ltm mpkt a - copy
DESCRIPTION
jjTRANSCRIPT
Ketidaksesuaian antara Nilai-Nilai UUD 1945 dengan Tindak Pidana Korupsi
Oleh Feri Haldi, 1506741026
Judul : “Ketidaksesuaian antara Nilai-Nilai UUD 1945 dengan Tindak
P Pidana Korupsi”
Pengarang : M. Jusuf Kalla, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi ac axax
scz Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan RI
Data Publikasi : Kalla, M. Jusuf, 2009. Korupsi, Mengorupsi Indonesia, Sebab,
A Akibat, dan Prospek Pemberantasan. Jakarta: PT Gramedia
P Pustaka Utama.
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan RI, Direktorat sd sc s
scJenderal Pendidikan Tinggi. 2011. Pendidikan Anti Korupsi fg
fgUntuk Perguruan Tinggi. Jakarta
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki masalah dalam
penyelenggaraan negara. Permasalahan yang paling sering muncul terutama
menyangkut masalah pembangunan ekonomi. Masalah pembangunan ekonomi ini
muncul akibat dari berbagai hal dan salah satunya adalah korupsi. Korupsi termasuk
salah satu bentuk tindakan yang dilarang di Indonesia karena merupakan tindakan yang
tidak sesuai dengan nilai-nilai UUD 1945. Bagaimanakah korupsi bertentangan dengan
UUD 1945 yang tercermin dalam setiap pokok pembahasan Pembukaan UUD 1945?
Berikut Penjelasannya!
Kandungan Pokok Pikiran Pembukaan UUD 1945
1. Pokok Pikiran I
"Negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia
dengan dasar persatuan untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia".
Pembukaan UUD 1945 mengandung pengertian bahwa negara persatuan adalah
negara yang melindungi bangsa Indonesia secara keseluruhan.
Menurut (Facker & Lin 1995), tindakan korupsi merupakan tindakan melanggar
hukum oleh aktor – aktor politik. Petinggi publik yang melakukan tindak pidana korupsi
secara tidak langsung telah melakukan tindakan yang menyimpang dari nilai UUD
1945, karena korupsi dapat menyebabkan tidak terlindunginya segenap bangsa
Indonesia secara keseluruhan. Korupsi akan berdampak langsung dengan kemiskinan
jika terjadi pada treatment atau program-program anti kemiskinan dan tidak berdampak
langsung dengan kemiskinan jika korupsi tersebut terjadi pada transmisi pertumbuhan
ekonomi (Franciari 2012). Kapasitas Negara juga berkurang akibat dari hilangnya dana
dalam hal ini modal pemerintah karena di korupsi.
2. Pokok Pikiran II
"Negara hendak mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia".
Hal ini merupakan pokok pikiran keadilan sosial yang didasarkan pada
kesadaran bahwa manusia mempunyai hak dan kewajiban yang sama untuk
mendapatkan keadilan sosial dalam kehidupan bermasyarakat oleh pemerintah.
Korupsi memiliki dampak yang besar terhadap berbagai aspek terutama dilihat
dari aspek sosial ekonomi. Menrut (Eric Chetwyn, Frances Chetwynd, dan Bertram
Spector 2003), korupsi memiliki dampak terhadap kemiskinan yang kemudian dapat
dijelaskan melalui dua model yaitu model pemerintahan dan model ekonomi. Model
pemerintahan menjelaskan bahwa korupsi mengikis kapasitas lembaga pemerintah
dalam memberikan pelayanan publik yang berkualitas, menurunkan kepatuhan terhadap
peraturan keselamatan dan kesehatan, meningkatkan tekanan anggaran pemerintah, serta
mengalihkan investasi publik jauh dari kebutuhan publik utama dalam proyek-proyek
modal (dimana suap dapat terjadi). Sedangkan model ekonomi menjelaskan bahwa
korupsi menciptakan inefisiensi dengan meningkatkan biaya untuk berbisnis,
mengurangi investasi, mendistorsi pasar, menghalangi kompetisi, dan meningkatkan
kesenjangan pendapatan. Sehingga akan menciptakan ketidak adilian, melemahkan
demokrasi, menghambat penyediaan barang publik, melemahkan pertumbuhan
ekonomi, mengganggu sistem jaminan sosial, dan akan meningkatkan kemiskinan
terutama di negara negara sedang berkembang.
3. Pokok Pikiran III
"Negara yang berkedaulatan rakyat, yaitu berdasarkan kerakyatan dan
permusyawaratan/perwakilan".
Hal ini menyatakan bahwa sistem negara yang terbentuk dalam Undang-Undang
Dasar haruslah berdasar kedaulatan rakyat dan berdasarkan
permusyawaratan/perwakilan.
Negara Indonesia yang menganut asas demokrasi berarti dalam hal ini prinsip
utama adalah rakyat dan legislatif sebagai perwakilan rakyat karena keberadaannya
dipilih oleh rakyat. Berdasarkan hubungan principal–agent, maka legislatif memiliki
peran sebagai agen yang terkait kontrak untuk mewakili kepentingan rakyat sebagai
principal. Tetapi pada kenyataannya legislatif tidak pernah bertanggung jawab langsung
pada masyarakat tetapi hanya bertanggungjawab diantara para legislatif saja dan
Legislatif yang terpilih untuk mewakili rakyat dapat dengan mengatasnamakan
kepentingan pribadi sebagai kepentingan rakyat (Moe 1984). Dengan demikian,
menurut Moe dengan melakukan tindak pidana korupsi pejabat tinggi telah
mengatasnamakan kepentingan pribadi sebagai kepentingan rakyat yang pada dasarnya
tidak bersesuaian dengan nilai UUD 1945.
4. Pokok Pikiran IV
"Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil
dan beradab".
Hal ini menunjukkan konsekuensi logis bahwa undang-undang dasar harus
mengundang isi yang mewajibkan pemerintah dan lain-lain penyelenggara negara untuk
memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur, dan memegang teguh cita-cita moral
rakyat yang luhur.
Korupsi juga sangat erat hubungannya dengan penyalahgunaan kekuasaan.
Ketika kekuasaan cenderung absolut dan represif maka kesempatan adanya praktik
korupsi semakin besar. Tidak salah bila Lord Acton mengatakan, power corrupts, and
absolute power corrupts absolutely. Semakin mutlak kekuasaan, semakin besar pula
kesempatan korupsi (Tempo; Juli 2008). Dapat disimpulkan bahwa, korupsi merupakan
tindakan yang tidak bermoral karena telah menyalahgunakan kekuasaan yang
mengorbankan kepentingan masyarakat dan merupakan tindakan yang tidak sesuai
dengan nilai-nilai UUD 1945.
Konsep Dasar Penanganan Korupsi
Keinginan korupsi dapat timbul karena kemiskinan, tetapi peluang untuk
melakukan korupsi dapat dibatasi dengan merumuskan strategi yang realistis (Ery
Riyana Harjapamengkas dan Aan Rukmana dalam Korupsi Mengkorupsi
Indonesia:2009:612-619). Strategi untuk mengontrol korupsi karenanya harus berfokus
pada dua unsur yakni peluang dan keinginan. Peluang dapat dikurangi dengan cara
mengadakan perubahan secara sistematis, sedangkan keinginan dapat dikurangi dengan
cara membalikkan situasi kalkulasi resiko “untung rugi, resiko rendah” dengan cara
menegakkan hukum, memberikan hukuman dengan efek jera secara efektif, dan
menegakkan mekanisme akuntabilitas.
Melihat pembahasan di atas, terlihat bahwa tindak pidana korupsi merupakan
suatu permasalahan besar yang dihadapi Indonesia. Korupsi banyak bertentangan
dengan nilai-nilai UUD 1945 yang tercermin dalam setiap pokok pembahasan
Pembukaan UUD 1945. Korupsi harus dicegah dan diberhentikan dalam pemerintahan
Indonesia, agar dapat terciptanya pembangunan ekonomi yang baik dan terwujudnya
penyelenggaraan negara yang baik pula.