makalah akuntansi syariah i
DESCRIPTION
makalahTRANSCRIPT
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejarah perkembangan akuntansi yaitu bagian dari ilmu pengetahuan yang
berhubungan dengan masalah hukum alam dan perhitungan yang bersifat
memiliki kebenaran yang absolut. Namun untuk sejauh ini masyarakat di sekitar
belum sepenuhnya memahami akan pengaplikasian akuntansi di lingkungan dari
cara penempatannya.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2011 yang relatif cukup tinggi
serta stabilitas nilai tukar rupiah dan inflasi yang terkendali memberikan kondisi
yang kondusif bagi dunia usaha. Hal ini memberikan dampak kepada
peningkatan aset, simpanan dan penyaluran dana sehingga fungsi intermediary
perbankan syariah yang tercermin dari Financing to Deposit Ratio (FDR) masih
terjaga dengan baik, selain permodalan dan profitabilitas industri perbankan
syariah juga tetap terpelihara dengan cukup baik. Kualitas pembiayaan juga
relatif lebih baik , walaupun nominal pembiayaan bermasalah sempat meningkat
namun akselerasi pembiayaan dan penyisihan aktiva pembiayaan yang cukup
besar mampu menekan dan mengendalikan rasio Non Performing Financing
(NPF). Selain itu, aktifitas inovasi produk dan layanan perbankan Syariah terus
berlangsung. Bank Indonesia selama tahun 2011 telah memberikan penegasan
kepada 26 laporan produk baru. Hal ini akan semakin meningkatkan akselerasi
dan penerimaan masyarakat terhadap bank syariah.
Akunntansi merupakan salah satu pokok materi kehidupan keseharian kita.
Berkenaan dengan prospek ekonomi ke depan, diharapkan kondisi perekonomian
global yang masih belum pulih tidak akan begitu berpengaruh terhadap
perekonomian domestic seiring dengan perbaikan produktifitas dan efisiensi
perekonomian domestik. Bagi perbankan syariah, prospek ekonomi tersebut akan
semakin mendorong pertumbuhan industri ke depan khususnya melalui: (i)
potensi pasar yang masih besar yang belum tergarap sepenuhnya seiring dengan
membaiknya pendapatan perkapita masyarakat , (ii) ekspektasi investasi asing
setelah tercapainya peringkat investment grade bagi Indonesia sekaligus
menurunkan risk premium Indonesia dalam industri keuangannya di mata
internasional; (iii) kuatnya sektor konsumsi domestik, kinerja investasi dan (iv)
keberhasilan program promosi dan edukasi publik tentang perbankan syariah.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada uraian latar belakang di atas, penulis dapat mengangkat
permasalahan dalam makalah ini yaitu “bagaimana perkembangan akuntansi
syariah hingga sekarang?”
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan permasalahan di atas, maka penulis merasa perlu
mencantumkan tujuan dalam penulisannya agar penulisan makalah ini lebih
terarah pada sasaran yang akan dicapai. Tujuan penulisan tersebut yakni untuk
mendapatkan gambaran yang pasti tentang perkembangan akuntansi syariah
hingga sekarang.
D. Manfaat Penulisan
Ada beberapa manfaat yang penulis harapkan dalam penulisan makalah ini
yaitu sebagai berikut.
1. Meningkatkan wawasan dan pengetahuan tentang perkembangan
akuntansi syariah.
2. Sebagai bahan bacaan dan acuan bagi diri sendiri, rekan-rekan, serta
generasi yang akan datang.
2
BAB II PEMBAHASAN
A. Perkembangan Akuntansi Syariah
Pada awalnya akuntansi merupakan bagian dari ilmu pasti yaitu bagian
dari ilmu pengetahuan yang berhubunggan dengan masalah hokum alam dan
perhitungan yang bersifat kebenaran absolute. Penemuan metode baru dalam
akuntansi selalu mengalami penyesuaian dengan kondisi tertentu sehingga dalam
perkembanggan selanjutnya ilmu akuntansi lebih cenderung dengan ilmu social.
Islam juga memandang akuntansi tidak hanya sekedar ilmu yang bebas menilai
untuk melakukan pencatatan dan pelaporan saja, akan tetapi sebagai alat untuk
menjalankan nilai-nilai islam sesuai ketentuan syariah.
Negara madinah merupakan letak awal perkembangan islam yaitu pada
tahun 622 m atau tahun 1 H. Hal ini didasari oleh konsep bahwa seluruh muslim
adalah bersaudara tanpa memandang ras, suku, warna kulit, dan golongan lainnya,
sehingga kegiatan kenegaraan dilakukan secara gotong royong atau kerja sama
karnanya Negara tersebut tidak memiliki pemasukan dan pengeluaran.
Bentuk sekertariat didirikan akhir tahun 6 H Nabi Muhammad SAW
bertindak sebagai kepala Negara dan juga sebagai ketua Mahkama Agung. Mufti
besar dan panglima perang tertinggi bertindak sebagai penanggung jawab
administrasi Negara.
Pada abad 7 rasul mendirikan baitul maal. Fungsinya sebagai
penyimpanan ketika adanya pembayaran wajib zakat dan usur (pajak pertanian
dari muslim) dan adanya perluasan wilayah atau jizia yaitu pajak perlindungan
dari non muslim, dan juga adanya kharaj yaitu pajak pertanian, non muslim. Nabi
telah menunjukan petugas qadi (banyak) yaitu sejumlah 42 orang di bagi menjadi
lima bagian yaitu :
Sekretaris pernyataan
Sekretaris hubungan pencatat tanah
Sekretaris perjanjian
3
Sekretaris peperangan
pencatat administrasi
Akuntansi bukanlah suatu profesi baru, luca paciolli dalam bukunya yang
berjudul Summa de arithmetika Geomitria Proportionalita pada tahun 1494 M
membahas mengenai double entry book keeping. Luca paciolli menyederhanakan
bentuk akuntansi yang dilakukan pada zaman sebelum Masehi, sehingga ia
ditetapkan sebagai penemu akuntansi modern, meskipun dia mengatakan bahwa
hal tersebut dilakukan lebih dari satu abad yang lalu.
B. Perkembangan Umum Akuntansi
Hampir seluruh ‘peta’ akuntansi Indonesia merupakan by product Barat.
Akuntansi konvensional (Barat) di Indonesia bahkan telah diadaptasi tanpa
perubahan berarti. Hal ini dapat dilihat dari sistem pendidikan, standar, dan
praktik akuntansi di lingkungan bisnis. Kurikulum, materi dan teori yang
diajarkan di Indonesia adalah akuntansi pro Barat. Semua standar akuntansi
berinduk pada landasan teoritis dan teknologi akuntansi IASC (International
Accounting Standards Committee). Indonesia bahkan terang-terangan menyadur
Framework for the Preparation and Presentation of Financial Statements IASC,
dengan judul Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan
dalam Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang dikeluarkan Ikatan Akuntansi
Indonesia (IAI).
Perkembangan terbaru, saat ini telah disosialisasikan sistem pendidikan
akuntansi “baru” yang merujuk internasionalisasi dan harmonisasi standar
akuntansi. Pertemuan-pertemuan, workshop, lokakarya, seminar mengenai
perubahan kurikulum akuntansi sampai standar kelulusan akuntan juga mengikuti
kebijakan IAI berkenaan Internasionalisasi Akuntansi Indonesia tahun 2010.
Dunia bisnis tak kalah, semua aktivitas dan sistem akuntansi juga
diarahkan untuk memakai acuan akuntansi Barat. Hasilnya akuntansi sekarang
menjadi menara gading dan sulit sekali menyelesaikan masalah lokalitas.
Akuntansi hanya mengakomodasi kepentingan ”market” (pasar modal) dan tidak
dapat menyelesaikan masalah akuntansi untuk UMKM yang mendominasi
4
perekonomian Indonesia lebih dari 90%. Hal ini sebenarnya telah menegasikan
sifat dasar lokalitas masyarakat Indonesia.
Padahal bila kita lihat lebih jauh, akuntansi secara sosiologis saat ini telah
mengalami perubahan besar. Akuntansi tidak hanya dipandang sebagai bagian
dari pencatatan dan pelaporan keuangan perusahaan. Akuntansi telah dipahami
sebagai sesuatu yang tidak bebas nilai (value laden), tetapi dipengaruhi nilai-nilai
yang melingkupinya. Bahkan akuntansi tidak hanya dipengaruhi, tetapi juga
mempengaruhi lingkungannya (lihat Hines 1989; Morgan 1988; Triyuwono
2000a; Subiyantoro dan Triyuwono 2003; Mulawarman 2006). Ketika akuntansi
tidak bebas nilai, tetapi sarat nilai, otomatis akuntansi konvensional yang saat ini
masih didominasi oleh sudut pandang Barat, maka karakter akuntansi pasti
kapitalistik, sekuler, egois, anti-altruistik. Ketika akuntansi memiliki kepentingan
ekonomi-politik MNC’s (Multi National Company’s) untuk program
neoliberalisme ekonomi, maka akuntansi yang diajarkan dan dipraktikkan tanpa
proses penyaringan, jelas berorientasi pada kepentingan neoliberalisme ekonomi
pula.
C. Perkembangan Industri Perbankan Syariah
Di tengah meningkatnya gejolak perekonomian dunia terutama sebagai
dampak krisis utang di Eropa dan permasalahan fiskal di AS, kinerja
perekonomian domestik tetap kondusif, dengan laju pertumbuhan GDP mencapai
6,5% (yoy), dan dengan sumber pertumbuhan yang relatif makin berimbang
seiring meningkatnya peran ekspor dan investasi. Sementara itu inflasi tahun 2011
tercatat sebesar 3,79% (yoy) atau lebih rendah dari tahun sebelumnya (6,96%).
Perkembangan tersebut tidak terlepas dari upaya Bank Indonesia dan Pemerintah
dalam mengendalikan pergerakan harga barang dan jasa secara umum. Bauran
kebijakan moneter dan kebijakan makroprudensial yang telah ditempuh Bank
Indonesia serta penguatan koordinasi dengan Pemerintah telah dapat menjaga
keseimbangan permintaan dan pasokan barang khususnya bahan pangan, serta
memelihara stabilitas nilai tukar dan ekspektasi inflasi.
5
Sejalan dengan kinerja perekonomian yang kian membaik, perbankan
secara umum juga masih mampu mempertahankan kinerja positif yang disertai
dengan terus meningkatnya fungsi intermediasi. Sepanjang tahun 2011 total aset
perbankan tumbuh sebesar 21,4% (yoy) menjadi Rp3.708,6 triliun, salah satunya
didorong oleh kenaikan kredit hingga 24,5% (yoy). Selain dipengaruhi oleh
kondisi perekonomian Indonesia yang kondusif, pesatnya pertumbuhan kredit
juga tidak terlepas dari kebijakan GWM LDR Bank Indonesia yang efektif
berlaku sejak Maret 2011. Dengan kebijakan GWM LDR tersebut, LDR
perbankan ditetapkan dalam suatu kisaran yang dipandang mampu mendorong
fungsi intermediasi perbankan namun tetap menjaga prinsip kehati-hatian. LDR
bank umum yang pada akhir tahun 2010 tercatat sebesar 75,2%, kemudian mulai
bergerak ke kisaran yang telah ditetapkan dalam ketentuan GWM LDR sehingga
menjadi 78,8% pada akhir tahun 2011. Dari sisi ketahanan keuangan, sekalipun
terjadi ekspansi kredit yang cukup tinggi, perbankan (bank umum) berhasil
mempertahankan kecukupan permodalan di level 16,0%. Permodalan bank juga
relatif tidak terpengaruh oleh gejolak pasar keuangan internasional, mengingat
rendahnya direct exposure berupa portfolio luar negeri.
Momentum perkembangan ekonomi yang kondusif juga berdampak positif
terhadap perkembangan perbankan syariah. Volume usaha perbankan syariah
yang terdiri atas Bank Umum Syariah (BUS), Unit Usaha Syariah (UUS) dan
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) meningkat 48,6% (yoy) dari posisi
Rp100,3 triliun pada tahun 2010, menjadi Rp149,0 triliun pada tahun 2011. Laju
pertumbuhan volume usaha tersebut selain lebih tinggi dibandingkan tahun lalu,
juga lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan industri secara nasional, sehingga
pangsa perbankan syariah terhadap industri perbankan meningkat menjadi 4,0%.
Sejalan dengan ekspansi dimaksud, fungsi intermediasi perbankan syariah masih
dipertahankan pada tingkat yang cukup optimal, tercermin dari Financing do
Deposit ratio yang mencapai sebesar 89,9%.
Secara regional, perkembangan perbankan syariah yang cukup pesat
terjadi di sejumlah daerah. Hal tersebut tercermin dari pertumbuhan kegiatan
6
penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) dan atau penyaluran pembiayaan
terutama di kawasan Sumatera, kawasan Bali dan Nusatenggara serta kawasan
Sulawesi, Maluku dan Papua yang melebihi laju pertumbuhan secara nasional.
Selain itu, beberapa daerah di kawasan Jawa juga menunjukkan pertumbuhan
yang cukup tinggi. Perkembangan tersebut menunjukkan peluang pengembangan
perbankan syariah yang cukup besar di luar ibukota negara, meskipun DKI Jakarta
dengan skala aktivitas ekonominya, tetap menjadi target utama pengembangan
usaha perbankan syariah dengan pangsa DPK dan pembiayaan terhadap industri
masing-masing mencapai 46,5% dan 37,1%.
Sementara itu, kondisi portofolio valas yang terbatas, serta eksposur
terhadap sektor-sektor yang bergantung pada permintaan eksternal (tradable)
seperti manufaktur, dan pertanian yang relatif rendah, juga melindungi perbankan
syariah dari risiko kerugian sebagai imbas krisis keuangan global. Lebih jauh lagi,
nature prinsip syariah yang menjadi pedoman perbankan syariah juga membatasi
kemungkinan penggunaan instrumen berbasis bunga dan spekulasi yang turut
berkontribusi terhadap krisis yang terjadi. Meskipun demikian, jika kondisi
pelambatan ekonomi global tersebut berkepanjangan diyakini dapat menurunkan
pertumbuhan berbagai sektor ekonomi Indonesia, dan kemudian mempengaruhi
perbankan syariah yang hampir seluruh portfolionya disalurkan ke sektor riil.
D. Akuntansi Syariah: Antara Aliran Pragmatis dan Idealis
Perkembangan akuntansi syariah saat ini menurut Mulawarman (2006;
2007a; 2007b; 2007c) masih menjadi diskursus serius di kalangan akademisi
akuntansi. Diskursus terutama berhubungan dengan pendekatan dan aplikasi
laporan keuangan sebagai bentukan dari konsep dan teori akuntansinya.
Perbedaan-perbedan yang terjadi mengarah pada posisi diametral pendekatan
teoritis antara aliran akuntansi syariah pragmatis dan idealis.
a. Akuntansi Syariah Aliran Pragmatis
Aliran akuntansi syariah pragmatis lanjut Mulawarman (2007a)
menganggap beberapa konsep dan teori akuntansi konvensional dapat
7
digunakan dengan beberapa modifikasi (lihat juga misalnya Syahatah 2001;
Harahap 2001; Kusumawati 2005 dan banyak lagi lainnya).
Modifikasi dilakukan untuk kepentingan pragmatis seperti penggunaan
akuntansi dalam perusahaan Islami yang memerlukan legitimasi pelaporan
berdasarkan nilai-nilai Islam dan tujuan syariah. Akomodasi akuntansi
konvensional tersebut memang terpola dalam kebijakan akuntansi seperti
Accounting and Auditing Standards for Islamic Financial Institutions yang
dikeluarkan AAOIFI secara internasional dan PSAK No. 59 atau yang terbaru
PSAK 101-106 di Indonesia.
Hal ini dapat dilihat misalnya dalam tujuan akuntansi syariah aliran
pragmatis yang masih berpedoman pada tujuan akuntansi konvensional dengan
perubahan modifikasi dan penyesuaian berdasarkan prinsip-prinsip syariah.
Tujuan akuntansi di sini lebih pada pendekatan kewajiban, berbasis entity
theory dengan akuntabilitas terbatas.
Bila kita lihat lebih jauh, regulasi mengenai bentuk laporan keuangan
yang dikeluarkan AAOIFI misalnya, disamping mengeluarkan bentuk laporan
keuangan yang tidak berbeda dengan akuntansi konvensional (neraca, laporan
laba rugi dan laporan aliran kas) juga menetapkan beberapa laporan lain seperti
analisis laporan keuangan mengenai sumber dana untuk zakat dan
penggunaannya; analisis laporan keuangan mengenai earnings atau
expenditures yang dilarang berdasarkan syariah; laporan responsibilitas sosial
bank syari’ah; serta laporan pengembangan sumber daya manusia untuk bank
syari’ah.
Ketentuan AAOIFI lebih diutamakan untuk kepentingan ekonomi,
sedangkan ketentuan syari’ah, sosial dan lingkungan merupakan ketentuan
tambahan. Dampak dari ketentuan AAOIFI yang longgar tersebut, membuka
peluang perbankan syariah mementingkan aspek ekonomi daripada aspek
syariah, sosial maupun lingkungan. Sinyal ini terbukti dari beberapa penelitian
empiris seperti dilakukan Sulaiman dan Latiff (2003), Hameed dan Yaya
(2003b), Syafei, et al. (2004).
8
Penelitian lain dilakukan Hameed dan Yaya (2003b) yang menguji
secara empiris praktik pelaporan keuangan perbankan syariah di Malaysia dan
Indonesia. Berdasarkan standar AAOIFI, perusahaan di samping membuat
laporan keuangan, juga diminta melakukan disclose analisis laporan keuangan
berkaitan sumber dana zakat dan penggunaannya, laporan responsibilitas sosial
dan lingkungan, serta laporan pengembangan sumber daya manusia. Tetapi
hasil temuan Hameed dan Yaya (2003b) menunjukkan bank-bank syari’ah di
kedua negara belum melaksanakan praktik akuntansi serta pelaporan yang
sesuai standar AAOIFI.
Syafei, et al. (2004) juga melakukan penelitian praktik pelaporan
tahunan perbankan syariah di Indonesia dan Malaysia. Hasilnya, berkaitan
produk dan operasi perbankan yang dilakukan, telah sesuai tujuan syariah
(maqasid syariah). Tetapi ketika berkaitan dengan laporan keuangan tahunan
yang diungkapkan, baik bank-bank di Malaysia maupun Indonesia tidak murni
melaksanakan sistem akuntansi yang sesuai syariah. Menurut Syafei, et al.
(2004) terdapat lima kemungkinan mengapa laporan keuangan tidak murni
dijalankan sesuai ketentuan syari’ah.
Pertama, hampir seluruh negara muslim adalah bekas jajahan Barat.
Akibatnya masyarakat muslim menempuh pendidikan Barat dan mengadopsi
budaya Barat. Kedua, banyak praktisi perbankan syariah berpikiran pragmatis
dan berbeda dengan cita-cita Islam yang mengarah pada kesejahteraan umat.
Ketiga, bank syariah telah establish dalam sistem ekonomi sekularis-
materialis-kapitalis.
Pola yang establish ini mempengaruhi pelaksanaan bank yang kurang
Islami. Keempat, orientasi Dewan Pengawas Syariah lebih menekankan
formalitas fiqh daripada substansinya. Kelima, kesenjangan kualifikasi antara
praktisi dan ahli syariah. Praktisi lebih mengerti sistem barat tapi lemah di
syariah. Sebaliknya ahli syariah memiliki sedikit pengetahuan mengenai
mekanisme dan prosedur di lapangan.
b. Akuntansi Syariah Aliran Idealis
9
Aliran Akuntansi Syariah Idealis di sisi lain melihat akomodasi yang
terlalu “terbuka dan longgar” jelas-jelas tidak dapat diterima. Beberapa alasan
yang diajukan misalnya, landasan filosofis akuntansi konvensional merupakan
representasi pandangan dunia Barat yang kapitalistik, sekuler dan liberal serta
didominasi kepentingan laba (lihat misalnya Gambling dan Karim 1997;
Baydoun dan Willett 1994 dan 2000; Triyuwono 2000a dan 2006; Sulaiman
2001; Mulawarman 2006a).
Landasan filosofis seperti itu jelas berpengaruh terhadap konsep dasar
teoritis sampai bentuk teknologinya, yaitu laporan keuangan. Keberatan aliran
idealis terlihat dari pandangannya mengenai Regulasi baik AAOIFI maupun
PSAK No. 59, serta PSAK 101-106, yang dianggap masih menggunakan
konsep akuntansi modern berbasis entity theory (seperti penyajian laporan laba
rugi dan penggunaan going concern dalam PSAK No. 59) dan merupakan
perwujudan pandangan dunia Barat. Ratmono (2004) bahkan melihat tujuan
laporan keuangan akuntansi syariah dalam PSAK 59 masih mengarah pada
penyediaan informasi. Yang membedakan PSAK 59 dengan akuntansi
konvensional, adanya informasi tambahan berkaitan pengambilan keputusan
ekonomi dan kepatuhan terhadap prinsip syariah. Berbeda dengan tujuan
akuntansi syariah filosofis-teoritis, mengarah akuntabilitas yang lebih luas
(Triyuwono 2000b; 2001; 2002b; Hameed 2000a; 2000b; Hameed dan Yaya
2003a; Baydoun dan Willett 1994).
Konsep dasar teoritis akuntansi yang dekat dengan nilai dan tujuan
syariah menurut akuntansi syariah aliran idealis adalah Enterprise Theory
(Harahap 1997; Triyuwono 2002b), karena menekankan akuntabilitas yang
lebih luas. Meskipun, dari sudut pandang syariah, seperti dijelaskan Triyuwono
(2002b) konsep ini belum mengakui adanya partisipasi lain yang secara tidak
langsung memberikan kontribusi ekonomi. Artinya, lanjut Triyuwono (2002b)
konsep ini belum bisa dijadikan justifikasi bahwa enterprise theory menjadi
konsep dasar teoritis, sebelum teori tersebut mengakui eksistensi dari indirect
participants.
10
Berdasarkan kekurangan-kekurangan yang ada dalam VAS, Triyuwono
(2001) dan Slamet (2001) mengusulkan apa yang dinamakan dengan Shari’ate
ET. Menurut konsep ini stakeholders pihak yang berhak menerima
pendistribusian nilai tambah diklasifikasikan menjadi dua golongan yaitu direct
participants dan indirect participants. Menurut Triyuwono (2001) direct
stakeholders adalah pihak yang terkait langsung dengan bisnis perusahaan,
yang terdiri dari: pemegang saham, manajemen, karyawan, kreditur, pemasok,
pemerintah, dan lain-lainnya. Indirect stakeholders adalah pihak yang tidak
terkait langsung dengan bisnis perusahaan, terdiri dari: masyarakat mustahiq
(penerima zakat, infaq dan shadaqah), dan lingkungan alam (misalnya untuk
pelestarian alam).
c. Komparasi Antara Akuntansi Syariah Aliran Idealis dan Pragmatis
Kesimpulan yang dapat ditarik dari perbincangan mengenai perbedaan
antara aliran akuntansi syariah pragmatis dan idealis di atas adalah, pertama,
akuntansi syariah pragmatis memilih melakukan adopsi konsep dasar teoritis
akuntansi berbasis entity theory. Konsekuensi teknologisnya adalah
digunakannya bentuk laporan keuangan seperti neraca, laporan laba rugi dan
laporan arus kas dengan modifikasi pragmatis. Kedua, akuntansi syariah idealis
memilih melakukan perubahan-perubahan konsep dasar teoritis berbasis
shari’ate ET. Konsekuensi teknologisnya adalah penolakan terhadap bentuk
laporan keuangan yang ada; sehingga diperlukan perumusan laporan keuangan
yang sesuai dengan konsep dasar teoritisnya. Untuk memudahkan penjelasan
perbedaan akuntansi syariah aliran pragmatis dan idealis,
11
BAB III PENUTUP
Kesimpulan
Akuntansi tidak hanya dipandang sebagai bagian dari pencatatan dan
pelaporan keuangan perusahaan. Akuntansi telah dipahami sebagai sesuatu yang
tidak bebas nilai (value laden), tetapi dipengaruhi nilai-nilai yang melingkupinya.
Kondisi pelambatan ekonomi global yang berkepanjangan diyakini dapat
menurunkan pertumbuhan berbagai sektor ekonomi Indonesia, dan kemudian
mempengaruhi perbankan syariah yang hampir seluruh portfolionya disalurkan ke
sektor riil. Kesimpulan yang dapat ditarik dari perbincangan mengenai perbedaan
antara aliran akuntansi syariah pragmatis dan idealis di atas adalah, pertama,
akuntansi syariah pragmatis memilih melakukan adopsi konsep dasar teoritis
akuntansi berbasis entity theory. diharapkan kondisi perekonomian global yang
masih belum pulih tidak akan begitu berpengaruh terhadap perekonomian
domestic seiring dengan perbaikan produktifitas dan efisiensi perekonomian
domestik. Bagi perbankan syariah, prospek ekonomi tersebut akan semakin
mendorong pertumbuhan industri ke depan khususnya melalui: (i) potensi pasar
12
yang masih besar yang belum tergarap sepenuhnya seiring dengan membaiknya
pendapatan perkapita masyarakat , (ii) ekspektasi investasi asing setelah
tercapainya peringkat investment grade bagi Indonesia sekaligus menurunkan risk
premium Indonesia dalam industri keuangannya di mata internasional; (iii)
kuatnya sektor konsumsi domestik, kinerja investasi dan (iv) keberhasilan
program promosi dan edukasi publik tentang perbankan syariah.
13
Daftar Pustaka
Bank Indonesia. Laporan Perkembangan Perbankan Syariah 2011. Direktorat
Perbankan Syariah
Mulawarman, Aji Dedi. 2006. Menyibak Akuntansi Syariah: Rekonstruksi
Teknologi Akuntansi Syari’ah Dari Wacana Ke Aksi. Penerbit Kreasi
Wacana. Jogjakarta.
Mulawarman, Aji Dedi. 2007a. Menggagas Laporan Arus Kas Syariah.
Simposium Nasional Akuntansi X. Unhas Makassar. 26-28 Juli
Mulawarman, Aji Dedi. 2007c. Menggagas Laporan Keuangan Syariah Berbasis
Trilogi Ma’isyah-Rizq-Maal. Simposium Nasional Ekonomi Islam 3.
Unpad. Bandung. 14-15 Nopember.
Mulawarman. 2006. Proses rekonstruksi sinergis VAS dan EVAS untuk
membentuk SVAS.
http://akuntansi-syariah.blogspot.com/2008/02/pengantar-akuntansi-syariah-
bagian-1.html
Raharjo, Dawam. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. 2002. Jakarta: Wisma
Nugrasantana
Wasilah, Sri Nurhayati. Akuntansi Syariah. 2011. Jakarta : Salemba Empat
14
PERKEMBANGAN AKUNTANSI SYARIAH
MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Akuntansi Syariah
Oleh
Firman Maulana
090810301021
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS JEMBER
15
2013
KATA PENGANTAR
Tiada kata yang lebih mulia, selain mengucapkan puji syukur kehadirat
Allah SWT. yang selalu melimpahkan rahmat dan hidayahnya kepada kami,
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Untuk menyelesaikan makalah ini, kami berusaha untuk menampilkan
hasil yang terbaik. Adapun cara untuk mencapai hal itu, yakni mencari informasi
tentang tema yang kami susun ini dengan meminjam buku di perpustakaan dan
mencari informasi di internet.
Inti dari makalah ini yaitu membahas tema tentang “Perkembangan
Akuntansi Syariah”.
Dalam penyelesaian makalah ini kami tak lepas dari bantuan berbagai
pihak. Untuk itu, kami mengucapkan banyak terima kasih sebesar-besarnya
kepada :
1. Bapak Dr. Achmad Roziq, SE., MM. selaku Dosen Akuntansi Syariah.
2. Orang tua kami atas segala perhatian dan kasih sayang yang telah
diberikan
3. Teman-teman di S1 Akuntansi A atas kerjasama dan kekompakannya
sehingga makalah ini dapat terselesaikan.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Hal
tersebut tidak lepas dari keterbatasan pengetahuan, pemahaman dan
pengalaman yang kami miliki. Untuk itu, kami mohon saran dan kritik demi
perbaikan di masa-masa yang akan datang. Terima kasih atas perhatian dan
dukungannya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak di masa
yang akan datang. Amiin.
Jember, Januari 2013
16
17