laptutsken3_kel1_blok14
DESCRIPTION
dTRANSCRIPT
0
LAPORAN SKENARIO 3BLOK 14
KELOMPOK TUTORIAL 1
TUTOR: dr. Ahmad Taufik
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat dan
hidayahNya kami dapat menyelesaikan Laporan Tutorial Ketiga sebagai suatu laporan atas hasil
diskusi kami yang berkaitan dengan kegiatan tutorial pada Blok 14 semester V ini. Pada skenario III
ini di sini kami membahas masalah yang berkaitan dengan sistem digestif dan penyakit-penyakit
yang terjadi pada sistem ini. Akhirnya pembahasan kami terpusat mengenai penyebab ikterus secara
umum dan hepatits secara khusus baik dari aspek medik maupun epidemiologinya.
Kami mohon maaf jika dalam laporan ini terdapat banyak kekurangan dalam menggali
semua aspek yang menyangkut segala hal yang berhubungan dengan scenario kelima baik pada
Learning Objective yang kami cari atau diagnosa yang kami sepakati. Karena ini semua disebabkan
oleh keterbatasan kami sebagai manusia. Tetapi, kami berharap laporan ini dapat memberi
pengetahuan serta manfaat kapada para pembaca.
Mataram, 31 Oktober 2009
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR 1
DAFTAR ISI 2
SKENARIO III 3
LEARNING OBJECTIVES 4
CONCEPT MAP 5
Kemungkinan penyebab gejala pada skenario dan pendekatan diagnosis 6
Metabolisme bilirubin dan gangguannya 8
Kemungkinan penyebab dan evaluasi pada pasien dengan jaundice 13
Hepatitis Viral 21
Kolelitiasis 36
DAFTAR PUSTAKA 40
2
SKENARIO 3
….my eyes turn to yellow, what’s up ?!
A previously healthy 27-year-old man attend primary care fascility six days after the onset of
a nonproductive cough, sore throat, low grade fever (flu like syndrome), naussea without
vomitting and a feeling of being “run down.” During the preceding week, he had also noted
fever and abdominal pain with mild intensity primarily around epigastric area. Two days PTA
(Prior to Admission), he noticed dark-colored urine and yellowish eyes. He did not have
headache, diarrhea, colicky pain, urinary frequency or urgency, decreased appetite, or
weight loss. None of his family members had same complain. History of previous disease:
Hepatitis, Gall stone was denied. Physical examination revealed icteric sclera and
hepatomegaly with mild intensity pain on palpation. The others physical finding were
normal. Afterward, the physician planned some diagnostic laboratories examination in order
to made clearer diagnosis for proper management.
3
LEARNING OBJECTIVES
4
1. Kemungkinan penyebab gejala pada skenario dan pendekatan diagnosis
2. Metabolisme bilirubin dan gangguannya
3. Kemungkinan penyebab dan evaluasi pada pasien dengan jaundice
4. Hepatitis Viral (A, B, C, D, dan E)
5. Kolelitiasis
27 years old
Two days PTA:-Dark colored urine-Yellowish eyes
Attended primary care in six days after onset:-Nonproductive cough-Sore throat-Low grade fever-Naussea without vomitting-Feeling of being “run down”
During preceding week:-Fever-abdominal
examination
DD treatment
Physical examination Laboratorium test
MAPPING CONCEPT
5
KEMUNGKINAN PENYEBAB GEJALA PADA
SKENARIO DAN PENDEKATAN DIAGNOSIS
Kemungkinan Penyebab Gejala
Flu like syndrome
keluhan ini mungkin muncul karena jalan masuk infeksi yaitu dari saluran pencernaan atas
sehingga menimbulkan reaksi imunitas. Virus ini tiba pada reseptor yang berada di saluran
pernafasan sehingga menimbulkan gejala saluran nafas. Demam juga muncul sebagai respon
imunitas terhadap infeksi yaitu muncul dalam derajat ringan.
Mual Tapi Tidak Muntah
Nausea terjadi pada penyakit liver yang lebih berat dan dapat bersama dengan fatik atau di picu
oleh bau atau makanan atau makan makanan berlemak. Muntah dapat terjadi tapi jarang persisten
atau prominen.
Run down
Fatik merupakan symptom yang paling umum dank has pada penyakit liver. Keadaan ini
digambarkan bervariasi seperti letargi, weakness, lesu, malaise, meningkatnya keinginan tidur,
kurang stamina dan kurang energi. Fatik pada penyakit liver biasanya meningkat pada setelah
aktifitas dan jarang timbul atau memberat pada pagi hari setelah istirahat yang cukup. Fatik pada
liver disease sering intermitten dan bervariasi dalam hal severitas dari jam ke jam atau dari hari ke
hari. Pada beberapa pasien, mungkin tidak jelas apakah fatik ini muncul karena stress, ansietas atau
penyakit lain yang terjadi bersamaan. Selain itu hal-hal yang dapat menimbulkan fatik seperti akibat
aktivasi kronik system imun, kurang tidur, penggunaan obat, kurang nutrisi,dll.
Abdominal pain
Perasaan discomfort pada RUQ atau rasa sakit (liver pain) terjadi pada banyak penyakit liver da
biasanya ditandai oleh tenderness pada area liver. Rasa nyeri meningkata karena peregangan atau
iritasi dari kapsul Glisson’s, yang mengelilingi hepar dan kaya dengan ujung saraf. Nyeri berat lebih
6
khas pada penyakit kandung empedu, abses hati, dan penyakit oklusif vena berat tapi sering terjadi
bersama hepatitis akut.
Urine gelap
Urine gelap terjadi karena gangguan pada aliran empedu akibat obstruksi sehingga
menyebabkan bilirubinuria atau dalam kata lain tidak terdapat urobilinogen pada urine
Sclera ikterik
Sklera ikterik menandakan terjadinya jaundice pada pasien. Tanda ini muncul bilamana kadar
bilirubin serum telah mencapai 3 mg/dL. Keadaan ini dapat terjadi pada kelainan hepar dan juga
keadaan-keadaan yang menyebabkan hemolisis.
Hepatomegali dengan nyeri ringan pada palpasi
hepatomegali bukan merupakan tanda yang dapat dipercaya untuk terjadinya penyakit hepar,
berbagai variabilitas dari ukuran dan bentuk dari liver dan kesukaran untuk mengukur ukuran hepar
dengan perkusi dan palpasi. Penanda hepatomegali terutama sirosis, penyakit venooklusi, penyakit
infiltrate seperti amyloidosis, metastatik atau kanker primer dari liver dan hepatitis alkoholik.
Penilaian yang hati-hati mengenai tepi hepar, iregularitas permukaan atau adanya nodul.
Diagnosa Banding
1. Hepatitis viral
a. Hepatitis A
b. Hepatitis B
c. Hepatitis C
d. Hepatitis D
e. Hepatitis E
2. Gall stones
7
METABOLISME BILIRUBIN DAN
GANGGUANNYA
Metabolisme Bilirubin
Klasifikasi jaundice dan interpretasi yang benar mengenai temuan laboratoris berdasarkan
pada metabolisme bilirubin. Bilirubin paling banyak (80%) dibentuk di reticuloendothelial system
(RES) dari degradasi hemoglobin yang dilepaskan oleh eritrosit yang sudah tua. Sumber lainnya
adalah myoglobin, cytochromes, enzim-enzim yang mengandung heme, dan heme bebas yang tidak
berikatan. Sekitar 300 mg (0,5 mmol) bilirubin terbentuk setiap hari. Bilirubin dapat juga berasal dari
eritrosit dan prekursor eritrosit yang didegradasi secara prematur di dalam sumsum tulang, disebut
“shunt bilirubin”. Fraksi yang normalnya sedikit ini akan meningkat pada eritropoiesis yang tidak
efektif (diseritropoiesis).
Di dalam darah bilirubin berikatan dengan albumin, hanya sebagian kecil saja yang bebas.
Setelah uptake hepatoseluler, bilirubin berikatan dengan protein-protein pengikat bilirubin ( protein
Y [= ligandin = gluthatione S-transferase] dan protein Z),dan dibuat menjadi larut air dengan cara
dikonjugasikan dengan asam glukuronat enzim glucuronyl-transferase. Konjugasi dengan asam
glukuronat ini terjadi dalam 2 tahap sampai terbentuk bilirubin diglukuronat. Sekresi dari bilirubin
diglukuronat ke dalam kanalikuli via pompa MRP2 (multidrug resistance-associated protein 2).
Bilirubin diglukuronat yang diekskresikan bile empedu tidak dapat diabsorpsi di gall blader ataupun
di intestinal. Pada ileum terminal dan colon, bilirubin diglukuronat dikonversi menjadi urobilinogen
oleh enzim-enzim bakteri dan kemudian dioksidasi menjadi urobilin dan sterkobilin. Urobilinogen
diabsorpsi di ileum terminal dan colon, ditransportasi melalui vena portal menuju ke hapar, dan
diekskresikan kembali di dalam bile (sirkulasi enterohepatik). Sejumlah kecil urobilinogen
meninggalkan ekstraksi hepatik dan diekskresikan melalui renal.
8
Gambar: Metabolisme Bilirubin
9
Klasifikasi klinis Jaundice
Hiperbilirubinemia dan manifestasi klinis jaundice disebabkan oleh adanya defek pada
tahap-tahap dalam metabolisme bilirubin, namun dapat juga terjadi secara kombinasi beberapa
tahap. Beberapa kemungkinan letak terjadinya defek pada metabolisme bilirubin yang dapat
menyebabkan terjadinya jaundice adalah sebagai berikut:
Peningkatan produksi bilirubin
Paling sering terjadi karena hemolisis. Jaundice yang muncul biasanya bersifat ringan,
dan merupakan peningkatan bilirubin tak terkonjugasi. Tidak didapatkan bilirubinuria,
namun urobilinogen urin biasanya meningkat.
Selain itu, dapat juga terjadi karena hematoma yang luas(misalnya trauma, infark paru-
paru). Biasanya menyebabkan hiperbilrubinemia sementara. Peningkatan dari shunt
bilirubin juga dapat menebabkan terjadinya peningkatan produksi bilirubin.
Penggantian bilirubin dari ikatan albumin
Berbagai substansi endogen (misalnya asam lemak rantai panjang) dan substansi
eksogen (obat-obatan seperti sulfonamide, ampicillin), yang berikatan dengan albumin,
dapat berkompetisi dengan bilirubin untuk berikatan dengan albumin.
Penurunan uptake bilirubin hepatik
Penurunan aliran sirkulasi melalui sinusoid (misalnya portosystemic anastomoses,
portacaval shunt) dapat menyebabkan penurunan uptake bilirubin ke dalam hepatosit.
Upatke bilirubin dapat juga diinhibisi oleh berbagai substansi endogen (misalnya bile
acids) dan substansi eksogen (misalnya quinidine). Gangguan uptake bilirubin dapat
juga terjadi pada beberapa kasus Gilbert Syndrome.
Penurunan penyimpanan bilirubin hepatik
Berbagai substansi endogen (misalnya asam lemak rantai panjang) dan substansi
eksogen (media kontras radiografi) dapat berkompetisi untuk berikatan dengan protein-
protein pengikat bilirubin.
Gangguan konjugasi bilirubin
Gangguan konjugasi bilirubin dapat terjadi jika terdapat inhibisi enzim atau defek enzim
herediter. Konjugasi bilirubin dapat diturunkan oleh substansi eksogen (misalnya ethinyl
estradiol, chloramphenicol) dan substansi endogen (misalnya hormon thyroid), yang
dapat berkompetisi ataupun menginhibisi glukuronil transferase.
10
Gangguan sekresi bilirubin
Sekresi bilirubin merupakan langkah yang terbatas dalam metabolisme bilirubin,
sementara konjugasi bilirubin merupakan proses yang konstan dan memiliki kapasitas
penampungan yang besar. Dengan demikian, jaundice karena kerusakan hepatoseluler
pada penyakit hepar akut atau kronik memiliki karakteristik peningkatan bilirubin
terkonjugasi. Urine berwarna coklat gelap karena bilirubinuria terkonjugasi. Warna tinja
tergantung dari beratnya kerusakan hepatosit; semakin besar kerusakan hepatosit,
maka semakin pucat (dempul) warna tinja pasien.
Cholestasis intrahepatik dan ekstrahepatik juga termasuk dalam kelompok gangguan ini.
Obstruksi bilier menyebabkan hiperbilirubinemia terkonjugasi.
Berdasarkan patofisiologinya, jaundice dapat diklasifikasikan menjadi prehepatik (hemolisis),
intrahepatik (hepatoseluler), dan posthepatik (cholestasis). Berikut adalah penyebab-penyebab
utama terjadinya jaundice berdasarkan patofisiologinya tersebut.
Tabel: Penyebab utama jaundice
Hemolytic jaundice
Hepatocellular jaundice
− isolated, nonhemolytic hyperbilirubinemias
− unconjugated hyperbilirubinemia (Crigler−Najjar syndrome types I and II, Gilbert
syndrome, Meulengracht syndrome)
− conjugated hyperbilirubinemias (Dubin−Johnson syndrome, Rotor syndrome)
− viral and other infectious forms of hepatitis
− acute hepatitis A, B, C, D, E
− chronic hepatitis B, C, D
− Epstein−Barr virus infection, cytomegalovirus infection, parvovirus B19 infection
− leptospirosis, Q fever, etc.
− autoimmune hepatitis
− toxic and drug-induced liver diseases
− e. g., alcohol, Amanita phalloides poisoning
− INH, etc.
− cirrhosis of the liver
− hepatic
11
− alcoholic
− hemochromatosis, Wilson disease, α1-antitrypsin deficiency, etc.
− hepatovenous causes
− congested liver
− Budd−Chiari syndrome, veno-occlusive disease
Cholestatic jaundice
− intrahepatic cholestasis
− hepatocellular (e. g., viral or alcohol-induced hepatitis)
− drug-induced (e. g., chlorpromazine)
− intrahepatic pregnancy-related cholestasis
− familial recurrent benign cholestasis
− primary or secondary biliary cirrhosis
− primary or secondary sclerosing cholangitis
− sepsis
− postoperative jaundice
− extrahepatic cholestasis
− cholelithiasis
− tumor (bile duct carcinoma, papillary carcinoma, head of pancreas carcinoma)
− postoperative or postinflammatory stricture
− pancreatitis (possibly with pseudocysts)
− parasites (Fasciola hepatica, Ascaris lumbricoides, Clonorchis sinensis, Opisthorchis
viverrini)
− bile duct anomalies (atresia, megacholedochus, etc.)
12
KEMUNGKINAN PENYEBAB DAN EVALUASI
PADA PASIEN DENGAN JAUNDICE
JAUNDICE
Jaundice mrupakan penampakan warna kekuningan pada kulit, sklera, dan membrane mukosa
oleh bilirubin, pigmen kuning-oranye empedu. Bilirubin dibentuk dari proses pemecahan rantai
heme, umumnya dari proses metabolism sel darah merah. Perubahan warna ini akan nampak secara
klinis apabila level serum bilirubin menigkat diatas 3 mg/dL (51.3 μmol/L). Jaundice merupakan
presentasi klinis yang tidak wajar pada orang dewasa. Ketika keluhan ini muncul, ada indikasi telah
terjadi suatu penyakit berat pada orang dengan keluhan tersebut.
PATOFISIOLOGI
Definisi klasik dari jaundice adalah penigkatan level serum bilirubin hingga diatas 2.5 – 3 mg/dL
(42.8 - 51.3 μmol/L) dengan adanya tambahan tampakan kekuningan pada kulit dan sklera.
Metabolisme bilirubin terjadi pada tiga fase, fase prehepatik, intrahepatik, dan posthepatik.
Disfungsi dari ketiga fase ini dapat menyebabkan gangguan jaundice.
Fase Prehepatik
Tubuh manusia memroduksi sekitar 4 mg per kg bilirubin per harinya dari hasil metabolisme
heme. Sekitar 80 persen dari heme ini berasal dari katabolisme sel darah merah dan 20 persen lagi
berasal dari eritropoiesis yang tidak efektif dan pemecahan dari mioglobin otot serta pemecahan
sitokrom. Bilirubin ditranspor dari plasma ke hati untuk dikonjugasi dan diekskresikan.
Fase Intrahepatik
Bilirubin yang tidak terkonjugasi bersifat insoluble dalam air namun bersifat solubledalam
lemak. Sehingga, bilirubin tak terkonjugasi ini dapat secara mudah melewati blood-brain barrier atau
memasuki plasenta. Dalam hepatosit, bilirubin tak terkonjugasi ini akan dikonjugasikan dengan gula
yang diperantarai oleh enzim glucuronosyltransferase dan bilirubin ini akan memiliki sifat soluble
dalam cairan empedu.
Fase Posthepatik
13
Jika sudah terlarut dalam cairan empedu, bilirubin akan ditranspor menuju duktur biliary dan
cystic untuk dapat masuk ke dalam kantung empedu, dimana bilirubin ini akan disimpan, atau
bilirubin ini akan melewati ampula Vater untuk masuk dalam duodenum. Di dalam instestinum,
sebagian dari bilirubin ini akan diekskresikan melalui feses, sementara sisanya akan dimetabolisme
oleh flora normal usus menjadi urobilinogen dan kemudian diabsorbsi kembali. Sebagian besar dari
urobilinogen ini akan difiltrasi dari darah oleh ginjal dan diekskresikan melalui urine. Sebagian kecil
dari urobilinogen ini akan direabsorbsi di dalam intestinal dan diekskresikan kemabli ke dalam cairan
empedu.
PRESENTASI KLINIS DARI JAUNDICE
Pasien dengan jaundice mungkin tidak memiliki simptom, atau mungkin pasien tersebut akan
muncul dengan kondisi yang membahayakan hidup pasien. Kemungkinan presentasi klinis yang luas
ini didasarkan pada bervariasi penyebab dari jaundice tersebut dan onset penyakit yang berjalan
cepat atau lambat. Pasien dapat memiliki presentasi klinis berupa gejala penyakit akut, yang
umumnya disebakan oleh infeksi, akan mencari pengobatan karena keluhan demam, menggigil,
nyeri abdomen, atau karena gejala-gejala yang menyerupai simptom flu (flu-like symptoms). Untuk
pasien dengan keluhan seperti ini, perubahan warna kulit bukan hal utama yang harus menjadi
perhatian. Pasien dengan jaundice bukan karena infeksi akan mengeluhkan penurunan berat badan
dan pruritus. Nyeri abdomen merupakan presentasi klinis yang paling umum didapatkan pada
pasien dengan cancer pankreatik dan saluran biliar. Suatu gejala yang tidak spesifik seperti halnya
depresi dapat menjadi keluhan pada pasien dengan infeksi kronis hepatitis dan juga dapat muncul
pada mereka dengan pasien yang memiliki riwayat mengkonsumsi alkohol (pengguna alkohol untuk
jangka waktu yang lama). Umumnya pasien akan memiliki presentasi jaundice dengan diikuti oleh
beberapa manifestasi ekstrahepatik dari penyakit liver. Contohnya termasuk pasien dengan hepatitis
kronis dan pyoderma; serta pasien dengan hepatitis B atau C akut dengan polyarthralgia.
DIFFERENTIAL DIAGNOSIS
Penyebab Prehepatrik
Unconjugated hyperbilirubinemia merupakan hasil dari ketidakmampuan hepatosit dalam
dalam mengkonjugasikan bilirubin. Masalah ini dapat timbul sebelum bilirubin memasuki hepatosit
atau ketika bilirubin tersebut berada diantara sel-sel hepar. Metabolisme dari heme yang berlebihan
akibat hemolisis atau reabsorpsi dari hematoma yang besar, akan berdampak pada peningkatan
bilirubin yang signifikan, yang mana akan mempengaruhi proses konjugasi dan akan menyebabkan
unconjugated hyperbilirubinemia. Anemia hemolitik umumnya akan berdampak pada peningkatan
14
ringan dari bilirubin, hingga sekitar 5 mg per dL (85.5 μmol per L), dengan atau tanpa jaundice.
Anemia hemolitik disebabkan oleh keabnormalan massa hidup sel darah merah. Anemia ini dapat
muncul karena keabnormalan membran (misalnya spherocytosis herediter) atau keabnormalan
enzim (misanya defisiensi G6PD, glucose-6-phosphate dehydrogenase). Etiologi lain dari proses
hemolisis ini meliputi proses autoimun, konsumsi obat, dan defek pada struktur hemoglobin seperti
pada sickle cell disease dan pada thalassemias.
Penyebab Intrahepatik
Unconjugated Hyperbilirubinemia. Beberapa kelainan dari enzim metabolism mempengaruhi
proses konjugasi di dalam hepatosit, ganggunan yang menyebabkan gagalnya proses konjugasi.
Derajat dari unconjugated hyperbilirubinemia sangat bervariasi, bergantung pada derajat keparahan
inhibisi enzim pada masing-masing penyakit. Sindroma Gilbert merupakan contoh penyakit yang
umum pada gangguan hepatik, meruoakan suatu penyakit benigna, penyakit herediter yang akan
menyebabkan penurunan ringan dari aktivitas enzim glucuronosyltransferase, menyebabkan
peningkatan pada fraksi indirek dari bilirubin serum. Sindroma umumnya merupakan penyakit yang
ditemukan secar tidak sengaja ketika dilakukan pemeriksaan fungsi liver rutin, pada penyakit ini
terjadi peningkatan ringan dari level bilirubin dan hasil pemeriksaan fungsi liver lainnya menunjukan
hasil dalam batasan normal. Jaundice dan peningktan level bilirubin lebih lanjut dapat muncul pada
kondisi stress, kelaparan, atau ketika berada dalam kondisi sakit. Tapi, umumnya perubahan ini
hanya bersifat sementara, dan tidak diperlukan pengobatan atau biopsi liver.
Conjugated Hyperbilirubinemia. Penyebab predominan dari conjugated hyperbilirubinemia
dalah cholestasis intrahepatik dan obstruksi ekstrahepatik dari traktus biliary, yang menyebabkan
gangguan dari pergerakan bilirubin ke dalam intestinal. Virus, alkohol, dan gangguan autoimun
merupakan penyebab paling umum dari hepatitis. Inflamasi intrahepatik mengganggu transport dari
bilirubin terkonjugasi dan menyebabkan jaundice. Hepatitis A merupakan penyakit self-limiting yang
memiliki presentasi penyakit berupa jaundice dengan onset akut. Infeksi hepatitis B dan C sering
tidak menyebabkan jaundice ketika fase inisial namun dapat menyebakan progresivitas jaundice
ketika infeksi kronis telah telah berprogresivitas menjadi cirrhosis hepatik. Infeksi virus Epstein-Barr
(infectious mononucleosis) umumnya menyebabkan hepatitis transien dan jaundice yang akan
membaik ketika penyakit infeksi tersebut telah membaik. Alkohol menunjukkan pengaruh terhadap
uptake dan sekresi asam empedu, menyebabkan cholestasis. Pengunaan alkohol kronik dapat
menyebabkan fatty liver (steatosis), hepatitis, dan cirrhosis, dengan level jaundice yang bervariasi.
Fatty liver, temuan patologis liver yang paling umum, umumnya akan menyebabkan simptom ringan
tanpa jaundice namun umumnya dapat berprogres menjadi cirrhosis. Hepatitis yang sekunder
terhadap konsumsi alkohol secara tipikal akan muncul dengan presentasi jaundice dengan onset
15
akut dan simptom yang lebih berat. Nekrosis sel hepar diindikasikan dengan peningkatan serum liver
transaminase yang tinggi. Hepatitis autoimun secara klasik dianggap sebagai penyakit yang
mengenai pasien muda terutama wanita. Dua penyakit autoimun serius yang mempengaruhi secara
langsung sistem biliary tanpa menyebabkan hepatitis yang cukup berat, adalah biliary cirrhosis
primer dan sclerosing cholangitis primer. Biliary cirrhosis primer merupakan penyakit liver progresif
yang jarang ditemukan yang secara tipikal muncul pada wanita usia pertengahan. Fatigue dan
pruritus merupakan keluhan inisial yang umum, sementara jaundice merupakan temuan lanjutan.
Sclerosing cholangitis primer, merupakan jenis cholestatic entity yang jarang, merupakan penyakit
yang lebih umum pada laki-laki; sekitar 70 persen pasien juga memiliki inflammatory bowel disease
(IBW). Sclerosing cholangitis primer dapat menyebabkan cholangiocarcinoma. Dubin-Johnson
syndrome and Rotor’s syndrome merupakan defek metabolic herediter yang jarang yang
menyebabkan gangguan transport bilirubin yang terkonjugasi dari hepatosit. Banyak obat yang
menunjukan peranan dalam perkembangan jaundice cholestatis. Agen-agen yang diketahui dapat
menginduksi penyakit liver antara lain acetaminophen, penicillins, oral contraceptives,
chlorpromazine (Thorazine), dan steroid estrogenik atau anabolik. Cholestasis dapat berkembang
ketika beberapa bulan pertama dari penggunaan konstrasepsi dan dapat menyebabkan jaundice.
Penyebab Posthepatik
Conjugated hyperbilirubinemia juga dapat disebabkan oleh masalah yang muncul setelah
biliribuin dikonjugasikan dalam liver. Penyebab psothepatik ini dapat dibagi menjadi penyebab
obstruksi intrinsik dan ekstrinsik dasi sistem dukstus. Cholelithiasis, atau adanya presentasi berupa
gallstones pada gallbladder, merupakan temuan yang relatif sering muncul pada pasien dewasa,
dengan atau tanpa simptom obstruksi. Obstruksi di sepanjang sistem duktus biliary akan dapat
menyebabkan cholecystitis, atau inflamasi dari gallbladder, begitu juga seperti yang disebabkan oleh
cholangitis atau infection. Cholangitis didiagnosis secara klinis dengan simptom klasik berupa
demam, nyeri, dan jaundice, dikenal sebagai triad Charcot. Cholangitis lebih sering muncul karena
gangguan penjepitan gallstone. Penjepitan gallstone ini harus segera diterapi dengan
cholecystectomy atau dengan pembedahan endoskopi, bergantung pada lokasi dari batu tersebut.
Striktur biliary dan infeksi harus dipertimbangkan pada pasien dengan jaundice postoperative.
Tumor traktus Biliary sangat jarang, namun erupakan penyebab serius dari jaundice psothepatik.
Carcinoma Gallbladder secara klasik akan memunculkan presentasi jaundice, hepatomegali, dan
massa pada kuadran kanan atas (tanda Courvoisier). Jaundice juga dapat muncul sekunder terhadap
pankreatitis. Pankreatitis disebabkan terutama oleh batu empedu dan konsumsi alkohol.
EVALUASI
16
Evaluasi pada pasien jaundice bergantung pada apakah hiperbilurubinemia pada pasien
merupakan tipe unconjugated (indirect) atau conjugated (direct). Urinalisis yang menunjukan nilai
positif untuk test bilirubin mengindikasikan adanya bilirubin terkonjugasi pada urine. Bilirubin
terkonjugasi bersifat larut air, sehingga dapat diekskresikan dalam urine. Temuan urinalisis harus
dikonfirmasi dengan pengukuran level serum total dan level bilirubin direk.
Tes Serum
First-line dari tes serum pada pasien dngan presentasi jaundice harus meliputi tes lengkap dari
hitung darah lengkap (complete blood count/CBC) dan determinasi dari level serum bilirubin (total
dan fraksi direk), aspartate transaminase (AST), alanine transaminase (ALT), γ-glutamyl
transpeptidase, and alkaline phosphatase. CBC bermanfaat untuk menentukan adanya proses
hemolitik, yang dindikasikan dengan adanya fractured red blood cells (schistocytes) and peningkatan
reticulocytes pada pemeriksaan mikroskopis. AST dan ALT merupakan penanda untuk kerusakan
hepatoselular. Penghitungan level enzim ini kurang bermanfaat pada penyakit liver kronis, karena
level enzim ini dapat normal dan hanya meningkat sedikit ketika sekalipun hanya sedikit parenkim
liver yang tersisa akibat kerusakan. Infeksi virus hepatitis akut dapat menyebabkan level ALT
meningkat hingga beberapa ribu unit per liter. Level lebih tinggi dari 10,000 U per L umumnya
muncul pada pasien dengan cedera akut liver akibat penyebab lain (misalnya, penggunaan obat;
acetaminophen atau karena iskemia). Pasien dengan hepaptitis alkoholik akut memiliki level AST dan
ALT yang meningkat hingga beberapa ratus unit per liter. Dengan kerusakan yang diinduksi oleh
konsumsi alkohol, rasion AST terhadap ALT umumnya lebih dari satu, dimana hepatitis yang
disebabkan oleh infeksi secara tipikal memberikan gambaran peningkatan ALT yang lebih besar
dibandingkan dengan peningkatan AST. Alkaline phosphatase and γ-glutamyltransferase merupakan
marker unntuk are markers for cholestasis. Seiring dengan progresivitas obstruksi levels dari kedua
marker ini akan meingkat hingga beberapa kali diatas normal. Berdasarkan hasil dari tes inisial, tes
serum atau studi imaging mungkin akan diperlukan.
Second-line dari investigasi serum meliputi tes untuk hepatitis A IgM antibodi, antigen
permukaan (surface) dan antigen tubuh (core) hepatitis B, antibodi hepatitis C, dan marker
autoimune seperti antinuclear, otot polos, dan antibodi mikrosomal liver-kidney. Peningkatan level
amilase dapat menjadi bukti yang menguatkan adanya pankreatitis, ketika pasien suspek memiliki
riwayat atau pemeriksaan fisik yang menunjang.
Imaging
17
Ultrasonography dan computed tomographic (CT) scan sangat bemanfaat dalam membedakan
sebuah lesi obstruksi dari penyakit hepatoselular dalam evaluasi dari pasien dengan jaundice.
Ultrasonography merupakan tes pertama yang dibutukan, karena biaya yang murah, jangkauan
keberadaan alat yang luas, dan paparan radiasi yang minimal, yang mana penting untuk diperhatikan
pada pasien wanita dalam masa kehamilan. Sementara ultrasonography merupakan tehnik imaging
(pencitraan) yang paling sensitif untuk mendeteksi batu biliary, CT scan dapat menunjukan bukti
lebih lanjut mengenai penyakit parenkim liver dan pankreas.
Biopsi Liver
Biopsi liver memberikan informasi mengenai arsitektur liver dan digunakan terutama untuk
menunjukan atau menentukan prognosis penyakit liver. Biopsi liver juga bermanfaat apabila studi
serum dan imaging tidak dapat membantu menegakkan diagnosis yang jelas. Biopsi ilver dapat
membantu dalam mendiagnosis gangguan autoimun hepatitis atau traktus biliary (misalnya, biliary
cirrhosis primer, sclerosing cholangitis primer). Pasien dengan biliary cirrhosis primer selalu
menunjukkan hasil positif pada pemeriksaan antibodi antimitokondrial.
18
19
HEPATITIS VIRAL
Tabel Etiologi, Epidemiologi, dan Faktor Resiko Hepatitis A, B, C, dan E
HAV HBV HCV HDV HEV
Etiologi Ukuran 27 nm RNA strainded Non-enveloped Bentuk
icosahedral Jenis
heparnavirus genus picornaviridae
Ukuran 42nm DNA virus
hepatotropik Termasuk
dalam Hepadnaviridae
Ukuran 33nm RNA virus
rantai tunggal Termasuk
dalam klasifikasi Flaviviridae, genus hepacivirus
Ukuran 35 nm RNA virus
rantai tunggal Diselubungi
oleh HBsAg Memerlukan
bantuan HBV untuk ekspresinya
Ukura 27-34 nm
RNA virus
Epidemiologi
Diperkirakan 1,4 juta orang terinfeksi tiap tahun
Insidensi pada Negara indistri diperkirakan 1,5 per 100.000 orang
insidensi pada Negara berkembang mencapai 150 per 100.000 orang/ tahun
didapatkan kasus 1-5% pada dewasa, 90% pada neonates, dan 50% pada bayi
prevalensi karier di asia 5-15%
diperkirakan 170 juta atau 3% dari total penduduk dunia menderita HCV
jumlah kasus di dunia mencapi 15 juta
jumlah penderita dewasa lebih banyak dari pada anak-anak
Banyak ditemukan pada dewasa muda di Negara berkembang
Faktor Resiko
Status sosioekonomik
Homoseksual Sanitasi yang
kurang baik
Penerimaan produk darah
Petugas kesehatan
Pengguna obat injeksi
Pengunaan pisau cukur,silet, tato, tindik, dan penggunaan sikat gigi bersama
Penularan antara ibu dan anak atau sebaliknya
Transfusi darah
Pengguna obat injeksi
Transplantasi organ
hubungan seksual
infeksi perinatal
proses hemodialisa yang kurang baik
Orang dengan infeksi HBV
IVDU (intravenous drug user)
Hubungan seksual, Homoseksual, dan biseksual
Resipien donor darah
Bepergian ke daerah endemic HEV
Tinggal bersama orang dengan HEV positif
Berhubungan seksual dengan orang dengan HEV positif
20
Tabel Tipe dan Mode Transmisi Human Hepatitis Virus
21
Patogenesis Hepatitis Virus secara Umum
Reaksi inflamasi
Melibatkan :
Degranulasi sel mast dan pelepasan histamine
Pengaktifan komplemen
Lisis sel-sel yang terinfeksi dan sel sekitarnya
edema
Ag kemudian Ab di urin, tinja dan cairan tubuh
inkubasi
Infeksi pertama kali
hepatosit Hepatitis akut
Replikasi dalam sel
Kemunculan komponen-komponen virus
Hepatosit mati
Perubahan hasil pada LFT
Kemunculan tanda dan gejala penyakit hati
peradangan
Mendukung respon peradangan
Respon imun
imun
Ab menyerang Ag virus
Destruksi sel-sel yang terinfeksi
Edematosa hepar
Kapiler-kepiler kolaps
Aliran darah
Hipoksia jaringan
Jaringan ikat di hati
22
Tabel Anamnesis dan Pemeriksaan yang Tampak pada HepatitisHepatitis A Hepatitis B Hepatitis C Hepatitis
DHepatitis E
Anamnesis
a. Perode inkubasi / preklinik (10-15 hari) Asymptomatic
b. Periode prodromal atau fase preikterik (beberapa hari-minggu) Kehilangan nafsu
makan Fatigue Nyeri abdomen Nausea Vomiting Demam Diare Urin berwarna
gelap Tinja pucat
c. Fase ikterik Memburuknya
gejala prodromal Jaundice Nyeri pada RUQ
d. Fase konvalesence Perbaikan
komplit tanpa adanya perkembangan komplikasi nafsu makan meningkat, jaundice berkurang
Fatigue, Anxietas, Anoreksia
Ascites, jaundice, variceral bleeding dan hepatic encephalophaty dapat terjadi akibat dekompensasi hepar.
muntah
Gejala lain :Demam, anoreksia,
mual, muntah, jaundice, urine berwarna gelap, tinja yang pucat, dan nyeri abdomen.
Extrahepatic jarang muncul rash, artralgia dan arthritis
Biasanya asymptomatis.
dapat terdapat malaise, anoreksia dan jaundice pada 25% kasus
syndrome klinik ekstrahepatik : Neuro
pati perifer Limfo
ma Syorge
n’s syndrome
Renal disease
Cutaneus vasculitis
Koinfeksi atau superinfeksi dari HBV
Onset tersembunyi, kebanyakan mulai dengan fase prodramal selama beberapa hari dengan flu-like syndrome, demam, nyeri perut, nausea dan muntah, urin berwarna gelap
Pemeriksaan fisik
Sclera ikterik Penurunan berat badan sedang 2-5 kg Hepatomegali
Pemeriksaan laboratorium
(+) serum IgM anti HAV
Peningkatan sedang serum bilirubin, gamma-globulin & ALT serta AST dua kali normal pada acute anicteric disease
Peningkatan lkaline
HBsAg selama 6 bulan
Peningkatan sementara dari ALT dan AST
23
phosfatase, gamma glutamyl transferase dan bilirubin pada pasien dengan kolestasis
Tampakan KlinisHepatitis B Hepatitis C Hepatitis D Hepatitis E
Pada anak bersifat asymtomatik
Gejala muncul setelah periode inkubasi
Gejala extrahepatik:a. Serum sicknessb. Athralgiac. Urticariad. Aplastic anemiae. Vasculitisf. Glomerular
nephritisg. Polyneuropati
preifer
Asimtomatik Jaundince muncul pada 25% kasus Dalam 20 th 4-20% kasus dapat menjadi sirosis hepar pada pasien hepatitis kronis Dapat menjadi menjadi hepatitis kronis pada 55-85% kasus Gejala ekstra hepatic:
a. cryoglobulinemia,
b. glomerular nephritis,
c. keratoconjunctivitis
d. B-cell non-Hodgkin lymphoma
Gejala munucul setelah masa inkubasi kira-kira 70 hari (60-110 hari)
Bersifat akut dan self limiting disease
Gejala muncul setelah masa inkubasi dalam10-56 hari
Dapat menybabkan kematian pada wanita hamil sekita 10-20%
Manifestasi Klinis
Secara umum gejala yang paling sering muncul pada hepatitis virus akut:
a. Myalgiab. Nausea dan muntahc. Fatigue dan malised. Perubahan penciuman dan pengecapane. Nyeri abdomen kuadran kanan atasf. Coryza, photophobia, dan skait kepalag. Diare ( mungkin feses yang seperti dempul atau urin yang berwarna gelap)
25
Diagnosis
Pendekatan Diagnosis Pada Pasien Dengan Hepatitis Akut
Diagnosis Hepatitis A
Dengan deteksi antibody IgM spesifik terhadap HAV yang muncul pada tahap awal infeksi dan
menetap 3-6 bulan. Dan titer IgG yang meningkat satu bulan setelah penyakit muncul dan dapat
menetap selama bertahun-tahun. IgG anti-HAV mengindikasikan paparan sebelumnya yang pernah
terjadi terhadap HAV, nonifeksi dan imunitas.
Diagnosis Hepatitis B
Hepatitis B didiagnosis dengan mengidentifikasi berbagai macan antigen HBV ataupun antibody
terhadap HBV. Antigen dan antibody dapat dideteksi pada darah pasien dengan menggunakan “solid
phase test” (enzyme immunoassay).
25
26
Diagnosis Hepatitis C
Pemeriksaan enzim hepar untuk screening hepatitis. Peningkatan level enzyme mengindikasikan
adanya kerisakan hepar. Pemeriksaan ini tidak spesifik untuk pasien dengan hepatitis C. test
antibody utama adalah ELISA (enzyme-linked immunosorbent assay generasi ke tiga, memilki
sensitivitas dan spesifitas 95 %. Tes serologis lainnya adalah RIBA (recombinant immunoblot assay)
untuk konfirmasi keberadaan antibody terhadap hepatitis C
Diagnosis Hepatitis D
Virus hepatitis D di diagnose dengan mendeteksi antigen delta atau kemungkinan antibody
terhadap antigen delta (IgM) dalam darah.
Diagnosis Hepatitis E
Untuk mendiagnosis hepatitis E digunakan tes serologi untuk mendeteksi anti-HEV
27
28
Komplikasi
Komplikasi yang paling menakutkan adalah hepatitis fulminan (nekrosis hepatitis yang
masif), tetapi untungnya jarang terjadi. Komplikasi ini umum atau sering terjadi hepatitis B,
C, D dan E, sangat sering terjadi C serta jarang pada A, namun apabila terjadi, akan terjadi
pada pasien dengan usia yang tua dan yang mempunyai penyakit dasar hepar yang kronik,
seperti hepatitis B kronik dan C kronik.
Pada hepatitis B akut, komplikasi yang timbul belakangan adalah : hepatitis kronik. Ini terjadi
pada sebagian kecil kasus, tetapi sangat sering terjadi pada infeksi yang kronis tanpa
mengalami gejala yang akut yang biasa terjadi pada neonates atau pada host yang
imunosupresan
Hepatitis D tidak menjadi kronis akan tetapi merupakan contributor yang potensial terhadap
derajat keparahan hepatitis B. superinfeksi hepatitis D dapat berubah menjadi inaktif atau
kronik hepatitis B ringan sampai berat
Komplikasi yang jarang pada hepatitis karena virus adalah : pancreatitis, miokarditis,
pneumonia atipikal, anemia aplastik, mielitis transversal dan neuropati peripheral.
Pasien dengan hepatitis kronik, terutama yang menginfeksi bayi dan anak-anak yang usianya
lebih muda serta dengan keberadaan HbBeAg dan atau peningkatan level HBV DNA akan
meningkatkan risiko terkena karsinoma hepatoselular
Risiko karsinoma hepatoselular akan meningkat pada hepatitis C kronik
Terapi
HEPATITIS A
Karena hepatitis A bersifat self limited, maka terapi medikasi tidak terlalu diperlukan,
penanganannya terutama adalah :
Terapi suportif, terdiri dari :
o Istirahat sampai ikterus berkurang atau hilang
o Diet tinggi kalori
o Penghentian obat yang dapat sitotoksik terhadap hepar
o Mengurangi intake alkohol
Banyak kasus yang tidak memerlukan perawatan RS, tetapi perawatan RS direkomendasikan
pada :
o Pasien usia tua
29
o Kondisi obat yang mendasari serius
o Penyakit hepar kronik
o Malnutrisi
o Kehamilan
o Terapi immunosupresi
o Obat yang dapat menginduksi penyakit hepar
o Muntah hebat yang mengeluarkan intake oral
o Temuan klinis dan laboratorium yang mengarah ke hepatitis fulminan
HEPATITIS B
Terapi hepatitis B fulminan
o Perawatan intensif
o Kurangi intake protein
o Berikan laktulosa dan noemisin per oral
o Pertahankan keseimbangan elektrolit dan cairan tubuh
o Control fungsi kardiorespirasi, perdarahan dan komplikasi lain
o Terkadang dilakukan trasplantasi hepar ortotopik, dengan hasil yang memuaskan
Terapi hepatitis B kronik
o Interferon- α-2b
Merupakan terapi lini pertama
interferon- α-2b adalah glikoprotein yang secara langsung merupakan
antiviral dan dapat meningkatkan respon imun terhadap virus.
Indikasi : untuk pasien dengan HBsAg, HBeAg, HBV DNA
Dosis yang umum digunakan : 10 MU tiga kali seminggu atau 5 MU per hari
selama 4 bulan
Setelah 4 bulan, hampir 30-40% pasien menunjukkan klirens HBV, DNA dan
HBsAg
Serokonversi menjadi HBe terjadi pada hampir 20% pasien
Harus dipertimbangkan pada pasien dengan penyakit hati yang ringan,
replikasi yang rendah dan level serum transaminase yang tinggi
Efek samping :
Flu-like symptom, yaitu demam, mialgia dan sakit kepala
Leucopenia, neutropenia dan trombositopenia
Kelelahan
30
Depresi
Kontra indikasi :
Penyakit yang menekan system Imun dan penyakit autoimun
Penyakit psikiatrik atau depresi psikiatrik
o Lamivudine (3TC)
Terapi lini kedua
Lamivudin adalah analog nukleosid yang menghambat sintesis virus DNA
dengan memblok riverse transcriptase
Dosis : 100 mg/hari per oral dan diberikan sekali sehari
Diekskresikan melalui ginjal
Durasi pemberian lamivudin masih dipertanyakan/dipertimbangkan, karena
mutasi dari HBV tinggi dan hampir 13% pasien resisten dengan obat ini
setelah pemberian selama 1 tahun, serta 30-50% pasien resisten setelah
pemberian selama 3 tahun
Mutasi-mutasi ditemukan di motif YMDD dari polymerase HBV
Sayangnya tidak terdapat marker spesifik yang dapat dijadikan acuan dalam
memperkirakan resistensi sebelum terapi diberikan
Aman diberikan pada pasien sirosis dan yang tidak tahan terhadap
interferon
Aman diberikan jika dikombinasikan dengan interferon tetapi hasilnya tidak
jauh berbeda dibanding pemberian dengan satu obat saja
o Kelompok khusus
Terdapat beberapa subgroup dari penyakit hepatitis B kronik
Pada HBV-HIV koinfeksi : interferon tidak efektif, berikan lamivudin
Pada HBV-HDV koinfeksi : interferon dan lamivudin masih dipelajari
Pada HBV-HCV koinfeksi : interferon tidak efektif dan hasil dari
pemberian lamivudin masih belum jelas
Pada precore mutants : lamivudin dan interferon dapat diberikan,
tetapi hasil optimal yang didapat hanya sementara
Pada pasien post transplantasi hepar : pemberian profilaksis
lamivudin dengan immunoglobulin hepatitis B menunjukkan
penurunan reinfeksi HBV yang diukur melalui HBsAg, HBeAg dan
HBV DNA
31
Pada interferon nonresponders : lamivudin lebih utama diberikan
daripada kombinasi obat lain atau plasebo
Profilaksis posteksposure
o Untuk nenonatus yang telah terinfeksi dari ibunya atau pada pasien yang sudah
terbukti terinfeksi diberikan profilaksis immunoglobulin hepatitis B(HBIG), selain itu
juga dapat diberikan vaksinasi aktif
Transplantasi hepar
o Dipertimbangkan sebagai terapi pada penyakit hepatitis B kronik tahap akhir dan
yang berhubungan dengan penyakit hati
o HBV merupakan indikasi transplantasi keenam dari indikasi yang paling
direkomendasikan di USA
o Hasil membaik pada 80% kasus
o Pemberian paling efektif dalam menunggu/delay operasi dan mencegah infeksi
berulang dari hepatitis B adalah profilaksis immunoglobulin hepatitis B (HBIG), dapat
juga pada peri dan post operasi
o Pemberian lamivudin juga dapat menurunkan infeksi berulang post operasi
o Kombinasi HBIG dan lamivudin post operasi lebih efektif dibanding pemberian satu
jenis saja. Infeksi berulang HBV tejadi pada < 5% pasien
HEPATITIS C
Interferon-α dan ribavirin
o interferon-α adalah terapi utama pada HCV kronik
o seperti pada HBV, interferon adalah glikoprotein yang mempunyai mekanisme
antivirus secara langsung serta dapat meningkatkan respon imun terhadap virus
o ribavirin adalah analog dari sintetik guanosin, mampu melawan secara langsung
virus RNA dan DNA serta menghambat polymerase virus dependen RNA. Pemberian
tanpa kombinasi tidak akan menguntungkan pada HCV
o kombinasi ribavirin dengan interferon-α meningkatkan respon virus 38-43%
o kombinasi terapi diindikasikan pada terapi inisial HCV
o efek samping interferon :
flu like symptom
gejala GIT
gejala psikiatrik
leucopenia
32
neutropenia
trombositopenia
disfungsi tiroid
terkadang gejala respirasi dan hematologi
o efek kombinasi : anemia hemolitik
o saat pasien mulai diterapi, dibutuhkan control yang teliti :
monitor hitung darah lengkap dan platelet setiap 1-2 minggu selama 2 bulan
pertama, kemudan dilanjutkan setiap 4-8 minggu selama terapi
monitor HCV RNA
Pegylated interferon-α
o Direkomendasikan sejak tahun 2001
o Mempunyai sifat perlekatan kovalen dengan polyethylene glycol moiety yang
mempertahankan absorpsi dan mengurangi klirens. Sehingga pemberiannya dapat
dihitung mingguan jika dibandingkan dengan interferon
o Pemberian pegylated interferon-α-2b monoterapi dan pegylated interferon-α-2a
monoterapi lebih utama daripada interferon monoterapi
o pegylated interferon-α-2a menyebabkan respon terhadap virus terus menerus dan
terbukti pada 39% pasien
HEPATITIS D
terapinya masih bersifat problematic ;
o pemberian interferon-α dapat memberi respon terhadap virus, tetapi akan terjadi
relaps, kecuali jika terjadi klirens HBsAg
o interferon jangka panjang telah dicoba tetapi efek samping dan harganya yang
mahal membuat pilihan ini menjadi sulit
o penelitian terhadap lamivudin monoterapi telah dilakukan, tetapi tidak dapat
membersihkan HDV RNA, walaupun dapat menekan HBV DNA
o penelitian terhadap kombinasi lamivudin dan interferon-α telah dilakukan, tetapi
tidak dapat menormalkan kembali level aminotransferase dan HDV RNA
pasien dengan sirosis dekompensata akibat hepatitis D kronik, dapat diterapi dengan
transplantasi ginjal, dengan risiko infeksi berulang HDV lebih rendah dibandingkan dengan
pasien dengan kronik sirosis HBV tanpa HDV
33
HEPATITIS E
terapi utama adalah suportif
belum ada vaksin efektif yang tersedia
Pencegahan Hepatitis
Hepatitis A Hepatitis B Hepatitis C Hepatitis C Hepatitis E
Pencegahan
Menjaga higienisitas makanan dan minuman, cuci tangan, dan sanitasi yang bagus
HAV immune globulin (IG)dan HAV vaccine serta pemberian profilaksis
Pemberian profilaksis
Safe sex Perhatikan
higienisitas makanan, serta alat-alat yang dapat menimbulkan resiko penularan
Belum ditemukan adanya vaksin
Cegah kontak derah atau organ yang mengandung agen infeksi
Cegah hubungan sex multipatner dan melaui anal
Cegah alcohol dan obat tertentu untuk mencegah kerusakan hepar
Tidak terdapat vaksin HDV akan tetapi pemberian vaksin HBV dirasakan efektif untuk HDV
Menjaga higienisitas diri, makanan dan minuman serta lingkungan
34
KOLELITIASIS
Epidemiologi
Prevalensinya tinggi di Negara-negara barat. dalam sebuah penelitian di negera barat
didapatkan 20% wanita dan 8% pria diatas 40 tahun ditemukan gallstone, serta diperkirakan
terdapat 25 juta orang di amerika memiliki gallstone.
Faktor Predisposisi
Demografi/genetic factor. Prevalensinya tinggi pada North American Indians, Chilean
Indians, and Chilean Hispanics, greater in Northern Europe.
Obesity, karena terjadi peningkatan sekresi dari kolesterol oleh kandung empedu
Kehilangan berat badan: terjadi mobilisasi dari cholesterol jaringan yang nantinya
meningkatkan sekresi kolesterol oleh kandung empedu.
Hormone seks wanita; estrogen dapat meningkatkan penyerapan kolesterol dan
meningkatkan sekresi kolesterol oleh biliarly.
Bertambahnya usia dapat mempengaruhi peningkatan sekresi kolesterol dari kandung
empedu.
Hypomotiliti dari kandung empedu, terjadi pada saat puasa, pemberian nutrisi parenteral
yang lama serta saat kehamilan.
Penurunan sekresi asam empedu, pada serosis kandung empedu.
Patogenesis
Terjadi akibat keabnormalan dari komponen cairan empedu. Di bagi menjadi 2 tipe yakni :
1) Batu kolesterol
2) Batu pigmen
a. Batu pigmen hitam
b. Batu pigmen coklat
1) Batu kolesterol :
Ada berbagai mekanisme penting yang mendasari terbetuknya batu yakni
Terjadinya peningkatan sekresi kolesterol oleh biliary, hal ini dapat terjadi pada keadaan
obesitas, makan makanan tinggi kalori dan kolesterol, dan obat-obatan( clofibrate) dan
dapat juga disebabkan oleh peningkatan aktifitas dari HMG-CoA reductase yang mana
35
merupakan enzim hati yang dapat meningkatkan sintesis kolesterol serta dapat juga oleh
peningkatan penyerapan kolesterol oleh hati.telah juga diketahui bahwa orang dengan
gallstone bila mengkonsumsi makanan yang mengandung kolesterol akan meningkatkan
sekresi kolesterol oleh biliar, yang pada normalnya tidak ditemukan.
Factor lingkungan juga dapat meningkatkan kasus gallstone yakni pada orang-orang yang
mengkonsumsi tinggi kalori dan kolesterol serta tidak lepas dari factor genetic. Mutasi pada
gen CYP7A1 dapat menyebabkan defisiensi dari enzim 7-hydroxylase, yang mana berperan
dalam catabolisme kolesterol dan sintesis asam empedu. Mutasi pada gen MDR3, yang
dapat menyebabkan gangguan sekresi pospolipid ke empedu yang nantinya dapat
menyebabkan kolesterol supersaturation yang nantinya akan berkembang menjadi
gallstone.
Mekanisme kedua yang penting dalam penbentukan nukleasi dari batu kolesteol adalah
terdapatnya secara berlebih pronucleating factor atau berkurangnya antinukleating factor.
Mucin dan non-mucin glikoprotein, terutama imonoglobulin merupakan pronucleting
factor, sedangkan apolipoprotein AI dan AII merupakan antinucleating factor.
Mekanisme ketiga yang penting adalah ditemukannya gallbladder hypomotility. Hal ini
berkaitan dengan pengosongan kantung empedu yang mana jika terganggu maka akan
meningkatkan perkembangan batu. Hal ini memiliki presentasi yang tinggi pada orang orang
dengan gallstone.
2) Batu pigmen :
Batu pigmen sering terjadi pada kawasan asia dan sering diberhubungaan dengan infeksi
dari gallbladder.
a) batu pigmen hitam biasanya terdiri dari calcium bilirubin ataupun bentuk kompleks
polymer. Kejadiannya sering pada orang orang dengan cronic hemolitik, serosis hati,
gilbert’s syndrome ataupun pada cystic fibrosis.
b) batu pigmen coklat tersusun dari garam kalsium bilirubin tak terkonjugasi yang bisanya
terdiri dari cholesterol dan protein.
Manifestasi Klinis
Gejala yang paling spesifik adalah dikeluhkannya biliary colic yang konstan dan berlangsung
lama dapat hingga 5 jam pada daerah kuadran kanan atas abdomen.
Mual dan muntah sering dirasakan menyertai nyeri biliar.
36
Bila didapatkan demam dan rigor menandakan telah terdapat komplikasi yakni kholesistitis,
pancreatitis, cholangitis.
Keluhan seperti epigastric fullness, dyspepsia, flatulence terjadi terutama pada saat
mengkonsumsi makanan berlemak.
Diagnosis
Ultrasonografi dari gallbladder merupakan tindakan yang paling akurat untuk mengetahui
kolelitiasis
Gallbladder ultrasound :
Proses Cepat, akurasi >95%, dapat mendeteksi batu yang kecil
Endoskopi :
Memperlihatkan distensi dari gallbladder, yang berisi single large stone
Tatalaksana
Penanganan bedah :
Pada pasien gallstone yang asimtomatik tidak dianjurkan untuk terapi pembedahan.
direkomendasikan bila :
a. jika gejalanya cukup sering dan berat hingga mengganggu rutinitas sehari-hari.
b. Didapatkan komplikasi dari gallstone seperti akut cholysistitis, pancreatitis.
c. Ditemukan keadaan yang mendasari yang menjadi predisposisi peningkatkan resiko
terjadinya komplikasi
Gallstone yang memiliki diameter > 3cm dan pasien yang memiliki gallstone akibat
kelainan congenital direkomendasikan untuk prophylactic cholecystectomy.
Medical terapi
37
Ursodeoxycholic acid (UDCA) dapat menurunkan saturasi kolesterol di empedu dan juga
memproduksi cairan lamellar pada fase kristalisasi di empedu, sehingga dapat
memperlambat nukleisasi.
38
DAFTAR PUSTAKA
Braunwald, et al. Harrison, Principle Of Internal Medicine, 16 th edition, McGraw Hill. United States
of America: 2005.
Sjamsuhidajat, R., De jong, wim. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC. Jakarta : 2005.
Goldman, Lee. Cecil Textbook of Medicine. 23rd edition. Sauders. Pennsylvania : 2004.
Suyono, Slamet, dkk. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi ke empat. Balai penerbit FKUI. Jakarta :
2006.
Siegenthaler, W. et al, Differential Diagnosis in Internal Medicine, From Symptom to Diagnosis,
Thieme, Stuttgart : 2007.
Friedman, Scott L. et al. Current Diagnosis and Treatment in Gastroenterology. McGraw-Hill
Companies. USA : 2003.
McPhee, Stephen J. Ganong, William F. Pathophysiology of Disease an Introduction to
Clinical Medicine, fifth edition. McGraw-Hill Companies. USA : 2005
Ganong, William F. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. EGC. Jakarta. 2002.
39