losing control brain vs spinal cord+kemampuan motorik kaki pada stroke tidak seutuh pada cedera...

42
1 Kehilangan Pengaturan Otak Dibandingkan Medulla Spinalis Pemeriksaan neurologik setelah cedera motorik fokal cenderung berfokus pada kelemahan daripada pengaturan. Salah satu alasan ialah anggapan bahwa kelemahan menghalangi pengaturan. Kebanyakan ahli neurologi lebih akrab dengan penemuan klinis neurologis pada pasien dengan hemiparesis pasca stroke. Pasien dapat meremas tangan dengan kekuatanyang mengejutkan namun tidak dapat menghasilkan gerakan jari secara sendiri-sendiri. Hal ini dapat terlihat ketika membandingkan efek dari stroke salah satu hemisfer otak melalui gerakan motorik pada lengan ipsilateral. Kekuatan tidak terpengaruh namun keterampilan pergerakan melemah. Pemisahan antara pengaturan pergerakan dan gaya isometrik memiliki tradisi yang panjang dalam desain lengan robot dan fakta psikofisika yang memberi kesan bahwa kedua tipe pengaturan kemungkinan dibagi di dalam otak.

Upload: mahliqa-qara-masduki

Post on 02-Aug-2015

52 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: Losing Control Brain vs Spinal Cord+Kemampuan Motorik Kaki Pada Stroke Tidak Seutuh Pada Cedera Tulang Belakang

1

Kehilangan Pengaturan

Otak Dibandingkan Medulla Spinalis

Pemeriksaan neurologik setelah cedera motorik fokal cenderung

berfokus pada kelemahan daripada pengaturan. Salah satu alasan ialah

anggapan bahwa kelemahan menghalangi pengaturan. Kebanyakan

ahli neurologi lebih akrab dengan penemuan klinis neurologis pada

pasien dengan hemiparesis pasca stroke. Pasien dapat meremas tangan

dengan kekuatanyang mengejutkan namun tidak dapat menghasilkan

gerakan jari secara sendiri-sendiri. Hal ini dapat terlihat ketika

membandingkan efek dari stroke salah satu hemisfer otak melalui

gerakan motorik pada lengan ipsilateral. Kekuatan tidak terpengaruh

namun keterampilan pergerakan melemah. Pemisahan antara

pengaturan pergerakan dan gaya isometrik memiliki tradisi yang

panjang dalam desain lengan robot dan fakta psikofisika yang

memberi kesan bahwa kedua tipe pengaturan kemungkinan dibagi di

dalam otak.

Persoalan ini oleh para ahli neurologi membuka pandangan

anatomis yang lebih jauh mengenai kekuatan/keterampilan pemisahan

dengan membandingkan defisit motorik tungkai kaki pasien dengan

cedera medula spinalis inkomplit (iSCI) dan pada pasien dengan

stroke hemisfer unilateral. Hipotesis utama ialah bahwa 2 kelompok

pasien tersebut menunjukkan tingkat keahlian yang berbeda meskipun

dengan tingkat kelemahan yang sebanding. Hipotesis tersebut

didasarkan pada pemikiran bahwa pada cedera medula spinalis

inkomplit (iSCI) seuruh jaras yang turun dari otak menuju segmen

Page 2: Losing Control Brain vs Spinal Cord+Kemampuan Motorik Kaki Pada Stroke Tidak Seutuh Pada Cedera Tulang Belakang

2

medula spinalis di bawah lesi dipengaruhi dalam proporsi yang sama

dan pengaturan tersebut seharusnya melindungi kelemahan yang

diberikan. Pada pemberian kontras paska stroke, area kortikal sebaik

jaras descenden yang dilewati dan hal tersebut yang menyebabkan

hilangnya kemampuan. Kemampuan dapat melemah secara bilateral

dikarenakan area kortikal bilateral dibutuhkan untuk menggerakkan

anggota gerak. Penulis memperkirakan selanjutnya bahwa pada pasien

dengan iSCI akan mengalami kelamahan namun kemampuan yang

terpelihara secara relatif sedangkan pada pasien stroke kortikal

kelemahan dan penurunan kemampuan akan tampak dan pada

akhirnya secara bilateral.

Penelitian menggunakan ukuran gerakan dorsofleksi (DF) dan

plantarleksi (PF) kaki pasien secara maksimum dan mengevaluasi

kemampuan mereka dalam uji berjalan untuk mereka harus mengadu

tingkat kekuatan pandangan visual dengan menerapkan gerakan

dorsofleksi atau plantarfleksi kaki mereka ke dalam kebiasaan mereka.

Tugas tersebut dipilih untuk mengukur tingkat kelemahan otot pada

setiap pasien sehingga tingkat kemampuan tidak akan dikacaukan oleh

hilangnya kekuatan. Penampilan diukur dengan menghitung kesalahan

kaki rata-rata pangkat empat (RMSE) antara target dan lintasan. Pada

pasien dengan iSCI memiliki penurunan kekuatan pada tungkai

dominan mereka dibandingkan dengan kontrol orang sehat namun

kesalahan penampilan mereka dalam uji lintasan-putaran dimulai pada

tingkat yang sama dengan kontrol. Pasien dengan stroke kortikal

memiliti tingkat kelemahan yang sama pada tungkai mereka

dibandingkan dengan pasien iSCI. Namun penampilan awal mereka

Page 3: Losing Control Brain vs Spinal Cord+Kemampuan Motorik Kaki Pada Stroke Tidak Seutuh Pada Cedera Tulang Belakang

3

pada uji kemampuan walaupun dengan sisi yang ditutupi secara

signifikan lebih buruk. Bagaimanapun tingkat belajar mereka pada

khususnya tidak lebih buruk daripada kelompok iSCI.

Penelitian tersebut menetapkan perkiraan peneliti mengenai

penguraian antara kekuatan dan kemampuan serta memberikan

dorongan untuk membedakan antara efek kerusakan pada area kortikal

dengan jaras descenden. Penelitian ini juga mengangkat masalah

penting mengenai bagaimana mengevaluasi latihan motorik pada

pasien neurologik. Meskipu rehabilitasi neurologik didasarkan pada

pendapat bahwa pasien masih dapat berlatih, beberapa penelitian

menguji efek dari kerusakan otak maupun medula spinalis pada fungsi

motorik dirinya sendiri. Hal ini merupakan tantangan yang berat untuk

membandingkan kapasitas fungsi antara kelompok dengan

kemampuan tingkat awal. Bila kurva fungsi dibandingkan seperti

halnya yang dilakukan pada peelitian ini, hasil yang diperoleh dapat

berlawanan tergantung pada langkah tambahan maupun langkah

multiplikasi yang digugankan untuk menilai fungsi. Sebagai contoh,

apabila seorang pasien memulai sesuai hipotesis dengan penampilan

tingkat 2 dan kontrol memulai pada tingkat 4 kemudian setelah latian

pasien mencapai level 4 dan kontrol mencapai level 7, siapa yang

lebih baik? Apabila skor tambahan yang digunakan maka kelompok

kontrol yang lebih baik. Mereka mendapatkan 3 poin dimana pasien

hanya mendapatkan 2 poin. Apabila skor multiplikasi yag digunakan,

maka pasien yang mendapat hasil lbih baik. Mereka memperoleh

100% sedangkan kelompok kontrol hanya memperoleh hasil 75%.

Page 4: Losing Control Brain vs Spinal Cord+Kemampuan Motorik Kaki Pada Stroke Tidak Seutuh Pada Cedera Tulang Belakang

4

Jadi apa jawabannya? Tidak ada jawaban yang tepat, hal tersebut

tergantung pada teori yang digunakan.

Pada penelitian ini, penulis menggunakan fungsi yang

berhubungan dengan subjek individu data RMSE serta transformasi

log, dengan kata lain mereka berpandangan bahwa proses multiplikasi

namunn kemudian menghasilkan ukuran tambahan (tidak ada teori

rasional yang diberikan utuk pilihan ini). Pada kelompok stroke

memperlihatkan kesamaan kurva yang melandai pada data

transformasi log dengan kelompok iSCI. Penemuan dengan

kemampuan dasar yang lemah namun fungsi yang utuh memberi

kesan berlawanan. Apabila pasien stroke sama lemahnya dengan

pasien iSCI dalam hal kemampuan belajar mereka, mengapa meraka

lebih lemah pada tingkat keterampilan? Salah satu kemungkinan

bahwa terdapat batasan yang ditentukan oleh kerusakan kortikal

masalah pada kapasitas saluran. Dengan kata lain berapa banyak

informasi yang dapat diproyeksikan pada medula spinalis dimana

fungsi tidak dapat teratasi. Kemungkinan lain yaitu bahwa hanya

dengan latihan yang luas pada fakta tugas yang sulit akan membawa

pasien stroke berada pada tingkat pasien iSCI, latihan berdasarkan

pengalaman setiap hari tidak cukup untuk membawa pasien stroke

berada pada tingkat awal pasien iSCI. Peroalan ini dapatdigeneralisasi

menjadi apakah hubungan antara keterampilan pada tugas khusus dan

keseluruhan ketangkasan.

Penelitian ini menyoroti 2 perbedaan secara kritis dan

memberikan petunjuk mengenai struktur anatomis yang tidak selalu

disadari oleh para ahli neurologi. Hal pertama ialah antara

Page 5: Losing Control Brain vs Spinal Cord+Kemampuan Motorik Kaki Pada Stroke Tidak Seutuh Pada Cedera Tulang Belakang

5

kemampuan pergerakan dan kekuatan kontrol isometrik. Hal kedua

ialah antara penampilan dan latihan. Penelitian terhadap pasien seperti

yang dilakukan oleh van Hedel dkk ialah penting yaitu untuk

memahami pdan engaturan motorik normal serta memberi informasi

mekanisme tentang strategi rehabilitasi dasar yang disesuaikan dengan

macam-macam kelemahan motorik.

Page 6: Losing Control Brain vs Spinal Cord+Kemampuan Motorik Kaki Pada Stroke Tidak Seutuh Pada Cedera Tulang Belakang

6

Kemampuan Motorik Pergelangan Kaki pada Stroke Tidak

Seutuh pada Cedera Tulang Belakang

Implikasi untuk Rehabilitasi

ABSTRAK

Latar Belakang. Setelah terjadi lesi tidak lengkap pada medulla

spinalis (iSCI) atau stroke, kerusakan dari kekuatan dan koordinasi

otot (waktu dan amplitudo) merupakan penemuan klinis yang sudah

diperkirakan, meskipun aspek-aspek tersebut tidak dikemukaan secara

jelas dengan uji klinis. Tujuannya adalah untuk menemukan apakah

pasien iSCI dengan kerusakan fungsi traktus kortikospinalis

(penurunan kekuatan dan pemanjangan stimulasi terpendam magnetic

transkranial) mengalami kerusakaan koordinasi otot yang serupa

dengan pasien stroke.

Metode. Peneliti menilai kekuatan dorso dan plantar fleksi mata

kaki , sebaik kemampuan untuk mengontrol secara tepat aktivasi dari

kelompok otot-otot ini, menggunakan visuomotor torque tracking

Page 7: Losing Control Brain vs Spinal Cord+Kemampuan Motorik Kaki Pada Stroke Tidak Seutuh Pada Cedera Tulang Belakang

7

task. Tugas ini disesuaikan dengan kelemahan otot, yang

menunjukkan perbedaan antara kerusakan pada kekuatan dan

koordinasi.

Hasil. Nilai kekuatan dan performa kemampuan visuomotor diukur

pada 47 subyek. Pada 27 pasien iSCI dengan kelemahan otot yang

signifikan (dorso fleksi mata kaki 65 % dari nilai normal, plantar

fleksi 76 %), menunjukkan perbaikan pada tingkat yang hampir sama

dan pada tingkat hasil akhir disamakan pada subyek yang sehat.

Bagaimanapun, pada 10 subyek stroke performa kemampuan

menunjukkan kerusakan yang signifikan di kedua kaki, meskipun

kekuatan terutama menurun pada kaki yang terpengaruh.

Kesimpulan. Penemuan ini menunjukkan bahwa kekuatan secara

dominan mempengaruhi pada pasien dengan lesi tidak lengkap pada

medulla spinalis, meskipun aktivasi otot tepat tetap tidak dipengaruhi

secara luas. Pada pasien stroke, kerusakan koordinasi otot pada kedua

kaki, tidak dipengaruhi kelemahan otot. Maka dari itu, pasien iSCI

mungkin lebih bermanfaat pada perlakuan rahabilitasi yang

meningkatkan kekuatan otot dibandingkan pada pasien stroke, dimana

bagian supraspinal terlibat dalam kontrol motor yang mana biasanya

terpengaruh.

Page 8: Losing Control Brain vs Spinal Cord+Kemampuan Motorik Kaki Pada Stroke Tidak Seutuh Pada Cedera Tulang Belakang

8

PENDAHULUAN.

Performa otot motorik yang terlatih dalam kehidupan sehari-hari

tergantung sampai batas kekuatantertentu , contohnya kemampuan

untuk menggerakkan ekstremitas melawan gravitasi. Penelitian pada

mamalia telah menunjukkan bahwa kemampuan untuk

Page 9: Losing Control Brain vs Spinal Cord+Kemampuan Motorik Kaki Pada Stroke Tidak Seutuh Pada Cedera Tulang Belakang

9

mengkoordinasi aktivitas otot pada kebutuhan luar tergantung pada

cepat lambatnya transfer informasi sensorimotor antara korteks

serebral dan medulla spinalis cervical. Populasi neuron kortikospinal

di dalam traktus kortikospinal (CST) berasal dari berbagai area di otak

(misalnya area tambahan dan premotor) dan masing-masing populasi

berhubungan dengan semua segmen spinal dengan pola terminasi

yang berbeda.

Pertanyaan yang belum terjawab adalah apakah lesi inkomplit

pada medulla spinalis (iSCI) mempengaruhi akurasi koordinasi otot,

dengan memperhatikan waktu dan amplitudo, pada derajat yang

hampir sama seperti yang terjadi pada stroke. Pada penelitian

observasional ini, kami mengembangkan paradigma visuomotor

torque tracking task terhadap pergelangan kaki, yang dapat

ditunjukkan dalam rentang jumlah kekuatan yang memungkinkan

untuk subyek. (tidak tergantung dari tingkat kelemahan otot). Kerja

pergelangan kaki adalah perhatian berat untuk random dan pola non

ritmis dan memerlukan input visual yang luas. Diketahui bahwa

performa kerja yang membutuhkan perhatian lebih kompleks

dihubungkan dengan aktivasi kontra dan ipsilateral beberapa area

korteks. Kami mengemukakan hipotesis bahwa, kerja proporsional

traktus corticospinalis setelah lesi inkomplit pada medulla spinalis

(iSCI) secara relative tidak mempengaruhi aktivasi yang akurat dari

kelompok otot tertentu, sementara kekuatan otot bias saja tidak sesuai.

Lebih lanjut, kami mengemukakan hipotesis bahwa setelah terjadi

stroke pada daerah korteks, dimana terjadi kekacauan antara beberapa

(bihemisfer) area korteks, mungkin saja mempengaruhi hasil kerja

Page 10: Losing Control Brain vs Spinal Cord+Kemampuan Motorik Kaki Pada Stroke Tidak Seutuh Pada Cedera Tulang Belakang

10

kelompok motor yang membutuhkan perhatian yang kompleks,

kerusakan dalam aktivasi otot terlatih bisa lebih luas daripada pasca-

iSCI, seperti bilateral, dan tidak menyebabkan kelemahan otot.

METODE

Subyek penelitian. Nilai baku diperoleh dari sukarelawan yang sehat.

Subyek dengan iSCI merupakan pasien rawat inap dan rawat jalan di

iSCI center yang memiliki setidaknya kontraksi nyata dari kelompok

otot Plantar Fleksi (PF) dan Dorsal Fleksi (DF) kaki (≥ grade 1

menurut American Spinal Injury Association).Subyek dengan lesi

sistem saraf perifer, berdasarkan data neurofisiologi,

dieksklusikan.Pasien stroke dari rumah sakit neurorehabilitasi Valens

and Wald, Swiss, diikutsertakan dalam penelitian ini.Kriteria inklusi

meliputi lesi otak sistemik (stroke pada A. cerebri media) atau

perdarahan intracranial dan skor diatas 24 pada Mini Mental State

Examination.Pasien stroke dengan letak lesi otak pada subkorteks

dieksklusi.

Persetujuan protokol standar, pencatatan, dan persetujuan

pasien.Protokol penelitian disetujui oleh IRB lokal Cantons of Zurich

and St.Gallon. Penelitian ini sudah memenuhi syarat penelitian yang

menggunakan manusia sebagai subyeknya seperti yang telah tertulis

pada Deklarasi Helsinski dan telah dilakukan inform konsen.

Langkah penelitian. Penelitian ini dilakukan pada kelompok otot DF

dan PF karena dapat diuji pada pasien tetraplegi dan paraplegi,

Page 11: Losing Control Brain vs Spinal Cord+Kemampuan Motorik Kaki Pada Stroke Tidak Seutuh Pada Cedera Tulang Belakang

11

kelompok otot tersebut menerima proyeksi langsung dari

corticomotorneuron, dan merupakan penanda yang sesuai dari proses

berjalan. Subyek diposisikan supinasi selama pengujian untuk

memastikan pasien subakut dapat berpartisipasi. Tungkai bawah

ditempatkan pada sebuah kotak solid (ukuran 17x33x22,5 cm) dengan

posisi lutut difleksikan 30-45° untuk mengurangi spasme nonvolunter

otot ekstensor. Kaki ditempatkan pada alat pengukur putaran isometric

yang dapat merekam putaran PF dan DF dan tidak menekan aksis

longitudinal tungkai.Pengukur tegangan dikaitkan pada kedua sisi alat

perekam putaran yang diikatkan pada batang alumunium dan

dipengaruhi oleh putaran PF atau DF isometrik.Ukuran tegangan yang

dihasilkan direkam pada 50 Hz, diamplifikasi dan dikonversi dari V

menjadi Nm menggunakan software.

Setelah masing-masing subyek dijelaskan tentang apa saja yang harus

dikerjakan, Maximum Voluntary Contraction (MVC) ditetapkan.

Putaran DF dan PF maksimum yang diterapkan pada sebyek adalah

selama 2 sampai 3 detik, walaupun putaran hanya dihitung selama 0,2

detik.

Sebuah lintasan target biru ditampilkan pada monitor yang

merepresentasikan jumlah putaran PF dan DF yang harus diterapkan

oleh subyek seakurat mungkin dari waktu ke waktu (gb.e-1).

Amplitudo lintasan target (y-axis) dikalibrasi menjadi MVC PF dan

DF. Pengamat memulai percobaan dan para subyek diminta untuk

menunjukkan garis merah yang meningkat pada sisi kiri monitor

dengan cara melakukan putaran DF kaki atau menurun dengan

Page 12: Losing Control Brain vs Spinal Cord+Kemampuan Motorik Kaki Pada Stroke Tidak Seutuh Pada Cedera Tulang Belakang

12

melakukan putaran PF kaki.Umpan balik lisan tentang ketidaksesuaian

muncul pada akhir dari lintasan pertama.

Setiap lintasan berisi 4 level konstan putaran DF dan 4 PF pada 20,

40, 60, dan 80% MVC (masing-masing selama 2 detik) dan 2 kondisi

cepat (96% DF maksimal yang langsung diikuti oleh 96% putaran PF

dan vice versa). Delapan lintasan yang berbeda dibuat dengan cara

menempatkan kondisi-kondisi tersebut pada perintah yang diacak dan

memisahkannya dengan beristirahat selama 4 detik. Masing-masing

lintasan kemudian dibagi menjadi dua dengan beristirahat selama 30

detik untuk mencegah kejang otot lokal.Percobaan ini berlangsung

selama 30 menit.

Subyek yang sehat dan subyek dengan iSCI melakukan semua yang

diperintahkan dengan tungkai yang dominan yang biasa mereka

gunakan untuk aktivitas sehari-hari, seperti menendang bola, kecuali

jika sisi tersebut benar-benar lumpuh.Subyek dengan stroke pertama-

tama melakukan dengan kaki yang tidak terkena stroke, kemudian

diikuti dengan kaki yang terkena stroke. Pengukuran disimpan di

dalam PC dan nilai RMS (Root Mean Square) dihitung antara lintasan

target dan lintasan respon dengan memperhitungkan data yang tidak

sesuai. Seluruh ketidaksesuaian data dihitung pada tiap lintasan.Kurva

eksponensial yang kuat cocok dengan poin-poin data pada tiap

subyek. Sebuah karakter dalam fungsi eksponensial adalah

transformasi logaritmik dari banyaknya percobaan dan

ketidaksesuaian tampilan yang menghasilkan sebuah persamaan linear

(y = ax + b), dimana koefisien regresi a menunjukkan tingkat

kemampuan.

Page 13: Losing Control Brain vs Spinal Cord+Kemampuan Motorik Kaki Pada Stroke Tidak Seutuh Pada Cedera Tulang Belakang

13

Pengukuran klinis. Konduktivitas CST (CorticoSpinal Tract) dinilai

menggunakan Stimulasi Magnetik Transkranial (TMS) pada subyek

dengan stroke dan iSCI yang sudah diberi inform konsen dan

memenuhi syarat (tidak mempunyai riwayat epilepsi, besi yang

tertanam di dalam kepala, atau menggunakan pacemaker jantung).

Peneliti menggunakan sebuah protokol yang mempermudah respon

MEP (Motor Evoked Potential).Sebuah lilitan berbentuk angka 8

digunakan dan disambungkan pada stimulator magnetik MagPro

X100.Sebuah getaran tunggal 200µs diterapkan secara otomatis

setelah subyek meningkatkan putaran DF kaki secara perlahan

melebihi 20% MVC.Respon MEP direkam dari elektroda yang

diletakkan pada tibialis anterior (jarak antarelektroda 2cm). Onset

laten ditentukan jika terdapat sinyal diatas 5 MEP dan dinetralkan

dengan cara membaginya dengan tinggi badan (msec/m).

Propioseptif diukur dengan menetukan ambang getaran menggunakan

sebuah skala 8/8 garputala 64 Hz (0/8: tidak ada propioseptif; diatas 6:

propioseptif normal). Peneliti melaporkan nilai rata-rata malleolus

media dan sendi metatarsophalangeal pertama.Kapasitas berjalan

diukur menggunakan tes berjalan 10 meter (kecenderungan dan

kecepatan maksimum).

Page 14: Losing Control Brain vs Spinal Cord+Kemampuan Motorik Kaki Pada Stroke Tidak Seutuh Pada Cedera Tulang Belakang

14

HASIL PENELITIAN

Subjek sehat. Dari 47 subjek penelitian yang sehat (18 wanita), rata-

rata berusia 49,6 + 18,3 tahun (berkisar antara 21-85 tahun), tingginya

1,74 + 0.09 m, dan mempunyai berat 74 + 14 kg. Kesalahan dari

percobaan terakhir mencapai 6,1+ 2,3 (mean + SD ; berkisar dari 2,7-

11,8). Untuk 3 peserta, kesalahan dari ketujuh metode yang termasuk

di dalamnya, merupakan sebuah kesalahan teknik dalam percobaan

terakhir.Jenis kelamin, umur, tinggi dan berat badan termasuk dalam

analisis regresi multiple. Kesalahan percobaan meningkat berkaitan

dengan umur (kesalahan = 2,2 + 0,078 x umur, p<0,001), dan umur

menjelaskan 37% dari variasi kesalahan percobaan. Karena itu, untuk

membandingkan hasil pemberian latihan antara subjek yang sehat

dengan subjek iSCI, subjek disamakan umurnya.

Nilai putaran maksimum dorsofleksi (DF) pada subjek sehat

tergantung dari tinggi badan dan jenis kelamin (Kontraksi volunter

maksimum dorsofleksi = -11,02 + 24,65 x tinggi badan + 4,49 x jenis

kelamin [perempuan = 0; laki-laki=1]). Nilai putaran maksimum

plantar fleksi tergantung dari umur dan berat badan (Kontraksi

volunter maksimum plantar fleksi = 30,2-0,32 x umur + 0,22 x berat

badan). Persamaan ini digunakan untuk menghitung persentase

kekuatan dari subjek dengan iSCI atau stroke dalam perbandingan

dengan subjek sehat.

Page 15: Losing Control Brain vs Spinal Cord+Kemampuan Motorik Kaki Pada Stroke Tidak Seutuh Pada Cedera Tulang Belakang

15

Gambar 1. Kemampuan Tes Visuomotor pada Orang Sehat

The task error 9root mean square) of 47 healthy subjects become

reduced during practiced of consecutive trajectories (p<0,001). A

trend-line (power exponential function) was fitted through the data

points to visualize improvement in performance. The outcome of the

final task performance (Trial 8) was influenced by age.

Subjek sehat vs iSCI.Dari 27 subjek iSCI, terdiri dari subjek yang

mempunyai lesi traumatik (sebanyak 11 orang), penekanan oleh

karena stenosis kanal spinalis (sebanyak 6 orang), dan kerusakan

akibat iskemia atau tumor (sebanyak 10 orang). Subjek iSCI tidak

berbeda secara bermakna dalam hal umur, tinggi badan, atau berat

badan dari subjek yang sehat (p > 0,46, t test). Lesi dari traktus

Page 16: Losing Control Brain vs Spinal Cord+Kemampuan Motorik Kaki Pada Stroke Tidak Seutuh Pada Cedera Tulang Belakang

16

kortikospinalis dibuktikan dengan gejala klinik dan MEP (Motor

Evoked Potential).Satu orang subjek iSCI tidak dites dengan MEP

karena ada riwayat epilepsi dan 2 orang subjek tidak dapat dipicu

MEPnya. Nilai rata-rata dari latensi MEP tibialis anterior normal di

atas batas patologik dibandingkan yang lain, yakni di atas 19,4

msec/m (1 kelompok t test, p = 0.01). Berdasarkan hasil t test,

Propiosepsi dan kecepatan berjalan maksimum berkurang secara

bermakna pada subjek iSCI (untuk semuanya nilai p<0,001).

Hasil Pemberian latihan tracking torsi meningkat sampai pada nilai

rata-rata yang dapat dibandingkan (subjek sehat : a = -0,310 + 0,123

[mean + SD]; subjek iSCI: a = -0,279 + 0,125; p = 0,37; t test).

Kesalahan penelitian dari percobaan terakhir tidak jauh berbeda antar

kelompok (subjek sehat: 6,7+ 2,5; subjek iSCI : 8,0 + 3.2; p = 0.09; t

test, gambar 2, Bc) dan tidak ada hubungan antara kesalahan

percobaan awal dan rata-rata perhitungan di antara 2 kelompok

(subjek sehat: r = -0.26, p = 0.24).

Sebaliknya, kekuatan otot DF dan PF meningkat pada subjek iSCI:

skore motor klinik ASIA (subjek iSCI: DF: 4.4 + 0.9, p = 0.001; PF;

4.5 + 0.9, p = 0.004), nilai putaran absolut (subjek sehat: DF: 34 + 7

Nm dan PF:29 + 11 Nm; subjek iSCI: DF: 23 + 10 Nm [p < 0.001]

dan PF: 21 + 9 Nm [p = 0.003]), dan nilai putaran normal (DF: p <

0.001; PF: p = 0.01; semua t test, lihat tabel, gambar 2, Ba dan Bb).

Rata-rata nilai putaran (DF dan PF) normal hanya sedikit terkait

dengan kesalahan penelitian (peserta sehat: r = -0.23, p = 0.24; subjek

iSCI: r = -0.33, p = 0.09, gambar 2Bd)

Page 17: Losing Control Brain vs Spinal Cord+Kemampuan Motorik Kaki Pada Stroke Tidak Seutuh Pada Cedera Tulang Belakang

17

Stroke vs iSCI.Rata-rata skor Latihan Status Mini-Mental dari 10

subjek dengan stroke adalah 28.2 + 1.4 poin (berkisar antara 26-

30).Sepuluh subjek iSCI dicocokkan berdasarkan jenis kelamin, umur,

dan kekuatan DF dan PF (tungkai yang lemah).Berdasarkan hasil t

test, dalam hal umur, tinggi badan, dan berat badan tidak berbeda

secara bermakna (p > 0.34). Pemanjangan Latensi MEP tibialis

anterior ditemukan pada tungkai yang lemah pada subjek stroke ketika

dibandingkan dengan subjek iSCI (p = 0.026, t test), meskipun MEP

tidak dapat dipicu di dua tungkai dari subjek iSCI. Latensi MEP dari

kaki subjek dengan stroke yang sehat tidak jauh berbeda dengan nilai

ambang patologik dari 19.4 msec/m (p = 0.57, satu kelompok t test).

Dari hasil t test, tidak ada perbedaan antara 2 kelompok ini mengenai

kecepatan langkah kaki (kecepatan yang dipilih, p = 0.23; kecepatan

maksimum, p = 0.14).

Tidak ada perbedaan yang bermakna antara 10 subjek iSCI (a = -0.223

+ 0.150) dan subjek stroke, yang menunjukkan permulaan latihan dari

kaki yang sehat (a = -0.150 + 0.160; p = 0.31; t test; gambar 3A). Di

antara subjek stroke, permulaan latihan tidak berkaitan dengan hasil

rata-rata penelitian (r = -0.16, p = 0.65).

Kekuatan DF mata kaki dari tungkai yang lemah dari subjek stroke

menjadi lebih lemah jika dibandingkan dengan tungkai yang sehat

pada subjek stroke dengan nilai p (DF) = 0.002 dan PF (p = 0.01).

Meskipun kekuatan otot DF dan PF dari subjek iSCI tidak berbeda

jauh dari nilai kekuatan tungkai stroke yang lemah (DF, p = 0.96; PF,

p = 0.36; gambar 3Ba dan Bb), tungkai yang dominan pada subjek

iSCI menunjukkan hasil latihan yang lebih baik bila dibandingkan

Page 18: Losing Control Brain vs Spinal Cord+Kemampuan Motorik Kaki Pada Stroke Tidak Seutuh Pada Cedera Tulang Belakang

18

dengan subjek stroke (tungkai yang tidak lemah, p = 0.04, t test, lihat

gambar 3Bc). Pada subjek stroke, penelitian menunjukkan hasil

latihan yang hampir sama pada tungkai yang lemah (gambar 3A).

Skor latihan satus Mini-Mental tidak berkaitan dengan kesalahan

penelitian (tungkai yang tidak lemah : r = -0.09 dan tungkai yang

lemah: r = 0.06; lihat gambat 3Bd).

  27 Subjek Sehat dan Subjek Isci

10 Subjek Stroke dan 10 Subjek Isci

Pengukuran Sehat Isci stroke Isci Karakteristik subjek   Umur (th) 57 ± 14 57 ± 14 62 ± 12 62 ± 7   Wanita 8 8 4 4   Tinggi Badan (m) 1.73 ±

0.10 1.74 ± 0.08

170 ± 0.07 1.73 ± 0.06

  Berat Badan (kg) 78 ± 15 75 ± 12 74 ± 14 72 ± 10 Karakteristik Klinik dan Pengukuran   Lesi NA C3 - C8

: 16 Right Hemisphere : 9

C3 - C8 : 4

      T1 - T6 : 4

Left Hemisphere : 1

T1 - T6 : 2

      T7 - T12 : 7

  T7 - T12 : 4

  Waktu Lesi (th) NA 2.5 ± 3.9

2.3 ± 3.4 1.0 ± 2.9

  MCV DF, % 99 ± 19 65 ± 27 87 ± 12/52 ± 23

51 ± 31

  MCV PF, % 98 ± 30 76 ± 32 98 ± 37/71 ± 36

55 ± 40

  Normalized MEP latency, msec/m

19.4ᵇ 23.0 ± 4.6

19.8 ± 2.0/24.4 ± 3.6

20.9 ± 2.6

  Propioseptif 7.1 ± 1.3

4.5 ± 2.8

7.0 ± 0.8/6.9 ± 1.2

4.8 ± 2.5

Page 19: Losing Control Brain vs Spinal Cord+Kemampuan Motorik Kaki Pada Stroke Tidak Seutuh Pada Cedera Tulang Belakang

19

  Preferred walking speed, m/sec

1.51 ± 1.61

0.66 ± 0.54

0.78 ± 0.31 0.56 ± 0.49

  Maximum walking speed, m/sec

2.43 ± 0.39

0.91 ± 0.77

1.11 ± 0.57 0.71 ± 0.59

Tabel 1. Karakteristik Subjek dan Pengukuran Klinis

Abbreviations : C = cervical; DF= Dorsal Flexion; iSCI = incomplete

spinal cord injury; MEP = motor evoked potential; MCV = maximal

voluntary contraction, expressed as a percentage of the expected

healthy value; PF = plantar flexion; T = thoracic.

ᵃThis table compares a group of 1) 27age- and gender – matched

healthy subjects vs 27 iSCI subjects and 2) 10 age- and gender-

matched stroke vs 10 iSCI subjects for various clinical measures, as

well as ankle dexterity and strength measures.

ᵇ19.4 is the upper limit of normalized tibialis anterior motor evoked

potential latency in healthy subjects as derived from the literature.

DISKUSI

Meskipun secara klinis fungsi gerak motorik kasar pada otot-otot yang

mengalami paralisis inkomplit secara klinis tampak lebih janggal,

pada penelitian ini ditunjukkan bahwa pasien iSCI masih dapat

mempertahankan keakuratan pengontrolan terhadap kekuatan otot-

ototnya.Hal ini berlawanan dengan pasien stroke, dimana kemampuan

ini menurun dengan cukup signifikan, baik pada ekstremitas yang

mengalami hemiparesis maupun pada ekstremitas yang tidak

mengalami kecacatan, hal ini nampaknya independen dari kelemahan

otot. Hilangnya kemampuan untuk menghasilkan pola aktivasi otot

spatial dan temporal memang dilaporkan setelah terjadinya stroke,

yaitu saat lengan yang mengalami hemiparesis diuji dengan

Page 20: Losing Control Brain vs Spinal Cord+Kemampuan Motorik Kaki Pada Stroke Tidak Seutuh Pada Cedera Tulang Belakang

20

menggunakan uji penelusuran (tracking task) yang memerlukan

kemampuan sendi siku untuk melakukan fleksi dan ekstensi. Lebih

lanjut lagi, meskipun pada pasien iSCI mengalami defisit kekuatan

yang cukup besar, terungkap bahwa pemilihan waktu pergerakan

ritmik DF pergelangan kaki masih baik, sedangkan pasien-pasien

stroke menunjukkan kecacatan baik pada pemilihan waktu untuk

pergerakan maupun kekuatan gerakan.

Setelah terjadinya iSCi, Volume Kontraksi Maksimum dari otot yang

mengalami kecacatan sebagian menjadi terbatas, sebagai akibat

berkurangnya jumlah motoneuron (normalnya berjumlah 150 ± 40

pada muskulus tibialis anterior) yang dapat diaktifkan secara volunter.

Selain itu, tingkat kekuatan absolut otot menjadi berkurang, selain

sebagai akibat berkurangnya jumlah unit motorik, juga disebabkan

oleh modulasi frekuensi penghantaran impuls menjadi terbatas.Salah

satu kemungkinan mengapa hal ini tidak terlihat pada penelitian

sebelumnya adalah karena uji kekuatan gradasi dinormalkan oleh

adanya Volume Kontraksi Maksimum.

Tidak terdapat interaksi yang kompleks antara onset performa pada

pengujian dan tingkat kecepatan belajar pada subjek grup. Akan

tetapi, pada pasien stroke, uji performa mengalami pengaruh, yaitu

baik pada anggota badan yang mengalami hemiparesis maupun

tungkai yang tidak mengalami kecacatan pada pasien stroke, yang

dapat dijelaskan dengan kontrol kortikal bilateral dari pengujian yang

menuntut perhatian dengan tingkat ketepatan tinggi. Dengan

meningkatnya ketepatan dan tuntutan pada gradasi kekuatan

(misalnya, pada indeks genggaman jempol), korteks motorik

Page 21: Losing Control Brain vs Spinal Cord+Kemampuan Motorik Kaki Pada Stroke Tidak Seutuh Pada Cedera Tulang Belakang

21

kontralateral, area motorik supplementer, serta area premotor dorsal

mengalami peningkatan aktivasi.Aktivasi bilateral tambahan pada area

korteks, terutama pada area motorik suplementer, dapat diamati pada

pergerakan pergelangan kaki saat dibandingkan dengan uji

penelusuran pergerakan jari.Memang, setelah stroke perbedaan dalam

pemulihan dapat diamati melalui kekuatan genggaman sederhana dan

tugas-tugas yang memerlukan kemampuan tinggi, menunjukkan

bahwa fungsi-fungsi ini beroperasi secara anatomis maupun

fungsional pada entitas yang berbeda.

Pada monyet rhesus, seperti yang juga telah disebutkan di atas,

distribusi proyeksi kortikospinal tampak lebih bilateral dan kompleks

dibandingkan yang diperkirakan sebelumnya.Baik anggota gerak atas

maupun bawah setelah stroke, yaitu pada sisi ‘yang tidak terpengaruh’

tidak benar-benar tidak terpengaruh.Akan tetapi, pada seseorang yang

mengalami iSCI, area kortikal ikut terlibat dalam pengontrolan gradasi

kekuatan tidak secara langsung terpengaruh dan tetap kompeten,

bahkan sampai suatu tingkat pada seseorang dengan SCI motorik

kronis komplit.

Makin buruknya performa pada subjek yang lebih tua mungkin dapat

mengindikasikan tingginya sensitivitas pada pola pikir pengujian ini.

Hal ini sejalan dengan temuan psikologik yang menunjukkan bahwa

sistem pemprosesan dan integrasi input sensorik menurun seiring

bertambahnya umur. Selain itu, pada orang-orang tua terdapat

penurunan modulasi rata-rata penghantaran impuls unit motorik dan

sebuah peningkatan perubahan kekuatan per perubahan tingkat

penghantaran impuls dan, sebagaimana test yang menuntut perhatian,

Page 22: Losing Control Brain vs Spinal Cord+Kemampuan Motorik Kaki Pada Stroke Tidak Seutuh Pada Cedera Tulang Belakang

22

seperti yang telah diketahui, kapasitas memori menurun seiring

dengan pertambahan umur.

Gambar 2. Kemampuan Tes Visuomotor dan Kontrol Kekuatan pada Orang Sehat dan Orang Dengan iSCI

A.

B.a B.b

Page 23: Losing Control Brain vs Spinal Cord+Kemampuan Motorik Kaki Pada Stroke Tidak Seutuh Pada Cedera Tulang Belakang

23

B.c B.d

(A) Kemampuan meningkat pada kedua kelompok. Kekuatan Dorsal (2.B.a) dan Plantar (2.B.b) Fleksi (Ditunjukkan oleh nilai persentasi sesuai dengan karakteristik subjek) yaitu berkurang bada subjek dengan iSCI. (2 B.c) Kesalahan kemampuan pada percobaan tes lintasan putaran visuomotor tidak berbeda di antara kelompok tersebut. (2 B.d) Rata-rata persentasi kekuatan tidak berhubungan dengan kesalahan kemampuan pada subjek dengan iSCI

Gambar 3. Kemampuan Tes Visuomotor dan Kontrol Kekuatan pada Orang Dengan Stroke dan Orang Dengan iSCI

Page 24: Losing Control Brain vs Spinal Cord+Kemampuan Motorik Kaki Pada Stroke Tidak Seutuh Pada Cedera Tulang Belakang

24

A.

B.a B.b

B.c B.d

Page 25: Losing Control Brain vs Spinal Cord+Kemampuan Motorik Kaki Pada Stroke Tidak Seutuh Pada Cedera Tulang Belakang

25

(A) Orang dengan iSCI meningkat dengan nilai yang lebih cepat dengan kesalahan kemampuan yang menurun dibandingkan dengan strokePutaran Dorsal (B.a) dan Plantar (B.b) fleksi (ditunjukkan sebagai persentasi yang diperkirakan dari peserta sehat ) dapat dibandingkan antara subjek dengan iSCI dan pada subjek stroke dengan tungkai yang terkena. Pada subjek stroke kekuatan kaki yang tidak terkena lebih besar daripada kaki yang terkena. (B.c) Tes kemampuan pada percobaan terakhir (percobaan ke delapan , tungkai tidak terkena, percobaan ke empat, tungkai terkena) lebih jelek pada subjek dengan stroke dibandingkan dengan iSCI , tapi tidak berbeda dengan tungkai yang terkena pada subjek dengan stroke. (B.d) Nilai “The Mini-Mental State Examination” tidak berhubungan dengan tes kemampuan pada orang dengan stroke

Beberapa pokok persoalan metodologik yang perlu dipertimbangkan

berkaitan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Pengaruh

kecacatan sensorik terhadap performa dalam pengujian dielakkan

dengan menyediakan input visual online, menyediakan strategi umpan

maju dan umpan balik untuk mengoptimalkan akurasi tugas. Khusus

pada subjek iSCI kronik, yang mungkin telah mengembangkan

strategi umpan maju untuk aktivitas sehari-hari, lebih sedikit

bergantung pada persepsi proprioseptik, sebagaimana hasil persepsi

proprioseptik dan error pada performa memiliki hubungan yang lebih

baik pada 15 subjek iSCI subakut (r=-0,57, p=0,03; waktu sejak

terjadinya lesi 12,8 hari; range 21-65 hari) bila dibandingkan dengan

subjek kronik (r=0,-28, p = 0,043; 6,6 ± 4,0 tahun setelah penyakit

terjadi). 2) Kekakuan otot jarang terjadi karena sendi lutut terus dijaga

dalam posisi fleksi selama test berlangsung. Spastisitas tidak melebihi

tingkat 1 pada orang-orang dengan iSCI pada Modified Ashworth

Page 26: Losing Control Brain vs Spinal Cord+Kemampuan Motorik Kaki Pada Stroke Tidak Seutuh Pada Cedera Tulang Belakang

26

Scale dan tingkat 2 pada orang-orang dengan stroke.Fleksi sendi lutut

dapat membatasi aktivitas dasar sehari-hari secara keseluruhan dimana

spasme non volunteer dapat muncul.Lebih jauh lagi, fleksi sendi lutut

tidak berpengaruh pada reliabilitas PF MVC, dimana tenaga putaran

dua otot gastrocnemius dipengaruhi oleh sudut fleksi sendi lutut.

Penilaian berulang dari DF dan PF MVC pada 20 partisipan sehat

(interval tes: 9±4 hari) dan 24 orang dengan iSCI (16±23 hari; pasien

akut dievaluasi ulang dalam seminggu) menunjukkan bahwa terdapat

reliabilitas yang tinggi untuk DF MVC pada subjek yang sehat

(koefisien korelasi intra kelas [ICC]= 0,89) dan subjek dengan iSCI

(ICC=0,91; ICC kombinasi= 0,94) dan reliabilitas yang rendah pada

PF MVC (subjek sehat: ICC=0,63;iSCI: ICC = 0,82; ICC

kombinasi=0,85).

Perburukan fungsi kognitif (seperti demensia) pada subjek dengan

stroke tidak berpengaruh pada performa kerja yang rendah, karena

skor pada pemeriksaan Mini-Mental State Examination tinggi dan

tidak berpengaruh pada performa kerja yang kacau. Walaupun Mini-

Mental State Examination tidak menyediakan informasi yang detail

tentang proses yang dibutuhkan untuk pembelajaran motorik dan

performa, seperti visuopersepsi dan rencana motorik, orang dengan

stroke meningkatkan dan mempertahankan performa kerja sepanjang

waktu, mengindikasikan bahwa mereka mengerti tugas dan tetap

fokus selama percobaan.

Penemuan baru-baru ini dapat sangat berarti dalam protokol

rehabilitasi di bidang SCI, dimana kekuatan otot yang kembali dapat

membangun koordinasi motorik.Latihan otot menunjukkan efek yang

Page 27: Losing Control Brain vs Spinal Cord+Kemampuan Motorik Kaki Pada Stroke Tidak Seutuh Pada Cedera Tulang Belakang

27

menguntungkan pada SCI kronik. Lebih jauh lagi, pembentukan

tenaga yang lebih tinggi dapat diinduksi dengan intervensi berbasis sel

atau obat-obatan mengembalikan serat yang rusak atau meningkatkan

pertumbuhan akson pada tempat lesi., oleh karena itu dapat

meningkatkan input supraspinal indirek pada lokasi motoneuron

spinal dengan cara penjalaran kolateral pada interneuron. Rangsangan

motoneuron spinal dapat ditingkatkan dengan stimulasi epidural. Pada

akhirnya intervensi dapat mencapai target pada unit motorik.

Penjalaran perifer dari serat otot yang terinervasi ke yang tidak

terinervasi mungkin dapat dtingkatkan melebihi tingkat yang

diobservasi secara spontan.