lo modul 3-hjskahjsdjash
DESCRIPTION
8yehd8932ed3hdhd837fuyd9eyuehfviu fhe7yf98udfieuifhTRANSCRIPT
LO 1 : ANATOMI DAN FISIOLOGI PULPA, DENTIN & JAR.PERIAPIKAL
Anatomi pulpa
Pulpa gigi adalah bagian di tengah-tengah gigi yang terdiri dari jaringan hidup yaitu
jaringan ikat dan sel yang disebut odontoblast. Pulpa gigi merupakan bagian dari kompleks
dentin pulpa (endodontium). Vitalitas kompleks pulpa dentin, baik selama kesehatan dan setelah
cedera, tergantung pada aktivitas sel pulpa dan proses signaling yang mengatur perilaku sel
(Bath-Balogh & Fehrenbach, 2011).
Gambar 1. Pembagian komponen-komponen yang menyusun gigi.
Pulpa gigi adalah jaringan lunak yang terletak di tengah-tengah gigi. Jaringan ini adalah
jaringan pembentuk, penyokong, dan merupakan bagian integral dari dentin yang
mengelilinginya. Ukuran serta bentuk pulpa ini dipengaruhi oleh tahap perkembangan giginya,
yang terkait dengan umur pasien. Tahap perkembangan gigi juga berpengaruh pada macam
terapi pulpa yang diperlukan jika misalnya pulpa terkena cedera (Walton & Mahmoud, 2008).
Umumnya, garis luar jaringan pulpa mengikuti garis luar bentuk gigi. Bentuk garis luar
ruang pulpa mengikuti bentuk mahkota gigi dan bentuk garis luar saluran pulpa mengikuti
bentuk akar gigi. Pulpa gigi dalam rongga pulpa berasal dari jaringan mesenkim dan mempunyai
berbagai fungsi, yaitu sebagai pembentuk, sebagai penahan, mengandung zat-zat makanan,
mengandung sel-sel saraf atau sensori (Walton & Mahmoud, 2008).
Pulpa menurut Walton & Mahmoud (2008) terdiri dari beberapa bagian, yaitu :
1. Ruang atau rongga pulpa, yaitu rongga pulpa yang terdapat pada bagian tengah korona
gigi dan selalu tunggal. Sepanjang kehidupan pulpa gigi mempunyai kemampuan untuk
mengendapkan dentin sekunder, pengendapan ini mengurangi ukuran dari rongga
pulpa.
2. Tanduk pulpa, yaitu ujung dari ruang pulpa.
3. Atap kamar pulpa, terdiri dari dentin yang menutup kamar pulpa sebelah oklusal atau
insisisal.
4. Dasar pulpa, yaitu bagian terdasar dari kamar pulpa yang berwarna lebih gelap dari
daerah di sekitarnya.
5. Saluran pulpa atau saluran akar, yaitu rongga pulpa yang terdapat pada bagian akar
gigi. Pada kebanyakan kasus, jumlah saluran akar sesuai dengan jumlah akar, tetapi
sebuah akar mungkin mempunyai lebih dari sebuah saluran.
6. Foramen apikal, yaitu ujung dari saluran pulpa yang terdapat pada apeks akar berupa
suatu lubang kecil.
7. Supplementary canal. Beberapa akar gigi mungkin mempunyai lebih dari satu foramen,
dalam hal ini, saluran tersebut mempunyai 2 atau lebih cabang dekat apikalnya yang
disebut multiple foramina / supplementary canal.
8. Orifice, yaitu pintu masuk ke saluran akar gigi. Saluran pulpa dihhubngkan dengan
ruang pulpa. Adakalanya ditemukan suatu akar mempunyai lebih dari satu
saluranpulpa, misalnya akar mesio-bukal dari M1 atas dan akar mesial dari M1 bawah
mempunyai 2 saluran pulpa yang berakhir pada sebuah foramen apikal.
Gambar 2. Pembagian bagian-bagian pulpa
Di dalam pulpa terdapat berbagai jenis sel, yaitu :
1. Odontoblas, yaitu sel pulpa yang paling khas. Sel ini membentuk lapisan tunggal di
perifernya dan mensintesis matriks yang kemudian termineralisasi dan menjadi dentin.
Odontoblas adalah sel akhir yakni tidak mengalami lagi pembelahan sel. Odontoblas
terdiri atas dua komponen struktural dan fungsional utama yakni badan sel dan prosesus
sel.
2. Preodontoblas. Odontoblas baru dapat tumbuh setelah odontoblas yang lama hilang
akibat cedera. Namun tumbuhnya odontoblas baru hanya bisa terjadi jika pada zona
kaya akan sel telah ada preodontoblas. Preodontoblas adalah sel yang telah
terdiferensiasi sebagian sepanjang garis odontoblas. Preodontoblas ini akan bermigrasi
ke tempat terjadinya cedera dan melanjutkan diferensiasinya pada tempat tersebut.
3. Fibroblast, adalah tipe sel yang paling umum terlihat dalam jumlah paling besar di
pulpa mahkota. Sel ini menghasilkan dan mempertahankan kolagen serta zat dasar
pulpa dan mengubah struktur pulpa jika ada penyakit. Akan tetapi, tidak seperti
odontoblas, sel ini mengalami kematian apoptosis dan diganti jika perlu oleh maturasi
dari sel yang kurang terdiferensiasi.
4. Sel cadangan. Sel ini merupakan sumber bagi sel jaringan ikat pulpa. Sel precursor ini
ditemukan di zona kaya akan sel dan inti pulpa serta dekat sekali dengan pembuluh
darah. Tampaknya, sel-sel ini merupakan sel yang pertama kali membelah ketika terjadi
cedera.
5. Sel-sel sistem imun. Makrofag, limfosit T, dan sel dendritik juga merupakan penghuni
seluler yang normal dari pulpa. Sel dendritik dan prosesusnya ditemukan di seluruh
lapisan odontoblas dan memiliki hubungan yang dekat dengan elemen vaskuler dan
elemen saraf. Sel-sel ini merupakan bagian dari sistem respons awal dan pemantau dari
pulpa. Sel ini akan menangkap dan memaparkan antigen terhadap sel T residen dan
makrofag (Walton & Mahmoud, 2008).
2.1.1. Anatomi pulpa mahkota
Bentuk masing-masing ruang pulpa berhubungan langsung dengan bentuk
keseluruhan dari gigi, dengan demikian bentuk pulpa bersifat individu untuk setiap gigi.
Jaringan pulpa yeng terdapat di dalam ruang pulpa memiliki dua divisi utama, yaitu
mahkota pulpa (pulpa koronal) dan akar pulpa (pulpa radikular). Mahkota pulpa terdapat
di dalam mahkota gigi. Perpanjangan yang lebih kecil dari mahkota pulpa ke dalam cusp
dari gigi-gigi posterior disebut tanduk pulpa. Tanduk pulpa ini pada gigi permanen
khususnya menonjol di bawah buccal cusp pada premolar dan mesiobuccal cusp pada
molar. Tanduk pulpa tidak terdapat pada gigi-gigi anterior (Bath-Balogh, 2006).
Pulpa mahkota memiliki enam permukaan yaitu oklusal, mesial, distal, buccal,
lingual dan dasar. Pulpa menjadi lebih kecil seiring bertambahnya usia karena deposisi
terus menerus dentin. Hal ini tidak seragam di seluruh pulp koronal tetapi berlangsung
lebih cepat di dasar pulpa daripada di bagian atas pulpa atau di samping pulpa (Bath-
Balogh, 2006).
Gambar 3. (A) Odontoblas (B) Mahkota pulpa/pulpa koronal (C) Predentin (D) Dentin
Odontoblasts (A) dari mahkota pulpa (B) tampak pseudostratified kolumnar
sedangkan yang akar pulpa tampak bentukan kolumnar sederhana. Pada akar gigi yang
telah berkembang, odontoblasts dapat menjadi kuboid sederhana atau bahkan bentuk
skuamosa. Ketinggian badan sel dari odontoblasts dapat berhubungan langsung dengan
aktivitas metabolisme mereka. Bentukan pseudostratified berkembang sebagai akibat
odontoblast yang berdesakan ketika mereka bergerak ke dalam menuju pulpa. Ketika
odontoblasts mengurangi ukuran rongga pulpa karena deposisi dentin (D), ada
pengurangan luas permukaan pada predentin (C).
Bagian tengah antara mahkota pulpa dan akar pulpa berisi batang saraf besar dan
pembuluh darah. Daerah ini mempunyai empat lapisan (dari yang terdalam hingga
terluar):
1. Inti pulpa, yang berada di tengah dari ruang pulpa dengan banyak sel dan
pembuluh darah.
2. Zona kaya sel, yang berisi fibroblas dan sel mesenkimal yang tidak
berdiferiensiasi.
3. Sel zona bebas (zona Weil) yang kaya di kedua kapiler dan jaringan saraf.
4. Lapisan Odontoblast, lapisan terluar yang berisi odontoblasts dan terletak di
sebelah predentin dan dentin yang matang.
Sel yang ditemukan dalam pulpa gigi termasuk fibroblas (sel utama),
odontoblasts, sel-sel pertahanan seperti histiosit, makrofag, granulosit, sel mast, dan
plasma sel (Nanci, 2007).
2.1.2. Anatomi pulpa akar
Akar pulpa adalah bagian dari pulpa yang terdapat di daerah akar gigi. Akar
pulpa/ radicular pulp/ root canal atau pulp canal. Akar pulpa memanjang dari bagian
cervix gigi sampai ke apex gigi. Pada bagian apex terdapat lubang yang disebut dengan
foramen apikal. Lubang ini dikelilingi oleh cementum dan memungkinkan arteri, vena,
limfatik, dan nervus untuk masuk dan keluar dari pulpa dari ligament periodontal (Bath-
Balogh, 2006).
Foramen apikal adalah bagian terakhir dari gigi yang terbentuk setelah mahkota
gigi erupsi ke dalam rongga mulut. Pada perkembangan gigi, ukuran foramen besar dan
terletk di tengah. Seiring dengan gigi yang semakin dewasa, foramen menjadi lebihkecil
diameternya. Foramen biasanya terdapat pada apex akar. Jika ada lebih dari satu foramen
yang terlihat pada akar, yang terebesar adalah foramen apical dan sisanya dianggap
sebagai foramen aksesoris (Bath-Balogh, 2006).
Ruang pulpa makin lama makin mengecil secara asimetris, akibat produksi dentin
yang berkesinambungan, walaupun terjadinya lebih lambat. Pada prinsipnya, tinggi
tanduk pulpa dan ukuran kamar pulpa secara keseluruhan ,menjadi berkurang. Pada gigi
molar, dimensi apiko oklusal lebih banyak berkurang dibanding mengecilnya dimensi
mesio distal. Pengurangan ukuran ruang pulpa yang cukup banayak ini secara klinis
sangat penting dan dapat menyebabkan kesukaran dalam menentukan, membersihkan,
dan membentuk sistem saluran akar (Walton, 2008).
Gambar 4. Perubahan radiografik pada kamar pulpa.
Anatomi saluran bervariasi. Variasi ini tidak hanya terjadi pada gigi yang berbeda
macamnya, melainkan juga pada gigi yang semacam. Walaupun paling sedikit ada satu
saluran akar tiap akar, ada juga sejulah akar yang memiliki lebih dari satu saluran, ada
yang ukurannya sama tetapi adapula yang ukurannya berbeda. Memahami dengan baik
dan mengapresiasi semua aspek dari anatomi saluran akar merupakan prasyarat yang
sangat penting dalam melakukan perawatan saluran akar. Variasi dalam ukuran dan
lokasi foramen apikalis mempengaruhi banyaknya pasokan darah ke dalam pulpa dan hal
ini bisa terganggu manakala terjadi trauma pada giginya. Dalam situasi seperti ini, pulpa
gigi yang mudah dan belum berkembang sempurna, memiliki prognosis lebih baik
ketimbang gigi yag telah matang (Walton, 2008).
2.2. Fungsi pulpa
Pulpa gigi dan dentin memiliki hubungan timbal balik yang membuat keduanya saling
bergantung satu sama lain. Dalam hal ini, fungsi pulpa terbagi atas 5 fungsi utama, yaitu fungsi
induktif, formatif, nutritif, defensif, dan sensitif (Grossman, 1998).
2.2.1. Fungsi induktif
Peran utama dari pulpa adalah untuk berinteraksi dengan sel epitel rongga mulut
dan menyebabkan terjadinya diferensiasi dari dental lamina yang berujung pada
pembentukan enamel organ. Pulpa juga berinteraksi dengan enamel organ yang tengah
berkembang untuk menetukan jenis dari gigi (Rao, 2009).
Jaringan pulpa berpartisipasi dalam memulai dan perkembangan dentin, yang bila
terbentuk, akan mengarah pada pembentukan enamel. Kejadian-kejadian ini merupakan
kejadian yang saling bergantung dalam arti bahwa epitel enamel akan menginduksi
diferensiasi odontoblas, dan odontoblas serta dentin menginduksi pembentukan enamel.
Interaksi epitel-mesenkim seperti itu adalah esensi dari pembentukan gigi (Walton,
2009).
2.2.2. Fungsi formatif
Odontoblas membentuk dentin. Sel yang sangat special ini berpartisipasi dalam
pembentukan dentin dalam tiga cara (Walton, 2009):
a. Melalui sintesis dan sekresi matriks anorganik.
b. Melalui pengangkutan komponen anorganik ke matriks yang baru terbentuk di saat-
saat awalnya.
c. Melalui penciptaan lingkungan yang memungkinkan mineralisasi matriks.
Pada awal perkembangan gigi, dentinogenesis primer pada umumnya merupakan
proses yang berlangsung dengan cepat. Setelah terjadi maturasi gigi, pembentukan dentin
berlangsung dengan lebih lambat dan kurang simetris (dentinogenesis sekunder).
Odontoblas juga mampu membentuk dentin sebagai respon terhadap jejas, contohnya
yang terjadi pada karies, trauma, atau pemakaian restorasi (Walton, 2009).
2.2.3. Fungsi nutritif
Jaringan pulpa memasok nutrient yang sangat penting bagi pembentukan dentin
(misalnya dentin pretubuler) dan hidrasi melalui tubulus dentin (Walton, 2009).
Pembuluh darah mentranspor nutrient dari aliran darah ke sel-sel pada pulpa dan
odontoblas. Darah yang terdapat pada pulpa gigi baru saja melewati jantung 6 detik
sebelumnya (Scheid, 2001).
Pulpa gigi merupakan jaringan hidup dengan suplai darah dan menerima nutrient
dari aliran darah. Nutrient paling banyak masuk dari tubulus dentin melalui proses
odontoblastik dan dapat dibawa hingga mencapai dentioenamel junction dan
dentinocemental junction. Perlu diketahui bahwa fungsi nutritif dari pulpa dan nutrisi
seseorang secara umum tidak dapat dikatikan dengan ada tidaknya karies. Karies
merupakan penyakit yang dimulai dari luar permukaan gigi dan prosesnya sama sekali
beda pada dasarnya (Melfi & Alley, 2000).
2.2.4. Fungsi defensif
Pertahanan dari gigi dan pulpa sendiri terjadi melalui pembentukan dentin baru
ketika terpapar oleh iritan. Pulpa dapat memberi respon pertahanan ini baik dengan
disengaja maupun tidak. Sistem pertahanan ini memiliki beberapa karakteristik tertentu.
Pertama, dentin baru yang terbentuk akan terlokalisir. Dentin baru ini terbentuk dengan
lebih cepat dibandingkan dengan pembentukan dentin primer dan sekunder yang tidak
terstimulasi. Secara mikroskopis, dentin baru ini juga memiliki struktur yang berbeda
dengan dentin sekunder pada umumnya, sehingga seringkali dikenal sebagai dentin
sekunder ireguler, dentin iritasi, dentin reparatif, dentin tersier, maupun osteodentin
(Ingle & Bakland, 2002).
Jumlah dan jenis dari dentin yang terbentuk sebagai respon pertahanan pulpa
dapar bervariasi tergantung berbagai faktor. Hal-hal yang mempengaruhinya yaitu
seberapa merusak paparannya, jenis paparan (kimia, termal, bakteri), seberapa lama iritan
masuk, kedalaman jejas, luas wilayah yang terlibat, juga status pulpa saat itu (Ingle &
Bakland, 2002).
Pada gigi dewasa, odontoblas dari pulpa akan membentuk dentin sebagai respon
terhadap jejas, khususnya apabila ketebalan dentin aslinya berkurang akibat karies, atrisi,
trauma, atau perawatan restorasi. Dentin baru juga dapat terbentuk di daerah dimana
kontinuitasnya sudah hilang, seperti pada bukaan pulpa. Pembentukan dentin baru
berlangsung melalui proses induksi, diferensiasi, dan migrasi sel odontoblas ke daerah
paparan. Selain pada pembentukan dentin, pulpa memiliki fungsi lain sebagai pertahanan
yaitu kemampuan untuk memproses dan mengenali senyawa asing, seperti toksin dari
bakteri karies. Pulpa kemudian dapat memberikan respon imun terhadap benda asing
tersebut (Walton, 2009).
Sejumlah sel tertentu pada pulpa berperan dalam pertahanan, termasuk sel mast,
sel plasma, histiosit, dan makrofag. Histiosit berperan dalam eliminasi dari sel mati dan
penghapusan bakteri, sedangkan sel plasma berperan dalam pembentukan antibodi.
Selain itu, beberapa sel yang berasal dari pembuluh darah seperti neutrophil, eosinophil,
basofil, limfosit, dan monosit juga ada pada pulpa. Sel-sel vaskuler ini masuk melalui
pembuluh darah dan membentuk respon terhadap inflamasi (Chandra, 2004).
Gambar 5. Sel-sel yang terlihat pada inflamasi pulpa.
2.2.5. Fungsi sensitif
Saraf-saraf pada pulpa dapat merespon terhadap stimulus yang mengenai pulpa
secara langsung, maupun melalui perantara enamel atau dentin. Stimulus fisiologis hanya
dapat memberikan sensasi rasa nyeri. Stimulasi dari saraf sensorik bermyelin pada pulpa
menghasilkan rasa nyeri yang tajam dan cepat. Aktivasi pada saraf tak bermyelin akan
menghasilkan rasa nyeri yang lebih lambat dan tidak tajam. Sensasi pada pulpa yang
diperantarai dentin dan enamel umumnya cepat dan tajam dan dihantarkan oleh sabut
saraf bermyelin (Walton, 2009).
Rasa nyeri dapat dihantarkan oleh 2 jenis sabut saraf yang memiliki kecepatan
konduksi serta diameter yang berbeda: sabut Aδ (bermyelin) dan sabut C (tak bermyelin),
dimana keduanya merupakan nociceptor. Sabut saraf bermyelin memiliki kecepatan
konduksi yang tinggi, garis ambang stimulus yang rendah, dan menghasilkan rasa nyeri
yang tajam serta superfisial. Karakteristik ini membuat saraf bermyelin menjadi sabut
saraf pertama yang bereaksi dan menghantarkan impuls nyeri.Stimulus yang dapat
mempengaruhinya adalah mekanik, kimia, dan termal (dingin).
Di sisi lain, sabut saraf C (tak bermyelin) memiliki kecepatan konduksi yang
rendah dan garis ambang yang lebih tinggi. Sabut saraf ini terletak pada daerah yang
lebih dalam dan dapat menyebabkan rasa nyeri yang lamban dan difus. Reaksi dari sabut
saraf C menunjukkan bahwa pulpa mengalami kerusakan yang bersifat irreversible
(Gomez, 2011).
LO 2: INNERVASI PULA & DENTIN & JAR. PERIAPIKAL
TIPE SERABUT SYARAF DAN DISTRIBUSI DI DALAM PULPA
Gigi
dipersyarafi oleh cabang alveolar dari saraf cranial ke 5 saraf trigeminal
(cabang maksilaris untuk rahang atas dan cabang mandibular untuk rahang bawah ).
Pulpa gigi
inervasi yang sangat banyak
mengandung akson sensoris aferen trigeminal .
Badan sel dari syaraf neuron pulpa berlokasi di ganglion trigeminal.
Saraf ini masuk ke pulpa melalui foramen apikal dan percabangannya mengikuti distribusi
pembuluh darah di seluruh pulpa.
SERABUT SYARAF DI PULPA
Serabut bermyelin ( A-δ dan A-β)
di batas pulpa-dentin di bagian koronal pulpa dan terkonsentrasi di tanduk pulpa.
Serabut C tidak bermyelin .
berlokasi di tengah-tengah pulpa .
IMPLIKASI KLINIS SERABUT SYARAF SENSORIS INTRAPULPA
Serabut A-δ
• ø yang kecil
• konduksi lebih lambat dibandingkan serabut A lainnya (lebih cepat dibandingkan serabut C).
• mentransmisikan nyeri langsung ke thalamus, cepat, tajam dan mudah dilokalisir.
Serabut C
dipengaruhi modulasi interneuraon sblm sampai ke thalamus
nyeri yang lambat , yang ditandai nyeri tumpul dan gatal.
Serabut A-δ merespon aneka stimulus seperti probing, pemburan, dan larutan hipertonik
Rasa dingin menurunkan aliran darah krn vasokontriksi pembuluh darah.
Jika hal ini terus berlanjut, maka akan terjadi anoxia , dan serat A berhenti berfungsi. Jika
aplikasi panas terus berlanjut maka akan mengaktivasi serabut C ; terjadi vasodilatasi temporer
sehingga meningkatkan tekanan pulpa dan meningkatkan rasa nyeri
LO 5: INFEKSI PULPA, IMMUNOPATOLOGI PULPA, REAKSI JAR.PULPA
I. Pendahuluan
Radang adalah suatu respon jaringan hidup terhadap cedera yang ditandai oleh perubahan
progresif suatu jaringan berupa kerusakan jaringan sampai ke pemulihannya. Setelah email
terbuka yang disebabkan oleh trauma atau infeksi bakteri, maka jaringan dentin dan jaringan
pulpa yang terlindung di dalamnya menjadi peka terhadap jejas. Berbagai rangsangan dapat
mengakibatkan cedera pada jaringan pulpa, seperti rangsang fisik, rangsang kimia, dan rangsang
jasad renik. Jaringan yang berperan dalam proses radang pulpa adalah pulpodentinal complex.
Ketika pulpodentinal complex terbuka akibat rangsangan dari luar maka daerah tersebut menjadi
tempat berkembangbiaknya mikroorganisme sehingga menimbulkan inflamasi pada pulpa.
Komponen-komponen yang berperan dalam proses pertahanan jaringan pulpa terhadap
rangsangan dari luar, antara lain :
1. Perubahan hemodinamik
2. Perubahan pada permeabilitas darah
3. Perubahan sel darah putih serta sel jaringan
Jika tidak ditangani dengan baik maka peradangan akan meluas ke arah periapikal.
II.Agen Inflamasi Jaringan Pulpa
Iritasi pada jaringan pulpa dan jaringan periradikuler akan mengakibatkan inflamasi. Iritan
utama terhadap jaringan ini dibagi atas iritan hidup dan iritan tidak hidup. Yang termasuk iritan
hidup adalah berbagai mikroorganisme dan virus, sedangkan iritan tidak hidup adalah iritan
mekanik, suhu, dan kimia.
1. Iritan Mikroba
Sumber utama iritasi terhadap jaringan pulpa dan periradikuler adalah mikroorganisme yang
terdapat dalam karies. Pada email dan dentin yang karies terdapat berbagai spesies bakteri seperti
: streptococcus mutans, lactobacillus actinomices. Mikroorganisme dalam jaringan karies akan
memproduksi toksin yang akan berpenetrasi ke dalam pulpa melalui tubulus. Mikroorganisme
yang masuk ke dalam dentin mengakibatkan jaringan pulpa akan terinfiltrasi secara lokal (pada
basis tubulus yang terkena karies) terutama oleh sel-sel inflamasi kronik seperti makrofag,
limfosit, dan sel plasma.
Pada saat pulpa terbuka, jaringan pulpa akan terinfiltrasi secara lokal oleh leukosit
polimorfonukleus (PMN) untuk membentuk suatu daerah nekrosis likuifaksi pada lokasi
terbukanya pulpa. Setelah pulpa terbuka, bakteri akan berkoloni dan tetap tinggal di lokasi
nekrosis. Jaringan pulpa bisa tetap terinflamasi untuk waktu yang lama sampai akhirnya menjadi
nekrosis.
2. Iritan Mekanik
Selain iritasi oleh bakteri, pulpa juga dapat teriritasi secara mekanik. Preparasi kavitas yang
dalam, pembuangan struktur gigi tanpa pendinginan yang memadai, dampak trauma, trauma
oklusal, kuretase periodontium yang dalam, dan gerakan ortodonsia, ini merupakan iritan suhu
dan fisik yang paling berperan terhadap jaringan pulpa. Jika dibiarkan, preparasi kavitas atau
preparasi mahkota akan merusak odontoblas. Makin dekat ke pulpa, jumlah tubulus per unit
permukaan serta diameternya makin meningkat. Akibatnya permeabilitas dentin akan lebih besar
di daerah yang lebih dekat ke pulpa daripada daerah yang dekat dengan pertautan antara email-
dentin atau sementum-dentin. Oleh karena itu, jika preparasi yang dalam potensi iritasi akan
makin besar.
3. Iritan Kimia
Iritan kimia pulpa mencakup berbagai zat yang digunakan untuk desentisasi, strelisisasi,
pembersih dentin, dan zat yang terdapat pada tambalan sementara dan permanen serta pelapik
kavitas. Zat antibakteri seperti perak nitrat, fenol dengan atau tanpa kamfer, dan eugenol dipakai
dalam upaya untuk mensterilkan dentin setelah preparasi kavitas. Iritan anti bakteri yang dipakai
selama pembersihan dan pembentukan saluran akar obat-obatan intrakanal, dan beberapa
senyawa dalam bahan obturasi adalah contoh dari iritan kimia yang potensial mengiritasi
jaringan periradikuler.
III.Proses Inflamasi Jaringan Pulpa
Mikroorganisme yang paling banyak berperan terhadap inflamasi pulpa adalah alpha-
hemolytic streptococcus yang anaerob fakultatif. Mikroorganisme lain yang juga ikut berperan
ialah enterococcus, diptheroid, staphylococcus, lactobasilus, anaerobik streptococcus, candida,
neisseria, dan jenis veillonella.
Mikroorganisme masuk ke dalam jaringan pulpa melalui 3 jalan :
1. Dentin
2. Periodontal
3. Darah
Dan melalui proses :
1. Karies, mekanik (preparasi kavitas, trauma)
2. Penyakit periodontal atau akibat manipulasi penyakit periodontal
3. Penyakit periapikal gigi yang berdekatan
4. Anachoresis
Pengaruh rangsangan melalui dentin akan menimbulkan berbagai perubahan pada jaringan
pulpa. Perubahan tersebut dapat terjadi sebagai akibat jenis serta besar kecilnya rangsangan.
Reaksi odontoblast yang paling tepi mulai timbul pada rangsangan ringan dengan mengendapkan
mineral dalam tubulus dentin, sehingga tubulus tersebut menjadi lebih sempit atau buntu sama
sekali. Gambaran klinisnya dentin berwarna bening kecoklatan.
Reaksi radang pada jaringan pulpa berupa radang eksudatif, supuratif, degenerasi pulpa,
nekrosis pulpa atau kalsifikasi jaringan pulpa. Nekrosis jaringan pulpa dapat mengakibatkan
reaksi pada jaringan periapikal, meskipun jaringan pulpa di dalam saluran akar dalam keadaan
sehat. Hal ini mungkin terjadi karena toksin kuman dan hasil pemecahan protein berhasil
menembus jaringan pulpa sehat di dalam saluran akar dan menyebabkan perubahan pada
jaringan periapikal. Pada gambaran radiografis terlihat radiolusen di sekitar ujung akar yang
merupakan suatu reaksi radang periapikal.
Sistem biologis seperti reaksi inflamasi nonspesifik yang diperantarai oleh histamin,
bradikinin, dan metabolit asam arakidonat diaktifkan pada saat adanya iritasi dari pulpa dental.
Produk granul lisosom PMN (elastase, katepsin G, dan laktoferin), inhibitor protease seperti
antitripsin, dan neuropeptid seperti calcitonin generelated peptide (CGRP) serta substans (SP).
Sel mast yang terdiri dari histamin, leukotrien, dan faktor pengaktif platelet ditemukan pada
pulpa yang terinflamasi. Pentingnya histamin dalam inflamasi pulpa terlihat dari adanya histamin
dalam dinding pembuluh darah dan meningkatnya histamin secara nyata. Kinin yang
menimbulkan banyak tanda dan gejala inflamasi akut, dihasilkan ketika kalikrein plasma atau
kalikrein jaringan berkontak dengan kininogen. Berbagai prostaglandin, tromboksan, dan
leukotrien dihasilkan pada metabolisme asam arakidonat. Pada pulpitis yang diinduksi secara
eksperimental ditemukan berbagai metabolit asam arakidonat.
Pelepasan histamin diakibatkan oleh adanya cedera fisik pada sel mast atau menyatunya 2
molekul IgE oleh satu antigen pada permukaan selnya. Kinin dihasilkan ketika kalikrein plasma
atau kalikrein jaringan berkontak dengan kininogen. Kinin menimbulkan banyak tanda dan
gejala inflamasi akut. Metabolit asam arakhidonat berpartisipasi dalam pulpa yang terinflamasi.
Pembentukan berbagai prostaglandin, tromboksan, dan leukotrien dihasilkan dari metabolisme
asam arakhidonat.
Jaringan pulpa memiliki persarafan serabut sensorik yang padat yang mengandung
neuropeptid yang bersifat imunomodulator seperti SP dan CGRP. Cedera pulpa ringan dan
sedang akan menyebabkan bertumbuhnya saraf sensorik disertai dengan meningkatnya CGRP
imunoreaktif (iCGRP). Sebaliknya cedera parah pada pulpa menimbulkan efek yakni
berkurangnya atau hilangnya saraf iCGRP dan SP.
IV. Mikrosirkulasi pada Jaringan Pulpa
Pulpa merupakan organ yang sangat vaskuler. Pembuluh darah pada pulpa gigi maupun
jaringan periodonsium berasal dari arteri yang sama dan bermuara pada vena yang sama baik
pada maksila maupun mandibula. Namun demikian, cabang arteri alveolar yang mensuplai pulpa
gigi mempunyai struktur dinding lebih tipis daripada jaringan periodonsium.
Sumber dan Sifat dari Pembuluh Darah
Pulpa gigi disuplai oleh arteri maksilaris. Arteri ini merupakan cabang terminal dari arteri
karotis eksterna. Arteri maksilaris dibagi menjadi 3 cabang dalam hubungannya dengan otot
pterigodeus lateral. Cabang dari arteri maksilaris ini akan mensuplai darah ke gigi geligi maksila
dan mandibula. Cabang maksilaris pertama adalah arteri alveolaris inferior berfungsi mensuplai
darah ke gigi geligi mandibula. Cabang kedua adalah arteri alveolaris intraorbitalis, berfungsi
mensuplai darah ke gigi geligi anterior maksila. Cabang ketiga adalah arteri alveolaris superior-
posterior, berfungsi mensuplai darah ke gigi geligi posterior maksila.
Arteri alveolaris berjalan turun diantara permukaan dalam ramus mandibula dan
permukaan luar muskulus pterigodeus medialis, bersama-sama dengan nervus alveolaris akan
masuk ke foramen mandibula. Di dalam foramen mandibula, arteri ini mengeluarkan
percabangan ke muskulus milohioideus dan masuk ke kanalis mandibula. Di dalam kanalis
mandibula arteri ini mengeluarkan suatu jalinan atau rami ascendens ke soket dan pulpa gigi
mandibula, rami ke kavitas medularis corpus mandibula dan rami ke tulang kanseolous dari
ramus mandibula.
Arteri alveolaris intraorbitalis keluar pada bagian belakang maksila dan fossa
pterigopalatina. Pada saat arteri alveolaris infraorbitalis berjalan sepanjang dasar orbita, akan
keluar arteri alveolaris superior anterior dan arteri alveolaris superior medius. Arteri ini akan
berjalan menuju gigi geligi anterior maksila dan kanalis neurovaskular yang terletak di dalam
tulang dan membentuk fascies facialis maksila dan membran mukosa sinus maksilaris yaitu
tempat keluarnya cabang-cabang arteri.
Arteri alveolaris superior posterior juga berjalan pada bagian belakang maksila dan fossa
pterigopalatina. Arteri alveolaris superior posterior juga merupakan cabang tunggal yang juga
terbagi menjadi beberapa cabang kecil. Beberapa cabang terus turun pada permukaan tulang
untuk mensuplai darah ke gigi geligi premolar dan molar maksila.
Perubahan Pada Mikrosirkulasi Pulpa Gigi Sehubungan Terjadinya Inflamasi
1. Perubahan Hemodinamik
Pada perubahan ini melibatkan dua faktor, yaitu tekanan osmotik koloid dan hidrostatik.
Tekanan osmotik koloid menarik cairan jaringan interstisial ke dalam kapiler yang di imbangi
dengan tekanan hidrostatik kapiler yang mendesak cairan keluar dari kapiler. tekanan hidrostatik
lebih tinggi dari tekanan osmotik koloid pada kapiler ujung arteri, maka cairan mengalir keluar
dari kapiler ke dalam darah.
Vasodilatasi adalah respon awal dari inflamasi, dimana dinding anterior dan spingter
prekapiler berdilatasi atau berelaksasi. Relaksasi ini menyebabkan peningkatan tekanan
hidrostatik di dalam anterior dan spingter prekapiler. Penigkatan ini menyebabkan peningktan
filtrasi cairan plasma dengan larutnya elektrolita dan kristalloid dari darah ke jaringan
interstisial.
Tekanan hidrostatik meningkat saat cairan plasma keluar dari pembuluh darah menuju
jaringan interstisial, dan terjadi peningkatan tekanan jaringan interstisial. Aliran darah lambat
menuju keadaaan statis, dimana sel darah berhenti mengalir di dalam mikrosirkulasi yang
disebabkan oleh peningkatan tekanan jaringan interstisial dan keluarnya cairan plasma protein
dari mikrosirkulasi ke jaringan interstisial
Karena dibatasi dinding pembuluh darah maka perubahan mikrodinamik pada
mikrosirkulasi pulpa gigi menyebabkan kemerahan (eritema), pembengkakan (edema),
disebabkan masuk nya jaringan plasma ke jaringan interstisial dan kekakuan (indurasi)
disebabkan jaringan plasma menumpuk dalam jaringan interstisial .
2. Perubahan Permeabilitas
Peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah adalah respon cedera selanjutnya.
Perubahan ini juga melibatkan faktor yang sama dengan perubahan hemodinamik, yaitu tekanan
hidrostatis dan osmotik koloid.
Dinding pembuluh darah memiliki sifat permeabilitas, akan tetapi tidak bisa dilewati
protein. Tekanan osmotik akan menahan cairan tetap didalam pembuluh darah yang diimbangi
dengan tekanan hidrostatik yang mendorong (mendesak) cairan keluar dari pembuluh darah ke
jaringan interstisial pulpa.
Pada saat peningkatan permaebilitas dinding pembuluh darah kapiler, selain cairan,
protein plasma juga masuk ke dalam pembuluh darah kapiler melalui proses diapedesis. Pada
proses ini protein plasma dapat mengecilkan ukurannya sesuai dengan pori–pori kapiler sehingga
protein plasma dapat masuk dalam kapiler. Konsenstrasi protein plasma didalam jaringan
interstisial meningkat disebut edema apabila protein plasma yang keluar dari kapiler melebihi
kapasitas pembuluh limfatik untuk menyerapnya.
Filtrasi cairan berlebihan melalui kapiler disebabkan peningkatan tekanan hidrostatik
kapiler. Pengurangan tekanan osmotik koloid plasma disebabkan oleh penurunan konsentrasi
protein plasma sehingga gagal menahan cairan plasma protein di dalam kapiler. Peningkatan
tekananan permeabilitas kapiler memungkinkan cairan protein plasma merebes secara berlebihan
ke jaringan interstisial.
3. Perubahan Selular
Tampak neutrofil yang mengelompok sepanjang sel-sel endotel pembuluh darah pada
daerah cederayang disebut marginasi, pada saat inflamasi. Lalu neurofil menyusup keluar dari
pembuluh darah dan menyelinap diantara sel–sel endotel. Neurofil muncul pada daerah cedera
dan mengadakan emigrasi menuju jaringan interstisial. Pergerakan ini adalah proses yang aktif
karena adanya sinyal kimia yang disebut kemotaksis. Bila pulpa terinflamasi, produk–produk
yang dapat menyebabkan kemotaksis adalah toksin bakteri dan jaringan cedara itu sendiri.
Neurofil dengan cara memfagositosis dan menghancurkan mikroorganisme merupakan
sel pertahanan pertama yang melawan mikroorganisme yang masuk. Neurofil bergerak seperti
amuba mendekati bakteri yang akan difagositosis, kemudian mengaliri sitoplasmanya
mengelilingi mikroorganisme, lalu mencernanya. Mengubah pH dalam neurofil setelah
fagositosis, membentuk zat antibakteri yang hidrogen peroksida dan melepaskan zat tersebut
merupakan cara neurofil mematikan mikroorganisme.
Limfosit dan monosit muncul pada daerah cedera, setelah keluar dari pembuluh darah
jika respon inflamasi berjalan terus. Monosit memperbesar pertahanan dengan menambah fungsi
fagosit ke daerah cedera, sedangkan limfosit membawa kemampuan imunologik untuk berespon
dengan agen–agen inflamasi dengan sistem humoral dan selular.Apabila inflamasi pulpa gigi
melibatkan bahan–bahan antigen, maka sistem humoral dan selular akan berperan didalamnya.
Sistem imun ini diperantarai oleh limfosit yang berfungsi menetralkan, menghancurkan atau
mengeluarkan mikroorganisme di daerah cedera.
V. Proses Inflamasi pada Jaringan Periapikal
Pulpa yang terbuka karena adanya karies atau trauma dapat terinfeksi karena adanya
mikroorganisme yang masuk dengan cepat ke dalam pulpa. Bakteri yang masuk mengakibatkan
jaringan pulpa terinflamasi. Reaksi inflamasi dan imunologi terjadi sebagai respon terhadap
mikroorganisme atau produk hasil bakteri, yang menembus ke dalam jaringan pulpa melalui
tubulus dentin (Bergenholtz1981, Izumidkk.1995, Okijidkk.1997, Nanci2003, Costadkk. 2009).
Respon inflamasi terdiri dari non-spesifik dan mekanisme pertahanan langsung, yang
melibatkan fenomena vaskular-eksudatif, seperti vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas,
serta infiltrasi dari sel inflamasi, seperti sel mast, neutrofil, dan makrofag (Bergenholtz 1990,
Izumi dkk. 1995, Avery 2002, Abbas & Lichtman 2003). Selain berperan penting dalam
pertahanan pulpa, sel-sel juga berperan dalam degradasi matriks ekstraseluler dengan
melepaskan matriks metaloproteinase (Tja¨derhane et al. 2001, Gusman et al. 2002, Wahlgrenet
al. 2002).
Figure 1 Dental pulp with intense inflammatory infiltrate and mild collagen deposition (a–c) and dental pulp with scarce
inflammatory infiltrate and intense collagen deposition (d–f). Preserved, dilated and congested blood vessels (b and e – arrow),
and calcifications (c and f – arrow). HE, Original Magnification: a,d, ·100; b,c,e,f, ·400.
Inflamasi periapikal disebabkan karena toksin bakteri dari pulpa nekrotik, zat-zat kimia
seperti bahan irigan, restorasi yang hiperoklusi, instrumentasi yang berlebihan, dan keluarnya
material obturasi ke jaringan periapeks. Respon jaringan periapikal terhadap inflamasi terbatas pada
ligamen periodonsium dan tulang alveolar. Hal ini diawali oleh respon neuro-vaskular yang
menyebabkan hiperemi, kongesti vaskular, edema ligamen periodonsium dan ekstravasasi
neutofil.Neuropeptid berperan penting dalam patogenesis patosis periradikuler yaitu dengan
menghubungkan aksi saraf sensoris dan pembuluh darah. Ada dua jenis serabut saraf yaitu A-delta
dan C yang menginervasi jaringan periradikular. Ketika mengalami stimulasi, bagian terminal dari
serabut saraf ini akan melepaskan beberapa neuropeptid yaitu substansi P (SP), calcitonin gene-
related peptide (CGRP) dan neurokinin A (NKA).Selajutnya sel-sel radang tertarik ke daerah radang
karena adanya kerusakan jaringan, produk bakteri berupa lipopolisakarida (LPS) dan faktor
komplemen (C5a).
Ketika infeksi terlibat, neutrofil tidak hanya melawan mikoorganisme, tetapi juga melepaskan
leukotrien dan prostaglandin. Prostaglandin dihasilkan melalui aktivasi jalur siklooksigenase
metabolisme asam arakidonat. Proses selanjutnya adalah pengaktifan osteoclast. Dalam beberapa
hari, tulang disekitar periapeks diresorbsi dan area radiolusen pada periapeks menjadi dapat
terdeteksi.
Patosis jaringan periradikuler dapat terjadi akibat pulpa yang nekrosis. Berlainan dengan
jaringan pulpa, jaringan periradikuler memiliki sumber sel tak terdiferensiasi yang jumlahnya hampir
tak terbatas dan berpartisipasi baik dalam inflamasi maupun perbaikan. Jaringan periradikuler
mempunyai pasokan darah kolateral dan sistem drainase limfa yang banyak. Interaksi antara
iritan yang berasal dari ruang pulpa dengan pertahanan pejamu akan mengaktifkan serangkaian
reaksi untuk melindungi pejamu. Akan tetapi, terdapat reaksi yang merusak seperti resorpsi
tulang periradikuler.
Interaksi antara iritan yang berasal dari ruang pulpa dengan pertahanan pejamu akan
mengaktifkan serangkain reaksi untuk melindungi pejamu. Namun, disamping faktor yang
menguntungkan ini, terdapat pula reaksi yang merusak, misalnya resorbsi tulang periradikuler. Lesi
yang muncul sangat kompleks dan biasanya diperantarai oleh mediator inflamasi non spesifik atau
reaksi imun spesifik.
Mediator non spesifik reaksi inflamasi adalah neouro-peptid, peptid fibrinolitik, kinin,
fragmen komplemen, amin vasoakttif, enzim lisosom, metabolit asam arakidonat dan sitokinin.
Sistem kinin dapat diaktifkan setelah adanya trauma selama perawatan saluran akar. Sistem yang
aktif dapat berperan dalam proses inflamasi dan menyebabkan pembengkakan, nyeri, dan
kerusakan jaringan. Pada lesi periradikuler ditemukan fragmen komplemen C3. Neuro-peptid
telah terbukti terdapat dalam jaringan periapeks yang terinflamasi pada hewan percobaan; tampaknya
zat ini berperan penting dalam patogenesis patosis periradikuler.
Selain mediator non spesifik dalam reaksi inflamasi, reaksi imunologi juga berpartisipasi
dalam pembentukan dan kelanjutan patosis periradikuler. Banyak sekali antigen potensial yang
berakumulasi dalam pulpa nekrosis, yang terdiri atas sejumlah spesies mikroorganisme beserta
toksinnya, dan jaringan pulpa yang telah berubah. Saluran akar merupakan jalur untuk sensitisasi.
Adanya antigen potensial dalam saluran akar dan imunoglobulin Ig E serta sel mast dalam pulpa
yang mengalami kelainan patologis serta lesi periradikuler, mengindikasikan terjadinya reaksi
imunologi tipe 1.
Perbedaan respon radang pulpa dengan respon radang periapikal, yaitu :
1. Dinding dentin yang keras tidak lagi menahan secara langsung. Tulang alveolar meskipun
merupakan jaringan keras disekitar reaksi radang, namun mempunyai kerentanan untuk mudah
mengalami resorbsi selama proses radang.
2. Ligamen periodontal dengan sistem vaskularisasi yang kaya akan sistem kolateral lebih
memudahkan proses pemulihan jaringan dibandingkan dengan jaringan pulpa.
Komponen normal jaringan ikat yang dijumpai pada ligamen periodontium normal dan
lesi periradikuler adalah sel mast. Sel mast merupakan sel khusus yang berisi bahan kimia
vasoaktif. Degranulasi sel mast (proses pelepasan kandungan sel mast) mengasilkan histamin,
serotonin, dan bahan lain yang disintesis oleh sel mast. Zat-zat tersebut merupakan penyebab
vasodilatasi, peningkatan permeabilitas kapiler, dan agen kemotaktik sel darah putih dan
trombosit ke daerah radang. Lepasnya amin vasoaktif seperti histamin disebabkan adanya cedera
fisik atau kimia. Amin vasoaktif tersebut dapat menarik leukosit dan makrofag.
Enzim lisosom dapat menyebabkan lepasnya C5 dan membentuk C5a. Hal ini juga dapat
membebaskan bradikinin aktif dari kininogen plasma. Prostaglandin terlibat dalam patogenesis
lesi periradikuler. Prostaglandin tersebut dirangsang menggunakan indometasin, suatu inhibitor
prostaglandin.
Mekanisme Terbentukya Pus pada Abses Periapikal dan Granuloma
Mekanisme terbentuknya pus pada abses periapikal
Saluran pulpa yang sempit menyebabkan drainase yang tidak sempurna pada pulpa yang
terinfeksi, namun dapat menjadi tempat berkumpulnya bakteri dan menyebar kearah jaringan
periapikal secara progresif (Topazian, 2002). Ketika infeksi mencapai akar gigi, jalur
patofisiologi proses infeksi ini dipengaruhi oleh jumlah dan virulensi bakteri, ketahanan host,
dan anatomi jaringan yang terlibat.
Abses merupakan rongga patologis yang berisi pus yang disebabkan oleh infeksi bakteri
campuran. Bakteri yang berperan dalam proses pembentukan abses ini yaitu Staphylococcus
aureus dan Streptococcus mutans. Staphylococcus aureus dalam proses ini memiliki enzim aktif
yang disebut koagulase yang fungsinya untuk mendeposisi fibrin. Sedangkan Streptococcus
mutans memiliki 3 enzim utama yang berperan dalam penyebaran infeksi gigi, yaitu
streptokinase, streptodornase, dan hyaluronidase. Enzim ini berperan sebagai enzim pemecah
jembatan antar sel yang terbuat dari jaringan ikat (hyalin/hyaluronat). fungsi jembatan antar sel
penting adanya, sebagai transpor nutrisi antar sel, sebagai jalur komunikasi antar sel, juga
sebagai unsur penyusun dan penguat jaringan. Jika jembatan ini rusak dalam jumlah besar, maka
dapat diperkirakan, kelangsungan hidup jaringan yang tersusun atas sel-sel dapat terancam
rusak/mati/nekrosis.
Proses kematian pulpa, salah satu penyebabnya adalah enzim dari S.mutans tadi, dan
menjadi media perkembangbiakan bakteri yang baik, sebelum akhirnya mereka mampu
merambah ke jaringan yang lebih dalam, yaitu jaringan periapikal.
Kondisi abses kronis dapat terjadi apabila ketahanan host dalam kondisi yang tidak terlalu baik,
dan virulensi bakteri cukup tinggi. Yang terjadi dalam daerah periapikal adalah pembentukan
rongga patologis abses disertai pembentukan pus yang sifatnya berkelanjutan apabila tidak diberi
penanganan.
Adanya keterlibatan bakteri dalam jaringan periapikal, tentunya mengundang respon
keradangan untuk datang ke jaringan yang terinfeksi tersebut, namun apabila kondisi hostnya
tidak terlalu baik, dan virulensi bakteri cukup tinggi, ini justru malah menciptakan kondisi abses
yang merupakan hasil sinergi dari bakteri S.mutans dan S.aureus. Tidak hanya proses destruksi
oleh S.mutans dan produksi membran abses saja yang terjadi pada peristiwa pembentukan abses ,
terdapat pula pembentukan pus oleh bakteri pembuat pus (pyogenik), salah satunya adalah
S.aureus. jadi, rongga yang terbentuk oleh sinergi dua kelompok bakteri tadi, tidak kosong,
melainkan terisi oleh pus yang konsistensinya terdiri dari leukosit yang mati (oleh karena itu pus
terlihat putih kekuningan), jaringan nekrotik, dan bakteri dalam jumlah besar.
Secara alamiah, sebenarnya pus yang terkandung dalam rongga rongga patologis abses
akan terus berusaha mencari jalan untuk keluar , namun pada perjalanannya seringkali
menimbulkan gejala-gejala seperti nyeri, demam, dan malaise. Ini disebabkan karena pus dalam
rongga patologis tersebut harus keluar, baik dengan bantuan dokter gigi atau keluar secara alami.
Rongga patologis yang berisi pus (abses) ini terjadi dalam daerah periapikal, yang di
dalam tulang. Untuk dapat keluar dari tubuh, maka abses harus menembus jaringan keras tulang,
mencapai jaringan lunak dan keluar. Inilah yang disebut dengan pola penyebaran abses. Pola
penyebaran abses dipengaruhi oleh 3 kondisi, yaitu virulensi bakteri, ketahanan jaringan, dan
perlekatan otot. Virulensi bakteri yang tinggi mampu menyebabkan bakteri bergerak secara
leluasa ke segala arah, ketahanan jaringan sekitar yang tidak baik menyebabkan jaringan menjadi
rapuh dan mudah dirusak, sedangkan perlekatan otot mempengaruhi arah gerak pus.
Sebelum keluar pus ini mengalami beberapa kondisi, mulai dari dalam tulang melalui
cancelous bone, pus bergerak menuju ke arah tepian tulang atau lapisan tulang terluar (korteks
tulang). Tulang yang dalam kondisi hidup dan normal, selalu dilapisi oleh lapisan tipis yang
tervaskularisasi dengan baik guna menutrisi tulang dari luar, yang disebut periosteum. Karena
memiliki vaskularisasi yang baik ini, maka respon keradangan juga terjadi ketika pus mulai
“mencapai” korteks, dan melakukan eksudasinya dengan melepas komponen keradangan dan sel
plasma ke rongga subperiosteal (antara korteks dan periosteum) dengan tujuan menghambat laju
pus yang kandungannya berpotensi destruktif tersebut. Pada keadaan ini pasien merasakan rasa
sakit dan terasa hangat pada regio yang terlibat, dan bisa timbul pembengkakan yang disebut
periostitis/serous periostitis. Serous periostitis disebabkan karena konsistensi eksudat yang
dikeluarkan ke rongga subperiosteal mengandung kurang lebih 70% plasma, dan tidak kental
seperti pus dan belum ada keterlibatan pus di rongga tersebut.
Apabila dalam rentang 2-3 hari ternyata respon keradangan diatas tidak mampu
menghambat aktivitas bakteri penyebab, maka dapat berlanjut ke kondisi yang disebut abses
subperiosteal. Abses subperiosteal terjadi di rongga yang sama, yaitu di sela-sela antara korteks
tulang dengan lapisan periosteum, bedanya adalah.. di kondisi ini pus sudah berhasil
“menembus” korteks dan memasuki rongga subperiosteal,. Karena lapisan periosteum adalah
lapisan yang tipis, maka dalam beberapa jam saja akan mudah tertembus oleh cairan pus yang
kental, sebuah kondisi yang sangat berbeda dengan peristiwa periostitis dimana konsistensi
cairannya lebih serous.
Jika periosteum sudah tertembus oleh pus yang berasal dari dalam tulang tadi, maka
dengan bebasnya, proses infeksi ini akan menjalar menuju fascial space terdekat, karena telah
mencapai area jaringan lunak. Apabila infeksi telah meluas mengenai fascial spaces, maka dapat
terjadi fascial abscess. Fascial spaces adalah ruangan potensial yang dibatasi/ditutupi/dilapisi
oleh lapisan jaringan ikat.
Mekanisme terbentuknya pus pada granuloma
Patogenesis yang mendasari granuloma periapikal adalah respon system imun untuk
mempertahankan jaringan periapikal terhadap berbagai iritan yang timbul melalui pulpa, yang
telah menjalar menuju jaringan periapikal. Terdapat berbagai macam iritan yang dapat
menyebabkan peradangan pada pulpa, yang tersering adalah karena bakteri, proses karies yang
berlanjut akan membuat jalan masuk bagi bakteri pada pulpa, pulpa mengadakan pertahanan
dengan respon inflamasi.
Terdapat tiga karakteristik utama pulpa yang mempengaruhi proses inflamasi. Pertama,
pulpa tidak dapat mengkompensasi reaksi inflamasi secara adekuat karena dibatasi oleh dinding
pulpa yang keras. Inflamasi akan menyebabkan dilatasi pembuluh darah dan meningkatnya
volume jaringan karena transudasi cairan. Kedua, meskipun pulpa memiliki banyak
vaskularisasi, namun hanya disuplai oleh satu pembuluh darah yang masuk melalui saluran
sempit yang disebut foramen apikal, dan tidak ada suplai cadangan lain. Edema dari jaringan
pulpa akan menyebabkan konstriksi pembuluh darah yang melalui foramen apikal, sehingga
jaringan pulpa tidak adekuat dalam mekanisme pertahanan, terlebih lagi edema jaringan pulpa
akan menyebabkan aliran darah terputus, menyebabkan pulpa menjadi nekrosis. Ruangan pulpa
dan jaringan pulpa yang nekrotik akan memudahkan kolonisasi bakteri. Ketiga, karena gigi
berada pada rahang, maka bakteri akan menyebar melalui foramen apikal menuju jaringan
periapikal.
Bagan 1. Patogenesis granuloma periapikal
Meskipun respon imun dapat mengeliminasi bakteri yang menyerang jaringan periapikal,
eradikasi bakteri pada saluran akar tidak dapat dilakukan, sehingga saluran akar akan menjadi
sumber infeksi bakteri. Infeksi yang persisten dan reaksi imun yang terus menerus pada jaringan
periapikal akan menyebabkan perubahan secara histologis. Perubahan ini akan dikarakteristikkan
dengan adanya jaringan sel yang kaya granulasi, terinfiltrasi dengan makrofag, neutrofil, plasma
sel dan elemen fibrovaskular pada jumlah yang bervariasi. Kerusakan jaringan periapikal akan
tejadi bersamaan dengan resorbsi dari tulang alveolar.
Secara umum, proses resorbsi adalah pus dibentuk oleh pencairan jaringan yang nekrosis oleh sel-
sel inflamasi dipaksa oleh penekanan eksudat melalui medulla. Osteoklas meresorbsi tulang
membentuk sinus, dimana pus dapat keluar. Periosteum mengembang oleh karena tekanan eksudat
dan terlepas dari tulang yang suplai darahnya berkurang akibat periosteum perforasi kemudian pus
mencapai jaringan lunak disekitarnya dan membentuk sinus pada kuliat atau membrane mukosa.
Dipinggir dari daerah yang terinfeksi dimana tulang yang mati masih berusaha untuk hidup,
osteoklas meresorbsi tulang sampai jangan mati dan akhirnya terpisah membentuk equester.