makalah al-qur'an dan hadist
TRANSCRIPT
-
7/28/2019 Makalah Al-Qur'an Dan Hadist
1/33
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan hidayah-Nyalah penulis
dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Shalawat beriring salam selalu kita
panjatkan kepada Rasullullah SAW, karena kegigihan beliau dan ridho-Nyalah kita
dapat merasakan kenikmatan dunia seperti sekarang ini.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas yang
diberikan oleh dosen, makalah ini juga bertujuan untuk menambah pengetahuan dan
wawasan bagi pembaca sekalian.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan
sumbangsihnya dalam penulisan makalah ini.
Penulis menyadari bahwasanya makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh
karena itu kritik dan saran penulis harapkan dari pembaca sekalian demi terciptanya
kesempurnaan dalam penyusunan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi yang
memerlukan. Terima kasih.
Makassar, 5 Desember 2011
Penulis
DAFTAR ISI
1
-
7/28/2019 Makalah Al-Qur'an Dan Hadist
2/33
KATA PENGANTAR........................................................................................... 1
DAFTAR ISI ...........................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 4
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................... 6
1.3 Tujuan ........................................................................................................ 6
BAB II PEMBAHASAN
2.1 AL-QURAN............................................................................................. 7
2.1.1 Pengertian Al-quran.......................................................................... 7
2.1.2 Struktur dan pembagian Al-Qur'an ................................................... 8
2.1.3 Sejarah Al-Qur'an hingga berbentuk mushaf ................................... 9
2.1.4 Pengumpulan Al-Qur'an di masa Rasullulah SAW .......................... 9
2.1.5 Pengumpulan Al-Qur'an di masa Khulafaur Rasyidin .....................10
2.1.6 Adab Terhadap Al-Qur'an ................................................................13
2.1.7 Hubungan dengan kitab-kitab lain ...................................................13
2.1.8 Kesusastraan Al-Quran ...................................................................14
2.2 HADITS ....................................................................................................18
2.2.1 Pengertian Hadits .............................................................................18
2.2.2 Struktur Hadits .................................................................................19
2.2.3 Klasifikasi Hadits .............................................................................21
2.2.4 Perbedaan Hadits dengan as-Sunnah, al-Khabar, dan al-Atsar ...... 24
2.2.5 Cara Penyampaian Hadits pada Masa Nabi .................................... 25
2
-
7/28/2019 Makalah Al-Qur'an Dan Hadist
3/33
2.3 HADITS QUDSI ...................................................................................... 27
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan .............................................................................................. 30
3.2 Saran ........................................................................................................ 30
Catatan Kaki ......................................................................................................... 31
Daftar Pustaka ...................................................................................................... 33
BAB I
PENDAHULUAN
3
-
7/28/2019 Makalah Al-Qur'an Dan Hadist
4/33
1.1 Latar Belakang
Al-Hadits didefinisikan oleh umumnya ulama identik dengan definisi As-Sunnah.
Yaitu sebagai Segala sesuatu yang dinisbahkan kepada nabi Muhammad saw, baik ucapan,
perbuatan dan taqrir (ketetapan), maupun sifat fisik dan psikis, baik sebelum beliau menjadi
nabi maupun sesudahnya. Ulama ushul fiqh, membatasi pengertian hadis hanya pada
ucapan-ucapan Nabi Muhammad saw yang berkaitan dengan hukum. Sedangkan bila
mencakup pula padanya perbuatan dan taqrir (bukan hanya ucapan) beliau yang berkaitan
dengan hukum, maka ketiga hal ini dinamai As-Sunnah.
Pengertian hadis seperti yang dikemukakan oleh ulama ushul tersebut, dapat dikatakan
sebagai bagian dari wahyu Allah SWT yang tidak berbeda dari segi kewajiban menaatinya
dengan ketetapan-ketetapan hukum yang bersumber dari wahyu Al-Quran.
Sementara itu, ulama ahli tafsir mengamati bahwa perintah taat kepada Allah SWT
dan Rasul-Nya yang ditemukan dalam Al-Quran dikemukakan dengan dua redaksi berbeda.
Pertama adalah Athiu Allah war rasul, dan kedua adalah Athiu Allah wa athiur rasul.
Perintah pertama mencakup kewajiban taat kepada beliau dalam hal-hal yang sejalan
dengan perintah Allah SWT. Karenanya redaksi tersebut mencukupkan sekali saja
penggunaan kata athiu. Perintah kedua mencakup kewajiban taat kepada beliau walaupun
dalam hal-hal yang tidak disebut secara eksplisit oleh Allah SWT dalam Al-Quran. Itu
sebabnya dalam redaksi kedua di atas, kata athiu diulang dua kali. Dan atas dasar ini pulaperintah taat kepada Ulil Amri tidak dibarengi dengan kata athiu karena ketaatan terhadap
mereka tidak berdiri sendiri, tetapi bersyarat dengan sejalannya perintah mereka dengan
ajaran-ajaran Allah dan Rasul-Nya. (Perhatikan Firman Allah dalam QS 4:59).
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (nya), dan ulil amri di
antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah
ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada
Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya
Menerima ketetapan Rasul saw. dengan penuh kesadaran dan kerelaan tanpa sedikit
pun rasa enggan dan pembangkangan, baik pada saat ditetapkannya hukum maupun setelah
itu, merupakan syarat keabsahan iman seseorang, demikian Allah bersumpah dalam Al-Quran
Surah Al-Nisa ayat 65.
4
-
7/28/2019 Makalah Al-Qur'an Dan Hadist
5/33
65. Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka
menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, Kemudian mereka
tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan
mereka menerima dengan sepenuhnya.
Tetapi, di sisi lain, harus diakui bahwa terdapat perbedaan yang menonjol antara Hadis
dan Al-Quran dari segi redaksi dan cara penyampaian atau penerimaannya. Dari segi redaksi,
diyakini bahwa wahyu Al-Quran disusun langsung oleh Allah SWT. Malaikat Jibril as hanya
sekadar menyampaikan kepada Nabi Muhammad saw. Dan beliau pun langsung
menyampaikannya kepada umat, demikian dan seterusnya generasi demi generasi. Redaksi
wahyu-wahyu Al-Quran itu dapat dipastikan tidak mengalami perubahan, karena sejak
diterimanya oleh Nabi Saw, ia ditulis dan dihafal oleh sekian banyak sahabat dan kemudian
disampaikan secara tawatur oleh sejumlah orang yang menurut adat mustahil akan sepakat
berbohong. Atas dasar ini, wahyu-wahyu Al-Quran menjadi qathil wurud.
Ini, berbeda dengan hadis, yang pada umumnya disampaikan oleh orang per orang dan
itu pun seringkali dengan redaksi yang sedikit berbeda dengan redaksi yang diucapkan oleh
Nabi saw. Di samping itu, diakui pula oleh ulama hadis bahwa walaupun pada masa sahabat
sudah ada yang menulis teks-teks hadis, namun pada umumnya penyampaian atau penerimaan
kebanyakan hadis-hadis yang ada sekarang hanya berdasarkan hafalan para sahabat dan
tabiin. Ini menjadikan kedudukan hadis dari segi otensititasnya adalah zhannil wurud.
Walaupun demikian, itu tidak berarti terdapat keraguan terhadap keabsahan hadis
karena sekian banyak faktor baik pada diri Nabi Saw maupun sahabat beliau. Disamping
kondisi sosial masyarakat ketika itu, yang topang-menopang sehingga mengantarkan generasi
berikut untuk merasa tenang dan yakin akan terpeliharanya hadis-hadis Nabi saw.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan penulis bahas dalam penulisan makalah ini
adalah :
1. Apa yang dimaksud dengan Al-Quran ?
5
-
7/28/2019 Makalah Al-Qur'an Dan Hadist
6/33
2. Bagaimana hubungan antara Al-Quran dan sebuah kesusastraan ?
3. Apa yang dimaksud dengan hadits dan hadits qudsi ?
4. Apa yang menjadi perbedaan antara Al-Quran dan Hadits Qudsi ?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1. Sebagai sebuah pengetahuan baru bagi pembaca dalam memahami makna Al-Quran,
Hadits Qudsi dan Hadits.
2. Sebagai media inspirasi maupun referensi bagi pembaca dalam mensosialisasikan
makna dari Al-Quran, Hadits Qudsi dan Hadits tersebut dalam masyarakat luas.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 AL-QURAN
6
-
7/28/2019 Makalah Al-Qur'an Dan Hadist
7/33
2.1.1 Pengertian Al-quran
Al-Quran berasal dari bahasa Arab yang berarti "bacaan" atau "sesuatu yang dibaca
berulang-ulang". Kata Al-Quran adalah bentuk kata benda (masdar) dari kata kerja qara'a
yang artinya membaca. Konsep pemakaian kata ini dapat juga dijumpai pada salah satu surat
Al-Qur'an sendiri yakni pada ayat 17 dan 18 Surah Al-Qiyamah yang artinya:
Sesungguhnya mengumpulkan Al-Quran (di dalam dadamu) dan (menetapkan) bacaannya
(pada lidahmu) itu adalah tanggungan Kami. (Karena itu,) jika Kami telah membacakannya,
hendaklah kamu ikuti {amalkan} bacaannya.(75:17-75:18)
Al-Qur'an adalah firman Allah yang tiada tandingannya, diturunkan kepada Nabi
Muhammad SAW penutup paraNabi dan Rasul, dengan perantaraan Malaikat Jibril a.s. dan
ditulis pada mushaf-mushaf yang kemudian disampaikan kepada kita secara mutawatir, serta
membaca dan mempelajarinya merupakan ibadah, yang dimulai dengan surat Al-Fatihah dan
ditutup dengan surat An-Nas".
Nama-nama Lain Al-quran
Dalam Al-Qur'an sendiri terdapat beberapa ayat yang menyertakan nama lain yang
digunakan untuk merujuk kepada Al-Qur'an itu sendiri. Berikut adalah nama-nama tersebut
dan ayat yang mencantumkannya:
Al-Kitab, QS(2:2),QS (44:2)
Al-Furqan (pembeda benar salah):
QS(25:1)
Adz-Dzikr (pemberi peringatan):
QS(15:9)
Al-Mau'idhah (pelajaran/nasehat):QS(10:57)
Al-Hukm (peraturan/hukum):
QS(13:37)
Al-Hikmah (kebijaksanaan):
QS(17:39)
Ar-Rahmat (karunia): QS(27:77)
Ar-Ruh (ruh): QS(42:52)
Al-Bayan (penerang): QS(3:138)
Al-Kalam (ucapan/firman): QS(9:6)
Al-Busyra (kabar gembira): QS(16:102)
An-Nur (cahaya): QS(4:174) Al-Basha'ir (pedoman): QS(45:20)
Al-Balagh (penyampaian/kabar)
QS(14:52)
Al-Qaul (perkataan/ucapan) QS(28:51)
7
http://id.wikipedia.org/wiki/Surah_Al-Qiyamahhttp://www.usc.edu/dept/MSA/quran/075.qmt.html#075.017http://www.usc.edu/dept/MSA/quran/075.qmt.html#075.018http://id.wikipedia.org/wiki/Nabihttp://id.wikipedia.org/wiki/Rasulhttp://id.wikipedia.org/wiki/Malaikat_Jibrilhttp://id.wikipedia.org/wiki/Mutawatirhttp://id.wikipedia.org/wiki/Ibadahhttp://id.wikipedia.org/wiki/Al-Fatihahhttp://id.wikipedia.org/wiki/An-Nashttp://id.wikipedia.org/wiki/Surah_Al-Qiyamahhttp://www.usc.edu/dept/MSA/quran/075.qmt.html#075.017http://www.usc.edu/dept/MSA/quran/075.qmt.html#075.018http://id.wikipedia.org/wiki/Nabihttp://id.wikipedia.org/wiki/Rasulhttp://id.wikipedia.org/wiki/Malaikat_Jibrilhttp://id.wikipedia.org/wiki/Mutawatirhttp://id.wikipedia.org/wiki/Ibadahhttp://id.wikipedia.org/wiki/Al-Fatihahhttp://id.wikipedia.org/wiki/An-Nas -
7/28/2019 Makalah Al-Qur'an Dan Hadist
8/33
-
7/28/2019 Makalah Al-Qur'an Dan Hadist
9/33
As Sabuththiwaal (tujuh surat yang panjang). Yaitu Surat Al-Baqarah, Ali Imran,An-
Nisaa, Al-Araaf, Al-Anaam, Al Maa-idah dan Yunus
Al Miuun (seratus ayat lebih), seperti Hud, Yusuf, Mu'min dan sebagainya
Al Matsaani (kurang sedikit dari seratus ayat), seperti Al-Anfaal, Al-Hijr dan
sebagainya
Al Mufashshal (surat-surat pendek), seperti Adh-Dhuha,Al-Ikhlas, Al-Falaq, An-Nas
dan sebagainya
2.1.3 Sejarah Al-Qur'an hingga berbentuk mushaf
Penurunan Al-Qur'an
Al-Qur'an tidak turun sekaligus. Al-Qur'an turun secara berangsur-angsur selama 22
tahun 2 bulan 22 hari. Oleh para ulama membagi masa turun ini dibagi menjadi 2 periode,
yaitu periode Mekkah dan periode Madinah. Periode Mekkah berlangsung selama 12 tahun
masa kenabian Rasulullah SAW dan surat-surat yang turun pada waktu ini tergolong surat
Makkiyyah. Sedangkan periode Madinah yang dimulai sejak peristiwa hijrah berlangsung
selama 10 tahun dan surat yang turun pada kurun waktu ini disebut surat Madaniyah.
Penulisan Al-Qur'an dan perkembangannya
Penulisan (pencatatan dalam bentuk teks) Al-Qur'an sudah dimulai sejak zaman Nabi
Muhammad SAW. Kemudian transformasinya menjadi teks yang dijumpai saat ini selesai
dilakukan pada zaman khalifahUtsman bin Affan.
2.1.4 Pengumpulan Al-Qur'an di masa Rasullulah SAW
Pada masa ketika Nabi Muhammad SAW masih hidup, terdapat beberapa orang yang
ditunjuk untuk menuliskan Al Qur'an yakni Zaid bin Tsabit, Ali bin Abi Talib, Muawiyah bin
Abu Sufyan dan Ubay bin Kaab. Sahabat yang lain juga kerap menuliskan wahyu tersebut
walau tidak diperintahkan. Media penulisan yang digunakan saat itu berupa pelepah kurma,
lempengan batu, daun lontar, kulit atau daun kayu, pelana, potongan tulang belulang binatang.
9
http://id.wikipedia.org/wiki/Al-Baqarahhttp://id.wikipedia.org/wiki/Ali_Imranhttp://id.wikipedia.org/wiki/An-Nisaa%E2%80%99http://id.wikipedia.org/wiki/An-Nisaa%E2%80%99http://id.wikipedia.org/wiki/Al-A%E2%80%99raafhttp://id.wikipedia.org/wiki/Al-An%E2%80%99aamhttp://id.wikipedia.org/wiki/Al_Maa-idahhttp://id.wikipedia.org/wiki/Surat_Yunushttp://id.wikipedia.org/wiki/Surat_Hudhttp://id.wikipedia.org/wiki/Surat_Yusufhttp://id.wikipedia.org/wiki/Surat_Mu%E2%80%99minhttp://id.wikipedia.org/wiki/Surat_Al_Anfaalhttp://id.wikipedia.org/wiki/Surat_Al_Hijrhttp://id.wikipedia.org/wiki/Adh_Dhuhahttp://id.wikipedia.org/wiki/Al-Ikhlashttp://id.wikipedia.org/wiki/Al-Falaqhttp://id.wikipedia.org/wiki/An-Nashttp://id.wikipedia.org/wiki/Muhammadhttp://id.wikipedia.org/wiki/Makkiyyahhttp://id.wikipedia.org/wiki/Hijrahhttp://id.wikipedia.org/wiki/Madaniyahhttp://id.wikipedia.org/wiki/Khalifahhttp://id.wikipedia.org/wiki/Utsman_bin_Affanhttp://id.wikipedia.org/wiki/Zaid_bin_Tsabithttp://id.wikipedia.org/wiki/Ali_bin_Abi_Talibhttp://id.wikipedia.org/wiki/Muawiyah_bin_Abu_Sufyanhttp://id.wikipedia.org/wiki/Muawiyah_bin_Abu_Sufyanhttp://id.wikipedia.org/wiki/Ubay_bin_Kaabhttp://id.wikipedia.org/wiki/Al-Baqarahhttp://id.wikipedia.org/wiki/Ali_Imranhttp://id.wikipedia.org/wiki/An-Nisaa%E2%80%99http://id.wikipedia.org/wiki/An-Nisaa%E2%80%99http://id.wikipedia.org/wiki/Al-A%E2%80%99raafhttp://id.wikipedia.org/wiki/Al-An%E2%80%99aamhttp://id.wikipedia.org/wiki/Al_Maa-idahhttp://id.wikipedia.org/wiki/Surat_Yunushttp://id.wikipedia.org/wiki/Surat_Hudhttp://id.wikipedia.org/wiki/Surat_Yusufhttp://id.wikipedia.org/wiki/Surat_Mu%E2%80%99minhttp://id.wikipedia.org/wiki/Surat_Al_Anfaalhttp://id.wikipedia.org/wiki/Surat_Al_Hijrhttp://id.wikipedia.org/wiki/Adh_Dhuhahttp://id.wikipedia.org/wiki/Al-Ikhlashttp://id.wikipedia.org/wiki/Al-Falaqhttp://id.wikipedia.org/wiki/An-Nashttp://id.wikipedia.org/wiki/Muhammadhttp://id.wikipedia.org/wiki/Makkiyyahhttp://id.wikipedia.org/wiki/Hijrahhttp://id.wikipedia.org/wiki/Madaniyahhttp://id.wikipedia.org/wiki/Khalifahhttp://id.wikipedia.org/wiki/Utsman_bin_Affanhttp://id.wikipedia.org/wiki/Zaid_bin_Tsabithttp://id.wikipedia.org/wiki/Ali_bin_Abi_Talibhttp://id.wikipedia.org/wiki/Muawiyah_bin_Abu_Sufyanhttp://id.wikipedia.org/wiki/Muawiyah_bin_Abu_Sufyanhttp://id.wikipedia.org/wiki/Ubay_bin_Kaab -
7/28/2019 Makalah Al-Qur'an Dan Hadist
10/33
Di samping itu banyak juga sahabat-sahabat langsung menghafalkan ayat-ayat Al-Qur'an
setelah wahyu diturunkan.
2.1.5 Pengumpulan Al-Qur'an di masa Khulafaur Rasyidin
Pada masa pemerintahan Abu Bakar
Pada masa kekhalifahan Abu Bakar, terjadi beberapa pertempuran (dalam perang yang
dikenal dengan nama perang Ridda) yang mengakibatkan tewasnya beberapa penghafal Al-
Qur'an dalam jumlah yang signifikan. Umar bin Khattab yang saat itu merasa sangat khawatir
akan keadaan tersebut lantas meminta kepada Abu Bakar untuk mengumpulkan seluruh
tulisan Al-Qur'an yang saat itu tersebar di antara para sahabat. Abu Bakar lantas
memerintahkan Zaid bin Tsabit sebagai koordinator pelaksaan tugas tersebut. Setelah
pekerjaan tersebut selesai dan Al-Qur'an tersusun secara rapi dalam satu mushaf, hasilnya
diserahkan kepada Abu Bakar. Abu Bakar menyimpan mushaf tersebut hingga wafatnya
kemudian mushaf tersebut berpindah kepada Umar sebagai khalifah penerusnya, selanjutnya
mushaf dipegang oleh anaknya yakni Hafsah yang juga istri Nabi Muhammad SAW.
Pada masa pemerintahan Utsman bin Affan
Pada masa pemerintahan khalifah ke-3 yakni Utsman bin Affan, terdapat keragaman dalam
cara pembacaan Al-Qur'an (qira'at) yang disebabkan oleh adanya perbedaan dialek (lahjah)
antar suku yang berasal dari daerah berbeda-beda. Hal ini menimbulkan kekhawatiran Utsman
sehingga ia mengambil kebijakan untuk membuat sebuah mushaf standar (menyalin mushaf
yang dipegang Hafsah) yang ditulis dengan sebuah jenis penulisan yang baku. Standar
tersebut, yang kemudian dikenal dengan istilah cara penulisan (rasam) Utsmani yang
digunakan hingga saat ini. Bersamaan dengan standarisasi ini, seluruh mushaf yang berbeda
dengan standar yang dihasilkan diperintahkan untuk dimusnahkan (dibakar). Dengan proses
ini Utsman berhasil mencegah bahaya laten terjadinya perselisihan di antara umat Islam di
masa depan dalam penulisan dan pembacaan Al-Qur'an.
Mengutip hadist riwayat Ibnu Abi Dawud dalamAl-Mashahif, dengan sanad yang shahih:
10
http://id.wikipedia.org/wiki/Abu_Bakarhttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Perang_Ridda&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/wiki/Umar_bin_Khattabhttp://id.wikipedia.org/wiki/Sahabat_Nabihttp://id.wikipedia.org/wiki/Zaid_bin_Tsabithttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Mushaf&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/wiki/Utsman_bin_Affanhttp://id.wikipedia.org/wiki/Dialekhttp://id.wikipedia.org/wiki/Abu_Dawudhttp://id.wikipedia.org/wiki/Abu_Bakarhttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Perang_Ridda&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/wiki/Umar_bin_Khattabhttp://id.wikipedia.org/wiki/Sahabat_Nabihttp://id.wikipedia.org/wiki/Zaid_bin_Tsabithttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Mushaf&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/wiki/Utsman_bin_Affanhttp://id.wikipedia.org/wiki/Dialekhttp://id.wikipedia.org/wiki/Abu_Dawud -
7/28/2019 Makalah Al-Qur'an Dan Hadist
11/33
Suwaid bin Ghaflah berkata, "Ali mengatakan: Katakanlah segala yang baik tentang
Utsman. Demi Allah, apa yang telah dilakukannya mengenai mushaf-mushaf Al
Qur'an sudah atas persetujuan kami. Utsman berkata, 'Bagaimana pendapatmu
tentang isu qira'at ini? Saya mendapat berita bahwa sebagian mereka mengatakan
bahwa qira'atnya lebih baik dari qira'at orang lain. Ini hampir menjadi suatu
kekufuran'. Kami berkata, 'Bagaimana pendapatmu?' Ia menjawab, 'Aku berpendapat
agar umat bersatu pada satu mushaf, sehingga tidak terjadi lagi perpecahan dan
perselisihan.' Kami berkata, 'Pendapatmu sangat baik'."
Menurut Syaikh Manna' Al-Qaththan dalam Mahabits fi 'Ulum Al Qur'an, keterangan ini
menunjukkan bahwa apa yang dilakukan Utsman telah disepakati oleh para sahabat.
Demikianlah selanjutnya Utsman mengirim utusan kepada Hafsah untuk meminjam mushafAbu Bakar yang ada padanya. Lalu Utsman memanggil Zaid bin Tsabit Al-Anshari dan tiga
orang Quraish, yaitu Abdullah bin Az-Zubair, Said bin Al-Ash dan Abdurrahman bin Al-
Harits bin Hisyam. Ia memerintahkan mereka agar menyalin dan memperbanyak mushaf, dan
jika ada perbedaan antara Zaid dengan ketiga orang Quraish tersebut, hendaklah ditulis dalam
bahasa Quraish karena Al Qur'an turun dalam dialek bahasa mereka. Setelah mengembalikan
lembaran-lembaran asli kepada Hafsah, ia mengirimkan tujuh buah mushaf, yaitu ke Mekkah,
Syam, Yaman, Bahrain, Bashrah, Kufah, dan sebuah ditahan di Madinah (mushaf al-Imam).
Upaya penerjemahan dan penafsiran Al Qur'an
Upaya-upaya untuk mengetahui isi dan maksud Al Qur'an telah menghasilkan proses
penerjemahan (literal) dan penafsiran (lebih dalam, mengupas makna) dalam berbagai bahasa.
Namun demikian hasil usaha tersebut dianggap sebatas usaha manusia dan bukan usaha untuk
menduplikasi atau menggantikan teks yang asli dalam bahasa Arab. Kedudukan terjemahan
dan tafsir yang dihasilkan tidak sama dengan Al-Qur'an itu sendiri.
Terjemahan
11
-
7/28/2019 Makalah Al-Qur'an Dan Hadist
12/33
Terjemahan Al-Qur'an adalah hasil usaha penerjemahan secara literal teks Al-Qur'an
yang tidak dibarengi dengan usaha interpretasi lebih jauh. Terjemahan secara literal tidak
boleh dianggap sebagai arti sesungguhnya dari Al-Qur'an. Sebab Al-Qur'an menggunakan
suatu lafazh dengan berbagai gaya dan untuk suatu maksud yang bervariasi; terkadang untuk
arti hakiki, terkadang pula untuk arti majazi (kiasan) atau arti dan maksud lainnya.
Terjemahan dalam bahasa Indonesia di antaranya
dilaksanakan oleh:
1. Al-Qur'an dan Terjemahannya, oleh
Departemen Agama Republik Indonesia,
ada dua edisi revisi, yaitu tahun 1989 dan
2002
2. Terjemah Al-Qur'an, oleh Prof. Mahmud
Yunus
3. An-Nur, oleh Prof. T.M. Hasbi Ash-
Siddieqy
4. Al-Furqan, oleh A.Hassan guru PERSIS
Terjemahan dalam bahasa Inggris
1. The Holy Qur'an: Text, Translation and
Commentary, oleh Abdullah Yusuf Ali
2. The Meaning of the Holy Qur'an, oleh
Marmaduke Pickthall
Terjemahan dalam bahasa daerah Indonesia
di antaranya dilaksanakan oleh:
1. Qur'an Kejawen (bahasa Jawa),
oleh Kemajuan Islam Jogyakarta
2. Qur'an Suadawiah (bahasa Sunda)
3. Qur'an bahasa Sunda oleh K.H.
Qomaruddien
4. Al-Ibriz (bahasa Jawa), oleh K.
Bisyri Mustafa Rembang
5. Al-Qur'an Suci Basa Jawi (bahasa
Jawa), oleh Prof. K.H.R. Muhamad
Adnan
6. Al-Amin (bahasa Sunda)
2.1.6 Adab Terhadap Al-Qur'an
Sebelum menyentuh sebuah mushaf Al-Qur'an, seorang Muslim dianjurkan untuk
menyucikan dirinya terlebih dahulu dengan berwudhu. Hal ini berdasarkan tradisi dan
interpretasi secara literal dari surat Al Waaqi'ah ayat 77 hingga 79.
12
http://id.wikipedia.org/wiki/Departemen_Agama_Republik_Indonesiahttp://id.wikipedia.org/wiki/Abdullah_Yusuf_Alihttp://id.wikipedia.org/wiki/Marmaduke_Pickthallhttp://id.wikipedia.org/wiki/Berwudhuhttp://id.wikipedia.org/wiki/Surat_Al_Waaqi'ahhttp://id.wikipedia.org/wiki/Departemen_Agama_Republik_Indonesiahttp://id.wikipedia.org/wiki/Abdullah_Yusuf_Alihttp://id.wikipedia.org/wiki/Marmaduke_Pickthallhttp://id.wikipedia.org/wiki/Berwudhuhttp://id.wikipedia.org/wiki/Surat_Al_Waaqi'ah -
7/28/2019 Makalah Al-Qur'an Dan Hadist
13/33
Sesungguhnya Al-Qur'an ini adalah bacaan yang sangat mulia, 56-78. pada kitab
yang terpelihara (Lauhul Mahfuzh), 56-79. tidak menyentuhnya kecuali orang-orang
yang disucikan. (56:77-56:79)
Penghormatan terhadap teks tertulis Al-Qur'an adalah salah satu unsur penting kepercayaan
bagi sebagian besar Muslim. Mereka memercayai bahwa penghinaan secara sengaja terhadap
Al Qur'an adalah sebuah bentuk penghinaan serius terhadap sesuatu yang suci. Berdasarkan
hukum pada beberapa negara berpenduduk mayoritas Muslim, hukuman untuk hal ini dapat
berupa penjara kurungan dalam waktu yang lama dan bahkan ada yang menerapkan hukuman
mati.
2.1.7 Hubungan dengan kitab-kitab lain
Berkaitan dengan adanya kitab-kitab yang dipercayai diturunkan kepada nabi-nabi
sebelum Muhammad SAW dalam agama Islam (Taurat, Zabur, Injil, lembaran Ibrahim), Al-
Qur'an dalam beberapa ayatnya menegaskan posisinya terhadap kitab-kitab tersebut. Berikut
adalah pernyataan Al-Qur'an yang tentunya menjadi doktrin bagi ummat Islam mengenai
hubungan Al-Qur'an dengan kitab-kitab tersebut:
Bahwa Al-Qur'an menuntut kepercayaan ummat Islam terhadap eksistensi kitab-kitab
tersebut. QS(2:4)
Bahwa Al-Qur'an diposisikan sebagai pembenar dan batu ujian (verifikator) bagi
kitab-kitab sebelumnya. QS(5:48)
Bahwa Al-Qur'an menjadi referensi untuk menghilangkan perselisihan pendapat antara
ummat-ummat rasul yang berbeda. QS(16:63-64)
Bahwa Al-Qur'an meluruskan sejarah. Dalam Al-Qur'an terdapat cerita-cerita
mengenai kaum dari rasul-rasul terdahulu, juga mengenai beberapa bagian mengenai
kehidupan para rasul tersebut. Cerita tersebut pada beberapa aspek penting berbeda
dengan versi yang terdapat pada teks-teks lain yang dimiliki baik oleh Yahudi dan
Kristen.
2.1.8 KESUSTRAAN AL-QURAN
13
http://www.usc.edu/dept/MSA/quran/056.qmt.html#056.077http://www.usc.edu/dept/MSA/quran/056.qmt.html#056.079http://id.wikipedia.org/wiki/Sucihttp://id.wikipedia.org/wiki/Hukumhttp://id.wikipedia.org/wiki/Hukuman_matihttp://id.wikipedia.org/wiki/Hukuman_matihttp://id.wikipedia.org/wiki/Taurathttp://id.wikipedia.org/wiki/Zaburhttp://id.wikipedia.org/wiki/Injilhttp://id.wikipedia.org/wiki/Yahudihttp://id.wikipedia.org/wiki/Kristenhttp://www.usc.edu/dept/MSA/quran/056.qmt.html#056.077http://www.usc.edu/dept/MSA/quran/056.qmt.html#056.079http://id.wikipedia.org/wiki/Sucihttp://id.wikipedia.org/wiki/Hukumhttp://id.wikipedia.org/wiki/Hukuman_matihttp://id.wikipedia.org/wiki/Hukuman_matihttp://id.wikipedia.org/wiki/Taurathttp://id.wikipedia.org/wiki/Zaburhttp://id.wikipedia.org/wiki/Injilhttp://id.wikipedia.org/wiki/Yahudihttp://id.wikipedia.org/wiki/Kristen -
7/28/2019 Makalah Al-Qur'an Dan Hadist
14/33
Al-Quran merupakan kitab suci berbahasa Arab yang teragung (Kitb Al-Arabiyyah
Al-Akbar) dengan nilai sastra yang sangat tinggi1, namun gaya sastra al-Quran berbeda
dengan umumnya gaya sastra Arab yang dimiliki masyarakat Arab, sebab gaya bahasanya
tidak dapat sepenuhnya disebut sebagai prosa (natsar), di samping juga tidak bisa sepenuhnya
diklaim sebagai bentuk puisi (syiir). Lebih dari pada itu, gaya bahasanya yang senantiasa
berubah dan susunannya yang tidak sistematis, paling tidak, terlihat pada ritme dan bait ayat
al-Quran. Oleh karena itu, al-Quran sebagai kumpulan tanda-tanda linguistik yang harus
dipecahkan, mendorong beberapa sarjana muslim kontemporer untuk menggunakan
pendekatan susastra dalam studi al-Qur an.
Sebagai contoh, Toshihiko Izutsu2, dalam bukunya Ethico Religius Concept in the
Quran, menerapkan metode semantik dalam mengolah teks Al-Quran. Metode ini dilakukan
dengan cara studi analisis terhadap perspektif-perspektif yang terkristalkan dalam kata-kata.
Dengan demikian penafsiran al-Quran harus bertumpu pada kosakatanya, baik secara
individual maupun secara rasional dalam jaring atau struktur tertentu. Analisis pengungkapan
makna ini diorientasikan untuk memperoleh gambaran pandangan dunia (weltanschauung) al-
Quran.
Trend pendekatan susastra dalam menafsirkan al-Quran tersebut di atas sebenarnya
merupakan kelanjutan atas studi al-Quran yang telah banyak dilakukan para mufasssir masa
klasik, yang benih-benihnya telah ada sejak masa Nabi saw. dan sahabatnya. Studi al-Quran
dengan pendekatan susastra modern telah melahirkan kerangka dan paradigma baru dalam
metodologi tafsir3, sehingga lebih memberikan pemahaman tentang pesan-pesan al-Quran
secara komprehensif dengan tetap tidak kehilangan fungsinya yang trans historis dan trans
kultural4.
Relasi Ijaz al-Quran dengan Sastra Arab
Gambaran tentang Al-Quran, sebagaimana yang diberikan oleh orang-orang musyrik
Makkah, sebagai tindak ujaran yang menyerupai ucapan-ucapan para dukun, atau sebagai
ucapan puitis yang menyerupai ucapan-ucapan para penyair, tidak lain merupakan ekspresi
dari fakta bahwa hakekat al-Quran ditangkap sebagai teks sastra. Karena itu, al-Quran
merupakan kitab suci berbahasa Arab yang memiliki nilai sastra yang tinggi. Salah satu ijz
al-Quran tersebut tampak dari gaya bahasanya (uslb) yang indah dan tak tertandingi oleh
siapa pun5.
14
-
7/28/2019 Makalah Al-Qur'an Dan Hadist
15/33
Al-Quran sendiri menantang (tahaddi) orang Arab waktu itu supaya bersama-sama
dengan jin untuk membuat semacam al-Quran, namun mereka tidak mampu membuat
semacam al-Quran meskipun mereka saling bantu membantu6. Jika mereka ternyata tidak
mampu membuat semisal al-Quran, maka bisa saja mereka membuat sepuluh surat saja yang
serupa dengannya7. Karena tidak mampu pula, maka mereka dapat saja membuat satu surat
saja yang serupa al-Quran dengan bekerja sama dengan orang lain selain Allah 8. Terbukti,
tantangan al-Quran tersebut hingga kini tidak ada seorangpun yang dapat menjawabnya.
Diskursus tentang ijz al-Qurn berlangsung di kalangan para ulama hingga sekarang. Al-
Baqilani menyebutkan bahwa telah banyak ulama dari berbagai ilmu melakukan kajian
tentang aspek-aspek kemukjizatan Al-Quran9.
Ibn Qutaibah berpendapat bahwa pembahasan serta diskusi mengenai ajaran dan
keyakinan tentang ijz al-Qurn yang muncul belakangan, tidak bisa dilepaskan dari dua
aspek bahasa, lafzhi dan manawi. Lafzhi berarti leksikal dan makna struktural, sementara
manawi adalah teori makna11.
Pada abad ke tiga hijriyah, kajian tersebut menjadi obyek pelemik di kalangan kaum
muslimim dengan tujuan membela dan mempertahankan ideologi dan faham mereka,
terutama yang menyangkut persoalan kenabian dan kemukjizatan, seperti buku Tawl
Musykil al-Qurn karya Ibn Qutaibah, Maqalat al-Islamiyin karya Abi al-Hasan al-Asyari,
Hujaj al-Nubuwwah karya al-Jahidz, dan al-Intishr karya Abi al-Hasan al- Khiyath. Di
kalangan ulama tafsir, ada juga yang mengkaji keijzan al-Quran, seperti al-Thabari dalam
Jmi al-Baynnya dan Majz al-Qurn yang ditulis oleh Abu Ubaidah.
Polemik sekitar ijz al-Qurn yang paling keras terjadi di kalangan mutakallimin,
terutama dengan kemunculan faham mutazilah. Bermula dari pendapat Labid bin Asham,
seorang Yahudi, bahwa sesungguhnya Taurat adalah makhluk, maka demikian pula al-Quran
adalah makhluk. Pendapat tersebut kemudian diikuti oleh Thalut ibn Ukhtah, Banan bin
Saman, al-Jad bin Dirham. Dari ketiga pengikut Labid bin Asham tersebut al-Jad bin
Dirhamlah yang paling keras melakukan provokasi terhadap pendapatnya, bahkan secara
terbuka, ia mengingkari al-Quran dan menolak beberapa isi kandungannya12. Menurutnya,
bahwa keindahan sastra al-Quran sesungguhnya tidaklah memiliki kemukjizatan, karena
sebenarnya manusia mampu membuat semisal al-Quran, bahkan lebih indah dari al-Quran
sendiri. Menurut Abu Ishaq Ibrahim al-Nazhzham, seorang pengikut faham mutazih, bahwa
15
-
7/28/2019 Makalah Al-Qur'an Dan Hadist
16/33
ijz al-Qurn bukan terletak pada al-Qurn sendiri, tetapi terletak pada faktor eksternal al-
Quran, yaitu kehendak Allah sendiri yang membuat lemah dan tidak berdaya orang Arab
untuk membuat semisal al-Quran, meskipun sesungguhnya mereka mampu membuatnya (al-
shirfah)13.
Konsep al-shirfah, seperti yang dipahami oleh pengikut faham Mutazilah,
sesungguhnya sangat tidak berdasar dan tidak rasional, karena adanya unsur tantangan
(tahaddi) dalam ijz al-Qurn sesungguhnya menuntut adanya kemampuan manusia (al-
qudrah al-basyariyyah) untuk melakukan perlawanan (al-muaradhah) dari manusia itu
sendiri, sehingga logikanya, ketika al-Qur an menantang manusia untuk membuat
semisalnya, bahkan satu ayat saja seperti al-Quran, maka mereka benar-benar tidak mampu
melakukan perlawanan dengan membuat semisalnya14.
Di samping itu, ketidakmampuan manusia untuk membuat semisal al-Quran
menunjukkan kebenaran bahwa al-Quran adalah kalm Allah, bukan karya Rasulullah,
karena jika benar merupakan hasil karyanya maka tentu, dengan kemampuan bahasa dan
sastra yang dimilikinya, orang Arab mampu membuat bahkan bisa jadi lebih indah dengan
karya Rasulullah sendiri, tetapi kenyataannya mereka tidak mampu. Dengan demikian,
sangat tidak rasional jika manusia tidak mampu membuat semisal al-Quran disebabkan
pengetahuan dan keterampilannya dicabut dan dihilangkan oleh Allah dari diri mereka (al-
shirfah)15.
Al- Zamakhsyari misalnya, berkesimpulan, bahwa penguasaan terhadap sastra Arab
(balghah) dengan segala uslubnya tidak hanya akan membantu memahami aspek-aspek
kemukjizatan sastra al-Quran, tetapi juga dapat membantu mengungkapkan makna-makna
dan rahasia-rahasia yang tersembunyi di baliknya17.
Tafsir Kesusastraan Masa Modern
Dalam konteks ini, secara metodologis studi tafsir Al-Qur an mengalami
perkembangan. Jika pada masa klasik studi al-Quran masih diwarnai oleh pemahaman yang
didasarkan atas kecenderungan tertentu, seperti gramatika, retorika dan kandungan
tematiknya, seperti fiqih, tauhid, kisah dan lain sebagainya, maka memasuki masa modern
tafsir al-Quran lebih dilihat secara fungsional, di mana fungsi dan tujuan diwahyukannya al-
Quran kepada manusia adalah untuk memberikan petunjuk (hudan), sebagaimana yang
digagas oleh Muhammad Abduh. Menurut Abduh, tujuan yang pertama dan utama dari ilmu
16
-
7/28/2019 Makalah Al-Qur'an Dan Hadist
17/33
tafsir adalah merealisasikan keberadaan al-Quran itu sendiri sebagai petunjuk (hudan) dan
rahmat Allah swt, dengan menjelaskan hikmah kodifikasi kepercayaan, etika dan hukum
menurut cara yang paling bisa diterima oleh pikiran dan menenangkan perasaan. Dengan
demikian, tujuan yang sebenarnya dari tafsir al-Qur an adalah untuk mencari petunjuk
kebenaran di dalam Al-Quran18.
Pendapat Muhammad Abduh di atas diikuti oleh beberapa sarjana muslim
kontemporer berikutnya, seperti Amin al-Khuli (1895-1966), meski dengan sedikit perbedaan.
Menurut Amin al-Khuli, dengan tetap melihat Al-Quran sebagai hudan, ia melihat Al-
Quran itu sendiri sebagai bagian dari fakta-fakta sosio-historis. Di sini al-Quran dilihat
sebagai apa adanya dalam kaitannya dengan masyarakat Arab yang pertama kali
menerimanya. Ia muncul dalam bingkai dialektika antara wahyu dengan realitas masyarakat
pada saat itu. Sebagai fakta, al-Quran merupakan fakta bahasa dan susastra19.
Oleh karena itu, menurut Amin al-Khuli, tujuan yang disebutkan oleh Muhammad
Abduh bukanlah tujuan pertama. Menurutnya, tujuan pertama ilmu tafsir adalah melakukan
kontemplasi terhadap al-Quran sebagai sebuah kitab bahasa Arab yang teragung (Kitab
Al-Arabiyyah Al-Akbar) dan mempunyai dampak kesususastraan yang paling besar20.
Kitab itulah yang melanggengkan bahasa Arab dari kehancurannya, dan menjadi
kriterium akhir tata bahasa dan paramasusastranya, sehingga kajian aspek susastra dalam Al-
Quran dalam tingkatan seninya - yang dilakukan tanpa memandang perspektif yang lain,
termasuk kepercayaan agama sekalipun - merupakan langkah awal yang harus dilakukan
dalam menafsirkan al-Quran sebelum melangkah lebih jauh ke tujuan selanjutnya. Dalam
penelitian Amin al-Khuli, seperti ditulis dalam ulasannya tentang tafsir pada Enzyklopedi des
Islam, yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Arab al-Tafsr malim Haytihi
Manhajuh al-Yauma, bahwa karya tafsir yang ada merupakan hasil kreativitas kesarjanaan
muslim. Salah satu yang perlu dicatat dari beragamnya karya tafsir, menurut al-Khuli, adalah
dominannya kecenderungan yang melatarbelakangi para mufassir. Berbagai latar belakang
intelektual, sosial, politik dan ideologi, mempengaruhi hasil-hasil penafsiran yang pada
gilirannya mengurangi misi utama yang dibawa al-Quran. Dalam hal ini, al-Khuli
mencontohkan sarjana pendahulu yang diwarnai, untuk tidak mengatakan didominasi,
kepentingan individual seperti tasawuf, teologi, fikih dan sebagainya. Atas dasar pemikiran
tersebut di atas, Amin al-Khuli menawarkan metode susastra (al-manhaj al-adabi) dalam
17
-
7/28/2019 Makalah Al-Qur'an Dan Hadist
18/33
menafsirkan al-Quran. Sasaran metode ini, sebagaimana telah disebutkan di atas, adalah
untuk mendapatkan pesan al-Quran secara menyeluruh dan bisa diharapkan terhindar dari
tarikan-tarikan individual-ideologis.
Studi tafsir Al-Quran dengan pedekatan susastra, sebagaimana yang digagas oleh
Amin al-Khuli tersebut di atas, selanjutnya dikembangkan oleh murid-muridnya, seperti,
Muhammad Ahmad Khalafullah, Aisyah Abdurrahman Binti Syathi, M. Syukri Ayyad dan
Nash Hamid Abu Zaid.
2.2 HADITS
2.2.1 Pengertian Hadits
Kata "Hadits" atau al-hadits menurut bahasa berarti al-jadid (sesuatu yang baru),
lawan kata dari al-qadim (sesuatu yang lama). Kata hadits juga berarti al-khabar (berita), yaitu
sesuatu yang dipercakapkan dan dipindahkan dari seseorang kepada orang lain. Kata
jamaknya, ialah al-ahadis. Secara terminologi, ahli hadits dan ahli ushul berbeda pendapat
dalam memberikan pengertian hadits. Di kalangan ulama hadits sendiri ada juga beberapa
definisi yang antara satu sama lain agak berbeda. Ada yang mendefinisikan hadits, adalah :
"Segala perkataan Nabi SAW, perbuatan, dan hal ihwalnya". Ulama hadits menerangkan
bahwa yang termasuk "hal ihwal", ialah segala pemberitaan tentang Nabi SAW, seperti yangberkaitan dengan himmah, karakteristik, sejarah kelahiran, dan kebiasaan-kebiasaanya.
Ulama ahli hadits yang lain merumuskan pengertian hadits dengan :
"Segala sesuatu yang bersumber dari Nabi, baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir,
maupun sifatnya".
Ulama hadits yang lain juga mendefiniskan hadits sebagai berikut :
"Sesuatu yang didasarkan kepada Nabi SAW. baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir,
maupun sifatnya".
18
-
7/28/2019 Makalah Al-Qur'an Dan Hadist
19/33
Dari ketiga pengertian tersebut, ada kesamaan dan perbedaan para ahli hadits dalam
mendefinisikan hadits. Kasamaan dalam mendefinisikan hadits ialah hadits dengan segala
sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW, baik perkataan maupun perbuatan. Sedangkan
perbedaan mereka terletak pada penyebutan terakhir dari perumusan definisi hadits. Ada ahli
hadits yang menyebut hal ihwal atau sifat Nabi sebagai komponen hadits, ada yang tidak
menyebut. Kemudian ada ahli hadits yang menyebut taqrir Nabi secara eksplisit sebagai
komponen dari bentuk-bentuk hadits, tetapi ada juga yang memasukkannya secara implisit ke
dalam aqwal atau afal-nya.
Sedangkan ulama Ushul, mendefinisikan hadits sebagai berikut :
"Segala perkataan Nabi SAW. yang dapat dijadikan dalil untuk penetapan hukum syara'".
Berdasarkan rumusan definisi hadits baik dari ahli hadits maupun ahli ushul, terdapat
persamaan yaitu ; "memberikan definisi yang terbatas pada sesuatu yang disandarkan kepada
Rasul SAW, tanpa menyinggung-nyinggung prilaku dan ucapan shabat atau tabi'in. Perbedaan
mereka terletak pada cakupan definisinya. Definisi dari ahli hadits mencakup segala sesuatu
yang disandarkan atau bersumber dari Nabi SAW, baik berupa perkataan, perbuatan, dan
taqrir.
Sedangkan cakupan definisi hadits ahli ushul hanya menyangkut aspek perkataan Nabi
saja yang bisa dijadikan dalil untuk menetapkan hukum syara'.
2.2.2 Struktur Hadits
Secara struktur hadits terdiri atas dua komponen utama yakni sanad/isnad (rantai
penutur) dan matan (redaksi).
Contoh:
Musaddad mengabari bahwa Yahyaa sebagaimana diberitakan oleh Syu'bah, dari
Qatadah dari Anas dari Rasulullah SAW bahwa beliau bersabda: "Tidak sempurna
19
-
7/28/2019 Makalah Al-Qur'an Dan Hadist
20/33
iman seseorang di antara kalian sehingga ia cinta untuk saudaranya apa yang ia
cinta untuk dirinya sendiri" (Hadits riwayatBukhari)
A. Sanad
Sanad ialah rantai penutur/perawi (periwayat) hadits. Sanad terdiri atas seluruh
penutur mulai dari orang yang mencatat hadits tersebut dalam bukunya (kitab hadits) hingga
mencapai Rasulullah. Sanad, memberikan gambaran keaslian suatu riwayat. Jika diambil dari
contoh sebelumnya maka sanad hadits bersangkutan adalah
Al-Bukhari > Musaddad > Yahya > Syubah > Qatadah > Anas > Nabi Muhammad
SAW
Sebuah hadits dapat memiliki beberapa sanad dengan jumlah penutur/perawi
bervariasi dalam lapisan sanadnya, lapisan dalam sanad disebut dengan thaqabah. Signifikansi
jumlah sanad dan penutur dalam tiap thaqabah sanad akan menentukan derajat hadits tersebut,
hal ini dijelaskan lebih jauh pada klasifikasi hadits.
Jadi yang perlu dicermati dalam memahami Al Hadits terkait dengan sanadnya ialah :
Keutuhan sanadnya
Jumlahnya
Perawi akhirnya
Sebenarnya, penggunaan sanad sudah dikenal sejak sebelum datangnya Islam.Hal ini
diterapkan di dalam mengutip berbagai buku dan ilmu pengetahuan lainnya. Akan tetapi
mayoritas penerapan sanad digunakan dalam mengutip hadits-hadits nabawi.
B. Matan
20
http://id.wikipedia.org/wiki/Bukharihttp://id.wikipedia.org/wiki/Bukhari -
7/28/2019 Makalah Al-Qur'an Dan Hadist
21/33
Matan ialah redaksi dari hadits. Dari contoh sebelumnya maka matan hadits
bersangkutan ialah:
"Tidak sempurna iman seseorang di antara kalian sehingga ia cinta untuk
saudaranya apa yang ia cinta untuk dirinya sendiri"
Terkait dengan matan atau redaksi, maka yang perlu dicermati dalam mamahami hadist ialah:
Ujung sanad sebagai sumber redaksi, apakah berujung pada Nabi Muhammad atau
bukan,
Matan hadist itu sendiri dalam hubungannya dengan hadist lain yang lebih kuat
sanadnya (apakah ada yang melemahkan atau menguatkan) dan selanjutnya dengan
ayat dalam Al Quran (apakah ada yang bertolak belakang).
2.2.3 Klasifikasi Hadits
Hadits dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa kriteria yakni bermulanya ujung
sanad, keutuhan rantai sanad, jumlah penutur (periwayat) serta tingkat keaslian hadits (dapat
diterima atau tidaknya hadits bersangkutan)
Berdasarkan ujung sanad
Berdasarkan klasifikasi ini hadits dibagi menjadi 3 golongan yakni marfu' (terangkat), mauquf
(terhenti) dan maqtu' :
Hadits Marfu' adalah hadits yang sanadnya berujung langsung pada Nabi Muhammad
SAW (contoh:hadits sebelumnya)
Hadits Mauquf adalah hadits yang sanadnya terhenti pada para sahabat nabi tanpa ada
tanda-tanda baik secara perkataan maupun perbuatan yang menunjukkan derajatmarfu'.
Contoh:
21
http://id.wikipedia.org/wiki/Cintahttp://id.wikipedia.org/wiki/Muhammadhttp://id.wikipedia.org/wiki/Sahabat_nabihttp://id.wikipedia.org/wiki/Cintahttp://id.wikipedia.org/wiki/Muhammadhttp://id.wikipedia.org/wiki/Sahabat_nabi -
7/28/2019 Makalah Al-Qur'an Dan Hadist
22/33
Al Bukhari dalam kitab Al-Fara'id (hukum waris) menyampaikan bahwa Abu Bakar,
Ibnu Abbas dan Ibnu Al-Zubair mengatakan: "Kakek adalah (diperlakukan seperti)
ayah". Namun jika ekspresi yang digunakan sahabat seperti "Kami diperintahkan..",
"Kami dilarang untuk...", "Kami terbiasa... jika sedang bersama rasulullah" maka
derajat hadits tersebut tidak lagi mauquf melainkan setara dengan marfu'.
Hadits Maqtu' adalah hadits yang sanadnya berujung pada para Tabi'in (penerus).
Contoh hadits ini adalah:
Imam Muslim meriwayatkan dalam pembukaan sahihnya bahwa Ibnu Sirin
mengatakan: "Pengetahuan ini (hadits) adalah agama, maka berhati-hatilah kamu
darimana kamu mengambil agamamu".
Keaslian hadits yang terbagi atas golongan ini sangat bergantung pada beberapa faktor
lain seperti keadaan rantai sanad maupun penuturnya. Namun klasifikasi ini tetap sangat
penting mengingat klasifikasi ini membedakan ucapan dan tindakan Rasulullah SAW dari
ucapan para sahabat maupun tabi'in dimana hal ini sangat membantu dalam area perdebatan
dalam fikih ( Suhaib Hasan, Science of Hadits).
Berdasarkan keutuhan rantai/lapisan sanad
Berdasarkan klasifikasi ini hadits terbagi menjadi beberapa golongan yakni Musnad,
Munqati', Mu'allaq, Mu'dal dan Mursal. Keutuhan rantai sanad maksudnya ialah setiap
penutur pada tiap tingkatan dimungkinkan secara waktu dan kondisi untuk mendengar dari
penutur diatasnya.
Ilustrasi sanad : Pencatat Hadits > penutur 4> penutur 3 > penutur 2 (tabi'in) >
penutur 1(Parasahabat) >Rasulullah SAW
Hadits Musnad, sebuah hadits tergolong musnad apabila urutan sanad yang dimiliki
hadits tersebut tidak terpotong pada bagian tertentu. Yakni urutan penutur
memungkinkan terjadinya transfer hadits berdasarkan waktu dan kondisi.
22
http://id.wikipedia.org/wiki/Imam_Bukharihttp://id.wikipedia.org/wiki/Abu_Bakarhttp://id.wikipedia.org/wiki/Tabi'inhttp://id.wikipedia.org/wiki/Imam_Muslimhttp://id.wikipedia.org/wiki/Sahabat_nabihttp://id.wikipedia.org/wiki/Rasulullah_SAWhttp://id.wikipedia.org/wiki/Imam_Bukharihttp://id.wikipedia.org/wiki/Abu_Bakarhttp://id.wikipedia.org/wiki/Tabi'inhttp://id.wikipedia.org/wiki/Imam_Muslimhttp://id.wikipedia.org/wiki/Sahabat_nabihttp://id.wikipedia.org/wiki/Rasulullah_SAW -
7/28/2019 Makalah Al-Qur'an Dan Hadist
23/33
Hadits Mursal. Bila penutur 1 tidak dijumpai atau dengan kata lain seorang tabi'in
menisbatkan langsung kepada Rasulullah SAW (contoh: seorang tabi'in (penutur2)
mengatakan "Rasulullah berkata" tanpa ia menjelaskan adanya sahabat yang
menuturkan kepadanya).
Hadits Munqati' . Bila sanad putus pada salah satu penutur yakni penutur 4 atau 3
Hadits Mu'dal bila sanad terputus pada dua generasi penutur berturut-turut.
Hadits Mu'allaq bila sanad terputus pada penutur 4 hingga penutur 1 (Contoh:
"Seorang pencatat hadits mengatakan, telah sampai kepadaku bahwa Rasulullah
mengatakan...."tanpa ia menjelaskan sanad antara dirinya hingga Rasulullah).
Berdasarkan jumlah penutur
Jumlah penutur yang dimaksud adalah jumlah penutur dalam tiap tingkatan dari sanad, atau
ketersediaan beberapa jalur berbeda yang menjadi sanad hadits tersebut. Berdasarkan
klasifikasi ini hadits dibagi atas hadits Mutawatir dan hadits Ahad.
Hadits mutawatir, adalah hadits yang diriwayatkan oleh sekelompok orang dari
beberapa sanad dan tidak terdapat kemungkinan bahwa mereka semua sepakat untuk
berdusta bersama akan hal itu. Jadi hadits mutawatir memiliki beberapa sanad dan
jumlah penutur pada tiap lapisan (thaqabah) berimbang. Para ulama berbeda pendapatmengenai jumlah sanad minimum hadits mutawatir (sebagian menetapkan 20 dan 40
orang pada tiap lapisan sanad). Hadits mutawatir sendiri dapat dibedakan antara dua
jenis yakni mutawatir lafzhy (redaksional sama pada tiap riwayat) dan ma'nawy (pada
redaksional terdapat perbedaan namun makna sama pada tiap riwayat)
Hadits ahad, hadits yang diriwayatkan oleh sekelompok orang namun tidak mencapai
tingkatan mutawatir. Hadits ahad kemudian dibedakan atas tiga jenis antara lain :
o Gharib, bila hanya terdapat satu jalur sanad (pada salah satu lapisan terdapat
hanya satu penutur, meski pada lapisan lain terdapat banyak penutur)
o Aziz, bila terdapat dua jalur sanad (dua penutur pada salah satu lapisan)
o Mashur, bila terdapat lebih dari dua jalur sanad (tiga atau lebih penutur pada
salah satu lapisan) namun tidak mencapai derajat mutawatir.
23
http://id.wikipedia.org/wiki/Ulamahttp://id.wikipedia.org/wiki/Ulama -
7/28/2019 Makalah Al-Qur'an Dan Hadist
24/33
Berdasarkan tingkat keaslian hadits
Kategorisasi tingkat keaslian hadits adalah klasifikasi yang paling penting dan merupakan
kesimpulan terhadap tingkat penerimaan atau penolakan terhadap hadits tersebut. Tingkatan
hadits pada klasifikasi ini terbagi menjadi 4 tingkat yakni shahih, hasan, da'if dan maudu'
Hadits Shahih, yakni tingkatan tertinggi penerimaan pada suatu hadits. Hadits shahih
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. Sanadnya bersambung;
2. Diriwayatkan oleh penutur/perawi yg adil, memiliki sifat istiqomah, berakhlak
baik, tidak fasik, terjaga muruah(kehormatan)-nya, dan kuat ingatannya.
3. Matannya tidak mengandung kejanggalan/bertentangan (syadz) serta tidak ada
sebab tersembunyi atau tidak nyata yg mencacatkan hadits .
Hadits Hasan, bila hadits yg tersebut sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh rawi yg
adil namun tidak sempurna ingatannya, serta matannya tidak syadz serta cacat.
Hadits Dhaif (lemah), ialah hadits yang sanadnya tidak bersambung (dapat berupa
mursal, muallaq, mudallas, munqati atau mudal)dan diriwayatkan oleh orang yang
tidak adil atau tidak kuat ingatannya, mengandung kejanggalan atau cacat.
Hadits Maudu', bila hadits dicurigai palsu atau buatan karena dalam sanadnya
dijumpai penutur yang memiliki kemungkinan berdusta.
2.2.4 Perbedaan Hadits dengan as-Sunnah, al-Khabar, dan al-Atsar
Dari keempat istilah yaitu Hadits, Sunnah, Khabar, dan Atsar, menurut jumhur ulama
Hadits dapat dipergunakan untuk maksud yang sama, yaitu bahwa hadits disebut juga dengan
sunnah, khabar atau atsar. Begitu pula halnya sunnah, dapat disebut dengan hadits, khabar
dan atsar. Maka Hadits Mutawatir dapat juga disebut dengan Sunnah Mutawatir atau Khabar
Mutawatir. Begitu juga Hadits Shahih dapat disebut dengan Sunnah Shahih, Khabar Shahih,
dan Atsar Shahih. Tetapi berdasarkan penjelasan mengenai Hadits, Sunnah, Khabar, dan Atsar
ada sedikit perbedaan yang perlu diperhatikan antara hadits dan sunnah menurut pendapat dan
pandangan ulama, baik ulama hadits maupun ulama ushul dan juga perbedaan antara hadits
dengan khabar dan atsar dari penjelasan ulama yang telah dibahas.
Perbedaan-perbedaan pendapat ulama tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut :
24
-
7/28/2019 Makalah Al-Qur'an Dan Hadist
25/33
(a) Hadits dan Sunnah : Hadits terbatas pada perkataan, perbuatan, taqrir yang bersumber
dari Nabi SAW, sedangkan Sunnah segala yang bersumber dari Nabi SAW baik berupa
perkataan, perbuatan, taqrir, tabiat, budi pekerti, atau perjalan hidupnya, baik sebelum
diangkat menjadi Rasul maupun sesudahnya.
(b) Hadits dan Khabar :
Sebagian ulama hadits berpendapat bahwa Khabar sebagai sesuatu yang berasal atau
disandarkan kepada selain Nabi SAW., Hadits sebagai sesuatu yang berasal atau
disandarkan kepada Nabi SAW. Tetapi ada ulama yang mengatakan Khabar lebih umum
daripada Hadits, karena perkataan khabar merupakan segala yang diriwayatkan, baik dari
Nabi SAW., maupun dari yang selainnya, sedangkan hadits khusus bagi yang
diriwayatkan dari Nabi SAW. saja. "Ada juga pendapat yang mengatakan, khabar dan
hadits, diithlaqkan kepada yang sampai dari Nabi saja, sedangkan yang diterima dari
sahabat dinamai Atsar".
(c) Hadits dan Atsar : Jumhur ulama berpendapat bahwa Atsar sama artinya dengan
khabar dan Hadits. Ada juga ulama yang berpendapat bahwa Atsar sama dengan Khabar,
yaitu sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW., sahabat dan tabi'in. "Az Zarkasyi,
memakai kata atsar untuk hadits mauquf. Namun membolehkan memakainya untuk
perkataan Rasul SAW. (hadits marfu)". Dengan demikian, Hadits sebagai sesuatu yang
berasal atau disandarkan kepada Nabi SAW. saja, sedangkan Atsar sesuatu yang
disandarkan kepada Nabi SAW., sahabat dan tabi'in.
2.2.5 Cara Penyampaian Hadits pada Masa Nabi
Nabi SAW hidup di tengah-tengah masyarakat dan sahabatnya. Mereka selalu bertemu
dan berinteraksi dengan beliau secara bebas. Menurut T.M.Hasbi Ash Shiddieqy, bahwa tidak
ada ketentuan protokol yang menghalangi mereka bergaul dengan beliau. Yang tidak
dibenarkan, hanyalah mereka langsung masuk ke rumah Nabi, dikala beliau tak ada di rumah,
dan berbicara dengan para isteri Nabi, tanpa hijab. Nabi bergaul dengan mereka di rumah, di
mesjid, di pasar, di jalan, di dalam safar dan di dalam hadlar. Seluruh perbuatan Nabi,
demikian juga ucapan dan tutur kata Nabi menjadi tumpuan perhatian para sahabat. Segala
gerak-gerik Nabi menjadi contoh dan pedoman hidup mereka. Para sahabat sangat
memperhatikan perilaku Nabi dan sangat memerlukan untuk mengetahui segala apa yang
25
-
7/28/2019 Makalah Al-Qur'an Dan Hadist
26/33
disabdakan Nabi. Mereka tentu meyakini, bahwa mereka diperintahkan mengikuti dan
mentaati apa-apa yang diperintahkan Nabi.
Sebagai seorang Nabi tentu memiliki teknik atau cara-cara untuk mencontohkan
perilaku dan menyampaikan sesuatu kepada para sahabatnya. Untuk itu, "menurut riwayat al-
Bukhari, Ibnu Mas'ud pernah bercerita bahwa untuk tidak melahirkan rasa jenuh di kalangan
sahabat, Rasul SAW menyampaikan haditsnya dengan berbagai cara, sehingga membuat para
sahabat selalu ingin mengikuti pengajiannya".
Ada beberapa teknik atau cara Rasul SAW dalam menyampaikan Hadits kepada para
sahabat, yang disesuaikan dengan kondisi para sahabatnya. Untuk itu, teknik atau cara yang
digunakan Nabi SAW dalam menyampaikan Hadits, sebagai berikut :
a. Melalui para jama'ah pada pusat pembinaannya yang disebut majlis al-'Ilmi.
Melalui majlis ini para sahabat memperoleh banyak peluang untuk menerimahadits,
sehingga mereka berusaha untuk selalu mengkonsentrasikan diri untuk mengikuti
kegiatannya.
b. Dalam banyak kesempatan Rasul SAW juga menyampaikan haditsnya melalui
para sahabat tertentu, yang kemudian oleh para tersebut disampaikannya kepada orang
lain. Hal ini karena terkadang ketika ia mewurudkan suatu Hadits, para sahabat yang hadir
hanya beberapa orang saja, baik karena disengaja oleh Rasul SAW sendiri atau secara
kebetulan para sahabat yang hadir hanya beberapa orang saja, bahkan hanya satu orang,
seperti Hadits-hadits yang ditulis oleh Abdullah bin Amr bin al-'Ash. Untuk hal-hal yang
sensitif, seperti yang berkaitan dengan soal keluarga dan kebutuhan biologis (terutama
yang menyangkut hubungan suami isteri), ia sampaikan melalui isteri-isterinya. Begitu
juga sikap para sahabat, jika ada hal-hal yang berkaitan dengan soal di atas, karena segan
bertanya kepada Rasul SAW, seringkali ditanyakan melalui isteri-isterinya.
c. Melalui ceramah atau pidato di tempat terbuka, seperti ketika haji wada' dan fathu
Makkah.
d. Melalui perbuatan langsung yang disaksikan oleh para sahabatnya (jalan musya'hadah),
seperti yang berkaitan dengan praktek-praktek ibadah dan muamalah.
e. Para sahabat yang mengemukana masalah atau bertanya dan berdiolog langsung
kepada Nabi SAW. Melihat kenyataan ini, umat Islam pada saat itu secara langsung
memperoleh Hadits dari Rasul SAW sebagai sumber Hadits, baik itu berupa perkataan,
26
-
7/28/2019 Makalah Al-Qur'an Dan Hadist
27/33
perbuatan dan taqrir. Antara Rasul SAW dengan mereka tidak ada jarak atau hijab yang
dapat menghambat atau mempersulit pertemuan mereka. Para sahabat menerima Hadits
dari Rasul SAW adakalanya langsung dari beliau sendiri, mereka langsung mendengar
atau melihat contoh perilaku yang dilakukan Nabi SAW, baik karena ada sesuatu soal
yang diajukan oleh seseorang kepada Nabi lalu Nabi menjawabnya, atau karena Nabi
sendiri yang memulai pembicaan tentang suatu persoalan. ...... Indah sekali, betapa
bahagia dan indahnya umat pada saat itu.
2.3 HADITS QUDSI
Menurut para ahli hadits, Hadits Qudsi adalah setiap ucapan yang disandarkan
kepada Allah swt. oleh Rasulullah saw. Karena itu, hadits qudsi sering diawali dengan
kalimat dari Rasulullah saw. dari hadits yang beliau riwayatkan dari Tuhannya, atau
Rasulullah saw. bersabda, Allah swt berfirman,
Berikut ini salah satu contohnya
Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a., sesungguhnya Rasulullah saw bersabda, Allah
swt. berfirman, Aku adalah menurut persangkaan hamba-Ku kepada-Ku. Dan Aku
bersamanya ketika ia menyebut-Ku. Jika ia menyebut-Ku dalam dirinya, Aku
menyebutnya dalam diri-Ku. Ketika ia menyebut-Ku ditengah-tengah sekelompok
orang, Aku menyebutnya ditengah-tengah kelompok yang lebih baik dari mereka
(kelompok malaikat). (H.R.Imam Ahmad, Imam Bukhari, Imam Muslim, At Tirmidzi,
dan Ibnu Majah).
Perbedaan antara Al-Quran dan Hadits qudsi
Para ulama berbeda pendapat tentang hakikat hadist qudsi ini, sebagian ulama seperti
Abu Al Biqai berpendapat bahwa hadits qudsi merupakan wahyu Allah yang dihembuskan
kepada pribadi Nabi baik melalui ilham maupun mimpi sedangkan susunan redaksinya
dilakukan oleh Rasulullah Saw sendiri. Artinya hadits qudsi adalah maknanya dari Allah
sedangkan lafadznya dari Rasulullah Saw. Jika pemahaman hadits qudsi seperti ini jelas tidak
27
-
7/28/2019 Makalah Al-Qur'an Dan Hadist
28/33
menimbulkan masalah. namun sementara ulama berpendapat, bahwa hadits qudsi adalah
makna dan lafadznya dua-duanya dari Allah Swt. Kalau demikian jelas akan menimbulkan
masalah sebab Al Quran juga begitu lafadz dan maknanya dari Allah. oleh sebab itu perlu
dibuat rumusan yang jelas tentang perbedaan antara Al Quran dengan hadits qudsi agar tidak
terjadi kerancuan dalam memberikan interpretasi.
Dr Syuban Muhammad Ismail dalam kitabnya Maa Al Quran Al Karin Fi Tarikhihi menulis
sebelas perbedaan pokok antara Al Quran dan hadits qudsi.
1. Al Quran adalah wahyu yang jelas, artinya Al Quran diturunkan oleh Allah melalui
Jibril kepada Nabi Muhammad yang dalam keadaan sadar, sedangkan hadits qudsi bisa
jadi diterima dalam bentuk ilham ataupun mimpi.
2. Al Quran merupakan mukjizat sehingga tidak ada seorangpun yang dapat
menandinginya, ia juga terjaga dari perubahan, sedangkan hadits qudsi tidak.
3.Membaca Al Quran merupakan ibadah sedangkan hadits qudsi tidak demikian.
4. Bagi orang yang hadats dilarang menyentuh al quran dan bagi yang junub dilarang
menyentuh dan membacanya, sedangkan hadist qudsi tidak.
5. Al Quran tidak boleh diriwayatkan dengan maknanya saja, sedangkan hadits qudsi
boleh.
6. Al Quran diriwayatkan secara mutawatir, sedangkan hadits qudsi diriwayatkan secara
ahad.
7. Menurut Imam Ahmad dilarang menjual Al Quran sementara Imam Syafii Makruh,
sedangkan hadist Qudsi tidak demikian.
8. Al Quran merupakan bacaan tertentu dalam sholat, tidak sah sholat seseorang bila
tidak membaca Al Quran sedangkan hadits qudsi tidak.
10. Lafadz Al Quran berasal dari Allah, sedangkan hadist qudsi berasal dari Nabi Saw.
28
-
7/28/2019 Makalah Al-Qur'an Dan Hadist
29/33
11. Bagian-bagian dari Al Quran disebut ayat dan surat sedangkan hadist qudsi tidak
demikian.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
29
-
7/28/2019 Makalah Al-Qur'an Dan Hadist
30/33
Adapun beberapa kesimpulan yang dapat penulis ambil dari pembahasan makalah diatas
adalah :
1. Al-Qur'an adalah firman Allah yang tiada tandingannya, diturunkan kepada Nabi
Muhammad SAW penutup para Nabi dan Rasul, dengan perantaraan Malaikat Jibril a.s.
dan ditulis pada mushaf-mushaf yang kemudian disampaikan kepada kita secara
mutawatir, serta membaca dan mempelajarinya merupakan ibadah, yang dimulai dengan
surat Al-Fatihah dan ditutup dengan surat An-Nas.
2. Al-Quran dan Hadits merupakan dua sumber hukum dalam islam yang harus dijalankan
secara bersamaan.
3. Pendefenisian makna dari hadits itu sendiri memiliki persamaan dan kesamaan yang
mendasar pada beberapa ulama, salah satu pengertian dari hadits itu adalah sesuatu yang
didasarkan kepada Nabi SAW. baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, maupun sifatnya.
4. Hadits qudsi merupakan hadits yang maknanya berasal dari Allah SWT. dan lafadzhnya
berasal dari Nabi Muhammad SAW.
3.2 Saran
1. Semoga makalah ini menjadi penambahan pengetahuan pembaca dalam mengetahui
makna Al-Quran, Hadits Qudsi dan Hadits itu sendiri dan dapat mensosialisasikannya
pada masyarakat luas.2. Semoga makalah ini menjadi sebuah inspirasi dan referensi dapat penulisan makalah
berikutnya.
Catatan Kaki
1 Terminologi kitab bahasa Arab yang teragung (Kitb al-Arabiyyah al-Akbar) untuk
menyebutkan al-Quran pertama kali digunakan oleh Amin al-Khuli dalam bukunya Manhaj
30
http://id.wikipedia.org/wiki/Nabihttp://id.wikipedia.org/wiki/Rasulhttp://id.wikipedia.org/wiki/Malaikat_Jibrilhttp://id.wikipedia.org/wiki/Mutawatirhttp://id.wikipedia.org/wiki/Ibadahhttp://id.wikipedia.org/wiki/Al-Fatihahhttp://id.wikipedia.org/wiki/An-Nashttp://id.wikipedia.org/wiki/Nabihttp://id.wikipedia.org/wiki/Rasulhttp://id.wikipedia.org/wiki/Malaikat_Jibrilhttp://id.wikipedia.org/wiki/Mutawatirhttp://id.wikipedia.org/wiki/Ibadahhttp://id.wikipedia.org/wiki/Al-Fatihahhttp://id.wikipedia.org/wiki/An-Nas -
7/28/2019 Makalah Al-Qur'an Dan Hadist
31/33
Tajdd fi al-Nahw wa al-Balghah wa Tafsr wa al-Adab. Menurutnya, secara sosiologis al-
Quran tidak dapat dilepaskan dari konteks diturunkannya dalam masyarakat Arab dengan
segala aspek yang berhubungan dengan konteks tersebut. Lihat Amin al-Khuli, Manhaj Tajdd
f al-Nahw wa al-Balghah wa Tafsr wa al- Adab (Kairo: Dar al-Marifah, 1961) h. 229-230
2 Lihat selengkapnya Toshihiko Izutsu, Ethico Religius Concept in the Quran (Montreal: Mc
Gill University Press, 1966).
3 Dalam konteks teori susastra modern dikenal teori fenomenologi, hermeneutika, teori
resepsi, strukturalisme dan semiotik, postrukturalisme dan psikoanalisis. Teori sastra tersebut
oleh beberapa sarjana muslim maupun orientalis digunakan untuk studi atas teks al-Quran,
seperti Nashr Hamid Abu Zaid, Muhammaed Arkoun dan John Wansbrough.
4 Waryono Abdul Ghafur, Al-Quran dan Tafsirnya dalam Prespektif Arkoun dalam buku
Studi Al-Quran Kontemporer Wacana Baru Berbagai Metodologi Tafsir (Yogyakarta: Tiara
Wacana, 2002), h. 167
5 Abd al-Qahir al-Jurjani, Dalil al-Ijz (Beirut: Dr al-Kitb al-Arabi, 2005), h. 15
6 QS. Al-Isra : 88
7 QS. Hud: 13
8 QS. Al-Baqarah : 23
9 Abu Bakr Muhammad bin al-Thayyib al-Baqilani, Ijz al-Qurn
(Misr: Dr al-Marif, tt.), h. 3-4
10 Nama lengkapnya Abu Muhammad Abdullah ibn Muslim ibn Qutaibah al-Dainuri,
selanjutnya disebut Ibn Qutaibah. Ia Lahir di Baghdad tahun 213 H, seorang ahli bahasa Arab
dan sejarah. Ia juga dikenal seorang saleh dan alim, banyak karya tulisnya, baik tentang al-
Quran, hadis, bahasa, dan lainnya. Ia wafat tahun 276 H/889 M.
11 Ibn Qutaibah, Tawl Musykil al-Qurn (Kairo: tp., 1326), h. 10
12 Tercatat ada beberapa bagian dari al-Quran yang ditolak al-Jad bin Dirham, seperti ayat
tentang percakapan antara Allah dengan Nabi Musa. Beberapa pengikutnya bahkan menolak
secara berlebihan, seperti pengikut Abd al-Karim bin Ajrad pada akhir tahun 100 H. an,
mengatakan bahwa surat Yusuf bukanlah termasuk al-Quran, karena itu hanyalah cerita
(qishshah) belaka. Bahkan pengikut al-Rafidhah beranggapan bahwa al-Quran sudah tidak
orisinil lagi, karena al-Quran sudah terjadi perubahan dengan penambahan dan pengurangan
di sana- sini. Demikian pula yang terjadi dengan sunnah telah terjadi perubahan- perubahan.
31
-
7/28/2019 Makalah Al-Qur'an Dan Hadist
32/33
Semua pemahaman tersebut bersumber dari tokoh Mutazilah, Hisyam bin al-Hakam. Lihat
catatan kaki Mushtafa Shadiq al-Rafii, Ijz al-Qurn wa al-Balghah al-Nabawiyyah
(Kairo: al-Maktabah al- Taufqiyyah, tt), h. 143
13 Menurut al-Murtadha, seorang pengikut Syiah, bahwa makna al- sharfah adalah Allah
menghilangkan dan mencabut pengetahuan orang Arab, sehingga mereka tidak mampu
membuat semisal al-Quran, karena bagaimana pun mereka adalah ahli sastra yang memiliki
kemampuan menyusun dan merangkai susunan dan kalimat sastra. Menurut Mushtafa,
pendapat seperti ini jelas salah. Lihat Mushtafa Shadiq al-Rafii, Ijaz..., h. 144
14 Lihat Al-Isra : 88, QS. Yunus : 38, QS. Hud : 13, QS. Al-Thur : 34, dan QS. Al-Baqarah :
24
15 Baca Hasan Hanafi, Min al-Aqdah ila al-Tsaurah (Kairo: Maktabah Madbuli, tt), Juz IV,
h. 184-18916 Nur Khalis Setiawan, Al-Quran Kitab Sastra Terbesar (Yogyakarta: eLSAQ, 2005), h. 139
h. 25
17 Ahmad Thib Raya, h. 49
18 Muhammad Aunul Abied Shah dalam artikel berjudul Amin Al- Khuli dan Kodifikasi
Metode Tafsir dalam buku Islam Garda Depan Mosaik Pemikiran Islam Timur Tengah
(Bandung: Mizan, 2001), h. 140 19
Khairon Nahdiyyin, Metode Tafsir Susastra (Yogyakarta: Adab Press), 2004, h: vii.
20 Amin Al-Khuli, Manhaj Tajdd , h. 302-304
Daftar Pustaka
Faridl, Miftah dan Syihabudin, Agus --Al-Qur'an, Sumber Hukum Islam yang Pertama,
Penerbit Pustaka, Bandung, 1989 M.
32
-
7/28/2019 Makalah Al-Qur'an Dan Hadist
33/33
Qardawi, Yusuf. 2003. Bagaimana Berinteraksi dengan Al-Quran. (terjemahan: Kathur
Suhardi). Jakarta. Pustaka Al-Kautsar.
www.wikipedia.org
http://abuzubair.files.wordpress.com/2008/01/pengertian-sunnah1.pdf
http://www.sanaky.com/materi/HADITS_PADA_MASA_NABI.pdf
http://ern.pendis.depag.go.id/DokPdf/jurnal/05-teologia-1.pdf
http://www.mail-archive.com/[email protected]/msg00348.html
http://haekalsiregar.wordpress.com/2007/07/25/pembagian-hadits-menurut-sandarannya/
http://suluk.blogsome.com/2005/02/18/apakah-hadits-qudsi-itu-mengapa-tidak-ada-dalam-al-
quran/
http://al-kahfi.net/hadist/hubungan-hadis-dan-al-quran/
http://www.mail-archive.com/[email protected]/msg05461.html
http://kajianislam.wordpress.com/2007/06/26/hubungan-hadis-dan-al-quran/
http://rud1.cybermq.com/post/detail/2222/hubungan-hadits-dengan-al-qurrsquo;an
http://www.facebook.com/note.php?note_id=99232009794
http://www.wikipedia.org/http://suluk.blogsome.com/2005/02/18/apakah-hadits-qudsi-itu-mengapa-tidak-ada-dalam-al-quran/http://suluk.blogsome.com/2005/02/18/apakah-hadits-qudsi-itu-mengapa-tidak-ada-dalam-al-quran/http://www.wikipedia.org/http://suluk.blogsome.com/2005/02/18/apakah-hadits-qudsi-itu-mengapa-tidak-ada-dalam-al-quran/http://suluk.blogsome.com/2005/02/18/apakah-hadits-qudsi-itu-mengapa-tidak-ada-dalam-al-quran/