appendisitis akut

42
BAB I PENDAHULUAN Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada Appendix vermicularis. Appendix merupakan organ tubular yang terletak pada pangkal usus besar yang berada di perut kanan bawah dan organ ini mensekresikan IgA namun seringkali menimbulkan masalah bagi kesehatan. Peradangan akut apendix atau apendisitis acuta menyebabkan komplikasi yang berbahaya apabila tidak segera dilakukan tindakan bedah. Apendisitis merupakan kasus bedah akut abdomen yang paling sering ditemukan. Apendisitis dapat mengenai semua kelompok usia, meskipun tidak umum pada anak sebelum usia sekolah. 1,2 Apendisitis dapat ditemukan pada semua umur. Namun jarang pada anak kurang dari satu tahun. Rasio pria : wanita = 1,2-1,3 : 1. Sekitar 7 % dari populasi akan mendapatkan apendisitis dalam Insiden apendisitis tertinggi pada kelompok umur 10-30 tahun. Apendisitis akut adalah kasus bedah akut abdomen yang merupakan indikasi paling sering untuk segera dilakukan tindakan bedah dimana lebih dari 250.000 pasien dioperasi dengan suspek apendisitis di United State setiap tahun. 1 Semua kasus apendisitis memerlukan tindakan pengangkatan dari appendix yang terinflamasi, baik dengan laparotomy maupun dengan laparoscopy. Apabila tidak 1

Upload: nandyakrisnaputri

Post on 01-Jan-2016

167 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

bedah

TRANSCRIPT

Page 1: APPENDISITIS AKUT

BAB I

PENDAHULUAN

Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada Appendix vermicularis. Appendix

merupakan organ tubular yang terletak pada pangkal usus besar yang berada di perut

kanan bawah dan organ ini mensekresikan IgA namun seringkali menimbulkan masalah

bagi kesehatan. Peradangan akut apendix atau apendisitis acuta menyebabkan

komplikasi yang berbahaya apabila tidak segera dilakukan tindakan bedah. Apendisitis

merupakan kasus bedah akut abdomen yang paling sering ditemukan. Apendisitis dapat

mengenai semua kelompok usia, meskipun tidak umum pada anak sebelum usia

sekolah. 1,2

Apendisitis dapat ditemukan pada semua umur. Namun jarang pada anak kurang

dari satu tahun. Rasio pria : wanita = 1,2-1,3 : 1. Sekitar 7 % dari populasi akan

mendapatkan apendisitis dalam Insiden apendisitis tertinggi pada kelompok umur 10-30

tahun. Apendisitis akut adalah kasus bedah akut abdomen yang merupakan indikasi

paling sering untuk segera dilakukan tindakan bedah dimana lebih dari 250.000 pasien

dioperasi dengan suspek apendisitis di United State setiap tahun.1

Semua kasus apendisitis memerlukan tindakan pengangkatan dari appendix yang

terinflamasi, baik dengan laparotomy maupun dengan laparoscopy. Apabila tidak

dilakukan tindakan pengobatan, maka angka kematian akan tinggi, terutama disebabkan

karena peritonitis dan syok. 2,3

Appendicular infiltrat merupakan komplikasi dari apendisitis akut yang terjadi bila

Apendisitis gangrenosa atau mikroperforasi dilokalisir atau dibungkus oleh omentum

dan/atau lekuk usus halus.3

1

Page 2: APPENDISITIS AKUT

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian

Appendisitis adalah peradangan pada appendisits verniformis atau peradangan infeksi

pada usus buntu (apendiks) yang terletak di perut kuadran kanan bawah 1. Apendisitis

akut merupakan penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat.2

2.2 Anatomi, Fisiologi, Dan Embriologi Appendix

Appendix merupakan derivat bagian dari midgut yang terdapat di antara Ileum dan

Colon ascendens. Caecum terlihat pada minggu ke-5 kehamilan dan Appendix terlihat

padaminggu ke-8 kehamilan sebagai suatu tonjolan pada Caecum. Awalnya Appendix

berada pada apeks Caecum, tetapi kemudian berotasi dan terletak lebih medial dekat

dengan Plicaileocaecalis. Dalam proses perkembangannya, usus mengalami rotasi.

Caecum berakhir  pada kuadran kanan bawah perut. Appendix selalu berhubungan

dengan Taenia caecalis. Oleh karena itu, lokasi akhir Appendix ditentukan oleh lokasi

Caecum. Pada bayi appendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkal dan menyempit

kearah ujung. Keadaan ini menjadi sebab rendahnya insidens apendisitis pada usia

tersebut.2,3

Persarafan parasimpatis berasal dari cabang nervus vagus yang mengikuti arteri

mesenterika superior dari arteri appendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal

dari nervus torakalis X. Oleh karena itu, nyeri viseral pada apendisitis bermula di

sekitar umbilikus. Appendiks didarahi oleh arteri apendikularis yang merupakan cabang

dari bagian bawah arteri ileocolica. Arteri appendiks termasuk end arteri. Bila terjadi

penyumbatan pada arteri ini, maka appendiks mengalami ganggren. Gambaran histologi

Appendix menunjukkan adanya sejumlah folikel limfoid pada submukosanya. Pada usia

15 tahun didapatkan sekitar 200 atau lebih nodul limfoid. Lumen Appendix biasanya

mengalami obliterasi pada orang dewasa.1,2,3

2

Page 3: APPENDISITIS AKUT

Gambar 2.1. Appendix vermicularis 1

AnatomiAppendiks merupakan organ yang berbentuk tabung. Panjang Appendix

pada orang dewasa bervariasi antara 2-22 cm, dengan rata-rata panjang 6-9 cm.

Meskipun dasar Appendix berhubungan dengan Taenia caealis pada dasar Caecum,

ujung Appendix memiliki variasi lokasi seperti yang terlihat pada gambar 2. Variasi

lokasi ini yang akan mempengaruhi lokasi nyeri perut yang terjadi apabila Appendix

mengalami peradangan. Posisi appendiks adalah retrocaecal (di belakang sekum)

65,28%, pelvic (panggul) 31,01%, subcaecal (di bawah sekum) 2,26%, preileal (di

depan usus halus) 1%, dan postileal (di belakang usus halus) 0,4%.2,3

 Gambar 2.2. Variasi lokasi Appendix vermicularis. 1

3

Page 4: APPENDISITIS AKUT

Awalnya, Appendix dianggap tidak memiliki fungsi. Namun akhir-akhir ini,

Appendix dikatakan sebagai organ imunologi yang secara aktif mensekresikan

Imunoglobulin terutama Imunoglobulin A (IgA). Appendiks menghasilkan lendir 1-2

ml per hari. Lendir itu secara normal dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya

mengalir ke sekum. Hambatan aliran lendir di muara appendiks tampaknya berperan

pada patogenesis apendisitis.Imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh Gut

Associated Lymphoid Tissue (GALT) yang terdapat disepanjang saluran cerna

termasuk appendiks ialah Imunoglobulin A (Ig-A). Imunoglobulin ini sangat efektif

sebagai pelindung terhadap infeksi yaitu mengontrol proliferasi bakteri, netralisasi

virus, serta mencegah penetrasi enterotoksin dan antigen intestinal lainnya. Namun,

pengangkatan appendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh sebab jumlah jaringan

sedikit sekali jika dibandingkan dengan jumlah di saluran cerna dan seluruh tubuh.3

2.3 Epidemiologi

Apendisitis dapat ditemukan pada semua umur. Namun jarang pada anak kurang dari

satu tahun. Rasio pria : wanita = 1,2-1,3 : 1. Sekitar 7 % dari populasi akan

mendapatkan apendisitis dalam Insiden apendisitis tertinggi pada kelompok umur 10-30

tahun. Apendisitis merupakan kedaruratan bedah paling sering di Negara- Negara Barat.

Namun dalam tiga- empat dasawarsa terakhir kejadiannya menurun secara bermakna.

Hal ini diduga disebabkan oleh meningkatnya penggunaan makanan berserat dalam

menu sehari-hari. Apendisitis akut adalah kasus bedah akut abdomen yang merupakan

indikasi paling sering untuk segera dilakukan tindakan bedah dimana lebih dari 250.000

pasien dioperasi dengan suspek apendisitis di United State setiap tahun. 1,2

2.4 Etiologi dan patofisilogi.

2.4.1 Obstruksi

Obstruksi lumen adalah penyebab utama pada Apendisitis akut. Fecalith merupakan

penyebab umum obstruksi Appendik, yaitu sekitar 20% pada anak dengan Apendisitis

akut dan 30-40% pada anak dengan perforasi Appendik. Penyebab yang lebih jarang

adalah hiperplasia jaringan limfoid di sub mukosa Appendix, barium yang mengering

4

Page 5: APPENDISITIS AKUT

pada pemeriksaan sinar X, biji-bijian, gallstone, cacing usus terutama Oxyuris

vermicularis. Reaksi jaringan limfatik, baik lokal maupun generalisata, dapat

disebabkan oleh infeksi Yersinia, Salmonella, dan Shigella; atau akibat invasi parasit

seperti Entamoeba, Strongyloides, Enterobius vermicularis, Schistosoma, atau Ascaris.

Apendisitis juga dapat diakibatkan oleh infeksi virus enterik atau sistemik,

sepertimeasles, chicken pox, dan cytomegalovirus. Insidensi Apendisitis juga

meningkat pada pasien dengan cystic fibrosis. Hal tersebut terjadi karena perubahan

pada kelenjar yang mensekresi mukus. Obstruksi Appendix juga dapat terjadi akibat

tumor carcinoid, khususnya jika tumor berlokasi di proksimal. Selama lebih dari 200

tahun, corpus alienum seperti pin, biji sayuran, dan batu cherry dilibatkan dalam

terjadinya Apendisitis. 3,4

Frekuensi obstruksi meningkat sejalan dengan keparahan proses inflamasi. Fecalith

ditemukan pada 40% kasus Apendisitis acuta sederhana, sekitar 65% pada kasus

Apendisitis gangrenosa tanpa perforasi, dan 90% pada kasus Apendisitis acuta

gangrenosa dengan perforasi.4

Obstruksi lumen akibat adanya sumbatan pada bagian proksimal dan sekresi normal

mukosa Appendix segera menyebabkan distensi. Kapasitas lumen pada Appendix

normal 0,1 mL. Sekresi sekitar 0,5 mL pada distal sumbatan meningkatkan tekanan

intraluminal. Distensi merangsang akhiran serabut saraf aferen nyeri visceral,

mengakibatkan nyeri yang samar-samar, nyeri difus pada perut tengah atau di bawah

epigastrium.3,4

Distensi berlanjut tidak hanya dari sekresi mukosa, tetapi juga dari pertumbuhan

bakteri yang cepat di Appendix. Sejalan dengan peningkatan tekanan organ melebihi

tekanan vena, aliran kapiler dan vena terhambat menyebabkan kongesti vaskular. Akan

tetapi aliran arteriol tidak terhambat. Distensi biasanya menimbulkan refleks mual,

muntah,dan nyeri yang lebih nyata. Proses inflamasi segera melibatkan serosa Appendix

dan peritoneum parietal pada regio ini, mengakibatkan perpindahan nyeri yang khas ke

RLQ.4

Mukosa gastrointestinal termasuk Appendix, sangat rentan terhadap kekurangan

suplai darah. Dengan bertambahnya distensi yang melampaui tekanan arteriol, daerah

5

Page 6: APPENDISITIS AKUT

dengan suplai darah yang paling sedikit akan mengalami kerusakan paling parah.

Dengan adanya distensi, invasi bakteri, gangguan vaskuler, infark jaringan, terjadi

perforasi biasanya pada salah satu daerah infark di batas ante mesenterik. Di awal

proses peradangan Appendix, pasien akan mengalami gejala gangguan

gastrointestinal ringan seperti berkurangnya nafsu makan, perubahan kebiasaan BAB,

dan kesalahan pencernaan. Anoreksia berperan penting pada diagnosis Apendisitis,

khususnya pada anak-anak. 3

Distensi Appendix menyebabkan perangsangan serabut saraf visceral yang

dipersepsikan sebagai nyeri di daerah periumbilical. Nyeri awal ini bersifat nyeri

tumpul didermatom Th 10. Distensi yang semakin bertambah menyebabkan mual dan

muntah dalam beberapa jam setelah timbul nyeri perut. Jika mual muntah timbul

mendahului nyeri perut,dapat dipikirkan diagnosis lain. Appendix yang mengalami

obstruksi merupakan tempat yang baik bagi perkembang biakan bakteri. Seiring dengan

peningkatan tekanan intraluminal, terjadi gangguan aliran limfatik sehingga terjadi

oedem yang lebih hebat. Hal-hal tersebut semakin meningkatan tekanan intraluminal

Appendix. Akhirnya, peningkatan tekanan ini menyebabkan gangguan aliran system

vaskularisasi Appendix yang menyebabkan iskhemia jaringan intraluminal Appendix,

infark, dan gangren. Setelah itu, bakteri melakukan invasi ke dinding Appendix; diikuti

demam, takikardia, dan leukositosis akibat pelepasan mediator inflamasi karena

iskhemia jaringan. Ketika eksudat inflamasi yang berasal dari dinding Appendix

berhubungan dengan peritoneum parietale, serabut saraf somatik akan teraktivasi dan

nyeri akan dirasakan lokal pada lokasi Appendix, khususnya di titik McBurney’s.

Jarang terjadi nyeri somatik pada kuadran kanan bawah tanpa didahului nyeri visceral

sebelumnya. 1,2,3

Pada Appendix yang berlokasi di retrocaecal atau di pelvis, nyeri somatik biasanya

tertunda karena eksudat inflamasi tidak mengenai peritoneum parietal sebelum terjadi

perforasi Appendix dan penyebaran infeksi. Nyeri pada Appendix yang berlokasi di

retrocaecal dapat timbul di punggung atau pinggang. Appendix yang berlokasi

di pelvis, yang terletak dekat ureter atau pembuluh darah testis dapat menyebabkan

peningkatan frekuensi BAK, nyeri pada testis, atau keduanya. Inflamasi ureter atau

Vesica urinaria akibat penyebaran infeksi Apendisitis dapat menyebabkan nyeri saat

6

Page 7: APPENDISITIS AKUT

berkemih,atau nyeri seperti terjadi retensi urine. Perforasi Appendix akan menyebabkan

terjadinya abscess lokal atau peritonitis difus. Proses ini tergantung pada kecepatan

progresivitas ke arah perforasi dan kemampuan tubuh pasien berespon terhadap

perforasi tersebut. Tanda perforasi Appendix mencakup peningkatan suhu melebihi 38.6

C, leukositosis > 14.000, dan gejala peritonitis pada pemeriksaan fisik. Pasien dapat

tidak bergejala sebelum terjadi perforasi, dan gejala dapat menetap hingga > 48 jam

tanpa perforasi. Peritonitis difus lebih sering dijumpai pada bayi karena bayi tidak

memiliki jaringan lemak omentum, sehingga tidak ada jaringan yang melokalisir

penyebaran infeksi akibat perforasi. Perforasi yang terjadi pada anak yang lebih

tua atau remaja, lebih memungkinkan untuk terjadi abscess. Abscess tersebut dapat

diketahui dari adanya massa pada palpasi abdomen pada saat pemeriksaan fisik.3,4

Konstipasi jarang dijumpai. Tenesmus ad ani sering dijumpai. Diare sering di-

jumpai pada anak-anak, yang terjadi dalam jangka waktu yang pendek, akibat iritasi

Ileum terminalis atau caecum. Adanya diare dapat mengindikasikan adanya abscess

pelvis.3

2.4.2 Bakteriologi

Flora pada Appendix yang meradang berbeda dengan flora Appendix normal.

Sekitar 60% cairan aspirasi yang didapatkan dari Apendisitis didapatkan bakteri jenis

anaerob, dibandingkan yang didapatkan dari 25% cairan aspirasi Appendix yang

normal. Diduga lumen merupakan sumber organisme yang menginvasi mukosa ketika

pertahanan mukosa terganggu oleh peningkatan tekanan lumen dan iskemik dinding

lumen. Flora normal Colon memainkan peranan penting pada perubahan Apendisitis

acuta ke Apendisitis gangrenosa dan Apendisitis perforata. Apendisitis

merupakan infeksi polimikroba, dengan beberapa kasus didapatkan lebih dari 14 jenis

bakteri yang berbeda dikultur pada pasien yang mengalami perforasi.3,4

Flora normal pada Appendix sama dengan bakteri pada Colon normal. Flora pada

Appendix akan tetap konstan seumur hidup kecuali Porphyomonas gingivalis. Bakteri

ini hanya terlihat pada orang dewasa. Bakteri yang umumnya terdapat di Appendix,

Apendisitis acuta dan Apendisitis perforasi adalah Eschericia coli dan Bacteriodes

7

Page 8: APPENDISITIS AKUT

fragilis. Namun berbagai variasi dan bakteri fakultatif dan anaerob dan Mycobacteria

dapat ditemukan.3,4

 

Tabel 2.1. Organisme yang ditemukan pada Apendisitis acuta.2

Bakteri Aerob dan Fakultatif Bakteri Anaerob

Batang Gram (-)

Eschericia coli

Pseudomonas aeruginosa

Klebsiella sp.

Coccus Gr (+)

Streptococcus anginosus

Streptococcus sp.

Enteococcus sp.

Batang Gram (-)

Bacteroides fragilis

Basteroides sp.

Fusobacterium sp.

Batang gram (-)

Clostridium sp.

Coccus gram (+)

Peptostreptococcus sp.

Kultur intraperitonal rutin yang dilakukan pada pasien Apendisitis perforata dan

non perforata masih dipertanyakan kegunaannya. Saat hasil kultur selesai, sering kali

pasien telah mengalami perbaikan. Kultur  peritoneal harus dilakukan pada pasien

dengan keadaan imunosupresi, sebagai akibat dari obat –obatan atau penyakit lain dan

pasien yang mengalami abscess setelah terapi Apendisitis. Perlindungan antibiotik

terbatas 24-48 jam pada kasus Apendisitis non perforata. Pada Apendisitis perforata,

antibiotik diberikan 7- 10 hari secara intravena hingga leukosit normal atau pasien tidak

demam dalam 24 jam. Penggunaan irigasi antibiotik pada drainage rongga peritoneal

dan transperitoneal masih kontroversi.2,3

2.4.3 Peranan lingkungan: diet dan higiene

Pada tahun 1970an, Burkitt mengemukakan bahwa diet orang Barat dengan kandungan

serat rendah, lebih banyak lemak, dan gula buatan berhubungan dengan kondisi tertentu

pada pencernaan. Apendisitis, penyakit Divertikel, carcinoma Colorectal lebih sering

pada orang dengan diet seperti di atas dan lebih jarang diantara orang yang memakan

8

Page 9: APPENDISITIS AKUT

makanan dengan kandungan serta lebih tinggi. Burkitt mengemukakan bahwa diet

rendah serat berperan pada perubahan motilitas, flora normal, dan keadaan lumen yang

mempunyai kecenderungan untuk timbul fecalith.2,3

2.5 Klasifikasi Apendisitis 2,3

Klasifikasi apendisitis terbagi atas 2 yakni :

Apendisitis akut

Apendisitis kronik

Klasifikasi apendisitis berdasarkan klinikopatologis antara lain:

2.5.1. Apendisitis Akut.

a. Apendisitis akut sederhana (cataral apendisitis)

Proses peradangan baru terjadi di mukosa dan sub mukosa disebabkan obstruksi.

Sekresi mukosa menumpuk dalam lumen appendiks dan terjadi peningkatan tekanan

dalam lumen yang mengganggu aliran limfe, mukosa appendiks jadi menebal, edema,

dan kemerahan. Gejala diawali dengan rasa nyeri di daerah umbilikus, mual, muntah,

anoreksia, malaise, dan demam ringan. Pada apendisitis kataral terjadi leukositosis dan

appendiks terlihat normal, hiperemia, edema, dan tidak ada eksudat serosa.

b.Apendisitis Akut Purulenta (Supurative Apendisitis)

Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema menyebabkan

terbendungnya aliran vena pada dinding appendiks dan menimbulkan trombosis.

Keadaan ini memperberat iskemia dan edema pada apendiks. Mikroorganisme yang ada

di usus besar berinvasi ke dalam dinding appendiks menimbulkan infeksi serosa

sehingga serosa menjadi suram karena dilapisi eksudat dan fibrin. Pada appendiks dan

mesoappendiks terjadi edema,hiperemia, dan di dalam lumen terdapat eksudat

fibrinopurulen.

Ditandai dengan rangsangan peritoneum lokal seperti nyeri tekan, nyeri lepas di

titik Mc Burney, defans muskuler, dan nyeri pada gerak aktif danpasif. Nyeri dan defans

muskuler dapat terjadi pada seluruh perut disertai dengan tanda-tanda peritonitis umum.

9

Page 10: APPENDISITIS AKUT

c. Apendisitis akut gangrenosa

Bila tekanan dalam lumen terus bertambah, aliran darah arteri mulai terganggu

sehingga terjadi infrak dan ganggren. Selain didapatkan tanda-tanda supuratif,

appendiks mengalami gangren pada bagian tertentu. Dinding appendiks berwarna ungu,

hijau keabuan atau merah kehitaman. Pada apendisitis akut gangrenosa terdapat

mikroperforasi dan kenaikan cairan peritoneal yang purulen.

2.5.2. Apendisitis Infiltrat

Apendisitis infiltrat adalah proses radang appendiks yang penyebarannya dapat

dibatasi oleh omentum, usus halus, sekum, kolon dan peritoneum sehingga membentuk

gumpalan massa flegmon yang melekat erat satu dengan yang lainnya.

2.5.3. Apendisitis Abses

Apendisitis abses terjadi bila massa lokal yang terbentuk berisi nanah(pus),

biasanya di fossa iliaka kanan, lateral dari sekum, retrocaecal, subcaecal, dan pelvic.

2.5.4. Apendisitis Perforasi

Apendisitis perforasi adalah pecahnya appendiks yang sudah ganggren yang

menyebabkan pus masuk ke dalam rongga perut sehingga terjadi peritonitis umum.

Pada dinding appendiks tampak daerah perforasi dikelilingi oleh jaringan nekrotik.

2.5.5.Apendisitis Kronis

Apendisitis kronis merupakan lanjutan apendisitis akut supuratif sebagai proses

radang yang persisten akibat infeksi mikroorganisme dengan virulensi rendah,

khususnya obstruksi parsial terhadap lumen. Diagnosa apendisitis kronis baru dapat

ditegakkan jika ada riwayat serangan nyeri berulang di perut kanan bawah lebih dari

dua minggu, radang kronik appendiks secara makroskopik danmikroskopik. Secara

histologis, dinding appendiks menebal, sub mukosa dan muskularis propia mengalami

fibrosis. Terdapat infiltrasi sel radang limfosit dan eosinofil pada sub mukosa,

muskularis propia, dan serosa. Pembuluh darah serosa tampak dilatasi.

10

Page 11: APPENDISITIS AKUT

2.6. Manifestasi klinis 1,2,3

Apendisitis infiltrat didahului oleh keluhan appendisitis akut yang kemudian disertai

adanya massa periapendikular. Gejala Apendisitis akut antara lain:

a. Rasa sakit di daerah epigastrum, daerah periumbilikus, di seluruh abdomen atau

dikuadran kanan bawah atau merupakan gejala-gejala pertama. Gejala ini ditemui pada

hampir semua (100%) penderita. Rasa sakit ini samar-samar, ringan sampai moderat,

dan kadang-kadang berupa kejang. Sesudah empat jam biasanya rasa nyeri itu sedikit

demi sedikit menghilang kemudian beralih kekuadran bawah kanan. Rasa nyeri

menetap dan secara progesif bertambah hebat apabila pasien bergerak.

b. Gejala muntah yang timbul selang beberapa jam dan merupakan kelanjutan dari rasa

sakit yang timbul permulaan, hal ini terjadi pada 59.3% penderita. Gejala rasa mual pula

terjadi pada 46.7 % penderita.

c. Anoreksia terjadi pada 56.2% penderita.

d. Demam tidak tinggi (kurang dari 38⁰C) juga ditemui pada 21.8% penderita, kekakuan

otot, dan konstipasi.

e. Apendisitis pada bayi ditandai dengan rasa gelisah, mengantuk, dan terdapat nyeri

lokal. Pada usia lanjut, rasa nyeri tidak nyata. Pada wanita hamil rasa nyeri terasa lebih

tinggi di daerah abdomen dibandingkan dengan biasanya.

f. Nyeri tekan di daerah kuadran kanan bawah. Nyeri tekan mungkin ditemukan juga di

daerah panggul sebelah kanan jika appendiks terletak retrocaecal.

Suatu studi yang dilakukan rumah sakit umum Buckinghamshire, United Kingdom

telah membutikan bahwa nyeri perut yang bertambah sewaktu melalui ‘speed bumps’

dalam perjalanan ke rumah sakit juga dapat mengarah ke diagnosis apendisitis akut.

Nyeri sewaktu melalui ‘speed bumps’ dalam perjalanan, membantu dalam diagnosa

apendisitis akut dengan nilai sensitivitas 97%, namun spesifisitasnya rendah yaitu 30%.

Menifestasi klinis ini dikatakan mempunyai sensitivitas yang lebih tinggi dibandingkan

dengan menifestasi klinis lain yang digunakan untuk menbuat diagnosa apendisitis akut.

Perbandingan antara menifestasi klinis adalah seperti yang ditunjukkan di table 2.

11

Page 12: APPENDISITIS AKUT

Table 2.2 Kinerja diagnostik (dengan CI 95%) rasa sakit atas ‘speed bumps’

gundukan kecepatan dibandingkan dengan variabel lainnya dalam diagnostik

klinis untuk apensitis akut.2

2.7 Diagnosis 4,5,6

Diagnosis apendisitis dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik,

pemeriksaan lab dan pemeriksaan penunjang bila diperlukan untuk menyinkirkan

diagnosis lain.

2.7.1 Pemeriksaan Fisik

1) Inspeksi : Kembung sering terlihat pada penderita dengan komplikasi perforasi.

Apendisitis infiltrat atau adanya abses apendikuler terlihat dengan adanya penonjolan di

perut kanan bawah.

2) Auskultasi : peristaltik usus sering normal, peristalsis dapat hilang karena ileus

paralitik pada peritonitis generalisata akibat apendisitis perforata.

3) Palpasi : nyeri yang terbatas pada regio iliaka kanan, bisa disertai nyeri lepas. Defans

muskuler menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietale. Nyeri tekan perut

kanan bawah ini merupakan kunci diagnosis. Pada apendisitis retrosekal atau retroileal

diperlukan palpasi dalam untuk menentukan adanya rasa nyeri. Jika sudah terbentuk

abses yaitu bila ada omentum atau usus lain yang dengan cepat membendung daerah

apendiks maka selain ada nyeri pada fossa iliaka kanan selama 3-4 hari (waktu yang

dibutuhkan untuk pembentukan abses) juga pada palpasi akan teraba massa yang fixed

12

Page 13: APPENDISITIS AKUT

dengan nyeri tekan dan tepi atas massa dapat diraba. Jika apendiks intrapelvinal maka

massa dapat diraba pada RT (Rectal Touche) sebagai massa yang hangat.

4) Perkusi : perkusi di bagian abdomen didapatkan nyeri ketot positif.

Pada apendisitis akut sering ditemukan adanya abdominal swelling, sehingga pada

pemeriksaan jenis ini biasanya ditemukan distensi perut. Secara klinis, dikenal beberapa

manuver diagnostic.

a) Rovsing’s sign: dikatakan positif jika tekanan yang diberikan pada perut kuadran kiri

(LLQ) abdomen menghasilkan sakit disebelah kanan (RLQ), menggambarkan iritasi

peritoneum. Sering positif tapi tidak spesifik.

b) Psoas sign: dilakukan dengan posisi pasien berbaring pada sisi sebelah kiri sendi

pangkal kanan diekstensikan. Nyeri pada cara ini menggambarkan iritasi pada otot

psoas kanan dan indikasi iritasi retrocaecal dan retroperitoneal dari phlegmon atau

abses.

c) Obturator sign: dilakukan dengan posisi pasien terlentang, kemudian digerakan

endorotasi tungkai kanan dari lateral ke medial. Nyeri pada caraini menunjukan

peradangan pada M. obturatorius di rongga pelvis.

d) Blumberg’s sign: nyeri lepas kontralateral (tekan di LLQ kemudian lepas dan nyeri

di RLQ)

e) Wahl’s sign: nyeri perkusi di RLQ di segitiga Scherren menurun.

f) Baldwin test: nyeri di flank bila tungkai kanan ditekuk

g) Nyeri pada daerah cavum Douglas bila ada abscess di rongga abdomen atau

Appendix letak pelvis.

h) Nyeri pada pemeriksaan rectal tooucher.

i) Dunphy sign: nyeri ketika batuk.

13

Page 14: APPENDISITIS AKUT

2.7.2 Skor Alvarado

Kemungkinan apendisitis dapat diyakinkan dengan menggunakan skor Alvarado.

Sistem skor dibuat untuk meningkatkan cara mendiagnosis apendisitis.

Tabel 2.3 Skor Alvarado.

The Modified Alvarado Score SkorGejala Perpindahan nyeri dari ulu hati ke

perut kanan bawah1

Mual-Muntah 1

Anoreksia 1

Tanda Nyeri di perut kanan bawah 2

Nyeri lepas 1

Demam diatas 37,5 ° C 1

Pemeriksaan Lab Leukositosis 2

Hitung jenis leukosit shift to the left 1

Total 10

Interpretasi dari Modified Alvarado Score:     1-4     : sangat mungkin bukan apendisitis akut     5-7     : sangat mungkin apendisitis akut     8-10   : pasti apendisitis akut

Bila skor 5-6 dianjurkan untuk diobservasi di rumah sakit, bila skor >6 maka

tindakan bedah sebaiknya dilakukan.

2.7.3 Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium masih merupakan bagian penting untuk menilai awal keluhan

nyeri kuadran kanan bawah dalam menegakkan diagnosis apendisitis akut. Penyakit

infeksi pada pelvis terutama pada wanita akan memberikan gambaran laboratorium

yang terkadang sulit dibedakan dengan apendisitis akut. Pemeriksaan laboratorium

merupakan alat bantu diagnosis. Pada pasien dengan apendisitis akut, 70-90% hasil

laboratorium nilai leukosit dan neutrophil akan meningkat, walaupun hal ini bukan hasil

yang karakteristik.

Hintung Leukosit

14

Page 15: APPENDISITIS AKUT

Hintung leukosit adalah menghintung jumlah leukosit per milimeterkubik

atau microliter darah. Leukosit merupakan bagian penting dari sistem

pertahanan tubuh, terhadap benda asing, mikroosganisme atau jaringan asing,

sehingga hintung jumlah leukosit merupakan indikator yang baik untuk

mengetahui respon tubuh terhadap infeksi.

Jumlah leukosit dipengaruhi oleh umur, penyimpangan dari keadaan basal

dan lain-lain. Pada bayi baru lahir jumlah leukosit tinggi, sekitar 10.000 –

30.000/ul. Jumlah leukosit tertinggi pada bayi umur 12 jam yaitu antara 13.000-

38.000 /ul. Setelah itu jumlah leukosit turun secara bertahap dan pada umur 21

tahun jumlah leukosit berkisar antara 4500-11.000/ul. Pada keadaan basal

jumlah leukosit pada orang dewasa antara 5000-10.000/ul. Jumlah leukosit

meningkat setelah melakukan aktifitas fisik yang sedang, tetapi jarang lebih dari

11.000/ul.

Bila jumlah leukosit lebih dari nilai rujukan, maka keadaan tersebut disebut

leukositosis. Leukositosis dapat terjadi secara fisiologik maupun patologik.

Leukositosis yang fisiologik dijumpai pada kerja fisik yang berat, gangguan

emosi, kejang, takikardi paroksismal, partus dan haid. Leukositosis patologik

pula dijumpai pada proses infeksi atau radang akut. Peningkatan leukosit juga

bisa disebabkan oleh obat-obatan, misalnya : aspirin, prokainmid, allopurinol,

kalium yodida, sulfonamide, heparin, digitalis, epinefrin, dan antibiotika

terutama ampicillin, eritromisin, tetracycline, vancomisin dan streptomisin.

Pada penderita dengan keluhan dan pemeriksaan fisik yang karakteristik

apendisitis akut, akan ditemukan pada pemeriksaan darah adanya leukositosis

11.000-14.000/mm3 dengan pemeriksaan hinting jenis menunjukan pergeseran

ke kiri hamper 75%. Jika jumlah lekosit lebih dari 18.00/mm3 maka umumnya

sudah terjadi perforasi dan peritonitis. Kombinasi antara kenaikan angka

leukosit dan granulosit adalah yang dipakai untuk pedoman menentukan

diagnose apendisitis akut. Tes laboratorium untuk apendisitis bersifat kurang

spesifik, sehingga hasilnya juga kurang dapat dipakai sebagai konformasi

penegakan diagnosa. Jumlah leukosit untuk apendisitis akut adalah

>10.000/mm, sehingga gambaran leukositosis dengan peningkatan granulosit

dipakai sebagai pedoman untuk apendisitis akut. Kontrovesinya adalah beberapa

15

Page 16: APPENDISITIS AKUT

penderita dengan apendisitis akut, memiliki jumlah leukosit dan granulosit tetap

normal.

2.7.4 pemeriksaan radiologis

a) Foto polos abdomen - dikerjakan apabila hasil anamnesa atau pemeriksaan fisik

meragukan. Tanda-tanda peritonitis kuadran kanan bawah. perselubungan mungkin

terlihat ´ileal atau caecal ileus´ gambaran garis permukaan air-udara disekum atau

ileum. Patognomonik bila terlihat gambar fekalit.

b) USG abdomen- USG abdomen mempunyai peran definitive dalam mendiagnosa

apendisitis akut dan mengurangi angka kejadian laparotomy negatif. USG dilakukan

khususnya untuk melihat keadaan kuadran kanan bawah atau nyeri pada pelvis pada

pasien anak atau wanita. Adanya peradangan pada apendiks menyebabkan ukuran

apendiks lebih dari normalnya (diameter 6mm) dan memberi gambaran ‘target sign’.

Kondisi penyakit lain pada kuadran kanan bawah seperti inflammatory bowel desease,

diverticulitis cecal, diverticulum meckel’s, endometriosis dan pelvic Inflammatory

Disease(PID) dapat menyebabkan positif palsu pada hasil USG. Secara keseluruhan

USG abdomen mempunyai spesifisitas 88.09% dan sensitivitas 91.37% dalam

mendiagnosa apendisitis.

3) CT Scan - Pada CT Scan khususnya apendiceal CT, lebih akurat dibanding USG.

Selain dapat mengidentifikasi apendiks yang mengalami inflamasi (diameter lebih dari

6mm) juga dapat melihat adanya perubahan akibat inflamasi pada periapendik. Pasien-

pasien yang obesitas, presentasi klinis tidak jelas, dan curiga adanya abscess, maka CT-

scan dapat digunakan sebagai pilihan test diagnostic. Dinding pada appendix yang

terinfeksi akan mengecil sehingga memberi gambaran “halo”. Walaupun CT scan dapat

membatu mendiagnosa apendisitis lebih akurat dari USG dan mengurangi kejadian

apendektomy negative, pada anak-anak dan dewasa muda, paparan radiasi CT scan

menjadi perhatian khusus. Menurut suatu studi yang dilakukan di Korea pada tahun

2011, membuktikan bahwa pengunaan CT scan ‘Low Dose’ dosis rendah yaitu 116

mGy.cm setanding kepentingannya dengan ‘Standar Dose’ dosis standar yaitu 521

mGy.cm. Didapatkan hasil appendektomi negative pada penggunaan CT scan dosis

16

Page 17: APPENDISITIS AKUT

rendah adalah 3.5% dan CT scan dosis standar adalah 3.2 %. Maka penggunaan CT

scan dosis rendah sebagai pemeriksaan radiologis lini pertama pada penderita suspek

apendisitis dapat berguna dalam mengurangi appendektomi negatif dan juga

mengurangi jumlah paparan radiasi.

4) Pemeriksaan Barium enema dan Colonoscopy - merupakan pemeriksaan awal

untuk menyingkirkan kemungkinan adanya karsinoma colon. Tetapi untuk apendisitis

akut pemeriksaan barium enema merupakan kontraindikasi karena dapat menyebabkan

rupture apendiks.

5) Laparoskopi – dibidang bedah, laparoskopi dapat berfungsi sebagai alat diagnostic

dan terapi. Disamping dapat mendiagnosis apendisitis secara langsung, laparoskopi juga

dapat digunakan untuk melihat keadaan organ intraabdomen lainnya. Hal ini sangat

bermanfaat pada pasien wanita. Pada apendisitis akut laparoskopi diagnostic biasanya

dilanjutkan dengan apendektomi laparoskopi.

Gambar 2.3: inflamasi apendik dengan Gambar 2.4: Pembesaran tubular. 6

apendik ‘target sign’.6

Gambar 2.5: Perforasi apendik.6

17

Page 18: APPENDISITIS AKUT

Tabel 2.4. Perbandingan pemeriksaan penunjang apendisitis akut.6

Pemeriksaan Kriteria Diagnostik Evidence

Foto polos Tidak ada tidak ada peran dalam diagnosis apendisitis akut, namun dapat menunjukkan adanya fekolit pada beberapa kasus.

Ultrasonografi Aperistaltik dan stuktur dengan sensitivity 86% : spesifisiti 81% non-compressible dengan diameter >6mm

Computed Indentifikasi apendik yang dengan sensitivity 94% dan spesifisiti 95%Tomography abnormal atau apendikolit yang dalam diagnosis apendisitis akut.Scanning terkalsifikasi bersamaan inflamasi periappendiceal

Magnetic Belum dikonfirmasi disarankan pada kasus yang bermasalah Resonance Imaging dalam penggunaan alat yang beradiasi seperti ibu hamil.

2.8. Diagnosa Banding7,8

Diagnosis banding dari Apendisitis dapat bervariasi tergantung dari usia dan jenis

kelamin.

a) Pada anak-anak balita - intususepsi, divertikulitis, dan gastroenteritis akut.

Intususepsi paling sering didapatkan pada anak-anak berusia dibawah 3 tahun.

Divertikulitis jarang terjadi jika dibandingkan Apendisitis. Nyeri divertikulitis hampir

sama dengan Apendisitis, tetapi lokasinya berbeda, yaitu pada daerah periumbilikal.

Pada pencitraan dapat diketahui adanya inflammatory mass di daerah abdomen tengah.

Diagnosis banding yang agak sukar ditegakkan adalah gastroenteritis akut, karena

memiliki gejala-gejala yang mirip dengan apendisitis, yakni diare, mual, muntah, dan

ditemukan leukosit pada feses.

b) Pada anak-anak usia sekolah - gastroenteritis, konstipasi, infark omentum. Pada

gastroenteritis, didapatkan gejala-gejala yang mirip dengan apendisitis, tetapi tidak

dijumpai adanya leukositosis. Konstipasi, merupakan salah satu penyebab nyeri

abdomen pada anak-anak, tetapi tidak ditemukan adanya demam. Infark omentum juga

18

Page 19: APPENDISITIS AKUT

dapat dijumpai pada anak-anak dan gejala-gejalanya dapat menyerupai apendisitis. Pada

infark omentum, dapat terraba massa pada abdomen dan nyerinya tidak berpindah

c) Pada pria dewasa muda - Diagnosis banding yang sering pada pria dewasa muda

adalah Crohn’s disease, klitis ulserativa, dan epididimitis. Pemeriksaan fisik pada

skrotum dapat membantu menyingkirkan diagnosis epididimitis. Pada epididimitis,

pasien merasa sakit pada skrotumnya.

d) Pada wanita usia muda - Diagnosis banding apendisitis pada wanita usia muda lebih

banyak berhubungan dengan kondisi-kondisi ginekologik, seperti pelvic inflammatory

disease (PID), kista ovarium, dan infeksi saluran kencing. Pada PID, nyerinya bilateral

dan dirasakan pada abdomen bawah. Pada kista ovarium, nyeri dapat dirasakan bila

terjadi ruptur ataupun torsi.

e) Pada usia lanjut - Apendisitis pada usia lanjut sering sukar untuk didiagnosis.

Diagnosis banding yang sering terjadi pada kelompok usia ini adalah keganasan dari

traktus gastrointestinal dan saluran reproduksi, divertikulitis, perforasi ulkus, dan

kolesistitis. Keganasan dapat terlihat pada CT Scan dan gejalanya muncul lebih lambat

daripada apendisitis. Pada orang tua, divertikulitis sering sukar untuk dibedakan dengan

apendisitis, karena lokasinya yang berada pada abdomen kanan. Perforasi ulkus dapat

diketahui dari onsetnya yang akut dan nyerinya tidak berpindah. Pada orang tua,

pemeriksaan dengan CT Scan lebih berarti dibandingkan dengan pemeriksaan

laboratorium.

Selain dari itu beberapa diagnosis banding apendisitis akut yang perlu dipikirkan,

antara lain: Kolitis ditandai dengan feses bercampur darah, nyeri tajam pada perut

bagian bawah, demam dan tenesmus. Obstruksi usus biasanya nyeri timbul perlahan-

lahan di daerah epigastrium. Pada pemeriksaan fisis akan menunjukkan distensi

abdomen dan timpani, terdengar metalic sound pada auskultasi. Kelainan bidang urologi

seperti batu ureter atau batu ginjal kanan. Adanya riwayat kolik dari pinggang ke perut

menjalar ke inguinal kanan merupakan gambaran yang khas. Eritrosituria sering

ditemukan. Foto polos abdomen atau urografi intravena dapat memastikan penyakit

tersebut.

19

Page 20: APPENDISITIS AKUT

2.9. Penatalaksanaan

Perjalanan patologis penyakit dimulai pada saat apendiks dilindungi oleh omentum

dan gulungan usus halus didekatnya. Mula-mula, massa yang terbentuk tersusun atas

omentum dan gulungan usus halus, kemudian akan dilapisi oleh jaringan granulasi dan

biasanya dapat segera dirasakan secara klinis. Jika peradangan pada apendiks tidak

dapat membentuk suatu pertahanan maka penderita dapat mengalami peritonitis umum,

masa yang terbentuk tadi akan terisi nanah yang semula berjumlah sedikit akan tetapi

dengan segera menjadi abses yang jelas batasnya.7,8

Apabila penderita ditemukan lewat sekitar 48 jam, maka segera dilakukan

appendektomi untuk membuang apendiks yang mungkin gangren akan tetapi

mempunyai perlekatan yang longar pada massa periapendikular, bila massa

periapendikular telah menjadi lebih terfiksasi dan vaskular, sehingga membuat operasi

berbahaya maka harus menunggu pembentukan abses yang dapat mudah didrainase.8

Massa apendiks terjadi bila terjadi apendisitis gangrenosa atau mikroperforasi

ditutupi atau dibungkus oleh omentum dan atau lekuk usus halus. Pada massa

periapendikular yang pendidingannya belum sempurna, dapat terjadi penyebaran pus

keseluruh rongga peritoneum jika perforasi diikuti peritonitis purulenta generalisata.

Oleh karena itu, massa periapendikular yang masih bebas disarankan segera dioperasi

untuk mencegah penyulit tersebut. Selain itu, operasi lebih mudah. Pada anak,

dipersiapkan untuk operasi dalam waktu 2-3 hari saja.9

Pasien dewasa dengan massa periapendikular yang terpancang dengan

pendindingan sempurna, dianjurkan untuk dirawat dahulu dan diberi antibiotik sambil

diawasi suhu tubuh, ukuran massa, serta luasnya peritonitis. Bila sudah tidak ada

demam, massa periapendikular hilang, dan leukosit normal, penderita boleh pulang dan

apendiktomi elektif dapat dikerjakan 2-3 bulan kemudian agar perdarahan akibat

perlengketan dapat ditekan sekecil mungkin. Bila terjadi perforasi, akan terbentuk abses

apendiks. Hal ini ditandai dengan kenaikan suhu dan frekuensi nadi, bertambahnya

nyeri, dan teraba pembengkakan massa, serta bertambahnya angka leukosit.8,9

Massa apendiks dengan proses radang yang masih aktif sebaiknya dilakukan

tindakan pembedahan segera setelah pasien dipersiapkan, karena dikuatirkan akan

20

Page 21: APPENDISITIS AKUT

terjadi abses apendiks dan peritonitis umum. Persiapan dan pembedahan harus

dilakukan sebaik-baiknya mengingat penyulit infeksi luka lebih tinggi daripada

pembedahan pada apendisitis sederhana tanpa perforasi. Pada periapendikular infiltrat,

dilarang keras membuka perut, tindakan bedah apabila dilakukanakan lebih sulit dan

perdarahan lebih banyak, lebih-lebih bila massa apendiks telah terbentuk lebih dari satu

minggu sejak serangan sakit perut.8

Pembedahan dilakukan segera bila dalam perawatan terjadi abses dengan atau

puntanpa peritonitis umum.8

Ada laporan sesekali pengobatan konservatif dilakukan dengan antibiotik pada

apendisitis akut. Pengobatan dengan antibiotik mengakibatkan rasa sakit berkurang

secara signifikan dibandingkan dengan pada yang dilakukan tindakan apendektomi.

Namun, ada risiko kekambuhan dalam kasus apendisitis akut. Pengamatan aktif telah

menghasilkan tingkat apendektomi negatif yang rendah secara kosisten tanpa kenaikan

tingkat perforasi. Terapi konservatif dikatakan berhasil dalam 82,3% kasus, gagal dalam

11,4 kasus, dan dimana kekambuhannya 7,3%.8,9

Terapi sementara untuk 8-12 minggu adalah konservatif saja. Terapi konservatif

pada periapendikular infiltrat antara lain:9

a. Total bed rest posisi fawler agar pus terkumpul di cavum douglassi

b. Diet lunak bubur saring

c. Antibiotika parenteral dalam dosis tinggi, antibiotik kombinasi yang aktif terhadap

kuman aerob dan anaerob.

Baru setelah keadaan tenang, yaitu sekitar 6-8 minggu kemudian, dilakukan

apendiktomi. Kalau sudah terjadi abses, dianjurkan drainase saja dan apendiktomi

dikerjakan setelah 6-8 minggu kemudian. Jika ternyata tidak ada keluhan atau gejala

apapun, dan pemeriksaan jasmani dan laboratorium tidak menunjukkan tanda radang

atau abses, dapat dipertimbangkan membatalkan tindakan bedah.7,8,9

Analgesik diberikan hanya kalau perlu saja. Observasi suhu dan nadi. Biasanya

48 jam gejala akan mereda. Bila gejala menghebat, tandanya terjadi perforasi maka

21

Page 22: APPENDISITIS AKUT

harus dipertimbangkan appendiktomi. Batas dari massa hendaknya diberi tanda

(demografi) setiap hari. Biasanya pada hari ke5-7 massa mulai mengecil dan

terlokalisir. Bila massa tidak juga mengecil, tandanya telah terbentuk abses dan massa

harus segera dibuka dan didrainase.8,9

Penderita periapendikular infiltrat diobservasi selama 6 minggu tentang:8,9

a. LED

b. Jumlah lekosit

c. Massa periapendikular

Massa Periapendikular infiltrat dianggap tenang apabila :

a. Anamesa : penderita sudah tidak mengeluh sakit atau nyeri abdomen

b. Pemeriksaan Fisik

1) Keadaan umum penderita baik, tidak terdapat kenaikan suhu tubuh (diukur rectal dan

aksiler)

2) Sudah tidak terdapat tanda – tanda apendisitis.

3) Massa sudah mengecil atau menghilang, atau massa tetap ada tetapi lebih kecil

dibanding semula.

4) Laboratorium : LED kurang dari 20, Leukosit normal

Kebijakan untuk operasi periapendikular infiltrat :

a. Bila LED telah menurun kurang dari 40

b. Tidak didapatkan leukositosis

c. Tidak didapatkan massa atau pada pemeriksaan berulang massa sudah tidak mengecil

lagi.

Bila LED tetap tinggi ,maka perlu diperiksa:

a. Apakah penderita sudah bed rest total

22

Page 23: APPENDISITIS AKUT

b. Pemberian makanan penderita

c. Pemakaian antibiotik penderita

Bila dalam 8-12 minggu masih terdapat tanda-tanda infiltrat atau tidak ada

perbaikan operasi tetap dilakukan. Bila ada massa periapendikular yang fixed, ini

berarti sudah terjadi abses dan terapi adalah drainase.

Tabel 2.5. Durasi pemberian antibiotik dan analgesic.8

2.10. Komplikasi

Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik berupa perforasi bebas

maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami pendindingan berupa massa

yang terdiri atas kumpulan apendiks, sekum, dan lekuk usus halus. Perforasi dapat

menyebabkan timbulnya abses lokal atau pun suatu peritonitis generalisata. 9,10

Tanda-tanda terjadinya suatu perforasi adalah : 9,10

a. Nyeri lokal pada fossa iliaka kanan berganti menjadi nyeri abdomen menyeluruh.

b. Suhu tubuh naik tinggi sekali.

c. Nadi semakin cepat.

d. Defance Muskular yang menyeluruh

e. Bising usus berkurang

f. Perut distended

23

Page 24: APPENDISITIS AKUT

Akibat lebih jauh dari peritonitis generalisata adalah terbentuknya :

a. Pelvic Abscess

b. Subphrenic absess

c. Intra peritoneal abses lokal.

Peritonitis merupakan infeksi yang berbahaya karena bakteri masuk kerongga abdomen,

dapat menyebabkan kegagalan organ dan kematian.

2.11. Prognosis

Mortalitas adalah 0.1% jika apendisitis akut tidak pecah dan 15% jika pecah pada orang

tua. Kematian biasanya berasal dari sepsis emboli paru atau aspirasi; prognosis

membaik dengan diagnosis dini sebelum rupture dan antibiotic yang lebih baik.9,10

Morbiditas meningkat dengan rupture dan usia tua. Komplikasi dini adalah sepsis.

Infeksi luka membutuhkan pembukaan kembali insisi kulit yang merupakan

predisposisi terjadinya robekan. Abses intraabdomen dapat terjadi dari kontaminasi

peritonealis setelah gangren dan perforasi. Fistula fekalis timbul dari nekrosis suatu

bagian dari seccum oleh abses atau kontriksi dari jahitan kantong. Obstruksi usus dapat

terjadi dengan abses lokulasi dan pembentukan adhesi. Komplikasi lanjut meliputi

pembentukan adhesi dengan obstruksi mekanis dan hernia.9,10

Dengan diagnosis yang akurat serta pembedahan, tingkat mortalitas dan morbiditas

penyakit ini sangat kecil. Keterlambatan diagnosis akan meningkatkan morbiditas dan

mortalitas bila terjadi komplikasi. Serangan berulang dapat terjadi bila apendiks tidak

diangkat. 9,10

24

Page 25: APPENDISITIS AKUT

BAB III

PENUTUP

Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada Appendix vermicularis, dan

merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering pada anak-anak maupun

dewasa. Apendisitis akut merupakan kasus bedah emergensi yang paling sering

ditemukan. Obstruksi lumen adalah penyebab utama pada Apendisitis akut, ini diikuti

oleh penyebab lain seperti infeksi, diet dan hygiene. Apendisitis akut dibagikan kepada

tiga jenis yaitu apendisitis akut sederhana, apendisitis akut supurative, dan apendisitis

akut gangrenosa. Apendisitis infiltrate, abses, perforasi dan apendisitis kronis dapat

terdadi akibat fase lanjutan dari apendisitis akut. Gejala apendisitis yang ditemui pada

semua penderita adalah rasa nyeri pada abdomen atau kuadran bawah kanan, gejala lain

yang sering ditemui adalah mual, muntah, anoreksia dan demam yang tidak tinggi. Ada

studi yang membuktikan bahwa nyeri perut yang bertambah sewaktu melalui ‘speed

bumps’ dalam perjalanan ke rumah sakit juga dapat mengarah ke diagnosis apendisitis

akut. Diagnosis apendisitis dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik,

pemeriksaan lab dan pemeriksaan penunjang bila diperlukan untuk menyinkirkan

diagnosis lain. Secara klinis, dikenal beberapa manuver diagnostik seperti Rovsing’s

sign, Psoas sign, obturator sign, Blumberg’s sign dan nyeri pada pemeriksaan rektal

toocher. Kemungkinan apendisitis dapat diyakinkan dengan menggunakan skor

Alvarado. Sistem skor dibuat untuk meningkatkan cara mendiagnosis apendisitis.

Interpretasi dari Modified Alvarado Score adalah, 1-4 : sangat mungkin bukan

apendisitis akut, 5-7 : sangat mungkin apendisitis akut, 8-10 : pasti apendisitis akut.

Pemeriksaan laboratorium masih merupakan bagian penting untuk menilai awal keluhan

nyeri kuadran kanan bawah dalam menegakkan diagnosis apendisitis akut. Pada pasien

dengan apendisitis akut, 70-90% hasil laboratorium nilai leukosit dan neutrophil akan

meningkat, walaupun hal ini bukan hasil yang karakteristik. Pemeriksaan radiologis,

USG abdomen mempunyai peran definitive dalam mendiagnosa apendisitis akut dan

mengurangi angka kejadian laparotomy negative. Pada CT Scan khususnya apendiceal

CT, lebih akurat dibanding USG. Bagi Penatalaksanaan apendisitis akut pula,

pembedahan diindikasikan bila diagnose apendisitis telah ditegakkan. Penundaan

apendektomi yang lama dengan memberikan antibiotic dapat mengakibatkan abses dan

25

Page 26: APPENDISITIS AKUT

perforasi. Namun ada studi mengatakan bagi apendisitis non komplikata, terapi

konservatif memberikan hasil yang baik. Komplikasi yang paling sering ditemukan

adalah perforasi. Perforasi dapat menyebabkan timbulnya abses lokal atau pun suatu

peritonitis generalisata. Dengan diagnosis yang akurat serta pembedahan, tingkat

mortalitas dan morbiditas penyakit ini sangat kecil. Keterlambatan diagnosis akan

meningkatkan morbiditas dan mortalitas bila terjadi komplikasi. Serangan berulang

dapat terjadi bila apendiks tidak diangkat.

26

Page 27: APPENDISITIS AKUT

DAFTAR PUSTAKA

1. D J Humes and J Simpson, Acute appendicitis, Clinical review , BMJ Vol 333

2008, Pg 530-534, Nottingham.UK.

2. Williams B A, Schizas A M P, Management of Complex Appendicitis. Elsevier.

2010. Surgery 28:11. p544-548.

3. Appendicitis [updated September 2010; cited April 2011]. Available from:

http://en.wikipedia.org/wiki/Appendicitis. (accessed : 2013, March 14).

4. H F Ashdown, N D’ Souza, R J Stevens, Pain over speed bumps in diagnosis of

acute appendicitis: diagnostic accuracy study, BMJ 2012 : 345, Pg 1-7, UK.

5. Y H Kim, S Y Kim, Y J Lee, K P Kim. Low-Dose Abdominal Ct For Evaluating

Suspected Appendicitis. The New England Journal of Medicine. April 26, 2012.

6. B R. Toorenvliet, F Wiersma, R F R. Bakker, P J. Breslau, Routine Ultrasound

and Limited Computed Tomography for the Diagnosis of Acute Appendicitis,

World J Surg (2010) 34:2278–2285

7. L F Premanand, P S Aithala, C George, H B Suresh, D Acharya,

Ultrasonography Is Still A Useful Diagnostic Tool In Acute Appendicitis.

Journal Of Clinical And Diagnostic Research,2009 October [cited: 2009 October

5]; 3:1731-1736.

8. G R Paudel, C S Agrawal, R regmi. Conservative Treatment in Acute

Appendicitis. JNMA, Vol 49, No.4, October – December 2010. Nepal.

9. J T. Hamdi Is There a Place for Conservative Treatment of Acute Appendicitis?

Vol. 17 No. 1, pp: 11-17 (2010 A.D. / 1431 A.H.)

10. A Saber, A Mohammad, G M. Ellabban, Patient Safety in Delayed Diagnosis of

Acute Appendicitis, Surgical Science, 2011, 2, 318-321August 2011, Ismailia,

Egypt.

27