lepto spiros is
DESCRIPTION
adsadTRANSCRIPT
LEPTOSPIROSIS
Oleh :
Danar Fahmi Sudarsono
Mj n 1518012121
Perceptor :
dr. Ronald David Martua, Sp. PD
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM
RUMAH SAKIT UMUM AHMAD YANI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
AGUSTUS 2015
LEPTOSPIROSIS
I. DEFINISI
Leptospirosis adalah penyakit infeksi akut yang dapat menyerang manusia maupun
hewan yang disebabkan kuman leptospira patogen dan digolongkan sebagai zoonosis.
Leptospirosis pada manusia mempunyai beberapa nama yang berbeda seperti Weil’s
Disease, Mud Fever, Haemorragic Jaundice, Trench fever, Swineherd’s Disease.
Weil menggambarkan untuk pertama kalinya penyakit Leptospirosis, tetapi baru pada
tahun 1915 penyebabnya yaitu Spirochaeta dari genus leptospira ditemukan oleh Inada.
Leptospira adalah organisme yang berbentuk langsing seperti benang dengan diameter 0,1
mikron dan panjang 6 – 12 mikron, berlingkar rapat pada sumbu panjangnya. Diantara
genus Leptospira, hanya species Interrogans yang pathogen untuk binatang dan manusia.
Sekurang – kurangnya ada 180 serotipe dan 18 serogrup. Satu jenis serotipe dapat
menimbulkan gambaran klinis yang berbeda, sebaliknya, suatu gambaran klinis, misalnya
meningitis aseptic, dapat disebabkan oleh beberapa serotype.
II. ETIOLOGI
Leptospirosis disebabkan oleh genus leptospira, famili treponemataceae, suatu
mikroorganisme spirocheata. Secara sederhana, genus leptospira terdiri atas dua spesies
yaitu : L. intterogans yang patogen dan L. Biflexa yang hidup bebas (non patogen atau
saprofit).
Kuman Leptospira bersifat aquatic micro-organism dan slow growing anaerobes,
bentuknya berpilin seperti spiral, tipis, organisme yang dapat bergerak cepat dengan kait
diujungnya dan 2 flagella periplasmik yang dapat menembus ke jaringan. Panjangnya 6-
20 µm dan lebar 0,1 µm. Kuman ini sangat halus tapi dapat dilihat dengan mikroskop
lapangan gelap dan pewarnaan perak.
Kuman leptospira dapat hidup di air tawar selama kurang lebih 1 bulan. Tetapi dalam
air laut, selokan dan air kemih yang tidak diencerkan akan cepat mati. Kuman leptospira
hidup dan berkembang biak ditubuh hewan. Semua hewan bias terjangkiti. Paling banyak
tikus dan hewan pengerat lainnya, selain hewan ternak, hewan peliharaan dan hewan liar
pun dapat terjangkiti.
III. EPIDEMIOLOGI
Leptospirosis adalah suatu penyakit zoonosis yang tersebar di seluruh dunia, disemua
benua kecuali Antartika, namun terbanyak didapati didaerah tropis. Penularan
leptospirosis pada manusia ditularkan oleh hewan yang terinfeksi kuman leptospira.
Binatang pengerat terutama tikus merupakan vektor yang paling banyak. Transmisi
Leptospira kepada manusia terjadi karena (1) kontak dengan urin, darah atau organ dari
hewan yang terinfeksi. Urin sapi yang terinfeksi misalnya, dapat mengandung 100 juta
Leptospira per mililiter, (2) kontak dengan lingkungan (tanah, air) yang terkontaminasi
Leptospira.
IV. CARA PENULARAN
Penularan leptospirosis dapat secara langsung dan tidak langsung. Penularan langsung
dapat terjadi melalui darah, urin, atau cairan tubuh lain yang mengandung kuman
leptospira masuk ke dalam tubuh pejamu; dari hewan ke manusia merupakan penyakit
akibat pekerjaan; dan dari manusia ke manusia meskipun jarang Penularan tidak langsung
terjadi melalui kontak dengan genangan air, sungai, danau, selokan saluran air dan lumpur
yang telah tercemar urin binatang yang terinfeksi leptospira. Infeksi tersebut terjadi jika
terdapat luka / erosi pada kulit atau selaput lendir. Terpapar lama pada genangan air yang
terkontaminasi terhadap kulit yang utuh juga dapat menularkan leptospira.
Gambar . Transmisi Leptospirosis
V. PATOGENESIS
Kuman leptospira masuk ke dalam tubuh pejamu melalui luka abrasi pada kulit,
konjungtiva atau mukosa utuh yang melapisi mulut, faring, esofagus, bronkus dan dapat
masuk melalui inhalasi droplet infeksius dan minum air yang terkontaminasi. Meski
jarang, pernah dilaporkan peneterasi kuman leptospira melalui kulit utuh yang lama
terendam air saat banjir.
Kuman leptorpira merusak dinding pembuluh darah kecil, sehingga menimbulkan
vaskulitis disertai kebocoran dan ekstravasasi sel. Patogenesis kuman leptospira yang
penting adalah perlekatannya pada permukaan sel dan toksisitas seluler. Organ utama
yang terinfeksi kuman leptospira adalah ginjal dan hati. Didalam ginjal kuman leptospira
bermigrasi ke interstitium, tubulus ginjal dan lumen tubulus. Pada leptospirosis berat,
vaskulitis akan menghambat sirkulasi mikro dan meningkatkan permeabilitas kapiler,
sehingga menyebabkan kebocoran cairan dan hipovolemia. Hipovolemia akibat dehidrasi
dan perubahan permeabilitas kapiler merupakan salah satu penyebab gagal ginjal.
Ikterik disebabkan oleh kerusakan sel-sel hati yang ringan, pelepasan bilirubin darah
dari jaringan yang mengalami hemolisis intravaskular, kolestasis intrahepatik sampai
berkurangnya sekresi bilirubin.
Leptospira dapat dijumpai didalam urin sekitar 8 hari sampai beberapa minggu setelah
infeksi dan sampai berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun kemudian. Leptospira dapat
dihilangkan dengan fagositosis dan mekanisme humoral. Kuman ini dengan cepat lenyap
dari dari darah setelah terbentuknya aglutinin. Setelah fase leptospiremia 4-7 hari,
mikroorganisme hanya dapat ditemukan dalam jaringan ginjal dan okuler. Leptospiuria
berlangsung 1-4 minggu. Tiga mekanisme yang terlibat pada patogenesa leptospirosis,
yaitu : invasi bakteri langsung, faktor inflamasi non-spesifik, dan rekasi imunologi.
Masuk melalui luka di kulit, konjungtiva,
Selaput mukosa utuh
↓
Multiplikasi kuman dan menyebar melalui aliran darah
↓
Kerusakan endotel pembuluh darah kecil :
ekstravasasi Sel dan perdarahan
↓
Perubahan patologi di organ/jaringan
- Ginjal : nefritis interstitial sampai nekrosis tubulus, perdarahan.
- Hati : gambaran non spesifik sampai nekrosis sentrilobular disertai
hipertrofi dan hiperplasia sel Kupffer.
- Paru : inflamasi interstitial sampai perdarahan paru
- Otot lurik : nekrosis fokal
- Jantung : petekie, endokarditis akut, miokarditis toksik
- Mata : dilatasi pembuluh darah, uveitis, iritis.
VI. MANIFESTASI KLINIS
Leptospirosis merupakan penyakit infeksi sistemik akut yang ditandai dengan
vaskulitis yang menyeluruh. Karakteristik perjalan penyakitnya adalah bifasik. Kasus sub-
klinis sering kali ditemukan. Masa inkubasi penyakit ini berkisar antara 2 – 26 hari, biasanya
7 - 12 hari dan rata-rata 10 hari Gambaran klinik pada leptospirosis :
Yang sering: demam, menggigil, sakit kepala,anoreksia, mialgia, Konjungtivitis, mual,
muntah, nyeri abdomen, ikterus, hepatomegali, ruam kulit, fotofobia.
Yang jarang: pneumonitis, hemaptoe, delirium, perdarahan, diare, edema,
splenomegali, gagal ginjal,asites, miokarditis.
Leptospirosis anikterik
Mulai fase awal / septikemia mendadak, dengan demam, mengigil kedinginan, nyeri kepala
berat, malaise, mual, muntah, dan sering nyeri otot hebat yang melemahkan. Kolaps sirkulasi
tidak bisa, tetapi beberapa penderita menderita bradikardi dan hipotensi. Khas, anak lesu,
dengan deheidrasi ringan smapai sedang. Tanda-tanda fisik tambahan meliputi nyeri otot
ekstrim, yang paling mencolok di tungkai bawah, spina lumbosacral dan perut. Manifestasi
yang jarang adalah faringitis, pneumonitis, artritis, karditis, koless\istitis dan orkitis.
Fase kedua atau fase imun dapat menyertai masa singkat tidak bergejala dan ditandai
dengan demam berulang. Meningitis septik ini merupakan tanda utama dari fase imun.
Walaupun profil CSS abnormal pada 80 % anak terinfeksi, hanya 50 % mempunyai
manifestasi meningeal. Gejala-gejala yang dapat dihubungkan dengan SSS sembuh secara
spontan dalam satu minggu / lebih. Uveitis dapat terjadi selama fase ini, uveitis ini dapat
bilateral / unilateral dan biasanya sembuh sendiri, jarang menyebabkan gangguan penglihatan
permanen.
Leptospirosis ikterik (Penyakit Weil / Weil Disease)
Bentuk leptospirosis berat ini terjadi pada < 10 % anak yang terkena. Manifestasi awal
serupa dengan manifestasi awal yang digambarkan pada leptospirosis anikterik. Namun, fase
imun, berbeda, ditandai dengan bukti adanya disfungsi hati dan ginjal secara klinis dan
laboratorium. Pada kasus yang mendadak berat, fenomen hemorragik dan kolaps
kardiovaskular juga terjadi. Kelainan hati meliputi nyeri kuadran atas, hepatomegali,
hiperbilirubinemia direk dan indirek, dan kenaikan sedang enzim hati serum. Demam
biasanya menetap antara fase septikemia dan fase imun. Demam pada fase imun lebih tinggi
dan lebih lama daripada demam leptospirosis anikterik. Ikterus tampak mulai hari ke-3 atau
mulai pada minggu ke -2.
Manifestasi ginjal lazim ada, dapat mendominasi gambaran klinis, dan merupakan
penyebab utama kematian pada kasus yang mematikan, semua penderita mempunyai tanda-
tanda kelainan pada analisis urin (hematuria, proteinuria dan silinder ) dan azotemia sering
ada, disertai dengan oligouria dan anuria.
Fase Gambaran Klinik Spesimen Laboratorium
Leptospirosis anikterik
(antara fase leptospiremia
dan fase imun terdapat fase
asimtomatik 1 – 3 hari)
Fase leptospiremia (3-
7 hari)
Demam tinggi, nyeri
kepala, mialgia, nyeri
perut, mual, muntah,
Darah, cairan
serebrospinal
Fase imun (3-30 hari)
conjunctival suffusion.
Demam ringan, nyeri
kepala, muntah,
meningitis aseptik.
Urin
Leptospirosis ikterik
Fase leptospiremia dan fase
imun (sering menjadi satu
atau tumpang tindih)
Demam, nyeri kepala,
mialgia, ikterik, gagal
ginjal, hipotensi,
manifestasi perdarahan,
pneumonitis hemoragik,
leukositosis
Darah, cairan
serebrospinal (minggu I)
dan urin (minggu II)
VII. DIAGNOSIS
Anamnesis
Pada anamnesis identitas pasien, keluhan yang dirasakan dan data epidemiologis penderita
harus jelas karena berhubungan dengan lingkungan pasien, serta jangan lupa menanyakan ada
riwayat kontak langsung dengan binatang atau dengan tanah atau air yang terkontaminasi
dengan kencing binatang. Keluhan-keluhan khas yang dapat ditemukan, yaitu ; demam
mendadak, keadaan umum lemah tidak berdaya, mual, muntah, nafsu makan menurun, dan
merasa mata makin lama makin bertambah kuning dan sakit otot hebat terutama daerah betis
dan paha.
Pemeriksaan Fisik
`Gejala klinik menonjol ikterik, demam, mialgia, nyeri sendi serta conjungtival suffusion.
Gejala klinik yang paling sering ditemukan conjungtival suffusion dan mialgia. Conjungtival
suffusion bermanifestasi bilateral di palpebra pada hari ke-3 selambatnya hari ke-7 terasa
sakit dan sering disertai perdarahan konjungtiva unilateral ataupun bilateral yang disertai
fotofobia dan injeksi faring, faring terlihat merah dan bercak-bercak. Mialgia dapat sangat
hebat, pemijatan otot betis akan menimbulkan nyeri hebat dan hiperestesi kulit. Kelainan fisik
lain, yaitu hepatomegali, splenomegali, kaku kuduk, rangsang meningeal, hipotensi, ronkhi
paru dan adanya diatesis hemoragik. Perdarahan sering ditemukan pada leptospirosis ikterik
dan manifestasi dapat terlihat sebagai petekiae, purpura, perdarahan konjungtiva dan ruam
kulit. Ruam kulit dapat berwujud eritema, makula, makulopapula ataupun urtikaria
generalisata maupun setempat pada badan, tulang kering atau tempat lain.
Pemeriksaan Penunjang
- Pemeriksaan laboratorium :
a) Pemeriksaan darah : leukosit normal atau menurun, peningkatan netrofil,
trombositopenia ringan, LED meninggi, pada kasus berat ditemukan anemia
hipokrom mikrositik akibat perdarahan yang biasa terjadi pada stadium lanjut
perjalanan penyakit.
b) Pemeriksaan fungsi hati : jika tidaka ada gejala ikterik : fungsi hati normal,
gangguan fungsi hati, SGOT, SGPT dapat meningkat.
c) Pemeriksaan laboratorium khusus : pemeriksaan bakteriologis dan serologis.
Pemeriksaan bakteriologis, dilakukan dengan cara : bahan biakan / kultur
leptospira degan medium kultur Stuart, Fletcher, dan Korthof. Diagnosa dapat
ditegakkan dalam waktu 2-4 minggu terdapat leptospira dalam kultur.
- Gold standard pemeriksaan serologis adalah MAT (Mikroskopik Aglutination
Test), suatu pemeriksaan aglutinasi secara mikroskopik untuk mendeteksi titer
antibody aglutinasi dan dapat mengidentifikasi jenis resevoar. Pemeriksaan
serologis ini dilakukan pada fase ke-2 (hari ke-6-12). Dengan diagnosis
leptospirosis didapatkan jika titer antibody > 1:100 dengan gejala klinis yang
mendukung.
- IgM elisa merupakan tes yang berguna untuk mendiagnosa secara dini, tes akan
positif pada hari ke-2 sakit ketika manifestasi klinis mungkin tidak khas. Tes ini
sangat sensitive dan efektif (93%). Tes penyaring yang sering dilakukan di
Indonesia adalah lepto Dipstik asay, lepto tekanan dridot dan lepto tekanan lateral
flow.
VIII. PENEGAKAN DIAGNOSIS
Diagnosis pertama yang ditegakkan pada Leptospirosis adalah meningitis, hepatitis,
nefritis, Fever of Unknown Origin (FUO), influenza, sindroma Kawasaki, sindrom syok
toksik, dan penyakit Legionela. Leptospirosis harus dipikirkan pada semua kasus demam
dengan anamnesis kontak dengan binatang atau tanah / air yang terkontaminasi urin
hewan, terlebih lagi bila ada gejala akut demam, menggigil, myalgia, kekeruhan
konjungtiva, nyeri kepala, mual dan muntah. Diagnosis pasti ditetapkan apabila
Leptospira dapat di isolasi dari cairan tubuh, gambaran klinis yang sesuai dengan
Leptospirosis dan adanya kenaikan titer antibody empat kali lipat atau lebih antara fase
akut dan konvalesens.
Daftar Pertanyaan Jawaban Nilai
A. Jenis gejala dan laboratorium
Sakit kepala mendadak Ya/tidak 2/0
Conjunctival suffusion bilateral Ya/tidak 4/0
Demam Ya/tidak 2/0
Bila demam >38 C Ya/tidak 2/0
Meningismus Ya/tidak 4/0
Nyeri otot terutama betis Ya/tidak 4/0
Meningismus, nyeri otot dan konjungtiva suffosion bersamaan
Ya/tidak 10/0
Ikterik Ya/tidak 1/0
Albuminuria atau azotemia Ya/tidak 2/0
B. Faktor epidemiologi seperti riwayat kontak binatang ke hutan, rekreasi, tempat kerja atau diduga atau diketahui kontak dengan air yang terkontaminasi.
Ya/tidak 10/0
C. Hasil laboratorium serologi :
Serologi (+) di daerah endemik :
Single (+), titer rendah Ya/tidak 2/0
Single (+), titer tinggi Ya/tidak 10/0
Pair sera, titer meningkat Ya/tidak 25/0
Serologi (+) bukan daerah endemik :
Single (+), titer rendah Ya/tidak 5/0
Single (+), titer tinggi Ya/tidak 15/0
Pair sera, titer meningkat Ya/tidak 25/0
Diagnosa Banding
Leptospirosis anikterik dapat di diagnosis banding dengan influenza, demam berdarah
dengue, malaria, pielonefritis, meningitis aseptik viral, keracunan makanan/bahan
kimia, demam tifoid, demam enterik.
Leptospirosis ikterik dapat di diagnosis banding dengan malaria falcifarum berat,
hepatitis virus, demam tifoid dengan komplikasi berat, haemorrhagic fevers with renal
failure, demam berdarah virus lain dengan komplikasi.
IX. PENATALAKSANAAN
1. Terapi Kuratif
Antibiotik sebaiknya diberikan sebelum organisme merusak endotel pembuluh
darah dan berbagai organ atau jaringan. Kesulitan melihat hasil pengobatan adalah
bahwa fakta pada umumnya Leptospira merupakan penyakit self limiting dengan
prognosis yang cukup baik. Bahkan pasien dengan Leptospirosis ikterus yang berat
dapat sembuh tanpa pengobatan yang spesifik. Beberapa peneliti menunjukkan tak
jelasnya efek antibiotic terhadap beratnya penyakit, atau pencegahan terjadinya
gangguan susunan saraf pusat, hati, ginjal, atau penyulit perdarahan dan juga
dibuktikan bahwa lamanya Leptospiremia dan adanya organisme dalam cairan
serebrospinal tidak terpengaruh oleh pengobatan.
Pengobatan yang dapat diberikan adalah Penisilin G 6 – 8 juta U/m2/hari secara
intravena terbagi dalam 6 dosis selama 7 hari atau tetrasiklin 10 – 20 mg/kgBB/hari
secara intravena terbagi dalam 4 dosis selama 7 hari. Selain itu hal yang perlu
diperhatikan adalah perawatan suportif. Pemasukan cairan dan balans elektrolit harus
diperhatikan. Keadaan seperti gagal ginjal akut, dehidrasi dan kegagalan sirkulasi
memerlukan penanganan yang spesifik dan cermat.
Leptospirosis An-ikterik Leptospirosis Ikterik
Pilihan
pertama
- Ampisilin 75 – 100
mg/kgBB/hari.
- Amoksisilin 50mg/kgBB/hari,
oral, tiap 6-8 jam, selama 7
hari
- Penisilin G 100,000
U/kgBB/hari, intravena, tiap
6 jam,
- Ampisilin200mg/kgBB/hari,
intravena, tiap 6 jam
- Amoksisili
200mg/kgBB/hari,
intravena, tiap 6 jam
Pilihan kedua - Doksisiklin 40mg/kgBB/hari,
oral, dua kali
- Eritromisin 50
mg/kgBB/hari, intravena
Alergi
penisilin
- Doksisiklin
40mg/kgBB/hari,oral,2x
sehari, selama 7 hari (tidak
direkomendasikan untuk
umur dibawah 8 tahun)
- Eritromisin 50 mg
/kgBB/hari, intravena (data
penelitian in-vitro)
Tabel. Antibiotik untuk Leptospirosis.
2. Pencegahan
Pencegahan penularan kuman Leptospira dapat dilakukan melalui tiga jalur intervensi
yang meliputi intervensi sumber infeksi, intervensi pada jalur penularan dan intervensi
pada pejamu manusia.
Kuman Leptospira mampu bertahan hidup bulanan di air dan tanah, dan mati oleh
desinfektan seperti lisol. Maka upaya lisolisasi di seluruh permukaan lantai, dinding
dan bagian rumah yang diperkirakan tercemar air banjir yang mungkin sudah terdapat
kuman Leptpspira, dianggap cara mudah dan murah untuk mencegah mewabahnya
Leptospirosis.
Selain sanitasi sekitar rumah dan lingkunga, hygiene perorangan dilakukan dengan
menjaga tangan selalu bersih. Selain terkena air kotor, tangan yang tercemar kuman
dari hewan peliharaan yang sudah terjangkit penyakit dari tikus atau hewan liar dapat
menyebabkan penyakit ini, oleh sebah itu hindari kontak dengan kencing hewan
peliharaan.
Penanganan khusus
1. Hiperkalemia : diberikan kalsium glukonas 1 gram atau glukosa insulin (10-20 u
regular insulin dalam infuse dextrose 40%)
Merupakan keadaan yang harus segera ditangani karena menyebabkan cardiac
arrest.
2. Asidosis metabolic : diberikan natrium bikarbonat dengan dosis (0,3 x kgBB x
deficit HC03 plasma dalam MEq/L)
3. Hipertensi : diberikan antihipertensi
4. Gagal jantung : pembatasan cairan, digitalis dan diuretic
5. Kejang
Dapat terjadi karena hiponatremia, hipokalsemia, hipertensi ensefalopati dan
sirkulasi. Penting untuk menangani kausa primernya, mempertahankan
oksigenasi/sirkulasi darah ke otak, dan pemberian obat anti konvulsi.
6. Perdarahan : transfuse
Perdarahan terjadi akibat timbunan bahan-bahan toksik dan akibat trombositopeni
7. Gagal ginjal akut : hidrasi cairan dan elektrolit, dopamine, diuretic, dialysis.
X. KOMPLIKASI
1. Gagal Ginjal Akut
Gagal ginjal akut pada leptospirosis disebut sindroma pseudohepatorenal. Selama
periode demam ditemukan albuminuria, piuria, hematuria, azotemia, bilirubinuria,
urobilinuria.
Manifestasi klinik gagal ginjal akut pada leptospirosis ada 2 tipe, yaitu gagal ginjal
akut oliguri dan gagal ginjal akut non-oliguri dengan tipe katabolic, dimana
produksi ureum > 60 mg% / 24 jam gagal ginjal oliguri bila produksi urin <500
ml/24 jam, dan disebut bila produksi urin <100 ml/24 jam. Prognosis gagal ginjal
akut non-oliguri lebih baik disbanding gagal ginjal non-oliguri
2. Perdarahan Paru
Kelainan paru berupa hemorrhagic pneumonitis, diduga akibat dari endotoksin
langsung yang kemudian menyebabkan kerusakan kapiler. Hemoptisis terjadi pada
awal septicemia. Perdarahan terjadi pada pleura alveoli, trakeo bronchial, kelainan
berupa : kongesti septum paru, perdarahan alveoli yang multifocal, imfitrasi sel
mononuclear. Manisfestasi klinis : bauk, blood tinget sputum sampai terjadi
hemoptisis masif sehingga menyebabkan asfiksia.
3. Liver Failure
Terjadinya ikterik pada hari ke 4-6 dapat terjadi pada hari ke 2 atau ke 9. Pada hati
terjadi nekrosis sentrolobuler dengan proliferasi sel kufer. Terjadi ikterik pada
leptospirosis disebabkan oleh beberapa hal antara lain :
1. Kerusakan sel hati
2. Gangguan fungsi ginjal yang akan menurunkan sekresi bilirubin, sehingga
meningkatkan kadar biliburin.
3. Terjadinya perdarahan pada jaringan dan hemolisis intravaskuler akan
meningkatkan kadar bilirubin.
4. Proliferasi sel kupfer sehingga terjadi kolestatik intrahepatik.
XI. PROGNOSIS
Prognosis Leptospirois umumnya baik, Tergantung dari virulensi kuman dan daya
tahan tubuh pasien. Usia juga berpengaruh terhadap meningkatnya mortalitas. Pada
anak angka kematian lebih rendah dibandingkan orang dewasa, mortalitas diata 51
tahun adalah 56%. Pada kasus Leptospirosis An-ikterik, mortalitasnya jauh lebih
rendah, tetapi dengan terjadinya icterus mortalitas dapat mencapai 15 – 40%.
Prognosis jangka panjang pada kasus Leptospirosis dengan lesi ginjal akut adalah
baik. Daya filtrasi glomerulus dapat kembali normal, namun beberapa kasus masih
menunjukkan disfungsi tubular, seperti gangguan kapasitas konsentrasi ginjal
DAFTAR PUSTAKA
1. Dit Jen PPM & PL RSPI Prof. DR. Sulianti Saroso. Pedoman Tatalaksana Kasus dan
Pemeriksaan Laboratorium Leptospirosis di Rumah Sakit. Jakarta. Departemen
Kesehatan RI: 2003.
2. Herry, Rejeki S, Sumarmo. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis : Leptospirosis.
edisi kedua. Jakarta. Ikatan dokter Anak Indonesia: 2008.
3. Budiharta S. Seminar Nasional Bahaya Dan Ancaman Leptospirosis : Epidemiologi
Leptospirosis. Yogyakarta: 2002.
4. World Health Organization/ International Leptospirosis Society. Human Leptospirosis
Guidance for Diagnosis, Surveillance and Control. Geneva. WHO: 2003.
5. Arvin. Nelson Ilmu Kesehatan Anak : Infeksi Spiroketa. Edisi 15 jilid 2. Jakarta.
Penerbit Buku Kedokteran EGC: 2007.
6. Departemen Kesehatan. Pedoman Tatalaksana Kasus dan Pemeriksaan Laboratorium
Leptospirosis di Rumah Sakit : Leptospira. Jakarta. Bagian Pemberantasan Penyakit
Menular dan Penyehatan Lingkungan DEPKES RI: 2008.
7. Dharmojono. Leptospirosis : Waspadailah Akibatnya!. Jakarta. Pustaka Populer Obor:
2002.
8. Iskandar Z, Nelwan RHH, Suhendro. Leptospirosis : Gambaran Klinis di RSUPNCM.
Jakarta. RSUPNCM: 2002.
9. Riyanto B, Gasem MH, Pujianto B, Smits H. Leptospira Sevoars in Patient with
Severe Leptospirosis Admitted to Hospitals of Semarang. Buku Abstrak Konas VIII
PETRI. Malang. PETRI: 2002.