biotek fix bioterorism

21
MAKALAH BIOTEKNOLOGI VETERINER ’’ BIOTERORISME ’’ Oleh : Urwatul Dzumirrah ( 125130101111062 ) Yetty Hikmah Arofa ( 125130101111064 ) Vindy Rahmatika ( 125130101111056 ) Rizky Holija S. ( 125130101111059 ) Aidil Akbar S. ( 125130101111069 ) PROGRAM KEDOKTERAN HEWAN

Upload: vindy

Post on 26-Sep-2015

231 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

biotek

TRANSCRIPT

MAKALAH BIOTEKNOLOGI VETERINER BIOTERORISME

Oleh :Urwatul Dzumirrah ( 125130101111062 ) Yetty Hikmah Arofa ( 125130101111064 )Vindy Rahmatika ( 125130101111056 )Rizky Holija S.( 125130101111059 ) Aidil Akbar S. ( 125130101111069 )

PROGRAM KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ancaman terorisme ke depan tampaknya semakin kompleks, karena mereka tidak hanya melakukan serangan terror dengan cara-cara yang konvensional, namun perkembangan terkini dari ancaman terorisme adalah mereka sudah mampu untuk melakukan serangan dengan menggunakan bahan-bahan kimia, biologi dan sebagainya yang dikenal dengan istilah bioterorisme. Penggunaan bioterorisme dipandang sebagai langkah dan strategi yang menguntungkan bagi kalangan teroris, karena sasaran yang terkena hampir dipastikan akan menemui kematian. Bioterorisme adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan penggunaan sabotase atau penyerangan dengan bahan-bahan biologis atau racun biologis dengan tujuan untuk menimbulkan kerusakan pada perseorangan atau kelompok perorangan bahkan suatu bangsa atau negara. Aktivitas-aktivitas ini secara umum menyebabkan kerusakan, intimidasi atau kohersi dan biasanya berhubungan dengan ancaman yang menyebabkan kepanikan publik. Agen biologis yang paling umum digunakan sebagai senjata teror adalah mikroorganisme dan racun-racunnya seperti bakteri, virus, jamur, fungi yang dapat digunakan untuk menimbulkan penyakit atau kematian pada populasi penduduk, binatang bahkan tanaman. Agen pencemaran dapat dilepaskan di udara, air atau makanan. Ada empat mikroba populer biasanya dimanfaatkan oleh para teroris, yaitu Bacillus anthracis, Clostridium botulinum, Yersinia pestis dan virus cacar. Memang kuman ini diperoleh secara alamiah, tetapi kuman-kuman tersebut dapat dirubah sehingga kemampuannya untuk menyebabkan penyakit dapat ditingkatkan, yang membuat kuman-kuman tersebut akan kebal atau resisten terhadap pengobatan yang telah ada, ataupun kemampuannya untuk menyebar kesekitarnya menjadi bertambah hebat, baik melalui udara, air ataupun makanan.Bioterorisme adalah masalah besar sepanjang sejarah manusia. Salah satu laporan awal mengenai bioterorisme di abad ke 6 sebelum masehi, ketika tentara Asiria meracuni sumur air dari musuhnya dengan ergot, suatu fungi yang memproduksi racun yang sering ditemukan pada rogge (sebangsa gandum). Laporan yang lebih moderen menunjukkan, pada sekitar tahun 1520, Francisco Pizarro, seorang Jendral Spanyol yang memimpin penaklukan kerajaan Inca di Peru, memberikan pakaian yang mengandung kuman cacar kepada orang Inca. Laporan yang serupa menuduh Inggris kemungkinan juga menggunakan patogen untuk menghancurkan musuh mereka sewaktu proses penjajahan Amerika Utara. Negara itu kemungkinan mendistribusikan selimut yang mengandung kuman cacar kepada orang Indian.Bioterorisme sebenarnya telah berusia ratusan tahun. Pasukan Tartar merupakan kelompok pertama yang memanfaatkan bioterorisme pada tahun 1346. Pasukan Tartar melemparkan pasien pes ke belakang garis pertahanan lawan. Kelompok berikutnya adalah pasukan Inggris di Amerika pada tahun 1736, pasukan Jerman pada Perang Dunia I, Tentara Dai Nippon menjatuhkan tabung yang berisi pinjal dan Yersinia pestis di atas daratan Cina saat Perang Cina-Jepang (19371945). Rajneeshees mengontaminasi makanan di restoran dan supermarket dengan Salmonella enterica. AS pada bulan september 2001 mengalamieventterorisme yang boleh dibilang terbesar dalam sejarah mereka. Runtuhnya menara kembar WTC pada 9/11 adalaheventyang selalu diingat oleh semua orang.Pada September 2001, surat-surat yang mengandung kumanantraks dikirimkan melalui kantor pos AS. Surat-surat tersebut dikirim secara sengaja kepada tokoh-tokoh penting di AS, seperti anggota senat dan para pengambil kebijakan lainnya.Dibandingkan dengan negara-negara lain bahkan dengan negara sesama ASEAN seperti Thailand dan Singapura, Indonesia sudah sangat terlambat sehingga bila terjadi serangan agensia biologi tidak dapat berbuat apa-apa. Berkaitan dengan senjata biologi, perhatian dari pemerintah dapat dikatakan masih sangat lemah. Perhatian pemerintah terhadap berbagai wabah yang telah terjadi memang demikian besar, seperti terhadap wabah demam berdarah, polio dsb, namun dalam kaitannya dengan ancaman bioteror, pemerintah masih memandang wabah tersebut tidak secara komprehensif, tetapi hanya dari kacamata kesehatan manusia saja. Pemerintah belum mewaspadai serangan-serangan penyakit baik yang menyerang manusia, hewan dan tumbuhan sebagai suatu potensi negatif yang melemahkan ketahanan nasional.Pada tahun 1972, dibawah kepemimpinan PBB, 103 negara menandatangani konvensi mengenai senjata biologis, yang intinya melarang pengembangan, produksi, penumpukan dan penggunaan senjata biologis. Tujuan dari konvensi ini adalah untuk melenyapkan secara sepenuhnya kemungkinan dari penggunaan agen biologis dan racunnya sebagai senjata pemusnah massal. 1.2 Rumusan Masalah

Apa yang dimaksud dengan bioterorisme ? Apa saja karakteristik mikroba yang digunakan pada Bioterorisme? Apa saja mikroba yang lazim digunakan pada bioterorisme ? Bagaimana klasifikasi mikroba bioterorisme? Bagaimana cara serangan senjata biologis bacillus anthracis ? Bagaimana cara serangan senjata biologis yersinia pestis ? Bagaimana Bioterorisme diindonesia?

1.3 Tujuan

Untuk mengetahui pengertian dari bioterorisme Untuk mengetahui karakteristik mikroba yang digunakan pada Bioterorisme Untuk mengetahui mikroba yang lazim digunakan pada bioterorisme Untuk mengetahui klasifikasi mikroba Untuk mengetahui cara serangan senjata biologis bacillus anthracis Untuk mengetahui cara serangan senjata biologis yersinia pestis Untuk mengetahui bioterorisme diindonesia

BAB IIPEMBAHASAN

2.1 Pengertian Bioterorisme Bioterorisme adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan penggunaan sabotase atau penyerangan dengan bahan-bahan biologis atau racun biologis dengan tujuan untuk menimbulkan kerusakan pada perorangan atau kelompok perorangan. Aktifitas-aktifitas ini, secara umum, menyebabkan kerusakan, intimidasi, atau kohersi, dan biasanya berhubungan dengan ancaman yang menyebabkan kepanikan publik. Agen biologis yang paling umum digunakan sebagai senjata teror adalah mikroorganisme dan racun-racunya, yang dapat digunakan untuk menimbulkan penyakit atau kematian pada populasi penduduk, binatang, bahkan tanaman. Agen pencemaran dapat dilepaskan di udara, air, atau makanan. Bioterorisme berarti pemakaian mikroba sebagai sarana dalam terorisme. Mikroba yang digunakan pada bioterorisme lebih populer di media massa dengan sebutan senjata biologis (biological weapons atau bioweapons). Perang yang melibatkan senjata biologis/mikroba disebut perang kuman (germ warfare) atau biological warfare , Dalam tulisan ini, istilah mikroba dan senjata biologis dipergunakan secara bergantian.

2.2 Karakteristik Mikroba Bioterorisme Mikroba ideal untuk bioterorisme mempunyai karakteristik sangat handal, dapat dibidikkan tepat ke sasaran, murah, awet, tidak begitu tampak, manjur, mudah diperoleh, dan mudah diangkut. Sangat handal dan manjur berarti mempunyai efek seperti yang diharapkan para teroris. Murah dan mudah diperoleh, harganya terjangkau dan bisa didapatkan tidak harus dengan jalur legal. Tidak begitu tampak mengandung makna sulit diendus oleh aparat intelijen.

2.3 Mikroba yang Lazim digunakan Bioterorisme Ada empat mikroba yang lazim digunakan pada bioterorisme. Empat mikroba tersebut adalah Bacillus anthracis, Clostridium botulinum, Yersinia pestis, dan virus cacar. Masih banyak mikroba lain yang dapat dimanfaatkan sebagai senjata biologis meskipun frekuensi pemakaiannya lebih jarang. Mikroba tersebut adalah virus Ebola, virus influenza, Virus Penyebab Demam Lassa, Salmonella, Mycobacterium tuberculosis dan Virus Penyebab Ensefalitis. Kuman yang sering digunakan untuk bioterorisme adalah kuman-kuman yang termasuk dalamgolongan A, yaitu : AnthraxPenyakit ini disebabkan bakteri yang berspora, yaitu Bacillus anthracis. Spora kuman ini sangat stabil, masih bertahan hidup bertahun-tahun di dalam tanah dan air, sehingga membuat kuman inicocok digunakan untuk bioterorisme. Manusia dapat terjangkit penyakit ini melalui kulit yang tercemar dengan produk binatang seperti bulu dan dagingnya, terhirup sporanya ataupun melalui makanan (daging yang mengandung kuman anthrax tanpa pengolahannya yang lama).Gejala yang ditimbulkannya mirip penyakit influenza, yang berupa demam, menggigil, nyeri otot beberapa hari setelah menghirup spora kuman ini, kemudian keadaannya cepat memburuk.

Kuman PesPenyakit ini disebabkan olehYersinia pestis, yang menimbulkan infeksi paru (pneumonia) yang dapat menyebar dari manusia ke manusia lain. Setelah beberapa hari kemasukan kuman ini penderita menunjukkan gejala demam, menggigil, sakit kepala, nyeri otot dan dada, batuk yang mungkin berdarah dan sesak. Kutu bertanggung jawab atas penularan penyakit ini dan kuman ini menginfeksi tikus ketika kutu tadi mengisap darah tikus. Dalam keadaan normal kutu ini tidak menggigit manusia tetapi jika tikus mati karena infeksi tadi maka kutu akan menjadi lapar dan dapat menggigit manusia. Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS)Merupakan infeksi pernafasan yang disebabkan berbagai virus. Sifat virus ini sangat unik karena kemampuannya untuk memindahkan informasi genetik antar virus dan digunakan sebagai senjata biologik Gejala penyakit berupa demam, infeksi paru (pneumonia) dan akhirnya gagal nafas. BotulismePenyakit ini disebabkan kuman klostridium botulinum yang terjadi melalui terhirupnya spora kuman tadi, yang dapat meracun saraf dan menimbulkan kelumpuhan otot-otot rangka tubuh dan otot-otot pernafasan. Kuman ini tidak berwarna dan tidak berbau serta dalam takaran yang kecil dapat mematikan sehingga sangat baik dipakai sebagai senjata biologik. Mula timbulnya penyakit ini dalam 24 jam sampai beberapa hari setelah berkontak dengan kuman ini. Virus cacarSetelah beberapa hari terinfeksi kuman ini timbul gejala berupa demam tinggi, nyeri kepala, mual muntah dan lain-lain. Yang lebih berbahaya lagi jika timbul berupa perdarahan kulit yang dapat menyebabkan kematian. Zat-zat kimiaSelain kuman-kuman, beberapa zat kimia yang dihirup dapat digunakan sebagai bioterorisme, seperti khlorin dan fosgen. Kedua zat ini sangat berbahaya dan telah digunakan dalam skala besar sejak perang dunia pertama. Pada paru dapat menyebabkan penyempitan saluran nafas dan gagal nafas, sedangkan zat lain seperti sulfur jika terhirup dapat menyebabkan kerusakan saluran nafas sampai ke bahagian yang paling kecil dari saluran nafas (alveoli).

2.4 Klasifikasi Mikroba Menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC), mampu menggolongkan bioterorisme menjadi beberapa golongan berdasarkan besarnya resiko, kemudahan dalam penyebaran, beratnya kesakitan atau kematian yang disebabkan, antara lain: Golongan AGolongan ini merupakan kumpulan dari agen biologi yang mempunyai resiko sangat tinggi yang dapat menyebabkan keamanan suatu negara dalam kondisi yang berbahaya. Agen biologi pada golongan ini mudah menyebar dari manusia satu ke manusia yang lain, dapat menyebabkan angka kematian yang sangat tinggi, menyebabkan kepanikan dan kekacauan sosial. Contoh penyakit yang termasuk dalam golongan A, antara lain cacar, demam berdarah, pes dan keracunan makanan yang disebabkan olehClostridium botulinum. Golongan BAgen biologi pada golongan B mempunyai resiko yang tinggi walaupun skalanya lebih rendah daripada golongan A. Karakteristik lain dari golongan B, yaitu cukup mudah menyebar, menimbulkan angka kesakitan yang cukup tinggi walaupun angka kematiannya cukup rendah. Contoh agen biologi yang berperan:Salmonella, E.coli,Cholera,virus alfa, penyebab infeksi otak, zat-zat beracun. Golongan CAgen biologi di golongan C memiliki resiko yang rendah. Agen biologi dapat direkayasa untuk disebarluaskan di masa yang akan datang, dikarenakan mudah didapat, mudah diproduksi, disebarkan memiliki potensi untuk memberikan dampak buruk pada kesehatan, dan berpotensi pula menyebabkan kesakitan serta kematian yang tinggi.

2.5 Senjata Biologis Bacillus Anthracis Ada 3 bentuk klinis antraks berdasarkan rute masuk spora ke dalam tubuh. Tiga bentuk tersebut adalah antraks kutaneus, antraks gastrointestinal, dan antraks inhalasi. Antraks kutaneus mencakup 90% kasus antraks pada manusia. Setelah masa inkubasi 1-7 hari akan timbul lesi berbentuk papula kecil sedikit gatal pada tempat spora masuk (biasanya di lengan, tangan, leher, dan muka) yang dalam beberapa hari berubah menjadi bentuk vesikel yang tidak sakit berisi cairan serosanguinus serta tidak purulen dan kemudian menjadi ulkus nekrotik yang dikelilingi vesikel-vesikel kecil. Ukuran lesi sekitar 1-3 cm. Ciri khas lain adalah dalam 2-6 hari akan timbul eschar berwarna hitam seperti batubara (black carbuncle) yang berkembang dalam beberapa minggu menjadi ukuran beberapa sentimeter yang kemudian menjadi parut setelah 1-2 minggu. Gambaran sistemik berupa demam, mialgia, sakit kepala, lemah badan, dan limfadenopati lokal. Bila tidak digunakan antibiotik maka 20% fatal, dimana terjadi penyulit bakteremia yang berlanjut ke meningitis, pneumonia, ataupun sepsis. Antraks gastrointestinal ditemukan demam, nyeri perut difus, muntah, dan diare kira-kira 2-5 hari setelah penderita memakan daging yang mengandung spora. Bisa timbul muntah darah dan berak darah, berisi darah segar atau melena. Bisa pula terjadi perforasi usus. Selain itu terjadi limfadenitis mesenterial dan asites Antraks orofaringealyang berupa limfadenopati local dan edema pada leher, susah menelan, dan obstruksi saluran napas atas. Terdapat lesi serupa pada kulit pada mukosa mulut seperti eschar. Antraks inhalasi mencakup kurang dari 5% kasus. Masa inkubasi 1-5 hari tetapi dapat mencapai 60 hari tergantung jumlah spora yang masuk. Setelah inkubasi 10 hari timbul gambaran klinik akut yang terdiri dari 2 fase (bifasik), yaitu fase inisial yang ringan dimana didapatkan demam, lemah, lemah, mialgia, batuk kering dan rasa tertekan di dada dan di perut (flu like) yang pada pemeriksaan fisik mungkin ditemukan ronki, kemudian tiba-tiba disusul fase kedua yang berat dan sering fatal setelah terlihat seperti ada perbaikan fase pertama. Fase kedua ini cepat sekali memburuk berupa panas tinggi, sesak napas, hipoksia, sianosis, stridor dan akhirnya syok dengan kematian dalam beberapa hari. Pemeriksaan fisik memberikan gambaran infeksi paru, dengan kemungkinan sepsis dan meningitis.

2.6 Senjata Biologis Yersinia Pestis Berdasarkan aspek klinis pes dapat dibedakan atas beberapa tipe yaitu tipe bubonik, septikemik, pneumonik, meningeal, dan kutaneal. Tipe bubonik merupakan kasus terbanyak (sekitar 75%) pasien pes. Ditandai adanya bubo, yaitu limfadenitis yang tampak besar dengan diameter 2-5 cm disertai adanya edema dan eritema di sekitarnya. Bubo ini 70% terdapat di daerah inguinal atau femoral, karena gigitan pinjal lebih banyak terjadi di kaki. Pada anak-anak bubo dapat ditemukan di daerah aksila atau servikal. Bila terjadi supurasi, eksudat yang mengandung Yersinia pestis dapat mengalir keluar secara spontan setelah 1-2 minggu dan diikuti oleh proses resorbsi.Bakteri Yersinia pestis mempunyai kemampuan membentuk endotoksin. Hal ini dapat menimbulkan keadaan toksemia yang bila berat akan mengakibatkan koagulasi intravaskuler (KID) dengan ditemukan gejala-gejala perdarahan di saluran napas, saluran makan, saluran kencing serta rongga-rongga badan. Walaupun tipe bubonik pada umumnya menunjukkan gejala-gejala berat tetapi ada juga kasus-kasus yang ringan disebut pestis minor. Komplikasi yang dapat menjadi sebab kematian adalah septikemia dengan gejala-gejala berat, pneumonia sekunder dengan sputum berdarah dan yang jarang diketemukan antara lain adalah kegagalan faal jantung. Tipe septikemik tidak terdapat pembesaran kelenjar limfe dan gejala yang timbul akibat septikemia biasanya terjadi dalam waktu yang singkat berupa pucat, lemah, delirium atau stupor sampai koma. Penderita dapat meninggal dunia pada hari pertama sampai ketiga stelah timbulnya gejala febris. Kenaikan suhu badan hanya terjadi secara ringan . Tipe pneumonikumumnya diawali dengan gejala-gejala kelemahan badan, sakit kepala, vomitus, febris, dan frustasi (Sic !). Batuk, sesak napas, disertai sputum yang produktif dan cair, berbeda dengan pneumonia lobaris yang mengeluarkan sputum kental dengan warna seperti karat. Gangguan kesadaran dapat timbul sejak awal dan penderita dapat meninggal dunia pada hari ke-4 dan ke-5. Tipe meningeal merupakan komplikasi tipe bubonik yang terjadi pada hari ke-7 sampai ke-9. Gejala-gejala seperti meningitis berupa keluhan sakit kepala, neck stiffness, dan tanda Kernig positif. Dapat berlanjut dengan konvulsi dan koma. Dalam cairan lumbal dapat ditemukan Yersinia pestis. tipe kutaneal terdapat papula, pustula, karbunkel, ataupun purpura yang dapat meluas menjadi bersifat nekrotik. Keadaan ini dapat berlanjut menjadi gangren terutama di daerah tungkai dan menimbulkan warna kehitam-hitaman (black death).

2.7 Bioterorisme di Indonesia Bioterorisme merupakan ancaman berskala internasional yang harus diantisipasi oleh setiap negara, termasuk Indonesia. Sekalipun mungkin Indonesia tidak dianggap sebagai negara target, tetap harus mengantisipasi dampak ikutan yang mungkin terjadi akibat terbawanya tanpa sengaja agen biologik oleh seseorang dari tempat lain. Tanpa kesiapan yang memadai, selain gangguan keamanan, Indonesia dapat mengalami gangguan kesehatan masal yang serius baik pada manusia, hewan, maupun lingkungan, yang akan juga mengakibatkan dampak ekonomi yang berat. Di Indonesia mungkin belum ditemukan kasus serangan dengan menggunakan senjata biologis yang membunuh manusia secara massal, tapi ada indikasi bioterorisme dalam hal pertanian dan peternakan. Salah satu kasus populer yang diperkirakan merupakan hasil dari kegiatan bioterorisme adalah kasus tersebarnya virus flu burung di Indonesia, yang sempat menyebabkan perekonomian anjlok akibat tingkat penjualan produk unggas menurun drastis. Juga masuknya sejumlah jenis biji-bijian dan hewan dari luar negeri secara ilegal, yang mungkin saja mengandung bibit penyakit hewan maupun tumbuhan yang dapat mewabah di Indonesia. Dalam menghadapi ancaman bioterorisme, diperlukan keterlibatan aktif berbagai pihak. Pihak keamanan memiliki peran sangat penting dalam mengendalikan dan memelihara keamanan umum, agar tidak terjadi gejolak yang tidak diinginkan. Pihak kesehatan memegang peran penting dalam penanganan penderita dan pengendalian bahan biologik yang bersangkutan agar tidak menyebar luas. Pihak laboratorium diperlukan kemampuannya untuk membantu mendeteksi, mengidentifikasi dan menelusuri asal muasal bahan biologik yang dipergunakan. Karena sifatnya penuh kedaruratan, maka kegiatan-kegiatan diatas memerlukan payung hukum khusus, agar dapat dilaksanakan dengan baik. Tampak jelas disini bahwa kerjasama antar instansi terkait merupakan suatu keharusan untuk mendapatkan hasil yang optimal. Bioterorisme merupakan ancaman berskala internasional yang harus diantisipasi oleh setiap negara, termasuk Indonesia. Sekalipun mungkin Indonesia tidak dianggap sebagai negara target, tetap harus mengantisipasi dampak ikutan yang mungkin terjadi akibat terbawanya tanpa sengaja agen biologik oleh seseorang dari tempat lain. Tanpa kesiapan yang memadai, selain gangguan keamanan, Indonesia dapat mengalami gangguan kesehatan masal yang serius baik pada manusia, hewan, maupun lingkungan, yang akan juga mengakibatkan dampak ekonomi yang berat.Pihak kesehatan memegang peran penting dalam penanganan penderita dan pengendalian bahan biologik yang bersangkutan agar tidak menyebar luas. Pihak laboratorium diperlukan kemampuannya untuk membantu mendeteksi, mengidentifikasi dan menelusuri asal muasal bahan biologik yang dipergunakan. Karena sifatnya penuh kedaruratan, maka kegiatan-kegiatan diatas memerlukan payung hukum khusus, agar dapat dilaksanakan dengan baik. Tampak jelas disini bahwa kerjasama antar instansi terkait merupakan suatu keharusan untuk mendapatkan hasil yang optimal.

BAB IIIPENUTUP

3.1 KesimpulanDari hasil pembahasan makalah ini dapat disimpulkan bahwa, bioterorisme adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan penggunaan sabotase atau penyerangan dengan bahan-bahan biologis atau racun biologis dengan tujuan untuk menimbulkan kerusakan pada perorangan atau kelompok perorangan. Mikroba ideal untuk bioterorisme mempunyai karakteristik sangat handal, dapat dibidikkan tepat ke sasaran, murah, awet, tidak begitu tampak, manjur, mudah diperoleh, dan mudah diangkut. Ada empat mikroba yang lazim digunakan pada bioterorisme. Empat mikroba tersebut adalah Bacillus anthracis, Clostridium botulinum, Yersinia pestis, dan virus cacar.

3.2 Saran Dalam menghadapi ancaman bioterorisme di Indonesia sebaiknya mengantisipasi dampak yang mungkin terjadi akibat terbawanya tanpa sengaja agen biologik oleh seseorang dari tempat lain.

DAFTAR PUSTAKA

Agus Purwodianto, PhD, Aspek Etikolegal Makro Senjata Biologi dan Bioterorisme, bahan kuliah Kajian Strategik Intelijen, Universitas Indonesia, 2011.Bauman RW, Machunis-Masuoka E, Tizard. Microbiology With Diseases by Taxonomy. Edisi ke-2. San Francisco : Pearson Benjamin Cummings, 2007. h. 771 774.Cinti SK, Hanna PC. Biological Agents of Warfare and Terrorism. Dalam : Engleberg NC, DiRita V, Dermody TS, penyunting. Schaechters Mechanisms of Microbial Disease. Edisi ke- 4.Philadelphia:Lippincott Williams & Wilkins, 2007. h.541 552.Hadi Y. Antraks. Dalam : Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, penyunting. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid ke-3. Edisi ke-4. Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007. h.1831-1833.Nester EW, Anderson DG, Roberts Jr. CE, Nester MT. Microbiology A Human Perspective. Edisi ke-5. Boston : McGrawHill Higher Education, 2007. h. 490 491.Triwibowo. Penyakit Sampar. Dalam : Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, penyunting. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid ke-3. Edisi ke-4. Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007. h.1800-1802.