lkti

34
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah total pulau mencapai 17.508 pulau, terdiri dari 5 kepulauan besar dan 30 kelompok kepulauan kecil, termasuk 9.634 pulau yang belum diberi nama dan 6.000 pulau yang tidak berpenghuni. Indonesia juga memiliki 3 dari 6 pulau terbesar didunia, yaitu Kalimantan sebagai pulau terbesar ketiga di dunia yang luasnya 539.460 km², Sumatera dengan luas 473.606 km², dan Papua yang luasnya 421.981 km². Selain itu, Indonesia adalah negara maritim terbesar di dunia dengan perairan seluas 93.000 km² dan panjang pantai sekitar 81.000 km² atau hampir 25% dari panjang pantai di dunia. Masing-masing pulau tersebut mempunyai potensi dan pesona alam tersendiri (website resmi Pariwisata Repulik Indonesia, 2011). Keadaan ini membuat pemerintah pusat kesulitan dalam mengatur dan mengoptimalkan sumber daya alam yang ada sehingga pemerintah pusat memberikan kewenangan yang luas, nyata, dan bertanggung jawab kepada daerah. Sesuai dengan UU No. 22/1999 dan UU no.25/1999 mengenai otonomi daerah, tujuan pemerintah pusat adalah peningkatan kesejahteraan rakyat, pemerataan dan keadilan, demokratisasi, dan penghormatan terhadap

Upload: umi-nadhofa

Post on 06-Feb-2016

7 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Karya Ilmiah

TRANSCRIPT

Page 1: LKTI

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah

total pulau mencapai 17.508 pulau, terdiri dari 5 kepulauan besar dan 30

kelompok kepulauan kecil, termasuk 9.634 pulau yang belum diberi nama dan

6.000 pulau yang tidak berpenghuni. Indonesia juga memiliki 3 dari 6 pulau

terbesar didunia, yaitu Kalimantan sebagai pulau terbesar ketiga di dunia yang

luasnya 539.460 km², Sumatera  dengan luas 473.606 km², dan Papua yang

luasnya 421.981 km². Selain itu, Indonesia adalah negara maritim terbesar di

dunia dengan perairan seluas 93.000 km² dan panjang pantai sekitar 81.000 km²

atau hampir 25% dari panjang pantai di dunia. Masing-masing pulau tersebut

mempunyai potensi dan pesona alam tersendiri (website resmi Pariwisata Repulik

Indonesia, 2011).

Keadaan ini membuat pemerintah pusat kesulitan dalam mengatur dan

mengoptimalkan sumber daya alam yang ada sehingga pemerintah pusat

memberikan kewenangan yang luas, nyata, dan bertanggung jawab kepada daerah.

Sesuai dengan UU No. 22/1999 dan UU no.25/1999 mengenai otonomi daerah,

tujuan pemerintah pusat adalah peningkatan kesejahteraan rakyat, pemerataan dan

keadilan, demokratisasi, dan penghormatan terhadap budaya lokal serta

memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah. Hal ini mengindikasikan

bahwa pemerintah pusat memberi peluang kepada daerah agar leluasa mengatur

dan melaksanakan kewenangannya atas prakarsa sendiri sesuai dengan

kepentingan masyarakat setempat dan potensi setiap daerah, salah satu prakteknya

adalah pengelolaan wilayah pesisir untuk dijadikan wisata pantai yang menarik.

Dalam pengelolaannya, ada wilayah pesisir yang mendapat pengolahan

area untuk dijadikan wahana wsata dan ada yang dijadikan wahana wisata tanpa

pengolahan area atau bisa disebut tidak merubah struktur alam yang ada.

Pengolahan area wisata bisa berskala ringan, sedang, maupun tinggi. Hal tersebut

dapat dilihat dari pengurukan tanah, pembukaan jalan, banyaknya fasilitas-

fasilitas bangunan yang didirikan, maupun dari perluasan area.

Page 2: LKTI

2

Pembangunan wahana wisata pantai juga dapat memberikan dampak

positif dan negatif. Beberapa dampak positifnya adalah meningkatkan pendapatan

daerah, sumber daya alam di daerah teroptimalkan, membuka lapangan kerja baru

bagi masyarakat setempat, dan meningkatkan daya saing antar daerah dalam

sektor pariwisata. Selain itu, dampak negatifnya adalah terjadi penurunan kualitas

udara, peningkatan jumlah sampah, peningkatan volume limbah, penurunan

kualitas air laut, dan peningkatan volume lalu lintas. Berdasarkan beberapa

dampak negatif tersebut, ada satu dampak yang harus mendapat perhatian serius

yakni penurunan kualitas udara. Masalah ini adalah masalah serius yang

berdampak pada kesehatan wisatawan dan warga yang berada di area wisata.

Penurunan kualitas udara di daerah wisata pantai tersebut diakibatkan

karena peningkatan volume lalu lintas kendaraan bermotor. Kendaraan bermotor

memberikan kontribusi yang sangat dominan terhadap pencemaran lingkungan

berupa emisi unsur-unsur kimia karena gas buang yang dikeluarkannya. Unsur-

unsur kimia antara lain berupa CO2, NOx, HC, CO, dan Pb yang diketahui

mempunyai dampak serius terhadap kesehatan dan alam. Salah satu usaha yang

dapat dilakukan adalah penanaman tanaman untuk menekan dampak negatif

pencemaran udara. Hasil dari berbagai penelitian membuktikan bahwa tanaman

mempunyai kemampuan mereduksi pencemar udara dengan melalui fotosintesis

dan juga dapat mengurangi energi getaran akustik dengan penyerapan aksi viskos

oleh struktur batang dan daun tanaman yang berarti berpotensi meredam

kebisingan (Kamal, 2000).

Berangkat dari pemikiran tersebut, dirasa perlu adanya suatu upaya untuk

meningkatkan kualitas udara di daerah wisata pantai yang efektif dan

menguntungkan. Upaya peningkatan kualitas udara dengan penanaman Casuarina

equisetifolia untuk kawasan wisata yang sehat merupakan program tepat yang

harus dirintis sejak dini. Penanaman Casuarina equisetifolia ini diharapkan dapat

mengurangi resiko negatif terhadap kesehatan wisatawan dan membuat kawasan

wisata pantai berwawasan lingkungan.

Page 3: LKTI

3

Rumusan Masalah

Rumusan masalah dari karya tulis ini adalah:

1. Bagaimana keadaan kualitas udara di kawasan wisata pantai?

2. Bagaimana Casuarina equisetifolia dapat meningkatkan kualitas udara di

kawasan wisata pantai?

Tujuan

Tujuan dari karya tulis ini adalah:

1. Mengetahui kualitas udara di kawasan wisata pantai.

2. Meningkatkan tingkat kualitas udara di kawasan wisata pantai.

3. Menggali kelebihan Causarina equisetifolia dalam meningkatkan kualitas

udara di kawasan wisata pantai.

4. Menganalisis pola penanaman Causarina equisetifolia di kawasan wisata

pantai.

Luaran yang Diharapkan

Berdasarkan penulisan karya tulis ilmiah ini, penulis berharap adanya

luaran berupa adanya konsep peningkatan kualitas udara di daerah wisata pantai

dengan penanaman pohon Casuarina equisetifolia.

Kegunaan

Persembahan karya tulis ilmiah ini juga mempunyai kegunaan-kegunaan yang

bermanfaat bagi berbagai pihak, beberapa kegunaannya sebagai berikut:

1. Sebagai acuan pemerintah dan swasta untuk pengelolaan lingkungan di

kawasan wisata pantai yang berwawasan lingkungan.

2. Sebagai alternatif dalam mengurangi gas emisi di kawasan wisata pantai.

3. Sebagai usaha pencegahan terhadap timbulnya gangguan kesehatan akibat

polusi udara.

4. Sebagai sumber untuk meningkatkan pendapatan pemerintah maupun

masyarakat melalui peningkatan jumlah pengunjung.

Page 4: LKTI

4

TINJAUAN PUSTAKA

Indonesia adalah negara maritim terbesar di dunia dengan perairan seluas

93.000 km² dan panjang pantai sekitar 81.000 km² atau hampir 25% dari panjang

pantai di dunia. Masing-masing pulau tersebut mempunyai potensi dan pesona

alam tersendiri (website resmi Pariwisata Repulik Indonesia, 2011).

Pada masa Orde Baru, pengaturan wilayah pesisir dan laut lebih banyak

dilakukan oleh Pemerintah Pusat. Hal ini dapat dilihat pada Undang-Undang

Nomor 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang Pasal 9 ayat 2 dimana dinyatakan

bahwa wilayah lautan dan wilayah udara diatur secara terpusat menurut undang-

undang. Namun dimasa reformasi dengan kelahiran Undang-undang Nomor 22

tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, kabupaten/kota memiliki kewenangan

mengatur wilayah perairan yang ada di wilayahnya sejauh 4 mil dari garis pantai

(Muttaqiena dkk dalam Purnamasari, 2009).

Menurut Purnamasari (2009), usaha peningkatan potensi dari wilayah

pesisir tersebut dapat dilakukan dengan cara pengelolaan pesisir secara terpadu

dan berkelanjutan yang berbasis masyarakat.

a. Pengelolaan Pesisir Terpadu

Pengelolaan Pesisir Terpadu (P2T) adalah proses yang dinamis yang

berjalan secara terus menerus dalam membuat keputusan-keputusan tentang

pemanfaatan, pembangunan dan perlindungan wilayah, sumberdaya pesisir

dan lautan. Bagian penting dalam pengelolaan terpadu adalah perancangan

proses kelembagaan untuk mencapai harmonisasi dalam cara yang dapat

diterima secara politis.

b. Pengelolaan Pesisir Secara Berkelanjutan

Suatu kegiatan dikatakan keberlanjutan, apabila kegiatan pembangunan

secara ekonomis, ekologis dan sosial politik bersifat berkelanjutan.

Berkelanjutan secara ekonomi berarti bahwa suatu kegiatan pembangunan

harus dapat membuahkan pertumbuhan ekonomi, pemeliharaan capital

(capital maintenance), dan penggunaan sumberdaya serta investasi secara

efisien. Berkelanjutan secara ekologis mengandung arti bahwa kegiatan yang

Page 5: LKTI

5

dimaksud harus dapat mempertahankan integritas ekosistem, memelihara

daya dukung lingkungan, dan konservasi sumber daya alam termasuk

keanekaragaman hayati (biodiversity) sehingga diharapkan pemanfaatan

sumberdaya dapat berkelanjutan. Sementara itu, berkelanjutan secara sosial

politik mensyaratkan bahwa suatu kegiatan pembangunan hendaknya dapat

menciptakan pemerataan hasil pembangunan, mobilitas sosial, kohesi sosial,

partisipasi masyarakat, pemberdayaan masyarakat (dekratisasi), identitas

sosial, dan pengembangan kelembagaan (Wiyana dalam Purnamasari, 2009).

c. Pengelolaan Pesisir Berbasis Masyarakat

Pengelolaan berbasis masyarakat dapat diartikan sebagai suatu sistem

pengelolaan sumber daya alam di suatu tempat di mana masyarakat lokal di

tempat tersebut terlibat secara aktif dalam proses pengelolaan sumber daya

alam yang terkandung didalamnya (Nurmalasari dalam Purnamasari, 2009).

Wisata pantai sebagai salah satu bentuk pengelolaan daerah pesisir telah

mengalami penurunan kualitas udara atau pencemaran udara akibat dari

peningkatan sumber polutan udara yang berasal dari peningkatan volume

kendaraan di daerah wisata pantai. Selain itu dampak lainnya berupa peningkatan

jumlah sampah yang mengakibatkan polusi tanah dan bau, penurunan kualitas air

laut, peningkatan sedimentasi, meningkatkan potensi abrasi, merusak komunitas

air laut, dan menyebabkan kerusakan jalan.

Berdasarkan peraturan pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun

1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara, pencemaran udara (air pollution)

adalah masuknya atau dimasukkannya zat, energi, dan/atau komponen lainnya ke

dalam udara ambien oleh kegiatan manusia, sehingga mutu udara ambien turun

sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan udara ambien tidak dapat

memenuhi fungsinya. Menurut Buwono X (dalam Susilaradeya, 2008), udara

ambien adalah udara bebas di permukaan bumi pada lapisan troposfer yang

dibutuhkan dan mempengaruhi kesehatan manusia, makhluk hidup, dan unsur

hidup lainnya. Sedangkan yang dapat menjadi sumber pencemar udara (sources of

air pollutants) merupakan setiap usaha dan/atau kegiatan yang mengeluarkan

bahan pencemar ke udara yang menyebabkan udara tidak dapat berfungsi

Page 6: LKTI

6

sebagaimana mestinya, misalnya kendaraan bermotor, kereta api, kapal laut,

pesawat terbang, industri, pembangkit tenaga listrik, rumah tangga, dan kebakaran

hutan dan lahan.

Pencemaran udara dapat didefinisikan sebagai kondisi atmosfer yang

terdiri atas senyawa-senyawa dengan konsentrasi tinggi di atas kondisi udara

ambien normal, sehingga menimbulkan dampak negatif bagi manusia, hewan,

vegetasi, maupun benda lainnya. Oleh karena itu, saat ini diperlukan usaha-usaha

yang dapat dilakukan untuk mengurangi tingkat pencemaran udara yang terjadi.

Berbagai usaha untuk mereduksi penyebaran polutan diantaranya memperbaiki

proses pembakaran, penggunaan jenis bahan bakar, menggunakan tembok,

peninggian tanah atau tanggul sebagai penghalang, dan penanaman tumbuhan.

Usaha yang paling efektif dan murah untuk diterapkan adalah penanaman

tumbuhan yang secara alamiah ada dan melimpah (Kamal, 2000). Salah satunya

dengan penanaman cemara laut (Casuarina equisetifolia) di kawasan wisata

pantai (Rekayasa Lingkungan P.S. Teknik Lingkungan ITB, 2009)

Casuarina equisetifolia merupakan tanaman yang banyak ditemukan di

pulau Pasifik dan sepanjang daerah tropis. Ciri-ciri tumbuhan ini adalah tinggi

dapat mencapai 20-30 m, dapat tumbuh dekat laut sampai jarak 800 m, mampu

bertahan pada musim panas sekitar 6-8 bulan, dapat tumbuh dengan cepat yaitu 3

m pada tahun pertama, panjang daun 0,5-1 mm dan diameter dapat mencapai 1 m,

dapat tumbuh pada daerah suhu 5-400 C serta merupakan tumbuhan yang bersifat

evergreen (Whistler dan Elentch, 2006).

Dommergue (dalam Nurahmah, 2007) menggambarkan keberadaan

Casuarina equisetifolia sebagai tanaman yang mempunyai potensi sebagai tanaman

campuran dengan jenis tanaman hutan lainnya. Karena tahan terhadap angin,

Casuarina equisetifolia digunakan secara luas untuk menstabilkan bukit pasir di

pantai, serta penahan angin untuk melindungi perkebunan. Pada beberapa sistem

agroforestry dataran rendah di daerah tropis, Casuarina equisetifolia ditanam di

perkebunan bersama tanaman kopi, jambu mete, kelapa, kacang tanah, wijen, dan

legume berbiji lainnya. Selain itu, Casuarina equisetifolia dan hibridnya sering

Page 7: LKTI

7

digunakan sebagai tanaman hias untuk mempercantik daerah perkotaan, taman,

dan tempat peristirahatan di tepi laut.

Casuarina equisetifolia dapat dikategorikan sebagai jenis pohon serbaguna

atau Multi Purpose Tree Species (Syamsuwida dalam Nurahmah, 2007). Multi

purpose tree species adalah jenis pohon yang ditanam untuk memenuhi lebih dari

satu manfaat (fungsi) pada suatu areal. Manfaat utama jenis ini berupa kayu yang

sangat tinggi kualitasnya sebagai bahan bakar (arang), kayu gelondongan untuk

pancang, tonggak, dan pagar. Menurut Syamsuwida (dalam Nurahmah, 2007),

Casuarina equisetifolia mempunyai potensi sebagai bahan kayu bakar terbaik di

dunia. Namun, di daerah-daerah yang sangat kekurangan kayu seperti Cina bagian

tenggara, menurut Dommerques (dalam Nurahmah, 2007) kayu dari pohon

Casuarina equisetifolia dapat digunakan untuk tiang rumah dan perabotan

sederhana. Selain itu, Casuarina equisetifolia dapat dimanfaatkan untuk konservasi

tanah dan rehabilitasi lahan, jalur hijau penahan angin, dan kayu konstruksi

(Syamsuwida dalam Nurahmah, 2007).

METODE PENULISAN

Penulisan karya ilmiah ini menggunakan metode telaah pustaka. Metode

telaah pustaka adalah kajian kritis atas pembahasan suatu topik yang sudah ditulis

oleh para peneliti atau ilmuwan di dalam berbagai sumber. Sumber informasi bisa

berupa buku, jurnal, ataupun artikel ilmiah.

Langkah-langkah Penulisan

Langkah-langkah penelitian yang telah ditempuh pada penelitian ini

adalah sebagai berikut :

1. Pengumpulan Data

Pada tahap ini peneliti mengumpulkan berbagai sumber data baik

dari buku maupun artikel-artikel pada majalah, koran dan internet.

Tujuannya yaitu untuk menambah pengetahuan tentang materi-materi

Page 8: LKTI

8

yang berkaitan dengan masalah yang akan dipecahkan. Sehingga bisa

merumuskan pertanyaan pada karya ilmiah ini.

2. Analisis Data

Analisis data dilakukan sebagai suatu proses pengklasifikasian dan

pengelompokan data yang selalu didasarkan pada tujuan yang ingin

dicapai pada suatu penelitian.

Teknik Pengumpulan Data

Penulis dalam teknik pengumpulan data penelitiannya menggunakan

metode analisis data. Merupakan upaya yang dilakukan untuk mengklasifikasi dan

mengelompokkan data. Pada tahap ini dilakukanm upaya pengelompokan,

menyamakan data yang sama dan membedakan data yang berbeda, serta

menyisihkan pada kelompok lain data yang serupa tapi tak sama (Mahsun 2006:

229).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Kondisi Kualitas Udara di Kawasan Wisata Pantai

Berwisata adalah salah satu upaya dalam mengatasi kepenatan dan

kejenuhan, apalagi setelah bekerja ataupun setelah mengalami banyak kesibukan.

Banyak masyarakat memilih alternatif ini untuk mengisi waktu luangnya, berlibur

atau sekedar untuk menyegarkan pikiran. Salah satu tujuan berwisata yang paling

banyak dipilih adalah wisata pantai. Tidak heran ketika musim liburan terjadi

ledakan pengunjung disana.

Peningkatan kualitas wisata pantai di setiap daerah terus meningkat.

Pembangunan fasilitas-fasilitas atau sarana dan prasarana juga terus dilaksanakan

oleh pemerintah. Seperti yang terjadi di kawasan wisata Pantai Puger Kabupaten

Jember, Pantai Anyer Kabupaten Banten dan Pantai Cipatujah di Tasikmalaya.

Kawasan wisata yang mempunyai pesona alam ini sedang mengalami berbagai

perbaikan untuk menambah daya tarik wisatawan, diantaranya perbaikan jalan,

peningkatan sarana transportasi, penambahan sarana umum, dan perbaikan

Page 9: LKTI

9

kualitas pelayanan. Perbaikan-perbaikan tersebut diharapkan dapat meningkatkan

kunjungan wisatawan sehingga pendapatan daerah pun juga ikut meningkat.

Meningkatnya pengunjung di kawasan wisata pantai akan sejalan dengan

peningkatan dampak-dampak negatif yang menjadi penyebab kerusakan

lingkungan. Berbagai dampak yang timbul berupa peningkatan volume kendaraan,

menumpuknya sampah, bertambahnya limbah manusia, meningkatnya pemakaian

listrik seperti Air Conditioner (AC) atau kulkas, dan meningkatnya hasil respirasi

manusia.

Meningkatnya volume kendaraan menyebabkan pecemaran udara oleh gas

emisi yang dihasilkan dari kendaraan bermotor. Kendaraan bermotor memberikan

kontribusi yang sangat dominan terhadap pencemaran lingkungan karena material

kimia yang dikeluarkannya berupa CO2, NOx, HC, CO, dan Pb. Selain itu, juga

meningkatkan tingkat kebisingan di kawasan tersebut yang dapat menyebabkan

gangguan pendengaran, gangguan kehamilan, pertumbuhan bayi, gangguan

komunikasi, gangguan istirahat, gangguan tidur, psiko fisiologis, gangguan

mental, kinerja, pengaruh tehadap perilaku lingkungan, ketidaknyamanan, dan

juga gangguan berbagai aktifitas (Mansyur dalam Ikron dkk, 2007).

Hampir semua unsur kimia yang dikeluarkan kendaraan bermotor

mempunyai efek negatif bagi kesehatan manusia, bangunan, dan juga lingkungan

global. Efek pada kesehatan misalnya NOx, diketahui kemampuan indera

penciuman manusia dalam mendeteksi NOx adalah pada konsentrasi 0,12. Apabila

konsentrasi NOx melapaui batas konsentrasi umum 0,05 ppm, NOx dapat

menyebabkan gangguan iritasi alat pernafasan akut. Hidrokarbon berpengaruh

terhadap perubahan iklim global, selain itu gangguan yang dapat ditimbulkan

hidrokarbon meliputi laringitis, pharia, dan bronkitis. Sedangkan gas CO dapat

merusak fungsi darah, yang mempengaruhi tekanan fisiologis, terutama pada

penderita penyakit jantung (Kamal, 2000). Pb dapat mempengaruhi fungsi

kognitif, kemampuan belajar, memendekkan tinggi badan, penurunan fungsi

pendengaran, mempengaruhi perilaku dan kecerdasan, merusak fungsi organ

tubuh, meningkatkan tekanan darah, dan mempengaruhi perkembangan otak.

Selain itu, Pb dapat menimbulkan anemia dan bagi wanita hamil yang terpajan Pb

Page 10: LKTI

10

akan mengenai anak yang disusuinya dan terakumulasi dalam ASI (Badan

Pengelolaan Lingkungan Hidup, 2009).

Menumpuknya sampah dan limbah manusia di kawasan wisata pantai

dapat mengakibatkan bau. Bau yang tidak sedap biasanya timbul akibat senyawa-

senyawa organik dan sulfurik. bau yang dikeluarkan itu sebenarnya tidak

tergolong berbahaya tetapi timbulnya bau dapat menurunkan status sosial,

ekonomi, dan kenyamanan (Soedomo, 2001).

Hasil keluaran penggunaan AC dapat menyebabkan kerusakan lapisan

ozon. Karena setiap molekul CFC yang dihasilkan AC dapat merusak 100.000

molekul ozon (Mukono, 2003). Keadaan ini secara langsung dapat menyebabkan

pemanasan global yang berdampak pada ekologis dan perubahan suhu tertentu

akan meningkatkan perkembangbiakan lalat, nyamuk, dan organisme tertentu

yang dapat menjadi vektor penyakit (Soedomo, 2001).

Menurut faktor penentu kualitas lingkungan udara yang meliputi unsur-

unsur struktur lingkungan dan masukan emisi dari kegiatan yang berlangsung,

udara di kawasan wisata pantai sudah tidak bisa disebut lagi mempunyai kualitas

udara yang baik. Bila dibandingkan dengan kualitas udara di daerah pesisir yang

tidak dijadikan sebagai kawasan wisata, udara di daerah pesisir lebih baik dan

terjaga kemurniannya. Maka dari itu, harus diciptakan kawasan wisata pantai yang

mempunyai kualitas udara sama dengan daerah pesisir yang tidak dijadikan

kawasan wisata. Berikut adalah tabel udara komposisi udara yang bagus menurut

Wardhana (2001).

Tabel 1 Komposisi kualitas udara yang bagus

No. Unsur % volume Kandungan ppm1. Nitrogen 78.09 780.9002. Oksigen 20.94 209.4003. Argon 0.93 9.3004. Karbondioksida 0.0318 3185. Neon 0.0018 186. Helium 0.00052 5.27. Metana 0.00015 1.58. Krepton 0.0001 1

Page 11: LKTI

11

9. Hidrogen 0.00005 0.510. Nitrogen oksida 0.000025 0.2511. Karbon monoksida 0.00001 0.112. Ozon 0.000002 0.0213. Amonia 0.000001 0.0114. Xenon 0.000008 0.00815. Nitrogendioksida 0.0000001 0.00116. Belerangdioksida 0.00000002 0.0002

Berdasarkan keadaan tersebut perlu adanya pengelolaan lingkungan di

kawasan wisata pantai yang terarah melalui program dan kebijakan pemerintah.

Hal itu diperlukan untuk menjawab tuntutan masyarakat akan peningkatan mutu

kehidupan dan mutu lingkungan hidup. Menurut Sugandhy (dalam Ramly, 2007),

beberapa tujuan dari pengelolaan yaitu:

1. Tercapainya keselarasan hubungan antara manusia dan lingkungan hidup

sebagai tujuan membangun manusia Indonesia seutuhnya.

2. Terkendalinya pemanfaatan sumber daya secara bijaksana.

3. Terwujudnya manusia Indonesia sebagai Pembina lingkungan hidup.

4. Terlaksananya pembangunan berwawasan lingkungan untuk kepentingan dan

generasi mendatang.

5. Terlindunginya negara dari dampak kegiatan di luar wilayah yang merusak

dan mencemarkan lingkungan.

Analisis Fungsi dan Kinerja Pohon Casuarina equisetifolia dalam

Meningkatkan Kualitas Udara

Berdasarkan Undang-undang No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup, diperlukan adanya usaha untuk memelihara

kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mencegah dan menanggulangi

pencemaran dan perusakan lingkungan hidup. Untuk mengatasi masalah

pencemaran udara perlu ditentukan sistem pengendali pencemaran udara, antara

lain secara hayati. Tanaman perindang merupakan salah satu alternatif yang sesuai

untuk meningkatkan kualitas udara dengan cara mengurangi polusi udara. Karena

Page 12: LKTI

12

selain kemampuannya berfotosintesis menghasilkan O2, tanaman juga mampu

mengabsorbsi gas-gas pencemar udara dalam konsentrasi tertentu.

Tanaman perindang yang dibutuhkan sebagai pengendali lingkungan harus

mampu menyerap gas pencemar udara dalam jumlah yang relatif besar tanpa

mengalami gangguan fisiologis yang berarti pada tanaman tersebut. Gangguan

fisiologis dapat berupa menurunnya jumlah klorofil, jumlah glukosa sebagai hasil

fotosintesis, dan jumlah nitrogen daun. Oleh karena itu, dibutuhkan pohon-pohon

yang mampu menyerap gas polutan tetapi tetap rindang dan hijau (Utami, 1999).

Berbagai penelitian membuktikan, 1 hektar Ruang Terbuka Hijau (RTH)

yang dipenuhi pohon besar menghasilkan 0,6 ton O2 untuk 1.500 penduduk/hari,

menyerap 2,5 ton CO2/tahun (6 kg CO2/batang per tahun, menyimpan 900 m3 air

tanah/tahun, mentransfer air 4.000 liter/hari, menurunkan suhu 5°C-8°C, meredam

kebisingan 25-80%, dan mengurangi kekuatan angin 75-80%. Setiap mobil

mengeluarkan gas emisi yang dapat diserap oleh 4 pohon dewasa (tinggi 10 m ke

atas, diameter batang lebih dari 10 cm, tajuk lebar, berdaun lebat) (Joga, 2008).

Menurut Bianpoen (2008) pohon juga memiliki nilai-nilai ekologis sebagai

berikut:

1. Klimatologis: menstabilkan iklim mikro dan kelembaban, menurunkan

suhu udara, dan menahan angin.

2. Hidrologis: meresapkan air hujan ke dalam tanah, menahan banjir,

memasok air ke mata air-mata air, sungai-sungai, waduk-waduk dan

sebagainya, menstabilkan lapisan-lapisan tanah, mencegah intrusi air laut,

memungkinkan adanya vegetasi di permukaan tanah, dan sebagainya.

3. Lingkungan fisik: mencegah erosi, membentuk tanah pucuk (top soil) yaitu

bagian tanah yang paling subur, mengurangi sedimentasi di sungai-sungai,

di daerah pantai sehingga memperlancar air sungai masuk ke laut dan

mengurangi bahaya banjir, selanjutnya terjadi dampak-dampak lanjutan

seperti terhindarnya hutan bakau dan terumbu karang mati, terhindarnya

biota laut dan ikan-ikan hilang, yang semua itu, dapat mencegah angka

kemiskinan para nelayan dan erosi pantai.

Page 13: LKTI

13

4. Menjadi filter pencemar-pencemar udara seperti debu, logam berat,

pestisida, bau, dan bising.

5. Menyerap karbon, timbal, kadmium, dan lain-lain.

6. Menjadi habitat bagi jutaan mikroorganisme tanah di sekitar pohon antara

lain menyerap CO dan NOx (pencemar utama dari lalu lintas kendaraan

bermotor) dan mengubahnya menjadi CO2 dan NO2 yang mudah diserap

oleh pohon, mengurai daun dan serasah lain yang jatuh dari pohon, dan

menjadikan tanah subur yang mengandung mineral-mineral yang

dibutuhkan untuk pertumbuhan pohon (proses daur ulang).

7. Menjadi tempat tumbuhnya flora dan fauna yang bermanfaat sebagai obat

penyembuhan penyakit-penyakit manusia yang berat.

8. Melepaskan ion negatif (anion) yang diperlukan untuk kesehatan manusia.

9. Psikologis: memberikan ketenangan dan kenyamanan serta tempat ber-

rekreasi.

10. Pemasok O2 pada saat tersinar matahari.

Pencemaran udara tidak hanya terjadi di daerah daratan saja tetapi juga

terjadi di daerah pesisir yang dijadikan sebagai kawasan wisata pantai. Hal ini

terjadi karena peningkatan jumlah kendaraan dan peningkatan populasi manusia.

Usaha pencegahan dan perbaikan terhadap pencemaran udara perlu dilakukan

untuk meningkatkan kualitas udara wisata pantai tersebut yaitu dengan cara

penanaman pohon.

Penanaman pohon di wilayah pesisir khususnya di daerah yang menjadi

obyek wisata perlu didasarkan pada kriteria-kriteria tertentu. Kriteria-kriteria

tersebut seperti jenis tanaman harus sesuai, dapat tumbuh di daerah pesisir, dan

memiliki kemampuan antara lain tahan terhadap angin agar dapat menstabilkan

bukit pasir di pantai. Selain itu, tanaman tersebut harus mampu bertahan terhadap

kondisi tanah atau pasir di daerah pinggiran pantai dan bersifat garam, dapat

digunakan sebagai tanaman hias untuk mempercantik daerah sekitar dan tempat

peristirahatan di tepi laut, dan dapat ditanam dengan jenis tanaman lainnya

sebagai tanaman campuran (Nurahmah, 2007).

Page 14: LKTI

14

Tanaman yang dapat dijadikan sebagai tanaman perindang dan sesuai

dengan daerah pesisir antara lain angsana (Pterocarpus indicus), tembusu padang

(Fragraea fragans), ketapang (Terminalia catappa), dan cemara laut (Casuarina

equisetifolia) (Departemen Kehutanan, 2006). Perbandingan keempat pohon

tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 2 Perbandingan angsana, tembusu padang, ketapang, dan cemara laut

Pembeda Angsana Tembusu

padang

Ketapang Cemara

laut

Diameter 2-7 m 135-250 cm 50-150 cm + 100 cm

Tinggi Maks. 33 m 25-55 m 25-40 m 30 m

Kemampuan

mengikat

nitrogen

Belum

ditemukan

Belum

ditemukan

Belum

ditemukan

Ya

Bentuk cabang

atau ranting

Tidak

teratur

Tidak

teratur

Tidak

teratur

Teratur

Nilai Estetika Bagus Kurang Bagus Kurang Bagus Bagus

Akar Serabut Serabut Tunggang Tunggang

Sumber: W. Arthur Whistler and Craig R. Elevitch, 2006

Berdasarkan perbandingan tanaman-tanaman di atas secara keseluruhan,

maka dapat disimpulkan bahwa Casuarina equisetifolia merupakan tanaman yang

paling baik dalam meningkatkan kualitas udara di daerah wisata pantai dan

memenuhi kriteria sebagai kriteria tanaman perindang.

Casuarina equisetifolia merupakan salah satu jenis tanaman yang saat ini

secara luas ditanam di kawasan pantai. Casuarina equisetifolia dipilih karena

mampu beradaptasi dengan baik pada lahan pasir yang memiliki kadar garam

tinggi. Akar tanaman ini mampu membentuk asosiasi dengan Frankia dan

Mikorisa yang membantu akar dalam menyerap unsur hara dari dalam tanah.

Kelemahan lahan pantai adalah aliran permukaan yang terlalu besar seringkali

terjadi di wilayah pantai terutama pada musim penghujan sehingga dapat

Page 15: LKTI

15

mengakibatkan hilangnya sebagian unsur hara yang terdapat di dalam tanah dan

mengganggu pertumbuhan tanaman. Berdasarkan kemampuan dalam mengikat

nitrogen, Casuarina equisetifolia dapat menyuburkan lahan pantai dengan

meningkatkan kandungan unsur hara dalam tanah (Triyogo dkk, 2008).

Casuarina equisetifolia sebagai tanaman perindang mampu mengabsorbsi

gas-gas di udara melalui mekanisme fotosintesis. Tajuk Casuarina equisetifolia

yang membentuk tipe  percabangan  tumbuh  ke samping  (lateral) menghasilkan

permukaan daun yang lebih luas untuk berlangsungnya proses fotosintesis. Pada

proses fotosintesis, terjadi reaksi kimia yang melibatkan gas-gas udara yang sudah

terserap khususnya CO2 yang menghasilkan glukosa dan O2 yang digambarkan

oleh persamaan reaksi dibawah ini (Ardiansyah, 2009).

6 CO2 + 6 H2O C6H12O6 + 6 O2

Kemampuan fotosintesis dipengaruhi oleh jumlah stomata yang terdapat

pada permukaan daun. Hubungan antara jumlah stomata dengan daya serap CO2

berbanding lurus sehingga semakin banyak jumlah stomata maka daya serap CO2

juga semakin meningkat dan sebaliknya (Sinambela, 2006). Hubungan tersebut

digambarkan dalam grafik berikut:

Grafik 1 Hubungan antara jumlah stomata dengan daya serap CO2

Keterangan:

Sumbu X = Jumlah stomata daun

Sumbu Y = Daya serap CO2 bersih per luas daun (g/cm2/jam)

Y

X

Z

Page 16: LKTI

16

Sumbu Z = Hubungan antara jumlah stomata daun dengan daya serap CO2

bersih per luas daun (g/cm2/jam)

Casuarina equisetifolia dengan karakteristik daun yang rimbun dan

permukaannya yang cukup luas, menyebabkan peningkatan kemampuan

fotosintesis akibat jumlah stomata pada permukaan daun. Hal ini menyebabkan

peningkatan jumlah CO2 dan gas-gas udara lainnya yang diserap sehingga kualitas

udara di wilayah wisata pantai semakin baik.

Selain dari kemampuan fotosintesisnya, kelebihan-kelebihan Casuarina

equisetifolia lainnya, yaitu:

1. Mempunyai nilai estetika tinggi

Dibandingkan dengan tanaman-tanaman lainnya, Casuarina equisetifolia

mempunyai nilai estetika yang lebih tinggi sehingga dapat meningkatkan

kualitas wisata pantai yang dapat menarik perhatian para wisatawan.

2. Mampu mengurangi bau busuk dari penimbunan sampah

Meningkatnya populasi dan aktivitas manusia di wisata pantai

menyebabkan produksi sampah yang semakin meningkat, dimana daerah yang

merupakan tempat penimbunan sampah sementara atau permanen mempunyai

bau yang tidak sedap. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi

masalah ini yaitu dengan penanaman pohon karena tanaman dapat mengurangi

bau dengan cara menyerap bau secara langsung atau menahan gerakan angin

yang bergerak dari sumber bau. Berdasarkan hal tersebut, pohon yang ditanam

harus mempunyai kemampuan menahan angin. Menurut Nurrahmah (2007),

Casuarina equisetifolia mempunyai kemampuan menahan angin sehingga

mampu mengurangi bau busuk dari penimbunan sampah.

3. Mampu meredam kebisingan

Menurut situs resmi Departemen Kehutanan, dedaunan tanaman dapat

menyerap kebisingan sampai 95%. Pohon dapat meredam suara dengan cara

mengabsorpsi gelombang suara oleh daun rindang, cabang, dan ranting.

Casuarina equisetifolia sebagai salah satu tanaman perindang dapat menyerap

kebisingan dengan baik, khususnya kebisingan yang sumbernya berasal dari

bawah karena semakin tinggi pohon akan semakin mengurangi kemampuan

Page 17: LKTI

17

dalam meredam kebisingan dan lebih efektif jika ditanam dengan berbagai

strata yang cukup rapat dan tinggi.

4. Mempunyai daya evapotranspirasi yang rendah

Sistem perakaran tanaman dan serasah yang berubah menjadi

humus akan memperbesar jumlah pori tanah. Karena humus bersifat lebih

higroskopis dengan kemampuan menyerap air yang besar (Bernatzky dalam

Soemarno, 2009), maka kadar air tanah hutan akan meningkat. Pada daerah

hulu yang berfungsi sebagai daerah resapan air, hendaknya ditanami dengan

tanaman yang mempunyai daya evapotranspirasi (kemampuan tanaman

menyerap air untuk diuapkan ke udara) yang rendah. Di samping itu, sistem

perakaran dan serasahnya dapat memperbesar porositas tanah, sehingga air

hujan banyak yang masuk ke dalam tanah sebagai air infiltrasi dan hanya

sedikit yang menjadi air limpasan. Menurut Manan (dalam Soemarno, 2009),

salah satu tanaman yang mempunyai daya evapotranspirasi yang rendah adalah

Casuarina equisetifolia.

Penanaman pohon Casuarina equisetifolia di kawasan wisata pantai

diletakkan di dua lokasi. Lokasi pertama langsung berbatasan dengan pantai dan

jalan di kawasan wisata. Lokasi kedua ditanam di antara

pemukiman/penginapan/pertokoan yang ada di kawasan wisata dan jalan menuju

kawasan wisata. Casuarina equisetifolia yang ditanam di lokasi pertama bertujuan

untuk melindungi wisatawan di daerah keramaian pantai dari gas-gas emisi dan

kebisingan yang dikeluarkan oleh kendaraan. Selain itu, penanaman di lokasi

pertama juga akan menahan angin pantai yang membawa bau agar tidak menyebar

ke pemukiman/penginapan/pertokoan dan sebagai penghalang apabila terjadi

abrasi pantai. Penanaman di tempat kedua juga bertujuan untuk menyaring gas-

gas pencemar udara yang dikeluarkan oleh kendaraan agar tidak sampai ke

pemukiman/penginapan/pertokoan dan kawasan wisata pantai.

Bentuk penanaman Casuarina equisetifolia di lokasi satu dan dua berbeda.

Casuarina equisetifolia pada lokasi pertama ditanam sejajar di sepanjang jalan

kawasan wisata pantai yang bermaksud menjaga dan menambah nilai estetika

wisata. Pada lokasi kedua, Causarina equisetifolia ditanam secara berkelompok

Page 18: LKTI

18

membentuk kawasan hutan yang umumnya ditanam 2500 pohon/ha (Joker, 2001).

Jarak pananaman antara satu pohon dengan pohon yang lain berkisar antara 4-5

meter, pola seperti ini dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi dari penyerapan

gas-gas pencemar udara sebagai upaya peningkatan kualitas udara di kawasan

wisata pantai.

Pola penanaman Casuarina equisetifolia di kawasan wisata pantai

sebaiknya seperti gambar di bawah ini:

Gambar 1 Pola

penanaman Casuarina equisetifolia di kawasan wisata pantai

LAUT

WISATA PANTAI

KawasanWisataPantai

Lokasi 2HutanCasuarina Equisetifolia

Lokasi 1

Jalan diKawasanwisata

Pemukiman,Penginapan,Pertokoan

JalanMenujuKawasanwisata

Page 19: LKTI

19

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Meningkatnya jumlah populasi dan aktivitas manusia di kawasan wisata

pantai menyebabkan semakin meningkatnya unsur-unsur pencemar udara

sehingga kualitas udara di wilayah tersebut semakin menurun. Penurunan kualitas

udara ini menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan misalnya bronkitis,

menurunnya kualitas air, kerusakan bangunan, dan sebagainya.

Berdasarkan permasalahan di atas maka diperlukan adanya upaya-upaya

untuk meningkatkan kualitas udara. Salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah

penanaman pohon dalam rangka pengelolaan yang terpadu, berkelanjutan, dan

berbasis masyarakat untuk menciptakan kawasan wisata pantai yang sehat dan

berwawasan lingkungan.

Penanaman pohon harus sesuai dengan lingkungan sekitar dan

kemampuannya dalam meningkatkan kualitas udara. Berdasarkan hal tersebut,

salah satu pohon yang cocok dan efektif untuk ditanam di kawasan wisata pantai

adalah Casuarina equisetifolia karena pohon ini memiliki kemampuan fotosintesis

yang tinggi, mampu hidup di daerah berpasir, menahan terpaan angin, dan abrasi

pantai. Selain itu, camara laut mempunyai kelebihan-kelebihan lain yaitu memiliki

nilai estetika, mampu mengurangi bau busuk, meredam kebisingan, dan memiliki

daya evapotranspirasi yang rendah.

Saran

Mengingat pentingnya pengelolaan wilayah pesisir untuk menciptakan

kawasan wisata pantai yang sehat dan berwawasan lingkungan maka perlu adanya

tindakan konkret dari pemerintah, khususnya pemerintah daerah, masyarakat, dan

pihak-pihak pengelola kawasan wisata pantai. Pemerintah daerah sebagai

pemegang kekuasaan hendaknya memberikan perhatian lebih dalam bentuk

kebijakan otonomi daerah. Selain itu, kebijakan ini perlu adanya dukungan dan

partisipasi dari masyarakat dan pihak-pihak yang menjadi pengelola kawasan

wisata pantai.

Page 20: LKTI

20

DAFTAR PUSTAKA

Ardiansyah. 2009. Daya Rosot Karbondioksida oleh Beberapa Jenis Tanaman Hutan Kota di Kampus IPB Darmaga. Bogor: Institut Teknologi Bogor.

Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup. 2009. Dampak Pb terhadap Kesehatan. [serial online] http://www.bplhdjabar.go.id/. [28 Juni 2011].

Bianpoen. 2008. Ruang Terbuka Hijau, untuk Apa?. Jurnal Ilmiah Arsitektur, 5 (2): 114-121.

Departemen Kehutanan. 2006. Informasi Hutan Kota. [serial online] Http://www.dephut.go.id/INFORMASI/HUTKOT/hutkot.html. [27 Juni 2011].Equisetifolia Linn.) pada Kondisi Tempat Tumbuh yang Berbeda. Jurnal Bulanan Agronomi, 36 (2): 76-83.

Ikron., Djaja, I. Made., Wulandari, Ririn Arminsih. 2005. Pengaruh Kebisingan Lalu Lintas Jalan terhadap Gangguan Kesehatan Psikologis Anak SDN Cipinang Muara Kecamatang Jatinegara. Jurnal Makara Kesehatan, 2 (1): 32-37.

Joga, N. 2008. Bahasa Pohon Selamatkan Bumi. [serial online] http://akuinginhijau.org/2008/04/25/bahasa-pohon-selamatkan-bumi/. [27 Juni 2011].

Joker, D. 2001. Casuarina equisetifolia L.. Bandung: Indonesia Forest Seed Project.

Kamal, S. 2000. Kajian Awal Kemampuan Tanaman dalam Menghambat Penyebaran Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Menggunakan Simulasi Numerik. Jurnal Manusia dan Lingkungan, 7 (3): 15-24

.Mukono, J. 2003. Pencemaran Udara dan Pengaruhnya terhada[ Gangguan

Saluran Pernapasan. Surabaya: Airlangga University Press.

Nurahmah, Yayang, Mile, M. Yamin., Suhaendah, Endah. 2007. Teknik Perbanyakan Tanaman Cemara Laut (Casuarina equisetifolia) pada Media Pasir. Jurnal Info Teknis, 5 (1).

Program Studi Teknik Lingkungan ITB. 2009. Pengantar Pencemaran Udara. Bandung: Institut Teknologi Bandung.

Purnamasari, L. 2009. Pengelolaan Wilayah Pesisir secara Terpadu dan Berkelanjutan yang Berbasis Masyarakat. [serial online] http://uwityangyoyo.wordpress.com/2009/11/12/pengelolaan-wilayah-

Page 21: LKTI

21

pesisir-secara-terpadu-dan-berkelanjutan-yang-berbasis-masyarakat/. [28 Juni 2011].

Ramly, N. 2007. Pariwisata Berwawasan Lingkungan. Jakarta Selatan: Grafindo Khazanah Ilmu.

Sinambela, T.S.P. 2006. Kemampuan Serapan Karbondioksida 5 (Lima) Jenis Tanman Hutan Kota. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Soedomo, M. 2001. Pencemaran Udara. Bandung: Institut Tekhnologi Bandung.

Soemarno. 2009. Ekologi Hutan Kota untuk Meredam Kebisingan. [serial online]. http://www.scribd.com/doc/49604134/HUTAN-KOTA-UNTUK-MEREDAM-KEBISINGAN. [28 Juni 2011].

Susilaradeya, P. Damar. 2008. Lumut Kerak sebagai Bioindikator Pencemaran Udara. [serial online] http://www.bpkpenabur.or.id/id/node/4512. [27 Juni 2011].

Triyogo, A., Sumardi, A., Winastuti D. 2008. Pengaruh Jenis Mulsa terhadap Kapasitas Penambatan Spesifik Nitrogen Cemara Udang (Casuarina equisetifolia Linn.) pada Kondisi Tempat Tumbuh yang Berbeda. Jurnal Bulanan Agronomi, 36 (2): 76-83.

Utami, L.B. 1999. Kajian Potensi Tanaman Perindang sebagai Pengendali Pencemaran Udara di Terminal Raja Basa Bandar Lampung. Jurnal Sains dan Teknologo edisi khusus: 81-82.

Wardhana, A. Wisnu. 2001. Dampak Pencemaran Lingkungan. Yogyakarta: Andi Yogyakarta.

Whistler, W. Arthur dan Elevitch, R. Craig. 2006. Casuarina equisetifolia (beach she-oak) C. cunninghamiana (river she-oak). www.traditionaltree.org [serial online]. www.agroforestry.net/tti/Casuarina-she-oak.pdf. [28 Juni 2011].