bab i pendahuluan latar belakang - usu-irrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21495/4/chapter...
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Lelang sebagai suatu lembaga hukum mempunyai fungsi menciptakan nilai
dari suatu barang atau mencairkan suatu barang menjadi sejumlah uang dengan nilai
objektif. Lembaga lelang pasti selalu ada dalam sistem hukum untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat. Pertama, untuk memenuhi kebutuhan penjualan lelang,
sebagaimana diatur dalam banyak peraturan perundang-undangan. Kedua, untuk
memenuhi atau melaksanakan putusan peradilan atau lembaga penyelesaian sengketa
berdasarkan undang-undang dalam rangka penegakan keadilan (law enforcement).
Ketiga untuk memenuhi kebutuhan dunia usaha pada umumnya, produsen atau
pemilik benda pribadi dimungkinkan melakukan penjualan lelang.1
Penjualan umum secara resmi masuk dalam perundang-undangan di Indonesia
sejak tahun 1908, dengan berlakunya Vendu Reglement (Peraturan Lelang Stbl. 1908
Nomor 189) dan Vendu Instructie (Instruksi Lelang Stbl. 1908 No. 190) yang hingga
sekarang masih berlaku..
Lelang sebagai alternatif cara penjualan barang telah cukup lama dikenal.
Namun pada umumnya pengertian yang dipahami masih rancu. Sering dikacaukan
dengan lelang pengadaan barang atau jasa dalam rangka pelaksanaan Anggaran
1 Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Lelang, Departemen Keuangan
Republik Indonesia Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara, Biro Hukum-Sekretariat Jenderal, Jakarta, 18 Februari 2005, hal. 4.
Universitas Sumatera Utara
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Lelang tender yang sering dikenal dengan
lelang atas pemborongan yang dalam kaitan ini pembeli (Pemerintah) berhadapan
dengan penjual yang menawarkan barang/jasa. Sementara lelang yang dimaksud
Pasal 1 Vendu Reglement itu adalah suatu penjualan barang di muka umum dengan
cara penawaran secara lisan dan naik-naik untuk memperoleh harga yang semakin
meningkat atau dengan penawaran harga yang semakin menurun dan/atau dengan
penawaran harga secara tertutup dan tertulis yang didahului dengan usaha
mengumpulkan para calon peminat/pembeli lelang yang dipimpin oleh pejabat
lelang.2
Demikian juga dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 150/PMK.06/2007
tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 40/PMK.07/2006
tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, dinyatakan Lelang adalah penjualan barang
terbuka untuk umum dengan penawaran harga secara tertulis dan/atau lisan yang
semakin meningkat atau menurun untuk mencapai harga tertinggi yang didahului
dengan pengumuman lelang (Pasal 1 angka 1). Setiap pelaksanaan lelang harus
dilakukan oleh dan/atau di hadapan Pejabat Lelang kecuali ditentukan lain oleh
peraturan perundang-undangan (Pasal 2). Pejabat lelang adalah orang yang khusus
diberi wewenang oleh Menteri Keuangan melaksanakan Penjualan barang secara
lelang (Pasal 1 angka 13).
2 Sutarjo, Pelelangan Dalam Rangka Eksekusi Oleh Pengadilan Negeri Dan PUPN, Serta
Aspek-Aspek Hukum Yang Timbul Dalam Praktek, Makalah Penyuluhan Lelang, Medan, 1995, hal. 22.
Universitas Sumatera Utara
Sejak diterbitkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 47/KMK.01/1996
tanggal 25 Januari 1996 tentang Balai Lelang dan Keputusan Kepala Badan Urusan
Piutang dan Lelang Negara Nomor 1/PN/1996 tanggal 25 Januari 1996 tentang Balai
Lelang dan Kantor Lelang Negara (sekarang Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan
Lelang atau KPKNL), maka lelang dapat diselenggarakan pihak swasta dengan
mendirikan Balai Lelang berbentuk Perseroan Terbatas (PT). Selanjutnya pengaturan
Balai Lalai diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.07/2005
tanggal 30 Nopember 2005 tentang Balai Lelang.
Pasal 10 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.07/2005 tanggal 30
Nopember 2005 tentang Balai Lelang, menyatakan:
Kegiatan usaha Balai Lelang meliputi Jasa Pralelang, Jasa Pelaksanaan Balai Lelang dengan Pejabat Lelang Kelas II, dan Jasa Pascalelang terhadap jenis lelang:
a. Lelang Non Eksekusi Sukarela; b. Lelang aset BUMN/D berbentuk Persero; dan c. Lelang aset milik bank dalam likuidasi berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 25 Tahun 1999 tentang Pencabutan Izin Usaha, pembubaran dan Likuidasi Bank.
Balai lelang swasta yang berdiri sejak diterbitkannya Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 47/KMK.01/1996 di antaranya: PT. Balai Lelang Indonesia
(Balindo), PT. Balai Lelang Astria, PT. Balai Lelang, PT. Triagung Lumintu,
PT. Balai Lelang Star (Star Auction), yang berkedudukan di Jakarta. Sedangkan balai
lelang swasta yang berkedudukan di Kota Medan sampai saat ini hanya satu balai
lelang yaitu PT. Balai Lelang Sukses Mandiri, beralamat di Jalan Bambu No. 48
Kelurahan Durian Kecamatan Medan Timur.
Universitas Sumatera Utara
Pelaksanaan lelang, baik yang dilakukan KPKNL maupun Balai Lelang
Swasta prosedurnya adalah sama, yaitu sesuai dengan prosedur dalam Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 150/PMK.06/2007 tentang Perubahan Atas
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 40/PMK.07/2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Lelang.
Setiap pelaksanaan lelang, maka Pejabat Lelang membuat Risalah Lelang
yang terdiri dari bagian kepala, bagian badan dan bagian kaki, dalam Bahasa
Indonesia dan diberi penomoran. Penandatanganan Risalah lelang dilakukan
oleh: 3
a. Pejabat Lelang pada setiap lembar di sebelah kanan atas dari Risalah Lelang, kecuali lembar yang terakhir;
b. Pejabat Lelang dan Penjual/Kuasa Penjual pada lembar terakhir dalam hal lelang barang bergerak; dan
c. Pejabat Lelang, Penjual/Kuasa Penjual dan Pembeli/kuasa Pembeli pada lembar terakhir dalam hal lelang barang tidak bergerak.
Akan tetapi dalam hal Penjual tidak menghendaki menandatangani Risalah Lelang
atau tidak hadir setelah Risalah Lelang ditutup, maka Pejabat Lelang dapat membuat
catatan keadaan tersebut pada bagian Kaki Risalah Lelang dan menyatakan catatan
tersebut sebagai tanda tangan penjual. Minuta Risalah Lelang ditandatangani oleh
Pejabat Lelang pada saat penutupan pelaksanaan lelang. Balai Lelang Swasta atau
Pejabat Lelang Kelas II hanya dapat memperlihatkan atau memberitahukan Minuta
Risalah Lelang kepada pihak yang berkepentingan langsung dengan Risalah Lelang,
3 Lihat, Pasal 52 dan Pasal 58 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 150/PMK.06/2007
tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 40/PMK.07/2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang
Universitas Sumatera Utara
ahli warisnya atau orang yang memperoleh hak, kecuali ditentukan lain oleh
peraturan perundang-undangan.4
Suatu pelaksanaan lelang, khususnya dalam lelang eksekusi adalah tindak
lanjut dari pelaksanaan perjanjian kredit yang tidak ditepati oleh debitur berdasarkan
perjanjian kredit bank yang di Indonesia termasuk kelompok perjanjian baku atau
standard kontrak. Debitur secara terpaksa menerima syarat-syarat perjanjian yang
tercantum didalamnya,5 yang seringkali juga sebagai alasan bahwa kepentingannya
terganggu yang pada akhirnya dijadikan dasar untuk mengajukan gugatan untuk
membatalkan suatu lelang.
Dalam lelang eksekusi, kebanyakan barang dilelang tanpa kesukarelaan dari
pemilik barang dan seringkali banyak pihak yang berkepentingan terhadap barang
tersebut tidak menginginkan lelang, sehingga dalam praktek terdapat para pihak yang
merasakan kepentingannya terganggu dengan adanya pelaksanaan lelang. Pihak-
pihak yang merasa kepentingannya terganggu berkaitan dengan lelang atas suatu
objek lelang, biasanya akan mengajukan gugatan di pengadilan, untuk
memperjuangkan haknya yang terkait dengan objek yang dilelang,6 sehingga terdapat
banyak perkara baik perdata maupun tata usaha negara berkaitan dengan lelang.
4 Lihat, Pasal 58 ayat (2), (3) dan ayat (4) Peraturan Menteri Keuangan Nomor
150/PMK.06/2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 40/PMK.07/2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang
5 Henry P. Panggabean, Penyalahgunaan Keadaan (Misbruik van Omstandigheden) Sebagai Alasan (Baru) Untuk Pembatalan Perjanjian (Berbagai Perkembangan Hukum di Belanda), Edisi Kedua, Penerbit Liberty, Yogyakarta, 2001, hal. 70..
6 Lili Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi, Pengantar Filsafat Hukum, Penerbit CV. Mandar Maju, Bandung, 2002, hal. 120.
Universitas Sumatera Utara
�Pelaksanaan lelang di seluruh Indonesia, tahun 2002 terdapat 1967 perkara, 2003
terdapat 1954 perkara, 2004 terdapat 2002 perkara dan sampai dengan triwulan I
tahun 2005 terdapat 1556 perkara perdata dan 176 perkara tata usaha negara.7 Pokok
gugatan yang diajukan kepada Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara
(DJPLN) atau sekarang dikenal dengan nama Direktorat Jenderal Kekayaan Negara
(DJKN) pada umumnya memintakan majelis hakim menyatakan perbuatan lelang
sebagai perbuatan melawan hukum.
Risalah Lelang adalah Berita Acara Lelang sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 35 Vendu Reglement yang bentuknya dapat diatur dalam Pasal 37, 38 dan 39
Vendu Reglement. Pada Pasal 35 Vendu Reglement dinyatakan bahwa: �Dari tiap-tiap
penjualan umum yang dilakukan oleh Pejabat Lelang atau kuasanya, selama
penjualan, untuk tiap-tiap hari pelelangan atau penjualan harus dibuat berita acara
tersendiri�.
Selanjutnya dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 150/PMK.06/2007
tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 40/PMK.07/2006
tentang Pelaksanaan Lelang, disebutkan �Risalah Lelang adalah berita acara
pelaksanaan lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang yang disempurnakan akta otentik
dan mempunyai kekuatan pembuktian sempurna bagi para pihak�. Dengan kata lain
risalah lelang adalah akta otentik yang mempunyai kekuatan pembuktian sempurna
bagi para pihak terutama bagi pembeli lelang atas objek yang dilelang tersebut.
7 "Buku Pedoman Penaganan Perkara di Lingkungan DJPLN�, Materi Sosialisasi
Direktorat Informasi dan Hukum DJPLN, Departemen Keuangan, Medan 20 Juli 2005.
Universitas Sumatera Utara
Dalam pelaksanaan lelang sering terjadi hambatan yang dialami oleh kreditur
sebagai pemohon lelang maupun pembeli lelang, misalnya dalam lelang objek
jaminan kredit barang tidak bergerak (tanah beserta bangunan di atasnya) yang diikat
dengan hak tanggungan sering pembeli lelang mendapat hambatan dalam
pengosongan objek lelang tersebut karena adanya perlawanan dari debitur atau pihak
ketiga. Dalam mengajukan perlawanan/verzet ini debitur menggunakan berbagai
alasan, seperti menyangkal bahwa debitur telah melalaikan kewajibannya terhadap
kreditur dan menyatakan bahwa kreditur belum waktunya mengeksekusi
jaminan/agunan tersebut. Kemudian juga dapat terjadi debitur tidak mengakui jumlah
hutang yang meliputi segala biaya yang telah dikeluarkan kreditur terlebih dahulu
bagi kepentingan pembebanan hak tanggungan.
Di samping hambatan karena adanya perlawanan dari debitur ataupun pihak
dalam pengosongan objek lelang, maka pihak kreditur (bank) mengalami hambatan
yang terkait dengan prosedur pengosongan objek lelang yang diselenggarakan
melalui Balai Lelang Swasta, karena Ketua Pengadilan tidak mau memberikan fiat
pengadilan tentang eksekusi pengosongan itu, sebelum pihak bank terlebih dahulu
mendapat surat pengantar dari Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang
(KPKNL) walaupun sudah ada risalah lelang yang dikukuhkan oleh KPKNL.
Dari pra penelitian diketahui pihak pemenang lelang melalui bank harus
mengajukan surat permohonan lagi kepada Kepala Kantor KPKNL untuk dikeluarkan
Universitas Sumatera Utara
surat keterangan yang isinya mohon bantuan kepada Bapak Ketua Pengadilan Negeri
Medan kiranya dapat mengabulkan permohonan pemenang lelang untuk melakukan
eksekusi pengosongan atas objek tanah/bangunan sesuai dengan kewenangan yang
ada pada Pengadilan Negeri Medan. Akibatnya, tidak efisiennya waktu dan biaya-
biaya yang harus dikeluarkan oleh bank dalam lelang tersebut. Padahal, atas dasar
risalah lelang ini seharusnya pengadilan dapat mengabulkan eksekusi pengosongan
yang dimohonkan oleh pihak bank, karena risalah lelang adalah akta otentik sebagai
bukti yang sempurna atas berpindahnya hak atas objek lelang kepada pemenang
lelang.
Berdasarkan pada latar belakang di atas, maka dilakukan penelitian dengan
judul �Pelaksanaan Lelang Barang Jaminan Kredit Pada Bank Melalui Balai Lelang
Swasta (Studi Kasus Pada Bank Swasta)�.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan
dalam penelitian adalah:
1. Bagaimana ketentuan hukum lelang melalui Balai Lelang Swasta?
2. Bagaimana mekanisme pelaksanaan lelang barang jaminan kredit pada bank
swasta melalui Balai Lelang Swasta?
3. Bagaimana kekuatan hukum Risalah Lelang pada pelaksanaan lelang barang
jaminan kredit pada bank swasta melalui Balai Lelang Swasta?
Universitas Sumatera Utara
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka yang menjadi tujuan penelitian
adalah
1. Untuk mengetahui ketentuan hukum lelang melalui Balai Lelang Swasta.
2. Untuk mengetahui mekanisme pelaksanaan lelang barang jaminan kredit pada
bank swasta melalui Balai Lelang Swasta.
3. Untuk mengetahui kekuatan hukum Risalah Lelang pada pelaksanaan lelang
barang jaminan kredit pada bank swasta melalui Balai Lelang Swasta.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat:
1. Secara teoritis, dapat diharapkan menjadi bahan untuk pengembangan wawasan
dan kajian lebih lanjut terhadap kekuatan hukum lelang terutama dalam
pelaksanaan lelang melalui Balai Lelang Swasta.
2. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan kepada
para pihak tentang pelaksanaan lelang barang jaminan kredit pada Bank yang
dapat memberikan kepastian hukum bagi pemohon lelang/penjual khususnya
PT. Bank Dipo Internasional Cabang Medan dan bagi pembeli lelang dalam
pelaksanaan lelang melalui Balai Lelang Swasta.
E. Keaslian Penelitian
Sepanjang yang diketahui dan berdasarkan informasi dan data yang ada dari
penelusuran pada kepustakaan Sekolah Pascasarjana, Magister Kenotariatan
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara, Medan, penelitian dengan judul �Pelaksanaan Lelang
Barang Jaminan Kredit Pada Bank Swasta Melalui Balai Lelang Swasta (Studi Pada
Bank Swasta)�, belum pernah dilakukan. Memang pernah ada penelitian tentang
lelang yang pernah dilakukan oleh:
1. Mangasa Manurung, Nim 017011038, Mahasiswa Program Studi Kenotariatan,
Program Pascasarjana, Universitas Sumatera Utara, Medan, Tahun 2003, dengan
judul �Hambatan-Hambatan Dalam Pelaksanaan Lelang Atas Jaminan Hutang
Kebendaan Yang Diikat Dengan Hak Tanggungan (Penelitian Pada Kantor
Pelayanan Piutang dan Lelang Negara (KP2LN) Medan).
Adapun permasalahan yang diteliti adalah:
1) Hambatan-hambatan apakah yang dihadapi PUPN/KP2LN dalam
mengeksekusi lelang Hak Tanggungan berdasarkan Undang-Undang PUPN?
2) Solusi apakah yang dapat dilakukan oleh PUPN/KP2LN?
3) Bagaimanakah bentuk perlindungan hukum terhadap pihak pemenang lelang
dari agunan yang diikatkan Hak Tanggungan dalam kaitan dengan
penyelesaian kredit macet?
2. Marcel Soekendar, Nim: 067011049, Mahasiswa Program Studi Kenotariatan,
Sekolah Pascasarjana, Universitas Sumatera Utara, Medan, Tahun 2009, dengan
judul �Pelaksanaan Pembebanan Hak Tanggungan Atas Tanah Sebagai Jaminan
Kredit Pada Pt. Bank Dipo Internasional Cabang Medan�.
Universitas Sumatera Utara
Adapun permasalahan yang diteliti adalah:
1) Bagaimanakah perlindungan hukum terhadap kreditur dan debitur dalam
perjanjian jaminan kredit bank berdasarkan UUHT?
2) Bagaimanakah pelaksanaan APHT atas tanah sebagai jaminan kredit di PT.
Bank Dipo Internasional Cabang Medan?
3) Apakah hambatan yang dialami PT. Bank Dipo Internasional Cabang
Medan dalam melakukan eksekusi hak tanggungan atas tanah sebagai
jaminan kredit bilamana debitur wanprestasi?
Apabila diperhadapkan penelitian sebelumnya yang pernah dilakukan dengan
penelitian ini maka permasalahan yang diteliti adalah berbeda. Oleh karena itu,
penelitian ini adalah asli dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
F. Kerangka Teori dan Konsepsi
1. Kerangka Teori
Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik
atau proses tertentu terjadi,8 dan satu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada
fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidak benarannya.9 Sedangkan kerangka teori
adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, thesis mengenai sesuatu
8 J.J.J. M. Wuisman, dengan penyunting M. Hisyam, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Jilid
I asas-asas, FE UI, Jakarta, 1996, hal. 203. 9 Ibid, hal. 16.
Universitas Sumatera Utara
kasus atau permasalahan (problem) yang menjadi bahan perbandingan, pegangan
teoretis10
Kerangka teori yang akan dijadikan pisau analisis dalam penelitian ini adalah
aliran hukum positif yang analitis dari Jhon Austin, yang mengartikan:
Hukum itu sebagai a command of the lawgiver (perintah dari pembentuk undang-undang atau penguasa), yaitu suatu perintah mereka yang memegang kekuasaan tertinggi atau yang memegang kedaulatan, hukum dianggap sebagai suatu sistem yang logis, tetap, dan bersifat tertutup (closed logical system). Hukum secara tegas dipisahkan dari moral dan keadilan tidak didasarkan pada penilaian baik-buruk.11
Selain menggunakan teori positivisme hukum dari Jhon Austin dalam menganalisis
tesis ini juga menggunakan teori pembangunan hukum yang dikemukakan oleh
Mochtar Kusumaatmadja, bahwa hukum adalah sarana pembangunan yaitu sebagai
alat pembaharuan dan pembangunan12 masyarakat yang merupakan alat untuk
memelihara ketertiban dalam masyarakat. Mengingat fungsinya, sifat hukum pada
dasarnya adalah konservatif. Artinya, hukum bersifat memelihara dan
mempertahankan yang telah tercapai. Selain itu hukum harus dapat membantu proses
perubahan pembangunan masyarakat tersebut.13
Mengingat pelaksanaan lelang yang diatur dalam Vendu Reglement Stbl.
1908/189, Vendu Instructie Stbl.1908/190. Sementara perubahan-perubahan telah
10 M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung, 1994, hal. 80. 11 Lihat Lili Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi, Op. Cit., hal. 55. 12 Mansour Fakih, Sesat Pikir Teori Pembangunan dan Globalisasi, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta, 2001, hal.10 13 Mochtar Kusumaatmadja, Konsep-Konsep Dalam Pembangunan, Pusat Studi
Wawasan Nusantara, Hukum dan Pembangunan Bekerjasama dengan Penerbit PT. Alumni, Bandung, 2002, hal. 13 dan 74.
Universitas Sumatera Utara
terjadi dalam pelaksanaan lelang. Untuk menyesuaikan dengan perkembangan
masyarakat itu Pemerintah telah mengeluarkan berbagai peraturan pelaksana lelang
dalam hal ini Peraturan Pemerintah dan Keputusan Menteri Keuangan. Peraturan
teknis tersebut menimbulkan masalah karena kekuatan mengikat hanya terhadap
lingkup lelang, tidak mengikat setiap orang, seperti halnya undang-undang.
Substansi peraturan teknis tersebut terkadang tidak sinkron dengan peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi atau setingkat yang diatur oleh instansi yang
terkait. Jika suatu hukum yang baik harus mengandung keadilan, kepastian hukum
dan kemanfaatan, maka peraturan perundang-undangan lelang yang ada kurang
mengandung tujuan hukum dimaksud. Lelang sebagai suatu lembaga hukum harus
memuat aspek filosofis yaitu menjamin kepastian hukum, keadilan dan
kemanfaatan14sesuai dengan perkembangan dalam pelaksanaan lelang tersebut.
Penjualan lelang tidak secara khusus diatur dalam KUHPerdata tetapi
penjualan Lelang dikuasaí oleh ketentuan-ketentuan KUHPerdata mengenai jual beli
yang diatur dalam KUHPerdata Buku III tentang Perikatan.
14 Tim Penyusun Rancangan Undang-Undang Lelang Direktorat Jenderal Piutang dan
Lelang Negara Biro Hukum Sekretariat Jenderal Departemen Keuangan, Reformasi Undang-Undang Lelang di Indonesia, Makalah disampaikan dalam Sosialisasi RUU Lelang, Medan tanggal 9 Desember 2004. Dilihat dari tinjauan hukum perdata, lembaga lelang adalah alat untuk mengadakan perjanjian jual beli dengan cara khusus yang diatur undang-undang. Lembaga lelang pada dasarnya merupakan institusi pasar yang mempunyai nilai lebih dari penjualan barang pada umumnya, karena dilakukan terbuka untuk umum, banyaknya peminat/peserta lelang karena dalam setiap pelaksanaan lelang harus didahului pengumuman lelang, yang salah satu fungsinya adalah upaya mengumpulkan peminat/peserta lelang, dilaksanakan pada suatu tempat serta dijamin adanya kompetensi dalam mengajukan penawaran diantara peserta lelang sehingga diharapkan akan tercapai harga yang optimal.
Universitas Sumatera Utara
Pasal 1319 KUHPerdata menyatakan, semua persetujuan, baik yang
mempunyai nama khusus, maupun yang tidak dikenal dengan suatu nama tertentu,
tunduk pada peraturan umum yang termuat dalam bab ini dan bab yang lalu.
Kemudian Pasal 1457 KUH Perdata menyatakan, jual-beli adalah suatu persetujuan
dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu barang,
dan pihak yang lain untuk membayar harga yang dijanjikan.
Suatu lelang mengandung unsur-unsur yang tercantum dalam defenisi jual
beli adanya subjek hukum, yaitu penjual dan pembeli, adanya kesepakatan antara
penjual dan pembeli tentang barang dan harga; adanya hak dan kewajiban yang
timbul antara pihak penjual dan pembeli. Namun, penjualan lelang memiliki identitas
dan karakteristik sendiri, dengan adanya pengaturan khusus dalam Vendu Reglement,
namun dasar penjualan lelang mengacu pada ketentuan KUHPerdata mengenai
jual beli.
Vendu Reglement (Stbl. Tahun 1908 Nomor 189 diubah dengan Stbl. 1940
Nomor 56) dalam terjemahan Himpunan Peraturan Perundang-undangan Republik
Indonesia menyebutkan:
Penjualan umum adalah pelelangan atau penjualan barang-barang yang dilakukan kepada umum dengan harga penawaran yang meningkat atau menurun atau dengan pemasukan harga dalam sampul tertutup, atau kepada orang-orang yang diundang atau sebelumnya diberitahu mengenai pelelangan atau penjualan itu, atau diizinkan untuk ikut serta, dan diberi kesempatan untuk menawar harga, menyetujui harga yang ditawarkan atau memasukkan harga dalam sampul tertutup.�15
15 Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Republik Indonesia, PT Ichtiar Baru-Van
Hoeve, Jakarta, 1992, hal. 931.
Universitas Sumatera Utara
Pengertian lelang dalam Pasal 1 butir 1 Peraturan Menteri Keuangan Nomor
150/PMK.06/2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor
40/PMK.07/2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, bahwa �Lelang adalah
penjualan barang yang terbuka untuk umum dengan penawaran harga secara tertulis
dan/atau lisan yang semakin meningkat atau menurun untuk mencapai harga tertinggi
yang didahului dengan pengumuman lelang�.
Lelang harus dilakukan di hadapan pejabat lelang. Berdasarkan hal tersebut,
maka dapat dijelaskan bahwa �Lelang adalah penjualan barang di muka umum yang
dipimpin oleh pejabat lelang dengan cara penawaran harga secara terbuka, lisan dan
naik-naik atau secara menurun dan atau secara tertulis dan tertutup yang didahului
dengan pengumuman lelang�. 16
Berdasarkan pendapat mengenai pengertian lelang sebagaimana dikemukakan
di atas dapat diketahui bahwa lelang merupakan suatu proses yang sangat sederhana
dan merupakan suatu mekanisme pasar di mana orang dapat berkumpul untuk
membeli dan menjual berbagai jenis barang. Dengan demikian dapat pula dikatakan
bahwa lelang merupakan sistem penjualan yang dilakukan di muka umum yang
dipimpin oleh pejabat lelang dengan cara penawaran lisan dan naik-naik atau semakin
menurun dan atau secara tertulis dan tertutup untuk memperoleh harga yang optimal
yang didahului dengan pengumuman lelang sebagai usaha untuk mengumpulkan para
16 S. Mantayborbir dan Iman Jauhari, Hukum Lelang Negara di Indonesia, Pustaka
Bangsa Press, Jakarta, 2003, hal. 7-8.
Universitas Sumatera Utara
calon peminat/pembeli. Oleh karena itu, pengertian lelang yang dimaksud di sini
adalah terbatas pada penjualan barang di muka umum.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, dapat dikemukakan 5 (lima) unsur
yang harus dipenuhi di dalam pengertian lelang, antara lain:
a. Lelang adalah suatu sarana dalam melakukan bentuk penjualan atas sesuatu barang
b. Harga yang diperoleh bersifat kompetitif karena cara penawaran harga dilakukan secara khusus, yaitu dengan cara penawaran harga secara lisan dan naik-naik atau turun-turun dan/atau secara tertulis dan tertutup tanpa memberi prioritas pada pihak manapun untuk membeli.
c. Pembeli tidak dapat ditunjuk sebelumnya, kecuali kepada calon peminat pembeli lelang dengan penawaran tertinggi yang telah melampaui harga limit dapat ditunjuk sebagai pemenang/pembeli.
d. Memenuhi unsur publisitas, karena lelang adalah penjualan yang bersifat transparan.
e. Dilaksanakan pada suatu saat dan tempat tertentu sehingga bersifat cepat, efisien, dan efektif. 17
Berdasarkan pengertian eksekusi lelang yang telah diuraikan di atas, maka dapat
diartikan bahwa eksekusi lelang merupakan perbuatan atau tindakan menjalankan
putusan mengenai penjualan atas suatu barang di muka umum dengan cara lelang
yang didahului dengan pengumuman lelang untuk menghimpun calon
peminat/pembeli.
Sebagaimana telah dikemukakan di atas, bahwa Lelang termasuk perjanjian
jual beli barang, karenanya terhadapnya berlaku syarat-syarat sahnya perjanjian.
Pasal 1319 KUHPerdata, berbunyi: semua perjanjian, baik yang mempunyai suatu
nama khusus, maupun yang tidak terkenal dengan suatu nama tertentu, yang tunduk
17 S. Mantayborbir, Iman Jauhari, Agus Hari Widodo, Hukum Piutang dan Lelang
Negara, Pustaka Bangsa Press, Medan, 2002, hal. 168.
Universitas Sumatera Utara
pada ketentuan umum dari KUHPerdata Buku III Bab I dan Bab II.18 Syarat sahnya
perjanjian berdasarkan Pasal 1320 KUHPerdata, yang terdiri dari: sepakat mereka
yang mengikatkan dirinya; cakap untuk membuat suatu perikatan; suatu hal tertentu;
suatu sebab yang halal.
Lelang sebagai suatu perjanjian dalam pelaksanaannya tunduk pada
klausula-klausula risalah lelang. Klausula Risalah Lelang sebagai perjanjian yang
mengikat para pihak dalam lelang, yang merupakan hukum khusus yang berlaku
bagi para pihak dalam lelang.
Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 150/PMK.06/2007 tentang
Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 40/PMK.07/2006 tentang
Petunjuk Pelaksanaan Lelang, dinyatakan Risalah Lelang adalah berita acara
pelaksanaan lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang yang merupakan akta otentik
yang mempunyai kekuatan pembuktian sempurna bagi para pihak, dan setiap
pelaksanaan lelang dibuat Risalah Lelang oleh pejabat lelang.19
Kemudian, dalam Pasal 35 Vendu Reglement mengatur Risalah Lelang sama
artinya dengan �Berita Acara� Lelang. Berita acara lelang merupakan landasan
otentifikasi penjualan lelang, berita acara lelang mencatat segala peristiwa yang
terjadi pada penjualan lelang. Perumusan Risalah Lelang sebagai berita acara yang
18 Mariam Darus Bandrulzaman, KUH Perdata Buku III Hukum Perikatan Dengan
Penjelasan, edisi kedua, Alumni, Bandung, 1996, hal. 74. 19 Pasal 53 dan Pasal 58 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 150/PMK.06/2007
tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 40/PMK.07/2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang,
Universitas Sumatera Utara
dibuat oleh Pejabat Lelang kurang tepat, karena risalah lelang lebih mencirikan suatu
akta otentik yang dibuat dihadapan Pejabat Lelang.20
Risalah Lelang termasuk akta otentik yang dibuat dihadapan pejabat, karena
memenuhi syarat formal dan syarat materil suatu akta otentik dibuat dihadapan
pejabat.
Syarat formil yaitu dibuat dihadapan pejabat yang berwenang menurut
undang-undang, yaitu Pejabat Lelang berdasarkan Pasal 58 Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 150/PMK.06/2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 40/PMK.07/2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, dihadiri
para pihak yaitu penjual dan pihak pembeli lelang; kedua belah pihak dikenal atau
dikenalkan kepada para Pejabat Lelang, menyebut identitas Pejabat Lelang; menyebut
tempat, hari, bulan dan tahun pembuatan risalah lelang; Pejabat Lelang membacakan
akta dihadapan para penjual dan pembeli lelang; ditanda-tangani semua pihak; dan
penegasan, pembacaan, penerjemahan dan penanda-tanganan pada bagian penutup
akta. Sedangkan Syarat materil, Risalah Lelang memuat keterangan kesepakatan para
pihak antara penjual dan pembeli lelang, isi keterangan perbuatan hukum
(rechthandeling) yang bersegi dua berupa jual beli melalui lelang atau mengenai
hubungan hukum (rechtbetrekking) antara penjual dan pembeli lelang dan pembuatan
akta sengaja dimaksudkan sebagai bukti. Risalah Lelang merupakan bukti yang
sempurna tentang adanya pelaksanaan lelang.
20 M. Yahya Harahap, Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata,
Gramedia, Jakarta, 1994, hal. 187.
Universitas Sumatera Utara
Pasal 1457 KUHPerdata mengatur: �Jual beli adalah suatu persetujuan
dengan pihak mana yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu
kebendaan dan pihak yang lain untuk membayar harga yang dijanjikan�. Berdasarkan
rumusan perjanjian jual beli ditujukan untuk mengalihkan hak kebendaan atas suatu
barang dari penjual kepada pembeli. Jual beli mengandung dua aspek hukum, yaitu
hukum kebendaan dan hukum perikatan, karena jual beli melahirkan hak bagi kedua
belah pihak atas tagihan, yang berupa penyerahan kebendaan pada satu pihak dan
pembayaran harga jual pada pihak yang lainnya. Sedangkan dari sisi perikatan
melahirkan kewajiban dalam bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual,
dan penyerahan uang oleh pembeli kepada penjual. Demikian juga lelang
mengalihkan hak kebendaan atas objek lelang dari penjual kepada pembeli, sehingga
pengalihan kepemilikan atas hak kebendaan oleh pembeli lelang merupakan tujuan
akhir dari lelang.
2. Konsepsi
Konsepsi berasal dari bahasa Latin, conceptus yang memiliki arti sebagai
suatu kegiatan atau proses berfikir, daya berfikir khususnya penalaran dan
pertimbangan.21
Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori. Peranan konsep dalam
penelitian adalah untuk menghubungkan dunia teori dan observasi, antara abstraksi
dan realitas.22
21 Komaruddin dan Yooke Tjuparmah Komaruddin, Kamus Istilah Karya Tulis Ilmiah,
Bumi Aksara, Jakarta, 2000, hal.122.
Universitas Sumatera Utara
Konsep diartikan sebagai kata yang menyatakan abstraksi yang
digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus, yang disebut dengan defenisi
operasional.23 Pentingnya defenisi adalah untuk menghindarkan pengertian atau
penafsiran yang berbeda dari satu istilah yang dipakai. Oleh karena itu, dalam
penulisan tesis ini dirumuskan serangkaian defenisi sebagai berikut:
a. Lelang adalah penjualan barang jaminan kredit dari bank swasta yang terbuka
untuk umum dengan penawaran harga secara tertulis dan/atau lisan yang semakin
meningkat atau menurun yang dilakukan pada Balai Lelang Swasta.
b. Balai Lelang Swasta adalah balai lelang yang menyelenggarakan kegiatan usaha
di bidang jasa lelang berdasarkan ijin dari Menteri Keuangan.
c. Bank swasta adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam
bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit
dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat
banyak.
d. Kredit adalah hutang nasabah bank swasta yang berdasarkan perjanjian kredit
bank diwajibkan untuk dilunasi setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian
bunga.
e. Jaminan kredit bank (agunan) adalah jaminan tambahan yang diserahkan nasabah
debitur kepada bank swasta dalam rangka pemberian fasilitas kredit atau
pembiayaan berdasarkan prinsip hukum.
22 Masri Singarimbun dan Sifian Effendi, Metode Penelitian Survei, LP3ES, Jakarta,
1989, hal. 34. 23 Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 1998,
hal.3.
Universitas Sumatera Utara
G. Metode Penelitian
1. Spesifikasi Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif analitis, yaitu suatu penelitian yang bertujuan
untuk mendeskripsikan atau menggambarkan dan menganalisis data yang diperoleh
secara sistematis, faktual dan akurat tentang pelaksanaan lelang barang jaminan
kredit bank melalui Balai Lelang Swasta.
Penelitian ini dilakukan melalui pendekatan yuridis sosiologis yang didukung
oleh data primer dan data sekunder. Penelitian dilakukan terhadap peraturan
perundang yang berlaku dengan pelaksanaan lelang dengan melihat pada pelaksanaan
lelang barang jaminan kredit pada bank swasta melalui Balai Lelang Swasta di Kota
Medan.
2. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data diperoleh dari penelitian kepustakaan yang didukung
penelitian lapangan. Penelitian kepustakaan (library research) yaitu menghimpun
data dengan melakukan penelaahan bahan kepustakaan atau data sekunder yang
meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier.24
1) Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, yakni:
a) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 47/KMK.01/1996 tanggal 25
Januari 1996 tentang Balai Lelang.
24 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan
Singkat, Rajawali Press, Jakarta, 1995, hal.39.
Universitas Sumatera Utara
b) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.07/2005 tanggal 30 Nopember
2005 tentang Balai Lelang.
c) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 119/PMK.07/2005 tentang Pejabat
Lelang Kelas II,
c) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 150/PMK.06/2007 tentang Perubahan
Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 40/PMK.07/2006 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Lelang.
2) Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan
mengenai bahan hukum primer, seperti: hasil-hasil penelitian dan karya ilmiah
dari kalangan hukum, yang terkait dengan pelaksanaan lelang barang jaminan
kredit bank melalui Balai Lelang Swasta.
3) Bahan tertier adalah bahan pendukung di luar bidang hukum seperti kamus
ensiklopedia atau majalah yang terkait dengan pelaksanaan lelang barang
jaminan kredit bank melalui Balai Lelang Swasta.
3. Alat Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara:
a. Studi Dokumen yaitu menghimpun data dengan melakukan penelaahan bahan
kepustakaan atau data sekunder yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum
sekunder dan bahan hukum tertier, berupa dokumen-dokumen maupun peraturan
perundang-undangan yang berlaku, yang terkait dengan pelaksanaan lelang
barang jaminan kredit bank melalui Balai Lelang Swasta.
Universitas Sumatera Utara
b. Wawancara yaitu menghimpun data dengan melakukan wawancara yang
menggunakan pedoman wawancara (interview guide) untuk mendapatkan data
primer dari nara sumber yang telah ditentukan, yaitu:
1) Administrasi Kredit/Legal Bank Swasta di Kota Medan
2) Direktur Lelang Balai Lelang Swasta di Kota Medan
3) Pejabat Lelang Kelas II dari KPKNL Medan.
4. Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian tesis ini adalah analisis data
kualitatif, yaitu analisis data yang tidak mempergunakan angka-angka tetapi
berdasarkan atas peraturan perundang-undangan, pandangan-pandangan nara sumber
hingga dapat menjawab permasalahan dari penelitian ini.
Semua data yang diperoleh disusun secara sistematis, diolah dan diteliti serta
dievaluasi. Kemudian data dikelompokkan atas data yang sejenis, untuk kepentingan
analisis, sedangkan evaluasi dan penafsiran dilakukan secara kualitatif yang dicatat
satu persatu untuk dinilai kemungkinan persamaan jawaban. Oleh karena itu data
yang telah dikumpulkan kemudian diolah, dianalisis secara kualitatif dan
diterjemahkan secara logis sistematis untuk selanjutnya ditarik kesimpulan dengan
menggunakan metode pendekatan deduktif. Kesimpulan adalah merupakan jawaban
khusus atas permasalahan yang diteliti, sehingga diharapkan akan memberikan solusi
atas permasalahan dalam penelitian ini.
Universitas Sumatera Utara