lp thalasemia

17
THALASEMIA A. PENGERTIAN Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan secara resesif. Ditandai oleh defisiensi produksi globin pada hemoglobin. dimana terjadi kerusakan sel darah merah di dalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek (kurang dari 100 hari). Kerusakan tersebut karena hemoglobin yang tidak normal (hemoglobinopatia). B. PATOFISIOLOGI THALASEMIA Penyebab anemia pada thalasemia bersifat primer dan sekunder. Penyebab primer adalah berkurangnya sintesis Hb A dan eritropoesis yang tidak efektif disertai penghancuran sel- sel eritrosit intrameduler. Penyebab sekunder adalah karena defisiensi asam folat,bertambahnya volume plasma intravaskuler yang mengakibatkan hemodilusi, dan destruksi eritrosit oleh system retikuloendotelial dalam limfa dan hati. Penelitian biomolekular menunjukkan adanya mutasi DNA pada gen sehingga produksi rantai alfa atau beta dari hemoglobin berkurang. Tejadinya hemosiderosis merupakan hasil kombinasi antara transfusi berulang, peningkatan absorpsi besi dalam usus karena eritropoesis yang tidak efektif, anemia kronis serta proses hemolisis. Normal hemoglobin adalah terdiri dari Hb-A dengan dua polipeptida rantai alpa dan dua rantai beta. Pada Beta thalasemia yaitu tidak adanya atau kurangnya rantai Beta dalam molekul hemoglobin yang mana ada gangguan kemampuan eritrosit

Upload: sugeng-winoto

Post on 06-Aug-2015

186 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Lp Thalasemia

THALASEMIA

A. PENGERTIAN

Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan secara

resesif. Ditandai oleh defisiensi produksi globin pada hemoglobin. dimana terjadi kerusakan

sel darah merah di dalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek (kurang

dari 100 hari). Kerusakan tersebut karena hemoglobin yang tidak normal (hemoglobinopatia).

B. PATOFISIOLOGI THALASEMIA

Penyebab anemia pada thalasemia bersifat primer dan sekunder. Penyebab primer adalah

berkurangnya sintesis Hb A dan eritropoesis yang tidak efektif disertai penghancuran sel-sel

eritrosit intrameduler. Penyebab sekunder adalah karena defisiensi asam folat,bertambahnya

volume plasma intravaskuler yang mengakibatkan hemodilusi, dan destruksi eritrosit oleh

system retikuloendotelial dalam limfa dan hati.

Penelitian biomolekular menunjukkan adanya mutasi DNA pada gen sehingga produksi

rantai alfa atau beta dari hemoglobin berkurang. Tejadinya hemosiderosis merupakan hasil

kombinasi antara transfusi berulang, peningkatan absorpsi besi dalam usus karena

eritropoesis yang tidak efektif, anemia kronis serta proses hemolisis.

Normal hemoglobin adalah terdiri dari Hb-A dengan dua polipeptida rantai alpa dan dua

rantai beta. Pada Beta thalasemia yaitu tidak adanya atau kurangnya rantai Beta dalam

molekul hemoglobin yang mana ada gangguan kemampuan eritrosit membawa oksigen. Ada

suatu kompensator yang meningkatkan dalam rantai alpa, tetapi rantai Beta memproduksi

secara terus menerus sehingga menghasilkan hemoglobin defektive. Ketidakseimbangan

polipeptida ini memudahkan ketidakstabilan dan disintegrasi. Hal ini menyebabkan sel darah

merah menjadi hemolisis dan menimbulkan anemia dan atau hemosiderosis. Kelebihan pada

rantai alpa pada thalasemia Beta dan Gama ditemukan pada thalasemia alpa. Kelebihan rantai

polipeptida ini mengalami presipitasi dalam sel eritrosit. Globin intra-eritrositk yang

mengalami presipitasi, yang terjadi sebagai rantai polipeptida alpa dan beta, atau terdiri dari

hemoglobin tak stabil-badan Heinz, merusak sampul eritrosit dan menyebabkan hemolisis.

Reduksi dalam hemoglobin menstimulasi bone marrow memproduksi RBC yang lebih.

Dalam stimulasi yang konstan pada bone marrow, produksi RBC diluar menjadi eritropoitik

aktif. Kompensator produksi RBC terus menerus pada suatu dasar kronik, dan dengan

cepatnya destruksi RBC, menimbulkan tidak adekuatnya sirkulasi hemoglobin. Kelebihan

Page 2: Lp Thalasemia

produksi dan distruksi RBC menyebabkan bone marrow menjadi tipis dan mudah pecah atau

rapuh.

C. KLASIFIKASI TALASEMIA

Secara molekuler talasemia dibedakan atas :

1. Thalasemia a (gangguan pembentukan rantai a)

2. Thalasemia b (gangguan pembentukan rantai b)

3. Thalasemia b-d (gangguan pembentukan rantai b dan d yang letak gen nya diduga

berdekatan).

4. Thalasemia d (gangguan pembentukan rantai d)

Secara klinis talasemia dibagi dalam 2 golongan yaitu :

1. Thalasemia Mayor (bentuk homozigot) Memberikan gejala klinis yang jelas

2. Thalasemia Minor biasanya tidak memberikan gejala klinis

D. GEJALA KLINIS THALASEMIA

Secara klinis Thalasemia dapat dibagi dalam beberapa tingkatan sesuai beratnya gejala

klinis : mayor, intermedia dan minor atau troit (pembawa sifat). Batas diantara tingkatan

tersebut sering tidak jelas.

1. Thalasemia mayor (Thalasemia homozigot)

Anemia berat menjadi nyata pada umur 3 – 6 bulan setelah lahir dan tidak dapat hidup

tanpa ditransfusi.

Pembesaran hati dan limpa terjadi karena penghancuran sel darah merah berlebihan,

haemopoesis ekstra modular dan kelebihan beban besi. Limpa yang membesar meningkatkan

kebutuhan darah dengan menambah penghancuran sel darah merah dan pemusatan (pooling)

dan dengan menyebabkan pertambahan volume plasma.

Perubahan pada tulang karena hiperaktivitas sumsum merah berupa deformitas dan

fraktur spontan, terutama kasus yang tidak atau kurang mendapat transfusi darah. Deformitas

tulang, disamping mengakibatkan muka mongoloid, dapat menyebabkan pertumbuhan

berlebihan tulang prontal dan zigomatin serta maksila. Pertumbuhan gigi biasanya buruk.

Gejala lain yang tampak ialah anak lemah, pucat, perkembanga fisik tidak sesuai umur,

berat badan kurang, perut membuncit. Jika pasien tidak sering mendapat transfusi darah kulit

menjadi kelabu serupa dengan besi akibat penimbunan besi dalam jaringan kulit.

Page 3: Lp Thalasemia

2. Thalasemia intermedia

Keadaan klinisnya lebih baik dan gejala lebih ringan dari pada Thalasemia mayor,

anemia sedang (hemoglobin 7 – 10,0 g/dl)

Gejala deformitas tulang, hepatomegali dan splenomegali, eritropoesis ekstra medular

dan gambaran kelebihan beban besi nampak pada masa dewasa.

3. Thalasemia minor atau troit ( pembawa sifat)

Umumnya tidak dijumpai gejala klinis yang khas, ditandai oleh anemia mikrositin,

bentuk heterozigot tetapi tanpa anemia atau anemia ringan.

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan laboratorium

Pada hapusan darah topi di dapatkan gambaran hipokrom mikrositik, anisositosis,

polklilositosis dan adanya sel target (fragmentasi dan banyak sel normoblas).

Kadar besi dalam serum (SI) meninggi dan daya ikat serum terhadap besi (IBC) menjadi

rendah dan dapat mencapai nol.

Elektroforesis hemoglobin memperlihatkan tingginya HbF lebih dari 30%, kadang

ditemukan juga hemoglobin patologik. Di Indonesia kira-kira 45% pasien Thalasemia juga

mempunyai HbE maupun HbS.

Kadar bilirubin dalam serum meningkat, SGOT dan SGPT dapat meningkat karena

kerusakan parankim hati oleh hemosiderosis.

Penyelidikan sintesis alfa/beta terhadap refikulosit sirkulasi memperlihatkan

peningkatan nyata ratio alfa/beta yakni berkurangnya atau tidak adanya sintetis rantai beta.

2. Pemeriksaan radiologis

Gambaran radiologis tulang akan memperlihatkan medula yang labor, korteks tipis

dan trabekula kasar. Tulang tengkorak memperlihatkan “hair-on-end” yang disebabkan

perluasan sumsum tulang ke dalam tulang korteks.

F. PENATALAKSANAAN THALASEMIA

1. Transfusi darah berupa sel darah merah (SDM) sampai kadar Hb 11 g/dl. Jumlah

SDM yang diberikan sebaiknya 10 – 20 ml/kg BB.

2. Asam folat teratur (misalnya 5 mg perhari), jika diit buruk

3. Pemberian cheleting agents (desferal) secara teratur membentuk mengurangi

hemosiderosis. Obat diberikan secara intravena atau subkutan, dengan bantuan pompa

kecil, 2 g dengan setiap unit darah transfusi.

Page 4: Lp Thalasemia

4. Vitamin C, 200 mg setiap, meningkatan ekskresi besi dihasilkan oleh

Desferioksamin..

5. Splenektomi mungkin dibutuhkan untuk menurunkan kebutuhan darah. Ini ditunda

sampai pasien berumur di atas 6 tahun karena resiko infeksi.

6. Terapi endokrin diberikan baik sebagai pengganti ataupun untuk merangsang hipofise

jika pubertas terlambat.

7. Pada sedikit kasus transplantsi sumsum tulang telah dilaksanakan pada umur 1 atau 2

tahun dari saudara kandung dengan HlA cocok (HlA – Matched Sibling). Pada saat ini

keberhasilan hanya mencapai 30% kasus. (Soeparman, dkk 1996 dan Hoffbrand,

1996)

G. KOMPLIKASI

1. Fraktur patologis

2. Hepatosplenomegali

3. Gangguan Tumbuh Kembang

4. Disfungsi organ

H. PROGNOSIS

Thalasemia homozigot umumnya meninggal pada usia muda dan jarang mencapai usia

dekade ke-3, walaupun digunakan antibiotik untuk mencegah infeksi dan pemberian

chaleting agents untuk mengurangi hemosiderosis (harganya pun mahal, pada umumnya tidak

terjangkau oleh penduduk negara berkembang).

Thalasemia tumor trait dan Thalasemia beta HbE yang umumnya mempunyai prognosis

baik dan dapat hidup seperti biasa.

I. PENCEGAHAN

Pencegahan primer :

Penyuluhan sebelum perkawinan (marriage counselling) untuk mencegah perkawinan

diantara pasien Thalasemia agar tidak mendapatkan keturunan yang homozigot.

Perkawinan antara 2 hetarozigot (carrier) menghasilkan keturunan : 25 % Thalasemia

(homozigot), 50 % carrier (heterozigot) dan 25 normal.

Page 5: Lp Thalasemia

Pencegahan sekunder

Pencegahan kelahiran bagi homozigot dari pasangan suami istri dengan Thalasemia

heterozigot salah satu jalan keluar adalah inseminasi buatan dengan sperma berasal dari

donor yang bebas dan Thalasemia troit. Kelahiran kasus homozigot terhindari, tetapi 50

% dari anak yang lahir adalah carrier, sedangkan 50% lainnya normal.

Diagnosis prenatal melalui pemeriksaan DNA cairan amnion merupakan suatu kemajuan

dan digunakan untuk mendiagnosis kasus homozigot intra-uterin sehingga dapat

dipertimbangkan tindakan abortus provokotus (Soeparman dkk, 1996).

J. ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN THALASEMIA

1. Pengkajian

a. Asal Keturunan / Kewarganegaraan

Thalasemia banyak dijumpai pada bangsa di sekitar laut Tengah (Mediteranial) seperti

Turki, Yunani, dll. Di Indonesia sendiri, thalasemia cukup banyak dijumpai pada anak,

bahkan merupakan penyakit darah yang paling banyak diderita.

b. Umur

Pada penderita thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala telah terlihat sejak

anak berumur kurang dari 1 tahun, sedangkan pada thalasemia minor biasanya anak akan

dibawa ke RS setelah usia 4 tahun.

c. Riwayat Kesehatan Anak

Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran pernapasan atas atau infeksi lainnya. Ini

dikarenakan rendahnya Hb yang berfungsi sebagai alat transport.

d. Pertumbuhan dan Perkembangan

Seirng didapatkan data adanya kecenderungan gangguan terhadap tumbang sejak masih

bayi. Terutama untuk thalasemia mayor, pertumbuhan fisik anak, adalah kecil untuk

umurnya dan adanya keterlambatan dalam kematangan seksual, seperti tidak ada

pertumbuhan ramput pupis dan ketiak, kecerdasan anak juga mengalami penurunan.

Namun pada jenis thalasemia minor, sering terlihat pertumbuhan dan perkembangan anak

normal.

e. Pola Makan

Terjadi anoreksia sehingga anak sering susah makan, sehingga BB rendah dan tidak sesuai

usia.

Page 6: Lp Thalasemia

f. Pola Aktivitas

Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak seusianya. Anak lebih banyak tidur/istirahat

karena anak mudah lelah.

g. Riwayat Kesehatan Keluarga

Thalasemia merupakan penyakit kongenital, jadi perlu diperiksa apakah orang tua juga

mempunyai gen thalasemia. Jika iya, maka anak beresiko terkena talasemia mayor.

h. Riwayat Ibu Saat Hamil (Ante natal Core – ANC)

Selama masa kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara mendalam adanya faktor resiko

talasemia. Apabila diduga ada faktor resiko, maka ibu perlu diberitahukan resiko yang

mungkin sering dialami oleh anak setelah lahir.

i. Data Keadaan Fisik Anak Thalasemia

KU = lemah dan kurang bergairah, tidak selincah anak lain yang seusia.

Kepala dan bentuk muka. Anak yang belum mendapatkan pengobatan mempunyai

bentuk khas, yaitu kepala membesar dan muka mongoloid (hidung pesek tanpa

pangkal hidung), jarak mata lebar, tulang dahi terlihat lebar.

Mata dan konjungtiva pucat dan kekuningan

Mulut dan bibir terlihat kehitaman

Dada, Pada inspeksi terlihat dada kiri menonjol karena adanya pembesaran jantung

dan disebabkan oleh anemia kronik.

Perut, Terlihat pucat, dipalpasi ada pembesaran limpa dan hati (hepatospek nomegali).

Pertumbuhan fisiknya lebih kecil daripada normal sesuai usia, BB di bawah normal

Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia pubertas tidak tercapai

dengan baik. Misal tidak tumbuh rambut ketiak, pubis ataupun kumis bahkan

mungkin anak tidak dapat mencapai tapa odolense karena adanya anemia kronik.

Kulit, Warna kulit pucat kekuningan, jika anak telah sering mendapat transfusi warna

kulit akan menjadi kelabu seperti besi. Hal ini terjadi karena adanya penumpukan zat

besi dalam jaringan kulit (hemosiderosis).

2. Diagnosa Keperawatan

a. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang

diperlukan untuk pengiriman O2 ke sel.

b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai O2 dan

kebutuhan.

Page 7: Lp Thalasemia

c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan untuk

mencerna atau ketidakmampuan mencerna makanan/absorbsi nutrien yang diperlukan

untuk pembentukan sel darah merah normal.

d. Resiko terjadi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan sirkulasi dan neurologis.

e. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder tidak adekuat, penurunan

Hb, leukopenia atau penurunan granulosit.

f. Kurang pengetahuan tentang prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan

dengan interpretasi informasi dan tidak mengenal sumber informasi.

3. Intervensi Keperawatan

a. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang

diperlukan untuk pengiriman O2 ke sel.

Kriteria hasil :

Tidak terjadi palpitasi

Kulit tidak pucat

Membran mukosa lembab

Keluaran urine adekuat

Tidak terjadi mual/muntah dan distensil abdomen

Tidak terjadi perubahan tekanan darah

Orientasi klien baik.

Intervensi :

1) Awasi tanda-tanda vital, kaji pengisian kapiler, warna kulit/ membran mukosa, dasar

kuku.

2) Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi (kontra indikasi pada pasien dengan

hipotensi).

3) Selidiki keluhan nyeri dada, palpitasi.

4) Kaji respon verbal melambat, mudah terangsang, agitasi, gangguan memori,

bingung.

5) Catat keluhan rasa dingin, pertahankan suhu lingkungan, dan tubuh hangat sesuai

indikasi.

6) Kolaborasi pemeriksaan laboratorium, Hb, Hmt, AGD, dll.

7) Kolaborasi dalam pemberian transfusi.

8) Awasi ketat untuk terjadinya komplikasi transfusi.

Page 8: Lp Thalasemia

2. Intoleransi aktivitas berhubungan degnan ketidakseimbangan antara suplai O2 dan

kebutuhan.

Kriteria hasil :

Menunjukkan penurunan tanda fisiologis intoleransi, misalnya nadi, pernapasan

masih dalam rentang normal pasien.

Intervensi :

1) Kaji kemampuan pasien untuk melakukan aktivitas, catat kelelahan dan kesulitan

dalam beraktivitas.

2) Awasi tanda-tanda vital selama dan sesudah aktivitas.

3) Catat respin terhadap tingkat aktivitas.

4) Berikan lingkungan yang tenang.

5) Pertahankan tirah baring jika diindikasikan.

6) Ubah posisi pasien dengan perlahan dan pantau terhadap pusing.

7) Prioritaskan jadwal asuhan keperawatan untuk meningkatkan istirahat.

8) Pilih periode istirahat dengan periode aktivitas.

9) Beri bantuan dalam beraktivitas bila diperlukan.

10) Rencanakan kemajuan aktivitas dengan pasien, tingkatkan aktivitas sesuai toleransi.

11) Gerakan teknik penghematan energi, misalnya mandi dengan duduk.

3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan untuk

mencerna / ketidakmampuan mencerna makanan / absorbsi nutrien yang diperlukan

untuk pembentukan sel darah merah normal.

Kriteria hasil :

Menunjukkan peningkatan berat badan/ BB stabil.

Tidak ada malnutrisi.

Intervensi :

1) Kaji riwayat nutrisi termasuk makanan yang disukai.

2) Observasi dan catat masukan makanan pasien.

3) Timbang BB tiap hari.

4) Beri makanan sedikit tapi sering.

5) Observasi dan catat kejadian mual, muntah, platus, dan gejala lain yang

berhubungan.

6) Pertahankan higiene mulut yang baik.

7) Kolaborasi dengan ahli gizi.

8) Kolaborasi Dx. Laboratorium Hb, Hmt, BUN, Albumin, Transferin, Protein, dll.

Page 9: Lp Thalasemia

9) Berikan obat sesuai indikasi yaitu vitamin dan suplai mineral, pemberian Fe tidak

dianjurkan.

4. Resiko terjadi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi dan

nourologis.

Kriteria hasil :

Kulit utuh.

Intervensi :

1) Kaji integritas kulit, catat perubahan pada turgor, gangguan warna, aritema dan

ekskoriasi.

2) Ubah posisi secara periodik.

3) Pertahankan kulit kering dan bersih, batasi penggunaan sabun.

5. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder tidak adekuat: penurunan Hb,

leukopenia atau penurunan granulosit.

Kriteria hasil :

Tidak ada demam

Tidak ada drainage purulen atau eritema

Ada peningkatan penyembuhan luka

Intervensi :

1) Pertahankan teknik septik antiseptik pada prosedur perawatan.

2) Dorong perubahan ambulasi yang sering.

3) Tingkatkan masukan cairan yang adekuat.

4) Pantau dan batasi pengunjung.

5) Pantau tanda-tanda vital.

6) Kolaborasi dalam pemberian antiseptik dan antipiretik.

6. Kurang pengetahuan tentang prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan

salah interpretasi informasi dan tidak mengenal sumber informasi.

Kriteria hasil :

Menyatakan pemahaman proses penyakit, prosedur diagnostika rencana

pengobatan.

Mengidentifikasi faktor penyebab.

Melakukan tindakan yang perlu/ perubahan pola hidup.

Page 10: Lp Thalasemia

Intervensi :

1) Berikan informasi tentang thalasemia secara spesifik.

2) Diskusikan kenyataan bahwa terapi tergantung pada tipe dan beratnya thalasemia.

3) Rujuk ke sumber komunitas, untuk mendapat dukungan secara psikologis.

4) Konseling keluarga tentang pembatasan punya anak/ deteksi dini keadaan janin

melalui air ketuban dan konseling perinahan: mengajurkan untuk tidak menikah

dengan sesama penderita thalasemia, baik mayor maupun minor.

Page 11: Lp Thalasemia

DAFTAR PUSTAKA

Abdoerrachman M. H, dkk (1998), Buku Kuliah I Ilmu Kesehatan Anak, Bagian Ilmu

Kesehatan Anak FKUI, Jakarta.

Doenges, Marilynn E, (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, edisi 3, EGC, Jakarta.

Ngastiyah, (1997), Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta.

Suriadi, Rita Yuliani, (2001), Asuhan Keperawatan Pada Anak, edisi I, CV. Sagung Solo,

Jakarta.

Guyton, Arthur C, (2000), Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, edisi 9, EGC, Jakarta

Soeparman, Sarwono, W, (1996), Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, FKUI, Jakarta.

Hoffbrand. A.V & Petit, J.E, (1996), Kapita Selekta Haematologi, edisi ke 2, EGC, Jakarta.

Depkes, (1999), Indonesia Sehat 2010, Visi Baru, Misi, Kebijakan dan Strategi

Pengembangan Kesehatan, Jakarta.

Sacharin. M, (1996), Prinsip Keperawatan Pediatrik, edisi 2, EGC, Jakarta.

Page 12: Lp Thalasemia

Penyebab:1. Primer : berkurangnya sintesis Hb A dan eritropoesis yang tidak efektif disertai penghancuran sel-

sel eritrosit intrameduler.2. Sekunder adalah karena defisiensi asam folat,bertambahnya volume plasma intravaskuler yang

mengakibatkan hemodilusi, dan destruksi eritrosit oleh system retikuloendotelial dalam limfa dan hati.

Mutasi gen pada DNA

Produksi rantai alpha atau beta

Tidak adanya atau kurangnya rantai Beta dalam molekul hemoglobin yang mana ada gangguan

kemampuan eritrosit membawa oksigen

Ada suatu kompensator yang meningkatkan dalam rantai alpa, tetapi rantai Beta memproduksi secara

terus menerus

Hemoglobin defektive

Ketidakseimbangan polipeptida menyebabkan ketidakstabilan dan disintegrasi

Sel darah merah hemolisis

Intoleransi aktivitas

Kelebihan pada rantai alpa pada athalasemia Beta dan Gama ditemukan pada thalasemia alpa

Preipitasi pada sel eritrosit

Hemglobin tak stabil – sel Heinz

Lemah

Suplai Hb

Tidak adekuatnya sirkulasi hemoglobin

Destruksi RBC

Bone Morrow produksi RBC

Hemolisis

Perubahan perfusi jaringan

Menurunnya suplai Hb ke jaringan perifer

Resiko infeksi

Anemia