laporan kasus spinal cord injury...laporan kasus ini telah dipresentasikan dan disahkan sebagai...

32
1 LAPORAN KASUS Spinal Cord Injury Pembimbing : dr Nurtakdir Kurnia Setiawan, Sp.S, M.Sc Disusun oleh : Devina Putri Susilo 1910221048 Universitas Pembangunan Nasional ‘Veteran’ Jakarta Pendidikan Profesi Kedokteran Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Penyakit Saraf RSUD Ambarawa 2020

Upload: others

Post on 19-Sep-2020

51 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: LAPORAN KASUS Spinal Cord Injury...Laporan kasus ini telah dipresentasikan dan disahkan sebagai salah satu prasyarat mengikuti ujian kepaniteraan Klinik di Bagian Penyakit Saraf RSUD

1

LAPORAN KASUS

Spinal Cord Injury

Pembimbing :

dr Nurtakdir Kurnia Setiawan, Sp.S, M.Sc

Disusun oleh :

Devina Putri Susilo

1910221048

Universitas Pembangunan Nasional ‘Veteran’ Jakarta

Pendidikan Profesi Kedokteran Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Penyakit Saraf

RSUD Ambarawa

2020

Page 2: LAPORAN KASUS Spinal Cord Injury...Laporan kasus ini telah dipresentasikan dan disahkan sebagai salah satu prasyarat mengikuti ujian kepaniteraan Klinik di Bagian Penyakit Saraf RSUD

2

Lembar Pengesahan

SPINAL CORD INJURY

Oleh :

Devina Putri Susilo

1910221048

Laporan kasus ini telah dipresentasikan dan disahkan sebagai salah satu prasyarat mengikuti

ujian kepaniteraan Klinik di Bagian Penyakit Saraf RSUD Ambarawa.

Ambarawa, Februari 2020

Mengetahui

Pembimbing

Dr Nurtakdir Kurnia Setiawan, Sp.S, M.Sc

Page 3: LAPORAN KASUS Spinal Cord Injury...Laporan kasus ini telah dipresentasikan dan disahkan sebagai salah satu prasyarat mengikuti ujian kepaniteraan Klinik di Bagian Penyakit Saraf RSUD

3

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. AW

Usia : 44 tahun

Jenis Kelamin : Pria

Agama : Islam

Alamat : Krajan 2/1 Ngampin Ambarawa, Kab. Semarang

Pendidikan : Strata 1

Pekerjaan : Swasta

Status : Menikah

Masuk Rumah Sakit : 02 Februari 2020

B. ANAMNESIS

Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 3 Februari 2020, pukul 15.00 WIB

di bangsal Mawar RSUD Ambarawa.

C. KELUHAN UTAMA

Kedua kaki tidak dapat digerakkan dan terasa kebas dari perut hingga ke kaki.

D. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

Pasien mengeluhkan kedua kaki susah digerakkan dan terasa kebas secara tiba-tiba setelah

jatuh ke selokan saat sedang bersepeda pada 1 jam SMRS (10.00 WIB). Setelah jatuh, pasien

sadarm ingat dengan kejadian saat terjatuh, dapat berkomunikasi dengan baik dengan posisi

terlentang. Kelumpuhan dialami pasien pada kedua kaki, sedangkan tangan dapat digerakkan.

Sakit kepala, wajah perot, gangguan penglihatan, ataupun pendengaran disangkal oleh pasien.

Setelah jatuh pasien menyangkal adanya pingsan, kejang, atau mual muntah. Pasien mengeluhkan

nyeri pada punggung yang dirasakan terus menerus, memberat saat pasien menggerakaan badan

bagian atas, menelan dan batuk. Nyeri punggung berkurang saat pasien berbaring. Pasien juga

mengeluhkan sulit BAK serta tidak dapat BAB. Pasien mengatakan pasien belum BAB serta tidak

merasakan nyeri dari bagian perut hingga kedua kakinya. Diketahui sebelumnya pasien dapat

berjalan, dapat mengontrol pola BAK, BAB setiap pagi. Pasien menyangkal adanya demam dan

Page 4: LAPORAN KASUS Spinal Cord Injury...Laporan kasus ini telah dipresentasikan dan disahkan sebagai salah satu prasyarat mengikuti ujian kepaniteraan Klinik di Bagian Penyakit Saraf RSUD

4

penurunan berat badan sebelumnya serta adanya pegal-pegal, ataupun kesemutan yang menjalar

ke kaki sebelumnya.

E. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

1. Riwayat trauma : disangkal

2. Riwayat hipertensi : disangkal

3. Riwayat DM : disangkal

4. Riwayat stroke : disangkal

5. Riwayat penyakit jantung : disangkal

6. Riwayat infeksi TBC : disangkal

7. Riwayat hepatitis : disangkal

8. Riwayat low back pain : disangkal

9. Riwayat osteoarthritis : disangkal

10. Riwayat kelainan tulang belakang : disangkal

11. Riwayat operasi pada punggung : disangkal

12. Riwayat tumor/keganasan : disangkal

13. Riwayat konsumsi obat-obatan : disangkal

14. Riwayat konsumsi alcohol : disangkal

F. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA

1. Riwayat hipertensi : ayah pasien

2. Riwayat stroke : disangkal

3. Riwayat DM : disangkal

4. Riwayat penyakit jantung : ayah pasien

5. Riwayat infeksi TBC : disangkal

6. Riwayat osteoporosis : disangkal

7. Riwayat kejang : disangkal

G. RIWAYAT PRIBADI DAN SOSIAL EKONOMI

Pasien merupakan seorang kontraktor yang bekerja di kantor. Sehari-hari pasien banyak

menghabiskan waktunya duduk di kantor dan kurang beraktivitas. Pasien mengaku makan 3 – 4

Page 5: LAPORAN KASUS Spinal Cord Injury...Laporan kasus ini telah dipresentasikan dan disahkan sebagai salah satu prasyarat mengikuti ujian kepaniteraan Klinik di Bagian Penyakit Saraf RSUD

5

kali dalam sehari, sering merokok dan minum kopi namun menyangkal meminum-minuman keras.

Pasien menyangkal memakai obat-obatan terlarang. Obat yang dikonsumsi pasien selama sebulan

terakhir merupakan obat calcusol untuk keluhan nyeri BAK pasien.

H. ANAMNESIS SISTEM

1. Sistem cerebrospinal : kelemahan anggota gerak bawah

2. Sistem kardiovascular : tidak ada keluhan

3. Sistem respiratorius : tidak ada keluhan

4. Sistem gastrointestinal : tidak dapat BAB

5. Sistem neuromuskuler : terasa kebas dari perut hingga ke kaki, nyeri punggung

6. Sistem urogenital : Sulit BAK

7. Sistem integumen : tidak ada keluhan

I. RESUME ANAMNESIS

Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada seorang laki-laki yang bekerja sebagai

kontraktor yang datang dengan keluhan kedua kaki tidak dapaat digerakkan dan terasa kebas dari

perut hingga ke kaki secara tiba-tiba setelah jatuh ke selokan saat bersepeda pada 1 jam SMRS.

Pasien juga mengeluhkan nyeri punggung yang dirasakan terus-menerus yang memberat saat

pasien menggerakkan tubuh bagian atas, menelan dan batuk serta membaik dengan berbaring.

Pasien juga mengeluhkan sulit BAK, tidak dapat BAB serta tidak merasakan nyeri dari perut

hingga kedua kakinya. Sebelum masuk rumah sakit pasien diketahui belum mengkonsumsi obat

untuk menghilangkan gejalanya.

J. DISKUSI I

Pasien datang dengan keluhan kedua kaki tidak dapat digerakkan dan terasa kebas dari perut

hingga ke kaki tiba-tiba setelah jatuh ketika bersepeda, jatuh yang dialami pasien dicurigai

menyebabkan cedera medulla spinalis. Medulla spinalis merupakan satu kumpulan saraf-saraf

yang terhubung ke susunan saraf pusat yang berjalan sepanjang kanalis spinalis yang dibentuk oleh

tulang vertebra. Ketika terjadi kerusakan pada medulla spinalis, masukan sensoris, Gerakan dari

bagian tertentu dari tubuh dan fungsi involunter dapat terganggu atau hilang sama sekali.

Page 6: LAPORAN KASUS Spinal Cord Injury...Laporan kasus ini telah dipresentasikan dan disahkan sebagai salah satu prasyarat mengikuti ujian kepaniteraan Klinik di Bagian Penyakit Saraf RSUD

6

Diketahui kelumpuhan dialami pasien pada kedua kaki, sedangkan tangan dapat digerakkan,

maka kemungkinan cedera pada medulla spinalis setinggi torakalis ataupun di bawahnya. Hal ini

disebabkan bila lesi komplit itu berada di daerah servikal maka akan timbul tetraplegia dengan

anestesi dibawah lesi, sedangkan bila lesi komplit itu berada di daerah torakalis, maka yang

didapatkan adalah paraplegia dengan gangguan sensibilitas (anestesi) di bawah lesi.

Pasien mengeluhkan nyeri pada punggung, nyeri dirasakan pasien terus menerus, memberat saat

pasien menggerakkan tubuh bagian atas, menelan dan batuk serta membaik saat berbaring. Pada

pasien dengan cedera medulla spinalis sering ditemukan nyeri yang biasanya mengacu pada

inflamasi di dalam atau di sekitar medulla spinalis yang secara perlahan menekan medulla

sehingga timbul nyeri pada sisi yang tertekan.

Keluhan pasien berupa sulit BAK dan tidak dapat BAB menandakan keluhan berada di antara

T1-L2 dan terdapat neurogenic bowel.

Pasien mengeluhkan adanya kebas dan tidak merasakan nyeri dari bagian perut hingga ke

kedua kakinya hal ini disebabkan kemungkinan akibat lesi yang dialami pasien berada pada

dermatome torakalis dan bersifat komplit sehingga pasien alami gangguan motoric dan juga

sensorik.

Sebelum keluhan terjadi pasien juga menyangkal adanya demam, penerunan berat bada, atau

sakit terkait keadaan pasien saat ini. Hal ini menyangkal digaan adanya spondylitis TB. Pasien

juga diketahui menyangkal adanya riwayat nyeri, pegal-pegal, ataupun kesemutan yang menjalar

ke kaki sebelumnya. Hal ini menyangkal dugaan adanya HNP.

TRAUMA MEDULLA SPINALIS

I. Definisi

Cedera medula spinalis dapat didefinisikan sebagai semua bentuk cedera yang mengenai

medula spinalis baik yang menimbulkan kelainan fungsi utamanya (motorik, sensorik, otonom dan

reflek) secara lengkap atau sebagian.1

II. Epidemiologi

Menurut NSCISC, di USA terjadi 11.000 kasus cedera medula spinalis tiap tahun.1 Penyebab

utama cedera medula spinalis antara lain kecelakaan (50,4%), terjatuh (23,8%), dan cedera yang

Page 7: LAPORAN KASUS Spinal Cord Injury...Laporan kasus ini telah dipresentasikan dan disahkan sebagai salah satu prasyarat mengikuti ujian kepaniteraan Klinik di Bagian Penyakit Saraf RSUD

7

berhubungan dengan olahraga (9%). Sisanya akibat kekerasan terutama luka tembak dan

kecelakaan kerja.1,3

III. Anatomi

Medula spinalis merupakan bagian dari susunan saraf pusat (SSP). Terbentang dari

foramen magnum sampai dengan L1, di L1 melonjong dan agak melebar yang disebut conus

terminalis atau conus medullaris (Gambar 1). Terbentang dibawah conus terminalis serabut-

serabut bukan saraf yang disebut filum terminale yang merupakan jaringan ikat.

Gambar 1. Anatomi medula spinalis.4

Terdapat 31 pasang saraf spinal: 8 pasang saraf servikal, 12 pasang saraf torakal, 5 pasang

saraf lumbal, 5 pasang saraf sakral dan 1 pasang saraf koksigeal. Akar saraf lumbal dan sakral

terkumpul yang disebut dengan kauda equina. Setiap pasangan saraf keluar melalui intervertebral

foramina. Saraf spinal dilindungi oleh tulang vertebra dan ligamen dan juga oleh meningen spinal

dan CSF.

Struktur internal medula spinalis terdiri dari substansi abu abu dan substansi putih (Gambar

2). Substansi Abu-abu membentuk seperti kupu-kupu dikelilingi bagian luarnya oleh substansi

putih. Terbagi menjadi bagian kiri dan kanan oleh anterior median fissure san median septum yang

disebut dengan posterior median septum.

Keluar dari medula spinalis merupakan akar ventral dan dorsal dari saraf spinal. Substansi

abu-abu mengandung badan sel dan dendrit dan neuron efferen, akson tak bermyelin, saraf sensoris

Page 8: LAPORAN KASUS Spinal Cord Injury...Laporan kasus ini telah dipresentasikan dan disahkan sebagai salah satu prasyarat mengikuti ujian kepaniteraan Klinik di Bagian Penyakit Saraf RSUD

8

dan motoris dan akson terminal dari neuron. Substansi abu-abu membentuk seperti huruf H dan

terdiri dari tiga bagian yaitu: anterior, posterior dan komisura abu-abu. Bagian posterior sebagai

input /afferent, anterior sebagai output/efferent, komisura abu-abu untuk refleks silang dan

substansi putih merupakan kumpulan serat saraf bermyelin.

Gambar 2. Struktur internal medula spinalis.5

IV. Etiologi

Cedera medulla spinalis di bedakan atas 2 jenis, yaitu:

1. Cedera medulla spinalis traumatik : terjadi ketika benturan fisik eksternal seperti yang

diakibatkan oleh kecelakaan kendaraan bermotor, jatuh atau kekerasan, merusak medula

spinalis. Hagen dkk (2009) mendefinisikan cedera medula spinalis traumatik sebagai lesi

traumatik pada medula spinalis dengan beragam defisit motorik dan sensorik atau

paralisis. Sesuai dengan American Board of Physical Medicine and Rehabilitation

Examination Outline for Spinal Cord Injury Medicine, cedera medula spinalis traumatik

mencakup fraktur, dislokasi dan kontusio dari kolum vertebra.

2. Cedera medulla spinalis non-traumatik : terjadi ketika kondisi kesehatan seperti

penyakit, infeksi atau tumor mengakibatkan kerusakan pada medula spinalis, atau

kerusakan yang terjadi pada medula spinalis yang bukan disebabkan oleh gaya fisik

eksternal. Faktor penyebab dari cedera medula spinalis mencakup penyakit motor neuron,

myelopati spondilotik, penyakit infeksius dan inflamatori, penyakit neoplastik, penyakit

vaskuler, kondisi toksik dan metabolik dan gangguan kongenital dan perkembangan.

Page 9: LAPORAN KASUS Spinal Cord Injury...Laporan kasus ini telah dipresentasikan dan disahkan sebagai salah satu prasyarat mengikuti ujian kepaniteraan Klinik di Bagian Penyakit Saraf RSUD

9

V. Klasifikasi

Metode klasifikasi menurut American Spinal Injury Association (ASIA) berdasarkan

hubungan antara kelengkapan dan level cedera dengan defisit neurologis yang timbul (Gambar 3.)

• Grade A : Komplit : Hilangnya seluruh fungsi motorik dan sensorik di bawah tingkat lesi

• Grade B : Inkomplit : Hilangnya seluruh fungsi motorik dan sebagian fungsi sensorik di

bawah tingkat lesi

• Grade C : Inkomplit : Fungsi motorik intak tetapi dengan kekuatan di bawah 3

• Grade D : Inkomplit :Fungsi motorik intak dengan kekuatan motorik di atas atau sama

dengan 3

• Grade E : Normal: Fungsi motorik dan sensorik normal

Gambar 3 . Kategori pasien cedera medula spinalis berdasarkan tingkat dan derajat defisit

neurologis menurut sistem ASIA.6

Penilaian terhadap gangguan motoric dan sensorik dipergunakan Frankel Score

• Frankel score A : Kehilangan fungsi motorik dan sensorik lengkap

• Frankel score B : Fungsi motorik hilang, fungsi sensorik utuh

• Frankel score C : Fungsi motorik ada tetapi secara praktis tidak berguna (dapat

menggerakkan tungkai tetapi tidak dapat berjalan)

Page 10: LAPORAN KASUS Spinal Cord Injury...Laporan kasus ini telah dipresentasikan dan disahkan sebagai salah satu prasyarat mengikuti ujian kepaniteraan Klinik di Bagian Penyakit Saraf RSUD

10

• Frankel score D : Fungsi motorik terganggu (dapat berjalan tetapi tidak dengan normal

“gait”)

• Frankel score E : Tidak terdapat gangguan neurologik

Sedangkan lesi pada medulla spinalis menurut ASIA resived 2000, terbagi atas :

a) Paraplegia : suatu gangguan atau hilangnya fungsi motorik dan atau sensorik karena kerusakan

pada segmen torako-lumbo-sakral.

b) Quadriplegia : suatu gangguan atau hilangnya fungsi motorik dan atau sensorik karena

kerusakan pada segmen servikal

Spesifik level

C1 – C2 Quadriplegia, kemampuan bernapas (-)

C3 – C4 Quadriplegia, fungsi nervus frenikus (-), kemampuan bernapas (-)

C5 – C6 Quadriplegia, hanya ada gerak kasar lengan

C6 – C7 Quadriplegia, gerak biceps (+), gerak triceps (+)

C7 – C8 Quadriplegia, gerak triceps (+), gerak intrinsic lengan (-)

T1 – L1 Paraplegia, fungsi lengan (+), gerak intercostalis tertentu (-), fungsi tungkai (-),

fungsi seksual (-)

Di bawah L2 Termasuk LMN, fungsi sensorik (-), bladder & bowel (-), fungsi seksual

tergantung radiks yang rusak

Gambar 4 manifestasi klinis dan lokasi spinal injury yang terjadi

Page 11: LAPORAN KASUS Spinal Cord Injury...Laporan kasus ini telah dipresentasikan dan disahkan sebagai salah satu prasyarat mengikuti ujian kepaniteraan Klinik di Bagian Penyakit Saraf RSUD

11

VI. Tanda dan Gejala

Pada trauma medula spinalis komplit, daerah di bawah lesi akan kehilangan fungsi saraf

sadarnya. Terdapat fase awal dari syok spinalis yaitu, hilangnya reflek pada segment dibawah lesi,

termasuk bulbokavernosus, kremasterika, kontraksi perianal (tonus spinchter ani) dan reflek

tendon dalam. Fenomena ini terjadi sementara karena perubahan aliran darah dan kadar ion pada

lesi. Pada trauma medula spinalis inkomplit, masih terdapat beberapa fungsi di bawah lesi,

sehingga prognosisnya lebih baik. Fungsi medula spinalis dapat kembali seperti semula segera

setelah syok spinal teratasi, atau fungsi kembali membaik secara bertahap dalam beberapa bulan

atau tahun setelah trauma.2

Cedera medula spinalis akibat luka tembus, penekanan maupun iskemik dapat

menyebabkan berbagai bentuk karakteristik cedera berdasarkan anatomi dari terjadinya cedera.

Defisit neurologis yang timbul (fungsi yang hilang atau tersisa) dapat digambarkan dari pola

kerusakan medula dan radiks dorsalis demikian juga sebaliknya, antara lain:2,6,7

1. Lesi Komplit yaitu terjadinya cedera medula yang luas akibat anatomi dan fungsi transeksi

medula disertai kehilangan fungsi motorik dan sensorik dibawah lesi. Mekanisme khasnya

adalah trauma vertebra subluksasi yang parah mereduksi diameter kanalis spinalis dan

menghancurkan medula. Konsekuensinya bisa terjadi paraplegia atau quadriplegia

(tergantung dari level lesinya), rusaknya fungsi otonomik termasuk fungsi bowel, bladder dan

sensorik.

2. Lesi Inkomplit

a. Sindroma medula anterior. Gangguan ini akibat kerusakan pada separuh bagian ventral

medula (traktus spinotalamikus dan traktus kortikospinal) dengan kolumna dorsalis yang

masih intak dan sensasi raba (propioseptif), tekan dan posisi masih terjaga, meskipun

terjadi paralisis motorik dan kehilangan persepsi nyeri (nosiseptif dan termosepsi) bilateral.

Hal tersebut disebabkan mekanisme herniasi diskus akut atau iskemia dari oklusi arteri

spinal.

b. Brown Squard's syndrome. Lesi terjadi pada medula spinalis secara ekstensif pada salah

satu sisi sehingga menyebabkan kelemahan (paralisis) dan kehilangan kontrol motorik,

perasaan propioseptif ipsilateral serta persepsi nyeri (nosiseptif dan termosepsi)

kontralateral di bawah lesi. Lesi ini biasanya terjadi akibat luka tusuk atau tembak.

Page 12: LAPORAN KASUS Spinal Cord Injury...Laporan kasus ini telah dipresentasikan dan disahkan sebagai salah satu prasyarat mengikuti ujian kepaniteraan Klinik di Bagian Penyakit Saraf RSUD

12

c. Sindrom medula sentral. Sindroma ini terjadi akibat dari cedera pada sentral medula

spinalis (substansia grisea) servikal seringkali disertai cedera yang konkusif. Cedera

tersebut mengakibatkan kelemahan pada ekstremitas atas lebih buruk dibandingkan

ekstremitas bawah disertai parestesi. Namun, sensasi perianal serta motorik dan sensorik

ekstrimitas inferior masih terjaga karena distal kaki dan serabut saraf sensorik dan motorik

sakral sebagian besar terletak di perifer medula servikal. Lesi ini terjadi akibat mekanisme

kompresi sementara dari medula servikal akibat ligamentum flavum yang tertekuk selama

trauma hiperekstensi leher. Sindroma ini muncul pada pasien stenosis servikal.

d. Sindroma konus medularis. Cedera pada regio torakolumbar dapat menyebabkan sel saraf

pada ujung medula spinalis rusak, menjalar ke serabut kortikospinal, dan radiks dorsaliss

lumbosakral disertai disfungsi upper motor neuron (UMN) dan lower motor neuron

(LMN).

e. Sindrom kauda ekuina. Sindrom ini disebabkan akibat dislokasi tulang atau ekstrusi diskus

pada regio lumbal dan sakral, dengan radiks dorsalis kompresi lumbosakral dibawah konus

medularis. Pada umumnya terdapat disfungsi bowel dan bladder, parestesi, dan paralisis.

Gambar 5. Pola Cedera medula spinalis.6

VII. Patofisiologi

Trauma pada tulang belakang dapat menimbulkan fraktur atau dislokasi. Tetapi sewaktu-

waktu tidak tampak ada kelainan tulang belakang yang jelas, namun penderita menunjukkan

kelainan neurologic yang nyata. Fraktur tulang belakang bias berupa fraktur corpus vertebra

(misanya fraktur kompresi korpus vertebra), fraktur pada lamina, pedikel, dan pada prosesus

transverses. Bersama-sama dengan patahnya tulang belakang, ligamentum longitudinalis posterior

Page 13: LAPORAN KASUS Spinal Cord Injury...Laporan kasus ini telah dipresentasikan dan disahkan sebagai salah satu prasyarat mengikuti ujian kepaniteraan Klinik di Bagian Penyakit Saraf RSUD

13

dan duramater dapat ikut sobek: bahkan kepingan tulang belakang ini dapat menusuk canalis

vertebralis dan menimbulkan sobekan atau laserasi pada medulla spinalis. Kepingan tulang ini

dapat ula terselip di antara duramater dan kolumna vertebralis dan menimbulkan penekanan atau

kompresi pada medulla spinalis. Arteri dan vena yang melayani medulla spinalis dapat ikut

terputus, misalnya arteria radikularis magna (adam kiwicz) yang jalannya bersama-sama dengan

radiks saraf spinalis thorakal bagian bawah atau lumbal bagian atas. Keadaan ini akan

menimbulkan deficit sensorimotorik pada dermatom dan miotom yang bersangkutan.

Keadaan tersebut dapat pula menimbulkan hematoma ekstrameduler traumatic yang menekan

pada medulla spinalis. Fraktur tulang belakang dapat terjadi di semua tempat di sepanjang kolumna

vertebra tetapi lebih sering terjadi di daerah servikal bagian bawah dan di daerah lumbal bagian

atas.

Pada dislokasi akan tampak bahwa kanalis vertebralis di daerah dislokasi tersebut menjadi

sempit, keadaan ini akan menimbulkan penekanan atau kompressi pada medulla spinalis atau

radiks saraf spinalis.

K. DIAGNOSIS SEMENTARA

Diagnosis klinis : paraparese inferior, parahipoestesia inferior, nyeri punggung,

retensi urin, tidak dapat BAB

Diagnosis topis : medulla spinalis thorakolumbal dd radiks neuron bilateral

Diagnosis etiologi : spinal cord injury dd bilateral radiks neuropati

L. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik dilakukan pada hari Senin, 3 Februari 2020 pukul 15.30 di bangsal mawar 203.1

Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis

GCS : E4V5M6

VAS : 7

Tanda vital

Tekanan darah : 130/70 mmHg

Nadi : 90 x/menit

Pernapasan : 20 x/menit

Page 14: LAPORAN KASUS Spinal Cord Injury...Laporan kasus ini telah dipresentasikan dan disahkan sebagai salah satu prasyarat mengikuti ujian kepaniteraan Klinik di Bagian Penyakit Saraf RSUD

14

Suhu : 36.5 oC

Status gizi : kesan overweight

Status Generalis

Kepala : mesocephal, hematoma (-)

Mata : edema palpebra (-), refleks pupil(+/+), isokor (3 mm / 3 mm)

Telinga : secret (-), tinnitus (-), discharge (-)

Hidung : nafas cuping hidung, epistaksis (-), obstruksi (-)

Mulut : sianosis (-), lesi (-)

Leher : simetris, vulnus ekskoriatum (-)

Thoraks : Normochest, simetris, jejas (-)

Pulmo : VBS +/+ normal, rhonki -/-, wheezing -/-

Jantung : S1-S2 normal, reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen : Datar, BU menurun, supel, nyeri tekan 9 regio (-), jejas (-), hipostesia

Genitalia : Dalam batas normal, terpasang DC, hematuri (-)

Ekstremitas atas : Akral hangat, CRT <2 detik, edema (-), sianosis (-), jejas (+) pada

bahu dekstra

Ekstremitas bawah : Akral hangat, CRT <2 detik, edema (-), sianosis (-), jejas (+) pada

medial tarsal sinistra, hipostesia

Status Psikiatrik

Tingkah laku : Normoaktif

Perasaan hati : Normoritmik

Orientasi : Orientasi orang, waktu, dan tempat baik

Kecerdasan : Dalam batas normal

Daya ingat : Dalam batas normal

Status Neurologis

Sikap Tubuh : tidak dapat dinilai

Gerakan Abnormal : tidak ada

Cara berjalan : tidak dapat dinilai

Page 15: LAPORAN KASUS Spinal Cord Injury...Laporan kasus ini telah dipresentasikan dan disahkan sebagai salah satu prasyarat mengikuti ujian kepaniteraan Klinik di Bagian Penyakit Saraf RSUD

15

Pemeriksaan Saraf Kranial

Nervus Pemeriksaan Kanan Kiri

N. I. Olfaktorius Daya penghidu N N

N. II. Optikus

Daya penglihatan N N

Pengenalan

warna

N N

Lapang pandang N N

N. III. Okulomotor Ptosis – –

Gerakan mata ke

medial

N N

Gerakan mata ke atas N N

Gerakan mata ke

bawah

N N

Ukuran pupil 3 mm 3 mm

Bentuk pupil Bulat Bulat

Refleks cahaya

langsung

+ +

Refleks cahaya

konsensual

+ +

N. IV. Troklearis Strabismus divergen – –

Gerakan mata ke lat-

bwh

– –

Strabismus

konvergen

– –

N. V. Trigeminus Menggigit – –

Membuka mulut – –

Sensibilitas muka N N

Page 16: LAPORAN KASUS Spinal Cord Injury...Laporan kasus ini telah dipresentasikan dan disahkan sebagai salah satu prasyarat mengikuti ujian kepaniteraan Klinik di Bagian Penyakit Saraf RSUD

16

Refleks kornea N N

Trismus – –

N. VI. Abdusen Gerakan mata ke

lateral

N N

Strabismus

konvergen

– –

N. VII. Fasialis Kedipan mata N N

Lipatan nasolabial Simetris Simetris

Sudut mulut Simetris Simetris

Mengerutkan dahi Simetris Simetris

Menutup mata N N

Meringis N N

Menggembungkan

pipi

N N

N. VIII.

Vestibulokoklearis

Mendengar suara

bisik

+ +

Mendengar bunyi

arloji

+ +

Tes Rinne TDL TDL

Tes Schwabach TDL TDL

Tes Weber TDL TDL

N. IX.

Glosofaringeus

Arkus faring Simetris Simetris

Daya kecap lidah 1/3

post

N

Refleks muntah N

Sengau –

Page 17: LAPORAN KASUS Spinal Cord Injury...Laporan kasus ini telah dipresentasikan dan disahkan sebagai salah satu prasyarat mengikuti ujian kepaniteraan Klinik di Bagian Penyakit Saraf RSUD

17

Tersedak –

N. X. Vagus Denyut nadi 80 x/menit

Arkus faring Simetris Simetris

Bersuara N

Menelan N

N. XI. Aksesorius Memalingkan kepala sulit dinilai sulit dinilai

Sikap bahu N N

Mengangkat bahu - -

Trofi otot bahu Eutrofi Eutrofi

N. XII.

Hipoglossus

Sikap lidah N

Artikulasi N

Tremor lidah –

Menjulurkan lidah Simetris

Trofi otot lidah –

Fasikulasi lidah –

Pemeriksaan Saraf Motorik

Kanan Kiri

Gerakan Bebas, spontan Bebas, spontan

- -

Kekuatan 555 555

000 000

Tonus + +

+ +

Trofi Eutrofi Eutrofi

Eutrofi Eutrofi

Page 18: LAPORAN KASUS Spinal Cord Injury...Laporan kasus ini telah dipresentasikan dan disahkan sebagai salah satu prasyarat mengikuti ujian kepaniteraan Klinik di Bagian Penyakit Saraf RSUD

18

Pemeriksaan Refleks Fisiologis

Kanan Kiri

Refleks Biceps Normal Normal

Refleks Triceps Normal Normal

Refleks Ulna dan Radialis Normal Normal

Refleks Patella - -

Refleks Achilles - -

Pemeriksaan Refleks Patologis

Kanan Kiri

Babinski - -

Chaddock - -

Oppenheim - -

Gordon - -

Schaeffer - -

Bing - -

Rosollimo - -

Gonda - -

Hoffman Tromner - -

Pemeriksaaan Fungsi Sensorik

Kanan

atas

Kiri

atas

Kanan

bawah

Kiri

bawah

Proptopatik

Rasa raba + + - -

Rasa nyeri + + - -

Rasa suhu + + - -

Propioseptik

Rasa gerak

dan sikap

+ + - -

Rasa tekan + + - -

Diskriminatif Diskriminasi + + - -

Page 19: LAPORAN KASUS Spinal Cord Injury...Laporan kasus ini telah dipresentasikan dan disahkan sebagai salah satu prasyarat mengikuti ujian kepaniteraan Klinik di Bagian Penyakit Saraf RSUD

19

Barognosia + + - -

Stereognosia + + - -

Topestesia + + - -

Grafestesia + + - -

Pemeriksaan ASIA Score

Ditemukan bahwa fungsi motorik ekstremitas atas (C5-T1) kanan dan kiri pasien baik dengan

skor 5, sediangkan fungsi motoric ekstremitas bawah (L2-S1) mengalami paralisis total. Fungsi

sensorik pasien baik dengan skor 2 hingga dermatome T5-T6, selebihnya pasien tidak dapat

merasakan apa-apa baik dengan sentuhan maupun dengan rangsang nyeri (pin prick).

Pemeriksaan Kognitif

Secara umum tidak terdapat gangguan fungsi kognitif pada pasien. Pasien dapat dengan

mudah menyebutkan tanggal dan hari.

Pemeriksaan Fungsi luhur dan vegetative

Fungsi luhur : baik

Fungsi vegetatif

Miksi : retensi urin, terpasang DC, warna urin kuning keruh

Defekasi : tidak dapat BAB

M. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Laboratorium (03/02/2020)

Pemeriksaan Hasil

Nilai rujukan Satuan

Darah Rutin

Hemoglobin

14.3

13,2 – 17,3

g/dl

Leukosit

13.5 (H)

3,8 – 10,6

Ribu

Eritrosit

4.53

4,4 – 5,9

Page 20: LAPORAN KASUS Spinal Cord Injury...Laporan kasus ini telah dipresentasikan dan disahkan sebagai salah satu prasyarat mengikuti ujian kepaniteraan Klinik di Bagian Penyakit Saraf RSUD

20

Juta

Hematokrit 40.5

40 - 52

%

Trombosit 198

150 - 400 Ribu

MCV 89.3

82 – 98 fL

MCH 31.5

27 – 32 Pg

MCHC 35.3

32 – 37 g/dl

RDW 11.9

10 – 16 %

MPV 7.37

7 – 11 mikro m3

Limfosit 1.71

1,0 - 4,5 103/mikro m3

Monosit 0.378

0,2 - 1,0 103/mikro m3

Eusinofil 0,003 (L)

0,04 – 0,8 103/mikro m3

KIMIA KLINIK

SGOT 42 0-50 U/L

SGPT 29 0-50 IU/L

UREUM 83 (H) 10-50 Mg/dL

Kreatinin 4.07 (H) 0,62-1,1 Mg/dL

HDL

Page 21: LAPORAN KASUS Spinal Cord Injury...Laporan kasus ini telah dipresentasikan dan disahkan sebagai salah satu prasyarat mengikuti ujian kepaniteraan Klinik di Bagian Penyakit Saraf RSUD

21

HDL DIRECT 43 28-62 Mg/dL

LDL+CHOLESTEROL 100 <150 Mg/dL

CHOLESTEROL 169 <200 Mg/dL

TRIGLISERIDA 130 70-140 Mg/dL

GLUKOSA PUASA 178 (H) 74 – 106 Mg/dL

GLUKOSA 2 JAM PP 183 (H) <120 Mg/dL

ASAM URAT 11.67 (H) 2 - 7 Mg/dL

2. Kimia Klinik (04/02/2020)

GDS : 158 (H)

3. Kimia Klinik (05/02/2020)

Na : 143

K : 3.8

Cl : 106

GDS : 147 (H)

4. Rontgen Vertebrae Thoracolumbal AP/Lateral (02/02/2020)

Kesan:

- Listesis VTh 5 disertai penyempitan diskus

intervertebralis VTh 5-6

- Spondilosis thoracalis

- Tak tampak kompresi

Page 22: LAPORAN KASUS Spinal Cord Injury...Laporan kasus ini telah dipresentasikan dan disahkan sebagai salah satu prasyarat mengikuti ujian kepaniteraan Klinik di Bagian Penyakit Saraf RSUD

22

5. Konsultasi

Rehabilitasi Medik : SCI thoracolumbar → korset thoracolumbar

Penyakit Dalam : Acute kidney injury

N. DISKUSI II

Adanya parestesia pada anggota gerak bawah dapat disebabkan karena adanya penyempitan

diskus akibat spondolosis atau proses inflamasi post trauma yang menyebabkan terhimpitnya

pembuluh darah dan saraf yang menginervasi bagian ekstremitas bawah. Dalam kasus ini,

ditemukan penyempitan diskus Listesis VTh 5 disertai penyempitan diskus intervertebralis VTh

5-6 dan spondylosis torakalis. Adanya paraparese atau penurunan sensasi pada ekstremitas

superior dan inferior dapat timbul akibat adanya trauma pada vertebrae torakalis. Dalam kasus ini,

lesi berada setinggi dermatome T4-5 yang ditandai oleh menurunnya sensibilitas setinggi lesi

tersebut. Selain itu ditemukan hilangnya kemampuan motorik di bawah tingkat lesi.

Dalam kasus ini tidak didapatkan refleks pada patella dan achilles, serta tidak hilangnya fungsi

sensorik pada pemeriksaan sensorik ekstremitas bawah kanan dan kiri. Selain itu tidak didapatkan

refleks patologis pada pasien dalam kasus ini. Berdasarkan pemeriksaan tersebut kemungkinan

pasien mengalami spinal shock fase flaccid pada cedera medulla spinalis komplit. Cedera medulla

spinalis komplit ditandai dengan hilangnya fungsi sensorik dan motoric secara keseluruhan di

bawah lesi setelah destruksi akut atau kronik, kompresi atau iskemia dari medulla spinalis. Spinal

shock dapat muncul pada cedera medulla spinalis komplit yaitu hilang atau menurunnya fungsi

fisiologis medulla spinalis secara akut, ditandai dengan paralisis arefleksia flaccid dibawah lesi

diserta adanya gejala otonom. Fase flaccid ini dapat bertahan selama beberapa hari hingga

beberapa minggu namun cedera medulla spinalis memungkinkan untuk menetap dan menimbulkan

adanya paresis spastik, hiperefleksia dan penurunan atau hilangnya fungsi sensorik. Fase flaccid

spinal shock memiliki gejala berupa paraplegia atau tetraplegia, analgesia dan anestesia, arefleksia,

gangguan bernapas bila melibatkan cervical, hilangnya kontrol saluran kemih dan pencernaan.

Dalam kasus ini pasien mengalami retensi urin dan tidak dapat BAB.

Serabut saraf eferen simpatis yang menuju ke kandung kemih dan uretra berasal dari the

intermediolateral grey column dari segmen T10-L2 ke ganglia paravertebral simpatis lumbal

serabut post ganglion di nervus hipogastrikus untuk bersinaps di reseptor alfa dan beta adrenergic

Page 23: LAPORAN KASUS Spinal Cord Injury...Laporan kasus ini telah dipresentasikan dan disahkan sebagai salah satu prasyarat mengikuti ujian kepaniteraan Klinik di Bagian Penyakit Saraf RSUD

23

pada kandung kemih dan uretra. Neurotransmitter postganglion utama untuk sistem simpatis

adalah norepinefrin.

Eferen simpatis menstimulasi fasilitasi penyimpanan kandung kemih. Reseptor beta

adrenergic mempersarafi fundus kandung kemih. Stimulai reseptor ini menyebabkan relaksasi otot

polos sehingga dinding kandung kemih berelaksasi. Reseptor alfa adrenergic mempersarafi

sfingter interna dan uretra posterior. Stimulasi pada reseptor ini menyebabkan kontraksi otot polos

pada sfingter interna dan uretra posterior, meningkatkan resistensi saluran keluar dari kandung

kemih dan uretra posterior.

Eferen parasimpatik (motorik) berasal dari medulla spinalis di S2-S4 ke nervus pelvikus dan

memberikan inervasi ke otot detrusor kandung kemih. Reseptor parasimpatik kandung kemih

memiliki neurotransmitter postganglion berupa asetilkolin. Reseptor ini terdistribusi di seluruh

kandung kemih dan berperan dalam kontraksi otot detrusor kandung kemih. Serabut saraf somatic

berasal dari nucleus Onuf yang berada di kornu anterior medulla spinalis S2-S4 yang dibawa oleh

nervus pudendus dan menginervasi otot skeletal sfingter uretra eksterna dan otot-otot dasar

panggul.

Perintah dari korteks serebri secara disadari menyebabkan terbukanya sfingter uretra eksterna

pada saat berkemih. Sistem aferen (sensoris) berasal dari otot detrusor, sfingter uretra dan anal

eksterna, perineum dan genitalia, melalui n.pelvikus dan n.pudendus ke conus medullaris; dan

melalui n.hipogastrikus ke medula spinalis thoracolumbal.Aferen ini terdiri atasdua tipe: A-delta

(small myelinatedA-delta) dan serabut C (unmyelinated C fibers). Serabut A-delta berespon pada

distensi kandung kemih dan esensial untuk berkemih normal. Serabut C atau silent C-fiberstidak

berespon terhadap distensi kandung kemih dan tidak penting untuk berkemih normal. The silent C

fibersmemperlihatkan firing spontan ketika diaktifkan secara kimia atau iritasi temperatur dingin

pada dinding kandung kemih. Serabut C berespon terhadap distensi dan stimulasi kontraksi

kandung kemih involunter pada hewan dengan CMS suprasakral.

Fasilitasi dan inhibisi berkemih berada di bawah 3 pusat utama yaitu pusat berkemih sakral

(the sacral micturition center), pusat berkemih pons (the pontine micturition center), dan korteks

serebral. Pusat berkemih sakral pada S2-S4 merupakan pusat refleks dimana impuls eferen

parasimpatikke kandung kemih menyebabkan kontraksi kandung kemih dan impuls aferen ke

sacral micturition centermenyediakan umpan balik terhadap penuhnya kandung kemih. The

pontine micturition centerterutama bertanggung jawab terhadap koordinasi relaksasi sfingter

Page 24: LAPORAN KASUS Spinal Cord Injury...Laporan kasus ini telah dipresentasikan dan disahkan sebagai salah satu prasyarat mengikuti ujian kepaniteraan Klinik di Bagian Penyakit Saraf RSUD

24

ketika kandung kemih berkontraksi. CMS suprasakral menyebabkan gangguan sinyal dari pontine

micturition center, sehingga terjadi dissinergidetrusor sfingter. Efek korteks serebral menginhibisi

sacral micturition center. Karena CMS suprasakral juga mengganggu impuls inhibisi dari korteks

serebral, sehingga CMS suprasakral seringkali memiliki kapasitas kandung kemih yang kecil

dengan kontraksi kandung kemih involunter. Bila terjadi kerusakan pada saraf-saraf tersebut maka

akan terjadi inkontinensia urin (kencing keluar terus-menerus tanpa disadari) dan retensi

urin(kencing tertahan). Persarafan dan peredaran darah vesika urinaria, diatur oleh torako lumbar

dan kranial dari sistem persarafan otonom. Torako lumbar berfungsi untuk relaksasi lapisan otot

dan kontraksi spinter interna.

O. DIAGNOSIS AKHIR

Diagnosis klinik : paraparese inferior, parahipoestesia inferior, nyeri punggung,

retensi urin, tidak dapat BAB

Diagnosis topik : Medulla spinalis setinggi dermatom Th V

Diagnosis etiologi : Cedera medulla spinalis komplit dd spinal shock fase flaccid

dengan acute kidney injury

P. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan Farmakologis

• IGD

1. Infus Asering 20 tpm

2. Inj metilprednisolon 4x125 mg

3. Inj mecobalamin 1x1

4. Inj Ketorolac 2x1

• Bangsal

1. Inf Asering 20 tpm

2. Inj metilprednisolon 2x125

3. Inj Mecobalamin 1x1

4. Inj Ketorolac 2x1

5. Inj Piracetam 2x3

6. Inj Ranitidin 2x1

Page 25: LAPORAN KASUS Spinal Cord Injury...Laporan kasus ini telah dipresentasikan dan disahkan sebagai salah satu prasyarat mengikuti ujian kepaniteraan Klinik di Bagian Penyakit Saraf RSUD

25

7. PO tramadol 2x1

8. Sukralfat syr 2x1

Penatalaksanaan Non Farmakologis

• Edukasi

o Menjelaskan risiko yang mungkin dapat terjadi pada keadaan pasien

o Menjelaskan indikasi, fungsi, manfaat, dan efek samping dari terapi yang

diberikan

• Bed rest

Q. PROGNOSIS

• Death : dubia ad bonam

• Disease : dubia ad malam

• Disability : dubia ad malam

• Dissatisfaction : dubia ad malam

• Discomfort : dubia ad malam

R. DISKUSI III

Tatalaksana pada pasien ini meliputi tatalaksana non medikamentosa dan medikamentosa.

Golden hours pada pengobatan cedera medula spinalis dengan pemberian kortikosteriod pada

kurang dari 3 jam pertama setelah trauma dapat mengurangkan pemburukan gejala pada pasien.

Sehingga penanganan yang melewati dari golden hours memiliki prognosis kedepannya yang

buruk, pada pasien ini tetap diberikan kortikosteroid dengan tujuan prognosis tidak menjadi lebih

buruk dari sebelumnya.

Tatalaksana nonmedikamentosa meliputi tirah baring, edukasi dan rehabilitasi medik.

Pemberian medikamentosa pada pasien dengan cedera medula spinalis

Asering

Infus asering diindikasikan untuk perawatan darah dan kehilangan cairan, hipokalsemia,

kekurangan kalium, ketidakseimbangan elektrolit, inkonsistensi pH, natrium yang rendah dalam

darah dan kondisi lainnya

Page 26: LAPORAN KASUS Spinal Cord Injury...Laporan kasus ini telah dipresentasikan dan disahkan sebagai salah satu prasyarat mengikuti ujian kepaniteraan Klinik di Bagian Penyakit Saraf RSUD

26

Metilprednisolon

Metilprednisolon adalah suatu glukokortikoid alamiah dan diabsorpsi cepat di saluran

cerna. Metilprednisolon bekerja dengan menduduki reseptor spesifik dalam sitoplasma sel yang

responsive. Ikatan steroid reseptor ini lalu berikatan dengan DNA yang kemudian mempengaruhi

sintesis berbagai protein. Beberapa efek yang timbul adalah berkurangnya produksi prostaglandin

dan leukotrein, berkurangnya degranulasi sel mast, berkurangnya sintesis kolagen. Steroid juga

berfungsi menstabilkan membran, menghambat oksidasi lipid, mensupresi edema vasogenik

dengan memperbaiki sawar darah medula spinalis, menghambat pelepasan endorfin dari hipofisi

dan menghambat respon radang. Studi NACIS II (The National Acute Spinal Cored Injury Study)

menyarankan dosis tinggi sebesar 30 mg/ kg BB secara bolus IV selama 15 menit dilanjutkan 5,4

mg/ kg BB/ jam selama 23 jam. Selanjutnya diberikan 2x125 mg selama 48 jam. Hal ini sebagai

pencegahan peroksidasi lipid, diberikan sesegera mungkin setelah trauma karena distribusi

metilprednisolon akan terhalang oleh kerusakan pembuluh darah medula spinalis pada mekanisme

kerusakan sekunder.

Meticobalamin

Mecobalamin merupakan bentuk vitamin B12 dengan gugus metil aktif yang berperan

dalam reaksi transmetilasi dan merupakan bentuk paling aktif dibandingkan dengan homolog

vitamin B12 lainnya dalam tubuh, dalam hal kaitannya dengan metabolisme asam nukleat, protein

dan lemak.Mecobalamin/methylcobalamin meningkatkan metabolisme asam nukleat, protein dan

lemak. Mecobalamin bekerja sebagai koenzim dalam sintesa metionin. Mecobalamin terlibat

dalam sintesis timidin pada deoksiuridin dan mempercepat sintesis DNA dan RNA. Pada

penelitian lain ditemukan mecobalamin mempercepat sintesis lesitin, suatu komponen utama dari

selubung mielin.

Ketorolac

Ketorolac adalah obat anti inflamasi nonsteroid (NSAID). Indikasi penggunaan ketorolac

adalah untuk inflamasi akut dalam jangka waktu penggunaan maksimal selama 5 hari. Ketorolac

selain digunakan sebagai anti inflamasi juga memiliki efek anelgesik

Ranitidin

Ranitidin menghambat reseptor H2 secara selektif dan reversible. Pada pemberian

ranitidine, sekresi asam lambung dihambat. Ranitidine juga berfungsi sebagai gastroprotektor dan

mencegah efek samping dan interaksi dengan obat lain

Page 27: LAPORAN KASUS Spinal Cord Injury...Laporan kasus ini telah dipresentasikan dan disahkan sebagai salah satu prasyarat mengikuti ujian kepaniteraan Klinik di Bagian Penyakit Saraf RSUD

27

Tramadol

Tramadol adalah analgesic kuat yang berikatan dengan reseptor opioid tertentu dan

menginhibisi reuptake reabsorpsi neurotransmitter norepinefrin dan serotonin. Tramadol mengikat

secara stereospesifik pada reseptor di sistem saraf pusat sehingga terjadi blockade sensasi nyeri

dan respon terhadap nyeri

Piracetam

Mekanisme kerja piracetam belum diketahui dengan pasti. Para peneliti memperkirakan

kerja piracetam melindungi pasien terhadap hipoksia. Beberapa penelitian penelitian

memperlihatkan bahwa piracetam melindungi otak melalui efek neuronal dan hemodinamik.

Sediaan injeksi diindikasikan untuk pengobatan infark serebral.sedangkan sediaan oral

diindikasikan untuk gejala involusi yang berhubungan dengan usia lanjut, alkoholisme kronik

dan adiksi; dan gejala pasca trauma.

S. PLANNING

- Elektromiografi

- MRI

T. FOLLOW UP

Tanggal S O A P

Senin, 3/02/2020 Tangan dapat

diangkat, kaki sulit

diangkat, belum

bisa berjalan, nyeri

punggung, BAK

dengan DC, belum

dapat BAB

Ku: Lemah

Kesadaran: CM

GCS : E4 V5 M6

TD: 130/70

N: 98, RR: 20

S: 36.3

motorik

5 5

Paraplegia inferior

dd spinal cord

injury setinggi T4-

T5

Infus Asering 20 tpm

Inj metilprednisolone 4x125

Inj mecobalamine 1x1

Inj ketorolac 2x30

Page 28: LAPORAN KASUS Spinal Cord Injury...Laporan kasus ini telah dipresentasikan dan disahkan sebagai salah satu prasyarat mengikuti ujian kepaniteraan Klinik di Bagian Penyakit Saraf RSUD

28

0 0

Sensorik :

+ +

- -

Selasa 4/02/2020 Tangan dapat

diangkat, kaki sulit

diangkat, belum

bisa berjalan, nyeri

punggung, BAK

dengan DC, belum

dapat BAB

Ku: Lemah

Kesadaran: CM

GCS : E4 V5 M6

TD: 130/70

N: 87, RR: 20

S: 36.5

motorik

5 5

0 0

Sensorik :

+ +

- -

-

Spinal cord injury

dd fase spinal shock

(flacid)

Infus Asering 20 tpm

Inj metilprednisolone 2x125

Inj mecobalamine 1x1

Inj raditidin 2x1

Inj piracetam 2x3

Page 29: LAPORAN KASUS Spinal Cord Injury...Laporan kasus ini telah dipresentasikan dan disahkan sebagai salah satu prasyarat mengikuti ujian kepaniteraan Klinik di Bagian Penyakit Saraf RSUD

29

Rabu 5/02/2020 Tangan dapat

diangkat, kaki sulit

diangkat, belum

bisa berjalan, nyeri

punggung, BAK

dengan DC, belum

dapat BAB

Ku: Lemah

Kesadaran: CM

GCS : E4 V5 M6

TD: 130/70

N: 90, RR: 20

S: 36,5

motorik

5 5

0 0

Sensorik :

+ +

- -

Spinal cord injury

dd fase spinal shock

(flacid) H IV

Infus Asering 20 tpm

Inj metilprednisolone 2x125

Inj mecobalamine 1x1

Inj omeprazol 1x1 amp

PO Tramadol 2x1

PO Sukralfat Syr 2x1

Page 30: LAPORAN KASUS Spinal Cord Injury...Laporan kasus ini telah dipresentasikan dan disahkan sebagai salah satu prasyarat mengikuti ujian kepaniteraan Klinik di Bagian Penyakit Saraf RSUD

30

DAFTAR PUSTAKA

1. Hurlbert, RJ. Methylprednisolone for Acute Spinal Cord Injury: An Inappropriate Standart

of Care. J Neurosurg (spine). 2000;93 : 1-7

2. Sidharta P, Mardjono M. 1981. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta : Dian Rakyat

3. Adams RD, Victor M. 2001. Disease os Spinal Cord in Principles of Neurology, 7th ed.

New york: Mc Graw Hill

4. Alpert, MJ. 2001. Central Cord Syndrome. eMedicine Journal

5. Basuki A, Dian S. 2009. Kegawatdaruratan Neurologi. Bagian Neurologi Universitas

Padjajaran.

6. Dawodu ST, Bechtel KA, Beeson MS, Humphreys SC, Kellam JF, et all. Cauda equina

and conus medullaris syndromes. March 2013. Diunduh

dari: http://emedicine.medscape.com/article/1148690-overview#aw2aab6b2b4.

7. Young W. Spinal Cord Injury Level And Classification.Available from

:http://www.neurosurgery.ufl.edu/Patients/fracture.shtml

8. Qureshi I, Endres JR. Citicoline: A Novel Therapeutic Agent with Neuroprotective,

Neuromodulatory, and Neuroregenerative Properties. Nat Med J. 2010.

9. Tortora, Gerard J., and Sandra Reynolds Grabowski. 1996. Principles of anatomy and

physiology. New York, NY: HarperCollins College.

10. Hall, John E., and Arthur C. Guyton. 2011. Guyton and Hall textbook of medical

physiology. Philadelphia, PA: Saunders Elsevier.

http://www.clinicalkey.com/dura/browse/bookChapter/3-s2.0-C20090602506.

Page 31: LAPORAN KASUS Spinal Cord Injury...Laporan kasus ini telah dipresentasikan dan disahkan sebagai salah satu prasyarat mengikuti ujian kepaniteraan Klinik di Bagian Penyakit Saraf RSUD

31

PR LAPORAN KASUS

1. Retensi urin pada Spinal cord injury

Pada saat vesika urinaria penuh, otot detrusor akan meregang dan nervus sensorik

pelvikus yang berada di otot detrusor akan memberikan sinyal ke regio sakralis S2-S3 di

medulla spinalis dan menuju pusat miksi di pons. Neuron dari pons mengirim sinyal ke

nervus thoracolumbar untuk inhibisi nervus hipogastrikus sehingga tidak terjadi relaksasi

otot detrusor dan merelaksasi otot sfingter internal. Neuron dari pons juga mengirim sinyal

ke regio sacral yang menstimulasi nervus pelvikus sehingga terjadi kontraksi otot detrusor

serta menginhibisi nervus pudendal sehingga tidak terjadi kontraksi sfingter eksternal

sehingga urine dapat mengalir keluar.

Pada spinal cord injury,

refleks miksi terganggu dan

dapat terjadi overflow

incontinence. Bila spinal cord

injury terjadi di atas regio sacral,

refleks seluruh bagian di bawah

lesi tertekan yaitu munculnya

spinal shock yang dapat

berlangsung dalam hitungan jam

hingga minggu. Saat refleks

miksi ditekan, terjadi

hiporefleksia detrusor dan terjadi overflow incontinence. Saat shock mereda, refleks miksi

kembali karena regio sakralis yang intak. Namun karena terdapat lesi di regio

thorakolumbal, sinyal tidak dapat dikirim dan diterima oleh pons sehingga tidak terdapat

jalur inhibitorik dari otak dan menyebabkan hiperefleksia detrusor. Hal ini menyebabkan

volume urin yang sedikit dapat menstimulasi refleks miksi sehingga terjadi urge

incontinence.

Page 32: LAPORAN KASUS Spinal Cord Injury...Laporan kasus ini telah dipresentasikan dan disahkan sebagai salah satu prasyarat mengikuti ujian kepaniteraan Klinik di Bagian Penyakit Saraf RSUD

32

2. Fase flaccid pada spinal shock

Spinal shock merupakan hilangnya atau berkurangnya fungsi fisiologis medulla

spinalis secara akut (hilangnya seluruh fungsi sensorimotor dibawah lesi) yang

berlangsung selama beberapa jam hingga minggu setelah terjadi spinal cord injury.

Manifestasi klinis spinal shock berupa hilangnya tonus usus, kandung kemih serta vascular

perifer yang menghasilkan distensi kandung kemih, ileus paralitik, paralisis flaccid dan

hipotensi.

Setelah 1 periode yang dapat terjadi dalam hitungan jam hingga bulan, namun

biasanya 1-6 minggu atau hingga arkus refleks di bawah tingkat lesi mulai berfungsi lagi,

eksitabilitas pada neuron spinal berangsur-angsur muncul kembali dan periode spinal

shock berakhir. Indikasi awalnya berupa kembalinya refleks perianal. Refleks

bulbocavernosus kembali bila muncul sedikit kontraksi otot. Anal flex kembali bila

ditemukan kerutan sfingter anal setelah pemeriksaan digital rektum.

Fase-fase tersebut dijabarkan sebgai berikut :

a. fase 1 : arefleksia / hiporefleksia (hari ke 0-1) Ditandai dengan hilangnya atau

melemahnya semua refleks dibawah tingkat lesi. Terjadi jejas pada medulla spinalis

yang mempengaruhi neuron yang berfungsi sebagi lengkung refleks sehingga input

neural dari otak menjadi hiperpolarisasi dan tidak responsif

b. fase 2 : munculnya refleks inisial (hari ke 1-3) Beberapa refleks kembali, refleks

yang kembali paling awal adalah refleks bublbocavernosus. Hal ini terjadi karena

terjadi hipersensitivitas otot refleks karena terjadi denervasi. Muncul

neurotransmitter yang lebih banyak dan menyebabkan lebih mudah distimulasi.

c. fase 3 : hiperrefleks awal (hari ke 4 – bulan ke 1) Ditandai dengan munculnya

hiperrefleksia. Fase 3 dan fase 4 memiliki mekanisme dasar yang sama, yaitu

neuron dibawah lesi berusaha membangun kembali sinaps-sinapsnya, maka dari itu

muncul hiperrefleks.

d. fase 4 : spastisitas / hiperrefleks (bulan ke 1-12) ditandai dengan spastisitas /

hiperrefleks. Regenesasi sinaps dibawah lesi ini berlangsung dalam jangka waktu

minggu sampai ber bulan bulan. Pembentukan kembali sinaps dapat berasal dari

interneuron maupun dari afferen segmental.