lapsus ket 2013 print

26
LAPORAN KASUS KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU OLEH : Baiq Noorma Yulindia H1A 009 017 PEMBIMBING : dr. Yuaris Utomo Sp.OG Dalam Rangka Mengikuti Kepaniteraan Klinik Madya Di Lab/SMF Kebidanan dan Penyakit Kandungan Fakultas Kedokteran Universitas Mataram/RSUP NTB 2013 1

Upload: alnaj

Post on 20-Dec-2015

7 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

obgyn

TRANSCRIPT

Page 1: Lapsus KET 2013 Print

LAPORAN KASUS

KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU

OLEH :

Baiq Noorma Yulindia

H1A 009 017

PEMBIMBING :

dr. Yuaris Utomo Sp.OG

Dalam Rangka Mengikuti Kepaniteraan Klinik Madya

Di Lab/SMF Kebidanan dan Penyakit Kandungan

Fakultas Kedokteran Universitas Mataram/RSUP NTB

2013

1

Page 2: Lapsus KET 2013 Print

BAB I

PENDAHULUAN

World Health organization (2008) melaporkan pada tahun 2005 terdapat 536.000

wanita meninggal akibat dari komplikasi kehamilan dan persalinan, dan 400 ibu meninggal

per 100.000 kelahiran hidup (Maternal Mortality Ratio). Angka Kematian Ibu (AKI) di

negara maju diperkirakan 9 per 100.000 kelahiran hidup dan 450 per 100.000 kelahiran hidup

di negara yang berkembang, hal ini berarti 99% dari kematian ibu oleh karena kehamilan dan

persalinan berasal dari negara berkembang.

Indonesia sebagai Negara berkembang mempunyai AKI yang relatif lebih tinggi

dibandingkan dengan Negara-negara ASEAN. Pada tahun 2005 terdapat AKI sebesar

13/100.000 kelahiran hidup di Brunei Darussalam, 62/100.000 kelahiran hidup di Malaysia,

110/100.000 kelahiran hidup di Thailand, 380/100.000 kelahiran hidup di Myanmar dan

420/100.000 kelahiran hidup di Indonesia.

Menurut hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) AKI menurun dari

450/100.000 kelahiran hidup pada tahun 1986 menjadi 425/100.000 kelahiran hidup pada

tahun 1992. kemudian menurun lagi menjadi 373/100.000 kelahiran hidup pada tahun 1995.

Berdasarkan hasi Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia, pada tahun 2001-2003 terdapat

AKI sebesar 307/100.000 kelahiran hidup. Hal ini menunjukkan AKI cenderung terus

menurun, tetapi bila dibandingkan dengan target yang ingin dicapai secara nasional pada

tahun 2010, yaitu sebesar 125/100.000 kelahiran hidup, maka apabila penurunannya masih

seperti tahun-tahun sebelumnya, diperkirakan target tersebut di masa mendatang sulit

tercapai.

Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia 2006, AKI di Rumah Sakit periode 2001-

2005 cenderung menurun dari 7,5/1000 kelahiran hidup pada tahun 2001 menjadi 0,9/1000

kelahiran hidup pada tahun 2005. Namun pada tahun 2004, AKI mengalami kenaikan tajam

dari sebelumnya 1,1/1000 kelahiran hidup pada tahun 2003 menjadi 8,6/1000 kelahiran hidup.

Jika dilihat dari golongan sebab sakit, kasus obstetrik terbanyak pada tahun 2006

adalah disebabkan penyulit kehamilan, persalinan dan masa nifas lainnya dengan proporsi

47,3 %, diikuti dengan kehamilan yang berakhir abortus dengan proporsi 31,5%.5 Kehamilan

ektopik merupakan salah satu kehamilan yang berakhir abortus, dan sekitar 16 % kematian

oleh sebab perdarahan dalam kehamilan dilaporkan disebabkan oleh kehamilan ektopik

terganggu1,2.

2

Page 3: Lapsus KET 2013 Print

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi

Dari asal katanya, kehamilan ektopik berasal dari bahasa Yunani yaitu ektopos, yang

berarti tidak pada tempatnya3,4. Kehamilan ektopik dapat terjadi di luar rahim misalnya dalam

tuba, ovarium atau rongga perut, tetapi dapat juga terjadi di dalam rahim misalnya dalam

cervik, pars intertistialis atau dalam tanduk rudimenter rahim.

Kehamilan ektopik merupakan kehamilan yang berbahaya karena tempat

implantasinya tidak memberikan janin kesempatan untuk tumbuh kembang sampai mencapai

kondisi aterm.

Tidak sama dengan kehamilan ektopik, kehamilan ektopik terganggu (KET) adalah

keadaan di mana timbul gangguan pada kehamilan tersebut sehingga terjadi abortus maupun

ruptur yang menyebabkan penurunan keadaan umum pasien1,3.

2. Klasifikasi

Adapun kehamilan ektopik berdasarkan lokasinya diklasifikasikan antara lain sebagai

berikut:

a. Tuba Fallopii: adalah kehamilan ektopik pada setiap bagian dari tuba fallopi. Sebagian

besar kehamilan ektopik berlokasi di tuba (95%). Konseptus dapat berimplantasi pada

ampulla (55%), isthmus (25%), fimbrial (17%), atau pun pada interstisial (2%) dari tuba.

Tuba fallopi mempunyai kemampuan untuk berkembang yang terbatas, sehingga sebagian

besar akan pecah (ruptura) pada umur kehamilan 35-40 hari.

b. Uterus

1. Kanalis servikalis: Kehamilan servikal adalah bentuk dari kehamilan ektopik yang jarang

sekali terjadi. Nidasi terjadi dalam selaput lendir serviks. Dengan tumbuhnya telur, serviks

mengembang. Kehamilan serviks jarang melewati usia gestasi 20 minggu sehingga umumnya

hasil konsepsi masih kecil dan dievakuasi dengan kuretase.

2. Divertikulum

3. Kornu

4. Tanduk rudimenter

3

Page 4: Lapsus KET 2013 Print

c. Ovarium: merupakan bentuk yang jarang (0,5%) dari seluruh kehamilan ektopik dimana sel

telur yang dibuahi bernidasi di ovarium. Meskipun daya akomodasi ovarium terhadap

kehamilan lebih besar daripada daya akomodasi tuba, kehamilan ovarium umumnya

mengalami ruptur pada tahap awal.

d. Intraligamenter : Kehamilan intraligamenter berasal dari kehamilan ektopik dalam tuba

yang pecah. Konseptus yang terjatuh ke dalam ruangan ekstra peritoneal ini apabila lapisan

korionnya melekat dengan baik dan memperoleh vaskularisasi, fetusnya dapat hidup dan

berkembang dan tumbuh membesar. Dengan demikian proses kehamilan ini serupa dengan

kehamilan abdominal sekunder karena keduanya berasal dari kehamilan ektopik dalam tuba

yang pecah.

e. Abdominal

Kehamilan Abdominal diklasifikasikan menjadi:

1. Primer, dimana telur dari awal mengadakan implantasi dalam rongga perut.

2. Sekunder, yaitu pembentukan zigot terjadi ditempat yang lain misalnya di dalam saluran

telur atau ovarium yang selanjutnya berpindah ke dalam rongga abdomen oleh karena terlepas

dari tempat asalnya. Hampir semua kasus kehamilan abdominal merupakan kehamilan

ektopik sekunder akibat ruptur atau aborsi kehamilan tuba atau ovarium ke dalam rongga

abdomen.

Ada kalanya kehamilan abdominal mencapai umur cukup bulan, hal ini jarang terjadi, yang

lazim ialah bahwa janin mati sebelum tercapai maturitas (bulan ke 5 atau ke 6) karena

pengambilan makanan kurang sempurna.

f. Kehamilan Heterotopik: adalah kehamilan ektopik yang dapat terjadi bersama dengan

kehamilan intrauterin. Kehamilan heterotipik ini sangat langka, terjadi satu dalam 17.000-

30.000 kehamilan ektopik.

Kehamilan heterotopik dapat di bedakan atas :

1. Kehamilan kombinasi (Combined Ectopik Pregnancy) yaitu kehamilan yang dapat

berlangsung dalam waktu yang sama dengan kehamilan intrautrin normal.

2. Kehamilan ektopik rangkap (Compound Ectopic Pregnancy) yaitu terjadinya kehamilan

intrauterin setelah lebih dahulu terjadi kehmilan ektopik yang telah mati atau pun ruptur dan

kehamilan intrauterin yang terjadi kemudian berkembang seperti biasa1, 3,4.

4

Page 5: Lapsus KET 2013 Print

3. Epidemiologi

Sekitar 2% dari kehamilan merupakan kehamilan ektopik. Peningkatan kejadian

kehamilan ektopik dapat dikaitkan dengan metode diagnosis yang lebih sensitif dan spesifik

dibanding tahun-tahun sebelumnya, selain karena peningkatan kejadian faktor-faktor yang

mencetuskan kehamilan ektopik. Faktor-faktor tersebut antara lain:

a. Peningkatan prevalensi penyakit menular seksual yang kemudian menginfeksi tuba

dan organ lain dalam rongga pelvik

b. Induksi ovulasi

c. ART (3-5%)

d. Tindakan operatif seperti salfingotomi, sterilisasi tuba dan tuboplasty. Kegagalan

sterilisasi tuba adalah penyebab sekitar 1/3 kasus kehamilan ektopik.

4. Etiologi dan Patogenesis

Beberapa hal dibawah ini yang berkaitan dengan terjadinya kehamilan

ektopik1,3,4, 5:

a. Pengaruh faktor mekanik

Faktor-faktor mekanis yang menyebabkan kehamilan ektopik antara lain: riwayat

operasi tuba, salpingitis, perlekatan tuba akibat operasi non-ginekologis seperti apendektomi,

pajanan terhadap diethylstilbestrol, salpingitis isthmica nodosum (penonjolan-penonjolan

kecil ke dalam lumen tuba yang menyerupai divertikula), dan alat kontrasepsi dalam rahim

(AKDR). Hal-hal tersebut secara umum menyebabkan perlengketan intra- maupun

ekstraluminal pada tuba, sehingga menghambat perjalanan zigot menuju kavum uteri. Faktor

mekanik lain adalah pernah menderita kehamilan ektopik, pernah mengalami operasi pada

saluran telur seperti rekanalisasi atau tubektomi parsial, induksi abortus berulang, tumor yang

mengganggu keutuhan saluran telur.

b. Pengaruh faktor fungsional

Faktor fungsional yaitu perubahan motilitas tuba yang berhubungan dengan faktor

hormonal. Dalam hal ini gerakan peristalsis tuba menjadi lamban, sehingga implantasi zigot

terjadi sebelum zigot mencapai kavum uteri. Gangguan motilitas tuba dapat disebabkan oleh

perubahan keseimbangan kadar estrogen dan progesteron serum. Dalam hal ini terjadi

perubahan jumlah dan afinitas reseptor adrenergik yang terdapat dalam uterus dan otot polos

dari saluran telur. Ini berlaku untuk kehamilan ektopik yang terjadi pada akseptor kontrasepsi

oral yang mengandung hanya progestagen saja, setelah memakai estrogen dosis tinggi

pascaovulasi untuk mencegah kehamilan. Merokok pada waktu terjadi konsepsi dilaporkan

5

Page 6: Lapsus KET 2013 Print

meningkatkan insiden kehamilan ektopik yang diperkirakan sebagai akibat perubahan jumlah

dan afinitas reseptor adrenergik dalam tuba.

c. Kegagalan kontrasepsi

Sebenarnya insiden sesungguhnya kehamilan ektopik berkurang karena kontrasepsi

sendiri mengurangi insidensi kehamilan. Akan tetapi pada akseptor bisa terjadi kenaikan

insiden kehamilan ektopik apabila terjadi kegagalan pada teknik sterilisasi. Alat kontrasepsi

dalam rahim selama ini dianggap sebagai penyebab kehamilan ektopik. Namun ternyata

hanya AKDR yang mengandung progesteron yang meningkatkan frekuensi kehamilan

ektopik. AKDR tanpa progesteron tidak meningkatkan risiko kehamilan ektopik, tetapi bila

terjadi kehamilan pada wanita yang menggunakan AKDR, besar kemungkinan kehamilan

tersebut adalah kehamilan ektopik.

d. Peningkatan afinitas mukosa tuba

Dalam hal ini terdapat elemen endometrium ektopik yang berdaya meningkatkan

implantasi pada tuba.

e. Pengaruh proses bayi tabung

Beberapa kejadian kehamilan ektopik dilaporkan terjadi pada proses kehamilan yang

terjadi dengan bantuan teknik-teknik reproduksi (assisted reproduction). Kehamilan tuba

dilaporkan terjadi pada GIFT (gamete intrafallopian transfer), IVF (in vitro fertilization),

ovum transfer, dan induksi ovulasi. Induksi ovulasi dengan human pituitary hormone dan

hCG dapat menyebabkan kehamilan ektopik bila pada waktu ovulasi terjadi peningkatan

pengeluaran estrogen urin melebihi 200 mg sehari.

5. Manifestasi Klinis

Kehamilan ektopik belum terganggu sulit diketahui, karena biasanya penderita tidak

menyampaikan keluhan yang khas. Pada umumnya penderita menunjukkan gejala-gejala

seperti pada kehamilan muda yakni mual, pembesaran disertai rasa agak sakit pada payudara

yang didahului keterlambatan haid. Disamping gangguan haid, keluhan yang paling sering

ialah nyeri di perut bawah yang tidak khas, walaupun kehamilan ektopik belum mengalami

ruptur. Kadang-kadang teraba tumor di samping uterus dengan batas yang sukar ditentukan.

Gejala dan tanda kehamilan ektopik terganggu sangat berbeda-beda, dari perdarahan

banyak yang tiba-tiba dalam rongga perut sampai terdapatnya gejala yang tidak jelas,

sehingga sukar membuat diagnosisnya. Gejala dan tanda bergantung pada lamanya kehamilan

ektopik terganggu, abortus atau ruptur tuba, tuanya kehmilan, derajat perdarahan yang terjadi,

dan keadaan umum penderita sebelum hamil.

6

Page 7: Lapsus KET 2013 Print

Nyeri abdomen merupakan keluhan utama pada kehamilan ektopik. Nyeri dapat

unilateral atau bilateral, pada abdomen bagian bawah, seluruh abdomen, atau hanya di bagian

atas abdomen. Umumnya diperkirakan, bahwa nyeri perut yang sangat menyiksa pada suatu

ruptur kehamilan ektopik, disebabkan oleh darah yang keluar ke dalam kavum peritoneum.

Tetapi karena ternyata terdapat nyeri hebat, meskipun perdarahannya sedikit, dan nyeri yang

tidak berat pada perdarahan yang banyak, jelas bahwa darah bukan satu-satunya sebab timbul

nyeri. Darah yang banyak dalam kavum peritoneal dapat menyebabkan iritasi peritoneum dan

menimbulkan rasa nyeri yang bervariasi.

Amenorea atau gangguan haid merupakan tanda yang penting pada kehamilan ektopik.

Lamanya amenorea tergantung pada kehidupan janin, sehingga dapat bervariasi. Sebagian

penderita tidak mengalami amenorea karena kematian janin terjadi sebelum haid berikutnya.

Bercak darah (spotting) atau perdarahan vaginal merupakan juga tanda yang penting pada

kehamilan ektopik terganggu. Hal ini menunjukkan kematian janin, dan berasal dari uteri

karena pelepasan desidua. Perdarahan biasanya sedikit, berwarna coklat tua, dan dapat

intermiten atau terus menerus.

Pada pemeriksaan dalam ditemukan bahwa usaha menggerakkan serviks uteri

menimbulkan rasa nyeri dan kavum Douglas teraba menonjol, berkisar dari diameter sampai

15 cm, dengan konsistensi lunak dan elastis1,2,3.

6. Diagnosis

Gejala-gejala kehamilan ektopik terganggu beraneka ragam, sehingga pembuatan

diagnosis kadang-kadang menimbulkan kesulitan, khususnya kehamilan ektopik yang tidak

terganggu.

a. Anamnesis

Dalam anamnesis dicari keluhan utama serta gejala klinis kehamilan ektopik lainnya,

faktor resiko serta kemungkinan komplikasi yang terjadi. Riwayat terlambat haid, gejala

dan tanda kehamilan muda, dapat ada atau tidak ada perdarahan per vaginam, ada nyeri

perut kanan/kiri bawah. Berat atau ringannya nyeri tergantung pada banyaknya darah

yang terkumpul dalam peritoneum.

b. Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan tanda vital bisa dijumpai tanda-tanda syok karena perdarahan yang

terjadi akibat ruptur tuba. Derajat syok tentu saja tergantung pada besarnya perdarahan.

Penurunan tekanan darah, peningkatan frekuensi pernafasan, nadi yang cepat dan dangkal

7

Page 8: Lapsus KET 2013 Print

merupakan tanda yang mengarah pada syok. Akan dapat ditemukan kondisi lain akibat

syok seperti pucat dan ekstremitas dingin.

Pemeriksaan abdomen menunjukkan perut yang tenderness dan nyeri goyang pada seviks

saat pemeriksaan dalam vagina. Temuan tersebut terjadi pada ¾ wanita yang mengalami

ruptur tuba.

Uterus dapat terdorong ke salah satu sisi oleh karena masa ektopik atau jika broad

ligamen terisi darah maka uterus akan mengalami pergeseran yang nyata. Pembesaran

uterus (25% kasus) terjadi karena stimulasi hormonal.

Pada pemeriksaan bimanual, massa pelvik berkisar antara 5-15 cm, terpalpasi pada

sekitar 20% wanita. Massa tersebut hampir selalu terdapat di posterior atau lateral uterus

dengan karakteristik lunak dan elastis. Dengan infiltrasi yang meluas ke dalam dinding

tuba, mass akan menjadi keras. Nyeri dan tenderness sering menyulitkan identifikasi

massa tersebut saat palpasi.

c. Pemeriksaan penunjang

1. HCG-β

Pengukuran subunit beta dari HCG-β (Human Chorionic Gonadotropin-Beta)

merupakan tes laboratorium terpenting dalam diagnosis. Pemeriksaan ini dapat

membedakan antara kehamilan intrauterin dengan kehamilan ektopik.

Dalam kehamilan normal, tingkat β-HCG dua kali lipat setiap 48-72 jam hingga

mencapai 10,000-20,000 mIU mL. Pada kehamilan ektopik, kadar β-HCG biasanya

kurang meningkat. Berarti tingkat β-HCG serum lebih rendah pada kehamilan ektopik

dibandingkan pada kehamilan yang sehat.

2. Dilatasi dan Kuretase

Biasanya kuretase dilakukan apabila sesudah amenore terjadi perdarahan yang cukup

lama tanpa menemukan kelainan yang nyata disamping uterus.

3. Laparaskopi

Laparaskopi hanya digunakan sebagai alat bantu diagnosis terakhir apabila hasil-hasil

penilaian prosedur diagnostik lain untuk kehamilan ektopik terganggu meragukan.

Namun beberapa dekade terakhir alat ini juga dipakai untuk terapi.

4. Ultrasonografi

Keunggulan cara pemerikssan ini terhadap laparoskopi ialah tidak invasif, artinya

tidak perlu memasukkan rongga dalam rongga perut. Dapat dinilai kavum uteri,

kosong atau berisi, tebal endometrium, adanya massa di kanan kiri uterus dan apakah

kavum Douglas berisi cairan.

8

Page 9: Lapsus KET 2013 Print

5. Kuldosintesis

Merupakan suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah dalam kavum Douglas

terdapat darah. Bila dengan pengisapan ditemukan darah maka isinya disemprotkan ke

pada kasa dan diperhatikan apakah darah yang dikeluarkan merupakan:

a. Darah segar berwarna merah yang dalam beberapa menit akan membeku, darah ini

berasal dari arteri atau vena yang tertusuk.

b. Darah tua berwarna coklat sampai hitam yang tidak membeku atau yang berupa

bekuan kecil-kecil, darah ini menunjukkan adanya hematokel retrouterina.

7. Diagnosis Banding

Yang perlu dipikirkan sebagai diagnosis diferensial adalah:

a. Infeksi pelvis

Gejala yang menyertai infeksi pelvik biasanya timbul waktu haid dan jarang setelah

mengenai amenore. Nyeri perut bagian bawah dan tahanan yang dapat diraba pada

pemeriksaaan vaginal pada umumnya bilateral. Pada infeksi pelvik perbedaan suhu

rektal dan ketiak melebihi 0,5°C, selain itu leukositosis lebih tinggi daripada

kehamilan ektopik terganggu dan tes kehamilan menunjukkan hasil negatif.

b. Abortus iminens/ Abortus inkomplit

Dibandingkan dengan kehamilan ektopik terganggu perdarahan lebih merah sesudah

amenore, rasa nyeri yang sering berlokasi di daerah median dan adanya perasaan

subjektif penderita yang merasakan rasa tidak enak di perut lebih menunjukkan ke

arah abortus imminens atau permulaan abortus incipiens. Pada abortus tidak dapat

diraba tahanan di samping atau di belakang uterus, dan gerakan servik uteri tidak

menimbulkan rasa nyeri.

c. Tumor/ Kista ovarium

Gejala dan tanda kehamilan muda, amenore, dan perdarahan pervaginam biasanya

tidak ada. Tumor pada kista ovarium lebih besar dan lebih bulat dibanding kehamilan

ektopik terganggu.

d. Appendisitis

Pada apendisitis tidak ditemukan tumor dan nyeri pada gerakan servik uteri seperti

yang ditemukan pada kehamilan ektopik terganggu. Nyeri perut bagian bawah pada

apendisitis terletak pada titik McBurney.

9

Page 10: Lapsus KET 2013 Print

8. Penatalaksanaan

a. Penataaksanaan Bedah:

1. Salpingostomi dan salpingostomi

Salpingostomi merupakan prosedur yang digunakan untuk mengangkat kehamilan kecil,

yang panjangnya biasanya kurang dari 2 cm, dan terletak pada sepertiga distal tuba falopii.

Salpingostomi merupakan prtosedur yang serupa dengan salpingotomi namun pada tehnik ini

dilakukan insisi yang kemudian ditutup dengan benang vicril 7-0 atau yang serupa.

2. Salpingektomi

Merupakan reseksi tuba yang dapat dilakukan melalui laparoskopi operatif dan dapat

digunakan baik untuk kehamilan ektopik yang ruptur maupun tidak ruptur. Tindakan tersebut

dilakukan jika tuba falopii mengalami penyakit atau kerusakan yang luas.

3. Reseksi segmental dan anastomosis

Reseksi massa dan anastomosis tuba kadangkala digunakan untuk kehamilan isthmus

yang tidak ruptur. Prosedur ini digunakan karena salpingostomi dapat menyebabkan

pembentukan jaringan parut dan penyempitan lebih lanjut pada lumen yang sudah kecil.

b. Penatalaksanaan medis

Pengobatan kehamilan ektopik dapat dilakukan dengan pemberian metotreksat.

Metotreksat direkomendasikan untuk kehamilan dengan ukuran lebih dari 4 cm. Keberhasilan

terapi paling besar bila usia gestasi kurang dari 6 minggu, masa tuba tidak lebih dari 3,5 cm,

janin mati, dan kadar β-hCG kurang dari 15.000 mIU. Namun kontraindikasi dari terapi ini

yaitu pendarahan intrabdominal, menyusui, imunodfisiensi, alkoholisme, penyakit hati atau

ginjal, diskrasia darah, penyakit paru aktif, dan ulkus peptikum4.

10

Page 11: Lapsus KET 2013 Print

BAB III

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS

Nama : Ny D

Umur : 21 tahun

Agama : Islam

Alamat : Brain

Suku/Bangsa : Sasak

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : IRT

MRS : 27 Desember 2013

MR : 321011

II. ANAMNESIS :

Keluhan Utama : Nyeri perut bagian bawah

Penderita rujukan dari dokter spesialis kandungan susp. KET. datang ke RSUD Praya

dengan keluhan nyeri perut mendadak sejak 21th Desember 2013, pukul 06.00 pagi. Pasien

mengaku telat menstruasi 2 bulan. Tidak terdapat riwayat keluar darah. Pasien mengaku

sering merasa pusing, mual, dan muntah namun tidak pernah mengeluh pingsan. Gangguan

buang air besar dan buang air kecil tidak ada.

Kronologis

S/ Pasien mengeluh nyeri perut bawah dan terlambat menstruasi 1 bulan. Muntah (-)

O/

KU /GCS: sedang /E4V5M6

BP : 100/70 mmHg PR: 83x / menit

RR: 22x/ menit T: 36.7’ C

PP test: (+)

A/ Susp. KET

11

Page 12: Lapsus KET 2013 Print

P/ RL infus 3 btl

Cefotaxime 1gr/IV

HPHT : 08/11/2013

HTP : 17/08/2014

Riwayat ANC : -

Riwayat USG : 1 x (21 Desember 2013)

Riwayat menstruasi :

- menarche : umur 15 tahun.

- siklus : teratur 28 hari sekali.

- banyaknya : normal (2-3 pembalut/ hari)

- lamanya : 7 hari

Riwayat Perkawinan : suami ke I, menikah 1x selama 2 bulan

Riwayat Kehamilan :

1. Ini

Riwayat Kontrasepsi: -

RPD: Pasien tidak pernah memiliki riwayat terkena penyakit berat. Riwayat DM (-), asma (-),

hipertensi (-), kelainan jantung (-), penyakit paru (-).

RPK: tidak ada

Riwayat alergi : tidak mempunyai alergi terhadap obat-obatan ataupun makanan.

Riwayat perokok pasif : (+)

III. PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis

Keadaan Umum : sedang

Kesadaran : E4V5M6

BB : 50 kg

TB : 150 cm

TD : 100/60 mmHg

Nadi : 83 x/menit

Respirasi : 22 x/menit

12

Page 13: Lapsus KET 2013 Print

T aksila : 36,5 0C

Mata : anemis -/-, ikterus -/-

Leher : KGB tidak teraba

Thorax : Cor : S1 S2 tunggal, Reguler, Murmur (-), Gallop (-)

Pulmo : Ves +/+, Rh -/-, Whz -/-

Abdomen : Inspeksi : flat, tidak terlihat massa, terdapat pembesaran perut, tidak

terlihat tanda-tanda radang, distensi (+)

Palpasi : supel (-), tidak teraba massa, fundus uteri tidak teraba, nyeri

tekan suprasimfisis (+)

Auskultasi : bising usus (+) normal

Ekstremitas : hangat (-/-), edema (-/-)

Status Ginekologis

o Inspeksi : genitalia eksterna dalam batas normal, perdarahan pervaginam (-)

o Inspekulo : fluxus (-), fluor (-), OUE Ø -, livide (+), perdarahan aktif (-), jaringan (-)

o Pemeriksaan dalam (VT):

Dinding vagina licin, OUE tertutup, portio licin, nyeri goyang porsio (slinger pain) (+),

cavum douglas menonjol (+), nyeri perabaan (+)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Laboratorium : DL, HbsAg, BT, CT,

09.30

Hb : 12,5 g%,

Leukosit : 13.100 /mm3

Trombosit : 317.000 /mm3

HbsAg : (-)

Pemeriksaan USG

Terdapat cairan bebas dalam cavum abdomen

Susp. KET

V. DIAGNOSIS

G1PoAoHo + susp. KET

13

Page 14: Lapsus KET 2013 Print

VI. PENATALAKSANAAN

Cek Laboratorium : Darah Lengkap (DL), HbSAg,

Pro cito laparotomi

Pro transfusi PRC 1 kolf

Operasi tanggal 27 Desember 2013 (jam 12.00 wita)

1. Operator : dr. Dewi Wijayanti., SpOG

2. Temuan Operasi : Tidak terdapat perdarahan intra abdomen, tidak terdapat ruptur

tuba

3. Tindakan Operasi : Salpingotomi

VII. Follow Up Post Op

27/12/2013 (14.00)

Keadaan Pasien Post laparotomi

Keadaan umum, kesadaran: Baik, CM (E4V5M6)

Tekanan Darah : 100/60 mmHg

Nadi : 92 x/menit

Pernafasan : 22 x/menit

Suhu : 36,2 °C

Konjungtiva anemis : -/-

Perdarahan aktif : -

UO : 200 cc/2 jam

28/12/2013 (07.00)

Keadaan umum, kesadaran: Baik, CM (E4V5M6)

Tekanan Darah : 100/60 mmHg

Nadi : 80 x/menit

Pernafasan : 20 x/menit

Suhu : 36,9 °C

Konjungtiva anemis : -/-

UO : 200 cc/2 jam

14

Page 15: Lapsus KET 2013 Print

BAB IV

PEMBAHASAN

Penderita rujukan praktek dokter swasta. datang ke RSUD Praya dengan keluhan nyeri

perut bagian bawah sejak pukul 06.00 am, 21 Desember 2013 dan telat menstruasi 1 bulan.

Tidak terdapat riwayat keluar darah. Terdapat riwayat mual, muntah, pusing. Pasien tidak

pernah mengeluh pingsan, gangguan buang air besar dan buang air kecil.

Dalam hal ini, keluhan utama pasien berupa nyeri perut bagian bawah dapat mengarah

pada beberapa diagnosa: apendisitis, ISK, abortus, kista ovari, dan KET. Akan tetapi keluhan

penyerta pasien berupa riwayat amenore selama 1 bulan dapat mengarahkan diagnosa ke

abortus, atau KET.

Selanjutnya pada pemeriksaan fisik tidak didapatkan kelainan yang berarti. Pada

pemeriksaan ginekologi, inspeksi : genitalia eksterna dalam batas normal, perdarahan

pervaginam (-), inspekulo : fluxus (-), fluor (-), OUE Ø -, livide (+), perdarahan aktif (-),

jaringan (-), pemeriksaan dalam (VT): dinding vagina licin, OUE tertutup, portio licin, nyeri

goyang porsio (slinger pain) (+), cavum douglas menonjol (+), nyeri perabaan (+). Adanya

slinger pain, khususnya mengarahkan diagnosa pada KET.

Nyeri perut bawah yang dikeluhkan pasien dapat disebabkan oleh adanya prostaglandin

pada kehamilan ektopik atau adanya darah yang bersifat iritatif pada cavum peritonii sehingga

menstimulasi sekresi mediator kimia yang merangsang reseptor nyeri. Dalam hal ini, nyeri

disertai dengan keluhan terlambat menstruasi selama 2 bulan disertai hasil pp tes (+). Ini

dapat disebabkan oleh adanya peningkatan β-HCG (Beta-Human Chorionic Gonadotropin)

pada kehamilan ektopik terganggu.

Merokok pada waktu terjadi konsepsi dilaporkan meningkatkan insiden kehamilan

ektopik yang kemungkinan dikarenakan adanya gangguan motilitas cilia tuba karena

kandungan zat aktif tertentu pada rokok. Ibu pada kasus ini tidak merokok. Akan tetapi suami

ibu yang merokok menyababkan ibu dapat terpapar sebagai perokok pasif sehingga

pergerakan hasil fertilisasi dari ampulla tuba menuju uterus terganggu. Dengan demikian,

hasil fertilisasi melekat pada tuba yang akhirnya menyebabkan terjadinya kehamilan ektopik

terganggu seiring meningkatnya usia kehamilan karena terbatasnya kapasitas tuba. Tidak ada

faktor resiko lain yang ditemukan pada pasien ini seperti riwayat pemakaian kontrasepsi atau

pembedahan.

15

Page 16: Lapsus KET 2013 Print

Secara keseluruhan, diagnosa KET pada pasien dan tatalaksananya saat di rumah sakit

sudah tepat. Dari pemeriksaan pasien di klinik didapatkan TD 80/60 mmHg. Adanya nyeri

abdomen disertai terlambat haid pada wanita usia reproduktif harusnya sudah dapat diarahkan

pada diagnosa KET.

16

Page 17: Lapsus KET 2013 Print

BAB V

KESIMPULAN

Kesimpulan kasus ini terdiri dari:

1. Diagnosis dan tatalaksana pasien dari dokter swasta tepat

2. Diagnosis pada pasien ini di rumah sakit sudah tepat sesuai dengan anamnesis dan

pemeriksaan fisik yaitu kehamilan ektopik terganggu

3. Penatalaksanaan yang dilakukan pada pasien ini sudah tepat dengan dilaksanakan cito

laparotomi

17

Page 18: Lapsus KET 2013 Print

DAFTAR PUSTAKA

1. Bangun, R. Karakteristik Ibu Penderita Kehamilan Ektopik Terganggu di Rumah

Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan 2003-2008. Medan: 2008, Universitas

Sumatera Utara.

2. Saleh, F. & Din. Tubal Ectopic Pregnancy after Bilateral Tubal Ligation. Journal of

Surgery Pakistan. 2012. Vol 17: 1, p. 38-39.

3. Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadhi T. Kehamilan Ektopik. Ilmu

Kebidanan. Jakarta: 2007, Yayasan Bina Pustaka, pg 323-338

4. Cunningham FG et al. Ectopic Pregnancy. Williams Obstetrics. 21st ed. New York:

McGraw-Hills, 2001, pg 883-910

5. Lind, K. The effect of progesterone and other hormones on the Fallopian tube ciliary

beat frequency in mouse. Chalmers University: 2011, Department of Chemical and

Biological Engineering, p.1-4.

18