leng kap
DESCRIPTION
efgrahjytjtujuykyukTRANSCRIPT
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia terdiri dari
gugusan pulau-pulau sebanyak 17.508 dengan luas perairan laut Indonesia
diperkirakan sebesar 5,8 juta km2 dan panjang garis pantai 95.181 km, keadaan
yang demikian menyebabkan Indonesia banyak memiliki potensi yang cukup besar
di bidang perikanan, mulai dari prospek pasar baik dalam negeri maupun
internasional.
Subsektor perikanan merupakan salah satu subsektor pembangunan yang
memiliki peranan yang cukup strategis dalam perekonomian nasional, bahkan
subsektor ini merupakan salah satu subsektor penerimaan devisa negara yang
penting. Pembangunan perikanan sebagai bagian dari pembangunan nasional,
diarahkan untuk mendukung tercapainya tujuan dan cita-cita luhur bangsa Indonesia
dalam mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Harapan untuk menjadikan
subsektor ini sebagai pendukung dalam pencapaian tujuan tersebut didasarkan
pada potensi perikanan laut yang dimiliki.
Kekayaan Indonesia berupa sumberdaya perikanan yang sangat luas
menjadi modal dasar dalam pembangunan nasional sekaligus memiliki potensi yang
sangat besar bagi pembangunan kelautan dan perikanan. Melihat potensi tersebut,
usaha bisnis perikanan di Indonesia menunjukkan masa depan yang sangat baik.
Terutama bila dilihat dari data permintaan ekspor dari tahun ke tahun semakin
meningkat. Sesuai dengan visi Departemen Kelautan dan Perikanan yaitu Indonesia
penghasil produk kelautan dan perikanan terbesar 2015, dan misi DKP yaitu,
Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat Kelautan dan Perikanan, serta sasaran
2
strategi DKP, yitu: 1) Memperkuat kelembagaan dan SDM secara terintegrasi; 2)
Mengelola sumberdaya kelautan dan perikanan secara berkelanjutan; 3)
Meningkatkan produktivitas dan daya saing berbasis pengetahuan; 4) Memperluas
akses pasar domestik dan internasional (DKP, 2009), dan kebijakan dirjen Perikanan
Budidaya adalah program intensifikasi pembudidayaan ikan atau INBUDKAN. Salah
satu program pembangunan perikanan budidaya, yaitu menitikberatkan pada INBUD
kerapu selain udang, nila dan rumput laut. maka melalui usaha budidaya laut
khususnya komoditas ikan kerapu, diharapkan akan mempercepat upaya pemulihan
ekonomi terutama untuk meningkatkan perolehan devisa negara dari hasil eksport.
Komoditas ikan laut jenis kerapu merupakan komoditas andalan dan
permintaan dari pasar eksport (Singapura dan Hongkong) dari tahun ketahun terus
meningkat. Salah satu jenis ikan yang memiliki prospek cerah untuk dibudidayakan
adalah ikan kerapu. Ikan kerapu tikus (Cromileptes altivelis) merupakan salah satu
jenis ikan yang memiliki nilai ekonomis tinggi serta memilih peluang pasar dalam dan
luar negeri yang sangat baik. Ikan kerapu ini sudah menjadi menu istimewa di hotel
dan restoran terkemuka, baik di Indonesia, Hongkong, Taiwan, Jepang maupun
Singapura. Permintaan pasar internasional akan ikan kerapu yang cenderung terus
meningkat, memberikan peluang besar bagi Indonesia untuk meningkatkan hasil
tangkapannya (Kordi, 2001).
Selain mendorong pertumbuhan ekspor, pengembangan budidaya kerapu
juga menjadi elternatif solusi dalam permasalahan penurunan populasi di alam
akibat penangkapan yang intensif dan kerusakan terumbu karang sebagai habitat
ikan kerapu (Sudirman, 2008)
Dari berbagai penelitian, diperoleh data potensi lestari sumberdaya
perikanan laut Indonesia sebesar 6,4 juta ton pertahun. Termasuk di dalamnya ikan
3
demersal sebesar 1,36 juta ton dan ikan karang sebesar 145 ribu ton. Penangkapan
yang diperbolehkan adalah 80 persen dari potensi lestari atau sekitar 5,12 juta ton
per tahun. (Nikujuluw 2002).
Wilayah perairan kota Ambon memiliki sumberdaya perikanan yang sangat
potensial ditinjau dari besaran stok maupun peluang pemanfaatan dan
pengembangannya. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian dan analisis terhadap
kelimpahan stok potensi lestari. Wilayah perairan laut Kota Ambon memiliki salah
satu komoditi perikanan tergolong potensial untuk dikembangkan yaitu sumberdaya
ikan demersal, komoditi perikanan penting ini tersebar diseluruh wilayah ekologis
perairan pesisir dan laut Kota Ambon.
Perairan kota Ambon memiliki potensi kelautan dan perikanan yang sangat
diandalkan. Potensi berupa perikanan tangkap meliputi luas wilayah laut 136.116.1
Km2 dengan panjang garis pantai 1.256.230 Km2 dari luas wilayah 147.480.6 Km2.
Potensi sumber daya ikan yang dimiliki sebesar 484.532 ton/tahun dengan jumlah
tangkapan yang diperbolehn (JBT) sebesar 387.324 ton/tahun.
Potensi tersebut baru dimanfaatkan sebesar 41.307.1 ton/tahun. (BPMD prop.
Maluku, 2007)
Perairan kota Ambon dengan substrat lumpur berpasir dan mempunyai
kawasan terumbu karang dengan luas 1.667,4 Ha (baik 1.202 Ha dan rusak 469,8
Ha) merupakan daerah penangkapan ikan demersal dan ikan karang yang potensial
seperti jenis kakap merah (Prestoporoides), lencam (Lethrinudae) ekor kuning,
pisang-pisang (Coesionidae), baronang dan jenis-jenis kerapu seperti kerapu sunu
(Plectropomus spp), napolleon wrase, kerapu bebek (Cromileptes altivelis) dan
kerapu lumpur/balong/estuary grouper (Epinephelus spp). Pada tahun 2004 produksi
ikan kerapu yang dicapai sebesar 352,56 ton dimana tingkat pemanfaatannya masih
4
kecil sehingga peluang untuk investasi masih sangat terbuka. (BPMD prop. Maluku,
2007)
Berkembangnya pasaran ikan kerapu hidup karena adanya perubahan selera
konsumen dari ikan mati atau beku kepada ikan dalam keadaan hidup, telah
mendorong masyarakat untuk memenuhi permintaan pasar ikan kerapu melalui
usaha budidaya. ikan kerapu (Epinephelus spp.) telah dilakukan dibeberapa tempat
di Indonesia, namun dalam proses pengembangannya masih menemui kendala,
karena keterbatasan benih.
Dari informasi pasar diketahui permintaan kerapu baik ukuran kecil sebagai
ikan hias maupun ukuran konsumsi terus meningkat. Kerapu tikus ukuran kecil
(4 – 5 cm) laku dijual dengan harga Rp 7000/ekor, sedangkan ukuran konsumsi
dengan berat 400 – 500 gram/ekor laku dijual di pasar lokal dengan harga tahun
2000 sekita Rp 250.000 – Rp 300.000/Kg, bahkan untuk pasar ekspor seperti
Hongkong, Taiwan dan Cina harga kerapu ukuran konsumsi sekitar US$ 55/Kg
(Akbar dan Sudaryanto, 2002).
Perdagangan ikan kerapu khususnya untuk tujuan ekspor sudah berjalan
cukup lama, dengan mengandalkan pasokan dari hasil tangkapan. Hal ini telah
mendorong intensitas eksploitasi penangkapan ikan kerapu dengan berbagai cara,
sehingga seringkali berpotensi merusak terumbu karang yang merupakan habitat
alami ikan kerapu. Menyadari fenomena meningkatnya kerusakan terumbu karang
yang dapat mengancam kelestarian stok ikan di alam serta untuk menjaga
kontinyuitas pasokan ikan kerapu hidup khususnya untuk tujuan ekspor. Pemerintah
telah membuat kebijakan untuk mengembangkan teknologi budidaya ikan kerapu
yang meliputi perbenihan (hatchrey) di bak kontrol dan pembesaran pada Keramba
Jaring Apung (KJA).
5
Pada konteks inilah yang menarik perhatian penulis untuk melakukan
penelitian yang berkaitan dengan “Strategi Pengembangan Usaha Budidaya Ikan
Kerapu (Epinephelus spp) Pada Keramba Jaring Apung (Studi Kasus di Teluk
Ambon Kecamatan Baguala Kota Ambon)”.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas maka dapat dirumuskan beberapa masalah
sebagai berikut :
1. Berapa keuntungan yang diperoleh pembudidaya Ikan kerapu di keramba jaring
apung (KJA)
2. Faktor Internal dan faktor Eksternal apa saja yang mempengaruhi
pengembangan usaha ikan kerapu (Epinephelus spp)
3. Bagaimana Strategi Pengembangan Usaha Ikan Kerapu (Epinephelus spp)
1.3 Tujuan dan Kegunaan
Adapun tujuan dilaksanakannya Penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui keuntungan yang diperoleh pembudidaya Ikan kerapu di
keramba jaring apung (KJA)
2. Untuk mengetahui faktor internal dan faktor eksternal yang mempengaruhi
pengembangan usaha budidaya ikan kerapu
3. Untuk mengetahui Strategi Pengembangan Usaha Ikan Kerapu di perairan teluk
Ambon bagian dalam.
Sedangkan kegunaan dari penelitian ini adalah:
6
1. Sebagai bahan masukan, pertimbangan, dan sumbang saran bagi pihak yang
terkait (Stakeholders) yaitu pemerintah daerah, perusahaan, atau masyarakat
sekitarnya untuk pengembangan usaha ikan kerapu.
2. Sebagai bahan referensi untuk studi lebih lanjut bagi peneliti atau pihak yang
memerlukannya.
7
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Klasifikasi Ikan Kerapu
Klasifikasi lengkap dari Ikan Kerapu (Epinephelus spp.) menurut Saanin
(1995) sebagai berikut:
Filum : Chordata
Klas : Pisces
Ordo : Perciformes
Familia : Serranidae
Genus : Epinephelus
Gambar 1. Ikan kerapu lumpur (Cromileptes altivelis)(kiri), ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) (kanan)
Menurut Kordi dalam prospek pengembangan ikan kerapu (Darma, 2005),
Ikan Kerapu yang biasa disebut goropa, sunu atau kasai memiliki jenis yang cukup
banyak. Diperkirakan terdapat lebih dari 46 spesies yang hidup di berbagai tipe
habitat (tempat hidup). Spesies-spesies tersebut berasal dari 7 genus yang berbeda
yaitu: Aethaloperca, Anyperodon, Cephalopholis, Epinephelus, Plectropoma,
Cromileptes dan Variola.
8
2.2. Deskripsi Ikan Kerapu
Ikan Kerapu (Epinephelus spp.) tergolong dalam serranidae. Tubuhnya
tertutup oleh sisik-sisik kecil. Kebanyakan tinggal di terumbu karang dan sekitarnya
meskipun adapula yang hidup di pantai sekitar muara sungai. Umumnya kerapu
tidak senang pada air dengan salinitas yang sangat rendah. Kerapu juga tergolong
ikan buas (Nontji, 2002).
Ikan Kerapu merupakan ikan asli air laut yang hidup diberbagai habitat
tergantung dari jenisnya. Ada yang hidup di daerah berkarang, daerah berlumpur,
daerah berpasir ataupun daerah yang dasar perairannya merupakan campuran
antara patahan karang dan pasir.
Ikan Kerapu memiliki ciri-ciri sebagai berikut: berbadan kekar, berkepala
besar dan bermulut lebar. Seluruh tubuhnya ditutupi oleh sisik-sisik kecil. Pada
pinggiran operculum bergerigi dan terdapat duri pada operculum tersebut. Dua sirip
punggungnya yang pertama, berbentuk duri-duri, jarang berpisah. Semua jenis
kerapu mempunyai 3 duri pada sirip dubur dan 3 duri pada pinggiran operculum.
Ikan Kerapu dikenal sebagai predator atau piscivorous yaitu pemangsa jenis
ikan-ikan kecil, plankton hewani (zooplankton), udang-udangan, invertebrata dan
hewan-hewan kecil lainnya (Kordi, 2001).
Daerah penyebaran kerapu di mulai dari Afrika Timur sampai Pasifik Barat
Daya. Di Indonesia, ikan kerapu banyak ditemukan di perairan Pulau Sumatera,
Jawa, Sulawesi, Pulau Buru, dan Ambon. Salah satu indikator adanya kerapu adalah
perairan karang. Indonesia memiliki perairan karang yang cukup luas sehingga
potensi sumberdaya kerapunya sangat besar. (www.AnneAhira.com).
9
Dalam siklus hidupnya, pada umumnya ikan kerapu muda hidup di perairan
karang pantai dengan kedalaman 0,5 - 3 m, selanjutnya menginjak dewasa beruaya
ke perairan yang lebih dalam antara 7 - 40 m. Telur dan larvanya bersifat pelagis,
sedangkan kerapu muda dan dewasa bersifat demersal. Habitat favorit larva dan
kerapu tikus muda adalah perairan pantai dengan dasar pasir berkarang yang
banyak ditumbuhi padang lamun.
Parameter-parameter ekonlogis yang cocok untuk pertumbuhan ikan kerapu
yaitu temperatur antara 24 – 310C, salinitas antara 30 -33 ppt, kandungan oksigen
terlarut > 3,5 ppm dan pH antara 7,8 - 8. Perairan dengan kondisi seperti ini, pada
umumnya terdapat di perairan terumbu karang (www.AnneAhira.com).
Menurut Kordi dalam Usaha Pembesaran Ikan Kerapu di Tambak (2001),
Ikan Kerapu yang biasa disebut goropa, sunu atau kasai memiliki jenis yang cukup
banyak. Diperkirakan terdapat lebih dari 46 spesies yang hidup di berbagai tipe
habitat (tempat hidup). Spesies-spesies tersebut berasal dari 7 genus yang berbeda
yaitu: Aethaloperca, Anyperodon, Cephalopholis, Epinephelus, Plectropoma,
Cromileptes dan Variola.
2.3 Budidaya Ikan Dalam Keramba Jaring Apung
Budidaya ikan air laut merupakan salah satu upaya pemanfaatan
sumberdaya perairan untuk memproduksi komoditas perikanan. Kegiatan memiliki
perluang besar untuk dikembangkan bagi upaya peningkatan produksi perikanan
yang berkelanjutan di masa mendatang (Sudirman dan Yusri, 2008)
Tim peneliti undana (2006) menyatakan bahwa budidaya ikan kerapu dapat
dilakukan dengan menggunakan bak semen atau pun dengan menggunakan
keramba jaring apung (KJA).
10
Kajian yang dilakukan oleh Pongasapan, dkk (2001) menyatakan bahwa
budidaya ikan dengan sistem Keramba Jaring Apung (KJA) mempunyai keunggulan
diantaranya: hemat lahan, tingkat produktivitas tinggi yaitu 350 – 400 Kg/M3/musim
tanam, tidak memerlukan pengelolaan air yang khusus sehingga dapat menekan
input biaya produksi, mudah dipantau, unit usaha dapat diatur sesuai kemampuan
modal, pemanenan mudah.
Diah (2010) mengatakan bahwa prospek pengembangan budidaya ikan
kerapu dalam keramba jaring apung (KJA) cukup cerah. Meskipun sistem budidaya
ini masih relatif baru, namun beberapa daerah telah memperlihatkan perkembangan
yang pesat. Budidaya ikan dalam keramba tidak mempunyai standar yang khusus,
sehingga banyak sekali keragamannya meliputi bentuk ukuran dan badan konstruksi
keramba.
Rachman dan Tonnek (2001) menyatakan bahwa potensi perairan secara
teknik yang layak untuk budidaya ikan dalam Keramba Jaring Apung cukup luas,
namun diperlukan adanya inventarisasi, identifikasi dan karakterisasi sebagai acuan
dalam penentuan lokasi begitu besar artinya dalam kegiatan ini, sehingga data
potensi dapat diketahui secara rinci untuk dijadikan acuan dalam pengelolaan dan
pemanfaatan secara rasional.
Keberhasilan pengembangan dan sosialisasi tekhnologi budidaya ikan
kerapu oleh pemerintah khususnya untuk jenis macan, bebek dan lumpur serta
diperkuat oleh tinggi dan stabilnya harga jual kerapu hidup dan semakin
meningkatnya permintaan ekspor, telah mengundang para pengusaha untuk masuk
dalam bisnis budidaya kerapu, baik pada kegiatan pembenihan maupun
pembesaran.
11
- Pemilihan Benih
Kriteria benih kerapu yang baik, adalah : ukurannya seragam, bebas
penyakit, gerakan berenang tenang serta tidak membuat gerakan yang tidak
beraturan atau gelisah tetapi akan bergerak aktif bila ditangkap, respon terhadap
pakan baik, warna sisik cerah, mata terang, sisik dan sirip lengkap serta tidak cacat
tubuh.
- Penebaran Benih
Proses penebaran benih sangat berpengaruh terhadap kelangsungan hidup
benih. Sebelum ditebarkan, perlu diadaptasikan terlebih dahulu pada kondisi
lingkungan budidaya. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam adaptasi ini,
adalah : (a) waktu penebaran (sebaikanya pagi atau sore hari, atau saat cuaca
teduh), (b) sifat kanibalisme yang cenderung meningkat pada kepadatan yang tinggi,
dan (c) aklimatisasi, terutama suhu dan salinitas.
- Pendederan
Benih ikan kerapu ukuran panjang 4 – 5 cm dari hasil tangkapan maupun
dari hasil pembenihan, didederkan terlebih dahulu dalam jaring nylon berukuran
1,5x3x3 m dengan kepadatan ± 500 ekor. Sebulan kemudian, dilakuan grading
(pemilahan ukuran) dan pergantian jaring. Ukuran jaringnya tetap, hanya
kepadatannya 250 ekor per jaring sampai mencapai ukuran glondongan (20 – 25 cm
atau 100 gram). Setelah itu dipindahkan ke jarring besar ukuran 3x3x3 m dengan
kepadatan optimum 500 ekor untuk kemudian dipindahkan ke dalam keramba
pembesaran sampai mencapai ukuran konsumsi (500 gram).
- Pakan dan Pemberiannya
Biaya pakan merupakan biaya operasional terbesar dalam budidaya ikan
kerapu dalam KJA. Oleh karena itu, pemilihan jenis pakan harus benar-benar tepat
12
dengan mempertimbangkan kualitas nutrisi, selera ikan dan harganya. Pemberian
pakan diusahakan untuk ditebar seluas mungkin, sehingga setiap ikan memperoleh
kesempatan yang sama untuk mendapatkan pakan. Pada tahap pendederan, pakan
diberikan secara ad libitum (sampai kenyang). Sedangkan untuk pembesaran adalah
8-10% dari total berat badan per hari. Pemberian pakan sebaiknya pada pagi dan
sore hari. Pakan alami dari ikan kerapu adalah ikan rucah (potongan ikan) dari jenis
ikan tanjan, tembang, dan lemuru. Benih kerapu yang baru ditebardapat diberi pakan
pelet komersial. Untuk jumlah 1000 ekor ikan dapat diberikan 100 gram pelet per
hari. Setelah ± 3-4 hari, pelet dapat dicampur dengan ikan rucah.
- Hama dan Penyakit
Jenis hama yang potensial mengganggu usaha budidaya ikan kerapu adalah
ikan buntal, burung, dan penyu. Sedang, jenis penyakit infeksi yang sering
menyerang ikan kerapu adalah : (a) penyakit akibat serangan parasit, seperti :
parasit crustacea dan flatworm, (b) penyakit akibat protozoa, seperti :
cryptocariniasis dan broollynelliasis, (c) penyakit akibat jamur (fungi), seperti :
saprolegniasis dan ichthyosporidosis, (d) penyakit akibat serangan bakteri, (e)
penyakit akibat serangan virus, yaitu VNN (Viral Neorotic Nerveus).
- Panen dan Penanganan Pasca Panen
Beberapa hal yang perlu diperhatikan udanntuk menjaga kualitas ikan
kerapu, antara lain : penentuan waktu panen,peralatan panen, teknik panen, serta
penanganan pasca panen. Watu panen, biasanya ditentukan oleh ukuran
permintaan pasar. Ukuran super biasanya berukuran 500 – 1000 gram dan
merupakan ukuran yang mempunyai nilai jual tinggi. Panen sebaiknya dilakukan
pada padi atau sore hari sehingga dapat mengurangi stress ikan pada saat panen.
Peralatan yang digunakan pada saat panen, berupa : scoop, kerancang, timbangan,
13
alat tulis, perahu, bak pengangkut dan peralatan aerasi. Teknik pemanenan yang
dilakukan pada usaha budidaya ikan kerapu dengan metoda panen selektif dan
panen total. Panen selektif adalah pemanenan terhadap ikan yang sudah mencapai
ukuran tertentu sesuai keinginan pasar terutama pada saat harga tinggi. Sedang
panen total adalah pemanenan secara keseluruhan yang biasanya dilakukan bila
permintaan pasar sangat besar atau ukuran ikan seluruhnya sudah memenuhi
kriteria jual.
Penanganan pasca panen yang utama adalah masalah pengangkutan
sampai di tempat tujuan. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga agar kesegaran ikan
tetap dalam kondisi baik. Ini dilakukan dengan dua cara yaitu pengangkutan terbuka
dan pengangkutan tertutup. Pengangkutan terbuka digunakan untuk jarak angkut
dekat atau dengan jalan darat yang waktu angkutnya maksimal hanya 7 jam. Wadah
angkutnya berupa drum plastik atau fiberglass yang sudah diisi air laut sebanyak ½
sampai 2/3 bagian wadah sesuai jumlah ikan. Suhu laut diusahakan tetap konstan
selama perjalanan yaitu 19-210C. Selama pengangkutan air perlu diberi aerasi.
Kepadatan ikan sekitar 50kg/wadah.
2.4. Strategi Pengembangan Usaha
Dalam Rangkuti (2008), Strategi merupakan alat untuk mencapai tujuan
perusahan dalam kaitannya dengan tujuan jangka panjang, program tidak lanjut,
serta proritas alokasi sumber daya.
Menurut Rangkuti (2008), Suatu perusahan dapat mengembangkan strategi
untuk mengatasi ancaman eksternal dan merebut peluang yang ada. Tujuan
perencanaan strategis adalah agar perusahan dapat melihat secara objektif kondisi-
14
kondisi internal dan eksternal, hingga dapat mengantisipasi perubahan lingkungan
eksternal.
Strategi dibuat untuk mendukung penerapan misi dan strategi perusahan,
yaitu sebagai berikut:
- Strategi kualitas
Bagaimana menentukan persepsi konsumen mengenai kulaitas yang
diharapkan. Perusahan juga harus merumuskan secara jelas kebijakan serta
prosedur untuk mencapai kualitas seperti yang diharapakan oleh konsumen agar ia
dapat bersaing untuk memperoleh keunggulan bersaing. Misalnya keunggulan
besaing dalam hal kualitas yang baik dan kosisten, harga relative rendah, kecepatan
pelayanan, dan lain-lain.
- Strategi Produk
Strategi ini meliputi biaya produksi, kualitas. keputusan sumberdaya
manusia, dan interaksi dengan desain produk. Untuk menentukan strategi produk
yang sesuai dengan potensi dan tingkat persaingan eksternal, perusahan perlu
menganalisis daur hidup produk tersebut.
- Strategi Proses
Factor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam proses produksi adalah
teknologi yang digunakan, kualitas, pendayagunaan tenaga kerja manusia dan
peraltan.
- Strategi Fasilitas
Secara kesluruhan ada empat strategi fasilitas, yaitu ukuran dan struktur,
lokasi, tata letak, dan sitem material handling. Keputusan mengenai strategi
fasiliatas sangat bergantung pada strategi keuangan dan strategi pemasaran
(Rangkuti, 2008)
15
Suatu perusahan dapat mengembangkan strategi untuk mengatasi ancaman
eksternal dan merebut peluang yang ada. Proses analisis perumusan dan evaluasi
strategi disebut perencananaan strategis. Tujuan utama perencanaan strategis
adalah agar perusahaan dapat mengantisipasi perubahan lingkungan eksternal.
Dalam hal ini dapat dibedakan secara jelas fungsi manajemen, konsumen,
distributor , dan memiliki produk yang sesuai dengan keinginan konsumen dengan
dukungan yang optimal dari sumberdaya yang ada (Rangkuti,2008).
Upaya pengembangan bisnis pada awalnya ditentukan oleh kemampuan
untuk mengidentifikasi/mendiagnosis faktor internal (kekuatan-kelemahan) dan
faktor eksternal (peluang-ancaman). Hasil identififkasi ini kemudian banyak
digunakan sebagai landasan untuk memformulasikan kegiatan dan menentukan
standar keberhasilan usaha. Tekhnik identifikasi ini disebut analisis SWOT
(Strengths, Weakness, Opportunities, Threats). Analisis SWOT didasarkan pada
logika yang dapat memaksimalkan kekuatan dan peluang namun secara bersamaan
meminimalkan kelemahan dan ancaman (Rafika, 2005).
2.5. Biaya
Biaya adalah semua pengeluaran yang harus dikeluarkan untuk memperoleh
faktor-faktor produksi dan bahan penunjang lainya akan didayagunakan agar
produk-produk tertentu yang telah direncanakan dapat terwujud dengan baik
(Mubyarto, 2002).
Biaya adalah semua pengeluaran yang diperlukan untuk menghasilkan
produksi selama priode tertentu. Pengeluaran total atau biaya total suatu usaha
merupakan pengeluaran tunai usaha yang ditujukan oleh jumlah uang yang
dibayarkan untuk membeli barang dan jasa bagi usaha tersebut. Biaya tetap
16
diartikan sebagai biaya yang dikeluarkan dalam suatu usaha yang besar kecilnya
mempengaruhi besarnya jumlah produksi, (Haryadi, 2002).
2.6 Analisis SWOT
Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk
merumuskan strategi suatu usaha. Analisis SWOT ini didasarkan pada logika yang
memaksimalkan kekuatan (Strenghts) dan peluang (Opportunitis) namun secara
bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weakness) dan ancaman (Threats).
Proses pengambilan keputusan yang strategis selalu berkaitan dengan
pengembangan misi, tujuan, strategi dan kebijakan perusahaan. Dengan demikian
perencanaan strategi harus menganalisis factor-faktor strategi perusahan
(kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman) dalam kondisi yang ada saat ini.
Analisis SWOT membantu para pengambil keputusan untuk
mengembangkan strategi dalam suatu organisasi berdasarkan atas informasi yang
dikumpulkan. Analisis ini juga membantu organisasi untuk mencapai kesuksesan
strategi dengan cara meningkatkan aspek-aspek kelemahan dan tantangannya.
Strategi yang telah ditetapkan dan dilaksanakan harus dinilai kembali apakah
relevan dengan keadaan dan kondisi saat penilaian dan evaluasi ini diketahui
dengan menggunakan analisis SWOT (Strengths, Weakness, Opportunities,
threats). Hasil analisis tersebut digunakan sebagai dasar untuk menyusun dan
menetapkan strategi yang akan dijalankan di masa yang akan datang.
Menurut Rangkuti (2008) Analisis ini membandingkan antara faktor internal
(kekuatan dan kelemahan) dan Faktor eksternal (peluang dan ancaman). Analisis
SWOT digunakan untuk membandingkan faktor eksternal dan faktor internal. Faktor
BERBAGAI PELUANG
BERBAGAI ANCAMAN
KELEMAHANINTERNAL
KEKUATANINTERNAL
17
eksternal terdiri dari peluang dan ancaman, sedangkan faktor internal terdiri dari
kekuatan dan kelemahan.
Gambar 2. Diagram Analisis SWOT
Kuadran I :
Ini merupakan situasi yang menguntungkan. Perusahaan tersebut memiliki
peluang dan kekuatan sehingga dapat memanfaatkan peluang yang ada. Strategi
yang diterapkan dalam kondisi ini adalah mendukung kebijakan pertumbuhan yang
agresif.
Kuadran II :
Meskipun menghadapi berbagai ancaman, perusahaan ini masih memiliki
kekuatan dari segi internal. Strategi yang harus diterapkan adalah menggunakan
kekuatan untuk memanfaatkan peluang jangka panjang dengan cara strategi
diversifikasi (produk/pasar).
Kuadran III :
Perusahaan menghadapi peluang pasar yang sangat besar, tetapi di lain
pihak menghadapi beberapa kendala/kelemahan internal. Fokus strategi ini yaitu
1. Mendukung strategi agresif
3. Mendukung strategi turn around
2 Mendudukung strategi defersifikasi
4. Menedukung strategi defensif
18
meminimalkan masalah internal perusahaan sehingga dapat merebut pasar yang
lebih baik (turn around).
Kuadran IV :
Ini merupakan situasi yang sangat tidak menguntungkan, perusahaan
tersebut menghadapi berbagai ancaman dan kelemahan internal. Fokus strategi
yaitu melakukan tindakan penyelamatan agar terlepas dari kerugian yang lebih
besar (defensive).
Matrik SWOT merupakan alat pencocokan yang penting untuk membantu
para manajer mengembangkan empat tipe strategi: Strategi SO (Strengths-
Opportunities), Strategi WO (Weaknesses-Opportunities), Strategi ST (Strengths-
Threats), dan Strategi WT (Weaknesses-Threats).
Dalam analisis SWOT (Rangkuti, 2008) dilakukan perbandingan antara
faktor-faktor strategis internal maupun eksternal untuk memperoleh strategi terhadap
masing-masing faktor tersebut, kemudian dilakukan skoring. Berdasarkan hasil yang
diperoleh kemudian ditentukan fokus rekomendasi strategi.
Suatu perusahaan dapat mengembangkan strategi untuk mangatasi
ancaman eksternal dan merebut peluang yang ada. Proses analisis, perumusan dan
evaluasi strategi disebut perencanaan strategi.
Tujuan utama perencanaan strategis adalah agar perusahaan dapat melihat
secara objektif kondisi internal dan eksternal ke masa depan. Dalam hal ini, dapat
dibedakan secara jelas fungsi manajemen, konsumen, distributor dan pesaing. Jadi
perencanaan strategis penting untuk memperoleh keunggulan bersaing dan memiliki
produk yang sesuai dengan keinginan konsumen dengan dukungan yang optimal
dari sumberdaya yang ada (Rangkuti,2008),
19
Alat yang digunakan dalam menyusun faktor-faktor strategis perusahaan
adalah matriks SWOT. Matriks ini menggambarkan secara jelas bagaimana peluang
dan ancaman internal yang dihadapi dapat disesuaikan dengan kekuatan dan
kelemahan internal yang dimiliki. Matrik ini dapat menghasilkan empat set
kemungkinan alternatif strategis, seperti pada Tabel 1. berikut :
Tabel 1. Contoh Matrik SWOT Faktor
Internal
Faktor Eksternal
Strength (S)
Menetukan beberapa
faktor kekuatan internal
Weakness (W)
Menentukan beberapa
faktor kelemahan internal
Opportunity (O)
Menetukan beberapa
faktor peluang eksternal
Strategi (SO)
Menciptakan situasi yang
menggunakan kekuatan,
untuk memanfatkan
peluang
Strategi (WO)
Meminimalkan
kelemahan untuk
memanfatkan peluang
Treaths (T)
Menentukan beberapa
faktor ancaman eksternal
Strategi (ST)
Menggunakan kekuatan
untuk mengatasi ancaman
Strategi (WT)
Meminimalkan
kelemahan dan
menghindari ancaman
Sumber : Rangkuti, 2008
Berdasarkan Matriks SWOT diatas maka didapatkan 4 langkah strategi yaitu
sebagai berikut :
1. Strategi SO
Strategi ini dibuat berdasarkan jalan pikiran perusahaan, yaitu dengan
memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang
20
sebesar-besarnya. Strategi SO menggunakan kekuatan internal perusahaan untuk
memanfaatkan peluang eksternal.
2. Strategi ST
Strategi ini menggunakan kekuatan yang dimiliki perusahaan untuk
mengatasi ancaman. Strategi ST menggunakan kekuatan internal perusahaan untuk
menghindari atau mengurangi dampak ancaman eksternal.
3. Strategi WO
Strategi ini diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan
cara meminimalkan kelemahan yang ada. Strategi WO bertujuan untuk memperbaiki
kelemahan internal dengan memanfaatkan peluang eksternal.
4. Strategi WT
Strategi ini didasarkan pada kegiatan yang bersifat defensif dan berusaha
meminimalkan kelemahan serta menghindari ancaman. Strategi WT bertujuan untuk
mengurangi kelemahan internal dengan menghindari ancaman eksternal.
Dalam kondisi dan iklim persaingan suatu perusahaan perlu melakukan
analisis tentang kedudukannya dengan tepat, para perumus kebijakan strategis
diharapkan dapat mengmbil langkah-langkah strategis yang memungkinkannya
memanfatkan peluang yang timbul dalam kondisi yang dihadapinya.
Faktor kekuatan dan kelemahan terdapat dalam suatu organisasi (Internal)
termasuk satuan bisnis tertentu sedangkan peluang dan ancaman merupakan
faktor-faktor lingkungan yang dihadapi oleh organisasi atau perusahaan atau satuan
bisnis yang bersangkutan instrument yang ampuh dalam melakukan analisis
strategik, keampuhan tersebut terletak pada kemampuan para penentu strategi
perusahaan untuk memaksimalkan peran faktor kekuatan dan pemanfaatan peluang
sehingga sekaligus berperan sebagai alat untuk meminimalisasi kelemahan yang
21
terdapat dalam tubuh organisasi dan menekan dampak ancaman yang timbul dan
harus dihadapi.
Jika para penentu strategi perusahaan mampu melakukan kedua hal
tersebut dengan tepat, biasanya upaya untuk memilih dan menentukan strategi yang
efektif memberikan hasil yang diharapkan (Siagian, 2000).
2.7. Kerangka Pikir
Potensi sumberdaya perikanan memiliki prospek yang sangat menjanjikan
untuk dikembangkan demi tercapainya tingkat pendapatan dan kesejahteraan bagi
masyarakat, khususnya nelayan. Salah satu jenis komoditi perikanan yang dirintis
untuk meningkatkan pendapatan adalah pembudidayaan/pemeliharaan ikan kerapu
Dasar pemikiran adalah bahwa ikan kerapu mempunyai nilai ekonomi yang tinggi
baik dipasaran lokal maupun internasional.
Perdagangan ikan kerapu khususnya untuk tujuan ekspor mendorong
intensitas eksploitasi penangkapan dengan berbagai cara sehingga berpotensi
merusak terumbu karang yang merupakan habitat alami ikan kerapu. Untuk itu
dibuat kebijakan berupa pengembangan teknologi budidaya yang meliputi
pembudidayaan/pemeliharaan pada keramba jaring apung (KJA).
Keramba Jaring Apung (KJA) mempunyai keunggulan diantaranya: hemat
lahan, tingkat produktivitas tinggi yaitu 350 – 400 Kg/M3/musim tanam, tidak
memerlukan pengelolaan air yang khusus sehingga dapat menekan input biaya
produksi, mudah dipantau, unit usaha dapat diatur sesuai kemampuan modal,
pemanenan mudah.
Faktor internal mencakup kekuatan, yaitu kemampuan internal yang
memungkinkan suatu usaha mencapai sasaran, dan kelemahan yakni
22
ketidakmampuan internal yang mengakibatkan usaha tidak dapat mencapai
sasarannya. Sedangkan faktor eksternal terdiri dari dua, faktor strategik yaitu
peluang yang diartikan sebagai faktor eksternal yang membantu organisasai
mencapai sasarannya, dan hambatan yang diartikan sebagai faktor eksternal yang
menyebabkan organisasi tidak dapat mencapai sasarannya.
Analisis SWOT dipakai untuk mengidentifikasi berbagai faktor secara
sistematis untuk merumuskan strategi suatu usaha. Analisis ini didasarkan pada
logika yang memaksimalkan kekuatan dan peluang, namun secarara bersamaan
dapat meminimalkan kelemahan dan ancaman.
Mengacu pada hal tersebut, maka strategi pengembangan ikan kerapu
(Ephinephelus spp.) pada Keramba Jaring Apung menjadi sangat relevan dalam
peningkatan pendapatan. Kerangka pikir penelitian digambarkan secara skematis
sebagai berikut:
Strategi Pengembangan Usaha
Peluang AncamanKekuatan Kelemahan
Budidaya Ikan Kerapu Pada Keramba Jaring Apung
(Epinephelus spp)
Potensi Sumberdaya Perikanan Air Laut
Analisis SWOT
Faktor Internal Faktor Eksternal
23
Gambar 3. Skema Kerangka Pikir Strategi Pengembangan Usaha Budidaya Ikan Kerapu (Ephinephalus spp.) Pada Keramba Jaring Apung (KJA) di Teluk Ambon Kota Ambon
24
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan April – Mei 2010. Lokasi penelitian ini
berlokasi di teluk Ambon kecamatan Baguala kota Ambon. Lokasi ini dipilih secara
sengaja (Purposive) dengan pertimbangan lokasi tersebut merupakan tempat
budidaya ikan air laut khususnya ikan kerapu dengan bantuan keramba jaring
apung (KJA).
3.2 Jenis dan Metode Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan penelitian studi kasus (case study) yaitu suatu
penelitian yang lebih terarah dan terfokus pada sifat tertentu (Singarimbun, 2001).
Metode pengambilan datanya dilakukan melalui wawancara langsung dengan
responden.
3.3. Teknik Pengambilan sampel
Metode pengambilan sampel dilakukan dengan cara sensus yaitu seluruh
populasi dijadikan sampel, cara ini dilakukan karena jumlah populasi hanya 11
kelompok pembudidaya ikan yang merupakan 8 kelompok binaan dan 3 kelompok
mandiri. Hal ini sesuai dengan pendapat (Singarimbun. M, 1998) yang menyatakan
bahwa apabila jumlah populasi kurang dari 100 orang, maka seluruh populasi
dijadikan sampel.
25
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Metode atau Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah :
1. Teknik Observasi Lapangan, pengumpulan data yang dilakukan dengan terjun
langsung ke lokasi penelitian.
2. Wawancara, Tekhnik ini dimaksudkan agar data yang terkumpul dapat
melengkapi data- data yang tidak sempat dipertanyakan dalam kuisioner
sehingga data yang didapatkan semakin lengkap.
3.5 Jenis dan Sumber Data
Sumber data yang dikumpulkan pada penelitian ini adalah meliputi data
primer dan data sekunder dengan jenis data sebagai berikut:
a. Data Primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari lapangan melalui
wawancara langsung dengan responden menggunakan kuisioner dari
pengamatan (observasi) langsung di lapangan.
b. Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh dari instansi-instansi terkait
dengan masalah dan objek yang diteliti.
3.6 Analisis Data
Adapun analisis data penelitian yang digunakan adalah sebagai berikut:
a. Analisis Kualitatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
wawancara secara mendalam untuk mengetahui peran responden dan
pemerintah daerah dalam pengembangan usaha ikan kerapu
26
b. Analisis SWOT digunakan untuk mengetahui faktor – faktor yang
berpengaruh dan untuk menerapkan strategi pengembangan usaha ikan
kerapu.
Tabel 2. Matrik Faktor Strategi Eksternal
Faktor-faktor Strategis Eksternal
Bobot RatingSkor Pembobotan (Bobot x Rating)
Peluang (Opportunities/O)
Bobot peluang 1 rating peluang 1
Peluang 1 Bobot peluang 2 rating peluang 2 Peluang 2
Jumlah O A B
Ancaman (Threats/T) : bobot ancaman 1 rating ancaman 1
Ancaman 1 bobot ancaman 2 rating ancaman 2 Ancaman 2
Jumlah O C
D
Total (a+c) = 1 (b+d)
Sumber : Rangkuti, 2008
Sebelum membuat matrik faktor strategi eksternal, kita perlu mengetahui
terlebih dahulu faktor strategi eksternal (EFAS). Berikut ini adalah cara-cara
penentuan Faktor Strategis Eksternal (EFAS). Susunlah dalam kolom 1 (5 sampai
dengan 10 peluang dan ancaman).
• Beri bobot masing-masing faktor dalam kolom 2, mulai dari 1,0 (sangat
penting) sampai dengan 0,0 (tidak penting). Faktor-faktor tersebut
kemungkinan dapat memberikan dampak terhadap faktor strategis. Jumlah
seluruh bobot harus sebesar 1,0 dengan keterangan sebagai berikut :
27
0,05 = di bawah rata-rata
0,10 = rata-rata
0,15 = diatas rata-rata
0,20 = sangat kuat
• Hitung rating (dalam kolom 3) untuk masing-masing faktor dengan
memberikan skala mulai dari 4 (outstanding) sampai dengan 1 (poor)
berdasarkan pengaruh faktor tersebut terhadap kondisi perusahaan yang
bersangkutan. Pemberian nilai rating untuk faktor peluang bersifat positif
(peluang yang semakin besar diberi rating +4, tetapi jika peluangnya kecil,
diberi rating +1). Misalnya, jika nilai ancamannya sedikit ratingnya 4. Dengan
keterangan sebagai berikut :
1 = di bawah rata-rata
2 = rata-rata
3 = di atas rata-rata
4 = sangat bagus
• Kalikan bobot pada kolom 2 dengan rating pada kolom 3, untuk memperoleh
faktor pembobotan dalam kolom 4. Hasilnya berupa skor pembobotan untuk
masing-masing faktor yang nilainya bervariasi mulai dari 4,0 (outstanding)
sampai dengan 1,0 (poor).
• Jumlahkan skor pembobotan (pada kolom 4), untuk memperoleh total skor
pembobotan bagi perusahaan yang bersangkutan. Nilai total ini menunjukkan
bagaimana perusahaan tertentu bereaksi terhadap faktor-faktor strategis
eksternalnya. Total skor ini dapat digunakan untuk membandingkan
perusahaan ini dengan perusahaan lainnya dalam kelompok industri yang
sama.
28
Tabel 3. Matriks faktor strategi Internal
Faktor-faktor Strategis Internal
Bobot Rating
Skor Pembobotan
(Bobot x Rating)
Kekuatan (Streghts/S)
Bobot kekuatan 1 rating kekuatan 1
Peluang 1 Bobot kekuatan 2 rating kekuatan 2
Peluang 2...... ..... .....
Jumlah O A B
Kelemahan (Weaknesess/W) : bobot kelemahan 1 rating kelemahan 1
Ancaman 1 bobot kelemahan 2 rating kelemahan 2 Ancaman 2
.... ..... .....
Jumlah O C
D
Total (a+c) = 1 (b+d)
Matrik Total (a+c) = 1 (b+d)
Sumber : Rangkuti, 2008
Adapun tahapan pembuatan matrik faktor strategis internal adalah sebagai
berikut :
• Tentukan faktor-faktor yang menjadi kekuatan serta kelemahan perusahaan
dalam kolom 1.
• Beri bobot masing-masing faktor tersebut dengan skala mulai dari 1,0 (paling
penting) sampai 0,0 (tidak penting), berdasarkan pengaruh faktor-faktor
tersebut terhadap posisi strategis perusahaan. Semua bobot tersebut
jumlahnya tidak boleh melebihi skor total 1 ,0. Jumlah seluruh bobot harus
sebesar 1,0 dengan keterangan sebagai berikut :
29
0,05 = di bawah rata-rata
0,10 = rata-rata
0,15 = diatas rata-rata
0,20 = sangat kuat
• Hitung rating (dalam kolom 3) untuk masing-masing faktor dengan
memberikan skala mulai dari 4 (outstanding) sampai dengan 1 (poor),
berdasarkan pengaruh faktor tersebut terhadap kondisi perusahaan yang
bersangkutan. Variabel yang bersifat positif (semua variabel yang masuk
kategori kekuatan) diberi nilai mulai dari +1 sampai dengan +4 (sangat baik)
dengan membandingkannya dengan rata-rata industri atau dengan pesaing
utama. Sedangkan variabel yang bersifat negatif, kebalikannya. Contohnya,
jika kelemahan perusahaan besar sekali dibandingkan dengan rata-rata
industri, nilainya adalah 1, sedangkan jika kelemahan perusahaan di bawah
rata-rata industri, nilainya adalah 4. Dengan keterangan sebagai berikut :
1 = di bawah rata-rata
2 = rata-rata
3 = di atas rata-rata
4 = sangat bagus
• Kalikan bobot pada kolom 2 dengan rating pada kolom 3, untuk memperoleh
faktor pembobotan dalam kolom 4. Hasilnya berupa skor pembobotan untuk
masing-masing faktor yang nilainya bervariasi mulai dari 4,0 (outstanding)
sampai dengan 1,0 (poor).
• Jumlahkan skor pembobotan (pada kolom 4), untuk memperoleh total skor
pembobotan bagi perusahaan yang bersangkutan. Nilai total ini menunjukkan
bagaimana perusahaan tertentu bereaksi terhadap faktor-faktor strategis
30
internalnya. Skor total ini dapat digunakan untuk membandingkan
perusahaan ini dengan perusahaan lainnya dalam kelompok industri yang
sama.
3.7 Konsep Operasional
1. Ikan kerapu (Ephinephelus spp.) adalah salah satu jenis ikan bernilai
ekonomis baik di pasaran lokal maupun internasional yang hidup di laut dan
biasa dibudidayakan dalam Keramba Jaring Apung (KJA) misalnya kerapu
macan (Ephinephelus fuscoguttatus) dan kerapu lumpur/tikus (Cromileptes
altivelis)
2. Strategi merupakan alat untuk mencapai tujuan perusahan dalam kaitannya
dengan tujuan jangka panjang, program tindak lanjut, serta prioritas alokasi
sumber daya
3. Pengembangan usaha adalah gambaran masa depan tentang usaha
agribisnis ikan kerapu
4. Analisis SWOT adalah Analisis lingkungan ekstrenal dan internal yang
berpengaruh pada pengembangan usaha budidaya ikan kerapu.
5. Faktor Internal adalah Faktor dari dalam kelompok usaha yang mencakup
kekuatan dan kelemahan yang dimiliki kelompok usaha tersebut.
6. Faktor Ekstrenal adalah Faktor dari lingkungan di luar kelompok usaha baik
lingkungan makro (kebudayaan, pendidikan, sosiologi, demografi, ekonomi,
politik, hukum, SDA, pemerintah, dan tekhnologi) Maupun lingkungan mikro
yaitu konsumen, pesaing, pemasok, lembaga keuangan, dan saluran
distribusi.
31
7. Kekuatan adalah kompetensi khusus yang terdapat dalam organisasi yang
berakibat pada pemilikan keunggulan dan kemampuan dalam
pengembangan produk oleh unit usaha di pasaran.
8. Kelemahan adalah keterbatasan (kekurangan) dalam hal sumber,
keterampilan dan kemampuan menjadi penghalang kinerja yang dapat
menjadi penyebab terjadinya kerugian.
9. Peluang adalah perubahan yang dapat dilihat sebelumnya untuk waktu
dekat, dimasa mendatang yang akan memberikan keuntungan bagi kegiatan
usaha.
10. Ancaman adalah gejal-gejala yang merupakan dampak negatif atas
keberhasilan usaha, namun umumnya berada di luar kendali usaha.
32
IV. KEADAAN UMUM LOKASI
4.1. Gambaran Umum Kota Ambon
Kota Ambon yang merupakan ibukota Propinsi Maluku memiliki penduduk
yang sangat padat, dengan jumlah penduduk 271.927 juwa (sensus penduduk 2009)
atau 14% dari penduduk Maluku. Selain sebagai pusat kegiatan pemerintahan, kota
Ambon juga dikenal sebagai kota pelabuhan utama di propinsi ini.
Meningkatnya pertumbuhan penduduk yang menempati daerah pesisir, serta
tekanan pembangunan yang memanfaatkan lahan pesisir semakin besar, maka
konsekwensinya adalah terjadi perubahan ekosistem, dan selanjutnya akan
mengganggu kelestarian lingkungan hidup.
Letak Kota Ambon berada sebagian besar dalam wilayah pulau Ambon,
secara geografis terletak pada posisi: 30 - 40 Lintang Selatan dan 1280 -1290 Bujur
Timur, dengan luas wilayah daratan sebesar 359,45 Km², sedangkan luas wilayah
laut 17,55 Km².
Secara administratif batas-batas kota Ambon sebagai berikut:
Sebelah Utara berbatasan dengan petuanan desa Hitu, kecamatan Leihitu,
kabupaten Maluku Tengah
Sebelah Selatan berbatasan dengan Laut Banda
Sebelah Timur berbatasan dengan petuanan desa Suli, Kecamatan
Salahutu, Kabupaten Maluku Tengah
Sebelah Barat berbatasan dengan petuanan desa Hatu, kecamatan Leihitu,
kabupaten Maluku Tengah
33
Tabel 4. Luas Wilayah Kota Ambon Menurut Kecamatan
No Kecamatan Luas (km) Persentase (%)
1 Nusaniwe 88,35 24,58
2 Sirimau 86,81 24,15
3 Leitimur Selatan 50,5 14,05
4 Baguala 40,11 11,16
5 Teluk Ambon 93,68 26,06
Jumlah 359,45 100Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Maluku, 2010
Kota Ambon terdiri dari 5 Kecamatan seluas 359,45 km2 yang terbagi atas 5
kecamatan. Kecamatan dengan luas wilayah terbesar adalah kecamatan Teluk
Ambon (93.68 km2), sedangkan kecamatan dengan wilayah terkecil yaitu kecamatan
Baguala (40.11 km2). Untuk lebih jelasnya luas wilayah kota Ambon menurut
kecamatan dapat dilihat pada grafik berikut :
24.58%
24.15%
14.05%
11.16%
26.06%Nusaniwe
Sirimau
Leitimur Selatan
Baguala
Teluk Ambon
Gambar 3. Presentase Luas wilayah Kota Ambon Menurut Kecamatan
Potensi dan Peluang Perikanan
Wilayah perairan Kota Ambon memiliki sumberdaya perikanan yang sangat
potensial ditinjau dari besaran stok maupun peluang pemanfaatan dan
34
pengembangannya. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian dan analisis terhadap
kelimpahan stok potensi lestari. Untuk jenis ikan pelagis kecil kelimpahan stoknya
adalah sebesar 1.470,7 ton/bln dengan potensi lestari sebesar 735,4 ton/bln,
sementara pemanfaatannya sebesar 232 ton/bln. Jenis-jenis ikan pelagis kecil yang
memiliki potensi untuk dimanfaatkan dan dikembangkan adalah Stolephorus spp,
Sardinela spp, Decapterus spp, Restrelliger spp serta Cypselurus spp.
Ikan pelagis besar tersebar pada wilayah ekologis pantai selatan Kota
Ambon dengan kelimpahan stok sebesar 620,6 ton/bln dengan maksimum tangkap
lestari (MSY) sebesar 310,3 ton/bln dimana pemanfaatannya telah mencapai 127,1
ton/bln atau sebesar 41% dari MSY. Ikan pelagis besar didominasi oleh Cakalang
(Skipjack Tuna) dan Tatihu (Yellow Fin Tuna).
Investasi untuk sektor perikanan dapat dalam bentuk perikanan budidaya
dan perikanan tangkap. Untuk perikanan tangkap, pada bagian hulu dapat
dikembangkan usaha pengadaan kapal, pasokan es dan Colt Strorage, sedangkan
pada bagian hilir dapat dikembangkan usaha pengolahan komoditas kaleng,
komoditas beku, dan komoditas segar. Disamping adanya kegiatan pengasapan
ikan yang dapat dipasarkan untuk memasok kebutuhan lokal, regional (intra wilayah
Maluku) dan nasional, selain itu juga dapat dikembangkan usaha rumah
makan/restoran. Untuk perikanan budidaya usaha yang potensial dikembangkan
adalah kolam pancing dan ekowisata
4.2. Gambaran Umum Kecamatan Baguala
Letak Geografis dan Luas Wilayah
Kecamatan Baguala termasuk dalam wilayah kota Ambon, dengan luas
wilayah ± 40.11 km2. kecamatan Baguala terbagi atas 7 desa yang terletak di peisir
35
pantai yaitu desa desa Waiheru, desa Nania, desa Negeri Lama, desa Passo,
kelurahan Lateri, desa Latta, desa Halong.
Tabel 6. Luas Wilayah Kecamatan Bagula Berdasarkan Luas Desa
No Desa/kelurahan Luas (km) Persentase (%)
1 Waiheru 6 14,96
2 Nania 0,12 0,3
3 Negeri Lama 4,5 11,22
4 Passo 11,38 28,37
5 Lateri 2,01 5,01
6 Latta 0,1 0,25
7 Halong 16 39,89
Jumlah 40,11 100
Sumber: Kantor Kecamatan Baguala, 2010
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa kecamatan Baguala terbagi 7 desa.
Dapat diketahui bahwa desa Halong merupakan desa yang memiliki luas wilayah
lebih besar yaitu 16 km (39,89%) dibanding desa-desa lainnya dan desa Latta
merupakan desa yang memiliiki luas wilayah terkecil yaitu 0,1 km (0,25%). Secara
lebih jelas dapat dilihat pada grafik berikut:
14.96% 0.30%
11.22%
28.37%
5.01%0.25%
39.89%
Waiheru
Nania
Negeri Lama
Passo
Lateri
Latta
Halong
36
Gambar 4. Presentase Luas Wilayah Kecamatan Bagula Berdasarkan Luas Desa
Secara astronomis perairan pantai kecamatan Bagula yang merupakan
lokasi penelitian terletak pada posisi 03°38’03” - 03°38’17,7” LS dan 128°14’27,6” -
128°14,6” BT.
Batas-batas Kecamatan Bagula sebagai berikut :
Sebelah timur berbatasan dengan desa Hunut
Sebelah barat berbatasan dengan desa Waitatiri
Sebelah utara berbatasan dengan desa Hitu
Sebelah selatan berbatasan dengan desa Galala
Di kecamatan Baguala terdapat tiga buah sungai yang mengalir ke laut,
yakni sungai Ila (disebut = Wai Ila) adalah sungai yang mengalir diantara desa
Waiheru dan desa Hunuth, sungai Waiheru (disebut = Wai Heru) adalah sungai
yang mengalir ditengah-tengah desa Waiheru, dan sungai Salak (disebut = Wai
Salak) yaitu sungai yang mengalir di antara desa Waiheru dengan desa Nania.
Aksesibilitas atau akses secara fisik ke kecamatan Baguala dapat ditempuh dengan
melalui jalur transportasi yaitu dengan menggunakan sepeda motor atau mobil
dengan lama waktu tempuh 20-30 menit dari pusat kota.
Keadaan Penduduk
Penduduk dapat dipandang sebagai potensi sumber daya manusia tatapi
pada saat yang sama dapat juga menjadi beban pembangunan tetapi juga
merupakan obyek yang ditujukan oleh pembangunan itu sendiri.
Secara keseluruhan penduduk kecamatan Baguala berjumlah 57.257 jiwa,
yang terdiri dari laki-laki sebanyak 29.071 jiwa dan perempuan sebanyak 28.186
jiwa.
37
Tabel 7. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin
NoDesa /
Kelurahan
Jenis Kelamin Jumlah (Jiwa)
Persentase (%)
Laki-laki Perempuan
1 Waiheru 4413 4293 8.806 15,35
2 Nania 891 885 1.776 3,11
3 Negeri Lama 1846 1683 3.529 6,15
4 Passo 8514 8535 17.046 29,72
5 Lateri 1915 1861 3.776 6,58
6 Latta 584 525 1.109 1,93
7 Halong 11075 10237 21.312 37,16
Jumlah 29.071 28.186 57.257 100
Sumber: Kantor Kecamatan Baguala,2010
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa jumlah penduduk terbanyak
adalah desa Halong yaitu 21.312 jiwa (37,16%) dan yang terkecil jumlah
pendudukya yaitu desa Latta yaitu 1.109 jiwa (1,92%). Jumlah penduduk
berdasarkan jenis kelamin laki-laki terbanyak adalah desa Halong yaitu 11.7075 jiwa
dan yang terkecil yaitu desa Latta yaitu 584 jiwa. Untuk jenis kelamin perempuan
terbanyak adalah desa Halong yaitu 10.237 dan terkecil yaitu desa Latta. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada grafik berikut :
15.35% 3.10%
6.15%
29.72%
6.58%
1.93%
37.16%WaiheruNaniaNegeri LamaPassoLateriLattaHalong
38
Gambar 4. Presentase Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin
Mata Pencaharian
Salah satu potensi dasar bagi pembangunan suatu wilayah adalah besarnya
sumberdaya manusia (penduduk). Dalam upaya memenuhi kebutuhan hidup,
manusia memiliki sumber kehidupan. Untuk itu manusia selalu dihadapkan dengan
berbagai aktifitas yang tentunya disesuaikan dengan potensi serta kemampuan yang
mereka miliki. Tingkat kehidupan di wilayah ditentukan oleh sumber ekonomi yang
diperolah, dalam hal ini mata pencahariannya. Masyarakat kecamatan Baguala
memiliki mata pencaharian yang beragam dimana sebagian besar masyarakat
berprofesi sebagai petani. Disamping bertani, umumnya masyarakat ketiga desa
tersebut juga memanfaatkan potensi sumberdaya laut baik di sekitar hutan
mangrove maupun di perairan Teluk Ambon untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Tabel di bawah ini menyajikan data tentang jumlah penduduk yang bekerja dan jenis
pekerjaan mereka.
Tabel.8 Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian
No. Mata PencaharianJumlah
Penduduk (Jiwa)Presentase (%)
1 Buruh/swasta 2.885 10,9
2 PNS 8.220 31,05
3 Pengrajin 545 2,06
4 Pedagang 3.941 14,89
5 Penjahit 283 1,07
6 Tukang batu 141 0,53
7 Tukang kayu 426 1,61
8 Peternak 225 0,85
39
9 Nelayan 461 1,74
10 Montir 605 2,29
11 Dokter 168 0,63
12 Sopir 801 3,03
13 Pengemudi becak 374 1,41
14 TNI/POLRI 1.620 6,12
15 Petani 5.775 21,82
Total 26.470 100
Sumber: Kantor Kecamatan Baguala, 2010
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa terhitung sebagian besar penduduk
desa Waiheru bermata pencaharian sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) yaitu
sebanyak 8.220 jiwa (31,05%) dan mata pencaharian sebagai nelayan hanya
sebanyak 461 jiwa (1,74%). Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut :
10.90%
31.05%
2.06%14.89%
1.07%0.53%
1.61%0.85%
1.74%2.29%0.63%
3.03%1.41%
6.12%
21.82%
Buruh/swastaPNSPengrajinPedagangPenjahitTukang batuTukang kayuPeternakNelayanMontirDokterSopirPengemudi becakTNI/POLRIPetani
Gambar 5. Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian
4.3. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Teluk Ambon Bagian Dalam (TAD) terletak pada 128010’56’’BT –
128012’25’’BT dan 3039’29’’LS – 3039’29’’LS, dengan luas 11,03 km2 dan merupakan
40
luasan terkecil dari seluruh wilayah ekologis kota Ambon. Perairan ini dipisahkan
dari teluk Ambon Bagian Luar (TAL) oleh ambang sempit dengan kedalam 12,8 m.
Panjang garis pantai perairan ini dalah 14,003 km dan memiliki kedalaman maksimal
41 m.
Perairan Teluk Ambon Bagian Dalam (TAD) berbatasan dengan daerah-
daerah sebagai berikut:
Sebelah utara berbatasan dengan desa Waitatiri
Sebelah timur berbatasan dengan desa Tial
Sebelah barat berbatasan dengan desa Passo
Sebelah selatan berbatasan dengan desa Hutumuri
Perairan Teluk Ambon Dalan (TAD) memiliki substrat dasar perairan yang
terdiri dari batu-batuan, pasir, patahan karang, pada perairan ini tersebar pula
beberapa komunitas produktif perairan tropis seperti halnya coral reef, lalang laut
(sea grass) dan beberapa komunitas bakau walaupun dalam jumlah yang tidak
terlalau banyak.
Teluk Ambon merupakan perairan dangkal yang mempunyai peranan penting
bagi perikanan terutama perikanan ikan umpan karena terdapat komonitas
mangrove. Perairan tersebut hanya berfungsi sebagai tempat mencari makan, tetapi
juga sebagai tempat bertelur dan berlindung.
4.3.1. Kualitas Air
Suhu
Suhu merupakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi metabolisme
penyerapan unsur hara dan kelangsungan hidup ikan (Notji, 2002). Kiasaran suhu
optimal bago pertumbuhan dan reproduksi mencapai 28-300 C.
41
Suhu perairan di lokasi penelitian berkisar antara 29 - 300 C. dari data
tersebut dapat disimpulkan masih berada dalam kisaran yang optimal untuk
kehidupan ikan.
Kecerahan
Kecerahan minimun perairan terjadi pada musim timur namun tidak bertahan
lama karena sirkulasi lapisan permukaan cukup baik menyebabkan masa lumpur
tersuspensi terbawa ke peraiaran luas. Kecerahan dapat dijadikan sebagai indikator
kesuburan perairan, walaupun kecerahan dapat dipengaruhi oleh partikel-partikel
lumpur, plankton serta partikel-partikel lainnya. Tingkat kecerahan yang dimonitor
selama pemeliharaan berkisar antara 3 – 7 meter dengan cukup baik untuk budidaya
ikan laut.
Kandungan Oksigen
Kandungan oksigen terlarut di lapisan permukaan perairan teluk Ambon
bagian dalam bervariasi. Pada muism barat berkisar dari 5,0 – 7,11 ppm, musim
pancaroba 5,37 – 5,42 ppm dan pada musim timur pancaroba kedua 4,0 – 4,47
ppm. Nilai PH di perairan TAD mengalami variasi menurut lokasi, kedalaman dan
musim. Dalam musim barat PH berkisar antara 8,04 – 8,71% dilapisan permukaan;
7,16 – 8,10 pada musim pancaroba pertama; muism timur 7,51 – 7,62; musim
pancaroba kedua berkisar 7,8 – 7,91.
Kadar oksigen di lapisan permukaan antara 3,70 ml/l dan 4.74 ml/l serta
menunjukan harga-harga yang lebih tinggi dari pada lapisan dekat dasar yang
berkisar antara 2,69 ml/l dan 3,8 ml/l.
PH
42
Derajat keasaman (pH) merupakan salah satu parameter penting dalam
menetukan kualitas air. pH selama penelitian berkisar antara 7 - 8. Menurut
Banarjae dalam Oui (1990) mengkatagorikan tingkat kesuburan perairan
berdasarkan nilai pH yaitu tidak produktif (5,5 – 6,5), produktif (6,5 – 7,5), sangat
produktif (7,5 – 8,5) dan kisaran yang cocok untuk perikanan adalah 6,5 – 8,5.
Dengan demikian, pH air laut pada daerah penelitian relatif stabil dengan tingkat
kesuburan perairan yang sangat produktif dan cocok untuk perikanan.
Salinitas
Salinitas merupakan jumlah garam terlarut dalam air laut. Di dalam air laut
terlarut bermacam-macam garam terutama natrium klorida, magnesium, kalsium dan
klorida, Notji, 2002).
Salinitas pada lokasi penelitian berkisar 29 – 31 dengan rata-rata 30,2.
Sabaran salinitas pada suatu perairan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti pola
sirkulasi air, penguapan, curahan hujan dan aliran sungai serta nilai salinitas lapisan
permukaan karena terjadi penguapan yang sangat kuat sehingga menyebankam
nilai salinitas tinggi.
4.3.2. Jenis Ikan dan Alat Tangkap di Perairan Teluk Ambon (TAD)
Di teluk ambon bagian dalam terdapat jenis ikan ekonomis penting, dimana
penangkapannya dilakukan dengan alat-alat tradisional. Jenis-jenis ikan yang
bernilai ekonomis penting di teluk Ambon bagian dalam yaitu: ikan usut atau rejang,
ikan geropa atau kerapu, ikan biji nangka, dan ikan peperek.
43
Spesis ikan pelagis kecil dengan pengembangan yang potensial di teluk
Ambon Dalam (TAD) adalah Ikan Teri, Ikan Tembang dan Ikan Selar. Adapun
kelimpahan stok dan potensi lestari (MSY) ikan pelagis kecil di teluk Ambon Bagian
Dalam masing – masing sebesar 58,5 ton/bulan, sedangkaan pemanfaatan dan
peluang pemanfaatan masing-masing 15,2 ton/bulan dan 14,1 ton /bulan.
Sedangkan ikan demersal, nilai kelimpaham stok belum tersedia secara baik
karena perairannya relatif dangkal sehingga terjadi percampuran antara populasi
ikan demersal dan populasi ikan pelagis. Akan tetapi data faktual menunjukkan
populasi ikan demersal di perairan taluk tergolong besar dengan nilai pemanfaatan
relatif sama dengnan perairan selatan kota Ambon. Spesies ikan demersal yang
terdapat di perairan teluk Ambon Bagian Dalam antara lain Ikan Kakap, Ikan Biji
Nangka, Ikan Kapas-Kapas, Ikan Kerapu, dan Ikan Lentjam.
Di Teluk Ambon Bagian Dalam (TAD) teradpat 7 jenis alat tangkap yakni
pancing tangan (7 unit), bubu (7 unit), jaring permukaan (1 unit), jaring dasar (39
unit), pukat pantai (5 unit), bagan (3 unit), keramba jaring apung (15) dan pukat
cincin (3 unit). Sedangkan armada penangkapan yang beroperasi di TAD berjumlah
55 armada, meliputi tanpa motor 51 buah dan motor tempel 4 buah.
Pengembangan usaha budidaya ikan keramba jaring apung di Teluk Ambon
memberikan dampak positif berupa penciptaan lapangan kerja baru dan peningkatan
pendapatan masyarakat setempat. Hal ini dapat terlihat dari hasil panen kelompok-
kelompok nelayan Desa Waiheru, Desa Latta, Desa Lateri yang hasilnya diatas 1
ton/tahun sehingga sampai ekspor ke Hongkong. Jenis ikan yang dibudidayakan di
perairan teluk Ambon adalah ikan kerapu, ikan baronang (BBL,2009)
Keberhasilan usaha budidaya perikanan di Teluk Ambon tersebut sangat
ditentukan oleh media pemeliharaan sebagai penunjang keberlanjutan usahanya.
44
Untuk itu sebagai upaya pengembangan budidaya ikan keramba jaring apung dapat
tertata dengan baik dan berbasis pada kualitas perairan maka perencanaan tata
ruang laut diupayakan sebagai suatu rangkaian proses yang memenuhi kaidah
ilmiah yang dilegitimasi.
4.4 Profil Unit Usaha budidaya Pada Keramba Jaring Apung
Usaha budidaya ikan kerapu pada keramba jaring apung di teluk ambon
berdiri sejak tahun 2002. Pada saat pendirian modal awal diperoleh dari bantuan
pemerintah daerah berupa keramba dan berupa uang sebesar Rp 30.000.000.
Faktor pemilihan lokasinya didasarkan pada transportasi yang lancar, keadaan
lokasi usaha yang baik.
Bentuk keramba yang digunakan adalah berbentuk empat persegi panjang,
yang terdiri dari 3 kotak dengan ukuran 3x3 meter untuk masing-masing kotaknya.
Dan sampai sekarang tidak mengalami perkembangan dalam jumlah keramba
dikarnankan terbatasnya bibit.
Adapun tujuan yang melatarbelakangi pendirian usaha ini adalah untuk
mencari keuntungan dan menambah pengalaman.
4.5 Karakteristik Responden
45
Responden yang dijadikan sampel adalah para pembudidaya ikan kerapu di
keramba jaring apung (KJA) di teluk ambon kota Ambon. Identitas nelayan
responden berdasarkan umur, tingkat pendidikan, dan jumlah tanggungan keluarga.
Umur
Berdasarkan konteks ketenagakerjaan bahwa seseorang yang berusia
antara 15 – 55 tahun adalah termasuk dalam katagori usia yang masih produktif
untuk berkerja dengan lebih baik apada sektor formal. Sedangkan penduduk 64
tahun ke atas masuk dalam katagori non produktif (siagian, 2000).
Umur seorang nelayan berpengaruh terhadap cara atau pola fikir dan
kemampuan fisiknya untuk bekerja. Umumnya nelayan masih muda dan sehat
relative lebih mudah menerima teknologi dan berani menanggung resiko serta
memiliki kemampuan fisik yang lebih kuat dalam bekerja dibandingkan dengan
nelayan berusia lanjut.
Tabel 9 : Klasifikasi Keadaan Umur Responden
No Umur (Tahun) Jumlah (Jiwa) Presentase (%)
1 19 -35 2 18.18
2 36 – 45 5 45.45
3 46- 58 4 36.36
Jumlah 11 100Sumber : Data Primer setelah diolah, 2010
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa semua responden berada
pada usia produktif yaitu berada pada kisaran umur 19 – 35 tahun sebanyak 2 orang
dengan presentase 18,18% dan umur 36 – 45 sebanyak 5 orang dengan presentase
45,45%, kemuadian umur 46 – 58 tahun sebanyak 4 orang dengan presentase
46
36,36%. Hal ini menunjukan semangat dan produktifitas kerja masih cukup tinggi,
sehingga untuk melakukan pembudidayaan ikan masih sangat tinggi.
Tingkat Pendidikan
Pendidikan merupakan salah satu usaha unutuk meningkatkan kualitas
sumberdaya manusia. Semakin tinggi tingkat pendidikan diharapkan pola pikir
semakin rasional, sehingga nelayan lebih mudah untuk cepat menerima teknologi
baru untuk peningkatan produksi usahanya. Tingkat pendidikan responden dapat
dilihat pada table berikut :
Tabel 10 : Tingkat Pendidikan Responden
No Tingkat pendidikan Jumlah (Jiwa) Presentase (%)
1 SD 3 27.27
2 SMP 3 27.27
3 SMA 4 36.36
4 Kuliah 1 9.09
Jumlah 11 100Suber : Data Primer setelah diolah, 2010
Berdasarkan tabel 10 dapat diketahui bahwa tingkat pendidikan responden
sampai tingkat SMA sebanyak 4 orang (36,36%), SMP 3 orang (27,27%), SD 3
orang (27,27%), dan Kuliah hanya 1 orang (9,09%).
Tanggungan Keluarga
Aspek yang cukup berpengaruh terhadap peningkatan kesejahteraan
nelayan adalah besarnya tanggungan setiap kepala keluarga dalam mencukupi
kebutuhan sehari-harinya. Jumlah tanggungan keluarga pembudidaya menandakan
47
tingkat kemampuan penanggung resiko usaha dan merupakan tanggung jawab
terhadap pemenuhan dan kesejahteraan bagi seluruh anggota keluarganya. Adapun
jumlah tanggungan keluarga responden dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 11 : Tanggungan Keluarga Responden
No Jumlah Tanggungan Julah (orang) Persentase (%)
1 0 2 18.18
2 1-5 5 45.45
3 6-9 4 36.36
Jumlah 11 100Sumber : Data Primer Setelah diolah, 2010
Berdasarkan tabel di 10, terlihat bahwa jumlah tanggungan responden terbesar
adalah antara 1 sampai 5 orang sebesar 45,45%, responden yang memiliki
tanggungan 6 sampai 9 orang sebesar 36,36%, sementara yang belum memiliki
tanggungan keluarga sebesar 18,18%. Hal ini berarti semakin besar jumlah
tanggungan dalam sebuah rumah tangga, akan mempengauhi besarnya pendapatan
yang diterima oleh responden.
48
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Budidaya Ikan Kerapu Pada KJA
Ikan kerapu memiliki petensi yang besar untuk dikembangkan dan telah
terbukti dapat dibudidayakan di keramba jaring apung serta peluang
pembudidayaannya masih terbuka luas karena lahannya adalah laut.
Pengembangan usaha budidaya Kerapu di masa mendatang mempunyai
prospek yang cukup bagus, mengingat sampai saat ini untuk memnuhi kebutuhan
ikan kerapu dalam dan luar negeri belum dapat terpenuhi secara optimal.
Dalam pembesaran ikan kerapu, sarana dan prasarana untuk penunjang
keberhasilan usaha mutlak perlu diadakan. Keramba jaring apung bisa digunakan
untuk menamai wadah pemeliharaan ikan, terbuat dari jarring. Bentuk keramba yang
umum digunakan adalah berbentuk empat persegi panjang. Lokasi yang dipilih bagi
49
usaha pemeliharaan ikan dalam KJA relatif tenang, terhindar dari badai dan mudah
dijangkau.
Ukuran KJA yang digunakan oleh responden yaitu 1 keramba terdiri dari 3
kotak dengan ukuran 3x3 meter untuk masing-masing kotaknya. Kedalaman air dari
dasar kurung 5 – 7 meter.
Waktu yang dibutuhkan responden untuk tiap kali panen yaitu 1 tahun atau
tergantung dari permintaan pasar. Hasil panen umumnya dijual ke pedagang yang
langsung datang ke lokasi budidaya.
A. Investasi
Investasi merupakan biaya awal dari suatu usaha untuk pembangunan
proyek. Investasi yang dikeluarkan dalam pembuatan KJA terdiri dari rakit, rumah
jaga serta sarana dan prasarana lainnya. Untuk lebih jelasnya rincian jenis biaya
investasi yang digunakan dalam usaha budidaya ikan dapat dilihat pada pada tabel
9 (lampiran. 1)
Tabel 12. Biaya Investasi Usaha Budidaya Ikan Kerapu Pada KJA Di Teluk Ambon Kota Ambon
No Jenis Biaya UnitHarga
Satuan (Rp)Nilai (Rp)
Persentase (%)
Aktiva Tetap
1 Rakit 1 7.345.000 7.345.000 13,66
Pemberat Jaring 12 16.000 192.000 0,36
Waring 1 2.500.000 2.500.000 4,65
Jaring 1 3.500.000 3.500.000 6,51
2 Rumah Jaga 1 2.621.000 2.621.000 4,88
3 Perahu Mesin 1 4.000.000 4.000.000 7,44
4Perahu Tanpa Mesin
1 1.500.000 1.500.000 2,79
5 Bak Penampung 1 1.000.000 1.000.000 1,86
50
8 Peralatan Kerja 1.000.000 1,86
Modal 30.000.000 55,81
Total Investasi 53.658.000 100
Sumber: Data primer yang diolah, 2010
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa investasi tertinggi adalah modal
sebesar Rp. 30.000.000 (55,81%) yang didapat dari bantuan pemerintah daerah
(PEMDA) setempat melalui APBD (Anggaran Pemerintah Belanja Daerah). Bantuan
dari pemerintah dikeluarkan sebagai modal awal usaha. Terdapat 4 pembudidaya
yang menerima bantuan berupa uang dari PEMDA dan 8 pembudidaya lainnya
menerima bantuan berupa keramba jaring apung dan bibit ikan kerapu. Biaya
pembuatan rakit sebesar Rp 7.435.000 (13,65%) dan yang paling rendah biaya
aerator sebesar Rp 100.000 (0,19%) yang merupakan alat sewaan dari Balai
Budidaya Laut (BBL). Lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik berikut :
13.66% 0.36%4.65%
6.51%
4.88%
7.44%
2.79%1.86%
0.19%1.86%
55.81%
KJAPemberat Jaring (3 kg)WaringJaringRumah JagaPearu MesinPerahu Tanpa MesinBak PenampungAeratorPeralatan KerjaModal
Gambar 5. Presentase Biaya Investasi Usaha Budidaya Ikan Kerapu Pada KJA
B. Biaya
Suatu unit usaha dalam menjalankan kegiatan produksi tentunya
memerlukan biaya yang diperhitungkan sesuai dengan besarnya jumlah produksi
51
yang akan dihasilkan, sehingga dengan melihat besarnya biaya yang dikeluarkan
oleh unit usaha (Soekartawi, 2003).
1. Biaya Tetap
Biaya tetap merupakan biaya yang tidak dapat berubah-ubah (konstan) untuk
setiap tingkatan sejumlah hasil yang diproduksi atau biaya yang penggunaannya
tidak habis dalam satu masa produksi dan tetap dikeluarkan walaupun tidak
berproduksi antara lain biaya penyusutan alat. Salah satu cara untuk menghitung
penyusutan adalah selisih antara nilai awal barang dengan nilai akhir barang dibagi
lama pemakaian. Hal ini sesuai dengan pendapat Pasaribu dalam Syariah (2007),
bahwa biaya penyusutan diperoleh dengan membagi harga investasi dengan jumlah
tahun taksiran lamanya investasi terpakai. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
tabel berikut:
Tabel 13. Persentase Penyusutan Biaya Tetap Usaha Budidaya Ikan Kerapu Pada KJA Di Teluk Ambon Kota Ambon
No UraianUmur
EkonomisHarga Lama Harga Baru Penyusutan
Persentasi (%)
1 Rakit 10 7.345.000 7.500.000 15500 2,97
2 Pemberat Jaring 10 192.000 250.000 5800 1,11
3 Waring 5 2.500.000 2.750.000 50000 9,58
4 Jaring 5 3.500.000 3.700.000 40000 7,66
5 Rumah Jaga 5 2.621.000 3.000.000 75800 14,52
6 Perahu Mesin 10 4.000.000 4.200.000 20000 3,83
7Perahu Tanpa Mesin
10 1.500.000 1.750.000 25000 4,79
8 Bak Penampung 10 1.000.000 1.200.000 20000 3,83
9 Aerator 1 100.000 120.000 20000 3,83
10 Peralatan Kerja 2 1.000.000 1.500.000 250000 47,88
Jumlah 23.758.000 25.970.000 522100 100
Sumber: Data Primer yang diolah, 2010
52
Dari Tabel 10 dapat diketahui bahwa biaya tetap pada usaha budidaya ikan
kerapu dengan bantuan keramba jaring apung terdiri dari biaya KJA, pemberat
jaring, waring, rumah jaga, perahu mesin, perahu tanpa mesin, bak penampung,
aerator, dan peralatan kerja. Total penyusutan untuk budidaya ikan kerapu dengan
bantuan keramba jaring apung (KJA) sebesar Rp. 52.2100,00 dimana biaya
penyusutan paling besar yaitu biaya penyusutan peralatan kerja (47,88%) dan yang
terkecil yaitu biaya penyusutan pemberat jaring (1,11%). Lebih jelasnya dapat dilihat
pada grafik berikut :
2.97% 1.11%
9.58%
7.66%
14.52%
3.83%4.79%
3.83%3.83%
47.88%
KJAPemberat Jaring (3 kg)WaringJaringRumah JagaPearu MesinPerahu Tanpa MesinBak PenampungAeratorPeralatan Kerja
Gambar 6. Presentase penyusutan biaya tetap pada usaha budidaya ikan kerapu pada KJA
2. Biaya Variabel
Biaya variabel adalah biaya yang sewaktu-waktu dapat berubah tergantung
dari besar kecilnya volume produksi, atau biaya yang habis dipakai selama produksi
berlangsung. Biaya variabel usaha di KJA ini meliputi benih, pakan, BBM dan obat-
obatan yang berupa vitamin (lampiran 3).
Tabel 14. Biaya Variabel Usaha Budidaya Ikan Kerapu Pada KJA Per Tahun
53
No Uaraian Total Persentase (%)
1 Bibit 5250000 27.7
2 Pakan (Rucah) 7200000 37.99
3 Vitamin C 200,000 1.06
4 BBM 900000 4.75
5 Tenaga Kerja 5400000 28.5
Total 18950000 100Sumber: Data primer yang telah diolah, 2010
Bibit
Benih kerapu yang digunakan dalam usaha budidaya di KJA ini adalah benih
berukuran 5 - 7 cm sebanyak 1050 ekor yang terdiri dari 350 ekor untuk tiap kotak
dengan harga beli Rp 5.000/ekor, jadi biaya yang dikeluarkan untuk pembelian benih
adalah Rp. 5.250.000,-.
Pakan
Biaya pakan yang dikeluarkan berbeda-beda tiap tahunnya, tergantung dari
ukuran ikan dan banyaknya pakan yang dihabiskan. Pakan yang digunakan yaitu
rucah yang diberikan pada ikan 3 – 4 kg per hari dengan harga Rp. 5.000 per
kilogram.
Bahan Bakar Minyak (BBM)
Biaya yang tidak terlepas dari pengeluaran pengusaha tiap tahun adalah
pembelian bahan bakar minyak dalam hal ini adalah bensin yang digunakan sebagai
bahan bakar perahu masin, besarnya adalah Rp 900.000,-/ tahun.
Vitamin C
Pada ikan kerapu penambahan obat-obatan dan multivitamin dapat
memberikan dampak positif terhadap kinerja ikan dan dapat menurunkan angka
kematian pada ikan.
54
Tenaga Kerja
Tenaga pada usaha budidaya sangat dibutuhkan untuk melangsungkan
usaha. Tenaga kerja pada usaha ini berjumlah 3 orang yang diambil dari anggota
keluarga dengan gaji Rp. 150.000 per bulan.
3. Biaya Total
Total biaya atau total cost adalah jumlah biaya tetap dan biaya variable.
Adapun total biaya yang digunkan dalam usaha budidaya ikan kerapu dapat dilihat
pada tabel berikut :
Tabel 15. Total Biaya Usaha Budidaya Ikan Kerapu Pada KJA Per Tahun
No Jenis Biaya Nilai Rata-rata (Rp)
1 Biaya Tetap 5.220.100
2 Biaya Varibel 18.950.000
Total Biaya 24.170.100Sumber : Data Primer yang telah diolah, 2010
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa biaya variable lebih besar
dari biaya tetap untuk setiap tahunnya. Sejalan dengan penelitian Ilham (2010)
bahwa pengeluaran terhadap biaya tetap tidak mempengaruhi banyaknya produksi
yang dihasilkan tetapi berpengaruh kepada tingkat keuntungan yang diperoleh
nelayan.
C. Penerimaan
Penerimaan adalah jumlah hasil panen sekali dengan harga ikan sesuai
dengan kualitas dan ukuran ikan yang berlaku pada saat itu. Total
produksi/penerimaan yang diperoleh dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 16. Jumlah Penerimaan Usaha Budidaya Ikan Kerapu Pada KJA
55
Tahun Jumlah Produksi (Kg) Harga / Kg (Rp) Nilai (Rp)
2005/2006 200 200.000 40.000.000
2006/2007 320 200.000 64.000.000
2007/2008 400 250.000 100.000.000
2008/2009 415 375.000 155.625.000
2009/2010 430 375.000 161.250.000Sumber : Data Primer yang telah diolah, 2010
Berdasarkan tabel tersebut di atas dapat diketahui bahwa produksi volume
ikan kerapu mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Peningkatan produksi ini
disebabkan karena pihak pembudidaya dapat menaikan tingkat mortalitas ikan pada
usaha budidaya ini dan harga jual dari tahun ke tahun yang terus mengalami
kenaikan.
D. Pendapatan
Pendapatan bersih merupakan hasil penerimaan dikurangi dengan semua
biaya yang dikeluarkan selama proses produksi berlangsung.
Tabel 17. Pendapatan Pembudidaya Ikan Kerapu Pada KJA
No Uraian Nilai
1 Penerimaan (TR) 161,250,000
2 Total Biaya (TC) 24,170,100
Keuntungan (Ω) (TR-TC) 137,079,900
Sumber : Data primer yang telah diolah, 2010
Dari tabel 17 dapat diketahui bahwa keuntungan per panen untuk usaha
budidaya ikan kerapu pada keramba jaring apung sebesar Rp. 137,079,900.
Dengan melihat kriteria penilaian bahwa suatu usaha menguntungkan
apabila suatu tingkat harga melebihi semua biaya maka dapat dipastikan bahwa
usaha budidaya ikan kerapu pada KJA layak untuk dikembangkan.
5.2. Analisis SWOT
56
Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk
merumuskan strategi suatu usaha. Analisis ini didasarkan pada logika yang
memaksimalkan kekuatan (Strenghts) dan peluang (Opportunities) namun secara
bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weakness) dan ancaman (Threats).
Analisis SWOT yang dilakukan dengan tepat juga menunjukkan berbagai
peluang yang sebaiknya dimanfaatkan, terutama dengan mengembangkan faktor-
faktor pendukung dan mengubah potensi yang dimiliki menjadi kekuatan yang efektif
sehingga usaha tersebut memiliki keunggulan yang dapat diandalkan. Namun
kemampuan memanfaatkan peluang pada suatu usaha akan menimbulkan ancaman
bagi usaha karena pesaing akan mengambil dan memanfaatkan kelemahan
lawannya. Menurut (Rangkuti, 2001) Analisis ini membandingkan antara faktor
internal (kekuatan dan kelemahan) dan faktor eksternal (peluang dan ancaman).
Kedua faktor tersebut harus dipertimbangkan dalam analisis SWOT.
A. Identifikasi Faktor Internal
- Kekuatan
Kekuatan (Strengths) merupakan kompetensi khusus yang terdapat dalam
organisasi yang berakibat pada pemilikan keunggulan dan kemampuan dalam
pengembangan produk oleh unit usaha di pasaran. Kekuatan yang dimiliki oleh
usaha budidaya ikan kerapu di Keramba Jaring Apung dapat diidentifikasi antara
lain:
1) Lokasi Usaha dan Kualitas Air
Usaha budidaya ikan kerapu ini terletak di perairan teluk yang tenang, dekat
dengan jalan raya dan dekat dengan tempat berdomisili pembudidaya serta
dekat dengan tempat penelitian perikanan laut. Jawaban responden
57
mengatakan lokasi usaha sesuai bagi budidaya di KJA. Sehingga lokasi
usaha di perairan teluk merupakan salah satu kekuatan dalam
pengembangan budidaya ikan kerapu di KJA. Berdasarkan data dari
laboraturium balai budidaya laut (BBL), kualitas air di perairan teluk ambon
telah memenuhi syarat budidaya ikan kerapu. Demikian juga dengan
jawaban responden bahwa kualitas air di lokasi budidaya telah memenuhi
syarat. Sehingga kualitas air di perairan teluk merupakan salah satu
kekuatan dalam pengembangan budidaya ikan kerapu di KJA.
2) Dukungan PEMDA
Pemerintah kota Ambon telah memberikan bantuan modal untuk
menjalankan usaha pembudidayaan ikan kerapu di KJA. Demikian dengan
jawaban respon bahwa mereka menerima bantuan berupa uang sejumlah
Rp. 30.000.000 dan keramba jaring apung. Sehingga dukungan PEMDA
merupakan salah satu kekuatan dalam pengembangan budidaya ikan kerapu
pada KJA di teluk Ambon kota Ambon.
3) Harga Benih Murah
Benih di dapat dari balai budidaya laut (BBL) yang dijual murah kepada
pembudidaya. Jika dibandingkan dengan di Barru, benih sangat mahal
karena benih harus dibeli di Bali dengan harga 15.000 per ekor
(Darma,2007). Sehingga harga benih merupakan salah satu kekuatan dalam
pengembangan budidaya ikan kerapu pada KJA di teluk Ambon kota Ambon.
4) Biaya Pemasaran Rendah
Pihak pembudidaya tidak memiliki tangggung jawab penuh dalam melakukan
penjualan produknya. Hal ini disebakan karena pihak pembeli datang
langsung ke lokasi budidaya sehingga biaya pemasaran ditanggung oleh
58
pihak pembeli. Sehingga biaya pemasaran merupakan salah satu kekuatan
dalam pengembangan budidaya ikan kerapu di KJA.
- Kelemahan
Kelemahan merupakan keterbatasan (kekurangan) dalam hal sumber,
keterampilan dan kemampuan menjadi penghalang kinerja yang dapat menjadi
penyebab terjadinya kerugian. Adapun kelemahan-kelemahan pada usaha
budidaya ikan kerapu di Keramba Jaring Apung antara lain:
1) Ketersediaan Benih Kurang
Hal ini disebabkan karena lokasi penjualan benih hanya terdapat di balai
budidaya laut (BBL). Demikian dengan jawaban respon yang mengatakan
bahwa benih di BBL terbatas sehingga mereka membeli benih yang ditangkap
di laut. Sehingga ketersediaan benih merupakan salah satu kelemahan dalam
pengembangan budidaya ikan kerapu di KJA.
2) Kurangnya Sumberdaya Manusia
Kurang tersedianya tenaga kerja hal ini disebabkan karena kebanyakan
warga Ambon tidak mau menjadi pembudidaya ikan.
~ Matrik Faktor Strategi Internal
Setelah faktor – faktor strategis internal usaha budidaya ikan kerapu pada
keramba jarring apung diidentifikasi, suatu tabel IFAS (Internal Strategic Factors
Analysis Summary) disusun untuk merumuskan faktor – faktor strategis internal.
59
Tabel 18. IFAS (Internal Strategic Factors Analysis Summary) Usaha Budidaya Ikan Kerapu Pada KJA di Teluk Ambon, kota Ambon.
No Faktor Strategi Internal Bobot Rating B x R Keterangan
Kekuatan 1 Dukungan PEMDA 0.25 4 1.00 Dukungan PEMDA dengan
adanya bantuan modal dan keramba
2 Lokasi Usaha dan kualitas Air
0.20 4 0.80 Terletak di perairan teluk yang tenang, dekat dengan tempat berdomisili responden serta dekat dengan tempat penelitian perikanan laut. Kualitas air yang sesuai dengan persyaratan budidaya tambak,
3 Harga Benih Murah 0.20 3 0.6 Harga benih yang di beli dari BBL relatif murah dibandingkan dengan di daerah lain
4 Biaya Pemasaran Rendah 0.10 2 0.2 Pihak pembeli datang langsung ke lokasi budidaya sehingga biaya pemasaran dan kerusakan ditanggung oleh pembeli
Kelemahan
1 Ketersediaan benih kurang memadai
0.15 3 0.45 Penjualan benih kerapu hanya terdapat di BBL (Balai Budidaya Laut)
2 Kurangnya SDM 0.10 2 0.2 Penduduk Asli Ambon
60
kebanyakan tidak mau jadi nelayan
Jumlah 1.00 3.25 Sumber: data primer setelah diolah,2010
Berdasarkan hasil analisis faktor strategis internal (IFAS) berupa kekuatan
dan kelemahan diperoleh nilai sebesar 3,25 (skala 0 – 4 ). Ini menunjukkan bahwa
secara internal usaha budidaya ikan kerapu pada keramba jaring apung (KJA) layak.
B. Identifikasi Faktor Eksternal
- Peluang
Peluang adalah perubahan yang dapat dilihat sebelumnya dalam waktu
dekat, dimasa mendatang yang akan memberikan keuntungan bagi kegiatan usaha.
Peluang-peluang yang dimiliki oleh usaha budidaya ikan kerapu pada keramba
jaring apung antara lain:
1) Nilai Jual Ikan Kerapu
Nilai jual ikan kerapu yang semakin tinggi baik ekspor maupun lokal. Produk
kerapu tidak sulit untuk dipasarkan karena merupakan produk yang dicari-cari
konsumen. Hal ini membuktikan bahwa nilai komuditi kerapu merupakan
salah satu peluang budidaya kerapu di KJA.
2) Pangsa Pasar Hasil Budidaya Tinggi
Pangsa pasar hasil budidaya tinggi. Demikian dengan jawaban responden
bahwa terkadang mereka tidak dapat memenuhi permintaan pembeli karena
hasil panen yang terbatas. Hal ini membuktikan bahwa pangsa pasar
merupakan salah satu peluang dalam upaya pengembangan usaha budidaya
kerapu di KJA.
61
3) Peluang Usaha Besar
Peluang usaha besar dapat dilihat dari pangsa pasar hasil tambak dan
terbukanya peluang usaha. Jawaban responden juga mengatakan bahwa
peuang usaha budidaya sangat besar namun ketersediaan benih rendah.
Oleh karena itu peluang usaha merupakan salah satu peluang dalam upaya
pengembangan budidaya ikan kerapu di KJA.
4) Kebijakan pemerintah
Otonomi daerah memberikan peluang yang luas kepada daerah untuk
menggali dan mengolah potensi daerah.
- Ancaman
Ancaman adalah gejala-gejala yang merupakan dampak negatif atas
keberhasilan usaha, namun umumnya berada diluar kendali usaha. Apabila
ancaman tersebut tidak diatasi maka akan menjadi ganjalan bagi usaha yang
bersangkutan baik untuk masa sekarang maupun masa yang akan datang. Adapun
ancaman yang dihadapi oleh usaha budidaya ikan kerapu pada KJA antara lain:
1) Faktor Iklim
Usaha budidaya ikan di laut sangat tergantung pada musim. Keberhasilan
usaha sangat didukung oleh iklim yang stabil. Demikian jawaban responden
bahwa jika musim penghujan maka akan terjadi kebanjiran yang dapat
membawa sampah dan dapat merusak jaring. Sampah yang dibawa banjir
juga dapat merangsang pertumbuhan berbagai jenis organisme dan dapat
menurunkan produksi bahkan dapat mengakibatkan kematian total dalam
keramba jaring apung. Sehingga faktor iklim merupakan salah satu faktor
ancaman dalam pengembangan usaha budidaya pada KJA di teluk Ambon.
2) keamanan
62
Kurangnya keamanan tambak merupakan salah satu faktor yang harus
diwaspai. Demikian juga dengan jawaban responden bahwa pencurian ikan sering
terjadi pada malam hari.
~ Matrik Faktor Strategi Eksternal
Setelah faktor – faktor eksternal suatu usaha pancing rawai diidentifikasi,
suatu tabel EFAS (Eksternal Strategic Factors Analysis Summary) disusun untuk
merumuskan faktor – faktor strategis eksternal dalam kerangka peluang dan
ancaman usaha budidaya ikan kerapu pada keramba jaring apung.
Tabel 19. EFAS (Eksternal Strategic Factors Analysis Summary) Usaha Budidaya Ikan Kerapu Pada KJA di Teluk Ambon Kota Ambon.
No Faktor Strategi EKSternal Bobot Rating B x R Keterangan
Peluang 1 Nilai Jual Kerapu 0.25 4 1 Nilai jual krapu yang
semakin tinggi baik ekspor maupun lokal,
2 Pangsa Pasar Hasil budidaya Tinggi
0.20 4 0.8 Selalu ada permintaan dari konsumen dari jauh hari
3 Peluang Usaha Besar 0.10 3 0.3 Terbukanya peluang usaha pembenihan karna kurangnya benih dan permintaan pasar yang cukup besar
4 Kebijkan Pemerintah 0.10 2 0.2 Otonomi daerah memberikan peluang yang luas kepada daerah untuk menggali dan mengolah potensi daerah.
Ancaman 1 Faktor Iklim 0.20 2 0.4 Faktor iklim merupakan
ancaman pencemaran lingkungan
3 Keamanan 0. 15 1 0.15 Pencurian ikan sering terjadi pada malam hari
Jumlah1.00 2.85
63
Sumber: Data primer setelah diolah,2010
Berdasarkan hasil analisis faktor strategis Eksternal (EFAS) berupa peluang
dan ancaman diperoleh nilai sebesar 2,85 (skala 0 – 4 ). Ini menunjukkan bahwa
secara eksternal usaha budidaya ikan kerapu pada keramba jaring apung (KJA)
cukup layak.
Berdasarkan uraian-uraian yang dijelaskan di atas maka dapat kita lihat
matriks SWOT untuk memperjelas hal-hal yang menjadi kekuatan, kelemahan,
peluang dan ancaman yang mempengaruhi usaha budidaya. Dengan analisis
SWOT yang dilakukan dapat diperoleh berbagai alternatif strategi yang dapat dilihat
pada tabel berikut:
Tabel 20 : Matriks SWOT pada Usaha Budidaya Ikan Kerapu Pada Keramba Jaring Apung di Teluk Ambon Kota Ambon
Internal Kekuatan (Streanghts) Kelemahan (Weakness)
1. Lokasi Usaha dan kualitas Air 1. Ketersediaan Benih Kurang
2. Dukungan PEMDA 2. Kurang SDM
3. Biaya Pemasaran Rendah
4. Harga Benih Murah
Eksternal
Peluang (Opportunities) STRATEGI (S - O) STRATEGI (W- O)
1. Nilai Komuditi Kerapu 1. Meningkatkan Kapasitas Produksi Ikan Kerapu (S-1,2,3,4,&O-1,2,3,4)
1. Optimalkan Balai Budidaya Laut (BBL) (W-1,&O-1,2,3,4)2. Manfaatkan benih alam (W-1,&O-1,2,3,4)3. Melakukan sosialisasi Peraturan Daerah Tentang penertiban izin usaha yang memanfaatkan sumberdaya perairan (W-1,2&O-1,2,3,4)
2. Pangsa Pasar Tinggi
3. Peluang Usaha Besar
2. Meningkatkan dan mempertahankan Mutu Produk Ikan Kerapu (S-1,2,3,4&O-1,2,3,4)
4. Kebijakan Pemerintah
Ancaman ( Threats) STRATEGI (S - T) STRATEGI (W - T)
1. Faktor Iklim 1. Membuat Kesepakatan Antar Pembudidaya Dalam Menjaga Keamanan Keramba (T -2,&S-1,2,3,4)
1. Meningkatkan Pengetahuan Tentang Budidaya Ikan Kerapu di KJA (T-1,2,&W-1,2)
2. Keamanan
2. Hindari waktu penebaran benih pada musim hujan (T-1,2&S-1,2,3,4)
2. Cari benih dari luar daerah (T-1,2,&W-1,2)
Sumber: Hasil Analisis Penulis, 2010
64
Berdasarkan matriks SWOT tersebut dapat dilihat bahwa ada beberapa
strategi yang dapat dilakukan oleh pengusaha KJA untuk mengembangkan
usahanya dalam menghadapi persaingan dimasa yang akan datang.
1. Strategi S – O (Strenghts – Opportunities)
Strategi ini disusun dengan menggunakan seluruh kekuatan dan peluang
yang dimiliki. Beberapa strategi yang dapat diambil antara lain:
Meningkatkan Kapasitas Produksi Ikan Kerapu. Strategi ini diambil dengan
pertimbangan bahwa kekuatan yang berupa umur produktif, biaya pemasaran
rendah dan ketersediaan laut serta peluang yang berupa harga tinggi, dasar
perairan yang baik dan selera konsumen tinggi maka kekuatan dan peluang
tersebut sangat mendukung peningkatan volume produksi kerapu.
Meningkatkan dan Mempertahankan Mutu Produk. Strategi ini diambil dengan
pertimbangan bahwa peluang dalam keanggotaan WTO dan selera konsumen
yang cukup tinggi dan didukung oleh kekuatan yang berupa umur produktif dan
biaya pemasaran yang rendah maka upaya meningkatkan dan mempertahankan
mutu produk harus dilakukan sehingga keberadaan di pasaran internasional
dapat dipertahankan dan nantinya dapat meningkatkan penerimaan devisa.
2. Strategi W – O (Weakness – Opportunities)
Strategi ini diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada, dengan
cara mengatasi kelemahan yang dimiliki. Adapun strategi yang dapat dilakukan
yaitu:
Optimalkan Balai Budidaya Laut dalam penyediaan bibit ikan kerapu. Strategi ini
diambil dengan mempertimbangkan bahwa kelemahan yang berupa kurangnya
ketersediaan benih yang disediakan BBL sehingga banyak pembudidaya yang
beralih untuk membudidayakan jenis ikan lainnya.
65
Manfaatkan benih yang ada di alam. Strategi diambil dengan pertimbangan
bahwa kurangnya bibit.
Melakukan sosialisasi Peraturan Daerah tentang penertiban izin usaha yang
memanfaatkan sumberdaya perairan. Strategi ini diambil karena dilihat dari
kelemahan kurangnya SDM. Sesuai dengan jawaban responden bahwa
masyarakat setempat tidak mau menjadi nelayan.
3. Strategi S – T (Strenghts – Threats)
Strategi ini dilakukan dalam rangka memanfaatkan kekuatan yang dimiliki
untuk mengatasi ancaman yang dihadapi. Adapun strategi yang dilakukan adalah :
Membuat Kesepakatan Antar Pembudidaya Dalam Menjaga Keamanan
Keramba. Strategi ini diambil dengan pertimbangan bahwa ancaman yang
berupa pencemaran dan penurunan mutu lingkungan yang diakibatkan oleh
musim dapat diatasi dengan cara memperhatikan keadaan lingkungan.
Penurunan mutu lingkungan akibat pencemaran dapat merangsang
pertumbuhan berbagai jenis organisme pathogen yang dapat menurunkan
produksi kerapu. Sehingga dengan memiliki umur yang produktif dan
ketersediaan laut maka pengusaha dapat mengikuti sosialisasi mengenai
dampak pencemaran lingkungan.
Hindari penebaran benih pada musim hujan. Strategi ini diambil dengan
perhitungan bahwa ancaman pencemaran lingkungan bisa terjadi pada musim
hujan karna sampah yang terbawa oleh air dari daratan ke daerah keramba.
4. Strategi W – T (Weakness – Threats)
Strategi ini untuk mengatasi kelemahan yang berpadu dengan ancaman
harus segera diatasi. Untuk mengatasi dapat diambil strategi sebagai berikut :
66
Meningkatkan Pengetahuan Tentang Budidaya Ikan Kerapu di KJA. Strategi ini
diambil karena melihat dari faktor ancaman. Musim dapat mengakibatkan
timbulnya pencemaran akan sangat berpengaruh terhadap jumlah produksi
kerapu. Untuk mengatasi tingkat mortalitas kerapu maka pengusaha harus
meningkatkan pengetahuan tentang kerapu termasuk teknik budidaya dan jenis-
jenis penyakit yang biasanya menyerang ikan kerapu.
67
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan, maka diperoleh simpulan sebagai
berikut:
1. keuntungan per panen untuk usaha budidaya ikan kerapu pada keramba jaring
apung di teluk Ambon sebesar Rp. 137,079,900.
2. Faktor internal yang mempengaruhi pengembangan budidaya ikan kerapu pada
keramba jarring apung di teluk Ambon, terdiri dari factor kekuatan yaitu : lokasi
usaha, kualitas air, dukungan PEMDA, biaya pemasaran rendah, harga benih
murah. Faktor kelemahan yaitu : ketersediaan benih kurang, dan kurangnya
sumberdaya manusia. Faktor eksternal yang mempengaruhi pengembangan
budidaya ikan kerapu pada keramba jarring apung di teluk ambon terdiri dari
faktor peluang yaitu : nilai jual ikan kerapu, pangsa pasar tinggi, peluang usaha
besar, kebijakan pemerintah. Faktor Ancaman yaitu iklim dan keamanan.
3. Langkah strategi untuk pengembangan usaha Keramba Jaring Apung yaitu
meningkatkan kapasitas produksi ikan kerapu, meningkatkan dan
mempertahankan mutu produk ikan kerapu, melakukan sosialisasi peraturan
daerah tentang penertiban izin usaha yang memanfaatkan sumberdaya perairan,
membuat kesepakatan antar pembudidaya dalam menjaga keamanan keramba
68
dan meningkatkan pengetahuan tentang budidaya ikan kerapu pada keramba
jaring apung.
6.2 Saran
1. Pemerintah Daerah
Melakukan sosialisasi peraturan daerah tentang penertiban izin usaha yang
memanfaatkan sumberdaya perairan. Melakukan kegiatan pelatihan
peningkatan penguasaan teknologi budidaya ikan kerapu lainnya, berupa
penguasaan teknologi pembesaran, perawatan/pencegahan penyakit ikan
kerapu, dan pemasaran.
2. Pembudidaya
Pembudidaya keramba jarring apung lebih meningkatkan volume penjualan.
Dan menjalankan strategi yang disusun dalam matriks analisis SWOT.
69
DAFTAR PUSTAKA
Chandler, 1962 dalam Analisis SWOT Membedah Kasus Bisnis, Freddy Rangkuti, 2008. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
Daniel. Moehar. 2002. Pengantar Ekonomi Pertanian. Bumi Aksar. Jakarta
Darma, 2007. Prospek Pengembangan Ikan Kerapu Tikus (Cromileptes altivelis) pada Keramba Jaring Apung Berbasis Agribisnis (Studi Kasus KJA 8 Desa Kupa Kecamatan Mallusetasi Kabupaten Barru). Skripsi UNHAS. Makassar
DKP, 2009. Visi, Misi, Grand Strategy dan Sasaran Strategis (KKP). Pusat Data, Statistik dan Informasi (PUSDATIN) – DKP. www.KKP.co.id. diakses 18 Februari 2010.
Haryadi. H, 2002. Penelitian Ekonomi Budidaya Perairan di Asia. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.
Http://AnneAhira.com, 2009. Prospek Cerah Ikan Kerapu. Diakses 18 Februari 2010.
Http://BPMD-maluku.com, 2007. Potensi Perikanan dan Kelautan. Badan Penanaman Modal Daerah Propinsi Maluku. Diakses 2 Maret 2010.
Kordi, G. 2001. Usaha Pembesaran Ikan Kerapu di Tambak. Kanisius. Yogyakarta
Kurniawanti, D. 2005. Strategi Pengembangan Usaha Budidaya Keramba Jaring Apung. Tesis Pasca Sarjana Universitas Diponegoro. Semarang.
Mubiyarto. 1994. Ekonomi Pertanian. LP3ES. Jakarta
Nikijuluw, V.P.H,2002. Rezim Pengelolaan Sumberdaya Perikanan.PT.Pustaka Cidesindo. Jakarta.
Nontji, A. 2002. Laut Nusantara. Djambatan. Jakarta
70
Pongasapan,S.D. Rachmansyah dan Mangawe,G.A. 2001. Penelitian Budidaya Bandeng Intensif dalam Keramba Jaring Apung di Laut. Departemen Kelautan dan Perikanan
Rafika, 2005. Analisis SWOT. PT. Damar Mulia Pustaka
Rachman,A dan S. Tonnek. 2001. Potensi Pengembangan Budidaya Laut Berkelanjutan di Teluk Pengametan. Singaraja
Rangkuti Freddy, 2008. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
Saanin, H. 1995. Taksonomi dan kunci Identifikasi Ikan I dan II. Bina Cipta. Bogor
Siagian, 2000. Strategi Usaha. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
Sudirman dan Yursi, 2008. Ikan Kerapu. biologi,eksploitasi,manajemen,dan budiidaya. Yarsif watampone. Jakarta.
Tim Peneliti Lembaga penelitian undana, 2009. Analisis Komoditas Unggulan dan Peluang Usaha (Budidaya Ikan Kerapu). Http://google.com