lapsus mata
DESCRIPTION
mataTRANSCRIPT
LAPORAN KASUS
SEORANG LAKI – LAKI 47 TAHUN DENGAN
OS ULKUS KORNEA ET CAUSA SUSPEK
BAKTERIAL
Diajukan untuk melengkapi tugas kepaniteraan senior
Ilmu Penyakit Mata Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro
Penguji kasus : dr. Paramastri Arintawati, Sp.M.
Pembimbing : dr. Leidina Rachmadian
Dibacakan oleh : Ignatius Erik Dwi Wahyudi
Dibacakan tanggal : 9 September 2013
BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2013
1
HALAMAN PENGESAHAN
Melaporkan kasus seorang laki – laki 47 tahun dengan ulkus kornea et causa suspek
bakterial
Penguji kasus : dr. Paramastri Arintawati, Sp.M.
Pembimbing : dr. Leidina Rachmadian
Dibacakan oleh : Ignatius Erik Dwi Wahyudi
Dibacakan tanggal : 9 September 2013
Diajukan guna memenuhi tugas Kepaniteraan Senior di Bagian Ilmu Penyakit Mata
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.
Semarang, 9 September 2013
Mengetahui
Penguji kasus
dr.Paramastri Arintawati,Sp.M.
Pembimbing
dr. Leidina Rachmadian
2
OS ULKUS KORNEA ET CAUSA SUSPEK BAKTERIAL
LAPORAN KASUS
Penguji kasus : dr. Paramastri Arintawati, Sp.M.
Pembimbing : dr. Leidina Rachmadian
Dibacakan oleh : Ignatius Erik Dwi Wahyudi
Dibacakan tanggal : 9 September 2013
I. PENDAHULUAN
Ulkus kornea merupakan hilangnya sebagian permukaan kornea akibat
kematian jaringan kornea yang dapat disebabkan oleh infeksi bakteri, jamur, virus
atau suatu proses alergi-imunologi. Infeksi kornea pada umumnya didahului oleh
trauma, penggunaan lensa kontak, pemakaian kortikosteroid topikal yang tidak
terkontrol.1Ulkus kornea yang luas memerlukan penanganan yang tepat dan cepat
untuk mencegah perluasan ulkus dan timbulnya komplikasi berupa descemetocele,
perforasi, endoftalmitis, bahkan kebutaan.2Ulkus kornea merupakan penyebab
kebutaan ketiga terbanyak di Indonesia.1Ulkus kornea yang sembuh akan
menimbulkan kekeruhan kornea dan dapat mengakibatkan penurunan ketajaman
penglihatan.2
Pasien dengan ulkus kornea mata terancam akan kehilangan fungsi penglihatan
atau terjadi kebutaan bila tidak dilakukan tindakan ataupun pengobatan secepatnya,
ulkus kornea termasuk kasus kegawatdaruratan pada penyakit mata.
Penatalaksanaan yang tepat berupa menetapkan diagnosis penyebabnya secara dini
dan mengobatinya secara memadai akan dapat mengurangi komplikasi yang dapat
ditimbulkan.3
II. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. M
Umur : 47 tahun
Agama : Islam
Alamat : Warakan RT.21/RW.10 Depok, Panggal, Trenggalek
Pekerjaan : Pegawai Swasta
3
No. CM : C436688
Masuk RS : 30 Agustus 2013
III. ANAMNESIS
(autoanamnesis pada tanggal 30 Agustus 2013)
Keluhan Utama : Mata kiri nyeri dan penglihatan kabur
Riwayat Penyakit Sekarang
± 2 bulan sebelum masuk rumah sakit, mata kiri pasien terkena serpihan
sawit. Pasien kemudian mengucek mata kirinya, mata terasa mengganjal (+), gatal
(+), merah (+), nrocos (+), dan nyeri (+). Lalu pasien berobat ke poliklinik
perusahaan dan diberi 2 macam obat tetes mata yang digunakan 3 kali sehari,
namun pasien lupa nama obatnya.
± 1,5 bulan sebelum masuk rumah sakit, pasien merasa muncul putih - putih
pada teleng mata, kotoran mata (+), nrocos (+), silau (+), pandangan kabur (+),
nyeri (+), cekot - cekot (+), rasa mengganjal (+), kemeng (+). Pasien memeriksakan
diri ke dokter spesialis mata dan diberi obat tetes C-tropin 0,5% 3 x 1 tetes, C-
lyters, LFX, dan Ciprofloxacin 500 mg. Setelah beberapa minggu keadaan tidak
membaik, pasien disarankan untuk dirujuk ke RSDK.
Riwayat Penyakit dahulu
Riwayat trauma pada daerah mata (+) terkena serpihan sawit
Riwayat menggunakan kacamata sebelumnya disangkal
Riwayat penyakit mata sebelumnya disangkal
Riwayat alergi disangkal
Riwayat penyakit mata lainnya disangkal
Riwayat hipertensi disangkal
Riwayat DM disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga
( - )
4
Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien bekerja sebagai pegawai swasta. Pasien memiliki dua orang anak yang sudah
mandiri. Biaya pengobatan menggunakan Askes.
Kesan :Sosial ekonomi cukup.
IV. PEMERIKSAAN FISIK
Status Praesen
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Komposmentis GCS=15
Tanda vital : TD : 130/80 mmHg Suhu : 36,8 0C
Nadi : 82 x/menit RR : 18x/menit
Pemeriksaan fisik: Kepala : mesosefal
Thoraks : cor : tidak ada kelainan
paru : tidak ada kelainan
Abdomen : tidak ada kelainan
Ekstremitas : tidak ada kelainan
Status Oftalmologi
5
Conjungtiva mixed injection
Edema (+), tes fluoresensi (+) ; defek epitel (+) ukuran 3 mm x 3 mm, sentral ; infiltrat (+) ukuran 3,2 mm x 3,2 mm, sentral, kedalaman 1/3 stromal, jaringan nekrotik (+)
Hipopion (+) ± 1 mm
OS OD
Oculus Dexter Oculus Sinister
6/15 VISUS 1/300
Tidak dilakukan KOREKSI Tidak Dilakukan
Tidak dilakukan SENSUS COLORIS Tidak dilakukan
Gerak bola mata ke segala arah
baik
PARASE/PARALYSE Gerak bola mata ke segala arah
baik
Tidak ada kelainan SUPERCILIA Tidak ada kelainan
Edema (-), spasme (-) PALPEBRA SUPERIOR Edema (+), spasme (-)
Edema (-), spasme (-) PALPEBRA INFERIOR Edema (-), spasme (-)
Hiperemis (-), sekret (-),
edema (-)
CONJUNGTIVA
PALPEBRALIS
Hiperemis (-), sekret (-),
edema (-)
Hiperemis (-), sekret (-),
edema(-)
CONJUNGTIVA FORNICES Hiperemis (+), sekret (-),
edema (-)
Injeksi (-), sekret (-) CONJUNGTIVA BULBI Mixed injection (+), sekret (+)
mukopurulen
Tidak ada kelainan SCLERA Tidak ada kelainan
Jernih CORNEA Edema (+), tes fluoresensi
(+) ; defek epitel (+) ukuran 3
mm x 3 mm, sentral ; infiltrat
(+) ukuran 3,2 mm x 3,2 mm,
sentral, kedalaman 1/3 stromal,
jaringan nekrotik (+) ;
sensibilitas kornea baik
Kedalaman cukup,
Tyndall Effect (-), hipopion (-)
CAMERA OCULI
ANTERIOR
Kedalaman cukup, Tyndall
Effect sulit dinilai, hipopion (+)
± 1 mm
Kripte (+), sinekia (-) IRIS Kripte (+), sinekia (-)
Bulat, sentral, regular, Ø 3
mm, refleks pupil (+)
PUPIL Sulit dinilai
Jernih LENSA Sulit dinilai
(+) cemerlang FUNDUS REFLEKS (+) suram
T (digital) N TENSIO OCULI T (digital) N+1
6
Tidak dilakukan SISTEM CANALIS
LACRIMALIS
Tidak dilakukan
V. RESUME
± 2 bulan sebelum masuk rumah sakit, mata kiri pasien terkena serpihan
sawit. Pasien kemudian mengucek mata kirinya, mata terasa mengganjal (+), gatal
(+), hiperemis (+), lakrimasi (+), dan nyeri (+). Lalu pasien berobat ke poliklinik
perusahaan dan diberi obat 2 macam tetes mata yang digunakan 3 kali sehari,
namun pasien lupa nama obatnya.
± 1,5 bulan sebelum masuk rumah sakit, pasien merasa muncul putih - putih
pada teleng mata, sekret (+), lakrimasi (+), fotopobia (+), penurunan visus (+),
nyeri (+), cekot - cekot (+), rasa mengganjal (+), kemeng (+). Pasien memeriksakan
diri ke dokter spesialis mata dan diberi obat tetes C-tropin 0,5% 3 x 1 tetes, C-
lyters, LFX, dan Ciprofloxacin 500 mg. Setelah beberapa minggu keadaan tidak
membaik, pasien disarankan untuk dirujuk ke RSDK. Riwayat trauma pada mata
kiri (+) terkena serpihan sawit.
Status praesens dalam batas normal
Status oftalmologi
Oculus Dexter Oculus Sinister
6/15 VISUS 1/300
Edema (-), spasme (-) PALPEBRA SUPERIOR Edema (+), spasme (-)
Hiperemis (-), sekret (-),
edema (-)
CONJUNGTIVA FORNICES Hiperemis (+), sekret (-),
edema (-)
Injeksi (-), sekret (-) CONJUNGTIVA BULBI Mixed injection (+), sekret (+)
mukopurulen
Jernih CORNEA Edema (+), tes fluoresensi (+) ;
defek epitel (+) ukuran 3 mm x
3 mm, sentral ; infiltrat (+)
ukuran 3,2 mm x 3,2 mm,
sentral, kedalaman 1/3 stromal,
jaringan nekrotik (+) ;
sensibilitas kornea baik
7
Kedalaman cukup,
Tyndall Effect (-), hipopion (-)
CAMERA OCULI
ANTERIOR
Kedalaman cukup, Tyndall
Effect sulit dinilai, hipopion (+)
±1 mm
Kripte (+), sinekia (-) IRIS Kripte (+), sinekia (-)
Bulat, sentral, regular, Ø 3
mm, refleks pupil (+)
PUPIL Sulit dinilai
Jernih LENSA Sulit dinilai
(+) cemerlang FUNDUS REFLEKS (+) suram
T (digital) N TENSIO OCULI T (digital) N+1
VI. DIAGNOSIS BANDING
OS Ulkus kornea et causa suspek bakterial
OS Ulkus kornea et causa suspek fungal
VII. DIAGNOSIS KERJA
OS Ulkus kornea et causa suspek bakterial
VIII. TERAPI
Moxifloxacin HCl 0.5% tiap 1 jam pada OS
Sulfas Atropine 1% 3 x 1 tetes OS
Ciprofloxacin 2 x 500 mg
Na Diclofenac 2 x 50 mg
Asetazolamid 2 x 250 mg
KCl 2 x 250 mg
IX. PROGNOSIS
OD OS
Quo ad visam Ad bonam Ad malam
Quo ad sanam Ad bonam Dubia ad malam
Quo ad vitam Ad bonam
Quo ad cosmeticam Dubia ad malam
X. SARAN
8
Rawat inap
Scrapping kornea: pengecatan gram, KOH, kultur dan tes sensitivitas bakteri
dan jamur
USG B Scan
Laboratorium darah rutin, studi koagulasi, gula darah sewaktu, elektrolit, ureum-
creatinin, albumin.
XI. EDUKASI
Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien bahwa pasien menderita tukak
pada kornea yang dinamakan ulkus kornea yang kemungkinan disebabkan oleh
bakteri.
Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien agar pasien dirawat di rumah
sakit mengingat kondisi penyakit yang membutuhkan perawatan dan evaluasi
intensif di rumah sakit.
Menjelaskan kepada pasien agar tidak mengucek-ngucek mata.
Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien untuk meneteskan dan
menggunakan obat secara teratur dan menjaga daya tahan tubuh dengan makan
– makanan yang bergizi dan istirahat yang cukup untuk mempercepat
penyembuhan penyakit.
Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien tentang komplikasi yang
mungkin terjadi.
XII. DISKUSI
ANATOMI DAN FISIOLOGI KORNEA
9
Kornea merupakan lensa cembung dengan kekuatan refraksi sebesar + 43
dioptri. Kornea ini disisipkan ke sklera di limbus, lengkung melingkar pada
persambungan ini disebut sulkus skelaris. Kornea dewasa rata - rata mempunyai
tebal 0,54 mm di tengah, sekitar 0,65 di tepi, dan diameternya sekitar 11,5 mm
dari anterior ke posterior.
Kornea terdiri dari 5 lapisan dari luar kedalam:
1. Lapisan epitel
Tebalnya 50 µm , terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang saling
tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel polygonal dan sel gepeng.
Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong
kedepan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju kedepan menjadi sel
gepeng, sel basal berikatan erat dengan sel basal disampingnya dan sel
polygonal didepannya melalui desmosom dan macula okluden; ikatan ini
menghambat pengaliran air, elektrolit dan glukosa yang merupakan
barrier.
Sel basal menghasilkan membrane basal yang melekat erat kepadanya. Bila
terjadi gangguan akan menghasilkan erosi rekuren.
Epitel berasal dari ectoderm permukaan.
2. Membran Bowman
Terletak dibawah membrana basal epitel kornea yang merupakan kolagen
yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan
stroma.
Lapis ini tidak mempunyai daya regenerasi.
3. Jaringan Stroma
Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu
dengan yang lainnya. Pada permukaan terlihat anyaman yang teratur
sedang dibagian perifer serat kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali
serat kolagen memakan waktu lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan.
Keratosit merupakan sel stroma kornea yang merupakan fibroblast terletak
diantara serat kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar
dan serat kolagen dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma.
4. Membran Descement
10
Merupakan membrana aselular dan merupakan batas belakang stroma
kornea dihasilkan sel endotel dan merupakan membran basalnya.
Bersifat sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup, mempunyai
tebal 40 µm.
5. Endotel
Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, besar 20-40 m.
Endotel melekat pada membran descement melalui hemidosom dan zonula
okluden.4
Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensorik terutama berasal dari saraf
siliar longus, saraf nasosiliar, saraf ke V, saraf siliar longus berjalan supra koroid,
masuk ke dalam stroma kornea, menembus membran Bowman melepaskan
selubung Schwannya. Bulbus Krause untuk sensasi dingin ditemukan diantara.
Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah limbus terjadi dalam waktu 3
bulan.4
Sumber nutrisi kornea adalah pembuluh-pembuluh darah limbus, humour
aquous, dan air mata. Kornea superfisial juga mendapat oksigen sebagian besar
dari atmosfir. Transparansi kornea dipertahankan oleh strukturnya seragam,
avaskularitasnya dan deturgensinya.1
ULKUS KORNEA
DEFINISI 2,4
Ulkus kornea adalah hilangnya sebagian permukaan kornea akibat kematian
jaringan kornea, yang ditandai dengan adanya infiltrat supuratif disertai defek
kornea bergaung, dan diskontinuitas jaringan kornea yang dapat terjadi dari epitel
sampai stroma.Terjadinya ulkus kornea biasanya didahului oleh faktor pencetus
yaitu rusaknya sistem barier epitel kornea oleh penyebab-penyebab seperti :
a. Kelainan pada bulu mata (trikiasis) dan sistem air mata (insufisiensi air mata,
sumbatan saluran lakrimal)
b. Faktor-faktor eksternal yaitu : luka pada kornea (erosi kornea) karena trauma,
penggunaan lensa kontak, luka bakar pada muka
c. Kelainan lokal pada kornea, meliputi edema kornea kronik, keratitis
eksposure (pada lagoftalmos, anestesi umum, koma), keratitis karena
11
defisiensi vitamin A, keratitis neuroparalitik, keratitis superfisialis oleh
karena virus
d. Kelainan sistemik, meliputi malnutrisi, alkoholisme, sindrom Steven-
Johnson, sindrom defisiensi imun (AIDS, SLE)
e. Obat – obatan penurun sistem imun, seperti kortikosteroid, obat anestesi lokal
PATOFISIOLOGI
Kornea merupakan bagian anterior dari mata, yang harus dilalui cahaya,
dalam perjalanan pembentukan bayangan di retina. Biasan cahaya terutama terjadi
di permukaan anterior dari kornea. Perubahan dalam bentuk dan kejernihan
kornea, segera mengganggu pembentukan bayangan yang baik di retina. Oleh
karenanya kelainan sekecil apapun di kornea, dapat menimbulkan gangguan
penglihatan yang hebat terutama bila letaknya di daerah pupil. 5
Karena kornea avaskuler, maka pertahanan pada waktu peradangan tidak
segera datang, seperti pada jaringan lain yang mengandung banyak vaskularisasi.
Maka badan kornea, wandering cell dan sel-sel lain yang terdapat dalam stroma
kornea, segera bekerja sebagai makrofag, baru kemudian disusul dengan dilatasi
pembuluh darah yang terdapat dilimbus dan tampak sebagai injeksi perikornea.
Sesudahnya baru terjadi infiltrasi dari sel-sel mononuclear, sel plasma, leukosit
polimorfonuklear (PMN), yang mengakibatkan timbulnya infiltrat, yang tampak
sebagai bercak berwarna kelabu, keruh dengan batas-batas tak jelas dan
permukaan tidak licin, kemudian dapat terjadi kerusakan epitel dan timbullah
ulkus kornea.6
Kornea mempunyai banyak serabut saraf maka kebanyakan lesi pada kornea
baik superfisial maupun profunda dapat menimbulkan rasa sakit dan fotofobia.
Rasa sakit juga diperberat dengan adanya gesekan palpebra (terutama palbebra
superior) pada kornea dan menetap sampai sembuh. Kontraksi bersifat progresif,
regresi iris, yang meradang dapat menimbulkan fotofobia, sedangkan iritasi yang
terjadi pada ujung saraf kornea merupakan fenomena reflek yang berhubungan
dengan timbulnya dilatasi pada pembuluh iris. 1
Penyakit ini bersifat progresif, regresif atau membentuk jaringan parut.
Infiltrat sel leukosit dan limfosit dapat dilihat pada proses progresif. Ulkus ini
12
menyebar kedua arah yaitu melebar dan mendalam. Jika ulkus yang timbul kecil
dan superficial maka akan lebih cepat sembuh dan daerah infiltrasi ini menjadi
bersih kembali, tetapi jika lesi sampai ke membran Bowman dan sebagian stroma
maka akan terbentuk jaringan ikat baru yang akan menyebabkan terjadinya
sikatrik.5
Berdasarkan lokasi , dikenal ada 2 bentuk ulkus kornea , yaitu:
1. Ulkus kornea sentral
a. Ulkus kornea bakterialis
b. Ulkus kornea fungi
c. Ulkus kornea virus
d. Ulkus kornea acanthamoeba
2. Ulkus kornea perifer
a. Ulkus marginal
b. Ulkus mooren (ulkus serpinginosa kronik/ulkus roden)
c. Ulkus cincin (ring ulcer)
Ulkus Kornea Sentral
a. Ulkus Kornea Bakterialis
Ulkus Streptokokus : Khas sebagai ulkus yang menjalar dari tepi ke arah
tengah kornea (serpinginous). Ulkus bewarna kuning keabu-abuan berbentuk
cakram dengan tepi ulkus yang menggaung. Ulkus cepat menjalar ke dalam
dan menyebabkan perforasi kornea, karena eksotoksin yang dihasilkan oleh
streptokok pneumonia.
Ulkus Stafilokokus : Pada awalnya berupa ulkus yang bewarna putih
kekuningan disertai infiltrat berbatas tegas tepat dibawah defek epitel.
Apabila tidak diobati secara adekuat, akan terjadi abses kornea yang disertai
edema stroma dan infiltrasi sel leukosit. Walaupun terdapat hipopion ulkus
seringkali indolen yaitu reaksi radangnya minimal.
Ulkus Pseudomonas : Lesi pada ulkus ini dimulai dari daerah sentral kornea.
ulkus sentral ini dapat menyebar ke samping dan ke dalam kornea.
Penyerbukan ke dalam dapat mengakibatkan perforasi kornea dalam waktu 48
jam. gambaran berupa ulkus yang berwarna abu-abu dengan kotoran yang
13
dikeluarkan berwarna kehijauan. Kadang-kadang bentuk ulkus ini seperti
cincin. Dalam bilik mata depan dapat terlihat hipopion yang banyak.
Ulkus Kornea Bakterialis Ulkus Kornea Pseudomonas
Ulkus Pneumokokus : Terlihat sebagai bentuk ulkus kornea sentral yang
dalam. Tepi ulkus akan terlihat menyebar ke arah satu jurusan sehingga
memberikan gambaran karakteristik yang disebut Ulkus Serpen. Ulkus
terlihat dengan infiltrasi sel yang penuh dan berwarna kekuning-kuningan.
Penyebaran ulkus sangat cepat dan sering terlihat ulkus yang menggaung dan
di daerah ini terdapat banyak kuman. Ulkus ini selalu di temukan hipopion
yang tidak selamanya sebanding dengan beratnya ulkus yang terlihat.
Diagnosa lebih pasti bila ditemukan dakriosistitis.
b.. Ulkus Kornea Fungi
Mata dapat tidak memberikan gejala selama beberapa hari sampai
beberapa minggu sesudah trauma yang dapat menimbulkan infeksi jamur ini.
Pada permukaan lesi terlihat bercak putih dengan warna keabu-abuan yang
agak kering. Tepi lesi berbatas tegas irregular dan terlihat penyebaran seperti
bulu pada bagian epitel yang baik. Terlihat suatu daerah tempat asal
penyebaran di bagian sentral sehingga terdapat satelit-satelit
disekitarnya..Tukak kadang-kadang dalam, seperti tukak yang disebabkan
bakteri. Pada infeksi kandida bentuk tukak lonjong dengan permukaan naik.
Dapat terjadi neovaskularisasi akibat rangsangan radang. Terdapat injeksi
siliar disertai hipopion.
14
Ulkus Kornea Fungi
MANIFESTASI KLINIS 4
Gejala klinis pada ulkus kornea secara umum dapat berupa gejala subjektif
dan gejala objektif.
Gejala subjektif berupa eritema kelopak mata dan konjungtiva, sekret
mukopurulen, merasa ada benda asing di mata, pandangan kabur, bintik putih
pada kornea pada lokasi ulkus, mata berair, silau, nyeri. Infiltat yang steril dapat
menimbulkan sedikit nyeri, jika ulkus terdapat pada perifer kornea dan tidak
disertai dengan robekan lapisan epitel kornea.
Gejala objektif berupa injeksi siliar, hilangnya sebagian jaringan kornea,
dan adanya infiltrat, adanya hipopion.
DIAGNOSIS 1,3,5
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan klinis dengan menggunakan slit lamp dan pemeriksaan laboratorium.
Anamnesis pasien penting pada penyakit kornea, sering dapat diungkapkan
adanya riwayat trauma, benda asing, abrasi, adanya riwayat penyakit kornea yang
bermanfaat, misalnya keratitis akibat infeksi virus herpes simplek yang sering
kambuh. Hendaknya pula ditanyakan riwayat pemakaian obat topikal oleh pasien
seperti kortikosteroid yang merupakan predisposisi bagi penyakit bakteri, fungi,
virus terutama keratitis herpes simplek. Juga mungkin terjadi imunosupresi akibat
penyakit sistemik seperti diabetes, AIDS, keganasan, selain oleh terapi
imunosupresi khusus.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan gejala obyektif berupa adanya injeksi
siliar, kornea edema, terdapat infiltrat, hilangnya jaringan kornea. Pada kasus
berat dapat terjadi iritis yang disertai dengan hipopion.
Disamping itu perlu juga dilakukan pemeriksaan diagnostik seperti
ketajaman penglihatan, tes air mata, pemeriksaan slit-lamp, respon reflek pupil,
15
pewarnaan kornea dengan zat fluoresensi,goresan ulkus untuk analisa atau kultur
(pulasan gram, giemsa atau KOH)
PENATALAKSANAAN4
Ulkus kornea adalah keadan darurat yang harus segera ditangani oleh
spesialis mata agar tidak terjadi cedera yang lebih parah pada kornea. Pengobatan
pada ulkus kornea tergantung penyebabnya, diberikan obat tetes mata yang
mengandung antibiotik, anti virus, anti jamur, sikloplegik dan mengurangi reaksi
peradangan dengann steroid. Pasien dirawat bila mengancam perforasi, pasien
tidak dapat memberi obat sendiri, tidak terdapat reaksi obat dan perlunya obat
sistemik.:
Tidak boleh dibebat karena akan menaikkan suhu sehingga bisa berperan
sebagai inkubator
Sekret yang terbentuk dibersihkan 4 kali sehari
Kemungkinan terjadinya glaukoma sekunder
Debridement
Antibiotika yang sesuai dengan kausa. Biasanya diberi lokal kecuali dalam
keadaan berat.
Pengobatan dihentikan jika telah tenang dan terjadi epitelisasi, kecuali bila
penyebabnya Pseudomonas maka pengobatan ditambah 1-2 minggu. Dilakukan
pembedahan atau keratoplasti jika pengobatan tidak sembuh dan terjadi jaringan
parut yang mengganggu penglihatan.
KOMPLIKASI 7
Komplikasi yang paling sering timbul berupa:
Kebutaan parsial atau komplit dalam waktu sangat singkat
Kornea perforasi dapat berlanjut menjadi endoptalmitis dan panopthalmitis
Prolaps iris
Sikatrik kornea
Katarak
Glaukoma sekunder
16
ANALISIS KASUS
Pada laporan kasus ini, pasien didiagnosis OS ulkus kornea et causa suspek
bakterial berdasarkan data dasar yang didapatkan melalui anamnesis dan
pemeriksaan fisik sebagai berikut.
Pada anamnesis didapatkan keluhan nyeri dan penurunan visus mata kiri
terkena biji sawit, pasien mengeluh mata hiperemis, lakrimasi, fotopobia, dan
nyeri, Selain itu dari anamnesis didapatkan faktor risiko terjadinya ulkus kornea
pada pasien ini yaitu riwayat terkena serpihan sawit pada bagian mata yang
kemungkinan menyebabkan defek epitel pada kornea. Sehingga infeksi lebih
mudah terjadi.
Pada pemeriksaan fisik pada OS didapatkan palpebra superior edema. Pada
kornea didapatkan edema, tes fluoresensi (+), defek epitel (+) ukuran 3 mm x 3
mm, sentral, infiltrat (+) ukuran 3,2 mm x 3,2 mm, sentral, kedalaman 1/3
stromal, jaringan nekrotik (+), sensibilitas kornea baik sehingga dapat
menyingkirkan etiologi viral yang biasanya menyebabkan sensibilitas kornea.
Terdapat hipopion ± 1 mm pada camera oculi anterior. Pupil, lensa dan fundus
refleks sulit dinilai karena adanya defek epitel dan infiltrat pada kornea. Tidak
didapatkannya lesi satelit menyingkirkan etiologi karena jamur. Oleh karena itu,
ulkus kornea pada kasus ini dicurigai disebabkan infeksi bakteri.
Pada kasus ini pasien diberikan terapi berupa obat tetes antibiotik
Moxifloxacin HCl 0,5% dan Ciprofloxacin 500 mg sebagai antibiotik yang
berspektrum luas. Pada kasus ini pasien diberikan terapi empirik untuk menangani
infeksi bakteri sebelum didapatkan hasil kultur dan tes sensitivitas dari scrapping
kornea. Hal ini diperlukan untuk mencegah infeksi berkembang lebih lanjut dan
mengakibatkan berbagai komplikasi. Pasien diberikan sulfas atropine 1% ED
sebagai sikloplegik untuk mengistirahatkan mata dan mencegah terbentuknya
sinekia. Na diclofenac sebagai anti inflamasi non steroid yang dapat menekan
reaksi radang dan diharapkan dapat mempercepat penyembuhan luka. Pada pasien
ini didapatkan tekanan intra okuler dengan pemeriksaan digital adalah N+1 karena
itu diberikan asetazolamid untuk menurunkan tekanan intra okuler.
17
DAFTAR PUSTAKA
1. Vaughan D. Opthalmologi Umum. Edisi 14. Widya Medika, Jakarta, 2000
2. Anonimous. Ulkus Kornea. Dikutip dari www.medicastore.com 2007.
3. Suharjo, Fatah widido. Tingkat keparahan Ulkus Kornea di RS Sarjito Sebagai
Tempat Pelayanan Mata Tertier. Dikutip dari www.tempo.co.id. 2007.
4. Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata, Edisi keempat FKUI, Jakarta, 2013
5. Perhimpunan Dokter Spesislis Mata Indonesia, Ulkus Kornea dalam : Ilmu
Penyakit Mata Untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran, edisike 2,Penerbit
Sagung Seto, Jakarta,2002
6. Wijaya. N. Kornea dalam Ilmu Penyakit Mata, cetakan ke-4, 1989
7. Anonymous, Corneal Ulcer. Dikutip dari www.HealthCare.com. 2007-04-14
8. Anonimus, Corneal Ulcer. Dikutip dari www.wikipedia.org
18