lp ispa
DESCRIPTION
lpTRANSCRIPT
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN ISPA
DI SUSUN OLEH: ARNITA RAHMANIA, AMK
NITK: 19920126 201208 1 01K
INSTALASI GAWAT DARURAT (IGD)
RUMAH SAKIT GIGI DAM MULUT PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN PURWOKERTO
2014
LAPORAN PENDAHULUAN ISPA
I. TINJAUAN TEORI
A. Defenisi
Infeksi saluran pernafasan adalah suatu keadaan dimana saluran pernafasan (hidung, pharing dan
laring) mengalami inflamasi yang menyebabkan terjadinya obstruksi jalan nafas dan akan menyebabkan
retraksi dinding dada pada saat melakukan pernafasan (Pincus Catzel & Ian Roberts; 1990; 450).
Infeksi saluran nafas adalah penurunan kemampuan pertahanan alami jalan nafas dalam
menghadapi organisme asing (Whaley and Wong; 1991; 1418).
ISPA merupakan singkatan dari infeksi saluran pernafasan akut, istilah ini diadaptasi dari istilah
dalam bahasa Inggris Acute Respiratory Infections (ARI). Istilah ISPA meliputi tiga unsur yakni infeksi,
saluran pernafasan dan akut, dengan pengertian sebagai berikut (Indah, 2005)
Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan berkembang
biak sehingga menimbulkan gejala penyakit.
Saluran pernafasan adalah organ mulai dari hidung hingga alveoli beserta organ adneksanya seperti sinus-
sinus, rongga telinga tengah dan pleura. ISPA secara anatomis mencakup saluran pernafasan bagian atas,
saluran pernafasan bagian bawah (termasuk jaringan paru-paru) dan organ adneksa saluran pernafasan.
Dengan batasan ini, jaringan paru termasuk dalam saluran pernafasan (respiratory tract)
B. Klasifikasi
Berdasarkan lokasi anatomis ISPA dibagi menjadi 2 yaitu:
1. Infeksi saluran pernafasan bagian atas.
Merupakan infeksi akut yang menyerang hidung hingga faring.
2. Infeksi saluran pernafasan bagian bawah.
Merupakan infeksi akut yang menyerang daerah di bawah faring sampai dengan alveolus paru-paru.
Tanda dan gejala menurut tingkat keparahannya, ISPA dapat dibagi menjadi tiga golongan yaitu (Suyudi,
2002) :
1. ISPA Ringan
Seorang anak dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan gejala sebagai berikut:
a. Batuk.
b. Serak, yaitu bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara (misalnya pada waktu berbicara atau
menangis).
c. Pilek yaitu mengeluarkan lendir atau ingus dari hidung.
d. Panas atau demam, suhu badan lebih dari 370C atau jika dahi anak diraba dengan punggung
tangan terasa panas
2. ISPA Sedang
Seorang anak dinyatakan menderita ISPA sedang jika di jumpai gejala ISPA ringan dengan disertai
gejala sebagai berikut :
a. Pernapasan lebih dari 50 kali /menit pada anak umur kurang dari satu tahun atau lebih dari 40
kali/menit pada anak satu tahun atau lebih.
b. Suhu lebih dari 390C.
c. Tenggorokan berwarna merah
d. Timbul bercak-bercak pada kulit menyerupai bercak campak
e. Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga
f. Pernafasan berbunyi seperti mendengkur.
g. Pernafasan berbunyi seperti mencuit-cuit.
3. ISPA Berat
Seorang anak dinyatakan menderita ISPA berat jika ada gejala ISPA ringan atau sedang disertai satu
atau lebih gejala sebagai berikut:
a. Bibir atau kulit membiru
b. Lubang hidung kembang kempis (dengan cukup lebar) pada waktu bernapas
c. Anak tidak sadar atau kesadarannya menurun
d. Pernafasan berbunyi mengorok dan anak tampak gelisah
e. Pernafasan menciut dan anak tampak gelisah
f. Sela iga tertarik ke dalam pada waktu bernapas
g. Nadi cepat lebih dari 60 x/menit atau tidak teraba
h. Tenggorokan berwarna merah
C. Etiologi
1. Virus Utama :
a. ISPA atas : Rino virus ,Corona Virus,Adeno virus,Entero Virus
b.
c. ISPA bawah : RSV,Parainfluensa,1,2,3 corona virus,adeno virus
2. Bakteri Utama: Streptococus, pneumonia, haemophilus influenza, Staphylococcus aureus
3. Pada neonatus dan bayi muda : Chlamidia trachomatis, pada anak usia sekolah : Mycoplasma
pneumonia.
D. Patofisiologi
Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dengan berinteraksinya virus dengan tubuh. Masuknya virus
sebagai antigen ke saluran pernafasan menyebabkan silia yang terdapat pada permukaan saluran nafas
bergerak ke atas mendorong virus ke arah faring atau dengan suatu tangkapan refleks spasmus oleh
laring. Jika refleks tersebut gagal maka virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa saluran
pernafasan (Kending dan Chernick, 1983).
Iritasi virus pada kedua lapisan tersebut menyebabkan timbulnya batuk kering (Jeliffe, 1974). Kerusakan
stuktur lapisan dinding saluran pernafasan menyebabkan kenaikan aktifitas kelenjar mukus yang banyak
terdapat pada dinding saluran nafas, sehingga terjadi pengeluaran cairan mukosa yang melebihi noramal.
Rangsangan cairan yang berlebihan tersebut menimbulkan gejala batuk (Kending and Chernick, 1983).
Sehingga pada tahap awal gejala ISPA yang paling menonjol adalah batuk.
Adanya infeksi virus merupakan predisposisi terjadinya infeksi sekunder bakteri. Akibat infeksi virus
tersebut terjadi kerusakan mekanisme mukosiliaris yang merupakan mekanisme perlindungan pada
saluran pernafasan terhadap infeksi bakteri sehingga memudahkan bakteri-bakteri patogen yang terdapat
pada saluran pernafasan atas seperti streptococcus pneumonia, haemophylus influenza dan
staphylococcus menyerang mukosa yang rusak tersebut (Kending dan Chernick, 1983). Infeksi sekunder
bakteri ini menyebabkan sekresi mukus bertambah banyak dan dapat menyumbat saluran nafas sehingga
timbul sesak nafas dan juga menyebabkan batuk yang produktif. Invasi bakteri ini dipermudah dengan
adanya fakor-faktor seperti kedinginan dan malnutrisi. Suatu laporan penelitian menyebutkan bahwa
dengan adanya suatu serangan infeksi virus pada saluran nafas dapat menimbulkan gangguan gizi akut
pada bayi dan anak (Tyrell, 1980).
Virus yang menyerang saluran nafas atas dapat menyebar ke tempat-tempat yang lain dalam tubuh,
sehingga dapat menyebabkan kejang, demam, dan juga bisa menyebar ke saluran nafas bawah (Tyrell,
1980). Dampak infeksi sekunder bakteripun bisa menyerang saluran nafas bawah, sehingga bakteri-
bakteri yang biasanya hanya ditemukan dalam saluran pernafasan atas, sesudah terjadinya infeksi virus,
dapat menginfeksi paru-paru sehingga menyebabkan pneumonia bakteri (Shann, 1985).
Penanganan penyakit saluran pernafasan pada anak harus diperhatikan aspek imunologis saluran nafas
terutama dalam hal bahwa sistem imun di saluran nafas yang sebagian besar terdiri dari mukosa, tidak
sama dengan sistem imun sistemik pada umumnya. Sistem imun saluran nafas yang terdiri dari folikel
dan jaringan limfoid yang tersebar, merupakan ciri khas system imun mukosa. Ciri khas berikutnya
adalah bahwa IgA memegang peranan pada saluran nafas atas sedangkan IgG pada saluran nafas bawah.
Diketahui pula bahwa sekretori IgA (sIgA) sangat berperan dalam mempertahankan integritas mukosa
saluran nafas (Siregar, 1994).
Dari uraian di atas, perjalanan klinis penyakit ISPA ini dapat dibagi menjadi empat tahap, yaitu:
1. Tahap prepatogenesis, penyebab telah ada tetapi penderita belum menunjukkan reaksi apa-apa.
2. Tahap inkubasi, virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa. Tubuh menjadi lemah apalagi bila
keadaan gizi dan daya tahan sebelumnya memang sudah rendah.
3. Tahap dini penyakit, dimulai dari munculnya gejala penyakit. Timbul gejala demam dan batuk.
4. Tahap lanjut penyakit, dibagi menjadi empat, yaitu dapat sembuh sempurna, sembuh dengan
ateletaksis, menjadi kronis dan dapat meninggal akibat pneumonia.
E. PATWAY
Virus (Streptococus dan shaphy lococus)
Masuk melalui partikel udara
Melekat pada epitel sel di hidung
Masuk ke bronkus
Kemudian ke Traktus Respiratorius (sel nafas)
Tampak tanda dan gejala influenza
Batuk demam sakit kepala Dx.gangguan pertukaran
gas b.d Perubahan
membrane kapiler alveolar
Dx. Hipertermi b.d penyakit
Bakteri
Saluran pernapasan
Silia mendorong bakteri ke faring
Reflek spasmus gagal
inflamasi
bakteri Demam, Meningismus, Anoreksia, Muntah+Diare,
Nyeri abdomen, Hidung Tersumbat, Rabas Hidung,
Batuk, Bunyi Napas, Sakit Tenggorokan.
merusak lapisan epitel dan
pembengkakan mukosa saluran pernapasan
Peningkatan aktifitas kelenjar mucus
peningkatan produksi mukus
sekresi mukus bertambah banyak
menyumbat saluran pernapasan Dx. bersihan jalan nafas tidak
efektif b.d peningkatan produksi
mukus
F. Manifestasi Klinik
Tanda dan gejala yang muncul ialah:
1. Demam, Seringkali demam muncul sebagai tanda pertama terjadinya infeksi. Suhu tubuh bisa
mencapai 39,5OC-40,5OC.
2. Meningismus, adalah tanda meningeal tanpa adanya infeksi pada meningens, biasanya terjadi selama
periodik bayi mengalami panas, gejalanya adalah nyeri kepala, kaku dan nyeri pada punggung serta
kuduk, terdapatnya tanda kernig dan brudzinski.
3. Anorexia, biasa terjadi pada semua bayi yang mengalami sakit. Bayi akan menjadi susah minum dan
bhkan tidak mau minum.
4. Vomiting, biasanya muncul dalam periode sesaat tetapi juga bisa selama bayi tersebut mengalami
sakit.
5. Diare (mild transient diare), seringkali terjadi mengiringi infeksi saluran pernafasan akibat infeksi
virus.
6. Abdominal pain, nyeri pada abdomen mungkin disebabkan karena adanya lymphadenitis mesenteric.
7. Sumbatan pada jalan nafas/ Nasal, pada saluran nafas yang sempit akan lebih mudah tersumbat oleh
karena banyaknya sekret.
8. Batuk, merupakan tanda umum dari tejadinya infeksi saluran pernafasan, mungkin tanda ini
merupakan tanda akut dari terjadinya infeksi saluran pernafasan.
9. Suara nafas, biasa terdapat wheezing, stridor, crackless, dan tidak terdapatnya suara pernafasan
(Whaley and Wong; 1991; 1419)
G. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan penunjang yang lazim dilakukan adalah :
1. Pemeriksaan kultur/ biakan kuman (swab); hasil yang didapatkan adalah biakan kuman (+) sesuai
dengan jenis kuman.
2. Pemeriksaan hitung darah (deferential count); laju endap darah meningkat disertai dengan adanya
leukositosis dan bisa juga disertai dengan adanya thrombositopenia.
3. Pemeriksaan foto thoraks jika diperlukan
H. Pencegahan ISPA
1. Mengusahakan Agar Anak Mempunyai Gizi Yang Baik
a. Bayi harus disusui sampai usia dua tahun karena ASI adalah makanan yang paling baik untuk
bayi.
b. Beri bayi makanan padat sesuai dengan umurnya.
c. Pada bayi dan anak, makanan harus mengandung gizi cukup yaitu mengandung cukup protein
(zat putih telur), karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral.
d. Makanan yang bergizi tidak berarti makanan yang mahal. Protein misalnya dapat di peroleh dari
tempe dan tahu, karbohidrat dari nasi atau jagung, lemak dari kelapa atau minyak sedangkan
vitamin dan mineral dari sayuran,dan buah-buahan.
e. Bayi dan balita hendaknya secara teratur ditimbang untuk mengetahui apakah beratnya sesuai
dengan umurnya dan perlu diperiksa apakah ada penyakit yang menghambat
pertumbuhan.Dinkes DKI (2005)
2. Mengusahakan Kekebalan Anak Dengan Imunisasi
Agar anak memperoleh kekebalan dalam tubuhnya anak perlu mendapatkan imunisasi yaitu DPT
(Depkes RI, 2002). Imunisasi DPT salah satunya dimaksudkan untuk mencegah penyakit Pertusis
yang salah satu gejalanya adalah infeksi saluran nafas (Gloria Cyber Ministries, 2001).
3. Menjaga Kebersihan Perorangan Dan Lingkungan
Perilaku hidup bersih dan sehat merupakan modal utama bagi pencegahan penyakit ISPA, sebaliknya
perilaku yang tidak mencerminkan hidup sehat akan menimbulkan berbagai penyakit. Perilaku ini
dapat dilakukan melalui upaya memperhatikan rumah sehat, desa sehat dan lingkungan sehat (Suyudi,
2002).
4. Pengobatan Segera
Apabila anak sudah positif terserang ISPA, sebaiknya orang tua tidak memberikan makanan yang
dapat merangsang rasa sakit pada tenggorokan, misalnya minuman dingin, makanan yang
mengandung vetsin atau rasa gurih, bahan pewarna, pengawet dan makanan yang terlalu manis. Anak
yang terserang ISPA, harus segera dibawa ke dokter (PD PERSI, 2002)
I. Pengobatan Pada Ispa
1. ISPA Berat : dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik melalui jalur infus , di beri oksigen dan
sebagainya
2. ISPA ringan : diberi obat antibiotik melaui mulut. Pilihan obatnya Kotrimoksasol, jika terjadi alergi /
tidak cocok dapat diberikan Amoksilin, Penisilin, Ampisilin
3. ISPA ringan : tanpa pemberian obat antibiotik. Diberikan perawatan di rumah, untuk batuk dapat
digunakan obat batuk tradisional atau obat batuk lain yang tidak mengandung zat yang merugikan.
Bila demam diberikan obat penurun panas yaitu parasetamol. Penderita dengan gejala batuk pilek bila
pada pemeriksaan tenggorokan didapat adanya bercak nanah disertai pembesaran kelenjar getah
bening dileher, dianggap sebagai radang tenggorokan oleh kuman streptococcuss dan harus diberi
antibiotik selama 10 hari.
J. Komplikasi
Adapun komplikasinya adalah
1. Meningitis
2. OMA
3. Mastoiditis
4. Kematian
II. KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Aktivitas/istirahat
Gejala : Kelemahan, kelelelahan ,insomnia
Tanda : Letargi, penurunan toleransi terhadap aktivitas
2. Sirkulasi
Gejala : Riwayat adanya/GJK kronis
Tanda : Takikardia, Penampilan kemerahan atau pucat
3. Integritas Ego
Gejala : Banyakya stressor, masalah finansial
4. Makanan/Cairan
Gejala : Kehilangan nafsu makan,mual/muntah
Tanda : Distensi abdomen, Hiperaktif bunyi usus, Kulit kering dengan turgor buruk, Penampilan
kakeksia(malnutrisi)
5. Neurosensori
Gejala :sakit kepala daerah frontal (influnza)
Tanda :perubahn mental (bingung, samnolen )
6. Nyeri/kenyamanan
Gejala : Sakit kepala, Nyeri dada(pleuritik), meningkat oleh batuk, nyeri dada
subternal(influenza)mialgia,artralgia, nyeri tenggorokan
7. Pernafasan
Gejala : Riwayat adanya/ISK kronis, PPOM, merokok sigaret.
Tanda : Adanya sputum atau sekret, Perkusi : pekak di atas area yang konsolidasi, Bunyi nafas
menurun atau tidak ada di atas area yang terlibat atau nafas yang bronkhial, Warna pucat atau
sianosis bibir/kuku
8. Keamanan
Gejala : Demam (mis :38,5-39,76oC)
Tanda : Berkeringat , Menggigil berulang, gementar, kemerahan mungkin ada pada kasus rubeola
atau varisela
9. Penyuluhan/Pembelajaran
Tanda : Bantuan dengan perawatan diri: tugas pemeliharaan rumah, Oksigen mungkin diperlukan,
bila ada kondisi pencetus
B. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan tidak efektif b.d peningkatan produksi mucus
2. Kerusakan pertukaran gas b.d Perubahan membrane kapiler alveolar
3. Hipertermi b.d penyakit
C. Intervensi Keperawatan
N
O
DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN DAN KRITERIA HASIL INTERVENSI
Bersihan jalan nafas tidak efektifTanda dan Gejala Dispnea Penurunan suara nafas Sianosis Kelainan suara nafas
(Wheezing) Kelainan suara nafas (Rales) Produksi sputum Perubahan frekuensi dan irama
nafas
DO:.............................................................................................................................................................................DS:.............................................................................................................................................................................
Berhubungan dengan Obstruksi jalan nafas, spasme
jalan nafas, sekresi tertahan, banykanya mucus, adanya jalan nafas buatan, sekresi bronkus, adanya eksudat di alveolus, adanya benda asing di jalan nafas
Fisiologis: disfungsi neuromuskuler, hyperplasia dinding bronkus, alergi jalan nafas, asma
Setelah dilakukan tindakan keperawatanselama ....... x 24 jam, diharapkan bersihan jalan nafas efektif.
Kriteria hasil:Respiratory Status: Airway Patency Tidak didapatkan demam Tidak didapatkan kecemasan Irama nafas sesuai yang diharapkan Tidak didapatkan tercekik Pengeluaran sputum pada jalan
nafasBebas dari suara nafas tambahanSkala :1. Keluhan ekstrim2. Keluhan berat3. Keluhan sedang4. Keluhan ringan5. Tidak ada keluhan
AIRWAY MANAGEMENT (Manajemen Jalan Nafas) : Buka jalan nafas, gunakan
teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu
Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
Pasang mayo bila perlu Lakukan fisioterapi dada jika
perlu Keluarkan secret dengan
batuk atau suction Auskultasi suara nafas, catat
adanya suara tambahan Berikan pelembab udara
(nebulizer) Monitor respirasi dan status
O2
AIRWAY SUCTION (Suksion jalan nafas) Pastikan kebutuhan
oral/tracheal suctioning Auskultasi suara nafas
sebelum dan sesudah suctioning
Informasikan pada klien dan keluarga tentang suctioning
Minta klien nafas dalam sebelum suction dilakukan
Berikan O2 dengan menggunakan nasal untuk memfasilitasi suction nasotracheal
Monitor status oksigen pasien Hentikan suction dan berikan
oksigen apabila pasien menunjukkan bradikardi,
peningkatan saturasi O2, dll
Kerusakan Pertukaran GasTanda dan Gejala Gangguan penglihatan Penurunan CO2
Takikardi Keletihan Somnolen Hipoksia Dyspnea Sianosis Warna kulit abnormal (pucat,
kehitaman) Hipoksemia Sakit kepala ketika
bangufrekuensi dan kedalaman nafas abnormal
…………………………………………………
DO:.............................................................................................................................................................................DS:.............................................................................................................................................................................
Berhubungan dengan Ketidakseimbangan perfusi
ventilasi Perubahan membrane kapiler
alveolar
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ....... x 24 jam, diharapkan pertukaran gas efektif.
Kriteria hasil:Respiratory Status: Gas Exchange Kemudahan dalam bernafas Dyspnea saat aktifitas tidak ada Sianosis tidak ada Somnolen tidak ada PaO2 dalam batas normal PaCO2 dalam batas normalSkala :
1. Keluhan ekstrim2. Keluhan berat3. Keluhan sedang4. Keluhan ringan5. Tidak ada keluhan
AIRWAY MANAGEMENT (Manajemen Jalan Nafas) :
Buka jalan nafas, gunakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu
Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
Pasang mayo bila perlu Lakukan fisioterapi dada jika
perlu Keluarkan secret dengan
batuk atau suction Auskultasi suara nafas, catat
adanya suara tambahan Berikan pelembab udara
(nebulizer) Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan keseimbangan
Monitor respirasi dan status O2
RESPIRATORY MONITORING (Monitor Respirasi): Monitor rata-rata, kedalaman,
irama dan usaha respirasi Catat pergerakan dada, amati
kesimetrisan, penggunaan otot tambahan, retraksi otot supraclavicular dan intercostal
Monitor suara nafas seperti dengkur
Monitor pola nafas: bradipnea, takipnea, kussmaul, hiperventilasi, cheyne stokes, biot
Palpasi kesamaan epansi paru Monitor kelelahan otot
diafragma (gerakan paradoksis)
Auskultasi suara paru setelah
tindakan untuk mengetahui hasilnya
Posisikan pasien pada satu sisi untuk mencegah aspirasi
HipertermiTanda dan Gejala Kenaikan suhu tubuh di atas
rentang normal Serangan atau konvulsi
(kejang) Kulit kemerahan Pertambahan RR Takikardi Saat disentuh tangan terasa
hangat ………………………………
…………………
DO:.............................................................................................................................................................................DS:.............................................................................................................................................................................
Berhubungan dengan Penyakit atau trauma Peningkatan metabolism Aktifitas yang berlebihan Pengaruh anastesi/medikasi Ketidakseimbangan/penurunan Kemampuan untuk berkeringat Terpapar dilingkungan panas Dehidrasi Pakaian yang tidak tepat
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ....... x 24 jam, diharapkan suhu klien dalam rentang normal.
Kriteria hasil:Respiratory Status: Gas Exchange Temperature kulit sesuai yang
diharapkan Temperature kulit sesuai yang
diharapkan Tidak ada sakit kepala Pernafasan sesuai yang diharapkan Denyut nadi sesuai yang
diharapkanTidak ada perubahan warna kulit
Skala :1. Keluhan ekstrim2. Keluhan berat3. Keluhan sedang4. Keluhan ringan5. Tidak ada keluhan
FEWER TREATMENT :
Monitor suhu sesering mungkin
Monitor warna dan suhu kulit.
Monitor IWL. Monitor td, nadi dan RR Monitor Wbc, Hb, Hct Monitor intake dan output Berikan pengobatan untuk
mengatasi penyebab demem Selimuti pasien. Lakukan water tapid sponge Berikan cairan intravena Kompres pasien pada lipat
paha dan axila Selimuti pasien Berikan antipiretik Tingkatkan sirkulasi udara beadrest
DAFTAR PUSTAKA
Catzel, Pincus & Ian robets. (1990). Kapita Seleta Pediatri Edisi II. alih bahasa oleh Dr. yohanes
gunawan. Jakarta: EGC.
Whalley & wong. (1991). Nursing Care of Infant and Children Volume II book 1. USA: CV. Mosby-
Year book. Inc
DepKes RI. Direktorat Jenderal PPM & PLP. Pedoman Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran
Pernafasan Akut (ISPA). Jakarta. 1992.
Suriadi,Yuliani R,2001,Asuhan Keperawatan pada Anak,CV sagung Seto,Jakarta
Yu. H.Y. Victor & Hans E. Monintja. (1997). Beberapa Masalah Perawatan Intensif Neonatus. Jakarta:
Balai penerbit FKUI.
Diposkan oleh Adriana di 20.53
Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Bagikan ke Pinterest
Diposkan oleh M. Wahyu NC di 06.59
Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Bagikan ke Pinterest