lp stemi.docx

Upload: mutiarahmah30

Post on 10-Feb-2018

454 views

Category:

Documents


17 download

TRANSCRIPT

  • 7/22/2019 LP STEMI.docx

    1/13

    1

    ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN STEMI

    (ST Elevation Myocardial I nfarction)

    A. DefinisiST elevation myocardial infarction (STEMI) merupakan salah satu

    spektrum sindroma koroner akut yang paling berat. Sindroma koroner akut

    (SKA) merupakan satu subset akut dari penyakit jantung koroner (PJK)

    (Firdaus I, 2012). SKA merupakan spektrum klinis yang mencakup angina

    tidak stabil, infark mikard akut tanpa elevasi segmen ST (NSTEMI) dan

    infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (STEMI) (Myrtha R, 2011).

    (a)

    (b)

    Gambar 1. (a) gambaran EKG jantung normal; (b) gambaran EKG

    jantung STEMI

  • 7/22/2019 LP STEMI.docx

    2/13

    2

    B. EtiologiUmumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak

    setelah oklusi trombus pada plak ateroskerotik yang sudah ada sebelumnya.

    Ini disebabkan karena injuri yang disebabkan oleh faktor-faktor seperti

    merokok, hipertensi, dan akumulasi lipid (Nurarif AH & Hardhi K, 2013).

    Penyebab lain infark tanpa aterosklerosis koronaria antara lain emboli arteri

    koronaria, anomali arteri koronaria kongenital, spasme koronaria terisolasi,

    arteritis trauma, gangguan hematologik, dan berbagai penyakit inflamasi

    sistemik (Libby, Bonow, Mann, Zipes, 2008).

    C. Diagnosis IMADiagnosis IMA dengan elevasi segmen ST ditegakkan berdasarkan

    anamnesis nyeri dada yang khas dan gambaran EKG adanya elevasi ST >2

    mm, minimal pada 2 sandapan prekordial yang berdampingan atau >1 mm

    pada 2 sandapan ekstremitas. Pemeriksaan enzim jantung terutama troponin T

    yang meningkat akan memperkuat diagnosis (Santoso & Setiawan, 2005).

    Pemeriksaan fisik menunjukkan pasien tampak cemas dan tidak bisa

    beristirahat (gelisah) dengan ekstremitas pucat disertai keringat dingin.

    Kombinasi nyeri dada substernal >30 menit dan banyak keringat merupakan

    kecurigaan kuat adanya STEMI (Sudoyo AW dkk, 2010).

    D. PatofisiologiInfark miokard (serangan jantung) terjadi ketika arteri korener

    (setidaknya sebagian) tiba-tiba terhalang oleh bekuan darah yang

    menyebabkan setidaknya beberapa dari otot jantung yang mendapat suplai

    darah oleh arteri menjadi infark (mati). Pada kasus STEMI arteri koroner

    benar-benar diblokir oleh bekuan darah dan sebagai hasilnya hampir semua

    otot jantung yang disuplai oleh arteri yang terkena mulai mati (Fogoros RN,

    2008).

    Serangan jantung tipe ini biasanya ditunjukkaan oleh perubahan

    karakteristik pada hasil EKG. Slah satu perubahan EKG adalah elevasi pada

    segmen ST. Segmen ST yang tinggi menunjukkan bahwa terjadi kerusakan

    otot jantung yang relatif besar (karena arteri koroner benar-benar tersumbat)

  • 7/22/2019 LP STEMI.docx

    3/13

    3

    (Fogoros RN, 2008). Faktor risiko biologis infark miokard yang tidak dapat

    diubah yaitu usia, jenis kelamin, ras, dan riwayat keluarga. sedangkan faktor

    risiko yang masih dapat diubah, sehingga berpotensi dapat memperlambat

    proses aterogenik, antara lain kadar serum lipid, hipertensi, merokok,

    gangguan toleransi glukosa, dan diet yang tinggi lemak jenuh, kolesterol,

    serta kalori (Santoso & Setiawan, 2005).

  • 7/22/2019 LP STEMI.docx

    4/13

    4

    Gambar 2. Patofisiologi STEMI dan Masalah Keperawatan

    Faktor penyebab

    injuri vaskular:

    1. Merokok

    2. Hipertensi

    3. Akumulasi lipid

    Endapan lipoprotein di

    tunika intima

    Endapan lipoprotein di

    tunika intima

    Invasi dari akumulasi

    dari lipid

    Penurunan suplai darah

    ke miokard

    Flaque fibrosaLesi komplikata

    Aterosklerosis Penyempitan/ obtruksi

    arteri koroner

    Tidak seimbang kebutuhan

    dengan suplai oksigenIskemia

    Ketidakefektifan perfusi

    jaringan perifer

    Infark MiokardPenurunann

    kontraktilitas miokard

    Metabolisme anaerob

    meningkat

    Kelemahan miokard

    Vol akhir diastolik

    ventrikel kiri

    Tekanan atrium kiri

    Tekanan vena pulmonalis

    meningkat

    Hipertensi kapiler paru

    Penurunan curah jantung

    Suplai darah ke jaringan

    tidak adekuat

    Komplikasi:

    1. Gagal jantung kongesti

    2. Perikarditis

    3. Ruptur jantung

    4. Aneurisma jantung

    5. Defek septum

    ventrikel

    6. Disfungsi otot papilars

    7. Tromboembolisme

    Asaam laktat mengkat

    Nyeri dada

    Nyeri akut Kurang informasi

    Odem paru

    Gangguan

    pertukaran gas

    Kemahan fisik

    Tidak tahu kondisi dan

    pengobatan (klien dan

    keluarga bertanya)

    Kurang pengetahuan

    Ansietas

    Intoleransi aktivitas

  • 7/22/2019 LP STEMI.docx

    5/13

    5

    E.Tanda dan GejalaGambaran klinis infark miokard umumnya berupa nyeri dada substernum

    yang terasa berat, menekan, seperti diremas-remas dan terkadang dijalarkan ke

    leher, rahang, epigastrium, bahu, atau lengan kiri, atau hanya rasa tidak enak di

    dada. IMA sering didahului oleh serangan angina pektoris pada sekitar 50%

    pasien. Namun, nyeri pada IMA biasanya berlangsung beberapa jam sampai

    hari, jarang ada hubungannya dengan aktivitas fisik dan biasanya tidak banyak

    berkurang dengan pemberian nitrogliserin, nadi biasanya cepat dan lemah,

    pasien juga sering mengalami diaforesis. Pada sebagian kecil pasien (20%

    sampai 30%) IMA tidak menimbulkan nyeri dada. Silent AMI ini terutama

    terjadi pada pasien dengan diabetes mellitus dan hipertensi serta pada pasien

    berusia lanjut (Robbins SL, Cotran RS, Kumar V, 2007; Sudoyo AW dkk,

    2010).

    F.Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan laboratorium harus dilakukan sebagai bagian dalam

    tatalaksana pasien STEMI tetapi tidak boleh menghambat implementasi terapi

    reperfusi. Pemeriksaan petanda kerusakan jantung yang dianjurkan adalah

    creatinin kinase (CK) MB dan cardiac specific troponin (cTn) T atau cTn I,

    yang dilakukan secara serial. cTn digunakan sebagai petanda optimal untuk

    pasien STEMI yang disertai kerusakan otot skeletal karena pada keadaan ini

    juga akan diikuti peningkatan CKMB (Sudoyo AW dkk, 2010).

    . Terapi reperfusi diberikan segera mungkin pada pasien dengan

    elevasi ST dan gejala IMA serta tidak tergantung pada pemeriksaan biomarker.

    Peningkatan nilai enzim diatas dua kali nilai batas atas normal menunjukkanadanya nekrosis jantung (Sudoyo AW dkk, 2010).

    1. CKMB meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapaipuncak dalam 10-24 jam dan kembali normal dalam 2-4 hari. Operasi

    jantung, miokarditis, dan kardioversi elektrik dapat meningkatkan CKMB.

    2. cTn : ada dua jenis yaitu cTn T dan cTn I. Enzim ini meningkat setelah 2jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan

    cTn T masih dapat dideteksi setelah 5-14 hari sedangkan cTn I setelah 5-

    10 hari.

  • 7/22/2019 LP STEMI.docx

    6/13

    6

    Pemeriksaan enzim jantung yang lain yaitu mioglobin, creatinine kinase

    (CK),Lactic dehydrogenase (LDH). Reaksi non spesifik terhadap injuri miokard

    adalah leukositosis polimorfonuklear yang dapat terjadi dalam beberapa jam

    setelah onset nyeri dan menetap selama 3-7 hari. Leukosit dapat mencapai

    12.000-15.000/ul (Sudoyo AW dkk, 2010).

    Pemeriksaan EKG 12 sandapan harus dilakukan pada semua pasien

    dengan nyeri dada atau keluhan yang dicurigai STEMI, dalam waktu 10 menit

    sejak kedatangan di IGD sebagai landasan dalam menentukan keputusan terapi

    reperfusi. Jika pemeriksaan EKG awal tidak diagnostik untuk STEMI tetapi

    pasien tetap simptomatik dan terdapat kecurigaan kuat STEMI, EKG serian

    dengan interval 5-10 menit atau pemantauan EKG 12 sandapan secara kontinyu

    harus dilakukan untuk mendeteksi potensi perkembangan elevasi segmen ST.

    EKG sisi kanan harus diambil pada pasien dengan STEMI inferior, untuk

    mendeteksi kemungkinan infark ventrikel kanan (Sudoyo AW dkk, 2010).

    G.Penatalaksanaan MedisTujuan utama tatalaksana IMA adalah mendiagnosis secara cepat,

    menghilangkan nyeri dada, menilai dan mengimplementasikan strategi

    reperfusi yang mungkin dilakukan, memberi antitrombotik dan anti platelet,

    memberi obat penunjang. Terdapat beberapa pedoman (guideline) dalam

    tatalaksana IMA dengan elevasi ST yaitu dari ACC/AHA tahun 2009 dan

    ESC tahun 2008, tetapi perlu disesuaikan dengan kondisi sarana/fasilitas di

    masing-masing tempat dan kemampuan ahli yang ada (Sudoyo AW dkk,

    2010; Fauci et al, 2010).

    1.

    Oksigen : suplemen oksigen harus diberikan ada pasien dengan saturasioksigen

  • 7/22/2019 LP STEMI.docx

    7/13

    7

    dengan dosis 2-4 mg dan dapat diulang dengan interval 5-15 menit

    sampai dosis total 20 mg.

    Aspirin : merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigaiSTEMI dan efektif pada spektrum sindroma koroner akut. Inhibisi cepat

    siklooksigenase trombosit yang dilanjutkan reduksi kadar tromboksan

    A2 dicapai dengan absorpsi aspirin bukal dengan dosis 160-325 mg di

    ruang emergensi. Selanjutnya diberikan peroral dengan dosis 75-162

    mg.

    Penyekat Beta : Jika morfin tidak berhasil mengurangi nyeri dada,pemberian penyekat beta intravena dapat efektif. Regimen yang biasa

    diberikan adalah metoprolol 5 mg tiap 2-5 menit sampai total 3 dosis,

    dengan syarat frekuensi jantung > 60 kali permenit, tekanan darah

    sistolik > 100 mmHg, interval PR < 0,24 detik dan ronki tidak lebih dari

    10 cm dari diafragma. Lima belas menit setelah dosis IV terakhir

    dilanjutkan dengan metoprolol oral dengan dosis 50 mg tiap 6 jam

    selama 48 jam, dan dilanjutkan dengan 100 mg tiap 12 jam (Sudoyo

    AW dkk, 2010).

    H.Masalah KeperawatanAnamnesis (Doenges, 2000)

    1. AktifitasGejala : Kelemahan, kelelahan

    Tanda : Takikardi, dispnea pada istirahat atau aktifitas.

    2. SirkulasiGejala : riwayat IMA sebelumnya, penyakit arteri koroner, masalah

    tekanan darah, diabetes mellitus.

    Tanda :

    a) Tekanan darah, dapat normal / naik / turun, perubahan posturaldicatat dari tidur sampai duduk atau berdiri.

    b) Nadi: Dapat normal , penuh atau tidak kuat atau lemah / kuatkualitasnya dengan pengisian kapiler lambat, tidak teratur

    (disritmia).

  • 7/22/2019 LP STEMI.docx

    8/13

    8

    c) Bunyi jantung: Bunyi jantung ekstra : S3 atau S4 mungkinmenunjukkan gagal jantung atau penurunan kontraktilits atau

    komplain ventrikel.

    d)Murmur: Bila ada menunjukkan gagal katup atau disfungsi ototjantung

    e)Friksi ; dicurigai Perikarditis.f) Irama jantung dapat teratur atau tidak teraturg)Edema: Distensi vena juguler, edema dependent , perifer, edema

    umum, krekles mungkin ada dengan gagal jantung atau ventrikel.

    h)Warna : Pucat atau sianosis, kuku datar , pada membran mukossaatau bibir

    3. Integritas ego

    Gejala : menyangkal gejala penting atau adanya kondisi takut mati, perasaan

    ajal sudah dekat, marah pada penyakit atau perawatan, khawatir tentang

    keuangan , kerja , keluarga.

    Tanda : menoleh, menyangkal, cemas, kurang kontak mata, gelisah, marah,

    perilaku menyerang, fokus pada diri sendiri, koma nyeri.

    4. Eliminasi

    Tanda : normal, bunyi usus menurun.

    5. Makanan atau cairan

    Gejala : mual, anoreksia, bersendawa, nyeri ulu hati atau rasa terbakar

    Tanda : berkeringat, muntah, perubahan berat badan

    6. Higiene

    Gejala atau tanda : kesulitan melakukan tugas perawatan

    7. NeurosensoriGejala : pusing, berdenyut selama tidur atau saat bangun (duduk atau

    istrahat )

    Tanda : perubahan mental, kelemahan

    8. Nyeri atau ketidaknyamanan

    Gejala :

    a)Nyeri dada yang timbulnya mendadak (dapat atau tidak berhubungandengan aktifitas ), tidak hilang dengan istirahat atau nitrogliserin

    (meskipun kebanyakan nyeri dalam dan viseral).

  • 7/22/2019 LP STEMI.docx

    9/13

    9

    b)Lokasi : Tipikal pada dada anterior, substernal , prekordial, dapatmenyebar ke tangan, ranhang, wajah. Tidak tertentu lokasinya seperti

    epigastrium, siku, rahang, abdomen, punggung, leher.

    c)Kualitas : Crushing , menyempit, berat, menetap, tertekan.d)Intensitas : Biasanya 10 (pada skala 1 -10), mungkin pengalaman nyeri

    paling buruk yang pernah dialami.

    Catatan : nyeri mungkin tidak ada pada pasien pasca operasi, diabetes

    mellitus, hipertensi, lansia

    9. Pernafasan

    Gejala : dispnea saat aktivitas ataupun saat istirahat, dispnea nokturnal,

    batuk dengan atau tanpa produksi sputum, riwayat merokok, penyakit

    pernafasan kronis.

    Tanda : peningkatan frekuensi pernafasan, nafas sesak / kuat, pucat, sianosis

    bunyi nafas ( bersih, krekles, mengi ), sputum

    I. Diagnosa Keperawatan ((NANDA International, 2009; Nurarif AH & HardhiK, 2013)

    1.Nyeri akut b.d agen injuri (fisik) iskemia jaringan sekunder terhadapsumbatan arteri.

    2. Penurunan curah jantung b.d perubahan faktor-faktor listrik, penurunankarakteristik miokard.

    3. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d iskemik, kerusakan ototjantung, penyempitan/ penyumbatan pembuluh darah arteri koronaria.

    4. Gangguan pertukaran gas b.d gangguan aliran darah ke alveoli ataukegagalan utama paru, perubahan membran alveolar-kapiler (atelektasis,kolaps jalan napas/ alveolar edem paru/ efusi, sekresi berlebihan/

    perdarahan aktif)

    5. Ansietas b.d ancaman aktual terhadap integritas biologis6. Kurang pengetahuan b.d kurang informasi tentang fungsi jantung/ implikasi

    penyakit jantung.

    7. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai oksigen miokarddan kebutuhan, adanya iskemia/ nekrosis jaringan miokard.

  • 7/22/2019 LP STEMI.docx

    10/13

    10

    J. Rencana Tindakan (Ackley & Ladwig, 2011; Nurarif AH & Hardhi K, 2013;Moorhead S, et all. 2008; Doenges, 2000)

    1. Diagnosa 1: Nyeri akut b.d agen injuri (fisik) iskemia jaringan sekunderterhadap sumbatan arteri.

    Setelah diberikan asuhan keperawatan 1 x 30 menit diharapkan nyeri

    yang dirasakan klien berkurang.

    NOC: Tingkat nyeri, kontrol nyeri.

    Kriteria hasil:

    a) Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakanteknik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)

    b) Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemennyeri

    c) Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi, dan tanda nyeri)d) Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang.NIC label: Manajemen nyeri

    1. Lakukan pengkajian menyeluruh pada nyeri termasuk lokasi, karakteristik,durasi, frekuensi. Pengkajian menyeluruh pada nyeri termasuk lokasi,

    karakteristik, durasi, frekuensi penting untuk menentukan penyebab utama

    nyeri dan pengobatan yang efektif.

    2. Kaji adanya nyeri secara rutin, biasanya dilakukan pada pemeriksaan TTVdan selama aktivitas dan istirahat.Pengkajian nyeri merupakan tanda-tanda

    vital fisiologis yang penting dan nyeri termasuk dalam kelima tanda-tanda

    vital. Nyeri akut sebaiknya dikaji saat istirahat (penting untuk

    kenyamanan) dan selama bergerak (penting untuk fungsi dan menurunkan

    risiko terjadinya kardiopulmonari dan tromboembolitik pada klien).3. Minta klien untuk menjelaskan pengalaman nyeri sebelumnya, keefektifan

    intervensi manajemen nyeri, respon pengobatan analgetik termasuk efek

    samping, dan informasi yang dibutuhkan. Memperoleh riwayat nyeri

    individu membantu untuk mengidentifikasi faktor potensial yang mungkin

    mempengaruhi keinginan pasien untuk melaporkan nyeri, seperti intensitas

    nyeri, respon klien terhadap nyeri, cemas, farmakokinetik dari analgesik.

    Regimen manajemen nyeri harus secara individu kepada klien dan

  • 7/22/2019 LP STEMI.docx

    11/13

    11

    mempertimbangkan kondisi medis, psikologis dan fisiologis, usia, respon

    sebelumnya terhadap analgesik.

    4. Manajemen nyeri akut dengan pendekatan multimodal. Multimodalanalgesik mengkombinasikan dua atau lebih pengobatan, metode. Manfaat

    dari pendekatan ini adalah dosis efektif terendah dari setiap obat bisa

    diberikan, hasilnya efek samping dapat diminimalkan seperti terjadinya

    oversedasi dan depresi respirasi.

    5. Jelaskan pada klien mengenai pendekatan manajemen nyeri, termasukintervensi farmakologi dan nonfarmakologi. Salah satu langkah penting

    untuk meningkatkan kemampuan kontrol nyeri adalah klien memahami

    nyeri secara alami dengan baik, pengobatannya dan peran klien dalam

    mengontrol nyeri.

    6. Minta klien untuk menjelaskan nafsu makan, eliminasi, dan kemampuanuntuk istirahat dan tidur. Administrasikan terapi dan pengobatan untuk

    meningkatkan/ memperbaiki fungsi ini. Obat-obatan golongan opioid

    dapat menyebabkan konstipasi yang biasanya terjadi dan menjadi masalah

    yang signifikan dalam manajemen nyeri. Opioid menyebabkan konstipasi

    dengan cara menurunkan motilitas usus danmengurangi sekresi mukosa.

    7. Sebagai tambahan administrasi obat analgesik, dukung klien untukmenggunakan metode nonfarmakologi untuk membantu mengontrol nyeri,

    seperti distraksi, imaginary, relaksasi dengan menarik napas dalam. Strategi

    perilaku-kognitif dapat menjadi sumber kontrol diri klien, keberhasilan

    personal, dan berpartisipasi aktif dalam pengobatannya sendiri.

    8. Kolaborasi pemberian oksigen tambahan dengan kanula nasal atau maskersesuai indikasi. Meningkatkan jumlah oksigen yang ada untuk pemakaianmiokardia dan juga mengurangi ketidaknyamanan sehubungan dengan

    iskemia jaringan.

    9. Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi, contoh:a)Antiangina, seperti nitrogliserin (Nitro-Bid, Nitrostat, Nitro-Dur). Nitrat

    berguna untuk kontrol nyeri dengan efek fasodilatasi koroner, yang

    meningkatkan aliran darah koroner dan perfusi miokardia. Efek

    vasodilatasi perifer menurunkan volume darah kembali ke jantung

  • 7/22/2019 LP STEMI.docx

    12/13

    12

    (preload) sehingga menurunkan kerja otot jantung dan kebutuhan

    oksigen.

    b)Penyekat-B, seperti atenolol (tenormin); pindolol (visken); propanolol(inderal). Untuk mengontrol nyeri melalui efek hambatan rangsang

    simpatis, dengan begitu menurunkan TD sistolik dan kebutuhan oksigen

    miokard. Catatan: penyekat B mungkin dikontraindikasikan bila

    kontraktilitas miokardia sangat terganggu, karena inotropik negatif

    dapat lebih menurunkan kontraktilitas.

    c)Analgesik, seperti morfin, meperidin (demerol).Dapat dipakai pada faseakut/nyeri dada berulang yang tak hilang dengan nitrogliserin untuk

    menurunkan nyeri hebat, memberikan sedasi dan mengurangi kerja

    miokard.

    d)Penyekat saluran kalsium, seperti verapamil (calan); diltiazem(prokardia). Efek vasodilatasi dapat meningkatkan aliran darah koroner,

    sirkulasi kolateral dan menurunkan preload dan kebutuhan oksigen

    miokardia. Beberapa diantaranya mempunyai properti antidisritmia.

    10. Periksa tanda vital sebelum dan sesudah obat narkotik. Hipotensi/depresipernapasan dapat terjadi sebagai akibat pemberian narkotik. Masalah ini

    dapat meningkatkan kerusakan miokardia pada adanya kegagalan

    ventrikel.

  • 7/22/2019 LP STEMI.docx

    13/13

    13

    Daftar Pustaka

    Ackley BJ, Ladwig GB. 2011. Nursing Diagnosis Handbook an Evidence-Based

    Guide to Planning Care. United Stated of America : Elsevier.

    Doenges, E. Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta:

    EGC.

    Fauci, Braunwald, Kasper, Hauser, Longo, Jameson, Loscalzo. 2010. 17th Edition

    Harrisons Principles of Internal Medicine. New South Wales : McGraw

    Hill.

    Firdaus I. 2012. Strategi Farmako-invasif pada STEMI Akut. J Kardiol Indones;

    33: 266-71.

    Fogoros RN. 2008. STEMI-ST Segment Elevation Myocardial Infarction. Heart

    Health Center. Diakses pada tanggal 28 April 2013.

    http://heartdisease.about.com/od/heartattack/g/STEMI.htm

    Libby P, Bonow RO, Mann DL, Zipes DP. 2008. Braunwalds Heart Disease : A

    textbook of Cardiovascular Medicine. Philadephia: Elsevier.

    Moorhead, Sue, et all. 2008. Nursing Outcomes Classification (NOC) Fourth

    Edition.USA: Mosbie Elsevier.

    Myrtha R. 2011. Perubahan Gambaran EKG pada Sindrom Koroner Akut (SKA).CDK 188; 38 (7): 541-542.

    NANDA International. 2009. Nursing Diagnosis: Definition and Classification

    2009-2011. USA: Willey Blackwell Publication.

    Nurarif AH, Hardhi K. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan

    Diagnosis Medis dan Nanda Nic Noc. Jilid 1. Yogyakarta: Mediaction.

    Robbins SL, Cotran RS, Kumar V. 2007. Buku Ajar Patologi Robbins. Jakarta:

    EGC.

    Santoso M, Setiawan T. Penyakit Jantung Koroner. 2005. Cermin Dunia

    Kedokteran; 147:6-9.

    Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, dkk. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam

    Jilid II edisi V. Jakarta: Interna Publishing.

    http://heartdisease.about.com/od/heartattack/g/STEMI.htmhttp://heartdisease.about.com/od/heartattack/g/STEMI.htmhttp://heartdisease.about.com/od/heartattack/g/STEMI.htm