laptutsken3_kel1_blok14

52
0 LAPORAN SKENARIO 3 BLOK 14 KELOMPOK TUTORIAL 1 TUTOR: dr. Ahmad Taufik

Upload: wawan-eko-wahyudi

Post on 01-Jan-2016

10 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

d

TRANSCRIPT

Page 1: LapTutSken3_Kel1_Blok14

0

LAPORAN SKENARIO 3BLOK 14

KELOMPOK TUTORIAL 1

TUTOR: dr. Ahmad Taufik

Page 2: LapTutSken3_Kel1_Blok14

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat dan

hidayahNya kami dapat menyelesaikan Laporan Tutorial Ketiga sebagai suatu laporan atas hasil

diskusi kami yang berkaitan dengan kegiatan tutorial pada Blok 14 semester V ini. Pada skenario III

ini di sini kami membahas masalah yang berkaitan dengan sistem digestif dan penyakit-penyakit

yang terjadi pada sistem ini. Akhirnya pembahasan kami terpusat mengenai penyebab ikterus secara

umum dan hepatits secara khusus baik dari aspek medik maupun epidemiologinya.

Kami mohon maaf jika dalam laporan ini terdapat banyak kekurangan dalam menggali

semua aspek yang menyangkut segala hal yang berhubungan dengan scenario kelima baik pada

Learning Objective yang kami cari atau diagnosa yang kami sepakati. Karena ini semua disebabkan

oleh keterbatasan kami sebagai manusia. Tetapi, kami berharap laporan ini dapat memberi

pengetahuan serta manfaat kapada para pembaca.

Mataram, 31 Oktober 2009

1

Page 3: LapTutSken3_Kel1_Blok14

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR 1

DAFTAR ISI 2

SKENARIO III 3

LEARNING OBJECTIVES 4

CONCEPT MAP 5

Kemungkinan penyebab gejala pada skenario dan pendekatan diagnosis 6

Metabolisme bilirubin dan gangguannya 8

Kemungkinan penyebab dan evaluasi pada pasien dengan jaundice 13

Hepatitis Viral 21

Kolelitiasis 36

DAFTAR PUSTAKA 40

2

Page 4: LapTutSken3_Kel1_Blok14

SKENARIO 3

….my eyes turn to yellow, what’s up ?!

A previously healthy 27-year-old man attend primary care fascility six days after the onset of

a nonproductive cough, sore throat, low grade fever (flu like syndrome), naussea without

vomitting and a feeling of being “run down.” During the preceding week, he had also noted

fever and abdominal pain with mild intensity primarily around epigastric area. Two days PTA

(Prior to Admission), he noticed dark-colored urine and yellowish eyes. He did not have

headache, diarrhea, colicky pain, urinary frequency or urgency, decreased appetite, or

weight loss. None of his family members had same complain. History of previous disease:

Hepatitis, Gall stone was denied. Physical examination revealed icteric sclera and

hepatomegaly with mild intensity pain on palpation. The others physical finding were

normal. Afterward, the physician planned some diagnostic laboratories examination in order

to made clearer diagnosis for proper management.

3

Page 5: LapTutSken3_Kel1_Blok14

LEARNING OBJECTIVES

4

1. Kemungkinan penyebab gejala pada skenario dan pendekatan diagnosis

2. Metabolisme bilirubin dan gangguannya

3. Kemungkinan penyebab dan evaluasi pada pasien dengan jaundice

4. Hepatitis Viral (A, B, C, D, dan E)

5. Kolelitiasis

Page 6: LapTutSken3_Kel1_Blok14

27 years old

Two days PTA:-Dark colored urine-Yellowish eyes

Attended primary care in six days after onset:-Nonproductive cough-Sore throat-Low grade fever-Naussea without vomitting-Feeling of being “run down”

During preceding week:-Fever-abdominal

examination

DD treatment

Physical examination Laboratorium test

MAPPING CONCEPT

5

Page 7: LapTutSken3_Kel1_Blok14

KEMUNGKINAN PENYEBAB GEJALA PADA

SKENARIO DAN PENDEKATAN DIAGNOSIS

Kemungkinan Penyebab Gejala

Flu like syndrome

keluhan ini mungkin muncul karena jalan masuk infeksi yaitu dari saluran pencernaan atas

sehingga menimbulkan reaksi imunitas. Virus ini tiba pada reseptor yang berada di saluran

pernafasan sehingga menimbulkan gejala saluran nafas. Demam juga muncul sebagai respon

imunitas terhadap infeksi yaitu muncul dalam derajat ringan.

Mual Tapi Tidak Muntah

Nausea terjadi pada penyakit liver yang lebih berat dan dapat bersama dengan fatik atau di picu

oleh bau atau makanan atau makan makanan berlemak. Muntah dapat terjadi tapi jarang persisten

atau prominen.

Run down

Fatik merupakan symptom yang paling umum dank has pada penyakit liver. Keadaan ini

digambarkan bervariasi seperti letargi, weakness, lesu, malaise, meningkatnya keinginan tidur,

kurang stamina dan kurang energi. Fatik pada penyakit liver biasanya meningkat pada setelah

aktifitas dan jarang timbul atau memberat pada pagi hari setelah istirahat yang cukup. Fatik pada

liver disease sering intermitten dan bervariasi dalam hal severitas dari jam ke jam atau dari hari ke

hari. Pada beberapa pasien, mungkin tidak jelas apakah fatik ini muncul karena stress, ansietas atau

penyakit lain yang terjadi bersamaan. Selain itu hal-hal yang dapat menimbulkan fatik seperti akibat

aktivasi kronik system imun, kurang tidur, penggunaan obat, kurang nutrisi,dll.

Abdominal pain

Perasaan discomfort pada RUQ atau rasa sakit (liver pain) terjadi pada banyak penyakit liver da

biasanya ditandai oleh tenderness pada area liver. Rasa nyeri meningkata karena peregangan atau

iritasi dari kapsul Glisson’s, yang mengelilingi hepar dan kaya dengan ujung saraf. Nyeri berat lebih

6

Page 8: LapTutSken3_Kel1_Blok14

khas pada penyakit kandung empedu, abses hati, dan penyakit oklusif vena berat tapi sering terjadi

bersama hepatitis akut.

Urine gelap

Urine gelap terjadi karena gangguan pada aliran empedu akibat obstruksi sehingga

menyebabkan bilirubinuria atau dalam kata lain tidak terdapat urobilinogen pada urine

Sclera ikterik

Sklera ikterik menandakan terjadinya jaundice pada pasien. Tanda ini muncul bilamana kadar

bilirubin serum telah mencapai 3 mg/dL. Keadaan ini dapat terjadi pada kelainan hepar dan juga

keadaan-keadaan yang menyebabkan hemolisis.

Hepatomegali dengan nyeri ringan pada palpasi

hepatomegali bukan merupakan tanda yang dapat dipercaya untuk terjadinya penyakit hepar,

berbagai variabilitas dari ukuran dan bentuk dari liver dan kesukaran untuk mengukur ukuran hepar

dengan perkusi dan palpasi. Penanda hepatomegali terutama sirosis, penyakit venooklusi, penyakit

infiltrate seperti amyloidosis, metastatik atau kanker primer dari liver dan hepatitis alkoholik.

Penilaian yang hati-hati mengenai tepi hepar, iregularitas permukaan atau adanya nodul.

Diagnosa Banding

1. Hepatitis viral

a. Hepatitis A

b. Hepatitis B

c. Hepatitis C

d. Hepatitis D

e. Hepatitis E

2. Gall stones

7

Page 9: LapTutSken3_Kel1_Blok14

METABOLISME BILIRUBIN DAN

GANGGUANNYA

Metabolisme Bilirubin

Klasifikasi jaundice dan interpretasi yang benar mengenai temuan laboratoris berdasarkan

pada metabolisme bilirubin. Bilirubin paling banyak (80%) dibentuk di reticuloendothelial system

(RES) dari degradasi hemoglobin yang dilepaskan oleh eritrosit yang sudah tua. Sumber lainnya

adalah myoglobin, cytochromes, enzim-enzim yang mengandung heme, dan heme bebas yang tidak

berikatan. Sekitar 300 mg (0,5 mmol) bilirubin terbentuk setiap hari. Bilirubin dapat juga berasal dari

eritrosit dan prekursor eritrosit yang didegradasi secara prematur di dalam sumsum tulang, disebut

“shunt bilirubin”. Fraksi yang normalnya sedikit ini akan meningkat pada eritropoiesis yang tidak

efektif (diseritropoiesis).

Di dalam darah bilirubin berikatan dengan albumin, hanya sebagian kecil saja yang bebas.

Setelah uptake hepatoseluler, bilirubin berikatan dengan protein-protein pengikat bilirubin ( protein

Y [= ligandin = gluthatione S-transferase] dan protein Z),dan dibuat menjadi larut air dengan cara

dikonjugasikan dengan asam glukuronat enzim glucuronyl-transferase. Konjugasi dengan asam

glukuronat ini terjadi dalam 2 tahap sampai terbentuk bilirubin diglukuronat. Sekresi dari bilirubin

diglukuronat ke dalam kanalikuli via pompa MRP2 (multidrug resistance-associated protein 2).

Bilirubin diglukuronat yang diekskresikan bile empedu tidak dapat diabsorpsi di gall blader ataupun

di intestinal. Pada ileum terminal dan colon, bilirubin diglukuronat dikonversi menjadi urobilinogen

oleh enzim-enzim bakteri dan kemudian dioksidasi menjadi urobilin dan sterkobilin. Urobilinogen

diabsorpsi di ileum terminal dan colon, ditransportasi melalui vena portal menuju ke hapar, dan

diekskresikan kembali di dalam bile (sirkulasi enterohepatik). Sejumlah kecil urobilinogen

meninggalkan ekstraksi hepatik dan diekskresikan melalui renal.

8

Page 10: LapTutSken3_Kel1_Blok14

Gambar: Metabolisme Bilirubin

9

Page 11: LapTutSken3_Kel1_Blok14

Klasifikasi klinis Jaundice

Hiperbilirubinemia dan manifestasi klinis jaundice disebabkan oleh adanya defek pada

tahap-tahap dalam metabolisme bilirubin, namun dapat juga terjadi secara kombinasi beberapa

tahap. Beberapa kemungkinan letak terjadinya defek pada metabolisme bilirubin yang dapat

menyebabkan terjadinya jaundice adalah sebagai berikut:

Peningkatan produksi bilirubin

Paling sering terjadi karena hemolisis. Jaundice yang muncul biasanya bersifat ringan,

dan merupakan peningkatan bilirubin tak terkonjugasi. Tidak didapatkan bilirubinuria,

namun urobilinogen urin biasanya meningkat.

Selain itu, dapat juga terjadi karena hematoma yang luas(misalnya trauma, infark paru-

paru). Biasanya menyebabkan hiperbilrubinemia sementara. Peningkatan dari shunt

bilirubin juga dapat menebabkan terjadinya peningkatan produksi bilirubin.

Penggantian bilirubin dari ikatan albumin

Berbagai substansi endogen (misalnya asam lemak rantai panjang) dan substansi

eksogen (obat-obatan seperti sulfonamide, ampicillin), yang berikatan dengan albumin,

dapat berkompetisi dengan bilirubin untuk berikatan dengan albumin.

Penurunan uptake bilirubin hepatik

Penurunan aliran sirkulasi melalui sinusoid (misalnya portosystemic anastomoses,

portacaval shunt) dapat menyebabkan penurunan uptake bilirubin ke dalam hepatosit.

Upatke bilirubin dapat juga diinhibisi oleh berbagai substansi endogen (misalnya bile

acids) dan substansi eksogen (misalnya quinidine). Gangguan uptake bilirubin dapat

juga terjadi pada beberapa kasus Gilbert Syndrome.

Penurunan penyimpanan bilirubin hepatik

Berbagai substansi endogen (misalnya asam lemak rantai panjang) dan substansi

eksogen (media kontras radiografi) dapat berkompetisi untuk berikatan dengan protein-

protein pengikat bilirubin.

Gangguan konjugasi bilirubin

Gangguan konjugasi bilirubin dapat terjadi jika terdapat inhibisi enzim atau defek enzim

herediter. Konjugasi bilirubin dapat diturunkan oleh substansi eksogen (misalnya ethinyl

estradiol, chloramphenicol) dan substansi endogen (misalnya hormon thyroid), yang

dapat berkompetisi ataupun menginhibisi glukuronil transferase.

10

Page 12: LapTutSken3_Kel1_Blok14

Gangguan sekresi bilirubin

Sekresi bilirubin merupakan langkah yang terbatas dalam metabolisme bilirubin,

sementara konjugasi bilirubin merupakan proses yang konstan dan memiliki kapasitas

penampungan yang besar. Dengan demikian, jaundice karena kerusakan hepatoseluler

pada penyakit hepar akut atau kronik memiliki karakteristik peningkatan bilirubin

terkonjugasi. Urine berwarna coklat gelap karena bilirubinuria terkonjugasi. Warna tinja

tergantung dari beratnya kerusakan hepatosit; semakin besar kerusakan hepatosit,

maka semakin pucat (dempul) warna tinja pasien.

Cholestasis intrahepatik dan ekstrahepatik juga termasuk dalam kelompok gangguan ini.

Obstruksi bilier menyebabkan hiperbilirubinemia terkonjugasi.

Berdasarkan patofisiologinya, jaundice dapat diklasifikasikan menjadi prehepatik (hemolisis),

intrahepatik (hepatoseluler), dan posthepatik (cholestasis). Berikut adalah penyebab-penyebab

utama terjadinya jaundice berdasarkan patofisiologinya tersebut.

Tabel: Penyebab utama jaundice

Hemolytic jaundice

Hepatocellular jaundice

− isolated, nonhemolytic hyperbilirubinemias

− unconjugated hyperbilirubinemia (Crigler−Najjar syndrome types I and II, Gilbert

syndrome, Meulengracht syndrome)

− conjugated hyperbilirubinemias (Dubin−Johnson syndrome, Rotor syndrome)

− viral and other infectious forms of hepatitis

− acute hepatitis A, B, C, D, E

− chronic hepatitis B, C, D

− Epstein−Barr virus infection, cytomegalovirus infection, parvovirus B19 infection

− leptospirosis, Q fever, etc.

− autoimmune hepatitis

− toxic and drug-induced liver diseases

− e. g., alcohol, Amanita phalloides poisoning

− INH, etc.

− cirrhosis of the liver

− hepatic

11

Page 13: LapTutSken3_Kel1_Blok14

− alcoholic

− hemochromatosis, Wilson disease, α1-antitrypsin deficiency, etc.

− hepatovenous causes

− congested liver

− Budd−Chiari syndrome, veno-occlusive disease

Cholestatic jaundice

− intrahepatic cholestasis

− hepatocellular (e. g., viral or alcohol-induced hepatitis)

− drug-induced (e. g., chlorpromazine)

− intrahepatic pregnancy-related cholestasis

− familial recurrent benign cholestasis

− primary or secondary biliary cirrhosis

− primary or secondary sclerosing cholangitis

− sepsis

− postoperative jaundice

− extrahepatic cholestasis

− cholelithiasis

− tumor (bile duct carcinoma, papillary carcinoma, head of pancreas carcinoma)

− postoperative or postinflammatory stricture

− pancreatitis (possibly with pseudocysts)

− parasites (Fasciola hepatica, Ascaris lumbricoides, Clonorchis sinensis, Opisthorchis

viverrini)

− bile duct anomalies (atresia, megacholedochus, etc.)

12

Page 14: LapTutSken3_Kel1_Blok14

KEMUNGKINAN PENYEBAB DAN EVALUASI

PADA PASIEN DENGAN JAUNDICE

JAUNDICE

Jaundice mrupakan penampakan warna kekuningan pada kulit, sklera, dan membrane mukosa

oleh bilirubin, pigmen kuning-oranye empedu. Bilirubin dibentuk dari proses pemecahan rantai

heme, umumnya dari proses metabolism sel darah merah. Perubahan warna ini akan nampak secara

klinis apabila level serum bilirubin menigkat diatas 3 mg/dL (51.3 μmol/L). Jaundice merupakan

presentasi klinis yang tidak wajar pada orang dewasa. Ketika keluhan ini muncul, ada indikasi telah

terjadi suatu penyakit berat pada orang dengan keluhan tersebut.

PATOFISIOLOGI

Definisi klasik dari jaundice adalah penigkatan level serum bilirubin hingga diatas 2.5 – 3 mg/dL

(42.8 - 51.3 μmol/L) dengan adanya tambahan tampakan kekuningan pada kulit dan sklera.

Metabolisme bilirubin terjadi pada tiga fase, fase prehepatik, intrahepatik, dan posthepatik.

Disfungsi dari ketiga fase ini dapat menyebabkan gangguan jaundice.

Fase Prehepatik

Tubuh manusia memroduksi sekitar 4 mg per kg bilirubin per harinya dari hasil metabolisme

heme. Sekitar 80 persen dari heme ini berasal dari katabolisme sel darah merah dan 20 persen lagi

berasal dari eritropoiesis yang tidak efektif dan pemecahan dari mioglobin otot serta pemecahan

sitokrom. Bilirubin ditranspor dari plasma ke hati untuk dikonjugasi dan diekskresikan.

Fase Intrahepatik

Bilirubin yang tidak terkonjugasi bersifat insoluble dalam air namun bersifat solubledalam

lemak. Sehingga, bilirubin tak terkonjugasi ini dapat secara mudah melewati blood-brain barrier atau

memasuki plasenta. Dalam hepatosit, bilirubin tak terkonjugasi ini akan dikonjugasikan dengan gula

yang diperantarai oleh enzim glucuronosyltransferase dan bilirubin ini akan memiliki sifat soluble

dalam cairan empedu.

Fase Posthepatik

13

Page 15: LapTutSken3_Kel1_Blok14

Jika sudah terlarut dalam cairan empedu, bilirubin akan ditranspor menuju duktur biliary dan

cystic untuk dapat masuk ke dalam kantung empedu, dimana bilirubin ini akan disimpan, atau

bilirubin ini akan melewati ampula Vater untuk masuk dalam duodenum. Di dalam instestinum,

sebagian dari bilirubin ini akan diekskresikan melalui feses, sementara sisanya akan dimetabolisme

oleh flora normal usus menjadi urobilinogen dan kemudian diabsorbsi kembali. Sebagian besar dari

urobilinogen ini akan difiltrasi dari darah oleh ginjal dan diekskresikan melalui urine. Sebagian kecil

dari urobilinogen ini akan direabsorbsi di dalam intestinal dan diekskresikan kemabli ke dalam cairan

empedu.

PRESENTASI KLINIS DARI JAUNDICE

Pasien dengan jaundice mungkin tidak memiliki simptom, atau mungkin pasien tersebut akan

muncul dengan kondisi yang membahayakan hidup pasien. Kemungkinan presentasi klinis yang luas

ini didasarkan pada bervariasi penyebab dari jaundice tersebut dan onset penyakit yang berjalan

cepat atau lambat. Pasien dapat memiliki presentasi klinis berupa gejala penyakit akut, yang

umumnya disebakan oleh infeksi, akan mencari pengobatan karena keluhan demam, menggigil,

nyeri abdomen, atau karena gejala-gejala yang menyerupai simptom flu (flu-like symptoms). Untuk

pasien dengan keluhan seperti ini, perubahan warna kulit bukan hal utama yang harus menjadi

perhatian. Pasien dengan jaundice bukan karena infeksi akan mengeluhkan penurunan berat badan

dan pruritus. Nyeri abdomen merupakan presentasi klinis yang paling umum didapatkan pada

pasien dengan cancer pankreatik dan saluran biliar. Suatu gejala yang tidak spesifik seperti halnya

depresi dapat menjadi keluhan pada pasien dengan infeksi kronis hepatitis dan juga dapat muncul

pada mereka dengan pasien yang memiliki riwayat mengkonsumsi alkohol (pengguna alkohol untuk

jangka waktu yang lama). Umumnya pasien akan memiliki presentasi jaundice dengan diikuti oleh

beberapa manifestasi ekstrahepatik dari penyakit liver. Contohnya termasuk pasien dengan hepatitis

kronis dan pyoderma; serta pasien dengan hepatitis B atau C akut dengan polyarthralgia.

DIFFERENTIAL DIAGNOSIS

Penyebab Prehepatrik

Unconjugated hyperbilirubinemia merupakan hasil dari ketidakmampuan hepatosit dalam

dalam mengkonjugasikan bilirubin. Masalah ini dapat timbul sebelum bilirubin memasuki hepatosit

atau ketika bilirubin tersebut berada diantara sel-sel hepar. Metabolisme dari heme yang berlebihan

akibat hemolisis atau reabsorpsi dari hematoma yang besar, akan berdampak pada peningkatan

bilirubin yang signifikan, yang mana akan mempengaruhi proses konjugasi dan akan menyebabkan

unconjugated hyperbilirubinemia. Anemia hemolitik umumnya akan berdampak pada peningkatan

14

Page 16: LapTutSken3_Kel1_Blok14

ringan dari bilirubin, hingga sekitar 5 mg per dL (85.5 μmol per L), dengan atau tanpa jaundice.

Anemia hemolitik disebabkan oleh keabnormalan massa hidup sel darah merah. Anemia ini dapat

muncul karena keabnormalan membran (misalnya spherocytosis herediter) atau keabnormalan

enzim (misanya defisiensi G6PD, glucose-6-phosphate dehydrogenase). Etiologi lain dari proses

hemolisis ini meliputi proses autoimun, konsumsi obat, dan defek pada struktur hemoglobin seperti

pada sickle cell disease dan pada thalassemias.

Penyebab Intrahepatik

Unconjugated Hyperbilirubinemia. Beberapa kelainan dari enzim metabolism mempengaruhi

proses konjugasi di dalam hepatosit, ganggunan yang menyebabkan gagalnya proses konjugasi.

Derajat dari unconjugated hyperbilirubinemia sangat bervariasi, bergantung pada derajat keparahan

inhibisi enzim pada masing-masing penyakit. Sindroma Gilbert merupakan contoh penyakit yang

umum pada gangguan hepatik, meruoakan suatu penyakit benigna, penyakit herediter yang akan

menyebabkan penurunan ringan dari aktivitas enzim glucuronosyltransferase, menyebabkan

peningkatan pada fraksi indirek dari bilirubin serum. Sindroma umumnya merupakan penyakit yang

ditemukan secar tidak sengaja ketika dilakukan pemeriksaan fungsi liver rutin, pada penyakit ini

terjadi peningkatan ringan dari level bilirubin dan hasil pemeriksaan fungsi liver lainnya menunjukan

hasil dalam batasan normal. Jaundice dan peningktan level bilirubin lebih lanjut dapat muncul pada

kondisi stress, kelaparan, atau ketika berada dalam kondisi sakit. Tapi, umumnya perubahan ini

hanya bersifat sementara, dan tidak diperlukan pengobatan atau biopsi liver.

Conjugated Hyperbilirubinemia. Penyebab predominan dari conjugated hyperbilirubinemia

dalah cholestasis intrahepatik dan obstruksi ekstrahepatik dari traktus biliary, yang menyebabkan

gangguan dari pergerakan bilirubin ke dalam intestinal. Virus, alkohol, dan gangguan autoimun

merupakan penyebab paling umum dari hepatitis. Inflamasi intrahepatik mengganggu transport dari

bilirubin terkonjugasi dan menyebabkan jaundice. Hepatitis A merupakan penyakit self-limiting yang

memiliki presentasi penyakit berupa jaundice dengan onset akut. Infeksi hepatitis B dan C sering

tidak menyebabkan jaundice ketika fase inisial namun dapat menyebakan progresivitas jaundice

ketika infeksi kronis telah telah berprogresivitas menjadi cirrhosis hepatik. Infeksi virus Epstein-Barr

(infectious mononucleosis) umumnya menyebabkan hepatitis transien dan jaundice yang akan

membaik ketika penyakit infeksi tersebut telah membaik. Alkohol menunjukkan pengaruh terhadap

uptake dan sekresi asam empedu, menyebabkan cholestasis. Pengunaan alkohol kronik dapat

menyebabkan fatty liver (steatosis), hepatitis, dan cirrhosis, dengan level jaundice yang bervariasi.

Fatty liver, temuan patologis liver yang paling umum, umumnya akan menyebabkan simptom ringan

tanpa jaundice namun umumnya dapat berprogres menjadi cirrhosis. Hepatitis yang sekunder

terhadap konsumsi alkohol secara tipikal akan muncul dengan presentasi jaundice dengan onset

15

Page 17: LapTutSken3_Kel1_Blok14

akut dan simptom yang lebih berat. Nekrosis sel hepar diindikasikan dengan peningkatan serum liver

transaminase yang tinggi. Hepatitis autoimun secara klasik dianggap sebagai penyakit yang

mengenai pasien muda terutama wanita. Dua penyakit autoimun serius yang mempengaruhi secara

langsung sistem biliary tanpa menyebabkan hepatitis yang cukup berat, adalah biliary cirrhosis

primer dan sclerosing cholangitis primer. Biliary cirrhosis primer merupakan penyakit liver progresif

yang jarang ditemukan yang secara tipikal muncul pada wanita usia pertengahan. Fatigue dan

pruritus merupakan keluhan inisial yang umum, sementara jaundice merupakan temuan lanjutan.

Sclerosing cholangitis primer, merupakan jenis cholestatic entity yang jarang, merupakan penyakit

yang lebih umum pada laki-laki; sekitar 70 persen pasien juga memiliki inflammatory bowel disease

(IBW). Sclerosing cholangitis primer dapat menyebabkan cholangiocarcinoma. Dubin-Johnson

syndrome and Rotor’s syndrome merupakan defek metabolic herediter yang jarang yang

menyebabkan gangguan transport bilirubin yang terkonjugasi dari hepatosit. Banyak obat yang

menunjukan peranan dalam perkembangan jaundice cholestatis. Agen-agen yang diketahui dapat

menginduksi penyakit liver antara lain acetaminophen, penicillins, oral contraceptives,

chlorpromazine (Thorazine), dan steroid estrogenik atau anabolik. Cholestasis dapat berkembang

ketika beberapa bulan pertama dari penggunaan konstrasepsi dan dapat menyebabkan jaundice.

Penyebab Posthepatik

Conjugated hyperbilirubinemia juga dapat disebabkan oleh masalah yang muncul setelah

biliribuin dikonjugasikan dalam liver. Penyebab psothepatik ini dapat dibagi menjadi penyebab

obstruksi intrinsik dan ekstrinsik dasi sistem dukstus. Cholelithiasis, atau adanya presentasi berupa

gallstones pada gallbladder, merupakan temuan yang relatif sering muncul pada pasien dewasa,

dengan atau tanpa simptom obstruksi. Obstruksi di sepanjang sistem duktus biliary akan dapat

menyebabkan cholecystitis, atau inflamasi dari gallbladder, begitu juga seperti yang disebabkan oleh

cholangitis atau infection. Cholangitis didiagnosis secara klinis dengan simptom klasik berupa

demam, nyeri, dan jaundice, dikenal sebagai triad Charcot. Cholangitis lebih sering muncul karena

gangguan penjepitan gallstone. Penjepitan gallstone ini harus segera diterapi dengan

cholecystectomy atau dengan pembedahan endoskopi, bergantung pada lokasi dari batu tersebut.

Striktur biliary dan infeksi harus dipertimbangkan pada pasien dengan jaundice postoperative.

Tumor traktus Biliary sangat jarang, namun erupakan penyebab serius dari jaundice psothepatik.

Carcinoma Gallbladder secara klasik akan memunculkan presentasi jaundice, hepatomegali, dan

massa pada kuadran kanan atas (tanda Courvoisier). Jaundice juga dapat muncul sekunder terhadap

pankreatitis. Pankreatitis disebabkan terutama oleh batu empedu dan konsumsi alkohol.

EVALUASI

16

Page 18: LapTutSken3_Kel1_Blok14

Evaluasi pada pasien jaundice bergantung pada apakah hiperbilurubinemia pada pasien

merupakan tipe unconjugated (indirect) atau conjugated (direct). Urinalisis yang menunjukan nilai

positif untuk test bilirubin mengindikasikan adanya bilirubin terkonjugasi pada urine. Bilirubin

terkonjugasi bersifat larut air, sehingga dapat diekskresikan dalam urine. Temuan urinalisis harus

dikonfirmasi dengan pengukuran level serum total dan level bilirubin direk.

Tes Serum

First-line dari tes serum pada pasien dngan presentasi jaundice harus meliputi tes lengkap dari

hitung darah lengkap (complete blood count/CBC) dan determinasi dari level serum bilirubin (total

dan fraksi direk), aspartate transaminase (AST), alanine transaminase (ALT), γ-glutamyl

transpeptidase, and alkaline phosphatase. CBC bermanfaat untuk menentukan adanya proses

hemolitik, yang dindikasikan dengan adanya fractured red blood cells (schistocytes) and peningkatan

reticulocytes pada pemeriksaan mikroskopis. AST dan ALT merupakan penanda untuk kerusakan

hepatoselular. Penghitungan level enzim ini kurang bermanfaat pada penyakit liver kronis, karena

level enzim ini dapat normal dan hanya meningkat sedikit ketika sekalipun hanya sedikit parenkim

liver yang tersisa akibat kerusakan. Infeksi virus hepatitis akut dapat menyebabkan level ALT

meningkat hingga beberapa ribu unit per liter. Level lebih tinggi dari 10,000 U per L umumnya

muncul pada pasien dengan cedera akut liver akibat penyebab lain (misalnya, penggunaan obat;

acetaminophen atau karena iskemia). Pasien dengan hepaptitis alkoholik akut memiliki level AST dan

ALT yang meningkat hingga beberapa ratus unit per liter. Dengan kerusakan yang diinduksi oleh

konsumsi alkohol, rasion AST terhadap ALT umumnya lebih dari satu, dimana hepatitis yang

disebabkan oleh infeksi secara tipikal memberikan gambaran peningkatan ALT yang lebih besar

dibandingkan dengan peningkatan AST. Alkaline phosphatase and γ-glutamyltransferase merupakan

marker unntuk are markers for cholestasis. Seiring dengan progresivitas obstruksi levels dari kedua

marker ini akan meingkat hingga beberapa kali diatas normal. Berdasarkan hasil dari tes inisial, tes

serum atau studi imaging mungkin akan diperlukan.

Second-line dari investigasi serum meliputi tes untuk hepatitis A IgM antibodi, antigen

permukaan (surface) dan antigen tubuh (core) hepatitis B, antibodi hepatitis C, dan marker

autoimune seperti antinuclear, otot polos, dan antibodi mikrosomal liver-kidney. Peningkatan level

amilase dapat menjadi bukti yang menguatkan adanya pankreatitis, ketika pasien suspek memiliki

riwayat atau pemeriksaan fisik yang menunjang.

Imaging

17

Page 19: LapTutSken3_Kel1_Blok14

Ultrasonography dan computed tomographic (CT) scan sangat bemanfaat dalam membedakan

sebuah lesi obstruksi dari penyakit hepatoselular dalam evaluasi dari pasien dengan jaundice.

Ultrasonography merupakan tes pertama yang dibutukan, karena biaya yang murah, jangkauan

keberadaan alat yang luas, dan paparan radiasi yang minimal, yang mana penting untuk diperhatikan

pada pasien wanita dalam masa kehamilan. Sementara ultrasonography merupakan tehnik imaging

(pencitraan) yang paling sensitif untuk mendeteksi batu biliary, CT scan dapat menunjukan bukti

lebih lanjut mengenai penyakit parenkim liver dan pankreas.

Biopsi Liver

Biopsi liver memberikan informasi mengenai arsitektur liver dan digunakan terutama untuk

menunjukan atau menentukan prognosis penyakit liver. Biopsi liver juga bermanfaat apabila studi

serum dan imaging tidak dapat membantu menegakkan diagnosis yang jelas. Biopsi ilver dapat

membantu dalam mendiagnosis gangguan autoimun hepatitis atau traktus biliary (misalnya, biliary

cirrhosis primer, sclerosing cholangitis primer). Pasien dengan biliary cirrhosis primer selalu

menunjukkan hasil positif pada pemeriksaan antibodi antimitokondrial.

18

Page 20: LapTutSken3_Kel1_Blok14

19

Page 21: LapTutSken3_Kel1_Blok14

HEPATITIS VIRAL

Tabel Etiologi, Epidemiologi, dan Faktor Resiko Hepatitis A, B, C, dan E

HAV HBV HCV HDV HEV

Etiologi Ukuran 27 nm RNA strainded Non-enveloped Bentuk

icosahedral Jenis

heparnavirus genus picornaviridae

Ukuran 42nm DNA virus

hepatotropik Termasuk

dalam Hepadnaviridae

Ukuran 33nm RNA virus

rantai tunggal Termasuk

dalam klasifikasi Flaviviridae, genus hepacivirus

Ukuran 35 nm RNA virus

rantai tunggal Diselubungi

oleh HBsAg Memerlukan

bantuan HBV untuk ekspresinya

Ukura 27-34 nm

RNA virus

Epidemiologi

Diperkirakan 1,4 juta orang terinfeksi tiap tahun

Insidensi pada Negara indistri diperkirakan 1,5 per 100.000 orang

insidensi pada Negara berkembang mencapai 150 per 100.000 orang/ tahun

didapatkan kasus 1-5% pada dewasa, 90% pada neonates, dan 50% pada bayi

prevalensi karier di asia 5-15%

diperkirakan 170 juta atau 3% dari total penduduk dunia menderita HCV

jumlah kasus di dunia mencapi 15 juta

jumlah penderita dewasa lebih banyak dari pada anak-anak

Banyak ditemukan pada dewasa muda di Negara berkembang

Faktor Resiko

Status sosioekonomik

Homoseksual Sanitasi yang

kurang baik

Penerimaan produk darah

Petugas kesehatan

Pengguna obat injeksi

Pengunaan pisau cukur,silet, tato, tindik, dan penggunaan sikat gigi bersama

Penularan antara ibu dan anak atau sebaliknya

Transfusi darah

Pengguna obat injeksi

Transplantasi organ

hubungan seksual

infeksi perinatal

proses hemodialisa yang kurang baik

Orang dengan infeksi HBV

IVDU (intravenous drug user)

Hubungan seksual, Homoseksual, dan biseksual

Resipien donor darah

Bepergian ke daerah endemic HEV

Tinggal bersama orang dengan HEV positif

Berhubungan seksual dengan orang dengan HEV positif

20

Page 22: LapTutSken3_Kel1_Blok14

Tabel Tipe dan Mode Transmisi Human Hepatitis Virus

21

Page 23: LapTutSken3_Kel1_Blok14

Patogenesis Hepatitis Virus secara Umum

Reaksi inflamasi

Melibatkan :

Degranulasi sel mast dan pelepasan histamine

Pengaktifan komplemen

Lisis sel-sel yang terinfeksi dan sel sekitarnya

edema

Ag kemudian Ab di urin, tinja dan cairan tubuh

inkubasi

Infeksi pertama kali

hepatosit Hepatitis akut

Replikasi dalam sel

Kemunculan komponen-komponen virus

Hepatosit mati

Perubahan hasil pada LFT

Kemunculan tanda dan gejala penyakit hati

peradangan

Mendukung respon peradangan

Respon imun

imun

Ab menyerang Ag virus

Destruksi sel-sel yang terinfeksi

Edematosa hepar

Kapiler-kepiler kolaps

Aliran darah

Hipoksia jaringan

Jaringan ikat di hati

22

Page 24: LapTutSken3_Kel1_Blok14

Tabel Anamnesis dan Pemeriksaan yang Tampak pada HepatitisHepatitis A Hepatitis B Hepatitis C Hepatitis

DHepatitis E

Anamnesis

a. Perode inkubasi / preklinik (10-15 hari) Asymptomatic

b. Periode prodromal atau fase preikterik (beberapa hari-minggu) Kehilangan nafsu

makan Fatigue Nyeri abdomen Nausea Vomiting Demam Diare Urin berwarna

gelap Tinja pucat

c. Fase ikterik Memburuknya

gejala prodromal Jaundice Nyeri pada RUQ

d. Fase konvalesence Perbaikan

komplit tanpa adanya perkembangan komplikasi nafsu makan meningkat, jaundice berkurang

Fatigue, Anxietas, Anoreksia

Ascites, jaundice, variceral bleeding dan hepatic encephalophaty dapat terjadi akibat dekompensasi hepar.

muntah

Gejala lain :Demam, anoreksia,

mual, muntah, jaundice, urine berwarna gelap, tinja yang pucat, dan nyeri abdomen.

Extrahepatic jarang muncul rash, artralgia dan arthritis

Biasanya asymptomatis.

dapat terdapat malaise, anoreksia dan jaundice pada 25% kasus

syndrome klinik ekstrahepatik : Neuro

pati perifer Limfo

ma Syorge

n’s syndrome

Renal disease

Cutaneus vasculitis

Koinfeksi atau superinfeksi dari HBV

Onset tersembunyi, kebanyakan mulai dengan fase prodramal selama beberapa hari dengan flu-like syndrome, demam, nyeri perut, nausea dan muntah, urin berwarna gelap

Pemeriksaan fisik

Sclera ikterik Penurunan berat badan sedang 2-5 kg Hepatomegali

Pemeriksaan laboratorium

(+) serum IgM anti HAV

Peningkatan sedang serum bilirubin, gamma-globulin & ALT serta AST dua kali normal pada acute anicteric disease

Peningkatan lkaline

HBsAg selama 6 bulan

Peningkatan sementara dari ALT dan AST

23

Page 25: LapTutSken3_Kel1_Blok14

phosfatase, gamma glutamyl transferase dan bilirubin pada pasien dengan kolestasis

Tampakan KlinisHepatitis B Hepatitis C Hepatitis D Hepatitis E

Pada anak bersifat asymtomatik

Gejala muncul setelah periode inkubasi

Gejala extrahepatik:a. Serum sicknessb. Athralgiac. Urticariad. Aplastic anemiae. Vasculitisf. Glomerular

nephritisg. Polyneuropati

preifer

Asimtomatik Jaundince muncul pada 25% kasus Dalam 20 th 4-20% kasus dapat menjadi sirosis hepar pada pasien hepatitis kronis Dapat menjadi menjadi hepatitis kronis pada 55-85% kasus Gejala ekstra hepatic:

a. cryoglobulinemia,

b. glomerular nephritis,

c. keratoconjunctivitis

d. B-cell non-Hodgkin lymphoma

Gejala munucul setelah masa inkubasi kira-kira 70 hari (60-110 hari)

Bersifat akut dan self limiting disease

Gejala muncul setelah masa inkubasi dalam10-56 hari

Dapat menybabkan kematian pada wanita hamil sekita 10-20%

Manifestasi Klinis

Secara umum gejala yang paling sering muncul pada hepatitis virus akut:

a. Myalgiab. Nausea dan muntahc. Fatigue dan malised. Perubahan penciuman dan pengecapane. Nyeri abdomen kuadran kanan atasf. Coryza, photophobia, dan skait kepalag. Diare ( mungkin feses yang seperti dempul atau urin yang berwarna gelap)

25

Page 26: LapTutSken3_Kel1_Blok14

Diagnosis

Pendekatan Diagnosis Pada Pasien Dengan Hepatitis Akut

Diagnosis Hepatitis A

Dengan deteksi antibody IgM spesifik terhadap HAV yang muncul pada tahap awal infeksi dan

menetap 3-6 bulan. Dan titer IgG yang meningkat satu bulan setelah penyakit muncul dan dapat

menetap selama bertahun-tahun. IgG anti-HAV mengindikasikan paparan sebelumnya yang pernah

terjadi terhadap HAV, nonifeksi dan imunitas.

Diagnosis Hepatitis B

Hepatitis B didiagnosis dengan mengidentifikasi berbagai macan antigen HBV ataupun antibody

terhadap HBV. Antigen dan antibody dapat dideteksi pada darah pasien dengan menggunakan “solid

phase test” (enzyme immunoassay).

25

Page 27: LapTutSken3_Kel1_Blok14

26

Page 28: LapTutSken3_Kel1_Blok14

Diagnosis Hepatitis C

Pemeriksaan enzim hepar untuk screening hepatitis. Peningkatan level enzyme mengindikasikan

adanya kerisakan hepar. Pemeriksaan ini tidak spesifik untuk pasien dengan hepatitis C. test

antibody utama adalah ELISA (enzyme-linked immunosorbent assay generasi ke tiga, memilki

sensitivitas dan spesifitas 95 %. Tes serologis lainnya adalah RIBA (recombinant immunoblot assay)

untuk konfirmasi keberadaan antibody terhadap hepatitis C

Diagnosis Hepatitis D

Virus hepatitis D di diagnose dengan mendeteksi antigen delta atau kemungkinan antibody

terhadap antigen delta (IgM) dalam darah.

Diagnosis Hepatitis E

Untuk mendiagnosis hepatitis E digunakan tes serologi untuk mendeteksi anti-HEV

27

Page 29: LapTutSken3_Kel1_Blok14

28

Page 30: LapTutSken3_Kel1_Blok14

Komplikasi

Komplikasi yang paling menakutkan adalah hepatitis fulminan (nekrosis hepatitis yang

masif), tetapi untungnya jarang terjadi. Komplikasi ini umum atau sering terjadi hepatitis B,

C, D dan E, sangat sering terjadi C serta jarang pada A, namun apabila terjadi, akan terjadi

pada pasien dengan usia yang tua dan yang mempunyai penyakit dasar hepar yang kronik,

seperti hepatitis B kronik dan C kronik.

Pada hepatitis B akut, komplikasi yang timbul belakangan adalah : hepatitis kronik. Ini terjadi

pada sebagian kecil kasus, tetapi sangat sering terjadi pada infeksi yang kronis tanpa

mengalami gejala yang akut yang biasa terjadi pada neonates atau pada host yang

imunosupresan

Hepatitis D tidak menjadi kronis akan tetapi merupakan contributor yang potensial terhadap

derajat keparahan hepatitis B. superinfeksi hepatitis D dapat berubah menjadi inaktif atau

kronik hepatitis B ringan sampai berat

Komplikasi yang jarang pada hepatitis karena virus adalah : pancreatitis, miokarditis,

pneumonia atipikal, anemia aplastik, mielitis transversal dan neuropati peripheral.

Pasien dengan hepatitis kronik, terutama yang menginfeksi bayi dan anak-anak yang usianya

lebih muda serta dengan keberadaan HbBeAg dan atau peningkatan level HBV DNA akan

meningkatkan risiko terkena karsinoma hepatoselular

Risiko karsinoma hepatoselular akan meningkat pada hepatitis C kronik

Terapi

HEPATITIS A

Karena hepatitis A bersifat self limited, maka terapi medikasi tidak terlalu diperlukan,

penanganannya terutama adalah :

Terapi suportif, terdiri dari :

o Istirahat sampai ikterus berkurang atau hilang

o Diet tinggi kalori

o Penghentian obat yang dapat sitotoksik terhadap hepar

o Mengurangi intake alkohol

Banyak kasus yang tidak memerlukan perawatan RS, tetapi perawatan RS direkomendasikan

pada :

o Pasien usia tua

29

Page 31: LapTutSken3_Kel1_Blok14

o Kondisi obat yang mendasari serius

o Penyakit hepar kronik

o Malnutrisi

o Kehamilan

o Terapi immunosupresi

o Obat yang dapat menginduksi penyakit hepar

o Muntah hebat yang mengeluarkan intake oral

o Temuan klinis dan laboratorium yang mengarah ke hepatitis fulminan

HEPATITIS B

Terapi hepatitis B fulminan

o Perawatan intensif

o Kurangi intake protein

o Berikan laktulosa dan noemisin per oral

o Pertahankan keseimbangan elektrolit dan cairan tubuh

o Control fungsi kardiorespirasi, perdarahan dan komplikasi lain

o Terkadang dilakukan trasplantasi hepar ortotopik, dengan hasil yang memuaskan

Terapi hepatitis B kronik

o Interferon- α-2b

Merupakan terapi lini pertama

interferon- α-2b adalah glikoprotein yang secara langsung merupakan

antiviral dan dapat meningkatkan respon imun terhadap virus.

Indikasi : untuk pasien dengan HBsAg, HBeAg, HBV DNA

Dosis yang umum digunakan : 10 MU tiga kali seminggu atau 5 MU per hari

selama 4 bulan

Setelah 4 bulan, hampir 30-40% pasien menunjukkan klirens HBV, DNA dan

HBsAg

Serokonversi menjadi HBe terjadi pada hampir 20% pasien

Harus dipertimbangkan pada pasien dengan penyakit hati yang ringan,

replikasi yang rendah dan level serum transaminase yang tinggi

Efek samping :

Flu-like symptom, yaitu demam, mialgia dan sakit kepala

Leucopenia, neutropenia dan trombositopenia

Kelelahan

30

Page 32: LapTutSken3_Kel1_Blok14

Depresi

Kontra indikasi :

Penyakit yang menekan system Imun dan penyakit autoimun

Penyakit psikiatrik atau depresi psikiatrik

o Lamivudine (3TC)

Terapi lini kedua

Lamivudin adalah analog nukleosid yang menghambat sintesis virus DNA

dengan memblok riverse transcriptase

Dosis : 100 mg/hari per oral dan diberikan sekali sehari

Diekskresikan melalui ginjal

Durasi pemberian lamivudin masih dipertanyakan/dipertimbangkan, karena

mutasi dari HBV tinggi dan hampir 13% pasien resisten dengan obat ini

setelah pemberian selama 1 tahun, serta 30-50% pasien resisten setelah

pemberian selama 3 tahun

Mutasi-mutasi ditemukan di motif YMDD dari polymerase HBV

Sayangnya tidak terdapat marker spesifik yang dapat dijadikan acuan dalam

memperkirakan resistensi sebelum terapi diberikan

Aman diberikan pada pasien sirosis dan yang tidak tahan terhadap

interferon

Aman diberikan jika dikombinasikan dengan interferon tetapi hasilnya tidak

jauh berbeda dibanding pemberian dengan satu obat saja

o Kelompok khusus

Terdapat beberapa subgroup dari penyakit hepatitis B kronik

Pada HBV-HIV koinfeksi : interferon tidak efektif, berikan lamivudin

Pada HBV-HDV koinfeksi : interferon dan lamivudin masih dipelajari

Pada HBV-HCV koinfeksi : interferon tidak efektif dan hasil dari

pemberian lamivudin masih belum jelas

Pada precore mutants : lamivudin dan interferon dapat diberikan,

tetapi hasil optimal yang didapat hanya sementara

Pada pasien post transplantasi hepar : pemberian profilaksis

lamivudin dengan immunoglobulin hepatitis B menunjukkan

penurunan reinfeksi HBV yang diukur melalui HBsAg, HBeAg dan

HBV DNA

31

Page 33: LapTutSken3_Kel1_Blok14

Pada interferon nonresponders : lamivudin lebih utama diberikan

daripada kombinasi obat lain atau plasebo

Profilaksis posteksposure

o Untuk nenonatus yang telah terinfeksi dari ibunya atau pada pasien yang sudah

terbukti terinfeksi diberikan profilaksis immunoglobulin hepatitis B(HBIG), selain itu

juga dapat diberikan vaksinasi aktif

Transplantasi hepar

o Dipertimbangkan sebagai terapi pada penyakit hepatitis B kronik tahap akhir dan

yang berhubungan dengan penyakit hati

o HBV merupakan indikasi transplantasi keenam dari indikasi yang paling

direkomendasikan di USA

o Hasil membaik pada 80% kasus

o Pemberian paling efektif dalam menunggu/delay operasi dan mencegah infeksi

berulang dari hepatitis B adalah profilaksis immunoglobulin hepatitis B (HBIG), dapat

juga pada peri dan post operasi

o Pemberian lamivudin juga dapat menurunkan infeksi berulang post operasi

o Kombinasi HBIG dan lamivudin post operasi lebih efektif dibanding pemberian satu

jenis saja. Infeksi berulang HBV tejadi pada < 5% pasien

HEPATITIS C

Interferon-α dan ribavirin

o interferon-α adalah terapi utama pada HCV kronik

o seperti pada HBV, interferon adalah glikoprotein yang mempunyai mekanisme

antivirus secara langsung serta dapat meningkatkan respon imun terhadap virus

o ribavirin adalah analog dari sintetik guanosin, mampu melawan secara langsung

virus RNA dan DNA serta menghambat polymerase virus dependen RNA. Pemberian

tanpa kombinasi tidak akan menguntungkan pada HCV

o kombinasi ribavirin dengan interferon-α meningkatkan respon virus 38-43%

o kombinasi terapi diindikasikan pada terapi inisial HCV

o efek samping interferon :

flu like symptom

gejala GIT

gejala psikiatrik

leucopenia

32

Page 34: LapTutSken3_Kel1_Blok14

neutropenia

trombositopenia

disfungsi tiroid

terkadang gejala respirasi dan hematologi

o efek kombinasi : anemia hemolitik

o saat pasien mulai diterapi, dibutuhkan control yang teliti :

monitor hitung darah lengkap dan platelet setiap 1-2 minggu selama 2 bulan

pertama, kemudan dilanjutkan setiap 4-8 minggu selama terapi

monitor HCV RNA

Pegylated interferon-α

o Direkomendasikan sejak tahun 2001

o Mempunyai sifat perlekatan kovalen dengan polyethylene glycol moiety yang

mempertahankan absorpsi dan mengurangi klirens. Sehingga pemberiannya dapat

dihitung mingguan jika dibandingkan dengan interferon

o Pemberian pegylated interferon-α-2b monoterapi dan pegylated interferon-α-2a

monoterapi lebih utama daripada interferon monoterapi

o pegylated interferon-α-2a menyebabkan respon terhadap virus terus menerus dan

terbukti pada 39% pasien

HEPATITIS D

terapinya masih bersifat problematic ;

o pemberian interferon-α dapat memberi respon terhadap virus, tetapi akan terjadi

relaps, kecuali jika terjadi klirens HBsAg

o interferon jangka panjang telah dicoba tetapi efek samping dan harganya yang

mahal membuat pilihan ini menjadi sulit

o penelitian terhadap lamivudin monoterapi telah dilakukan, tetapi tidak dapat

membersihkan HDV RNA, walaupun dapat menekan HBV DNA

o penelitian terhadap kombinasi lamivudin dan interferon-α telah dilakukan, tetapi

tidak dapat menormalkan kembali level aminotransferase dan HDV RNA

pasien dengan sirosis dekompensata akibat hepatitis D kronik, dapat diterapi dengan

transplantasi ginjal, dengan risiko infeksi berulang HDV lebih rendah dibandingkan dengan

pasien dengan kronik sirosis HBV tanpa HDV

33

Page 35: LapTutSken3_Kel1_Blok14

HEPATITIS E

terapi utama adalah suportif

belum ada vaksin efektif yang tersedia

Pencegahan Hepatitis

Hepatitis A Hepatitis B Hepatitis C Hepatitis C Hepatitis E

Pencegahan

Menjaga higienisitas makanan dan minuman, cuci tangan, dan sanitasi yang bagus

HAV immune globulin (IG)dan HAV vaccine serta pemberian profilaksis

Pemberian profilaksis

Safe sex Perhatikan

higienisitas makanan, serta alat-alat yang dapat menimbulkan resiko penularan

Belum ditemukan adanya vaksin

Cegah kontak derah atau organ yang mengandung agen infeksi

Cegah hubungan sex multipatner dan melaui anal

Cegah alcohol dan obat tertentu untuk mencegah kerusakan hepar

Tidak terdapat vaksin HDV akan tetapi pemberian vaksin HBV dirasakan efektif untuk HDV

Menjaga higienisitas diri, makanan dan minuman serta lingkungan

34

Page 36: LapTutSken3_Kel1_Blok14

KOLELITIASIS

Epidemiologi

Prevalensinya tinggi di Negara-negara barat. dalam sebuah penelitian di negera barat

didapatkan 20% wanita dan 8% pria diatas 40 tahun ditemukan gallstone, serta diperkirakan

terdapat 25 juta orang di amerika memiliki gallstone.

Faktor Predisposisi

Demografi/genetic factor. Prevalensinya tinggi pada North American Indians, Chilean

Indians, and Chilean Hispanics, greater in Northern Europe.

Obesity, karena terjadi peningkatan sekresi dari kolesterol oleh kandung empedu

Kehilangan berat badan: terjadi mobilisasi dari cholesterol jaringan yang nantinya

meningkatkan sekresi kolesterol oleh kandung empedu.

Hormone seks wanita; estrogen dapat meningkatkan penyerapan kolesterol dan

meningkatkan sekresi kolesterol oleh biliarly.

Bertambahnya usia dapat mempengaruhi peningkatan sekresi kolesterol dari kandung

empedu.

Hypomotiliti dari kandung empedu, terjadi pada saat puasa, pemberian nutrisi parenteral

yang lama serta saat kehamilan.

Penurunan sekresi asam empedu, pada serosis kandung empedu.

Patogenesis

Terjadi akibat keabnormalan dari komponen cairan empedu. Di bagi menjadi 2 tipe yakni :

1) Batu kolesterol

2) Batu pigmen

a. Batu pigmen hitam

b. Batu pigmen coklat

1) Batu kolesterol :

Ada berbagai mekanisme penting yang mendasari terbetuknya batu yakni

Terjadinya peningkatan sekresi kolesterol oleh biliary, hal ini dapat terjadi pada keadaan

obesitas, makan makanan tinggi kalori dan kolesterol, dan obat-obatan( clofibrate) dan

dapat juga disebabkan oleh peningkatan aktifitas dari HMG-CoA reductase yang mana

35

Page 37: LapTutSken3_Kel1_Blok14

merupakan enzim hati yang dapat meningkatkan sintesis kolesterol serta dapat juga oleh

peningkatan penyerapan kolesterol oleh hati.telah juga diketahui bahwa orang dengan

gallstone bila mengkonsumsi makanan yang mengandung kolesterol akan meningkatkan

sekresi kolesterol oleh biliar, yang pada normalnya tidak ditemukan.

Factor lingkungan juga dapat meningkatkan kasus gallstone yakni pada orang-orang yang

mengkonsumsi tinggi kalori dan kolesterol serta tidak lepas dari factor genetic. Mutasi pada

gen CYP7A1 dapat menyebabkan defisiensi dari enzim 7-hydroxylase, yang mana berperan

dalam catabolisme kolesterol dan sintesis asam empedu. Mutasi pada gen MDR3, yang

dapat menyebabkan gangguan sekresi pospolipid ke empedu yang nantinya dapat

menyebabkan kolesterol supersaturation yang nantinya akan berkembang menjadi

gallstone.

Mekanisme kedua yang penting dalam penbentukan nukleasi dari batu kolesteol adalah

terdapatnya secara berlebih pronucleating factor atau berkurangnya antinukleating factor.

Mucin dan non-mucin glikoprotein, terutama imonoglobulin merupakan pronucleting

factor, sedangkan apolipoprotein AI dan AII merupakan antinucleating factor.

Mekanisme ketiga yang penting adalah ditemukannya gallbladder hypomotility. Hal ini

berkaitan dengan pengosongan kantung empedu yang mana jika terganggu maka akan

meningkatkan perkembangan batu. Hal ini memiliki presentasi yang tinggi pada orang orang

dengan gallstone.

2) Batu pigmen :

Batu pigmen sering terjadi pada kawasan asia dan sering diberhubungaan dengan infeksi

dari gallbladder.

a) batu pigmen hitam biasanya terdiri dari calcium bilirubin ataupun bentuk kompleks

polymer. Kejadiannya sering pada orang orang dengan cronic hemolitik, serosis hati,

gilbert’s syndrome ataupun pada cystic fibrosis.

b) batu pigmen coklat tersusun dari garam kalsium bilirubin tak terkonjugasi yang bisanya

terdiri dari cholesterol dan protein.

Manifestasi Klinis

Gejala yang paling spesifik adalah dikeluhkannya biliary colic yang konstan dan berlangsung

lama dapat hingga 5 jam pada daerah kuadran kanan atas abdomen.

Mual dan muntah sering dirasakan menyertai nyeri biliar.

36

Page 38: LapTutSken3_Kel1_Blok14

Bila didapatkan demam dan rigor menandakan telah terdapat komplikasi yakni kholesistitis,

pancreatitis, cholangitis.

Keluhan seperti epigastric fullness, dyspepsia, flatulence terjadi terutama pada saat

mengkonsumsi makanan berlemak.

Diagnosis

Ultrasonografi dari gallbladder merupakan tindakan yang paling akurat untuk mengetahui

kolelitiasis

Gallbladder ultrasound :

Proses Cepat, akurasi >95%, dapat mendeteksi batu yang kecil

Endoskopi :

Memperlihatkan distensi dari gallbladder, yang berisi single large stone

Tatalaksana

Penanganan bedah :

Pada pasien gallstone yang asimtomatik tidak dianjurkan untuk terapi pembedahan.

direkomendasikan bila :

a. jika gejalanya cukup sering dan berat hingga mengganggu rutinitas sehari-hari.

b. Didapatkan komplikasi dari gallstone seperti akut cholysistitis, pancreatitis.

c. Ditemukan keadaan yang mendasari yang menjadi predisposisi peningkatkan resiko

terjadinya komplikasi

Gallstone yang memiliki diameter > 3cm dan pasien yang memiliki gallstone akibat

kelainan congenital direkomendasikan untuk prophylactic cholecystectomy.

Medical terapi

37

Page 39: LapTutSken3_Kel1_Blok14

Ursodeoxycholic acid (UDCA) dapat menurunkan saturasi kolesterol di empedu dan juga

memproduksi cairan lamellar pada fase kristalisasi di empedu, sehingga dapat

memperlambat nukleisasi.

38

Page 40: LapTutSken3_Kel1_Blok14

DAFTAR PUSTAKA

Braunwald, et al. Harrison, Principle Of Internal Medicine, 16 th edition, McGraw Hill. United States

of America: 2005.

Sjamsuhidajat, R., De jong, wim. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC. Jakarta : 2005.

Goldman, Lee. Cecil Textbook of Medicine. 23rd edition. Sauders. Pennsylvania : 2004.

Suyono, Slamet, dkk. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi ke empat. Balai penerbit FKUI. Jakarta :

2006.

Siegenthaler, W. et al, Differential Diagnosis in Internal Medicine, From Symptom to Diagnosis,

Thieme, Stuttgart : 2007.

Friedman, Scott L. et al. Current Diagnosis and Treatment in Gastroenterology. McGraw-Hill

Companies. USA : 2003.

McPhee, Stephen J. Ganong, William F. Pathophysiology of Disease an Introduction to

Clinical Medicine, fifth edition. McGraw-Hill Companies. USA : 2005

Ganong, William F. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. EGC. Jakarta. 2002.

39

Page 41: LapTutSken3_Kel1_Blok14