majalah ilmiah peternakan - simdos.unud.ac.id · pengaruh penambahan campuran asam amino esensial...

45
FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR PETERNAKAN Volume 21 Nomor 1 Februari 2018 MAJALAH ILMIAH PENGARUH PENGGUNAAN BIOSUPLEMEN MENGANDUNG BAKTERI PROBIOTIK SELULOLITIK ASAL RAYAP (TERMITES SP.) TERHADAP PRODUKTIVITAS ITIK BALI JANTAN Laksmi Dewi, M. P., N. S. Sutama, G. A. M. Kristina Dewi ......................................................................................... 1 PENGARUH PENGGUNAAN LIMBAH KULIT KOPI TERFERMENTASI (Aspergillus niger) DENGAN ARAS BERBEDA DALAM RANSUM TERHADAP PERTUMBUHAN AYAM BURAS N. M. Intan W. Y. K., I M. Mastika, dan I M. Nuriyasa............................................................................................... 7 EVALUASI MIKROSTRUKTUR KULIT TELUR ITIK PASCA FORMULASI KHITOSAN- ASAP CAIR SELAMA PENGASINAN Miwada, I N. S., M. Hartawan, dan I K. Sukada........................................................................................................... 14 HUBUNGAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN DENGAN KEBERHASILAN USAHA KE- MITRAAN AYAM RAS PEDAGING DI KABUPATEN TABANAN Mahardika, C. B. D. P., I N. Suparta, dan N. W. T. Inggriati........................................................................................ 18 ANALISIS KEBERHASILAN INSEMINASI BUATAN PADA SAPI BALI DI KABUPATEN KARANGASEM Swastika, I G. L., N. W. T. Inggriati, dan I G. S. Adi Putra........................................................................................... 24 PENGARUH PENGGANTIAN TEPUNG IKAN DENGAN LIMBAH WINE ANGGUR TERFERMENTASI TERHADAP PERFORMANS BROILER Wira Susana, I W., I M. Nuriyasa, dan N. W. Siti ......................................................................................................... 29 PENGARUH PENAMBAHAN CAMPURAN ASAM AMINO ESENSIAL DAN KOLIN (AMI- NOVIT) DALAM PAKAN TRADISIONAL TERHADAP PENAMPILAN BABI BALI JANTAN Sumadi, I K., I M. Suasta , I P. Ari Astawa, A. A. P. P. Wibawa, dan A. W. Puger ....................................................... 32 PERFORMA BABI BALI YANG DIPELIHARA DALAM KANDANG LANTAI BAPUK DAN BETON Budaarsa, K., A. W. Puger, T. I. Putri, I D. G. A. Udayana dan I. W. Sudiastra ............................................................ 37

Upload: trankhuong

Post on 28-Aug-2019

229 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

FAKULTAS PETERNAKANUNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

PETERNAKANVolume 21 Nomor 1 Februari 2018

MAJALAH ILMIAH

PENGARUH PENGGUNAAN BIOSUPLEMEN MENGANDUNG BAKTERI PROBIOTIK SELULOLITIK ASAL RAYAP (TERMITES SP.) TERHADAP PRODUKTIVITAS ITIK BALI JANTAN Laksmi Dewi, M. P., N. S. Sutama, G. A. M. Kristina Dewi ......................................................................................... 1

PENGARUH PENGGUNAAN LIMBAH KULIT KOPI TERFERMENTASI (Aspergillus niger) DENGAN ARAS BERBEDA DALAM RANSUM TERHADAP PERTUMBUHAN AYAM BURAS N. M. Intan W. Y. K., I M. Mastika, dan I M. Nuriyasa ............................................................................................... 7

EVALUASI MIKROSTRUKTUR KULIT TELUR ITIK PASCA FORMULASI KHITOSAN-ASAP CAIR SELAMA PENGASINAN Miwada, I N. S., M. Hartawan, dan I K. Sukada ........................................................................................................... 14

HUBUNGAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN DENGAN KEBERHASILAN USAHA KE-MITRAAN AYAM RAS PEDAGING DI KABUPATEN TABANAN Mahardika, C. B. D. P., I N. Suparta, dan N. W. T. Inggriati ........................................................................................ 18

ANALISIS KEBERHASILAN INSEMINASI BUATAN PADA SAPI BALI DI KABUPATEN KARANGASEM Swastika, I G. L., N. W. T. Inggriati, dan I G. S. Adi Putra ........................................................................................... 24

PENGARUH PENGGANTIAN TEPUNG IKAN DENGAN LIMBAH WINE ANGGUR TERFERMENTASI TERHADAP PERFORMANS BROILER Wira Susana, I W., I M. Nuriyasa, dan N. W. Siti ......................................................................................................... 29

PENGARUH PENAMBAHAN CAMPURAN ASAM AMINO ESENSIAL DAN KOLIN (AMI-NOVIT) DALAM PAKAN TRADISIONAL TERHADAP PENAMPILAN BABI BALI JANTAN Sumadi, I K., I M. Suasta , I P. Ari Astawa, A. A. P. P. Wibawa, dan A. W. Puger ....................................................... 32

PERFORMA BABI BALI YANG DIPELIHARA DALAM KANDANG LANTAI BAPUK DAN BETON Budaarsa, K., A. W. Puger, T. I. Putri, I D. G. A. Udayana dan I. W. Sudiastra ............................................................ 37

ii MAJALAH ILMIAH PETERNAKAN • Volume 21 Nomor 1 Februari 2018

Jurnal Peternakan

SUSUNAN DEWAN REDAKSI MAJALAH ILMIAH PETERNAKAN – UNUD

KETUA PENYUNTINGKOMANG BUDAARSA

WAKIL KETUA PENYUNTINGNI NYOMAN SURYANI

PENYUNTING PELAKSANA1. I GEDE MAHARDIKA

2. I WAYAN SUARNA3. ANTONIUS WAYAN PUGER

4. I MADE SUASTA5. I GUSTI NYOMAN GDE BIDURA

6. I MADE NURIYASA7. GEDE SURANJAYA

8. I KETUT MANGKU BUDIASA9. ANAK AGUNG PUTU PUTRA WIBAWA

ADMINISTRASII GUSTI AGUNG ISTRI ARIANI

NI LUH GEDE SUMARDANIA. A.A. SRI TRISNADEWI

ALAMAT REDAKSIFakultas Peternakan Universitas UdayanaJalan PB Sudirman Denpasar-Bali 80232

Email: [email protected]

PENERBITFakultas Peternakan Univeritas Udayana

ISSN: 0853-8999

ISSN : 0853-8999 1

Laksmi Dewi, M. P., N. S. Sutama, G. A. M. Kristina Dewi

PENGARUH PENGGUNAAN BIOSUPLEMEN MENGANDUNG BAKTERI PROBIOTIK SELULOLITIK ASAL RAYAP (Termites sp.)

TERHADAP PRODUKTIVITAS ITIK BALI JANTAN

LAKSMI DEWI, M. P1)., N. S. SUTAMA2), G. A. M. KRISTINA DEWI2)1) Program Studi Magister Ilmu Peternakan, Universitas Udayana Denpasar

2) Fakultas Peternakan,Universitas Udayana Denpasare-mail: [email protected]

ABSTRAK

Penelitian bertujuan mempelajari pengaruh penggunaan biosuplemen mengandung bakteri probiotik selulolitik asal rayap (Termites sp.) terhadap produktivitas itik bali jantan. Isolat bakteri yang digunakan pada penelitian ini adalah isolat bakteri probiotik selulolitik unggul cairan termites 1 dan 2 asal rayap dengan kode BR3.3 dan BR3.5. Rancangan adalah rancangan acak lengkap dengan 5 perlakuan dan 3 ulangan, yaitu R0= Ransum basal tanpa menggunakan biosuplemen, RBCT0= Ransum basal menggunakan biosuplemen tanpa penambahan inokulan bakteri probiotik selulolitik cairan termites, RBCT1= Ransum basal menggunakan biosuplemen inokulan bakteri probiotik selulolitik cairan termites unggul 1, RBCT2= Ransum basal menggunakan biosuplemen inokulan bakteri probiotik selulolitik cairan termites unggul 2 dan RBCT1-2= Ransum basal menggunakan biosuplemen inokulan bakteri probiotik selulolitik cairan termites unggul 1 dan 2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bobot badan awal, bobot potong, persentase karkas itik yang diberi ransum menggunakan biosuplemen berprobiotik selulolitik asal rayap Termites sp menunjukan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0,05), namun bobot badan akhir, pertambahan bobot badan, konsumsi ransum, konversi pakan dan total kolesterol daging pada penelitian menunjukan hasil yang nyata (P<0,05). Dapat disimpulkan bahwa penggunaan ransum basal menggunakan biosuplemen inokulan bakteri probiotik selulolitik cairan termites unggul 2 (RBCT2) mampu meningkatkan produktivitas itik bali jantan umur 2-10 minggu.

Kata kunci: biosuplemen, itik bali jantan, isolat rayap

THE EFFECT USE OF BIOSUPLEMENT CONTAINING PROBIOTIC BACTERIA OF CELLULOLYTIC TERMITES TO THE PRODUCTIVITY OF BALI DUCKS

ABSTRACT

The research aims at analyzing the effect use of probiotic cellulolytic biosuplement termite (Termites sp.) to the productivity of male bali ducks. Bacteria isolates used were first and second preeminent probiotic cellulolytic bacteria isolated derived from termites code BR3.3 and BR3.5. It was designed using a Completely Randomized Design with five treatments and three replicates consists of: basal ration without biosuplement (R0), ration basal with biosupplement but without additional probiotic cellulolytic bacteria inoculant preeminent termites (RBCT0), RBCT1= basal ration with biosuplement probiotic cellulolytic bacteria inoculant preeminent termites 1, RBCT2= basal ration with biosuplement probiotic cellulolytic bacteria inoculant preeminent termites 2 and RBCT1-2= basal ration with biosuplement probiotic cellulolytic bacteria inoculant preeminent termites 1 and 2. The result showed that the initial body weight, slaughter weight and carcass percentage had no significant differences (P>0.05). In contrast, final body weight, body weight gain, feed consumption, Feed Conversion Ratio and meat total cholesterol were significantly affected (P<0,05) to the result. It can be concluded that use of basal ration supplemented with biosupplement probiotic cellulolytic bacteria inoculant preeminent termites 2 (RBCT2) can increase productivity of bali duck at the age of 2 up to10 weeks.

Keywords: biosupplement, male ducks bali, isolates, Termites sp.

2 MAJALAH ILMIAH PETERNAKAN • Volume 21 Nomor 1 Februari 2018

Pengaruh Penggunaan Biosuplemen Mengandung Bakteri Probiotik Selulolitik Asal Rayap (Termites Sp.) Terhadap Produktivitas Itik Bali Jantan

PENDAHULUAN

Itik bali merupakan salah satu plasma nutfah asli Indonesia yang memiliki potensi besar sebagai sumber protein hewani (daging), karena itik memiliki kelebi-han terutama komposisi gizi, protein yang setara de-ngan daging dari jenis unggas lainnya, selain harganya yang relatif murah (Dijaya, 2003). Pemanfaatan limbah dan gulma tanaman pangan (enceng gondok dan daun apu) cukup berpotensidijadikan sebagai pakan ternak mengingatproduksitinggi dan berlimpah sehingga ti-dak bersaing dengan kebutuhan manusia, namun en-ceng gondok dan daun apu mempunyai keterbatasan yaitu kandungan serat kasar yang tinggi sehingga dapat merugikan peternak. Aplikasi teknologi suplementa-sidanfermentasi dengan pemanfaatan bakteri unggul yang berasal dari rayap berbasis limbah isi rumen pen-ting dilakukan untuk mengatasi keterbatasan peman-faatan limbah sebagai pakan ternak (Dewi et al., 2013).

Menurut Partama et al. (2012) isi rumen sapi bali kaya akan nutrient availabel, enzim (α-amilase, galaktosidase, hemiselulase, selulase, dan xilanase) dan mikroba pendegradasi serat sertamikroba probiotik sehingga sangat potensial untuk dimanfaatkan sebagai biosuplemen (suplemen berprobiotik). Hasil penelitian Dewi et al., (2013) mendapatkan penggunaan isi rumen sapi bali sebanyak 20% mampu menghasilkan biosuplemen dengan kualitas yang baik meliputi kandungan nutrien dan populasi mikroba pendegradasi serat serta probiotik yang tinggisehinggamemberikan hasil yang baik terhadap pertambahan bobot badan itik bali jantan umur 2-10 minggu, namun efisiensi pemanfaatan ransum (FCR) rendah yaitu 5,72. Lebih lanjut tingginya kandungan serat kasar yang terkandung dalam biosuplemen memiliki kandungan serat kasar yang tinggi (25-35%), sehingga penggunaannya sebagai biosuplemen perlu diatur dengan baik (Dewi et al., 2013; Mudita et al., 2014).

Upaya penurunan serat kasar yang ada pada biosuplemen yang diproduksi perlu dilakukansehingga menghasilkan biosuplemen yang berkualitas serta mampu menghasilkan produktivitas ternak yang baik penggunaan isolat bakteri selulolitik asal rayap disinyalir mampu meningkatkan degradasi senyawa selulosa sehingga biosuplemen yang dihasilkan mempunyai kualitas yang lebih baik. Penelitian Dewi et al., (2014) telah berhasil mengisolasi 10 isolat bakteri selulolitik asal rayap dan didapatkan dua terbaik dengan kode 3.3 dan 3.5 dengan tingkat degradasi substrat yang tinggi, masing-masing dengan diameter zone bening 0,412 cm; 0,730 cm dan 0,404 cm; 0,744 cm terhadap substrat Carboxymethylcellulose/CMC (sumber selulosa amorphorus) dan Avicel (sumber selulosa juga kristalin). Hasil penelitian Prabowo et

al. (2007) menunjukkanbahwa isolat bakteri ekstrak rayap mempunyai aktivitas enzim CMC-ase yang sangat tinggi sebesar 0,6961-0,7638 U/mg dan kombinasinya dengan isolat bakteri lain yaitu isolat bakteri cairan rumen sapi atau kerbau menghasilkan aktivitas CMC-ase yang lebih besar daripada isolat tunggal.

Pemanfaatan isolat bakteri probiotik selulolitik asal rayap berbasis limbah isi rumen sapi bali berpotensi meningkatkan kualitas dan efektivitas biosuplemen yang dihasilkan. Namun informasi mengenai tingkat pemanfaatan inokulan isolat probiotik bakteri unggul asal rayap BR 3.5 dan BR 3.3 yang nantinya menjadi unggul 1 dan 2secara tunggal maupun kombinasinya dalam produksi biosuplemen berbasis limbah isi rumen serta bagi ternak masih belum banyak diperoleh, se-hingga dilaksanakan penelitian pengaruh ransum tanpa danmenggunakan biosuplemen inokulan bakteri pro-biotik selulolitik cairan termites (Termites sp.)unggul 1 atau 2 (RBCT0, RBCT1, RBCT2, dan RBCT1-2) terhadap produktivitas itik bali jantan umur 2-10 minggu.

MATERI DAN METODE

Itik Bali Itik yang digunakan dalam penelitian ini adalah itik

bali jantan yang berumur dua (2) minggu sebanyak 75 ekor dengan rata-rata bobot awal yaitu 223,8 ± 16,18 g.

Kandang dan Perlengkapannya Kandang yang digunakan dalam penelitian ini adalah

sistem kandang “battery colony” sebanyak 15 unit kandang dengan setiap unit kandang masing-masing diisi 5 ekor itik bali jantan. Pada setiap unit kandang sudah dilengkapi dengan nampan sebagai tempat pakan dan tempat air minum yang terbuat dari plastik.

Kultur Isolat Bakteri SelulolitikIsolat bakteri rayap yang dipergunakan pada

penelitian ini adalah isolat bakteri probiotik selulolitik unggul rayap 1 dan 2 (isolat bakteri dengan kode BR3.5 dan BR3.3) hasil penelitian Dewi et al. (2013). Sebelum isolat unggul dipakai dalam produksi biosuplemen, stock isolat terlebih dahulu dibiakkan dalam medium pertumbuhan cair selulolitik menggunakan medium Thioglicolate dengan CMC sebagai substratnya.

Medium InokulanMedium inokulan yang digunakan dalam produksi

bioinokulan penelitian ini yaitu, kombinasi sumber nutrien sintetis (proanalisis) dan alami dengan komposisi pada Tabel 1.

ISSN : 0853-8999 3

Laksmi Dewi, M. P., N. S. Sutama, G. A. M. Kristina Dewi

Tabel 1. Komposisi bahan penyusun medium inokulan dalam 1 liter

Bahan Penyusun KomposisiThioglycollate Fluid Medium/TFM (g) 1Supernatan Cairan rumen (ml) 10Molases (g) 50Urea (g) 1Asam tanat 0,25CMC 0,25Xylanosa 0,25Jerami Padi (g) 0,25Tepung Ketela Pohon (g) 0,25Dedak Padi (g) 0,25Garam Dapur (g) 0,25Multi Vitamin-Mineral “Pignox” (g) 0,15Sumber: Dewi et al.,(2014)

Inokulan Isolat Bakteri Selulolitik Unggul Asal Rayap dan Biosuplemen

Inokulan yang diproduksi dalam penelitian ini terdiri dari tiga jenis yaitu CT1 (inokulan bakteri probiotik selulolitikcairan termites unggul 1), CT2 (inokulan bakteri probiotik selulolitikcairan termites unggul 2) dan CT1-2 (inokulan bakteri probiotik selulolitik cairan termites unggul 1 dan 2 ). Produksi inokulan dilakukan dengan cara menginokulasikan 1% kultur isolat bakteri ke dalam medium inokulan.

Media biosuplemen berbasis limbah isi rumen akan diproduksi dengan memanfaatkan limbah dan gulma tanaman pangan dengan komposisi pada Tabel 2. Produksi biosuplemen dengan mencampur homogen seluruh bahan penyusun berbasis limbah isi rumen, dengan ditambahkan 0,5% kultur isolat probiotik terpilih sesuai perlakuan (0,5% inokulan bakteri termites unggul terbaik 1 untuk BCT1; 0,5% inokulan bakteri termites unggul terbaik2 untuk BCT2; 0,25% + 0,25% inokulan bakteri termites unggul terbaik1 dan 2 untuk BCT1-2), kemudian dimasukan kedalam wadah plastik yang tertutup rapat dengan terisi penuh, selanjutnya diinkubasi dalam inkubator secara anaerob pada suhu 39oC selama 1 minggu. Setelah 1 minggu biosuplemen selanjutnya dikeringkan pada oven dengan suhu 39-42oC sampai kadar air produk 25-20%. Produk biosuplemen digiling dan dimanfaatkan sebagai biosuplemen dalam ransum dengan tingkat pemberian 5%.

Ransum dan Air MinumRansum basal yang digunakan dalam penelitian ini

adalah ransum berbasis limbah dan gulma tanaman pangan, bahan penyusun disajikan pada Tabel 3. Produksi ransum dilakukan dengan cara terlebih dahulu beberapa bahan penyusun ransum dikeringkan (baik menggunakan matahari, disangrai maupun oven)

dan selanjutnya digiling halus. Produksi ransum basal dilakukan dengan cara mencampur homogen semua bahan penyusun ransum. Setelah itu ransum basal siap dimanfaatkan atau disuplementasi biosuplemen unggul sesuai perlakuan.

Ransum tersuplementasi biosuplemen (R0, RBCT0, RBCT1, RBCT2 dan RBCT1-2) disusun dengan cara men-campur homogen 100% ransum basal dengan menam-bahkan 5% biosuplemen unggul (sesuai perlakuan).

Tabel 3. Komposisi bahan penyusun ransum basal ternak itik

Bahan Penyusun Komposisi % DM

Komposisi As Fed(g/kg Ransum)

Jagung kuning 35 406,97Dedak jagung 10 120,36Dedak padi 15 235,12Tepung kedele 25 254,06Tepung tapioka 6,5 72,83Tepung gamal 1 10,51Molases 5 58,81Garam Dapur 0,4 4,34Mineral “pignox” 0,1 1,09Eceng gondok 1 137,30Daun apu 1 136,40Jumlah 100 1191,48Keterangan: NRC (1984)

Rancangan PenelitianRancangan penelitian yang digunakan adalah

rancangan acak lengkap (RAL) dengan 5 (lima) perlakuan dan di setiap perlakuan diulang tiga kali, sehingga terdapat 15 unit percobaan. Perlakuan yang diberikan yaitu: RB0 = ransum basal tanpa menggunakan biosuplemen, RBCT0 = ransum basal menggunakan biosuplemen tanpa penambahan isolat bakteri probiotik selulolitik cairan termites, RBCT1 = ransum basal menggunakan biosuplemen inokulan bakteri probiotik selulolitik cairan termites unggul 1,

Tabel 2. Komposisi bahan penyusun bahan medium biosuplemen ternak itik baliBahan Penyusun Komposisi (% DM)

Isi rumen 20Dedak jagung 8Dedak padi 12Jagung kuning 28Tepung kedele 20Tepung tapioka 5,2Molases 4Tepung daun gamal 0,8Eceng gondok 0,8Daun apu 0,8Garam dapur 0,32Mineral-vitamin “Pignox” 0,08Total 100Keterangan: Komposisi bahan berdasarkan Hartadi (1990)

4 MAJALAH ILMIAH PETERNAKAN • Volume 21 Nomor 1 Februari 2018

Pengaruh Penggunaan Biosuplemen Mengandung Bakteri Probiotik Selulolitik Asal Rayap (Termites Sp.) Terhadap Produktivitas Itik Bali Jantan

Tabel 4. Kandungan nutrisi ransum perlakuan dengan biosuplemen probiotik bakteri selulolitik unggul asal rayap

Nutrien RansumPerlakuan

R0 RBCT0 RBCT1 RBBCT2 RBCT1-2

Bahan kering (% DW basis) 95,54 95,70 95,60 95,52 95,35Bahan kering (% as fed basis) 72,77 74,23 71,14 70,10 69,34Bahan organik (% DM basis) 76,17 74,17 72,66 72,83 73,10Serat kasar (% DM basis) 5,68 5,70 5,60 5,56 5,65Protein kasar (% DM basis) 17,48 17,48 17,60 17,75 17,50Energy bruto (Kkal/kg) 3,533 3,528 3,562 3,569 3,624Sumber : Hasil Analisis Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Udayana (2015).

RBCT2 = ransum basal menggunakan biosuplemen inokulan bakteri probiotik selulolitik cairan termites unggul 2 dan RBCT1-2 = ransum basal menggunakan biosuplemen inokulan bakteri probiotik selulolitik cairan termites unggul 1 dan 2.

Variabel PenelitianVariabel yang diamati dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:Bobot badan awal, bobot badan akhir, pertambahan bobot badan, konsumsi ransum, konversi ransum(FCR), bobot potong, persentase karkas dan pengukuran total kolesterol daging.

Analisis statistikaData yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam

dan bila terdapat perbedaan yang nyata (P<0,05) akan dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda Duncan (Steel and Torrie, 1993). Pengolahan data dianlisis menggunakan program aplikasi statistik SPSS 22 (Santoso, 2014).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Perlakuan terhadap Produktivitas Itik Bali Jantan Umur 10 Minggu

Hasil penelitian penggunaan biosuplemen asal rayap (Termites sp.) terhadap bobot badan awal itik bali jantan umur 10 minggu menunjukan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0,05) antar perlakuan R0, RBCT0, RBCT1, RBCT2 dan RBCT1-2 secara berturutan adalah 223,58 g, 222,45 g, 223,01 g, 223,00 g dan 224,38 g. Sedangkan terhadap bobot badan akhir itik bali jantan yang diberi ransum dengan menggunakan biosuplemen asal rayap (Termites sp.) pada perlakuan R0 adalah 988,39g/ekor (Tabel 5). Itik yang mendapatkan perlakuan RBCT0 menghasilkan bobot badan akhir 1,01% tidak berbeda nyata lebih rendah (P>0,05) dibandingkan kontrol. Itik yang mendapat perlakuan RBCT2 menghasilkan bobot badan akhir 9,08% nyata lebih tinggi (P<0,05) dengan kontrol, sedangkan terhadap perlakuan dan RBCT1-

2menghasilkan bobot badan akhir berturut-turut yaitu 1011,17 g dan 1046,17 g lebih rendah dari perlakuan RBCT2 namun secara statistik berbeda tidak nyata

(P>0,05). Perbedaan bobot badan akhir yang nyata dalam penelitian ini erat kaitannya dengan ransum yang diberikan kepada ternak tersebut, selain itu juga disebabkan olehbiosuplemen yang diberikan, dimana biosuplemen yang diproduksi mengandung berbagai mikroba pendegradasi serat dan mikroba probiotik sehingga akan mampu meningkatkan metabolisme ransum serta dapat menutupi berbagai kekurangan/kelemahan yang ada pada ransum berbasis limbah dan gulma tanaman pangan, sehingga pasokan nutrisi bagi ternak itik lebih baik dan produktivitas ternak yang dihasilkan akan meningkat (Dewi et al., 2014).

Terhadap konsumsi ransum itik bali jantan menunjukan bahwa pada perlakuan RBCT1 mempunyai rataan tertinggi sebesar 3849,33 g/ekor yaitu 1,78% dan 1,64% nyata lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan dengan perlakuan RBCT2 dan RBCT0, sedangkan pada perlakuan R0 dan RBCT1-2 masing-masing lebih rendah 0,19% dan 1,32% dibandingkan RBCT1, namun secara statistik menunjukkan berbeda tidak nyata (P>0,05) (Tabel 5). Rendahnya konsumsi ransum tidak serta merta menurnkan bobot badan, yang dicerminkan oleh kebutuhan nutrisi ternak yang terpenuhi dengan baik dan metabolisme nutrien yang berlangsung dengan baik dan seimbang (Dewi et al., 2015).

Hasil yang sama didapat pada perlakuan RBCT2 yang memberikan hasil nyata 1,55% (P<0,05) terendah bila dibandingkan dengan kontrol R0. Rendahnya kon-sumsi ransum yang dihasilkan pada penelitian ini dapat dikarenakan penggunaan inokulan probiotik selulolitik unggul cairan termites asal rayap pada biosuplemen sangat menguntungkan saluran pencernaan dan dapat mengoptimalkan konsumsi ransum, sehingga penyera-pan zat-zat nutrisi berlangsung sempurna (Scott et al., 1982). Probiotik dapat memperbaiki saluran pencer-naan dan meningkatkan kecernaan ransum, yaitu dengan cara menekan bakteri patogen dalam saluran pencernaan sehingga mendukung perkembangan bak-teri yang menguntungkan yang membantu penyerapan zat zat makanan (Kompiang, 2009).

Rataan pertambahan bobot badan (PBB) itik bali jantan pada umur 10 minggu terhadap penggunaan biosuplemen probiotik selulolitik asal rayap (Termites

ISSN : 0853-8999 5

Laksmi Dewi, M. P., N. S. Sutama, G. A. M. Kristina Dewi

sp.) dalam ransum dicantumkan pada Gambar 1. Hasil tertinggi ada pada perlakuan RBCT2 yaitu 15,74% nyata lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan dengan R0, namun tidak berbeda nyata 8,5% dan 4,1% terhadap perlakuan RBCT1 dan RBCT1-2. Peningkatan bobot badan itik pada penelitian dapat dikarenakan dengan pemberian energi dan protein yang cukup dalam ransum (Tabel 4). Sedangkan pertambahan bobot badan pada itik dengan perlakuan RBCT1 dan RBCT1-2 masing-masing 3,05% dan 7,45% lebih tinggi dibandingkan kontrol R0, namun secara statistik berbeda tidak nyata (P>0,05). Hal ini disebabkan karena biosuplemen yang diproduksi pada ketiga perlakuan tersebut ditambahkan isolat probiotik selulolitik unggul cairan termites asal rayap. Biosuplemen tersebut mengandung berbagai mikroba pendegradasi serat dan mikroba probiotik sehingga dengan adanya sumber isolat probiotik selulolitik dalam ransum dapat membantu metobolisme ransum, meningkatkan aktivitas enzim-enzim pencernaan sehingga penyerapan zat zat makanan menjadi lebih sempurna (Kompiang, 2009, dan Dewi et al., 2013).

Gambar 1. Grafik pertambahan bobot badan itik bali jantan 2-10 minggu

Nilai Feed Convertion Ratio (FCR) pada penelitian ini menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0,05) rata-rata nilai FCR itik pada perlakuan RBCT2 nyata (P<0,05) lebih rendah 12,1%, 9,6% dan 11,78% dibandingkan dengan perlakuan R0, RBCT1 dan RBCT0, sedangkan itik yang mendapatkan perlakuan RBCT1-2 yaitu 4,53% lebih tinggi, namun secara statistik menunjukan berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap perlakuan RBCT2 (Tabel

5). Feed Convertion Ratio (FCR) merupakan salah satu indikator yang dapat memberikan gambaran tentang tingkat efisiensi penggunaan ransum. Semakin rendah nilai FCR, maka semakin tinggi tingkat efisiensi penggunaan ransum (Anggorodi, 1995). Dari hasil penelitian didapatkan bahwa penggunaan biosuplemen probiotik selulolitik asal rayap (Termites sp.) nyata dapat meningkatkan efisiensi penggunaan ransum. Penurunan nilai FCR dipengaruhi oleh kecernaan nutrien ransum yang meningkat hal ini disebabkan karena adanya peningkatan populasi mikroba yang berasal dari biosuplemen yang diproduksi dari inokulan rayap yang mampu meningkatkan nutrien ransum, sehingga metabolisme nutrien ikut meningkat.

Bobot potong dan persentase karkas hasil penelitian mennunjukkan bahwa penggunaan biosuplemen probiotik selulolitik asal rayap (Termites sp.) RBCT0, RBCT1, RBCT2 dan RBCT1-2dalam ransum tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap bobot potong dan persentase karkas. Terhadap bobot potong itik umur 10 minggu yang mendapatkan perlakuan RBCT2 memberikan hasil yaitu 8,12%, 5,98%, 10,85%, 4,49% tidak berbeda nyata (P>0,05) lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan R0, RBCT0, RBCT1 dan RBCT1-2, sedangkan pada perlakuan RBCT1 memberikan hasil lebih rendah 2,46% dibandingkan dengan kontrol (R0) secara statistik tidak berbeda nyata (Tabel 5). Persentase karkas merupakan perbandingan antara bobot karkas dan bobot potong dikalikan 100%. Persentase karkas itik bali jantan pada perlakuan RBCT0, RBCT1. dan RBCT2 masing-masing yaitu 2,83%, 2,07% dan 3,84% lebih tinggi dibandingkan dengan R0, namun secara statistik tidak berbeda nyata (P>0,05), sedangkan pada perlakuan RBCT1-2 memberikan hasil 0,72% lebih rendah (P>0,05) secara statistik tidak berbeda nyata.

Terhadap kandungan kolesterol daging itik bali jantan tanpa/dengan biosuplemen unggul asal rayap pada perlakuan R0 adalah 81,78 mg/dl (Tabel 5). Persentase kolesterol daging pada perlakuan R0 masing-masing

Tabel 5. Pengaruh perlakuan terhadapproduktivitas itik bali jantan umur 2- 10 minggu

VariabelPerlakuan1)

R0 RBCT0 RBCT1 RBCT2 RBCT1-2 SEM3)

Bobot badan awal (g) 223,58a 222,45a 223,01a 223,00a 224,38a2) 0,39Bobot badan akhir (g) 988,39a 978,42a 1011,17ab 1078,17b 1046,17ab 21,15onsumsi ransum (g) 3841,67b 3787,33a 3849,33b 3782a 3798,67ab 16,40Pertambahan bobot badan (g) 764,81a 755,97a 788,15ab 855,17b 821,78ab 20,86Konversi ransum (FCR) 5,03b 5,01b 4,89b 4,42a 4,63ab 0,14Bobot potong (g) 903,97a 922,20a 881,70a 977,33a 935,33a 40,53Persentase Karkas (%) 55,54a 57,11a 56,69a 57,67a 55,14a 0,78Kolesterol daging (mg/dl) 81,78e 71,64c 73,09d 66,99a 68,17b 0,32Keterangan :1) RB0= Ransum basal tanpa menggunakan biosuplemen, RBCT0= Ransum basal menggunakan biosuplemen tanpa penambahan isolat bakteri probiotik selulolitik cairan termites,

RBCT1= Ransum basal menggunakan biosuplemen inokulan bakteri probiotik selulolitik cairan termites unggul 1, RBCT2= Ransum basal menggunakan biosuplemen inokulan bakteri probiotik selulolitik cairan termites unggul 2 dan RBCT1-2= Ransum basal menggunakan biosuplemen inokulan bakteri probiotik selulolitik cairan termites unggul 1 dan 2.

2) Nilai dengan superskrip berbeda pada baris yang sama menunjukan perbadaan nyata (P<0,05).3) SEM : Standard Error ofTreatment Means

6 MAJALAH ILMIAH PETERNAKAN • Volume 21 Nomor 1 Februari 2018

Pengaruh Penggunaan Biosuplemen Mengandung Bakteri Probiotik Selulolitik Asal Rayap (Termites Sp.) Terhadap Produktivitas Itik Bali Jantan

14,15%, 11,89%, 22,07% dan 19,96% nyata (P<0,05) tertinggi dibandingkan dengan perlakuan RBCT0, RBCT1, RBCT2 dan RBCT1-2, Rataan kolesterol daging pada penelitian dapat dikatakan dibawah rata-rata kolesterol normal yaitu 130 mg/dl. Hal ini disebabkan oleh karena biosuplemen probiotik selulolitik asal rayap (Termites sp.) mengandung mikroba (bakteri, kapang/fungi, dan protozoa), yang menghasilkan enzim pencerna serat kasar, sehingga dapat menghambat pembentukan kolesterol oleh enzim HMG-KoA reduktase (Hydroksimetyl glutaryl-KoA). Tingginya aktivitas enzim yang dihasilkan oleh inokulan probiotik selulolitik unggul 1 dan 2 mengakibatkan kandungan kolesterol karkas menjadi rendah. Hal ini dikarenakan enzim yang dihasilkan mensitesis kolesterol yang dimulai dari konversi asetil-KoA menjadi HMG KoA reduktase (3-hidroksi-3-metilglutaril-KoA) menurun. Selanjutnya dilanjutkan oleh konversi HMG KoA menjadi mevalonat, kemudian mevalonat dikonversi menjadi isopentil pirofosfat (IPP) bersama dengan hilangnya CO2, konversi isopentil pirofosfat (IPP) menjadi squalen menyebabkan squalen menurun, sehingga hasil dari konversi squalen mengakibatkan tidak terjadinya pembentukan kolesterol yang berasal dari asam lemak jenuh (Guyton dan Hall, 2007).

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penggunaan biosuplemen berprobiotik bakteri selulolitik asal rayap (Termites sp.) RBCT0, RBCT1, RBCT2, RBCT1-2 memberikan pengaruh yang lebih baik dibandingkan dengan kontrol R0. Penggunaan ransum basal menggunakan biosuplemen inokulan bakteri probiotik selulolitik cairan termites unggul 2 (RBCT2) mampu meningkatkan produktivitas itik bali jantan umur 2-10 minggu.

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Ibu Prof. Dr. Ir. Gst. Ayu Mayani Kristina Dewi, MS, Bapak Prof. Dr. Ir. Nyoman Sutarpa Sutama, MS, yang telah memberikan masukan dalam perbaikan penulisan artikel ini.

DAFTAR PUSTAKA

Anggorodi. 1995. Nutrisi Aneka Ternak Unggas. Jakarta (Indones): PT. Gramedia Pustaka Utama.

Dewi, G.A.M. K, I.W Wijana, N W. Siti dan I.M. Mudita. 2013. Optimalisasi Pemanfaatan Limbah Dan Gulma Tanaman Pangan Dalam Usaha Peternakan Itik Bali Melalui Produksi Biosuplemen Berprobiotik Berbasis

Limbah Isi Rumen.Laporan Penelitian Hibah Peneli-tian Unggulan Udayana.

Dewi, G. A. M. K., I N. S. Sutama, dan I W. Wijana. 2014. Isolasi dan Pemanfaatan Probiotik Bakteri Selulolitik Asal Rayap Untuk Produksi Biosuplemen Berbasis Limbah Rumen dalam Optimalisasi Peternakan Itik Bali Rakyat. Laporan Penelitian Tahap 1. Fakultas Peternakan. Universitas Udayana, Denpasar.

Dewi, G.A.M.K., I N. S. Sutama, I W. Wijana, dan I M. Mudita. 2015. Performans dan Produksi Karkas Itik Bali yang Mendapat Ransum Biosuplemen Berbasis Limbah Isi Rumen. Proseding Seminar Nasional Tentang Unggas Lokal Ke-V dan Kongres Masyarakat Perunggasan Indonesia. Semarang 18-19 November 2015. Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro Semarang: 355-365.

Dijaya, A.S. 2003. Penggemukan Itik Jantan Potong. Pene-bar Swadaya, Jakarta.

Guyton, A.C., dan Hall, J.E. 2007.Buku Ajar Fisiologi Ke-dokteran.Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran (EGC).

Hartadi, H. S. 1990. Komposisi Bahan Pakan Untuk Indo-nesia.Gadja Mada University Press, Yogyakarta.

Kompiang, I.P. 2009.Pemanfaatan mikroorganisme seb-agai probiotik untuk meningkatkan produksi ternak unggas di Indonesia. Jurnal Pengembangan Inovasi Pertanian2 (3): 177-191.

Mudita, I M., A. A. P. P. Wibawa, dan I W. Wirawan. 2014. Isolasi dan Pemanfaatan Konsorsium Bakteri Ligno-selulolitik Kolon Sapi Bali dan Sampah TPA Sebagai Inokulan Biosuplemen Berprobiotik Peternakan Sapi Bali Berbasis Limbah Pertanian. Laporan Penelitian Hibah Bersaing Tahun I.

National Research Council (NRC). 1984. Nutrient Require-ment of Poultry. 7th National Academy Sciences, Washington DC.

Partama, I. B. G., I M. Mudita, N. W. Siti, I W. Suberata, dan A. A. A. S. Trisnadewi. 2012. Isolasi, Identifikasi dan Uji Aktivitas bakteri serta Fungi Lignoselulolitik Lim-bah Isi Rumen dan Rayap Sebagai Sumber Inokulan dalam Pengembangan Peternakan Sapi Bali Berbasis Limbah. Laporan Penelitian Invensi. Universitas Udayana, Denpasar.

Prabowo, A., S. Padmowijoto, Z. Bachrudin , dan A. Syukur. 2007. Potensi Mikrobia Selulolitik Campuran dari Ekstrak Rayap, Larutan Feses Gajah dan Cairan Ru-men Kerbau. Balai Pengkajian Teknologi, Palembang.

Santoso, Singgih. 2014. SPSS 22 from Essential to Expert Skills. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

Scott, M.L.,M.C.Neisheim and R.J.Young. 1982. Nutrition of The Chickens. 2nd Ed. Ithaca, New York: Publish by: M.L. Scott and Assoc.

Steel, R. G. D and J. H. Torrie. 1993. Principle and Proce-dures of Statistic, 2nd Ed. McGraw Hill Internasional Book Co. London.

ISSN : 0853-8999 7

N. M. Intan W. Y. K., I M. Mastika, dan I M. Nuriyasa

PENGARUH PENGGUNAAN LIMBAH KULIT KOPI TERFERMENTASI (Aspergillus niger) DENGAN ARAS BERBEDA DALAM RANSUM

TERHADAP PERTUMBUHAN AYAM BURAS

N. M. INTAN W. Y. K., I M. MASTIKA, DAN I M. NURIYASAProgram Studi Magister Ilmu Peternakan,

Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, DenpasarJL. P. B. Sudirman. Denpasar, Balie-mail: [email protected]

ABSTRAK

Penelitian bertujuan untuk mengetahui potensi ransum yang mengandung limbah kulit kopi terfermentasi dengan Aspergillus niger dan non fermentasi terhadap pertumbuhan ayam buras. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini ialah rancangan acak lengkap (RAL) dengan lima perlakuan ransum dan lima ulangan sehingga terdapat 25 unit percobaan dan setiap unit terdiri dari empat ekor ayam. Perlakuan terdiri dari ransum tanpa menggunakan kulit kopi (R0), ransum menggunakan kulit kopi non fermentasi 10% (R1), ransum menggunakan kulit kopi non fermentasi 20% (R2), ransum menggunakan kulit kopi fermentasi 10% (R3), dan ransum menggunakan kulit kopi ferementasi 20% (R4). Variabel yang diamati performans yang meliputi bobot badan akhir, pertambahan bobot badan, konsumsi ransum, konversi ransum dan konsumsi air minum serta karakteristik karkas. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ayam buras jantan yang diberikan ransum dengan dengan tambahan limbah kulit kopi fermentasi dan non fermentasi sampai level 20% tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan ayam buras umur 3-11 minggu, namun terdapat kecenderungan bahwa pertumbuhan terbaik pada pemberian 10% kulit kopi fermentasi.

Kata kunci: limbah kulit kopi, ayam buras, performan

THE EFFECT OF COFFEE SKIN WASTE FERMENTATION (ASPERGILLUS NIGER) WITH DIFFERENT LEVEL IN DIET TO THE GROWTH OF KAMPUNG CHICKEN

ABSTRACT

An experiment was carried out to study the effect of fermented and not fermented coffee skin waste to the growth of kampong chicken. A completely randomized design, with five treatments and five replications were used so there are 25 experiment units and each unit consisted of 4 cockerels. The Treatments as of P0: diet without coffee skin waste (diet control), P1: diet containing non fermented coffee skin waste 10%, P2: diet containing non fermented coffee skin waste 20%, P3: diet containing fermented coffee skin waste 10% and P4: diet containing fermented coffee skin waste 20%. The variables measured were performance including the final body weight, weight gain, feed consumption, feed conversion ratio, water consumption, and carcass characteristics. Based on result,it can be concluded that kampong chicken given diet with additional fermented and non fermented coffee skin waste up to 20% level has no effect on the growth of kampong chicken age 3-11 weeks, but there is a tendency that the best diet is10% fermented coffee skin.

Keywords: coffee skin waste, native chicken, performance

PENDAHULUAN

Permasalahan yang dihadapi peternak ayam buras untuk memperbaiki produktivitas ternak saat ini adalah mahalnya biaya pakan. Hal ini sesuai dengan pendapat Nataamijaya et al. (1988) yang menyatakan bahwa total biaya produksi tercermin dari sangat besarnya proporsi

biaya untuk pakan yang nilainya mencapai 70%. Menurut Mastika (1991) salah satu alternatif untuk penyediaan pakan yang murah dan tidak ada kompetisi dengan manusia melalui pemanfaatan limbah, baik limbah pertanian, limbah peternakan maupun limbah industri pertanian.

Pemakaian kulit kopi sebagai pakan ternak

8 MAJALAH ILMIAH PETERNAKAN • Volume 21 Nomor 1 Februari 2018

Pengaruh Penggunaan Limbah Kulit Kopi Terfermentasi (Aspergillus niger) Dengan Aras Berbeda Dalam Ransum Terhadap Pertumbuhan Ayam Buras

menopang terjadinya pemakaian sumberdaya terbarukan (renewable resources) dan tidak akan ada bahan yang terbuang (zero waste) dari suatu usaha dan meminimalkan input dari luar. Pemanfaatan limbah kulit kopi terfermentasi sebagai bahan pakan ternak ayam buras merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan dalam penyediaan pakan ternak. Potensi limbah kulit kopi dapat ditingkatkan nutriennya melalui proses fermentasi dengan Aspergillus niger (Budiari, 2014). Zaenudin dan Murtisari (1995) menyatakan, limbah kulit kopi memiliki kandungan protein kasar 10,4%, kandungan ini hampir sama dengan protein yang terdapat pada bekatul dan memiliki kandungaan energi metabolis 3.356 kkal/kg. Pakan ayam pedaging dengan kandungan kulit kopi sebanyak 5% tidak berpengaruh negatif terhadap produktivitas ayam. Arora (1989) menyatakan bahwa pemberian dedak halus hingga 15% pada pakan broiler jantan periode finisher dapat digantikan oleh kulit kopi, walaupun ada kecenderungan menurunnya konsumsi ransum, pertambahan berat badan, efisiensi penggunaan makanan dan persentase karkas. Penelitian oleh Hutabarat (2007) mendapatkan bahwa pemberian kulit buah kopi terfermentasi dengan Aspergilus niger sampai 10% dalam ransum masih dapat diberikan kepada ayam buras karena tidak menunjukkan perbedaan pada pertambahan berat badan, konsumsi ransum, dan konversi ransum.

Melihat kondisi tersebut, maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui produktivitas ayam buras pertumbuhan pada umur 3-11 minggu yang diberikan ransum mengandung kulit kopi terfermentasi (Aspergillus niger) dan non fermentasi dengan aras yang berbeda.

MATERI DAN METODE

Ayam BurasAyam buras yang digunakan dalam penelitian ini

adalah ayam buras jantan umur 3 minggu dengan rata-rata bobot badan 169,5 g yang dilakukan di Stasiun Penelitian, Fakultas Peternakan Universitas Udayana, Sesetan, Denpasar untuk pemeliharaan dan pemotongan yang berlangsung selama 8 minggu.

KandangKandang yang digunakan dalam penelitian ayam

buras ini adalah kandang system “battery colony” terdiri dari 25 buah yang dindingnya terbuat dari kawat. Masing-masing kandang dilengkapi dengan tempat pakan dan minum yang diletakkan di sisi depan kandang. Tempat minum diletakkan di dalam bilik kandang. Setiap petak berukuran panjang 65 cm, lebar 50 cm, dan tinggi 75 cm.

Ransum dan Air Minum

Ransum yang digunakan dalam penelitian ini diberikan pada ternak dalam bentuk mash dengan kandungan protein kasar 16,5% dan energi termetabolis 2.850 kkal/kg (Scott et al. 1982), terdiri dari 5 jenis formula ransum sesuai dengan perlakuan. Pemberian ransum dilakukan dua kali sehari yaitu pada pagi hari dan pada sore hari yang diberikan secara ad libitum, pemberian air minum juga diberikan secara ad libitum.

Tabel 1. Susunan bahan-bahan ransum ayam buras yang dipergu-nakan dalam penelitian

BahanPerlakuan (%)

R0 R1 R2 R3 R4Jagung kuning Dedak padiKedelaiTepung ikanLimbah kulit kopiLimbah kulit kopi terfermentasiPremixGrit

52.0825.9714.75

6.0000

0.201.00

47.8919.9214.99

6.0010.00

00.201.00

43.6913.8715.24

6.0020.00

00.201.00

47.4322.8113.56

5.000

10.000.201.00

43.8819.0810.86

5.000

20.000.201.00

Total 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0

PerformaVariabel performa yang diamati dalam penelitian ini

meliputi: bobot badan akhir, pertambahan bobot badan harian, konsumsi ransum, konversi ransum, konsumsi air minum, dan karakteristik karkas. Bobot badan akhir didapatkan dari penimbangan bobot ayam buras pada akhir penelitian.

KarkasKarkas merupakan hasil utama pemotongan

ternak yang memiliki nilai ekonomis tinggi (Soeparno, 1992). Karkas adalah bagian tubuh ayam tanpa bulu, darah, leher, kaki bagian bawah (cakar), dan viscera (Ensminger, 1980). Anonim (1995) menjelaskan karkas ayam pedaging adalah bagian tubuh ternak hidup setelah dikurangi bulu, dikeluarkan darah, jeroan, dan lemak abdominalnya, dipotong kepala dan leher serta kedua kakinya (ceker).

Rancangan PercobaanRancangan yang digunakan adalah rancangan acak

lengkap (RAL) yang terdiri dari 5 perlakuan. Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 5 kali sehingga terdapat 25 unit percobaan. Masing-masing unit percobaan menggunakan empat ekor ayam jantan sehingga jumlah ayam yang dipergunakan sebanyak 100 ekor. Kelima perlakuan tersebut adalah ransum tidak menggunakan limbah kulit kopi (R0), ransum menggunakan 10% limbah kulit kopi non fermentasi (R1), ransum menggunakan 20% limbah kulit kopi non fermentasi (R2), ransum menggunakan 10% limbah

ISSN : 0853-8999 9

N. M. Intan W. Y. K., I M. Mastika, dan I M. Nuriyasa

kulit kopi terfermentasi (R3), dan ransum menggunakan 20% limbah kulit kopi terfermentasi (R4).

Analisis StatistikData hasil penelitian akan ditabulasi selanjutnya

dianalisis dengan sidik ragam dan apabila didapatkan hasil yang berbeda nyata maka dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan (Steel dan Torrie, 1993).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Bobot Badan AyamHasil peneltian menunjukkan tidak terdapat

perbedaan yang nyata (P>0,05) pada variabel bobot badan awal ayam buras. Rataan bobot badan awal, bobot badan akhir, konsumsi ransum, pertambahan bobot badan harian, konversi ransum dan konsumsi air minum disajikan pada Tabel 3. Bobot badan awal ayam buras yang diberikan R0, R1, R2, R3 dan R4 masing-masing 169,60 g, 169,60 g, 169,55 g, 169,60 g, dan 169,40 g (Tabel 1). Hal ini menunjukkan bahwa ayam buras yang digunakan pada penelitian ini memiliki bobot badan yang homogen, sehingga sesuai dengan rancangan yang digunakan.

Ayam buras yang mendapatkan perlakuan ransum R0 menghasilkan bobot badan akhir paling tinggi yaitu 646,20 g (Tabel 3). Hal ini disebabkan karena pada perlakuan R0 mengkonsumsi ransum paling tinggi dibandingkan perlakuan lain. Sesuai dengan

Tabel 2. Komposisi Kimia dalam ransum ayam buras

Zat-zat makananPerlakuan 1) Standard2)

(Scott et al, 1982)R0 R1 R2 R3 R4

ME (Kkal/kg)Protein (%)Serat kasar (%)Lemak kasar (%)Kalsium (%)Fosfor (%)Arginin (%)Histidin (%)Isoleusin (%)Leusin (%)Lisin (%)Methionin (%)Treonin (%)Triptophant (%)Tyrosin (%)Valin (%)

2.850,0316,50

4,925,881,160,621,280,460,871,751,050,360,750,200,670,91

2.850,1116,50

6,005,131,180,541,180,420,821,621,000,330,790,190,610,84

2.850,2016,50

7,074,381,150,451,080,380,771,501,000,310,650,180,560,77

2.850,0016,50

5,695,321,140,611,140,410,771,560,920,310,660,170,600,81

2.850,0716,50

6,344,781,180,600,990,360,681,390,820,280,590,150,520,71

2.85016,5

3,00-8,004,001,000,410,850,410,911,361,140,410,730,200,540,73

Keterangan:1) Perlakuan R0: Ransum kontrol Perlakuan R1: Ransum yang mengandung 10% limbah kulit kopi non fermentasi Perlakuan R2: Ransum yang mengandung 20% limbah kulit kopi non fermentasi Perlakuan R3: Ransum yang mengandung 10% limbah kulit kopi terfermentasi Perlakuan R4: Ransum yang mengandung 20% limbah kulit kopi terfermentasi 2) Standar Scott et al. (1982)

pendapat Soeharsono (1976) yang menyatakan bahwa konsumsi ransum mempunyai implikasi terhadap konsumsi zat nutrien dan akan berpengaruh terhadap laju pertumbuhan yang dimanifestasikan dalam bobot badan akhir dan pertambahan bobot badan. Perlakuan ransum R0 menghasilkan bobot badan akhir lebih tinggi dibandingkan perlakuan R2 secara statistik berbeda nyata (P<0,05) yang disebabkan karena kandungan serat kasar pada perlakuan R2 (7,07%) lebih tinggi dibandingkan perlakuan lain.

Pertambahan Bobot Badan AyamPertambahan bobot badan ayam buras dari

lima perlakuan menunjukkan bahwa perlakuan R0 menghasilkan pertambahan bobot badan yang lebih tinggi yaitu 8,51 g (Tabel 3). Pada perlakuan R0 lebih tinggi daripada perlakuan R2 secara statistik berbeda nyata (P<0,05). Penggunaan limbah kulit kopi fermentasi dan non fermentasi tidak mengubah kandungan nutrien ransum sehingga konsumsi ransum pakan tidak berbeda. Secara kualitiatif konsumsi ransum ayam buras yang diberi perlakuan R0 lebih tinggi dibandingkan perlakuan lain. Hal ini disebabkan pada perlakuan ransum R0 mengandung serat kasar paling rendah (4,92%), sehingga konsumsi ransum ayam perlakuan R0 lebih tinggi dibandingkan perlakuan lain. Konsumsi ransum yang lebih tinggi akan berdampak kepada konsumsi energi dan konsumsi protein yang lebih tinggi karena ransum dibuat iso energi dan iso protein. Sesuai dengan pendapat Tillman et al. (1986) bahwa makin tinggi konsumsi nutrien pada ternak maka pertumbuhan semakin meningkat.

Pada perlakuan R2 peningkatan bobot badan yang lebih rendah dari perlakuan lainnya. Menurut

10 MAJALAH ILMIAH PETERNAKAN • Volume 21 Nomor 1 Februari 2018

Pengaruh Penggunaan Limbah Kulit Kopi Terfermentasi (Aspergillus niger) Dengan Aras Berbeda Dalam Ransum Terhadap Pertumbuhan Ayam Buras

Tillman et al. (1998), bahwa pertambahan bobot tubuh berhubungan dengan konsumsi ransum, semakin tinggi konsumsi ransum maka bobot tubuhnya akan semakin tinggi, sebaliknya semakin rendah konsumsi ransum maka bobot tubuhnya semakin kecil. Pertambahan bobot badan ayam buras antara perlakuan R0 (ransum kontrol) lebih tinggi dibandingkan perlakuan lainnya hal ini dikarenakan konsumsi ransum R0 paling tinggi dan FCR yang dihasilkan paling rendah.

Konsumsi RansumKonsumsi ransum ayam buras dari lima perlakuan

menunjukkan bahwa R0 yaitu 39,16 g/hari (Tabel 3), hal ini disebabkan karena penggunaan limbah kulit kopi terfermentasi dan non fermentasi sampai aras 20% tidak menyebabkan perbedaan kandungan energi dan protein dalam ransum sehingga konsumsi ransum tidak berbeda. Kandungan serat kasar pada perlakuan R2 tersebut paling tinggi (7,07%) dibandingkan perlakuan lainnya yang mempengaruhi terhadap rendahnya konsumsi ransum. Kandungan serat kasar yang tinggi merupakan faktor pembatas utama pemanfaatan limbah sebagai bahan pakan bagi ternak nonruminansia, kandungan serat kasar dan lignin yang tidak mampu dicerna oleh unggas, berbeda dengan ruminansia yang mampu memanfaatkan selulosa sebagai sumber energi utama. Semakin tinggi level penggunaan limbah kulit kopi dalam ransum mengakibatkan semakin rendahnya tingkat konsumsi ransum. Hal ini diduga karena kandungan nutrisi ransum perlakuan R2 dalam imbangan yang hampir sama namun pada kulit buah kopi mengandung zat anti nutrisi yaitu tannin dan kafein yang mungkin tidak palatabel bagi ternak (Hutabarat, 2007). Salah satu yang mempengaruh konsumsi adalah palatabilitas (tingkat kesukaan ternak) jenis makanan yang diberikan (Charray et al,1992).

Feed Conversion RatioPada akhir penelitian ayam buras yang mendapatkan

perlakuan R0 menghasilkan konversi ransum yang lebih

rendah 4,71. Konversi ransum merupakan perbandingan antara jumlah konsumsi ransum dan pertambahan bobot badan. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Hutabarat (2007) menyatakan bahwa pemberian kulit buah kopi fermentasi dengan Aspergilus niger aras 10% masih dapat diberikan kepada ayam buras, karena tidak menunjukkan perbedaan pada pertambahan berat badan, konsumsi ransum, dan konversi ransum. Berdasarkan hasil penelitian pada konsumsi ransum perlakuan R2 yang tidak menunjukkan perbedaan yang nyata namun pertambahan bobot badan perlakuan R2 yang dihasilkan paling rendah yang mengakibatkan FCR perlakuan R2 paling tinggi. Pada perlakuan ransum yang menggunakan kulit kopi non fermentasi 20% (R2) menghasilkan perbedaan yang nyata paling tinggi sesuai dengan yang dikemukakan oleh AAK (1988) bahwa angka konversi ransum menunjukkan tingkat efisiensi dalam penggunaan ransum. Jika angka konversi ransum semakin besar, maka penggunaan ransum tersebut kurang efisien yang akan berpengaruh terhadap pertumbuhan.

Konsumsi air minum pada akhir penelitian menunjukkan bahwa pada perlakuan R0 mengkonsumsi air paling tinggi yaitu 61,58 ml (Tabel 3). Hal ini disebabkan konsumsi ransum pada perlakuan R0 paling tinggi sehingga konsumsi air minum juga meningkat. Konsumsi pakan erat kaitannya dengan konsumsi air minum yaitu 2-2,5 kali dari jumlah pakan. Pada perlakuan R2 konsumsi ransum paling rendah dibandingkan perlakuan lain, dimana akan berpengaruh terhadap konsumsi air minum. Sejalan dengan yang dikemukakan Tillman et al. (1986) yang menyatakan bahwa makin tinggi konsumsi ransum maka mempengaruhi peningkatan pada konsumsi air yang makin tinggi.

Hasil penelitian terhadap rataan bobot potong, bobot karkas, dan persentase karkas ayam buras akibat penggunaan limbah kulit kopi dalam ransum ayam buras jantan tersaji pada Tabel 4. Rataan bobot potong ayam buras pada pemberian ransum R0 lebih tinggi

Tabel 3. Performa ayam buras yang diberikan ransum mengandung limbah kulit kopi terfermentasi

VariabelPerlakuan

SEMR0 R1 R2 R3 R4

Bobot badan awal (g) 169,60a 169,60a 169,55 a 169,60 a 169,40 a 0,12Bobot badan akhir (g) 646,20a 557,10ab 503,35b 599,99ab 584,15ab 30,61Pertambahan bobot badan(g/hari) 8,51a 6,92ab 5,96b 7,68ab 7,41ab 0,55Konsumsi ransum (g/hari) 39,16a 37,41a 37,16 a 37,45 a 37,24 a 0,75Konversi ransum (FCR) 4,71b 5,54ab 6,72a 4,99b 5,20b 0,43Konsumsi air (ml/hari) 61,58a 56,69ab 55,55b 60,01ab 56,12ab 1,82Keterangan:1) R0: Ransum control; R1: ransum yang mengandung 10% kulit kopi non fermentasi; R2: ransum yang mengandung 20% kulit kopi non fermentasi; R3: ransum yang mengandung

10% kulit kopi terfermentasi; R4: ransum yang mengandung 20% kulit kopi terfermentasi2) Superskrip yang sama pada baris yang sama menunjukan perbedaan yang tidak nyata (P>0,05) dan superskrip berbeda pada baris yang sama menunjukan perbedaan yang nyata

(P<0,05)3) SEM: Standard Error of the Treatment Means

ISSN : 0853-8999 11

N. M. Intan W. Y. K., I M. Mastika, dan I M. Nuriyasa

yaitu 621 gram (Tabel 4). Kandungan serat kasar pada perlakuan R0 paling rendah (4,92%). Berkaitan dengan bobot potong yang erat sekali hubungannya dengan pertumbuhan. Pertumbuhan yang baik dipengaruhi oleh jenis pakan, komposisi kimia, dan konsumsi pakan sehingga dapat menghasilkan bobot potong yang maksimal. Hal ini disampaikan oleh Soeparno (2005) yang menyatakan konsumsi protein dan energi yang lebih tinggi akan menghasilkan laju pertumbuhan yang lebih cepat. Kondisi ini berkorelasi positif terhadap berat karkas dan persentase karkas. Selain itu ayam buras yang mendapat perlakuan ransum R0 menunjukkan nilai konversi ransum yang paling rendah, hal ini mengindikasikan penggunaan ransum yang paling efisien.

Rataan bobot karkas pada ayam buras paling tinggi terjadi pada perlakuan R0 yaitu 359,05 g (Tabel 4). Hal ini disebabkan karena konumsi ransum lebih tinggi dan FCR yang dihasilkan lebih rendah pada perlakuan R0 dibandingkan perlakuan lainnya. Karkas meningkat seiring dengan meningkatnya umur dan bobot badan. Akibat dari adanya perbedaan bobot karkas tersebut maka secara langsung akan berpengaruh terhadap tingkat perbedaan bobot potongan karkas (dada, paha dan sayap). Anggraeni (1999) menyatakan penurunan bobot karkas relatif konstan terhadap bobot hidup, sehingga meskipun bobot karkas turun persentasenya relatif tetap. Sesuai dengan pendapat Asnawi (1997) antara jumlah berat hidup ayam buras erat hubungannya dengan jumlah persentase karkas ayam buras. Hal ini juga dikemukakan oleh Jull (1972) bahwa persentase karkas ditentukan oleh besarnya bagian tubuh yang terbuang, seperti kepala, leher, jeroan, bulu, dan darah. Sesuai dengan pendapat Kamal (1994) yang menyatakan bahwa apabila bobot karkas yang didapatkan tidak berbeda nyata itu disebabkan karena bobot potong yang didapatkan juga berbeda tidak nyata.

Persentase karkas pada akhir penelitian, perlakuan

dengan pemberian ransum R1 menunjukkan hasil yang paling tinggi yaitu 58,70% (Tabel 4). Menurunnya persentase karkas seiring dengan bertambahnya jumlah pemberian kulit kopi non fermentasi diduga karena zat antinutrisi yang terkandung dalam kulit kopi yakni tanin dan kafein yang dapat menghambat pertumbuhan (Molina, 1974 dan Brahman, 1979 dalam Arora, 1989). Tandi (2010) mengemukakan tanin yang masuk ke dalam saluran pencernaan akan terikat dengan protein sehingga sulit dicerna oleh enzim protease mengakibatkan asam-asam amino sedikit terbentuk dan akan mempengaruhi pertumbuhan. Besarnya persentase karkas ditentukan oleh jumlah energi yang diperoleh ternak dari zat-zat makanan yang terkandung dalam bahan makanan.

Rataan potongan komersial karkas (dada, paha, dan sayap) ayam buras umur 11 minggu yang diberi pakan ransum mengandung limbah kulit kopi terfermentasi ditampilkan pada Tabel 2. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian limbah kulit kopi non fermentasi tidak berbeda nyata (P>0,05) mempengaruhi persentase karkas dan potongan karkas ayam buras umur 11 minggu. Penggunaan 10% limbah kulit kopi terfermentasi tidak nyata (P>0,05) menghasilkan potongan karkas lebih tinggi dibandingkan dengan penggunaan 20% limbah kulit kopi fermentasi. Penurunan persentase karkas dan potongan karkas ini berkaitan dengan semakin meningkatnya persentase serat kasar dalam ransum. Menurut Ketaren (2006), meningkatnya taraf serat kasar dalam ransum akan menurunkan kecernaan zat makanan. Konsumsi ransum yang menurun menyebabkan pembentukan komponen tubuh berkurang, akibatnya bobot atau persentase karkas dan potongan karkas juga menurun. Hasil penelitian menunjukan potongan karkas yang tinggi mempengaruhi bobot pada persentase dada yang tinggi. Keberadaan pakan sangat penting bagi ayam buras karena pakan mengandung zat-zat nutrisi

Tabel 4. Karkas ayam buras yang diberikan ransum yang mengandung limbah kulit kopi

VariabelPerlakuan

SEMR0 R1 R2 R3 R4

Bobot potong (g) 621,10 a 598,05a 520,03 b 615,12 a 512,06 a 19,16Bobot karkas(g) 359,05a 345,03 a 281,11 b 341,27 a 279,08 b 19,06Persentase karkas(g) 58,33a 58,70a 54,21a 56,06a 54,41a 3,21Persentase dada (g) 21,97a 20,92a 22,96a 22,12a 21,91a 1,13Persentase paha (g)

Persentase betis (g)

16,59a

19,41 a17,78a

17,99 a16,61a

18,18 a17,10a

18,67 a17,04a

18,09

0,56

0,65Persentase sayap (g)

Persentase punggung (g)

15,40b

25,74a15,85ab

25,43a15,26b

24,34a15,98ab

23,36a16,86a

25,39a0,40

0,91

Keterangan:1) R0: Ransum control; R1: ransum yang mengandung 10% kulit kopi non fermentasi; R2: ransum yang mengandung 20% kulit kopi non fermentasi; R3: ransum yang mengandung

10% kulit kopi terfermentasi; R4: ransum yang mengandung 20% kulit kopi terfermentasi2) Superskrip yang sama pada baris yang sama menunjukan perbedaan yang tidak nyata (P>0,05) dan superskrip berbeda pada baris yang sama menunjukan perbedaan yang nyata

(P<0,05)3) SEM: Standard Error of the Treatment Means

12 MAJALAH ILMIAH PETERNAKAN • Volume 21 Nomor 1 Februari 2018

Pengaruh Penggunaan Limbah Kulit Kopi Terfermentasi (Aspergillus niger) Dengan Aras Berbeda Dalam Ransum Terhadap Pertumbuhan Ayam Buras

yang dibutuhkan untuk pembentukan komponen karkas dan komponen tubuh yang lain (Rasyaf, 2000). Apabila ayam buras kekurangan pakan atau kebutuhan nutrisinya tidak tercukupi maka pembentukan karkas akan terhambat.

Penggunaan limbah kulit kopi non fermentasi dan fermentasi sebagai bahan penyusun ransum komplit tidak memberi pengaruh yang nyata terhadap persentase paha, dada dan sayap ayam buras umur 11 minggu (Tabel 2). Hal ini sesuai dengan pernyataan Natasasmita (1990), paha, dada dan sayap ayam buras menunjukkan kecepatan perkembangan yang sama dengan tubuh secara keseluruhan, dengan kata lain paha mempunyai pola pertumbuhan isogonik. Meningkatnya level penggunaan limbah kopi sebagai bahan penyusun ransum dalam ransum akan meningkatnya serat kasar, sehingga kecernaan ransum menurun. Demikian juga halnya penggunaan limbah kulit kopi non fermentasi dan fermentasi ransum komplit tidak memberi pengaruh yang signifikan terhadap persentase sayap.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian diatas maka dapat disimpulkan bahwa ayam buras dapat diberikan limbah kulit kopi non fermentasi dan fermentasi dalam ransum sampai 20% dan pemberian 10% memberikan hasil terbaik.

UCAPAN TERIMAKASIH

Pada kesempatan ini kami mengucapkan banyak terimakasih kepada Rektor Universitas Udayana, Direktur Program Pasca Sarjana Universitas Udayana, Ketua Progran Studi Ilmu Peternakan, Program Pasca Sarjana, Universitas Udayana dan Dekan Fakultas Peternakan, Universitas Udayana bapak Dr. Ir. Ida Bagus Gaga Partama, MS atas pelayanan administrasi dan fasilitas pendidikan yang diberikan kepada penulis selama menjalani perkulihaan.

DAFTAR PUSTAKA

AAK, 1988. Budidaya Tanaman Kopi. Kanisius, YogyakartaAnggraeni, 1999. Pertumbuhan Alometri dan Tinjauan

Morfologi Serabut Otot Dada (Muscullus pectoralis dan Muscullus supsupracoracorideus) pada Itik dan Entok Lokal. Disertasi Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.

Arora, S. P. 1989. Pencernaan Mikrobia Pada Ruminansia. Gadjah MadaUniversity Press, Yogyakarta.

Asnawi, 1997. Kinerja Pertumbuhan dan Fisiologi Ayam Kampung dan Hasil Persilangannya Dengan Ayam Ras Tipe Pedaging. Tesis Magister Sains Program Pasca

Sarjana IPB. Bogor.Bakrie, B., D. Andayani, M. Yanis, dan D. Zainuddin. 2003.

Pengaruh Penambahan Jamu k dalam Air Minum ter-hadap Preferensi Konsumen dan Mutu Karkas Ayam Buras. hlm.490−495. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner “Iptek untuk-Meningkatkan Kesejahteraan Petani melaluiAgribisnis Peternakan yang Berdaya Saing”. Bogor, 29−30 Sep-tember 2003. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor.

Brake J., G.B. Havestein, S.E. Scheideler, P.R. Ferket and D.V. Rives.1993. Relationship of sex, age and body-weight to broiler carcass yield and ofal production. Poult. Sci. 72: 1137-1145.

Budiari, N. M. 2014. “Pengaruh Aras Kulit Kopi Terfermen-tasi dalam Ransum terhadap Pertumbuhan Kelinci Lokal Jantan “Lepus negricollis” (Tesis). Denpasar: Universitas Udayana.

Charraym, J., J. M. Humbert, and J. Levif. 1992. Manual of Sheep Production in the Humid Tropic of Africa. CAB International. Wallingford, UK.

Ensminger, M. E. 1980. Dairy Cattle Science. 2nd Ed., The Interstate Printers and Publishers, Inc. Illinois. USA. Pp. 169-443.

Hutabarat, 2007. Pengaruh limbah kulit kopi terfermentasi berbeda pada pakan buatan terhadap efisiensi pakan, pertumbuhan ayam buras. Journal of Aquaculture Management and Technology. 2(2): 26-36.

Jull, M. A. 1972. Poultry Husbandry. 2nd Ed, Tata Mc Graw Hill Book Publishing Co. Ltd., New Delhi. Javascript.

Kamal, M. 1986. Kontrol Kualitas Pakan dan Menyusun Ransum Ternak. Fakultas Pasca Sarjana, Universitas Gajah Mada.

Ketaren, P. P., 2006. Optimalisasi Pemanfaatan Wheat Bran Untuk Produksi Daging Unggas Melalui Suplementasi Enzim Xilanase dan Glukanase: Itik Pedaging. Prosid-ing. Seminar Nasional Bioteknologi. Cibinong, 15-16 November 2006. Puslit Bioteknologi, LIPI, Cibinong. hlm. 325-331.

Mastika, I M.1991 Potensi Limbah Pertanian dan Industri Pertanian Serta Pemanfatan nya untuk Makan Ternak. Denpasar. 25 September 1991. Pengukuhan Guru Be-sar Ilmu Makanan Ternak Pada Fakultas Peternakan Universitas Udayana, Denpasar.

Nataamidjaja, A.G 1998. Produktivitas Ayam Buras di Kan-dang Litter pada Berbagai Imbangan Kalori Protein. Prosiding Nasional Seminar Peternakan dan Forum Peternak Unggas dan Aneka Ternak II. Balai Penelitian Ternak, Bogor.

Natasasmita, A., 1990. Tumbuh Kembang pada Ternak. Buletin Penelitian Universitas Djuanda Bogor. 1 (1): 45-50.

Rasyaf, M. 2000. Beternak Ayam Buras. Penebar Swadaya: Jakarta.

ISSN : 0853-8999 13

N. M. Intan W. Y. K., I M. Mastika, dan I M. Nuriyasa

Scott, M.L., M.C. Nesheim, and R.S. Young. 1982. Nutrition of the Chickens. 3ed. Published by M.L. Scott & Associ-ates, Itacha, New York.

Soeharsono (1976). Respon Broiler terhadap Berbagai kondisi lingkungan. Disertasi, Universitas Pajajaran, Bandung.

Soeparno.1992. Komposisi Tubuh Dan Evaluasi Daging Dada Sebagai Pedoman Penilaian Kualitas Produk Ayam Buras jantan. Bulletin Peternakan 16:7-4.

Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Cetakan ke-4. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Steel, R. G. D. dan J. H. Torrie. 1993. Prisip dan Prosedur Statistika Suatu Pendekatan Biometrik. Ed. 2. PT GramediaPustaka Utama, Jakarta.

Tandi, E. J. 2010. Pengaruh Tanin Terhadap Aktivitas Pro-tease. Seminal Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Fakultas Peternakan. Universitas Hasanud-

din. Makassar. Hal: 567-570.Tillman, A.D., H. Hartadi, S. Reksohardiprodja dan L.

Soekamto. 1986. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada, University Press, Yogyakarta.

Tillman, A. D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawiro Kusuma, dan S. Lebdosoekoekojo. 1998. Ilmu Makan-an Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Zainuddin, D. dan T. Murtisari. 1995. Penggunaan Limbah Agro-Industri Buah Kopi (Kulit Buah Kopi) dalam Ransum Ayam Pedaging (Broiler). Pros. Pertemuan IImiah Komunikasi dan Penyaluran Hasil Penelitian. Semarang. Sub Balai Penelitian Klepu, Puslitbang Petemakan, Badan Litbang Pertanian, p. 71-78.

Zuprizal. 1993. Pengaruh penggunaan pakan tinggi protein terhadap penampilan karkas dan perlemakan ayam pedaging fase akhir. Buletin Peternakan 17:110 -118.

14 MAJALAH ILMIAH PETERNAKAN • Volume 21 Nomor 1 Februari 2018

Evaluasi Mikrostruktur Kulit Telur Itik Pasca Formulasi Khitosan-Asap Cair Selama Pengasinan

EVALUASI MIKROSTRUKTUR KULIT TELUR ITIK PASCA FORMULASI KHITOSAN-ASAP CAIR SELAMA PENGASINAN

MIWADA, I N. S., M. HARTAWAN, DAN I K. SUKADAFakultas Peternakan Universitas Udayana

e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis kemampuan formula khitosan-asap cair dalam membantu inovasi waktu pemeraman dengan penetrasinya melewati pori-pori kulit telur selama pengasinan. Metode penelitian menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan perlakukan lama pemeraman (5; 10; 15 dan 20 hari). Formula khitosan-asap cair dengan konsentrasi 20 g/l dan 3% digunakan pada penelitian ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemeraman hingga 15 hari memberikan nilai skor tertinggi (P<0,05) dengan kriteria suka. Kualitas kimia dengan lama pemeraman memberikan hasil yang berbeda nyata (P<0,05) baik ditinjau dari indikator nilai pH, protein, kandungan fenol dan total asam. Hasil pengamatan SEM (Scanning Electron Microscope) menunjukkan mikrostruktur kulit telur yang lebih terbuka dengan adanya formulasi khitosan-asap cair. Kesimpulan penelitian ini bahwa formulasi khitosan dengan konsentrasi 20 g/l dan asap cair dengan konsentrasi 3% dapat dilakukan dengan efektif pada pemeraman selama 15 hari.

Kata kunci: khitosan. asap cair, telur asin, mikrostruktur kulit telur

EVALUATION OF EGG SHELL MICROSTRUCTURE PASCA FORMULATION OF KHITOSAN LIQUID SMOKE IN POST TIME SALTING

ABSTRACT

This study aims at analyzing the ability of chitosan-formula liquid smoke to make innovation of curing times with penetration through the pores of duckling egg shells on the process of salting. A completely randomized design (CRD) was used with long curing treatment in 5, 10, 15, and 20 days. Besides, formula chitosan-liquid smoke with 20 g/l and 3% concentration were used in this experiment. The results showed that the curing of time up to 15 days gave the highest score (P<0.05) with good criteria. The quality of chemical in a long curing times gave significant differences (P<0.05) from indicators as of pH value, protein, and content of total phenol, and acids. The result of SEM (Scanning Electron Microscope) showed that formulation of chitosan-liquid smoke could give effect to a relatively open eggshells microstructure. It can be concluded that chitosan formulation with 20 g/l concentration and 3% of liquid smoke concentration can be effective at 15 days curing time.

Keywords: chitosan. liquid smoke, salted egg, eggshell microstructure

PENDAHULUAN

Telur, merupakan produk hasil ternak dan selama ini kebutuhannya sangat banyak sebagai sumber bahan pangan hewani bernilai fungsional. Selama ini, waktu pengolahan merupakan salah satu kendala dalam diversifikasi olahan telur utuh. Hal ini disebabkan karena secara fisik, telur utuh memiliki kulit yang secara tidak langsung menjadi pennyebab lamanya proses pengolahan telur utuh. Seperti diketahui, pengolahan telur asin membutuhkan waktu lebih dari satu minggu agar proses pengasinannya menjadi optimal. Pengolahan telur utuh secara konvensional, proses

penetrasi bahan ke dalam telur hanya mengandalkan pori-pori kulit secara alami. Meskipun jumlah pori-pori kulit telur tersebut cukup banyak (disebutkan oleh Brown (2000) yakni lebih dari 7000-8000 pori yang biasanya digunakan untuk pertukaran gas dan besar lubang porinya berukuran 0,01-0,07 mm yang tersebar di seluruh permukaan kulit telur.) namun belum mampu membantu percepatan pengolahan telur utuh tersebut.

Penelitian untuk membuka pori kulit telur dan sekaligus meningkatkan sorpsi (penetrasi) asap cair ke dalam telur perlu dilakukan, sebagai suatu alternatif inovasi dalam upaya diversifikasi produk olahan telur asap dengan tanpa merusak kulit telur. Proses

ISSN : 0853-8999 15

Miwada, I N. S., M. Hartawan, dan I K. Sukada

ini diduga dapat dilakukan dengan terlebih dahulu dilakukan perendaman menggunakan larutan khitosan. Dasar pemikirannya, dari beberapa penelitian diduga aplikasi khitosan mampu memberikan terobosan sebagai pembuka pori dan meningkatkan absorpsi suatu bahan tertentu ke dalam material tertentu serta sekaligus berfungsi sebagai pengawet. Riset pembuka pori dari aplikasi khitosan telah dilakukan pada kain kapas. Hal itu dilaporkan oleh Noerati (2005) yang menyebutkan bahwa perendaman kain kapas dalam larutan khitosan dapat meningkatkan penyerapan (absorpsi) kain terhadap asam sitrat. Ini diduga bahwa khitosan dapat meningkatkan/membuka ukuran pori-pori kain tersebut sehingga asam sitrat lebih leluasa dapat memasuki pori. Trimulyadi et al. (2005) juga telah meneliti mengenai pemanfaatan khitosan teriradiasi sebagai bahan penginduksi (peningkatan absorpsi) terhadap cabe sehingga pertambahan tingginya menjadi meningkat. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis kemampuan formula khitosan-asap cair dalam membantu inovasi waktu pemeraman dengan penetrasinya melewati pori-pori kulit telur selama pengasinan.

MATERI DAN METODE

MateriBahan dasar penelitian ini adalah telur itik, khitosan,

asap cair dari tempurung kelapa dan bahan-bahan ekstrak bawang merah, putih dan kunyit. Bahan-bahan pendukung lainya adalah meliputi natrium hidroksida (NaOH), asam klorida (HCl), aseton, natrium hipoklorit (NaOCl), buffer pH 4,00, buffer pH 7,00, buffer pH 9,00, phenolphtalein (pp), aquades, air bebas ion (deionized water), kertas saring biasa, dan kertas saring Whatman 42. Alat-alat yang digunakan antara lain: kuali, sendok, kompor, peralatan gelas, thermometer, desikator, oven, water bath, timbangan analitik, panci aluminium, ember plastik, kompor, dan alat instrumen meliputi Scaning Elektron Microscope (SEM), dan pH meter.

Preparasi sampelPersiapan awal yang dilakukan adalah dengan

menyiapkan dan membersihkan terlebih dahulu alat-alat yang digunakan, seperti kuali, alat gelas dan lain-lain. Setelah itu, memilih dan menyeleksi telur itik yang meliputi kesegarannya, kulitnya tidak pecah atau retak, dan isi telur tidak ada noda. Setelah itu, mencuci cangkang telur dari kotoran yang melekat dan kemudian dilap agar cepat kering. Dipilih telur itik sebanyak 200 butir dengan berat mendekati berat rata-rata kelompok dan masing-masing diacak serta dibagi sesuai jumlah perlakuan.

Tahapan PenelitianFormulasi optimum khitosan-asap cair pada tahap

pertama penelitian ini yakni 20 g/l dan konsentrasi asap cair 3% (Miwada et al., 2016) dan kemudian dilanjutkan aplikasinya dengan penetuan lama pemeraman (L1 = 5 hari; L2 = 10 hari; L3 = 15 hari dan L4 = 20 hari). Pasca preparasi sampel tersebut dilanjutkan dengan pembuatan telur asin dengan metode konvensional. Setelah matang, disiapkan adonan pelapis (campuran tepung tapioka, garam, dan air) dan satu persatu telur diberi adonan pelapis. Kemudian, telur dikeringkan dengan cara menjemur langsung di bawah sinar matahari selama 10 menit hingga lapisan mengering dan dilanjutkan dengan uji kualitas.

Variabel yang diamatiVariabel yang diamati meliputi struktur mikroskopis

kulit telur, pH, protein, total asam, kadar fenol dan uji sifat-sifat sensoris meliputi warna; citarasa dan aroma.

Analisis DataRancangan risetmenggunakan rancangan acak

lengkap (RAL) yakni lama pemeraman (5; 10; 15 dan 20 hari). Perlakuan masing-masing dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali. Data yang diperoleh dianalisis secara sidik ragam dengan bantuan program statistik SPSS Versi 20,0. Perlakuan yang menunjukkan pengaruh yang nyata, selanjutnya dilakukan uji beda nyata dengan Duncan’S Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5% (Steel dan Torrie, 1991).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil analisis statistik pada Tabel 1, menunjukkan bahwa peningkatan masa pemeraman dalam pengasinan telur itik dengan formulasi khitosan-asap cair memberikan respon panelis yang berbeda nyata (P<0,05). Fungsi formulasi khitosan-asap cair telah membantu peningkatan kesukaan terhadap warna, citarasa dan aroma dari telur asin asap dengan waktu pemeraman yang lebih singkat. Waktu pemeraman 15 hari memberikan nilai kesukaan tertinggi. Hal ini didukung dengan hasil kajian dengan SEM (Scanning Elektron Microscope) pada Gambar 1, bahwa fungsi formulasi khitosan-asap cair pada kulit telur dengan pembesaran 6000 kali terlihat lebih memberi ruang

Tabel 1. Respon panelis terhadap telur asin asap selama pemeraman

VariabelPerlakuan Pemeraman

L1 L2 L3 L4Warna 3,53±0,05a 3,67±0,03b 4,27±0,08c 3,73±0,06b

Citarasa 3,07±0,08a 3,87±0,17b 4,06±0,12b 3,93±0,06b

Aroma 3,20±0,03a 3,27±0,03a 4,13±0,08c 4,00±0,09b

16 MAJALAH ILMIAH PETERNAKAN • Volume 21 Nomor 1 Februari 2018

Evaluasi Mikrostruktur Kulit Telur Itik Pasca Formulasi Khitosan-Asap Cair Selama Pengasinan

Tabel 2. Rata-rata kualitas kuantitatif fisik telur asin asap segar selama pemeraman

VariabelPerlakuan Pemeraman

L1 L2 L3 L4Nilai pH 6,74±0,05b 6,29±0,17a 6,88±0,23b 6,49±0,09a

Protein (% bb) 12,78±0,08a 14,88±0,45b 15,06±0,06b 16,82±0,08c

Fenol (mg/100gr GAE) 44,44±0,57d 36,23±0,16c 27,42±0,35b 20,70±0,12a

Total Asam (%) 0,46±0,06b 0,28±0,01a 0,30±0,01a 0,31±0,01a

Gambar 1. Mikrostruktur Kulit Telur Asin Dalam Formulasi Khitosan-Asap Cair Selama 5 Hari

Gambar 2. Mikrostruktur Kulit Telur Asin Dalam Formulasi Khitosan-Asap Cair Selama 10 Hari

Gambar 3. Mikrostruktur Kulit Telur Asin Dalam Formulasi Khitosan-Asap Cair Selama 15 Hari

Gambar 4. Mikrostruktur Kulit Telur Asin Dalam Formulasi Khitosan-Asap Cair Selama 20 Hari

terbukanya pori-pori kulit telur paling tinggi pada pemeraman 10-15 hari. Peningkatan waktu pemeraman menyebabkan formula itu menjadi tidak maksimal dalam membantu percepatan waktu pengasinan.

Sementara hasil analisis statistik pada Tabel 2, menunjukkan bahwa peningkatan waktu pemeraman berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap nilai pH. Peningkatan waktu pemeraman dalam formulasi khitosan-asap cair untuk pengasinan telur asin asap, secara kualitas kimia memberikan pengaruh yang nyata

(P<0,05) terhadap kualitas telur asin asap. Peningkatan waktu pemeraman meningkatkan kandungan protein telur hal ini diduga karena penetrasi pembuka pori dari khitosan dengan gugus fungsinya yang sangat reaktif akhirnya berinteraksi dengan gugus amino pada telur yang memberikan kontribusi kandungan protein yang tinggi. Peningkatan waktu pemeraman dalam pengasinan telur menurunkan kandungan fenol (P<0,05). Hal ini diduga disebabkan karena karakter larutan khitosan-asap cair itu mengalami penggumpalan

ISSN : 0853-8999 17

Miwada, I N. S., M. Hartawan, dan I K. Sukada

seiring dengan semakin lamanya pemeraman dan hal ini dampaknya bias diamati pada pengamatan SEM yakni terlihat permukaan struktur kulit formula khitosan-asap cair menumpuk. Penumpukan ini diduga menjadi penyebab semakin rendahnya kandungan fenol pada telur.

SIMPULAN

Hasil penelitian bahwa formulasi khitosan dengan konsentrasi 20 g/ dan konsentrasi asap cair 3% menunjukkan hasil terbaik dengan indicator kajian organoleptik (warna, aroma dan citarasa) maupun dari hasil pengukuran secara kuantitatif terhadap warna telur. Hasil kajian pengamatan SEM menunjukkan bahwa formulasi khitosan-asap cair dengan lama pemeraman 15 hari menunjukkan hasil terbaik.

UCAPAN TERIMA KASIH

Pada kesempatan ini, tim peneliti mengucapkan banyak terimakasih pada Dekan Fakultas Peternakan Universitas Udayana melalui surat perjanjian kerja dalam rangka pelaksanaan penelitian dana PNBP nomor :485A/UN14.125/PNL/2016

DAFTAR PUSTAKA

Brown, A. 2000. Understanding Food Principles and Prepa-ration. University of Hawaii. Wardsworth.

Darmadji, P. 2009. Teknologi Asap Cair dan Aplikasinya pada Pangan dan Hasil Pertanian. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Miwada, I N. S., M. Hartawan, dan I K. Sukada. 2016. Ka-jian Formulasi Khitosan-Asap Cair dan Pengaruhnya terhadap Kualitas Telur Asin Asap. Laporan Penelitian HUPS.

Noerati, 2005. Pengaruh Pengerjaan Kitosan dan Asam Sitrat pada Kain Kapas terhadap Sifat Fisik Kain. JSChem ITB-UKM VI-2005.

Steel, R. G. D. dan J. H. Torrie. 1991. Principle and Proce-dure of Statistic. Mc.Graw Hill. Book Company Inc. New York.

Trimulyadi, G. R., Kadariah, Sunarni, A., Marlianti, I., dan Iramani, D. 2005. Pengaruh Dosis Iradiasi pada Khitosan Sebagai Bahan Penginduksi Pertumbuhan Tanaman Cabe (Capcinum annum). JSChem ITB-UKM VI-2005.

18 MAJALAH ILMIAH PETERNAKAN • Volume 21 Nomor 1 Februari 2018

Hubungan Pengambilan Keputusan Dengan Keberhasilan Usaha Kemitraan Ayam Ras Pedaging di Kabupaten Tabanan

HUBUNGAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN DENGAN KEBERHASILAN USAHA KEMITRAAN AYAM RAS PEDAGING DI KABUPATEN TABANAN

MAHARDIKA, C. B. D. P.1), I N. SUPARTA2), DAN N. W. T. INGGRIATI2)

1) Program Studi Magister Ilmu Peternakan, Universitas Udayana2) Fakultas Peternakan, Universitas Udayana

e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan usaha kemitraan dan kemampuan pengambilan keputusan pada manajemen pemeliharaan serta menganalisis hubungan pengetahuan, sikap, motivasi, persepsi dan interaksi sosial dengan pengambilan keputusan dan keberhasilan usaha kemitraan dan dilakukan di Kabupaten Tabanan. Responden penelitian sebanyak 122 peternak plasma. Pengambilan sampel menggunakan metode stratifikasi secara proporsional. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah SEM-PLS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat keberhasilan usaha kemitraan ayam ras pedaging di Kabupaten Tabanan berada pada tingkat sedang dan peternak plasma sudah mampu melakukan pengambilan keputusan yang baik tentang manajemen pemeliharaan. Pengetahuan, sikap dan persepsi peternak plasma berpengaruh positif nyata terhadap pengambilan keputusan manajemen usaha kemitraan ayam ras pedaging, sedangkan motivasi dan interaksi sosial tidak berpengaruh nyata. Pengambilan keputusan manajemen pemeliharaan berpengaruh positif nyata terhadap keberhasilan usaha kemitraan.

Kata kunci: ayam ras pedaging, keberhasilan, pengambilan keputusan

MAKING RELATIONSHIP WITH THE SUCCESS OF BROILER CONTRACT FARMING AT TABANAN REGENCY

ABSTRACT

This research aims at determining the successful level of broiler contract farming and management decision-making ability. In addition, it was also conducted with the correlation of knowledge, attitude, motivation, perception and social interaction of farmers with the success of decision making and broiler contract farming. The research was carried out at Tabanan regency. There were 122 farmers as respondents using proportionate stratified random sampling and analyzed using by SEM-PLS. It showed that the successful level of broiler contract farming on middle level and most of farmers have abilities to make a good decision on broiler management. Knowledge, attitude and perception have positive significantly for decision making of broiler management, but motivation and social interaction had not significantly effected. Decision making gave positive effect to the success broiler contract farming.

Keywords: broiler, success, decision making

PENDAHULUAN

Perkembangan industri ayam ras pedaging telah mengarah terbentuknya suatu industri dengan pendekatan integrasi vertikal manajemen perusahaan multinasional maupun melalui kemitraan usaha. Pendekatan integrasi vertikal tersebut memiliki tujuan untuk meningkatkan efisiensi dan daya saing produk ayam ras pedaging di pasar domestik maupun global (Saptana dan Daryanto, 2013). Namun demikian, sampai saat ini tantangan dalam menjalankan usaha kemitraan

oleh peternak plasma cukup banyak mengalami kendala. Perusahaan kemitraan (inti) dirasakan lebih besar memegang kendali usaha dibandingkan dengan peternak plasma, harga kontrak sepenuhnya dirumuskan dan dikendalikan oleh perusahaan inti.

Kendala di lapangan secara garis besar dapat terlihat dari harga kontrak yang dapat berubah sesuai dengan kepentingan perusahaan, pengambilan keputusan cukup terhambat saat melakukan pemeliharaan dan keputusan strategis lainnya seperti penentuan kualitas sapronak, kecepatan pembayaran hasil dan pelayanan

ISSN : 0853-8999 19

Mahardika, C. B. D. P., I N. Suparta, dan N. W. T. Inggriati

penyuluhan. Rendahnya posisi tawar menawar dan terkadang masih kurang transparan dalam penentuan harga input maupun output. Ketidakberdayaan dalam mengontrol kualitas sapronak menyebabkan kerugian bagi peternak plasma, sehingga menghadapi permasalahan pada pola kemitraan. Peternak plasma harus mampu memprioritaskan kualitas manajemen pemeliharaan ayam ras pedaging. Menurut Sujak (2007), keterampilan manajemen usaha dilihat dari keberanian peternak dalam mengambil keputusan dalam memecahkan masalah.

Menurut pendapat Purnaningsih (2006), konsep kemitraan yang berkelanjutan adalah mengacu kepada konsep meminimalkan risiko dengan memaksimalkan kekuatan-kekuatan melalui upaya kerjasama antar pelaku usaha (peternak plasma dan perusahaan kemitraan) untuk mencapai keberhasilan. Adanya kemampuan menganalisis kualitas sapronak, disiplin, manajemen yang andal dan penerapan biosekuriti yang memadai akan menambah kekuatan untuk menyikapi tantangan dan kendala dalam bermitra usaha. Purnaningsih (2006) juga menambahkan bahwa kewenangan peternak plasma dalam mengambil keputusan dalam berusaha tani-ternak akan memotivasi untuk pengelolaan usaha dan produktivitasnya.

Tujuan dari penelitian ini adalah (1) mengetahui tingkat keberhasilan usaha kemitraan ayam ras ped-aging di Kabupaten Tabanan, (2) mengetahui kemam-puan pengambilan keputusan peternak plasma dalam manajemen pemeliharaan, (3) menganalisis hubungan pengetahuan, sikap, motivasi, persepsi dan interaksi sosial dengan pengambilan keputusan dan keberhasilan usaha kemitraan ayam ras pedaging di Kabupaten Ta-banan, (4) menganalisis pengaruh pengambilan kepu-tusan manajemen pemeliharaan terhadap keberhasilan usaha kemitraan ayam ras pedaging, dan (5) menga-nalisis pengaruh yang paling dominan diantara penge-tahuan, sikap, motivasi, persepsi, interaksi sosial dan pengambilan keputusan terhadap keberhasilan usaha kemitraan ayam ras pedaging di Kabupaten Tabanan.

METODE PENELITIAN

Desain PenelitianPenelitian ini merupakan penelitan yang dirancang

sebagai explanatory research design yaitu menjelaskan dan menganalisis hubungan antara variabel-variabel penelitian yang akan didesain menggunakan teknis analisis Partial Least Square (PLS). Variabel penelitian yang diamati adalah keberhasilan usaha peternakan pada kemitraan ayam ras pedaging, pengambilan keputusan, pengetahuan, sikap, motivasi, persepsi serta interaksi sosial.

Lokasi dan Waktu PenelitianPenelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Tabanan

pada peternak plasma kemitraan ayam ras pedaging yaitu pada bulan Desember tahun 2016 sampai Januari tahun 2017. Lokasi penelitian ditentukan dengan metode purposif yaitu penentuan daerah yang didasarkan pada pertimbangan tertentu (Singarimbun dan Effendi, 2006). Dasar pertimbangan yang digunakan untuk memilih lokasi penelitian adalah karena populasi ternak ayam ras pedaging di Kabupaten Tabanan terbanyak dari seluruh kabupaten/kota di Provinsi Bali, sehingga diperkirakan cukup banyak masyarakat yang melakukan usaha peternakan ayam ras pedaging.

Sampel PenelitianPenentuan sampel sebagai responen dalam

penelitian ini dilakukan secara acak dengan teknik distratifikasi proporsional (proportionate stratified random sampling). Teknik sampling distratifikasi proporsional adalah teknik pengambilan sampel melalui proses pembagian populasi kedalam strata dan memilih sampel acak dari setiap strata tersebut secara proporsional (Singarimbun dan Effendi, 2006). Menurut survai awal, estimasi produksi chick-in masing-masing inti dan pemetaan internal perusahaan kemitraan pada tahun 2016, total populasi mitra inti besar mencapai 398 peternak dan total populasi mitra inti kecil mencapai 207 peternak. Pengambilan sampel dalam inti besar dan inti kecil distratifikasi berdasarkan skala usahanya (2.000-15.000 ekor) masing-masing 15% untuk inti besar dan 30% untuk inti kecilsehingga total sampel yang diamati adalah 122 peternak (Tabel 1).

Tabel 1. Penentuan responden dari populasi sasaranSkala usaha*(ekor) Inti besar Inti kecil

2.000 – 6.000 263 × 15% = 40 peternak 146 × 30% = 44 peternak> 6.000 – 10.000 97 × 15% = 15 peternak 50 × 30% = 15 peternak

> 10.000 – 15.000 35 × 15% = 5 peternak 10 × 30% = 3 peternakTotal sampel 60 peternak 62 peternak

Keterangan: Keseluruhan populasi mitra inti adalah 605 plasma. Skala usaha plasma < 2.000 dan > 15.000 ekor jumlahnya terlalu sedikit (pencilan), sehingga ditentukan populasi sasaran-nya dengan skala usaha 2.000-15.000 ekor (601 plasma).

Jenis, Sumber dan Pengumpulan DataJenis data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah data primer dan sekunder. Data primer adalah data yang belum pernah diolah oleh pihak tertentu untuk suatu kepentingan. Data primer dalam penelitian ini bersumber dari sumber primer atau pihak pertama yang memiliki suatu data (Abdillah dan Jogiyanto, 2015). Pengumpulan data primer dilakukan dengan empat cara yaitu wawancara langsung, wawancara mendalam, observasi dan dokumentasi.

Data sekunder merupakan data yang telah diolah,

20 MAJALAH ILMIAH PETERNAKAN • Volume 21 Nomor 1 Februari 2018

Hubungan Pengambilan Keputusan Dengan Keberhasilan Usaha Kemitraan Ayam Ras Pedaging di Kabupaten Tabanan

disimpan dan disajikan dalam bentuk tertentu seperti data gambaran umum Kabupaten Tabanan dan populasi mitra ayam ras pedaging. Data sekunder diperoleh dari pihak kedua yaitu Badan Pusat Statistik Provinsi Bali, Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Bali, dan PT. Ciomas Adisatwa.

Pengukuran VariabelVariabel pengetahuan (X1), sikap (X2), motivasi

(X3), persepsi (X4), interaksi sosial (X5), pengambilan keputusan (Y1) dan keberhasilan usaha kemitraan ayam ras pedaging (Y2) ditabulasi dan diukur seluruh indikator dari variabel penelitian menggunakan skala berjenjang lima (1,2,3,4, dan5). Variabel yang sudah diberikan skor diklasifikasikan menjadi lima kategori yaitu sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah dan sangat rendah atau sangat baik, baik, sedang, buruk dan sangat buruk. Untuk pernyataan positif, respon sangat tinggi dan sangat baik diberi skor lima, sedangkan respon sangat rendah dan sangat buruk diberi skor satu. Demikian juga sebaliknya, untuk pernyataan negatif, respon sangat rendah dan sangat buruk diberi skor lima, sedangkan respon sangat tinggi dan sangat baik diberi skor satu (Singarimbun dan Effendi, 2006).

Analisis DataAnalisis data dalam penelitian ini menggunakan

statistika deskriptif dan statistika inferensia. Statistika deskriptif sebagai metode yang berkaitan dengan pengumpulan, penyajian dan peringkasan suatu gugus data sehingga memberikan informasi yang berguna. Statistika deskriptif disajikan dalam bentuk frekuensi, distribusi frekuensi, persentase dan rataan skor. Statistika inferensia digunakan untuk menjelaskan besar hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat dan digunakan untuk menguji kebenaran hipotesis dari suatu penelitian untuk mencapai tujuan penelitian. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Structural Equation Modelling (SEM) berbasis varian yang dikenal dengan Partial Least Square (PLS).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Evaluasi Deskriptif Hasil penelitian menunjukan bahwa 51,64% peternak

plasma memiliki pengetahuan yang tinggi tentang hal-hal yang berkaitan dengan usaha kemitraan ayam ras pedaging (Tabel 2). Hal ini sangat dimungkinkan karena peternak plasma cukup rutin berinteraksi dengan penyuluh pendamping dari pihak inti terkait dalam hal-hal perkembangan ilmu dan teknologi ayam ras pedaging.

Selain itu, 47,54% peternak plasma memiliki

perhatian dan respon positif tentang hal-hal yang berkaitan dengan usaha kemitraan ayam ras pedaging. Sikap positif ditunjukan dengan antusiasnya peternak plasma jika diberikan masukan atau saran terkait teknis produksi dan kooperatif dalam berbagai hal. Sebagian besar peternak plasma merasa termotivasi oleh kebutuhan dan harapannya dalam menjalankan usaha kemitraan (52,46%). Motivasi yang tinggi mengindikasikan niat peternak plasma selalu bekerja dan berprestasi lebih baik agar cepat mencapai kebutuhan dan harapannya.

Pencapaian skor rata-rata untuk persepsi peternak plasma adalah sebesar 3,60 dan sebagian besar (46,72%) mempunyai persepsi yang baik terhadap hal-hal yang berkaitan dengan usaha kemitraan ayam ras pedaging (Tabel 2). Hal ini berkaitan dengan kesamaan pandangan peternak plasma dengan persepsi perusahaan kemitraan tentang hak dan kewajiban dalam bermitra. Hak dan kewajiban bermitra mencantumkan aturan dan manfaat dalam bermitra usaha dengan maksud dan tujuan yang positif menguntungkan kedua belah pihak yaitu peternak plasma dan inti. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa telah terbinanya hubungan komunikasi interpersonal yang baik antar peternak plasma usaha kemitraan, saling berinteraksi dengan petugas penyuluh pendamping serta aktif dalam memanfaatkan media individual dan media massa sebagai salah satu media komunikasinya. Hal ini dilihat dari 44,26% peternak plasma berinteraksi baik secara langsung maupun tidak langsung dengan individu lain khususnya petugas pendamping.

Pada Tabel 2, 45,90% peternak plasma mengambil keputusan yang baik dalam manajemen usaha kemitraan terkait teknis pemeliharaan dengan mengikuti beberapa tahap mulai dari mengidentifikasi permasalahan hingga menentukan alternatif. Tingkat keberhasilan usaha peternak plasma ayam ras pedaging berada pada level sedang dengan tingkat deplesi berkisar 5-7%, rata-rata indeks prestasi 300 dan bobot panen pada umur 30 hari rata-rata berkisar 1,55 kg/ekor dengan FCR

Tabel 2. Sebaran peternak plasma berdasarkan variabel penelitian

Variabel Pencapaian skor*

Persentase (%)** Rataan Skor Kategori

Pengetahuan > 3,4 - 4,2 51,64 3,50 TinggiSikap > 3,4 - 4,2 47,54 3,60 PositifMotivasi > 3,4 - 4,2 52,46 3,60 TinggiPersepsi > 3,4 - 4,2 46,72 3,70 BaikInteraksi sosial > 3,4 - 4,2 44,26 3,50 TinggiPengambilan keputusan > 3,4 - 4,2 45,90 3,60 BaikKeberhasilan usaha > 2,6 - 3,4 40,16 3,20 SedangKeterangan:* Pencapaian skor: 1,0-1,8: Sangat rendah/Sangat buruk >1,8-2,6: Rendah/Buruk >2,6-3,4: Cukup/Sedang >3,4-4,2: Tinggi/Baik >4,2-5,0: Sangat tinggi/Sangat baik**Persentase peternak plasma (total responden = 122 orang)

ISSN : 0853-8999 21

Mahardika, C. B. D. P., I N. Suparta, dan N. W. T. Inggriati

1,620. Dari segi pendapatan, rata-rata pendapatan mencapai Rp 1.500 - Rp 2.000/ekor/periode dengan keuntungan bersih ± Rp 700 - Rp 1.000/ekor/periode. Hal ini mengindikasikan peternak plasma sudah cukup baik dan terampil dalam mengelola usaha kemitraan meskipun belum mencapai nilai yang maksimal.

Evaluasi Model PengukuranModel pengukuran dievaluasi dengan melihat

validitas konvergen, diskriminan dan reliabilitas gabungan masing-masing indikator dan variabel. Hasil evaluasi validitas konvergen, semua indikator dikatakan valid karena memiliki nilai bobot pengukuran diatas 0,50 dengan nilai t-hitung diatas 1,96 (Tabel 3).

Tabel 3. Loading factor indikator variabel penelitianVariabel Indikator/item Bobot t-hitung

Pengetahuan(X1)

Manajemen usaha kemitraan 0,753 16,452Kualitas sapronak 0,807 26,249Manajemen pemeliharaan 0,787 21,262Analisis usaha kemitraan 0,830 24,524

Sikap(X2)

Sikap dalam menentukan mitra usaha 0,871 38,597Sikap dalam manajemen pemeliharaan 0,901 57,679Sikap dalam menganalisis usaha kemitraan 0,829 20,971

Motivasi (X3)Kebutuhan 0,862 26,557Harapan 0,889 34,459Dorongan 0,706 9,225

Persepsi (X4)

Persepsi tentang pola kemitraan 0,828 24,261Persepsi tentang kualitas sapronak 0,804 25,781Persepsi tentang manajemen pemeliharaan 0,841 28,123Persepsi tentang analisis usaha 0,801 20,134

Interaksi Sosial (X5)

Berinteraksi secara langsung 0,831 15,385Berinteraksi secara tidak langsung 0,881 21,461

Pengambilan Keputusan (Y1)

Identifikasi permasalahan 0,911 54,628Mengembangkan kriteria pemecahan 0,827 24,288Mengembangkan alternatif 0,863 35,716Penentuan alternatif pemecahan masalah 0,709 12,053

Keberhasilan Usaha (Y2)

Performa produksi 0,962 124,356Pendapatan dan volume usaha 0,958 105,781

Nilai AVE variabel penelitian diatas 0,50. Hal ini berarti seluruh variabilitas yang terjadi pada indikator-indikator penelitian mampu dijelaskan lebih dari 50% oleh variabilitas variabel laten daripada variabilitas yang ditimbulkan kesalahan pengukuran (Tabel 4).

Tabel 4. Nilai AVE dan perbandinganya dengan nilai korelasi variabelVaria-

bel AVE √AVE X1 X2 X3 X4 X5 Y1 Y2

X1 0,632 0,795 1X2 0,752 0,867 0,727 1X3 0,678 0,823 0,536 0,550 1X4 0,670 0,819 0,793 0,692 0,526 1X5 0,733 0,856 0,436 0,465 0,558 0,511 1Y1 0,691 0,831 0,727 0,788 0,520 0,788 0,504 1

Y2 0,921 0,960 0,767 0,621 0,370 0,742 0,341 0,768 1

Nilai akar dari average variance extracted (√AVE) variabel laten lebih besar dari koefisien korelasi variabel laten lainnya. Hal ini mengindikasikan ketujuh variabel laten tersebut memiliki validitas diskriminan yang baik.

Tabel 5. Nilai composite reliability dan cronbach’s alfa variabel latenVariabel laten Composite Reliability Cronbach’s Alpha

Pengetahuan (X1) 0,873 0,805Sikap (X2) 0,901 0,836Motivasi (X3) 0,862 0,763Persepsi (X4) 0,891 0,836

Interaksi (X5) 0,846 0,638Keputusan (Y1) 0,899 0,847Keberhasilan (Y2) 0,959 0,914

Hasil penelitian pada Tabel 5, menunjukan semua blok indikator andal dalam mengukur variabel peneli-tian. Keseluruhan indikator konsisten dalam mengukur pengetahuan, sikap, motivasi, persepsi, interaksi sosial, pengambilan keputusan dan keberhasilan usaha di atas 70%.

Evaluasi Model StrukturalHasil evaluasi model struktural mendapatkan nilai

R2 pada pengambilan keputusan dan keberhasilan usaha sebesar 0,784 dan 0,680 (Tabel 6). Menurut Hair et al. (2011), variabel R2>0,670 dikategorikan model prediksinya substansial. Hal ini berarti pengetahuan, sikap, motivasi, persepsi dan interaksi sosial substansial dalam memprediksi pengambilan keputusan dan keberhasilan usaha. Hasil evaluasi model struktural mendapatkan nilai Q2 pada model penelitian ini adalah sebesar 0,793 yang memiliki arti 79,3% informasi dalam model yang dibangun sudah memiliki kesesuaian yang baik.

Tabel 6. Nilai composite reliability dan cronbach’s alfa variabel latenVariabel laten R2 Q2

Pengambilan Keputusan (Y1) 0,7840,793Keberhasilan Usaha (Y2) 0,680

Keterangan: Q2 = 1 – (1 – R12) (1 – R2

2) = 0,793

Pengujian HipotesisHasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan

peternak plasma (X1) terbukti berpengaruh sangat positif nyata (P<0,01) terhadap pengambilan keputusan manajemen pemeliharaan (Y1) dan keberhasilan usaha kemitraan (Y2). Hasil ini ditunjukkan dengan koefisien jalur bernilai positif dan t-hitung > t-tabel (Tabel 7). Hal ini dimungkinkan karena pengetahuan merupakan faktor yang membentuk perilaku peternak plasma yang banyak dipengaruhi oleh fungsi informasi (Thoha, 2007).

22 MAJALAH ILMIAH PETERNAKAN • Volume 21 Nomor 1 Februari 2018

Hubungan Pengambilan Keputusan Dengan Keberhasilan Usaha Kemitraan Ayam Ras Pedaging di Kabupaten Tabanan

Tabel 7. Hasil evaluasi validasi koefisien jalur secara parsial (uji-t)

Hubungan antar variabel Koefisien Jalur t-hitung

Pengetahuan à Pengambilan keputusan 0,392 3,769 sn

Sikap à Pengambilan keputusan 0,325 3,062 sn

Motivasi à Pengambilan keputusan -0,037 0,501 tn

Persepsi à Pengambilan keputusan 0,226 2,594 sn

Interaksi sosial à Pengambilan keputusan 0,086 1,385 tn

Pengetahuan à Keberhasilan usaha 0,331 2,803 sn

Sikap à Keberhasilan usaha -0,029 0,270 tn

Motivasi à Keberhasilan usaha -0,100 1,109 tn

Persepsi à Keberhasilan usaha 0,295 2,811 sn

Interaksi Sosial à Keberhasilan usaha -0,073 0,874 tn

Pengambilan keputusan à Keberhasilan usaha 0,373 2.900 sn

Keterangan: sn sangat nyata (p<0,01), tn tidak nyata (p>0,05)

Pada Tabel 7, sikap peternak plasma (X2) terbukti berpengaruh sangat positif nyata (p<0,01) terhadap pengambilan keputusan manajemen pemeliharaan (Y1). Hasil ini ditunjukkan oleh koefisien jalur yang bernilai positif sebesar 0,325 dengan t-hitung sebesar 3,062 (t-hitung > 2,358). Hasil menerangkan bahwa jika sikap peternak plasma positif maka mereka akan cenderung melakukan pengambilan keputusan yang baik. Sikap yang didukung melalui pengambilan keputusan pada manajemen pemeliharaan menunjukan kesiapannya untuk bertindak sesuai dengan pemahaman terhadap objek tersebut (Gerungan, 2010).

Persepsi peternak plasma (X4) terbukti berpengaruh sangat nyata (P<0,01) dan positif terhadap pengambilan keputusan manajemen pemeliharaan (Y1) dan keberhasilan usaha kemitraan (Y2). Hasil ini ditunjukkan oleh koefisien jalur yang bernilai positif dengan t-hitung > t-tabel. Hubungan yang nyata ini mencerminkan bahwa penafsiran peternak plasma yang berkaitan dengan usaha kemitraanya terbukti mempengaruhi mereka mengambil suatu keputusan. Mulyana (2007) mengatakan bahwa semakin tinggi derajat kesamaan persepsi antara komunikator dengan pengguna, maka semakin mudah proses komunikasi itu karena inti dari komunikasi adalah persepsi.

Pengambilan keputusan manajemen pemeliharaan yang dilakukan peternak plasma (Y1) terbukti berpengaruh sangat positif nyata (P<0,01) terhadap keberhasilan usaha kemitraan ayam ras pedaging (Y2). Hasil ini ditunjukkan oleh koefisien jalur yang bernilai positif sebesar 0,373 dengan t-hitung sebesar 2,900 (t-hitung > 2,358). Hal ini sangat dimungkinkan karena peternak plasma bersikap proaktif untuk menanggulangi permasalahan yang terjadi. Sikap yang proaktif ditunjukan kecenderungan mengambil keputusan secara normatif sebagai upaya menghasilkan produksi yang optimal. Hal ini sesuai dengan pendapat Thoha (2007) yang mengatakan bahwa seseorang yang

memiliki karakteristik berprestasi tinggi adalah orang yang senang dengan mengambil risiko moderat, senang merespon, peka, lebih memperhitungkan keberhasilan dan bekerja lebih efisien.

Tabel 8. Pengaruh langsung dan tidak langsung variabel penelitian dengan keberhasilan usaha kemitraan

Variabel penelitian

Pengaruh

Langsung Tak langsung TotalNilai % Nilai % Nilai %

Pengetahuan 0,331sn 69,1 0,148sn 31,9 0,479 100Sikap - - 0,123sn 100 0,123 100Motivasi - - - - - -Persepsi 0,295sn 77,7 0,085sn 22,3 0,380 100Interaksi sosial - - - - - -Pengambilan keputusan 0,378sn 100 - - 0,378 100

Keterangan: sn sangat nyata (P<0,01)

Pengambilan keputusan merupakan faktor yang dominan berpengaruh secara langsung tehadap keberhasilan usaha (Tabel 8). Hal ini berarti peternak plasma mengambil keputusan dalam menajemen akan sangat berdampak terhadap keberhasilan usaha. Menurut Suparta (2001), sifat pengambil risiko selalu memperhitungkan kemungkinan keberhasilan dan kegagalan dalam pelaksanaan kegiatan untuk mencapai tujuan.

Pengetahuan, sikap dan persepsi mempunyai hubungan tak langsung yang sangat nyata (P<0,01) dengan keberhasilan usaha kemitraan dan terlihat pengetahuan memiliki nilai hubungan keeratan secara tidak langsung yang paling tinggi (0,148). Meskipun sikap tidak berhubungan langsung, sikap yang positif dapat mempengaruhi keberhasilan jika disertai dengan pengambilan keputusan yang baik. Sikap tidak dapat berdiri sendiri karena merupakan determinan perilaku yang berkaitan dengan persepsi dan motivasi (Inggriati, 2014).

SIMPULAN

Tingkat keberhasilan usaha kemitraan ayam ras pedaging di Kabupaten Tabanan berada pada tingkat sedang dengan capaian: tingkat kematian 5-7%, rata-rata indeks prestasi 300, bobot panen pada umur 30 hari rata-rata 1,55 kg/ekor dengan FCR 1,620, rata-rata pendapatan mencapai Rp 1.500-2.000/ekor/periode dengan keuntungan bersih rata-rata Rp 700-1.000 /ekor/periode. Sebagian besar peternak plasma di Kabupaten Tabanan sudah mampu melakukan pengambilan keputusan yang baik. Pengetahuan, sikap dan persepsi peternak plasma berpengaruh positif nyata terhadap pengambilan keputusan dalam manajemen usaha kemitraan ayam ras pedaging, sedangkan motivasi dan

ISSN : 0853-8999 23

Mahardika, C. B. D. P., I N. Suparta, dan N. W. T. Inggriati

interaksi sosial tidak berpengaruh nyata. Pengambilan keputusan pada manajemen pemeliharaan berpengaruh positif nyata terhadap keberhasilan usaha kemitraan ayam ras pedaging. Pengambilan keputusan pada manajemen pemeliharaan secara langsung berpengaruh positif paling dominan terhadap keberhasilan usaha kemitraan dibandingkan pengetahuan, sikap, motivasi, persepsi dan interaksi sosial.

UCAPAN TERIMA KASIH

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih peternak plasma dan perusahaan kemitraan yang telah meluangkan waktunya untuk diwawancarai, sehingga penelitian dan penulisan artikel ilmiah ini dapat terlaksana.

DAFTAR PUSTAKA

Abdillah, W., dan Jogiyanto, H. M. 2015. PLS (Partial Least Square): Alternatif Structural Equation Modeling (SEM) dalam Penelitian Bisnis. Penebit Andi Offset, Yogyakarta.

Gerungan, W. A. 2010. Psikologi Sosial. PT. Refika Aditama, Bandung.

Hair, J., W. Black, B. Babin dan R. Anderson. 2011. “PLS

SEM: indeed a silver bullet”. Journal of Marketing Theory and Practice, Volume 19 No 2: page 139-151.

Inggriati, N. W. T. 2014. Perilaku Peternak Sapi Bali Perbibi-tan dalam Sistem Penyuluhan di Bali. Disertasi. Pro-gram Pascasarjana Universitas Udayana, Denpasar.

Mulyana, D. 2007. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. PT. Remaja Rosdakarya, Bandung.

Purnaningsih, N. 2006. Adopsi inovasi pola kemitraan agribisnis sayuran di Propinsi Jawa Barat. Disertasi. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Saptana, R. dan Daryanto, A. 2013. Dinamika Kemitraan Usaha Agribisnis Berdaya saingdan Berkelanjutan. Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian.Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian, Bogor.

Singarimbun, M. dan Effendi, S. 2006. Metode Penelitian Survai. LP3ES, Jakarta.

Sujak, A. 2007. Kepemimpinan Manajer: Eksistensi dalam Perilaku Organisasi. Penerbit Rajawali, Jakarta.

Suparta, N. 2001. Perilaku Agribisnis dan Kebutuhan Pe-nyuluhan Peternak Ayam Ras Pedaging. Disertasi. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Thoha, M. 2007. Kepemimpinan dalam Manajemen. Edisi 12. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

24 MAJALAH ILMIAH PETERNAKAN • Volume 21 Nomor 1 Februari 2018

Analisis Keberhasilan Inseminasi Buatan pada Sapi Bali di Kabupaten Karangasem

ANALISIS KEBERHASILAN INSEMINASI BUATAN PADA SAPI BALI DI KABUPATEN KARANGASEM

SWASTIKA, I G. L., N. W. T. INGGRIATI, DAN I G. S. ADI PUTRAProgram Studi Magister Ilmu Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana

e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Ternak sapi merupakan potensi terbesar yang dimiliki oleh Kabupaten Karangasem. Pada tahun 2016, populasi sapi di Kabupaten Karangasem mencapai 127.589 ekor (22,35%) dari total populasi sapi di Bali. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi, motivasi, pengetahuan, sikap, dan keterampilan peternak terhadap inseminasi buatan (IB). Tujuan khusus dari penelitian ini adalah mengetahui persepsi, motivasi, pengetahuan, sikap, dan keterampilan tentang IB. Menganalisis tingkat keberhasilan IB. Menganalisis pengaruh pengetahuan, sikap dan keterampilan peternak terhadap persepsi peternak tentang IB. Pengaruh pengetahuan, sikap dan keterampilan peternak terhadap motivasi. Pengaruh persepsi, pengetahuan, sikap dan keterampilan peternak terhadap tingkat keberhasilan pelaksanaan IB. Desain penelitian adalah survei dengan menggunakan kuisioner di delapan kecamatan yang ada di Kabupaten Karangasem. Jumlah responden sebanyak 104 orang. Analisis dilakukan secara deskriptif dan analisis Path. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peternak memiliki pengetahuan tentang IB tinggi, sikap tentang IB adalah positif, keterampilan mengetahui birahi tinggi, persepsi tentang IB positif, dan motivasi untuk melaksanaan IB kuat. Keberhasilan IB tinggi. Pengetahuan, sikap dan keterampilan peternak berpengaruh positif nyata terhadap persepsi peternak tentang IB. Pengetahuan, sikap dan keterampilan peternak berpengaruh positif nyata terhadap motivasi peternak tentang pelaksanaan IB. Pengetahuan, sikap dan keterampilan, persepsi dan motivasi peternak berpengaruh positif nyata terhadap tingkat keberhasilan pelaksanaan IB.

Kata kunci: inseminasi buatan, sapi bali, pengetahuan, sikap, persepsi

THE ANALYSIS OF ARTIFICIAL INSEMINATION SUCCESS ON BALI CATTLE AT KARANGASEM REGENCY

ABSTRACT

is the most potential livestock sector of cattle at Karangasem because this regency has their biggest population in Bali. Their population in 2016 achieved 127.589 (22.35%) from the total population in Bali. artificial insemination (AI) is one of the cattle development programs to support their population, quality, and production. This research aims at finding farmers perception, motivation, knowledge, attitude and technical skill on cattle AI. It aims at analyzing the influence of knowledge, attitude and technical skill of farmers on AI. These are used in order to motivate the AI program. This study was using a survey research with questionnaires for data collection at eight sub-districts of Karangasem regency with 104 selected respondents. Analysis of data was using path and descriptive analysis. The results showed that farmers with high knowledge, positive attitude, high technical skills, their perception to conduct AI program in highland were strong. It can be concluded that farmers’ knowledge, attitude, and positive technical skills gave significant influences to the perception of farmers of AI. The level of AI implementation is categorized success at Karangasem regency.

Keywords: artificial insemination (AI), bali cattle, knowledge, attitude, perception

PENDAHULUAN

Pertambahan jumlah penduduk, meningkatnya kesejahteraan dan pendidikan masyarakat Indonesia, telah mendorong semakin meningkatnya permintaan akan produk peternakan yang berasal dari daging sapi.

Menurut data Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (2016), sebanyak 25,4% kebutuhan daging nasional dipenuhi dari daging sapi. Namun disayangkan 35% diantaranya berasal dari impor luar negeri, ini berarti populasi sapi belum mampu memenuhi kebutuhan daging nasional.

ISSN : 0853-8999 25

Swastika, I G. L., N. W. T. Inggriati, dan I G. S. Adi Putra

Ternak sapi merupakan potensi terbesar yang dimiliki Kabupaten Karangasem pada sub sektor peternakan, bahkan populasinya terbanyak di Bali. Pada tahun 2016, populasi sapi di Kabupaten Karangasem mencapai 127.589 ekor (22,35%) dari total populasi sapi di Bali (Dinas Peternakan, Kelautan dan Perikanan Kabupaten Karangasem, 2016). Salah satu program yang dikembangkan untuk mendukung peningkatan populasi, mutu dan produksi sapi adalah insiminasi buatan (IB) yaitu pemanfaatan semen pejantan unggul untuk diinseminasikan kepada betina produktif sehingga diperoleh keturunan yang berkualitas lebih baik. IB merupakan salah satu teknologi dalam reproduksi ternak yang memiliki manfaat dalam mempercepat peningkatan mutu genetik ternak, mencegah penyebaran penyakit reproduksi yang ditularkan melalui perkawinan alam, meningkatkan efisiensi penggunaan pejantan unggul, serta menurunkan/ menghilangkan biaya investasi pengadaan dan pemeliharaan ternak pejantan (Sugiarti dan Siregar,1999).

Keberhasilan dari program IB dapat dipengaruhi oleh peternak, inseminator dan pemerintah. Peternak berperan dalam menyiapkan ternak yang akan di IB, inseminator berperan dalam melaksanakan IB dan pemerintah berperan dalam menyediakan infrastruktur pelaksanaan IB. Dalam rancangan penelitian ini faktor penentu keberhasilan IB yang akan dilihat adalah karakteristik peternak, pengetahuan, motivasi, keterampilan, persepsi dan sikap peternak. Tingkat pengetahuan dan keterampilan peternak melakukan pengamatan terhadap timbulnya gejala birahi pada ternaknya akan mempengaruhi ketepatan dalam melaksanakan IB sehingga akan berpengaruh terhadap keberhasilan IB. Motivasi dan prilaku peternak juga mempengaruhi keberhasilan suatu teknologi, hasil penelitian oleh Okkyla et al. (2013) bahwa adanya hubungan positif antara motivasi dan prilaku peternak dalam pemanfaatan teknologi inseminasi buatan. Sikap peternak juga akan mempengaruhi keberhasilan suatu inovasi, semakin positif sikap peternak terhadap program IB maka tingkat keberhasilan IB akan semakin tinggi.

Partodiharjo (1982) menyatakan selain parameter peternak keberhasilan teknologi IB di lapangan dapat diukur dengan nilai service per conception atau S/C. Nilai S/C adalah jumlah IB yang dilakukan (service) untuk menghasilkan satu kebuntingan (conception).

Insiminasi buatan (IB) merupakan salah satu teknologi dalam reproduksi ternak yang memiliki manfaat dalam mempercepat peningkatan mutu genetik ternak, mencegah penyebaran penyakit reproduksi yang ditularkan melalui perkawinan alam, meningkatkan efisiensi penggunaan pejantan

unggul, serta menurunkan/menghilangkan biaya investasi pengadaan dan pemeliharaan ternak pejantan IB (Sugeng,1997). Namun berhasil tidaknya pengembangan teknologi ditentukan oleh mau tidaknya petani mengadopsi teknologi yang dianjurkan sedang keputusan mengadopsi suatu teknologi banyak dipengaruhi sifat teknologi (Soekartawi,1998).

Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat keberhasilan IB, pengaruh karakteristik peternak, pengetahuan peternak, sikap peternak, keterampilan peternak, motivasi peternak dan persepsi peternak terhadap pelaksanaan IB di kabupaten Karangasem.

METODE PENELITIAN

Desain PenelitianPenelitian ini merupakan penelitian survei yaitu

dengan menggunakan kuesioner sebagai instrumen utama dalam pengumpulan data. Data yang diperoleh dari hasil tanggapan responden merupakan data kuantitatif dan kualitatif yang nantinya akan dianalisis untuk menguji model penelitian dan hipotesis menggunakan analisis Path.

Lokasi dan Waktu PenelitianPenelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Karangasem

pada peternak sapi bali yang pernah melakukan IB yaitu pada bulan Agustus tahun 2016. Lokasi penelitian ditentukan dengan metode purposif yaitu penentuan daerah yang didasarkan pada pertimbangan tertentu (Sujana, 1992). Dasar pertimbangan yang digunakan untuk memilih lokasi penelitian adalah Kabupaten Karangasem memiliki populasi sapi yang tertinggi yaitu 22,35% dibandingkan kabupaten lain di Bali. Lokasi penelitian sudah dikenal oleh peneliti sehingga memudahkan dalam pengambilan data dan belum ada penelitian mengenai tingkat penerapan teknologi IB di lokasi penelitian ini sebelumnya.

Sampel PenelitianPopulasi dalam penelitian ini adalah peternak sapi

bali yang pernah melakukan IB pada tahun 2015 dan berada di delapan Kecamatan di Kabupaten Karangasem yang berjumlah 3.988 peternak dengan sebaran seperti Tabel 1.

Teknik pengambilan sampel dimasing-masing kecamatan menggunakan metode kuota, dengan mengundi peternak yang pernah melakukan IB ditiap kecamatan. Agar jumlah responden dari masing-masing kecamatan jumlahnya sama maka jumlah responden yang diambil ditetapkan menjadi 104 sehingga setiap kecamatan jumlah respondennya 13peternak diambil secara acak.

26 MAJALAH ILMIAH PETERNAKAN • Volume 21 Nomor 1 Februari 2018

Analisis Keberhasilan Inseminasi Buatan pada Sapi Bali di Kabupaten Karangasem

Jenis, Sumber dan Pengumpulan DataJenis data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah data primer dan sekunder. Data primer adalah data yang belum pernah diolah oleh pihak tertentu untuk suatu kepentingan. Data primer dalam penelitian ini bersumber dari sumber primer atau pihak pertama yang memiliki suatu data (Abdillah dan Jogiyanto, 2015). Pengumpulan data primer dilakukan dengan empat cara yaitu wawancara langsung, wawancara mendalam, observasi dan dokumentasi.

Data sekunder merupakan data yang telah diolah, disimpan dan disajikan dalam bentuk tertentu seperti data gambaran umum Kabupaten Karangasem dan populasi sapi Bali. Data sekunder diperoleh dari pihak kedua yaitu Dinas Peternakan, Kelautan dan Perikanan Kabupaten Karangasem.

Pengukuran VariabelVariabel pengetahuan (X1), sikap (X2), Keterampilan

(X3), motivasi(Y1), persepsi (Y2), dan keberhasilan IB (Y3) ditabulasi dan diukur seluruh indikator dari variabel penelitian menggunakan skala berjenjang lima (1, 2, 3, 4, dan 5). Variabel yang sudah diberikan skor diklasifikasikan menjadi lima kategori yaitu sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah, dan sangat rendah atau sangat baik, baik, sedang, buruk dan sangat buruk. Untuk pernyataan positif, respon sangat tinggi dan sangat baik diberi skor lima, sedangkan respon sangat rendah dan sangat buruk diberi skor satu. Demikian juga sebaliknya, untuk pernyataan negatif, respon sangat rendah dan sangat buruk diberi skor lima, sedangkan respon sangat tinggi dan sangat baik diberi skor satu (Singarimbun dan Effendi, 2006).

Analisis DataAnalisis data dalam penelitian ini menggunakan

statistika deskriptif dan statistika inferensia. Statistika deskriptif sebagai metode yang berkaitan dengan pengumpulan, penyajian dan peringkasan suatu gugus data sehingga memberikan informasi yang berguna. Statistika deskriptif disajikan dalam bentuk frekuensi,

distribusi frekuensi, persentase dan rataan skor. Statistika inferensia digunakan untuk menjelaskan besar hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat dan digunakan untukmenguji kebenaran hipotesis dari suatu penelitian untuk mencapai tujuan penelitian. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis Path.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Evaluasi Deskriptif Hasil penelitian menunjukan bahwa 71,34%

peternak sapi bali memiliki pengetahuan yang tinggi (Tabel 2). Tingkat pengetahuan peternak yang baik disebabkan karena tingkat pendidikan peternak yang menerima inovasi IB sebagian besar adalah SMA/SMK sesuai dengan Soekartawi (1988) bahwa mereka yang berpendidikan lebih tinggi relatif lebih cepat melaksanakan adopsi.

Tabel 2. Sebaran peternak plasma berdasarkan variabel penelitian

Variabel Pencapaian skor*

Persentase (%)** Rataan Skor Kategori

Pengetahuan >68–84 71,34 3,50 TinggiSikap >68–84 73,65 3,64 PositifKetemapilan >68–84 76,15 3,89 TinggiPersepsi >68–84 74,03 3,47 PositifMotivasi >68–84 72,88 3,97 KuatKeberhasilan IB >68–84 74,55 3,68 TinggiKeterangan:* Pencapaian skor: 20-36 : Sangat rendah/Sangat buruk >36-52 : Rendah/Buruk >52-68 : Cukup/Sedang >68-84 : Tinggi/Baik >84-100 : Sangat tinggi/Sangat baik**Persentase peternak plasma (total responden = 104 orang)

Selain itu, 73,65% peternak sapi bali memiliki sikap yang positif. Sikap positif ditunjukkan dengan antusiasnya peternak sapi jika diberikan masukan atau saran terkait IB. Sebagian besar peternak memiliki keterampilan yang tinggi mengenai penanganan sapi yang dipeliharanya dan pengenalan ciri-ciri birahi pada sapi yang dipeliharanya 76,15%. Keterampilan yang tinggi akan meningkatkan keberhasilan IB di Kabupaten Karangasem. Persepsi peternak sapi bali tentang IB tergolong positif 74,03%. Motivasi peternak untuk melaksanakan IB tergolong tinggi 72,88%. Motivasi yang tinggi mengindikasikan niat peternak sapi bali selalu bekerja dan berprestasi lebih baik agar cepat mencapai kebutuhan dan harapannya.

Pada Tabel 2, 74,55% Keberhasilan IB di Kabupetn Karangasem tergolong tinggi karena peternak sapi bali memiliki pengetahuan dan keterampilan yang tinggi terhadap cara penangan sapi yang birahi dan keterampilan mengetahui ciri-ciri birahi pada sapi yang dipeliharanya. Tingkat keberhasilan IB di Kabupaten

Tabel 1. Peternak yang melaksanakan Program IB di kabupaten Karangasem

Kecamatan Jumlah PeternakSidemen 480Abang 476Selat 490Kubu 512Manggis 467Rendang 537Bebandem 499Karangasem 527Jumlah 3988

*Dinas Peternakan, Kelautan dan Perikanan Kabupaten Karangasem 2016

ISSN : 0853-8999 27

Swastika, I G. L., N. W. T. Inggriati, dan I G. S. Adi Putra

Karangasem dapat dilihat dari nilai Servis per Conception (S/C) atau jumlah pelayanan inseminasi yang dibutuhkan oleh seekor betina sampai terjadinya kebuntingan atau konsepsi pada tahun 2013 sebesar 1,36 kali, tahun 2014 sebesar 1,35 kali, tahun 2015 sebesar 1,33 kali dan 2016 sebesar 1,26 kali. Toelihere (1993) menyatakan bahwa nilai S/C yang normal berkisar antara 1,6-2,0.

Analisis Model Persamaan StrukturalBerdasarkan hasil perhitungan koefisien regresi

(regression weight) yang dapat dilihat pada Tabel 3 dapat dibuat tabel output seperti disajikan dalam tabel berikut:

Tabel 3. Regression weights: (Group number 1 - Default model)Std.

Estimate Estimate S.E. C.R. P Label

Y1 <--- X1 ,410 ,328 ,036 9,129 *** SignifikanY2 <--- X2 ,882 ,380 ,012 32,614 *** SignifikanY3 <--- X2 ,862 ,835 ,010 82,722 *** SignifikanY2 <--- X1 ,201 ,220 ,030 7,440 *** SignifikanY1 <--- X3 ,459 ,384 ,038 10,206 *** SignifikanY2 <--- X3 ,327 ,375 ,031 12,097 *** SignifikanY1 <--- X2 ,643 ,202 ,014 14,301 *** SignifikanY3 <--- X1 ,436 1,073 ,026 41,852 *** SignifikanY3 <--- X3 ,234 ,603 ,027 22,484 *** Signifikan

Pada Tabel 3 terlihat pengaruh variabel pengetahuan peternak terhadap persepsi peternak tentang IB memiliki standardized estimate (regression weight) sebesar 0,410 dengan Cr (Critical ratio = identik dengan nilai t-hitung) sebesar 9,129 pada probability 0,000. Nilai CR 9,129 > 2,000 dan Probability = 0,000 < 0,05 menunjukkan bahwa pengaruh variabel pengetahuan peternak tentang IB terhadap persepsi peternak tentang IB adalah positif nyata.

Hasil penelitian menunjukkan pengetahuan peternak tentang IB berpengaruh signifikan terhadap persepsi tentang IB. Penelitian ini menunjukkan pengetahuan seseorang akan mempengaruhi persepsi seseorang untuk menerima atau tidak sebuah inovasi, sesui dengan pendapat Walgito (2003), persepsi merupakan suatu proses yang diawali oleh penginderaan yaitu suatu proses diterimanya stimulus oleh individu, melalui alat reseptornya, namun proses tersebut tidak berhenti sampai disitu saja, selanjutnya stimulus diteruskan ke pusat susunan saraf yaitu otak dan terjadilah proses psikologis sehingga individu menyadari apa yang dilihat, didengar dan sebagainya.

Hasil penelitian menunjukkan sikap berpengaruh signifikan terhadap persepsi peternak tentang IB. Sikap adalah suatu bentuk pernyataan evaluatif oleh seseorang terhadap suatu objek (Siagian, 1988). Semakin baik sikap seseorang terhadap suatu teknologi

maka akan berpengaruh terhadap persepsinya, sesuai dengan pernyataan Donnelly (1996) bahwa sikap adalah determinan prilaku, sebab sikap berkaitan dengan persepsi, kepribadian dan motivasi.

Berdasarkan hasil analisis keterampilan peternak tentang IB berpengaruh signifikan terhadap persepsi peternak tentang IB. Keterampilan peternak tentang IB akan mempengaruhi tingkat persepsi peternak untuk menerima inovasi tersebut, sesuai dengan pernyataan Mardikanto (1993), bahwa ketereampilan peternak terhadap suatu usaha/inovasi, akan berpengaruh terhadap prilaku peternak tersebut menjalankan usahanya. Berdasarkan pengertian tersebut, maka dapat dinyatakan bahwa peningkatan keterampilan peternak sapi bali tentang IB akan meningkatkan persepsi peternak.

Berdasarkan hasil analisis pengetahuan peternak tentang IB berpengaruh signifikan terhadap motivasi peternak terhadap pelaksanaan IB. Tingkat pengetahuan peternak tentang IB menurut hasil penelitian menunjukkan positif. Pengetahuan yang baik akan meningkatkan motivasi seseorang untuk melaksanakan inovasi yang mampu meningkatkan pendapatannya, sesuai dengan pernyataan Green (1980), bahwa peningkatan pengetahuan akan menyebabkan perubahan perilaku, pengetahuan sangat penting diberikan sebelum individu melakukan suatu tindakan, tindakan akan sesuai dengan pengetahuan apabila individu menerima isyarat yang cukup kuat untuk memotivasi bertindak sesuai dengan pengetahuannya.

Sikap merupakan merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap juga merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan juga merupakan pelaksanaan motif tertentu (Notoatmojo 2005). Hasil analisis statistik menunjukkan sikap peternak tentang IB berpengaruh signifikan terhadap motivasi peternak terhadap pelaksanaan IB, artinya semakin baik sikap peternak tentang IB maka semakin tinggi motivasi peternak untuk melaksanakan IB.

Hasil analisis menunjukkan bahwa keterampilan peternak berpengaruh signifikan terhadap motivasi peternak tentang pelaksanaan IB, artinya semakin tinggi keterampilan peternak maka akan meningkatkan motivasi peternak, jika peternak terampil dalam melihat sapi betina yang dipeliharanya birahi, peternak terampil dalam menangani sapi sebelum dan sesudah di IB, kebuntingan pasti akan terjadi dan pada saatnya akan melahirkan pedet yang sehat, dengan bobot badan yang tinggi. Hasil yang baik akan meningkatkan motivasi peternak untuk terus menggunakan teknologi IB dalam mengawinkan sapi yang dipeliharanya.

Berdasarkan hasil penelitian pengetahuan peternak berpengaruh signifikan terhadap keberhasilan IB,

28 MAJALAH ILMIAH PETERNAKAN • Volume 21 Nomor 1 Februari 2018

Analisis Keberhasilan Inseminasi Buatan pada Sapi Bali di Kabupaten Karangasem

seperti pengetahuan tanda-tanda birahi pada sapi bali, pengetahuan tentang hasil dan kualitas pedet yang dihasilkan oleh sapi yang di IB, akan menyebabkan meningkatnya peternak untuk mengadopsi IB, sehingga tingkat keberhasilan Pogram IB akan meningkat. Semakin tinggi pengetahuan peternak tentang suatu inovasi maka akan meningkatkan keberhasilan inovasi tersebut.

Pengaruh variabel sikap pternak terhadap tingkat keberhasilan pelaksanaan IB (Tabel 3) memiliki standardized estimate (regression weight) sebesar 0,862 dengan Cr (Critical ratio = identik dengan nilai t-hitung) sebesar 82,722 pada probability 0,000. Nilai CR 82,722 > 2,000 dan probability = 0,000 < 0,05 menunjukkan bahwa pengaruh variabel sikap peternak terhadap tingkat keberhasilan pelaksanaan IB adalah positif nyata. Sikap responden secara keseluruhan terhadap IB tergolong positif, kondisi tersebut yang membuat sikap peternak berpengaruh signifikan terhadap keberhasilan pelaksanaan IB di Kabupaten Karangasem. Sikap peternak yang positif terhadap IB akan menimbulkan keyakinan yang kuat jika teknologi IB dilakukan oleh peternak sapi bali dengan baik dan benar akan dapat meningkatkan keberhasilan IB.

Pengaruh variabel keterampilan peternak terhadap keberhasilan pelaksanaan IB (Tabel 3) memiliki standardized estimate (regression weight) sebesar 0,234, dengan Cr (Critical ratio = identik dengan nilai t-hitung) sebesar 22,484 pada probability 0,000. Nilai CR 22,484 > 2,000 dan probability = 0,000 < 0,05 menunjukkan bahwa pengaruh variabel keterampilan peternak tentang IB terhadap keberhasilan IB adalah positif nyata. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan keterampilan peternak berpengaruh siginifikan terhadap tingkat keberhasilan IB, kondisi tersebut berarti semakin tinggi keterampilan peternak tentang IB maka akan semakin meningkatkan keberhasilan IB di Kabupaten Karangasem.

SIMPULAN

Dapat disimpulkan bahwa (1). Pengetahuan peternak tentang IBadalah tinggi, sikap peternak tentang IB adalah tergolong positif, keterampilan peternak tentang IB adalah tinggi, persepsi peternak tentang IB adalah positif, dan motivasi peternak untuk melaksanaan IB adalah kuat. (2). Keberhasilan IB pada sapi Bali di Kabupaten Karangasem tergolong tinggi. (3). Pengetahuan, sikap dan keterampilan peternak berpengaruh positif terhadap persepsi, motivasi peternak dan tingkat keberhasilan pelaksanaan IB.

UCAPAN TERIMA KASIH

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih peternak sapi bali di Kabupaten Karangasem yang telah meluangkan waktunya untuk diwawancarai, sehingga penelitian dan penulisan artikel ilmiah ini dapat terlaksana.

DAFTAR PUSTAKA

Dinas Peternakan Kelautan dan Perikanan Kabupaten Ka-rangasem. 2016. Statistik Peternakan, Perikanan dan Kelauatan Kabupaten Karangasem. Denpasar: Dinas Peternakan, Kelauatan dan Perikanan Kabupaten Karangasem.

Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2016. Statistik Peternakan 2016. Jakarta: Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan.

Donnelly, G.I, 1996. Organisasi, Perilaku, Struktur, Proses. Jakarta: Bina Aksara.

Green, L. 1980. Precede-Procced framework. Columbia; My fieldPublisihing Company.

Mardikanto, T. 1993. Penyuluhan Pembangunan Pertanian. Surakarta: Sebelas Maret University Press.

Okkyla. 2013. Perilaku Organisasi. Jilid I. Jakarta: PT Indeks Ke-lompok Garmedia.

Partodiharjo, S. 1982. Ilmu Reproduksi Hewan. Mutiara. Jakarta.

Siagian, S. P. 1988. Teori dan Praktek Kepemimpinan. Ja-karta : Bina Aksara.

Singarimbun, M. dan Effendi, S. 2006. Metode Penelitian Survai. LP3ES, Jakarta.

Soekartawi, 1988. Prinsip Dasar Komunikasi Pertanian. Universitas Indonesia, Jakarta.

Sugiarti dan Siregar. 1999. Dampak Pelaksanaan IB (IB) terhadap Peningkatan Pendapatan Peternak Sapi Perah di Daerah Jawa Barat. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner Vol 4 (1): 3-5. Bogor.

Sujana, 1992. Metode Statistika edisi kelima, Tarsito, Bandung.

Toelihere, M. R. 1993. Fisiologi Reproduksi pada Ternak. Penerbit Angkasa. Bandung.

Walgito. 2003. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: Andi Offset

ISSN : 0853-8999 29

Wira Susana, I W., I M. Nuriyasa, dan N. W. Siti

PENGARUH PENGGANTIAN TEPUNG IKAN DENGAN LIMBAH WINE ANGGUR TERFERMENTASI TERHADAP PERFORMANS BROILER

WIRA SUSANA, I W., I M. NURIYASA, DAN N. W. SITIFaculty of Animal Husbandry, Udayana University, Denpasar

e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh penggantian tepung ikan dengan limbah wine anggur terfermentasi dalam ransum terhadap performans broiler. Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri dari lima perlakuan dan lima kali ulangan. Perlakuan yang diberikan adalah ransum yang menggunakan 10% tepung ikan, 0% limbah wine anggur terfermentasi (R0), ransum yang menggunakan 7,5% tepung ikan, 2,5% limbah wine anggur terfermentasi (R1), ransum yang menggunakan 5% tepung ikan, 5% limbah wine anggur terfermentasi (R2), ransum yang menggunakan 2,5% tepung ikan, 7,5% limbah wine anggur terfermentasi (R3), ransum tanpa (0%) tepung ikan, 10% limbah wine anggur terfermentasi (R4). Variabel yang diamati adalah performans meliputi; konsumsi ransum, pertambahan berat badan, berat badan akhir, dan konversi ransum. Hasil penelitian menujukkan penggantian tepung ikan dengan limbah wine anggur terfermentasi dalam ransum menunjukkan berat badan akhir, pertambahan berat badan dan konsumsi ransum pada perlakuan R1 paling tinggi dibandingkan R0, R2, R3, dan R4 (P<0,05). Sedangkan nilai konversi ransum berbeda tidak nyata (P>0,05). Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa perlakuan ransum R1 menghasilkan performans paling tinggi dibandingkan perlakuan lainnya.

Kata kunci: broiler, tepung ikan, limbah wine anggur, peformans

THE EFFECT OF FISH FLOUR REPLACEMENT WITH WASTE OF FERMENTED WINE ON BROILER PERFORMANCES

ABSTRACT

The research aims at analyzing the effect of fish flour replacement with fermented wine waste in rations to the broiler performances. It was conducted using a Complete Random Design with 5 treatments and 5 replications.. The treatments were ration using 10% of fish flour and without (0%) waste of fermented wine (R0); ration using 7.5% of fish flour, and 2.5% waste of fermented wine (R1); ration using 5% of fish flour, and 5% waste of fermented wine (R2); ration using 2.5% of fish flour and 7.5% waste of fermented wine (R3); ration without (0%) fish flour and 10% waste of fermented wine (R4). Variables observed were performance including feed consumption, body weight gain, final body weight and feed conversion. The results showed that final weight , weight gain and feed consumption was highest on R1 treatment compared to R0, R2, R3, and R4 (P <0.05). In contrast, the value of feed conversion was similar (P> 0.05). It can be concluded that the highest ferformance on broiler fed ration using 7.5% of fish flour, and 2.5% waste of fermented wine.

Key words: broiler, fish flour, waste of fermented wine, performance

PENDAHULUAN

Populasi broiler mengalami perkembangan yang pesat setiap tahunnya, dari tahun 2013 adalah 1.344.191.104 ekor menjadi 1.443.349.118 ekor di tahun 2014 dan pada tahun 2015 meningkat menjadi 1.497.625.658 ekor (Direktorat Jenderal Peternakan, 2016). Tepung ikan merupakan bahan pakan sumber protein dan mengandung semua asam amino yang dibutuhkan ayam.

Kandungan protein tepung ikan memang relatif tinggi, protein hewani tersebut disusun oleh asam-asam amino esensial yang kompleks diantaranya asam amino lisin dan methionin. Tepung ikan mempunyai kelemahan yaitu mudah busuk sehingga terjadi penurunan kadar protein kasar (Anggorodi, 1985). Bahan rusak tersebut bisa mengandung bakteri E. coli atau Salmonella yang dapat membahayakan kesehatan ternak (Guillaume et al., 2001).

30 MAJALAH ILMIAH PETERNAKAN • Volume 21 Nomor 1 Februari 2018

Pengaruh Penggantian Tepung Ikan dengan Limbah Wine Anggur Terfermentasi Terhadap Performans Broiler

Salah satu limbah industri pembuatan wine berbahan anggur memiliki kandungan nutrien yang cukup sebagai bahan pakan. Harga limbah anggur murah dan tersedia secara kontinyu. Limbah wine fermentasi mengandung 78,32% bahan kering, 27,05% protein, 18,20% serat kasar, dan lemak 0,32% (Mahardhika, 2016). BPS Buleleng (2013) melaporkan Kabupaten Buleleng merupakan sentra penghasil anggur di Bali dari total produksi buah anggur pada tahun 2013 yaitu 9,118 ton buah anggur segar, 50% diantaranya masuk ke industri pengolahan wine.

Alcaide et al. (2008) menyatakan bahwa fermentasi limbah pembuatan wine dari anggur mampu menjadi sumber protein dan serat kasar yang cocok untuk pakan ternak ruminansia. Melalui proses fermentasi dengan EM-4 kandungan protein limbah wine dari anggur dapat ditingkatkan dari 17,79% menjadi 27,05% (Mahardhika, 2016).

Informasi pemanfaatan limbah wine anggur terfermentasi untuk pakan broiler sebagai pengganti tepung ikan sampai saat ini masih terbatas, sehingga perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui performans broiler yang diberi level limbah wine anggur terfermentasi sebagai pengganti tepung ikan dalam ransum broiler.

MATERI DAN METODE

BroilerPenelitian menggunakan broiler umur 10 hari,

dengan masa adaptasi 0-10 hari. Penelitian dilakukan di Desa Pesaban, Kecamatan Rendang, Kabupaten Karangasem selama 8 minggu.

KandangKandang yang digunakan adalah kandang sistem

battrey colony yang terbuat dari bilah- bilah bambu. Tiap petak kandang berukuran panjang 100 cm, lebar 50 cm, dan tinggi 50 cm.

Ransum dan Air MinumBahan pakan yang digunakan dalam menyusun

ransum terdiri dari tepung jagung, pollard, tepung ikan, tepung kedelai, dedak padi, tepung tapioka, dan limbah anggur fermentasi. Limbah wine anggur diperoleh dari UD Timan Agung, Kerambitan, Tabanan, Bali. Air minum yang diberikan berupa air PDAM.

Rancangan PenelitianRancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri dari 5

perlakuan dan 5 kali ulangan. Perlakuan yang diberikan adalah ransum yang menggunakan 10% tepung ikan, 0% limbah wine anggur terfermentasi (R0), ransum yang menggunakan 7,5% tepung ikan, 2,5%

limbah wine anggur terfermentasi (R1), ransum yang menggunakan 5% tepung ikan, 5% limbah wine anggur terfermentasi (R2), ransum yang menggunakan 2,5% tepung ikan, 7,5% limbah wine anggur terfermentasi (R3), ransum tanpa (0%) tepung ikan, 10% limbah wine anggur terfermentasi (R4). Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam dan apabila diantara perlakuan terdapat perbedaan yang nyata (P<0,05) maka dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda Duncan dengan tingkat signifikansi 5% (Steel dan Torrie,1991).

Variabel Variabel yang diamati adalah performans mencakup

konsumsi ransum, berat badan akhir, pertambahan berat badan, dan konversi ransum.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Konsumsi ransum perlakuan R4 nyata (P<0,05) lebih rendah dari perlakuan R0, R1, R2 dan R3 masing-masing sebesar 13,02%, 14,36%, 9,75% dan 9,52%. Kandungan serat dalam ransum mulai meningkat dan pada ransum R4 kandungan serat mencapai 5,99% (Tabel 1).

Table 1. Performans broiler yang diberi limbah wine anggur terfer-mentasi

VariabelPerlakuan1)

SEM3)R0 R1 R2 R3 R4

Konsumsi Ransum (g/ek) 2043 a2) 2075 a 1969 a 1964 a 1777 b 0.047

PBB (g) 1270 a 1273 a 1161 b 1178 b 1028 c 0,028BB Akhir (g) 1446 a 1460 a 1351 b 1363 b 1235 c 0,016Konversi Ransum 1,609 a 1,629 a 1,697 a 1,667 a 1,729 a 0,062Keterangan:1) R0: ransum yang menggunakan 10% tepung ikan dan tanpa (0%) limbah wine anggur

terfermentasi, R1: ransum yang menggunakan 7,5% tepung ikan dan 2,5 % limbah wine anggur terfermentasi, R2: ransum yang menggunakan 5% tepung ikan dan 5% limbah wine anggur terfermentasi, R3: ransum yang menggunakan 2,5% tepung ikan dan 7,5% limbah wine anggur terfermentasi, R4: ransum tanpa (0%) tepung ikan dan 10% limbah wine anggur terfermentasi

2) Superskript yang sama pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (P>0,05) dan superskript berbeda pada baris yang sama menunjukkan per-bedaan yang nyata (P<0,05)

3) SEM: Standard Error of the Treatment Means

Semakin tinggi kandungan serat kasar dalam ransum maka akan mempercepat penuhnya tembolok yang menyebabkan ayam berhenti mengkonsumsi ransum. Konsumsi serat menyebabkan peningkatan waktu transit dari mulut sampai ke usus, menurunkan laju aliran asam empedu ke usus halus, sehingga akan menurunkan laju pergantian sirkulasi enterohepatik. Menurut Demigne et al. (2001) pengurangan frekuensi sirkulasi karena adanya serat akan mengurangi mekanisme penghambatan umpan balik (feed back inhibition) yang sebagian mengontrol sintesis asam empedu.

Berat badan akhir broiler yang mendapat perlakuan

ISSN : 0853-8999 31

Wira Susana, I W., I M. Nuriyasa, dan N. W. Siti

R1 lebih tinggi dibandingkan R0 sebesar 0,96% tetapi nilai tersebut berbeda tidak nyata (P>0,05). Pertambahan berat badan pada pelakuan R1 lebih tinggi dibandingkan R2, R3 dan R4 sebesar 9,64%, 8,08% dan 23,83% dan menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05). Tingkat konsumsi ransum pada perlakuan R4 paling rendah, menghasilkan berat akhir paling rendah juga. Ini sejalan dengan pendapat Aliyani (2002) bahwa berat potong ayam pedaging dipengaruhi oleh konsumsi ransum, kualitas ransum, lama pemeliharaan, dan aktivitas. Ini didukung dengan pendapat Wahju (2004) dimana konsumsi pakan yang rendah akan semakin menurunkan pula pertambahan berat badan ternak itu sendiri.

Konversi ransum perlakuan R0 sebesar 1,61 lebih rendah dibandingkan perlakuan R1 sebesar 1,24%, R2 sebesar 5,18%, R3 sebesar 3,47%, dan R4 sebesar 6,94%, namun nilai tersebut menunjukkan perbedaan tidak nyata (P>0,05). Nilai konversi ransum menunjukkan tingkat efisiensi penggunaan ransum untuk menghasilkan pertambahan berat badan. Wahju (2004) menyatakan bahwa konversi pakan dapat digunakan untuk mengukur efisiensi penggunaan ransum. Hal ini didukung oleh pernyataan North dan Bell (1990) bahwa angka konversi ransum yang kecil maka ransum semakin efisien karena konsumsi ransumnya digunakan secara optimal.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa perlakuan ransum yang menggunakan 7,5% tepung ikan dan 2,5 % limbah wine anggur terfermentasi menghasilkan performans meliputi konsumsi ransum, berat badan akhir, dan pertambahan berat badan paling tinggi dibandingkan perlakuan lainnya.

UCAPAN TERIMA KASIH

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada Dekan dan Ketua Program Pascasarjana Fakultas Peternakan Universitas Udayana beserta staf dan pegawai, atas pelayanan administrasi dan fasilitas pendukung yang diberikan dalam melakukan penelitian ini. Semoga hasil penelitian ini dapat berguna khususnya dibidang ilmu peternakan.

DAFTAR PUSTAKA

Alcaide, J., Altet, M.N., Plans, P., et al., 2008. Cigarette smoking as a risk factor for tuberculosis in young adults: a case-control study: Tuber.Lung Dis. (77):112-6.

Aliyani A. 2002 Persentase Berat Karkas dan Organ Dalam Ayam Broiler yang Diberi Tepung Daun Talas (Colo-caisa Esculenta L.) Dalam Ransum. Skripsi. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Anggorodi, R. 1985. Ilmu Makanan Ternak Unggas. UI-press. Jakarta.

[BPS] Badan Pusat Statistik Kabupeten Buleleng. 2013. Produksi Buah Anggur di Kabupeten Buleleng. Sum-ber: http:/www.buleleng.bps.go.id. Diakses 8 Juli 2015.

Demigne, C., C. Remesy and C. Morand. 2001. Resistant Starches and Lipid Metabolism. in: Susan Cho, S. and M.L. Dreher. eds. Handbook of Dietary Fiber. pp. 155-164. Marcel Decker, Inc, New York.

Direktorat Jenderal Peternakan. 2016. Populasi Ayam Ped-aging Menurut Provinsi di Indonesia. Sumber: http://ditjenak.go.id. Diakses 20 Juni 2016.

Guillaume, J., Kaushik, S., Bergot, P. and Metailer, R. 2001. Nutrition and Feeding of Fish and Crustaceans, p.169-181.

Mahardhika, A. 2016. Analisa Proksimat Limbah Wine dari Anggur. Laboratorium Nutrisi, Kelompok Kerja Penelitian Sapi Potong Grati, Jawa Timur.

Nort, M. O and D. D. Bell. 1990. Commercial Chicken Pro-duction Manual. 4th Edition. Van Nostrand Reinhold. New York

Steel, R. G. D. and J. H. Torrie. 1991. Principle and Proce-dures of Statistic. Mc.Grow Hill Book Bo.Inc,New York.

Wahju, J. 2004. Ilmu Nutrisi Unggas. Cetakan Ketiga. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

32 MAJALAH ILMIAH PETERNAKAN • Volume 21 Nomor 1 Februari 2018

Pengaruh Penambahan Campuran Asam Amino Esensial dan Kolin (Aminovit) Dalam Pakan Tradisional Terhadap Penampilan Babi Bali Jantan

PENGARUH PENAMBAHAN CAMPURAN ASAM AMINO ESENSIAL DAN KOLIN (AMINOVIT) DALAM PAKAN TRADISIONAL

TERHADAP PENAMPILAN BABI BALI JANTAN

SUMADI, I K., I M. SUASTA , I P. ARI ASTAWA, A. A. P. P. WIBAWA, DAN A. W. PUGERFakultas Peternakan Universitas Udayana

e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Penelitian dilakukan bertujuan untuk mengetahui jumlah campuran asam amino esensial dan kolin (Aminovit) yang tepat dalam pakan tradisional pada babi bali jantan lepas sapih yang dipelihara selama 12 minggu. Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan empat perlakuan dan setiap perlakuan terdiri atas 4 kali ulangan, sehingga dalam penelitian ini menggunakan 4 × 4 ekor = 16 ekor babi bali jantan lepas sapih dengan kisaran berat badan 11,60-14,10 kg. Perlakuan pakan yang dicobakan yaitu perlakuan P0: pakan dasar campuran 49,5% jagung kuning dan 49,5% pollard; P1: perlakuan P0 + 0,50% Aminovit; P2: perlakuan P0 + 1,00% Aminovit; dan P3: perlakuan P0 + 1,5 Aminovit. Penampilan yang diamati adalah berat badan awal, berat badan akhir, pertambahan berat badan, konsumsi ransum dan konversi ransum (FCR). Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan Aminovit dalam pakan mengakibatkan meningkatnya berat badan akhir, pertambahan berat badan dan konsumsi pakan dan efisiensi penggunaan pakan..

Kata kunci: babi bali, pakan, Aminovit, penampilan

THE EFFECTS OF ESSENTIAL AMINO ACID AND CHOLINE MIXTURE (AMINOVIT) SUPLEMENTATION IN TRADITIONAL FEED ON MALE BALI PIGS PERFORMANCE

ABSTRACT

This study was conducted to know the right amount of amino acid and choline (Aminovit) mixture in traditional feeds on male bali pigs for 12 weeks. The design used was a completely randomized design (CRD) with four treatments and each treatment consisted of 4 replications, so 16 male bali pigs using with a weight range of 11.60-14.10 kg. The feed treatment were P0 treatment: mixed base feed of 49.5% yellow maize and 49.5% pollard; P1: treatment P0 + 0,50% Aminovit; P2: P0 + 1.00% Aminovit; and P3: treatment P0 + 1.5 Aminovit. The performance measured were initial body weight, final body weight, body weight gain, feed intake, and feed conversion ratio (FCR). The results showed that increasing Aminovite in the feed increased of final body weight, body weight gain and feed consumption, and feed efficiency.

Keywords: bali pig, feed, Aminovit, performance

PENDAHULUAN

Babi bali merupakan ternak andalan petani di perdesaan di Bali yang dipelihara sebagai tabungan (celengan). Menurut beberapa sumber pustaka menyatakan bahwa babi bali sangat baik beradaptasi dengan lingkungan, terutama daerah panas, kurang air dan pakan yang kurang baik. Babi bali merupakan plasma nutfah yang telah dipelihara oleh petani sejak jaman dulu kala di Bali karena bisa beranak banyak antara 8 – 14 ekor serta dapat dipelihara secara sangat sederhana. Pemeliharaan yang sangat sederhana yang

dimaksud adalah bisa diumbar, bisa diikat di bawah pohon serta diberi pakan sisa-sisa dapur. Pada beberapa tahun belakangan ini populasi babi bali menurun dibandingkan dengan populasi babi ras (landrace, large white, duroc), akan tetapi di beberapa daerah yang ketersediaan pakan babi terbatas, suhu udara yang ekstrim dan tidak memungkinkan petani memelihara babi ras, babi bali justru bisa bertahan dengan baik. Karena babi bali masih sangat dibutuhkan oleh konsumen untuk digunakan untuk upacara keagamaan dan yang paling populer adalah untuk babi guling. Kantong-kantong populasi bali seperti di Kecamatan

ISSN : 0853-8999 33

Sumadi, I K., I M. Suasta , I P. Ari Astawa, A. A. P. P. Wibawa, dan A. W. Puger

Grokgak (Singaraja), Kecamatan Seraya (Karangasem), Kecamatan Manggis (Karangasem), Kecamatan Kubu (Karangasem), di beberapa desa di Kabpeten Jembrana, dan Kecamatan Nusa Penida (Klungkung).

Peternakan babi bali rakyat memanfaatkan sisa-sisa dapur, daun-daunan, batang pisang, pollard dan bungkil kelapa sebagai bahan pakan ternak. Menurut Nitis (1967) persentase desa yang masyarakatnya memberi pakan babi dari sisa-sisa dapur 95%; daun-daunan 84%; batang pisang 70,88%; pollard 78,82% dan bungkil kelapa 47,64%. Telah diketahui bahwa babi bali merupakan babi tipe lemak, tetapi sangat digemari oleh masyarakat Bali karena sangat baik jika digunakan sebagai babi guling, karena disamping rasanya enak juga dagingnya lembut. Sistem peternakan tradisional pada peternakan babi bali yang bercirikan (1) pemberian pakan seadanya; (2) manajemen yang jelek; (3) pencegahan penyakit yang sangat kurang, dan (4) pertumbuan ternak yang sangat lambat. Penelitian terakhir dari Sumadi et al. (2015), mendapatkan bahwa dengan perbaikan nutrisi dalam pakan, maka pertumbuhan babi bali bisa ditingkatkan menjadi 0,35-0,5 kg per hari pada fase pertumbuhan. Pemanfaatan limbah pertanian sebagai pakan babi merupakan hal yang biasa, karena limbah-limbah hasil pertianan dan limbah-limbah industri hasil pertanian tersebut masih kaya akan nutrisi, seperti pollard, bungkil kelapa, pollard, bungkil kedelai, ampas tahu, ampok jagung dan lain sebagainya.

Penelitian mengenai pemberian limbah pembuatan sagu dari batang pohon enau yang di Bali disebut gandos telah dilakukan pada babi bali jantan lepas sapih. Petani di pedesaan sudah biasa memanfaatkan gandos sebagai pakan ternak, terutama itik dan babi (Sumadi et al., 2017). Demikian pula yang lebih penting telah didapatkan sebelumnya bahwa kebutuhan energi dan protein pada babi bali jantan lepas sapih masing-masing sebesar 18% dan 2950 kkal ME/kg (Sumadi et al., 2015).

Asam amino esensial yang dibutuhkan oleh babi sebanyak 10 asam amino. Akan tetapi yang menjadi asam amino esensial yang kandungannya terbatas pada bahan pakan nabati adalah asam amino lisin dan metionin (U.S. Pork Center of Excellence, 2010). Kebutuhan asam amino lisin sekitar 1,25-1,31% dan kebutuhan asam amino metionin sekitar 0,35-0,37% dalam pakan pada babi dengan berat badan sekitar 10-15 kg (U.S. Pork Center of Excellence, 2010; NRC, 2012).

Kolin sangat diperlukan babi muda dan kolin dapat disintesis dari metionin. Hal penting dilakukan untuk meningkatkan kandungan metionin dalam pakan yang kekurangan kolin. Sumber kolin adalah daging dan tepung tulang, kedelai minyak makan, tepung ikan dan biji-bijian. Direkomendasikan bahwa vitamin kolin

ditambahan 200 g kolin per ton pakan babi muda, sedangkan pada babi finisher 100 g per ton pakan. Kandungan kolin dari beberapa bahan pakan seperti jagung kuning 620 mg/kg, pollard 1135 mg/kg dan tepung ikan 3099 mg/kg (NRC, 1988).

Kolin merupakan nutrisi penting yang dimasukkan ke dalam golongan vitamin B. Untuk semua kelas babi dibutuhkan kolin untuk proses-proses di dalam tubuh seperti neurotransmisi (asetil kolin), sintesis fosfolipid dan integritas membran sel dan metabolisme lemak dalam tubuh, dan untuk metilasi homosistein menjadi metionin. Kolin penting dalam fungsi saraf, sintesis protein, dan pengembangan struktural di dalam dan kolin dalam arti sempit bukan merupakan vitamin karena babi dapat mensintesis kolin yang cukup untuk kebutuhan mereka, asalkan zat kimia tertentu yang tersedia. Namun, sebagai faktor keamanan, kolin tambahan dianjurkan. Kolin adalah salah satu vitamin yang paling mahal ditambahkan ke daya tahan tubuh. Ini mungkin merupakan 10-25 persen dari biaya suplemen vitamin. Biaya kolin dalam diet kehamilan dapat dibenarkan oleh peningkatan jumlah babi hidup lahir dan disapih ketika ditambahkan pada tingkat 500 gram per ton pakan lengkap (Southern et al., 1986; Patterson et al., 2008).

Pakan tradisional yang diberikan oleh peternak pada babi bali berupa sisa dapur, campuran pollard dan dedak jagung, serta daun-daunan. Pada pakan tradisional ini tidak atau jarang digunakan sumber-sumber asam amino esensial terbatas seperti tepung ikan yang kaya akan lisin dan metionin. Pakan tradisional yang menggunakan pollard dan tepung jagung kalau diberikan kepada babi, sudah tentu kekurangan asam amino lisin dan metionin serta kekurangan kolin.

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan jumlah campuran asam amino esensial dan kolin yang pas dalam pakan tradisional pada babi bali jantan lepas sapih yang dipelihara selama 12 minggu. Hal ini akan dapat diketahui dari performans babi bali jantan tersebut setiap bulannya selama penelitian.

METODE PENELITIAN

TernakPenelitian menggunakan babi bali jantan lepas sapih

sebanyak 16 ekor dengan dengan kisaran berat badan 11,60-14,10 kg.. Babi bali jantan lepas sapih tersebut dibeli dari pengepul babi bali yang ada di Desa Grokgak, Kabupeten Buleleng (Bali).

Pakan dan Air MinumBahan-bahan penyusun pakan babi percobaan terdiri

atas jagung kuning, pollard, Aminovit, garam dapur

34 MAJALAH ILMIAH PETERNAKAN • Volume 21 Nomor 1 Februari 2018

Pengaruh Penambahan Campuran Asam Amino Esensial dan Kolin (Aminovit) Dalam Pakan Tradisional Terhadap Penampilan Babi Bali Jantan

dan mineral. Sedangkan formulsi pakan (ransum) babi percobaan dengan imbangan ME/CP ratio : 2800 kkal/kg/12%, dimana kadar protein ransum diturunkan dari 14% berdasarkan hasil penelitian Sumadi et al. (2015).

Air minum yang diberi berasal dari air sumur gali setempat. Pakan dan air minum dibei secara ad libitum.

Tabel 1. Komposisi bahan pakan percobaan

Nama BahanKomposisi Pakan (%)

P0 P1 P2 P3Jagung Kuning 49,5 49,5 49,5 49,5Pollard 49,5 49,5 49,5 49,5Mineral 0,5 0,5 0,5 0,5Garam dapur 0,5 0,5 0,5 0,5Total 100 100 100 100Aminovit 0 0,5 1,0 1,5

Tabel 2. Komposisi nutrien bahan-bahan pakan percobaanBahan pakan ME

(kkal/kg)

CP (%) Lisin (%)

Me-tionin

(%)

Kolin (%)

LK(%)

SK(%)

Ca(%)

P(%)

Jagung kuning 3420 8,3 0,23 0,17 0,062 3,9 2,3 0,03 0,28Pollard 2275 15,7 0,64 0,25 0,1232 4,0 10 0,16 1,20Mineral - - - - - - - 44 11Garam - - - - - - - - -

Tabel 3. Komposisi 1 kg bahan dan nutrien Aminovit

Bahan Komposisi

Bahan (kg) Nutrien (%) Nutrien (kg)Lisin 0,800 79 0,632Metionin 0,185 99,9 0,183Kolin 0,15 60,5 0,091Jumlah 1,000 - -

Tabel 4. Komposisi nutrien pakan percobaanNama

NutrienPakan Kebu-

tuhan1)P0 P1 P2 P3Energi/ME (kkal/kg)

2819 2819 2819 2819 3265

PK (%) 11,88 11,88 11,88 11,88 20,9LK (%) 3,91 3,91 3,91 3,91 -SK (%) 6,09 6,09 6,09 6,09 -Ca (%) 0,31 0,31 0,31 0,31 0.70P (%) 0,78 0,78 0,78 0,78 0,60Lisin (% 0,45 0,45 0,45 0,45 1,15Metionin (%) 0,21 0,21 0,21 0,21 0,30Kolin (%) 0,031 0,031 0,031 0,031 0,04Aminovit (%) 0 0,5 1,0 1,5 -Keterangan: 1) Menurut rekomendasi NRC (2012)

Rancangan PenelitianRancangan yang digunakan dalam penelitian ini

adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan empat perlakuan dan setiap perlakuan terdapat empat kali ulangan, sehingga dalam penelitian ini menggunakan 4 × 4 ekor = 16 ekor babi bali jantan lepas sapih. Perlakuan

yang dicobakan kepada babi bali lepas sapih adalah perlakuan pakan yang terdiri atas: perlakuan P0: pakan dasar campuran jagung dan pollard; P1: perlakuan P0 + 0,50% Aminovit; P2: perlakuan P0 + 1,00% Aminovit; dan P3 : perlakuan P0 + 1,50 Aminovit.

Tempat dan Lama Waktu PenelitianPenelitian dilakukan di Dusun Batupas, Desa

Padangsambian Kaja, Kecamatan Denpasar Barat, Denpasar (Bali). Lama penelitian 2 minggu untuk pe-nyesuaian pakan percobaan dan kemudian dilanjutkan selama 12 minggu pengambilan data penelitian.

Pengamatan dan Analisis DataParameter pengamatan meliputi performans babi

bali hasil percobaan selama 12 minggu. Performans babi bali tersebut terdiri atas: berat badan awal, berat badan akhir, petambahan berat badan, konsumsi ransum dan konversi ransum (FCR). Data-data hasil pengamatan kemudian dianalisis dengan analisis sidik ragam (analysis of variance), bila terdapat perbedaan yang nyata (P<0,05), maka analisis dilanjutkan dengan analisis Duncan’s New Multiples Range Test (Steel dan Torrie, 1989).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berat badanBerat badan awal babi percobaan menunjukkan

tidak terdapat perbedaan yang nyata (P>0,05) diantara perlakuan A, B, C dan D (Tabel 5). Pada akhir penelitian atau setelah 12 minggu, berat badan pada babi perlakuan A (tanpa Amnovit) menjadi 27,69 kg. Penambahan Aminovit pada perlakuan B, C dan D berturut-turut sebesar 0,5; 1,0 dan 1,5% mengakibatkan berat badan akhir pada perlakuan tersebut berturut-turut menjadi 32,80; 36,61 dan 38,31 kg (Tabel 5). Keadaan ini secara statistik menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) diantara semua perlakuan. Berat badan akhir babi yang mendapat perlakuan pakan tanpa penambahan Aminovit (A) paling rendah dibandingkan dengan babi yang mendapat perlakuan pakan dengan tambahan Aminovit. Hal ini disebabkan pada babi –babi tersebut hanya mendapatkan asupan protein sebesar 12% dan kekurangan asam-asam amino esensial seperti yang ditambahkan pada formula Aminovit (lisin dan metionin). Metionin merupakan asam amino pembatas walau diperlukan sedikit dibandingkan dengan lisin. Sebaliknya asam amino lisin diperlukan dalam persentase lebih besar dibandingkan denagn metionin. Asam amino esensial yang dibutuhkan oleh babi babi sebanyak 10 asam amino. Akan tetapi yang menjadi asam amino esensial yang kandungannya terbatas pada bahan pakan nabati adalah asam amino lisin

ISSN : 0853-8999 35

Sumadi, I K., I M. Suasta , I P. Ari Astawa, A. A. P. P. Wibawa, dan A. W. Puger

(H2N(CH2)4CH(NH2)CO2H) dan metionin (C5H11NO2S) (U.S. Pork Center of Excellence, 2010). Kebutuhan asam amino lisin sekitar 1,25-1,31% dan kebutuhan asam amino metionin sekitar 0,35-0,37% dalam pakan pada babi dengan berat badan sekitar 10-15 kg (U.S. Pork Center of Excellence, 2010; NRC, 2012).

Tabel 5. Penampilan babi bali yang diberi ransum dengan suplemen-tasi Aminovit

No. VariabelPerlakuan1)

A B C D1 Berat badan awal 13,11a2) 13,11a 13,17a 13,11a2 Berat badan akhir 27,69a 32,80b 36,61c 38,31d3 Pertambahan berat badan 14,47a 19,68b 23,43c 25,19d4 Konsumsi pakan 79,29a 128,91b 131,79c 133,71d5 FCR 5,48a 3,93b 3,60c 3,49d

Keterangan:1) A: babi diberi pakan tanpa Aminovit; B: babi diberi pakan dengan 0,5% Aminovit; C:

babi diberi pakan dengan 1,0% Aminovit; D: babi diberi pakan dengan 1,5% Aminovit2) Nilai dengan huruf yang sama pada baris yng sama adalah bebeda tidak nyata

(P>0,05)

Pertambahan berat badanPertambahan berat badan pada babi yang mendapat

perlakuan A (tanpa Aminovit) sebesar 14,47 kg. Penambahan Aminovit pada perlakuan B, C dan D berturut-turut sebesar 0,5; 1,0 dan 1,5% mengakibatkan pertambahan berat badan pada perlakuan tersebut meningkat berturut-turut sebesar 19,68; 23,43 dan 25,19 kg. Peningkatan pertambahan berat badan ini secara statistik menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) diantara semua perlakuan. Kecukupan jumlah asupan asam-asam amino esensial dan kolin yang meningkat pada perlakuan B, C dan D mengakibatkan pertambahan berat badan yang semakin meningkat. Dengan penambahan Aminovit berarti akan lebih banyak disintesis protein tubuh sehingga berat badan dan pertambahan berat badan akan meningkat sebagai akibat deposit protein dalam jaringan tubuh babi. Pemberian vitamin (vitamin B4, kolin) direkomendasikan bahwa ditambahan 200 g kolin per ton pakan babi muda (NRC 1988).

Konsumsi PakanKonsumsi pakan pada babi yang mendapat

perlakuan A (tanpa Aminvit) sebesar 79,29 kg. Penambahan Aminovit pada perlakuan B, C dan D berturut-turut sebesar 0,5; 1,0 dan 1,5% mengakibatkan konsumsi pakan pada perlakuan tersebut meningkat berturut-turut sebesar 128,91; 131,79; dan 133,71 kg. Peningkatan konsumsi pakan ini secara statistik menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) diantara semua perlakuan. Penambahan Aminovit akan mencukupi kebutuhan asam-asam amino esensial dan vitamin, sehingga petumbuhan babi muda lebih cepat. Pertumbuhan yang lebih cepat akibat dari deposit

protein dan lemak di dalam jaringan tubuh babi, dimana deposit tersebut yang berasal dari nutrien-nutrien pakan yang dikonsumsi. Meningkatnya berat badan yang lebih tinggi sudah tentu akan diikuti dengan konsumsi pakan serta efisiensi pakan yang lebih tinggi pula.

Konversi pakanKonversi pakan (feed conversion ratio, FCR) pada

babi yang mendapat perlakuan A (tanpa Aminovit) sebesar 5,48 kg. Penambahan Aminovit pada perlakuan B, C dan D berturut-turut sebesar 0,5; 1,0 dan 1,5% mengakibatkan FCR pada perlakuan tersebut menurun berturut-turut sebesar 3,93; 3,60, dan 3,49. Penurunan FCR tersebut secara statistik menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) diantara semua perlakuan. Penurunan FCR atau meningkatnya efisiensi penggunaan pakan untuk membentuk jaringan-jaringan tubuh terlihat adanya penurunan angka FCR akibat penambahan Aminovit yang meningkat ke dalam ransum. Angka konversi pakan artinya jumlah pakan yang dibutuhkan untuk menghasilkan 1 kg pertambahan berat badan. Semakin kecil angka FCR berarti semakin sedikit pakan yang dibutuhkan untuk menaikkan 1 kg berat badan. Kecukupan nutiren-nutrien pakan bagi babi mengakibatkan pertumbuahn yang lebih cepat, berarti pertambahan berat badannya juga meningkat.

SIMPULAN Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa

penambahan Aminovit dalam pakan meningkatkan berat badan akhir, pertambahan berat badan, konsumsi pakan dan efisiensi penggunaan pakan.

UCAPAN TERIMAKASIH

Melalui kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada Rektor Universitas Udayana, Ketua LPPM Universitas Udayana dan Dekan Fakultas Peternakan Universitas Udayana atas persetujuan dana penelitian PNBP Unud Tahun 2015 skim Hibah Grup Riset Tahun 2017. Demikian juga kepada para pihak yang terlibat dalam penelitian ini, penulis juga ucapkan terimakasih.

DAFTAR PUSTAKA

Nitis, I M. 1967. Makanan babi di Bali (A Preliminary Sur-vey). Universitas Udayana. FKHP Bull. 013.

NRC, 1988. Nutrient Requirements of Swine. Edition 9. National Academies Press. United State Dept. of Ag-riculture, USA.

NRC. 2012. Nutrient Requirement of Swine. 10th Ed. Rev. United State Dept. of Agriculture, USA.

36 MAJALAH ILMIAH PETERNAKAN • Volume 21 Nomor 1 Februari 2018

Pengaruh Penambahan Campuran Asam Amino Esensial dan Kolin (Aminovit) Dalam Pakan Tradisional Terhadap Penampilan Babi Bali Jantan

Patterson, K. Y., A. S. Bhagwat, J. R. Williams, J C. Howe and J. M. Holden. 2008. SDA Database for the Choline Content of Common Foods. Nutrient Data Laboratory Agricultural Research Service, U.S. Department of Agriculture, 10300 Baltimore Avenue, USA.

Southern, L.L., D.R. Brown , D.D. Werner and M.C. Fox. 1986. Excess supplemental choline for swine. J Anim Sci. Apr: 62(4): 992-6.

Sumadi I.K. Sumadi, I M. Suasta, I P. A. Astawa dan A. A. P. Wibawa 2017. Pengaruh Penambahan Campuran Asam Amino Esensial dan Kolin (Aminovit) dalam Pakan Tradisional Babi pada Bali Jantan. Prosiding

Senastek IV. Tanggal 14-15 Desember 2017, Patra Jasa Bali Risort and Villas, Kuta, Badung (Bali).

Sumadi, I K., I M. Suasta, dan I P. A. Astawa. 2015. Pengaruh Imbangan Energi dan Protein Ransum terhadap Per-formans Babi Bali. Prosiding Senastek II 2015: Inovasi Humaniora, Sains dan Teknologi untuk Pembangunan Berkelanjutan. Tanggal 29 -30 Oktober 2015, Patra Jasa Bali Risort and Villas, Kuta, Badung (Bali).

U.S. Pork Centre for Exellence. 2010. National Swine Nutrition Guide. U.S. Pork Center of Excellence. 1776 NW 114th St. Des Moines, IA 50325.

ISSN : 0853-8999 37

Budaarsa, K., A. W. Puger, T. I. Putri, I D. G. A. Udayana dan I. W. Sudiastra

PERFORMA BABI BALI YANG DIPELIHARA DALAM KANDANG LANTAI BAPUK DAN BETON

BUDAARSA, K., A. W. PUGER, T. I. PUTRI, I D. G. A. UDAYANA DAN I.W. SUDIASTRAFakultas Peternakan Universitas Udayana

e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui performa babi bali antara yang dipelihara dalam kandang lantai bapuk (deep litter) dengan lantai beton. Masing-masing kelompok terdiri dari 10 ekor babi bali dengan berat 10-12 kg. Pakan yang diberikan sama untuk kedua kelompok. Data dianalisis dan diuji dengan Two Independent Sample T test. Variabel yang diukur adalah konsumsi pakan, pertambahan bobot, konversi pakan dan kecernaan ransum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertambahan bobot badan harian pada kandang bapuk dibandingkan dengan kandang lantai beton 0,3540 ± 0,0084 vs 0,3680 ± 0,0103 kg (P<0,05), konversi pakan 3,2106 ± 0,0796 vs 3,1108 ± 0,0895 (P<0,05), konsumsi pakan harian 1,1360 ± 0.0117 vs 1,1440 ± 0,0117kg (P>0,05). Kecernaan bahan kering 79,1840 ± 0,5700 vs 82,0800 ± 1,2518%, bahan organik 80,6620 ± 0,7633 vs 82,5340 ± 0,5046%, protein kasar 81,5730 ± 0,8219 vs 83,7310 ± 1,6578%, serat kasar 81,5730 ± 0,8219 vs 83,7310 ± 1,6578%, lemak kasar 87,6820 ± 0,8633 vs 89,1800 ± 0,8202% dan energi 80,7200 ± 1,0696 vs 81,0620 ± 1,0892% dan semua variabel kecernaan pada kandang beton nyata lebih tinggi (P<0,05). Dapat disimpulkan bahwa pemeliharaan babi lokal (babi bali) dengan kandang beton menunjukkan performa yang lebih baik ditinjau dari aspek pertambahan bobot, konversi pakan dan kecernaan ransum.

Kata kunci: babi bali, performa, bapuk, beton

PERFORMANCE OF BALI PIGS RAISED IN BAPUK AND CONCRETE FLOOR

ABSTRACT

This study aims to determine the performance of balimpig by comparing the pig raised in the the bapuk (deep litter) and concrete floor. Each group consists of 10 bali pigs weighing 10-12 kg. The feed given is the same for both groups. Data were analyzed and tested Two Independent Sample T test. The variables measured were feed consumption, weight gain, feed conversion and feed digestibility. The results showed that the average daily weight gain on the bapuk compared with concrete floor were 0.3540±0.0084 vs 0.3680±0.0103 kg (P<0.05), feed conversion 3.2106±0.0796 vs 3.1108±0.0895 (P<0.05), daily feed intake 1.1360 ± 0.0117 vs 1.1440 ± 0.0117 (P>0.05). Dry matter digestibility 79.1840 ± 0.5700 vs 82.0800 ± 1.2518, organic matter 80.6620 ± 0.7633 vs 82.5340 ± 0.5046, crude protein 81.5730 ± 0.8219 vs 83.7310 ± 1.6578, crude fiber 81.5730 ± 0.8219 vs 83.7310 ± 1.6578, crude fat 87.6820 ± 0.8633 vs 89.1800 ± 0.8202 and energy 80.7200 ± 1.0696 vs 81.0620 ± 1.0892 and all digestibility variables in the concrete floor were significantly higher (P<0.05). It can be concluded that the native pig (bali pig) raised in the concrete floor shows better performance in terms of weight gain, feed conversion and feed digestibility.

Keyword: performance, bali pig, performance, bapuk, concrete

PENDAHULUAN

Babi bali merupakan plasma nutfah populasinya terus menurun. Data Badan Statistik Provinsi Bali tahun 2015 menunjukkan bahwa populasinya turun dari 272.528 ekor pada tahun 2012, menjadi 215.321 ekor pada tahun 2015, mengalami penurunan 20.97. Babi bali masih dipelihara secara tradisional, tidak dikandangkan, pakan seadanya tanpa ada perhatian

terhadap kuantitas dan kualitas sehingga mutunya menjadi rendah. Pemeliharaan babi bali secara tradisional ini oleh masyarakat di Bali disebut dengan istilah “tatakan banyu”. Artinya, babi yang dipelihara hanya sekedar penampung “banyu”, yaitu segala limbah yang dihasilkan selama proses memasak di dapur. Babi dipelihara umumnya diikat dengan tali di bawah pohon pada tegalan supaya teduh, dan tidak dibuatkan kandang secara khusus. Dalam keadaan demikian maka

38 MAJALAH ILMIAH PETERNAKAN • Volume 21 Nomor 1 Februari 2018

Performa Babi Bali Yang Dipelihara Dalam Kandang Lantai Bapuk dan Beton

babi akan kehujanan pada saat musim hujan. Bahkan berkubang dalam lumpur yang bercampur dengan kotoran dan kencingnya sendiri. Salah satu kendala beternak babi adalah bau kotoran yang menyengat dan sering mengundang lalat yang banyak.

Pemeliharaan babi bali dengan cara intensif dan permanen dengan alas beton dengan manajemen yang baik, mulai dari perkandangan, makanan serta perawatannya memang mampu meningkatkan produksi (Budaarsa, et al., 2016), tetapi bagi peternak kecil yang kurang mampu tidak bisa menerapkannya. Oleh karena itu perlu dibentuk sebuah sistem pemeliharaan yang lebih sederhana sehingga memungkin diterapkan oleh peternak kecil di pedesaan. Selain itu peternakan babi sering mendapat keluhan karena baunya yang menyengat dan mengundang banyak lalat. Floresa (2014) melaporkan bahwa salah satu cara beternak babi yang murah dan mampu mengurangi bau, serta lalat adalah dengan memberi alas berbahan organik pada kandangnya. Pemeliharaan babi dengan sistem bapuk adalah pemeliharaan babi yang alas kandangnya terbuat dari litter (alas kandang) yang terdiri dari sekam padi, serbuk gergaji serta jerami yang diberi EM4, yang nantinya sekaligus menjadi pupuk. Pemeliharaan babi dengan sistem bapuk selain, lebih murah juga bisa mengurangi bau kotoran, dan mengurangi lalat. Kondisi kandang yang lebih baik akan memberikan kontribusi terhadap kesehatan ternak dan pada akhirnya terhadap kemampuan mencerna pakan dan memberikan pertumbuhan yang sehat.

Berdasarkan hal terebut maka penelitian ini adalah untuk mengetahui performa babi bali yang dipelihara dengan sistem bapuk dan alas beton.

Gambar 1 Kandang babi menggunakan bahan-bahan organik (dikuti dari Folesa, 2014)

MATERI DAN METODE

KandangPenelitian ini menggunakan dua jenis kandang

yaitu kandang alas beton dan kandang bapuk. Kandang bapuk dibuat secara tradisional dengan alas litter dari sekam, serbuk gergaji dan jerami dengan perbandingan

1:1:1 (volume). Lantai berukuran 3×5 m, digali sedalam 90-100 cm, kemudian campuran sekam, serbuk gergaji, jerami dan tanah ditimbun ke dalam lubang tadi.

TernakTernak yang digunakan dalam penelitian ini adalah

babi bali yang sudah disapih, dengan berat badan rata-rata 10-12 kg. Penelitian dilaksanakan selama 4 bulan. Sebelum diberi perlakuan, babi diberikan vaksin SE dan obat cacing.

Ransum Pakan yang diberikan adalah kombinasi antara

konsentrat, jagung, polar dan mineral. Pakan yang diberikan kepada kedua kelompok adalah sama.

MetodeMetode yang digunakan dalam penelitian adalah

metode riset dengan membandingkan babi bali dipelihara dengan sistem bapuk dengan babi bali yang dipelihara dengan kandang berlantai beton. Masing-masing kelompok terdiri atas babi bali sebanyak 10 ekor dengan berat antara 10-12 kg.

Tabel 1. Susunan serta kandungan energi dan protein ransum per-cobaanSusunan Ransum Komposisi

Jagungkuning(%) 40Polar(%) 41Konsentrat (%) 18Mineral (%) 1 Jumlah 100Kandungan Nutrisi ME (kkal/kg) 2805 PK 16,08 Ca 0,61 P 0,71 SK 7,59Keterangan: Sampai saat ini belum ada standar kebutuhan nutrisi untuk babi bali

Peubah yang Diukur1. Konsumsi pakan harian, Pertambahan Bobot Badan

harian dan feed convertion ratio (FCR).2. Kecernaan ransum meliputi: koefisien cerna bahan

kering (KcBK), koefisien cerna bahan organik, koefisien cerna protein kasar, koefisien cerna serat kasar, koefisien cerna lemak kasar, dan koefisien cerna energi

Analisis DataUntuk melihat perbedaan peubah yang diamati

antara babi bali yang dipelihara dengan sistem bapuk dengan kandang berlantai beton maka data hasil penelitian diolah dengan menggunakan Ujit (t-test) menurut Steel dan Torrie (1991).

ISSN : 0853-8999 39

Budaarsa, K., A. W. Puger, T. I. Putri, I D. G. A. Udayana dan I. W. Sudiastra

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pertambahan bobot badan harian babi bali yang dipelihara dalam kandang alas bapuk lebih rendah (P<0,05) dibandingkan dengan alas beton yaitu 0,3540 ± 0,0084 vs 0,3680 ± 0,0103 kg/hari. Konsumsi pakan babi bali yang dipelihara dalam kandang alas bapuk cenderung lebih rendah (P>0,05) dibandingkan dengan alas beton yaitu 1,1360 ± 0,0117 vs 1,1440 ± 0,0117 kg/hari. Konversi pakan pakan babi bali yang dipelihara dalam kandang alas bapuk lebih rendah (P<0,05) dibandingkan dengan alas beton yaitu 3,2106 ± 0,0796 vs 3,1108 ± 0,0895. Pertambahan bobot badan rata-rata untuk babi bali dipelihara dalam kandang bapuk adalah 0,3540 kg sedangkan untuk kandang beton 0,3680 kg. Lebih tingginya pertambahan bobot badan babi bali di kandang beton diduga karena kondisi kandang beton lebih sejuk karena disiram rutin waktu pembersihan kandang sehingga selera makan babi di kandang beton cenderung lebih tinggi. Kecenderungan pakan dimakan lebih tinggi menyebabkan bobot badan lebih tinggi dan ini ditunjang oleh konversi pakan pada kandang beton lebih baik. Hal ini ditunjang oleh pendapat Correa et al. (2000) bahwa pemeliharaan babi dengan lantai deep litter pada daerah panas atau cuaca lebih panas mungkin menyebabkan proses composting pada litter lebih cepat sehingga memberikan pengaruh negatif terhadap pertumbuhan babi.

Gambar 2. Babi di kandang Bapuk

Hasil yang berbeda ditunjukkan oleh Correa et al. (2009) mengadakan penelitian di Brazil dan mendapatkan bahwa tidak terdapat perbedaan performa pertumbuhan babi penggemukan yang dipelihara dengan lantai padat atau beton dibandingkan dengan lantai litter dengan kedalaman 0,5 m atau 0,25 m, meskipun didapatkan bahwa suhu lantai beton jauh lebih dingin. Lebih lanjut dikatakan suhu pada permukaan lantai beton 180 C, sedangkan pada deep litter dengan kedalaman 0,5 m adalah 26,10 C dan pada lantai deep litter kedalaman 0,25 m adalah 24,5 oC. Perbedaan ini mungkin disebabkan babi yang dipelihara di Brazil dipelihara di daerah sedang atau dingin. Demikian juga

hasil penelitian Ariana (2011) yang menyatakan bahwa pemeliharaan anak babi dengan model lantai sekam dan model panggung menghasilkan penampilan produksi yang lebih baik jika dibandingkan dengan anak babi yang dipelihara pada model lantai beton. Perbedaan ini diduga karena materi yang dipakai adalah anak babi lepas sapih, dimana suhu lingkungan menjadi hal sangat kritis untuk perkembangan anak babi.

Tabel 2. Performa babi bali yang dipelihara pada kandang bapuk dan kandang alas beton

Variabel Kandang Bapuk Kandang Alas Beton

Signifi-kansi

Pertambahan Berat badan harian (kg/hari)

0.3540±0.0084 0.3680±0.0103 * 0.0009

Konsumsi Pakan (kg/hari)

1.1360± 0.0117 1.1440±0.0117 ns 0.0012

Konversi pakan 3.2106± 0.0796 3.1108±0.0895 * 0.0085

Kecernaan bahan Kering (%)

79.1840± 0.5700 82.0800±1.2518 * 0.0973

Kecernaan Bahan Organik (%)

80.6620±0.7633 82.5340±0.5046 * 0.0647

Kecernaan Protein Kasar (%)

81.5730±0.8219 83.7310±1.6578 * 0.1308

Kecernaan Serat Kasar (%)

55.0910±1.3449 56.4270±1.3373 * 0.1341

Kecernaan Lemak Kasar (%)

87.6820±0.8633 89.1800±0.8202 * 0.0842

Kecernaan Energi (%) 80.7200±1.0696 81.0620±1.0892 * 0.1079

* Nyata berbeda pada taraf 5% (P<0,05)

Kecernaan bahan kering babi yang dipelihara pada lantai bapuk lebih rendah dibandingkan dengan babi dipelihara pada lantai beton yaitu 79,1840 ± 0,5700 vs 82,0800 ± 1,2518%. Kecernaan bahan organik babi yang dipelihara pada lantai bapuk lebih rendah dibandingkan dengan babi dipelihara pada lantai beton yaitu 80,6620 ± 0,7633 vs 82,5340 ± 0,5046%, diiukuti keadaan yang sama pada kecernaan protein kasar, serat kasar, lemak kasar dan energi. Kecernaan bahan kering dan bahan organik dalam pakan lebih tinggi pada lantai beton menyebabkab kecernaan protein, serat kasar, lemak kasar dan energi juga menjadi lebih tinggi. Lebih tinggi kecernaan pada lantai beton diduga akibat kondisi lingkungan pada lantai beton lebih sejuk, penelitian dilakukan di daerah panas dan kebersihan kandang sangat dijaga sehingga faktor lingkungan sangat mendukung kondisi ternak sehingga dengan diberikan pakan yang sama menyebabkan kecernaannya lebih tinggi.

Pertumbuhan ternak lebih tinggi pada lantai beton yang didukung oleh konversi pakan lebih baik dan kecernaan lebih baik, tetapi pembiayaannya juga menjadi lebih tinggi perlu menjadi catatan dalam usaha beternak babi khususnya bagi peternak kurang mampu dan di daerah kesulitan air. Penggunaan

40 MAJALAH ILMIAH PETERNAKAN • Volume 21 Nomor 1 Februari 2018

Performa Babi Bali Yang Dipelihara Dalam Kandang Lantai Bapuk dan Beton

limbah pertanian sebagai bapuk menjadi solusi pemecahan limbah pertanian suatu wilayah. Bahan bahan limbah yang dihasilkan di wilayah tersebut menjadi termanfaatkan sehingga dapat menjadi pupuk karena lebih cepat mengalami degradasi. Konsekuensi penggunaan lantai bapuk, harga pembuatan kandang menjadi lebih murah, memperbaiki animal welfare, mengeliminir masalah lingkungan, khususnya bau kandang sangat minimal (tidak menyengat). Pada kandang sistem bapuk, lebih irit menggunakan air, karena kandang tidak perlu dibersihkan setiap hari, sehingga cocok diterapkan pada daerah kering.

SIMPULAN

Pemeliharaan babi bali dengan kandang beton menunjukkan performa yang lebih baik dibandingkan dengan pemeliharaan lantai bapuk ditinjau dari aspek pertambahan bobot badan, konversi pakan dan kecernaan ransum. Namun kandang dengan sistem bapuk baunya tidak menyengat, serta lebih hemat air, karena tidak perlu membersihkan kandang setiap hari.

UCAPAN TERIMA KASIH

Terimakasih kami sampaikan kepada Rektor Uni-versitas Udayana atas dana bantuan penelitian melalui dana grup riset sehingga penelitian ini dapat berlang-sung.

DAFTAR PUSTAKA

Ariana I N. T. 2011. Pengaruh Model Lantai Kandang dan Jenis Kelamin terhadap Penampilan Produksi Anak Babi Lepas Sapih. Majalah Ilmiah Peternakan Vol 14 No 1 Tahun 2011. Phal 33-35.

Bali dalam Angka. 2015. Badan Pusat Statistik Provinsi Bali.Penerbit BPS Provinsi Bali.

Budaarsa, K., A. W. Puger dan I M. Suasta. 2016. Eksflorasi komposisi pakan babi tradisional babi bali. Majalah Ilmiah Peternakan.19.1: 6-11.

Correa, E. K. 2000. Environmental condition and perfor-mance in growing and finishing swine raised under different types of litter. Brazilian Journal of Animal Science. v.29, p.2072-2079,

Correa, E. K., I. Bianchi, R. da R. Ulguim, M. N. Correa, C. C. Turnes, and T. L. Junior. 2009. Effect of different litter depthon environmental parameters and growth performance of growing finishing pigs. Ciencia Rural Vol 37 No 838-843 May-June.

Floresa. 2014. Begini Cara Buat Kandang Babi Seder-hana, Tapi Bebas Bau dan Lalat.http://www.flo-resa.co/2014/11/04/begini-cara-buat-kandang-babi sederhana-tapi-bebas-bau-dan-lalat/. Diakses 20 Desember 2016.

Steel, R. G. D dan J. H. Torrie. 1991. Prinsip dan Prosedur Statistika. Suatu pendekatan biometric. Terjemahan. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama Jakarta.

ISSN : 0853-8999 41

Jurnal Peternakan

UCAPAN TERIMAKASIH KEPADA MITRA BESTARI

Atas bantuan penyuntingan yang dilakukan oleh Mitra Bestari terhadap naskah-naskah karya ilmiah yang dimuat dalam Majalah Ilmiah Peternakan, Volume 21 No. 1 Februari 2018,

Redaksi mengucapkan terima kasih kepada:

KETUT SUMADII GEDE MAHARDIKAKOMANG BUDAARSA

A. WILSONMAYANI KRISTINA DEWI

I GST. LANANG OKANI NYOMAN SURYANI

ANTONIUS WAYAN PUGER

42 MAJALAH ILMIAH PETERNAKAN • Volume 21 Nomor 1 Februari 2018

Jurnal Peternakan

Ketentuan Umum1. Naskah ditulis dalam Bahasa Indonesia atau Bahasa Ing-

gris sesuai dengan format yang ditentukan.2. Penulis mengirim naskah melalui email dalam bentuk Zip

file.3. Naskah tersebut belum pernah diterbitkan di media lain

yang dibuktikan dengan pernyataan tertulis yang ditandan-tangani oleh semua penulis bahwa naskah tersebut belum pernah dipublikasikan. Pernyataan tersebut dilampirkan pada naskah.

4. Naskah Redaksi Majalah Ilmiah Peternakan d.a.Fakultas Peternakan, UniversitasUdayana Jl. P.B. Sudirman, Denpasar, Bali Telp. (0361) 222096 e-mail :[email protected] Contac person via A.A. Trisna Dewi HP 081338391967

Standar Penulisan1. Naskah diketik menggunakan program Microsoft Word, ja-

rak 2 spasi dengan huruf Times New Roman berukuran 12 point; margin kiri 4 cm, sedangkan margin atas, kanan, dan bawah masing-masing 3 cm.

2. Setiap halaman diberi nomor secara berurutan. 3. Jika Tabel berisi angka dan huruf yang banyak maka boleh

diperkecil menggunakan huruf Times New Roman Font 10. 4. Keterangan gambar atau histogram menggunakan huruf

Times New Roman Font 105. Naskah ditulis maksimum 15 halaman termasuk gambar

dan tabel.

Urutan Penulisan1. Naskah hasil penelitian terdiri atas Judul, Nama Penulis,

Alamat Penulis, Abstrak, Pendahuluan, Materi dan Metode, Hasil dan Pembahasan, Simpulan, Ucapan Terima Kasih, dan Daftar Pustaka.

2. Naskah kajian pustaka terdiri atas Judul, Nama Penu-lis, Alamat Penulis, Abstrak, Pendahuluan, Masalah dan Pembahasan, Simpulan, Ucapan Terima Kasih dan Daftar Pustaka.

3. Judul, harus singkat, spesifik, dan informatif yang meng-gambarkan isi naskah, maksimal 15 kata. Judul ditulis dalam dua bahasa yaitu Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. Untuk kajian pustaka, di belakang judul agar ditulis: Suatu Kajian Pustaka. Judul ditulis dengan huruf kapital, Times New Roman berukuran 14 point, jarak satu spasi dan terletak di tengah-tengah tanpa titik.

4. Nama Penulis, font 12, ditulis tanpa gelar akademis, huruf kapital dan disingkat konsisten dengan singkatan yang su-dah sering digunakan dalam publikasi.

5. Nama Lengkap Institusi, disertai alamat lengkap dengan nomor kode pos ditulis dengan huruf kecil, Times New Ro-man font 12.

6. Alamat penulis untuk korespondensi dilengkapi dengan no-mor telepon, fax, atau e-mail salah satu penulis, diketik di bawah nama institusi.

7. Abstrak, ditulis dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Ing-gris. Abstrak seyogyanya mengandung uraian secara sing-kat tentang tujuan, materi dan metode, hasil utama, dan

simpulan. Abstrak ditulis dalam satu paragraph tidak lebih dari 200 kata, diketik satu spasi.

8. Kata Kunci (Key Words), diketik miring, font 12 maksimal 5 (lima) kata, dua spasi setelah abstrak.

9. Pendahuluan, berisi latar belakang, tujuan, dan pustaka yang mendukung. Dalam mengutip pendapat orang lain dipakai sistem nama penulis dan tahun. Contoh: Miswar (2006); Quan et al. (2002).

10. Materi dan Metode, ditulis lengkap terutama desain penelitian.

11. Hasil dan Pembahasan, Hasil dan pembahasan dijadi-kan satu. Hasil menyajikan uraian hasil penelitian sendiri. Deskripsi hasi penelitian disajikan secara jelas. Pemba-hasan memuat utamanya diskusi tentang hasil penelitian sendiri serta dikaitkan dengan tujuan penelitian (pengu-jian hipotesis).

12. Simpulan, merupakan simpulan dari hasil penelitian di-kaitkan dengan tujuan penelitian. dinarasikan, tanpa memberi nomor.

13. Pembahasan (review/kajianpustaka), memuat bahasan ringkas mencakup masalah yang dikaji.

14. UcapanTerimaKasih, disampaikan kepada berbagai pi-hak yang benar-benar membantu sehingga penelitian dapat dilangsungkan; misalnya pemberi gagasan, pe-nyandang dana.

15. Ilustrasi:a. Judul tabel, grafik, histogram, sketsa, dan gambar

(foto) diberi nomor urut, judul singkat tetapi jelas be-serta satuan-satuan yang dipakai. Judul ilustrasi di-tulis dengan menggunakan huruf Times New Roman berukuran sesuai besaran huruf table, grafik atau his-togram, masuk satu tab (5 ketukan) dari pinggir kiri, awal kata menggunakan huruf capital, dengan jarak satu spasi.

b. Keterangan tabel ditulis di sebelah kiri bawah menggunakan huruf Times New Roman berukuran 10 point jarak satu spasi.

c. Penulisan tanda atau notasi untuk analisis statistik data menggunakan superskrip berbeda pada baris/kolom yang sama menunjukkan perbedaan nyata (P<0,05) atau sangat nyata (P<0,01).

d. Penulisan angka desimal dalam tabel untuk Bahasa Indonesia dipisahkan dengan koma (,), untuk Bahasa Inggris digunakan titik (.).

e. Gambar, grafik, dan foto: Grafik dibuat dalam program Microsoft Excel Foto berukuran 4 R berwarna atau hitam putih dan

harus tajamf. Nama Latin, Yunani, atau Daerah dicetak miring.

Istilah asing diberi tanda petik.g. Satuan pengukuran menggunakan Sistem Internasi-

onal (SI).16. DaftarPustaka

a. Hanya memuat referensi yang diacu dalam naskah dan ditulis secara alfabetik berdasarkan huruf awal dari nama penulis pertama. Jika dalam bentuk buku, dicantumkan nama semua penulis, tahun, judul buku, penerbit dan tempat, edisi dan bab keberapa. Jika dalam bentuk jurnal, dicantumkan nama penulis, tahun, judul tulisan, nama jurnal, volume, nomor publikasi, dan halaman. Jika mengambil artikel dalam

PANDUAN BAGI PENULIS

ISSN : 0853-8999 43

Jurnal Peternakan

buku, cantumkan nama penulis, tahun, judul tulisan, editor, judul buku, penerbit, dan tempat.

b. Diharapkan dirujuk referensi 10 tahun terakhir dengan proporsi pustaka primer (jurnal) minimal 80%.

c. Dianjurkan mengacu artikel yang dimuat pada Majalah Ilmiah Peternakan sebelumnya dapat diakses pada htt://ojs.unud.ac.id.

d. Cara penulisan kepustakaan sebagai berikut:JurnalYang, C. J., D. W. Lee, I.B. Chung, Y.M. Cho, I.S. Shin,

B.J. Chae, J.H. Kim, and I.K. Han. 1997. Developing model equation to subdivide lysine requirements for growth and maintenance in pigs. J. Anim. Sci. 10:54-63

Lukiwati, D.W., N. Nuhidjat, A.H. Wibowo, J. Bambang dan T. Nurdewanto. 2005. Peningkatan produksi dan nilai nutrisi hijauan Puearia phaseoleides oleh pupuk fosfor dalam suspense fermentasi Acetobacter sac-charomyces. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia. Vol 7. No.2 Tahun 2005. P:82-86

BukuSuprijatna, E., U. Atmomarsono, dan R. Kartasudjana.

2005. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Penerbit Penebar Swadaya, Bogor.

ProsidingPujaningsih, R.I., C.L. Sutrisno, dan S. Sumarsih. 2006.

Kajian kualitas pod kakao yang diamoniasi dengan aras urea yang berbeda. Di dalam: Pengembangan Teknologi Inovatif untuk Mendukung Pembangu-nan Peternakan Berkelanjutan. Prosiding Seminar Nasional dalam Rangka HUT ke-40 (Lustrum VIII) Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soed-irman; Purwokerto, 11 Pe bruari 2006. Fakultas Pe-ternakan UNSOED, Purwokerto. Halaman 54-60.

Artikel dalam BukuLeitzmann, C., A.M. Ploeger, and K. Huth. 1979. The influ-

ence of lignin on lipid metabolism of the rat. In: G.E. Inglett & S.I. Falkehag. Eds. Dietary Fibers Chemis-try and Nutrition.Academic Press. INC., New York.

Skripsi/Tesis/DisertasiSeputra, I.M.A, 2004. Penampilan dan Kualitas Karkas

Babi Landrace yang Diberi Ransum Mengandung Limbah Tempe.Tesis. Program Pascasarjana, Uni-versitas Udayana, Denpasar.

InternetHargreaves, J., 2005. Manure Gases Can Be Danger-

ous. Department of Primary Industries and Fish-eries, Queensland Govermment. http://www.dpi.gld.gov.au/pigs/9760.html. Diakses 15 September 2005.

Dokumen[BPS] Biro Pusat Statistik. 2006. Populasi Ternak Sapi di

Provinsi Bali tahun 2005.

Penerbitan• Hak cipta naskah yang dimuat sepenuhnya ada pada

Majalah Ilmiah Peternakan.• Penulis akan menerima lima eksemplar cetak lepas

setelah terbit.• Jadwal penerbitan adalah bulan Februari, Juni, dan

Oktober setiap tahun.• Penulis yang naskahnya dimuat dikenai biaya cetak

sebesar Rp 400.000,- per artikel.

• Harga langganan selama setahun (3 kali penerbitan) Rp 150.000,-sudah termasuk ongkos kirim.

Mekanisme Seleksi Naskah1. Naskah harus mengikuti format/gaya penulisan yang telah

ditetapkan.2. Naskah yang tidak sesuai dengan format akan

dikembalikan ke penulis untuk diperbaiki.3. Naskah yang sesuai dengan format diteruskan ke Dewan

Redaksi untuk ditelaah diterima atau ditolak.4. Naskah yang diterima atau naskah yang formatnya sudah

diperbaiki selanjutnya dicarikan penelaah (Mitra Bestari) tentang kelayakan terbit.

5. Naskah yang sudah diperiksa (ditelaah oleh Mitra Bestari) dikembalikan ke Dewan Redaksi dengan tiga kemungkinan (ditolak, diterima dengan perbaikan, dan diterima tanpa perbaikan).

6. Dewan Redaksi memutuskan naskah diterima atau ditolak, seandainya terjadi ketidaksesuaian di antara Mitra Bestari.

7. Keputusan penolakan Dewan Redaksi dikirimkan kepada penulis.

8. Naskah yang mengalami perbaikan dikirim kembali kepenulis untuk perbaikan.

9. Naskah yang sudah diperbaiki oleh penulis diserahkan oleh Dewan redaksi kepenyunting pelaksana.

10. Contoh cetak naskah sebelum terbit dikirimkan ke penulis untuk mendapat persetujuan.

11. Naskah siap dicetak dan cetaklepas dikirimkan ke penulis.

Bagan Alir Pemrosesan Naskah

Naskah diterima

Sekretariat

Ketua

Dewan Redaksi

Mitra Bestari

Penyunting Pelaksana

Contoh cetak

Penulis

Percetakan

Terbit

Cetak lepas