makalah batubara (amdal)
TRANSCRIPT
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamin
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat, taufiq, hidayah, dan
inayah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan karya tulis “SUMBER ENERGI :
BATUBARA (COAL)”
Dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini penyusun banyak mendapat bimbingan,
asuhan, dan dorongan dari berbagai pihak, untuk itu perkenankanlah penulis mengucapkan
terima kasih yang tak terhingga kepada,
Keluarga tercinta, terutama kedua orang tua dan saudara-saudara penulis yang telah
memberikan dukungan, semangat, dan bantuan baik moral, material, ataupun
spiritual.
Dosen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) selaku pembimbing yang
telah banyak memberi pengarahan dan saran.
Teman dan sahabat penulis yang telah memberikan dukungan dan semangat dalam
penelitian ini.
Serta pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh
karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Harapan
penulis, karya tulis ini memberikan manfaat untuk solusi alternatif mengatasi kemacetan
yang terjadi di Indonesia.
Malang, 10 Oktober 2012
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Lokasi Indonesia yang terletak pada 3 tumbukan (konvergensi) lempeng kerak
bumi, yakni lempeng Benua Eurasia, lempeng Benua India-Australia dan lempeng
Samudra Pasifik melahirkan suatu struktur geologi yang memiliki kekayaan potensi
pertambangan yang telah diakui di dunia terutama pertambangan batubara. Namun, potensi
yang sangat tinggi ini masih belum tergali secara optimal. Disamping itu, tingkat investasi
di sektor ini relatif rendah dan menunjukkan kecenderungan menurun akibat terhentinya
kegiatan eksplorasi di berbagai kegiatan pertambangan. Menurut studi yang dilakukan
Fraser Institute dalam Annual Survey of Mining Companies (December 2002), iklim
investasi sektor pertambangan di Indonesia tidak cukup menggairahkan. Banyak kalangan
menghawatirkan bahwa dengan kondisi seperti ini maka masa depan industri ekstraktif
khususnya pertambangan di Indonesia akan segera berakhir dalam waktu 5 sampai 10
tahun jika tidak dijaga dan dilestarikan.
Sejak krisis minyak pada tahun 1970-an perubahan dari minyak menjadi batubara
sebagai alternatif pemakaian bahan bakar telah berkembang dengan cepat dalam industri –
industri yang mengkonsumsi energi relatif tinggi. Batubara dianggap sebagai bahan bakar
termurah di dunia. Namun, batubara juga merupakan bahan bakar terkotor dan yang paling
menyebabkan polusi. Walau demikian, banyak negara tetap menambangnya dan
membangun pembangkit listrik dari hasil membakar batubara.
Batubara yang semakin lama persediaannya semakin menipis karena digunakan
terus menerus, ditambah lagi dengan adanya para penambang liar mulai marak di daerah-
daerah yang mempunyai potensi untuk dijadikan lahan penambangan secara berlebihan.
Tanpa disadari penambangan tersebut dapat merusak lingkungan guna memenuhi
kebutuhan manusia dalam segala bidang.
I.2 Rumusan Masalah
Bagaimanakah pemanfaatan batubara?
Bagaimana dampak dari penambangan dan penggunaan batubara terhadap
lingkungan, udara, air, tanah dan manusia?
Bagaimanakah keuntungan dan kerugian dari batubara?
Jika terdapat kerugian, bagaimana cara meminimalisir kerugian tersebut? adakah
bahan bakar altenatif pengganti batu bara?
I.3 Tujuan
Menjelaskan pemanfaatan batubara
Menjelaskan dampak - dampak yang dihasilkan dari penambangan dan penggunaan
batubara terhadap lingkungan, udara, air, tanah maupun manusia.
Mengetahui apa saja keuntungan dan kerugian dari batubara.
Mengetahui bagaimana cara meminimalisir kerugian batu bara
BAB II
PEMBAHASAN
Batubara adalah termasuk salah satu bahan bakar fosil. Pengertian umumnya adalah
batuan sedimen yang dapat terbakar, terbentuk dari endapan organik, utamanya adalah
sisa-sisa tumbuhan dan terbentuk melalui proses pembatubaraan. Unsur-unsur utamanya
terdiri dari karbon, hidrogen dan oksigen. Batubara juga adalah batuan organik yang
memiliki sifat-sifat fisika dan kimia yang kompleks yang dapat ditemui dalam berbagai
bentuk.
2.1 Batubara Sebagai Energi
Istilah batubara merupakan hasil terjemahan dari “coal”. Disebut batubara mungkin
karena dapat terbakar seperti halnya arang kayu. Batubara adalah batuan sedimen yang
secara kimia dan fisika adalah heterogen dan mengandung unsur-unsur karbon, hidrogen
dan oksigen sebagai unsur utama dan belerang serta nitrogen sebagai unsur tambahan. Zat
lain, yaitu senyawa organik pembentuk “ash” tersebar sebagai partikel zat mineral dan
terpisah-pisah di seluruh senyawa batubara. Beberapa jenis batu meleleh dan menjadi
plastis apabila dipanaskan, tetapi meninggalkan residu yang disebut kokas. Batubara dapat
dibakar untuk membangkitkan uap atau dikarbonisasikan untuk membuat bahan bakar cair
atau dihidrogenisasikan untuk membuat metan. Gas sintetis atau bahan bakar berupa gas
dapat diproduksi sebagai produk utama dengan jalan gasifikasi sempurna dari batubara
dengan oksigen dan uap atau udara dan uap. (Muchjidin (2005)).
Dari defenisi yang lengkap ini salah satunya adalah selain batubara dapat
dimanfaatkan sebagai bahan bakar pembangkit uap di PLTU, industri semen, beberapa
jenis batubara juga dapat diubah menjadi bahan bakar minyak melalui cara pencairan
batubara atau tersebut liquifaksi (coal liquiefaction).
Pemakaian batubara sebagai energi telah dilakukan pada abad 19 yaitu untuk
menggerakkan lokomotif dan mesin uap. Perkembangan selanjutnya tahun 1949 di
Pengaron sebuah dusun di sepanjang Sungai Mahakam (Kaliman Timur) oleh perusahaan
Belanda “Oost Borneo Ma’atsc Happij” dioperasikan tambang batubara.
2.2 Kelas dan Jenis Batubara
Berdasarkan tingkat proses pembentukannya yang dikontrol oleh tekanan, panas dan
waktu, batu bara umumnya dibagi dalam lima kelas: antrasit, bituminus, sub-bituminus,
lignit dan gambut.
Antrasit adalah kelas batu bara tertinggi, dengan warna hitam berkilauan (luster)
metalik, mengandung antara 86% - 98% unsur karbon (C) dengan kadar air kurang
dari 8%.
Bituminus mengandung 68 - 86% unsur karbon (C) dan berkadar air 8-10% dari
beratnya. Kelas batu bara yang paling banyak ditambang di Australia.
Sub-bituminus mengandung sedikit karbon dan banyak air, dan oleh karenanya
menjadi sumber panas yang kurang efisien dibandingkan dengan bituminus.
Lignit atau batu bara coklat adalah batu bara yang sangat lunak yang mengandung
air 35-75% dari beratnya.
Gambut, berpori dan memiliki kadar air di atas 75% serta nilai kalori yang paling
rendah.
2.3 Pembentukan Batubara
Pembentukan batubara terjadi dalam beberapa fase geologi yang berbeda-beda, yaitu:
Proses sedimentasi, kompaksi, maupun transportasi yang dialami oleh material dasar
pembentuk sedimen sehingga menjadi batuan sedimen berjalan selama jutaan tahun.
Ketiga konsep tersebut merupakan bagian dari proses pembentukan batubara yang
mencakup beberpa proses, yaitu :
1. Pembusukan, yakni proses dimana tumbuhan mengalami tahap pembusukan
(decay) akibat adanya aktifitas dari bakteri anaerob. Bakteri ini bekerja dalam
suasana tanpa oksigen dan menghancurkan bagian yang lunak dari tumbuhan
seperti selulosa, protoplasma, dan pati.
2. Pengendapan, yakni proses dimana material halus hasil pembusukan terakumulasi
dan mengendap membentuk lapisan gambut. Proses ini biasanya terjadi pada
lingkungan berair, misalnya rawa-rawa.
3. Dekomposisi, yaitu proses dimana lapisan gambut tersebut di atas akan mengalami
perubahan berdasarkan proses biokimia yang berakibat keluarnya air (H20) clan
sebagian akan menghilang dalam bentuk karbondioksida (C02), karbonmonoksida
(CO), clan metana (CH4).
4. Geotektonik, dimana lapisan gambut yang ada akan terkompaksi oleh gaya tektonik
dan kemudian pada fase selanjutnya akan mengalami perlipatan dan patahan. Selain
itu gaya tektonik aktif dapat menimbulkan adanya intrusi/terobosan magma, yang
akan mengubah batubara low grade menjadi high grade. Dengan adanya tektonik
setting tertentu, maka zona batubara yang terbentuk dapat berubah dari lingkungan
berair ke lingkungan darat.
5. Erosi, dimana lapisan batubara yang telah mengalami gaya tektonik berupa
pengangkatan kemudian di erosi sehingga permukaan batubara yang ada menjadi
terkupas pada permukaannnya. Perlapisan batubara inilah yang dieksploitasi pada
saat ini.
2.4 Penyebaran Batubara
Penyebaran endapan batubara di Indonesia ditinjau dari sudut geologi sangat erat
hubungannya dengan penyebaran formasi sedimen yang berumur tersier yang terdapat
secara luas di sebagian besar kepulauan di Indonesia. Batubara di Indonesia dapat
dibedakan tiga jenis berdasarkan cara terbentuknya.
Pertama, batubara paleogen yaitu endapan batubara yang terbentuk pada cekungan
intramontain terdapat di Ombilin, Bayah, Kalimantan Tenggara, Sulawesi Selatan, dan
sebagainya.
Kedua, batubara neogen yakni batubara yang terbentuk pada cekungan
forelandterdapat di Tanjung Enim Sumatera Selatan.
Ketiga, batubara delta, yaitu endapan batubara di hampir seluruh Kalimantan Timur
(Anggayana 1999).
Menurut Amri (2000) formasi batubara tersebar di wilayah seluas 298 juta ha di
Indonesia, meliputi 40 cekungan di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Irian Jaya dan Jawa.
Dari jumlah cekungan tersebut baru 13 cekungan dengan luas sekitar 74 juta ha (sekitar
25%) yang sudah diselidiki. Sementara cekungan yang telah dilakukan penyelidikan
terbatas sampai pada tahap penyelidikan umum, eksplorasi maupun eksploitasi baru 3%
atau seluas 2,22 juta ha.
Oleh karena itu perlu ditingkatkan penyelidikan tentang keberadaan batubara
tersebut. Salah satu metoda gofisika yang dapat digunakan untuk memperkirakan
keberadaan batubara adalah metoda geolistrik tahanan jenis. Metoda ini merupakan salah
satu metoda geofisika yang dapat memberikan gambaran susunan dan kedalaman lapisan
batuan, dengan mengukur sifat kelistrikan batuan (Priyanto 1989 dalam Kalmiawan et al,
2000).
Selanjutnya Loke (1999a) mengungkapkan bahwa survey geolistrik metoda
resistivitas mapping dan sounding menghasilkan informasi perubahan variasi harga
resistivitas baik arah lateral maupun arah vertikal. Dalam penelitian ini dilakukan
pemodelan berskala laboratorium untuk mengukur tahanan jenis beberapa sampel batubara
dari Tambang Air Laya dengan peringkat yang berbeda (Heriawan 2000).
2.5 Pemanfaatan Batubara
Dewasa ini penggunaan batubara di dalam negeri adalah sebagai sumber energi panas
dan bahan bakar, terutama dalam pembangkit tenaga listrik dan industri semen serta dalam
jumlah yang terbatas pada industri kecil, seperti pembakaran batu gamping, genteng ,
sebagai reduktor dan industri pelabuhan timah dan nikel. Selain itu batubara Indonesia
digunakan untuk ekspor ke berbagai negara antara lain Afrika, Eropa , Amerika dan Asia
(Jepang, Taiwan, Hongkong, Korea) dan lain-lain. Pemakaian batubara terbesar sesuai
urutannya adalah PLTU yang menggunakan bahan bakar batubara, disusul oleh industri
semen yang secara keseluruhan telah beralih ke batubara, kemudian industri kimia, kertas,
metalurgi, briket batubara dan penggunaan industri kecil lainya. Penggunaan batubara
untuk PLTU pada tahun 1999 sebesar 26,9 juta ton, tahun 2004 sebesar 61,5 juta ton dan
sampai tahun 2008 perkiraan pemakaian batubara mencapai 71,8 juta ton. Sedangkan
produksi batubara Indonesia sampai tahun 2006 sebesar 160,4 juta ton, ekspor 120,8 juta
ton dan pemakaian dalam negeri 35,95 juta ton dengan total produksi 156,75 juta ton.
2.6 Dampak dari penambangan dan penggunaan batubara terhadap lingkungan,
udara, air, tanah dan manusia
2.6.1 Dampak Penggunaan Batubara Terhadap Udara dan Manusia
Batubara bisa saja tampak sebagai bahan bakar yang paling praktis karena
ketersediannya yang sangat besar. Namun pembakaran batubara menyebabkan
dampak yang sangat buruk pada kesehatan masyarakat yang hidup dekat tambang dan
proyek pembangkit listrik.
Gas campuran-terutama hidrogen, metana, dan karbon monoksida terbentuk dari
penyulingan destruktif (yaitu, pemanas di tanpa udara) dari batubara bitumen dan
digunakan sebagai bahan bakar. Kadang-kadang uap ditambahkan untuk bereaksi dengan
kokas panas, sehingga meningkatkan hasil gas. Batubara tar dan kokas diperoleh sebagai
produk sampingan.
Batubara mayoritas tersusun dari karbon (C), dan komponen kecil lainnya seperti
belerang (S),oksigen (O) dan hidrogen (H). Reaksi antara batubara dan udara akan menghasilkan
karbondioksida (merupakan komponen utama gas rumah kaca) dan air pada kondisi pembakaransempurna,
bersama dengan belerang, terutama belerang dioksida SO2 dan berbagai macam nitrogen oksida
lainnya (NOx). Karena hidrogen dan nitrogen merupakan komponen penyusun udara,
hidrida dan nitrida dari karbon dan belerang juga diproduksi selama pembakaran batubara.
Ini juga termasuk hidrogen sianida (HCN), belerang nitrat (SNO3) and berbagai senyawa
beracun lainnya.
Lebih jauh lagi, hujan asam dapat terjadi ketika belerang dioksida yang diproduksi
dari pembakaran batubara, bereaksi dengan oksigen membentuk belerang trioksida (SO3).
Senyawa ini kemudian bereaksi dengan molekul air (H2O) di atmosfer menjadi asam sulfat
(H2SO4). Asam sulfat dikembalikan lagi ke tanah dalam bentuk hujan asam. Bentuk lain
dari hujan asam jugaterjadi akibat emisi karbon dioksida dari pembakaran batubara adalah
asam karbonat (H2CO3). Ketika di atmosfer, molekul karbon dioksida bereaksi dengan
molekul air untuk menghasilkanasam karbonat. Senyawa ini jatuh kembali ke tanah
sebagai senyawa yang korosif.
Salah satu permasalahan lain dari pembakaran batubara adalah sulitnya dicapai
pembakaran sempurna. Pada pembakaran sempurna dapat diproduksi gas karbon
monoksida (CO) yangsangat membahayakan kesehatan. Senyawa ini memiliki afinitas
penyerapan dipara-paru lebih tinggi dibandingkan oksigen (O2) sehingga mengganggu
pernafasan. Keracunan karbonmonoksida diindikasikan oleh sakit kepala, vertigo, flu, dan
pada tingkat yang lebih tinggi dapat meracuni sistem saraf pusat dan hati, bahkan
menyebabkan kematian. Karbon monoksida juga sangat membahayakan janin jika dihirup
oleh ibu hamil. Pada tingkat rendah sampai kronis bias menyebabkan depresi, pusing dan
kehilangan ingatan. Karbon monoksida mengakibatkan dampak lebih lanjut ketika
berikatan dengan hemoglobin dalam darah dalam bentuk karbohemoglobin (HbCO).
Senyawa ini mencegah pengikatan oksigen ke dalam darah, sehingga mengurangi kapasitas
transport oksigen darah, yang selanjutnya menyebabkan hipoksia (kekurangan oksigen)
yang mengganggu proses pencernaan dan penyerapan makanan di dalamtubuh.
Karbohemoglobin bisa dihilangkan dari hemoglobin, namun memerlukan proses yang
psulit dan lama karena komplek-HbCO cukup stabil.
2.6.2 Dampak Penggunaan Batubara Terhadap Lingkungan dan Tanah
Penambangan batubara berdampak negatif bagi lingkungan. Sepanjang proses
penambangan, batubara meninggalkan jejak kerusakan tak dapat diperbaiki pada
lingkungan. Pada pola operasi yang paling merusak, pertambangan batubara merubah
puncak gunung menjadi lubang raksasa dengan cara meledakkannya. Ini adalah cara
termurah yang dipraktekkan oleh banyak perusahaan pertambangan batubara di Indonesia.
Peledakkan puncak gunung ini bertujuan untuk mencapai lapisan tipis batubara yang
terkubur dibawahnya. Praktek ini mengubah banyak puncak-puncak gunung menjadi
danau-danau raksasa yang penuh dengan zat beracun dan sangat berbahaya bagi manusia.
Di Indonesia, penambangan batubara juga bertanggung jawab pada terjadi
pembukaan hutan. Hampir seluruh perusahaan pertambangan batubara besar di Indonesia,
beroperasi dengan metode pertambangan terbuka (open pit mining). Dengan
metode penambangan terbuka, tak pelak lagi pertambangan batubara menjadi salah satu
penyebab utama meluasnya deforestasi di negeri ini. Deforestasi ini menyebabkan
terjadinya bencana banjir.
Kerusakan yang diakibatkan oleh batubara tidak berhenti saat pembakarannya. Di
akhir rantai ini ada pertambangan yang ditinggalkan, limbah pembakaran batubara,
masyarakat yang dirugikan dan hamparan alam yang rusak. Bekas lubang galian batubara
yang telah dikeruk habis berubah menjadi Drainase Tambang Asam (Acid Mine Drainage)
yang sering berbentuk danau dan kolam raksasa. Lubang galian yang ditinggalkan juga
menyebabkan penurunan tanah, kerusakan pada struktur rumah, gedung, prasarana seperti
jalan dan jembatan. Usaha-usaha untuk memperbaiki kerusakan yang ditinggalkan setelah
tambang ditutup tidak ada yang mencukupi. Bahkan jika lubang tambang “direklamasi”
kembali tidak akan sepenuhnya pulih; masyarakat yang teracuniakan tetap terkontaminasi.
2.6.3 Dampak Penggunaan Batubara Terhadap Air dan Manusia
Pembakaran batubara, seperti bahan bakar fosil lainnya, terjadi akibat reaksi
eksotermik antara komponen batubara dan oksigen yang terdapat di udara. Batubara
mayoritas tersusun dari karbon (C), dan komponen kecil lainnya seperti belerang (S),
oksigen (O) dan hidrogen (H). Reaksi antara batubara dan udara akan menghasilkan
karbon dioksida (merupakan komponen utama gas rumah kaca) dan air pada kondisi
pembakaran sempurna, bersama dengan belerang, terutama belerang dioksida SO2 dan
berbagai macam nitrogen oksida lainnya (NOx). Karena hidrogen dan nitrogen merupakan
komponen penyusun udara, hidrida dan nitrida dari karbon dan belerang juga diproduksi
selama pembakaran batubara. Ini juga termasuk hidrogen sianida (HCN), belerang nitrat
(SNO3) and berbagai senyawa beracun lainnya.
Lebih jauh lagi, hujan asam dapat terjadi ketika belerang dioksida yang diproduksi
dari pembakaran batubara, bereaksi dengan oksigen membentuk belerang trioksida (SO3).
Senyawa ini kemudian bereaksi dengan molekul air (H2O) di atmosfer menjadi asam sulfat
(H2SO4). Asam sulfat dikembalikan lagi ke tanah dalam bentuk hujan asam. Bentuk lain
dari hujan asam juga terjadi akibat emisi karbon dioksida dari pembakaran batubara adalah
asam karbonat (H2CO3). Ketika di atmosfer, molekul karbon dioksida bereaksi dengan
molekul air untuk menghasilkan asam karbonat. Senyawa ini jatuh kembali ke tanah
sebagai senyawa yang korosif.
Batubara dan produk buangannya, berupa abu ringan, abu berat, dan kerak sisa
pembakaran, mengandung berbagai logam berat; seperti arsenik, timbal, merkuri, nikel,
vanadium, berilium, kadmium, barium, cromium, tembaga, molibdenum, seng, selenium,
dan radium, yang sangat berbahaya jika dibuang di lingkungan. Batubara juga
mengandung uranium dalam konsentrasi rendah, torium, dan isotop radioaktif yang
terbentuk secara alami yang jika dibuang akan mengakibatkan kontaminasi radioaktif.
Meskipun senyawa-senyawa ini terkandung dalam konsentrasi rendah, namun akan
memberi dampak signifikan jika dibung ke lingkungan dalam jumlah yang besar. Emisi
merkuri ke lingkungan terkonsentrasi karena terus menerus berpindah melalui rantai
makann dan dikonversi menjadi metilmerkuri, yang merupakan senyawa berbahaya dan
membahayakan manusia. Terutama ketika mengkonsumsi ikan dari air yang
terkontaminasi merkuri.
2.7 Keuntungan dan Kerugian Batubara
Banyak kontroversi dalam penambangan dan penggunaan batubara terkait dengan
dampak-dampak yang terjadi pada lingkungan, udara, tanah dan manusia. Tetapi selain
dampak-dampak tersebut, batubara juga mempunyai keuntungan-keuntungan.
2.7.1 Keuntungan Batubara
Dibandingkan bahan bakar fosil lainnya, batubara mempunyai beberapa keunggulan, di
antaranya:
1. Batubara yang siap diekploitasi secara ekonomis terdapat dalam jumlah banyak.
Saat ini, konsumsi energi dunia, terutama dari bahan bakar fosil (minyak bumi,
gas alam, dan batubara), meningkat secara besar-besaran dan tak terhindarkan.
Teknologi pemanfaatan dan eksplorasi bahan bakar fosil yang sudah mapan
menyebabkan energi dapat dihasilkan dengan proses yang terjamin dengan
harga yang relatif murah. Hal inilah yang menyebabkan bahan bakar fosil
banyak disukai. Bahan bakar fosil tetap dipercaya sebagai sumber energi dunia
setidaknya untuk 50 tahun ke depan. Untuk itu, peningkatan efisiensi utilisasi
bahan bakar fosil harus terus dilakukan dengan terus memperhatikan faktor
lingkungan.
2. Batubara terdistribusi secara merata di seluruh dunia.
Negara- Negara penghasil batu bara anatara lain Indonesia, Australia, amerika
serikat, kanada, amerika latin, afrika selatan, dan india. Namun batu bara hasil
Indonesia memiliki keunggulan dari pada Negara lainnya yaitu yaitu kandungan
belerang dari batu bara dibawah 1%.
3. Jumlah yang melimpah membuat batubara menjadi bahan bakar fosil yang paling
lama dapat menyokong kebutuhan energi dunia.
Batubara merupakan salah satu sumber daya alam yang keberadaanya
melimpah di Indonesia. Berdasarkan data yang dikeluarkan Badan Geologi,
Kementerian ESDM tahun 2009, total sumber daya batubara yang dimiliki
Indonesia mencapai 104.940 Milyar Ton dengan total cadangan sebesar 21.13
Milyar Ton. Dewasa ini pemanfaatan sumber energi batubara juga semakin
meningkat seiring menurunnya produksi minyak bumi. Pemanfaatan terbesar
batubara saat ini adalah sebagai bahan bakar pembangkit listrik. Dari total
konsumsi domestik sebesar 56 Juta ton/tahun, dialokasikan untuk kebutuhan
pembangkit listrik adalah sebanyak 21 Juta ton/tahun.
2.7.2 Kerugian Batubara
batubara juga memiliki kelemahan yaitu:
1. Identik sebagai bahan bakar yang kotor dan tidak ramah lingkungan karena
komposisinya yang terdiri dari C, H, O, N, S, dan abu.
2. Kandungan C per mol batubara jauh lebih besar dibandingkan bahan bakar fosil
lainnya sehingga pengeluaran CO2 dari batubara jauh lebih banyak. Selain itu,
kandungan S dan N batubara bisa terlepas sebagai SOx dan NOx dan menyebabkan
terjadinya hujan asam.
3. Penambangan batu bara juga brdampang pada lingkungan, misalnya deforestasi
yang mengakibatkan sering terjadinya banjir seperti yang telah dijelaskan pada
subbab sebelumnya (dampak yang dihasilkan batu bara).
2.8 Cara meminimalisir dampak buruk batu bara.
Dari subbab sebelumnya telah dijelaskan bahwa bahan bakar batu bara meiliki
dampak yang cukup burk baik itu dampaknya terhadap alam maupun terhadap manusia.
Oleh karena itu, perlu dikembangkan metode baru dalam pemanfaatan batubara agar dapat
meredam isu-isu lingkungan yang mungkin terjadi.
Salah satu metode yang dapat menjadi alternatif ialah pembakaran batubara
menggunakan campuran O2/CO2. Keunggulan utama dari metode ini yaitu adanya daur
ulang aliran gas keluaran sehingga kandungan CO2 pada aliran tersebut sangat tinggi,
mencapai 95%. Dengan kandungan CO2 yang tinggi, proses pemisahan karbondioksida
menjadi lebih mudah dan ekonomis dibandingkan pada pembakaran batubara konvensional
(menggunakan udara) yang hanya menghasilkan CO2 sekitar 13% pada gas keluaran. Gas
keluaran dengan kandungan CO2 sampai 95% bahkan dapat langsung digunakan untuk
proses oil enhanced recovery (EOR) [2]. Hasil penelitian Liu (2005) menunjukkan bahwa
pembakaran batubara menggunakan media O2/CO2 menghasilkan efisiensi pembakaran
karbon yang lebih tinggi dibandingkan pembakaran batubara konvensional. Hal itu
dibuktikan dari kandungan karbon baik pada fly ash maupun bottom ash yang jauh lebih
sedikit.
Pembakaran batubara menggunakan campuran O2/CO2 ditampilkan pada gambar di
bawah ini.
Gambar 1. Diagram alir proses pembakaran batubara dengan menggunakan campuran gas O2/CO2
Selain itu juga terdapat cara lain untuk mengurangi polusi batu
bara yang berdampak buruk bagi lingkungan yaitu teknologi batu bara bersih
(clean coal technology) yang diyakini mampu mengurangi dampak buruk terhadap
lingkungan telah dikembangkan. Clean coal technology adalah teknologi pemanfaatan
batubara untuk mengurangi polusi dari batubara. Secara umum clean coal technology
terdiri dari empat kategori, yaitu :
1. Pencucian batubara (coal washing)
Pencucian batubara bertujuan untuk mengurangi pengotor pada batubara seperti sulfur,
abu dan mineral-mineral bawaan.
2. Pengontrolan polutan pada pembangkit listrik
Polutan yang berupa partikel dapat dikurangi dengan menggunakan
Electrostatic Precipitators (ESPs) dan fabric filters. ESPs adalah teknologi
yang paling banyak digunakan. Pada corong asap dipasang piringan yang
menangkap partikel buangan hasil pembakaran batubara. Partikel-partikel
tersebut kemudian ditarik menggunakan tenaga eletrik.
Gas NOx dapat dikurangi dengan Low-NOx Burners (LNB). Alat ini digunakan
untuk mengurangi pembentukan NOx dengan cara mengatur temperatur nyala
api dan kondisi kimia pada tempat pembakaran batubara. Teknologi yang
digunakan selain LNB yaitu Selective Catalytic or Non-Catalytic Reduction
(SCR/SNCR). Namun teknologi ini lebih mahal dan jarang digunakan.
Gas SO2 dapat dikurangi dengan Flue Gas Desulpurisation (FGD). FGD basah
sering digunakan untuk menyerap SO2 menggunakan bahan kimia yang
menyerap sulphur (sorbent).
3. Peningkatan efisiensi pembakaran
Upercritical Pulverised Coal Combustion (PCC) :
Teknologi ini menggunakan tekanan dan suhu yang tinggi. PCC dapat
meningkatkan efisiensi panasa yang dihasilkan sebesar 35%-45%.
Fluidised Bed Coal Combustion (FBC) :
Teknologi ini menggunakan suhu yang lebih rendah untuk pembakaran
batubara dan dapat mengurangi pembentukan gas NOx dan SOx.
Coal Gasification:
Batubara direaksikan dengan uap air dan udara atau oksigen denga suhu yang
tinggi untuk membentuk synthetic gas (carbon monoxide dan hydrogen).
Synthetic gas dapat dibakar untuk menghasilkan listrik atau diproses lebih
lanjut menjadi bahan bakar seperti diesel oil. Teknologi coal gasification yang
berkembang antara lain :
Integrated Coal Gasification Combined Cycle (IGCC)
Integrated Gasification Fuel Cells (IGFC)
Keunggulan Teknologi Gasifikasi Batubara
Dapat menghemat biaya pemakaian bahan bakar (dibanding solar)
sekitar 70-80%
Pengembalian investasi sangat singkat (pemakaian 16 jam/hari)
sekitar 3-4 bulan.
Mudah dalam pengoperasian dan tidak menimbulkan resiko/bahaya
Tidak berbau dan ramah lingkungan
Beberapa Aplikasi Gas Sintetis Batubara
BOILER :untuk menghasilkan air panas/uap dalam industri
perhotelan, pembangkit listrik, tekstil, kimia,
makanan dll
OVEN :untuk proses pengeringan dalam industri makanan,
plastik, kimia dll
FURNACE :untuk proses pembakaran dalam industri keramik,
heat tratment, incinerator
SMELTER :untuk proses pembakaran dalam industri aspal,
timah, pengecoran logam dll
DRYER :untuk proses pengeringan produk2 makanan,
kimia, tambang, dll
KILN :untuk proses pembakaran dalam industri semen dll
GENSET :sebagai penggerak engine untuk memutar
generator
4. Penangkapan dan Penyimpanan Karbon
BAB V
PENUTUP
5. 1 Kesimpulan
Batubara adalah mineral organik yang dapat terbakar, terbentuk dari sisa tumbuhan
purba yang mengendap, selanjutnya berubah bentuk akibat proses fisika dan kimia yang
berlangsung selama jutaan tahun. Batubara merupakan salah satu sumber energi primer
yang memiliki riwayat pemanfaatan yang sangat panjang.Jumalhanya tersebar merata di
beberpa Negara, yaitu Indonesia, Australia, India, amerika serikat, kanada, amerika latin,
dan afrika selatan
Batubara sebagai bahan bakar yang bermanfaat untuk berbagai kebutuhan, ternyata
menimbulkan sisa pembakaran berupa: partikulat, emisi dan logam berat yang melampaui
ambang batas, sehingga sangat berdampak kepada “pencemaran lingkungan”. Baik itu
pencemaran terhadap tanah, air, maupun manusia.
Berangkat dari situasi ini, dilakukanlah berbagai langkah penyelesaian untuk mendapatkan
batu bara dengan kualitas baik namun tsangat mini merusak lingkungan dengan limah yang
dihasilkan. Bebrapa caranya dengan metode pembakaran batu bara dengan campuran gas
O2/CO2 yang dihasilkan batu bara itu sendiri dan melalui metode “Clean Coal
Technology”.
5.2 Saran
Dilihat dari keunggulna batu bara yang sangat mudah dan ekonomis pengolhannya
yaitu Sumber daya batubara cukup melimpah,batubara dapat digunakan langsung dalam
bentuk padat, atau dikonversi menjadi gas (gasifikasi) dan cair (pencairan) dan dari segi
harga batubara kompetitif dibandingkan energi lain, sangatlah benar jika batu bara
merupakan sumber energy yang paling dominan di pergunakan di berbagai belahan dunia.
Namun juga perlu disadari jika lambat laun sumber energy ini akan habis, jiak kita tidak
menggunakan dengan bijak. Walaupun berbagai macam usaha telah dilakukan, namun efek
krisis energi ini masih sangat besar. Ketergantungan kita terhadap energi dari bahan bakar
fosil akan menjadi ancaman bagi kita sendiri. Antara lain, semakin menipisnya sumber-
sumber energy batu bara jika tidak ditemukan sumber energy lainnya yang baru,
meningkatnya polusi (CO2) yang dihasilkan dari penggunaan energi dari bahan bakar fosil
tersebut sehingga akan memicu efek rumah kaca.
Sangat diharapakan jika pengguaan energy alternatife yang mudah diperbaharui
dan ramah lingkungan lebih di manfaatkan dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya,
bioetanol sebagai pengganti bensin, biodiesel untuk pengganti solar, tenaga panas bumi,
mikrohidro, tenaga surya, tenaga angin, bahkan sampah/limbah pun bisa digunakan untuk
membangkitkan listrik. Bioetanol sebagai pengganti bensin, dapat diproduksi dari tumbuh-
tumbuhan seperti tebu, singkong, ubi, dan jagung yang dapat dengan mudah dikembangkan
di negara kita. Salah satu keunggulan dari bioetanol ini adalah tingkat polusi yang lebih
rendah dibandingkan dengan bahan bakar fosil. Jadi diperlukan peran aktif pemerintah
dengan didukung oleh masyarakat untuk bia menrealisasikan penggunaan sumber energy
alternative ini, sehingga tidak berhenti hanya pad ide, gagasan, dan wacana saja.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.tfl.gov.uk/tickets/14415.aspx
http://asepsetia.multiply.com/journal/item/68/Tube_London
http://www.dephub.go.id/
http://rachmadony.blogspot.com/2011/07/monorail-sebagai-salah-satu-upaya.html
http://id.m.wikipedia.org
http://www.artech.co.id/detail.php?id=5&lang=en
http://endah121.blogspot.com/2010/10/pemanfaatan-batubara-yang-ramah.html
http://majarimagazine.com/2008/06/pembakaran-batubara-dengan-o2co2/
\
KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN SIPIL
TUGAS
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
SEMESTER : LIMA (GANJIL)
DISUSUN OLEH :
Vemmy Kurniawan (105060100111021)I Putu Wawan S. (105060100111023)
Ira Falkiya (105060100111009)
TAHUN AJARAN 2012