m19

6
312 KINERJA FERMENTASI RAGI Saccharomyces cerevisiae PADA MEDIA VHG DENGAN VARIASI KONSENTRASI EKSTRAK RAGI SEBAGAI SUMBER NITROGEN UNTUK PRODUKSI BIOETANOL Safri Ishmayana , Alfitri, Sadiah Djajasoepana, Saadah D. Rachman, Agus Safari Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Padjadjaran Jln. Raya Bandung-Sumedang km. 21 Jatinangor, 45363, Sumedang e-mail: [email protected] Abstrak Salah satu upaya untuk meningkatkan perolehan etanol pada akhir proses fermentasi adalah dengan meningkatkan konsentrasi gula pada awal proses fermentasi sampai konsentrasi di atas 27% (b/v), yang dikenal sebagai kondisi very high gravity (VHG). Namun kondisi ini menyebabkan terjadinya cekaman osmotik pada sel ragi. Pada penelitian ini dilakukan penambahan ekstrak ragi yang kaya akan nitrogen sehingga dapat meningkatkan toleransi ragi terhadap cekaman osmotik. Galur ragi yang digunakan yaitu Saccharomyces cerevisiae A12, konsentrasi gula yang digunakan 30% (b/v) sedangkan media YEP digunakan 1/10, 1/5, 1 dan 2 kali dari formula acuan serta YNB sebagai kontrol. Fermentasi dilakukan dengan sistem batch pada kondisi aerob, suhu 30°C, dan kecepatan pengocokan 150 opm. Kurva pertumbuhan dengan pengukuran kerapatan optik pada 600 nm (OD 600nm ) menunjukkan bahwa YEP dengan konsentrasi yang paling tinggi membantu pertumbuhan sel ragi dengan nilai OD 600nm tertinggi. Parameter pertumbuhan menujukkan bahwa sel yang tumbuh pada media YNB memiliki viabilitas paling baik, meskipun penggunaan glukosa dan produksi etanol oleh sel yang tumbuh pada media YNB tidak memberikan hasil yang baik. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memahami fenomena ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi media YEP sangat berpengaruh terhadap kinerja fermentasi ragi S. cerevisiae. Semakin tinggi konsentrasi YEP yang digunakan, maka semakin baik kinerja fermentasi. Kata Kunci : bioetanol, cekaman osmotik, sel ragi, media fermentasi Abstract One of the efforts to increase ethanol recovery at the end of fermentation process is by increasing sugar concentration at the initial stage of the fermentation process above 27% (w/v), which is known as very high gravity (VHG) condition. However this condition expose yeast cell to osmotic stress. In the present study, we investigate the addition extra YEP into media on fermentation performance. Saccharomyces cerevisiae strain A12 was used in the present study, sugar concentration used were 30% (w/v) whereas YEP media was 1/10, 1/5, 1 and 2 fold of reference formula and YNB as control. Fermentation was conducted in aerobic batch culture, at 30°C and shake speed at 150 opm. Growth curve by measuring optical density at 600 nm (OD 600nm ) indicate that the highest YEP concentration give the best support for yeast cell growth as indicated by the highest OD 600nm . Growth parameters indicate that yeast cell grown in YNB has the best viability (~90%) until the end of fermentation, although it showed poor glucose utilization and ethanol production. Further investigation is required to understand this phenomenon. The results of the present study suggest that YEP concentration is very important in determining fermentation performance of the yeast cell. Higher YEP concentration promote fermentation performance. Keywords: bioethaol, osmotic stress, yeast cell, fermentation media 1. Pendahuluan Bioetanol dihasilkan melalui proses fermentasi gula sederhana dengan bantuan mikroorganisme. Mikroorganisme utama yang digunakan dalam fermentasi etanol adalah ragi [1]. Saccharomyces cerevisiae merupakan spesies ragi yang digunakan secara luas dalam fermentasi bioetanol skala besar. Hal ini karena S. cerevisiae dapat memproduksi etanol dalam jumlah besar dan mempunyai toleransi yang relatif tinggi terhadap etanol [2].Dalam industri fermentasi, ragi terpapar terhadap berbagai faktor lingkungan seperti konsentrasi gula, konsentrasi etanol, sumber nitrogen, pH, dan tekanan osmosis yang menyebabkan terjadinya berbagai cekaman [3]. Ragi memerlukan sumber karbon, nitrogen, mineral, dan vitamin [4]. Kombinasi nutrien ini diformulasikan dalam media fermentasi untuk mendukung pertumbuhan dan viabilitas sel ragi. Ragi dari genus Saccharomyces mampu memanfaatkan berbagai gula dengan jumlah enam atom

Upload: mhemeydha-luphe-yudha

Post on 17-Nov-2015

3 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

m19

TRANSCRIPT

  • 312

    KINERJA FERMENTASI RAGI Saccharomyces cerevisiae PADA

    MEDIA VHG DENGAN VARIASI KONSENTRASI EKSTRAK RAGI

    SEBAGAI SUMBER NITROGEN UNTUK PRODUKSI BIOETANOL

    Safri Ishmayana, Alfitri, Sadiah Djajasoepana, Saadah D. Rachman, Agus Safari

    Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Padjadjaran

    Jln. Raya Bandung-Sumedang km. 21 Jatinangor, 45363, Sumedang

    e-mail: [email protected]

    Abstrak

    Salah satu upaya untuk meningkatkan perolehan etanol pada akhir proses fermentasi adalah dengan

    meningkatkan konsentrasi gula pada awal proses fermentasi sampai konsentrasi di atas 27% (b/v), yang

    dikenal sebagai kondisi very high gravity (VHG). Namun kondisi ini menyebabkan terjadinya cekaman

    osmotik pada sel ragi. Pada penelitian ini dilakukan penambahan ekstrak ragi yang kaya akan nitrogen

    sehingga dapat meningkatkan toleransi ragi terhadap cekaman osmotik. Galur ragi yang digunakan yaitu

    Saccharomyces cerevisiae A12, konsentrasi gula yang digunakan 30% (b/v) sedangkan media YEP

    digunakan 1/10, 1/5, 1 dan 2 kali dari formula acuan serta YNB sebagai kontrol. Fermentasi dilakukan

    dengan sistem batch pada kondisi aerob, suhu 30C, dan kecepatan pengocokan 150 opm. Kurva

    pertumbuhan dengan pengukuran kerapatan optik pada 600 nm (OD600nm) menunjukkan bahwa YEP dengan

    konsentrasi yang paling tinggi membantu pertumbuhan sel ragi dengan nilai OD600nm tertinggi. Parameter

    pertumbuhan menujukkan bahwa sel yang tumbuh pada media YNB memiliki viabilitas paling baik,

    meskipun penggunaan glukosa dan produksi etanol oleh sel yang tumbuh pada media YNB tidak

    memberikan hasil yang baik. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memahami fenomena ini. Hasil

    penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi media YEP sangat berpengaruh terhadap kinerja fermentasi ragi

    S. cerevisiae. Semakin tinggi konsentrasi YEP yang digunakan, maka semakin baik kinerja fermentasi.

    Kata Kunci : bioetanol, cekaman osmotik, sel ragi, media fermentasi

    Abstract

    One of the efforts to increase ethanol recovery at the end of fermentation process is by increasing sugar concentration at the initial stage of the fermentation process above 27% (w/v), which is known as very high gravity (VHG) condition. However this condition expose yeast cell to osmotic stress. In the present study, we investigate the addition extra YEP into media on fermentation performance. Saccharomyces cerevisiae strain

    A12 was used in the present study, sugar concentration used were 30% (w/v) whereas YEP media was 1/10, 1/5, 1 and 2 fold of reference formula and YNB as control. Fermentation was conducted in aerobic batch culture, at 30C and shake speed at 150 opm. Growth curve by measuring optical density at 600 nm

    (OD600nm) indicate that the highest YEP concentration give the best support for yeast cell growth as indicated by the highest OD600nm. Growth parameters indicate that yeast cell grown in YNB has the best viability (~90%) until the end of fermentation, although it showed poor glucose utilization and ethanol production.

    Further investigation is required to understand this phenomenon. The results of the present study suggest that YEP concentration is very important in determining fermentation performance of the yeast cell. Higher YEP concentration promote fermentation performance.

    Keywords: bioethaol, osmotic stress, yeast cell, fermentation media

    1. Pendahuluan

    Bioetanol dihasilkan melalui proses fermentasi gula sederhana dengan bantuan mikroorganisme.

    Mikroorganisme utama yang digunakan dalam fermentasi etanol adalah ragi [1]. Saccharomyces

    cerevisiae merupakan spesies ragi yang digunakan secara luas dalam fermentasi bioetanol skala

    besar. Hal ini karena S. cerevisiae dapat memproduksi etanol dalam jumlah besar dan mempunyai

    toleransi yang relatif tinggi terhadap etanol [2].Dalam industri fermentasi, ragi terpapar terhadap

    berbagai faktor lingkungan seperti konsentrasi gula, konsentrasi etanol, sumber nitrogen, pH, dan

    tekanan osmosis yang menyebabkan terjadinya berbagai cekaman [3].

    Ragi memerlukan sumber karbon, nitrogen, mineral, dan vitamin [4]. Kombinasi nutrien ini

    diformulasikan dalam media fermentasi untuk mendukung pertumbuhan dan viabilitas sel ragi.

    Ragi dari genus Saccharomyces mampu memanfaatkan berbagai gula dengan jumlah enam atom

  • 313

    karbon sebagai sumber karbon dan energi [5]. Galur ragi umumnya mempunyai ketahanan terhadap

    konsentrasi glukosa sampai 22% (b/v) [6].

    Peningkatan efisiensi produksi bioetanol dapat dicapai dengan memilih bahan baku yang tepat,

    optimasi praperlakuan bahan baku dan tahap fermentasi etanol, serta pemanfaatan produk samping

    secara optimal. Optimasi dalam fermentasi etanol dapat dilakukan dengan mengendalikan

    parameter utama pada tahap tesebut. Kondisi-kondisi yang mempengaruhi fermentasi etanol antara

    lain konsentrasi gula, konsentrasi etanol, suhu kultur dan pH media [7].

    Berbagai penelitian mengenai optimasi media fermentasi telah dilakukan untuk meningkatkan

    kinerja fermentasi. Suplementasi media menggunakan ekstrak ragi, dinding sel, glisin, tepung

    kedelai, dan tepung finger millet (Eleusine coracana L.) dapat meningkatkan produksi etanol dan

    mempersingkat waktu fermentasi [8, 9]. Jumlah gula yang difermentasi meningkat dengan

    suplementasi media menggunakan glisin, prolin dan glisin betain [10].

    Penerapan teknologi very high gravity (VHG) sangat potensial untuk diterapkan dalam

    pembuatan bioetanol. Teknologi VHG pada produksi bioetanol didefinisikan sebagai media

    fermentasi yang mengandung 27 g atau lebih padatan terlarut (gula) /100 g bubur [11]. Hal yang

    perlu dipertimbangkan dalam fermentasi kondisi VGH adalah ragi mengalami cekaman osmotik

    yang dapat mengurangi pertumbuhan dan kelangsungan hidup sel secara signifikan [11]. Adapun

    kadar gula yang tinggi dalam media fermentasi menyebabkan peningkatan tekanan osmosis yang

    mengganggu viabilitas sel ragi yang menyebabkan rendahnya etanol yang dihasilkan. S. cerevisiae

    dapat memfermentasi gula yang jumlahnya ditingkatkan ketika semua nutrien yang diperlukan

    tersedia dalam jumlah yang cukup [8]. Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan dipelajari

    bagaimana pengaruh ketersediaan nutrisi, khususnya nitrogen dari YEP, terhadap kinerja

    fermentasi pada kondisi VHG.

    2. Metode Penelitian

    Galur ragi dan pemeliharaan

    Ragi yang digunakan dalam proses fermentasi adalah S. cerevisiae A12, suatu galur ragi toleran

    etanol yang digunakan dalam pembuatan roti. Ragi ditumbuhkan pada agar miring dengan media

    YEP yang terdiri dari (b/v) 0,5% ekstrak ragi; 0,5% pepton bakteriologis; 0,3% amonium sulfat;

    0,3% kalium dihidrogen fosfat; 1% glukosa; dan 1,5% agar. Media disimpan pada suhu 4oC dan

    ditumbuhkan kembali setiap enam bulan sekali.

    Media tumbuh dan kondisi kultur

    Ragi ditumbuhkan pada empat media YEP variasi konsentrasi dengan komposisi pada Tabel 1

    dan satu media YNB (0,67 g/L) sebagai kontrol.

    Tabel 1 Komposisi media YEP dalam gram per 100 mL pelarut.

    Komponen Konsentrasi YEP

    1/10* 1/5* 1* 2* Ekstrak ragi 0,05 0,1 0,5 1

    Pepton 0,05 0,1 0,5 1

    (NH4)2SO4 0,03 0,06 0,3 0,6

    KH2PO4 0,03 0,06 0,3 0,6 * kali konsentrasi yang digunakan oleh Ishmayana [12]

    Masing-masing media ditambahkan dengan glukosa sampai konsentrasi akhir glukosa mencapai

    30% (b/v). Media disterilisasi pada suhu 121oC dan tekanan 15 psi selama 15 menit.menggunakan

    autoklaf sebelum digunakan.

    Pembuatan kultur biang dilakukan dengan mengambil beberapa ose kultur dari agar miring

    kemudian diinokulasi ke dalam media inokulum steril. Kemudian media ini dinkubasi selama 16

    jam pada suhu 30oC dan dikocok dengan kecepatan 150 opm. Media inokulum yang digunakan

    merupakan media YEP yang terdiri dari 0,5 gram ekstrak ragi; 0,5 gram pepton bakteriologis; 0,3

  • 314

    gram amonium sulfat; 0,3 gram kalium dihidrogen fosfat per 100 mL volume media dengan

    konsentrasi glukosa akhir 2%. Rasio ukuran labu erlenmeyer terhadap volume kultur dijaga pada

    4:1 untuk menjaga ketersediaan oksigen terlarut. Kultur biang digunakan untuk menginokulasi

    media produksi dengan jumlah sel hidup awal sebanyak ~106 sel/mL.

    Kondisi eksperimen dan pencuplikan

    Kultur aerobik dibuat dengan memasukkan media cair YEP dan YNB ke dalam labu erlenmeyer

    yang sudah disterilisasi, kemudian ditutup dengan kapas. Konsentrasi sel hidup pada awal

    fermentasi dikondisikan sebanyak ~106 sel/mL. Sampel diambil dari media eksperimen dengan

    menggunakan mikropipet aseptik setiap 6 jam pada 36 jam pertama kemudian setiap 12 jam

    sampai mencapai 144 jam. Parameter yang diukur pada setiap pengambilan sampel adalah kurva

    pertumbuhan dengan cara mengukur kerapatan optis pada panjang gelombang 600 nm, jumlah sel,

    laju pertunasan sel, konsentrasi etanol dan konsentrasi glukosa.

    Kurva pertumbuhan Pertumbuhan ragi ditentukan dengan mengukur kerapatan optis pada panjang gelombang 600

    nm (OD600nm) menggunakan spektrofotometer. Sampel dapat diencerkan dengan akuades bila

    diperlukan.

    Perhitungan sel ragi

    Sel dihitung dengan menggunakan mikroskop cahaya dengan perbesaran 400x dengan bantuan

    hemasitometer setelah diwarnai menggunakan metilen violet seperti dijelaskan oleh Smart et al.

    [13].

    Analisis residu glukosa dan produk etanol

    Kadar glukosa ditentukan dengan menggunakan metode kalium ferisianida basa sebagimana

    dijelaskan oleh Walker & Harmond [14], sedangkan kadar etanol ditentukan dengan metode

    enzimatik menggunakan enzim alkohol dehidrogenase seperti dijelaskan oleh Amerine & Ough

    [15] dengan modifikasi pada aktivitas enzim yang digunakan menjadi sebesar 4000 Unit/mL.

    3. Hasil dan Pembahasan

    Parameter pertumbuhan sel ragi Kurva pertumbuhan ragi ditentukan dengan mengukur turbiditas media pada panjang

    gelombang 600 nm. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa sel ragi yang ditumbuhkan pada

    media YEP2 memberikan nilai turbiditas yang paling tinggi, diikuti oleh YEP1, YEP1/5, dan YEP1/10.

    Sel ragi yang ditumbuhkan pada media YNB sebagai kontrol memberikan nilai yang hampir sama

    dengan sel ragi yang ditumbuhkan pada media YEP1/10 seperti ditunjukkan pada Gambar 1(a). Fase

    adaptasi teramati pada 6 jam pertama setelah kultur biang dimasukkan ke dalam media fermentasi,

    diikuti oleh fase eksponensial. Sel ragi yang ditumbuhkan pada media YEP2 mengalami fase

    eksponensial yang paling lama (sampai jam ke 18) dibandingkan sel ragi yang ditumbuhkan pada

    media lainnya (sampai jam ke 12). Hal ini menunjukkan bahwa media fermentasi dapat

    mempengaruhi pertumbuhan sel ragi, semakin tinggi konsentrasi YEP yang digunakan, maka

    semakin baik pertumbuhan sel. Hal ini sesuai dengan hasil yang diungkapkan oleh Bafrncov et al.

    [8] yang menunjukkan adanya peningkatan jumlah biomassa setelah penambahan ekstrak ragi pada

    media fermentasi. Hal ini dimungkinkan terjadi karena penambahan ekstrak ragi ke dalam media

    fermentasi meningkatkan nitrogen alfa amino bebas (free alpha amino nitrogen / FAN), yang

    merupakan salah satu nutrisi yang diperlukan pada proses biosintesis komponen sel ragi [16].

    Untuk menentukan fase kematian pada proses fermentasi ini, dilakukan penghitungan sel hidup

    dan sel mati dengan menggunakan hemasitometer dan pewarnaan menggunakan metilen violet

    untuk membedakan sel yang hidup dan sel yang mati [13]. Gambar 1(b) menunjukkan kurva

    jumlah sel hidup selama proses fermentasi. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa sel ragi yang

    ditumbuhkan pada media YEP pada umumnya mengalami kematian sel lebih cepat dibandingkan

    dengan sel yang ditumbuhkan pada media YNB. Meskipun demikian, jumlah sel paling banyak

    diperoleh pada media yang menggunakan YEP2. Fenomena yang teramati pada media YNB

  • 315

    berhubungan dengan viabilitas sel. Penentuan viabilitas sel menunjukkan bahwa sel yang

    ditumbuhkan pada media YNB menunjukkan viabilitas yang paling baik dibandingkan sel yang

    ditumbuhkan pada media YEP mencapai ~90% viabilitas sepanjang proses fermentasi (Gambar

    2(a)). Fenomena ini merupakan hal yang tidak terduga, karena YNB merupakan media yang

    memiliki nutrisi yang lebih miskin dibandingkan YEP, namun ternyata dapat mempertahankan

    viabilitas sel lebih baik dibandingkan YEP. Oleh karena itu, penelitian lebih lanjut diperlukan

    untuk memahami fenomena ini.

    (a) (b)

    Gambar 1 (a) Kurva pertumbuhan dan (b) jumlah sel hidup S. cerevisiae A12 dalam variasi

    konsentrasi media sesuai keterangan dengan konsentrasi glukosa 30% berdasarkan

    OD600nm. Kultur ditumbuhkan pada kondisi aerob pada suhu 30oC.

    (a) (b)

    Gambar 2 (a) Viabilitas sel dan (b) persentase sel bertunas ragi S. cerevisiae A12 pada variasi

    media sesuai keterangan dengan konsentrasi glukosa 30%. Kultur ditumbuhkan dalam

    kondisi aerob pada suhu 30oC.

    Kecepatan pertumbuhan sel ditentukan dengan menentukan laju pertunasan sel. Gambar 2(b)

    menunjukkan persentase sel bertunas selama proses fermentasi. Hasil yang diperoleh menunjukkan

    bahwa sel yang ditumbuhkan pada media YEP memiliki presentase sel bertunas yang lebih tinggi

    selama proses fermentasi, meskipun pada akhir fermentasi sel yang ditumbuhkan pada media

    YEP1/10 memiliki nilai presentase sel bertunas yang hampir sama dengan sel yang ditumbuhkan

    pada media YNB. Hal ini membuktikan bahwa YEP merupakan sumber nutrisi yang lebih baik

    dibandingkan YNB dalam hal pembentukan sel baru, sesuai dengan hasil kurva pertumbuhan

    (Gambar 1(a)) yang menunjukkan lebih tingginya turbiditas sel yang ditumbuhkan pada media

    YEP. Hal ini juga menunjukkan bahwa meskipun dalam hal viabilitas sel YNB memberikan hasil

    lebih baik, namun sel hidup yang ditumbuhkan pada media YNB tidak memiliki pertumbuhan sel

    yang baik, atau dengan kata lain, jumlah sel selama proses fermentasi relatif konstan.

    0

    2

    4

    6

    8

    10

    12

    0 24 48 72 96 120 144

    OD

    60

    0nm

    Waktu (jam)

    0

    10

    20

    30

    40

    0 24 48 72 96 120 144

    Sel

    hid

    up (

    10

    6/m

    L)

    Waktu (jam)

    0

    20

    40

    60

    80

    100

    0 24 48 72 96 120 144

    Via

    bil

    itas

    (%

    )

    Waktu (jam)

    0

    20

    40

    60

    80

    100

    0 24 48 72 96 120 144

    Sel

    ber

    tunas

    (%

    )

    Waktu (jam)

  • 316

    Penggunaan substrat dan pembentukan produk

    Kadar glukosa yang tersisa dan etanol yang dihasilkan selama proses fermentasi ditentukan

    untuk menentukan efisiensi fermentasi. Gambar 3(a) menunjukkan sisa glukosa selama proses

    fermentasi. Sel ragi yang ditumbuhkan pada media YEP2 menunjukkan penggunaan glukosa paling

    baik, ditunjukkan dengan residu glukosa yang paling sedikit pada akhir proses fermentasi, diikuti

    oleh media YEP1, YEP1/5, YEP1/10 dan YNB. Hal ini menunjukkan bahwa sel memerlukan nutrisi

    yang cukup agar dapat menggunakan gula yang tersedia dalam media fermentasi. Jika nutrisi tidak

    mencukupi, maka pada akhir proses fermentasi gula akan tersisa dan menurunkan efisiensi

    fermentasi. Menurut Thomas et al. [17] sintesis enzim glikolisis serta enzim dari jalur heksosa

    monofosfat pada kondisi stres osmotik akibat konsentrasi gula tinggi diatur oleh konsentrasi gula

    dan ketersediaan nitrogen. Kekurangan nitrogen pada media dengan konsentrasi gula tinggi

    merupakan salah satu penyebab fermentasi berjalan lamban atau terhenti. Penghambatan transpor

    gula merupakan faktor utama yang menghambat metabolisme fermentasi. Transporter gula

    menunjukkan afinitas tinggi terhadap substrat yang diatur oleh represi katabolik dan tidak

    terdeteksi pada fermentasi dengan konsentrasi gula yang tinggi. Keterbatasan nitrogen menghambat

    sintesis protein transporter sehingga sistem transpor gula menjadi tidak aktif meskipun masih

    terdapat gula dalam media [18]. Dengan demikian, laju fermentasi meningkat dengan

    meningkatnya konsentrasi nitrogen pada media ditandai dengan besarnya penurun residu glukosa.

    Hasil pengukuran etanol ditunjukkan pada Gambar 3(b). Etanol yang dihasilkan sesuai

    dengan sesuai dengan penggunaan glukosa yang telah dibahas sebelumnya. Etanol paling

    banyak dihasilkan pada media yang menggunakan YEP2, dimana residu glukosa terdeteksi

    paling sedikit. Meskipun demikian, etanol paling tinggi yang diperoleh hanya sebanyak

    ~5% yang terdeteksi pada jam ke 132. Jumlah ini masih dibawah hasil teoritis sebesar

    ~14%. Hal ini dapat terjadi karena adanya cekaman osmotik yang menurunkan efisiensi

    fermentasi. Selain itu pada jam ke 144 terdeteksi penurunan kadar etanol yang dapat terjadi

    karena adanya aktivitas sel ragi menggunakan kembali etanol yang dihasilkan karena

    sudah memasuki fase diauksik [19].

    (a) (b)

    Gambar 3 (a) Residu glukosa dan (b) etanol yang dihasilkan oleh S. cerevisiae A12 pada media

    fermentasi sesuai keterangan dengan konsentrasi awal glukosa 30%. Kultur

    ditumbuhkan pada kondisi aerob dan suhu 30oC.

    4. Simpulan

    Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ketersediaan nutrisi, terutama nitrogen, sangat

    berpengaruh terhadap kinerja fermentasi ragi pada kondisi VHG. Penggunaan YEP pada fermentasi

    VHG lebih baik dibandingkan YNB karena dapat meningkatkan kinerja fermentasi ragi yang

    ditunjukkan dengan tingginya kadar etanol yang dihasilkan. Meskipun demikian, pada penelitian

    ini ditemukan adanya fenomena yang tidak terduga, yaitu viabilitas sel yang tinggi pada sel yang

    ditumbuhkan pada media YNB. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memahami fenomena ini.

    0

    20

    40

    60

    80

    100

    120

    0 24 48 72 96 120 144

    Res

    idu g

    luko

    sa (

    %)

    Waktu (jam)

    0

    1

    2

    3

    4

    5

    6

    0 24 48 72 96 120 144

    Eta

    no

    l (%

    )

    Waktu (jam)

  • 317

    Ucapan Terima Kasih

    Kami mengucapkan terima kasih kepada Prof. Robert P. Learmonth dari University of

    Southern Queensland untuk pemberian kultur murni S. cerevisiae galur A12.

    Referensi

    [1] G.M. Walker, Bioethanol: science and technology of fuel alcohol. BookBoon.com.

    Frederiksberg, Denmark, 2010.

    [2] J. S Harrison dan J. C. J. Graham, Yeast in Distilery Practice, Academic Press. London,

    England, 1970.

    [3] B. R. Gibson, S. J. Lawrence, J. P. R. Leclaire, C. D. Powell dan K. A. Smart, Yeast

    responses to stresses associated with industrial brewery handling FEMS Microbiology

    Reviews, vol. 31, no. 5, hal 535569, 2007.

    [4] C. W. Bamforth, Food, Fermentation and Microorganisms. Blackwell Publishing. USA,

    2005.

    [5] M. Carlson, Regulation of Sugar Utilization in Saccharomyces Species, Journal of

    Bacteriology, vol. 169, no. 11, hal 4873-4877, 1987.

    [6] B. Atkinson dan F. Mavituna, Biochemical Engineering and Biotechnology Handbook, The

    Nature Press, USA, 1983.

    [7] M. L. Shuler dan F. Kargi, Bioprocess Engineering, Basic Concept, Prentice Hall Inc., USA,

    1992.

    [8] P. Bafrncov, D. mogroviov, I. Slvikov, J. Ptkov dan Z. Dmny, Improvement of

    very high gravity ethanol fermentation by media supplementation using Saccharomyces

    cerevisiae, Biotechnology Letters, vol. 21, hal 337341, 1999.

    [9] L. V. A. Reddy dan O.V.S. Reddy, Rapid and enhanced production of ethanol in very high

    gravity (VHG) sugar fermentation by Saccharomyces cerevisiae: Role of finger millet

    (Eleusine coracana L.) flour, Process Biochemistry, vol. 41 hal. 726729, 2006.

    [10] K. C. Thomas, S. H. Hynes dan W. M. Ingledew. Effects of particulate materials and

    osmoprotectants on very-high-gravity ethanolic fermentation by Saccharomyces cerevisiae,

    Applied and Environmental Microbiology, vol. 60, no. 5, hal 1519-1524, 1994.

    [11] K. C. Thomas, S. H. Hynes, A. M. Jones dan W. M. Ingledew, Production of fuel alcohol

    from wheat by VHG technology, Applied Biochemistry and Biotechnology, vol. 43, hal. 211-

    226, 1993.

    [12] S. Ishmayana, Investigation of growth medium supplementation and ethanol tolerance of the

    yeast Saccharomyces cerevisiae. MSc Thesis. University of Southern Queensland, Australia,

    2011.

    [13] K. A. Smart, K. M. Chambers, I. Lambert, C. Jenkins dan C. A. Smart, Use of methylene

    violet staining procedures to determine yeast viability and vitality, J. Am. Soc. Brew. Chem.,

    vol. 57, no. 1, hal 18-23, 1999.

    [14] J. A. Walker dan D.L. Harmon, Technical note: a simple, rapid assay for alpha-amylase in

    bovine pancreatic juice, J. Anim. Sci., vol. 74, hal. 658-662, 1996.

    [15] M. A. Amerine dan C. S. Ough, Wine and Must Analysis, John Wiley & Sons, New York,

    USA, 1974.

    [16] G. P. Casey, C. A. Magnus dan W. M. Ingledew, High-Gravity Brewing: Effects of Nutrition

    on Yeast Composition, Fermentative Ability, and Alcohol Production, Appl. Env. Microbiol.,

    vol. 48, no. 3, hal. 639-646, 1984.

    [17] K. C. Thomas, S. H. Hynes dan W. M. Ingledew, Practical and theoretical considerations in

    the production of high concentrations of alcohol by fermentation, Process Biochemistry, vol.

    31, no. 4, hal. 321 331, 1996.

    [18] J. Arrizon dan A. Gschaedler, Increasing fermentation efficiency at high sugar concentrations

    by supplementing an additional source of nitrogen during the exponential phase of the tequila

    fermentation process, Can. J. Microbiol., vol. 48, hal. 965-970, 2002.

    [19] J. Pikur, E. Rozpdowska, S. Polakova, A. Merico dan C. Compagno, How did

    Saccharomyces evolve to become a good brewer?, TRENDS in Genetics, vol. 22, no. 4, hal.

    183-186, 2006.