makalah konsep dasar keperawatan 2 profesi perawat dan aspek legal
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keperawatan sebagai bagian integral pelayanan kesehatan merupakan suatu
bentuk pelayanan professional yang didasarkan pada ilmu keperawatan. Keperawatan
merupakan profesi dalam bidang kesehatan yang memiliki andil besar dalam proses
pemulihan sehat- sakit atau pun proses peningkatan kesehatan. Keperawatan termasuk ke
dalam profesi karena keperawatan memenuhi syarat sebagi suatu profesi. Keperawatan
mengubah paradigm yang dahulu menyatakan bahwa perawat bekerja secara vokasional
menjadi perawat professional. Maksudnya adalah perawat menjadi mitra dokter dalam setiap
kegiatan yang dilkukan tidak lagi dianggap “ pembantu” dokter.
Keperawatan memiliki aturan sebagai penjelas keperawatan sebagai suatu profesi.
Keperawatan memiliki kode etik yang secara tidak langsung menjadikan ciri khas profesinya.
Kode etik ini menjelaskan peran perawat yang seharusnya dalam praktek keperawatan. PPNI (
Persatuan Perawat Nasional Indonesia) merupakan organisasi profesi yang mengelola profesi
keperawatan undang-undang, kode etik, dan hal lain yang menyangkut keperawatan diatur
PPNI. Hal ini dilakukan agar profesi keperawatan menjadi profesi yang memiliki citra baik
dalam sistem pelayanan keperawatan sama dengan profesi kesehatan lainnya.
Seorang perawat, perlu untuk mengetahui peran dan fungsi perawat, kode etik
yang digunakan perawat dalam berprofesi serta etika dan moral yang digunakan dalam
menjalankan pofesinya. Hal ini dilakukan agar fungsi profesi yang dilakukan maksimal sesuai
tujuan profesi keperawatan. Oleh karena itu, pnyusun akan membahas tentang standar profesi
keperawatan di Indonesia agar jelas tugas profesi keperawatan dalam prakteknya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan profesionalisme keperawatan?
2. Apakah peran organisasi profesi praktik keperawatan?
3. Apakah peran dan fungsi perawat?
4. Apakah itu etika?
5. Apakah itu kode etik keperawatan?
6. Apa sajakah prinsip-prinsip moral dalam keperawatan?
7. Apa itu moral?
8. Teori moral apa saja yang termasuk teori moral keperawatan?
9. Masalah moral apa yang terjadi dalam keperawatan?
10. Bagaimana cara menyelesaikan masalah moral dalam keperawatan itu?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini makalah adalah:
1. Mengetahui pengertian keperawatan dan profesionalisme keperawatan;
2. Mengidentifikasi setting praktek keperawatan dan peran organisasi profesi dalam
praktek keperawatan;
3. Mengetahui peran dan fungsi perawat;
4. Mengerti definisi etika dan kode etik keperawatan;
5. Menjelaskan prinsip moral dalam keperawatan;
6. Mengidentifikasi masalah moral dalam keperawatan; dan
7. Mengidentifikasi masalah moral sesuai dengan teori moral yang sesuai dengan
keperawatan
D. Metode Penulisan
Metode penulisan yang digunakan dalam pembuatan makalah ini adalah home
group discussion, problem basic lerning dan studi pustaka. Pengkajian studi mengenai
ditelaah melalui studi pustaka dengan menggunakan berbagai literatur dan pencarian data
dari internet. Penulis mencari literatur-literatur baik dari buku literatur maupun dari internet
yang berkaitan dengan topik dan sumbernya bisa dipercaya. Literatur tersebut kemudian
analisis dengan cara berdiskusi dalam kelompok home group discussion dan
diinterpretasikan dengan topik. Serta menjawab masalh atau kasus yang telah diberikan.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
A. Keperawatan Sebagai Profesi
1. Pengertian Keperawatan dan Profesionalisme Keperawatan
Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian
integral pelayanan kesehatan dan didasari dengan ilmu. Keperawatan berbentuk
pelayanan bio-psiko-sosial-spiritual yang komprehensif ditujukan kepada indivudi,
keluarga, dan masyarakat baik sehat maupun sakit yang mencakup seluruh proses
kehidupan manusia (Kepmenkes 279, 2006). Keperawatan dianggap sebagai sebuah
profesi.
Profesi adalah suatu pekerjaan yang mebutuhkan badan ilmu sebagai dasar untuk
pengembangan teori sistematis dan berfungsi dalam menghadapi banyak tantangan baru,
memerlukan pendidikan dan pelatihan serta memiliki kode etik dengan fokus utama pada
pelayanan (Winsley, 1964). Sehingga perawat dituntut untuk menerapkan sikap
profesionalisme dalam praktiknya. Profesionalisme keperawatan merupakan proses
dinamis pada profesi keperawatan yang telah terbentuk mengalami perubahan dan
perkembangan karakteristik sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Secara umum, tenaga
profesional sering diidentifikasi sebagai seorang yang memiliki kompetensi,
berpenampilan sangat baik, dan mendemonstrasikan etik dan tanggung jawab terhadap
pekerjaannya (Harttley, 1980).
2. Praktik Keperawatan dan Setting Praktik Keperawatan
Pada praktik keperawatan ditetapkan dan digunakan standar praktik keperawatan
sebagai petunjuk yang objektif untuk perawat memberikan perawatan dan sebagai kriteria
untuk melakukan evaluasi asuhan keperawatan. ANA (American Nurses Association) dan
CNA (Canadian Nurses Association) telah mempublikasikan standar praktik
keperawatan.
Standar Praktik Keperawatan CNA
a) Praktik keperawatan memerlukan model konsep keperawatan yang
menjadi dasar praktik.
b) Praktik keperawatan memerlukan penggunaan proses keperawatan secara
efektif.
c) Praktik keperawatan memerlukan hubungan ynag saling membantu untuk
menjadi dasar interaksi antara klien-perawat.
d) Praktik keperawatan menuntut perawat untuk memenuhi tanggung jawab
profesi.
Lingkungan praktik keperawatan luas karena adanya perubahan sistem pemberian
keperawatan kesehatan. Kelompok terbesar atau mayoritas perawat bekerja di rumah
sakit dan lingkungan praktik pada komunitas yaitu : pusat kesehatan komunitas; sekolah
atau instansi pendidikan; lingkungan kesehatan kerja; lembaga perawatan kesehatan di
rumah serta praktik dokter dan mandiri.
3. Peran Organisasi Profesi
Pada praktik keperawatan, perawat menghadapi isu-isu yang mengacu kepada
praktik profesional, maka dibentuklah organisasi profesional atau profesi sebagai
organisasi pengembang keperwatan sebagai profesi (Potter & Perry,2005). Peran
organisasi adalah sebagai berikut :
a) Pembinaan, pengembangan, dan pengawasan mutu pendidikan keperawatan.
b) Pembinaan, pengembangan, dan pengawasan pelayanan kesehatan.
c) Pembinaan dan pengembang ilmu pengetahuan dan teknologi keperawatan.
d) Pembinaan, pengembangan, dan pengawasan kehidupan profesi.
Organisasi profesi di Indonesia adalah Persatuan Perawat Nasional Indonesia
(PPNI). PPNI terbentuk pada tanggal 17 Maret 1974. Organisasi perawat pada saat itu
mengadakan pertemuan dan dihadiri oleh Ikatan Perawat Indonesia, Persatuan Perawat
Indonesia, dan Persatuan Djuru Kesehatan Indonesia. Pertemuaan atau sidang tersebut
dipimpin oleh Ojo Radiat, H.B. Barnas, dan Drs. Maskoed. Disepakati untuk melakukan
fusi organisasi dan menyatukan diri dalam satu wadah organisasi bernama Persatuan
Perawat Nasional Indonesia dan memiliki visi dan misi.
Visi PPNI sebagai wadah nasional yang memiliki kekuatan suara komunitas
keperawatan dan peduli terhadap pemberian pelayanan
keperawatan yang bermutu bagi kepentingan masyarakat.
Misi a) Menguatkan manajemen dan kepemimpinan PPNI untuk mencapai
organisasi yang berwibawa.
b) Mendukung perawat Indonesia untuk melakukan praktik keperawatan
yang aman, kompeten, dan profesioonal bagi masyarakat
Indonesia.
c) Menjadi pintu gerbang standar keperawatan regional dan internasional.
B. Peran Perawat
Peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap
seseorang sesuai kedudukannya dalam suatu sistem (Kozier Barbara, 1995: 21). Peran perawat
yang dimakud adalah cara yang dipraktikkan perawat untuk melakukan aktivitasnya, setelah
menyelesaikan pendidikan formalnya yang diakui dan diberi kewenangan oleh pemerintah sesuai
dengan kode etik profesional.
a. Peran dan fungsi perawat
a. Peran perawat, sebagai tindakan nyata kepada klien diantaranya:
1) Pemberi Perawatan
Perawat membantu memulihkan kembali kesehatan klien melalui proses
penyembuhan. Tidak hanya sekedar, sembuh dari penyakit, melainkan
keterampilan dalam bertindak akan mampu meningkatkan kesehatan fisik klien.
2) Pembuat Keputusan Klinis
Ketika memberikan perawatan yang efektif, perawat menggunakan
kemampuannya untuk berpikir kritis dengan segala tindakan maupun
keputusannya. Perawat dapat bekerja sendiri atau bekerja sama dengan klien dan
keluarga, serta tim kesehatan lainnya.
3) Pelindung dan Advokat Klien
Perawat membantu mempertahankan lingkungan klien, agar menciptakan kondisi
klien yang aman dari segala gangguan dan kemungkinan efek yang tidak
diinginkan dari suatu tindakan diagnostik. Sebagai perannya yang advokat,
perawat melindungi hak klien sebagai manusia dan secara hukum, serta
membantu klien dalam menyatakan hak-hak bila dibutuhkan (Potter dan Perry,
2005)
4) Rehabilitator
Perawat membantu klien dalam beradaptasi semaksimal mungkin dengan
keadaan pemulihan kesehatan.
5) Pemberi Kenyamanan
Perawat memberikan keyamanan dengan mendemonstrasikan perawatan kepada
klien, sebagai individu yang memiliki perasaan dan kebutuhan yang unik, serta
membantu klien mencapai tujuan terapeutik.
6) Komunikator
Peran komunikator merupakan pusat dari peran perawat. Komunikasi dapat
dilakukan dengan klien dan keluarga maupun sesama perawat.
7) Penyuluh
Perawat menjelaskan kepada klien mengenai konsep dan data-data kesehatan,
mendemonstrasikan prosedur seperti aktivitas perawatan diri.
b. Fungsi Perawat
1) Fungsi Independen
Tindakan perawat bersifat mandiri, berdasarkan pada ilmu keperawatan. Oleh
karena itu, perawat bertanggung jawab terhadap akibat yang timbul dari tindakan
yang diambil.
2) Fungsi Dependen
Perawat membantu dokter memberikan pelayanan pengobatan dan tindakan
khusus yang menjadi wewenang dokter dan seharusnya dilakukan dokter, seperti
pemasangan infus, pemberian obat, dan melakukan suntikan.
3) Fungsi Interdependen
Tindakan perawat berdasar pada kerja sama dengan tim perawatan atau tim
kesehatan. Perawat berkolaborasi mengupayakan kesembuhan pasien bersama
tenaga kesehatan lainnya Perawat bertangung jawab lain terhadap kegagalan
pelayanan kesehatan terutama untuk bidang keperawatannya (Potter dan Perry,
2005)
b. Peran Perawat dalam Tim Kesehatan
(Menurut Berger dan Williams, 1999) diantaranya :
a. Perawat memfasilitasi dan membantu klien untuk mendapatkan pelayanan
kesehatan dari praktik profesi kesehatan lain.
b. Perawat berperan sebagai penghubung penting antara klien dan pemberi
pelayanan kesehatan.
c. Perawat berkolaborasi dengan tim kesehatan lainnya, meliputi klien, perawat,
dokter, fisioterapi, ahli gizi, manajer, dan apoteker.
d. Perawat saling berkonsultasi dengan angggota tim lainnya sebagaimana membuat
referal pemberian pengobatan.
e. Adanya otonomi, mencakup kemandirian anggota tim dlama batas
kompetensinya.
f. Kejelasan peran dalam berinteraksi antar profesional.
c. Pengaruh Sosial pada Praktik Keperawatan
(Menutur Potter dan perry, 2005) diantaranya :
a. Adanya Perkembangan Teknologi
Perkembangan ilmu dan teknologi mempengaruhi hampir semua aspek
kehidupan. Perawatan kesehatan telah berubah dalam banyak hal, seperti
penggunaan alat-alat baru, tes diagnostik, cara pengobatan. Oleh karena itu,
perkembangan teknologi berpengaruh pada praktik keperawatan.
b. Perubahan Demografi
Perubahan demografi mempengaruhi populasi total. Perubahan telah
mempengaruhi perewatan ksehatan, seperti perpindahan penduduk dari desa ke
kota.
c. Promosi Kesehatan
Penekanan lebih besar pada masyarakat dalam promosi kesehatan dan pencegahan
penyakit. Olahraga dan nutrisi merupakan hal yang paling menarik pada
masyarakat.
d. Gerakan Hak Asasi Manusia
Perawat melindungi hak-hak seluruh klien, tetapi juga memahami kebutuhan
spesifik dari kelompok tertentu, agar memastikan bahwa kualitas perawatan yang
diberikan tidak mengabaikan hak-hak klien.
e. Gerakan Konsumen
Perawatan kesehatan telah dipengaruhi oleh pergerakan konsumen, dengan adanya
pembentukan lembaga perawatan kesehatan, seperti organisasi yang membantu
perawatan kesehatan dan memberikan perhatian pada peningkatan biaya
perawatan kesehatan.
C. Etika dan Kode Etik Keperawatan serta Prinsip Moral Keperawatan
1. Etika Keperawatan
Pengertian etik mengacu pada cita-cita filosofis perilaku benar dan salah. Dalam
praktik profesional, seperti keperawatan kode etik meberikan panduan untuk perawatan
yang sama dan penuh cinta. Komitmen perawat pada kode etik memberikan jaminan
kepada masyarakat (publik) bahwa memberikan standar praktik profesional. Yang
termasuk dalam standar dasar etik dalam pelayanan kesehatan adalah otonomi,
kebermanfaatan tanpa bahaya, keadilan, dan kesetiaan.
Otonomi mengacu kemandiriaan atau kebebasan seseorang. Sebagai sebuah
standar dalam etik, otonomi merepresentasikan sebuah persetujuan untuk menghormati
hak orang lain untuk menentukan tindakan. Menghormati otonomi orang lain merupakan
dasar praktik pelayanan kesehatan. Menghormati prinsip-prinsip otonomi berarti bahwa
perawat menghormati hak klien untuk membuat keputusan walaupun pilihan-pilihan yang
diambil klien tidak bukan hal yang terbaik menurut perawat.
a. Otonomi
Otonomi merujuk pada kebebasan atau kemerdekaan seseorang. Sebagai
sebuah standar dalam etika, otonomi merepresentasikan sebuah persetujuan untuk
menghormati hak orang lain dalam penentuan tindakan. Menghormati otonomi
orang lain merupakan hal mendasar pada praktik pelayanan kesehatan. Hal
tersebut menunjukkan bahwa hak klien untuk membuat keputusan mengenai
kesehatannya dibela.
b. Kebermanfaatan (Benefisens)
Kebermanfaatan berati melakukan sesuatu yang baik. Kebermanfaatan
mengacu pada sebuah pengambilan tindakan untuk membantu orang lain. Praktik
ini memberikan dorongan hati kepada perawat untuk melakukan yang terbaik
untuk orang lain.
c. Nonmalafisens
Malafisens mengacu pada bahaya, maka nonmalafisens adalah usaha
untuk menghindari bahaya. Dalam praktik pelayanan kesehatan penting untuk
diingat bahwa dalam praktik etik tidak hanya mencakup keinginan untuk
melakukan sesuatu tetapi melakukannya tanpa bahaya (dengan aman).
d. Keadilan (Justice)
Dalam praktik pelayanan kesehatan, keadilan merupakan salah satu yang
harus diperjuangkan.
e. Kesetiaan (Fidelity)
Kesetiaan merujuk pada persetujuan atau berpegang pada janji. Sebuah
komitmen kesetiaan menerangkan penyerahan keputusan kepada klien.
Kode Etik adalah pernyataan formal tentang cita-cita dan nilai yang daianut oleh
sebuah kelompok. Kode etik merupakan satu rangkaian yang disebarkan kepada anggota
kelompok, merefleksikan penilaian moral, dan diberikan sebagai standar untuk tindakan
profesional. Kode etik keperawatan dibuat dengan tujuan:
a. Menginformasikan kepada masyarakat tentang standar profesional minimum dan
membantu untuk mengerti keperawatan profesional
b. Memberikan isyarat komitmen profesi kepada masyarakat yang dilayani
c. Merencanakan pertimbangan etik mayor profesi
d. Memberikan standar etik perilaku profesional
e. Memandu profesi dalam regulasi
f. Mengingatkan perawat pada tanggungjawab khusus ketika memberi asuhan
2. Prinsip Moral dalam Keperawatan
Prinsip moral merupakan pernyataan-pernyataan tentang konsep-konsep yang
luas, umum, dan filosofis seperti otonomi dan keadilan. Pernyataan-pernyataan tersebut
memberikan dasar untuk aturan-aturan moral yang merupakan peraturankhusus untuk
melakukan tindakan. Prinsip dalam berguna dalam diskusi karena walaupun ada orang
yang tidak menyetujui tentang sebuah tindakan dala situasi tertentu, orang tersebut
mungkin dapat menyetujui prinsip-prinsip yang diterapkan.
Prinsip moral keperawatan menyangkut tentang otonomi, nonmlafisens,
benefisens, keadilan (justice), dan kesetiaan (fidelity) seperti yang adal di dalam
pengertian etika. Hal yang perlu ditambahkan dalam prinsip moral keperawatan adalah
mengenai kebenaran. Kebenaran mengacu pada mengatakan sesuatu dengan benar
(jujur).
Seorang perawat juga harus memiliki akuntabilitas dan responsibilitas
profesional. Menurut kode etik keperawatan akuntabilitas berarti dapat
dipertanggungjawabkan kepada dirinya dan orang lain atas tindakan yang dilakukan.
Sementara, responsibilitas mengacu pada pertanggungjawabanyang diasosiasikan dengan
pemenuhan kewajiban atas peraturan yang terpilih.
Dalam menjalankan tugasnya, seorang perawat hendaknya memahami prinsip dan
teori moral keperawatan. Selain itu, perawat juga harus menerapkan etika dan kode etik
keperawatan sebagai standar dalam melakukan praktik agar setiap tindakan yang
dilakukan dapat dipertanggungjawabkan.
3. Teori Moral, Masalah Moral dalam Keperawatan dan Penyelesaian Moral dalam
Keperawatan
Moralitas atau moral mirip dengan etik. Padahal etik adalah pemberi keputusan
tentang tindakan yang diharapkan benar, tepat dan bermoral. Moral sendiri adalah
perilaku yang diharapkan oleh masyarakat yang merupakan “standar perilaku” dan “nilai-
nilai” yang harus diperhatikan bila sesorang menjadi anggota masyarakat dimana ia
tinggal. Moral biasanya merujuk pada standar personal tentang benar atau salah, karakter
dan tingkah laku. Moral biasanyan digunakan untuk mengenal antara etika dalam agama,
hukum, adat dan praktik profesional (Kozier, 2004). Dalam situasi alami, moral sering
dinyatakan seperti penyesalan, harapan ataupun malu.
Dalam menyelesaikan masalah dalam keperawatan perawat perlu
mengembangkan pemikiran dan alasan-alasan atau rasional yang mendukung pemikiran
tersebut. Pemikiran perawat dalam menyelesaikan masalah akan menimbulkan
perkembangan moral. Moral adalah proses pembelajaran untuk mengatakan perbedaan
antara benar dan salah serta mempelajari yang boleh dan tidak boleh dilakukan.
Perkembangan moral dikemukakan oleh beberapa tokoh. Dua teoritis yang
terkenal yaitu Lawrence Kohlberg dan Carol Gilligon. Gilligon mengemukakan dalam
teorinya tentang perawatan (caring) dan tanggung jawab. Kohlberg disisi lain
mengemukakan teorinya yang didasarkan terutama pada penalaran moral dan
berkembang secara bertahap. Kohlberg menyatakan teorinya melalui fenomena yang
terjadi disekitarnya.Pada saat itu ada sebuah fenomena terjadi. Seorang pasien mengalami
keadaan kritis dan membutuhkan obat, keluarganya meminjam uang pada tetangganya.
Namun setelah terkumpul uangnya tetap tidak cukup. Akhirnya suami pasien memohon
kepada paoteker untuk memberikan obat dengan uang yang ia miliki. Namun tidak
dikabulkan. Akhirnya ia mencuri obat itu dari apoteker. Dari kejadian ini akan timbul
pertanyaan tentang baik atau tidaknya tindakan tersebut sesuai nilai moral. Hal ini
dinamakan dilema moral.
Selain teori perkembangan moral, ada 3 tipe teori moral yang umumnya
digunakan dan dapat dibedakan berdasarkan fokusnya.
a. Teori berdasarkan konsekuensi
Teori ini melihat konsejuensi dari perilaku untuk menentukan
perilaku tersebut benar atau salah.
b. Teori berdasarkan prinsip
Teori ini menekankan pada hak individual, kewajiban dan obligasi.
Nilai moral perilaku tidak ditentukan berdasarkan konsekuensinya, namun
ditentukan berdasarkan penilaian objektif atau prinsip objektif.
c. Teori berdasarkan hubungan
Teori ini menekankan pada keberanian, kemurahan hati, komitmen
dan kebutuhan untuk memelihara dan menjaga hubungan. Teori caring
(Watson , 1997) merupakan salah satu teori ini. Teori ini
menekankan perilaku berdasarkan perspektif dari keperawatan dan
tanggung jawab.
Teori moral hanya membimbing dalam menentukan keputusan moral yang akan
diambil tetapi tidak mempengaruhi hasilnya nanti.
Dilema moral juga merupakan salah satu masalah yang timbul dalam
keperawatan. Perawat ditantang untuk memutuskan mana yang benar dan salah, apa yang
dilakukan jika tidak ada jawaban benar atau salah dan apa yang dilakukan jika semua
jawaban terlihat salah. Dilema moral dapat berdifat personal ataupun profesional. Dilema
sulit dipecahkan jika memerlukan keputusan terhadap dua pilihan atau lebih prinsip
moral.
Kasus dilema moral pada keperawatan sering ditemukan pada pasien dengan
kasus terminal. Perawat terkadang bingung untuk menentukan keputusan ketika
keinginan pasien bertolak belakang dengan peraturan rumah sakit atau institusi kesehatan
lainnya. Sedangkan salah satu hak pasien adalah dihargai pendapatnya dan dipenuhi
keinginannya. Perawat harus memisahkan antara moral dan agama walaupun 2 konsep ini
saling berhubungan. Contohnya tergantung pada beberapa kepercayaan agama, wanita
harus mekewati prosedur pengkhitanan. Namun beberapa agama dan kelompok lain
menyatakan hal ini termasuk penyalahgunaan hak asasi manusia. Dalam memecahkan
situasi yang dapat mengganggu perawatan pasien, perawat dapat menggunakan teori
moral dalam mengembangkan alasan untuk keputusan etnik yang akan diambil nantinya.
Selain itu perawat dapat menyelesaikan masalah melalui penerapan prinsip-
prinsip moral. Prinsip moral dalam keperawatan terbagi atas prinsip otonomi, keadilan,
veracity, videlity dan akuntabilitas. Prinsip ini dapat menjadi dasar dalam memecahkan
permasalahan. Saat perawat menemukan permasalahan moral yang rumit, perawat harus
menjadikan prinsip ini dasar. Hal ini dilakukan agar keputusan yang diambil tidak
melanggar hak pasien dan membantu meningkatkan kesehatan pasien.
Langkah-langkah yang dapat dilakukan perawat dalam menyelesaikan masalah
yakni pengkajian, perencanaan, implementasi dan evaluasi.
a. Pengkajian. Terkumpulnya data dari seluruh pengambil keputusan
b. Perencanaan. Merencanakan dengan tepat dan berhasil. Setiap orang yang
terlibat dalam keputusan harus masuk dalam proses.
c. Implementasi. Keluarga atau pasien menjadi pengambil keputusan beserta
tim kesehatan yang terlibat untuk mencari keputusan yang diterima dan
saling menguntungkan
d. Evaluasi. Terselesainya masalah yang dilihat melalui hasil dari
implementasinya.
Penyelesaian masalah dalam keperawatan khususnya menyangkut kesehatan
pasien adalah hal kompleks. Oleh karena itu perawat sebagai konselor dan pendamping
harus dapat meyakinkan pasien bahwa keputusan akhir merupakan keputusan terbaik.
4. Implikasi Legal Dalam Praktik Keperawatan
a. Batasan Legal dan Profesional Kesehatan
Perawat profesional harus memahami batasan legal yang mempengaruhi
praktik sehari-hai mereka. Hal ini dikaitakn dengan penilaian yang baik dan untuk
membuat keputusan yang menjamin asuhan keperawatan yang aman dn sesuai.
1) Sumber-sumber hukum
Pedoman legal yang diikuti perawat diambil dari undang-undang,
hukum pegaturan dan hukum adat. Contoh dari undang-undang adalah
undang-undang praktik keperawatan yang ditemukan di 50 negara bagian.
Undang-undang ini menjelaskan dan mendefinisikan batasan legal dari
praktik keperawatan di negara bagian masing-masing. Contoh undang-
undang keperawatan mendefinisikan tanggung jawab perawat untuk
administrasi dan pemberian resep medikasi. Selain undang-undang
keperawatan terdapat pula hukun statuta yang masuk kedalam dua
kategori terpisah, yaitu dietapkan sebagai undang-undang sipil atau
kriminal.
Hukum sipil mengenai hubungan antar individu. Hukum ini
melindungi hak orang lain dalam masyarakat dan mendorong perlakuan
yang adil dan wajar dalam masyarakat. Contohnya: tentang kerugian
malpraktik yang dialami oleh klien. Contoh lain dari hukum sipil yaitu
pemfitnahan dan penghujatan. Jika tujuannnya buruk atau jahat pada
pemberi perawatan kesehatan (dokter, perawat dll) maka tindakan ini
masuk dalam hukum kriminal.
Hukuman kriminal lebih keras, hukum ini membatasi membatasi
manusia dengan menempatkan mereka di penjara dimana kebebasab
pribadi dibatasi. Contohnya: penyalahguanaan substansi yang terkontrol
oleh perawat.
Kejahatan adalah pelanggaran melawan masyarakat yang
melanggar hukum kriminal. Ada dua klasifikasi kejahatan yaitu kejahatan
berat dan kejahatan ringan. Kejahatan berat yaitu dari dasar serius dan
dibebani hukuman penjara >1 tahun, sedangkan kejahatan ringan dari
dasar yang kurang serius dan dibebani hukuman penjara <1 tahun.
Hukum pengaturan atau hukum adminstratif sangat mempengaruhi
praktik keperawatan. State Board Of Nursing merupakan pengatur legal
tentang profesi keperawatan. Hukum mengakui bahwa praktik
keperawatan itu rumit dan akan lebih dimengerti oleh orang dilapangan,
oleh karena itu hukum menyerahkan legal keperawatan ini kepada State
Board Of Nursing untuk membangun norma yang mendefinisikan dan
menjelaskan Nurse Practice Act. Hukum administratif ini sering diawasi
oleh badan administrasi khusus. State Board Of Nursing ini bekerja seperti
panel untuk menilai ketika perawat melanggar undang-undang lisensi atau
peraturan yang dibuat oleh dewan pengurus. Hukuman yang diberikan
berupa termasuk tindakan disiplin dan penskorsan atau pencabutan
kembali lisensi profesional perawat. Tindakan administratif ini bisa
mengarah kepada tindakan sipil atau kriminal.
Hukum adat merupakan suatu sumber hukum yang telah
dikembangkan melalui kebiasaan umum tentang perilaku yang diterima di
masyarakat. Peraturan berlaku pada situasi dan bukti disekitar kepada
kejadian disebut preseden. Misalnya, perawat dizinkan oleh pengadilan
untuk mengehentikan sistem pendukung hidup klien tindakan ini bisa
dijadikan preseden perawata pada kasus yang akan datang. Perawat harus
bergantung pada undang-undang di negaranya untuk memberikan
pedoman bagaimana pengadilan akan memandang tindakan perawat.
2) Pemberian Lisensi
Semua perawat yang terdaftar diberikan lisensi oleh Board of
Nursing negara bagian dimana mereka praktik. Undang-undang
keperawatan memerlukan syarat pendidikan minimal dan ujian lisensi.
Semua negara bagian menggunakan National Council Licensure
Examanition ( NCLEX) untuk ujian perawat terdaftar dan perawat
vokasional atau praktik. Lisensi mengizinkan seseorang untuk
memberikan ketrampilan khusus pada publik, tetapi juga memberikan
pedoman legal untuk perlindungan publik. Lisensi dapat ditunda atau
ditarik kembali oleh Board of Nursing jika perilaku perwat melanggar
ketetapan undang-undang lisensi. Karena lisensi dipandang sebagai hak
milik maka prosses hak harus diikuti sebelum lisensi ditunda atau ditarik
kembali. Proses hak meliputi pemberitahuan tepat waktu tentang tuntutan
yang dibawa melawan perawat dan kesempatan bagi perawat untuk
membela melawan tuntutan ini dalam suatu pemeriksaan.
3) Perawat Peserta Didik
Perawat peserta didik harus mempraktikan keperawatan dalam
perilaku rasional dan aman. Perawat peserta didik tidak boleh diberi tuga
dimana mereka tidak disiapkan dan harus diawasi oleh instruktur dengan
prosedur yang baru. Anggota staff pengajar bertanggung jawab untuk
menginstruksikan dan mengonservasi peserta didik. Setiap sekolah
keperawatan harus memberikan definisi yang jelas tentang tanggung
jawab pembimbing dan staff pengajr krena pesert didik tidak ditetapkan
sebagi pegawai, mereka tidak dilindungi oleh hukum kompensasi jika
dirugikan oleh karena itu dianjurkan untuk memiliki ansuransi bagi
peserta didik.
b. Tanggung Gugat Perawat
Tanggung gugat artinya dapat memberikan alasan atas tindakannya.
Seorang perawat bertanggung gugat atas dirinya sendiri, klien, profesi, atasan dan
masyarakat. Untuk dapat melakukan tanggung gugat perawat harus bertindak
menurut kode etik profesional. Tujuan dari tanggung gugat perawat yaitu :
1) Untuk mengevaluasi praktik profesional baru dan mengkaji ulang
yang
telah ada
2) Untuk mempertahankan standar perawatan kesehatan
3) Untuk memudahkan refleksi pribadi, pemikiran etis, dan
pertumbuhan pribadi pada pihak profesional perawatan kesehatan
4) Untuk memberikan dasar pengambilan keputusan etis
Tanggung gugat membutuhkan evaluasi kinerja perawat dalam
memberikan perawatan kesehatan. Tanggung gugat dapat dijamin dan
diukur dengan lebih baik ketika kualitas keperawatan telah ditetapkan.
c. Aspek Legal Dalam Keperawatan
Aspek legal adalah ilmu pengetahuan mengenai hak dan tanggung jawab
legal yang terkait dengan praktik keperawatan dan merupakan hal yang penting
bagi perawat.
Dasar hukum keperawatan :
1) Registrasi dan praktik keperawatan sesuai KEPMENKES no. 1239
tahun 2009
2) UU no 23 tahun 1992 tentang kesehatan
3) Pasal 32 (ayat 4) :’ pelaksanaan pengobatan dan atau perawatan
berdasarkan ilmu kedokteran atau ilmu keperawatan, hanya dapat
dilaksanakan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai
keahlian dan kewenangan untuk it.
Pada KEPMENKES no. 1239 tahun 2001 (pasal 16) dalam melaksanakan
kewenangan perawat berkewajiban untuk :
1) Menghormati hak pasien
Hak pasien terdiri dari :
a) Memberikan persetujuan (consent informed)
Ada 3 hal yang menjadi hak mendasar dalam
menyatakan persetujuan. Rencana tindakan medis yaitu hal
untuk medapatkan pelayanan kesehatan (the right to
health care) hak untuk mendapatkan informasi (the
right to information) dan hak untuk menentukan (
the right to determinitation).
b) Hak untuk memilih mati
c) Hak perlindungan bagi orang yang tidak berdaya
d) Hal pasien dalam penelitian
2) Merujuk kasus yang tidak dapat ditangani
3) Menyimpan rahasia sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku
4) Memberikan informasi
5) Meminta persetujuan tindakan yang akan dilakukan
6) Melakukan catatan perawatan dengan baik
Berdasarkan ketentuan pasal 86 UU no 23 tahun 1992 tentang kesehatan,
barang siapa dengan sengaja :
1) Melakukan upaya kesehatan tanpa izi sebagaimana
dimaksudkan dalam pasal 4 ayat 1
2) Melakukan upaya kesehatan tanpa melakukan adaptasi
sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 ayat 1
3) Melakukan upaya kesehatan tidak sesuai dengan standar profesi
tenaga kesehatan yang bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam
pasal 21 ayat 1
4) Tidak melaksanakan kewajiban sebagaiman dimaksud pasal 22
ayat 1
5) Dipidana denda paling banyak Rp 10.000.000,- ( sepuluh juta
rupiah )
d. Isu Legal dalam Keperawatan
1) Tort
Tort adalah kesalahan perdata yang dilakukan terhadap seorang
atau barang yang dimiki seseorang. Tort diklasifikasikan menjadi
tort non- intensional dan tort intensional. Contoh tort non intensional
adalah kelalaian dan malpraktik. Tort intensional adalah tindakan
disengaja yang melanggar hak orang lain. Contoh tort intensional
diantaranya serangan, kekerasan, pelanggaran privasi, dan pencemaran
nama baik (Perry & Potter, 2005).
a) Tort Intensional
a. Serangan
Serangan adalah ancaman yang disengaja dan membawa
kontak berbahaya atau menyinggung. Tidak ada kontak
yang sebetulnya terjadi. Hokum melindungi klien yang
takut dengan kontak berbahaya tersebut. Ini merupakan
serangan, ketika perawat mengancam untuk memberikan suntikan
atau menahan klien untuk prosedur sinar-X ketika klien
menolak persetujuan (Perry & Potter, 2005).
b. Kekerasan
Kekerasan adalah setip sentuhan disengaja yang dilakukan
tanpa izin. Kontak dapat berbahaya bagi klien dan
menyebabkan cedera atau dapat hanya menyinggung
martabat pribadi klien. Kekerasan selalu berbentuk
penyerangan/ ancaman. Contoh, seorang perawat mengancam
akan memberikan suntikan kepada klien tanpa
persetujuan klien, jika perawat benar-benar
memberikan suntikan, itu dianggap sebagai kekerasan (Perry &
Potter, 2005).
c. Pelanggaran Privasi
Tort pelanggaran privasi melindungi hak klien untuk bebas
dari gangguan yang masuk ke dalam urusan pribadinya
yang tidak diinginkan. Ada empat jenis pelanggaran privasi,
yaitu gangguan terhadap rasa ingin sendiri, peniruan nama,
publikasi fakta pribadi atau fakta yang memalukan, dan
publikasi data palsu seseorang (Perry & Potter, 2005).
d. Pencemaran Nama Baik
Pencemaran nama baik adalah publikasi pernyataan palsu
yang menyebabkan kerusakan reputasi seseorang.
Pernyataan tersebut umumnya dipublikasikan dengan
niat jahat dalam sebuah kasus seorang pejabat atau public
figure. Malice adalah orang/ pihak yang mempublikasikan
informasi yang mereka tahu itu palsu dan mempublikasikan atau
dipublikasikan dengan mengabaikan benar atau salah. Jika
pernyataan disampaikan secara lisan, ia disebut slander.
Apabila pernyataan dibuat dalam bentuk tulisan, ia
disebut libel (Perry & Potter, 2005).
b) Tort Non-intensional
a. Kelalaian
Kelalaian adalah perilaku yang berada di bawah standar
perawatan. Standar perawatan yang ditetapkan oleh hukum
untuk melindungi seseorang dari kemungkinan risiko bahaya
(Black, 1999; Perry & Potter, 2005).
b. Malpraktik
Malpraktik merupakansalah satu jenis kelalaian, disebut
juga sebagai kelalaian “professional”. Malpraktik
keperawatan disebabkan ketika asuhan keperawatan turun di
bawah standar praktik keperawatan. Perawat dikatakan harus
bertanggung jawab terhadap malpraktik apabila; perawat
berhutang kewajiban kepada klien, perawat tidak melakukan
tugasnya, klien terluka, dan kegagalan perawat untuk
melaksanakan perawatan yang menyebabkan cedera
(Perry & Potter, 2005).
2) Persetujuan
Klien harus menandatangani formulir persetujuan ketika dirawat di
fasilitas kesehatan rumah sakit perawatan. Pernyataan terpisah atau bentuk
pengobatan harus ditandatangani oleh perwakilan klien sebelum prosedur
khusus dilakukan (Perry & Potter, 2005).
Informed consent (persetujuan informasi) adalah persetujuan klien
untuk menerima latihan dari pengobatan atau prosedur setelah
informasi yang lengkap diberikan, termasuk keuntungan dan risiko
pengobatan, pengobatan alternatif, dan prognosis jika tidak diobati oleh
tenaga pelayan kesehatan. Terdapat dua jenis persetujuan, express dan
implied. Express consent mungkin berbentuk ucapan langsung atau
kesepakatan tertulis. Umumnya, prosedur lebih invasif dan/ atau lebih
besar potensi risiko bagi klien, lebih membutuhkan izin tertulis.
Implied consent terjadi ketika sikap non-verbal individu menunjukkan
kesepakatan atau persetujuan. Informasi persetujuan juga diterapkan perawat
yang tidak melakukan praktik mandiri dan melakukan perawatan langsung
(Kozier et. all., 2004).
Petunjuk umum atau informasi meliputi:
a) Tujuan pengobatan
b) Apa yang klien harapkan
c) Banyaknya manfaat pengobatan
d) Kemungkinan risiko atau hasil negatif dari pengobatan
e) Keuntungan dan kerugian dari pengobatan alternatif
Sumber: (Kozier et. all., 2004).
Elemen utama dari persetujuan:
a) Persetujuan harus diberikan dengan sukarela
b) Persetujuan harus diberikan oleh klien atau individu dengan
kapasitas dan kompetensi pemahaman.
c) Klien atau individu harus memberikan informasi yang cukup untuk
mengambil keputusan yang tepat.
Sumber: (Kozier et. all., 2004).
3) Aborsi
Hukum aborsi memberikan petunjuk spesifik bagi perawat tentang
apa yang diizinkan secara hukum. Tahun 1973, pada kasus Roe v.
Wade dan Doe v. Bolton, Mahkamah Agung AS memutuskan adanya hak
konstitusi privasi yang memberikan wanita hak untuk mengatur
dirinya apakah ia akan mengaborsi janinnya di tahap awal
kehamilan. Tahun 1989, Mahkamah Agung memutuskan dalam
Webster v. Reproductive Health Services adanya hukum Missouri
yang melarang penggunaan dana umum atau fasilitas untung
melakukan atau mengkaji aborsi (Kozier et. all., 2004).
Banyak undang-undang yang memasukan kata hati, dipuruskan
oleh Mahkamah Agung, dirancang untuk melindungi perawat dan
rumah sakit. Ketentuan ini memberikan rumah sakit hak untuk
mengingkari izin aborsi klien dan memberi personil pelayanan
kesehatan, termasuk perawat, hak untuk tidak berpartisipasi dalam aborsi.
Ketika aturan ini diterapkan, undang-undang juga melindungi biro/ agen
dan pegawai dari diskriminasi dan retailisasi Kozier et. all., 2004).
4) Siswa Keperawatan
Siswa keperawatan bertanggungjawab jika mereka melakukan
kegiatan atau tindakan yang membahayakan klien. Siswa
keperawatan diharapkan untuk bertindak seperti perawat profesional
dalam memberikan keamanan bagi klien. Fakultas umumnya
bertanggung jawab terhadap instruksi dan observasi siswa, tapi dalam
beberapa situasi staf perawat bertindak sebagai pemberi aturan atau
pemberi perintah mungkin membagi tanggung jawab tersebut. Setiap
sekolah keperawatan seharusnya memberikan definisi jelas
mengenai pemberi aturan dan pertanggung jawaban fakultas (Perry
& Potter, 2005).
5) Asuransi Malpraktik
Malpraktik atau pertanggungjawaban professional asuransi adalah
kontrak antara perawat dan perusahaan asuransi. Asuransi
malpraktik memberian perlindungan kepada perawat ketika terlibat
dalam kelalaian profesional atau malpraktik medis. Perawat yang
dipekerjakan oleh institusi pelayanan kesehatan biasanya ditanggung
oleh asuransi institusi dan tidak perlu membeli asuransi tambahan, kecuali perawat berencana
untuk praktik di luar institusi tersebut. Perawat sebaiknya berkonsultasi dengan pengacara
mereka tentang polis asuransi yang harus dibeli dan apa saja hak dan kewajiban mereka yang ada
di dalamnya (Perry & Potter, 2005).
F. Masalah Penelantaran dan Penugasan
1) Kekurangan staf
Selama kekurangan staf perawat atau pengurangan staf, masalah tidak cukupnya pekerja
di syaratkan oleh The JCAHO (2003), bahwa institusi kesehatan harus menentukan batas jumlah
perawat yang dibutuhkan untuk memberikan perawatan yang spesifik dengan jumlah klien (Perry
& Potter, 2005).
2) Pemindahan tugas
3) Instruksi dokter
Dokter bertanggung jawab terhadap seluruh proses pengobatan. Perawat diharuskan
mengikuti seluruh instruksi dokter, kecuali mereka yakin bahwa instruksi tersebut dapat
membahayakan klien. Oleh karena itu, semua instruksi dokter harus dikaji dan jika ditemukan
salah satu instuksi yang dapat membahayakn klien, klarifikasi dari dokter sangat diperlukan
(Perry & Potter, 2005).
Regulasi Keperawatan di Indonesia
Keperawatan sebagai profesi tenaga kesehatan memiliki sejumlah peraturan yang
mengatur praktik keperawatan. Beberapa diantaranya adalah UU No. 44 tahun 2009 tentang
Rumah Sakit pasal 12 ayat (1). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
HK.02.02/MENKES/148/1/2010 yang mengatur tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik
Perawat. Di samping itu, saat ini DPR tengah membahas RUU Keperawatan yang masih belum
disahkan. Tentunya seluruh perawat dan mahasiswa keperawatan di Indonesia tengah menunggu
disahkanna RUU Keperawatan ini.
BAB 3
PEMBAHASAN
Seorang perawat laki-laki lulusan Sekolah Perawat Kesehatan (SPK) bernama M, telah
lama bekerja di sebuah Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) di suatu kabupaten tempat
tinggalnya. Perawat M mempunyai klinik di rumahnya, banyak warga sekitar datang berobat ke
kliniknya. Disamping itu, perawat M juga melakukan kunjungan rumah ( Home care) sampai
pelosok pedalaman, dan daerah terpencil yang tidak pernah terjangkau petugas kesehatan. Oleh
sebab itu, perawat M memberikan pengobatan kepada masyarakat yang membutuhkan
pertolongannya. Bila ada ibu yang ingin melahirkan (partus) perawat M menolongnya, menjahit
luka warga masyarakat yang mendapat luka gigitan binatang saat bekerja di hutan, memberikan
infus, dan memberikan resep atau obat. Penghasilan tiap bulan cukup banyak, walaupun warga
tidak selalu memberikan pembayaran berupa uang, tetapi berupa hasil kebun, hasil hutan,
peliharaan, atau apapun yang warga punya. Perawat M bekerja di kliniknya dibantu oleh asisten
lulusan sekolah menengah umum (SMU) ynag telah dilatihnya, karena tenaga kesehatan di
daerahnya sangat langka.
a. Menurut saudara, apakah persoalan di atas merupakan dilemma etis? jelaskan
argumentasi saudara!
b. Bagaimana pendapat saudara dari kasus di atas, bila dilihat dari segi hukum yang
mengatur tentang praktik keperawatan?Jelaskan jawaban saudara.
c. Menurut saudara, siapakah yang harus bertanggung jawab pada kasus tersebut? Jelaskan
jawaban saudara
Menurut kami persoalan di atas merupakan dilemma etis. Dilemma etis terjadi ketika ada
dua pilihan yang harus ditetapkannya. Perawat sering berhadapan dengan persoalan dilemma
etis, untuk menentukan benar dan salah, dan apa yang harus dilakukannya jika tidak ada
jawaban benar atau salah. Dalam persoalan di atas, tindakan perawat M tidak dikatakan benar
ataupun salah dalam melaksanakan pekerjaannya. Sebagai seorang lulusan SPK perawat M
dianggap tidak berkompeten untuk memberikan asuhan keperawatan, disisi lain langkanya
tenaga kesehatan yang profesional di daerah terpencil, membuat perawat M tergerak untuk
memberikan pelayanan kesehatan. Selain itu, dengan adanya status telah lamanya perawat M
bekerja, membuat warga di daerah terpencil tersebut percaya akan keterampilan dan
kemampuan yang dimiliki perawat M, sehingga banyak warga yang banyak datang untuk
berobat. Oleh Karen itu, pada kondisi seperti ini, diperbolehkan perawat M memberikan
pelayanan kesehatan berupa pemberian obat, maupun lainnya berdasarkan Peratuan Menteri
Kesehatan (PERMENKES) No.148 2010 tentang Praktik Keperawatan pada pasal 10 yaitu dalam
keadaan darurat, untuk perawat dapat melakukan pelayanan kesehatan diluar kewenangan
sebagaimana yang dimaksud di pasal 8.
Dilihat dari segi hukum, pendapat kami mengenai kasus tersebut yaitu perawat M
sebenarnya telah melanggar Undang-undang kesehatan. Seperti pada Undang-undang No. 36
tahun 2009, pasal 1 ayat 6 “ Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam
bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di
bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya
kesehatan”. Pada kasus di atas, perawat M memang memiliki pengetahuan di bidang kesehatan,
akan tetapi belum memiliki Surat Izin Praktik Perawat (SIPP). Surat Izin Praktik Perawat (SIPP)
merupakan bukti tertulis yang diberikan kepada perawat untuk melaksanakan praktik
keperawatan secara perorangan maupun kelompok (PERMENKES No.148 Tahun 2010).
Pada kasus ini, yang bertanggung jawab adalah pemerintah, sesuai dengan Undang-undang
No.36 Tahun 2009, BAB IV mengenai tanggung jawab pemerintah, pasal 15 “Pemerintah
bertanggung jawab atas ketersediaan lingkungan, tatanan, fasilitas kesehatan baik fisik maupun
sosial bagi masyarakat untuk mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya”. Selanjutnya,
pasal 16 “Pemerintah bertanggung jawab atas ketersediaan sumber daya di bidang kesehatan
yang adil dan merata bagi seluruh masyarakat untuk memperoleh derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya”. Pada pasal 17 “Pemerintah bertanggung jawab atas ketersediaan akses
terhadap informasi, edukasi, dan fasilitas pelayanan kesehatan untuk meningkatkan dan
memelihara derajat kesehatan yang setinggi-tingginya”.
Pada kasus di atas jika dikaitkan dengan keperawatan sebagai profesi, Menurut UU No.36
Tahun 2009 pasal 22 ayat 1 tenaga kesehatan harus memiliki kualifikasi minimum. Selain itu,
pada pasal 23 ayat 3 juga disebutkan bahwa dalam melakukan pelayanan kesehatan, tenaga
kesehatan wajib memiliki izin praktik dari pemerintah. Oleh karena itu, perawat M telah
melanggar peraturan yang tercantum pada UU No.36 Tahun 2009. Selanjutnya, dalam
etika pelayanan kesehatan, seorang perawat yang memberikan pelayanan kesehatan hanya
mempertimbangkan keinginannya untuk membantu klien, namun juga harus memperhatikan
risiko atau bahaya yang mungkin timbul dari tindakan yang dilakukannya.
Pada prinsip moral, seorang perawat harus memiliki akuntabilitas yang berarti perawat
harus mempertanggungjawabkan setiap tindakan yang dilakukan pada dirinya dan orang lain.
Secara legal, perawat M tidak diperbolehkan memberikan pengobatan, tetapi jika dilihat dari
prinsip moral apa yang dilakukan oleh perawat M diperbolehkan karena tidak ada tenaga
kesehatan yang professional yang berkompeten melebihi dirinya. Semua perawat harus
bertanggung gugat atas tindakan yanvg telah dilakukannya, termasuk juga perawat M. Pada
umumnya ada tiga teori moral, yaitu teori berdasarkan konsekuensi, teori berdasarkan prinsip,
dan teori berdasarkan hubungan (Kozier et all, 2004). Pada kasus di atas termasuk ke dalam
konsep teori berdasarkan konsekuensi. Teori ini melihat konsekuensi dari perilaku untuk
menentukan perilaku tersebut benar atau salah.
Menurut Peratuan Menteri Kesehatan (PERMENKES) No.148 2010 tentang Praktik
Keperawatan, Bab I Pasal 1 yaitu perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan perawat
di dalam maupun di luar negeri berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Adanya Surat Izin Praktik Perawat (SIPP) merupakan bukti tertulis yang diberikan kepada
perawat untuk melaksanakan praktik keperawatan secara perorangan maupun kelompok. Pada
Bab III, pasal 8 mengenai penyelenggaraan praktik juga disebutkan bahwa asuhan keperawatan
mencakup pelaksanaan asuhan keperawatan, pelaksanaan upaya promotif, preventif, pemulihan,
dan pemberdayaan masyarakat, serta pelaksanaan tindakan kekeperawatan komplementer.
Namun pada kasus di atas, perawat M belum memiliki secara legal pemberian pelayanan asuhan
keperawatan kepada masyarakat di desa tersebut, karena pendidikan yang paling minimal yaitu
pendidikan Diploma III(D III) Keperawatan.
Pada kenyataannya, kasus ini terlihat dengan keadaan lingkungan masyarakat yang kurang
memungkinkan, karena tidak adanya tenaga kesehatan yang melebihi perawat M. Oleh karena
itu, kasus ini bisa ditolerir seperti yang tercantum pada Peratuan Menteri Kesehatan
(PERMENKES) No.148 2010 tentang Praktik Keperawatan pada pasal 10 yaitu dalam keadaan
darurat, untuk perawat dapat melakukan pelayanan kesehatan diluar kewenangan sebagaimana
yang dimaksud di pasal 8.
Dilihat dari segi aspek legal keperawatan, ada persyaratan registrasi, sebagaimana yang
tercantum pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
161/MENKES/PER/I/2010 tentang registrasi tenaga kesehatan. Pada Bab 1 dijelaskan bahwa
Surat Tanda Registrasi (STR) adalah bukti tertulis yang diberikan oleh pemerintah kepada tenaga
kesehatan yang diregistrasi setelah memiliki sertifikat kompetensi. Jika hal ini dikaitkan dengan
kasus perawat M, maka kami dapat menyimpulkan perawat M seharusnya belum mendirikan
sebuah klinik, karena belum memiliki sertifikat kompetensi.
Berdasarkan ketentuan pasal 86 UU no 23 tahun 1992 tentang kesehatan, barang siapa
dengan sengaja :
6) Melakukan upaya kesehatan tanpa izi sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 4 ayat
1
5) Dipidana denda paling banyak Rp 10.000.000,- ( sepuluh juta rupiah ).
Secara keseluruhan, kasus yang terjadi pada perawat M dapat diselesaikan dengan
disahkannya RUU Keperawatan yang mengatur segala praktik keperawatan. Hal ini
untuk meminimalisasi kasus-kasus yang terjadi di daerah terpencil, terlebih dengan tidak
adanya tenaga kesehatan di sana.
DAFTAR PUSTAKA
Berger, J. Karen and Williams. (1999). Fundamental of Nursing; Collaborating for Optimal Health, Second Edition. Apleton and Large. Prenticehall. USA
Kozier, B., Erb, G., Berwan, A.J., & Burke, K. (2004). Fundamentals of Nursing: Concept,
Process, and practice. 6th Ed. New Jersey: Prentice Hall Health.
Marquis, B.L. & Huston, C.J. (2006). Leadership Roles and Management Functions in Nursing: Nursing and application. 5th Ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Witkins.
Potter, P.A & Perry, A.G. (2005). Fundamental of Nursing : Concepts, Process, and Practice, Fouth Edition. Louis : Mosby
Potter, P.A & Perry, A.G. (2009). Fundamental Keperawatan. Edisi 4 buku 1, penerbit Salemba
Medika