makalah mengenai amdal-geografi
TRANSCRIPT
AMDAL
Legalisasi pendirian pabrik kimia? Jangan pernah lupakan faktor AMDAL. Mungkin
teman-teman sekalian sudah sering sekali mendengar istilah AMDAL, bahkan tahu bahwa
istilah ini merupakan singkatan dari Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Namun,
tahukah teman-teman usaha/kegiatan apa saja yang diwajibkan untuk menyusun AMDAL? Siapa saja pihak-pihak yang terkait dalam
penyusunan AMDAL? Dan bagaimana prosedur pengajuan AMDAL? Bagi yang belum tahu
mungkin ulasan di bawah ini bisa membantu.
Dalam UU No 32 Tahun 2009, AMDAL mendapat
porsi yang cukup banyak dibandingkan instrumen
lingkungan lainnya, dari 127 pasal yang ada, 23 pasal
diantaranya mengatur tentang AMDAL. Tetapi
pengertian AMDAL pada UU No. 32 Tahun 2009
berbeda dengan UU No. 23 Tahun 1997, yaitu
hilangnya “dampak besar”. Jika dalam UU No. 23
Tahun 1997 disebutkan bahwa “AMDAL adalah
kajian mengenai dampak besar dan penting suatu
usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada
lingkungan hidup ......”, pada UU No. 32 Tahun 2009
disebutkan bahwa “ AMDAL adalah kajian mengenai
dampak penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang
direncanakan .....”.
Dari ke 23 pasal tersebut, ada pasal-pasal penting yang sebelumnya tidak termuat dalam UU No. 23 Tahun 1997 maupun PP No.27 Tahun 1999 dan memberikan implikasi yang besar bagi para pelaku AMDAL, termasuk pejabat pemberi ijin.
Kaitan dengan Peraturan Menteri No. 06 Tahun 2008:
Sama seperti Permen. LH No. 11 Tahun 2008, ada perbedaan pengaturan yang diamanatkan dalam UU No. 32 Tahun 2009 dengan Permen. LH No. 06 Tahun 2008 tentang Tata Laksana Lisensi Komisi Penilai AMDAL yang berlaku efektif pada tanggal 16 Juli 2009. Dalam peraturan ini persyaratan lisensi komisi penilai diberikan kepada komisi penilai AMDAL kabupaten atau kota dan yang menerbitkan lisensi tersebut adalah instansi lingkungan hidup propinsi. Sementara dalam UU No. 32 Tahun 2009, komisi penilai AMDAL yang harus dilisensi selain komisi penilai AMDAL kabupaten atau kota, tetapi juga terhadap komisi penilai AMDAL pusat dan propinsi yang bukti lisensinya diberikan oleh masing-masing pejabatnya (Menteri, gubernur, bupati dan walikota).
Yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana
bentuk pengawasan terhadap pemberian lisensi
tersebut jika masing-masing pejabat berhak
mengeluarkan bukti lisensi terhadap komisi
penilainya. Maka dalam perubahan Permen
No. 06 Tahun 2008, KLH harus mengetatkan
persyaratan penerbitan lisensi untuk komisi
penilai masing-masing daerah termasuk untuk
komisi penilai penilai pusat.
Hal-hal penting baru yang terkait dengan AMDAL yang termuat dalam UU No. 32 Tahun 2009, antara lain:
1. AMDAL dan UKL/UPL merupakan salah satu instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup;
2. Penyusun dokumen AMDAL wajib memiliki sertifikat kompetensi penyusun dokumen AMDAL;
3. Komisi penilai AMDAL Pusat, Propinsi, maupun kab/kota wajib memiliki lisensi AMDAL;
4. Amdal dan UKL/UPL merupakan persyaratan untuk penerbitan izin lingkungan;
5. Izin lingkungan diterbitkan oleh Menteri, gubernur, bupati/walikota sesuai kewenangannya.
Selain ke - 5 hal tersebut di atas, ada
pengaturan yang tegas yang diamanatkan
dalam UU No. 32 Tahu 2009, yaitu
dikenakannya sanksi pidana dan perdata
terkait pelanggaran bidang AMDAL.
Pasal-pasal yang mengatur tentang
sanksi-sanksi tersebut, yaitu:
• Sanksi terhadap orang yang melakukan usaha/kegiatan tanpa memiliki izin lingkungan;
• Sanksi terhadap orang yang menyusun dokumen AMDAL tanpa memiliki sertifikat kompetensi;
• Sanksi terhadap pejabat yang memberikan izin lingkungan yang tanpa dilengkapi dengan dokumen AMDAl atau UKL-UPL.
Apa yang dimaksud dengan AMDAL?
Berdasarkan PP no. 27 tahun 1999, definisi AMDAL ialah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.
Dokumen AMDAL terdiri dari beberapa bagian:
• Dokumen kerangka acuan analisis dampak lingkungan (KA-ANDAL)
• Dokumen analisis dampak lingkungan
• Dokumen rencana pengelolaan lingkungan hidup (RKL)
• Dokumen rencana pemantauan lingkungan hidup (RPL)
Siapa pihak-pihak terkait dalam penyusunan AMDAL?
• Pemrakarsa
Orang atau badan hukum yang bertanggung jawab
atas suatu rencana usaha/kegiatan yang akan
dilaksanakan. Dalam penyusunan studi AMDAL,
pemrakarsa dapat meminta jasa konsultan untuk
menyusunkan dokumen AMDAL. Penyusun
dokumen AMDAL harus telah memiliki sertifikat
Penyusun AMDAL dan ahli di bidangnya.
• Komisi penilai
Komisi yang bertugas menilai dokumen AMDAL.
• Masyarakat yang berkepentingan
Masyarakat yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan dalam proses AMDAL berdasarkan alasan-alasan seperti kedekatan jarak tinggal dengan rencana usaha dan/atau kegiatan, faktor pengaruh ekonomi, perhatian pada lingkungan hidup, dan/atau faktor pengaruh nilai-nilai atau norma yang dipercaya. Masyarakat berkepentingan dalam proses AMDAL dapat dibedakan menjadi masyarakat terkena dampak, dan masyarakat pemerhati.
Bagaimana prosedur AMDAL?
Prosedur AMDAL terdiri dari 4 tahapan, yaitu:1. Penapisan (screening) wajib AMDAL
Menentukan apakah suatu rencana usaha/kegiatan wajib menyusun AMDAL atau tidak. Berdasarkan Kepmen LH no 17 tahun 2001, terdapat beberapa rencana usaha dan bidang kegiatan yang wajib dilengkapi dengan AMDAL, yaitu: pertahanan dan keamanan, pertanian, perikanan, kehutanan, kesehatan, perhubungan, teknologi satelit, perindustrian, prasarana wilayah, energi dan sumber daya mineral, pariwisata, pengembangan nuklir, pengelolaan limbah B3, dan rekayasa genetika. Kegiatan yang tidak tercantum dalam daftar wajib AMDAL, tetapi lokasinya berbatasan langsung dengan kawasan lindung, termasuk dalam kategori menimbulkan dampak penting, dan wajib menyusun AMDAL. Kawasan lindung yang dimaksud adalah hutan lindung, kawasan bergambut, kawasan resapan air, kawasan sekitar waduk/danau, kawasan sekitar mata air, kawasan suaka alam, dan lain sebagainya.
2. Proses pengumuman dan konsultasi masyarakat
Berdasarkan Keputusan Kepala BAPEDAL Nomor 08/2000, pemrakarsa wajib mengumumkan rencana kegiatannya selama waktu yang ditentukan dalam peraturan tersebut, menanggapi masukan yang diberikan, dan kemudian melakukan konsultasi kepada masyarakat terlebih dulu sebelum menyusun KA-ANDAL.
3. Penyusunan dan penilaian KA-ANDAL
penyusunan KA-ANDAL adalah proses untuk menentukan
lingkup permasalahan yang akan dikaji dalam studi ANDAL
(proses pelingkupan). Setelah selesai disusun, pemrakarsa
mengajukan dokumen KA-ANDAL kepada Komisi Penilai
AMDAL untuk dinilai. Berdasarkan peraturan, lama waktu
maksimal untuk penilaian KA-ANDAL adalah 75 hari di
luar waktu yang dibutuhkan oleh penyusun untuk
memperbaiki/menyempurnakan kembali dokumennya.
Apabila dalam 75 hari komisi penilai tidak menerbitkan
hasil penilaian, maka komisi penilai dianggap telah
menerima kerangka acuan.
4. Peyusunan dan penilaian ANDAL, RKL, dan RPL
Proses penyusunan ANDAL, RKL, dan RPL.
Penyusunan ANDAL, RKL, dan RPL dilakukan
dengan mengacu pada KA-ANDAL yang telah
disepakati (hasil penilaian Komisi AMDAL). Setelah
selesai disusun, pemrakarsa mengajukan dokumen
ANDAL, RKL dan RPL kepada Komisi Penilai
AMDAL untuk dinilai. Berdasarkan peraturan, lama
waktu maksimal untuk penilaian ANDAL, RKL dan
RPL adalah 75 hari di luar waktu yang dibutuhkan
oleh penyusun untuk memperbaiki/menyempurnakan
kembali dokumennya.
• Bagaimana jika usaha/kegiatan tidak diwajibkan menyusun AMDAL?
Usaha/kegiatan yang tidak wajib menyusun AMDAL tetap harus melaksanakan upaya pengelolaan lingkungan (UKL) dan upaya pemantauan lingkungan (UPL). UKL dan UPL merupakan perangkat pengelolaan lingkungan hidup untuk pengambilan keputusan dan dasar untuk menerbitkan izin. melakukan usaha dan atau kegiatan.