makalah batubara kurnia

23
PEMBUATAN METHANOL DARI PROSES GASIFIKASI BATUBARA Teknologi Gasifikasi Gasifikasi (gasification) adalah konversi bahan bakar karbon menjadi produk gas – gas yang memiliki nilai kalor yang berguna. Pengertian ini tidak memasukkan istilah pembakaran (combustion) sebagai bagian daripadanya, karena gas buang (flue gas) yang dihasilkan dari pembakaran tidak memiliki nilai kalor yang signifikan untuk dimanfaatkan [Higman, van der Burgt, 2003]. Karena proses ini merupakan konversi material yang mengandung karbon, maka semua hidrokarbon seperti batubara, minyak, vacuum residue, petroleum coke atau petcoke, Orimulsion, bahkan gas alam dapat digasifikasi untuk menghasilkan gas sintetik (syngas). Gasifikasi batubara pada prinsipnya adalah suatu proses perubahan batubara menjadi gas yang mudah terbakar. Proses ini melalui beberapa proses kimia dalam reaktor gasifikasi (gasifier). Mula-mula batubara yang sudah diproses secara fisis diumpankan ke dalam reaktor dan akan mengalami proses pemanasan sampai temperatur reaksi serta mengalami proses pirolisa (menjadi bara api). Kecuali bahan pengotor, batubara

Upload: neag-uget

Post on 26-Nov-2015

75 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

PEMBUATAN METHANOL DARI PROSES

GASIFIKASI BATUBARA

Teknologi Gasifikasi

Gasifikasi (gasification) adalah konversi bahan bakar karbon menjadi

produk gas – gas yang memiliki nilai kalor yang berguna. Pengertian ini tidak

memasukkan istilah pembakaran (combustion) sebagai bagian daripadanya,

karena gas buang (flue gas) yang dihasilkan dari pembakaran tidak memiliki nilai

kalor yang signifikan untuk dimanfaatkan [Higman, van der Burgt, 2003]. Karena

proses ini merupakan konversi material yang mengandung karbon, maka semua

hidrokarbon seperti batubara, minyak, vacuum residue, petroleum coke atau

petcoke, Orimulsion, bahkan gas alam dapat digasifikasi untuk menghasilkan gas

sintetik (syngas).

Gasifikasi batubara pada prinsipnya adalah suatu proses perubahan

batubara menjadi gas yang mudah terbakar. Proses ini melalui beberapa proses

kimia dalam reaktor gasifikasi (gasifier). Mula-mula batubara yang sudah

diproses secara fisis diumpankan ke dalam reaktor dan akan mengalami proses

pemanasan sampai temperatur reaksi serta mengalami proses pirolisa (menjadi

bara api). Kecuali bahan pengotor, batubara bersama-sama dengan oksigen

dikonversikan menjadi hidrogen, karbon monoksida dan methana.

Gasifikasi Batubara

Terdapat 3 jenis penggas (gasifier) yang banyak digunakan untuk

gasifikasi batubara, yaitu tipe moving bed (lapisan bergerak), fluidized bed

(lapisan mengambang), dan entrained flow (aliran semburan). Karena masing –

masing penggas memiliki kelebihan dan kekurangan, maka alat mana yang akan

digunakan lebih ditentukan oleh karakteristik bahan bakar dan tujuan gasifikasi.

Untuk model moving bed, batubara yang digasifikasi adalah yang

berukuran agak besar, sekitar beberapa sentimeter (lump coal). Batubara

dimasukkan dari bagian atas, sedangkan oksidan berupa oksigen dan uap air

dihembuskan dari bagian bawah alat. Mekanisme ini akan menyebabkan batubara

turun pelan – pelan selama proses, sehingga waktu tinggal (residence time)

batubara adalah lama yaitu sekitar 1 jam, serta menghasilkan produk sisa berupa

abu. Karena penggas model ini beroperasi pada suhu relatif rendah yaitu

maksimal sekitar 6000C, maka batubara yang akan digasifikasi harus memiliki

suhu leleh abu (ash fusion temperature) yang tinggi. Hal ini dimaksudkan agar

abu tidak meleleh yang akhirnya mengumpul di bagian bawah alat sehingga dapat

menyumbat bagian tersebut. Disamping produk utama yaitu gas hidrogen dan

karbon monoksida, gasifikasi pada suhu relatif rendah ini akan meningkatkan

persentase gas metana pada produk gas. Karena gas metana ini dapat

meningkatkan nilai kalor gas sintetik yang dihasilkan, maka penggas moving bed

sesuai untuk produksi SNG (Synthetic Natural Gas) maupun gas kota (town

gas).Contoh alat tipe ini adalah penggas Lurgi, yang digunakan oleh Sasol di

Afrika Selatan untuk produksi BBM sintetis dan Dakota Gasification di AS untuk

produksi SNG.

Gambar 1. Tipikal penggas jenis moving bed

(Sumber: N. Holt, Electric Power Research Institute)

Pada tipe fluidized bed, batubara yang digasifikasi ukurannya lebih kecil

dibandingkan pada moving bed, yaitu beberapa milimeter sampai maksimal 10

mm saja. Tipikal penggas ini memasukkan bahan bakarnya dari samping (side

feeding) dan oksidan dari bagian bawah. Oksidan disini selain sebagai reaktan

pada proses, juga berfungsi sebagai media lapisan mengambang dari batubara

yang digasifikasi. Dengan kondisi penggunaan oksidan yang demikian maka salah

satu fungsi tidak akan dapat maksimal karena harus melengkapi fungsi lainnya,

atau bersifat komplementer.

Hal ini mengakibatkan tingkat konversi karbon pada tipe ini maksimal

hanya sekitar 97% saja, tidak setinggi pada tipe moving bed dan entrained flow

yang dapat mencapai 99% atau lebih. [Higman, van der Burgt, 2003]. Karena

penggas ini beroperasi pada suhu sekitar 600~10000C, maka batubara yang akan

diproses harus memiliki temperatur melunak abu (softening temperature) di atas

suhu operasional tersebut. Hal ini bertujuan agar abu yang dihasilkan selama

proses tidak meleleh, yang dapat mengakibatkan terganggunya kondisi lapisan

mengambang. Dengan suhu operasi yang relatif rendah, penggas ini banyak

digunakan untuk memproses batubara peringkat rendah seperti lignit atau peat

yang memiliki sifat lebih reaktif dibanding jenis batubara yang lain.

Pengembangan lebih lanjut teknologi penggas jenis ini sangat diharapkan untuk

dapat mengakomodasi secara lebih luas penggunaan batubara peringkat rendah,

biomassa, dan limbah seperti MSW (Municipal Solid Waste). Contoh alat model

ini adalah penggas Winkler yang merupakan pionir penggas fluidized bed,

penggas HTW (High Temperature Winkler), dan KBR (Kellog Brown Root)

Transport Gasifier.

Gambar 2. Tipikal penggas jenis fluidized bed

(Sumber: N. Holt, Electric Power Research Institute)

Kemudian untuk tipe entrained flow, penggas ini sekarang mendominasi

proyek – proyek gasifikasi baik yang berbahan bakar batubara maupun minyak

residu. Pada alat ini, batubara yang akan diproses dihancurkan dulu sampai

berukuran 100 mikron atau kurang. Batubara serbuk ini disemburkan ke penggas

bersama dengan aliran oksidan, dapat berupa oksigen, udara, atau uap air. Proses

gasifikasi berlangsung pada suhu antara 1200~18000C, dengan waktu tinggal

batubara kurang dari 1 detik. Dengan suhu operasi sedemikian tinggi, pada

dasarnya tidak ada batasan jenis batubara yang akan digunakan karena abunya

akan meleleh membentuk material seperti gelas (glassy slag) yang bersifat inert.

Meski demikian, batubara sub-bituminus sampai dengan antrasit lebih disukai

untuk penggas jenis ini. Lignit atau brown coal pada prinsipnya dapat digasifikasi,

hanya saja kurang ekonomis karena kandungan airnya yang tinggi yang

menyebabkan konsumsi energi yang besar. Meskipun abu akan meleleh

membentuk slag, tapi batubara berkadar abu tinggi sebaiknya dihindari pula

karena dapat mengganggu kesetimbangan panas akibat proses pelelehan abu

dalam jumlah banyak. Batubara dengan suhu leleh abu tinggi biasanya dicampur

dengan kapur (limestone) untuk menurunkan suhu lelehnya sehingga suhu pada

penggas pun dapat ditekan. Gasifikasi suhu tinggi pada penggas ini menyebabkan

kandungan metana dalam gas sintetik sangat sedikit, sehingga gas sintetik

berkualitas tinggi dapat diperoleh.

Terdapat beberapa tipe penggas entrained flow berdasarkan kondisi dan

cara mengumpan bahan bakarnya. Penggas Koppers-Totzek yang merupakan

pionir jenis ini mengumpan batubara serbuk dalam kondisi kering dari bagian

bawah, atau disebut dry up. Gas sintetik akan keluar dari bagian atas alat. Tipe dry

up ini juga dijumpai pada penggas Shell dan Mitsubishi (CCP). Untuk arah umpan

dari bawah, selain terdapat bahan bakar dalam kondisi kering, terdapat pula bahan

bakar dalam kondisi basah atau disebut slurry up. Tipikal jenis ini adalah penggas

E-Gas dari Conoco Phillips. Selain slurry up, terdapat pula metode slurry down,

yang dijumpai pada penggas Chevron – Texaco. Secara umum, bahan bakar

berupa batubara kering mengkonsumsi energi yang lebih sedikit dibandingkan

dengan dalam keadaan basah (slurry) sehingga lebih menguntungkan.

Gambar 3. Tipikal penggas jenis entrained flow (dry down)

(Sumber: N. Holt, Electric Power Research Institute)

Gas hasil gasifikasi batubara mengalami proses pembersihan sulfur dan

nitrogen. Sulfur yang masih dalam bentuk H2S dan nitrogen dalam bentuk NH3

lebih mudah dibersihkan sebelum dibakar dari pada sudah dalam bentuk oksida

dalam gas buang. Sedangkan abu dibersihkan dalam reaktor gasifikasi. Gas yang

sudah bersih ini dibakar di ruang bakar dan kemudian gas hasil pembakaran

disalurkan ke dalam turbin gas untuk menggerakkan generator. Gas buang dari

turbin gas dimanfaatkan dengan menggunakan HRSG (Heat Recovery Steam

Generator) untuk membangkitkan uap. Uap dari HRSG (setelah turbin gas)

digabungkan dengan uap dari HRSG (setelah reaktor gasifikasi) digunakan untuk

menggerakkan turbin uap yang akan menggerakkan generator.

Pembuatan Metanol dari Gasifikasi Batubara

Pada proses pembuatan metanol dari batubara, menggunakan reaktor

Fluidized Bed karena memiliki keunggulan yaitu:

1. Mampu memproses bahan baku berkualitas rendah,

2. Kontak antara padatan dan gas bagus,

3. Luas permukaan reaksi besar sehingga reaksi dapat berlangsung dengan

cepat,

4. Efisiensi tinggi, dan

5. Emisi rendah.

Reaksi yang terjadi pada Fluidized Bed umumnya terdiri dari empat

proses, yaitu pengeringan, pirolisis, oksidasi, dan reduksi. Pada gasifier jenis ini,

kontak yang terjadi saat pencampuran antara gas dan padatan sangat kuat sehingga

perbedaan zona pengeringan, pirolisis, oksidasi, dan reduksi tidak dapat

dibedakan. Salah satu cara untuk mengetahui proses yang berlangsung pada

gasifier jenis ini adalah dengan mengetahui rentang temperatur masing-masing

proses, yaitu:

Pengeringan : T > 150 °C

Pirolisis/Devolatilisasi : 150 < T < 700 °C

Oksidasi : 700 < T < 1500 °C

Reduksi : 800 < T < 1000 °C

Proses pengeringan, pirolisis, dan reduksi bersifat menyerap panas

(endotermik), sedangkan proses oksidasi bersifat melepas panas (eksotermik).

Pada pengeringan, kandungan air pada bahan bakar padat diuapkan oleh panas

yang diserap dari proses oksidasi. Pada pirolisis, pemisahan volatile matters (uap

air, cairan organik, dan gas yang tidak terkondensasi) dari arang atau padatan

karbon bahan bakar juga menggunakan panas yang diserap dari proses oksidasi.

Pembakaran mengoksidasi kandungan karbon dan hidrogen yang terdapat pada

bahan bakar dengan reaksi eksotermik, sedangkan gasifikasi mereduksi hasil

pembakaran menjadi gas bakar dengan reaksi endotermik.

Pirolisis

Pirolisis atau devolatilisasi disebut juga sebagai gasifikasi parsial. Suatu

rangkaian proses fisik dan kimia terjadi selama proses pirolisis yang dimulai

secara lambat pada T < 350 °C dan terjadi secara cepat pada T > 700 °C.

Komposisi produk yang tersusun merupakan fungsi temperatur, tekanan, dan

komposisi gas selama pirolisis berlangsung. Proses pirolisis dimulai pada

temperatur sekitar 230 °C, ketika komponen yang tidak stabil secara termal,

seperti lignin pada biomassa dan volatile matters pada batubara, pecah dan

menguap bersamaan dengan komponen lainnya. Produk cair yang menguap

mengandung tar dan PAH (polyaromatic hydrocarbon). Produk pirolisis

umumnya terdiri dari tiga jenis, yaitu gas ringan (H2, CO, CO2, H2O, dan CH4),

tar, dan arang.

Oksidasi (Pembakaran)

Oksidasi atau pembakaran arang merupakan reaksi terpenting yang terjadi

di dalam gasifier. Proses ini menyediakan seluruh energi panas yang dibutuhkan

pada reaksi endotermik. Oksigen yang dipasok ke dalam gasifier bereaksi dengan

substansi yang mudah terbakar. Hasil reaksi tersebut adalah CO2 dan H2O yang

secara berurutan direduksi ketika kontak dengan arang yang diproduksi pada

pirolisis. Reaksi yang terjadi pada proses pembakaran adalah:

C + O2 CO2 393.77 kJ/mol karbon

Reaksi pembakaran lain yang berlangsung adalah oksidasi hidrogen yang

terkandung dalam bahan bakar membentuk kukus. Reaksi yang terjadi adalah:

H2 + ½ O2 H2O 742 kJ/mol H2

Reduksi (Gasifikasi)

Reduksi atau gasifikasi melibatkan suatu rangkaian reaksi endotermik

yang disokong oleh panas yang diproduksi dari reaksi pembakaran. Produk yang

dihasilkan pada proses ini adalah gas bakar, seperti H2, CO, dan CH4. Reaksi

berikut ini merupakan empat reaksi yang umum telibat pada gasifikasi.

Water-gas reaction

Water-gas reaction merupakan reaksi oksidasi parsial karbon oleh kukus

yang dapat berasal dari bahan bakar padat itu sendiri (hasil pirolisis)

maupun dari sumber yang berbeda, seperti uap air yang dicampur dengan

udara dan uap yang diproduksi dari penguapan air. Reaksi yang terjadi

pada water-gas reaction adalah:

C + H2O H2 + CO – 131.38 kJ/kg mol karbon

Pada beberapa gasifier, kukus dipasok sebagai medium penggasifikasi

dengan atau tanpa udara/oksigen.

Boudouard reaction

Boudouard reaction merupakan reaksi antara karbondioksida yang terdapat

di dalam gasifier dengan arang untuk menghasilkan CO. Reaksi yang

terjadi pada Boudouard reaction adalah:

CO2 + C 2CO – 172.58 kJ/mol karbon

Shift conversion

Shift conversion merupakan reaksi reduksi karbonmonoksida oleh kukus

untuk memproduksi hidrogen. Reaksi ini dikenal sebagai water-gas shift

yang menghasilkan peningkatan perbandingan hidrogen terhadap

karbonmonoksida pada gas produser. Reaksi ini digunakan pada

pembuatan gas sintetik. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:

CO + H2O CO2 + H2 – 41.98 kJ/mol

Methanation

Methanation merupakan reaksi pembentukan gas metan. Reaksi yang

terjadi pada methanation adalah:

C + 2H2 CH4 74.90 kJ/mol karbon

Pembentukan metan dipilih terutama ketika produk gasifikasi akan

digunakan sebagai bahan baku indutri kimia. Reaksi ini juga dipilih pada

aplikasi IGCC (Integrated Gasification Combined-Cycle) yang

mengacu pada nilai kalor metan yang tinggi. Batubara muda merupakan

alternatif yang baik terutama batubara muda yang mempunya kandungan

air hingga 35%, yang tidak ekonomis untuk diangkut dan diperdagangkan.

Batubara keberadaannya hampir merata dibanding dengan sumber minyak

bumi. Gas metan memang lebih mudah untuk dipergunakan pada proses

FT, namun gas ini telah mempunyai harga mahal. Bahkan gas ini dapat

pula diproduksi dari batu bara dengan proses FT memerlukan biaya 3-3,5

USD per MMBtu, bandingkan dengan harga gas alam jenis yang sama

mempunyai harga bisa dua kali lipat.

Diagram Kualitatif Flow Diagram Process Pembuatan Metanol dengan

Gasifikasi Batubar

Pertama batubara masuk sebagai aliran 1 dengan kondisi temperatur 30°C,

dan tekanan 1 atm ke dalam Hopper (F-111). Di Hopper terdapat WC (Weight

Control), keluar sebagai aliran 2, pada kondisi temperatur 30°C dan tekanan 1

atm. Kemudian masuk ke Reaktor Fluidized Bed (R-110), reaktor fluidized bed

adalah jenis reaktor kimia yang dapat digunakan untuk mereaksikan bahan dalam

keadaan banyak fase. Reaktor jenis ini menggunakan fluida (cairan atau gas) yang

dialirkan melalui katalis padatan (biasanya berbentuk butiran-butiran kecil)

dengan kecepatan yang cukup sehingga katalis akan tertolak sedemikian rupa dan

akhirnya katalis tersebut dapat di analogikan sebagai fluida juga. Proses ini,

dinamakan fluidisasi. ketika di Reaktor terdapat Pressure Control, kemudian

dinaikkan tekanannya menjadi 18 atm dan temperaturnya naik menjadi 760°C

sebagai aliran ke-7.

Disini bahan lain selain batubara adalah udara, udara masuk sebagai aliran

ke-3 dengan kondisi T = 29°C dan P = 1 atm, di flow ini ada FC untuk

mengontrolnya kemudian bahan ini masuk ke Kompresor (G-113), bahan ini

sebagai aliran ke-5 dengan T = 29°C dan P = 9,5 atm. Lalu masuk ke Furnace (Q-

114) yang bertugas untuk memanaskan udara, udara yang telah dipanaskan keluar

sebagai aliran ke-6 dengan T = 760°C dan P = 18 atm kemudian udara masuk

bercampur ke Reaktor Fluidized Bed (R-110) dengan umpan Batubara awal tadi.

Keluar dari Reaktor, bahan masuk ke Siklon (H-115) dan keluar sebagai

aliran ke-8 dengan temperatur 760°C dan tekanan 18 atm. Kemudian masuk ke

Expander (G-116), ada PC disini, fungsi dari expander sendiri adalah untuk

menurunkan tekanan jadi bahan tadi keluar sebagai aliran ke-9 dengan temperatur

759,7°C dan tekanan 10,2 atm. Masuk ke Cooler (E-117) ada TC disini, sebagai

aliran ke-10, dengan T = 400°C dan P = 10,2 atm. Kemudian masuk ke Absorber

S (D-210) ada PC disini dan masuk ke Expander (G-211) sebagai aliran ke-12

dengan T = 395,5°C dan P = 10,2 atm. Masuk ke Cooler (G-212) , seharusnya

kode ini adalah (E-212), disini ada TC dan bahan keluar sebagai aliran ke-13

dengan T = 70°C dan P = 6,5 atm, setelah keluar ada FC.

Masuk ke Absorber (D-220), ada PC disini dan kemudian terdapat 2

aliran yaitu aliran yang masih bisa digunakan dan aliran sisa. Aliran sisa akan

bertindak sebagai aliran ke-25 dan T = 115°C dan P = 6,5 atm dan masuk ke

Tangki Gas Buang (F-223). Kemudian aliran yang masih bisa digunakan masuk

sebagai aliran ke-14 dan T = 115°C dan P = 6,5 atm. Bahan diteruskan ke

Expander (G-221) dan ke Cooler (E-222), bahan ini sebagai aliran ke-16 dan T =

115°C dan P = 1,1 atm ada TC disini untuk mengatur temperatur, keluar dari TC

sebagai aliran ke-15, T = 114,8°C dan P = 1,1 atm, disini ada FC untuk mengatur

Flownya bahan kemudian masuk ke Stripper (D-230).

Ada sisa bahan yang masuk ke Tangki Benlield (F-231) dengan T = 37°C

dan P = 1,1 atm. Sisa bahan lain masuk sebagai aliran ke-17 dengan T = 119,4°C

dan P = 1,1 atm ke Expander (G-232). Keluar dari Expander sebagai aliran ke-18

dan T = 114,4°C dan P = 2,9 atm kemudian diteruskan ke Cooler (E-233) disini

ada TC, keluar dari Cooler masuk ke Tangki Hidrogen (F-311) sebagai aliran ke-

21 dengan T = -15°C dan P = 20 atm, masuk ke Cooler (E-312) untuk

mendinginkan bahan. Kemudian bahan dari Cooler ini akan satu aliran dengan

bahan dari Cooler (E-233). Disini terdapat FC untuk mengatur Flow bahan yang

tergabung tadi, jadi aliran ini bertindak sebagai aliran ke-22, T = 259,7°C dan P =

1,1 atm.

Setelah itu bahan masuk ke Reaktor Fixed Bed (R-310), Reaktor Fixed

Bed merupakan suatu reaktor yang mana katalis berdiam di dalam reaktor bed. Di

Reaktor Fixed Bed, ada TC di Reaktor ini, ketika bahan keluar dari reaktor ada

PC, jadi aliran ini sebagai aliran ke-24, dengan T = 259,7°C dan P = 3 atm. Di

reaktor fixed bed, terjadi pengolaha kemudian masuk ke Cooler (E-313) dan ada

TC disini. Kemudian masuk ke Menara Distilasi (D-320), Menara Distilasi ini

bertingkat 14, aliran yang masuk sebagai aliran ke-26 dengan T = 259,7°C dan P

= 3 atm. Sisa keluar dari Distilasi ada LC, ini sebagai aliran ke-33 dengan T =

259,7°C dan P = 3 atm, kemudian masuk ke Reboiler (E-324) dengan bertindak

sebagai aliran ke-32 dan T = 259,7°C dan P = 3 atm. Hasil dari Reboiler masuk

kembali ke Distilasi.

Keluar dari Distilasi ada PC untuk mengontrol tekanan, disini aliran ke-29

dengan T = 259,7°C dan P = 3 atm masuk ke Kondensor (E-321) sebagai aliran

ke-28 dan T = 259,7°C dan P = 3 atm. Kemudian masuk ke Tangki Distilat (F-

322) sebagai aliran ke-27, T = 259,7°C dan P = 3 atm, lalu masuk ke Pompa (L-

323) sebagai aliran ke-30, T = 259,7°C, P = 3 atm. Bahan di aliran ini bisa masuk

lagi ke dalam Distilasi. Dari Tangki Distilat, bahan sebagai aliran ke-31, T =

259,7°C, P = 3 atm kemudian masuk ke Kondensor (E-325) disini ada TC, bahan

ini sebagai aliran ke-34, T = 259,7°C dan P = 3 atm. Setelah ini adalah hasil akhir

yaitu Metanol, metanol ini kemudian akan dimasukkan ke dalam Tangki Metanol

(F-326) di tangki ini ada LI (Level Indicator).

Flow Diagram Process Prarancangan Pabrik Methanol dari Proses Gasifikasi Batubara

Prosesnya dimulai dengan membuat gas sintetis yaitu gas H2 atau hidrogen

dan gas CO atau karbon monoksida. Gas H2 mudah terbakar dan gas CO sangat

beracun, tapi tidak perlu khawatir karena semuanya dikontrol dalam bejana

tertutup.

Pembuatan gas diawali dengan membakar batubara dengan gas oksigen

bukan udara supaya lebih efisien. Batu bara akan membara berwarna merah

kemudian dimasukkan uap air, jika mulai padam dialirkan lagi oksigen dan

seterusnya. Maka akan dihasilkan campuran gas yang kemudian dimurnikan

seperti terjadi di banyak industri kimia. Selanjutnya diperoleh syngas yaitu H2 dan

CO yang siap direaksikan menjadi molekul yang lebih tinggi dan banyak

dibutuhkan.

Syngas Production – Bagian ini terdiri dari coal handling, drying dan

grinding yang kemudian diikuti dengan gasifikasi. Unit pemisahan udara

menyediakan oksigen untuk gasifier. Syngas cleanup terdiri dari proses

hydrolysis, cooling, sour-water stripping, acid gas removal, dan sulfur recovery.

Gas dibersihkan dari komponen sulfur dan komponen lain yang tidak diinginkan

sampai pada level yang terendah untuk melindunginya dari downstream katalis.

Proses sour-water stripping akan menghilangkan ammonia yang dihasilkan dari

nitrogen yang ada pada batubara. Sulfur dalam batubara akan dikonversikan

menjadi hydrogen sulfide (H2S) dan carbonyl sulfide (COS). Proses hidrolisis

digunakan untuk mengkonversikan COS dalam syngas menjadi H2S.

Konversi gas sintetik – bagian ini terdiri dari water-gas shift, a sulfur

guard bed, synthesis-gas conversion reactors, CO2 removal, dehydration dan

compression, hydrocarbon dan hydrogen recovery, autothermal reforming, dan

syngas recycle. A sulfur guard bed dibutuhkan untuk melindungi katalis konversi

gas sintesis yang dengan mudah diracuni oleh trace sulfur pada cleaned syngas.

Clean synthesis gas dipindahkan untuk mendapatkan hydrogen/carbon monoxide

ratio yang diinginkan, dan kemudian secara katalitik dikonversikan menjadi bahan

bakar gas.

Dalam proses selanjutnya, menggunakan sintesis Fischer-Tropsch yang

merupakan teknologi untuk memproduksi bahan bakar murni dari gas sintesis

hasil gasifikasi biomassa, gas alam, atau batubara. Reaksi sintesis Fischer-Tropsch

merupakan reaksi katalitik. Katalis komersial Fischer-Tropsch sendiri umumnya

berbasis logam Fe dan Co.

Katalis yang digunakan dalam Fischer-Trops adalah besi atau cobalt.

Keuntungan katalist besi dengan cobalt berlebih untuk mengkonversi coal-derived

syngas yang mana besi memiliki kemampuan mengaktivasi reaksi water-gas shift

dan secara internal mengatur rasio low H2/CO dari coal derived syngas yang

diperlukan dalam reaksi Fischer-Trops. Syngas dan produk F-T yang tidak

terkonversi harus dipisahkan setelah langkah sintesis F-T. CO2 dipisahkan dengan

menggunakan teknik absorbsi. CO2 dengan kemurnian tinggi biasanya dibuang

langsung ke udara bebas.

Proses pendinginan digunakan untuk memisahkan air dan hidrokarbon

ringan (terutama metana, etana, dan propane) dari produk liquid hydrocarbon

yang dihasilkan pada proses sintesis F-T. Hasil dari metana di olah kembali

menjadi metanol dan akhirnya akan di simpan di dalam tangki penyimpanan

metanol.

Daftar Pustaka

http://imambudiraharjo.wordpress.com/2009/03/06/gasifikasi-batubara/

http://ariefrvi.blogspot.com/2013/04/makalah-pik-pembuatan-methanol-

dari.html