makalah aspek hukum dalam bisnis.doc
TRANSCRIPT
MAKALAH ASPEK HUKUM DALAM BISNIS
HUKUM DAGANG UNTUK DALAM INTERNET
Diajukan sebagai Tugas Mandiri Mata Kuliah NTM
Semester Ganjil Tahun Akademik 2014 / 2015
Angkatan XIII
Disusun Oleh :
Andri Irawan Sanjaya
( 2130 402 028 )
FAKULTAS MANAGEMENT PERHOTELAN
SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI PARIWISATA
INTERNASIONAL
S T E I N
JAKARTA
S T E I N
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat serta hidayah-Nya
terutama nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga penulis dapat
menyelesaikanmakalah mata kuliah “ASPEK HUKUM DALAM BISNIS”.
Kemudian shalawat beserta salam kita sampaikan kepada Nabi besar kita
Muhammad SAW yang telah memberikan pedoman hidup yakni al-qur’an dan sunnah
untuk keselamatan umat di dunia.
Makalah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah Ekonomi Mikro di program
studi Management Perhotelan di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Pariwisata Internasional
(STEIN). Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
Bapak H. DARMADI ABDUL KARIM, S.H., M.M. selaku dosen pembimbing mata
kuliah Ekonimi Mikro dan kepada segenap pihak yang telah memberikan bimbingan serta
arahan selama penulisan makalah ini.
Akhirnya penulis menyadari bahwa banyak terdapat kekurangan-kekurangan dalam
penulisan makalah ini, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
konstruktif dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Jakarta, 1 Februari 2015
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman Judul ............................................................................................................. I
Kata Pengantar ............................................................................................................ II
Daftar Isi .....................................................................................................................III
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................................. 1
B. Permasalahan ................................................................................................... 3
C. Tujuan Penulisan .............................................................................................. 3
BAB II. PEMBAHASAN
A. Perjanjian Dalam Perdagangan .............................................................................. 5
B. Legalitas Perjanjian Perdagangan ......................................................................... 9
C. Hukum Di Indonesia............................................................................................. 15
D. Ekonomi Di Indonesia.......................................................................................... 19
E. Kaitan Hukum Dalam Ekonomi Indonesia.......................................................... 23
BAB III. PENUTUP
Kesimpulan ................................................................................................................. 43
Kritik Dan Saran ........................................................................................................... 43
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 45
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Semakin konvergennya (keterpaduan) perkembangan Teknologi Informasi
dan Telekomunikasi dewasa ini, telah mengakibatkan semakin beragamnya pula aneka
jasa-jasa (features) fasilitas telekomunikasi yang ada, serta semakin canggihnya produk-
produk teknologi informasi yang mampu mengintegrasikan semua media informasi. Di
tengah globalisasi komunikasi yang semakin terpadu (global communication network)
dengan semakin populernya Internet seakan telah membuat dunia semakin menciut
(shrinking the world) dan semakin memudarkan batas-batas Negara berikut kedaulatan
dan tatananan masyarakatnya. Ironisnya, dinamika masyarakat Indonesia yang masih
baru tumbuh dan berkembang sebagai masyarakat industri dan masyarakat Informasi,
seolah masih tampak prematur untuk mengiringi perkembangan teknologi tersebut.
(Group Riset UI, 1999: 1). Komputer sebagai alat Bantu manusia dengan didukung
perkembangan teknologi informasi telah membantu akses ke dalam jaringan public
(public network) dalam melakukan pemindahan data dan informasi. Dengan
kemampuan komputer dan akses yang semakin berkembang maka transaksi perdagangan
pun dilakukan di dalam jaringan komunikasi tersebut. Jaringan public mempunyai
keunggulan dibandingkan dengan jaringan privat dengan adanya efisiensi biaya dan
waktu. Hal ini membuat perdagangan dengan transaksi elektronik (Electronic Commerce)
menjadi pilihan bagi para pelaku bisnis untuk melancarkan transaksi perdagangannya
2
karena sifat jaringan public yang mudah untuk diakses oleh setiap orang ataupun
perusahaan.
Sementara itu pola dinamika masyarakat Indonesia khususnya pemerintah sebagai
lembaga yang mempunyai otoritas membuat regulasi akan masih bergerak tak beraturan
ditengah keinginan untuk mereformasi semua bidang kehidupannya dua ketimbang suatu
pemikiran yang handal untuk merumuskan suatu kebijakan ataupun pengaturan yang
tepat untuk itu. Meskipun masyarakat telah banyak menggunakanproduk-produk
teknologi informasi dan jasa telekomunikasi dalam kehidupannya khususnya dalam
perdagangan, tetapi bangsa Indonesia secara garis besar masih meraba raba dalam
mencari suatu kebijakan Public atau Regulasi dalam membangun suatu Infrastruktur yang
handal (National Information Infrastructure) dalam menghadapi infrastruktur
informasi global (Global Information Infrastructure) Nusantara (21, 1999: 61).
Beberapa pembahasan tentang telematika dan cyberlaw telah banyak dibahas, namun
demikian RUU tentang Informasi elektronik dan transaksi elektronik belum disahkan
sebagai hukum positif bagi aspek hukum transaksi elektronik dalam hokum perdagangan
di Indonesia . Dari uraian di atas memunculkan permasalahan hukum dalam perdagangan
yaitu : “ Bagaimanakah aspek hukum perjanjian transaksi electronik (Electronic
Commerce) dalam hukum perdagangan di Indonesia ? ”
3
B. PERMASALAHAN
Penelitian ini lebih berfokus pada penelitian kepustakaan yaitu dilakukan
melalui data tertulis dengan membuat referensi secara obyektif dan sistematis dengan
mengidentifikasikan karakteristik yang khas dari data-data yang ada, serta penelusuran
data melalui browsing dan internet. Dikarenakan belum adanya aturan perundangan
(Hukum Positif) yang mengatur transaksi perdagangan dengan model transaksi
elektronik (Electronic Commerce) tersebut maka dalam pembahasan tersebut penulis
membatasi pada beberapa aspek hukum dalam perdagangan di Indonesia yaitu dengan
menggunakan perspektif hukum perjanjian yang berlaku termasuk juga dari KUHP
Perdata yang menjadi dasar atau sumber dari perikatan untuk adanya kesepakatan
melakukan transaksi perdagangan yang selama ini telah digunakan sebagai dasar dari
transaksi perdagangan konvensional .
Aspek hukum Perjanjian tersebut adalah :
1. Perjanjian dalam perdagangan.
2. Legalitas Perjanjian perdagangan.
Lingkup Masalah
BAB II
PEMBAHASAN
4
A. Perjanjian dalam Perdagangan
Pada dasarnya prinsip-prinsip atau kaidah yang fundamental dalam
perdagangan internasional mengacu pada 2 prinsip kebebasan walaupun tidak semua ahli
hukum internasional sepakat tentang hal ini namun kedua prinsip kebebasan ini
merupakan hasil perkembangan yang telah berlangsung berabad abad. Karena itu pula
prinsip kebebasan yang telah berkembang lama ini disebut juga sebagai prinsip klasik
hukum ekonomi internasional. Ada beberpa prinsip dasar, yaitu
1. “Freedom of Commerce” (prinsip kebebasan berniaga).
Hal ini diartikan luas dari sekedar kebebasan berdagang (Freedom of Trade).
Niaga disini mencakup segala kegiatan yang berkaitan dengan perekonomian dan
perdagangan. Jadi setiap Negara memiliki kebebasan untuk berdagang dengan
pihak atau negara manapun di dunia.
2. “Freedom of Communication” (kebebasan berkomunikasi)
Bahwa setiap negara memiliki kebebasan untuk memasuki wilayah negara
lain, baik melalui darat atau laut untuk melakukan transaksi perdagangan
internasional ( Huala Adolf, 1997: 26).
Berdasarkan pengertian dan pembagian dalam Hubungan Internasionalpun Perjanjian
Dalam Perdagangan masih dibagi dalam berbagai aspek, berikut penjelasan lebih rinci
dari hubungan Perjanjian Dalam Perdagangan Internasional.
1) Berdasarkan jumlah pihak peserta perjanjian, terbagi menjadi dua bagian yaitu :
5
a. Perjanjian Bilateral, yaitu perjanjian antar dua negara atau dua organisasi.
Perundingan dalam perjanjian ini disebut dengan istilah pembicaraan (talk).
b. Perjanjian Multilateral, yaitu perjanjian yang diadakan oleh beberapa negara
atau organisasi. Perundingan dalam perjanjian ini disebut konferensi diplomatik
(diplomatic conference).
2) Berdasarkan sifat atau fungsi perjanjian. Berdasarkan sifatnya perjanjian terbagi
menjadi dua, yaitu :
a. Treaty Contract, yaitu perjanjian yang hanya mengikat pihak-pihak yang
mengadakan perjanjian, misalnya perjanjian RI dengan RRC mengenai
kewarganegaraan.
b. Law Making Treaty, yaitu perjanjian yang akibat-akibatnya menjadi dasar dan
kaidah hukum internasional, misalnya Konvensi Hukum Laut tahun 1958,
Konvensi Wina tahun 1961 tentang Hubungan Diplomatik dan Konvensi Jenewa
tahun 1949 tentang Perlindungan Korban Perang.
3) Berdasarkan proses atau tahapan pembentukannya;
a. Perjanjian bersifat penting, dibuat melalui proses perundingan,
penandatanganan, dan ratifikasi.
b. Perjanjian bersifat sederhana, dibuat melalui dua tahap yaitu perundingan dan
penandatanganan (biasanya digunakan kata persetujuan atau agreement).
6
4) Berdasarkan subjeknya:
a. Perjanjian antarnegara yang dilakukan banyak negara yang merupakan subjek
hukum internasional.
b. Perjanjian internasional antara negara dengan subjek hukum lainnya.
c. Perjanjian internasional antara sesama subjek hukum selain negara.
5) Berdasarkan isi atau bidangnya:
a. Politik, seperti pakta pertahanan dan pakta perdamaian.
b. Ekonomi, seperti bantuan perekonomian dan perdagangan.
c. Hukum, seperti status kewarganegaraan.
d. Kesehatan, seperti karantina dan penanggulangan penyakit.
Masalah mengenai kaidah-kaidah fundamental sebagian besarnya
didasarkan pada perjanjian-perjanjian dan juga sebagian lain pada hukum kebiasaan
internasional. Karena itu pula sepanjang perjanjian perjanjian tersebut sifatnya tidak
begitu universal, sangatlah sedikit norma-norma khusus hukum perdagangan
internasional yang dianggap sebagai "fundamental". Kesulitan dalam menetapkan atau
menyatakan karateristik kaidah-kaidah hukum ekonomi internasional ini sebagai
"fundamental" juga berasal dari karakteristik disiplin hokum ekonomi internasional itu.
Yakni begitu luasnya perbedaan-perbedaan sistem ekonomi nasional. Sistem hukum
Indonesia tentang perjanjian diatur dalam pasal-pasal buku III BW tentang perikatan.
Media elektronik di dalam tulisan ini untuk sementara hanya difokuskan
dalam hal penggunaan media internet, mengingat penggunaan media internet yang saat
ini paling populer digunakan oleh banyak orang, Selain merupakan hal yang bisa
7
dikategorikan sebagai hal yang sedang ‘booming’. Begitu pula perlu digaris bawahi,
dengan adanya perkembangan teknologi di masa mendatang, terbuka kemungkinan
adanya penggunaan media jaringan lain selain internet dalam ecommerce. Penggunaan
internet dipilih oleh kebanyakan orang sekarang ini karena kemudahan-kemudahan yang
dimiliki oleh jaringan internet :
1. Internet sebagai jaringan publik yang sangat besar (huge/widespread network),
layaknya yang dimiliki suatu jaringan publik elektronik, yaitu murah, cepat dan
kemudahan akses.
2. Menggunakan elektronik data sebagai media penyampaian pesan/data sehingga
dapat dilakukan pengiriman dan penerimaan informasi secara mudah dan ringkas,
baik dalam bentuk data elektronik analog maupun digital.
Dari apa yang telah diuraikan di atas, dengan kata lain; di dalam transaksi elektronik
(electronic commerce), para pihak yang melakukan kegiatan perdagangan/perniagaan
hanya berhubungan melalui suatu jaringan publik (public network) yang dalam
perkembangan terakhir menggunakan media internet. Hal ini menimbulkan konsekuensi
bahwa E-commerce yang dilakukan dengan koneksi ke internet adalah merupakan bentuk
transaksi beresiko tinggi yang dilakukan di media yang tidak aman. Kelemahan yang
dimiliki oleh internet sebagai jaringan public yang tidak aman tersebut telah dapat
diminimalisasi dengan adanya penerapan teknologi penyandian informasi
(Crypthography). Electronic data transmission dalam transaksi elektronik (commerce)
disekuritisasi dengan melakukan proses enkripsi (dengan rumus algoritma) sehingga
menjadi cipher/locked data yang hanya bias dibaca/dibuka dengan melakukan proses
8
reversal yaitu proses dekripsi sebelumnya yang telah banyak diterapkan dengan adanya
sistem sekuriti seperti SSL, Firewall. Perlu diperhatikan bahwa, kelemahan hakiki dari
open network yang telah dikemukakan tersebut semestinya dapat diantisipasi atau
diminimalisasi dengan adanya system pengamanan jaringan yang juga menggunakan
kriptografi terhadap data dengan menggunakan sistem pengamanan dengan Digital
Signature (Arianto Mukti Wibowo,1998). Digital Signature selain sebagai system
tekhnologi pengamanan berfungsi pula sebagai suatu prosedur tekhnis untuk melakukan
kesepakatan dalam transaksi elektronik atau standart prosedur suatu perjanjian dalam
transaksi elektronik , dari proses penawaran hingga kesepakatan yang di buat para pihak
(Group Riset FIKom.UI,1999: 3).
B. Legalitas Perjanjian Perdagangan
Dalam perspektif hukum, suatu perikatan adalah suatu hubungan hokum antara
subyek hukum antara dua pihak, berdasarkan mana satu pihak berkewajibanatas suatu
prestasi sedangkan pihak yang lain berhak atas prestasi tersebut. Karena perjanjian
sebagai sumber perikatan maka sahnya perjanjian menjadi sangat penting bagi para pihak
yang melakukan kegiatan perdagangan. Menurut pasal 1320 KUHPerdata sahnya suatu
perjanjian meliputi syarat subyektif dan syarat obyektif ( Subekti, 1996: 1). syarat
subyektif adalah :
1. Kesepakatan
2. Kecakapan (bersikap tindak dalam hukum) untuk membuat suatu perikatan.
Sedangkan syarat obyektif, adalah :
9
1. Suatu hal yang tertentu (obyeknya harus jelas),
2. Merupakan suatu kausa yang halal (tidak bertentangan dengan undang-undang,
kesusilaan dan ketertiban umum).
Syarat sahnya perjanjian kesepakatan antara para pihak untuk mengikatkan diri
dalam suatu perjanjian atau perikatan. Kesepakatan inilah yang menjadikan perbuatan
tersebut dapat dilaksanakan kedua belah pihak tanpa adanya paksaan dan kewajiban yang
mutlak setelah perjanjian ini disepakati, sehingga ini akan melahirkan sebuah
konsekuensi hukum bagi keduanya untuk mentaati dan melaksanakannya dengan
sukarela. Berkaitan dengan perikatan yang lahir berdasarkan perjanjian, J.Satrio
mengatakan bahwa perjanjian adalah sekelompok/sekumpulan perikatan-perikatan yang
mengikat para pihak dalam perjanjian yang bersangkutan, sehingga apabila salah satu
pihak dengan sengaja atau terbukti sengaja melakukan hal-hal yang merugikan pihak lain,
dapat diupayakan hukum untuk meminta pihak yang bersangkutan ( J Satrio, 1995: 6).
Perjanjian alam transaksi elektronik (electronic commerce) sebenarnya tidak berbeda
hanya saja perjanjian tersebut dilakukan melalui media elektronik, syarat sahnya
perjanjian pun dilakukan dengan proses penawaran hingga terjadi kesepakatan. Hanya
tanda tangan “ tinta basah” yang selama ini digunakan dalam menandai telah adanya
kesepakatan para pihak dalam perdagangan konvensional diganti dengan tanda tangan
digital atau digital signature, yaitu suatu prosedur tekhnis untuk menjamin bahwa para
pihak tidak bisa “mengingkari keberadaannya” sebagai subyek hukum dalam perjanjiaan
transaksi elektronik. artinya fungsi digital signature tersebut dapat menjadi dasar sahnya
10
suatu perjanjian yang merupakan sumber perikatan bagi para pihak, walaupun secara fisik
para pihak tidak bertemu muka (mukti Fajar ND, 2001: 66).
Electronic commerce seperti yang dikutip dari pesan presiden William.J.Clinton
dalam pidato pengantar tentang A Framework for Global Electronic Commerce bagi para
pengguna Internet tertanggal 1 Juli 1997, sebagian berbunyi : “….One of the most
significant uses of the internet is in the world of commerce .Already it is possible to buy
books and clothing, to obtain business advice ,,to purchase everything from gardening
tools to high-tech telecommunication equipment over the internet…”. ”Goverments can
have a profound effect on the growthof electronic commerce . By their actions, they can
facilitate electronic trade or inhibit it. Goverment officials should respect the unique
nature of the medium and recognize that widespread commposition and increased
consumer choice should be the defining features of the new digital marketplace. They
should adopt a market approach to electronic commerce that fasilitates the emergence of
a global, transparent, and predictable , legal envirounment to support business and
commerce.” (William J Clinton).
Pesan Presiden Clinton di atas sedikit banyak menekankan pada suatu bentuk baru
perdagangan global yang menggunakan tekhnologi tinggi , dimana hal ini perlu didukung
oleh pemerintah dengan mengajak bersama para pengguna electronic commerce membuat
suatu kesepakatan tentang sebuah tatanan kerjasama yang baru dalam electronic
commerce (A Framework for Global Electronic Commerce). Karena kegiatan Electronic
Commerce yang diatur dalam UNCITRAL Model Law on Electronic Commerce 1996
(adalah salah satu produk dari UNCITRAL) maka, sekiranya tersebut, UNCITRAL
11
Model Law on 5 Electronic Commerce 1996 dapat digunakan sebagai "pegangan" atau
kepastian dalam transaksi perdagangan internasional di Electronic Commerce. Beberapa
hal yang perlu digaris bawahi tentang UNCITRAL Model Law on Electronic Commerce
1996 seperti yang dikutip dari US Framework for Global Electronic Commerce 1997
adalah “ Internationlly, the United Nations Commision on International Trade Law
( UNCITRAL ) , has completed work on a model law that supports the commercial used
of internatonal contracts in electronic commerce . This model law establishes rules and
norms that validate and recognize contract fromed through electronic means , sets
default rules for contract formation and governance of electronic contract performance,
defines the characteristicof a valid electronic writing and an original document ,provides
far the acceptability of electronic signatures for legal and commercial purposes and
support the admission of computer evidence in court and arbitration proceedings“
(UNCITRAL Model Law EC, 1996: 3).
Dari uraian kutipan tersebut terdapat penekanan pada validity and recoqnition of
electronic contract performance ( keabsahan serta pengakuan terhadap bentuk kontrak
elektronis ) dimana dapat diambil beberapa issues (Richard Hill and Ian Walden, 1996:
1), yaitu : a. “Writing required” (tulisan yang dikehendaki atau dibutuhkan); b.
“Signature required” ( tanda tangan yang dikehendaki )
a) Bentuk tulisan
Bentuk tulisan menurut pasal 5 dalam model hukum, secara eksplisit
memberikan nilai legal yang sama kepada transmisi elektronik seperti halnya bentuk
tertulis:( Richard Hill and Ian Walden, 1996: 6). "(1) Where a rule of law requires
12
information to be in writing or to be presented in writing, or provides for certain
consequences if it is not, a data message satisfies that rule if the information
contained therein is accessible so as to be usable for subsequent reference."
Penyamaan nilai legal antara transmisi elektronik dengan bentuk tertulis ini
dimaksudkan untuk mempermudah posisi transmisi ini sehingga dapat digunakan
sebagai evidence nyata dalam pembuktian dan sebagai salah satu pendekatan yang
relative paling mudah sebagai solusi yang ditawarkan.
b) Tanda tangan
Tanda tangan dalam model hukum secara eksplisit memberikan solusi teknis
yang pas dan sama nilai legalnya dengan tandatangan tradisional, yang dalam
maksud-maksud tertentu para pihak bias menyetujuinya jika mereka mau. Teknologi
tandatangan elektronik masa depan ini dapat diperkenalkan sebagai teknologi yang
cocok, tanpa harus mengubah undang-undang. Ketentuanketentuan pasal 7 dalam
model hokum berhubungan erat dengan praktik yang sedang berlangsung (Richard
Hill and Ian Walden, 1996:7). Article 7. Signature (1) Where the law requires a
signature of a person, that requirement is met in relation to a data message if:
a) a method is used to identify that person and to indicate that person's approval
of the information contained in the data message
13
b) that method is as reliable as was appropriate for the purpose for which the
data message was generated or communicated, in the light of all the
circumstances, including any relevant agreement.
Selain itu tekhnologi digital signaturetersebut mampu menjamin keutuhan isi data
(dokument) perjanjian transaksi perdagangan, sehingga masing-masing pihak tidak bias
mengingkari isi perjanjian yang telah disepakati, karena teknologi tersebut mempunyai
beberapa sifat : (Arianto Mukti Wibowo, et. All., :1)
1. Authenticity (Ensured) : menunjukan asal muasalnya data
2. Integrity : menjamin keutuhan data yang dikirim
3. Non-Repudiation : tidak dapat disangkal siapa pengirim data tersebut
4. Confidentiality : menjamin kerahasiaan data dari pihak lain.
Sehubungan dengan tekhnologi digital signature yang mempunyai sifat tersebut di
atas maka secara hukum dapat dianalogikan bahwa perjanjian yang dibuat melalui media
elektronik adalah sah adanya sebab sumber perikatannya sebagaimana perjanjian yang
dibuat secara konvensional.
C. Hukum di Indonesia
Pengertian Hukum mengandung makna yang luas meliputi semua peraturan .Para
ahli sarjana hukum memberikan pengertian hukum dengan melihat dari berbagai sudut
14
yang berlainan dan titik beratnya,Contohnya:
1. Menurut Van Kan : Hukum merupakan keseluruhan peraturan hidup yang
bersifat memaksa untuk melindungi kepentingan manusia didalam masyarakat
2. Menurut Utrecht : Hukum merupakan himpunan petunjuk hidup - perintah dan
larangan yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat yang seharusnya ditaati oleh
seluruh anggota masyarakat oleh karena itu pelanggaran petunjuk hidup tersebut dapat
menimbulkan tindakan oleh pemerintah/penguasa itu.
3. Menurut Wiryono Kusumo
Kita dapat menyimpulkan,bahwa hukum mempunyai tugas untuk menjamin adanya
kepastian hukum dalam masyarakat.Sumber – sumber hukum dapat kita tinjau dari :
1. Sumber – sumber hukum material
2. Sumber – sumber hukum formal antara lain ialah :
a. Undang – undang ( statute )
b. Kebiasaan ( costum )
c. Keputusan – keputusan hakim ( Jurisprudentie )
d. Traktat ( treaty )
e. Pendapat sarjana hukum ( doktrin )
1. Menurut Edward Jenk, bahwa terdapat 3 sumber hukum yang biasa ia
sebutdengan istilah “forms of law” yaitu :
a. Statutory
b. Judiciary
15
c. Literaty
2. Menurut G.W. Keeton, sumber hukum terbagi atas :
a. Binding sources ( formal ) yang terdiri :
- Custom
- Legislation
- Judical precedents
b. Persuasive sources ( materil ) yang terdiri :
- Principles of morality or equity
- Professional opinion
2. Kodifikasi Hukum ialah pembukuan jenis – jenis hukum tertentu dalam kitab undang –
undang secara sistematis dan lengkap.Ditinjau dari segi bentuknya,hukum dapat
dibedakan atas :
1. Hukum tertulis ( statute law, written law )
2. Hukum tak tertulis ( unstatutery law, unwritten law )
Kaidah atau Norma dalam pergaulan hidup manusia diatur oleh berbagai macam kaidah
yang tujuannya untuk menciptakan kehidupan yang lebih aman dan tertib.
Contoh Jenis & Macam Norma :
1. Norma Sopan Santun
2. Agama
3. Hukum
16
Hukum Ekonomi adalah suatu hubungan sebab akibat atau pertalian peristiwa
ekonomi yang saling berhubungan satu dengan yang lain dalam kehidupan ekonomi
sehari–hari dalam masyarakat.Lahirnya hukum ekonomi disebabkan oleh semakin
pesatnya pertumbuhan dan perkembangan perekonomian.
Hukum Internasional dan Efek Globalisasi juga berpengaruh dalam sistem
perdagangan Internasional berikut perinciannnya, Globalisasi adalah satu kata yang
mungkin paling banyak dibicarakan orang selama lima tahun terakhir ini dengan
pemahaman makna yang beragam. Namun, apa yang dipahami dengan istilah globalisasi
akhirnya membawa kesadaran bagi manusia, bahwa semua penghuni planet ini saling
terkait dan tidak bisa dipisahkan begitu saja satu sama lain walau ada rentang jarak yang
secara fisik membentang. Dunia dipandang sebagai satu kesatuan dimana semua manusia
di muka bumi ini terhubung satu sama lain dalam jaring-jaring kepentingan yang amat
luas.
Pembicaraan mengenai globalisasi adalah pembicaraan mengenai topik yang amat
luas yang melingkupi aspek mendasar kehidupan manusia dari budaya, politik, ekonomi
dan sosial. Globalisasi di bidang ekonomi barangkali kini menjadi kerangka acuan dan
sekaligus contoh yang saat ini paling jelas menggambarkan bagaimana sebuah kebijakan
global bisa berdampak pada banyak orang di tingkat lokal, sementara wacana globalisasi
dalam hal yang lain mungkin tidak begitu mudah diamati secara jelas.
Contoh yang bisa diangkat mungkin adalah perdagangan internasional, kebijakan
dana moneter internasional hingga ijin operasi perusahaan multi nasional yang
menunjukkan bahwa mata-rantai-dampaknya pada akhirnya akan berakhir pada pelaku
17
ekonomi lokal, baik positif maupun negatif. Desain globalisasi ekonomi sendiri misalnya,
memang pada awalnya dinilai beritikad positif, yaitu menaikkan kinerja finansial negara-
negara yang dianggap masih terbelakang secara ekonomi dengan melakukan kerjasama
perdagangan dan kebijakan industri.
Namun, dampak negatifnya ternyata tidak bisa dielakkan ketika penyesuaian
kebijakan global itu tidak bisa dilakukan di tingkat lokal. Situasi menang-menang yang
ingin dicapai berubah menjadi situasi kalah-menang yang tak terhindarkan bagi pelaku
ekonomi lokal. Kasus fenomenal seperti yang tak kunjung usai, penjualan perkebunan
kelapa sawit oleh pemerintah baru-baru ini, atau kasus lain yang nyaris tidak terliput
secara luas seperti hilangnya jutaan plasma nuftah di hutan dan Papua Barat,
menunjukkan hal itu dengan jelas. Tentu masih ada banyak yang lain.
Maka, tidak heran apabila kemudian sebagian merasa bahwa isu globalisasi
berhembus ke arah negatif, yaitu bahwa globalisasi hanya menguntungkan mereka yang
sudah lebih dahulu kuat secara ekonomi dan punya infrastruktur untuk melanggengkan
dominasi ekonominya, sementara negara yang terbelakang hanya merasakan dampak
positif globalisasi yang artifisial, namun sebenarnya tetap ditinggalkan. Sebagian yang
lainnya tetap optimis dengan cita-cita hakiki globalisasi dan yakin bahwa tata manusia
yang setara di muka bumi ini akan terwujud suatu saat nanti dengan upaya-upaya
membangun kebersatuan sebagai sesama penghuni bola-dunia.
Nampaknya, apapun esensi perdebatannya, yang ada di depan mata adalah
berjalannya proses globalisasi di hampir segala bidang tanpa bisa dihentikan.
18
D. Ekonomi di Indonesia
Ekonomi merupakan salah satu ilmu sosial yang mempelajari aktivitas manusia yang
berhubungan dengan produksi, distribusi, pertukaran, dan konsumsi barang dan jasa.
Istilah "ekonomi" sendiri berasal dari kata Yunani οἶκος (oikos) yang berarti "keluarga,
rumah tangga" dan νόμος (nomos), atau "peraturan, aturan, hukum," dan secara garis
besar diartikan sebagai "aturan rumah tangga" atau "manajemen rumah tangga."
Sementara yang dimaksud dengan ahli ekonomi atau ekonom adalah orang menggunakan
konsep ekonomi dan data dalam bekerja.
Manusia sebagai makhluk sosial dan Makhluk ekonomi
Manusia sebagai makhluk sosial dan makhluk ekonomi pada dasarnya selalu menghadapi
masalah ekonomi. Inti dari masalah ekonomi yang dihadapi manusia adalah kenyataan
bahwa kebutuhan manusia jumlahnya tidak terbatas, sedangkan alat pemuas kebutuhan
manusia jumlahnya terbatas. Beberapa faktor yang mempengaruhi sehingga jumlah
kebutuhan seseorang berbeda dengan jumlah kebutuhan orang lain:
• Faktor Ekonomi
• Faktor Lingkungan Sosial Budaya
• Faktor Fisik
• Faktor Pendidikan
Tindakan , Motif , dan Prinsip Ekonomi
Tindakan Ekonomi
Tindakan ekonomi adalah setiap usaha manusia yang dilandasi oleh pilihan yang
paling baik dan paling menguntungkan. misalnya: Ibu memasak dengan kayu bakar
karena harga minyak tanah sangat mahal. Tindakan ekonomi terdiri atas dua aspek, yaitu :
19
• Tindakan ekonomi Rasional, setiap usaha manusia yang dilandasi oleh pilihan yang
paling menguntungkan dan kenyataannya demikian.
• Tindakan ekonomi Irrasional, setiap usaha manusia yang dilandasi oleh pilihan yang
paling menguntungkan namun kenyataannya tidak demikian.
Motif Ekonomi
Motif ekonomi adalah alasan ataupun tujuan seseorang sehingga seseorang itu
melakukan tindakan ekonomi. Motif ekonomi terbagi dalam dua aspek:
• Motif Intrinsik, disebut sebagai suatu keinginan untuk melakukan tidakan ekonomi atas
kemauan sendiri.
• Motif ekstrinsik, disebut sebagai suatu keinginan untuk melakukan tidakan ekonomi
atas dorongan orang lain.
Pada prakteknya terdapat beberapa macam motif ekonomi:
• Motif memenuhi kebutuhan
• Motif memperoleh keuntungan
• Motif memperoleh penghargaan
• Motif memperoleh kekuasaan
• Motif sosial / menolong sesama
Prinsip Ekonomi
Prinsip ekonomi merupakan pedoman untuk melakukan tindakan ekonomi yang
20
didalamnya terkandung asas dengan pengorbanan tertentu diperoleh hasil yang maksimal.
Sistem perekonomian
Sistem perekonomian adalah sistem yang digunakan oleh suatu negara untuk
mengalokasikan sumber daya yang dimilikinya baik kepada individu maupun organisasi
di negara tersebut. Perbedaan mendasar antara sebuah sistem ekonomi dengan sistem
ekonomi lainnya adalah bagaimana cara sistem itu mengatur faktor produksinya. Dalam
beberapa sistem, seorang individu boleh memiliki semua faktor produksi. Sementara
dalam sistem lainnya, semua faktor tersebut di pegang oleh pemerintah. Kebanyakan
sistem ekonomi di dunia berada di antara dua sistem ekstrim tersebut.
Selain faktor produksi, sistem ekonomi juga dapat dibedakan dari cara sistem
tersebut mengatur produksi dan alokasi. Sebuah perekonomian terencana (planned
economies) memberikan hak kepada pemerintah untuk mengatur faktor-faktor produksi
dan alokasi hasil produksi. Sementara pada perekonomian pasar (market economic),
pasar lah yang mengatur faktor-faktor produksi dan alokasi barang dan jasa melalui
penawaran dan permintaan.
Perekonomian terencana
Ada dua bentuk utama perekonomian terencana, yaitu komunisme dan sosialisme.
Sebagai wujud pemikiran Karl Marx, komunisme adalah sistem yang mengharuskan
pemerintah memiliki dan menggunakan seluruh faktor produksi. Namun, lanjutnya,
kepemilikan pemerintah atas faktor-faktor produksi tersebut hanyalah sementara; Ketika
perekonomian masyarakat dianggap telah matang, pemerintah harus memberikan hak atas
21
faktor-faktor produksi itu kepada para buruh. Uni Soviet dan banyak negara Eropa Timur
lainnya menggunakan sistem ekonomi ini hingga akhir abad ke-20. Namun saat ini,
hanya Kuba, Korea Utara, Vietnam, dan RRC yang menggunakan sistem ini. Negara-
negara itu pun tidak sepenuhnya mengatur faktor produksi. China, misalnya, mulai
melonggarkan peraturan dan memperbolehkan perusahaan swasta mengontrol faktor
produksinya sendiri.
Perekonomian pasar
Perekonomian pasar bergantung pada kapitalisme dan liberalisme untuk menciptakan
sebuah lingkungan di mana produsen dan konsumen bebas menjual dan membeli barang
yang mereka inginkan (dalam batas-batas tertentu). Sebagai akibatnya, barang yang
diproduksi dan harga yang berlaku ditentukan oleh mekanisme penawaran-permintaan.
Perekonomian pasar campuran
Perekonomian pasar campuran atau mixed market economies adalah gabungan antara
sistem perekonomian pasar dan terencana. Menurut Griffin, tidak ada satu negara pun di
dunia ini yang benar-benar melaksanakan perekonomian pasar atau pun terencana,
bahkan negara seperti Amerika Serikat. Meskipun dikenal sangat bebas, pemerintah
Amerika Serikat tetap mengeluarkan beberapa peraturan yang membatasi kegiatan
ekonomi. Misalnya larangan untuk menjual barang-barang tertentu untuk anak di bawah
umur, pengontrolan iklan (advertising), dan lain-lain. Begitu pula dengan negara-negara
perekonomian terencana. Saat ini, banyak negara-negara Blok Timur yang telah
melakukan privatisasi—pengubahan status perusahaaan pemerintah menjadi perusahaan
22
swasta.
E. Kaitan Hukum Dalam Ekonomi Indonesia
E.1 . Politik Hukum Ekonomi Didalam Konstitusi.
Undang-Undang dasar negara modren dewasa ini cenderung tidak hanya terbatas sebagai
dokumen politik, tetapi juga dokumen ekonomi yang setidak-tidaknya mempengaruhi
dinamika perkembangan perekonomian suatu negara. Karena itu, konstitusi modren dapat
dilihat sebagai konstitusi politik, sosial, ataupun sebagai ekonomi. Memang ada
konstitusi yang tidak secara lansung dapat disebut sebagai konstitusi ekonomi, karena
tidak mengatur secara eksplisit prinsip-prinsip kebijakan ekonomi.
Konstitusi negara-negara liberal seperti Amerika Serikat, Australia, Kanada, Jepang
dan sebagainya dapat disebut hanya konstitusi politik. Namun didalam konstitusi negara
liberal tersebut, ketentuan mengenai moneter, anggaran (budget), fiscal, perbankan dan
pemeriksaan keuangan tetap diatur, yang pada gilirannya juga memengaruhi dinamika
perekonomian negara bersangkutan.
Kebijakan-kebijakan tersebut lebih terkait dengan sistem administrasi negara
daripada persoalan sistem ekonomi secara lansung. Konstitusi negara-negara ini mungkin
lebih tepat disebut konstitusi ekonomi secara tidak lansung. Sedangkan konstitusi
ekonomi secara lansung disebut konstitusi ekonomi adalah kosntitusi yang mengatur
mengenai pilihan-pilihan kebijakan ekonomi dan anutan prinsip-prinsip tertentu di bidang
hak-hak ekonomi (economic rights).
Jika corak konstitusi tersebut diukur dari ketentuan-ketentuan mengeanai kebijakan
23
perekonomian seperti yang diatur dalam Pasal 33 UUD 1945, maka dapat dikatakan
bahwa UUD 1945 merupakan satu-satunya dokumen hukum Indonesia yang dapat
disebut sebagai konstitusi ekonomi. Pasal 33 menentukan:
• Perekonomian disusun sebagai usaha bersama beradasarkan atas asas
kekeluargaan.
cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang
banyak dikuasai oleh negara.
• Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh
negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Secara normatif, ketentuan pasal 33 UUD 195 merupakan politik hukum ekonomi
Indonesia, sebab mengatur tentang prinsip-prinsip dasar dalam menjalankan roda
perekonomian. Pada Pasal 33 Ayat (1), menyebutkan bahwa perekonomian nasional
disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan. Asas ini dapat dipandang
sebagai sebagai asas bersama (kolektif) yang bermakna dalam kontek sekarang yaitu
persaudaraan, humanisme dan kemanusiaan. Artinya ekonomi tidak dipandang sebagai
wujud sistem persaingan liberal ala barat, tetapi ada nuansa moral dan kebersamaannya,
sebagai refleksi tanggung jawab sosial. Bentuk yang ideal terlihat seperti wujud sistem
ekonomi pasar sosial (social market economy). Pasal ini dianggap dari ekonomi
kerakyatan.
Pada Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3), menunjukkan bahwa negara masih mempunyai
peranan dalam perekonomian. Peranan itu ada dua macam, yaitu sebagai regulator dan
sebagai aktor. Ayat (2) menekankan peranan negara sebagai aktor yang berupa Badan
24
Usaha Milik Negara (BUMN). Peranan negara sebagai regulator tidak dijelaskan dalam
rumusan yang ada, kecuali jika istilah “dikuasai” diinterpretasikan sebagai “diatur” tetapi
yang diatur disini adalah sumber daya alam yang diarahkan sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat.
Sumber daya strategis meliputi sumber daya manusia, sumber daya alam dan sumber
daya buatan keseluruhannya telah diatur oleh konstitusi Pasal 33 UUD 1945 didalamnya
tercantum demokrasi ekonomi. Produksi dikerjakan oleh semua untuk semua dibawah
pimpinan dan pemilihan anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakatlah yang
diutamakan, bukan kemakmuran seorang-seorang. Sebab itu perekonomian disusun
sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan bangsa.
Perusahaan yang sesuai dengan itu adalah koperasi. Perekonomian berdasarkan atas
demokrasi ekonomi, kemakmuran bagi semua orang. Sebab itu cabang-cabang produksi
yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak harus dikuasai
oleh negara. Kalau tidak, tampuk produksi jatuh ketangan orang-orang yeng berkuasa dan
rakyat banyak ditindas.
Sistem ekonomi yang berlaku di Indonesia ialah sistem ekonomi pancasila. Menurut
Mubyarto, ciri-ciri sistem ekonomi pancasila adalah sebagai berikut:
1 Roda kegiatan ekonomi digerakkan oleh ransangan-ransangan ekonomi, sosial dan
moral.
2. Ada tekad kuat seluruh bangsa untuk mewujudkan kemerataan sosial.
3. Ada nasionalisasi ekonomi.
4. Koperasi merupakan sokoguru ekonomi nasional.
5. Ada keseimbangan yang selaras, serasi, dan seimbang dari perencanaan ekonomi
25
dan pelaksanaannya didaerah.
Dalam model pembangunan ekonomi yang menempatkan manusia sebagai titi
sentralnya, sasaran penciptaan peluang kerja dan partisipasi rakyat dalam arti seluas-
luasnya perlu mendapatkan perhatian utama. Ini berarti bahwa dalam penyusunan
rencana-rencana pembangunan, setiap kebijakan, program, proyek-proyeknya berisi
komponen-komponen kuantitatif dalam sasaran-sasaran peluang kerja, peluang berusaha
dan partisipasi rakyat tersebut, lengkap dengan tolak ukur dan cara-cara menilainya.
E . 2. Politik Hukum Ekonomi Didalam Konstitusi Menghadapi Era Globalisasi.
Salah satu masalah serius yang dihadapi dalam pembangunan ekonomi di Indonesia
adalah mempraktekkan kerangka hukum dan kostitusi dalam pengembangan kebijakan-
kebijakan perekonomian. Selama ini, persoalan tersebut dianggap tidak penting
mengingat praktek penyelenggaraan ekonomi sejak kemerdekaan telah berjalan
mengikuti arus logika pembangunan ekonomi yang berkembang atas dasar pengalaman
empiris dilapangan atau teori-teori dan kisah-kisah sukses di negara-negara lain yang
dipandang layak dijadikan contoh. Sulit membayangkan bahwa konstitusi harus diajdikan
acuan subtantif dalam setiap kebijakan resmi dalam proses pembangunan ekonomi.
Apalagi kenyataan dizaman sekarang menuntut semua bangsa akrab bergaul dengan
sistem ekonomi pasar yang diidialkan bersifat bebas dan terbuka. Tidak eksklusif.
Liberalisasi perdagangan dan globalisasi ekonomi sudah menjadi kenyataan yang tidak
dapat di hindarkan.
Dalam keadaan demikian, memang sulit dibayangkan bahwa penyusunan kebijakan
26
ekonomi harus tunduk kepada logika normatif yang sempit sebagaimana telah disepakati
dalam rumusan undang-undang dasar yang tertulis. Sebaik-baiknya rumusan konstitusi
sebagai sumber kebijakan tertinggi tidak dapat mengikuti dengan gesit dan luwes
perubahan-perubahan dinamis yang terjadi dipasar ekonomi global maupun lokal yang
bergerak cepat setiap hari. Karena itu, kebiasaan untuk menjadikan konstitusi sebagai
rujukan dalam penyusunan kebijakan ekonomi dapat dikatakan sangat minim. Hal itu
terjadi disemua negara demokrasi. Pengaturan kebijakan ekonomi secara ketat dalam
konstitusi merupakan fenomena negara-negara sosialis-komunis yang terbukti tidak
berhasil memenuhi hasrat warga negara untuk bebas, baik secara politik maupun
ekonomi.
Indonesia sebagai negara yang bukan komunis, juga berusaha mengadopsi beberapa
prinsip yang dipraktekkan terutama dinegara-negara eropa timur, yaitu dengan mengatur
prinsip-prinsip dasar kebijakan ekonomi dalam bab XIV UUD 1945 tentang
perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Sosial. Namun kemudian, kalaupun disadari
dan dalam praktek memang dijadikan acuan, biasanya, ketentuan-ketentuan undang-
undang dasar itu hanya dijadikan rujukan formal, sekedar untuk menyebut bahwa
kebijakan-kebijakan ekonomi itu dikembangkan berdasarkan UUD 1945.
Oleh beberapa ahli ekonomi, pasal yang mengatur tentang perekonomian didalam
UUD 1945 dinilai tidak sesuai lagi dengan tuntutan zaman. Pertama, perekonomian tidak
dapat lagi hanya berdasarkan kepada asas kekeluargaan, karena didunia bisnis modern
tidak dapat dihindarkan sistem pemilikan pribadi sebagai hak asasi manusia yang juga
dilindungi oleh undang-undang dasar. Sifat-sifat kekeluargaan dari suatu bangun usaha
hanya relevan jika dikaitkan dengan koperasi sebagai bentuk-bentuk perseroan, yang hak
27
milik (property), yaitu sama tingginya dengan penghargaan terhadap kebebasan
(freedom). Hal ini tercermin dalam cara pandang masyarakat modern yang sangat
mengagungkan prinsip liberty dan property.
Kemudian, cabang-cabang produksi yang penting dan menguasai hajat hidup orang
banyak memang harus dikuasi oleh negara, tetapi pengertian dikuasai tersebut tidak
dimaksudkan untuk dimiliki. Perekonomian modern menghendaki efisiensi yang tinggi,
sehingga membiar badan-badan usaha milik negara untuk eksis selama ini justru sama
dengan membiarkan berkembang inefisiensi dalam pengelolaan sumber daya ekonomi
yang justru merugikan negara dan rakyat banyak. Lagi pula, zaman modren menghendaki
adanya pemisahan yang tegas antara fungsi regulasi dan policy maker dengan fungsi
pelaku usaha. Tidak seharusnya pemerintah yang bertanggung jawab dibidang regulasi
dan pembuatan kebijakan, terjun sendiri dalam kegiatan usaha. Karena itu, perusahaan
milik negara yang ada, justru perlu diprivatisasikan agar lebih efisien dan menjamin
fairness diantara pelaku usaha. Tidak mungkin ada fairness bagi pengusaha swasta jika
instansi menentukan kebijakan juga turut mengambil bagian sebagai pelaku usaha secara
lansung.
Dan yang terakhir, pengertian “di kuasai oleh negara” harus dipahami tidak identik
dengan “dimiliki oleh negara”. Bahkan, dikatakan bahwa pengertian pengusaan oleh
negara dalam ketentuan Pasal 33 Ayat (2) dan (3) tersebut bukan harus diwujudkan
melalui kepemilikan negara. Negara cukup berperan sebagai regulator, bukan pelaku
langsung.
Perdagangan internasional berkaitan dengan berbagai aspek, termasuk hukum
terutama Hukum Perdagangan Internasional. Schmitthoff mendefinisikan hukum
28
perdagangan internasional sebagai: “…the body of rules governing commercial
relationship of a private law nature involving different nations“. Dari definisi ini
didapatkan unsur-unsur sebagai berikut.
1) Hukum perdagangan internasional adalah sekumpulan aturan yang mengatur hukungan-
hubungan komersial yang sifatnya hukum perdata.
2) Aturan-aturan hukum tersebut mengatur transaksi-transaksi yang berbeda negara.
Cakupan dari hukum ini menurut Schmitthoff meliputi: 1) Jual beli dagang
internasional: (i) pembentukan kontrak; (ii) perwakilan-perwakilan dagang (agency); (iii)
pengaturan penjualan eksklusif; 2) Surat-surat berharga; 3) Hukum mengenai kegiatan-
kegiatan tentang tingkah laku mengenai perdagangan internasional; 4) Asuransi; 5)
Pengangkutan melalui darat dan kereta api, laut, udara, perairan pedalaman; 6) Hak milik
industri; 7) Arbitrase komersial.
Adapun prinsip-prinsip dasar (fundamental principles) dari bidang hukum ini
menurut Aleksander Goldstajn ada tiga, yaitu: (1) Prinsip kebebasan para pihak dalam
berkontrak (the principle of the freedom of contract); (2) prinsip pacta sunt servanda; dan
(3) prinsip penggunaan arbitrase. Huala Adolf menambahkan prinsip kebebasan
komunikasi dalam arti luas termasuk di dalamnya kebebasan bernavigasi, yaitu
kebebasan para pihak untuk berkomunikasi untuk keperluan dagang dengan siapa pun
juga dengan melalui berbagai sarana navigasi atau komunikai, baik darat, laut, udara, atau
melalui sarana elektronik.
29
Sumber hukum perdagangan internasional meliputi perjanjian internasional, hukum
kebiasaan internasional, prinsip-prinsip hukum umum, putusan-putusan badan pengadilan
dan doktrin, kontrak, dan hukum nasional. Diantara berbagai sumber hukum tersebut
yang terpenting adalah perjanjian atau kontrak yang dibuat oleh sendiri oleh para
pedagang sendiri.
Kontrak tersebut harus memenuhi beberapa standar internasional, seperti kewajiban
memenuhi standar kualitas (quality standard), kejujuran (good faith and fair dealing),
permainan bersih (fair play), perlindungan pihak lemah (protection for the weak),
pembinaan usaha yang baik (good corporate governance), persaingan sehat (fair
competition), perlindungan konsumen (consumer protection).
Perjanjian/Kontrak
Perdagangan internasional atau bisnis internasional terutama dilaksanakan melalui
perjanjian jual beli. Perjanjian jual beli internasional dikenal dengan sebutan perjanjian
ekspor/impor. Dalam jual beli semacam ini kegiatan jual disebut ekspor dan kegiatan beli
disebut impor. Pihak penjual disebut eksportir dan pihak pembeli disebut importir. Secara
ringkas kegiatan ini disebut ekspor dan impor.
Sebagaimana dalam perjanjian secara umum, perjanjian ekspor/impor berkaitan
dengan hak dan kewajiban para pihak yang terlibat. Eskportir berkewajiban memberikan
barang kepada importir dan berhak menerima pembayaran dari importir. Importir
berkewajiban melakukan pembayaran kepada eksportir dan berhak menerima barang dari
eksportir. Persoalan muncul mana kala masing-masing pihak hanya mau menikmati hak
tanpa mau melaksanakan kewajiban masing-masing.
30
Walaupun perjanjian ekspor/impor pada hakikatnya tidak berbeda dengan perjanjian
jual beli pada umumnya yang diselenggarakan dalam suatu negara tetapi mempunyai
beberapa perbedaan. Beberapa hal yang menyebabkan ekspor/impor berbeda antara lain:
Pembeli dan penjual dipisahkan dengan batas-batas negara, barang yang diperjualbelikan
dari satu negara ke negara lain terkena berbagai peraturan seperti kepabeanan yang
dikeluarkan masing-masing negara, diantara negara-negara yang terkait terdapat berbagai
perbedaan seperti bahasa, mata uang, kebiasaan dalam perdagangan, hukum, dan
sebagainya.
Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seorang berjanji kepada seorang lain
atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.Kontrak
adalah perjanjian yang dibuat secara tertulis.Menurut Pollock sebagaimana dikutip oleh
P.S Atiyah, a contract is a promise or a set of promises, which the law will enforce.
Sebagai perwujudan tertulis dari perjanjian, kontrak adalah salah satu dari dua dasar
hukum yang ada selain undang-undang (KUHPdt Pasal 1233) yang dapat menimbulkan
perikatan. Perikatan adalah suatu keadaan hukum yang mengikat satu atau lebih subjek
hukum dengan kewajiban-kewajiban yang berkaitan satu sama lain.
Adapun syarat sahnya suatu perjanjian dicantumkan dalam Pasal 1320 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) yaitu: Sepakat mereka yang
mengikatkan dirinya, kecakapan untuk membuat suatu perjanjian, suatu hal tertentu, dan
suatu sebab yang halal.
Hukum perjanjian menganut sistem terbuka. Hukum perjanjian memberikan
kebebasan kepada masyarakat untuk mengadakan perjanjian yang berisi apa saja, asalkan
31
tidak melanggar ketertiban umum dan kesusilaan. Sistem ini melahirkan prinsip
kebebasan berkontrak (freedom of contract) yang membuka kesempatan kepada para
pihak yang membuat perjanjian untuk menentukan hal-hal berikut ini.
a. Pilihan hukum (choice of law), dalam hal ini para pihak menentukan sendiri dalam kontrak
tentang hukum mana yang berlaku terhadap interpretasi kontrak tersebut.
b. Pilihan forum (choice of jurisdiction), yakni para pihak menentukan sendiri dalam kontrak
tentang pengadilan atau forum mana yang berlaku jika terjadi sengketa di antara para
pihak dalam kontrak tersebut.
c. Pilihan domisili (choice of domicile), dalam hal ini masing-masing pihak melakukan
penunjukan di manakah domisili hukum dari para pihak tersebut.
Salah satu perjanjian yang dikenal adalah perjanjian jual beli. Perjanjian jual beli
adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikat dirinya untuk
menyerahkan hak milik atas suatu barang dan pihak yang lain untuk membayar harga
yang telah dijanjikan.
Sebagaimana telah dikemukakan, jual beli dapat terjadi diantara penjual dan pembeli
yang berada dalam satu negara maupun beberapa negara. Jual beli di antara penjual dan
pembeli yang berada di negara yang berbeda disebut jual beli internasional. Hukum
tentang jual beli internasional akan berjalan berbarengan dengan hukum tentang ekspor-
impor.
Dalam hukum tentang perdagangan internasional, berdasarkan waktu pembayaran,
dikenal beberapa metode pembayaran, yaitu: Metode pembayaran terlebih dahulu;
32
Metode pembayaran secara Open Account; Metode pembayaran atas Dasar Konsinyasi;
Metode pembayaran secara Documentary Collection; Metode pembayaran secara
Documentary Credit.
Menurut Michael Melvin: A Letter of Credit (LOC) is a written instrument issued by
a bank at the request of an importer obligating the bank to pay a specific amount of
money to an exporter.
Pengertian L/C mempunyai makna sebagai berikut.
1. Merupakan suatu perjanjian bank untuk menyelesaikan transaksi perdagangan
internasional.
2. Memberikan suatu bentuk pengamanan untuk semua pihak yang bersangkutan dengan
transaksi tersebut.
3. Menjamin pembayaran yang disediakan apabila syarat-syarat dan kondisi-kondisi dalam
L/C terpenuhi.
4. Bahwa setiap pembayaran yang dilakukan didasarkan hanya pada dokumen-dokumen
semata dan tidak pada barang atau jasa yang bersangkutan.
Pada saat ini dikenal berbagai jenis L/C. Berdasarkan sifat, L/C dapat dibagi menjadi
sebagai berikut: Revocable L/C, yaitu L/C yang dapat dibatalkan kembali kapan saja oleh
importir tanpa memerlukan persetujuan eksportir; Irrevocable L/C, yaitu L/C yang tidak
dapat dibatalkan dan opening bank mengikatkan diri untuk melunasi wesel-wesel yang
ditarik dalam jangka waktu berlakunya L/C, kecuali dengan persetujuan semua pihak
yang terlibat dalam L/C ; Irrevocable dan Confirmed L/C, yaitu L/C yang tidak dapat
33
dibatalkan sepihak dan mempunyai jaminan pelunasan berganda atas wesel atas
penyerahan dokumen pengapalan yang diberikan oleh opening bank bersama-sama
dengan advising bank.
Sementara itu dari segi pembayaran, L/C dapat dibagi menjadi: Sight L/C, yaitu L/C
yang jika semua persyaratan dipenuhi, maka negotiating bank wajib membayar nominal
L/C kepada eksportir paling lama dalam 7 hari kerja; Usance L/C, yaitu L/C yang
pembayarannya baru dapat dilunasi jika L/C tersebut sudah jatuh tempo yaitu sekian hari
dari tanggal pengapalan (tanggal Bill of Lading); Red Clause L/C, yaitu L/C di mana
pembayaran dilakukan oleh negotiating bank kepada eksportir sebelum barang
dikapalkan.
Kemudian dari segi syarat-syarat, L/C dapat dibagi menjadi sebagai berikut:
1. Open L/C, yaitu suatu L/C yang memberi hak kepada eksportir penerima L/C untuk
menegosiasikan dokumen pengapalan melalui bank mana saja yang diingininya.
2. Restricted L/C, yaitu kebalikan daari open L/C di mana negotiating bank dibataasi pada
bank tertentu.
3. Documentary L/C, yaitu L/C yang mewajibkan eksportir penerima L/C untuk
menyerahkan dokumen pengapalan yang membuktikan pemilikan barang serta dokumen
pelengkap lainnya sebagai syarat untuk memperoleh pembayaran.
4. Revolving L/C, yaitu L/C di mana kredit yang tersedia dapat dipakai ulang tanpa perlu
mengadakan perubahan syarat baik dalam bentuk waktu maupun nilai uang.
34
5. Back to Back L/C, yaitu L/C yang dapat dibuka lagi oleh eksportit penerima L/C pertama
kepada eksportir kedua dengan menjaminkan L/C yang diterimanya. L/C ini biasa
digunakan dalam perdagangan segi tiga.
L/C disebut juga kredit berdokumen. Dengan kata lain L/C merupakan kredit. Istilah
kredit berasal dari bahasa Romawi credere yang berarti percaya atau credo atau
creditum yang berarti saya percaya. Jadi seseorang yang mendapatkan kredit adalah
seseorang yang telah mendapat kepercayaan dari kreditur.
Adapun pihak-pihak yang terlibat dalam L/C adalah:
a. Pihak Pembeli
Pihak pembeli adalah pihak imporir yang membeli barang dan membuka L/C.
b. Pihak Penjual
Pihak penjual adalah pihak eksporir terhadapnya L/C dibuka.
c. Pihak Pembuka L/C
Bank pembuka L/C atau yang disebut dengan issuing bank adalah bank yang membuka
L/C setelah dimintakan oleh pihak pembeli.
d. Pihak Penerus L/C
Bank penerus L/C adalah bank yang dimintakan oleh bank pembuka L/C untuk
meneruskan L/C dan membayarkan kepada pihak penjual. Bank penerus L/C ini disebut
juga dengan Conforming Bank, Correspondent Bank, Advising Bank, Paying Bank, atau
Negotiating Bank.
35
Adapun unsur-unsur pokok dalam L/C meliputi:
a. Credit substitution, yaitu issuing bank menggantikan (mensubstitusikan) kredibilitas
applicant dengan kredibilitasnya sendiri.
b. Promise to pay, yaitu L/C berisi jaminan pembayaran dari issuing kepada beneficiary.
c. Terms and conditions, L/C merupakan jaminan pembayaran bersyarat (conditional
guarantee), dimana akan dilakukan pembayaran sepanjang beneficiary telah memenuhi
semua persyaratan yang ditetapkan dalam L/C.
d. Parties, yaitu dalam suatu L/C akan terlibat beberapa pihak antara lain, applicant, issuing
bank, beneficiary, advising bank, negotiating bank atau confirming bank (jika L/C di
confirm oleh bank lain)
e. Time, yang menyangkut expire date yaitu tanggal berakhirnya jangka waktu berlakunya
suatu L/C, latest shipment date yaitu tanggal terakhit untuk melaksanakan
pengapalan/pengiriman sesuai dengan yang ditentukan dalam L/C dan latest presentation
date, yaitu tanggal terakhir bagi beneficiary untuk penyerahan dokumen ke bank.[24]
Dasar hukum dari suatu L/C adalah klausula dalam kontrak jual beli yang
menundukkan diri kepada Uniform Customs and Practices for Documentary Credit
(disingkat UCP), hukum setempat (di Indonesia termasuk peraturan di bidang
perbankan), dan kebiasaan dalam perdagangan (trade usage).[25] International Chamber
of Commerce (ICC) pada tahun 1933 telah menyeragamkan L/C dengan terbentuknya
Uniform Customs and Practices for Documentary Credir (UCP).
36
UCP pertama diterbitkan pada tahun 1933 dengan brosur Nomor 82. Selanjutnya
UCP pertama itu mengalami revisi-revisi agar memenuhi kebutuhan bisnis internasional
yang terus berkembang. Revisi pertama terjadi pada tahun 1951, kedua pada tahun 1962,
ketiga pada tahun 1972, keempat pada tahun 1983 yang dikenal dengan nama UCP 400,
dan kelima atau terakhir pada tahun 1993 dengan terbitan Nomor 500 sehingga lebih
populer dengan sebutan UCP 500.
Secara umum materi pokok Sales Contract berisi hal-hal berikut ini.
1. Nama Penjual (Seller)
2. Nama Pembeli (Buyer)
3. Barang yang diperjualbelikan dengan spesifikasi tertentu (berat, ukuran, kualitas,
packing, dll.)
4. Harga
5. Ketentuan Penjualan (Commercial Terms)
a. FOB (Free on Board)
b. C & F (Cost and Freight)
c. CIF (Cost Insurance & Freight)
6. Pelabuhan Asal
7. Pelabuhan Tujuan
8. Transportasi / Pengalihan diperbolehkan/dilarang (Transhipment: Allowed/ Prohibited)
37
9. Pengiriman Barang
10. Ketentuan Pembayaran
a. L/C : Letter of Credit
b. D/P : Document Againts Payment
c. D/A : Document Againts Acceptance
11. Sertifikat-sertifikat
a. COO (Certificate of Origin)
b. Export License
12. Dan lain-lain yang dianggap perlu.
Mekanisme L/C secara sederhana dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Diadakan kontrak jual beli antara penjual kepada pembeli dalam jual beli mana pembeli
diwajibkan membuka L/C.
2. Kemudian pembeli mengajukan aplikasi L/C kepada Bank Devisa langganannya untuk
manfaat pihak penjual.
3. Bank penerbit mengirim surat L/C kepada penikmat melalui bank korepondennya di
negara penikmat.
4. Advising bank memberitahu penikmat bahwa kepadanya telah dibuka L/C.
5. Setelah penikmat menerima L/C, dia lantas mengirim barang kepada pembeli.
38
6. Dokumen asli diserahkan kepada advising bank dan duplikat dikirim kepada pembeli.
7. Dilakukan pembayaran oleh advising bank setelah meneliti kelengkapan dokumen.
8. Dokumen yang telah diterima oleh advising bank kemudian dikirim ke issuing bank.
9. Setelah menerima dokumen-dokumen issuing bank membayar kepada advising bank.
10. Pembuka kredit membayar semua kewajiban kepada issuing bank setekah dinotifikasi
oleh issuing bank bahwa semua dokumen telah datang.
11. Issuing bank mengirim dokumen asli kepada pembuka kredit, berdasarkan dokumen-
dokumen mana barang-barang dapat diminta dari pengangkut.
Tahapan pembayaran dengan L/C secara ringkas sebagai berikut:
a. Penjual dan pembeli di luar negeri setuju dalam sales contract bahwa payment dilakukan
menurut documentary credit.
b. Pembeli memberikan instruksi kepada bank di kediamannya (The Issuing Bank) untuk
membuka documentary credit untuk penjual.
c. The Issuing Bank mengatur dengan bank di domisili penjual (Correspondent Bank) untuk
melakukan negosiasi, menerima, atau membayar exporter draft atas penyerahan dari
dokumen pengapalan.
d. Correspondent Bank memberitahu kepada penjual untuk menegosiasi, menerima, atau
membayar exporter draft atas penyerahan dokumen pengapalan.[27]
39
Beberapa risiko umum L/C adalah:
1. Barang yang diperjualbelikan tidak sesuai dengan yang diinginkan. Padahal ketepatan
barang ini sangat penting dalam ekspor/impor yang menggunakan L/C karena
pembayaran semata-mata didasarkan pada dokumen bukan pada barang.
2. Opening bank sengaja tidak membayar (default)
3. Situasi dan kondisi negara salah satu atau beberapa pihak yang terkait tidak baik sehingga
mengakibatkan L/C tidak dibayar (high country risk)
Selain beberapa risiko di atas dikenal juga risiko fasilitas. Dalam kaitan ini risiko
terjadi karena kegagalan nasabah melunasi kewajiban pembayaran Sight L/C maupun
Usance L/C yang telah jatuh tempo. Kegagalan ini kebanyakan disebabkan beberapa hal
berikut ini.
1. Kondisi keuangan (cash flow) debitur à Credit Risk
2. Pengaruh forex (jatuhnya nilai IDR) à Exchange Risk
3. Barang yang diimpor tidak laku(ULC) à Commercial Risk
4. kondisi ekonomi, sosial, politik, keamananà Country Risk
Sengketa
Dalam kehidupan sehari-hari setiap orang tentu menghendaki segala sesuatu berjalan
dengan baik tanpa masalah apapun terlebih berupa sengketa. Akan tetapi, pada
kenyataannya hidup ini tidak pernah luput dari masalah. Tidak heran tidak hanya masalah
yang muncul melainkan sengketa juga.
40
Beberapa diantara masalah/sengketa itu hadir tanpa dikehendaki atau tidak dapat
dicegah oleh seseorang sebab bermula dari pihak lain. Dengan demikian tidak ada
seorang pun dapat memastikan dirinya akan senantiasa luput dari sengketa. Sehubungan
dengan kenyataan itu setiap orang nampaknya perlu mempersiapkan diri untuk
menghadapi masalah dan/atau sengketa sehingga tetap dapat menjaga kepentingannya.
Bahkan pada saat-saat tertentu seseorang perlu mempunyai kemampuan untuk melihat
masalah atau sengketa sebagai sebuah peluang yang mesti dimanfaatkan bukan sekedar
masalah yang harus dihindari. Sebagai sebuah peluang yang dapat dimanfaatkan sudah
selayaknya kita mengenal seluk beluk penyelesaian sengketa.
Ibarat pisau yang dapat bermanfaat jika digunakan secara benar dan merugikan orang
lain serta diri sendiri jika digunakan secara salah demikian pulalah penyelesaian
sengketa. Dengan mengetahui beberapa segi penting penyelesaian sengketa diharapkan
akan memiliki dasar pertimbangan untuk menggunakan penyelesaian sengketa secara
tepat. Kapan harus menggunakan cara-cara penyelesaian sengketa, kapan harus
menghindari. Kalau pun sudah yakin perlu memanfaatkan penyelesaian sengketa masih
harus memilih cara penyelesaian sengketa yang paling tepat di antara cara-cara yang ada.
Sengketa dapat terjadi karena berbagai sebab, terutama perbuatan melawan hukum
dan cidera janji (wanprestasi). Terhadap sengketa yang terjadi pihak-pihak yang terkait
dapat menaruh berbagai keinginan atau harapan. Keinginan ini sangat berpengaruh pada
upaya-upaya penyelesaian sengketa terutama pilihan terhadap cara-cara penyelesaian
yang ada. Hal ini berkaitan erat dengan putusan yang dapat dihasilkan dari masing-
masing cara penyelesian berbeda satu sama lain. Kekeliruan atas pilihan cara
penyelesaian bukan hanya dapat menyebabkan ketidakpuasan melainkan kegagalan.
41
Penyelesaian perbuatan melawan hukum dapat diselesaian melalui pengadilan sedangkan
wanprestasi melalui pengadilan negeri, arbitrase, atau cara-cara lain yang tersedia.
Secara garis besar dikenal dua kelompok besar penyelesaian sengketa, yaitu melalui
persidangan di dalam pengadilan dan di luar pengadilan. Menurut pengalaman dan
pengamatan, beberapa permasalahan, terutama permasalahan keluarga dan bisnis, lebih
baik diselesaikan di luar pengadilan. Terdapat berbagai alasan yang mendukung pilihan
ini, seperti kemungkinan untuk tetap menjaga hubungan baik di antara pihak-pihak yang
bermasalah
42
BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Pembangunan ekonomi harus dibarengi dengan pembangunan hukum. Pembangunan
ekonomi yang dibarengi dengan pembangunan hukum maka akan terbentuk tatanan
perekonomian yang sesuai dengan prinsip-prinsip dasar dalam perekonomian negara.
Sehingga pembangunan ekonomi bisa dirasakan oleh seluruh masyarakat Indonesia
secara merata sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945 maupun Pancasila.
Maka untuk itu diperlukan pembangunan hukum yang progresif yang lebih menyentuh
nilai-nilai keadilan yuridis, keadilan sosiologis maupun keadilan filosofis.
Dampak dari globalisasi telah menyentuh semua sendi-sendi kehidupan bangsa, termasuk
ekonomi. Saling ketergantungan antar negara menimbulkan norma-norma baru dalam
menjalin hubungan antar negara. Dan terkadang norma-norma tersebut selalu berbenturan
dengan nilai-nilai yang terdapat didalam sebuah konstitusi, untuk memenuhi
kebutuhannya, maka mau tidak mau dilakukan langkah-langkah berani untuk menerobos
konstitusi dalam menjalin hubungan dengan negara lain. Untuk itu diperlukan sebuah
konstitusi dibidang ekonomi yang memiliki nilai keseimbangan dan keadilan.
B. Kritik Dan Saran
Semoga apa yang kami paparkan di atas bisa menambah pengetahuan para pembaca
serta dapat diamalkan sebagaimana mestinya.
43
Sebagai seorang manusia kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
sempurna. Untuk itu kami selalu mengharap kritik dari pembaca yang sifatnya dapat
membangun dan untuk perkembangan ilmu pengetahuan.
44
DAFTAR PUSTAKA
Adi Sulistiyono dan Muhammad Rustamaji, Hukum Ekonomi Sebagai Panglima, Mas
media Buana Pustaka, Sidoarjo, 2009
Erman Rajagukguk, Peranan Hukum di Indonesia, Menjaga Persatuan, Memulihkan
Ekonomi dan Memperluas Kesejahteraan Sosial, Pidato yang disampaikan pada Dies
Natalis dan Peringatan Tahun Emas Universitas Indonesia, Kampus UI Depok, 2000
Griffin R dan Ronald Elbert. 2006. Business. New Jersey: Pearson Education.
H.R.E. Kosasih Taruna Sepandji, Konstitusi dan Kelembagaan Negara, Penerbit
Universal, Bandung, 2000
Jimly Asshiddiqie, Konstitusi Ekonomi, Penerbit Buku Kompas, Jakarta, Januari 2010
Mubyarto, Sistem dan Moral Ekonomi Indonesia, LP3ES, Jakarta, 1994
Wikipedia.com