leng kap

97
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia terdiri dari gugusan pulau-pulau sebanyak 17.508 dengan luas perairan laut Indonesia diperkirakan sebesar 5,8 juta km 2 dan panjang garis pantai 95.181 km, keadaan yang demikian menyebabkan Indonesia banyak memiliki potensi yang cukup besar di bidang perikanan, mulai dari prospek pasar baik dalam negeri maupun internasional. Subsektor perikanan merupakan salah satu subsektor pembangunan yang memiliki peranan yang cukup strategis dalam perekonomian nasional, bahkan subsektor ini merupakan salah satu subsektor penerimaan devisa negara yang penting. Pembangunan perikanan sebagai bagian dari pembangunan nasional, diarahkan untuk mendukung tercapainya tujuan dan cita-cita luhur bangsa Indonesia dalam mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Harapan untuk menjadikan subsektor ini sebagai pendukung dalam pencapaian tujuan tersebut didasarkan pada potensi perikanan laut yang dimiliki.

Upload: riko-sampurna-simatupang

Post on 12-Dec-2014

83 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

efgrahjytjtujuykyuk

TRANSCRIPT

Page 1: Leng Kap

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia terdiri dari

gugusan pulau-pulau sebanyak 17.508 dengan luas perairan laut Indonesia

diperkirakan sebesar 5,8 juta km2 dan panjang garis pantai 95.181 km, keadaan

yang demikian menyebabkan Indonesia banyak memiliki potensi yang cukup besar

di bidang perikanan, mulai dari prospek pasar baik dalam negeri maupun

internasional.

Subsektor perikanan merupakan salah satu subsektor pembangunan yang

memiliki peranan yang cukup strategis dalam perekonomian nasional, bahkan

subsektor ini merupakan salah satu subsektor penerimaan devisa negara yang

penting. Pembangunan perikanan sebagai bagian dari pembangunan nasional,

diarahkan untuk mendukung tercapainya tujuan dan cita-cita luhur bangsa Indonesia

dalam mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Harapan untuk menjadikan

subsektor ini sebagai pendukung dalam pencapaian tujuan tersebut didasarkan

pada potensi perikanan laut yang dimiliki.

Kekayaan Indonesia berupa sumberdaya perikanan yang sangat luas

menjadi modal dasar dalam pembangunan nasional sekaligus memiliki potensi yang

sangat besar bagi pembangunan kelautan dan perikanan. Melihat potensi tersebut,

usaha bisnis perikanan di Indonesia menunjukkan masa depan yang sangat baik.

Terutama bila dilihat dari data permintaan ekspor dari tahun ke tahun semakin

meningkat. Sesuai dengan visi Departemen Kelautan dan Perikanan yaitu Indonesia

penghasil produk kelautan dan perikanan terbesar 2015, dan misi DKP yaitu,

Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat Kelautan dan Perikanan, serta sasaran

Page 2: Leng Kap

2

strategi DKP, yitu: 1) Memperkuat kelembagaan dan SDM secara terintegrasi; 2)

Mengelola sumberdaya kelautan dan perikanan secara berkelanjutan; 3)

Meningkatkan produktivitas dan daya saing berbasis pengetahuan; 4) Memperluas

akses pasar domestik dan internasional (DKP, 2009), dan kebijakan dirjen Perikanan

Budidaya adalah program intensifikasi pembudidayaan ikan atau INBUDKAN. Salah

satu program pembangunan perikanan budidaya, yaitu menitikberatkan pada INBUD

kerapu selain udang, nila dan rumput laut. maka melalui usaha budidaya laut

khususnya komoditas ikan kerapu, diharapkan akan mempercepat upaya pemulihan

ekonomi terutama untuk meningkatkan perolehan devisa negara dari hasil eksport.

Komoditas ikan laut jenis kerapu merupakan komoditas andalan dan

permintaan dari pasar eksport (Singapura dan Hongkong) dari tahun ketahun terus

meningkat. Salah satu jenis ikan yang memiliki prospek cerah untuk dibudidayakan

adalah ikan kerapu. Ikan kerapu tikus (Cromileptes altivelis) merupakan salah satu

jenis ikan yang memiliki nilai ekonomis tinggi serta memilih peluang pasar dalam dan

luar negeri yang sangat baik. Ikan kerapu ini sudah menjadi menu istimewa di hotel

dan restoran terkemuka, baik di Indonesia, Hongkong, Taiwan, Jepang maupun

Singapura. Permintaan pasar internasional akan ikan kerapu yang cenderung terus

meningkat, memberikan peluang besar bagi Indonesia untuk meningkatkan hasil

tangkapannya (Kordi, 2001).

Selain mendorong pertumbuhan ekspor, pengembangan budidaya kerapu

juga menjadi elternatif solusi dalam permasalahan penurunan populasi di alam

akibat penangkapan yang intensif dan kerusakan terumbu karang sebagai habitat

ikan kerapu (Sudirman, 2008)

Dari berbagai penelitian, diperoleh data potensi lestari sumberdaya

perikanan laut Indonesia sebesar 6,4 juta ton pertahun. Termasuk di dalamnya ikan

Page 3: Leng Kap

3

demersal sebesar 1,36 juta ton dan ikan karang sebesar 145 ribu ton. Penangkapan

yang diperbolehkan adalah 80 persen dari potensi lestari atau sekitar 5,12 juta ton

per tahun. (Nikujuluw 2002).

Wilayah perairan kota Ambon memiliki sumberdaya perikanan yang sangat

potensial ditinjau dari besaran stok maupun peluang pemanfaatan dan

pengembangannya. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian dan analisis terhadap

kelimpahan stok potensi lestari. Wilayah perairan laut Kota Ambon memiliki salah

satu komoditi perikanan tergolong potensial untuk dikembangkan yaitu sumberdaya

ikan demersal, komoditi perikanan penting ini tersebar diseluruh wilayah ekologis

perairan pesisir dan laut Kota Ambon.

Perairan kota Ambon memiliki potensi kelautan dan perikanan yang sangat

diandalkan. Potensi berupa perikanan tangkap meliputi luas wilayah laut 136.116.1

Km2 dengan panjang garis pantai 1.256.230 Km2 dari luas wilayah 147.480.6 Km2.

Potensi sumber daya ikan yang dimiliki sebesar 484.532 ton/tahun dengan jumlah

tangkapan yang diperbolehn (JBT) sebesar 387.324 ton/tahun.

Potensi tersebut baru dimanfaatkan sebesar 41.307.1 ton/tahun. (BPMD prop.

Maluku, 2007)

Perairan kota Ambon dengan substrat lumpur berpasir dan mempunyai

kawasan terumbu karang dengan luas 1.667,4 Ha (baik 1.202 Ha dan rusak 469,8

Ha) merupakan daerah penangkapan ikan demersal dan ikan karang yang potensial

seperti jenis kakap merah (Prestoporoides), lencam (Lethrinudae) ekor kuning,

pisang-pisang (Coesionidae), baronang dan jenis-jenis kerapu seperti kerapu sunu

(Plectropomus spp), napolleon wrase, kerapu bebek (Cromileptes altivelis) dan

kerapu lumpur/balong/estuary grouper (Epinephelus spp). Pada tahun 2004 produksi

ikan kerapu yang dicapai sebesar 352,56 ton dimana tingkat pemanfaatannya masih

Page 4: Leng Kap

4

kecil sehingga peluang untuk investasi masih sangat terbuka. (BPMD prop. Maluku,

2007)

Berkembangnya pasaran ikan kerapu hidup karena adanya perubahan selera

konsumen dari ikan mati atau beku kepada ikan dalam keadaan hidup, telah

mendorong masyarakat untuk memenuhi permintaan pasar ikan kerapu melalui

usaha budidaya. ikan kerapu (Epinephelus spp.) telah dilakukan dibeberapa tempat

di Indonesia, namun dalam proses pengembangannya masih menemui kendala,

karena keterbatasan benih.

Dari informasi pasar diketahui permintaan kerapu baik ukuran kecil sebagai

ikan hias maupun ukuran konsumsi terus meningkat. Kerapu tikus ukuran kecil

(4 – 5 cm) laku dijual dengan harga Rp 7000/ekor, sedangkan ukuran konsumsi

dengan berat 400 – 500 gram/ekor laku dijual di pasar lokal dengan harga tahun

2000 sekita Rp 250.000 – Rp 300.000/Kg, bahkan untuk pasar ekspor seperti

Hongkong, Taiwan dan Cina harga kerapu ukuran konsumsi sekitar US$ 55/Kg

(Akbar dan Sudaryanto, 2002).

Perdagangan ikan kerapu khususnya untuk tujuan ekspor sudah berjalan

cukup lama, dengan mengandalkan pasokan dari hasil tangkapan. Hal ini telah

mendorong intensitas eksploitasi penangkapan ikan kerapu dengan berbagai cara,

sehingga seringkali berpotensi merusak terumbu karang yang merupakan habitat

alami ikan kerapu. Menyadari fenomena meningkatnya kerusakan terumbu karang

yang dapat mengancam kelestarian stok ikan di alam serta untuk menjaga

kontinyuitas pasokan ikan kerapu hidup khususnya untuk tujuan ekspor. Pemerintah

telah membuat kebijakan untuk mengembangkan teknologi budidaya ikan kerapu

yang meliputi perbenihan (hatchrey) di bak kontrol dan pembesaran pada Keramba

Jaring Apung (KJA).

Page 5: Leng Kap

5

Pada konteks inilah yang menarik perhatian penulis untuk melakukan

penelitian yang berkaitan dengan “Strategi Pengembangan Usaha Budidaya Ikan

Kerapu (Epinephelus spp) Pada Keramba Jaring Apung (Studi Kasus di Teluk

Ambon Kecamatan Baguala Kota Ambon)”.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas maka dapat dirumuskan beberapa masalah

sebagai berikut :

1. Berapa keuntungan yang diperoleh pembudidaya Ikan kerapu di keramba jaring

apung (KJA)

2. Faktor Internal dan faktor Eksternal apa saja yang mempengaruhi

pengembangan usaha ikan kerapu (Epinephelus spp)

3. Bagaimana Strategi Pengembangan Usaha Ikan Kerapu (Epinephelus spp)

1.3 Tujuan dan Kegunaan

Adapun tujuan dilaksanakannya Penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui keuntungan yang diperoleh pembudidaya Ikan kerapu di

keramba jaring apung (KJA)

2. Untuk mengetahui faktor internal dan faktor eksternal yang mempengaruhi

pengembangan usaha budidaya ikan kerapu

3. Untuk mengetahui Strategi Pengembangan Usaha Ikan Kerapu di perairan teluk

Ambon bagian dalam.

Sedangkan kegunaan dari penelitian ini adalah:

Page 6: Leng Kap

6

1. Sebagai bahan masukan, pertimbangan, dan sumbang saran bagi pihak yang

terkait (Stakeholders) yaitu pemerintah daerah, perusahaan, atau masyarakat

sekitarnya untuk pengembangan usaha ikan kerapu.

2. Sebagai bahan referensi untuk studi lebih lanjut bagi peneliti atau pihak yang

memerlukannya.

Page 7: Leng Kap

7

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Klasifikasi Ikan Kerapu

Klasifikasi lengkap dari Ikan Kerapu (Epinephelus spp.) menurut Saanin

(1995) sebagai berikut:

Filum : Chordata

Klas : Pisces

Ordo : Perciformes

Familia : Serranidae

Genus : Epinephelus

Gambar 1. Ikan kerapu lumpur (Cromileptes altivelis)(kiri), ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) (kanan)

Menurut Kordi dalam prospek pengembangan ikan kerapu (Darma, 2005),

Ikan Kerapu yang biasa disebut goropa, sunu atau kasai memiliki jenis yang cukup

banyak. Diperkirakan terdapat lebih dari 46 spesies yang hidup di berbagai tipe

habitat (tempat hidup). Spesies-spesies tersebut berasal dari 7 genus yang berbeda

yaitu: Aethaloperca, Anyperodon, Cephalopholis, Epinephelus, Plectropoma,

Cromileptes dan Variola.

Page 8: Leng Kap

8

2.2. Deskripsi Ikan Kerapu

Ikan Kerapu (Epinephelus spp.) tergolong dalam serranidae. Tubuhnya

tertutup oleh sisik-sisik kecil. Kebanyakan tinggal di terumbu karang dan sekitarnya

meskipun adapula yang hidup di pantai sekitar muara sungai. Umumnya kerapu

tidak senang pada air dengan salinitas yang sangat rendah. Kerapu juga tergolong

ikan buas (Nontji, 2002).

Ikan Kerapu merupakan ikan asli air laut yang hidup diberbagai habitat

tergantung dari jenisnya. Ada yang hidup di daerah berkarang, daerah berlumpur,

daerah berpasir ataupun daerah yang dasar perairannya merupakan campuran

antara patahan karang dan pasir.

Ikan Kerapu memiliki ciri-ciri sebagai berikut: berbadan kekar, berkepala

besar dan bermulut lebar. Seluruh tubuhnya ditutupi oleh sisik-sisik kecil. Pada

pinggiran operculum bergerigi dan terdapat duri pada operculum tersebut. Dua sirip

punggungnya yang pertama, berbentuk duri-duri, jarang berpisah. Semua jenis

kerapu mempunyai 3 duri pada sirip dubur dan 3 duri pada pinggiran operculum.

Ikan Kerapu dikenal sebagai predator atau piscivorous yaitu pemangsa jenis

ikan-ikan kecil, plankton hewani (zooplankton), udang-udangan, invertebrata dan

hewan-hewan kecil lainnya (Kordi, 2001).

Daerah penyebaran kerapu di mulai dari Afrika Timur sampai Pasifik Barat

Daya. Di Indonesia, ikan kerapu banyak ditemukan di perairan Pulau Sumatera,

Jawa, Sulawesi, Pulau Buru, dan Ambon. Salah satu indikator adanya kerapu adalah

perairan karang. Indonesia memiliki perairan karang yang cukup luas sehingga

potensi sumberdaya kerapunya sangat besar. (www.AnneAhira.com).

Page 9: Leng Kap

9

Dalam siklus hidupnya, pada umumnya ikan kerapu muda hidup di perairan

karang pantai dengan kedalaman 0,5 - 3 m, selanjutnya menginjak dewasa beruaya

ke perairan yang lebih dalam antara 7 - 40 m. Telur dan larvanya bersifat pelagis,

sedangkan kerapu muda dan dewasa bersifat demersal. Habitat favorit larva dan

kerapu tikus muda adalah perairan pantai dengan dasar pasir berkarang yang

banyak ditumbuhi padang lamun.

Parameter-parameter ekonlogis yang cocok untuk pertumbuhan ikan kerapu

yaitu temperatur antara 24 – 310C, salinitas antara 30 -33 ppt, kandungan oksigen

terlarut > 3,5 ppm dan pH antara 7,8 - 8. Perairan dengan kondisi seperti ini, pada

umumnya terdapat di perairan terumbu karang (www.AnneAhira.com).

Menurut Kordi dalam Usaha Pembesaran Ikan Kerapu di Tambak (2001),

Ikan Kerapu yang biasa disebut goropa, sunu atau kasai memiliki jenis yang cukup

banyak. Diperkirakan terdapat lebih dari 46 spesies yang hidup di berbagai tipe

habitat (tempat hidup). Spesies-spesies tersebut berasal dari 7 genus yang berbeda

yaitu: Aethaloperca, Anyperodon, Cephalopholis, Epinephelus, Plectropoma,

Cromileptes dan Variola.

2.3 Budidaya Ikan Dalam Keramba Jaring Apung

Budidaya ikan air laut merupakan salah satu upaya pemanfaatan

sumberdaya perairan untuk memproduksi komoditas perikanan. Kegiatan memiliki

perluang besar untuk dikembangkan bagi upaya peningkatan produksi perikanan

yang berkelanjutan di masa mendatang (Sudirman dan Yusri, 2008)

Tim peneliti undana (2006) menyatakan bahwa budidaya ikan kerapu dapat

dilakukan dengan menggunakan bak semen atau pun dengan menggunakan

keramba jaring apung (KJA).

Page 10: Leng Kap

10

Kajian yang dilakukan oleh Pongasapan, dkk (2001) menyatakan bahwa

budidaya ikan dengan sistem Keramba Jaring Apung (KJA) mempunyai keunggulan

diantaranya: hemat lahan, tingkat produktivitas tinggi yaitu 350 – 400 Kg/M3/musim

tanam, tidak memerlukan pengelolaan air yang khusus sehingga dapat menekan

input biaya produksi, mudah dipantau, unit usaha dapat diatur sesuai kemampuan

modal, pemanenan mudah.

Diah (2010) mengatakan bahwa prospek pengembangan budidaya ikan

kerapu dalam keramba jaring apung (KJA) cukup cerah. Meskipun sistem budidaya

ini masih relatif baru, namun beberapa daerah telah memperlihatkan perkembangan

yang pesat. Budidaya ikan dalam keramba tidak mempunyai standar yang khusus,

sehingga banyak sekali keragamannya meliputi bentuk ukuran dan badan konstruksi

keramba.

Rachman dan Tonnek (2001) menyatakan bahwa potensi perairan secara

teknik yang layak untuk budidaya ikan dalam Keramba Jaring Apung cukup luas,

namun diperlukan adanya inventarisasi, identifikasi dan karakterisasi sebagai acuan

dalam penentuan lokasi begitu besar artinya dalam kegiatan ini, sehingga data

potensi dapat diketahui secara rinci untuk dijadikan acuan dalam pengelolaan dan

pemanfaatan secara rasional.

Keberhasilan pengembangan dan sosialisasi tekhnologi budidaya ikan

kerapu oleh pemerintah khususnya untuk jenis macan, bebek dan lumpur serta

diperkuat oleh tinggi dan stabilnya harga jual kerapu hidup dan semakin

meningkatnya permintaan ekspor, telah mengundang para pengusaha untuk masuk

dalam bisnis budidaya kerapu, baik pada kegiatan pembenihan maupun

pembesaran.

Page 11: Leng Kap

11

- Pemilihan Benih

Kriteria benih kerapu yang baik, adalah : ukurannya seragam, bebas

penyakit, gerakan berenang tenang serta tidak membuat gerakan yang tidak

beraturan atau gelisah tetapi akan bergerak aktif bila ditangkap, respon terhadap

pakan baik, warna sisik cerah, mata terang, sisik dan sirip lengkap serta tidak cacat

tubuh.

- Penebaran Benih

Proses penebaran benih sangat berpengaruh terhadap kelangsungan hidup

benih. Sebelum ditebarkan, perlu diadaptasikan terlebih dahulu pada kondisi

lingkungan budidaya. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam adaptasi ini,

adalah : (a) waktu penebaran (sebaikanya pagi atau sore hari, atau saat cuaca

teduh), (b) sifat kanibalisme yang cenderung meningkat pada kepadatan yang tinggi,

dan (c) aklimatisasi, terutama suhu dan salinitas.

- Pendederan

Benih ikan kerapu ukuran panjang 4 – 5 cm dari hasil tangkapan maupun

dari hasil pembenihan, didederkan terlebih dahulu dalam jaring nylon berukuran

1,5x3x3 m dengan kepadatan ± 500 ekor. Sebulan kemudian, dilakuan grading

(pemilahan ukuran) dan pergantian jaring. Ukuran jaringnya tetap, hanya

kepadatannya 250 ekor per jaring sampai mencapai ukuran glondongan (20 – 25 cm

atau 100 gram). Setelah itu dipindahkan ke jarring besar ukuran 3x3x3 m dengan

kepadatan optimum 500 ekor untuk kemudian dipindahkan ke dalam keramba

pembesaran sampai mencapai ukuran konsumsi (500 gram).

- Pakan dan Pemberiannya

Biaya pakan merupakan biaya operasional terbesar dalam budidaya ikan

kerapu dalam KJA. Oleh karena itu, pemilihan jenis pakan harus benar-benar tepat

Page 12: Leng Kap

12

dengan mempertimbangkan kualitas nutrisi, selera ikan dan harganya. Pemberian

pakan diusahakan untuk ditebar seluas mungkin, sehingga setiap ikan memperoleh

kesempatan yang sama untuk mendapatkan pakan. Pada tahap pendederan, pakan

diberikan secara ad libitum (sampai kenyang). Sedangkan untuk pembesaran adalah

8-10% dari total berat badan per hari. Pemberian pakan sebaiknya pada pagi dan

sore hari. Pakan alami dari ikan kerapu adalah ikan rucah (potongan ikan) dari jenis

ikan tanjan, tembang, dan lemuru. Benih kerapu yang baru ditebardapat diberi pakan

pelet komersial. Untuk jumlah 1000 ekor ikan dapat diberikan 100 gram pelet per

hari. Setelah ± 3-4 hari, pelet dapat dicampur dengan ikan rucah.

- Hama dan Penyakit

Jenis hama yang potensial mengganggu usaha budidaya ikan kerapu adalah

ikan buntal, burung, dan penyu. Sedang, jenis penyakit infeksi yang sering

menyerang ikan kerapu adalah : (a) penyakit akibat serangan parasit, seperti :

parasit crustacea dan flatworm, (b) penyakit akibat protozoa, seperti :

cryptocariniasis dan broollynelliasis, (c) penyakit akibat jamur (fungi), seperti :

saprolegniasis dan ichthyosporidosis, (d) penyakit akibat serangan bakteri, (e)

penyakit akibat serangan virus, yaitu VNN (Viral Neorotic Nerveus).

- Panen dan Penanganan Pasca Panen

Beberapa hal yang perlu diperhatikan udanntuk menjaga kualitas ikan

kerapu, antara lain : penentuan waktu panen,peralatan panen, teknik panen, serta

penanganan pasca panen. Watu panen, biasanya ditentukan oleh ukuran

permintaan pasar. Ukuran super biasanya berukuran 500 – 1000 gram dan

merupakan ukuran yang mempunyai nilai jual tinggi. Panen sebaiknya dilakukan

pada padi atau sore hari sehingga dapat mengurangi stress ikan pada saat panen.

Peralatan yang digunakan pada saat panen, berupa : scoop, kerancang, timbangan,

Page 13: Leng Kap

13

alat tulis, perahu, bak pengangkut dan peralatan aerasi. Teknik pemanenan yang

dilakukan pada usaha budidaya ikan kerapu dengan metoda panen selektif dan

panen total. Panen selektif adalah pemanenan terhadap ikan yang sudah mencapai

ukuran tertentu sesuai keinginan pasar terutama pada saat harga tinggi. Sedang

panen total adalah pemanenan secara keseluruhan yang biasanya dilakukan bila

permintaan pasar sangat besar atau ukuran ikan seluruhnya sudah memenuhi

kriteria jual.

Penanganan pasca panen yang utama adalah masalah pengangkutan

sampai di tempat tujuan. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga agar kesegaran ikan

tetap dalam kondisi baik. Ini dilakukan dengan dua cara yaitu pengangkutan terbuka

dan pengangkutan tertutup. Pengangkutan terbuka digunakan untuk jarak angkut

dekat atau dengan jalan darat yang waktu angkutnya maksimal hanya 7 jam. Wadah

angkutnya berupa drum plastik atau fiberglass yang sudah diisi air laut sebanyak ½

sampai 2/3 bagian wadah sesuai jumlah ikan. Suhu laut diusahakan tetap konstan

selama perjalanan yaitu 19-210C. Selama pengangkutan air perlu diberi aerasi.

Kepadatan ikan sekitar 50kg/wadah.

2.4. Strategi Pengembangan Usaha

Dalam Rangkuti (2008), Strategi merupakan alat untuk mencapai tujuan

perusahan dalam kaitannya dengan tujuan jangka panjang, program tidak lanjut,

serta proritas alokasi sumber daya.

Menurut Rangkuti (2008), Suatu perusahan dapat mengembangkan strategi

untuk mengatasi ancaman eksternal dan merebut peluang yang ada. Tujuan

perencanaan strategis adalah agar perusahan dapat melihat secara objektif kondisi-

Page 14: Leng Kap

14

kondisi internal dan eksternal, hingga dapat mengantisipasi perubahan lingkungan

eksternal.

Strategi dibuat untuk mendukung penerapan misi dan strategi perusahan,

yaitu sebagai berikut:

- Strategi kualitas

Bagaimana menentukan persepsi konsumen mengenai kulaitas yang

diharapkan. Perusahan juga harus merumuskan secara jelas kebijakan serta

prosedur untuk mencapai kualitas seperti yang diharapakan oleh konsumen agar ia

dapat bersaing untuk memperoleh keunggulan bersaing. Misalnya keunggulan

besaing dalam hal kualitas yang baik dan kosisten, harga relative rendah, kecepatan

pelayanan, dan lain-lain.

- Strategi Produk

Strategi ini meliputi biaya produksi, kualitas. keputusan sumberdaya

manusia, dan interaksi dengan desain produk. Untuk menentukan strategi produk

yang sesuai dengan potensi dan tingkat persaingan eksternal, perusahan perlu

menganalisis daur hidup produk tersebut.

- Strategi Proses

Factor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam proses produksi adalah

teknologi yang digunakan, kualitas, pendayagunaan tenaga kerja manusia dan

peraltan.

- Strategi Fasilitas

Secara kesluruhan ada empat strategi fasilitas, yaitu ukuran dan struktur,

lokasi, tata letak, dan sitem material handling. Keputusan mengenai strategi

fasiliatas sangat bergantung pada strategi keuangan dan strategi pemasaran

(Rangkuti, 2008)

Page 15: Leng Kap

15

Suatu perusahan dapat mengembangkan strategi untuk mengatasi ancaman

eksternal dan merebut peluang yang ada. Proses analisis perumusan dan evaluasi

strategi disebut perencananaan strategis. Tujuan utama perencanaan strategis

adalah agar perusahaan dapat mengantisipasi perubahan lingkungan eksternal.

Dalam hal ini dapat dibedakan secara jelas fungsi manajemen, konsumen,

distributor , dan memiliki produk yang sesuai dengan keinginan konsumen dengan

dukungan yang optimal dari sumberdaya yang ada (Rangkuti,2008).

Upaya pengembangan bisnis pada awalnya ditentukan oleh kemampuan

untuk mengidentifikasi/mendiagnosis faktor internal (kekuatan-kelemahan) dan

faktor eksternal (peluang-ancaman). Hasil identififkasi ini kemudian banyak

digunakan sebagai landasan untuk memformulasikan kegiatan dan menentukan

standar keberhasilan usaha. Tekhnik identifikasi ini disebut analisis SWOT

(Strengths, Weakness, Opportunities, Threats). Analisis SWOT didasarkan pada

logika yang dapat memaksimalkan kekuatan dan peluang namun secara bersamaan

meminimalkan kelemahan dan ancaman (Rafika, 2005).

2.5. Biaya

Biaya adalah semua pengeluaran yang harus dikeluarkan untuk memperoleh

faktor-faktor produksi dan bahan penunjang lainya akan didayagunakan agar

produk-produk tertentu yang telah direncanakan dapat terwujud dengan baik

(Mubyarto, 2002).

Biaya adalah semua pengeluaran yang diperlukan untuk menghasilkan

produksi selama priode tertentu. Pengeluaran total atau biaya total suatu usaha

merupakan pengeluaran tunai usaha yang ditujukan oleh jumlah uang yang

dibayarkan untuk membeli barang dan jasa bagi usaha tersebut. Biaya tetap

Page 16: Leng Kap

16

diartikan sebagai biaya yang dikeluarkan dalam suatu usaha yang besar kecilnya

mempengaruhi besarnya jumlah produksi, (Haryadi, 2002).

2.6 Analisis SWOT

Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk

merumuskan strategi suatu usaha. Analisis SWOT ini didasarkan pada logika yang

memaksimalkan kekuatan (Strenghts) dan peluang (Opportunitis) namun secara

bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weakness) dan ancaman (Threats).

Proses pengambilan keputusan yang strategis selalu berkaitan dengan

pengembangan misi, tujuan, strategi dan kebijakan perusahaan. Dengan demikian

perencanaan strategi harus menganalisis factor-faktor strategi perusahan

(kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman) dalam kondisi yang ada saat ini.

Analisis SWOT membantu para pengambil keputusan untuk

mengembangkan strategi dalam suatu organisasi berdasarkan atas informasi yang

dikumpulkan. Analisis ini juga membantu organisasi untuk mencapai kesuksesan

strategi dengan cara meningkatkan aspek-aspek kelemahan dan tantangannya.

Strategi yang telah ditetapkan dan dilaksanakan harus dinilai kembali apakah

relevan dengan keadaan dan kondisi saat penilaian dan evaluasi ini diketahui

dengan menggunakan analisis SWOT (Strengths, Weakness, Opportunities,

threats). Hasil analisis tersebut digunakan sebagai dasar untuk menyusun dan

menetapkan strategi yang akan dijalankan di masa yang akan datang.

Menurut Rangkuti (2008) Analisis ini membandingkan antara faktor internal

(kekuatan dan kelemahan) dan Faktor eksternal (peluang dan ancaman). Analisis

SWOT digunakan untuk membandingkan faktor eksternal dan faktor internal. Faktor

Page 17: Leng Kap

BERBAGAI PELUANG

BERBAGAI ANCAMAN

KELEMAHANINTERNAL

KEKUATANINTERNAL

17

eksternal terdiri dari peluang dan ancaman, sedangkan faktor internal terdiri dari

kekuatan dan kelemahan.

Gambar 2. Diagram Analisis SWOT

Kuadran I :

Ini merupakan situasi yang menguntungkan. Perusahaan tersebut memiliki

peluang dan kekuatan sehingga dapat memanfaatkan peluang yang ada. Strategi

yang diterapkan dalam kondisi ini adalah mendukung kebijakan pertumbuhan yang

agresif.

Kuadran II :

Meskipun menghadapi berbagai ancaman, perusahaan ini masih memiliki

kekuatan dari segi internal. Strategi yang harus diterapkan adalah menggunakan

kekuatan untuk memanfaatkan peluang jangka panjang dengan cara strategi

diversifikasi (produk/pasar).

Kuadran III :

Perusahaan menghadapi peluang pasar yang sangat besar, tetapi di lain

pihak menghadapi beberapa kendala/kelemahan internal. Fokus strategi ini yaitu

1. Mendukung strategi agresif

3. Mendukung strategi turn around

2 Mendudukung strategi defersifikasi

4. Menedukung strategi defensif

Page 18: Leng Kap

18

meminimalkan masalah internal perusahaan sehingga dapat merebut pasar yang

lebih baik (turn around).

Kuadran IV :

Ini merupakan situasi yang sangat tidak menguntungkan, perusahaan

tersebut menghadapi berbagai ancaman dan kelemahan internal. Fokus strategi

yaitu melakukan tindakan penyelamatan agar terlepas dari kerugian yang lebih

besar (defensive).

Matrik SWOT merupakan alat pencocokan yang penting untuk membantu

para manajer mengembangkan empat tipe strategi: Strategi SO (Strengths-

Opportunities), Strategi WO (Weaknesses-Opportunities), Strategi ST (Strengths-

Threats), dan Strategi WT (Weaknesses-Threats).

Dalam analisis SWOT (Rangkuti, 2008) dilakukan perbandingan antara

faktor-faktor strategis internal maupun eksternal untuk memperoleh strategi terhadap

masing-masing faktor tersebut, kemudian dilakukan skoring. Berdasarkan hasil yang

diperoleh kemudian ditentukan fokus rekomendasi strategi.

Suatu perusahaan dapat mengembangkan strategi untuk mangatasi

ancaman eksternal dan merebut peluang yang ada. Proses analisis, perumusan dan

evaluasi strategi disebut perencanaan strategi.

Tujuan utama perencanaan strategis adalah agar perusahaan dapat melihat

secara objektif kondisi internal dan eksternal ke masa depan. Dalam hal ini, dapat

dibedakan secara jelas fungsi manajemen, konsumen, distributor dan pesaing. Jadi

perencanaan strategis penting untuk memperoleh keunggulan bersaing dan memiliki

produk yang sesuai dengan keinginan konsumen dengan dukungan yang optimal

dari sumberdaya yang ada (Rangkuti,2008),

Page 19: Leng Kap

19

Alat yang digunakan dalam menyusun faktor-faktor strategis perusahaan

adalah matriks SWOT. Matriks ini menggambarkan secara jelas bagaimana peluang

dan ancaman internal yang dihadapi dapat disesuaikan dengan kekuatan dan

kelemahan internal yang dimiliki. Matrik ini dapat menghasilkan empat set

kemungkinan alternatif strategis, seperti pada Tabel 1. berikut :

Tabel 1. Contoh Matrik SWOT Faktor

Internal

Faktor Eksternal

Strength (S)

Menetukan beberapa

faktor kekuatan internal

Weakness (W)

Menentukan beberapa

faktor kelemahan internal

Opportunity (O)

Menetukan beberapa

faktor peluang eksternal

Strategi (SO)

Menciptakan situasi yang

menggunakan kekuatan,

untuk memanfatkan

peluang

Strategi (WO)

Meminimalkan

kelemahan untuk

memanfatkan peluang

Treaths (T)

Menentukan beberapa

faktor ancaman eksternal

Strategi (ST)

Menggunakan kekuatan

untuk mengatasi ancaman

Strategi (WT)

Meminimalkan

kelemahan dan

menghindari ancaman

Sumber : Rangkuti, 2008

Berdasarkan Matriks SWOT diatas maka didapatkan 4 langkah strategi yaitu

sebagai berikut :

1. Strategi SO

Strategi ini dibuat berdasarkan jalan pikiran perusahaan, yaitu dengan

memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang

Page 20: Leng Kap

20

sebesar-besarnya. Strategi SO menggunakan kekuatan internal perusahaan untuk

memanfaatkan peluang eksternal.

2. Strategi ST

Strategi ini menggunakan kekuatan yang dimiliki perusahaan untuk

mengatasi ancaman. Strategi ST menggunakan kekuatan internal perusahaan untuk

menghindari atau mengurangi dampak ancaman eksternal.

3. Strategi WO

Strategi ini diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan

cara meminimalkan kelemahan yang ada. Strategi WO bertujuan untuk memperbaiki

kelemahan internal dengan memanfaatkan peluang eksternal.

4. Strategi WT

Strategi ini didasarkan pada kegiatan yang bersifat defensif dan berusaha

meminimalkan kelemahan serta menghindari ancaman. Strategi WT bertujuan untuk

mengurangi kelemahan internal dengan menghindari ancaman eksternal.

Dalam kondisi dan iklim persaingan suatu perusahaan perlu melakukan

analisis tentang kedudukannya dengan tepat, para perumus kebijakan strategis

diharapkan dapat mengmbil langkah-langkah strategis yang memungkinkannya

memanfatkan peluang yang timbul dalam kondisi yang dihadapinya.

Faktor kekuatan dan kelemahan terdapat dalam suatu organisasi (Internal)

termasuk satuan bisnis tertentu sedangkan peluang dan ancaman merupakan

faktor-faktor lingkungan yang dihadapi oleh organisasi atau perusahaan atau satuan

bisnis yang bersangkutan instrument yang ampuh dalam melakukan analisis

strategik, keampuhan tersebut terletak pada kemampuan para penentu strategi

perusahaan untuk memaksimalkan peran faktor kekuatan dan pemanfaatan peluang

sehingga sekaligus berperan sebagai alat untuk meminimalisasi kelemahan yang

Page 21: Leng Kap

21

terdapat dalam tubuh organisasi dan menekan dampak ancaman yang timbul dan

harus dihadapi.

Jika para penentu strategi perusahaan mampu melakukan kedua hal

tersebut dengan tepat, biasanya upaya untuk memilih dan menentukan strategi yang

efektif memberikan hasil yang diharapkan (Siagian, 2000).

2.7. Kerangka Pikir

Potensi sumberdaya perikanan memiliki prospek yang sangat menjanjikan

untuk dikembangkan demi tercapainya tingkat pendapatan dan kesejahteraan bagi

masyarakat, khususnya nelayan. Salah satu jenis komoditi perikanan yang dirintis

untuk meningkatkan pendapatan adalah pembudidayaan/pemeliharaan ikan kerapu

Dasar pemikiran adalah bahwa ikan kerapu mempunyai nilai ekonomi yang tinggi

baik dipasaran lokal maupun internasional.

Perdagangan ikan kerapu khususnya untuk tujuan ekspor mendorong

intensitas eksploitasi penangkapan dengan berbagai cara sehingga berpotensi

merusak terumbu karang yang merupakan habitat alami ikan kerapu. Untuk itu

dibuat kebijakan berupa pengembangan teknologi budidaya yang meliputi

pembudidayaan/pemeliharaan pada keramba jaring apung (KJA).

Keramba Jaring Apung (KJA) mempunyai keunggulan diantaranya: hemat

lahan, tingkat produktivitas tinggi yaitu 350 – 400 Kg/M3/musim tanam, tidak

memerlukan pengelolaan air yang khusus sehingga dapat menekan input biaya

produksi, mudah dipantau, unit usaha dapat diatur sesuai kemampuan modal,

pemanenan mudah.

Faktor internal mencakup kekuatan, yaitu kemampuan internal yang

memungkinkan suatu usaha mencapai sasaran, dan kelemahan yakni

Page 22: Leng Kap

22

ketidakmampuan internal yang mengakibatkan usaha tidak dapat mencapai

sasarannya. Sedangkan faktor eksternal terdiri dari dua, faktor strategik yaitu

peluang yang diartikan sebagai faktor eksternal yang membantu organisasai

mencapai sasarannya, dan hambatan yang diartikan sebagai faktor eksternal yang

menyebabkan organisasi tidak dapat mencapai sasarannya.

Analisis SWOT dipakai untuk mengidentifikasi berbagai faktor secara

sistematis untuk merumuskan strategi suatu usaha. Analisis ini didasarkan pada

logika yang memaksimalkan kekuatan dan peluang, namun secarara bersamaan

dapat meminimalkan kelemahan dan ancaman.

Mengacu pada hal tersebut, maka strategi pengembangan ikan kerapu

(Ephinephelus spp.) pada Keramba Jaring Apung menjadi sangat relevan dalam

peningkatan pendapatan. Kerangka pikir penelitian digambarkan secara skematis

sebagai berikut:

Page 23: Leng Kap

Strategi Pengembangan Usaha

Peluang AncamanKekuatan Kelemahan

Budidaya Ikan Kerapu Pada Keramba Jaring Apung

(Epinephelus spp)

Potensi Sumberdaya Perikanan Air Laut

Analisis SWOT

Faktor Internal Faktor Eksternal

23

Gambar 3. Skema Kerangka Pikir Strategi Pengembangan Usaha Budidaya Ikan Kerapu (Ephinephalus spp.) Pada Keramba Jaring Apung (KJA) di Teluk Ambon Kota Ambon

Page 24: Leng Kap

24

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan April – Mei 2010. Lokasi penelitian ini

berlokasi di teluk Ambon kecamatan Baguala kota Ambon. Lokasi ini dipilih secara

sengaja (Purposive) dengan pertimbangan lokasi tersebut merupakan tempat

budidaya ikan air laut khususnya ikan kerapu dengan bantuan keramba jaring

apung (KJA).

3.2 Jenis dan Metode Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian studi kasus (case study) yaitu suatu

penelitian yang lebih terarah dan terfokus pada sifat tertentu (Singarimbun, 2001).

Metode pengambilan datanya dilakukan melalui wawancara langsung dengan

responden.

3.3. Teknik Pengambilan sampel

Metode pengambilan sampel dilakukan dengan cara sensus yaitu seluruh

populasi dijadikan sampel, cara ini dilakukan karena jumlah populasi hanya 11

kelompok pembudidaya ikan yang merupakan 8 kelompok binaan dan 3 kelompok

mandiri. Hal ini sesuai dengan pendapat (Singarimbun. M, 1998) yang menyatakan

bahwa apabila jumlah populasi kurang dari 100 orang, maka seluruh populasi

dijadikan sampel.

Page 25: Leng Kap

25

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Metode atau Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah :

1. Teknik Observasi Lapangan, pengumpulan data yang dilakukan dengan terjun

langsung ke lokasi penelitian.

2. Wawancara, Tekhnik ini dimaksudkan agar data yang terkumpul dapat

melengkapi data- data yang tidak sempat dipertanyakan dalam kuisioner

sehingga data yang didapatkan semakin lengkap.

3.5 Jenis dan Sumber Data

Sumber data yang dikumpulkan pada penelitian ini adalah meliputi data

primer dan data sekunder dengan jenis data sebagai berikut:

a. Data Primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari lapangan melalui

wawancara langsung dengan responden menggunakan kuisioner dari

pengamatan (observasi) langsung di lapangan.

b. Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh dari instansi-instansi terkait

dengan masalah dan objek yang diteliti.

3.6 Analisis Data

Adapun analisis data penelitian yang digunakan adalah sebagai berikut:

a. Analisis Kualitatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

wawancara secara mendalam untuk mengetahui peran responden dan

pemerintah daerah dalam pengembangan usaha ikan kerapu

Page 26: Leng Kap

26

b. Analisis SWOT digunakan untuk mengetahui faktor – faktor yang

berpengaruh dan untuk menerapkan strategi pengembangan usaha ikan

kerapu.

Tabel 2. Matrik Faktor Strategi Eksternal

Faktor-faktor Strategis Eksternal

Bobot RatingSkor Pembobotan (Bobot x Rating)

Peluang (Opportunities/O)

Bobot peluang 1 rating peluang 1

Peluang 1 Bobot peluang 2 rating peluang 2 Peluang 2

Jumlah O A B

Ancaman (Threats/T) : bobot ancaman 1 rating ancaman 1

Ancaman 1 bobot ancaman 2 rating ancaman 2 Ancaman 2

Jumlah O C

D

Total (a+c) = 1 (b+d)

Sumber : Rangkuti, 2008

Sebelum membuat matrik faktor strategi eksternal, kita perlu mengetahui

terlebih dahulu faktor strategi eksternal (EFAS). Berikut ini adalah cara-cara

penentuan Faktor Strategis Eksternal (EFAS). Susunlah dalam kolom 1 (5 sampai

dengan 10 peluang dan ancaman).

• Beri bobot masing-masing faktor dalam kolom 2, mulai dari 1,0 (sangat

penting) sampai dengan 0,0 (tidak penting). Faktor-faktor tersebut

kemungkinan dapat memberikan dampak terhadap faktor strategis. Jumlah

seluruh bobot harus sebesar 1,0 dengan keterangan sebagai berikut :

Page 27: Leng Kap

27

0,05 = di bawah rata-rata

0,10 = rata-rata

0,15 = diatas rata-rata

0,20 = sangat kuat

• Hitung rating (dalam kolom 3) untuk masing-masing faktor dengan

memberikan skala mulai dari 4 (outstanding) sampai dengan 1 (poor)

berdasarkan pengaruh faktor tersebut terhadap kondisi perusahaan yang

bersangkutan. Pemberian nilai rating untuk faktor peluang bersifat positif

(peluang yang semakin besar diberi rating +4, tetapi jika peluangnya kecil,

diberi rating +1). Misalnya, jika nilai ancamannya sedikit ratingnya 4. Dengan

keterangan sebagai berikut :

1 = di bawah rata-rata

2 = rata-rata

3 = di atas rata-rata

4 = sangat bagus

• Kalikan bobot pada kolom 2 dengan rating pada kolom 3, untuk memperoleh

faktor pembobotan dalam kolom 4. Hasilnya berupa skor pembobotan untuk

masing-masing faktor yang nilainya bervariasi mulai dari 4,0 (outstanding)

sampai dengan 1,0 (poor).

• Jumlahkan skor pembobotan (pada kolom 4), untuk memperoleh total skor

pembobotan bagi perusahaan yang bersangkutan. Nilai total ini menunjukkan

bagaimana perusahaan tertentu bereaksi terhadap faktor-faktor strategis

eksternalnya. Total skor ini dapat digunakan untuk membandingkan

perusahaan ini dengan perusahaan lainnya dalam kelompok industri yang

sama.

Page 28: Leng Kap

28

Tabel 3. Matriks faktor strategi Internal

Faktor-faktor Strategis Internal

Bobot Rating

Skor Pembobotan

(Bobot x Rating)

Kekuatan (Streghts/S)

Bobot kekuatan 1 rating kekuatan 1

Peluang 1 Bobot kekuatan 2 rating kekuatan 2

Peluang 2...... ..... .....

Jumlah O A B

Kelemahan (Weaknesess/W) : bobot kelemahan 1 rating kelemahan 1

Ancaman 1 bobot kelemahan 2 rating kelemahan 2 Ancaman 2

.... ..... .....

Jumlah O C

D

Total (a+c) = 1 (b+d)

Matrik Total (a+c) = 1 (b+d)

Sumber : Rangkuti, 2008

Adapun tahapan pembuatan matrik faktor strategis internal adalah sebagai

berikut :

• Tentukan faktor-faktor yang menjadi kekuatan serta kelemahan perusahaan

dalam kolom 1.

• Beri bobot masing-masing faktor tersebut dengan skala mulai dari 1,0 (paling

penting) sampai 0,0 (tidak penting), berdasarkan pengaruh faktor-faktor

tersebut terhadap posisi strategis perusahaan. Semua bobot tersebut

jumlahnya tidak boleh melebihi skor total 1 ,0. Jumlah seluruh bobot harus

sebesar 1,0 dengan keterangan sebagai berikut :

Page 29: Leng Kap

29

0,05 = di bawah rata-rata

0,10 = rata-rata

0,15 = diatas rata-rata

0,20 = sangat kuat

• Hitung rating (dalam kolom 3) untuk masing-masing faktor dengan

memberikan skala mulai dari 4 (outstanding) sampai dengan 1 (poor),

berdasarkan pengaruh faktor tersebut terhadap kondisi perusahaan yang

bersangkutan. Variabel yang bersifat positif (semua variabel yang masuk

kategori kekuatan) diberi nilai mulai dari +1 sampai dengan +4 (sangat baik)

dengan membandingkannya dengan rata-rata industri atau dengan pesaing

utama. Sedangkan variabel yang bersifat negatif, kebalikannya. Contohnya,

jika kelemahan perusahaan besar sekali dibandingkan dengan rata-rata

industri, nilainya adalah 1, sedangkan jika kelemahan perusahaan di bawah

rata-rata industri, nilainya adalah 4. Dengan keterangan sebagai berikut :

1 = di bawah rata-rata

2 = rata-rata

3 = di atas rata-rata

4 = sangat bagus

• Kalikan bobot pada kolom 2 dengan rating pada kolom 3, untuk memperoleh

faktor pembobotan dalam kolom 4. Hasilnya berupa skor pembobotan untuk

masing-masing faktor yang nilainya bervariasi mulai dari 4,0 (outstanding)

sampai dengan 1,0 (poor).

• Jumlahkan skor pembobotan (pada kolom 4), untuk memperoleh total skor

pembobotan bagi perusahaan yang bersangkutan. Nilai total ini menunjukkan

bagaimana perusahaan tertentu bereaksi terhadap faktor-faktor strategis

Page 30: Leng Kap

30

internalnya. Skor total ini dapat digunakan untuk membandingkan

perusahaan ini dengan perusahaan lainnya dalam kelompok industri yang

sama.

3.7 Konsep Operasional

1. Ikan kerapu (Ephinephelus spp.) adalah salah satu jenis ikan bernilai

ekonomis baik di pasaran lokal maupun internasional yang hidup di laut dan

biasa dibudidayakan dalam Keramba Jaring Apung (KJA) misalnya kerapu

macan (Ephinephelus fuscoguttatus) dan kerapu lumpur/tikus (Cromileptes

altivelis)

2. Strategi merupakan alat untuk mencapai tujuan perusahan dalam kaitannya

dengan tujuan jangka panjang, program tindak lanjut, serta prioritas alokasi

sumber daya

3. Pengembangan usaha adalah gambaran masa depan tentang usaha

agribisnis ikan kerapu

4. Analisis SWOT adalah Analisis lingkungan ekstrenal dan internal yang

berpengaruh pada pengembangan usaha budidaya ikan kerapu.

5. Faktor Internal adalah Faktor dari dalam kelompok usaha yang mencakup

kekuatan dan kelemahan yang dimiliki kelompok usaha tersebut.

6. Faktor Ekstrenal adalah Faktor dari lingkungan di luar kelompok usaha baik

lingkungan makro (kebudayaan, pendidikan, sosiologi, demografi, ekonomi,

politik, hukum, SDA, pemerintah, dan tekhnologi) Maupun lingkungan mikro

yaitu konsumen, pesaing, pemasok, lembaga keuangan, dan saluran

distribusi.

Page 31: Leng Kap

31

7. Kekuatan adalah kompetensi khusus yang terdapat dalam organisasi yang

berakibat pada pemilikan keunggulan dan kemampuan dalam

pengembangan produk oleh unit usaha di pasaran.

8. Kelemahan adalah keterbatasan (kekurangan) dalam hal sumber,

keterampilan dan kemampuan menjadi penghalang kinerja yang dapat

menjadi penyebab terjadinya kerugian.

9. Peluang adalah perubahan yang dapat dilihat sebelumnya untuk waktu

dekat, dimasa mendatang yang akan memberikan keuntungan bagi kegiatan

usaha.

10. Ancaman adalah gejal-gejala yang merupakan dampak negatif atas

keberhasilan usaha, namun umumnya berada di luar kendali usaha.

Page 32: Leng Kap

32

IV. KEADAAN UMUM LOKASI

4.1. Gambaran Umum Kota Ambon

Kota Ambon yang merupakan ibukota Propinsi Maluku memiliki penduduk

yang sangat padat, dengan jumlah penduduk 271.927 juwa (sensus penduduk 2009)

atau 14% dari penduduk Maluku. Selain sebagai pusat kegiatan pemerintahan, kota

Ambon juga dikenal sebagai kota pelabuhan utama di propinsi ini.

Meningkatnya pertumbuhan penduduk yang menempati daerah pesisir, serta

tekanan pembangunan yang memanfaatkan lahan pesisir semakin besar, maka

konsekwensinya adalah terjadi perubahan ekosistem, dan selanjutnya akan

mengganggu kelestarian lingkungan hidup.

Letak Kota Ambon berada sebagian besar dalam wilayah pulau Ambon,

secara geografis terletak pada posisi: 30 - 40 Lintang Selatan dan 1280 -1290 Bujur

Timur, dengan luas wilayah daratan sebesar 359,45 Km², sedangkan luas wilayah

laut 17,55 Km².

Secara administratif batas-batas kota Ambon sebagai berikut:

Sebelah Utara berbatasan dengan petuanan desa Hitu, kecamatan Leihitu,

kabupaten Maluku Tengah

Sebelah Selatan berbatasan dengan Laut Banda

Sebelah Timur berbatasan dengan petuanan desa Suli, Kecamatan

Salahutu, Kabupaten Maluku Tengah

Sebelah Barat berbatasan dengan petuanan desa Hatu, kecamatan Leihitu,

kabupaten Maluku Tengah

Page 33: Leng Kap

33

Tabel 4. Luas Wilayah Kota Ambon Menurut Kecamatan

No Kecamatan Luas (km) Persentase (%)

1 Nusaniwe 88,35 24,58

2 Sirimau 86,81 24,15

3 Leitimur Selatan 50,5 14,05

4 Baguala 40,11 11,16

5 Teluk Ambon 93,68 26,06

Jumlah 359,45 100Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Maluku, 2010

Kota Ambon terdiri dari 5 Kecamatan seluas 359,45 km2 yang terbagi atas 5

kecamatan. Kecamatan dengan luas wilayah terbesar adalah kecamatan Teluk

Ambon (93.68 km2), sedangkan kecamatan dengan wilayah terkecil yaitu kecamatan

Baguala (40.11 km2). Untuk lebih jelasnya luas wilayah kota Ambon menurut

kecamatan dapat dilihat pada grafik berikut :

24.58%

24.15%

14.05%

11.16%

26.06%Nusaniwe

Sirimau

Leitimur Selatan

Baguala

Teluk Ambon

Gambar 3. Presentase Luas wilayah Kota Ambon Menurut Kecamatan

Potensi dan Peluang Perikanan

Wilayah perairan Kota Ambon memiliki sumberdaya perikanan yang sangat

potensial ditinjau dari besaran stok maupun peluang pemanfaatan dan

Page 34: Leng Kap

34

pengembangannya. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian dan analisis terhadap

kelimpahan stok potensi lestari. Untuk jenis ikan pelagis kecil kelimpahan stoknya

adalah sebesar 1.470,7 ton/bln dengan potensi lestari sebesar 735,4 ton/bln,

sementara pemanfaatannya sebesar 232 ton/bln. Jenis-jenis ikan pelagis kecil yang

memiliki potensi untuk dimanfaatkan dan dikembangkan adalah Stolephorus spp,

Sardinela spp, Decapterus spp, Restrelliger spp serta Cypselurus spp.

Ikan pelagis besar tersebar pada wilayah ekologis pantai selatan Kota

Ambon dengan kelimpahan stok sebesar 620,6 ton/bln dengan maksimum tangkap

lestari (MSY) sebesar 310,3 ton/bln dimana pemanfaatannya telah mencapai 127,1

ton/bln atau sebesar 41% dari MSY. Ikan pelagis besar didominasi oleh Cakalang

(Skipjack Tuna) dan Tatihu (Yellow Fin Tuna).

Investasi untuk sektor perikanan dapat dalam bentuk perikanan budidaya

dan perikanan tangkap. Untuk perikanan tangkap, pada bagian hulu dapat

dikembangkan usaha pengadaan kapal, pasokan es dan Colt Strorage, sedangkan

pada bagian hilir dapat dikembangkan usaha pengolahan komoditas kaleng,

komoditas beku, dan komoditas segar. Disamping adanya kegiatan pengasapan

ikan yang dapat dipasarkan untuk memasok kebutuhan lokal, regional (intra wilayah

Maluku) dan nasional, selain itu juga dapat dikembangkan usaha rumah

makan/restoran. Untuk perikanan budidaya usaha yang potensial dikembangkan

adalah kolam pancing dan ekowisata

4.2. Gambaran Umum Kecamatan Baguala

Letak Geografis dan Luas Wilayah

Kecamatan Baguala termasuk dalam wilayah kota Ambon, dengan luas

wilayah ± 40.11 km2. kecamatan Baguala terbagi atas 7 desa yang terletak di peisir

Page 35: Leng Kap

35

pantai yaitu desa desa Waiheru, desa Nania, desa Negeri Lama, desa Passo,

kelurahan Lateri, desa Latta, desa Halong.

Tabel 6. Luas Wilayah Kecamatan Bagula Berdasarkan Luas Desa

No Desa/kelurahan Luas (km) Persentase (%)

1 Waiheru 6 14,96

2 Nania 0,12 0,3

3 Negeri Lama 4,5 11,22

4 Passo 11,38 28,37

5 Lateri 2,01 5,01

6 Latta 0,1 0,25

7 Halong 16 39,89

Jumlah 40,11 100

Sumber: Kantor Kecamatan Baguala, 2010

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa kecamatan Baguala terbagi 7 desa.

Dapat diketahui bahwa desa Halong merupakan desa yang memiliki luas wilayah

lebih besar yaitu 16 km (39,89%) dibanding desa-desa lainnya dan desa Latta

merupakan desa yang memiliiki luas wilayah terkecil yaitu 0,1 km (0,25%). Secara

lebih jelas dapat dilihat pada grafik berikut:

14.96% 0.30%

11.22%

28.37%

5.01%0.25%

39.89%

Waiheru

Nania

Negeri Lama

Passo

Lateri

Latta

Halong

Page 36: Leng Kap

36

Gambar 4. Presentase Luas Wilayah Kecamatan Bagula Berdasarkan Luas Desa

Secara astronomis perairan pantai kecamatan Bagula yang merupakan

lokasi penelitian terletak pada posisi 03°38’03” - 03°38’17,7” LS dan 128°14’27,6” -

128°14,6” BT.

Batas-batas Kecamatan Bagula sebagai berikut :

Sebelah timur berbatasan dengan desa Hunut

Sebelah barat berbatasan dengan desa Waitatiri

Sebelah utara berbatasan dengan desa Hitu

Sebelah selatan berbatasan dengan desa Galala

Di kecamatan Baguala terdapat tiga buah sungai yang mengalir ke laut,

yakni sungai Ila (disebut = Wai Ila) adalah sungai yang mengalir diantara desa

Waiheru dan desa Hunuth, sungai Waiheru (disebut = Wai Heru) adalah sungai

yang mengalir ditengah-tengah desa Waiheru, dan sungai Salak (disebut = Wai

Salak) yaitu sungai yang mengalir di antara desa Waiheru dengan desa Nania.

Aksesibilitas atau akses secara fisik ke kecamatan Baguala dapat ditempuh dengan

melalui jalur transportasi yaitu dengan menggunakan sepeda motor atau mobil

dengan lama waktu tempuh 20-30 menit dari pusat kota.

Keadaan Penduduk

Penduduk dapat dipandang sebagai potensi sumber daya manusia tatapi

pada saat yang sama dapat juga menjadi beban pembangunan tetapi juga

merupakan obyek yang ditujukan oleh pembangunan itu sendiri.

Secara keseluruhan penduduk kecamatan Baguala berjumlah 57.257 jiwa,

yang terdiri dari laki-laki sebanyak 29.071 jiwa dan perempuan sebanyak 28.186

jiwa.

Page 37: Leng Kap

37

Tabel 7. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin

NoDesa /

Kelurahan

Jenis Kelamin Jumlah (Jiwa)

Persentase (%)

Laki-laki Perempuan

1 Waiheru 4413 4293 8.806 15,35

2 Nania 891 885 1.776 3,11

3 Negeri Lama 1846 1683 3.529 6,15

4 Passo 8514 8535 17.046 29,72

5 Lateri 1915 1861 3.776 6,58

6 Latta 584 525 1.109 1,93

7 Halong 11075 10237 21.312 37,16

Jumlah 29.071 28.186 57.257 100

Sumber: Kantor Kecamatan Baguala,2010

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa jumlah penduduk terbanyak

adalah desa Halong yaitu 21.312 jiwa (37,16%) dan yang terkecil jumlah

pendudukya yaitu desa Latta yaitu 1.109 jiwa (1,92%). Jumlah penduduk

berdasarkan jenis kelamin laki-laki terbanyak adalah desa Halong yaitu 11.7075 jiwa

dan yang terkecil yaitu desa Latta yaitu 584 jiwa. Untuk jenis kelamin perempuan

terbanyak adalah desa Halong yaitu 10.237 dan terkecil yaitu desa Latta. Untuk lebih

jelasnya dapat dilihat pada grafik berikut :

15.35% 3.10%

6.15%

29.72%

6.58%

1.93%

37.16%WaiheruNaniaNegeri LamaPassoLateriLattaHalong

Page 38: Leng Kap

38

Gambar 4. Presentase Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin

Mata Pencaharian

Salah satu potensi dasar bagi pembangunan suatu wilayah adalah besarnya

sumberdaya manusia (penduduk). Dalam upaya memenuhi kebutuhan hidup,

manusia memiliki sumber kehidupan. Untuk itu manusia selalu dihadapkan dengan

berbagai aktifitas yang tentunya disesuaikan dengan potensi serta kemampuan yang

mereka miliki. Tingkat kehidupan di wilayah ditentukan oleh sumber ekonomi yang

diperolah, dalam hal ini mata pencahariannya. Masyarakat kecamatan Baguala

memiliki mata pencaharian yang beragam dimana sebagian besar masyarakat

berprofesi sebagai petani. Disamping bertani, umumnya masyarakat ketiga desa

tersebut juga memanfaatkan potensi sumberdaya laut baik di sekitar hutan

mangrove maupun di perairan Teluk Ambon untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Tabel di bawah ini menyajikan data tentang jumlah penduduk yang bekerja dan jenis

pekerjaan mereka.

Tabel.8 Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian

No. Mata PencaharianJumlah

Penduduk (Jiwa)Presentase (%)

1 Buruh/swasta 2.885 10,9

2 PNS 8.220 31,05

3 Pengrajin 545 2,06

4 Pedagang 3.941 14,89

5 Penjahit 283 1,07

6 Tukang batu 141 0,53

7 Tukang kayu 426 1,61

8 Peternak 225 0,85

Page 39: Leng Kap

39

9 Nelayan 461 1,74

10 Montir 605 2,29

11 Dokter 168 0,63

12 Sopir 801 3,03

13 Pengemudi becak 374 1,41

14 TNI/POLRI 1.620 6,12

15 Petani 5.775 21,82

Total 26.470 100

Sumber: Kantor Kecamatan Baguala, 2010

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa terhitung sebagian besar penduduk

desa Waiheru bermata pencaharian sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) yaitu

sebanyak 8.220 jiwa (31,05%) dan mata pencaharian sebagai nelayan hanya

sebanyak 461 jiwa (1,74%). Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut :

10.90%

31.05%

2.06%14.89%

1.07%0.53%

1.61%0.85%

1.74%2.29%0.63%

3.03%1.41%

6.12%

21.82%

Buruh/swastaPNSPengrajinPedagangPenjahitTukang batuTukang kayuPeternakNelayanMontirDokterSopirPengemudi becakTNI/POLRIPetani

Gambar 5. Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian

4.3. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Teluk Ambon Bagian Dalam (TAD) terletak pada 128010’56’’BT –

128012’25’’BT dan 3039’29’’LS – 3039’29’’LS, dengan luas 11,03 km2 dan merupakan

Page 40: Leng Kap

40

luasan terkecil dari seluruh wilayah ekologis kota Ambon. Perairan ini dipisahkan

dari teluk Ambon Bagian Luar (TAL) oleh ambang sempit dengan kedalam 12,8 m.

Panjang garis pantai perairan ini dalah 14,003 km dan memiliki kedalaman maksimal

41 m.

Perairan Teluk Ambon Bagian Dalam (TAD) berbatasan dengan daerah-

daerah sebagai berikut:

Sebelah utara berbatasan dengan desa Waitatiri

Sebelah timur berbatasan dengan desa Tial

Sebelah barat berbatasan dengan desa Passo

Sebelah selatan berbatasan dengan desa Hutumuri

Perairan Teluk Ambon Dalan (TAD) memiliki substrat dasar perairan yang

terdiri dari batu-batuan, pasir, patahan karang, pada perairan ini tersebar pula

beberapa komunitas produktif perairan tropis seperti halnya coral reef, lalang laut

(sea grass) dan beberapa komunitas bakau walaupun dalam jumlah yang tidak

terlalau banyak.

Teluk Ambon merupakan perairan dangkal yang mempunyai peranan penting

bagi perikanan terutama perikanan ikan umpan karena terdapat komonitas

mangrove. Perairan tersebut hanya berfungsi sebagai tempat mencari makan, tetapi

juga sebagai tempat bertelur dan berlindung.

4.3.1. Kualitas Air

Suhu

Suhu merupakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi metabolisme

penyerapan unsur hara dan kelangsungan hidup ikan (Notji, 2002). Kiasaran suhu

optimal bago pertumbuhan dan reproduksi mencapai 28-300 C.

Page 41: Leng Kap

41

Suhu perairan di lokasi penelitian berkisar antara 29 - 300 C. dari data

tersebut dapat disimpulkan masih berada dalam kisaran yang optimal untuk

kehidupan ikan.

Kecerahan

Kecerahan minimun perairan terjadi pada musim timur namun tidak bertahan

lama karena sirkulasi lapisan permukaan cukup baik menyebabkan masa lumpur

tersuspensi terbawa ke peraiaran luas. Kecerahan dapat dijadikan sebagai indikator

kesuburan perairan, walaupun kecerahan dapat dipengaruhi oleh partikel-partikel

lumpur, plankton serta partikel-partikel lainnya. Tingkat kecerahan yang dimonitor

selama pemeliharaan berkisar antara 3 – 7 meter dengan cukup baik untuk budidaya

ikan laut.

Kandungan Oksigen

Kandungan oksigen terlarut di lapisan permukaan perairan teluk Ambon

bagian dalam bervariasi. Pada muism barat berkisar dari 5,0 – 7,11 ppm, musim

pancaroba 5,37 – 5,42 ppm dan pada musim timur pancaroba kedua 4,0 – 4,47

ppm. Nilai PH di perairan TAD mengalami variasi menurut lokasi, kedalaman dan

musim. Dalam musim barat PH berkisar antara 8,04 – 8,71% dilapisan permukaan;

7,16 – 8,10 pada musim pancaroba pertama; muism timur 7,51 – 7,62; musim

pancaroba kedua berkisar 7,8 – 7,91.

Kadar oksigen di lapisan permukaan antara 3,70 ml/l dan 4.74 ml/l serta

menunjukan harga-harga yang lebih tinggi dari pada lapisan dekat dasar yang

berkisar antara 2,69 ml/l dan 3,8 ml/l.

PH

Page 42: Leng Kap

42

Derajat keasaman (pH) merupakan salah satu parameter penting dalam

menetukan kualitas air. pH selama penelitian berkisar antara 7 - 8. Menurut

Banarjae dalam Oui (1990) mengkatagorikan tingkat kesuburan perairan

berdasarkan nilai pH yaitu tidak produktif (5,5 – 6,5), produktif (6,5 – 7,5), sangat

produktif (7,5 – 8,5) dan kisaran yang cocok untuk perikanan adalah 6,5 – 8,5.

Dengan demikian, pH air laut pada daerah penelitian relatif stabil dengan tingkat

kesuburan perairan yang sangat produktif dan cocok untuk perikanan.

Salinitas

Salinitas merupakan jumlah garam terlarut dalam air laut. Di dalam air laut

terlarut bermacam-macam garam terutama natrium klorida, magnesium, kalsium dan

klorida, Notji, 2002).

Salinitas pada lokasi penelitian berkisar 29 – 31 dengan rata-rata 30,2.

Sabaran salinitas pada suatu perairan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti pola

sirkulasi air, penguapan, curahan hujan dan aliran sungai serta nilai salinitas lapisan

permukaan karena terjadi penguapan yang sangat kuat sehingga menyebankam

nilai salinitas tinggi.

4.3.2. Jenis Ikan dan Alat Tangkap di Perairan Teluk Ambon (TAD)

Di teluk ambon bagian dalam terdapat jenis ikan ekonomis penting, dimana

penangkapannya dilakukan dengan alat-alat tradisional. Jenis-jenis ikan yang

bernilai ekonomis penting di teluk Ambon bagian dalam yaitu: ikan usut atau rejang,

ikan geropa atau kerapu, ikan biji nangka, dan ikan peperek.

Page 43: Leng Kap

43

Spesis ikan pelagis kecil dengan pengembangan yang potensial di teluk

Ambon Dalam (TAD) adalah Ikan Teri, Ikan Tembang dan Ikan Selar. Adapun

kelimpahan stok dan potensi lestari (MSY) ikan pelagis kecil di teluk Ambon Bagian

Dalam masing – masing sebesar 58,5 ton/bulan, sedangkaan pemanfaatan dan

peluang pemanfaatan masing-masing 15,2 ton/bulan dan 14,1 ton /bulan.

Sedangkan ikan demersal, nilai kelimpaham stok belum tersedia secara baik

karena perairannya relatif dangkal sehingga terjadi percampuran antara populasi

ikan demersal dan populasi ikan pelagis. Akan tetapi data faktual menunjukkan

populasi ikan demersal di perairan taluk tergolong besar dengan nilai pemanfaatan

relatif sama dengnan perairan selatan kota Ambon. Spesies ikan demersal yang

terdapat di perairan teluk Ambon Bagian Dalam antara lain Ikan Kakap, Ikan Biji

Nangka, Ikan Kapas-Kapas, Ikan Kerapu, dan Ikan Lentjam.

Di Teluk Ambon Bagian Dalam (TAD) teradpat 7 jenis alat tangkap yakni

pancing tangan (7 unit), bubu (7 unit), jaring permukaan (1 unit), jaring dasar (39

unit), pukat pantai (5 unit), bagan (3 unit), keramba jaring apung (15) dan pukat

cincin (3 unit). Sedangkan armada penangkapan yang beroperasi di TAD berjumlah

55 armada, meliputi tanpa motor 51 buah dan motor tempel 4 buah.

Pengembangan usaha budidaya ikan keramba jaring apung di Teluk Ambon

memberikan dampak positif berupa penciptaan lapangan kerja baru dan peningkatan

pendapatan masyarakat setempat. Hal ini dapat terlihat dari hasil panen kelompok-

kelompok nelayan Desa Waiheru, Desa Latta, Desa Lateri yang hasilnya diatas 1

ton/tahun sehingga sampai ekspor ke Hongkong. Jenis ikan yang dibudidayakan di

perairan teluk Ambon adalah ikan kerapu, ikan baronang (BBL,2009)

Keberhasilan usaha budidaya perikanan di Teluk Ambon tersebut sangat

ditentukan oleh media pemeliharaan sebagai penunjang keberlanjutan usahanya.

Page 44: Leng Kap

44

Untuk itu sebagai upaya pengembangan budidaya ikan keramba jaring apung dapat

tertata dengan baik dan berbasis pada kualitas perairan maka perencanaan tata

ruang laut diupayakan sebagai suatu rangkaian proses yang memenuhi kaidah

ilmiah yang dilegitimasi.

4.4 Profil Unit Usaha budidaya Pada Keramba Jaring Apung

Usaha budidaya ikan kerapu pada keramba jaring apung di teluk ambon

berdiri sejak tahun 2002. Pada saat pendirian modal awal diperoleh dari bantuan

pemerintah daerah berupa keramba dan berupa uang sebesar Rp 30.000.000.

Faktor pemilihan lokasinya didasarkan pada transportasi yang lancar, keadaan

lokasi usaha yang baik.

Bentuk keramba yang digunakan adalah berbentuk empat persegi panjang,

yang terdiri dari 3 kotak dengan ukuran 3x3 meter untuk masing-masing kotaknya.

Dan sampai sekarang tidak mengalami perkembangan dalam jumlah keramba

dikarnankan terbatasnya bibit.

Adapun tujuan yang melatarbelakangi pendirian usaha ini adalah untuk

mencari keuntungan dan menambah pengalaman.

4.5 Karakteristik Responden

Page 45: Leng Kap

45

Responden yang dijadikan sampel adalah para pembudidaya ikan kerapu di

keramba jaring apung (KJA) di teluk ambon kota Ambon. Identitas nelayan

responden berdasarkan umur, tingkat pendidikan, dan jumlah tanggungan keluarga.

Umur

Berdasarkan konteks ketenagakerjaan bahwa seseorang yang berusia

antara 15 – 55 tahun adalah termasuk dalam katagori usia yang masih produktif

untuk berkerja dengan lebih baik apada sektor formal. Sedangkan penduduk 64

tahun ke atas masuk dalam katagori non produktif (siagian, 2000).

Umur seorang nelayan berpengaruh terhadap cara atau pola fikir dan

kemampuan fisiknya untuk bekerja. Umumnya nelayan masih muda dan sehat

relative lebih mudah menerima teknologi dan berani menanggung resiko serta

memiliki kemampuan fisik yang lebih kuat dalam bekerja dibandingkan dengan

nelayan berusia lanjut.

Tabel 9 : Klasifikasi Keadaan Umur Responden

No Umur (Tahun) Jumlah (Jiwa) Presentase (%)

1 19 -35 2 18.18

2 36 – 45 5 45.45

3 46- 58 4 36.36

Jumlah 11 100Sumber : Data Primer setelah diolah, 2010

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa semua responden berada

pada usia produktif yaitu berada pada kisaran umur 19 – 35 tahun sebanyak 2 orang

dengan presentase 18,18% dan umur 36 – 45 sebanyak 5 orang dengan presentase

45,45%, kemuadian umur 46 – 58 tahun sebanyak 4 orang dengan presentase

Page 46: Leng Kap

46

36,36%. Hal ini menunjukan semangat dan produktifitas kerja masih cukup tinggi,

sehingga untuk melakukan pembudidayaan ikan masih sangat tinggi.

Tingkat Pendidikan

Pendidikan merupakan salah satu usaha unutuk meningkatkan kualitas

sumberdaya manusia. Semakin tinggi tingkat pendidikan diharapkan pola pikir

semakin rasional, sehingga nelayan lebih mudah untuk cepat menerima teknologi

baru untuk peningkatan produksi usahanya. Tingkat pendidikan responden dapat

dilihat pada table berikut :

Tabel 10 : Tingkat Pendidikan Responden

No Tingkat pendidikan Jumlah (Jiwa) Presentase (%)

1 SD 3 27.27

2 SMP 3 27.27

3 SMA 4 36.36

4 Kuliah 1 9.09

Jumlah 11 100Suber : Data Primer setelah diolah, 2010

Berdasarkan tabel 10 dapat diketahui bahwa tingkat pendidikan responden

sampai tingkat SMA sebanyak 4 orang (36,36%), SMP 3 orang (27,27%), SD 3

orang (27,27%), dan Kuliah hanya 1 orang (9,09%).

Tanggungan Keluarga

Aspek yang cukup berpengaruh terhadap peningkatan kesejahteraan

nelayan adalah besarnya tanggungan setiap kepala keluarga dalam mencukupi

kebutuhan sehari-harinya. Jumlah tanggungan keluarga pembudidaya menandakan

Page 47: Leng Kap

47

tingkat kemampuan penanggung resiko usaha dan merupakan tanggung jawab

terhadap pemenuhan dan kesejahteraan bagi seluruh anggota keluarganya. Adapun

jumlah tanggungan keluarga responden dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 11 : Tanggungan Keluarga Responden

No Jumlah Tanggungan Julah (orang) Persentase (%)

1 0 2 18.18

2 1-5 5 45.45

3 6-9 4 36.36

Jumlah 11 100Sumber : Data Primer Setelah diolah, 2010

Berdasarkan tabel di 10, terlihat bahwa jumlah tanggungan responden terbesar

adalah antara 1 sampai 5 orang sebesar 45,45%, responden yang memiliki

tanggungan 6 sampai 9 orang sebesar 36,36%, sementara yang belum memiliki

tanggungan keluarga sebesar 18,18%. Hal ini berarti semakin besar jumlah

tanggungan dalam sebuah rumah tangga, akan mempengauhi besarnya pendapatan

yang diterima oleh responden.

Page 48: Leng Kap

48

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Budidaya Ikan Kerapu Pada KJA

Ikan kerapu memiliki petensi yang besar untuk dikembangkan dan telah

terbukti dapat dibudidayakan di keramba jaring apung serta peluang

pembudidayaannya masih terbuka luas karena lahannya adalah laut.

Pengembangan usaha budidaya Kerapu di masa mendatang mempunyai

prospek yang cukup bagus, mengingat sampai saat ini untuk memnuhi kebutuhan

ikan kerapu dalam dan luar negeri belum dapat terpenuhi secara optimal.

Dalam pembesaran ikan kerapu, sarana dan prasarana untuk penunjang

keberhasilan usaha mutlak perlu diadakan. Keramba jaring apung bisa digunakan

untuk menamai wadah pemeliharaan ikan, terbuat dari jarring. Bentuk keramba yang

umum digunakan adalah berbentuk empat persegi panjang. Lokasi yang dipilih bagi

Page 49: Leng Kap

49

usaha pemeliharaan ikan dalam KJA relatif tenang, terhindar dari badai dan mudah

dijangkau.

Ukuran KJA yang digunakan oleh responden yaitu 1 keramba terdiri dari 3

kotak dengan ukuran 3x3 meter untuk masing-masing kotaknya. Kedalaman air dari

dasar kurung 5 – 7 meter.

Waktu yang dibutuhkan responden untuk tiap kali panen yaitu 1 tahun atau

tergantung dari permintaan pasar. Hasil panen umumnya dijual ke pedagang yang

langsung datang ke lokasi budidaya.

A. Investasi

Investasi merupakan biaya awal dari suatu usaha untuk pembangunan

proyek. Investasi yang dikeluarkan dalam pembuatan KJA terdiri dari rakit, rumah

jaga serta sarana dan prasarana lainnya. Untuk lebih jelasnya rincian jenis biaya

investasi yang digunakan dalam usaha budidaya ikan dapat dilihat pada pada tabel

9 (lampiran. 1)

Tabel 12. Biaya Investasi Usaha Budidaya Ikan Kerapu Pada KJA Di Teluk Ambon Kota Ambon

No Jenis Biaya UnitHarga

Satuan (Rp)Nilai (Rp)

Persentase (%)

Aktiva Tetap

1 Rakit 1 7.345.000 7.345.000 13,66

Pemberat Jaring 12 16.000 192.000 0,36

Waring 1 2.500.000 2.500.000 4,65

Jaring 1 3.500.000 3.500.000 6,51

2 Rumah Jaga 1 2.621.000 2.621.000 4,88

3 Perahu Mesin 1 4.000.000 4.000.000 7,44

4Perahu Tanpa Mesin

1 1.500.000 1.500.000 2,79

5 Bak Penampung 1 1.000.000 1.000.000 1,86

Page 50: Leng Kap

50

8 Peralatan Kerja 1.000.000 1,86

Modal 30.000.000 55,81

Total Investasi 53.658.000 100

Sumber: Data primer yang diolah, 2010

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa investasi tertinggi adalah modal

sebesar Rp. 30.000.000 (55,81%) yang didapat dari bantuan pemerintah daerah

(PEMDA) setempat melalui APBD (Anggaran Pemerintah Belanja Daerah). Bantuan

dari pemerintah dikeluarkan sebagai modal awal usaha. Terdapat 4 pembudidaya

yang menerima bantuan berupa uang dari PEMDA dan 8 pembudidaya lainnya

menerima bantuan berupa keramba jaring apung dan bibit ikan kerapu. Biaya

pembuatan rakit sebesar Rp 7.435.000 (13,65%) dan yang paling rendah biaya

aerator sebesar Rp 100.000 (0,19%) yang merupakan alat sewaan dari Balai

Budidaya Laut (BBL). Lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik berikut :

13.66% 0.36%4.65%

6.51%

4.88%

7.44%

2.79%1.86%

0.19%1.86%

55.81%

KJAPemberat Jaring (3 kg)WaringJaringRumah JagaPearu MesinPerahu Tanpa MesinBak PenampungAeratorPeralatan KerjaModal

Gambar 5. Presentase Biaya Investasi Usaha Budidaya Ikan Kerapu Pada KJA

B. Biaya

Suatu unit usaha dalam menjalankan kegiatan produksi tentunya

memerlukan biaya yang diperhitungkan sesuai dengan besarnya jumlah produksi

Page 51: Leng Kap

51

yang akan dihasilkan, sehingga dengan melihat besarnya biaya yang dikeluarkan

oleh unit usaha (Soekartawi, 2003).

1. Biaya Tetap

Biaya tetap merupakan biaya yang tidak dapat berubah-ubah (konstan) untuk

setiap tingkatan sejumlah hasil yang diproduksi atau biaya yang penggunaannya

tidak habis dalam satu masa produksi dan tetap dikeluarkan walaupun tidak

berproduksi antara lain biaya penyusutan alat. Salah satu cara untuk menghitung

penyusutan adalah selisih antara nilai awal barang dengan nilai akhir barang dibagi

lama pemakaian. Hal ini sesuai dengan pendapat Pasaribu dalam Syariah (2007),

bahwa biaya penyusutan diperoleh dengan membagi harga investasi dengan jumlah

tahun taksiran lamanya investasi terpakai. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada

tabel berikut:

Tabel 13. Persentase Penyusutan Biaya Tetap Usaha Budidaya Ikan Kerapu Pada KJA Di Teluk Ambon Kota Ambon

No UraianUmur

EkonomisHarga Lama Harga Baru Penyusutan

Persentasi (%)

1 Rakit 10 7.345.000 7.500.000 15500 2,97

2 Pemberat Jaring 10 192.000 250.000 5800 1,11

3 Waring 5 2.500.000 2.750.000 50000 9,58

4 Jaring 5 3.500.000 3.700.000 40000 7,66

5 Rumah Jaga 5 2.621.000 3.000.000 75800 14,52

6 Perahu Mesin 10 4.000.000 4.200.000 20000 3,83

7Perahu Tanpa Mesin

10 1.500.000 1.750.000 25000 4,79

8 Bak Penampung 10 1.000.000 1.200.000 20000 3,83

9 Aerator 1 100.000 120.000 20000 3,83

10 Peralatan Kerja 2 1.000.000 1.500.000 250000 47,88

Jumlah 23.758.000 25.970.000 522100 100

Sumber: Data Primer yang diolah, 2010

Page 52: Leng Kap

52

Dari Tabel 10 dapat diketahui bahwa biaya tetap pada usaha budidaya ikan

kerapu dengan bantuan keramba jaring apung terdiri dari biaya KJA, pemberat

jaring, waring, rumah jaga, perahu mesin, perahu tanpa mesin, bak penampung,

aerator, dan peralatan kerja. Total penyusutan untuk budidaya ikan kerapu dengan

bantuan keramba jaring apung (KJA) sebesar Rp. 52.2100,00 dimana biaya

penyusutan paling besar yaitu biaya penyusutan peralatan kerja (47,88%) dan yang

terkecil yaitu biaya penyusutan pemberat jaring (1,11%). Lebih jelasnya dapat dilihat

pada grafik berikut :

2.97% 1.11%

9.58%

7.66%

14.52%

3.83%4.79%

3.83%3.83%

47.88%

KJAPemberat Jaring (3 kg)WaringJaringRumah JagaPearu MesinPerahu Tanpa MesinBak PenampungAeratorPeralatan Kerja

Gambar 6. Presentase penyusutan biaya tetap pada usaha budidaya ikan kerapu pada KJA

2. Biaya Variabel

Biaya variabel adalah biaya yang sewaktu-waktu dapat berubah tergantung

dari besar kecilnya volume produksi, atau biaya yang habis dipakai selama produksi

berlangsung. Biaya variabel usaha di KJA ini meliputi benih, pakan, BBM dan obat-

obatan yang berupa vitamin (lampiran 3).

Tabel 14. Biaya Variabel Usaha Budidaya Ikan Kerapu Pada KJA Per Tahun

Page 53: Leng Kap

53

No Uaraian Total Persentase (%)

1 Bibit 5250000 27.7

2 Pakan (Rucah) 7200000 37.99

3 Vitamin C 200,000 1.06

4 BBM 900000 4.75

5 Tenaga Kerja 5400000 28.5

Total 18950000 100Sumber: Data primer yang telah diolah, 2010

Bibit

Benih kerapu yang digunakan dalam usaha budidaya di KJA ini adalah benih

berukuran 5 - 7 cm sebanyak 1050 ekor yang terdiri dari 350 ekor untuk tiap kotak

dengan harga beli Rp 5.000/ekor, jadi biaya yang dikeluarkan untuk pembelian benih

adalah Rp. 5.250.000,-.

Pakan

Biaya pakan yang dikeluarkan berbeda-beda tiap tahunnya, tergantung dari

ukuran ikan dan banyaknya pakan yang dihabiskan. Pakan yang digunakan yaitu

rucah yang diberikan pada ikan 3 – 4 kg per hari dengan harga Rp. 5.000 per

kilogram.

Bahan Bakar Minyak (BBM)

Biaya yang tidak terlepas dari pengeluaran pengusaha tiap tahun adalah

pembelian bahan bakar minyak dalam hal ini adalah bensin yang digunakan sebagai

bahan bakar perahu masin, besarnya adalah Rp 900.000,-/ tahun.

Vitamin C

Pada ikan kerapu penambahan obat-obatan dan multivitamin dapat

memberikan dampak positif terhadap kinerja ikan dan dapat menurunkan angka

kematian pada ikan.

Page 54: Leng Kap

54

Tenaga Kerja

Tenaga pada usaha budidaya sangat dibutuhkan untuk melangsungkan

usaha. Tenaga kerja pada usaha ini berjumlah 3 orang yang diambil dari anggota

keluarga dengan gaji Rp. 150.000 per bulan.

3. Biaya Total

Total biaya atau total cost adalah jumlah biaya tetap dan biaya variable.

Adapun total biaya yang digunkan dalam usaha budidaya ikan kerapu dapat dilihat

pada tabel berikut :

Tabel 15. Total Biaya Usaha Budidaya Ikan Kerapu Pada KJA Per Tahun

No Jenis Biaya Nilai Rata-rata (Rp)

1 Biaya Tetap 5.220.100

2 Biaya Varibel 18.950.000

Total Biaya 24.170.100Sumber : Data Primer yang telah diolah, 2010

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa biaya variable lebih besar

dari biaya tetap untuk setiap tahunnya. Sejalan dengan penelitian Ilham (2010)

bahwa pengeluaran terhadap biaya tetap tidak mempengaruhi banyaknya produksi

yang dihasilkan tetapi berpengaruh kepada tingkat keuntungan yang diperoleh

nelayan.

C. Penerimaan

Penerimaan adalah jumlah hasil panen sekali dengan harga ikan sesuai

dengan kualitas dan ukuran ikan yang berlaku pada saat itu. Total

produksi/penerimaan yang diperoleh dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 16. Jumlah Penerimaan Usaha Budidaya Ikan Kerapu Pada KJA

Page 55: Leng Kap

55

Tahun Jumlah Produksi (Kg) Harga / Kg (Rp) Nilai (Rp)

2005/2006 200 200.000 40.000.000

2006/2007 320 200.000 64.000.000

2007/2008 400 250.000 100.000.000

2008/2009 415 375.000 155.625.000

2009/2010 430 375.000 161.250.000Sumber : Data Primer yang telah diolah, 2010

Berdasarkan tabel tersebut di atas dapat diketahui bahwa produksi volume

ikan kerapu mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Peningkatan produksi ini

disebabkan karena pihak pembudidaya dapat menaikan tingkat mortalitas ikan pada

usaha budidaya ini dan harga jual dari tahun ke tahun yang terus mengalami

kenaikan.

D. Pendapatan

Pendapatan bersih merupakan hasil penerimaan dikurangi dengan semua

biaya yang dikeluarkan selama proses produksi berlangsung.

Tabel 17. Pendapatan Pembudidaya Ikan Kerapu Pada KJA

No Uraian Nilai

1 Penerimaan (TR) 161,250,000

2 Total Biaya (TC) 24,170,100

Keuntungan (Ω) (TR-TC) 137,079,900

Sumber : Data primer yang telah diolah, 2010

Dari tabel 17 dapat diketahui bahwa keuntungan per panen untuk usaha

budidaya ikan kerapu pada keramba jaring apung sebesar Rp. 137,079,900.

Dengan melihat kriteria penilaian bahwa suatu usaha menguntungkan

apabila suatu tingkat harga melebihi semua biaya maka dapat dipastikan bahwa

usaha budidaya ikan kerapu pada KJA layak untuk dikembangkan.

5.2. Analisis SWOT

Page 56: Leng Kap

56

Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk

merumuskan strategi suatu usaha. Analisis ini didasarkan pada logika yang

memaksimalkan kekuatan (Strenghts) dan peluang (Opportunities) namun secara

bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weakness) dan ancaman (Threats).

Analisis SWOT yang dilakukan dengan tepat juga menunjukkan berbagai

peluang yang sebaiknya dimanfaatkan, terutama dengan mengembangkan faktor-

faktor pendukung dan mengubah potensi yang dimiliki menjadi kekuatan yang efektif

sehingga usaha tersebut memiliki keunggulan yang dapat diandalkan. Namun

kemampuan memanfaatkan peluang pada suatu usaha akan menimbulkan ancaman

bagi usaha karena pesaing akan mengambil dan memanfaatkan kelemahan

lawannya. Menurut (Rangkuti, 2001) Analisis ini membandingkan antara faktor

internal (kekuatan dan kelemahan) dan faktor eksternal (peluang dan ancaman).

Kedua faktor tersebut harus dipertimbangkan dalam analisis SWOT.

A. Identifikasi Faktor Internal

- Kekuatan

Kekuatan (Strengths) merupakan kompetensi khusus yang terdapat dalam

organisasi yang berakibat pada pemilikan keunggulan dan kemampuan dalam

pengembangan produk oleh unit usaha di pasaran. Kekuatan yang dimiliki oleh

usaha budidaya ikan kerapu di Keramba Jaring Apung dapat diidentifikasi antara

lain:

1) Lokasi Usaha dan Kualitas Air

Usaha budidaya ikan kerapu ini terletak di perairan teluk yang tenang, dekat

dengan jalan raya dan dekat dengan tempat berdomisili pembudidaya serta

dekat dengan tempat penelitian perikanan laut. Jawaban responden

Page 57: Leng Kap

57

mengatakan lokasi usaha sesuai bagi budidaya di KJA. Sehingga lokasi

usaha di perairan teluk merupakan salah satu kekuatan dalam

pengembangan budidaya ikan kerapu di KJA. Berdasarkan data dari

laboraturium balai budidaya laut (BBL), kualitas air di perairan teluk ambon

telah memenuhi syarat budidaya ikan kerapu. Demikian juga dengan

jawaban responden bahwa kualitas air di lokasi budidaya telah memenuhi

syarat. Sehingga kualitas air di perairan teluk merupakan salah satu

kekuatan dalam pengembangan budidaya ikan kerapu di KJA.

2) Dukungan PEMDA

Pemerintah kota Ambon telah memberikan bantuan modal untuk

menjalankan usaha pembudidayaan ikan kerapu di KJA. Demikian dengan

jawaban respon bahwa mereka menerima bantuan berupa uang sejumlah

Rp. 30.000.000 dan keramba jaring apung. Sehingga dukungan PEMDA

merupakan salah satu kekuatan dalam pengembangan budidaya ikan kerapu

pada KJA di teluk Ambon kota Ambon.

3) Harga Benih Murah

Benih di dapat dari balai budidaya laut (BBL) yang dijual murah kepada

pembudidaya. Jika dibandingkan dengan di Barru, benih sangat mahal

karena benih harus dibeli di Bali dengan harga 15.000 per ekor

(Darma,2007). Sehingga harga benih merupakan salah satu kekuatan dalam

pengembangan budidaya ikan kerapu pada KJA di teluk Ambon kota Ambon.

4) Biaya Pemasaran Rendah

Pihak pembudidaya tidak memiliki tangggung jawab penuh dalam melakukan

penjualan produknya. Hal ini disebakan karena pihak pembeli datang

langsung ke lokasi budidaya sehingga biaya pemasaran ditanggung oleh

Page 58: Leng Kap

58

pihak pembeli. Sehingga biaya pemasaran merupakan salah satu kekuatan

dalam pengembangan budidaya ikan kerapu di KJA.

- Kelemahan

Kelemahan merupakan keterbatasan (kekurangan) dalam hal sumber,

keterampilan dan kemampuan menjadi penghalang kinerja yang dapat menjadi

penyebab terjadinya kerugian. Adapun kelemahan-kelemahan pada usaha

budidaya ikan kerapu di Keramba Jaring Apung antara lain:

1) Ketersediaan Benih Kurang

Hal ini disebabkan karena lokasi penjualan benih hanya terdapat di balai

budidaya laut (BBL). Demikian dengan jawaban respon yang mengatakan

bahwa benih di BBL terbatas sehingga mereka membeli benih yang ditangkap

di laut. Sehingga ketersediaan benih merupakan salah satu kelemahan dalam

pengembangan budidaya ikan kerapu di KJA.

2) Kurangnya Sumberdaya Manusia

Kurang tersedianya tenaga kerja hal ini disebabkan karena kebanyakan

warga Ambon tidak mau menjadi pembudidaya ikan.

~ Matrik Faktor Strategi Internal

Setelah faktor – faktor strategis internal usaha budidaya ikan kerapu pada

keramba jarring apung diidentifikasi, suatu tabel IFAS (Internal Strategic Factors

Analysis Summary) disusun untuk merumuskan faktor – faktor strategis internal.

Page 59: Leng Kap

59

Tabel 18. IFAS (Internal Strategic Factors Analysis Summary) Usaha Budidaya Ikan Kerapu Pada KJA di Teluk Ambon, kota Ambon.

No Faktor Strategi Internal Bobot Rating B x R Keterangan

Kekuatan 1 Dukungan PEMDA 0.25 4 1.00 Dukungan PEMDA dengan

adanya bantuan modal dan keramba

2 Lokasi Usaha dan kualitas Air

0.20 4 0.80 Terletak di perairan teluk yang tenang, dekat dengan tempat berdomisili responden serta dekat dengan tempat penelitian perikanan laut. Kualitas air yang sesuai dengan persyaratan budidaya tambak,

3 Harga Benih Murah 0.20 3 0.6 Harga benih yang di beli dari BBL relatif murah dibandingkan dengan di daerah lain

4 Biaya Pemasaran Rendah 0.10 2 0.2 Pihak pembeli datang langsung ke lokasi budidaya sehingga biaya pemasaran dan kerusakan ditanggung oleh pembeli

Kelemahan

1 Ketersediaan benih kurang memadai

0.15 3 0.45 Penjualan benih kerapu hanya terdapat di BBL (Balai Budidaya Laut)

2 Kurangnya SDM 0.10 2 0.2 Penduduk Asli Ambon

Page 60: Leng Kap

60

kebanyakan tidak mau jadi nelayan

Jumlah 1.00 3.25 Sumber: data primer setelah diolah,2010

Berdasarkan hasil analisis faktor strategis internal (IFAS) berupa kekuatan

dan kelemahan diperoleh nilai sebesar 3,25 (skala 0 – 4 ). Ini menunjukkan bahwa

secara internal usaha budidaya ikan kerapu pada keramba jaring apung (KJA) layak.

B. Identifikasi Faktor Eksternal

- Peluang

Peluang adalah perubahan yang dapat dilihat sebelumnya dalam waktu

dekat, dimasa mendatang yang akan memberikan keuntungan bagi kegiatan usaha.

Peluang-peluang yang dimiliki oleh usaha budidaya ikan kerapu pada keramba

jaring apung antara lain:

1) Nilai Jual Ikan Kerapu

Nilai jual ikan kerapu yang semakin tinggi baik ekspor maupun lokal. Produk

kerapu tidak sulit untuk dipasarkan karena merupakan produk yang dicari-cari

konsumen. Hal ini membuktikan bahwa nilai komuditi kerapu merupakan

salah satu peluang budidaya kerapu di KJA.

2) Pangsa Pasar Hasil Budidaya Tinggi

Pangsa pasar hasil budidaya tinggi. Demikian dengan jawaban responden

bahwa terkadang mereka tidak dapat memenuhi permintaan pembeli karena

hasil panen yang terbatas. Hal ini membuktikan bahwa pangsa pasar

merupakan salah satu peluang dalam upaya pengembangan usaha budidaya

kerapu di KJA.

Page 61: Leng Kap

61

3) Peluang Usaha Besar

Peluang usaha besar dapat dilihat dari pangsa pasar hasil tambak dan

terbukanya peluang usaha. Jawaban responden juga mengatakan bahwa

peuang usaha budidaya sangat besar namun ketersediaan benih rendah.

Oleh karena itu peluang usaha merupakan salah satu peluang dalam upaya

pengembangan budidaya ikan kerapu di KJA.

4) Kebijakan pemerintah

Otonomi daerah memberikan peluang yang luas kepada daerah untuk

menggali dan mengolah potensi daerah.

- Ancaman

Ancaman adalah gejala-gejala yang merupakan dampak negatif atas

keberhasilan usaha, namun umumnya berada diluar kendali usaha. Apabila

ancaman tersebut tidak diatasi maka akan menjadi ganjalan bagi usaha yang

bersangkutan baik untuk masa sekarang maupun masa yang akan datang. Adapun

ancaman yang dihadapi oleh usaha budidaya ikan kerapu pada KJA antara lain:

1) Faktor Iklim

Usaha budidaya ikan di laut sangat tergantung pada musim. Keberhasilan

usaha sangat didukung oleh iklim yang stabil. Demikian jawaban responden

bahwa jika musim penghujan maka akan terjadi kebanjiran yang dapat

membawa sampah dan dapat merusak jaring. Sampah yang dibawa banjir

juga dapat merangsang pertumbuhan berbagai jenis organisme dan dapat

menurunkan produksi bahkan dapat mengakibatkan kematian total dalam

keramba jaring apung. Sehingga faktor iklim merupakan salah satu faktor

ancaman dalam pengembangan usaha budidaya pada KJA di teluk Ambon.

2) keamanan

Page 62: Leng Kap

62

Kurangnya keamanan tambak merupakan salah satu faktor yang harus

diwaspai. Demikian juga dengan jawaban responden bahwa pencurian ikan sering

terjadi pada malam hari.

~ Matrik Faktor Strategi Eksternal

Setelah faktor – faktor eksternal suatu usaha pancing rawai diidentifikasi,

suatu tabel EFAS (Eksternal Strategic Factors Analysis Summary) disusun untuk

merumuskan faktor – faktor strategis eksternal dalam kerangka peluang dan

ancaman usaha budidaya ikan kerapu pada keramba jaring apung.

Tabel 19. EFAS (Eksternal Strategic Factors Analysis Summary) Usaha Budidaya Ikan Kerapu Pada KJA di Teluk Ambon Kota Ambon.

No Faktor Strategi EKSternal Bobot Rating B x R Keterangan

Peluang 1 Nilai Jual Kerapu 0.25 4 1 Nilai jual krapu yang

semakin tinggi baik ekspor maupun lokal,

2 Pangsa Pasar Hasil budidaya Tinggi

0.20 4 0.8 Selalu ada permintaan dari konsumen dari jauh hari

3 Peluang Usaha Besar 0.10 3 0.3 Terbukanya peluang usaha pembenihan karna kurangnya benih dan permintaan pasar yang cukup besar

4 Kebijkan Pemerintah 0.10 2 0.2 Otonomi daerah memberikan peluang yang luas kepada daerah untuk menggali dan mengolah potensi daerah.

Ancaman 1 Faktor Iklim 0.20 2 0.4 Faktor iklim merupakan

ancaman pencemaran lingkungan

3 Keamanan 0. 15 1 0.15 Pencurian ikan sering terjadi pada malam hari

Jumlah1.00 2.85

Page 63: Leng Kap

63

Sumber: Data primer setelah diolah,2010

Berdasarkan hasil analisis faktor strategis Eksternal (EFAS) berupa peluang

dan ancaman diperoleh nilai sebesar 2,85 (skala 0 – 4 ). Ini menunjukkan bahwa

secara eksternal usaha budidaya ikan kerapu pada keramba jaring apung (KJA)

cukup layak.

Berdasarkan uraian-uraian yang dijelaskan di atas maka dapat kita lihat

matriks SWOT untuk memperjelas hal-hal yang menjadi kekuatan, kelemahan,

peluang dan ancaman yang mempengaruhi usaha budidaya. Dengan analisis

SWOT yang dilakukan dapat diperoleh berbagai alternatif strategi yang dapat dilihat

pada tabel berikut:

Tabel 20 : Matriks SWOT pada Usaha Budidaya Ikan Kerapu Pada Keramba Jaring Apung di Teluk Ambon Kota Ambon

Internal Kekuatan (Streanghts) Kelemahan (Weakness)

1. Lokasi Usaha dan kualitas Air 1. Ketersediaan Benih Kurang

2. Dukungan PEMDA 2. Kurang SDM

3. Biaya Pemasaran Rendah

4. Harga Benih Murah

Eksternal

Peluang (Opportunities) STRATEGI (S - O) STRATEGI (W- O)

1. Nilai Komuditi Kerapu 1. Meningkatkan Kapasitas Produksi Ikan Kerapu (S-1,2,3,4,&O-1,2,3,4)

1. Optimalkan Balai Budidaya Laut (BBL) (W-1,&O-1,2,3,4)2. Manfaatkan benih alam (W-1,&O-1,2,3,4)3. Melakukan sosialisasi Peraturan Daerah Tentang penertiban izin usaha yang memanfaatkan sumberdaya perairan (W-1,2&O-1,2,3,4)

2. Pangsa Pasar Tinggi

3. Peluang Usaha Besar

2. Meningkatkan dan mempertahankan Mutu Produk Ikan Kerapu (S-1,2,3,4&O-1,2,3,4)

4. Kebijakan Pemerintah

Ancaman ( Threats) STRATEGI (S - T) STRATEGI (W - T)

1. Faktor Iklim 1. Membuat Kesepakatan Antar Pembudidaya Dalam Menjaga Keamanan Keramba (T -2,&S-1,2,3,4)

1. Meningkatkan Pengetahuan Tentang Budidaya Ikan Kerapu di KJA (T-1,2,&W-1,2)

2. Keamanan

2. Hindari waktu penebaran benih pada musim hujan (T-1,2&S-1,2,3,4)

2. Cari benih dari luar daerah (T-1,2,&W-1,2)

Sumber: Hasil Analisis Penulis, 2010

Page 64: Leng Kap

64

Berdasarkan matriks SWOT tersebut dapat dilihat bahwa ada beberapa

strategi yang dapat dilakukan oleh pengusaha KJA untuk mengembangkan

usahanya dalam menghadapi persaingan dimasa yang akan datang.

1. Strategi S – O (Strenghts – Opportunities)

Strategi ini disusun dengan menggunakan seluruh kekuatan dan peluang

yang dimiliki. Beberapa strategi yang dapat diambil antara lain:

Meningkatkan Kapasitas Produksi Ikan Kerapu. Strategi ini diambil dengan

pertimbangan bahwa kekuatan yang berupa umur produktif, biaya pemasaran

rendah dan ketersediaan laut serta peluang yang berupa harga tinggi, dasar

perairan yang baik dan selera konsumen tinggi maka kekuatan dan peluang

tersebut sangat mendukung peningkatan volume produksi kerapu.

Meningkatkan dan Mempertahankan Mutu Produk. Strategi ini diambil dengan

pertimbangan bahwa peluang dalam keanggotaan WTO dan selera konsumen

yang cukup tinggi dan didukung oleh kekuatan yang berupa umur produktif dan

biaya pemasaran yang rendah maka upaya meningkatkan dan mempertahankan

mutu produk harus dilakukan sehingga keberadaan di pasaran internasional

dapat dipertahankan dan nantinya dapat meningkatkan penerimaan devisa.

2. Strategi W – O (Weakness – Opportunities)

Strategi ini diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada, dengan

cara mengatasi kelemahan yang dimiliki. Adapun strategi yang dapat dilakukan

yaitu:

Optimalkan Balai Budidaya Laut dalam penyediaan bibit ikan kerapu. Strategi ini

diambil dengan mempertimbangkan bahwa kelemahan yang berupa kurangnya

ketersediaan benih yang disediakan BBL sehingga banyak pembudidaya yang

beralih untuk membudidayakan jenis ikan lainnya.

Page 65: Leng Kap

65

Manfaatkan benih yang ada di alam. Strategi diambil dengan pertimbangan

bahwa kurangnya bibit.

Melakukan sosialisasi Peraturan Daerah tentang penertiban izin usaha yang

memanfaatkan sumberdaya perairan. Strategi ini diambil karena dilihat dari

kelemahan kurangnya SDM. Sesuai dengan jawaban responden bahwa

masyarakat setempat tidak mau menjadi nelayan.

3. Strategi S – T (Strenghts – Threats)

Strategi ini dilakukan dalam rangka memanfaatkan kekuatan yang dimiliki

untuk mengatasi ancaman yang dihadapi. Adapun strategi yang dilakukan adalah :

Membuat Kesepakatan Antar Pembudidaya Dalam Menjaga Keamanan

Keramba. Strategi ini diambil dengan pertimbangan bahwa ancaman yang

berupa pencemaran dan penurunan mutu lingkungan yang diakibatkan oleh

musim dapat diatasi dengan cara memperhatikan keadaan lingkungan.

Penurunan mutu lingkungan akibat pencemaran dapat merangsang

pertumbuhan berbagai jenis organisme pathogen yang dapat menurunkan

produksi kerapu. Sehingga dengan memiliki umur yang produktif dan

ketersediaan laut maka pengusaha dapat mengikuti sosialisasi mengenai

dampak pencemaran lingkungan.

Hindari penebaran benih pada musim hujan. Strategi ini diambil dengan

perhitungan bahwa ancaman pencemaran lingkungan bisa terjadi pada musim

hujan karna sampah yang terbawa oleh air dari daratan ke daerah keramba.

4. Strategi W – T (Weakness – Threats)

Strategi ini untuk mengatasi kelemahan yang berpadu dengan ancaman

harus segera diatasi. Untuk mengatasi dapat diambil strategi sebagai berikut :

Page 66: Leng Kap

66

Meningkatkan Pengetahuan Tentang Budidaya Ikan Kerapu di KJA. Strategi ini

diambil karena melihat dari faktor ancaman. Musim dapat mengakibatkan

timbulnya pencemaran akan sangat berpengaruh terhadap jumlah produksi

kerapu. Untuk mengatasi tingkat mortalitas kerapu maka pengusaha harus

meningkatkan pengetahuan tentang kerapu termasuk teknik budidaya dan jenis-

jenis penyakit yang biasanya menyerang ikan kerapu.

Page 67: Leng Kap

67

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan, maka diperoleh simpulan sebagai

berikut:

1. keuntungan per panen untuk usaha budidaya ikan kerapu pada keramba jaring

apung di teluk Ambon sebesar Rp. 137,079,900.

2. Faktor internal yang mempengaruhi pengembangan budidaya ikan kerapu pada

keramba jarring apung di teluk Ambon, terdiri dari factor kekuatan yaitu : lokasi

usaha, kualitas air, dukungan PEMDA, biaya pemasaran rendah, harga benih

murah. Faktor kelemahan yaitu : ketersediaan benih kurang, dan kurangnya

sumberdaya manusia. Faktor eksternal yang mempengaruhi pengembangan

budidaya ikan kerapu pada keramba jarring apung di teluk ambon terdiri dari

faktor peluang yaitu : nilai jual ikan kerapu, pangsa pasar tinggi, peluang usaha

besar, kebijakan pemerintah. Faktor Ancaman yaitu iklim dan keamanan.

3. Langkah strategi untuk pengembangan usaha Keramba Jaring Apung yaitu

meningkatkan kapasitas produksi ikan kerapu, meningkatkan dan

mempertahankan mutu produk ikan kerapu, melakukan sosialisasi peraturan

daerah tentang penertiban izin usaha yang memanfaatkan sumberdaya perairan,

membuat kesepakatan antar pembudidaya dalam menjaga keamanan keramba

Page 68: Leng Kap

68

dan meningkatkan pengetahuan tentang budidaya ikan kerapu pada keramba

jaring apung.

6.2 Saran

1. Pemerintah Daerah

Melakukan sosialisasi peraturan daerah tentang penertiban izin usaha yang

memanfaatkan sumberdaya perairan. Melakukan kegiatan pelatihan

peningkatan penguasaan teknologi budidaya ikan kerapu lainnya, berupa

penguasaan teknologi pembesaran, perawatan/pencegahan penyakit ikan

kerapu, dan pemasaran.

2. Pembudidaya

Pembudidaya keramba jarring apung lebih meningkatkan volume penjualan.

Dan menjalankan strategi yang disusun dalam matriks analisis SWOT.

Page 69: Leng Kap

69

DAFTAR PUSTAKA

Chandler, 1962 dalam Analisis SWOT Membedah Kasus Bisnis, Freddy Rangkuti, 2008. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Daniel. Moehar. 2002. Pengantar Ekonomi Pertanian. Bumi Aksar. Jakarta

Darma, 2007. Prospek Pengembangan Ikan Kerapu Tikus (Cromileptes altivelis) pada Keramba Jaring Apung Berbasis Agribisnis (Studi Kasus KJA 8 Desa Kupa Kecamatan Mallusetasi Kabupaten Barru). Skripsi UNHAS. Makassar

DKP, 2009. Visi, Misi, Grand Strategy dan Sasaran Strategis (KKP). Pusat Data, Statistik dan Informasi (PUSDATIN) – DKP. www.KKP.co.id. diakses 18 Februari 2010.

Haryadi. H, 2002. Penelitian Ekonomi Budidaya Perairan di Asia. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.

Http://AnneAhira.com, 2009. Prospek Cerah Ikan Kerapu. Diakses 18 Februari 2010.

Http://BPMD-maluku.com, 2007. Potensi Perikanan dan Kelautan. Badan Penanaman Modal Daerah Propinsi Maluku. Diakses 2 Maret 2010.

Kordi, G. 2001. Usaha Pembesaran Ikan Kerapu di Tambak. Kanisius. Yogyakarta

Kurniawanti, D. 2005. Strategi Pengembangan Usaha Budidaya Keramba Jaring Apung. Tesis Pasca Sarjana Universitas Diponegoro. Semarang.

Mubiyarto. 1994. Ekonomi Pertanian. LP3ES. Jakarta

Nikijuluw, V.P.H,2002. Rezim Pengelolaan Sumberdaya Perikanan.PT.Pustaka Cidesindo. Jakarta.

Nontji, A. 2002. Laut Nusantara. Djambatan. Jakarta

Page 70: Leng Kap

70

Pongasapan,S.D. Rachmansyah dan Mangawe,G.A. 2001. Penelitian Budidaya Bandeng Intensif dalam Keramba Jaring Apung di Laut. Departemen Kelautan dan Perikanan

Rafika, 2005. Analisis SWOT. PT. Damar Mulia Pustaka

Rachman,A dan S. Tonnek. 2001. Potensi Pengembangan Budidaya Laut Berkelanjutan di Teluk Pengametan. Singaraja

Rangkuti Freddy, 2008. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Saanin, H. 1995. Taksonomi dan kunci Identifikasi Ikan I dan II. Bina Cipta. Bogor

Siagian, 2000. Strategi Usaha. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Sudirman dan Yursi, 2008. Ikan Kerapu. biologi,eksploitasi,manajemen,dan budiidaya. Yarsif watampone. Jakarta.

Tim Peneliti Lembaga penelitian undana, 2009. Analisis Komoditas Unggulan dan Peluang Usaha (Budidaya Ikan Kerapu). Http://google.com