lkti
DESCRIPTION
Karya IlmiahTRANSCRIPT
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah
total pulau mencapai 17.508 pulau, terdiri dari 5 kepulauan besar dan 30
kelompok kepulauan kecil, termasuk 9.634 pulau yang belum diberi nama dan
6.000 pulau yang tidak berpenghuni. Indonesia juga memiliki 3 dari 6 pulau
terbesar didunia, yaitu Kalimantan sebagai pulau terbesar ketiga di dunia yang
luasnya 539.460 km², Sumatera dengan luas 473.606 km², dan Papua yang
luasnya 421.981 km². Selain itu, Indonesia adalah negara maritim terbesar di
dunia dengan perairan seluas 93.000 km² dan panjang pantai sekitar 81.000 km²
atau hampir 25% dari panjang pantai di dunia. Masing-masing pulau tersebut
mempunyai potensi dan pesona alam tersendiri (website resmi Pariwisata Repulik
Indonesia, 2011).
Keadaan ini membuat pemerintah pusat kesulitan dalam mengatur dan
mengoptimalkan sumber daya alam yang ada sehingga pemerintah pusat
memberikan kewenangan yang luas, nyata, dan bertanggung jawab kepada daerah.
Sesuai dengan UU No. 22/1999 dan UU no.25/1999 mengenai otonomi daerah,
tujuan pemerintah pusat adalah peningkatan kesejahteraan rakyat, pemerataan dan
keadilan, demokratisasi, dan penghormatan terhadap budaya lokal serta
memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah. Hal ini mengindikasikan
bahwa pemerintah pusat memberi peluang kepada daerah agar leluasa mengatur
dan melaksanakan kewenangannya atas prakarsa sendiri sesuai dengan
kepentingan masyarakat setempat dan potensi setiap daerah, salah satu prakteknya
adalah pengelolaan wilayah pesisir untuk dijadikan wisata pantai yang menarik.
Dalam pengelolaannya, ada wilayah pesisir yang mendapat pengolahan
area untuk dijadikan wahana wsata dan ada yang dijadikan wahana wisata tanpa
pengolahan area atau bisa disebut tidak merubah struktur alam yang ada.
Pengolahan area wisata bisa berskala ringan, sedang, maupun tinggi. Hal tersebut
dapat dilihat dari pengurukan tanah, pembukaan jalan, banyaknya fasilitas-
fasilitas bangunan yang didirikan, maupun dari perluasan area.
2
Pembangunan wahana wisata pantai juga dapat memberikan dampak
positif dan negatif. Beberapa dampak positifnya adalah meningkatkan pendapatan
daerah, sumber daya alam di daerah teroptimalkan, membuka lapangan kerja baru
bagi masyarakat setempat, dan meningkatkan daya saing antar daerah dalam
sektor pariwisata. Selain itu, dampak negatifnya adalah terjadi penurunan kualitas
udara, peningkatan jumlah sampah, peningkatan volume limbah, penurunan
kualitas air laut, dan peningkatan volume lalu lintas. Berdasarkan beberapa
dampak negatif tersebut, ada satu dampak yang harus mendapat perhatian serius
yakni penurunan kualitas udara. Masalah ini adalah masalah serius yang
berdampak pada kesehatan wisatawan dan warga yang berada di area wisata.
Penurunan kualitas udara di daerah wisata pantai tersebut diakibatkan
karena peningkatan volume lalu lintas kendaraan bermotor. Kendaraan bermotor
memberikan kontribusi yang sangat dominan terhadap pencemaran lingkungan
berupa emisi unsur-unsur kimia karena gas buang yang dikeluarkannya. Unsur-
unsur kimia antara lain berupa CO2, NOx, HC, CO, dan Pb yang diketahui
mempunyai dampak serius terhadap kesehatan dan alam. Salah satu usaha yang
dapat dilakukan adalah penanaman tanaman untuk menekan dampak negatif
pencemaran udara. Hasil dari berbagai penelitian membuktikan bahwa tanaman
mempunyai kemampuan mereduksi pencemar udara dengan melalui fotosintesis
dan juga dapat mengurangi energi getaran akustik dengan penyerapan aksi viskos
oleh struktur batang dan daun tanaman yang berarti berpotensi meredam
kebisingan (Kamal, 2000).
Berangkat dari pemikiran tersebut, dirasa perlu adanya suatu upaya untuk
meningkatkan kualitas udara di daerah wisata pantai yang efektif dan
menguntungkan. Upaya peningkatan kualitas udara dengan penanaman Casuarina
equisetifolia untuk kawasan wisata yang sehat merupakan program tepat yang
harus dirintis sejak dini. Penanaman Casuarina equisetifolia ini diharapkan dapat
mengurangi resiko negatif terhadap kesehatan wisatawan dan membuat kawasan
wisata pantai berwawasan lingkungan.
3
Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari karya tulis ini adalah:
1. Bagaimana keadaan kualitas udara di kawasan wisata pantai?
2. Bagaimana Casuarina equisetifolia dapat meningkatkan kualitas udara di
kawasan wisata pantai?
Tujuan
Tujuan dari karya tulis ini adalah:
1. Mengetahui kualitas udara di kawasan wisata pantai.
2. Meningkatkan tingkat kualitas udara di kawasan wisata pantai.
3. Menggali kelebihan Causarina equisetifolia dalam meningkatkan kualitas
udara di kawasan wisata pantai.
4. Menganalisis pola penanaman Causarina equisetifolia di kawasan wisata
pantai.
Luaran yang Diharapkan
Berdasarkan penulisan karya tulis ilmiah ini, penulis berharap adanya
luaran berupa adanya konsep peningkatan kualitas udara di daerah wisata pantai
dengan penanaman pohon Casuarina equisetifolia.
Kegunaan
Persembahan karya tulis ilmiah ini juga mempunyai kegunaan-kegunaan yang
bermanfaat bagi berbagai pihak, beberapa kegunaannya sebagai berikut:
1. Sebagai acuan pemerintah dan swasta untuk pengelolaan lingkungan di
kawasan wisata pantai yang berwawasan lingkungan.
2. Sebagai alternatif dalam mengurangi gas emisi di kawasan wisata pantai.
3. Sebagai usaha pencegahan terhadap timbulnya gangguan kesehatan akibat
polusi udara.
4. Sebagai sumber untuk meningkatkan pendapatan pemerintah maupun
masyarakat melalui peningkatan jumlah pengunjung.
4
TINJAUAN PUSTAKA
Indonesia adalah negara maritim terbesar di dunia dengan perairan seluas
93.000 km² dan panjang pantai sekitar 81.000 km² atau hampir 25% dari panjang
pantai di dunia. Masing-masing pulau tersebut mempunyai potensi dan pesona
alam tersendiri (website resmi Pariwisata Repulik Indonesia, 2011).
Pada masa Orde Baru, pengaturan wilayah pesisir dan laut lebih banyak
dilakukan oleh Pemerintah Pusat. Hal ini dapat dilihat pada Undang-Undang
Nomor 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang Pasal 9 ayat 2 dimana dinyatakan
bahwa wilayah lautan dan wilayah udara diatur secara terpusat menurut undang-
undang. Namun dimasa reformasi dengan kelahiran Undang-undang Nomor 22
tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, kabupaten/kota memiliki kewenangan
mengatur wilayah perairan yang ada di wilayahnya sejauh 4 mil dari garis pantai
(Muttaqiena dkk dalam Purnamasari, 2009).
Menurut Purnamasari (2009), usaha peningkatan potensi dari wilayah
pesisir tersebut dapat dilakukan dengan cara pengelolaan pesisir secara terpadu
dan berkelanjutan yang berbasis masyarakat.
a. Pengelolaan Pesisir Terpadu
Pengelolaan Pesisir Terpadu (P2T) adalah proses yang dinamis yang
berjalan secara terus menerus dalam membuat keputusan-keputusan tentang
pemanfaatan, pembangunan dan perlindungan wilayah, sumberdaya pesisir
dan lautan. Bagian penting dalam pengelolaan terpadu adalah perancangan
proses kelembagaan untuk mencapai harmonisasi dalam cara yang dapat
diterima secara politis.
b. Pengelolaan Pesisir Secara Berkelanjutan
Suatu kegiatan dikatakan keberlanjutan, apabila kegiatan pembangunan
secara ekonomis, ekologis dan sosial politik bersifat berkelanjutan.
Berkelanjutan secara ekonomi berarti bahwa suatu kegiatan pembangunan
harus dapat membuahkan pertumbuhan ekonomi, pemeliharaan capital
(capital maintenance), dan penggunaan sumberdaya serta investasi secara
efisien. Berkelanjutan secara ekologis mengandung arti bahwa kegiatan yang
5
dimaksud harus dapat mempertahankan integritas ekosistem, memelihara
daya dukung lingkungan, dan konservasi sumber daya alam termasuk
keanekaragaman hayati (biodiversity) sehingga diharapkan pemanfaatan
sumberdaya dapat berkelanjutan. Sementara itu, berkelanjutan secara sosial
politik mensyaratkan bahwa suatu kegiatan pembangunan hendaknya dapat
menciptakan pemerataan hasil pembangunan, mobilitas sosial, kohesi sosial,
partisipasi masyarakat, pemberdayaan masyarakat (dekratisasi), identitas
sosial, dan pengembangan kelembagaan (Wiyana dalam Purnamasari, 2009).
c. Pengelolaan Pesisir Berbasis Masyarakat
Pengelolaan berbasis masyarakat dapat diartikan sebagai suatu sistem
pengelolaan sumber daya alam di suatu tempat di mana masyarakat lokal di
tempat tersebut terlibat secara aktif dalam proses pengelolaan sumber daya
alam yang terkandung didalamnya (Nurmalasari dalam Purnamasari, 2009).
Wisata pantai sebagai salah satu bentuk pengelolaan daerah pesisir telah
mengalami penurunan kualitas udara atau pencemaran udara akibat dari
peningkatan sumber polutan udara yang berasal dari peningkatan volume
kendaraan di daerah wisata pantai. Selain itu dampak lainnya berupa peningkatan
jumlah sampah yang mengakibatkan polusi tanah dan bau, penurunan kualitas air
laut, peningkatan sedimentasi, meningkatkan potensi abrasi, merusak komunitas
air laut, dan menyebabkan kerusakan jalan.
Berdasarkan peraturan pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun
1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara, pencemaran udara (air pollution)
adalah masuknya atau dimasukkannya zat, energi, dan/atau komponen lainnya ke
dalam udara ambien oleh kegiatan manusia, sehingga mutu udara ambien turun
sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan udara ambien tidak dapat
memenuhi fungsinya. Menurut Buwono X (dalam Susilaradeya, 2008), udara
ambien adalah udara bebas di permukaan bumi pada lapisan troposfer yang
dibutuhkan dan mempengaruhi kesehatan manusia, makhluk hidup, dan unsur
hidup lainnya. Sedangkan yang dapat menjadi sumber pencemar udara (sources of
air pollutants) merupakan setiap usaha dan/atau kegiatan yang mengeluarkan
bahan pencemar ke udara yang menyebabkan udara tidak dapat berfungsi
6
sebagaimana mestinya, misalnya kendaraan bermotor, kereta api, kapal laut,
pesawat terbang, industri, pembangkit tenaga listrik, rumah tangga, dan kebakaran
hutan dan lahan.
Pencemaran udara dapat didefinisikan sebagai kondisi atmosfer yang
terdiri atas senyawa-senyawa dengan konsentrasi tinggi di atas kondisi udara
ambien normal, sehingga menimbulkan dampak negatif bagi manusia, hewan,
vegetasi, maupun benda lainnya. Oleh karena itu, saat ini diperlukan usaha-usaha
yang dapat dilakukan untuk mengurangi tingkat pencemaran udara yang terjadi.
Berbagai usaha untuk mereduksi penyebaran polutan diantaranya memperbaiki
proses pembakaran, penggunaan jenis bahan bakar, menggunakan tembok,
peninggian tanah atau tanggul sebagai penghalang, dan penanaman tumbuhan.
Usaha yang paling efektif dan murah untuk diterapkan adalah penanaman
tumbuhan yang secara alamiah ada dan melimpah (Kamal, 2000). Salah satunya
dengan penanaman cemara laut (Casuarina equisetifolia) di kawasan wisata
pantai (Rekayasa Lingkungan P.S. Teknik Lingkungan ITB, 2009)
Casuarina equisetifolia merupakan tanaman yang banyak ditemukan di
pulau Pasifik dan sepanjang daerah tropis. Ciri-ciri tumbuhan ini adalah tinggi
dapat mencapai 20-30 m, dapat tumbuh dekat laut sampai jarak 800 m, mampu
bertahan pada musim panas sekitar 6-8 bulan, dapat tumbuh dengan cepat yaitu 3
m pada tahun pertama, panjang daun 0,5-1 mm dan diameter dapat mencapai 1 m,
dapat tumbuh pada daerah suhu 5-400 C serta merupakan tumbuhan yang bersifat
evergreen (Whistler dan Elentch, 2006).
Dommergue (dalam Nurahmah, 2007) menggambarkan keberadaan
Casuarina equisetifolia sebagai tanaman yang mempunyai potensi sebagai tanaman
campuran dengan jenis tanaman hutan lainnya. Karena tahan terhadap angin,
Casuarina equisetifolia digunakan secara luas untuk menstabilkan bukit pasir di
pantai, serta penahan angin untuk melindungi perkebunan. Pada beberapa sistem
agroforestry dataran rendah di daerah tropis, Casuarina equisetifolia ditanam di
perkebunan bersama tanaman kopi, jambu mete, kelapa, kacang tanah, wijen, dan
legume berbiji lainnya. Selain itu, Casuarina equisetifolia dan hibridnya sering
7
digunakan sebagai tanaman hias untuk mempercantik daerah perkotaan, taman,
dan tempat peristirahatan di tepi laut.
Casuarina equisetifolia dapat dikategorikan sebagai jenis pohon serbaguna
atau Multi Purpose Tree Species (Syamsuwida dalam Nurahmah, 2007). Multi
purpose tree species adalah jenis pohon yang ditanam untuk memenuhi lebih dari
satu manfaat (fungsi) pada suatu areal. Manfaat utama jenis ini berupa kayu yang
sangat tinggi kualitasnya sebagai bahan bakar (arang), kayu gelondongan untuk
pancang, tonggak, dan pagar. Menurut Syamsuwida (dalam Nurahmah, 2007),
Casuarina equisetifolia mempunyai potensi sebagai bahan kayu bakar terbaik di
dunia. Namun, di daerah-daerah yang sangat kekurangan kayu seperti Cina bagian
tenggara, menurut Dommerques (dalam Nurahmah, 2007) kayu dari pohon
Casuarina equisetifolia dapat digunakan untuk tiang rumah dan perabotan
sederhana. Selain itu, Casuarina equisetifolia dapat dimanfaatkan untuk konservasi
tanah dan rehabilitasi lahan, jalur hijau penahan angin, dan kayu konstruksi
(Syamsuwida dalam Nurahmah, 2007).
METODE PENULISAN
Penulisan karya ilmiah ini menggunakan metode telaah pustaka. Metode
telaah pustaka adalah kajian kritis atas pembahasan suatu topik yang sudah ditulis
oleh para peneliti atau ilmuwan di dalam berbagai sumber. Sumber informasi bisa
berupa buku, jurnal, ataupun artikel ilmiah.
Langkah-langkah Penulisan
Langkah-langkah penelitian yang telah ditempuh pada penelitian ini
adalah sebagai berikut :
1. Pengumpulan Data
Pada tahap ini peneliti mengumpulkan berbagai sumber data baik
dari buku maupun artikel-artikel pada majalah, koran dan internet.
Tujuannya yaitu untuk menambah pengetahuan tentang materi-materi
8
yang berkaitan dengan masalah yang akan dipecahkan. Sehingga bisa
merumuskan pertanyaan pada karya ilmiah ini.
2. Analisis Data
Analisis data dilakukan sebagai suatu proses pengklasifikasian dan
pengelompokan data yang selalu didasarkan pada tujuan yang ingin
dicapai pada suatu penelitian.
Teknik Pengumpulan Data
Penulis dalam teknik pengumpulan data penelitiannya menggunakan
metode analisis data. Merupakan upaya yang dilakukan untuk mengklasifikasi dan
mengelompokkan data. Pada tahap ini dilakukanm upaya pengelompokan,
menyamakan data yang sama dan membedakan data yang berbeda, serta
menyisihkan pada kelompok lain data yang serupa tapi tak sama (Mahsun 2006:
229).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Kondisi Kualitas Udara di Kawasan Wisata Pantai
Berwisata adalah salah satu upaya dalam mengatasi kepenatan dan
kejenuhan, apalagi setelah bekerja ataupun setelah mengalami banyak kesibukan.
Banyak masyarakat memilih alternatif ini untuk mengisi waktu luangnya, berlibur
atau sekedar untuk menyegarkan pikiran. Salah satu tujuan berwisata yang paling
banyak dipilih adalah wisata pantai. Tidak heran ketika musim liburan terjadi
ledakan pengunjung disana.
Peningkatan kualitas wisata pantai di setiap daerah terus meningkat.
Pembangunan fasilitas-fasilitas atau sarana dan prasarana juga terus dilaksanakan
oleh pemerintah. Seperti yang terjadi di kawasan wisata Pantai Puger Kabupaten
Jember, Pantai Anyer Kabupaten Banten dan Pantai Cipatujah di Tasikmalaya.
Kawasan wisata yang mempunyai pesona alam ini sedang mengalami berbagai
perbaikan untuk menambah daya tarik wisatawan, diantaranya perbaikan jalan,
peningkatan sarana transportasi, penambahan sarana umum, dan perbaikan
9
kualitas pelayanan. Perbaikan-perbaikan tersebut diharapkan dapat meningkatkan
kunjungan wisatawan sehingga pendapatan daerah pun juga ikut meningkat.
Meningkatnya pengunjung di kawasan wisata pantai akan sejalan dengan
peningkatan dampak-dampak negatif yang menjadi penyebab kerusakan
lingkungan. Berbagai dampak yang timbul berupa peningkatan volume kendaraan,
menumpuknya sampah, bertambahnya limbah manusia, meningkatnya pemakaian
listrik seperti Air Conditioner (AC) atau kulkas, dan meningkatnya hasil respirasi
manusia.
Meningkatnya volume kendaraan menyebabkan pecemaran udara oleh gas
emisi yang dihasilkan dari kendaraan bermotor. Kendaraan bermotor memberikan
kontribusi yang sangat dominan terhadap pencemaran lingkungan karena material
kimia yang dikeluarkannya berupa CO2, NOx, HC, CO, dan Pb. Selain itu, juga
meningkatkan tingkat kebisingan di kawasan tersebut yang dapat menyebabkan
gangguan pendengaran, gangguan kehamilan, pertumbuhan bayi, gangguan
komunikasi, gangguan istirahat, gangguan tidur, psiko fisiologis, gangguan
mental, kinerja, pengaruh tehadap perilaku lingkungan, ketidaknyamanan, dan
juga gangguan berbagai aktifitas (Mansyur dalam Ikron dkk, 2007).
Hampir semua unsur kimia yang dikeluarkan kendaraan bermotor
mempunyai efek negatif bagi kesehatan manusia, bangunan, dan juga lingkungan
global. Efek pada kesehatan misalnya NOx, diketahui kemampuan indera
penciuman manusia dalam mendeteksi NOx adalah pada konsentrasi 0,12. Apabila
konsentrasi NOx melapaui batas konsentrasi umum 0,05 ppm, NOx dapat
menyebabkan gangguan iritasi alat pernafasan akut. Hidrokarbon berpengaruh
terhadap perubahan iklim global, selain itu gangguan yang dapat ditimbulkan
hidrokarbon meliputi laringitis, pharia, dan bronkitis. Sedangkan gas CO dapat
merusak fungsi darah, yang mempengaruhi tekanan fisiologis, terutama pada
penderita penyakit jantung (Kamal, 2000). Pb dapat mempengaruhi fungsi
kognitif, kemampuan belajar, memendekkan tinggi badan, penurunan fungsi
pendengaran, mempengaruhi perilaku dan kecerdasan, merusak fungsi organ
tubuh, meningkatkan tekanan darah, dan mempengaruhi perkembangan otak.
Selain itu, Pb dapat menimbulkan anemia dan bagi wanita hamil yang terpajan Pb
10
akan mengenai anak yang disusuinya dan terakumulasi dalam ASI (Badan
Pengelolaan Lingkungan Hidup, 2009).
Menumpuknya sampah dan limbah manusia di kawasan wisata pantai
dapat mengakibatkan bau. Bau yang tidak sedap biasanya timbul akibat senyawa-
senyawa organik dan sulfurik. bau yang dikeluarkan itu sebenarnya tidak
tergolong berbahaya tetapi timbulnya bau dapat menurunkan status sosial,
ekonomi, dan kenyamanan (Soedomo, 2001).
Hasil keluaran penggunaan AC dapat menyebabkan kerusakan lapisan
ozon. Karena setiap molekul CFC yang dihasilkan AC dapat merusak 100.000
molekul ozon (Mukono, 2003). Keadaan ini secara langsung dapat menyebabkan
pemanasan global yang berdampak pada ekologis dan perubahan suhu tertentu
akan meningkatkan perkembangbiakan lalat, nyamuk, dan organisme tertentu
yang dapat menjadi vektor penyakit (Soedomo, 2001).
Menurut faktor penentu kualitas lingkungan udara yang meliputi unsur-
unsur struktur lingkungan dan masukan emisi dari kegiatan yang berlangsung,
udara di kawasan wisata pantai sudah tidak bisa disebut lagi mempunyai kualitas
udara yang baik. Bila dibandingkan dengan kualitas udara di daerah pesisir yang
tidak dijadikan sebagai kawasan wisata, udara di daerah pesisir lebih baik dan
terjaga kemurniannya. Maka dari itu, harus diciptakan kawasan wisata pantai yang
mempunyai kualitas udara sama dengan daerah pesisir yang tidak dijadikan
kawasan wisata. Berikut adalah tabel udara komposisi udara yang bagus menurut
Wardhana (2001).
Tabel 1 Komposisi kualitas udara yang bagus
No. Unsur % volume Kandungan ppm1. Nitrogen 78.09 780.9002. Oksigen 20.94 209.4003. Argon 0.93 9.3004. Karbondioksida 0.0318 3185. Neon 0.0018 186. Helium 0.00052 5.27. Metana 0.00015 1.58. Krepton 0.0001 1
11
9. Hidrogen 0.00005 0.510. Nitrogen oksida 0.000025 0.2511. Karbon monoksida 0.00001 0.112. Ozon 0.000002 0.0213. Amonia 0.000001 0.0114. Xenon 0.000008 0.00815. Nitrogendioksida 0.0000001 0.00116. Belerangdioksida 0.00000002 0.0002
Berdasarkan keadaan tersebut perlu adanya pengelolaan lingkungan di
kawasan wisata pantai yang terarah melalui program dan kebijakan pemerintah.
Hal itu diperlukan untuk menjawab tuntutan masyarakat akan peningkatan mutu
kehidupan dan mutu lingkungan hidup. Menurut Sugandhy (dalam Ramly, 2007),
beberapa tujuan dari pengelolaan yaitu:
1. Tercapainya keselarasan hubungan antara manusia dan lingkungan hidup
sebagai tujuan membangun manusia Indonesia seutuhnya.
2. Terkendalinya pemanfaatan sumber daya secara bijaksana.
3. Terwujudnya manusia Indonesia sebagai Pembina lingkungan hidup.
4. Terlaksananya pembangunan berwawasan lingkungan untuk kepentingan dan
generasi mendatang.
5. Terlindunginya negara dari dampak kegiatan di luar wilayah yang merusak
dan mencemarkan lingkungan.
Analisis Fungsi dan Kinerja Pohon Casuarina equisetifolia dalam
Meningkatkan Kualitas Udara
Berdasarkan Undang-undang No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup, diperlukan adanya usaha untuk memelihara
kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mencegah dan menanggulangi
pencemaran dan perusakan lingkungan hidup. Untuk mengatasi masalah
pencemaran udara perlu ditentukan sistem pengendali pencemaran udara, antara
lain secara hayati. Tanaman perindang merupakan salah satu alternatif yang sesuai
untuk meningkatkan kualitas udara dengan cara mengurangi polusi udara. Karena
12
selain kemampuannya berfotosintesis menghasilkan O2, tanaman juga mampu
mengabsorbsi gas-gas pencemar udara dalam konsentrasi tertentu.
Tanaman perindang yang dibutuhkan sebagai pengendali lingkungan harus
mampu menyerap gas pencemar udara dalam jumlah yang relatif besar tanpa
mengalami gangguan fisiologis yang berarti pada tanaman tersebut. Gangguan
fisiologis dapat berupa menurunnya jumlah klorofil, jumlah glukosa sebagai hasil
fotosintesis, dan jumlah nitrogen daun. Oleh karena itu, dibutuhkan pohon-pohon
yang mampu menyerap gas polutan tetapi tetap rindang dan hijau (Utami, 1999).
Berbagai penelitian membuktikan, 1 hektar Ruang Terbuka Hijau (RTH)
yang dipenuhi pohon besar menghasilkan 0,6 ton O2 untuk 1.500 penduduk/hari,
menyerap 2,5 ton CO2/tahun (6 kg CO2/batang per tahun, menyimpan 900 m3 air
tanah/tahun, mentransfer air 4.000 liter/hari, menurunkan suhu 5°C-8°C, meredam
kebisingan 25-80%, dan mengurangi kekuatan angin 75-80%. Setiap mobil
mengeluarkan gas emisi yang dapat diserap oleh 4 pohon dewasa (tinggi 10 m ke
atas, diameter batang lebih dari 10 cm, tajuk lebar, berdaun lebat) (Joga, 2008).
Menurut Bianpoen (2008) pohon juga memiliki nilai-nilai ekologis sebagai
berikut:
1. Klimatologis: menstabilkan iklim mikro dan kelembaban, menurunkan
suhu udara, dan menahan angin.
2. Hidrologis: meresapkan air hujan ke dalam tanah, menahan banjir,
memasok air ke mata air-mata air, sungai-sungai, waduk-waduk dan
sebagainya, menstabilkan lapisan-lapisan tanah, mencegah intrusi air laut,
memungkinkan adanya vegetasi di permukaan tanah, dan sebagainya.
3. Lingkungan fisik: mencegah erosi, membentuk tanah pucuk (top soil) yaitu
bagian tanah yang paling subur, mengurangi sedimentasi di sungai-sungai,
di daerah pantai sehingga memperlancar air sungai masuk ke laut dan
mengurangi bahaya banjir, selanjutnya terjadi dampak-dampak lanjutan
seperti terhindarnya hutan bakau dan terumbu karang mati, terhindarnya
biota laut dan ikan-ikan hilang, yang semua itu, dapat mencegah angka
kemiskinan para nelayan dan erosi pantai.
13
4. Menjadi filter pencemar-pencemar udara seperti debu, logam berat,
pestisida, bau, dan bising.
5. Menyerap karbon, timbal, kadmium, dan lain-lain.
6. Menjadi habitat bagi jutaan mikroorganisme tanah di sekitar pohon antara
lain menyerap CO dan NOx (pencemar utama dari lalu lintas kendaraan
bermotor) dan mengubahnya menjadi CO2 dan NO2 yang mudah diserap
oleh pohon, mengurai daun dan serasah lain yang jatuh dari pohon, dan
menjadikan tanah subur yang mengandung mineral-mineral yang
dibutuhkan untuk pertumbuhan pohon (proses daur ulang).
7. Menjadi tempat tumbuhnya flora dan fauna yang bermanfaat sebagai obat
penyembuhan penyakit-penyakit manusia yang berat.
8. Melepaskan ion negatif (anion) yang diperlukan untuk kesehatan manusia.
9. Psikologis: memberikan ketenangan dan kenyamanan serta tempat ber-
rekreasi.
10. Pemasok O2 pada saat tersinar matahari.
Pencemaran udara tidak hanya terjadi di daerah daratan saja tetapi juga
terjadi di daerah pesisir yang dijadikan sebagai kawasan wisata pantai. Hal ini
terjadi karena peningkatan jumlah kendaraan dan peningkatan populasi manusia.
Usaha pencegahan dan perbaikan terhadap pencemaran udara perlu dilakukan
untuk meningkatkan kualitas udara wisata pantai tersebut yaitu dengan cara
penanaman pohon.
Penanaman pohon di wilayah pesisir khususnya di daerah yang menjadi
obyek wisata perlu didasarkan pada kriteria-kriteria tertentu. Kriteria-kriteria
tersebut seperti jenis tanaman harus sesuai, dapat tumbuh di daerah pesisir, dan
memiliki kemampuan antara lain tahan terhadap angin agar dapat menstabilkan
bukit pasir di pantai. Selain itu, tanaman tersebut harus mampu bertahan terhadap
kondisi tanah atau pasir di daerah pinggiran pantai dan bersifat garam, dapat
digunakan sebagai tanaman hias untuk mempercantik daerah sekitar dan tempat
peristirahatan di tepi laut, dan dapat ditanam dengan jenis tanaman lainnya
sebagai tanaman campuran (Nurahmah, 2007).
14
Tanaman yang dapat dijadikan sebagai tanaman perindang dan sesuai
dengan daerah pesisir antara lain angsana (Pterocarpus indicus), tembusu padang
(Fragraea fragans), ketapang (Terminalia catappa), dan cemara laut (Casuarina
equisetifolia) (Departemen Kehutanan, 2006). Perbandingan keempat pohon
tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 2 Perbandingan angsana, tembusu padang, ketapang, dan cemara laut
Pembeda Angsana Tembusu
padang
Ketapang Cemara
laut
Diameter 2-7 m 135-250 cm 50-150 cm + 100 cm
Tinggi Maks. 33 m 25-55 m 25-40 m 30 m
Kemampuan
mengikat
nitrogen
Belum
ditemukan
Belum
ditemukan
Belum
ditemukan
Ya
Bentuk cabang
atau ranting
Tidak
teratur
Tidak
teratur
Tidak
teratur
Teratur
Nilai Estetika Bagus Kurang Bagus Kurang Bagus Bagus
Akar Serabut Serabut Tunggang Tunggang
Sumber: W. Arthur Whistler and Craig R. Elevitch, 2006
Berdasarkan perbandingan tanaman-tanaman di atas secara keseluruhan,
maka dapat disimpulkan bahwa Casuarina equisetifolia merupakan tanaman yang
paling baik dalam meningkatkan kualitas udara di daerah wisata pantai dan
memenuhi kriteria sebagai kriteria tanaman perindang.
Casuarina equisetifolia merupakan salah satu jenis tanaman yang saat ini
secara luas ditanam di kawasan pantai. Casuarina equisetifolia dipilih karena
mampu beradaptasi dengan baik pada lahan pasir yang memiliki kadar garam
tinggi. Akar tanaman ini mampu membentuk asosiasi dengan Frankia dan
Mikorisa yang membantu akar dalam menyerap unsur hara dari dalam tanah.
Kelemahan lahan pantai adalah aliran permukaan yang terlalu besar seringkali
terjadi di wilayah pantai terutama pada musim penghujan sehingga dapat
15
mengakibatkan hilangnya sebagian unsur hara yang terdapat di dalam tanah dan
mengganggu pertumbuhan tanaman. Berdasarkan kemampuan dalam mengikat
nitrogen, Casuarina equisetifolia dapat menyuburkan lahan pantai dengan
meningkatkan kandungan unsur hara dalam tanah (Triyogo dkk, 2008).
Casuarina equisetifolia sebagai tanaman perindang mampu mengabsorbsi
gas-gas di udara melalui mekanisme fotosintesis. Tajuk Casuarina equisetifolia
yang membentuk tipe percabangan tumbuh ke samping (lateral) menghasilkan
permukaan daun yang lebih luas untuk berlangsungnya proses fotosintesis. Pada
proses fotosintesis, terjadi reaksi kimia yang melibatkan gas-gas udara yang sudah
terserap khususnya CO2 yang menghasilkan glukosa dan O2 yang digambarkan
oleh persamaan reaksi dibawah ini (Ardiansyah, 2009).
6 CO2 + 6 H2O C6H12O6 + 6 O2
Kemampuan fotosintesis dipengaruhi oleh jumlah stomata yang terdapat
pada permukaan daun. Hubungan antara jumlah stomata dengan daya serap CO2
berbanding lurus sehingga semakin banyak jumlah stomata maka daya serap CO2
juga semakin meningkat dan sebaliknya (Sinambela, 2006). Hubungan tersebut
digambarkan dalam grafik berikut:
Grafik 1 Hubungan antara jumlah stomata dengan daya serap CO2
Keterangan:
Sumbu X = Jumlah stomata daun
Sumbu Y = Daya serap CO2 bersih per luas daun (g/cm2/jam)
Y
X
Z
16
Sumbu Z = Hubungan antara jumlah stomata daun dengan daya serap CO2
bersih per luas daun (g/cm2/jam)
Casuarina equisetifolia dengan karakteristik daun yang rimbun dan
permukaannya yang cukup luas, menyebabkan peningkatan kemampuan
fotosintesis akibat jumlah stomata pada permukaan daun. Hal ini menyebabkan
peningkatan jumlah CO2 dan gas-gas udara lainnya yang diserap sehingga kualitas
udara di wilayah wisata pantai semakin baik.
Selain dari kemampuan fotosintesisnya, kelebihan-kelebihan Casuarina
equisetifolia lainnya, yaitu:
1. Mempunyai nilai estetika tinggi
Dibandingkan dengan tanaman-tanaman lainnya, Casuarina equisetifolia
mempunyai nilai estetika yang lebih tinggi sehingga dapat meningkatkan
kualitas wisata pantai yang dapat menarik perhatian para wisatawan.
2. Mampu mengurangi bau busuk dari penimbunan sampah
Meningkatnya populasi dan aktivitas manusia di wisata pantai
menyebabkan produksi sampah yang semakin meningkat, dimana daerah yang
merupakan tempat penimbunan sampah sementara atau permanen mempunyai
bau yang tidak sedap. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi
masalah ini yaitu dengan penanaman pohon karena tanaman dapat mengurangi
bau dengan cara menyerap bau secara langsung atau menahan gerakan angin
yang bergerak dari sumber bau. Berdasarkan hal tersebut, pohon yang ditanam
harus mempunyai kemampuan menahan angin. Menurut Nurrahmah (2007),
Casuarina equisetifolia mempunyai kemampuan menahan angin sehingga
mampu mengurangi bau busuk dari penimbunan sampah.
3. Mampu meredam kebisingan
Menurut situs resmi Departemen Kehutanan, dedaunan tanaman dapat
menyerap kebisingan sampai 95%. Pohon dapat meredam suara dengan cara
mengabsorpsi gelombang suara oleh daun rindang, cabang, dan ranting.
Casuarina equisetifolia sebagai salah satu tanaman perindang dapat menyerap
kebisingan dengan baik, khususnya kebisingan yang sumbernya berasal dari
bawah karena semakin tinggi pohon akan semakin mengurangi kemampuan
17
dalam meredam kebisingan dan lebih efektif jika ditanam dengan berbagai
strata yang cukup rapat dan tinggi.
4. Mempunyai daya evapotranspirasi yang rendah
Sistem perakaran tanaman dan serasah yang berubah menjadi
humus akan memperbesar jumlah pori tanah. Karena humus bersifat lebih
higroskopis dengan kemampuan menyerap air yang besar (Bernatzky dalam
Soemarno, 2009), maka kadar air tanah hutan akan meningkat. Pada daerah
hulu yang berfungsi sebagai daerah resapan air, hendaknya ditanami dengan
tanaman yang mempunyai daya evapotranspirasi (kemampuan tanaman
menyerap air untuk diuapkan ke udara) yang rendah. Di samping itu, sistem
perakaran dan serasahnya dapat memperbesar porositas tanah, sehingga air
hujan banyak yang masuk ke dalam tanah sebagai air infiltrasi dan hanya
sedikit yang menjadi air limpasan. Menurut Manan (dalam Soemarno, 2009),
salah satu tanaman yang mempunyai daya evapotranspirasi yang rendah adalah
Casuarina equisetifolia.
Penanaman pohon Casuarina equisetifolia di kawasan wisata pantai
diletakkan di dua lokasi. Lokasi pertama langsung berbatasan dengan pantai dan
jalan di kawasan wisata. Lokasi kedua ditanam di antara
pemukiman/penginapan/pertokoan yang ada di kawasan wisata dan jalan menuju
kawasan wisata. Casuarina equisetifolia yang ditanam di lokasi pertama bertujuan
untuk melindungi wisatawan di daerah keramaian pantai dari gas-gas emisi dan
kebisingan yang dikeluarkan oleh kendaraan. Selain itu, penanaman di lokasi
pertama juga akan menahan angin pantai yang membawa bau agar tidak menyebar
ke pemukiman/penginapan/pertokoan dan sebagai penghalang apabila terjadi
abrasi pantai. Penanaman di tempat kedua juga bertujuan untuk menyaring gas-
gas pencemar udara yang dikeluarkan oleh kendaraan agar tidak sampai ke
pemukiman/penginapan/pertokoan dan kawasan wisata pantai.
Bentuk penanaman Casuarina equisetifolia di lokasi satu dan dua berbeda.
Casuarina equisetifolia pada lokasi pertama ditanam sejajar di sepanjang jalan
kawasan wisata pantai yang bermaksud menjaga dan menambah nilai estetika
wisata. Pada lokasi kedua, Causarina equisetifolia ditanam secara berkelompok
18
membentuk kawasan hutan yang umumnya ditanam 2500 pohon/ha (Joker, 2001).
Jarak pananaman antara satu pohon dengan pohon yang lain berkisar antara 4-5
meter, pola seperti ini dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi dari penyerapan
gas-gas pencemar udara sebagai upaya peningkatan kualitas udara di kawasan
wisata pantai.
Pola penanaman Casuarina equisetifolia di kawasan wisata pantai
sebaiknya seperti gambar di bawah ini:
Gambar 1 Pola
penanaman Casuarina equisetifolia di kawasan wisata pantai
LAUT
WISATA PANTAI
KawasanWisataPantai
Lokasi 2HutanCasuarina Equisetifolia
Lokasi 1
Jalan diKawasanwisata
Pemukiman,Penginapan,Pertokoan
JalanMenujuKawasanwisata
19
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Meningkatnya jumlah populasi dan aktivitas manusia di kawasan wisata
pantai menyebabkan semakin meningkatnya unsur-unsur pencemar udara
sehingga kualitas udara di wilayah tersebut semakin menurun. Penurunan kualitas
udara ini menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan misalnya bronkitis,
menurunnya kualitas air, kerusakan bangunan, dan sebagainya.
Berdasarkan permasalahan di atas maka diperlukan adanya upaya-upaya
untuk meningkatkan kualitas udara. Salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah
penanaman pohon dalam rangka pengelolaan yang terpadu, berkelanjutan, dan
berbasis masyarakat untuk menciptakan kawasan wisata pantai yang sehat dan
berwawasan lingkungan.
Penanaman pohon harus sesuai dengan lingkungan sekitar dan
kemampuannya dalam meningkatkan kualitas udara. Berdasarkan hal tersebut,
salah satu pohon yang cocok dan efektif untuk ditanam di kawasan wisata pantai
adalah Casuarina equisetifolia karena pohon ini memiliki kemampuan fotosintesis
yang tinggi, mampu hidup di daerah berpasir, menahan terpaan angin, dan abrasi
pantai. Selain itu, camara laut mempunyai kelebihan-kelebihan lain yaitu memiliki
nilai estetika, mampu mengurangi bau busuk, meredam kebisingan, dan memiliki
daya evapotranspirasi yang rendah.
Saran
Mengingat pentingnya pengelolaan wilayah pesisir untuk menciptakan
kawasan wisata pantai yang sehat dan berwawasan lingkungan maka perlu adanya
tindakan konkret dari pemerintah, khususnya pemerintah daerah, masyarakat, dan
pihak-pihak pengelola kawasan wisata pantai. Pemerintah daerah sebagai
pemegang kekuasaan hendaknya memberikan perhatian lebih dalam bentuk
kebijakan otonomi daerah. Selain itu, kebijakan ini perlu adanya dukungan dan
partisipasi dari masyarakat dan pihak-pihak yang menjadi pengelola kawasan
wisata pantai.
20
DAFTAR PUSTAKA
Ardiansyah. 2009. Daya Rosot Karbondioksida oleh Beberapa Jenis Tanaman Hutan Kota di Kampus IPB Darmaga. Bogor: Institut Teknologi Bogor.
Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup. 2009. Dampak Pb terhadap Kesehatan. [serial online] http://www.bplhdjabar.go.id/. [28 Juni 2011].
Bianpoen. 2008. Ruang Terbuka Hijau, untuk Apa?. Jurnal Ilmiah Arsitektur, 5 (2): 114-121.
Departemen Kehutanan. 2006. Informasi Hutan Kota. [serial online] Http://www.dephut.go.id/INFORMASI/HUTKOT/hutkot.html. [27 Juni 2011].Equisetifolia Linn.) pada Kondisi Tempat Tumbuh yang Berbeda. Jurnal Bulanan Agronomi, 36 (2): 76-83.
Ikron., Djaja, I. Made., Wulandari, Ririn Arminsih. 2005. Pengaruh Kebisingan Lalu Lintas Jalan terhadap Gangguan Kesehatan Psikologis Anak SDN Cipinang Muara Kecamatang Jatinegara. Jurnal Makara Kesehatan, 2 (1): 32-37.
Joga, N. 2008. Bahasa Pohon Selamatkan Bumi. [serial online] http://akuinginhijau.org/2008/04/25/bahasa-pohon-selamatkan-bumi/. [27 Juni 2011].
Joker, D. 2001. Casuarina equisetifolia L.. Bandung: Indonesia Forest Seed Project.
Kamal, S. 2000. Kajian Awal Kemampuan Tanaman dalam Menghambat Penyebaran Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Menggunakan Simulasi Numerik. Jurnal Manusia dan Lingkungan, 7 (3): 15-24
.Mukono, J. 2003. Pencemaran Udara dan Pengaruhnya terhada[ Gangguan
Saluran Pernapasan. Surabaya: Airlangga University Press.
Nurahmah, Yayang, Mile, M. Yamin., Suhaendah, Endah. 2007. Teknik Perbanyakan Tanaman Cemara Laut (Casuarina equisetifolia) pada Media Pasir. Jurnal Info Teknis, 5 (1).
Program Studi Teknik Lingkungan ITB. 2009. Pengantar Pencemaran Udara. Bandung: Institut Teknologi Bandung.
Purnamasari, L. 2009. Pengelolaan Wilayah Pesisir secara Terpadu dan Berkelanjutan yang Berbasis Masyarakat. [serial online] http://uwityangyoyo.wordpress.com/2009/11/12/pengelolaan-wilayah-
21
pesisir-secara-terpadu-dan-berkelanjutan-yang-berbasis-masyarakat/. [28 Juni 2011].
Ramly, N. 2007. Pariwisata Berwawasan Lingkungan. Jakarta Selatan: Grafindo Khazanah Ilmu.
Sinambela, T.S.P. 2006. Kemampuan Serapan Karbondioksida 5 (Lima) Jenis Tanman Hutan Kota. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Soedomo, M. 2001. Pencemaran Udara. Bandung: Institut Tekhnologi Bandung.
Soemarno. 2009. Ekologi Hutan Kota untuk Meredam Kebisingan. [serial online]. http://www.scribd.com/doc/49604134/HUTAN-KOTA-UNTUK-MEREDAM-KEBISINGAN. [28 Juni 2011].
Susilaradeya, P. Damar. 2008. Lumut Kerak sebagai Bioindikator Pencemaran Udara. [serial online] http://www.bpkpenabur.or.id/id/node/4512. [27 Juni 2011].
Triyogo, A., Sumardi, A., Winastuti D. 2008. Pengaruh Jenis Mulsa terhadap Kapasitas Penambatan Spesifik Nitrogen Cemara Udang (Casuarina equisetifolia Linn.) pada Kondisi Tempat Tumbuh yang Berbeda. Jurnal Bulanan Agronomi, 36 (2): 76-83.
Utami, L.B. 1999. Kajian Potensi Tanaman Perindang sebagai Pengendali Pencemaran Udara di Terminal Raja Basa Bandar Lampung. Jurnal Sains dan Teknologo edisi khusus: 81-82.
Wardhana, A. Wisnu. 2001. Dampak Pencemaran Lingkungan. Yogyakarta: Andi Yogyakarta.
Whistler, W. Arthur dan Elevitch, R. Craig. 2006. Casuarina equisetifolia (beach she-oak) C. cunninghamiana (river she-oak). www.traditionaltree.org [serial online]. www.agroforestry.net/tti/Casuarina-she-oak.pdf. [28 Juni 2011].