan / atau

debit yang tepat

Page 15: MAKALAH BIOTEK

15

BAB IV

PENUTUP

4.1 Simpulan

Reaktor UASB merupakan alat yang digunakan untuk mengolah limbah

cair dengan bantuan mikroorganisme anaerob yang menghasilkan biogas.

Prinsip dari reactor UASB yaitu limbah dimasukkan ke dalam reactor

UASB yang berisi kumpulan mikroorganisme kecil (sludge blanket) melalui

bagian bawah reactor. Limbah akan bergerak naik melalui sludge blanket dan

akan mengalami degradasi senyawa organic oleh mikroorganisme. Degradasi

ini menghasilkan gas metana dan karbon dioksida yang akan bergerak naik

dan ditampung pada penampung gas.

Proses pengolahan limbah tahu dengan reactor UASB dimulai dengan

memasukkan massa mikroorganisme ke dalam reactor untuk start-up. Setelah

itu, limbah tahu dimasukkan ke dalam reactor melalui bagian bawahnya,

limbah tahu akan bergerak naik dan akan mengalami degradasi degradasi

senyawa organik oleh mikroorganisme. Proses degradasi ini menghasilkan

gas metana dan karbondioksida yang kan bergerak naik menuju ke

penampung gas.

Reactor UASB tidak sesuai untuk daerah yang saluran listrik dan airnya

tidak konstan, selain itu, membutuhkan operasi dan perawatan dari operator

yang terampil. Waktu permulaan yang panjang dan tidak semua bahan

tersedia secara local.

Kelebihan reactor UASB yaitu pengurangan tinggi dari BOD, dapat

menahan tarif beban organik dan hidrolik tinggi, produksi lumpur rendah (

dengan demikian jarang diperlukan penyedotan) dan biogas yang terbentuk

dapat digunakan untuk energy.

Page 16: MAKALAH BIOTEK

16

4.2 Saran

Makalah ini masih jauh dari sempurna, di antaranya dalam makalah ini

masih belum dijelaskan dengan lebih rinci cara kerja dari reactor UASB.

Diharapkan bagi penulis makalah selanjutnya untuk lebih melengkapi

makalah ini , sehingga menjadi lebih baik.

Page 17: MAKALAH BIOTEK

17

DAFTAR PUSTAKA

Agung R, Tuhu., Hanry Sutan Winata. Pengolahan Air Limbah Industri Tahu

dengan Menggunakan Teknologi Plasma. Jurnal Ilmiah Teknik

Lingkungan. 2 (2): 19-28.

Bal AS, Dhagat NN. 2001. Upflow anaerobic sludge blanket reactor--a review.

Pubmed. 43(2):1-82.

Lettinga, L., dan L. W. Hulshoff Pol. 1991. UASB-Process Design for Various

Types of Wastwaters. Wat. Sci. Tech. 24(8): 87-107.

Tilley, Elizabeth dkk. 2008. Compendium of Sanitation Systems and

Technologies. Swiss: Eawag.

Wagiman. 2007. Identifikasi Potensi Produksi Biogas dari Limbah Cair Tahu

dengan Reaktor Upflow Anaerobic Sludge Blanket (UASB).

Bioteknologi. 4 (2): 41-45.

Wiratmana, I Putu Awing dkk. 2012. Studi Eksperimental Pengaruh Variasi

Bahan Kering Terhadap Produksi dan Nilai Kalor Biogas Kotoran Sapi.

Jurnal Energi dan Manufaktur. 5(1): 22-32.

Yonathan, Arnold dkk. 2013. Produksi Biogas dari Eceng Gondok (Eicchornia

crassipes): Kajian Konsistensi dan pH Terhadap Biogas Dihasilkan.

Jurnal Teknologi Kimia dan Industri. 2(2): 211-215.