makalah al-qur'an dan hadist

Upload: sukryadhi-syamri

Post on 03-Apr-2018

277 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/28/2019 Makalah Al-Qur'an Dan Hadist

    1/33

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan hidayah-Nyalah penulis

    dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Shalawat beriring salam selalu kita

    panjatkan kepada Rasullullah SAW, karena kegigihan beliau dan ridho-Nyalah kita

    dapat merasakan kenikmatan dunia seperti sekarang ini.

    Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas yang

    diberikan oleh dosen, makalah ini juga bertujuan untuk menambah pengetahuan dan

    wawasan bagi pembaca sekalian.

    Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan

    sumbangsihnya dalam penulisan makalah ini.

    Penulis menyadari bahwasanya makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh

    karena itu kritik dan saran penulis harapkan dari pembaca sekalian demi terciptanya

    kesempurnaan dalam penyusunan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi yang

    memerlukan. Terima kasih.

    Makassar, 5 Desember 2011

    Penulis

    DAFTAR ISI

    1

  • 7/28/2019 Makalah Al-Qur'an Dan Hadist

    2/33

    KATA PENGANTAR........................................................................................... 1

    DAFTAR ISI ...........................................................................................................2

    BAB I PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 4

    1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................... 6

    1.3 Tujuan ........................................................................................................ 6

    BAB II PEMBAHASAN

    2.1 AL-QURAN............................................................................................. 7

    2.1.1 Pengertian Al-quran.......................................................................... 7

    2.1.2 Struktur dan pembagian Al-Qur'an ................................................... 8

    2.1.3 Sejarah Al-Qur'an hingga berbentuk mushaf ................................... 9

    2.1.4 Pengumpulan Al-Qur'an di masa Rasullulah SAW .......................... 9

    2.1.5 Pengumpulan Al-Qur'an di masa Khulafaur Rasyidin .....................10

    2.1.6 Adab Terhadap Al-Qur'an ................................................................13

    2.1.7 Hubungan dengan kitab-kitab lain ...................................................13

    2.1.8 Kesusastraan Al-Quran ...................................................................14

    2.2 HADITS ....................................................................................................18

    2.2.1 Pengertian Hadits .............................................................................18

    2.2.2 Struktur Hadits .................................................................................19

    2.2.3 Klasifikasi Hadits .............................................................................21

    2.2.4 Perbedaan Hadits dengan as-Sunnah, al-Khabar, dan al-Atsar ...... 24

    2.2.5 Cara Penyampaian Hadits pada Masa Nabi .................................... 25

    2

  • 7/28/2019 Makalah Al-Qur'an Dan Hadist

    3/33

    2.3 HADITS QUDSI ...................................................................................... 27

    BAB III PENUTUP

    3.1 Kesimpulan .............................................................................................. 30

    3.2 Saran ........................................................................................................ 30

    Catatan Kaki ......................................................................................................... 31

    Daftar Pustaka ...................................................................................................... 33

    BAB I

    PENDAHULUAN

    3

  • 7/28/2019 Makalah Al-Qur'an Dan Hadist

    4/33

    1.1 Latar Belakang

    Al-Hadits didefinisikan oleh umumnya ulama identik dengan definisi As-Sunnah.

    Yaitu sebagai Segala sesuatu yang dinisbahkan kepada nabi Muhammad saw, baik ucapan,

    perbuatan dan taqrir (ketetapan), maupun sifat fisik dan psikis, baik sebelum beliau menjadi

    nabi maupun sesudahnya. Ulama ushul fiqh, membatasi pengertian hadis hanya pada

    ucapan-ucapan Nabi Muhammad saw yang berkaitan dengan hukum. Sedangkan bila

    mencakup pula padanya perbuatan dan taqrir (bukan hanya ucapan) beliau yang berkaitan

    dengan hukum, maka ketiga hal ini dinamai As-Sunnah.

    Pengertian hadis seperti yang dikemukakan oleh ulama ushul tersebut, dapat dikatakan

    sebagai bagian dari wahyu Allah SWT yang tidak berbeda dari segi kewajiban menaatinya

    dengan ketetapan-ketetapan hukum yang bersumber dari wahyu Al-Quran.

    Sementara itu, ulama ahli tafsir mengamati bahwa perintah taat kepada Allah SWT

    dan Rasul-Nya yang ditemukan dalam Al-Quran dikemukakan dengan dua redaksi berbeda.

    Pertama adalah Athiu Allah war rasul, dan kedua adalah Athiu Allah wa athiur rasul.

    Perintah pertama mencakup kewajiban taat kepada beliau dalam hal-hal yang sejalan

    dengan perintah Allah SWT. Karenanya redaksi tersebut mencukupkan sekali saja

    penggunaan kata athiu. Perintah kedua mencakup kewajiban taat kepada beliau walaupun

    dalam hal-hal yang tidak disebut secara eksplisit oleh Allah SWT dalam Al-Quran. Itu

    sebabnya dalam redaksi kedua di atas, kata athiu diulang dua kali. Dan atas dasar ini pulaperintah taat kepada Ulil Amri tidak dibarengi dengan kata athiu karena ketaatan terhadap

    mereka tidak berdiri sendiri, tetapi bersyarat dengan sejalannya perintah mereka dengan

    ajaran-ajaran Allah dan Rasul-Nya. (Perhatikan Firman Allah dalam QS 4:59).

    Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (nya), dan ulil amri di

    antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah

    ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada

    Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya

    Menerima ketetapan Rasul saw. dengan penuh kesadaran dan kerelaan tanpa sedikit

    pun rasa enggan dan pembangkangan, baik pada saat ditetapkannya hukum maupun setelah

    itu, merupakan syarat keabsahan iman seseorang, demikian Allah bersumpah dalam Al-Quran

    Surah Al-Nisa ayat 65.

    4

  • 7/28/2019 Makalah Al-Qur'an Dan Hadist

    5/33

    65. Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka

    menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, Kemudian mereka

    tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan

    mereka menerima dengan sepenuhnya.

    Tetapi, di sisi lain, harus diakui bahwa terdapat perbedaan yang menonjol antara Hadis

    dan Al-Quran dari segi redaksi dan cara penyampaian atau penerimaannya. Dari segi redaksi,

    diyakini bahwa wahyu Al-Quran disusun langsung oleh Allah SWT. Malaikat Jibril as hanya

    sekadar menyampaikan kepada Nabi Muhammad saw. Dan beliau pun langsung

    menyampaikannya kepada umat, demikian dan seterusnya generasi demi generasi. Redaksi

    wahyu-wahyu Al-Quran itu dapat dipastikan tidak mengalami perubahan, karena sejak

    diterimanya oleh Nabi Saw, ia ditulis dan dihafal oleh sekian banyak sahabat dan kemudian

    disampaikan secara tawatur oleh sejumlah orang yang menurut adat mustahil akan sepakat

    berbohong. Atas dasar ini, wahyu-wahyu Al-Quran menjadi qathil wurud.

    Ini, berbeda dengan hadis, yang pada umumnya disampaikan oleh orang per orang dan

    itu pun seringkali dengan redaksi yang sedikit berbeda dengan redaksi yang diucapkan oleh

    Nabi saw. Di samping itu, diakui pula oleh ulama hadis bahwa walaupun pada masa sahabat

    sudah ada yang menulis teks-teks hadis, namun pada umumnya penyampaian atau penerimaan

    kebanyakan hadis-hadis yang ada sekarang hanya berdasarkan hafalan para sahabat dan

    tabiin. Ini menjadikan kedudukan hadis dari segi otensititasnya adalah zhannil wurud.

    Walaupun demikian, itu tidak berarti terdapat keraguan terhadap keabsahan hadis

    karena sekian banyak faktor baik pada diri Nabi Saw maupun sahabat beliau. Disamping

    kondisi sosial masyarakat ketika itu, yang topang-menopang sehingga mengantarkan generasi

    berikut untuk merasa tenang dan yakin akan terpeliharanya hadis-hadis Nabi saw.

    1.2 Rumusan Masalah

    Adapun rumusan masalah yang akan penulis bahas dalam penulisan makalah ini

    adalah :

    1. Apa yang dimaksud dengan Al-Quran ?

    5

  • 7/28/2019 Makalah Al-Qur'an Dan Hadist

    6/33

    2. Bagaimana hubungan antara Al-Quran dan sebuah kesusastraan ?

    3. Apa yang dimaksud dengan hadits dan hadits qudsi ?

    4. Apa yang menjadi perbedaan antara Al-Quran dan Hadits Qudsi ?

    1.3 Tujuan

    Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah :

    1. Sebagai sebuah pengetahuan baru bagi pembaca dalam memahami makna Al-Quran,

    Hadits Qudsi dan Hadits.

    2. Sebagai media inspirasi maupun referensi bagi pembaca dalam mensosialisasikan

    makna dari Al-Quran, Hadits Qudsi dan Hadits tersebut dalam masyarakat luas.

    BAB II

    PEMBAHASAN

    2.1 AL-QURAN

    6

  • 7/28/2019 Makalah Al-Qur'an Dan Hadist

    7/33

    2.1.1 Pengertian Al-quran

    Al-Quran berasal dari bahasa Arab yang berarti "bacaan" atau "sesuatu yang dibaca

    berulang-ulang". Kata Al-Quran adalah bentuk kata benda (masdar) dari kata kerja qara'a

    yang artinya membaca. Konsep pemakaian kata ini dapat juga dijumpai pada salah satu surat

    Al-Qur'an sendiri yakni pada ayat 17 dan 18 Surah Al-Qiyamah yang artinya:

    Sesungguhnya mengumpulkan Al-Quran (di dalam dadamu) dan (menetapkan) bacaannya

    (pada lidahmu) itu adalah tanggungan Kami. (Karena itu,) jika Kami telah membacakannya,

    hendaklah kamu ikuti {amalkan} bacaannya.(75:17-75:18)

    Al-Qur'an adalah firman Allah yang tiada tandingannya, diturunkan kepada Nabi

    Muhammad SAW penutup paraNabi dan Rasul, dengan perantaraan Malaikat Jibril a.s. dan

    ditulis pada mushaf-mushaf yang kemudian disampaikan kepada kita secara mutawatir, serta

    membaca dan mempelajarinya merupakan ibadah, yang dimulai dengan surat Al-Fatihah dan

    ditutup dengan surat An-Nas".

    Nama-nama Lain Al-quran

    Dalam Al-Qur'an sendiri terdapat beberapa ayat yang menyertakan nama lain yang

    digunakan untuk merujuk kepada Al-Qur'an itu sendiri. Berikut adalah nama-nama tersebut

    dan ayat yang mencantumkannya:

    Al-Kitab, QS(2:2),QS (44:2)

    Al-Furqan (pembeda benar salah):

    QS(25:1)

    Adz-Dzikr (pemberi peringatan):

    QS(15:9)

    Al-Mau'idhah (pelajaran/nasehat):QS(10:57)

    Al-Hukm (peraturan/hukum):

    QS(13:37)

    Al-Hikmah (kebijaksanaan):

    QS(17:39)

    Ar-Rahmat (karunia): QS(27:77)

    Ar-Ruh (ruh): QS(42:52)

    Al-Bayan (penerang): QS(3:138)

    Al-Kalam (ucapan/firman): QS(9:6)

    Al-Busyra (kabar gembira): QS(16:102)

    An-Nur (cahaya): QS(4:174) Al-Basha'ir (pedoman): QS(45:20)

    Al-Balagh (penyampaian/kabar)

    QS(14:52)

    Al-Qaul (perkataan/ucapan) QS(28:51)

    7

    http://id.wikipedia.org/wiki/Surah_Al-Qiyamahhttp://www.usc.edu/dept/MSA/quran/075.qmt.html#075.017http://www.usc.edu/dept/MSA/quran/075.qmt.html#075.018http://id.wikipedia.org/wiki/Nabihttp://id.wikipedia.org/wiki/Rasulhttp://id.wikipedia.org/wiki/Malaikat_Jibrilhttp://id.wikipedia.org/wiki/Mutawatirhttp://id.wikipedia.org/wiki/Ibadahhttp://id.wikipedia.org/wiki/Al-Fatihahhttp://id.wikipedia.org/wiki/An-Nashttp://id.wikipedia.org/wiki/Surah_Al-Qiyamahhttp://www.usc.edu/dept/MSA/quran/075.qmt.html#075.017http://www.usc.edu/dept/MSA/quran/075.qmt.html#075.018http://id.wikipedia.org/wiki/Nabihttp://id.wikipedia.org/wiki/Rasulhttp://id.wikipedia.org/wiki/Malaikat_Jibrilhttp://id.wikipedia.org/wiki/Mutawatirhttp://id.wikipedia.org/wiki/Ibadahhttp://id.wikipedia.org/wiki/Al-Fatihahhttp://id.wikipedia.org/wiki/An-Nas
  • 7/28/2019 Makalah Al-Qur'an Dan Hadist

    8/33

  • 7/28/2019 Makalah Al-Qur'an Dan Hadist

    9/33

    As Sabuththiwaal (tujuh surat yang panjang). Yaitu Surat Al-Baqarah, Ali Imran,An-

    Nisaa, Al-Araaf, Al-Anaam, Al Maa-idah dan Yunus

    Al Miuun (seratus ayat lebih), seperti Hud, Yusuf, Mu'min dan sebagainya

    Al Matsaani (kurang sedikit dari seratus ayat), seperti Al-Anfaal, Al-Hijr dan

    sebagainya

    Al Mufashshal (surat-surat pendek), seperti Adh-Dhuha,Al-Ikhlas, Al-Falaq, An-Nas

    dan sebagainya

    2.1.3 Sejarah Al-Qur'an hingga berbentuk mushaf

    Penurunan Al-Qur'an

    Al-Qur'an tidak turun sekaligus. Al-Qur'an turun secara berangsur-angsur selama 22

    tahun 2 bulan 22 hari. Oleh para ulama membagi masa turun ini dibagi menjadi 2 periode,

    yaitu periode Mekkah dan periode Madinah. Periode Mekkah berlangsung selama 12 tahun

    masa kenabian Rasulullah SAW dan surat-surat yang turun pada waktu ini tergolong surat

    Makkiyyah. Sedangkan periode Madinah yang dimulai sejak peristiwa hijrah berlangsung

    selama 10 tahun dan surat yang turun pada kurun waktu ini disebut surat Madaniyah.

    Penulisan Al-Qur'an dan perkembangannya

    Penulisan (pencatatan dalam bentuk teks) Al-Qur'an sudah dimulai sejak zaman Nabi

    Muhammad SAW. Kemudian transformasinya menjadi teks yang dijumpai saat ini selesai

    dilakukan pada zaman khalifahUtsman bin Affan.

    2.1.4 Pengumpulan Al-Qur'an di masa Rasullulah SAW

    Pada masa ketika Nabi Muhammad SAW masih hidup, terdapat beberapa orang yang

    ditunjuk untuk menuliskan Al Qur'an yakni Zaid bin Tsabit, Ali bin Abi Talib, Muawiyah bin

    Abu Sufyan dan Ubay bin Kaab. Sahabat yang lain juga kerap menuliskan wahyu tersebut

    walau tidak diperintahkan. Media penulisan yang digunakan saat itu berupa pelepah kurma,

    lempengan batu, daun lontar, kulit atau daun kayu, pelana, potongan tulang belulang binatang.

    9

    http://id.wikipedia.org/wiki/Al-Baqarahhttp://id.wikipedia.org/wiki/Ali_Imranhttp://id.wikipedia.org/wiki/An-Nisaa%E2%80%99http://id.wikipedia.org/wiki/An-Nisaa%E2%80%99http://id.wikipedia.org/wiki/Al-A%E2%80%99raafhttp://id.wikipedia.org/wiki/Al-An%E2%80%99aamhttp://id.wikipedia.org/wiki/Al_Maa-idahhttp://id.wikipedia.org/wiki/Surat_Yunushttp://id.wikipedia.org/wiki/Surat_Hudhttp://id.wikipedia.org/wiki/Surat_Yusufhttp://id.wikipedia.org/wiki/Surat_Mu%E2%80%99minhttp://id.wikipedia.org/wiki/Surat_Al_Anfaalhttp://id.wikipedia.org/wiki/Surat_Al_Hijrhttp://id.wikipedia.org/wiki/Adh_Dhuhahttp://id.wikipedia.org/wiki/Al-Ikhlashttp://id.wikipedia.org/wiki/Al-Falaqhttp://id.wikipedia.org/wiki/An-Nashttp://id.wikipedia.org/wiki/Muhammadhttp://id.wikipedia.org/wiki/Makkiyyahhttp://id.wikipedia.org/wiki/Hijrahhttp://id.wikipedia.org/wiki/Madaniyahhttp://id.wikipedia.org/wiki/Khalifahhttp://id.wikipedia.org/wiki/Utsman_bin_Affanhttp://id.wikipedia.org/wiki/Zaid_bin_Tsabithttp://id.wikipedia.org/wiki/Ali_bin_Abi_Talibhttp://id.wikipedia.org/wiki/Muawiyah_bin_Abu_Sufyanhttp://id.wikipedia.org/wiki/Muawiyah_bin_Abu_Sufyanhttp://id.wikipedia.org/wiki/Ubay_bin_Kaabhttp://id.wikipedia.org/wiki/Al-Baqarahhttp://id.wikipedia.org/wiki/Ali_Imranhttp://id.wikipedia.org/wiki/An-Nisaa%E2%80%99http://id.wikipedia.org/wiki/An-Nisaa%E2%80%99http://id.wikipedia.org/wiki/Al-A%E2%80%99raafhttp://id.wikipedia.org/wiki/Al-An%E2%80%99aamhttp://id.wikipedia.org/wiki/Al_Maa-idahhttp://id.wikipedia.org/wiki/Surat_Yunushttp://id.wikipedia.org/wiki/Surat_Hudhttp://id.wikipedia.org/wiki/Surat_Yusufhttp://id.wikipedia.org/wiki/Surat_Mu%E2%80%99minhttp://id.wikipedia.org/wiki/Surat_Al_Anfaalhttp://id.wikipedia.org/wiki/Surat_Al_Hijrhttp://id.wikipedia.org/wiki/Adh_Dhuhahttp://id.wikipedia.org/wiki/Al-Ikhlashttp://id.wikipedia.org/wiki/Al-Falaqhttp://id.wikipedia.org/wiki/An-Nashttp://id.wikipedia.org/wiki/Muhammadhttp://id.wikipedia.org/wiki/Makkiyyahhttp://id.wikipedia.org/wiki/Hijrahhttp://id.wikipedia.org/wiki/Madaniyahhttp://id.wikipedia.org/wiki/Khalifahhttp://id.wikipedia.org/wiki/Utsman_bin_Affanhttp://id.wikipedia.org/wiki/Zaid_bin_Tsabithttp://id.wikipedia.org/wiki/Ali_bin_Abi_Talibhttp://id.wikipedia.org/wiki/Muawiyah_bin_Abu_Sufyanhttp://id.wikipedia.org/wiki/Muawiyah_bin_Abu_Sufyanhttp://id.wikipedia.org/wiki/Ubay_bin_Kaab
  • 7/28/2019 Makalah Al-Qur'an Dan Hadist

    10/33

    Di samping itu banyak juga sahabat-sahabat langsung menghafalkan ayat-ayat Al-Qur'an

    setelah wahyu diturunkan.

    2.1.5 Pengumpulan Al-Qur'an di masa Khulafaur Rasyidin

    Pada masa pemerintahan Abu Bakar

    Pada masa kekhalifahan Abu Bakar, terjadi beberapa pertempuran (dalam perang yang

    dikenal dengan nama perang Ridda) yang mengakibatkan tewasnya beberapa penghafal Al-

    Qur'an dalam jumlah yang signifikan. Umar bin Khattab yang saat itu merasa sangat khawatir

    akan keadaan tersebut lantas meminta kepada Abu Bakar untuk mengumpulkan seluruh

    tulisan Al-Qur'an yang saat itu tersebar di antara para sahabat. Abu Bakar lantas

    memerintahkan Zaid bin Tsabit sebagai koordinator pelaksaan tugas tersebut. Setelah

    pekerjaan tersebut selesai dan Al-Qur'an tersusun secara rapi dalam satu mushaf, hasilnya

    diserahkan kepada Abu Bakar. Abu Bakar menyimpan mushaf tersebut hingga wafatnya

    kemudian mushaf tersebut berpindah kepada Umar sebagai khalifah penerusnya, selanjutnya

    mushaf dipegang oleh anaknya yakni Hafsah yang juga istri Nabi Muhammad SAW.

    Pada masa pemerintahan Utsman bin Affan

    Pada masa pemerintahan khalifah ke-3 yakni Utsman bin Affan, terdapat keragaman dalam

    cara pembacaan Al-Qur'an (qira'at) yang disebabkan oleh adanya perbedaan dialek (lahjah)

    antar suku yang berasal dari daerah berbeda-beda. Hal ini menimbulkan kekhawatiran Utsman

    sehingga ia mengambil kebijakan untuk membuat sebuah mushaf standar (menyalin mushaf

    yang dipegang Hafsah) yang ditulis dengan sebuah jenis penulisan yang baku. Standar

    tersebut, yang kemudian dikenal dengan istilah cara penulisan (rasam) Utsmani yang

    digunakan hingga saat ini. Bersamaan dengan standarisasi ini, seluruh mushaf yang berbeda

    dengan standar yang dihasilkan diperintahkan untuk dimusnahkan (dibakar). Dengan proses

    ini Utsman berhasil mencegah bahaya laten terjadinya perselisihan di antara umat Islam di

    masa depan dalam penulisan dan pembacaan Al-Qur'an.

    Mengutip hadist riwayat Ibnu Abi Dawud dalamAl-Mashahif, dengan sanad yang shahih:

    10

    http://id.wikipedia.org/wiki/Abu_Bakarhttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Perang_Ridda&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/wiki/Umar_bin_Khattabhttp://id.wikipedia.org/wiki/Sahabat_Nabihttp://id.wikipedia.org/wiki/Zaid_bin_Tsabithttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Mushaf&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/wiki/Utsman_bin_Affanhttp://id.wikipedia.org/wiki/Dialekhttp://id.wikipedia.org/wiki/Abu_Dawudhttp://id.wikipedia.org/wiki/Abu_Bakarhttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Perang_Ridda&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/wiki/Umar_bin_Khattabhttp://id.wikipedia.org/wiki/Sahabat_Nabihttp://id.wikipedia.org/wiki/Zaid_bin_Tsabithttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Mushaf&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/wiki/Utsman_bin_Affanhttp://id.wikipedia.org/wiki/Dialekhttp://id.wikipedia.org/wiki/Abu_Dawud
  • 7/28/2019 Makalah Al-Qur'an Dan Hadist

    11/33

    Suwaid bin Ghaflah berkata, "Ali mengatakan: Katakanlah segala yang baik tentang

    Utsman. Demi Allah, apa yang telah dilakukannya mengenai mushaf-mushaf Al

    Qur'an sudah atas persetujuan kami. Utsman berkata, 'Bagaimana pendapatmu

    tentang isu qira'at ini? Saya mendapat berita bahwa sebagian mereka mengatakan

    bahwa qira'atnya lebih baik dari qira'at orang lain. Ini hampir menjadi suatu

    kekufuran'. Kami berkata, 'Bagaimana pendapatmu?' Ia menjawab, 'Aku berpendapat

    agar umat bersatu pada satu mushaf, sehingga tidak terjadi lagi perpecahan dan

    perselisihan.' Kami berkata, 'Pendapatmu sangat baik'."

    Menurut Syaikh Manna' Al-Qaththan dalam Mahabits fi 'Ulum Al Qur'an, keterangan ini

    menunjukkan bahwa apa yang dilakukan Utsman telah disepakati oleh para sahabat.

    Demikianlah selanjutnya Utsman mengirim utusan kepada Hafsah untuk meminjam mushafAbu Bakar yang ada padanya. Lalu Utsman memanggil Zaid bin Tsabit Al-Anshari dan tiga

    orang Quraish, yaitu Abdullah bin Az-Zubair, Said bin Al-Ash dan Abdurrahman bin Al-

    Harits bin Hisyam. Ia memerintahkan mereka agar menyalin dan memperbanyak mushaf, dan

    jika ada perbedaan antara Zaid dengan ketiga orang Quraish tersebut, hendaklah ditulis dalam

    bahasa Quraish karena Al Qur'an turun dalam dialek bahasa mereka. Setelah mengembalikan

    lembaran-lembaran asli kepada Hafsah, ia mengirimkan tujuh buah mushaf, yaitu ke Mekkah,

    Syam, Yaman, Bahrain, Bashrah, Kufah, dan sebuah ditahan di Madinah (mushaf al-Imam).

    Upaya penerjemahan dan penafsiran Al Qur'an

    Upaya-upaya untuk mengetahui isi dan maksud Al Qur'an telah menghasilkan proses

    penerjemahan (literal) dan penafsiran (lebih dalam, mengupas makna) dalam berbagai bahasa.

    Namun demikian hasil usaha tersebut dianggap sebatas usaha manusia dan bukan usaha untuk

    menduplikasi atau menggantikan teks yang asli dalam bahasa Arab. Kedudukan terjemahan

    dan tafsir yang dihasilkan tidak sama dengan Al-Qur'an itu sendiri.

    Terjemahan

    11

  • 7/28/2019 Makalah Al-Qur'an Dan Hadist

    12/33

    Terjemahan Al-Qur'an adalah hasil usaha penerjemahan secara literal teks Al-Qur'an

    yang tidak dibarengi dengan usaha interpretasi lebih jauh. Terjemahan secara literal tidak

    boleh dianggap sebagai arti sesungguhnya dari Al-Qur'an. Sebab Al-Qur'an menggunakan

    suatu lafazh dengan berbagai gaya dan untuk suatu maksud yang bervariasi; terkadang untuk

    arti hakiki, terkadang pula untuk arti majazi (kiasan) atau arti dan maksud lainnya.

    Terjemahan dalam bahasa Indonesia di antaranya

    dilaksanakan oleh:

    1. Al-Qur'an dan Terjemahannya, oleh

    Departemen Agama Republik Indonesia,

    ada dua edisi revisi, yaitu tahun 1989 dan

    2002

    2. Terjemah Al-Qur'an, oleh Prof. Mahmud

    Yunus

    3. An-Nur, oleh Prof. T.M. Hasbi Ash-

    Siddieqy

    4. Al-Furqan, oleh A.Hassan guru PERSIS

    Terjemahan dalam bahasa Inggris

    1. The Holy Qur'an: Text, Translation and

    Commentary, oleh Abdullah Yusuf Ali

    2. The Meaning of the Holy Qur'an, oleh

    Marmaduke Pickthall

    Terjemahan dalam bahasa daerah Indonesia

    di antaranya dilaksanakan oleh:

    1. Qur'an Kejawen (bahasa Jawa),

    oleh Kemajuan Islam Jogyakarta

    2. Qur'an Suadawiah (bahasa Sunda)

    3. Qur'an bahasa Sunda oleh K.H.

    Qomaruddien

    4. Al-Ibriz (bahasa Jawa), oleh K.

    Bisyri Mustafa Rembang

    5. Al-Qur'an Suci Basa Jawi (bahasa

    Jawa), oleh Prof. K.H.R. Muhamad

    Adnan

    6. Al-Amin (bahasa Sunda)

    2.1.6 Adab Terhadap Al-Qur'an

    Sebelum menyentuh sebuah mushaf Al-Qur'an, seorang Muslim dianjurkan untuk

    menyucikan dirinya terlebih dahulu dengan berwudhu. Hal ini berdasarkan tradisi dan

    interpretasi secara literal dari surat Al Waaqi'ah ayat 77 hingga 79.

    12

    http://id.wikipedia.org/wiki/Departemen_Agama_Republik_Indonesiahttp://id.wikipedia.org/wiki/Abdullah_Yusuf_Alihttp://id.wikipedia.org/wiki/Marmaduke_Pickthallhttp://id.wikipedia.org/wiki/Berwudhuhttp://id.wikipedia.org/wiki/Surat_Al_Waaqi'ahhttp://id.wikipedia.org/wiki/Departemen_Agama_Republik_Indonesiahttp://id.wikipedia.org/wiki/Abdullah_Yusuf_Alihttp://id.wikipedia.org/wiki/Marmaduke_Pickthallhttp://id.wikipedia.org/wiki/Berwudhuhttp://id.wikipedia.org/wiki/Surat_Al_Waaqi'ah
  • 7/28/2019 Makalah Al-Qur'an Dan Hadist

    13/33

    Sesungguhnya Al-Qur'an ini adalah bacaan yang sangat mulia, 56-78. pada kitab

    yang terpelihara (Lauhul Mahfuzh), 56-79. tidak menyentuhnya kecuali orang-orang

    yang disucikan. (56:77-56:79)

    Penghormatan terhadap teks tertulis Al-Qur'an adalah salah satu unsur penting kepercayaan

    bagi sebagian besar Muslim. Mereka memercayai bahwa penghinaan secara sengaja terhadap

    Al Qur'an adalah sebuah bentuk penghinaan serius terhadap sesuatu yang suci. Berdasarkan

    hukum pada beberapa negara berpenduduk mayoritas Muslim, hukuman untuk hal ini dapat

    berupa penjara kurungan dalam waktu yang lama dan bahkan ada yang menerapkan hukuman

    mati.

    2.1.7 Hubungan dengan kitab-kitab lain

    Berkaitan dengan adanya kitab-kitab yang dipercayai diturunkan kepada nabi-nabi

    sebelum Muhammad SAW dalam agama Islam (Taurat, Zabur, Injil, lembaran Ibrahim), Al-

    Qur'an dalam beberapa ayatnya menegaskan posisinya terhadap kitab-kitab tersebut. Berikut

    adalah pernyataan Al-Qur'an yang tentunya menjadi doktrin bagi ummat Islam mengenai

    hubungan Al-Qur'an dengan kitab-kitab tersebut:

    Bahwa Al-Qur'an menuntut kepercayaan ummat Islam terhadap eksistensi kitab-kitab

    tersebut. QS(2:4)

    Bahwa Al-Qur'an diposisikan sebagai pembenar dan batu ujian (verifikator) bagi

    kitab-kitab sebelumnya. QS(5:48)

    Bahwa Al-Qur'an menjadi referensi untuk menghilangkan perselisihan pendapat antara

    ummat-ummat rasul yang berbeda. QS(16:63-64)

    Bahwa Al-Qur'an meluruskan sejarah. Dalam Al-Qur'an terdapat cerita-cerita

    mengenai kaum dari rasul-rasul terdahulu, juga mengenai beberapa bagian mengenai

    kehidupan para rasul tersebut. Cerita tersebut pada beberapa aspek penting berbeda

    dengan versi yang terdapat pada teks-teks lain yang dimiliki baik oleh Yahudi dan

    Kristen.

    2.1.8 KESUSTRAAN AL-QURAN

    13

    http://www.usc.edu/dept/MSA/quran/056.qmt.html#056.077http://www.usc.edu/dept/MSA/quran/056.qmt.html#056.079http://id.wikipedia.org/wiki/Sucihttp://id.wikipedia.org/wiki/Hukumhttp://id.wikipedia.org/wiki/Hukuman_matihttp://id.wikipedia.org/wiki/Hukuman_matihttp://id.wikipedia.org/wiki/Taurathttp://id.wikipedia.org/wiki/Zaburhttp://id.wikipedia.org/wiki/Injilhttp://id.wikipedia.org/wiki/Yahudihttp://id.wikipedia.org/wiki/Kristenhttp://www.usc.edu/dept/MSA/quran/056.qmt.html#056.077http://www.usc.edu/dept/MSA/quran/056.qmt.html#056.079http://id.wikipedia.org/wiki/Sucihttp://id.wikipedia.org/wiki/Hukumhttp://id.wikipedia.org/wiki/Hukuman_matihttp://id.wikipedia.org/wiki/Hukuman_matihttp://id.wikipedia.org/wiki/Taurathttp://id.wikipedia.org/wiki/Zaburhttp://id.wikipedia.org/wiki/Injilhttp://id.wikipedia.org/wiki/Yahudihttp://id.wikipedia.org/wiki/Kristen
  • 7/28/2019 Makalah Al-Qur'an Dan Hadist

    14/33

    Al-Quran merupakan kitab suci berbahasa Arab yang teragung (Kitb Al-Arabiyyah

    Al-Akbar) dengan nilai sastra yang sangat tinggi1, namun gaya sastra al-Quran berbeda

    dengan umumnya gaya sastra Arab yang dimiliki masyarakat Arab, sebab gaya bahasanya

    tidak dapat sepenuhnya disebut sebagai prosa (natsar), di samping juga tidak bisa sepenuhnya

    diklaim sebagai bentuk puisi (syiir). Lebih dari pada itu, gaya bahasanya yang senantiasa

    berubah dan susunannya yang tidak sistematis, paling tidak, terlihat pada ritme dan bait ayat

    al-Quran. Oleh karena itu, al-Quran sebagai kumpulan tanda-tanda linguistik yang harus

    dipecahkan, mendorong beberapa sarjana muslim kontemporer untuk menggunakan

    pendekatan susastra dalam studi al-Qur an.

    Sebagai contoh, Toshihiko Izutsu2, dalam bukunya Ethico Religius Concept in the

    Quran, menerapkan metode semantik dalam mengolah teks Al-Quran. Metode ini dilakukan

    dengan cara studi analisis terhadap perspektif-perspektif yang terkristalkan dalam kata-kata.

    Dengan demikian penafsiran al-Quran harus bertumpu pada kosakatanya, baik secara

    individual maupun secara rasional dalam jaring atau struktur tertentu. Analisis pengungkapan

    makna ini diorientasikan untuk memperoleh gambaran pandangan dunia (weltanschauung) al-

    Quran.

    Trend pendekatan susastra dalam menafsirkan al-Quran tersebut di atas sebenarnya

    merupakan kelanjutan atas studi al-Quran yang telah banyak dilakukan para mufasssir masa

    klasik, yang benih-benihnya telah ada sejak masa Nabi saw. dan sahabatnya. Studi al-Quran

    dengan pendekatan susastra modern telah melahirkan kerangka dan paradigma baru dalam

    metodologi tafsir3, sehingga lebih memberikan pemahaman tentang pesan-pesan al-Quran

    secara komprehensif dengan tetap tidak kehilangan fungsinya yang trans historis dan trans

    kultural4.

    Relasi Ijaz al-Quran dengan Sastra Arab

    Gambaran tentang Al-Quran, sebagaimana yang diberikan oleh orang-orang musyrik

    Makkah, sebagai tindak ujaran yang menyerupai ucapan-ucapan para dukun, atau sebagai

    ucapan puitis yang menyerupai ucapan-ucapan para penyair, tidak lain merupakan ekspresi

    dari fakta bahwa hakekat al-Quran ditangkap sebagai teks sastra. Karena itu, al-Quran

    merupakan kitab suci berbahasa Arab yang memiliki nilai sastra yang tinggi. Salah satu ijz

    al-Quran tersebut tampak dari gaya bahasanya (uslb) yang indah dan tak tertandingi oleh

    siapa pun5.

    14

  • 7/28/2019 Makalah Al-Qur'an Dan Hadist

    15/33

    Al-Quran sendiri menantang (tahaddi) orang Arab waktu itu supaya bersama-sama

    dengan jin untuk membuat semacam al-Quran, namun mereka tidak mampu membuat

    semacam al-Quran meskipun mereka saling bantu membantu6. Jika mereka ternyata tidak

    mampu membuat semisal al-Quran, maka bisa saja mereka membuat sepuluh surat saja yang

    serupa dengannya7. Karena tidak mampu pula, maka mereka dapat saja membuat satu surat

    saja yang serupa al-Quran dengan bekerja sama dengan orang lain selain Allah 8. Terbukti,

    tantangan al-Quran tersebut hingga kini tidak ada seorangpun yang dapat menjawabnya.

    Diskursus tentang ijz al-Qurn berlangsung di kalangan para ulama hingga sekarang. Al-

    Baqilani menyebutkan bahwa telah banyak ulama dari berbagai ilmu melakukan kajian

    tentang aspek-aspek kemukjizatan Al-Quran9.

    Ibn Qutaibah berpendapat bahwa pembahasan serta diskusi mengenai ajaran dan

    keyakinan tentang ijz al-Qurn yang muncul belakangan, tidak bisa dilepaskan dari dua

    aspek bahasa, lafzhi dan manawi. Lafzhi berarti leksikal dan makna struktural, sementara

    manawi adalah teori makna11.

    Pada abad ke tiga hijriyah, kajian tersebut menjadi obyek pelemik di kalangan kaum

    muslimim dengan tujuan membela dan mempertahankan ideologi dan faham mereka,

    terutama yang menyangkut persoalan kenabian dan kemukjizatan, seperti buku Tawl

    Musykil al-Qurn karya Ibn Qutaibah, Maqalat al-Islamiyin karya Abi al-Hasan al-Asyari,

    Hujaj al-Nubuwwah karya al-Jahidz, dan al-Intishr karya Abi al-Hasan al- Khiyath. Di

    kalangan ulama tafsir, ada juga yang mengkaji keijzan al-Quran, seperti al-Thabari dalam

    Jmi al-Baynnya dan Majz al-Qurn yang ditulis oleh Abu Ubaidah.

    Polemik sekitar ijz al-Qurn yang paling keras terjadi di kalangan mutakallimin,

    terutama dengan kemunculan faham mutazilah. Bermula dari pendapat Labid bin Asham,

    seorang Yahudi, bahwa sesungguhnya Taurat adalah makhluk, maka demikian pula al-Quran

    adalah makhluk. Pendapat tersebut kemudian diikuti oleh Thalut ibn Ukhtah, Banan bin

    Saman, al-Jad bin Dirham. Dari ketiga pengikut Labid bin Asham tersebut al-Jad bin

    Dirhamlah yang paling keras melakukan provokasi terhadap pendapatnya, bahkan secara

    terbuka, ia mengingkari al-Quran dan menolak beberapa isi kandungannya12. Menurutnya,

    bahwa keindahan sastra al-Quran sesungguhnya tidaklah memiliki kemukjizatan, karena

    sebenarnya manusia mampu membuat semisal al-Quran, bahkan lebih indah dari al-Quran

    sendiri. Menurut Abu Ishaq Ibrahim al-Nazhzham, seorang pengikut faham mutazih, bahwa

    15

  • 7/28/2019 Makalah Al-Qur'an Dan Hadist

    16/33

    ijz al-Qurn bukan terletak pada al-Qurn sendiri, tetapi terletak pada faktor eksternal al-

    Quran, yaitu kehendak Allah sendiri yang membuat lemah dan tidak berdaya orang Arab

    untuk membuat semisal al-Quran, meskipun sesungguhnya mereka mampu membuatnya (al-

    shirfah)13.

    Konsep al-shirfah, seperti yang dipahami oleh pengikut faham Mutazilah,

    sesungguhnya sangat tidak berdasar dan tidak rasional, karena adanya unsur tantangan

    (tahaddi) dalam ijz al-Qurn sesungguhnya menuntut adanya kemampuan manusia (al-

    qudrah al-basyariyyah) untuk melakukan perlawanan (al-muaradhah) dari manusia itu

    sendiri, sehingga logikanya, ketika al-Qur an menantang manusia untuk membuat

    semisalnya, bahkan satu ayat saja seperti al-Quran, maka mereka benar-benar tidak mampu

    melakukan perlawanan dengan membuat semisalnya14.

    Di samping itu, ketidakmampuan manusia untuk membuat semisal al-Quran

    menunjukkan kebenaran bahwa al-Quran adalah kalm Allah, bukan karya Rasulullah,

    karena jika benar merupakan hasil karyanya maka tentu, dengan kemampuan bahasa dan

    sastra yang dimilikinya, orang Arab mampu membuat bahkan bisa jadi lebih indah dengan

    karya Rasulullah sendiri, tetapi kenyataannya mereka tidak mampu. Dengan demikian,

    sangat tidak rasional jika manusia tidak mampu membuat semisal al-Quran disebabkan

    pengetahuan dan keterampilannya dicabut dan dihilangkan oleh Allah dari diri mereka (al-

    shirfah)15.

    Al- Zamakhsyari misalnya, berkesimpulan, bahwa penguasaan terhadap sastra Arab

    (balghah) dengan segala uslubnya tidak hanya akan membantu memahami aspek-aspek

    kemukjizatan sastra al-Quran, tetapi juga dapat membantu mengungkapkan makna-makna

    dan rahasia-rahasia yang tersembunyi di baliknya17.

    Tafsir Kesusastraan Masa Modern

    Dalam konteks ini, secara metodologis studi tafsir Al-Qur an mengalami

    perkembangan. Jika pada masa klasik studi al-Quran masih diwarnai oleh pemahaman yang

    didasarkan atas kecenderungan tertentu, seperti gramatika, retorika dan kandungan

    tematiknya, seperti fiqih, tauhid, kisah dan lain sebagainya, maka memasuki masa modern

    tafsir al-Quran lebih dilihat secara fungsional, di mana fungsi dan tujuan diwahyukannya al-

    Quran kepada manusia adalah untuk memberikan petunjuk (hudan), sebagaimana yang

    digagas oleh Muhammad Abduh. Menurut Abduh, tujuan yang pertama dan utama dari ilmu

    16

  • 7/28/2019 Makalah Al-Qur'an Dan Hadist

    17/33

    tafsir adalah merealisasikan keberadaan al-Quran itu sendiri sebagai petunjuk (hudan) dan

    rahmat Allah swt, dengan menjelaskan hikmah kodifikasi kepercayaan, etika dan hukum

    menurut cara yang paling bisa diterima oleh pikiran dan menenangkan perasaan. Dengan

    demikian, tujuan yang sebenarnya dari tafsir al-Qur an adalah untuk mencari petunjuk

    kebenaran di dalam Al-Quran18.

    Pendapat Muhammad Abduh di atas diikuti oleh beberapa sarjana muslim

    kontemporer berikutnya, seperti Amin al-Khuli (1895-1966), meski dengan sedikit perbedaan.

    Menurut Amin al-Khuli, dengan tetap melihat Al-Quran sebagai hudan, ia melihat Al-

    Quran itu sendiri sebagai bagian dari fakta-fakta sosio-historis. Di sini al-Quran dilihat

    sebagai apa adanya dalam kaitannya dengan masyarakat Arab yang pertama kali

    menerimanya. Ia muncul dalam bingkai dialektika antara wahyu dengan realitas masyarakat

    pada saat itu. Sebagai fakta, al-Quran merupakan fakta bahasa dan susastra19.

    Oleh karena itu, menurut Amin al-Khuli, tujuan yang disebutkan oleh Muhammad

    Abduh bukanlah tujuan pertama. Menurutnya, tujuan pertama ilmu tafsir adalah melakukan

    kontemplasi terhadap al-Quran sebagai sebuah kitab bahasa Arab yang teragung (Kitab

    Al-Arabiyyah Al-Akbar) dan mempunyai dampak kesususastraan yang paling besar20.

    Kitab itulah yang melanggengkan bahasa Arab dari kehancurannya, dan menjadi

    kriterium akhir tata bahasa dan paramasusastranya, sehingga kajian aspek susastra dalam Al-

    Quran dalam tingkatan seninya - yang dilakukan tanpa memandang perspektif yang lain,

    termasuk kepercayaan agama sekalipun - merupakan langkah awal yang harus dilakukan

    dalam menafsirkan al-Quran sebelum melangkah lebih jauh ke tujuan selanjutnya. Dalam

    penelitian Amin al-Khuli, seperti ditulis dalam ulasannya tentang tafsir pada Enzyklopedi des

    Islam, yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Arab al-Tafsr malim Haytihi

    Manhajuh al-Yauma, bahwa karya tafsir yang ada merupakan hasil kreativitas kesarjanaan

    muslim. Salah satu yang perlu dicatat dari beragamnya karya tafsir, menurut al-Khuli, adalah

    dominannya kecenderungan yang melatarbelakangi para mufassir. Berbagai latar belakang

    intelektual, sosial, politik dan ideologi, mempengaruhi hasil-hasil penafsiran yang pada

    gilirannya mengurangi misi utama yang dibawa al-Quran. Dalam hal ini, al-Khuli

    mencontohkan sarjana pendahulu yang diwarnai, untuk tidak mengatakan didominasi,

    kepentingan individual seperti tasawuf, teologi, fikih dan sebagainya. Atas dasar pemikiran

    tersebut di atas, Amin al-Khuli menawarkan metode susastra (al-manhaj al-adabi) dalam

    17

  • 7/28/2019 Makalah Al-Qur'an Dan Hadist

    18/33

    menafsirkan al-Quran. Sasaran metode ini, sebagaimana telah disebutkan di atas, adalah

    untuk mendapatkan pesan al-Quran secara menyeluruh dan bisa diharapkan terhindar dari

    tarikan-tarikan individual-ideologis.

    Studi tafsir Al-Quran dengan pedekatan susastra, sebagaimana yang digagas oleh

    Amin al-Khuli tersebut di atas, selanjutnya dikembangkan oleh murid-muridnya, seperti,

    Muhammad Ahmad Khalafullah, Aisyah Abdurrahman Binti Syathi, M. Syukri Ayyad dan

    Nash Hamid Abu Zaid.

    2.2 HADITS

    2.2.1 Pengertian Hadits

    Kata "Hadits" atau al-hadits menurut bahasa berarti al-jadid (sesuatu yang baru),

    lawan kata dari al-qadim (sesuatu yang lama). Kata hadits juga berarti al-khabar (berita), yaitu

    sesuatu yang dipercakapkan dan dipindahkan dari seseorang kepada orang lain. Kata

    jamaknya, ialah al-ahadis. Secara terminologi, ahli hadits dan ahli ushul berbeda pendapat

    dalam memberikan pengertian hadits. Di kalangan ulama hadits sendiri ada juga beberapa

    definisi yang antara satu sama lain agak berbeda. Ada yang mendefinisikan hadits, adalah :

    "Segala perkataan Nabi SAW, perbuatan, dan hal ihwalnya". Ulama hadits menerangkan

    bahwa yang termasuk "hal ihwal", ialah segala pemberitaan tentang Nabi SAW, seperti yangberkaitan dengan himmah, karakteristik, sejarah kelahiran, dan kebiasaan-kebiasaanya.

    Ulama ahli hadits yang lain merumuskan pengertian hadits dengan :

    "Segala sesuatu yang bersumber dari Nabi, baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir,

    maupun sifatnya".

    Ulama hadits yang lain juga mendefiniskan hadits sebagai berikut :

    "Sesuatu yang didasarkan kepada Nabi SAW. baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir,

    maupun sifatnya".

    18

  • 7/28/2019 Makalah Al-Qur'an Dan Hadist

    19/33

    Dari ketiga pengertian tersebut, ada kesamaan dan perbedaan para ahli hadits dalam

    mendefinisikan hadits. Kasamaan dalam mendefinisikan hadits ialah hadits dengan segala

    sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW, baik perkataan maupun perbuatan. Sedangkan

    perbedaan mereka terletak pada penyebutan terakhir dari perumusan definisi hadits. Ada ahli

    hadits yang menyebut hal ihwal atau sifat Nabi sebagai komponen hadits, ada yang tidak

    menyebut. Kemudian ada ahli hadits yang menyebut taqrir Nabi secara eksplisit sebagai

    komponen dari bentuk-bentuk hadits, tetapi ada juga yang memasukkannya secara implisit ke

    dalam aqwal atau afal-nya.

    Sedangkan ulama Ushul, mendefinisikan hadits sebagai berikut :

    "Segala perkataan Nabi SAW. yang dapat dijadikan dalil untuk penetapan hukum syara'".

    Berdasarkan rumusan definisi hadits baik dari ahli hadits maupun ahli ushul, terdapat

    persamaan yaitu ; "memberikan definisi yang terbatas pada sesuatu yang disandarkan kepada

    Rasul SAW, tanpa menyinggung-nyinggung prilaku dan ucapan shabat atau tabi'in. Perbedaan

    mereka terletak pada cakupan definisinya. Definisi dari ahli hadits mencakup segala sesuatu

    yang disandarkan atau bersumber dari Nabi SAW, baik berupa perkataan, perbuatan, dan

    taqrir.

    Sedangkan cakupan definisi hadits ahli ushul hanya menyangkut aspek perkataan Nabi

    saja yang bisa dijadikan dalil untuk menetapkan hukum syara'.

    2.2.2 Struktur Hadits

    Secara struktur hadits terdiri atas dua komponen utama yakni sanad/isnad (rantai

    penutur) dan matan (redaksi).

    Contoh:

    Musaddad mengabari bahwa Yahyaa sebagaimana diberitakan oleh Syu'bah, dari

    Qatadah dari Anas dari Rasulullah SAW bahwa beliau bersabda: "Tidak sempurna

    19

  • 7/28/2019 Makalah Al-Qur'an Dan Hadist

    20/33

    iman seseorang di antara kalian sehingga ia cinta untuk saudaranya apa yang ia

    cinta untuk dirinya sendiri" (Hadits riwayatBukhari)

    A. Sanad

    Sanad ialah rantai penutur/perawi (periwayat) hadits. Sanad terdiri atas seluruh

    penutur mulai dari orang yang mencatat hadits tersebut dalam bukunya (kitab hadits) hingga

    mencapai Rasulullah. Sanad, memberikan gambaran keaslian suatu riwayat. Jika diambil dari

    contoh sebelumnya maka sanad hadits bersangkutan adalah

    Al-Bukhari > Musaddad > Yahya > Syubah > Qatadah > Anas > Nabi Muhammad

    SAW

    Sebuah hadits dapat memiliki beberapa sanad dengan jumlah penutur/perawi

    bervariasi dalam lapisan sanadnya, lapisan dalam sanad disebut dengan thaqabah. Signifikansi

    jumlah sanad dan penutur dalam tiap thaqabah sanad akan menentukan derajat hadits tersebut,

    hal ini dijelaskan lebih jauh pada klasifikasi hadits.

    Jadi yang perlu dicermati dalam memahami Al Hadits terkait dengan sanadnya ialah :

    Keutuhan sanadnya

    Jumlahnya

    Perawi akhirnya

    Sebenarnya, penggunaan sanad sudah dikenal sejak sebelum datangnya Islam.Hal ini

    diterapkan di dalam mengutip berbagai buku dan ilmu pengetahuan lainnya. Akan tetapi

    mayoritas penerapan sanad digunakan dalam mengutip hadits-hadits nabawi.

    B. Matan

    20

    http://id.wikipedia.org/wiki/Bukharihttp://id.wikipedia.org/wiki/Bukhari
  • 7/28/2019 Makalah Al-Qur'an Dan Hadist

    21/33

    Matan ialah redaksi dari hadits. Dari contoh sebelumnya maka matan hadits

    bersangkutan ialah:

    "Tidak sempurna iman seseorang di antara kalian sehingga ia cinta untuk

    saudaranya apa yang ia cinta untuk dirinya sendiri"

    Terkait dengan matan atau redaksi, maka yang perlu dicermati dalam mamahami hadist ialah:

    Ujung sanad sebagai sumber redaksi, apakah berujung pada Nabi Muhammad atau

    bukan,

    Matan hadist itu sendiri dalam hubungannya dengan hadist lain yang lebih kuat

    sanadnya (apakah ada yang melemahkan atau menguatkan) dan selanjutnya dengan

    ayat dalam Al Quran (apakah ada yang bertolak belakang).

    2.2.3 Klasifikasi Hadits

    Hadits dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa kriteria yakni bermulanya ujung

    sanad, keutuhan rantai sanad, jumlah penutur (periwayat) serta tingkat keaslian hadits (dapat

    diterima atau tidaknya hadits bersangkutan)

    Berdasarkan ujung sanad

    Berdasarkan klasifikasi ini hadits dibagi menjadi 3 golongan yakni marfu' (terangkat), mauquf

    (terhenti) dan maqtu' :

    Hadits Marfu' adalah hadits yang sanadnya berujung langsung pada Nabi Muhammad

    SAW (contoh:hadits sebelumnya)

    Hadits Mauquf adalah hadits yang sanadnya terhenti pada para sahabat nabi tanpa ada

    tanda-tanda baik secara perkataan maupun perbuatan yang menunjukkan derajatmarfu'.

    Contoh:

    21

    http://id.wikipedia.org/wiki/Cintahttp://id.wikipedia.org/wiki/Muhammadhttp://id.wikipedia.org/wiki/Sahabat_nabihttp://id.wikipedia.org/wiki/Cintahttp://id.wikipedia.org/wiki/Muhammadhttp://id.wikipedia.org/wiki/Sahabat_nabi
  • 7/28/2019 Makalah Al-Qur'an Dan Hadist

    22/33

    Al Bukhari dalam kitab Al-Fara'id (hukum waris) menyampaikan bahwa Abu Bakar,

    Ibnu Abbas dan Ibnu Al-Zubair mengatakan: "Kakek adalah (diperlakukan seperti)

    ayah". Namun jika ekspresi yang digunakan sahabat seperti "Kami diperintahkan..",

    "Kami dilarang untuk...", "Kami terbiasa... jika sedang bersama rasulullah" maka

    derajat hadits tersebut tidak lagi mauquf melainkan setara dengan marfu'.

    Hadits Maqtu' adalah hadits yang sanadnya berujung pada para Tabi'in (penerus).

    Contoh hadits ini adalah:

    Imam Muslim meriwayatkan dalam pembukaan sahihnya bahwa Ibnu Sirin

    mengatakan: "Pengetahuan ini (hadits) adalah agama, maka berhati-hatilah kamu

    darimana kamu mengambil agamamu".

    Keaslian hadits yang terbagi atas golongan ini sangat bergantung pada beberapa faktor

    lain seperti keadaan rantai sanad maupun penuturnya. Namun klasifikasi ini tetap sangat

    penting mengingat klasifikasi ini membedakan ucapan dan tindakan Rasulullah SAW dari

    ucapan para sahabat maupun tabi'in dimana hal ini sangat membantu dalam area perdebatan

    dalam fikih ( Suhaib Hasan, Science of Hadits).

    Berdasarkan keutuhan rantai/lapisan sanad

    Berdasarkan klasifikasi ini hadits terbagi menjadi beberapa golongan yakni Musnad,

    Munqati', Mu'allaq, Mu'dal dan Mursal. Keutuhan rantai sanad maksudnya ialah setiap

    penutur pada tiap tingkatan dimungkinkan secara waktu dan kondisi untuk mendengar dari

    penutur diatasnya.

    Ilustrasi sanad : Pencatat Hadits > penutur 4> penutur 3 > penutur 2 (tabi'in) >

    penutur 1(Parasahabat) >Rasulullah SAW

    Hadits Musnad, sebuah hadits tergolong musnad apabila urutan sanad yang dimiliki

    hadits tersebut tidak terpotong pada bagian tertentu. Yakni urutan penutur

    memungkinkan terjadinya transfer hadits berdasarkan waktu dan kondisi.

    22

    http://id.wikipedia.org/wiki/Imam_Bukharihttp://id.wikipedia.org/wiki/Abu_Bakarhttp://id.wikipedia.org/wiki/Tabi'inhttp://id.wikipedia.org/wiki/Imam_Muslimhttp://id.wikipedia.org/wiki/Sahabat_nabihttp://id.wikipedia.org/wiki/Rasulullah_SAWhttp://id.wikipedia.org/wiki/Imam_Bukharihttp://id.wikipedia.org/wiki/Abu_Bakarhttp://id.wikipedia.org/wiki/Tabi'inhttp://id.wikipedia.org/wiki/Imam_Muslimhttp://id.wikipedia.org/wiki/Sahabat_nabihttp://id.wikipedia.org/wiki/Rasulullah_SAW
  • 7/28/2019 Makalah Al-Qur'an Dan Hadist

    23/33

    Hadits Mursal. Bila penutur 1 tidak dijumpai atau dengan kata lain seorang tabi'in

    menisbatkan langsung kepada Rasulullah SAW (contoh: seorang tabi'in (penutur2)

    mengatakan "Rasulullah berkata" tanpa ia menjelaskan adanya sahabat yang

    menuturkan kepadanya).

    Hadits Munqati' . Bila sanad putus pada salah satu penutur yakni penutur 4 atau 3

    Hadits Mu'dal bila sanad terputus pada dua generasi penutur berturut-turut.

    Hadits Mu'allaq bila sanad terputus pada penutur 4 hingga penutur 1 (Contoh:

    "Seorang pencatat hadits mengatakan, telah sampai kepadaku bahwa Rasulullah

    mengatakan...."tanpa ia menjelaskan sanad antara dirinya hingga Rasulullah).

    Berdasarkan jumlah penutur

    Jumlah penutur yang dimaksud adalah jumlah penutur dalam tiap tingkatan dari sanad, atau

    ketersediaan beberapa jalur berbeda yang menjadi sanad hadits tersebut. Berdasarkan

    klasifikasi ini hadits dibagi atas hadits Mutawatir dan hadits Ahad.

    Hadits mutawatir, adalah hadits yang diriwayatkan oleh sekelompok orang dari

    beberapa sanad dan tidak terdapat kemungkinan bahwa mereka semua sepakat untuk

    berdusta bersama akan hal itu. Jadi hadits mutawatir memiliki beberapa sanad dan

    jumlah penutur pada tiap lapisan (thaqabah) berimbang. Para ulama berbeda pendapatmengenai jumlah sanad minimum hadits mutawatir (sebagian menetapkan 20 dan 40

    orang pada tiap lapisan sanad). Hadits mutawatir sendiri dapat dibedakan antara dua

    jenis yakni mutawatir lafzhy (redaksional sama pada tiap riwayat) dan ma'nawy (pada

    redaksional terdapat perbedaan namun makna sama pada tiap riwayat)

    Hadits ahad, hadits yang diriwayatkan oleh sekelompok orang namun tidak mencapai

    tingkatan mutawatir. Hadits ahad kemudian dibedakan atas tiga jenis antara lain :

    o Gharib, bila hanya terdapat satu jalur sanad (pada salah satu lapisan terdapat

    hanya satu penutur, meski pada lapisan lain terdapat banyak penutur)

    o Aziz, bila terdapat dua jalur sanad (dua penutur pada salah satu lapisan)

    o Mashur, bila terdapat lebih dari dua jalur sanad (tiga atau lebih penutur pada

    salah satu lapisan) namun tidak mencapai derajat mutawatir.

    23

    http://id.wikipedia.org/wiki/Ulamahttp://id.wikipedia.org/wiki/Ulama
  • 7/28/2019 Makalah Al-Qur'an Dan Hadist

    24/33

    Berdasarkan tingkat keaslian hadits

    Kategorisasi tingkat keaslian hadits adalah klasifikasi yang paling penting dan merupakan

    kesimpulan terhadap tingkat penerimaan atau penolakan terhadap hadits tersebut. Tingkatan

    hadits pada klasifikasi ini terbagi menjadi 4 tingkat yakni shahih, hasan, da'if dan maudu'

    Hadits Shahih, yakni tingkatan tertinggi penerimaan pada suatu hadits. Hadits shahih

    memenuhi persyaratan sebagai berikut:

    1. Sanadnya bersambung;

    2. Diriwayatkan oleh penutur/perawi yg adil, memiliki sifat istiqomah, berakhlak

    baik, tidak fasik, terjaga muruah(kehormatan)-nya, dan kuat ingatannya.

    3. Matannya tidak mengandung kejanggalan/bertentangan (syadz) serta tidak ada

    sebab tersembunyi atau tidak nyata yg mencacatkan hadits .

    Hadits Hasan, bila hadits yg tersebut sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh rawi yg

    adil namun tidak sempurna ingatannya, serta matannya tidak syadz serta cacat.

    Hadits Dhaif (lemah), ialah hadits yang sanadnya tidak bersambung (dapat berupa

    mursal, muallaq, mudallas, munqati atau mudal)dan diriwayatkan oleh orang yang

    tidak adil atau tidak kuat ingatannya, mengandung kejanggalan atau cacat.

    Hadits Maudu', bila hadits dicurigai palsu atau buatan karena dalam sanadnya

    dijumpai penutur yang memiliki kemungkinan berdusta.

    2.2.4 Perbedaan Hadits dengan as-Sunnah, al-Khabar, dan al-Atsar

    Dari keempat istilah yaitu Hadits, Sunnah, Khabar, dan Atsar, menurut jumhur ulama

    Hadits dapat dipergunakan untuk maksud yang sama, yaitu bahwa hadits disebut juga dengan

    sunnah, khabar atau atsar. Begitu pula halnya sunnah, dapat disebut dengan hadits, khabar

    dan atsar. Maka Hadits Mutawatir dapat juga disebut dengan Sunnah Mutawatir atau Khabar

    Mutawatir. Begitu juga Hadits Shahih dapat disebut dengan Sunnah Shahih, Khabar Shahih,

    dan Atsar Shahih. Tetapi berdasarkan penjelasan mengenai Hadits, Sunnah, Khabar, dan Atsar

    ada sedikit perbedaan yang perlu diperhatikan antara hadits dan sunnah menurut pendapat dan

    pandangan ulama, baik ulama hadits maupun ulama ushul dan juga perbedaan antara hadits

    dengan khabar dan atsar dari penjelasan ulama yang telah dibahas.

    Perbedaan-perbedaan pendapat ulama tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut :

    24

  • 7/28/2019 Makalah Al-Qur'an Dan Hadist

    25/33

    (a) Hadits dan Sunnah : Hadits terbatas pada perkataan, perbuatan, taqrir yang bersumber

    dari Nabi SAW, sedangkan Sunnah segala yang bersumber dari Nabi SAW baik berupa

    perkataan, perbuatan, taqrir, tabiat, budi pekerti, atau perjalan hidupnya, baik sebelum

    diangkat menjadi Rasul maupun sesudahnya.

    (b) Hadits dan Khabar :

    Sebagian ulama hadits berpendapat bahwa Khabar sebagai sesuatu yang berasal atau

    disandarkan kepada selain Nabi SAW., Hadits sebagai sesuatu yang berasal atau

    disandarkan kepada Nabi SAW. Tetapi ada ulama yang mengatakan Khabar lebih umum

    daripada Hadits, karena perkataan khabar merupakan segala yang diriwayatkan, baik dari

    Nabi SAW., maupun dari yang selainnya, sedangkan hadits khusus bagi yang

    diriwayatkan dari Nabi SAW. saja. "Ada juga pendapat yang mengatakan, khabar dan

    hadits, diithlaqkan kepada yang sampai dari Nabi saja, sedangkan yang diterima dari

    sahabat dinamai Atsar".

    (c) Hadits dan Atsar : Jumhur ulama berpendapat bahwa Atsar sama artinya dengan

    khabar dan Hadits. Ada juga ulama yang berpendapat bahwa Atsar sama dengan Khabar,

    yaitu sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW., sahabat dan tabi'in. "Az Zarkasyi,

    memakai kata atsar untuk hadits mauquf. Namun membolehkan memakainya untuk

    perkataan Rasul SAW. (hadits marfu)". Dengan demikian, Hadits sebagai sesuatu yang

    berasal atau disandarkan kepada Nabi SAW. saja, sedangkan Atsar sesuatu yang

    disandarkan kepada Nabi SAW., sahabat dan tabi'in.

    2.2.5 Cara Penyampaian Hadits pada Masa Nabi

    Nabi SAW hidup di tengah-tengah masyarakat dan sahabatnya. Mereka selalu bertemu

    dan berinteraksi dengan beliau secara bebas. Menurut T.M.Hasbi Ash Shiddieqy, bahwa tidak

    ada ketentuan protokol yang menghalangi mereka bergaul dengan beliau. Yang tidak

    dibenarkan, hanyalah mereka langsung masuk ke rumah Nabi, dikala beliau tak ada di rumah,

    dan berbicara dengan para isteri Nabi, tanpa hijab. Nabi bergaul dengan mereka di rumah, di

    mesjid, di pasar, di jalan, di dalam safar dan di dalam hadlar. Seluruh perbuatan Nabi,

    demikian juga ucapan dan tutur kata Nabi menjadi tumpuan perhatian para sahabat. Segala

    gerak-gerik Nabi menjadi contoh dan pedoman hidup mereka. Para sahabat sangat

    memperhatikan perilaku Nabi dan sangat memerlukan untuk mengetahui segala apa yang

    25

  • 7/28/2019 Makalah Al-Qur'an Dan Hadist

    26/33

    disabdakan Nabi. Mereka tentu meyakini, bahwa mereka diperintahkan mengikuti dan

    mentaati apa-apa yang diperintahkan Nabi.

    Sebagai seorang Nabi tentu memiliki teknik atau cara-cara untuk mencontohkan

    perilaku dan menyampaikan sesuatu kepada para sahabatnya. Untuk itu, "menurut riwayat al-

    Bukhari, Ibnu Mas'ud pernah bercerita bahwa untuk tidak melahirkan rasa jenuh di kalangan

    sahabat, Rasul SAW menyampaikan haditsnya dengan berbagai cara, sehingga membuat para

    sahabat selalu ingin mengikuti pengajiannya".

    Ada beberapa teknik atau cara Rasul SAW dalam menyampaikan Hadits kepada para

    sahabat, yang disesuaikan dengan kondisi para sahabatnya. Untuk itu, teknik atau cara yang

    digunakan Nabi SAW dalam menyampaikan Hadits, sebagai berikut :

    a. Melalui para jama'ah pada pusat pembinaannya yang disebut majlis al-'Ilmi.

    Melalui majlis ini para sahabat memperoleh banyak peluang untuk menerimahadits,

    sehingga mereka berusaha untuk selalu mengkonsentrasikan diri untuk mengikuti

    kegiatannya.

    b. Dalam banyak kesempatan Rasul SAW juga menyampaikan haditsnya melalui

    para sahabat tertentu, yang kemudian oleh para tersebut disampaikannya kepada orang

    lain. Hal ini karena terkadang ketika ia mewurudkan suatu Hadits, para sahabat yang hadir

    hanya beberapa orang saja, baik karena disengaja oleh Rasul SAW sendiri atau secara

    kebetulan para sahabat yang hadir hanya beberapa orang saja, bahkan hanya satu orang,

    seperti Hadits-hadits yang ditulis oleh Abdullah bin Amr bin al-'Ash. Untuk hal-hal yang

    sensitif, seperti yang berkaitan dengan soal keluarga dan kebutuhan biologis (terutama

    yang menyangkut hubungan suami isteri), ia sampaikan melalui isteri-isterinya. Begitu

    juga sikap para sahabat, jika ada hal-hal yang berkaitan dengan soal di atas, karena segan

    bertanya kepada Rasul SAW, seringkali ditanyakan melalui isteri-isterinya.

    c. Melalui ceramah atau pidato di tempat terbuka, seperti ketika haji wada' dan fathu

    Makkah.

    d. Melalui perbuatan langsung yang disaksikan oleh para sahabatnya (jalan musya'hadah),

    seperti yang berkaitan dengan praktek-praktek ibadah dan muamalah.

    e. Para sahabat yang mengemukana masalah atau bertanya dan berdiolog langsung

    kepada Nabi SAW. Melihat kenyataan ini, umat Islam pada saat itu secara langsung

    memperoleh Hadits dari Rasul SAW sebagai sumber Hadits, baik itu berupa perkataan,

    26

  • 7/28/2019 Makalah Al-Qur'an Dan Hadist

    27/33

    perbuatan dan taqrir. Antara Rasul SAW dengan mereka tidak ada jarak atau hijab yang

    dapat menghambat atau mempersulit pertemuan mereka. Para sahabat menerima Hadits

    dari Rasul SAW adakalanya langsung dari beliau sendiri, mereka langsung mendengar

    atau melihat contoh perilaku yang dilakukan Nabi SAW, baik karena ada sesuatu soal

    yang diajukan oleh seseorang kepada Nabi lalu Nabi menjawabnya, atau karena Nabi

    sendiri yang memulai pembicaan tentang suatu persoalan. ...... Indah sekali, betapa

    bahagia dan indahnya umat pada saat itu.

    2.3 HADITS QUDSI

    Menurut para ahli hadits, Hadits Qudsi adalah setiap ucapan yang disandarkan

    kepada Allah swt. oleh Rasulullah saw. Karena itu, hadits qudsi sering diawali dengan

    kalimat dari Rasulullah saw. dari hadits yang beliau riwayatkan dari Tuhannya, atau

    Rasulullah saw. bersabda, Allah swt berfirman,

    Berikut ini salah satu contohnya

    Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a., sesungguhnya Rasulullah saw bersabda, Allah

    swt. berfirman, Aku adalah menurut persangkaan hamba-Ku kepada-Ku. Dan Aku

    bersamanya ketika ia menyebut-Ku. Jika ia menyebut-Ku dalam dirinya, Aku

    menyebutnya dalam diri-Ku. Ketika ia menyebut-Ku ditengah-tengah sekelompok

    orang, Aku menyebutnya ditengah-tengah kelompok yang lebih baik dari mereka

    (kelompok malaikat). (H.R.Imam Ahmad, Imam Bukhari, Imam Muslim, At Tirmidzi,

    dan Ibnu Majah).

    Perbedaan antara Al-Quran dan Hadits qudsi

    Para ulama berbeda pendapat tentang hakikat hadist qudsi ini, sebagian ulama seperti

    Abu Al Biqai berpendapat bahwa hadits qudsi merupakan wahyu Allah yang dihembuskan

    kepada pribadi Nabi baik melalui ilham maupun mimpi sedangkan susunan redaksinya

    dilakukan oleh Rasulullah Saw sendiri. Artinya hadits qudsi adalah maknanya dari Allah

    sedangkan lafadznya dari Rasulullah Saw. Jika pemahaman hadits qudsi seperti ini jelas tidak

    27

  • 7/28/2019 Makalah Al-Qur'an Dan Hadist

    28/33

    menimbulkan masalah. namun sementara ulama berpendapat, bahwa hadits qudsi adalah

    makna dan lafadznya dua-duanya dari Allah Swt. Kalau demikian jelas akan menimbulkan

    masalah sebab Al Quran juga begitu lafadz dan maknanya dari Allah. oleh sebab itu perlu

    dibuat rumusan yang jelas tentang perbedaan antara Al Quran dengan hadits qudsi agar tidak

    terjadi kerancuan dalam memberikan interpretasi.

    Dr Syuban Muhammad Ismail dalam kitabnya Maa Al Quran Al Karin Fi Tarikhihi menulis

    sebelas perbedaan pokok antara Al Quran dan hadits qudsi.

    1. Al Quran adalah wahyu yang jelas, artinya Al Quran diturunkan oleh Allah melalui

    Jibril kepada Nabi Muhammad yang dalam keadaan sadar, sedangkan hadits qudsi bisa

    jadi diterima dalam bentuk ilham ataupun mimpi.

    2. Al Quran merupakan mukjizat sehingga tidak ada seorangpun yang dapat

    menandinginya, ia juga terjaga dari perubahan, sedangkan hadits qudsi tidak.

    3.Membaca Al Quran merupakan ibadah sedangkan hadits qudsi tidak demikian.

    4. Bagi orang yang hadats dilarang menyentuh al quran dan bagi yang junub dilarang

    menyentuh dan membacanya, sedangkan hadist qudsi tidak.

    5. Al Quran tidak boleh diriwayatkan dengan maknanya saja, sedangkan hadits qudsi

    boleh.

    6. Al Quran diriwayatkan secara mutawatir, sedangkan hadits qudsi diriwayatkan secara

    ahad.

    7. Menurut Imam Ahmad dilarang menjual Al Quran sementara Imam Syafii Makruh,

    sedangkan hadist Qudsi tidak demikian.

    8. Al Quran merupakan bacaan tertentu dalam sholat, tidak sah sholat seseorang bila

    tidak membaca Al Quran sedangkan hadits qudsi tidak.

    10. Lafadz Al Quran berasal dari Allah, sedangkan hadist qudsi berasal dari Nabi Saw.

    28

  • 7/28/2019 Makalah Al-Qur'an Dan Hadist

    29/33

    11. Bagian-bagian dari Al Quran disebut ayat dan surat sedangkan hadist qudsi tidak

    demikian.

    BAB III

    PENUTUP

    3.1 Kesimpulan

    29

  • 7/28/2019 Makalah Al-Qur'an Dan Hadist

    30/33

    Adapun beberapa kesimpulan yang dapat penulis ambil dari pembahasan makalah diatas

    adalah :

    1. Al-Qur'an adalah firman Allah yang tiada tandingannya, diturunkan kepada Nabi

    Muhammad SAW penutup para Nabi dan Rasul, dengan perantaraan Malaikat Jibril a.s.

    dan ditulis pada mushaf-mushaf yang kemudian disampaikan kepada kita secara

    mutawatir, serta membaca dan mempelajarinya merupakan ibadah, yang dimulai dengan

    surat Al-Fatihah dan ditutup dengan surat An-Nas.

    2. Al-Quran dan Hadits merupakan dua sumber hukum dalam islam yang harus dijalankan

    secara bersamaan.

    3. Pendefenisian makna dari hadits itu sendiri memiliki persamaan dan kesamaan yang

    mendasar pada beberapa ulama, salah satu pengertian dari hadits itu adalah sesuatu yang

    didasarkan kepada Nabi SAW. baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, maupun sifatnya.

    4. Hadits qudsi merupakan hadits yang maknanya berasal dari Allah SWT. dan lafadzhnya

    berasal dari Nabi Muhammad SAW.

    3.2 Saran

    1. Semoga makalah ini menjadi penambahan pengetahuan pembaca dalam mengetahui

    makna Al-Quran, Hadits Qudsi dan Hadits itu sendiri dan dapat mensosialisasikannya

    pada masyarakat luas.2. Semoga makalah ini menjadi sebuah inspirasi dan referensi dapat penulisan makalah

    berikutnya.

    Catatan Kaki

    1 Terminologi kitab bahasa Arab yang teragung (Kitb al-Arabiyyah al-Akbar) untuk

    menyebutkan al-Quran pertama kali digunakan oleh Amin al-Khuli dalam bukunya Manhaj

    30

    http://id.wikipedia.org/wiki/Nabihttp://id.wikipedia.org/wiki/Rasulhttp://id.wikipedia.org/wiki/Malaikat_Jibrilhttp://id.wikipedia.org/wiki/Mutawatirhttp://id.wikipedia.org/wiki/Ibadahhttp://id.wikipedia.org/wiki/Al-Fatihahhttp://id.wikipedia.org/wiki/An-Nashttp://id.wikipedia.org/wiki/Nabihttp://id.wikipedia.org/wiki/Rasulhttp://id.wikipedia.org/wiki/Malaikat_Jibrilhttp://id.wikipedia.org/wiki/Mutawatirhttp://id.wikipedia.org/wiki/Ibadahhttp://id.wikipedia.org/wiki/Al-Fatihahhttp://id.wikipedia.org/wiki/An-Nas
  • 7/28/2019 Makalah Al-Qur'an Dan Hadist

    31/33

    Tajdd fi al-Nahw wa al-Balghah wa Tafsr wa al-Adab. Menurutnya, secara sosiologis al-

    Quran tidak dapat dilepaskan dari konteks diturunkannya dalam masyarakat Arab dengan

    segala aspek yang berhubungan dengan konteks tersebut. Lihat Amin al-Khuli, Manhaj Tajdd

    f al-Nahw wa al-Balghah wa Tafsr wa al- Adab (Kairo: Dar al-Marifah, 1961) h. 229-230

    2 Lihat selengkapnya Toshihiko Izutsu, Ethico Religius Concept in the Quran (Montreal: Mc

    Gill University Press, 1966).

    3 Dalam konteks teori susastra modern dikenal teori fenomenologi, hermeneutika, teori

    resepsi, strukturalisme dan semiotik, postrukturalisme dan psikoanalisis. Teori sastra tersebut

    oleh beberapa sarjana muslim maupun orientalis digunakan untuk studi atas teks al-Quran,

    seperti Nashr Hamid Abu Zaid, Muhammaed Arkoun dan John Wansbrough.

    4 Waryono Abdul Ghafur, Al-Quran dan Tafsirnya dalam Prespektif Arkoun dalam buku

    Studi Al-Quran Kontemporer Wacana Baru Berbagai Metodologi Tafsir (Yogyakarta: Tiara

    Wacana, 2002), h. 167

    5 Abd al-Qahir al-Jurjani, Dalil al-Ijz (Beirut: Dr al-Kitb al-Arabi, 2005), h. 15

    6 QS. Al-Isra : 88

    7 QS. Hud: 13

    8 QS. Al-Baqarah : 23

    9 Abu Bakr Muhammad bin al-Thayyib al-Baqilani, Ijz al-Qurn

    (Misr: Dr al-Marif, tt.), h. 3-4

    10 Nama lengkapnya Abu Muhammad Abdullah ibn Muslim ibn Qutaibah al-Dainuri,

    selanjutnya disebut Ibn Qutaibah. Ia Lahir di Baghdad tahun 213 H, seorang ahli bahasa Arab

    dan sejarah. Ia juga dikenal seorang saleh dan alim, banyak karya tulisnya, baik tentang al-

    Quran, hadis, bahasa, dan lainnya. Ia wafat tahun 276 H/889 M.

    11 Ibn Qutaibah, Tawl Musykil al-Qurn (Kairo: tp., 1326), h. 10

    12 Tercatat ada beberapa bagian dari al-Quran yang ditolak al-Jad bin Dirham, seperti ayat

    tentang percakapan antara Allah dengan Nabi Musa. Beberapa pengikutnya bahkan menolak

    secara berlebihan, seperti pengikut Abd al-Karim bin Ajrad pada akhir tahun 100 H. an,

    mengatakan bahwa surat Yusuf bukanlah termasuk al-Quran, karena itu hanyalah cerita

    (qishshah) belaka. Bahkan pengikut al-Rafidhah beranggapan bahwa al-Quran sudah tidak

    orisinil lagi, karena al-Quran sudah terjadi perubahan dengan penambahan dan pengurangan

    di sana- sini. Demikian pula yang terjadi dengan sunnah telah terjadi perubahan- perubahan.

    31

  • 7/28/2019 Makalah Al-Qur'an Dan Hadist

    32/33

    Semua pemahaman tersebut bersumber dari tokoh Mutazilah, Hisyam bin al-Hakam. Lihat

    catatan kaki Mushtafa Shadiq al-Rafii, Ijz al-Qurn wa al-Balghah al-Nabawiyyah

    (Kairo: al-Maktabah al- Taufqiyyah, tt), h. 143

    13 Menurut al-Murtadha, seorang pengikut Syiah, bahwa makna al- sharfah adalah Allah

    menghilangkan dan mencabut pengetahuan orang Arab, sehingga mereka tidak mampu

    membuat semisal al-Quran, karena bagaimana pun mereka adalah ahli sastra yang memiliki

    kemampuan menyusun dan merangkai susunan dan kalimat sastra. Menurut Mushtafa,

    pendapat seperti ini jelas salah. Lihat Mushtafa Shadiq al-Rafii, Ijaz..., h. 144

    14 Lihat Al-Isra : 88, QS. Yunus : 38, QS. Hud : 13, QS. Al-Thur : 34, dan QS. Al-Baqarah :

    24

    15 Baca Hasan Hanafi, Min al-Aqdah ila al-Tsaurah (Kairo: Maktabah Madbuli, tt), Juz IV,

    h. 184-18916 Nur Khalis Setiawan, Al-Quran Kitab Sastra Terbesar (Yogyakarta: eLSAQ, 2005), h. 139

    h. 25

    17 Ahmad Thib Raya, h. 49

    18 Muhammad Aunul Abied Shah dalam artikel berjudul Amin Al- Khuli dan Kodifikasi

    Metode Tafsir dalam buku Islam Garda Depan Mosaik Pemikiran Islam Timur Tengah

    (Bandung: Mizan, 2001), h. 140 19

    Khairon Nahdiyyin, Metode Tafsir Susastra (Yogyakarta: Adab Press), 2004, h: vii.

    20 Amin Al-Khuli, Manhaj Tajdd , h. 302-304

    Daftar Pustaka

    Faridl, Miftah dan Syihabudin, Agus --Al-Qur'an, Sumber Hukum Islam yang Pertama,

    Penerbit Pustaka, Bandung, 1989 M.

    32

  • 7/28/2019 Makalah Al-Qur'an Dan Hadist

    33/33

    Qardawi, Yusuf. 2003. Bagaimana Berinteraksi dengan Al-Quran. (terjemahan: Kathur

    Suhardi). Jakarta. Pustaka Al-Kautsar.

    www.wikipedia.org

    http://abuzubair.files.wordpress.com/2008/01/pengertian-sunnah1.pdf

    http://www.sanaky.com/materi/HADITS_PADA_MASA_NABI.pdf

    http://ern.pendis.depag.go.id/DokPdf/jurnal/05-teologia-1.pdf

    http://www.mail-archive.com/[email protected]/msg00348.html

    http://haekalsiregar.wordpress.com/2007/07/25/pembagian-hadits-menurut-sandarannya/

    http://suluk.blogsome.com/2005/02/18/apakah-hadits-qudsi-itu-mengapa-tidak-ada-dalam-al-

    quran/

    http://al-kahfi.net/hadist/hubungan-hadis-dan-al-quran/

    http://www.mail-archive.com/[email protected]/msg05461.html

    http://kajianislam.wordpress.com/2007/06/26/hubungan-hadis-dan-al-quran/

    http://rud1.cybermq.com/post/detail/2222/hubungan-hadits-dengan-al-qurrsquo;an

    http://www.facebook.com/note.php?note_id=99232009794

    http://www.wikipedia.org/http://suluk.blogsome.com/2005/02/18/apakah-hadits-qudsi-itu-mengapa-tidak-ada-dalam-al-quran/http://suluk.blogsome.com/2005/02/18/apakah-hadits-qudsi-itu-mengapa-tidak-ada-dalam-al-quran/http://www.wikipedia.org/http://suluk.blogsome.com/2005/02/18/apakah-hadits-qudsi-itu-mengapa-tidak-ada-dalam-al-quran/http://suluk.blogsome.com/2005/02/18/apakah-hadits-qudsi-itu-mengapa-tidak-ada-dalam-al-quran/