majalah dia edisi i tahun 2012

Upload: divisimedia-perkantas-nasional

Post on 16-Jul-2015

287 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Kesaksian

Daftar IsiSalam.....................................................................3 Eksposisi: Snorkeling............................................................4 Fokus: Spiritualitas yang Memaknai Aktivitas.........10 Sudut Pandang: Ketika Spiritualitas Dipertanyakan...............16 Membela Rutinitas dan Kehidupan yang Biasa.................................................................18 Pondasi yang Tepat..........................................20 Belajar Dari Sang Guru...................................22 Spiritualitas Merek Dagang............................26 Suara Mahasiswa: Saya Pikir Saya Kaya, Kenyang, Bangga......28 Dari Graduate Center.....................................30 Percikan: Sego Kucing......................................................35

Penerbit: Yayasan Perkantas Rekomendasi Depag: FII/HM.02.2/619/2806/97 ISSN: 0215-9031 Ketua Yayasan: Tony Antonio Pemimpin Umum: Triawan Wicaksono Pemimpin Redaksi: Thomas Nelson Pattiradjawane Redaksi Senior: Polo Situmorang Tadius Gunadi Mangapul Sagala Daltur Rendakasiang Daniel Adipranata Redaksi: Yoel M. Indrasmoro Partogi Samosir Ruth Yuni Redaktur Pelaksana: Philip Ayus Alamat Redaksi/Administrasi/Distribusi: Kompleks Mitra Pintu Air, Jl. Pintu Air Raya 7 Blok C-5 Jkt 10710 Telp./Fax.: 021-3440305 / 021-3522170 E-mail: [email protected] [email protected] Rekening: BCA Cab. Pasar Baru No. 1063003542 a.n. Yayasan Perkantas *cantumkan keterangan Untuk Berlangganan DIA Harga Majalah DIA Rp 6.000,00 (mahasiswa); Rp 10.000,00 (umum). Bea berlangganan + bea kirim 1 tahun (3x terbit) Rp 30.000,00 (mahasiswa); Rp 50.000,00 (umum). Jika Anda mentransferkan biaya berlangganan ataupun memberi dukungan untuk pelayanan Majalah Dia, mohon mengirimkan bukti transfer melalui fax atau e-mail dengan mencantumkan nama dan alamat lengkap. Redaksi menerima kiriman naskah berupa artikel, kesaksian, resensi, cerpen, puisi, dsb. Naskah yang dimuat akan disunting terlebih dahulu.

Foto sampul: Dokumentasi Hari Doa IFES pada tanggal 5 Nopember 2011 Ilustrasi & tata letak: Philip Ayus

Spiritualitas VS Aktivitas

MSalam

aria dan Marta. Siapakah di antara kita yang belum pernah mendengar nama mereka? Siapakah pula yang belum pernah mendengar cerita tentang bagaimana Yesus bertamu ke rumah mereka, bagaimana Marta memprotes Sang Guru karena membiarkan Maria, saudarinya, duduk-duduk saja sementara ia sibuk menyiapkan hidangan di dapur bagi Yesus, dan bagaimana Sang Tamu Kehormatan justru menyayangkan sikap Marta yang menyibukkan diri, sementara Maria sang terdakwa justru dikatakan telah memilih bagian yang terbaik, yang takkan diambil dari padanya? Kisah kedua bersaudara ini, meski nampaknya sepele, alias hanya soal konflik kecil yang biasa terjadi di dalam sebuah rumah, ternyata mendapatkan tempat di hati Allah, sehingga Ia menyuruh Lukas untuk menuliskan kisah ini dalam laporan-nya kepada Teofilus. Bukannya menuliskan apa yang diajarkan oleh Sang Guru, Lukas justru menuliskan sesuatu yang remeh: protes Marta terhadap ketidakpekaan Maria atas kerepotan yang dihadapinya. Beribu tahun setelah itu, kisah singkat ini masih selalu menjadi perbincangan yang hangat. Adegan yang ada memang menunjukkan dua pihak yang melakukan dua hal yang terkesan berbeda 180 derajat. Marta sibuk mempersiapkan makanan, sementara Maria tidak melakukan apapun selain duduk di kaki Yesus sambil mendengarkanNya berbicara. Penafsiran yang umum kita dapati adalah, Marta mewakili kaum aktivis dengan segudang kegiatannya, sedangkan Maria mewakili kaum spiritual yang banyak berkontemplasi. Dan, Tuhan seolah berpihak kepada Maria. Namun benarkah demikian? Spiritualitas dan aktivitas, sama seperti Maria dan Marta, seringkali dianggap sebagi dua hal yang bertentangan, meski sebenarnya keduanya sejalan. Memang, pada kenyataannya, manusia yang berdosa lebih sering memiliki spiritualitas dan aktivitas yang bertolak belakang. Mulut menyebut nama Tuhan dengan lantang, namun kaki dan tangan dipakai untuk memukul dan menendang. Pelayanan demi pelayanan dijalani, namun kehidupan dosa tetap dijalani dengan sembunyi-sembunyi. Mimbar yang semestinya digunakan untuk memberitakan kebenaran, justru dipakai secara tidak bertanggung jawab untuk menghasut jemaat dan menyebarkan kebencian. Sebagai bangsa, kita mungkin seperti bangsa Israel Utara di zaman Amos, yang melakukan kejahatan sekaligus beribadah secara bersamaan, yang menumpuk kemunafikan demi kemunafikan. Segala kemunafikan yang terjadi di negeri ini mungkin takkan pernah habis jika dituliskan; mulai dari pembantaian dan pengusiran sekelompok manusia atas nama agama, hingga penyetelan lantunan ayat kitab suci dan (ironisnya) lagu mengenai perdamaian, tepat di depan lokasi kebaktian yang sedang berjalan. Kita berbangga diri sebagai negara spiritual, namun prakteknya berbalik 180 derajat. Nah, Majalah Dia kali ini akan mengupas tuntas mengenai dikotomi alias pertentangan antara spiritualitas dan aktivitas ini. Selamat menikmati makanan yang telah disediakan. Kiranya kita semua bertumbuh menjadi murid-murid Kristus yang berintegritas, yang kerohanian dan kehidupan sehari-harinya senantiasa selaras! Tuhan memberkati. Redaksi

3

Edisi 1 Tahun 2012

untuk dia yang ingin hidup dalam DIA

diaOleh: Yohan Candawasa* Lukas 10:38-42 38 Ketika Yesus dan murid-murid-Nya dalam perjalanan, tibalah Ia di sebuah kampung. Seorang perempuan yang bernama Marta menerima Dia di rumahnya. 39Perempuan itu mempunyai seorang saudara yang bernama Maria. Maria ini duduk dekat kaki Tuhan dan terus mendengarkan perkataan-Nya, 40sedang Marta sibuk sekali melayani. Ia mendekati Yesus dan berkata: Tuhan, tidakkah Engkau peduli, bahwa saudaraku membiarkan aku melayani seorang diri? Suruhlah dia membantu aku. 41Tetapi Tuhan menjawabnya: Marta, Marta, engkau kuatir dan menyusahkan diri dengan banyak perkara, 42tetapi hanya satu saja yang perlu: Maria telah memilih bagian yang terbaik, yang tidak akan diambil dari padanya. mendengarkan perkataan-Nya ditulis dalam bentuk kata benda tunggal. Kedua, kata tersebut didengarkan Maria dalam posisi bersimpuh, suatu sikap hormat menyembah. Terakhir, jawaban Yesus terhadap kecaman Marta, dimana Yesus mengatakan bahwa tindakan Maria mendengarkan perkataan-Nya sebagai pilihan terbaik dan itu bagian milik Maria yang tidak akan diambil daripadanya (ayat 42). Kata bagian di dalam Perjanjian Lama seringkali digunakan untuk menunjuk kepada Tuhan sebagai milik kita (lih. Mzm. 16:5; 73:26). Selain itu, kata ini juga digunakan untuk menunjuk porsi makanan dalam suatu hidangan. Jika ditimbang dari latar belakang kesibukan Marta menyiapkan makanan bagi Yesus, maka nampaknya kata bagian disini Yesus gunakan sebagai analogi Firman Allah sebagai makanan. Karenanya, besar kemungkinan Firman yang Tuhan Yesus sampaikan kepada Maria berkenaan dengan diri-Nya sebagai Roti Hidup (Yohanes 6:35). Jadi, sementara Marta sibuk menyiapkan roti jasmani sebagai jamuan bagi Yesus, Maria sebaliknya duduk dijamu oleh Yesus dengan Roti Hidup. Memilih Menjadi Seperti Maria Banyak orang yang menggunakan kisah Maria-Marta ini untuk mengajak kita meneladani Maria, menjadikan hidup kontemplasi sebagai

majalah

Snorkeling

Eksposisi

K4

isah Maria-Marta ini ingin menunjukkan bagaimana seharusnya kita hidup di hadirat Yesus, Tuhan yang hadir dalam kehidupan kita. Joel B. Green dalam buku tafsiran Injil Lukasnya menunjukkan bahwa di dalam paragraf singkat yang hanya terdiri dari 5 ayat ini, istilah Tuhan telah muncul 3 kali (ayat 39, 40, 41) . Jelaslah bahwa identitas Yesus sebagai Tuhan sangat ditekankan dalam kisah ini. Selanjutnya, kisah ini menunjukkan kepada kita dua bentuk penyambutan yang disuguhkan bagi Tuhan Yesus. Maria menerima-Nya dengan duduk diam bersekutu mendengarkan-Nya, sementara Marta menerima kehadiran-Nya dengan sibuk melayani-Nya. Walaupun kepada kita tidak diberitahukan satu katapun dari apa yang Yesus katakan kepada Maria dan tidak satupun penjelasan tentang apa yang dilakukan Marta dalam pelayanannya, namun dengan pembacaan yang lebih seksama kita dapat mengetahui semua itu. Pelayanan yang sedang digeluti Marta itu pastilah berkenaan dengan menyiapkan kebutuhan Yesus akan makanan. Karena kata melayani (Yunani: diakonian), merupakan kata yang umumnya digunakan untuk pelayanan mempersiapkan makanan. Dan, perkataan yang Yesus sampaikan kepada Maria pasti adalah Firman Tuhan. Itu kita ketahui dari beberapa petunjuk. Pertama, kata perkataan di dalam kalimat Maria ini duduk dekat kaki Tuhan dan terus

jalan utama hidup kerohanian kita. Kesimpulan itu diambil berdasarkan ucapan Yesus Marta, Marta, engkau kuatir dan menyusahkan diri dengan banyak perkara, tetapi hanya satu saja yang perlu: Maria telah memilih bagian yang terbaik, yang tidak akan diambil dari padanya (ayat 41-42). Di dalam ucapan ini, Marta yang sibuk memasak atau melakukan perbuatan baik lainnya mendapat kecaman, sementara Maria mendapat pujian karena ia, sekalipun tahu ada banyak tugas yang harus dikerjakannya, telah menjadikan berdekat dengan Yesus sebagai prioritas utamanya, sehingga ia meninggalkan semua demi mengalami persekutuan intim dengan Yesus. Benarkah pengajaran sedemikian itu? Tidak benar sama sekali. Beberapa Keberatan Kita Menjadikan kisah Maria-Marta sebagai dasar untuk mengutamakan kehidupan

kontemplatif melampaui kehidupan melayani tidaklah dapat dibenarkan. Ada beberapa keberatan yang membuat kita menolak pandangan sedemikian itu terhadap kisah MariaMarta ini. Pertama, beberapa paragraf sebelum kisah Maria-Marta di kemukakan, Lukas mencatat bahwa Yesus berpesan kepada 72 murid yang diutus-Nya, jika mereka disambut di sebuah kota maka mereka harus makan apa yang dihidangkan bagi mereka (Lukas 10:8). Kemudian masih di pasal yang sama, Yesus memberikan perumpamaan tentang Orang Samaria yang Murah Hati, dimana orang ini melayani sesamanya yang berada dalam kebutuhan. Melalui perumpamaan itu, Yesus ingin kita semua pergi dan melakukan hal serupa dengan si Orang Samaria itu. Kedua, teguran Yesus kepada Marta bukanlah karena Ia tidak berkenan kepada kesibukannya melayani. Jikalau itu alasan Yesus menegur Marta, tentulah itu telah dilakukan-Nya sejak awal ketika Marta tidak menggabungkan dirinya dengan Maria. Kenyataannya, teguran itu baru dilakukan-Nya ketika Marta menghampiri dan meminta-Nya untuk menegur Maria. Dan di dalam teguran itu, Ia sama sekali tidak meminta Marta meninggalkan pelayanannya untuk duduk bersama Maria. Jelas bahwa pelayanan Marta itu benar, baik dan indah. Itu diperlukan dan harus dilakukan. Sudah selayaknya Yesus disambut dan dijamu. Ia pasti senang menerima apa yang akan Marta hidangkan. Bukankah Yesus memang punya reputasi sebagai pelahap karena jarang menolak undangan makan (Lukas 7:34)? Tetapi, saat Marta memandang pelayanannya sebagai satu-satunya yang menyenangkan Yesus sehingga ia keberatan ketika Maria tidak mengikuti jalan yang ditempuhnya, itulah saat ia mendapat teguran Yesus. Artinya, seandainya Maria meminta Yesus menegur Marta yang sibuk, dan dia sendiri tidak pernah berdiri untuk mempraktekkan apa yang didengarnya dari Yesus, pastilah ia juga akan mendapat teguran yang sama. Terakhir, Yesus sendiri tidak hidup seperti Maria. Seumur hidup-Nya tidak dihabiskan

Eksposisi

5

Edisi 1 Tahun 2012

hanya duduk-duduk di Taman Getsemani untuk berdoa dan bersekutu dengan Bapa-Nya tanpa mempedulikan pelayanan bagi orang lain. Yesus bahkan menjelaskan bahwa prioritas kedatanganNya adalah untuk melayani, bukan dilayani (Matius 20:28). Menimbang semua alasan di atas, tidak dapat disangkal bahwa Yesus sangatlah menekankan pentingnya melayani. Dunia tanpa Marta adalah dunia yang tidak diperhatikan dan dilayani. Karenanya, tidaklah mungkin tiba-tiba dalam kisah Maria-Marta ini kita diajak mencibir orang yang sibuk melayani dan menggantikannya dengan meninggikan mereka yang diam tidak berbuat apapun selain duduk dan mendengarkan Yesus.

untuk dia yang ingin hidup dalam DIA

diaOleh karena itu, janganlah kita memilih dan mengutamakan salah satu dari hubungan tersebut, melainkan memiliki kedua hubungan itu sekaligus. Empat Bentuk Hidup Rohani Berdasarkan uraian di atas, kita dapat mengenali 4 bentuk hidup rohani yang umum kita jumpai dalam kehidupan orang -orang kristen. Empat bentuk itu dapat dianalogikan dengan empat gaya yang sering kita saksikan pada renang gaya katak.

majalah

Eksposisi

6

1. Kepala Menyelam Terus di Air Gaya ini adalah gaya Marta. Pada gaya ini orang yang berenang akan terus mengayuh Sesungguhnya Menjadi Maria dan Marta dengan tangannya dan kisah MariaMarta Secara Simultan menendang dengan Sesungguhnya kisah kakinya, sementara ini tidaklah mengajak Maria Marta ini tidaklah kepalanya terus menerus kita untuk memilih mengajak kita untuk dibenamkannya di air. menjadi Maria atau memilih menjadi Maria Baru ketika ia kehabisan menjadi Marta, atau menjadi Marta, nafas, kepalanya akan melainkan menjadi melainkan menjadi diangkatnya untuk keduanya secara simultan. mengambil nafas. Gaya keduanya secara Marilah kita perhatikan ini menjadi analogi bagi simultan. posisi letak kisah Mariaorang percaya yang Marta ini. Kisah ini dijepit hidupnya sarat dengan oleh 2 paragraf Injil yang sangat kita kenal: kisah melayani orang lain, tanpa peduli kesehatan dan Orang Samaria yang Baik Hati (10:30-37), kesuburan rohaninya sendiri. Gaya ini sebuah paragraf yang berkenaan dengan nampaknya paling banyak dianut orang. hubungan kita dengan sesama dan ajaran tentang Itu terjadi karena kepada kita seringkali Doa Bapa Kami (11:1-4), sebuah paragraf yang diajarkan bahwa spiritualitas adalah melakukan berkenaan dengan hubungan kita dengan Allah. kegiatan-kegiatan rohani yang menyenangkan Kita diciptakan untuk hidup dalam dua Allah. Maka seringkali pada kebaktian penutup persekutuan sekaligus, bersekutu melalui hidup tahun atau akhir sebuah retreat atau KKR, kita doa kita dengan Bapa Sorgawi yang menyediakan ditantang membuat tekad baru untuk kembali segala kebutuhan kita dan bersekutu dengan menjalani hidup sebagai seorang Kristen serius: sesama kita melalui pelayanan. Allah membaca Firman setiap hari, ikut persekutuan menginginkan kita benar-benar mengasihi-Nya doa, lebih sering ke gereja, terjun dalam dan mengasihi sesama kita. Dalam hal ini, Maria penginjilan, berpuasa, melibatkan diri dalam merupakan gambaran kasih dan kebergantungan pelbagai pelayanan gerejawi, dst. kepada Allah, sementara Marta merupakan Tidak heran jika kriteria yang dipakai untuk gambaran mengasihi sesama. Kedua hal itu mengukur kerohanian seorang anak Tuhan akan merupakan ringkasan dan fondasi seluruh dilihat dari prestasi pelayanan yang dicapai. Gaya Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. ini paling sesuai dengan semangat jaman yang memandang manusia hanya dari

produktivitasnya. Orang hanya dinilai dari apa yang dihasilkannya. Maka, hidup kita ditandai dengan kegiatan menyelesaikan suatu proyek untuk kemudian disusul oleh kegiatan untuk membangun proyek berikutnya. Memisahkan Diri dari Tuhan Cermatilah hidup Marta. Apa yang dilakukannya dengan pikiran bahwa hal hal itu demi Kristus justru telah menjadi perintangnya untuk berdekat dengan Kristus. Semakin ia berbuat bagi Tuhan Yesus, semakin tidak ada waktu untuk Tuhan sendiri. Jika jadwal yang padat dapat menghalangi keintiman kita dengan Tuhan, maka perlulah kita mencermati pikiran, perasaan dan aktivitas apa pun yang mengurangi kerinduan kita untuk menjalin keintiman dengan Allah.

Eksposisi

menyembul di permukaan air. Jarang sekali kepalanya dibenamkannya ke dalam air. Gaya ini adalah gaya Maria, merupakan analogi bagi orang percaya yang terus berada di ruang kudusnya bersekutu dengan Tuhan, tetapi minim dan miskin dalam melayani sesamanya. Jika kesibukan melayani dapat memisahkan kita dari Tuhan, maka tidak perlu itu dilakukan. Pilih saja duduk-duduk di kaki Tuhan. Habiskanlah semua waktu kita untuk mempelajari FirmanNya.

Memisahkan diri dari sesama Jika gaya ini dipandang sebagai jalan kerohanian terbaik, itu akan menyimpan bahaya yang tidak lebih kecil daripada gaya pertama di atas. Kerohanian kita akan mengucilkan kita dari sesama. Bagaimanapun kewalahannya Marta dan betapapun hebatnya ia membutuhkan uluran Menguras Tenaga dan Emosi tangan Maria, Maria akan diam saja tidak Tidaklah mengherankan jika gaya Marta ini bergeming karena perhatiannya sepenuhnya merupakan gaya yang paling cepat mengeringkan untuk Tuhan. tenaga dan emosi kita. Ketika keintiman dengan Di dalam perumpamaan Orang Samaria Tuhan lebih merupakan beban daripada sumber yang Baik Hati, disisipkan orang Lewi dan Imam. kesegaran dan kebugaran, maka kita telah Kedua orang itu punya spesialisasi hidup bagi menempatkan diri Tuhan, maka dalam posisi yang boleh-boleh saja Jika jadwal yang padat tidak bisa diisi olehmereka melewati dapat menghalangi keintiman Nya. Kita melayani begitu saja sesama kita dengan Tuhan, maka Allah sumber damai yang sangat perlulah kita mencermati tanpa dipenuhi membutuhkan pikiran, perasaan dan damai sejahterapertolongan. Di Nya, kita melayani dalam kisah itu, aktivitas apa pun yang Roti Hidup tanpa tindakan mereka mengurangi kerinduan kita dikenyangkan olehmerupakan untuk menjalin keintiman Nya, dan kita tindakan yang dengan Allah. melayani Pokok dicela. Yesus Anggur tanpa memakai mereka melekat mendapat nutrisi dari-Nya. Itu akan sebagai contoh sikap hidup yang harus dihindari. membuat kita kelelahan, kesal, perasaan hampa dan akhirnya mungkin sekali berakhir dengan 3. Menyelam dan bernafas bergantian kehancuran. Orang yang berenang dengan gaya katak berikut ini mengayuh dengan tangannya dan 2. Kepala Menyembul Terus dipermukaan Air menendang dengan kakinya, diikuti oleh Berlawanan dengan gaya di atas, orang yang kepalanya disembulkan dan dibenamkan dari berenang dengan gaya berikut ini mengayuh dan ke dalam air secara bergantian untuk dengan tangannya dan menendang dengan mengambil dan membuang nafas. Gaya ini ingin kakinya, sementara kepalanya terus menerus mencapai keseimbangan antara hidup

7

Edisi 1 Tahun 2012

8

kerohanian Marta dan Maria, antara waktu untuk berdiam diri di waktu dan tempat setiap harinya untuk bersekutu, memuji, berbicara dan mendengar suara Tuhan, sebelum masuk ke dalam segala kesibukan hidup. Bahayanya adalah setelah kita meninggalkan saat dan ruang itu, keterhubungan kita dengan-Nya terputus sampai waktu perjumpaan berikutnya. Allah hanya kita tempatkan dalam wilayah kegiatan agama kita. Terjadilah dualisme hidup. Kita membagi hidup ke dalam saat bersama Allah (saat teduh) dan saat tidak bersama Allah (saat gaduh). Kita menjalankan hidup rohani sebagai sesuatu yang terpisah dari kehidupan nyata kita. Padahal, yang seharusnya terjadi adalah kebersamaan dengan Kristus menjadi pengikat seluruh bidang kehidupan kita. Karenanya, pendekatan pola ketiga ini belum sepenuhnya Alkitabiah. Di dalam pola ini, kita sebagai ranting nampaknya cukup memakai beberapa menit atau jam untuk melekat pada Pokok Anggur demi mengisi bahan bakar, setelah itu boleh melepaskan diri untuk pergi berbuah. Gambarannya seperti baterai telepon genggam yang dilekatkan selama 2-3 jam dengan sumber listrik dan setelah penuh terisi boleh dilepas dari sumbernya untuk digunakan. Padahal Yesus berkata: Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu. Sama seperti ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal pada pokok anggur, demikian juga kamu tidak berbuah, jikalau kamu tidak tinggal di dalam Aku. Akulah pokok anggur dan kamulah rantingrantingnya. Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan

untuk dia yang ingin hidup dalam DIA

diaAku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa (Yohanes 15:4-5). 4. Snorkeling Mengayuh dengan tangan, menendang dengan kaki dan bernafas dilakukan simultan. Sementara kepala menyelam, bernafas dilakukan dengan alat bantu berupa pipa yang pada ujung satunya melengkung untuk dimasukkan ke dalam mulut, dan ujung lainnya menyembul di atas permukaan air. Gaya ini menjadi analogi bagi orang percaya yang menyendiri dengan Tuhan dalam doa, dalam firman, tetapi sekaligus ia melakukan pelbagai aktivitas rutin hariannya. Kerohanian sebagai hidup bersama dan bagi Yesus sehari demi sehari. Bahkan detik ke detik. Pola hidup rohani Maria dan Marta dirangkul serentak. Outer-life kita selalu dibarengi dengan inner-life kita. Allah dalam ruang dan saat teduh kita tidak terpisah dari segala aktivitas hidup kita di ruang dan saat gaduh. Sebagaimana yang rasul Paulus katakan: Dan segala sesuatu yang kamu lakukan dengan perkataan atau perbuatan, lakukanlah semuanya itu dalam nama Tuhan Yesus (Kolose 3: 17). Kita hendaknya kontemplatif sekaligus aktif. Merenungkan Firman dan Berdoa Tanpa Henti Alkitab mengajarkan agar hidup perenungan dan hidup doa itu dilakukan terus menerus, sekaligus kita aktif melakukan aktivitas kehidupan kita. Kepada Yosua, Tuhan

majalah

Eksposisi

berfirman: Janganlah engkau lupa memperkatakan antara yang rohani dan yang material, antara kitab Taurat ini, tetapi renungkanlah itu siang dan yang agamawi dan yang bumiah. Kerajaan Allah, malam...(Yosua 1:8). Pemazmur mengatakan kedaulatan pemerintahan-Nya, tidak usah dicari berbahagialah orang yang kesukaannya ialah di sorga nun jauh disana atau di negeri utopia Taurat Tuhan, dan yang merenungkan Taurat itu antah berantah. Kerajaan Allah itu dekat dan siang dan malam(Mzm. 1:2). ada di tengah-tengah kita. Merenungkan Taurat Tuhan siang dan malam dan berdoa senantiasa, apakah untuk Kita adalah Bait Allah melakukan itu kita harus berdiam, merenung dan Perkataan rasul Paulus kepada jemaat berdoa terus sepanjang hari, tanpa pergi kemana- Korintus, tahukah kamu, bahwa kamu adalah mana dan melakukan aktivitas lainnya? Jelas tidak bait Allah dan bahwa Roh Allah diam di dalam demikian. Perhatikan sambungan kalimat kamu? (1 Korintus 3:1), telah menunjukkan berikutnya yang Tuhan katakan kepada Yosua, bahwa Kekristenan itu sebuah revolusi besar. supaya engkau bertindak Dengan kita adalah hati-hati sesuai dengan Bait Allah, kehadiran segala yang tertulis di Allah selalu ada bersama Inkarnasi Allah dalamnya... Demikian kita. Setiap saat dan di telah menghapus juga dengan Mazmur 1, manapun kita berada, Ia garis yang memisahorang yang merenungkan tinggal di dalam kita. Dan kan antara yang siang malam Taurat dengan Bait Allah sebagai Tuhan itu dikatakan identitas kita, maka semua kudus dan yang berjalan, berdiri dan yang kita lakukan sekuler, antara yang duduk, hanya itu tidak membawa Allah ke rohani dan yang dilakukannya di jalan dalamnya. Karena kitalah material, antara yang orang fasik. tempat dan waktu Ia agamawi dan yang menyatakan kehadiranInkarnasi Putra Allah Nya. bumiah. Putra Allah melalui Demikianlah semua inkarnasi-Nya telah pemahaman di atas menjadi manusia berdarah dan berdaging. menguatkan cara kita memahami kisah MartaDengan itu, Ia telah menyatukan natur ilahi dan Maria. Hidup tidak lagi bersifat dualis, terbagi manusiawi dalam satu pribadi. Di dalam dalam 2 dunia terpisah. Kita tidak lagi kehidupan keseharian-Nya, Ia adalah Allah yang memandang hidup kontemplatif lebih tinggi atau mengambil bagian secara total kehidupan lebih penting atau lebih rohani dari hidup bekerja manusia. dan melayani, atau sebaliknya. Tidak juga hidup Allah di dalam Kristus tidak hanya kontemplatif terpisah dan berdiri sendiri dengan mengalami kehidupan manusia dari lahir sampai hidup aktif melayani. matinya. Ia juga telah memungkinkan kehidupan Karenanya, mulai sekarang berhentilah manusia dijalani sebagai kehidupan-Nya. Itu membuat resolusi untuk melakukan ini dan itu sebabnya rasul Paulus dapat berkata Namun aku bagi Tuhan, gantilah itu dengan resolusi untuk hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, menyatu dengan Kristus. Mintalah hati yang melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Dan berpaling dari semua perkara yang memberatkan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging, dan memisahkan kita dari mengarahkan mata adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah kepadaNya. Dan, mintalah kehidupan-Nya mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku mengalir dan menjadi nyata melalui kita. (Galatia 2:20). Inkarnasi Allah telah menghapus garis yang *Penulis adalah seorang pendeta dan memisahkan antara yang kudus dan yang sekuler, penulis buku, tinggal di Jakarta

Eksposisi

9

Edisi 1 Tahun 2012

untuk dia yang ingin hidup dalam DIA

diaSpiritualitas yang Memaknai AktivitasSalah satu kebanggaan Indonesia adalah tingkat religiusitasnya yang tinggi, dan memang demikianlah adanya. Tidak ada satu anak pun di negeri ini yang dibesarkan tanpa diperkenalkan pada konsep-konsep tentang Tuhan dan agama. Hampir semua media massa memasukkan unsur religi ke dalam rubrik mereka, baik berupa konsultasi atau mimbar agama, hingga sinetronsinetron bernuansa religi. Di dalam kehidupan gereja dan persekutuan Kristen di Indonesia, hal yang sama terjadi. Kita masih bisa dengan mudah mendapati anak-anak muda yang menghadiri kebaktian, bahkan terjun aktif dalam pelayanan. Hal yang sudah jarang didapati di gereja-gereja Amerika atau Eropa. Akan tetapi, di balik segala aktivitas rohani tersebut, ada yang memunculkan keprihatinan. Tak sedikit aktivis gereja atau persekutuan kampus yang tidak bertumbuh secara pribadi atau malah berkubang dalam berbagai dosa. Aktivitas-aktivitas rohani seolah-olah hanya menjadi stempel atau legitimasi atas spiritualitas seseorang. Apa yang disampaikan di atas mimbar seringkali hanya berhenti di dalam gereja, tak mengalir ke luar. Kekhawatiran pun muncul, jangan-jangan, kehidupan rohani kita mundur jauh ke belakang seperti yang ditampakkan oleh orang-orang Farisi dan ahli Taurat yang justru sering dikritik oleh Yesus. Oleh karena itulah, fokus kita kali ini mengangkat (kembali) permasalahan seputar relasi maupun dikotomi antara spiritualitas atau kerohanian dengan aktivitas rohani. Philip Ayus dari Majalah Dia telah mewawancarai tiga narasumber berkaitan dengan tema kita kali ini, yakni Alex Nanlohy, S.Sos, M.A. (Pimpinan Cabang Perkantas Jakarta), Deddi Tedjakumara, S.T., M.M. (Direktur Eksekutif Prasetya Mulya Executive Learning Institute), dan Ir. Tadius Gunadi, MCS (Staf Senior Perkantas). Berikut hasil perbincangannya:

majalah

Fokus

10

K

ata spiritualitas memang tidak terdapat pada Kamus Besar Bahasa Indonesia, akan tetapi padanan katanya, kerohanian, didefinisikan sebagai sifat-sifat rohani;perihal rohani. Tiap kali bicara soal spiritualitas, biasanya orang akan mengaitkannya dengan kegiatan atau aktivitas keagaaman. Spiritualitas memang tidak berwujud, sehingga seringkali dilekatkan atau diidentikkan dengan aktivitas yang dapat didengar atau dilihat. Akan tetapi, apakah sesungguhnya spiritualitas itu? Alex Nanlohy (AN) mendefinisikannya sebagai seluruh aktivitas atau seluruh kehidupan kita di hadapan Tuhan. Banyak orang membagi seolah-olah spiritualitas itu hanya berhenti waktu adal di dalam ruang ibadah, maka tidak heran jika aspek hidup keseharian yang lebih banyak di luar gereja itu tidak diwarnai. Spiritualitasnya nggak nembus pintu gereja, nggak nembus tembok gereja, semua berhenti di situ, demikian jelasnya. Dia menambahkan, Juga kecenderungan segala sesuatu yang terlalu diprivatisasi, jadi seolah-olah yang penting saya memberi waktu

beribadah, itu sudah cukup membuat saya merasa spiritual. Meminjam istilah pak Yonky (Yonky Karman red), kesalehan pribadi nggak mempengaruhi kesalehan sosial. Sementara itu, Deddi Tedjakumara (DT) memandang spiritualitas sebagai memaknai dan menjalani kehidupan ini dari perspektif Allah. Kalau kita hanya menjalani tanpa memaknai hidup kita, kita tak bisa melihat halhal yang lebih besar dari sekedar hidup. Kalau kita memaknai saja tapi tidak menjalaninya, kita menjadi seorang filsuf. Buah-buah kita tidak nyata bagi kehidupan, demikian jelasnya. Hampir senada, Tadius Gunadi (TG) mengatakan bahwa spiritualitas Kristen adalah kehidupan rohani yang berkaitan dengan persekutuan kita dengan Tuhan. Bagi ayah tiga anak ini, spiritualitas mempengaruhi sikap dan kepribadian seseorang. Seseorang yang memiliki spiritualitas yang baik biasanya terpancar dari ketenangan pribadinya, kebijakannya, dst. Sehingga semua tindakan dan perkataannya menjadi berkat bagi orang lain. Kalau seseorang memiliki spiritualitas yang baik, dia bisa lebih tenang, tidak panik, damai, punya kendali sikap yang lebih baik, sehingga kemungkinan melakukan kesalahan lebih kecil, ujarnya, sambil menambahkan bahwa satu ukuran yang bisa dilihat adalah dari buah Roh yang dihasilkan, atau istilah Paulus, orang itu dipimpin oleh Roh. Dengan demikian, spiritualitas itu menjadi penting karena mempengaruhi bagaimana seseorang beraktivitas, dan tentu saja, bagaimana aktivitas itu berdampak nyata

Fokus

Deddi Tedjakumara, S.T., M.M.

bagi orang lain. Spiritualitas itu juga tidak melulu berkaitan dengan aktivitas rohani, melainkan semua aktivitas keseharian kita juga. Bahkan di dalam dunia bisnis, sebagaimana diungkapkan oleh DT, orangorang sudah mulai berpikir tentang pentingnya berpikir lebih dari sekedar mengejar laba, tapi juga memikirkan makna yang lebih tinggi, meski transendensi yang mereka maksudkan berbeda dengan kita, yang memaknai hidup dari perspektif Allah. Sebagai contoh dari perusahaan yang menerapkan spiritualitas Kristen, DT menyebutkan nama sebuah perusahaan cleaning service yang populer di Indonesia. Meski bergerak dalam jasa kebersihan yang seringkali dipandang remeh, namun pimpinan perusahaannya yang juga adalah anak Tuhan mampu membuat perbedaan yang signifikan, terutama dalam hal penghargaan terhadap karyawan, dan yang lebih penting, dalam hal cara pandang karyawan terhadap pekerjaannya. Pekerjaan sebagai tukang bersih-bersih bukan lagi dipandang sebagai hal yang memalukan, namun sebaliknya, menjadi sesuatu yang mulia dan patut disyukuri. Dia tidak mendefinisikan perusahaannya sebagai social

11

Edisi 1 Tahun 2012

12

entrepreneurship, dan sebenarnya bisnis itu dan ini sebuah titik tolak. Jangan merasa sudah ada dari dulu, tapi ternyata dia dengan saya saat teduh maka Allah lebih (direktur perusahaan itured) bisa sayang sama saya. Dia menyambung lagi, menemukan sebuah misi, sebuah makna Allah memang sudah sayang sama saya tanpa spiritual yang luar biasa. Ia kembali saya melakukan hal-hal itu; tapi kalau mengangkat harkat manusia sebagai ciptaan lakukan itu (disiplin rohanired), maka itu Tuhan yang dipandang berharga, dan buat dalam pengertian sebagai satu disiplin supaya saya, ini adalah sebuah contoh nyata dari saya menikmati relasi dengan Dia. spiritualitas yang berjalan di dalam dunia DT juga menggarisbawahi hal yang bisnis, kata DT. sama, yakni bahaya dari pola deterministik, Pada kesempatan lain, TG atau pola-pola aktivitas rohani yang sudah berpendapat bahwa pencarian manusia akan ditentukan, yang kemudian bisa membawa hal-hal yang rohani itu wajar, mengingat kita terjatuh ke dalam legalisme. Dia meski telah jatuh dalam dosa, manusia berpendapat bahwa tiap orang memiliki diciptakan dalam rupa dan gambar Allah. karakteristik pertumbuhannya sendiri. Ada Tak heran, selain mahluk sosial, manusia orang yang paling banyak bertumbuh dengan juga mahluk spiritual, berdoa, sementara demikian ungkapnya, orang lain menikmati Sadar maupun tidak, pertumbuhan dengan apakah aktivitas mengakui atau tidak, mengikuti seminar rohani kita juga manusia itu mencari rohani. Oleh karena Tuhan, jadi kalau itu, sebagai anak-anak didasarkan pada makin banyak orang Tuhan yang sudah keinginan untuk mencari hal-hal yang dewasa, saya justru tampil excellent rohani, itu wajar, mengharapkan kita karena merasa tak sambungnya. bisa menemukan polaada yang bisa diSayangnya, menurut pola pertumbuhan banggakan dari sisi TG, seringkali rohani yang tepat hidup kita yang lain? kebutuhan akan untuk kita, demikian spiritualitas itu tegasnya. dimanfaatkan oleh Yang harus orang-orang tertentu selalu diingat, menurut yang menawarkan kekayaan, kesehatan, dan TG, adalah dua hukum yang terutama, yakni sebagainya. Walaupun kita tidak mengasihi Allah dan mengasihi sesama. Dia memungkiri, bahwa dampak logis dari kemudian mengamati bahwa selain spiritualitas yang baik adalah hal-hal yang menyalahgunakan spiritualitas sebagai baik, tapi itu bukan yang utama. jawaban atas kebutuhan hidup, ada pula yang memakai spiritualitas itu sebagai kompensasi Spiritualitas atau legalisme? atas perasaan inferioritas mereka. Dalam AN mengingatkan akan bahaya masyarakat kita banyak yang mengalami legalisme dalam aktivitas rohani kita. inferiority complex, mungkin karena miskin, Seorang dosen pernah ngomong, jangan tidak berpendidikan, tidak punya status biarkan orang lain mendefinisikan dirimu sosial, dan sebagainya, jelasnya. Memang hanya sekedar dari saat teduhmu, hanya pada kenyataannya, orang-orang yang sekedar dari doamu, ujarnya. Poinnya tergabung dalam berbagai ormas keagamaan, adalah, kita ini berharga di hadapan Allah, misalnya, mayoritas berasal dari kalangan

untuk dia yang ingin hidup dalam DIA

dia

majalah

Fokus

menengah ke bawah. Yang patut menjadi pertanyaan pribadi, apakah aktivitas rohani kita juga didasarkan pada keinginan untuk tampil excellent karena merasa tak ada yang bisa dibanggakan dari sisi hidup kita yang lain? Dasar spiritualitas Kristen, menurut AN, adalah pengenalan yang benar akan Kristus, dan pengenalan yang benar itu hanya bisa dicapai dengan mempelajari firman Tuhan dengan sungguh-sungguh, sehingga kita mengenal Yesus secara utuh. Itulah sebabnya, dia suka dengan istilah disiplin rohani. Lebih jauh dia menjelaskan, Kita tidak bisa mengatakan spiritualitas itu terbentuk dengan sendirinya. Sebagaimana hal-hal yang jasmani itu butuh disiplin, butuh latihan, maka disiplin rohani menjadi penting. Tapi menarik, istilahnya disiplin, bukan kewajiban, karena disiplin itu lahir dari kesadaran dari dalam diri, sedangkan kewajiban dari paksaan dari luar. Yang jelas, semua disiplin rohani, seperti doa, puasa, saat teduh, PA, bible reading, dan seterusnya tujuannya sama, yakni untuk menolong kita mengenal Tuhan, jadi bukan untuk mendapat legitimasi atau cap sebagai orang yang spiritual. TG mengatakan, bahwa Yesus memberikan pemahaman baru mengenai apa itu relasi dengan Allah, yakni seperti anak dengan bapaknya. Ketika kita membaca alkitab, misalnya, itu dalam pemahaman bahwa Bapa kita ingin berbicara dengan kita. Ketika spiritualitas mengalami kemunduran Kesadaran akan status relasi yang sangat intim ini akan sangat berpengaruh pada spiritualitas seseorang. Ketika terjatuh ke dalam dosa, misalnya, dia tak akan segan atau menunda-nunda untuk berdoa dan mengakuinya kepada Bapa. AN mengutip perkataan pembimbingnya dahulu, Ketika kamu masih berdoa meskipun kamu sadar betul bahwa kamu sedang dalam pergumulan dosa, hal itu jauh lebih baik daripada tidak

Fokus

Alex Nanlohy, S.Sos, M.A.

berdoa sama sekali. Lebih lanjut dia menambahkan, Tak ada orang tua yang ketika anaknya melakukan kesalahan kemudian bikin akta kamu bukan anak. Keyakinan bahwa kita anak Allah seharusnya membuat kita mau dating lagi pada Tuhan waktu berdosa, bukannya malah menjauh. Di kesempatan lain, DT mengatakan bahwa setiap orang punya potensi untuk mengalami kerohanian yang mundur. Ada yang menjalani pelayanan, tapi tidak menemukan makna dari pelayanan tersebut. Ada titik di mana spiritualitas kita paling rendah, ungkap DT, di situlah pentingnya kita mengetahui metode untuk fast-recharging kita seperti apa, sambungnya. Dia mengumpamakan kehidupan spiritual kita seperti baterai ponsel, yang ketika berada dalam kondisi low-batt butuh untuk segera di-charge. Metode fast-recharging kita bisa bermacam cara, misalnya dengan melakukan refleksi/retret, ikut KKR, baca buku, dan lain sebagainya. Mengenali kelemahan diri

13

Edisi 1 Tahun 2012

14

dan cara yang paling efektif untuk menyingkirkannya itu sangat penting. AN juga mengingatkan akan pentingnya komunitas. Jika ada anggota komunitas yang jatuh, kita yang rohani seharusnya membimbing. Kalaupun kita mendisiplin dia, itu bukan untuk melepasnya jauh, tapi untuk membuatnya kembali, tukasnya. AN melanjutkan, memang, orang itu akan merasa malu atau tertuduh, tapi sebenarnya itu kan sarana pemulihan. Saya melihat persekutuan kita tidak menjadi tempat di mana orang saling mengaku dosa. Saya lagi bergumul gimana supaya komunitas kita menjadi komunitas di mana anak yang hilang itu diterima. Dia juga menyoroti keengganan komunitas untuk menegur orang yang jelasjelas salah, dengan alasan itu urusan pribadi. Kalau apatis dengan lingkungan yang paling dekat, bagaimana dengan bangsa? dia bertanya, budaya sungkan atau lu-gue lu-gue membuat orang yang bersalah tetap berada di dalam persekutuan dan tidak berubah, atau yang ada di luar makin menjauh dan tak terjangkau lagi. Spiritualitas, aktivitas, komunitas DT mengatakan, bahwa dunia kita saat ini, entah disadari atau tidak, sudah tersistemkan untuk striving for excellence. Itulah yang membuat dunia ini mengalami

untuk dia yang ingin hidup dalam DIA

diakemajuan yang luar biasa. Namun, kecepatan ini seringkali justru membuat kita tidak bisa lagi memaknai, ungkapnya. DT juga mengatakan bahwa jikalau kita semua memahami bahwa kehidupan kita di dunia ini adalah untuk sebuah purpose, dan itu bukan untuk hanya bertahan hidup, tetapi juga untuk menghidupi hidup itu, maka sebenarnya kita selalu punya waktu untuk memikirkan dari sisi spiritualitas. Ketika kesibukan kita begitu banyak, seringkali kita hanya akan terjebak pada sekedar bertahan hidup. Kita tidak bisa lagi menghidupi hidup itu. Itu sebabnya kita mendapati orang-orang yang merasa hidupnya kosong padahal pencapaiannya luar biasa. Kenapa ia mengalami kekosongan? Menurut DT, karena ia terjebak dengan aktivitasnya, tapi lupa untuk menghubungkannya dengan purpose. DT mengajukan pertanyaan kepada kita sebagai anak-anak Tuhan, Pernahkah kita berpikir, mengapa kita melakukan sesuatu lebih baik lagi? Sebagai anak Tuhan, tambahnya, pasti itu berhubungan dengan purpose Tuhan. Atau jangan-jangan, apa yang kita lakukan dengan lebih baik itu sudah menyimpang dari purpose Tuhan? DT memberikan gambaran kisah yang menarik, yakni ketika seorang turis yang kagum pada kedisiplinan prajurit di negara balkan untuk mengikat seekor anjing dan melepaskannya

majalah

Fokus

satu jam kemudian pada jam yang persis sama tiap hari. Ketika ditanya, prajurit itu tak tahu mengapa melakukannya, selain karena ditugaskan oleh atasannya. Selidik punya selidik, ternyata dahulu kala ketika sang kaisar mengadakan jamuan minum teh bersama teman-temannya, ada seekor anjing yang selalu mengganggunya. Itulah sebabnya, ia memerintahkan bahwa tiap hari pukul empat hingga lima sore, yakni pada saat ia minum teh di taman, anjing itu harus diikat. Ketika anjing itu mati, merekapun mencari anjing yang lain untuk diikat dan dilepaskan pada jam yang sama! Sementara itu, untuk aktivitas-aktivitas rohani, TG mengingatkan bahwa itu semua diperlukan untuk membangun spiritualitas kita. Kuncinya adalah ketekunan dan keteraturan, ungkapnya. Mungkin disiplin rohani pada awalnya tak begitu terasa dampaknya, tapi lambat laun pasti bermanfaat. TG menekankan pentingnya upaya yang sungguh-sungguh untuk menjaga agar spiritualitas kita tetap terjaga dengan baik. Oleh karenanya, disiplin rohani seperti membaca alkitab, membaca buku rohani, refleksi, doa, dan sebagainya, sangat diperlukan. Di tengah derasnya arus informasi yang setengah-setengah, di mana seorang motivator bisa saja mengutip ayat alkitab lalu menambahkan dengan katakatanya sendiri atau dari kitab lain sehingga terdengar menarik, adalah sangat penting bagi kita untuk bertekun dalam mempelajari kebenaran firman Tuhan, sehingga kita bisa menyaring hal-hal tersebut dengan baik. Kalau punya kebiasaan baca Alkitab yang baik, kita akan memiliki kemampuan yang lebih baik untuk melihat apa yang salah di dunia kita, tambahnya. Tentu, bersekutu itu sangat penting. Kita bisa subjektif (dalam menilaired), tapi dengan banyak orang, kita bisa lebih objektif. AN juga berpendapat bahwa hal-hal klasik seperti PA, saat teduh, dan sebagainya

Fokus

Ir. Tadius Gunadi, MCS

itu tidak bisa diabaikan begitu saja jika kita ingin membangun spiritualitas yang benar. Ketika itu diabaikan, kata AN, spiritualitas yang dihasilkan akan seperti spiritualitas dunia. Mengutip Chris Wright dalam bukunya yang berjudul Misi Umat Allah (diterbitkan Literatur Perkantas), AN berkata, Ketika kita sadar kita ciptaan Allah, itu satu kesadaran bahwa kita milik Allah dan Dia adalah Raja dalam hidu kita. Kita ini umat kerajaan-Nya yang harus hidup dalam nilai-nilai kerajaan-Nya. Dia juga menekankan pentingnya komunitas. Jangan bermimpi menjadi berkat bagi bangsa ini terlepas dari komunitas, tegasnya. karena Tuhan tidak mengutus kita sendirian, tetapi Tuhan mendesain umat-Nya, dan aku melihat walaupun ada seseorang yang menonjol di depan, pasti ada orang-orang yang jadi backupnya. Hidup spiritual di hadapan Allah dipertemukan dengan sebuah komunitas, hasilnya itu dahsyat menurutku. (ays)

15

Edisi 1 Tahun 2012

untuk dia yang ingin hidup dalam DIA

diaKetika Spiritualitas DipertanyakanOleh: Budi Harianto*Karena mata TUHAN menjelajah seluruh bumi untuk melimpahkan kekuatan-Nya kepada mereka yang bersungguh hati terhadap Dia. (2 Tawarikh 16:9a) orang. Mungkin mereka merasa Tuhan pun antusias dan turut bersukacita bersama mereka. Tetapi apa kata Tuhan? Kalau kamu merayakan bulan baru dan sabat atau mengadakan pertemuanpertemuan, Aku tidak tahan melihatnya, karena perayaanmu itu penuh kejahatan. Perayaan-perayaan bulan barumu dan pertemuan-pertemuanmu yang tetap, Aku benci melihatnya; semuanya itu menjadi beban bagi-Ku, Aku telah payah menanggungnya. Tak ketinggalan, mereka juga begitu tekun berdoa, mengira Tuhan mendengar doa-doa mereka dan memberkati mereka. Tetapi Ia berfirman: Apabila kamu menadahkan tanganmu untuk berdoa, Aku akan memalingkan muka-Ku, bahkan sekalipun kamu berkali-kali berdoa, Aku tidak akan mendengarkannya, sebab tanganmu penuh dengan darah. Bagi mereka, ibadah telah menjadi obat bius yang membuat mereka merasa tenang, nyaman, dan antusias, bahkan ketika mereka terus-menerus berdosa. Ibadah tidak lagi menjadi tempat untuk bertemu dengan Allah, bertobat, dan diubahkan, tetapi justru telah menjadi tempat untuk melarikan diri dari Allah yang benar, menciptakan sendiri ilah-ilah dalam pikiran mereka sendiri dan menyucikan dosadosa mereka tanpa merasa perlu untuk bertobat. Jika demikian, bagaimana membangun spiritualitas yang benar dalam ibadah? Tuhan sendiri memberi perintah untuk bertobat dalam tingkah laku mereka sehari-hari: Basuhlah, bersihkanlah dirimu, jauhkanlah perbuatanperbuatanmu yang jahat dari depan mata-Ku. Berhentilah berbuat jahat, belajarlah berbuat baik; usahakanlah keadilan, kendalikanlah orang kejam; belalah hak anak-anak yatim, perjuangkanlah perkara janda-janda! Perintah tersebut disertai janji: Sekalipun dosamu merah seperti kirmizi, akan

majalah

S16

Sudut Pandang

piritualitas berbeda dengan spiritisme (pemujaan kepada roh-roh) dan spiritualisme (lawan dari materialisme). Spiritualitas sederhananya berarti kerohanian. Problem utama umat Allah sepanjang sejarah bukanlah karena mereka tidak rohani, melainkan justru karena mereka rohani tetapi tidak sungguhsungguh. Dengan kata lain, kerohanian atau spiritualitas mereka dipertanyakan oleh Allah sendiri. Dalam Alkitab ada beberapa contoh yang bisa menjadi pelajaran bagi kita, yakni ketika Allah mempertanyakan spiritualitas umat-Nya. Ibadah yang Dipertanyakan (Yes. 1:10-20) Umat Allah di zaman Nabi Yesaya biasa mempersembahkan korban berupa kambing, domba atau lembu. Mungkin mereka merasa telah mempersembahkan sesuatu yang sangat berharga dan mengira Tuhan pasti akan sangat menghargainya, bahkan puas karenanya. Tetapi apa kata Tuhan? Ia berfirman: Untuk apa korbanmu yang banyak-banyak? Aku sudah jemu akan korban-korban bakaran berupa domba jantan dan akan lemak dari anak lembu gemukan. Darah lembu jantan dan domba-domba dan kambing jantan tidak Kusukai....Jangan lagi membawa persembahanmu yang tidak sungguh, sebab baunya adalah kejijikan bagi-Ku. Mereka juga rajin beribadah secara teratur di Bait Allah, merasa mengalami hadiratNya dan persekutuan yang indah dengan saudarasaudara seiman. Tetapi kata Tuhan: Apabila kamu datang untuk menghadap di hadirat-Ku, siapakah yang menuntut itu dari padamu, bahwa kamu menginjak-injak pelataran Bait Suci-Ku? Selain itu, mereka juga sering mengadakan perayaan-perayaan keagamaan yang menarik, meriah dan dihadiri secara antusias oleh banyak

Pelayanan yang Dipertanyakan (Mat. 7:15-23) Tuhan Yesus sendiri telah menubuatkan bahwa akan terjadi kejutan besar pada akhir zaman. Ada orang-orang yang sehari-hari katakatanya rohani sekali, yang digambarkan sebagai orang yang berseru: Tuhan, Tuhan! Tetapi ternyata mereka tidak masuk ke dalam Kerajaan Sorga. Bahkan ada banyak orang yang aktif dalam Kesalehan yang Dipertanyakan (Mat. 6:1-18) pelayanan dengan berbagai karunia yang luar Ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi biasa sehingga dipakai Tuhan untuk bernubuat, pada zaman Tuhan Yesus biasa melakukan mengusir setan, dan mengadakan banyak mujizat. kewajiban-kewajiban agama yang hingga sekarang Namun, Tuhan mempertanyakan pelayanan pun menjadi simbol kesalehan, yakni: memberi mereka dan menolak dengan terus terang: Aku sedekah, berdoa dan berpuasa. Mereka memberi tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari padasedekah dengan mencanangkannya di rumah- Ku, kamu sekalian pembuat kejahatan! Mengapa rumah ibadat dan di lorong-lorong. Mereka suka bisa demikian? Kata Tuhan, karena mereka tidak mengucapkan doanya dengan berdiri dalam melakukan kehendak Bapa. rumah-rumah ibadat dan pada tikunganKarena itu, bagaimana seharusnya kita tikungan jalan raya. Apabila berpuasa, muka membangun spiritualitas yang benar dalam mereka menjadi muram, mereka mengubah air pelayanan? Sebagai seorang pelayan, kita harus muka mereka. Tetapi Tuhan mempertanyakan mau dimuridkan, menjadi orang bersedia diajar kesalehan mereka karena untuk melakukan Ia mengetahui bahwa kehendak Tuhan Bagi mereka, ibadah motivasi mereka adalah sebagaimana yang telah menjadi obat supaya dilihat dan dipuji dituliskan dalam firmanbius yang membuat orang. Dengan kesalehan Nya. yang demikian, kata K e t i k a mereka merasa Tuhan, sesungguhnya spiritualitas kita tenang, nyaman, dan mereka sudah mendapat dipertanyakan oleh antusias, bahkan upahnya atau dengan kata Allah, itulah saatnya bagi ketika mereka teruslain, mereka tidak akan kita untuk segera menerus berdosa. mendapat apa-apa dari memperbaiki diri. Tiba Bapa di sorga. saatnya bagi kita untuk Lalu bagaimana membangun spiritualitas menghentikan ibadah tanpa pertobatan, yang benar dalam kesalehan kita? Kata Tuhan, kesalehan tanpa persekutuan pribadi dengan kesalehan tersebut seharusnya dilakukan dengan Tuhan, dan pelayanan tanpa pemuridan. Marilah tersembunyi di hadapan Bapa yang ada di tempat membangun spiritualitas yang benar dengan tersembunyi dan melihat yang tersembunyi. Di berhenti berbuat jahat dan belajar berbuat baik mana tempat yang paling tersembunyi? Tak lain dalam kehidupan kita sehari-hari (di keluarga, daripada di dalam hati kita. Tuhan tidak kampus, tempat kos, tempat kerja, pergaulan, bermaksud supaya kita melakukan semuanya masyarakat), memperbaiki kualitas persekutuan dengan sembunyi-sembunyi sehingga kita menjadi pribadi kita dengan Tuhan, dan bersedia orang Kristen underground yang serba rahasia. dimuridkan dalam kelompok kecil untuk Maksudnya, sekalipun kesalehan kita dilihat bersama-sama belajar melakukan kehendak orang, sikap hati kita adalah melakukannya Tuhan. bukan di hadapan mereka supaya dilihat dan puji mereka, melainkan hanya di hadapan Allah *penulis adalah staf pelayanan mahasiswa yang akan membalasnya kepada kita. Perkantas Semarang menjadi putih seperti salju; sekalipun berwarna merah seperti kain kesumba, akan menjadi putih seperti bulu domba. Juga peringatan: Jika kamu menurut dan mau mendengar, maka kamu akan memakan hasil baik dari negeri itu. Tetapi jika kamu melawan dan memberontak, maka kamu akan dimakan oleh pedang.

Sudut Pandang

17

Edisi 1 Tahun 2012

untuk dia yang ingin hidup dalam DIA

diaMembela Rutinitas dan Kehidupan yang BiasaOleh: Joas Adiprasetya*AKHIR-AKHIR INI, banyak sekali orang Kristen yang dengan latahnya berseru, Luar biasa! ketika ditanya, Apa kabar? Biasanya terhadap orang-orang semacam ini saya bertanya, Luar biasanya sekarang ini saja atau setiap saat? Dan lazimnya juga, tanpa pikir panjang, mereka akan menjawab dengan bangga, Setiap saat! Dan segera pula saya melanjutkan pertanyaan, Lho kalau setiap saat Luar biasa! jadi biasa juga dong?

majalah

Sudut Pandang

18

aya sangat kuatir bahwa spiritualitas-luar- membacanya di dalam kisah penciptaan (Kej. 1), biasa semacam ini tanpa sadar menggoda betapa semesta diciptakan dengan sangat teratur kita untuk abai terhadap keutuhan hidup dan setiap kali pula Sang Pencipta itu berkata manusia yang menghayati kehadiran Allah yang bahwa yang diciptakan-Nya itu baik. Saya berkarya di dalam seluruh hidup kita sesehari. sungguh kuatir bahwa seruan Luar biasa! Tampaknya, seruan Luar biasa! sangat merupakan sebuah kegegabahan iman yang menawan, namun sesungguhnya seruan ini sangat menolak apa yang biasa (ordinary) dan yang kita mungkin muncul dari sebuah teologi yang bukan jalani sesehari (routine), yang justru menjadi tanda saja buruk, namun juga yang dilandasi sebuah paling gamblang dari karya pemeliharaan Allah spiritualitas yang berbahaya. Seolah-olah yang yang Mahasetia itu. biasa tidak lagi punya arti; yang rutin dianggap Bayangkan, suatu hari detak jantung Anda tak bernilai. di luar kebiasaan. Itu disebut arrhythmia. Jantung Padahal, di dalam rutinitas itulah mutu dan yang sehat adalah jantung yang berdetak secara kesetiaan perjalanan hidup kita ditentukan. Kata rutin dengan ritme yang konstan. Bayangkan jika rutin sesungguhnya memiliki akar kata yang lalulintas yang teratur dan sesehari menolong kita sama dengan rute. memprediksi berapa Perjalanan hidup kita ini waktu yang kita butuhkan Perjalanan hidup kita penuh dengan rutinitas untuk sampai ke tempat yang tanpanya perjalanan kerja, kini tiba-tiba tak ini penuh dengan kita tak bakal sampai ke teratur, di luar kebiasaan. rutinitas, yang tanpatempat tujuan. Jarak Kacaulah ritme hidup nya perjalanan kita antara Jakarta dan kita. Bayangkan, betapa tak bakal sampai ke Yogyakarta sepanjang 443 tak amannya sebuah tempat tujuan. kilometer itu tak bakal bank dijaga oleh seorang teratasi jika kita tak rela satpam yang tiba-tiba melakoni rute yang rutin kilometer demi mengadopsi filosofi Luar biasa! lantas kilometer, menit demi menit, dengan injakan gas memaknainya dengan pola kerja yang tidak rutin, yang secara konstan meletihkan. Tanpa yang rutin di luar Standard Operating Procedurekadang itu, rute Jakarta-Yogyakarta tak akan terlewati. masuk, kadang bolos. Slogan luar biasa! (extra-ordinary) juga berarti ingin menghindar dari yang biasa Menolak Rutinisme dan Aktivisme (ordinary), padahal biasa juga menunjuk pada Yang kita tolak bukanlah rutinitas sebagai apa yang tertata sedemikian rapih (order). Iman refleksi dari keteraturan yang dikelola oleh Allah Kristen memercayai bahwa Allah menciptakan yang Mahasetia. Yang kita tolak adalah rutinisme, segala sesuatu secara teratur dan tertata rapih. yaitu sebuah cara pandang atas kehidupan yang Dan apa yang teratur itu baik. Kita bisa memahaminya bagaikan sebuah mesin. Tanpa

S

jiwa, tanpa ruh. Semua berjalan tanpa keterlibatan kehendak dan kesadaran kita, si pelaku kehidupan. Aktivitas manusiawi sebagai cara memaknai kehidupan yang merespon tata hidup yang Allah rancang itu kini sekadar menjadi aktivisme; bagai roda pemutar mesin kehidupan manusia. Manusia menjalani rutinitasnya demi menjalaninya begitu saja. Manusia melakukan aktivitasnya tanpa refleksi apa pun. Rutinisme dan aktivisme lantas mengingkari nasihat Paulus, Dan segala sesuatu yang kamu lakukan dengan perkataan atau perbuatan, lakukanlah semuanya itu dalam nama Tuhan Yesus, sambil mengucap syukur oleh Dia kepada Allah, Bapa kita (Kol. 3:17). Allah sesungguhnya menyediakan jalan keluar dari jebakan rutinisme dan aktivisme, yaitu melalui momen Sabat, yang mendesak manusia sebagai homo faber (manusia yang bekerja) untuk menghargai identitasnya yang lain, yaitu sebagai homo sapiens (manusia yang berpikir atau berkebijaksanaan). Momen mengeja kembali makna hidup itu merupakan jeda sesaat, istirahat sejenak, untuk menatap ke belakang, merenunginya, memaknainya secara baru, untuk kemudian bekerja seperti biasa, dengan

Sudut Pandang

Maka, hidup yang biasa dan teratur itu s e n a n t i a s a menggairahkan, sebab di setiap titik hidup, apa yang tampak biasa itu dialami bersama dengan Allah yang luar biasa.

kegembiraan yang baru. Di atas semuanya, seluruh proses Sabat ini memberi undangan juga bagi manusia untuk tidak saja menjadi homo sapiens, namun juga homo religiosus (manusia yang beragama dan berelasi dengan Allah). Maka, hidup yang biasa dan teratur itu senantiasa menggairahkan, sebab di setiap titik hidup, apa yang tampak biasa itu dialami bersama dengan Allah yang luar biasa. Allahlah yang luar biasa, bukan manusia. Bahkan, spiritualitas Kristen mengajarkan bahwa Allah yang luar biasa itu memasuki kehidupan yang manusia yang biasa, menjadi sama dengan manusia (Flp. 2:7). Jadi, jika ada orang bertanya kepada Anda, Apa kabar? tak usahlah, berlebihan menjawab, Luar biasa! Cukuplah menjawab, Seperti biasa: Baik! Jangan lebay (lebay=berlebihan, red.)! Hidup itu baik dan indah, sebab teratur, rutin dan berjalan sebagaimana seharusnya. Hidup itu baik dan indah, sebab Sumber segala kebaikan dan keindahan ituyaitu Allah yang luarbiasaberkenan merawat kehidupan kita dan mendampingi kita melangkah di dalam rute hidup, agar hidup tak membosankan dan dapat kita tanggung. *Penulis adalah Pendeta GKI Pondok Indah Jakarta dan Ketua STT Jakarta

19

Edisi 1 Tahun 2012

untuk dia yang ingin hidup dalam DIA

diaPondasi yang TepatOleh: Gunarto*

majalah

P

20

emisahan antara spiritualitas dan aktivitas Jawaban Tuhan terhadap kepentingan seakan-akan mendapatkan pengesahannya Marta justru langsung membidik kepada hakikat dalam Lukas 10: 38-42. Mar ta dari aktivitasnya, yaitu kekuatiran Marta. dilambangkan sebagai seorang perempuan yang Kekuatiran yang bersumber dari memiliki aktivitas tanpa spiritualitas. Sedangkan ketidakbermaknaan hidup justru mengarah Maria dilambangkan sebagai seorang perempuan kepada penyusahan diri dengan banyak perkara yang memiliki spiritualitas karena dia duduk di (ayat 41). Menurut Tuhan, hakikat dan dasar dekat kaki Tuhan dan terus mendengarkan yang terbaik bukannya kekuatiran atas perkataan Tuhan (ayat 39). Apakah yang ketidakbermaknaan hidup, tetapi justru bertemu dimaksudkan dengan spiritualitas dan aktivitas dengan hakikat dan dasar hidup yang terbaik, dalam Injil Lukas itu? Marta menerima Yesus dan yaitu mendengar dan berhadapan dengan murid-murid-Nya dan menjamu mereka di SABDA Tuhan. Inilah yang tidak dapat diambil rumahnya. Suatu tradisi Yahudi yang dari manusia. Inilah spiritualitas Kristiani, yaitu menunjukkan rasa menjalin relasi: dengargembira seorang dengaran dengan Yesus perempuan dapat atau Sang SABDA. Spiritualitas yang menerima dan menjamu Jadi tidak ada bersumber dari relasi tamu-tamu terhormat. pemisahan antara dengan Yesus akan Marta hanya memahami spiritualitas dengan Yesus sebatas itu, aktivitas. Spiritualitas menggerakkan sedangkan melalui diri Kristiani berbeda manusia untuk meMaria yang duduk dekat dengan spiritualitas lakukan latihan rokaki Tuhan dan terus yang bersumber dari hani (berpuasa, bermendengarkan hakikat dan dasar yang doa, berhening rasa, perkataan-Nya, Injil palsu, misalnya Lukas berusaha kekuatiran dan berhening kata), menampakkan Yesus pencarian pujian yang karena merindukan sebagai Tuhan yang sia-sia. Tuhan yang menjadi bersabda. Di hadapan Spiritualitas yang sumber kegembiraan. Tuhan yang bersabda, bersumber dari relasi manusia perlu dengan Yesus akan mendengarkan-Nya di menggerakkan manusia di dekat kaki Tuhan. untuk melakukan latihan rohani (berpuasa, Demi dihormati oleh para tamu terhormat, berdoa, berhening rasa, berhening kata), karena Marta mendekati Yesus sembari berkata: Tuhan, merindukan Tuhan yang menjadi sumber tidaklah Engkau peduli, bahwa saudariku kegembiraan. Di dalam hal ini, manusia beriman membiarkan aku melayani seorang diri? Suruhlah akan berhadapan dengan panggilan kehidupan dia membantu aku (ayat 40). Marta amat yang menentukan pilihan. Paulus beraktivitas menonjolkan aktivitasnya di depan para tamu. sebagai rasul bagi kaum non-Yahudi. Aktivitas Dasar dan tujuan dari aktivitas Marta adalah Paulus melayani Tuhan di antara kaum nonpencarian pujian dari para tamu bahwa Marta Yahudi semakin memperteguh spiritualitasnya sedang sibuk. sehingga dia berani berkata bahwa bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan.

Sudut Pandang

Sudut Pandang

Kristus Sang Firman: pondasi yang tepat

Manusia yang belum berjumpa dengan Sang SABDA dan belum mengambil keputusan untuk mengabdikan hidupnya bagi Allah dalam tindakan/aktivitas di antara dan bagi sesama, akan bertemu dengan aktivitas yang tanpa makna sehingga terasa membosankan dan melelahkan. Aktivitas yang dilakukannya akan menuntut pondasi kehidupan yang tepat. Tanpa pondasi yang tepat, maka aktivitasaktivitas tersebut terasa berat/membebani diri dan mempermiskin jiwa serta menguras spiritualitas. Kondisi seperti ini dapat menjurus kepada penyimpangan kehidupan seperti mencari puji-pujian yang sia-sia, pencarian figur-figur hebat yang diidolakan, menyembah berhala seperti korupsi, penyimpangan seksual, banyak bicara tanpa makna, kesepian yang sengaja dihindari, ketakutan mengakui dosa dan kelemahan, berusaha secara keras untuk mempertahankan nama baik, iri hati, penyebar fitnah. Itu semua merupakan bukti bahwa segala aktivitasnya belum mendapatkan pondasi yang tepat dan bermartabat. Aktivitas-aktivitas yang mendapatkan pondasi yang tepat akan membuahkan ketekunan, kesetiaan, kerendahan hati, kesukacitaan untuk memperdalam keahlian dan keterampilan agar lebih dapat mengabdikan diri kepada sesama, jiwa yang tersenyum dan siap menghadapi tantangan, berani menghadapi kesepian dan mempersembahkan kesepian itu

kepada Tuhan, kesediaan untuk minta ampun kepada Tuhan dan sesama, serta berani menghindari pujian manusia. Aktivitas yang bersumber dari pondasi yang tepat bukan merupakan suatu komitmen saja, tetapi lebih tepat merupakan kesadaran untuk mempersembahkan yang terindah dan termulia dari milik kita kepada Tuhan dan menjalaninya dengan hati yang mengabdi dan mengasihi Tuhan dan sesama. Hasilnya, Roh Kudus akan mendampingi dan menguduskan kita di dalam aktivitas dan pekerjaan serta perdamaian dengan kehidupan kita yang lama. Bagaimanakah kita memahami Indonesia sebagai suatu negeri yang penuh aktivitas dan penuh dengan kesibukan, penuh dengan pidato, penuh dengan khotbah, penuh dengan doa-doa, penuh dengan pengucapan ayat-ayat suci, penuh dengan agama dan aktivitasnya? Pemahaman terhadap Indonesia sebagai suatu negara seperti itu mendorong bentuk spiritualitas yang tidak hanya berorientasi secara individual tetapi juga melahirkan spiritualitas yang mendorong terbentuknya komunitas beriman yang tidak tertutup dan siap sedia untuk berkerja sama dengan orang-orang atau komunitas-komunitas yang berkehendak baik dan menegakkan martabat manusia. *Penulis adalah dosen pada STT Abdiel, Ungaran

21

Edisi 1 Tahun 2012

untuk dia yang ingin hidup dalam DIA

diaBelajar Dari Sang GuruOleh: Gunawan Sri Haryono* SEBAGIAN orang percaya memiliki anggapan yang berbeda tentang kesungguhan kehidupan rohani. Ada yang menganggap kesungguhan hidup rohani ditentukan oleh hidup devosi, sementara yang lain ditentukan oleh aksi. Akan tetapi ada juga yang menyatakan keduanya harus dijaga keseimbangan. Pernyataan terakhir yang Bapa sampaikan adalah bahwa Ia berkenan kepada Yesus. Yesus mendapat penghargaan dari Bapa, Pribadi paling agung. Tidak akan ada penghargaan yang bisa melampui penghargaan yang diberikan oleh Bapa. Dengan demikian, Yesus juga tidak lagi memerlukan penghargaan dari siapapun. Pengakuan yang diberikan oleh Bapa kepada Yesus tidak diberikan ketika pelayanan Yesus sudah selesai, tetapi diberikan justru sebelum Yesus belum melakukan apapun. Artinya, pengakuan identitas Yesus sebagai Anak Allah, pribadi yang dikasihi, serta pribadi yang bernilai tidak didapat sebagai hasil pelayanan, melainkan sebagai ANUGERAH dari Bapa. Ia memulai pelayanan-Nya dengan menyediakan waktu yang lama dengan BapaNya Selesai pembaptisan, Yesus dipimpin oleh Roh Kudus ke padang gurun untuk berpuasa dan berdoa, 40 hari lamanya. Ia tidak serta merta pergi melayani, tetapi Ia perlu lebih dalam tinggal dengan Bapa-Nya. Ia perlu menerima peneguhan pengakuan itu dan perlu mengalami secara nyata bahwa pengakuan Bapa-Mya itu cukup bagiNya. Dan ternyata dalam masa doa puasa tersebut, Yesus mendapat pengujian tentang identitas-Nya. Iblis menantang Yesus untuk membuktikan ke-AnakAllah-an-Nya. Jika Engkau Anak Allah.perintahkanlah batu-batu itu menjadi roti. Dan tantangan berikutnya, Jika Engkau Anak Allah, jatuhkanlah diriMu ke bawah Namun dalam kesemuanya itu Yesus tidak meresponinya. Yesus tidak perlu membuktikan bahwa diriNya Anak Allah kepada Iblis. Ia tidak peduli apakah Iblis akan mengakuiNya atau tidak, sebab pengakuan itu tidak akan mengubah

majalah

Sudut Pandang

B22

agaimana kita seharusnya menjalani kehidupan rohani kita? Mari kita mengingat kembali bagaimana Sang Guru, Yesus Kristus, menjalani kehidupannya selama di dunia ini. Identitas-Nya ditentukan oleh Bapa-Nya Sebelum Yesus tampil ke dunia, Ia terlebih dulu menyerahkan diri untuk dibaptis. Baptisan ini memiliki beberapa arti. Pertama, sebagai penyerahan diri untuk melakukan kehendak Bapa. Kedua, menyatakan kesediaan Yesus untuk menjadi sama dengan manusia yang dilayaniNya. Dan berikutnya, Baptisan ini juga merupakan penahbisan dari Bapa bagi tugas yang Yesus emban. Penahbisan ini bukan hanya menjadi peresmian dimulainya pelayanan Yesus, akan tetapi memberi pondasi bagi kehidupan dan pelayanan Yesus. Bapa memberi pengakuan tentang siapa Yesus bagiNya, Engkaulah AnakKu yang Kukasihi, kepada-Mulah Aku berkenan ( Luk 3: 22 ). Yesus mendengar Bapa mengakui Dia adalah Anak Bapa. Kedudukan Anak Allah adalah kedudukan tertinggi, termulia, dan terbesar. Tidak ada kedudukan lain yang diperlukan Yesus di dunia ini. Sebagai Anak Bapa, maka Dia juga mendapatkan pemeliharaan dari Bapa. Pemeliharaan dari Bapa pastilah cukup dan karenanya tidak perlu bergantung kepada siapapun. Berikutnya, Yesus mendengar Bapa mengasihiNya. Kasih Bapa sempurna. Kasih itu menyediakan pemenuhan kebutuhan kasih sayang dan menyediakan segala yang diperlukannya. Dengan mengalami kasih Bapa, Yesus tidak perlu lagi menuntut kasih dari orang.

fakta bahwa Ia adalah Anak Allah. Pengakuan Bapa bahwa Ia adalah Anak Allah sudah cukup. Pengalaman ini sangat fundamental, sebab kelak Yesus akan menghadapi penolakan, bahkan penghinaan terhadap diri dan pelayanan-Nya. Kalau Ia masih membutuhkan pengakuan tentang siapa diriNya dan tentang apa yang dilakukanNya, maka Ia akan menghadapi kekecewaan. Selain itu, kalau apa yang dilakukan untuk orang lain masih ditentukan penghargaan terhadap dirinya, maka pelayanan-Nya tidak bernilai lagi. Waktu-waktu dengan Bapa-Nya sangat penting untuk menghadapi tantangan di pelayanan. Karena itu, Ia menyediakan waktu yang lama dengan Bapa sebelum melayani.

Waktu dengan Bapa seperti ini membawa Yesus mengalami kekuatan, kesegaran, dan arah yang tetap dalam rencana Bapa. Karena itu tidak mengherankan apabila Yesus sangat mengutamakan waktu-waktu seperti itu. Bahkan kesibukan pelayanan pun Ia tinggalkan untuk bisa sendiri dengan Allah.

Sudut Pandang

Ia menyediakan waktu setiap hari dengan Bapa-Nya Markus 1:35-39 menuliskan bahwa Yesus pagi-pagi benar waktu hari masih gelap pergi ke tempat sunyi untuk berdoa. Sepertinya Yesus biasa melakukan hal itu, sebab ketika muridmurid-Nya bangun dan mencariNya, mereka tahu kemana menemuiNya. Sekalipun malam sebelumnya Ia telah bekerja keras hingga malam, Ia menyediakan waktu yang lama dengan Bapa namun Ia tidak meninggalkan kebiasaan untuk di tengah-tengah kesibukan-Nya bertemu dengan Bapa. Apa yang Ia lakukan pagi Dalam kesibukan pelayanan-Nya, Yesus itu sangat menolongnya. Ia mendapat pimpinan menyediakan waktu untuk meneruskan untuk Bapa-Nya. p e l a y a n a n Waktu-waktu dengan Bapa Lukas mencatat ketika penginjilan ke kotabukan sekedar waktu begitu banyak orang kota lain. Warga datang kepadaNya, Ia Kapernaum yang pelengkap bagi Yesus, malah pergi ke tempatmerasa ditolong pagi melainkan waktu-waktu tempat sunyi dan itu mencariNya, yang diutamakan. Waktu berdoa. (Lukas 5:16). namun pencarian itu menjadi dasar untuk Kalimat ini orang banyak itu menjalani hidup dan menunjukkan bahwa tidak membuatnya Ia sering merasa perlu untuk karenanya tidak bisa melakukannya. Hal itu menyediakan waktu. digantikan oleh pelayanan juga dapat dilihat dari Ia tunduk kepada sekalipun. beberapa catatan lain. pimpinan Bapa dari Matius menuliskan pada memenuhi setelah peristiwa pemberian makan 5000 orang permintaan manusia. dengan 5 ketul roti dan 2 ekor ikan, Yesus tinggal Waktu-waktu dengan Bapa bukan sekedar sendirian di atas bukit semalaman untuk berdoa. waktu pelengkap bagi Yesus, melainkan waktuDemikian juga ketika Yesus akan memilih ke waktu yang diutamakan. Waktu itu menjadi dasar 12 rasul, Ia semalam-malaman berdoa. Yesus untuk menjalani hidup dan karenanya tidak bisa pernah membawa 3 murid-Nya untuk berdoa di digantikan oleh pelayanan sekalipun. atas bukit, dimana kemudian Ia bertemu dengan Musa dan Elia. Malam sebelum disalibkan, Yesus Hidup-Nya untuk melayani manusia menyediakan waktu untuk bergumul tentang Saat mulai tampil melayani orang banyak, kehendak Bapa bagi hidup-Nya, dan setelah Ia disambut dengan sangat antusias. Pelayananselesai maka Ia kemuidan menjalani puncak Nya menjawab persoalan-persoalan banyak rencana Bapa bagi diri-Nya. orang. Karena itu, dimana-mana Ia dikerumuni banyak orang dan Ia melayani mereka

23

Edisi 1 Tahun 2012

24

sepenuhnya. Markus 1 memberikan contoh bagaimana Ia sangat sibuk melayani orang banyak hingga malam. Ia mengajar orang banyak, namun perhatian-Nya diarahkan kepada individuindividu. Ia tidak puas karena diikuti orang banyak, namun Ia ingin setiap yang terhilang itu diselamatkan. Karena itu, di tengah banyak orang yang mengerumuniNya, Ia tidak pernah melepaskan perhatian dari pribadi-pribadi. Sebagai contoh di tengah-tengah kerumunan orang banyak, Ia mendengar pengemis buta yang berteriak-teriak memanggilNya. Atau dalam perjalanan yang diikuti oleh banyak orang, Ia memperhatikan Zakheus yang berjuang keras untuk melihatNya. Dalam pelayanan-Nya mencari yang terhilang, Ia tidak hanya membawa berita injil kepada setiap orang, melainkan juga menyelesaikan persoalan-persoalan kehidupan. Ia menyembuhkan yang sakit, Ia mengusir setan, Ia menghibur janda Nain dengan membangkitkan anaknya yang mati, atau Ia mau menerima undangan ke pesta. Ia sangat sibuk, bahkan karena saking banyaknya orang yang Ia layani, Ia pernah tidak sempat makan (Markus 6: 31). Pada kesempatan lain, setelah seharian pelayanan, Ia tertidur di perahu, padahal perahu sedang menghadapi badai. Ia sungguh sibuk memberi pelayanan kepada banyak orang. Hidup-Nya sepenuhnya diperuntukkan untuk melayani orang lain. Nasib orang lain menjadi fokus-Nya Ia datang untuk memberikan keselamatan bagi umat manusia. Untuk itu Ia menderita dan mati. Akan tetapi selama hidup, Ia juga selalu memikirkan nasib orang lain. Salah satu yang nampak jelas ada pada peristiwa penyaliban. Setelah Pilatus memutuskan bahwa Yesus harus disalib, tentara membawa Yesus ke bukit Golgota. Yesus sangat menderita dalam perjalanan itu. Di antara orang yang banyak yang melihat, terdapat sejumlah perempuan yang terus menangis. Mereka begitu terharu melihat penderitaan Yesus. Akan tetapi ketika Yesus ada di dekat para perempuan itu, Ia berkata, Jangan tangisi Akutangisilah dirimu sendiri dan anak-

untuk dia yang ingin hidup dalam DIA

diaanakmu. Yesus menunjukkan bahwa yang patut mendapat belas kasihan adalah para perempuan dan anak-anak mereka. Sekalipun Ia sangat menderita, ia lebih memperhatikan orang lain dari diri-Nya sendiri. Selanjutnya, ketika salib-Nya sudah berdiri, yang segera Ia pikirkan adalah nasib para penyalib-Nya. Karena itu di tengah kesakitan, Ia berdoa kepada Bapa supaya mengampuni dosa mereka. Yang dilukai memperhatikan nasib yang melukai. Dan sebelum mati, Ia masih memberikan kepastian keselamatan kepada salah satu penjahat yang disalib bersamaNya. Tidak lupa pula Ia memperhatikan Maria, ibu-Nya dan Yohanes, murid-Nya. Ia meminta Yohanes untuk menerima Maria sebagai ibunya dan Maria menerima Yohanes sebagai anaknya. Karena telah menerima semua yang diperlukan-Nya dari Bapa, Yesus tidak memerlukan lagi perhatian dari orang lain. Ia memperhatikan orang lain sepenuhnya. Bahkan penderitaan yang Ia alami pun tidak membuatNya mengurangi perhatian terhadap orang lain. Bukan membangun pelayanan Sekalipun melayani banyak orang, tujuanNya bukanlah membangun pelayanan. Ia tidak membentuk Perkumpulan Orang Nazaret atau semacamnya, melainkan fokus melayani orang . Karena itu, ketika orang-orang yang dilayani mengundurkan diri, Ia tidak menjadi kecewa atau merasa gagal. Pada tahap tertentu, orang tidak bisa menerima pengajaran-Nya dan mulai mengundurkan diri sehingga hanya tersisa 12 murid. Dalam situasi seperti itu, Yesus malah bertanya kepada mereka, apakah mereka tidak pergi juga. Hati yang tertuju kepada manusia tidak membuat jumlah manusia yang mengikuti sebagai bukti keberhasilan pelayanan. Pelayanan sama sekali tidak menentukan nilai diri-Nya. Apa yang Ia butuhkan telah diberikan oleh Bapa. Karena itu, pelayanan adalah sepenuhnya melayani, tidak berkaitan dengan apa yang didapat dari pelayanan itu.

majalah

Sudut Pandang

Melaksanakan agenda Bapa Di dalam melakukan pelayanan, Yesus mengikuti agenda Bapa. Apa, kemana, kapan, sepenuhnya ditentukan oleh Bapa. Sekalipun Ia melayani manusia, namun bukan manusia yang menentukan pelayanan-Nya. Contoh pertama bisa kita lihat ketika Ia memulai pelayanan di Kapernaum. Setelah pelayanan yang begitu berhasil dan menolong banyak orang , keesokan harinya Yesus dicaricari penduduk Kapernaum. Akan tetapi, hasil persekutuan-Nya dengan Bapa jelas menyatakan pelayananNya sudah cukup di Kapernaum dan Ia harus pergi ke tempat lain untuk memberitakan injil. Karena itu, Ia tidak mengikuti kemauan orang banyak, melainkan meneruskan pelayanan di kota-kota lain, sebagaimana yang Bapa tetapkan (Markus 1). Contoh lain adalah pada waktu Ia memutuskan untuk meninggalkan Galilea dan mulai berjalan ke Yerusalem. Pelayanan di Galilea begitu berhasil, namun karena saat yang ditetapkan Bapa untuk menyelesaikan tugas-Nya di dunia hampir tiba, Ia segera melangkahkan kaki ke Yerusalem (Luk 9:51). Ia tidak mempertahankan pelayanan-Nya yang besar di Galilea, tetapi memilih menuju ke Yerusalem, kota tempat tinggal para oposan. Ia mengutamakan penyelesaian tugas-Nya dari pada menikmati kesuksesan pelayanan. Dalam pelayanan pribadi pun Yesus memperhatikan waktu Bapa. Ketika mendapat kabar bahwa sahabatnya, Lazarus, sakit, Ia malah sengaja mengulur waktu untuk datang ke Betania. Akibatnya, Lazarus mati. Pada saat Ia datang, tentu saja Ia dianggap terlambat, sebagaimana dikatakan Maria, Tuhan, sekiranya Engkau ada di sini, saudaraku pasti tidak mati. Akan tetapi Ia melambatkan waktu kedatangan-Nya justru menunggu hingga Lazarus mati, sehingga dengan demikian Ia bisa menyatakan kuasaNya yang besar dengan membangkitkan Lazarus. Peristiwa kebangkitan Lazarus tentu saja memberikan kesukaan yang sangat besar melebihi kalau Lazarus hanya disembuhkan. Kehidupan yang menurut agenda Bapa tidak mungkin dilaksanakan Yesus tanpa bersekutu dengan Bapa-Nya. Persekutuan

Sudut Pandang

Yesus dibaptis Yohanes sebelum memulai pelayaan-Nya

dengan Bapa-Nya membuat Ia mengerti kehendak Bapa atau memberikan bimbingan bagaimana Ia melakukan kehendak Bapa yang telah dinyatakan. Kesimpulan Kehidupan Yesus bukan kehidupan yang bekerja saja, tetapi jelas adalah kehidupan yang diisi dengan waktu-waktu persekutuan dengan Bapa-Nya. Sebaliknya juga bukan kehidupan yang hanya mengasingkan diri untuk bersekutu dengan Bapa, namun kehidupan yang bekerja untuk orang lain. Ia tidak juga hanya menjaga keseimbangan antara keduanya, akan tetapi Ia menyadari kepentingan keduanya. Ia bersekutu dengan Bapa-Nya sebab itulah sumber hidup-Nya. Dan karena persekutuan dengan Bapa-Nya itulah Ia kemudian bekerja keras di dunia ini. Tanpa persekutuan dengan Bapa-Nya, maka apa yang ia lakukan tidak ada nilainya. Tetapi tanpa bekerja, persekutuan dengan Bapa juga tidak berarti sebab Ia tidak menjalankan apa yang diinginkan oleh Bapa-Nya. *Penulis adalah Staf Perkantas Surakarta

25

Edisi 1 Tahun 2012

untuk dia yang ingin hidup dalam DIA

diaSpiritualitas Merek DagangOleh: Philip Ayus* SUKACITA Yohanes dan kawan-kawan karena telah berhasil melakukan berbagai mujizat di dalam nama Yesus (Markus 6:13) segera berubah menjadi kemarahan yang meledakledak, karena di suatu kesempatan mereka mendapati ada orang luar, yakni orang yang bukan pengikut Yesus dan bukan termasuk yang Dia utus, ternyata berhasil pula mengusir setan hanya dengan menyebut nama-Nya. Layaknya perusahaan yang kebakaran jenggot setelah mendapati adanya pelanggaran hak cipta, mereka pun menggugat orang itu agar berhenti melakukan praktek ilegal tersebut. diciptakan untuk hari Sabat. Bukan apa yang masuk ke dalam mulut yang menajiskan seseorang, melainkan apa yang keluar dari mulut. Karya dan pengajaran Sang Guru itu boleh dibilang out of the box, namun ironisnya, mereka membuat kotak yang baru untuk karya dan pengajaran yang revolusioner itu! Bersaudara di dalam Kristus Yang menyedihkan, spiritualitas merek dagang itupun menjangkiti kekristenan hingga kini. Salah satu ironi yang nyata adalah, setelah terpecah-pecah ke dalam merek-merek dagang masing-masing, sebagian komunitas berupaya untuk membuat kongsi-kongsi rohani, bersatu dalam kesamaan-kesamaan tertentu, mulai dari kesamaan etnis hingga kesamaan aliran. Roh Kudus hanya diklaim sebagai hak milik komunitas-komunitas tertentu. Masing-masing merasa memiliki hak monopoli atas kebenaran, atas otensitas, atas kesejatian. Masing-masing mengaku sebagai komunitas surgawi yang terbuka dan toleran terhadap perbedaan, namun tak ada kesatuan yang sungguh-sungguh terjadi. Kita seolah-olah berada dalam satu komplek perumahan megah namun tidak mengenal satu sama lain meski temboktembok rumah saling berdekatan bahkan menempel. Sungguh berbeda dengan rumahrumah di desa, yang meskipun jarak antar rumah terpisahkan oleh pelataran yang luas, penduduk saling mengenal satu sama lain. Hal yang wajar, mengingat kebanyakan desa dihuni oleh orangorang yang masih kerabat, berbeda dengan pola pemukiman kompleks perumahan.

majalah

Sudut Pandang

S26

ebagai orang dalam, mereka merasa perlu menjadi pembela ajaran dan pelindung komunitas yang sejati. Yohanes pun dengan nada yang sedikit bangga menceritakan kejadian itu kepada Sang Guru. Yohanes mengira, Yesus akan memujinya karena telah berhasil menemukan kebocoran ataupun pelanggaran hak cipta atas nama Sang Guru. Akan tetapi, respon Yesus ternyata jauh dari yang diharapkan. Bukannya memuji, Sang Guru Agung tersebut justru menyayangkan tindakan para murid yang dimaksudkan untuk menjaga otensitas ataupun jati diri komunitas mereka tersebut. Di masa itu, komunitas rohani yang identik dengan pemimpin atau ideologi yang diusung bukanlah hal yang janggal. Setidaknya ada empat komunitas rohani yang besar pada waktu itu, yakni Zelot, Saduki, Farisi, dan Esene, yang masing-masing memiliki tujuan maupun karakteristik tersendiri. Rombongan Yesus bisa diperhitungkan sebagai sebuah komunitas tersendiri, dengan Yesus sebagai identitas kelompok. Oleh karenanya, wajar saja jika para murid merasa perlu menarik batas untuk melindungi jatidiri kelompok mereka. Namun, mereka tidak menyadari bahwa Yesus bukan hanya datang untuk membentuk komunitas yang eksklusif. Putra Tunggal Allah itu dikaruniakan karena kasih Allah kepada dunia, bukan hanya kepada segelintir orang saja. Mereka mengikuti seorang Pribadi yang revolusioner, yang mendobrak segala batas dan tradisi, yang mengembalikan syariat atau aturanaturan agamawi kepada hakekat. Hari Sabat dibuat untuk manusia, bukan manusia yang

Sudut Pandang

Kita semestinya memiliki konsep pemukiman di desa itu. Kita pada dasarnya adalah bersaudara di dalam Kristus. Di dalam Dia, tak ada lagi orang Yahudi maupun orang Yunani, tak ada lagi budak dan orang merdeka. Semuanya dipersatukan dalam persekutuan Roh Kudus. Namun, kita terjebak pada perikehidupan berpola kompleks perumahan, yang meski mungkin tak berpagar, tak saling peduli satu sama lain. Aktivitas yang dijalani pun akhirnya rentan dengan persaingan dan konflik.

Ia adalah milik semua orang Akan tetapi, Tuhan Yesus mengingatkan Yohanes dan kawan-kawannya, serta kita juga, bahwa nama dan kuasa-Nya tidak berlaku terbatas. Jangan kamu cegah dia! Sebab tidak seorangpun yang telah mengadakan mujizat demi nama-Ku, dapat seketika itu juga mengumpat Aku, itulah pesan Sang Guru kepada murid-muridNya, Barangsiapa tidak melawan kita, ia ada di pihak kita (Markus 9:39-40). Yesus seolah-olah hendak mengingatkan, bahwa Dia bukanlah merek dagang yang bisa dimonopoli komunitas Menyandera Yesus? tertentu. Ia adalah milik semua orang! Seiring dengan semangat merek dagang, kita Mungkin itu sebabnya, Paulus tidak begitu tak merasa cukup dengan hanya memiliki Yesus. mempermasalahkan motif seseorang ketika Kita ingin sertifikat kepemilikan, bahkan hak cipta memberitakan nama Kristus: Mereka ini kalau perlu. Kita terpenjara dalam inklusivisme memberitakan Kristus karena kasih, sebab mereka yang ekslusif, seolah-olah terbuka padahal sangat tahu, bahwa aku ada di sini untuk membela Injil, tertutup. Kita mengkampanyekan tentang Yesus tetapi yang lain karena kepentingan sendiri dan yang maubahkan sengajamasuk ke semua dengan maksud yang tidak ikhlas, sangkanya dengan kalangan dan membanggakan diri sebagai umat demikian mereka memperberat bebanku dalam yang meneladani Tuhannya, namun di sisi lain penjara. Tetapi tidak mengapa, sebab bagaimanapun menolak orang ataupun komunitas lain yang kita juga, Kristus diberitakan, baik dengan maksud palsu anggap tidak sejalan. maupun dengan jujur. Spiritualitas merek dagang Tentang hal itu aku membuat aktivitas-aktivitas bersukacita. Dan aku akan Kita terpenjara dalam rohani kita bak aktivitas tetap bersukacita (Filipi inklusivisme yang perdagangan. Dan Tuhan 1:16-18). ekslusif, seolah-olah Yesus pun kita sandera Mari kita belajar terbuka padahal sebagai merek dagang untuk memiliki sangat tertutup. komunitas kita. spiritualitas yang sejati, Bertumpuk-tumpuk bukan sekedar merek aktivitas rohani yang kita lakukan dan jadwalkan dagang. Jangan sampai karena terlalu pada akhirnya hanyalah upaya-upaya kita untuk memperjuangkan identitas komunitas, kita memperkuat merek dagang kita, untuk kehilangan arah panggilan kita semula untuk membedakan komunitas kita dengan yang menjadi kepanjangan tangan Tuhan dalam lainnya. Jangankan dengan umat agama lain, melayani ciptaan-Nya, dan menjadi orang-orang dengan sesama umat Tuhan saja kita enggan yang kukuh memegang label namun kehilangan untuk bekerjasama. Kita tak rela ketika ada orang botol kecap-nya. Jangan sampai segala aktivitas atau komunitas lain yang mencatut nama rohani yang kita lakukan untuk membela nama Tuhan, bahkan meskipun untuk hal-hal yang Tuhan, justru makin menjauhkan kita dariNya, baik. Seperti para murid, kita ingin melakukan apalagi jika kita sendiri ditolak Tuhan meskipun segala mujizat itu sendiri, karena terlalu yakin kita membuat ribuan mujizat dan nubuat demi bahwa hanya kitalah yang mendapat legitimasi nama-Nya (Matius 7:22-23). Tuhan memberkati. dari Tuhan. Lebih parah lagi, kita lebih suka seseorang kerasukan setan, daripada ada orang *Penulis adalah Staf Divisi Media Perkantas lain yang menyembuhkannya dengan nama Yesus kita!

27

Edisi 1 Tahun 2012

untuk dia yang ingin hidup dalam DIA

diaSaya Pikir Saya Kaya, Kenyang, BanggaOleh: Zadok Elia* Orang-orang Kristen tidak suka berkata bohong, bisik seorang kawan dalam suatu persekutuan, mereka menyanyikan dan meritualisasikannya. yang baru bergabung dalam pelayanan? Apakah aku ingin cepat-cepat memperoleh kebanggaan karena menyelesaikan sesuatu? Kukorbankan sahabat-sahabat yang dengan setia dan rela hati menemani perjalanan pelayanan ini demi ambisi pribadi berkedok visi PMK. Kurenungkan perjalanan pelayananku tahun ini. Berapa banyak waktu yang kutetapkan untuk duduk diam dan berdoa? Jika benar aku mencintai mahasiswa yang kulayani, seberapa dalam aku bergumul dan mencari kehendak Tuhan bagi pelayananku? Aku heran, menemukan diriku begitu serius mencari kehendak Tuhan melalui doa dan pembacaan Firman, dan karenanya, menemukan tangan Tuhan jelas memimpinku dalam pergumulanku mencari pasangan hidup. Tetapi, tidak demikian dengan pergumulanku melayani mahasiswa. Dengan semua keterampilan tangan dan pencapaian-pencapaianku, hati kecilku tahu diriku sedang tersesat. Justru di akhir tahun aku baru bertanya, Apakah memang semua yang kulakukan ini yang dikehendaki dan yang menyenangkan Tuhan? Memang, semua orang bersuka cita karena aku dan rekan-rekan sepelayananku tampak bertumbuh banyak dalam pelayanan selama tahun ini. Aku sendiri mengakui betapa tak terduganya Tuhan membentuk kami. Namun, aku juga bertanya-tanya, apa yang salah, yang menyebabkan wajah beberapa rekan semakin letih, sedih, frustrasi, merasa bersalah, dan mudah

majalah

S

Suara Mahasiswa

28

uatu hari, setelah seharian bekerja keras memimpin rapat kerja regenerasi tahunan, kubuka pintu kamarku dalam kelelahan menghela nafas untuk kesibukan yang berakhir. Dengan segera, kesunyian malam mengembalikanku pada kewarasan yang sebelumnya memudar karena tekanan. Kurenungkan semua yang terjadi hari itu. Beberapa ingatan segera terlintas dan menusuk hatiku. Sebagai koordinator yang memimpin sebagian besar rapat, kuanggap diriku orang yang paling memahami seluk-beluk pelayanan dan karenanya, paling layak menerima hormat. Ketika seorang rekan mulai frustrasi dan marah karena tekanan rapat, aku justru tersinggung dan balik menekannya kasar dengan otoritasku. Padahal, bukankah baru beberapa hari kupelajari kelemahlembutan, kesabaran, dan kerendahan hati dari surat Paulus? Sekejap aku berubah menjadi sombong dan gila hormat? Seorang sahabat yang baik menegurku setelah rapat. Katanya, selama memimpin, suaraku terdengar seperti orang yang sedang marah. Seorang calon pengurus menjadi takut padaku. Aku terhenyak. Benarkah aku telah kehilangan ketenangan dan kedamaian dalam hatiku? Di manakah sukacita yang seharusnya terpancar ketika seorang hamba mengerjakan anugerah dari Tuhannya? Mengapa aku selalu merasa harus cepat-cepat mengambil keputusan dan kurang sabar berproses bersama rekan-rekan

marah? Mungkinkah kami semua sebenarnya Saat itulah telingaku yang telah lama dibuat terbakar habis karena berkegiatan rohani tuli oleh kebanggaan dan hiruk pikuk kegiatan melewati batas, diberi makan kebanggaan sebagai akhirnya mendengar lagi Suara itu: pelayan Tuhan yang militan dan tanpa sadar mengucilkan rekan yang berkata tidak? Berbahagialah, hai kamu yang miskin, Mungkinkah kami semua telah kehilangan waktu- karena kamulah yang empunya Kerajaan Allah. waktu yang berharga untuk sekadar duduk diam Berbahagialah, hai kamu yang sekarang ini lapar, menikmati Tuhan atau bicara dari hati ke hati karena kamu akan dipuaskan. tentang kehidupan kami? Berbahagialah, hai kamu yang sekarang ini menangis, Banyak orang memujiku karena kedalaman karena kamu akan tertawa. pengertianku akan Firman Tuhan, keberhasilan aktivitas rohaniku, dan keterampilanku Tetapi celakalah kamu, hai kamu yang kaya, merencanakan masa depan. Tetapi, Tuhanlah karena dalam kekayaanmu kamu telah memperoleh yang paling mengenal kedalaman hatiku. Apakah penghiburanmu. aku telah menjadi sombong dan merasa hebat, Celakalah kamu, yang sekarang ini kenyang, sehingga tidak lagi menghormati rekan-rekan karena kamu akan lapar. sepelayananku? Apakah aku telah sedemikian Celakalah kamu, yang sekarang ini tertawa, bangga pada kegiatan rohaniku, sehingga tidak karena kamu akan berduka cita dan menangis. lagi merasa perlu sungguh-sungguh mencari (Lukas 5:20-21, 24-25) Tuhan dalam Firman-Nya dan waktu-waktu sendirianku? Apakah Ah, Tuhan aku begitu terpaku pada Sudah berapa lama aku kecanduan kerja dan tidak lagi mengizinkanApakah aku telah ambisi-ambisi di masa Mu melihat ke m e m p e r o l e h depan, sehingga aku kedalaman hatiku? pengetahuan dan lupa untuk duduk Berapa lama aku aktivitas, tetapi mendengarkan suaramembajui diri dengan kehilangan kasih dan Nya yang rindu kebanggaan dan menyentuh kemarahan kepuasan diri yang kedalaman, seperti dan luka-luka semu? Bagaimana ahli-ahli Taurat dan tersembunyi yang tak mungkin Engkau begitu orang-orang Farisi pernah kusadari namun sabar menanti hingga itu? mengendalikanku, yang akhirnya kulihat diriku semuanya membuatku kembali sebagaimana tidak lagi mampu mengasihi diri dan sesamaku kenyataannya: miskin, lapar, berdukacita? Kurasa sebagaimana mestinya? Apakah aku telah menjadi itulah akar dari semua kegagalan ini: aku tidak begitu haus pencapaian, sehingga tak lagi peduli lagi merasa miskin, lapar, dan berdukacita di kaki pada kehidupan rekan-rekan sepelayananku? Tuhan Yesus. Bagaimana mungkin baru sekarang Apakah aku telah memperoleh pengetahuan dan kusadari betapa rindunya aku pada kasih aktivitas, tetapi kehilangan kasih dan kedalaman, karunia? seperti ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi *Penulis adalah mahasiswa Psikologi pada itu? Universitas Gajah Mada

Suara Mahasiswa

29

Edisi 1 Tahun 2012

untuk dia yang ingin hidup dalam DIA

diaPANDUAN COMMUNITY DEVELOPMENTBAB II PENGENALAN DAN PEMILIHAN KOMUNITASDari Graduate Center

30

majalah

1)

Komunitas dan Pemerintah Pemilihan komunitas yang akan menjadi target pemberdayaan bergantung dari ukuran-ukuran yang digunakan oleh pihak yang akan memberdayakan. Ukuran-ukuran yang biasanya digunakan, antara lain; a) Ukuran kemiskinan b) Ukuran kerusakan lingkungan c) Ukuran suku atau komunitas adat terasing d) Ukuran sosial dan kerohanian e) Ukuran khusus lainnya, misalnya alasan bencana alam, politik, kesehatan, pendidikan maupun keamanan. Ukuran kemiskinan dapat diakses dari data pemerintah yang telah menetapkan daerah kantong kemiskinan di Indonesia. Berikut dibawah ini data prosentasi dan jumlah penduduk miskin di Indonesia (tabel 4).

Ukuran kerusakan lingkungan 1999, data tahun 2008 masih dilakukan dengan tujuan melakukan menunjukkan KAT yang ada di Indonesia perlindungan lingkungan fisik alam dengan sebanyak 213.080 kepala keluarga di 27 memberdayakan komunitas di area provinsi, 241 kabupaten, 833 kecamatan, tersebut, misalnya lingkungan bakau, 2007 desa, dan 2.615 lokasi. Data suku lingkungan terumbu karang, lingkungan terasing di Sumatera Barat sebanyak 70 taman nasional, lingkungan hutan orang, Jambi 3.198 orang, Kalimantan lindung, dan seterusnya. Menteri Timur 15 orang, Sulawesi Tengah 4.516 Lingkunggan Hidup, Gusti M Hatta, orang, Maluku 1.087 orang, Maluku Utara menyatakan bahwa laju kerusakan 27 orang, Papua 865 orang dan Papua lingkungan pulau-pulau di Indonesia Barat 252 orang. mencapai 1,1 juta hektar setiap tahunnya. Sekitar 75.621 kepala keluarga (KK) Kerusakan lingkungan terjadi di sudah diberdayakan, yang sedang sejumlah kawasan diberdayakan hutan lindung dan 11.804 KK, dan konservasi akibat yang belum Kementerian Sosial aktivitas perambahan diberdayakan menyampaikan dan pertambangan 127.699 KK. bahwa suku terasing batu bara. Beberapa contoh di Indonesia tinggal Kementerian pemberdayaan yang 10.030 orang yang Lingkungan Hidup d i l a k u k a n tersebar di delapan mengumumkan pemerintah, yaitu provinsi daftar indeks pembangunan k e r u s a k a n rumah sederhana, lingkungan dengan urutan Pulau Papua penggalian sumur, pembangunan WC (75,29), Sulawesi (73,66), Bali NTT umum, rumah ibadah dan balai sosial (68,96), Sumatera (64,63), Kalimantan lainnya. Dilakukan juga penyiapan selimut (62,01) dan Jawa (53,50). Tingginya pencegah nyamuk, menyiapkan sekolah kerusakan lingkungan berbanding terbalik darurat, dan fasilitasi akta kelahiran dengan laju rehabilitasi lingkungan maupun KTP. Indonesia yang hanya 0,5 juta hektar setiap Pemberdayaan suku Takutil di Tobelo, tahunnya. Halmahera Utara, misalnya, sudah Ukuran komunitas atau suku terasing dilakukan sejak 10 tahun terakhir. bertujuan untuk melakukan Anggaran yang sekarang diberikan sebesar pemberdayaan komunitas adat terasing Rp 1,5 miliar dan merupakan tahap akhir, (KAT) sehingga dapat hidup layak dan karena daerah di pinggir Telaga Paca i