majalah broca, malpraktik masalah klasik yang berpotensi jadi kronik

3
Malpraktik Masalah Klasik yang Berpotensi Jadi Kronik Artikel ini saya dapatkan dari Majalah Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Andalas yaitu Broca “Menuju Intelektualitas Masyarakat Kampus” edisi Juni- Juli 2009. Daripada hilang lalu lupa, saya tuliskan ulang dalam bentuk note. Harapannya sebagai tambahan informasi pribadi dan pengingat diri sehingga dapat menjadi bekal yang terus bermanfaat. Berbicara mengenai masalah kesehatan di Indonesia seperti tidak ada habisnya. Malpraktik medis adalah salah satunya. Menilik dari semakin banyaknya kasus dugaan malpraktik, timbul suatu pertanyaan. Apakah menjamurnya kasus malpraktik ini karena mispersepsi publik mengenai pengertian malpraktik itu sendiri ataukah memang semakin banyak dokter yang lalai dan tidak memenuhi standar profesinya sendiri? Apa itu malpraktik? Sesungguhnya malpraktik ini bukan hanya monopoli tenaga kesehatan saja. Setiap profesi yang memiliki standar profesi dan kode etik, berpeluang untuk melakukan malpraktik. Malpraktik di bidang kesehatan dikenal dengan nama “malpraktik medis”. World Medical Association (WMA) pada tahun 1992 menyatakan bahwa “malprakttik medis meliputi kegagalan dokter mematuhi standar pelayanan medis, atau kekurangcakapan atau kelalaian dalam memberikan pelayanan kepada pasien yang merupakan penyebab langsung dari cedera kepada pasien.” Menurut dr. Arnez Aziz, ketua IDI Sumbar, malpraktik medis adalah “tindakan yang tidak hati-hati dan tidak sesuai standar profesi kedokteran yang mengakibatkan kerugian fatal bagi pasien.” Malpraktik medis secara umum meliputi dua hal; Professional misconduct dan negligence (kelalaian medis). Professional misconduct yaitu tidak berlaku profesional secara sengaja dalam bentuk pelanggaran ketentuan etik, disiplin profesi, hukum administrative, hukum perdana, dan perdata, dimana hal tersebut merugikan pasien, membuka rahasia kedokteran tanpa hak, aborsi illegal, memberikan keterangan palsu,

Upload: noni-frista-al-azhari

Post on 03-Jan-2016

11 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Majalah Broca, Malpraktik Masalah Klasik Yang Berpotensi Jadi Kronik

Malpraktik

Masalah Klasik yang Berpotensi Jadi Kronik

Artikel ini saya dapatkan dari Majalah Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Andalas yaitu Broca “Menuju Intelektualitas Masyarakat Kampus” edisi Juni- Juli 2009. Daripada hilang lalu lupa, saya tuliskan ulang dalam bentuk note. Harapannya sebagai tambahan informasi pribadi dan pengingat diri sehingga dapat menjadi bekal yang terus bermanfaat.

Berbicara mengenai masalah kesehatan di Indonesia seperti tidak ada habisnya. Malpraktik medis adalah salah satunya. Menilik dari semakin banyaknya kasus dugaan malpraktik, timbul suatu pertanyaan. Apakah menjamurnya kasus malpraktik ini karena mispersepsi publik mengenai pengertian malpraktik itu sendiri ataukah memang semakin banyak dokter yang lalai dan tidak memenuhi standar profesinya sendiri?

Apa itu malpraktik?

Sesungguhnya malpraktik ini bukan hanya monopoli tenaga kesehatan saja. Setiap profesi yang memiliki standar profesi dan kode etik, berpeluang untuk melakukan malpraktik. Malpraktik di bidang kesehatan dikenal dengan nama “malpraktik medis”.

World Medical Association (WMA) pada tahun 1992 menyatakan bahwa “malprakttik medis meliputi kegagalan dokter mematuhi standar pelayanan medis, atau kekurangcakapan atau kelalaian dalam memberikan pelayanan kepada pasien yang merupakan penyebab langsung dari cedera kepada pasien.” Menurut dr. Arnez Aziz, ketua IDI Sumbar, malpraktik medis adalah “tindakan yang tidak hati-hati dan tidak sesuai standar profesi kedokteran yang mengakibatkan kerugian fatal bagi pasien.”

Malpraktik medis secara umum meliputi dua hal; Professional misconduct dan negligence (kelalaian medis). Professional misconduct yaitu tidak berlaku profesional secara sengaja dalam bentuk pelanggaran ketentuan etik, disiplin profesi, hukum administrative, hukum perdana, dan perdata, dimana hal tersebut merugikan pasien, membuka rahasia kedokteran tanpa hak, aborsi illegal, memberikan keterangan palsu, berpraktik tanpa surat izin praktik. “Jika seorang dokter umum melakukan tindakan operasi, itu jelas adalah malpraktik. Karena tercantum pada standar kompetensi dokter umum bahwa seorang dokter umum tidak berhak mengoperasi pasien”, dr. Arnez Aziz menjelaskan.

Kelalaian Medis

Kelalaian medis mungkin merupakan bentuk malpraktik medis yang paling sering terjadi. Kelalaian medis ini dilakukan tidak atas dasar kesengajaan. Kelalaian medis yang dilakukan oleh dokter merupakan malpraktik jika kelalaian tersebut mengakibatkan kerugian yang fatal bagi pasien. “Misalnya, ketika seorang ahli kebidanan melakukan operasi seksio caesarea dan secara tidak sengaja dokter tersebut memotong ureter pasien, itu adalah malpraktik”, ungkap dr. Arnez Aziz. Kelalaian medis yang

Page 2: Majalah Broca, Malpraktik Masalah Klasik Yang Berpotensi Jadi Kronik

dikategorikan melanggar hukum, dinilai dari empat hal yaitu duty (kewajiban), deliriction/ breach of duty (pelanggaran kewajiban), damages (kerusakan), direct causalship (penyebab langsung). Bagaimana dengan kesalahan diagnosis oleh dokter? Dr. Arnes Aziz mengatakan “Kesalahan diagnosis bisa disebut malpraktik jika mengakibatkan kerugian yang fatal bagi pasien. Jika tidak, itu bukan malpraktik.” “Contohnya, seorang dokter mendiagnosis seorang pasien menderita apendisitis, tapi ternyata setelah dioperasi, usus buntunya tidak apa-apa. Itu bukan malpraktik, karena tindakan tersebut tidak mengakibatkan kerugian yang fatal bagi pasien”, ungkap beliau lagi.

Jika kita membicarakan hal pidana atas suatu tindakan kesalahan, tentu setiap kesalahan tersebut sudah diatur dalam hukum yang berlaku. Dari segi kedokteran, terdapat UU No 29/ 2004 mengenai praktik kedokteran berisikan tentang jaminan akuntabilitas profesi dokter. Undang- Undang ini memberikan perlindungan dan kepastian hukum bagi pemberi dan penerima layanan kedokteran. Juga terdapat UU No 23/ 1992 mengenai kesehatan yang melindungi setiap pengguna pelayanan kesehatan serta UU No 8/ 1999 mengenai perlindungan konsumen.

Jenis pidana yang paling sering dituntutkan kepada dokter adalah pidana kelalaian yang mengakibatkan luka (pasal 360 KUHP), atau luka berat atau mati (pasal 359 KUHP), yang diklasifikasikan dengan pemberatan ancaman pidananya bila dilakukan dalam rangka melakukan pekerjaannya (pasal 361 KUHP) dan sebagainya.

Melindungi Diri Dari Malpraktik

Dalam hukum kedokteran, Tenaga kesehatan berkewajiban dengan segala daya upaya mencoba untuk memenuhi kebutuhan pasien dalam hal kesehatan. Dalam hal ini,perlu ditekankan bahwa praktik kedokteran tidaklah berorientasi kepada hasil.

“Masyarakat sering menganggap jika pasien meninggal atau meninggal cidera di tangan dokter, itu adalah malpraktik. Padahal, itu bukanlah malpraktik jika dokter tersebut telah memenuhi standar profesi dan kompetesinya”, dr. Arnes Aziz menambahkan.

“Yang terpenting bagi seorang dokter adalah mengikuti standar profesi dan kompetensi dokter. Jika sudah mengikuti, dokter tersebut akan terhindar dari tuduhan malpraktik”, kata dr. Arnes Azz. Masyarakat juga harus hati-hati dalam melontarkan tdhan malpraktik. “Jika ada dugaan malpraktik, sebaiknya diadukan kepada MKEK (Majelis Kehormatan Etik Kedokteran – red) dan nantinya tim dari MKEK akan menilai apakah tindakan yang dilakukan dokter tersebut malpraktik atau bukan berdasarkan standar kedokteran”, demikian ungkap dr. Arnes Aziz. Tduhan masyarakat atas tindakan malpraktik seorang dokter, terutama jika tuduhan tersebut dipublikasikan kepada media massa, akan mengakibatkan pencemaran nama baik seorang dokter dan menimbulkan kecacatan pada karir dokter tersebut.

Untuk menghindarkan diri dari malpraktik, hal terbaik yang bisa dilakukan oleh dokter adalah berusaha untuk selalu mengikuti standar profesi kedokteran. Komunikasi yang baik dengan pasien

Page 3: Majalah Broca, Malpraktik Masalah Klasik Yang Berpotensi Jadi Kronik

sangatlah penting. Serta belajarlah sebaik-baiknya sepanjang hayat sehingga tidak terjadi kesalahan dalam menangani pasien. “Ikuti standar profesi kedokteran dan standar kompetensi dokter. Dan bertindaklah dengan hati-hati”, pesan dr. Arnes Aziz. (Rissa Ne, Fajar) Sumber : Wawancara dengan dr. Arnes Aziz, Ketua IDI Wilayah Sumbar