lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/2041/4/bab iii.pdf3.2. sinopsis...
TRANSCRIPT
Team project ©2017 Dony Pratidana S. Hum | Bima Agus Setyawan S. IIP
Hak cipta dan penggunaan kembali:
Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah, memperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda mencantumkan nama penulis dan melisensikan ciptaan turunan dengan syarat yang serupa dengan ciptaan asli.
Copyright and reuse:
This license lets you remix, tweak, and build upon work non-commercially, as long as you credit the origin creator and license it on your new creations under the identical terms.
BAB III
METODOLOGI
3.1. Gambaran Umum
Proyek tugas akhir ini penulis kerjakan secara kelompok, yang terdiri dari 5 orang
yaitu Kezia Magdalena, Hellen Fitria, Ivan Dermawan, Randy Harliman, dan
penulis sendiri. Karya yang dibuat berupa sebuah film animasi pendek 3D
berjudul “Truth” dengan durasi kurang lebih 5 menit. Film ini bergenre drama dan
menggunakan latar belakang Inggris di zaman Victorian.
Dalam proyek ini, penulis berperan sebagai sound designer yang akan
mengerjakan bagian desain suara dalam film. Penulis akan merancang scoring
agar dapat mendukung suasana dalam sebuah film, kemudian mendesain foley dan
sound fx yang juga berperan penting untuk menghidupkan suasana dalam sebuah
film animasi.
Tahapan pengerjaan dalam mendesain suara dibagi menjadi tiga bagian
yaitu praproduksi, produksi, dan paskaproduksi. Secara garis besar penulis akan
banyak mengerjakan bagiannya pada tahapan paskaproduksi, yang meliputi
mixing, sync, mastering, foley, dan meletakkan suara pada film. Pada praproduksi
penulis akan menganalisis suara dan sumber bunyi melalui storyboard yang telah
dibuat, membaca script film, membuat sound map/tabel suara, berdiskusi dengan
kelompok, memberi konsep untuk scoring, dan eksperimen materi bunyi.
Sedangkan dalam proses produksi, penulis akan merekam sumber bunyi yang
akan dijadikan sound fx, dan memulai proses aransemen musik scoring.
Perancangan Suara, Samuel Rusdyan, FSD UMN, 2015
3.2. Sinopsis
Penulis akan membuat sebuah film animasi pendek bersama kelompok yang
berjudul “Truth”. Film ini bercerita tentang seorang anak laki-laki yang bernama
Will tinggal bersama ayah, ibu dan seekor anjing. Kebahagiaannya mulai hilang
perlahan ketika rasa cemburu timbul karena ibunya lebih memerhatikan adik
perempuannya yang baru saja lahir, ia bernama Mabel. Dengan segala
kecemburuan, Will sering menjauhi adiknya, ia tidak mau bermain dengan
adiknya. Sampai suatu ketika kalung pemberian dari ibunya pecah dan ditemukan
oleh Mabel, dengan penuh amarah Will yang mengira Mabel menghancurkan
kalungnya mulai semakin membencinya. Kemudian Will mendekati Mabel, dan
Mabel merasa ketakutan sehingga terjatuh dari tangga. Ternyata itu semua hanya
sebuah ilusi, dan Will jadi mengerti betapa berharga Mabel untuknya.
3.3. Praproduksi
Metode pengumpulan data yang dipakai penulis dalam menyusun konsep suara
adalah dengan studi existing dengan menonton film-film animasi pendek di
internet, dan menonton video-video mengenai foley dan sound fx. Dalam tahap ini
penulis akan merancang sebuah konsep dari referensi yang ada maupun
eksperimen sumber bunyi.
Perancangan Suara, Samuel Rusdyan, FSD UMN, 2015
3.3.1. Konsep Scoring
Penulis akan merancang scoring sesuai batasan masalah yaitu scoring opening
title, scene 1, scene 4, scene 9, scene 10, dan scene 12. Scoring-scoring tersebut
mewakili emosi sedih, gembira, hangat, depresi, megah, dan marah.
Scoring untuk bagian opening title akan dibuat dengan acuan grafik musik
di bawah ini.
Gambar 3.1. Grafik Volume Suara pada Opening Title
Perancangan Suara, Samuel Rusdyan, FSD UMN, 2015
Gambar 3.2. Grafik Emosi pada Opening Title
Gambar 3.3. Grafik Ritme pada Opening Title
Dalam scoring pada opening title ini, penulis ingin memberikan kesan
megah dan penuh harapan. Emosi akan terus naik hingga penonton dapat
merasakan suasana yang megah hingga fade to white. Ritme yang digunakan tetap
Perancangan Suara, Samuel Rusdyan, FSD UMN, 2015
stabil, namun volume suara akan terus naik kemudian perlahan turun. Penulis juga
ingin menimbulkan suasana sedikit misterius.
Berikutnya penulis akan merancang scoring untuk scene 1 berdasarkan
storyboard berikut:
Gambar 3.4. Storyboard Scene 1
Dalam menganalisa storyboard di atas penulis membuat grafik volume
suara, emosi, dan ritme yang akan dijadikan acuan dalam mengaransemen
scoring.
Perancangan Suara, Samuel Rusdyan, FSD UMN, 2015
Gambar 3.5. Grafik Volume Suara pada Scene 1
Gambar 3.6. Grafik Emosi pada Scene 1
Perancangan Suara, Samuel Rusdyan, FSD UMN, 2015
Gambar 3.7. Grafik Ritme pada Scene 1
Penulis ingin menyampaikan suasana tenang, senang namun, tidak
berlebihan, dan suasana kehangatan di dalam scene 1 ini. Dalam scoring scene 1
ini hanya menggunakan piano agar mendapatkan sentuhan lembut dan tenang.
Dinamika suara yang digunakan bersifat lembut, dan perlahan kemudian suara
dan ritme akan konstan, untuk itulah di grafik emosi dan ritme terlihat datar.
Konsep ketiga akan diterapkan pada scene 4, berikut ini adalah storyboard
scene 4:
Perancangan Suara, Samuel Rusdyan, FSD UMN, 2015
Gambar 3.8. Storyboard Scene 4
Sesuai dengan storyboard di atas, penulis ingin menyampaikan perasaan senang
dan kecewa. Dalam storyboard ini menceritakan Will yang bahagia memberikan
bunga kepada ibunya, namun ibunya mengabaikan karena Mabel terjatuh. Will
kemudian marah dan cemburu, karena ibunya seperti tidak menghargai dirinya.
Scoring yang akan dibuat berdasarkan storyboard memiliki acuan sebagai berikut:
Perancangan Suara, Samuel Rusdyan, FSD UMN, 2015
Gambar 3.9. Grafik Volume Suara pada Scene 4
Gambar 3.10. Grafik Emosi pada Scene 4
Perancangan Suara, Samuel Rusdyan, FSD UMN, 2015
Gambar 3.11. Grafik Ritme pada Scene 4
Sesuai dengan grafik, volume suara akan stabil hingga Mabel terjatuh, dan
mulai muncul pada saat Will kecewa, sedangkan emosi akan stabil, hingga pada
saat Will merasa kecewa. Pada scene ini ritme akan berubah dari cepat, hingga
perlahan saat Will kecewa. Scoring ini akan membangun dua mood yaitu senang
dan kecewa.
Scoring berikutnya akan penulis rancang berdasarkan storyboard scene 6
namun, hanya muncul pada beberapa shot seperti yang ditandai oleh garis merah.
Perancangan Suara, Samuel Rusdyan, FSD UMN, 2015
Gambar 3.12. Storyboard Scene 9
Grafik scoring yang menjadi acuan penulis dalam mengaransemen scoring
untuk scene 9 ini sebagai berikut:
Gambar 3.13. Grafik Volume Suara pada Scene 9
Perancangan Suara, Samuel Rusdyan, FSD UMN, 2015
Gambar 3.14. Grafik Emosi pada Scene 9
Gambar 3.15. Grafik Ritme pada Scene 9
Berdasarkan konsep di atas, penulis ingin memberikan emosi marah dan
takut kepada penonton melalui sebuah scoring. Scoring akan muncul ketika Will
Perancangan Suara, Samuel Rusdyan, FSD UMN, 2015
mulai marah, dan volume suara akan konstan sampai Mabel hampir terjatuh akan
mengalami kenaikan volume dan akan berhenti ketika Mabel jatuh, kemudian
dalam grafik emosi penulis ingin memberikan perubahan emosi dari datar
perlahan naik dan mencapai puncaknya pada saat Mabel terjatuh, sedangkan ritme
tidak berubah / konstan.
Scoring scene 10, yang memiliki tampilan visual seperti pada storyboard
berikut ini:
Gambar 3.16. Storyboard Scene 10
Scene 10 akan diberikan sebuah scoring berdasarkan grafik berikut ini:
Perancangan Suara, Samuel Rusdyan, FSD UMN, 2015
Gambar 3.17. Grafik Volume Suara pada Scene 10
Gambar 3.18. Grafik Emosi pada Scene 10
Perancangan Suara, Samuel Rusdyan, FSD UMN, 2015
Gambar 3.19. Grafik Ritme pada Scene 10
Penulis ingin memberikan kesan sedih, depresi dan merasa kosong pada
scene 10 dengan bantuan musik agar emosi yang timbul dapat lebih kuat. Pada
awal scene 10 scoring sudah muncul tapi terdengar tidak dominan kemudian
volume mulai naik pada saat Will melihat cuplikan scene 8. Ritme yang
digunakan akan sama dan stabil, hanya volume yang berubah dan emosi yang
akan didukung oleh alat instrumen maupun nada yang dipakai di scene 10 ini.
Scoring terakhir akan diaplikasikan pada scene 12 yang memiliki
gambaran visual seperti berikut:
Perancangan Suara, Samuel Rusdyan, FSD UMN, 2015
Gambar 3.20. Storyboard Scene 12
Gambar 3.21. Grafik Volume Suara Scene 12
Perancangan Suara, Samuel Rusdyan, FSD UMN, 2015
Gambar 3.22. Grafik Emosi Scene 12
Gambar 3.23. Grafik Ritme Scene 12
Penulis ingin menimbulkan kesan senang dan lega agar penonton yakin
bahwa Will senang ketika mengetahui semuanya hanya sebuah mimpi dan
adiknya tidak terluka. Volume suara akan konstan hingga Will naik ke ranjang
Perancangan Suara, Samuel Rusdyan, FSD UMN, 2015
dan hendak memeluk Mabel, volume akan mengalami kenaikan. Ritme akan
stabil, dan emosi akan naik mengikuti volume suara.
Seluruh scoring ini akan dibuat dengan durasi yang cukup panjang, dan
akan diaplikasikan di beberapa scene lain yang memiliki emosi yang sama.
3.3.2. Konsep Sound FX
Pada tahapan ini penulis membuat sound map terlebih dahulu untuk dijadikan
acuan dalam pembuatan dan perekaman sebuah sound fx berikut ini tabel yang
menunjukan kebutuhan suara dalam film.
Tabel 3.1. Konsep Sound FX
No. Sound FX Sumber Bunyi
1. Suara angin. Menggunakan corong
plastik dengan dua
bentuk yang berbeda.
2. Suara perapian. Menggunakan kertas
dengan ketebalan yang
berbeda.
3. Suara burung. Merekam ambience
taman.
4. Suara bayi. Merekam langsung suara
bayi.
6. Suara anjing. Memanipulasi suara
Perancangan Suara, Samuel Rusdyan, FSD UMN, 2015
penulis sendiri.
7. Suara tutup buku. Merekam buku dengan
jenis ketebalan cover
yang berbeda.
8. Suara Mabel Jatuh Merekam benda-benda
dengan bobot berat.
Sound fx yang penulis akan kerjakan adalah sound fx tulisan pada opening,
penulis ingin menimbulkan kesan megah dan memacu emosi penonton pada saat
opening title, khususnya pada saat tulisan muncul dan fade to white. Penulis
menggunakan suara angin seperti tabel suara di atas.
Sound fx kedua adalah suara perapian di scene 1, disini penulis akan
bereksperimen dengan potongan-potongan kertas dengan ukuran yang berbeda
akan diremas sehingga menimbulkan efek suara seperti kayu yang terbakar.
Sound fx ketiga yang akan penulis rancang adalah sebuah ambience suara
di taman. Penulis akan merekam suara burung agar dapat ditambahkan pada saat
scene taman sehingga terkesan lebih nyata.
Sound fx yang akan penulis rekam langsung tanpa menggunakan alat lain
atau sumber suara lain yang dapat menyerupai suara yang diinginkan adalah suara
bayi.
Perancangan Suara, Samuel Rusdyan, FSD UMN, 2015
Kemudian untuk suara anjing, penulis akan berusaha untuk menirukan
suara anjing, sedangkan suara menutup buku, penulis akan menggunakan buku
dengan jenis ketebalan cover yang berbeda.
3.3.3. Konsep Foley
Foley yang akan penulis rekam akan diperlihatkan melalui tabel berikut ini:
Tabel 3.2. Konsep Foley
No. Foley Sumber Bunyi
1. Suara langkah kaki di dalam rumah. Berjalan menggunakan sepatu
pantofel di atas keramik.
2. Suara langkah kaki di taman. Berjalan di atas kertas dengan
ketebalan yang berbeda.
3. Suara bunga jatuh di taman. Menjatuhkan bunga di atas
potongan-potongan kertas.
4. Suara bunga diinjak di taman. Menginjak bunga di atas potongan-
potongan kertas.
5. Suara rambut Will. Penulis akan menggunakan rambut
penulis dan wig.
6. Suara pintu. Penulis akan merekam suara
membuka pintu langsung.
7. Suara kalung Will. Penulis menggunakan dua jenis
kalung yang berbeda.
Perancangan Suara, Samuel Rusdyan, FSD UMN, 2015
8. Suara kalung Anjing. Penulis menggunakan dua jenis
kepala ikat pinggang yang berbeda.
9. Suara anjing. Memanipulasi suara penulis.
11. Suara bed cover/kain. Penulis akan menggunakan dua
jenis kain dengan ketebalan yang
berbeda.
12. Suara menginjak kalung di taman. Penulis akan menginjak kalung di
atas potongan-potongan kertas.
Konsep foley suara anjing dalam film akan penulis rekam dan meniru
suara anjing, karena ada beberapa adegan close up anjing maka suara dan gambar
harus disamakan, berbeda dengan sound fx anjing yang bersifat ambience dan
tidak perlu diselaraskan dengan gambar. Kemudian untuk foley suara kalung
anjing pada saat berlari akan menggunakan berbahan besi.
Suara langkah kaki akan direkam dengan sepatu pantofel yang berjalan di
lantai keramik untuk adegan di rumah, sedangkan adegan di taman bisa
menggunakan kertas yang dipotong-potong atau disobek, sehingga memiliki
kesamaan suara dengan rumput.
Kemudian penulis akan merekam suara kalung, karena dalam film terdapat
adegan mengenggam kalung. Foley untuk suara bunga yang terjatuh dan diinjak di
taman, akan menggunakan bunga dan potongan-potongan kertas.
Perancangan Suara, Samuel Rusdyan, FSD UMN, 2015
Foley rambut Will yang bergesekkan dengan bantal akan direkam
langsung penulis meraba rambutnya sendiri dan menggunakan wig, begitu juga
dengan foley membuka pintu dan foley kain.
3.4. Produksi
Proses produksi akan lebih banyak membahas proses perekaman, dan eksperimen
sumber bunyi.
3.4.1. Scoring
Scoring untuk opening title penulis menggunakan tangga nada mayor, karena
ingin memberikan kesan megah dan dinamis. Pada prosesnya untuk
menambahkan kesan megah tersebut penulis menambahkan sound fx pada bagian
ini. Penulis sengaja hanya menggunakan ambience dari nada mayor agar terdengar
besar dan megah.
Untuk scoring scene 1 penulis memakai nada-nada mayor agar suasana
senang dapat ditimbulkan. Sesuai pada konsep awal penulis tetap menggunakan
piano sebagai alatnya, tetapi pada proses pembuatan penulis menambahkan suara
cello agar musik tidak terdengar monoton. Progresi akor yang penulis gunakan
adalah I dan IV (C dan F). Nada dasar yang digunakan adalah C.
Scoring scene 4 penulis menggunakan nada-nada mayor dengan ritme
yang cepat, kemudian untuk scoring pada saat Will kecewa menggunakan ritme
yang lambat dan nada-nada minor. Dalam scoring scene 4 ini penulis ingin
memakai gitar sebagai instrumen utama. Progresi akor yang penulis gunakan
Perancangan Suara, Samuel Rusdyan, FSD UMN, 2015
adalah I dan IV (B dan E) untuk scoring ceria, sedangkan untuk scoring sedih
penulis menggunakan akor III (D#m). Penulis memainkan instrumen pada nada
dasar B.
Scoring scene 9 penulis menggunakan 1 akor mayor yang ditahan hingga
akhir adegan, dan penulis menggunakan suara rendah pada biola. Pada adegan
Mabel akan jatuh penulis menggunakan melodi-melodi yang terkesan mengancam
dan dimainkan dengan nada tinggi dan turun setengah-setengah nada pada biola.
Penulis ingin menimbulkan suasana marah pada Will dan pada saat mabel ingin
jatuh penulis ingin membangun persepsi penonton seakan takut Mabel terjatuh
dan mati.
Scoring scene 10 penulis menggunakan nada minor namun dimainkan
perlahan untuk menimbulkan rasa sedih dan depresi. Sesuai dengan grafik yang
penulis buat, volume scoring ini akan konstan dan emosi akan naik dengan
adanya melodi-melodi minor yang dimainkan dengan jeda yang cukup panjang.
Progresi akor yang penulis gunakan adalah VI, III, II, dan II. Nada dasar yang
penulis gunakan adalah C, sehingga progresinya Am, Em, Dm, dan Em.
Scoring scene 12 penulis menggunakan nada mayor namun dimainkan
perlahan untuk menimbulkan rasa refleksi diri, bahagia dan lega. Namun, sesuai
dengan grafik yang telah penulis rancang pada grafik volume konstan namun
perlahan sebagai musik latar, hingga volume naik ketika Will naik keranjang
Mabel. Progresi akor yang penulis gunakan I dan IV (C dan F). Nada dasar yang
digunakan adalah C.
Perancangan Suara, Samuel Rusdyan, FSD UMN, 2015
3.4.2. Sound FX
Pada opening ini penulis akan menggunakan corong berbahan plastik, kemudian
corong berbahan plastik tersebut memiliki bidang ketinggian yang berbeda,
sehingga pada saat ditiup dan digeser dari tempat yang tidak dalam menuju ke
lubang yang lebih dalam dapat tercipta perubahan suara seperti hempasan ombak.
penulis ingin menambahkan kesan megah pada opening title dengan sound fx ini
akan membuat dinamika yang lebih tinggi pada saat tulisan muncul. Berikut ini
adalah gambar sumber bunyi.
Gambar 3.24. Corong Berbahan Plastik
Sound fx suara perapian penulis kerjakan dengan menggunakan potongan-
potongan kertas yang diremas atau digesekkan perlahan. Dalam proses
eksperimen ini penulis mencoba untuk merekam dua jenis kertas dengan
ketebalan berbeda.
Perancangan Suara, Samuel Rusdyan, FSD UMN, 2015
Gambar 3.25. Proses Recording Perapian Menggunakan Kertas Tebal
Kemudian sound fx ambience di taman penulis merekam suara ambience
kicauan burung di dekat pohon.
Gambar 3.26. Recording Suara Burung
Perancangan Suara, Samuel Rusdyan, FSD UMN, 2015
Untuk suara buku yang ditutup penulis merekam dua jenis buku yang
memiliki ketebalan dan berat yang berbeda.
Gambar 3.27. Suara Menutup Buku
Kemudian suara bayi penulis merekam di sebuah rumah sakit, namun pada
prosesnya penulis tidak diizinkan masuk ke dalam ruangan bayi dan dilarang
untuk mengambil gambar, sehingga yang merekam suara bayi adalah suster
rumah sakit tersebut.
Suara anjing penulis menggunakan suara penulis sendiri dengan
menirukan suara anjing ketika mengonggong. Kemudian dalam proses ini penulis
melakukan eksperimen terhadap suara, yaitu dengan menggunakan pitch nada
yang berbeda-beda.
3.4.3. Foley
Pada tahap produksi penulis akan membahas eksperimen sumber bunyi untuk
foley.
Perancangan Suara, Samuel Rusdyan, FSD UMN, 2015
3.4.3.1. Foley Berjalan di keramik
Foley berjalan di keramik akan menggunakan sepatu pantofel yang
direkam langsung di atas keramik. Penulis merekam suara langkah kaki
sesuai adegan tiap scene berbeda-beda. Untuk berjaga-jaga penulis
merekam beberapa langkah satu persatu agar bisa dipakai jika terjadi
perubahan timing animasi.
Gambar 3.28. Berjalan di atas Keramik
3.4.3.2. Foley Berjalan di rumput
Foley berjalan di atas rumput akan menggunakan sepatu pantofel yang
berjalan di atas potongan kertas, dalam hal ini penulis mencoba
menggunakan dua jenis kertas dengan ukuran yang berbeda yang
Perancangan Suara, Samuel Rusdyan, FSD UMN, 2015
diletakkan di atas keramik dan karpet. Sama dengan berjalan di atas
keramik, penulis merekam sesuai adegan dalam tiap scene dan merekam
satu persatu langkah kaki untuk berjaga-jaga.
Gambar 3.29. Berjalan di atas Kertas Tipis Beralaskan Keramik
Gambar 3.30. Berjalan di atas Kertas Tebal Beralaskan Keramik
Perancangan Suara, Samuel Rusdyan, FSD UMN, 2015
Gambar 3.31. Berjalan di atas Kertas Tebal Beralaskan Karpet
Gambar 3.32. Berjalan di atas Kertas Tebal Beralaskan Karpet
Perancangan Suara, Samuel Rusdyan, FSD UMN, 2015
Gambar 3.33. Berjalan di atas Kertas Campuran Beralaskan Karpet
3.4.3.3. Foley Bunga Jatuh dan diinjak
Foley menjatuhkan dan menginjak bunga di rumput akan mengacu pada
konsep yaitu dengan memakai bunga dan potongan kertas. Seperti pada
foley berjalan di rumput, penulis juga akan memakai keramik dan karpet
sebagai alasnya. Pada proses ini penulis juga bereksperimen dengan jarak
menajtuhkan bunga.
Perancangan Suara, Samuel Rusdyan, FSD UMN, 2015
Gambar 3.34. Bunga Jatuh di atas Kertas yang Beralaskan Keramik
Gambar 3.35. Bunga Jatuh di atas Kertas yang Beralaskan Karpet
Perancangan Suara, Samuel Rusdyan, FSD UMN, 2015
Gambar 3.36. Menginjak Bunga di atas Kertas yang Beralaskan Keramik
Gambar 3.37. Menginjak Bunga di atas Kertas yang Beralaskan Karpet
Perancangan Suara, Samuel Rusdyan, FSD UMN, 2015
3.4.3.4. Foley Suara Rambut diraba
Kemudian untuk foley suara rambut Will, penulis mencoba menggunakan
rambut sendiri dan wig. Dua jenis rambut ini memiliki ketebalan yang
berbeda tiap helainya, yang akan mempengaruhi suara yang ingin dicapai.
Penulis mengelus kepala sendiri dan wig untuk menimbulkan suara yang
diinginkan.
Gambar 3.38. Suara Rambut Tipis
Gambar 3.39. Suara Rambut Tebal
Perancangan Suara, Samuel Rusdyan, FSD UMN, 2015
3.4.3.5. Foley Membuka Pintu
Untuk adegan membuka pintu penulis merekam langsung pintu yang
dibuka namun dengan tenaga dan kecepatan membuka pintu yang berbeda.
Gambar 3.40. Membuka Pintu
3.4.3.6. Foley Kalung Will
Suara kalung Will akan menggunakan dua jenis kalung yang berbeda yang
digerakkan dan diremas sesuai dengan adegan dalam film.
Gambar 3.41. Kalung Will 1
Perancangan Suara, Samuel Rusdyan, FSD UMN, 2015
Gambar 3.42. Kalung Will 2
3.4.3.7. Foley Kalung Anjing
Untuk kalung anjing tidak menggunakan benda yang sama ketika
merekam suara kalung Will karena konsep anjingnya seperti ini:
Gambar 3.43. Konsep Anjing
Perancangan Suara, Samuel Rusdyan, FSD UMN, 2015
Maka penulis menggunakan 2 alternatif benda yang berbeda yaitu
Gambar 3.44. Kepala Sabuk Celana 1
Gambar 3.45. Kepala Sabuk Celana 2
Perancangan Suara, Samuel Rusdyan, FSD UMN, 2015
3.4.3.8. Foley Suara Anjing
Penulis menggunakan suara sendiri untuk menirukan suara anjing dalam
film. Penulis bereksperimen dengan pitch suara yang penulis keluarkan,
menggunakan pitch rendah, sedang, dan yang tinggi. Berbeda dengan
sound fx anjing yang penulis tiru adalah suara gonggongan anjing, penulis
ada proses perekaman foley ini menirukan suara anjing ketika menjulurkan
lidahnya.
Gambar 3.46. Foley Suara Anjing
3.4.3.9. Foley Suara Bedcover
Penulis menggunakan sprei sebagai sumber bunyi untuk suara bedcover.
Pada proses rekaman ini, penulis menirukan gerakan seperti dalam adegan
film, kemudian juga menggesekkan sprei dengan tangan yang disamakan
dengan timing animasinya.
Perancangan Suara, Samuel Rusdyan, FSD UMN, 2015
Gambar 3.47. Foley Suara Bedcover
3.5. Paskaproduksi
Memasuki tahap paskaproduksi penulis lebih banyak editing seluruh hasil
rekaman yang berupa scoring, foley, dan sound fx. Foley pada tahapan ini hanya
diproses agar noise tidak terlalu besar, menentukan suara akan terdengar dari kiri
atau kanan, dan proses sync dengan gambar, walaupun pada proses pembuatannya
penulis merekam berdasarkan visual yang sudah ada, namun tetap melalui proses
sync agar tidak terdengar lebih lambat atau lebih cepat dari gambar yang ada.
Sound Fx diambil berkali-kali dalam tahapan ini penulis akan memilih suara yang
paling mendekati dengan gambar, kemudian melakukan editing yang meliputi
penentuan kanan dan kiri, lalu mengurangi noise yang ada.
Perancangan Suara, Samuel Rusdyan, FSD UMN, 2015
Gambar 3.48. Editing Noise dan Mengurangi yang Tidak Perlu
Sedangkan untuk scoring pada tahapan ini lebih cenderung memainkan
dinamika seperti volume suara, penambahan efek, serta menentukan instrumen
tertentu akan keluar dari speaker kiri/kanan. Secara keseluruhan ketika semua
sumber bunyi sudah dikurangi noisenya, dan scoring sudah diletakkan pada posisi
yang diinginkan, penulis melakukan proses mixing antara scoring, foley, dan
sound fx. Pada tahapan ini penulis membagi-bagi scene yang ada untuk diproses,
ini digunakan agar seorang sound designer tidak perlu menunggu proses animasi
hingga selesai secara keseluruhan.
Dalam satu scene penulis meletakkan scoring yang sudah dibuat,
kemudian menyatukan foley dengan animasi. Penulis juga mengatur kapan musik
fade in dan fade out. Kemudian penulis memberikan sound fx dan memberikan
penekanan pada volume, suara apa yang akan lebih terdengar dalam sebuah scene.
Perancangan Suara, Samuel Rusdyan, FSD UMN, 2015
Sebelum memasuki tahapan mastering, penulis memberikan efek terhadap
semua scoring, foley, dan sound fx. Pemberian efek ini membantu membangun
mood. Penulis memilih menggunakan jenis efek reverb yang sama, agar pada saat
proses mixing antara scoring, foley, dan sound fx akan terdengar menyatu.
Memberikan efek untuk scoring agar posisi scoring berada dibelakang suara
sound fx dan foley, hal ini dilakukan agar frekuensinya tidak bertabrakan.
Penulis membuat sebuah file suara yang di dalamnya terdapat scoring,
foley, dan sound fx dalam sebuah scene, penulis membuat satu kesatuan file agar
mudah untuk digabungkan dengan film dan file suara di scene yang lain.
Kemudian penulis melakukan mastering ketika seluruh scene sudah selesai, tujuan
dari mastering ini untuk mengatur volume yang akan keluar ketika dijadikan file
suara, kemudian untuk menyamakan volume suara agar suara tertinggi tidak
melebihi 0 db. Pengaturan frekuensi suara yang didengar telinga manusia juga
dilakukan pada tahapan ini, yaitu mengubah frekuensi minimal menjadi 20Hz, dan
mengubah frekuensi maksimal menjadi 20kHz.
Gambar 3.49. Proses Sync, Pengaturan Volume, Panning Suara dan Mastering
Perancangan Suara, Samuel Rusdyan, FSD UMN, 2015