laringotrakeobronkitis akut

25
BAGIAN ILMU THT-KL REFERAT FAKULTAS KEDOKTERAN DESEMBER 2013 UNIVERSITAS HASANUDDIN LARINGOTRAKEOBRONKITIS AKUT DISUSUN OLEH : Jefrizal bin Mat Zain C11109833 Nurul Fitrawati Ridwan C11109333 PEMBIMBING: Dr. Handayani Sriwardani BAGIAN ILMU THT-KL FAKULTAS KEDOKTERAN 0

Upload: jefrizal-mat-zain

Post on 28-Dec-2015

186 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

tht

TRANSCRIPT

Page 1: laringotrakeobronkitis akut

BAGIAN ILMU THT-KL REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DESEMBER 2013

UNIVERSITAS HASANUDDIN

LARINGOTRAKEOBRONKITIS AKUT

DISUSUN OLEH :

Jefrizal bin Mat Zain C11109833

Nurul Fitrawati Ridwan C11109333

PEMBIMBING:

Dr. Handayani Sriwardani

BAGIAN ILMU THT-KL

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2013

0

Page 2: laringotrakeobronkitis akut

I. PENDAHULUAN

Sindrom croup adalah sindrom klinis yang ditandai dengan suara serak,

batuk menggonggong, stridor inspirasi, dengan atau tanpa adanya stres

pernapasan. Penyakit ini sering terjadi pada anak. “Croup” berasal dari bahasa

Anglo-Saxon yang berarti “tangisan keras”. Penyakit ini pertama kali dikenal pada

tahun 1928. (1,2)

Sindrom croup ini terjadi sekitar 15% dari anak-anak, dan biasanya

terpapar antara usia 6 bulan sampai 3 tahun. Dalam kasus yang jarang, mungkin

terjadi pada anak-anak berumur 3 bulan dan yang tertua sekitar usia 15 tahun.

Perbandingan anak laki-laki dan perempuan yang menderita penyakit ini dengan

rasio 3:2, dan ada peningkatan prevalensi di musim gugur dan musim dingin.(1)

Istilah lain untuk croup ini adalah laringitis akut yang menunjukkan lokasi

inflamasi, yang jika meluas sampai trakea disebut laringotrakeitis, dan jika terjadi

sampai ke bronkus digunakan istilah laringotrakeobronkitis. (1,2)

Sindrom croup atau laringotrakeobronkitis akut disebabkan oleh virus

yang menyerang saluran respiratori atas. Penyakit ini dapat menimbulkan

obstruksi saluran respiratori. Obstruksi yang terjadi dapat bersifat ringan hingga

berat. (1,2,3)

Pada kebanyakan kasus, penyakit ini tergolong dalam penyakit ringan dan

bisa sembuh sendiri. Bagaimanapun penyakit ini memberi dampak yang besar

terhadap pelayanan kesehatan. Biasanya penyakit ini menyebabkan obstruksi

saluran pernafasan yang berat, dan jumlah kasus rawat inap yang dilaporkan

sekitar 1.3 % sampai 2.6 %. (2)

Penatalaksaan sindrom croup telah mengalami banyak perubahan pada

decade terakhir ini karena meningkatnya kesadaran terhadap keuntungan

pengguanaan steroid. (2)

II. DEFINISI

1

Page 3: laringotrakeobronkitis akut

Simdrom croup adalah terminologi umum yang mencakup suatu kelompok

penyakit heterogen yang mengenai laring, infra/subglotis, trakea dan bronkus.

Karakteristik sindrom croup adalah batuk yang menggonggong, suara serak,

stridor inspirasi, dengan atau tanpa adanya obstruksi jalan napas. (2,4)

Pada sindrom croup ini terdapat suatu kondisi pernafasan yang biasanya

dipicu oleh infeksi virus akut saluran napas bagian atas. Infeksi menyebabkan

pembengkakan di dalam tenggorokan, yang mengganggu pernapasan normal.

Selain itu juga terjadi suatu pembengkakan di sekitar pita suara, pada umumnya

terjadi pada bayi dan anak-anak dengan berbagai penyebab. Infeksi juga bias

terjadi pada parenkim paru.(2,4)

Infeksi virus akut adalah penyebab tersering terjadinya sindrom croup,

tetapi dapat juga disebabkan oleh bakteri dan agen atipikal. Secara umum

laringotrakeitis akut dan spasmodic croup disebabkan oleh virus, tetapi bakteri

dan virus menyebabkan penyakit ini menyebar ke traktus respiratori bagian bawah

seperti laringotrakeabronkitis dan laringotrakeabronkopneumonitis. Trakeitis

bakteri disebut juga croup bakteri, yang disebabkan oleh infeksi bakteri seperti

Staphilococcou aureus, Hemophilus influenza, dan Corynobacterium diphteriae. (2)

III. KLASIFIKASI

Terminologi untuk sindrom croup berubah setiap waktu . tetapi

klasifikasinya tidak begitu jelas. Sebagai contoh, “laringotrakeobronkitis” sering

digunakan untuk mengambarkan spasmodic croup atau laringotrakeitis. Secara

umum kasus sindrom croup adalah spasmodic croup dan laringotrakeobronkitis.

(tabel 1). (5)

Tabel 1: klasifikasi,definisi, dan gambaran klinis sindrom croup (2,5)

Karakteristik Laringotrakeobronkitis Spasmodic Croup

2

Page 4: laringotrakeobronkitis akut

Definisi

Usia

Inflamasi pada laring,

trakea, dan bronkus

3 bulan – 3 tahun

Kejadian stridor inspirasi

tiba-tiba pada waktu

malam, tanpa inflamasi

3 bulan – 3 tahun

Gejala prodromal

Onset

Biasanya coryza

Secara tiba-tiba, sering

pada waktu malam,

awalnya muncul gejala

seperti flu ringan, tetapi

bangun dengan batuk

menggongong dan stridor

Coryza minimal

Biasanya progresif dalam

jangka waktu 12 jam

sampai 7 hari

Simptom Suara serak dan batuk

menggongong, tanpa

disfagi, stridor inspirasi

berat

Suara serak dan batuk

menggongong, tanpa

disfagi, stridor inspirasi

yang minimal sedang

Gejala Demam, biasanya 37.8-

40.5 : biasanya dengan

faringitis minimal,

epiglottis normal

Tanpa demam, tanpa

faringitis, epiglottis normal

Lama sakit 2-7 hari 2-4 jam

Temuan radiologi Penyempitan subglotis

pada posterior-anterior,

densitas jaringan trakea

irregular pada sudut

lateral

Penyempitan subglotis

pada sudut posterior-

anterior

Predisposisi asma Tidak ada Ada

Selain klasifikasi secara umum, juga terdapat klasifikasi berdasarkan derajat

keparahan batuk atau derajat kegawatan, dikelompokkan menjadi 4 kategori : (5,6)

3

Page 5: laringotrakeobronkitis akut

1. Ringan: Ditandai dengan kadang-kadang batuk menggonggong, stridor tidak

dapat terdengar saat pasien istirahat/tidak beraktivitas atau tidak ada kegiatan

dan terdapat retraksi dada ringan.

2. Moderat/Sedang: Ditandai dengan batuk menggonggong yang sering timbul,

Stridor lebih bisa terdengar ketika pasien beristirahat atau tidak aktivitas,

retraksi dinding dada yang sedikit terlihat, tetapi tanpa gangguan pernapasan

yaitu gawat napas (repiratory distress).

3. Berat: Ditandai dengan batuk menggonggong yang sering timbul, inspirasi

stridor lebih bisa terdengar saat aktivitas pasien atau kurang istirahat, akan

tetapi, lebih terdengar jelas ketika pasien beristirahat, dan kadang-kadang

disertai dengan stridor ekspirasi, retraksi dinding dada, juga terdapat

gangguan pernapasan.

4. Gagal napas mengancam: Batuk kadang-kadang tidak jelas, stridor positif

(kadang sangat jelas ketika pasien beristirahat), terdapat sedikit gangguan

kesadaran (letargi), dan kelesuan.

IV. EPIDEMIOLOGI

Sindrom Croup biasanya terjadi pada anak usia 6 bulan-6 tahun, dengan

puncaknya pada usia 6 bulan sampai 3 tahun. Akan tetapi, croup juga dapat terjadi

pada anak berusia 3 bulan dan di atas 15 tahun. (1)

Penyakit ini lebih sering terjadi pada anak laki-laki daripada anak

perempuan, dengan rasio 3:2. Angka kejadiannya meningkat pada musim dingin

dan musim gugur. (1)

Kekambuhan sering terjadi pada usia 3-6 tahun dan berkurang sejalan

dengan pematangan struktur anatomi saluran pernapasan atas. Hampir 15% pasien

sindrom croup mempunyai keluarga dengan riwayat penyakit yang sama. (1)

V. ETIOLOGI

4

Page 6: laringotrakeobronkitis akut

Sindrom croup ini dianggap terjadi karena infeksi virus. Nama lain

menggunakan istilah yang lebih luas, untuk menyertakan laringotrakeitis akut,

batuk tidak teratur, difteri laring, trakeitis bakteri , laringotrakeo-bronkitis, dan

laringotrakeobronkopneumonitis. Dari macam-macam penyakit tersebut terdapat

kondisi yang melibatkan infeksi virus dan umumnya lebih ringan sehubungan

dengan simptomatologi, akan tetapi dapat pula disebabkan oleh infeksi bakteri dan

biasanya dengan tingkat keparahan lebih besar. Selain dapat disebabkan virus dan

bakteri, sindrom croup juga bisa dikarenakan infeksi jamur yaitu berupa Candida

albican. (2)

a) Viral

Viral croup / laringotrakeitis akut yang disebabkan oleh Human

Parainfluenza Virus terutama tipe 1 (HPIV–1), HPIV-2, HPIV-3, dan HPIV-4

terdapat pada sekitar 75% kasus. Etiologi virus lainnya adalah Influenza A dan B,

virus campak , Adenovirus dan Virus pernapasan / Respiratory Syncytial Virus

(RSV). Batuk hebat disebabkan oleh kelompok virus yang sama seperti

laringotrakeitis akut, tetapi tidak memiliki tanda-tanda infeksi biasa (seperti

demam, sakit tenggorokan, dan meningkatkan jumlah sel darah putih). Perawatan,

dan respon terhadap pengobatan, juga serupa. (1,2,7)

b) Bakteri

Bakteri yang dapat menyebabkan batuk dapat dibagi menjadi beberapa

antara lain, difteri laring, trakeitis bakteri, laryngotrakeobronkitis, dan

laryngotrakeobronkopneumonitis. Difteri laring disebabkan Corynebacterium

diphtheriae sementara trakeitis bakteri, laryngotrakeobronkitis, dan

laryngotrakeobronkopneumonitis biasanya karena infeksi virus primer dengan

pertumbuhan bakteri sekunder. Sebagian besar bakteri yang umum terlibat adalah

Staphylococcus aureus , Streptococcus pyogenes, Streptococcus pneumoniae ,

Hemophilus influenzae , dan Catarrhalis moraxella.(2)

VI. PATOFISIOLOGI

5

Page 7: laringotrakeobronkitis akut

Virus (terutama parainfluenza dan RSV) dapat terjadi karena inokulasi

langsung dari sekresi yang membawa virus melalui tangan atau inhalasi besar

terjadi partikel masuk melalui mata atau hidung. infeksi virus di laringotrakeitis,

laringotrakeobronkitis dan laringotrakeobronkopneumonitis biasanya dimulai dari

nasofaring atau orofaring yang turun ke laring dan trakea setelah masa inkubasi 2-

8 hari. Peradangan difus yang menyebabkan eritema dan edema pada dinding

mukosa dari saluran pernapasan serta menganggu mobilitas pita suara. Laring

adalah bagian tersempit saluran pernafasan atas yang membuatnya sangat mudah

untuk terjadinya obstruksi. Penyempitan saluran udara ini menyebabkan bunyi

stridor inspirasi dapat didengar, dan pita suara yang edema menyebabkan suara

serak. (2)

Edema mukosa yang sama pada orang dewasa dan anak-anak akan

mengakibatkan perbaikan yang berbeda. Edema mukosa dengan ketebalan 1 mm

akan menyebabkan penyempitan saluran udara sebesar 44% pada anak-anak dan

75% pada bayi. Edema mukosa dari daerah glotis akan menyebabkan gangguan

mobilitas pita suara. Edema pada daerah subglotis juga dapat menyebabkan gejala

sesak napas. (2,5)

Selama perlangsungan penyakit, lumen pada trakea menjadi semakin

tersumbat dengan eksudat fibrin dan pseudomembran. Pada pemeriksaan histologi

pada laring dan trakea menunjukkan adanya edema, dengan infiltrat sel histiosit,

limfosit, plasma, dan leukosit polimorfonuklear. (2,5)

Penyebaran penyakit dari trakea ke bronkus dan alveoli sehingga

menyebabkan laringotrakeobronkitis dan laringotrakeobronkopneumonitis.

Bagaimanapun, obstruksi yang progresif pada tahap ini akan menyebabkan infeksi

bakteri sekunder. (2)

Pergerakan dinding dada dan juga dinding abdomen yang tidak teratur

menyebabkan pasien kelelahan serta mengalami hipoksia dan hiperkapnea. Pada

keadaan ini dapat terjadi gagal napas atau bahkan juga terjadi henti napas. (2)

Pada spasmodic croup, gambaran histologi dari jaringan subglotis

menunjukkan edema non inflamasi. Ini menunjukkan tidak ada infeksi viral secara

6

Page 8: laringotrakeobronkitis akut

langsung pada epitel trakeal, dan obstruksi yang terjadi disebabkan karena

terjadinya edema non inflamasi pada sub mukosa di trakea subglottic. Walaupun

dikatakan terdapat hubungan dengan virus yang sama menyebabkan

laringotrakeitis, tetapi penyebab terjadi edema secara tiba-tiba masih belum

diketahui. Dikatakan penyebab terjadinya spasmodic croup adalah karena reaksi

alergi pada antigen virus. (2)

VII. MANIFESTASI KLINIS

Gejala klinis di awali dengan suara serak, batuk menggonggong dan

stridor inspirasi. Bila terjadi obstruksi, stridor menjadi semakin berat, tetapi dalam

kondisi yang sudah parah stridor melemah. Dalam waktu 12-48 jam sudah terjadi

gejala obstruksi saluran napas atas. Pada beberapa kasus hanya didapati suara

serak dan batuk menggonggong, tanpa obstruksi napas. Keadaan ini akan

membaik dalam waktu 3 sampai 7 hari. Pada kasus lain terjadi obstruksi napas

yang makin berat, ditandai dengan takipneu, takikardia, sianosis dan pernapasan

cuping hidung. Pada pemeriksaan toraks dapat ditemukan retraksi supraklavikular,

suprasternal, interkostal, epigastrial. (1,2,5)

Bila anak mengalami hipoksia, anak tampak gelisah, tetapi jika hipoksia

bertambah berat anak tampak diam, lemas, kesadaran menurun. Pada kondisi yang

berat dapat menjadi gagal napas. Pada kasus yang berat proses penyembuhan

terjadi setelah 7-14 hari. (2)

VIII. DIAGNOSIS

Diagnosis klinis ditegakkan berdasarkan gejala klinis yang timbul. Pada

pemeriksaan fisik ditemukan suara serak, hidung berair, peradangan faring, dan

frekuensi napas yang sedikit meningkat. Kondisi pasien bervariasi sesuai dengan

derajat stres pernapasan yang diderita. (1,4)

Pemeriksaan langsung pada laring pasien croup tidak terlalu diperlukan.

Akan tetapi, bila diduga terdapat epiglotitis (serangan akut, gawat

7

Page 9: laringotrakeobronkitis akut

napas/respiratory distress, disfagia, drooling), maka pemeriksaan tersebut sangat

diperlukan. (1)

Sistem paling sering digunakan untuk mengklasifikasikan beratnya

sindrom croup adalah Skor Westley. Hal ini terutama digunakan untuk tujuan

penelitian, jarang digunakan dalam praktek klinis. Ini adalah jumlah poin yang

dipaparkan untuk lima faktor: tingkat kesadaran, cyanosis, stridor, masuknya

udara, dan retraksi. Hal-hal yang diberikan untuk setiap faktor terdaftar dalam

tabel, dan skor akhir berkisar dari 0 sampai 17 (tabel 2). (1,4,7)

Skor ≤ 2 diklasifikasikan sebagai croup ringan.

Skor 3-5 diklasifikasikan sebagai croup moderat.

Skor > 6 diklasifikasikan sebagai croup berat.

85% dari anak-anak yang datang ke bagian darurat dengan penyakit

ringan, batuk parah sangat jarang (<1%). (table

Skor Westley: Klasifikasi keparahan batuk (1,4,7)

CiriJumlah poin yang ditugaskan untuk fitur ini0 1 2 3 4 5

Retraksi Dinding dada

Tidak ada

Ringan Moderat Parah

StridorTidak ada

Dengan agitasi

Diam

SianosisTidak ada

Dengan agitasi

Diam

Tingkatkesadaran Normal Bingung

Udara masuk Normal PenurunanMenurun tajam

IX. PEMERIKSAAN PENUNJANG

8

Page 10: laringotrakeobronkitis akut

Pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan laboratorium dan radiologis

tidak perlu dilakukan karena diagnosis biasanya dapat ditegakkan hanya dengan

anamnesis, gejala klinis, dan pemeriksaan fisik. (2,8)

Bila ditemukan peningkatan leukosit >20.000/mm3 yang didominasi PMN,

kemungkinan telah terjadi superinfeksi, misalnya epiglotitis. (2)

Pemeriksaan penunjang lain yang cukup berguna untuk menegakkan

diagnosis sindrom croup ini yaitu bisa dengan pemeriksaan radiologis dan CT-

Scan. (8)

Pada foto polos leher menunjukkan tanda klasik yaitu steeple sign, dengan

penyempitan kolum udara pada daerah subglotis yang terlihat pada foto

posterioranterior (AP). Pada hipofaring terlihat gambaran overdistended pada foto

lateral. Temuan ini didapatkan pada 50% kasus croup, banyak anak-anak dengan

sindrom croup ditemukan hasil radiografi yang normal. (2)

Gambar 1

(a) dan (b): Gambaran

normal foto anterior-posterior

Gambar 2 (a) dan (b) Gambaran Sindrom croup foto anterior-posterior

9

Page 11: laringotrakeobronkitis akut

Oleh karena laringotrakeitis adalah penyakit saluran pernapasa bagian atas,

pertukaran udara di alveolus biasanya normal dan hipoksia serta saturasi oksigen

yang rendah tidak dapat terdeteksi sehingga kondisi pasien memberat.

Kebanyakan anak-anak dengan laringotrakeitis atau spasmodic croup mempunyai

temuan normal pada pulse oximetry. Observasi yang bertahap dan pemeriksaan

fisik yang sering masih menjadi metode untuk memonitoring akut

laringotrakheitis yang paling akurat. Pulse oxymetry lebih bermanfaat pada pasien

laringotrakheobronkitis atau laringotrakheobronkopneumonitis yang melibatkan

saluran pernapasan bagian bawah. (2)

X. DIAGNOSIS BANDING

a) Epiglotitis

b) Trakeitis Bakteri

c) Inhaled foreign body

d) Angioedema

e) Difteri

f) Abses Peritonsilar (4.7)

XI. PENATALAKSANAAN

Tatalaksana utama bagi pasien sindrom croup adalah mengatasi obstruksi

jalan napas. Sebagian besar pasien sindrom croup tidak perlu dirawat di rumah

sakit melainkan cukup dirawat dirumah. Pasien dirawat di rumah sakit apabila

dijumpai salah satu dari gejala-gejala berikut: anak berusia di bawah 6 bulan,

terdengar stridor progresif, stridor terdengar ketika sedang beristirahat, terdapat

gejala gawat napas, hipoksemia, gelisah, sianosis, gangguan kesadaran, demam

tinggi, anak tampak toksik, dan tidak ada respons terhadap terapi. (9,10,11,12)

Terapi inhalasi

Sejak abad ke-19, terapi uap telah digunakan untuk mengatasi obstruksi

jalan napas pada sindrom croup. Pemakaian uap dingin lebih baik daripada uap

10

Page 12: laringotrakeobronkitis akut

panas, karena kulit akan melepuh akibat paparan uap panas. Uap dingin akan

melembabkan saluran respiratori, akan inflamasi, mengencerkan lendir pada

saluran respiratori, sekaligus memberikan efek yang nyaman dan menenangkan

bagi anak. (1,2,10)

Meskipun terapi uap ini dapat menjadi pilihan yang praktis pada sindrom

croup, kelembaban yang ditimbulkan oleh terapi uap dapat pula memperberat

keadaan bronkospasme yang disertai dengan asma, seperti laringotrakeobronkitis

atau pneumonia. Saat ini beberapa pusat kesehatan tidak merekomendasikan

penggunaan terapi uap. (1,2,10)

Berdasarkan tiga penelitian yang menggunakan air dingin tersaturasi

(coldwater fog) tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa penggunaannya untuk

mengobati croup menguntungkan. Gina dkk.melakukan penelitian RCT dengan

memberikan terapi oksigen lembab (humidified oxygen) pada pasien croup derajat

sedang di UGD. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan

perbaikan klinis antara kelompok yang diberi terapi oksigen lembab dan yang

tidak diberikan. (1,2,10)

Epinefrin

Sindrom croup biasanya cukup diatasi dengan terapi uap saja, tetapi

kadang-kadang membutuhkan farmakoterapi. Nebulisasi epinefrin telah

digunakan untuk mengatasi sindrom croup selama hampir 30 tahun, dan

pengobatan dengan epinefrin ini menyebabkan trakeostomi hampir tidak

diperlukan. (1,2)

Nebulisasi epinefrin sebaiknya juga diberikan kepada anak dengan

sindrom croup sedang-berat yang disertai dengan stridor saat istirahat dan

membutuhkan intubasi, serta pada anak dengan retraksi dan stridor yang tidak

mengalami perbaikan setelah diberikan terapi uap dingin. (1,2,11)

Nebulisasi epinefrin akan menurunkan permeabilitas vascular epitel

bronkus dan trakea, memperbaiki edema mukosa laring, dan meningkatkan laju

udara pernapasan. Pada penelitian dengan metode double blind, efek terapi

11

Page 13: laringotrakeobronkitis akut

nebulisasi epinefrin ini timbul dalam waktu 30 menit dan bertahan selama dua

jam.Epinefrin yang dapat digunakan antara lain adalah sebagai berikut: (2,10,11)

1. Racemic epinephrine (campuran 1:1 isomer d dan l epinefrin), dengan dosis

0,5 ml larutan racemic epinephrine 2,25% yang telah dilarutkan dalam 3 ml

salin normal. Larutan tersebut diberikan melalui nebulizer selama 20 menit.

2. L-epinephrine 1:1000 sebanyak 5 ml; diberikan melalui nebulizer. Efek

terapi terjadi dalam dua jam

Racemic epinephrine merupakan pilihan utama, efek terapinya lebih besar, dan

mempunyai sedikit efek terhadap kardiovaskular seperti takikardi dan hipertensi.

Nebulisasi epinefrin masih dapat diberikan pada pasien dengan takikardi

dan kelainan jantung seperti Tetralogy Fallot.

Kortikosteroid

Kortikosteroid mengurangi edema pada mukosa laring melalui mekanisme

anti radang. Uji klinik menunjukkan adanya perbaikan pada pasien laringotrakeitis

ringan-sedang yang diobati dengan steroid oral atau parenteral dibandingkan

dengan plasebo. (2,11)

Deksametason

Deksametason diberikan dengan dosis 0,6 mg/kgBB per oral/antimuskular

sebanyak satu kali, dan dapat diulang dalam 6-24 jam. Efek klinis akan tampak 2-

3 jam setelah pengobatan. Tidak ada penelitian yang menyokong keuntungan

penambahan dosis. Keuntungan pemakaian kortikosteroid adalah sebagai berikut:

Mengurangi rata-rata tindakan intubasi

Mengurangi rata-rata lama rawat inap

Menurunkan hari perawatan dan derajat penyakit.

Selain deksametason, dapat juga diberikan prednisone atau prednisolon

dengan dosis 1-2 mg/kgBB. Berdasarkan dua penelitian meta-analisis tentang

pemakaian kortikosteroid sistemik, dengan pemberian kortikosteroid 6 dan 12

jam, tetapi tidak sampai 24 jam, disimpulkan bahwa tidak ada pengaruh dari

kortikosteroid sistemik. (2,11)

12

Page 14: laringotrakeobronkitis akut

Intubasi endotrakeal

Intubasi endotrakeal dilakukan pada pasien sindrom croup yang berat,

yang tidak responsive terapi lain. Intubasi endotrakeal rnerupakan terapi

alternative selain trakeostomi untuk mengatasi obstruksi jalan napas. Indikasi

melakukan intubasi endotrakeal adalah adanya hiperkarbia dan ancaman gagal

napas.Selain itu, intubasi juga diperlukan bila terdapat peningkatan stridor,

peningkatan frekuensi napas, peningkatan frekuensi nadi, retraksi dinding dada,

sianosis, letargi, atau penurunan kesadaran. Intubasi hanya dibutuhkan untuk

jangka waktu yang singkat, yaitu hingga edema laring hilang/teratasi (2,11)

Kombinasi Oksigen-Helium

Kombinasi oksigen dan helium (Heliox) digunakan oleh beberapa sentra

untuk mengatasi sindrom croup. Helium bersifat inert, tidak beracun, serta

mempunyai densitas dan viskositas yang rendah. Hal ini sangat membantu

mengurangi obstruksi jalan napas, yaitu dengan meningkatkan aliran gas dan

mengurangi kerja otot-otot respiratorius. Bila helium dikombinasikan dengan

oksigen, maka oksigenasi darah akan meningkat.(2,11)

Dengan terapi oksigen-helium ini, pasien sindrom croup beratakan merasa

nyaman dan kemungkinan besar tidak memerlukan tindakan intubasi. Efek klinis

pemberian kombinasi oksigen-helium hampir sama dengan pemberian nebulisasi

epinefrin. (2)

Antibiotik

Pemberian antibiotik tidak diperlukan pada pasien sindrom croup, kecuali

pasien dengan laringotrakeobronkitis atau laringotrakeopneumonitis yang disertai

infeksi bakteri. Pasien diberikan terapi empiris sambil menunggu hasil kultur.

Terapi awal dapat menggunakan sefalosporin generasi ke-2 atau ke-3. Pemberian

sedative dan dekongestan oral tidak dianjurkan pada pasien sindrom croup. (2)

Dibawah ini merupakan Algoritma penatalaksanaan sindrom Croup, sebagai

berikut: (10)

13

Page 15: laringotrakeobronkitis akut

14

Page 16: laringotrakeobronkitis akut

XII. KOMPLIKASI

Pada 15% kasus dilaporkan terjadi komplikasi, misalnya otitis media,

dehidrasi, dan pneumonia (jarang terjadi). Sebagian kecil pasien memerlukan

tindakan intubasi. Gagal jantung dan gagal napas dapat terjadi pada pasien yang

perawatan dan pengobatannya tidak adekuat (7).

XIII. PROGNOSIS

Sindrom croup biasanya bersifat self-limited dengan prognosis yang baik.(7)

15

CROUP

Diagnosis banding Aspirasi benda asing Abnormalitas kongenital Epiglotitis

Obstruksi jalan napas yang mengancam jiwa Sianosis Penurunan kesadaran

TIDAK YA

O2 100% dengan sungkup muka dan nebulisasi adrenalin (5ml) 1:1000

Intubasi anak sesegera mungkin oleh seorang yang berpengalaman

Hubungi pusat rujukan pelayanan kesehatan anak

Croup derajat ringan Batuk menggonggong Tanpa retraksi dada Tanpa sianosis

Croup derajat sedang Stridor saat istirahat Terdapat retraksi

dinding dada minimal Mampu berinteraksi

Croup derajatberat Stridor menetap saat

istirahat Trakeal tug dan

retraksi dinding dada terlihat jelas

Apatis dan gelisah Pulsus paradoksus

Edukasi orang tua Pertimbangkan

kortikosteroid dosis tunggal (oral)

Periksa kemampuan orang tua dan kemampuan dalam menyediakan transport

DIPULANGKAN

Kortikosteroid deksametason 0,15-0,30 mg/kg atau Prednison 1-2 mg/kg (oral) atau nebulisasi Budesonide 2 mg jika kortikosteroid oral tidak berpengaruh

OBSERVASI > 4 JAM

Minimal handling O2 4 lpm dan nebulisasi

adrenalin dan kortikosteroid sistemik (dosis sama dengan croup derajat sedang)

Intubasi

RAWAT RS

Membaik Dipulangkan bila tidak

ada stridor saat istirahat Edukasi orang tua pasien

Tidakmembaik Evaluasiulang Rawat Hubungikonsulen Evaluasi diagnosis

Rawat/observasi di IGD Ulangi pemberian

kortikosteroid oral/12 jam Edukasi ortu pasien Sediakan penjelasan

tertulis untuk dokter umum yang akan follow up

Nebulisasi adrenalin (dosissama) dan kortikosteroid sistemik (dosissama)

Persiapkan pelayanan untuk tindakan darurat

Pertimbangkan intubasi Evaluasi diagnosis

Perbaikan

Sebagian

Page 17: laringotrakeobronkitis akut

DAFTAR PUSTAKA

1. Leung K. C. Alexander, Kellner James D, Johnson David W. Viral Croup :

A. Current Perspective. Journal of Pediatric Health Care. 2004;297-300

2. Malhotra Amisha, Krilov Leonard R. Viral Croup. American Academy of

Pediatrics. 2013;1-6

3. Marx Arthur. Torok Thomas J, Holman Robert C, et al. Pediatric

Hospitalizations for Croup (Laringotracheobronchitis): Biennial Increases

Associated with Human Parainfluenza Virus 1 Epidemics. The Journal of

Infectious Disease. 2013; 1423-427

4. Bhatt JM. Croup (Laryngotracheobronchitis). Nottingham University

Hospitalls. 2012; 1-5

5. Cherry D. James. Croup. The New England Journal of Medicine. 2008; 384-

390

6. Rajapaksa Shabna, Starr Mike. Croup: Assesment and Management.

Australian Family Physician. MJA 2010; 280-282

7. KavanaghSean. Croup. Emis. 2012; 1-6

8. Defendi Germaine L. Croup Workup. Emedicine.medscape. 2013; 1-5

9. Defendi Germaine L. Croup Treatment & Management.

Emedicine.medscape. 2013; 1-5

10. Infants and Children : Acute Management of Croup.2nd ed. 2019

11. Croup. Buku saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. WHO.

DEPKES dan IDAI. 2009; 104-105

16