lapsus bedah umum.docx

Upload: arif-endotel

Post on 14-Apr-2018

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/30/2019 lapsus bedah umum.docx

    1/11

    BAB III

    PEMBAHASAN PENYAKIT

    3.1 ANATOMI FEMUR

    Femur merupakan tulang panjang dalam tubuh yang dibagi atas caput, corpus, dan collum

    dengan ujung distal dan proximal. Tulang ini bersendi dengan acetabullum dalam struktur

    persendian panggul dan bersendi dengan tulang tibia pada sendi lutut. Tulang paha atau

    tungkai atas merupakan tulang terpanjang dan terbesar dari pada tubuh yang termasuk

    seperempat bagian dari panjang tubuh. Tulang paha terdiri dari 3 bagian, yaitu epifisis

    proksimal, diafisis, dan epifisis distal.1

    3.1.1 Epifisis proksimal

    Ujung membuat bulatan 2/3 bagian bola disebut caput femoris, yang punya facies

    articularis untuk bersendi dengan acetabulum ditengahnya terdapat cekungan yang disebut

    fovea capatis. Caput melanjutkan diri sebagai collum femoris yang kemudian disebelah

    lateral membulat disebut throchanter major kearah medial juga membulat kecil disebut

    trachanter minor. Dilihat dari depan, kedua bulatan mayor dan minor ini dihubungkan oleh

    garis yang disebut linea intertrochanterica (linea spirialis). Dilihat dari belakang kedua

    bulatan ini dihubungkan oleh rigi disebut crita intertrochterica dilihat dari belakang pula

    maka disebelah medial trachantor major terdapat cekungan disebut fossa trachanterica. 1

    3.1.2 Diafisis

    Merupakan bagian yang panjang disebut corpus. Penampang melintang merupakan

    sepertiga dengan basis menghadap ke depan pada diafisis mempunyai dataran yaitu facies

    medialis dan lateralis. Nampak bagian belakang berupa garis disebut linea aspera, yang

    dimulai dari bagian proximal dengan adanya suatu tonjolan kasar disebut tuberositas glutea.

    Linea ini terbagai menjadi dua bibit yaitu labium mediale dan labium lateralae, labium medial

    sendiri merupakan lanjutan dari linea intertrochanterica. Linea aspera bagian distal

    membentuk segitiga disebut planum poplitenum. Dari trochanter minor terdapat suatu garis

    disebut linea pectinea. Pada dataran belakang terdapat foramen nutricium, labium medial,

    lateral disebut juga supracondylaris lateralis medialis. 1

  • 7/30/2019 lapsus bedah umum.docx

    2/11

    3.1.3 Epifisis Distal

    Merupakan bulatan sepasang yang disebut condylus medialis dan condylus lateralis.

    Disebelah proximal tonjolan ini terdapat lagi masing-masing sebuah bulatan kecil disebut

    epicondylus medialis dan epincondylus lateralis. Epicondylus ini merupakan akhir perjalanan

    linea aspera bagian distal dilihat dari depan terdapat dataran sendi yang melebar disebut

    facies patelaris untuk bersendi dengan Os patella. Intercondyloidea yang dibagian

    proximalnya terdapat garis disebut linea inercondyloidea. 1

    Gambar 3.1 Anatomi Femur2

    3.2 ANATOMI DAN FISIOLOGI LEMPENG EPIFISIS

    3.2.1 Histologi

    Lempeng epifisis terdiri dari komponen fibrosa, komponen tulang rawan dan komponen

    tulang. Komponen fibrosa mengelilingi lempeng epifisis dan dibagi menjadi alur tulang

    disebutgroove of Ranvierdan cincin perikondrial yang disebutRing of LaCroix. Fungsi dari

    groove of Ranvieruntuk memberikan kontribusi kondrosit untuk pertumbuhan diameter dan

    panjang lempeng epifisis. Ring of LaCroix terletak antaraalur tulang dan metafisisi

    periosteum, yang mana selubung lempeng epifisis dan menyediakan dukungan mekanik utuk

    lempeng epifisis. Komponen fibrosa melindungi kartilago epifisis terhadap kekuatan

    pergeseran.3

  • 7/30/2019 lapsus bedah umum.docx

    3/11

    Komponn kartilago pada lempeng epifisis dibagi menjadi zona cadangan, proliferasi dan

    hipertrofik. Zona hipertrofik sendiri dibagi menjadi zona maturasi, degenerasi dan kalsifikasi

    provisisonal. 3

    3.2.2 Vaskularisasi

    Beberapa arteri memvaskularisasi lempeng epifisis. Arteri epifisis memasok darah ke

    epifisis melalui beberaba cabang yaitu arborize ke lempeng epifisis, menyediakan

    vaskularisasi zona proliferatif hingga 10 sel. Tidak ada pembuluh darah yang menembus zona

    proliferasi, membuat zona hipertrofik avaskuler. Arteri perikondrial memasok struktur fibrosa

    dari lempeng epifisis. 3

    Sumber nutrisi arteri menyediakan 4-5 pasokan darah metafisis. Cabang dari arteri

    metafisis memasok kembali aliran darah. Cabang-cabang terminal pembuluh darah ini

    berakhir pada vaskuler kecil yang berbentuk putaran atau kapiler yang menjumbai di bawah

    pada baris terakhir lakuna kondrosit pada lempeng epifisis. Kondrosit pada tingkat ini sudah

    mati, dimana penting untuk mengetahui perkembangan dissecans osteokondrosis. Aliran

    darah vena pada metafisis melalui vena sentral besar pada difisis. 3

    Gambar 3.2 Komponen Epifisis dan Metafisis3

  • 7/30/2019 lapsus bedah umum.docx

    4/11

    Gambar 3.3 Histologi Lempeng Epifisis3 Gambar 3.4 Vaskularisasi Lempeng Epifisis

    3

    3.2.3 Fisiologi Lempeng Epifisis

    Variasi pasokan darah berbeda pada zona lempeng epifisis, begitu pula metabolisme sel.

    Pada zona proliferatif dan sebagian sisi atas zona hipertrofik merupakan daerah aerob,

    sedangkan sebagian sisi bawah zona hipertrofik merupakan daeran anaerob. Kondrosit padazona cadangan berbentuk lingkaran, tidak banyak dan sebagian matrix bergabung dengan sel

    pada zona lainnya. Sel pada zona cadangan terdiri dari beberapa vakuola lipid dan banyak

    retikulum endoplasma, yang mana merupakan indikasi produksi protein. Tekanan oksigen

    pada daerah ini relatif rendah, sesuai dengan aktivitas sel yang rendah. Ini mungkin

    merupakan indikasi bahwa oksigen dan sumber nutrisi mencapai area ini hanya melalui

    difusi, sehingga hal ini menjadi etiologi dssecans osteokondrosis dan osteodistrofi hipertrofik.

    Fungsi pada zona ini mungkin sebagai dukungan kondrosit pada zona proliferatif. 3

    Pada zona proliferatif kondrosit berbentuk datar dan selaras dalam kolom paralel dengan

    sumbu panjang tulang. Tekanan oksigen sangat tinggi pada zona ini seperti metabolisme sel,

    hasil dari konsentrasi tinggi pada metabolisme sel. Fungsi primer pada zona ini adala

    proliferatif sel, fungsi lainnya termasuk formasi dari matriks intraseluler, proteoglycan dan

    kolagen. Kolagen mempunyau kekuatan besar yang dapat diregangkan dan dukungan

    mekanik lemah gel proteoglikan dengan kartilago pada zona ini. 3

    Aona hipertrofik dibagi menjadi zona maturasi, degenerasi, dan kalsifikasi provisional.

    Dimulai dengan zona maturasiyang dapat dibedakan berdasarkan bentuk selnya. Kondrosit

  • 7/30/2019 lapsus bedah umum.docx

    5/11

    menjadi berbentuk lingkaran dan menjadi dasar dari zona yaitu lima kali ukuran kondrosit

    pada zona proliferasi. Hal itu telah ditemukan faktor pertumbuhan seperti insulin yang

    merangsang hipertrofi konrosit pada zona ini, sehigga mendukung pertumbuhan longitudinal.

    Sitoplasma mengandung kondrosit pada zona maturasi termasuk glikogen, mengurangi

    aliran di dalam sel lebih jauh dari zona proliferasi. Sel yang terakhir berbatasan dengan zona

    degenerasi menunjukkan bukti dari destruksi sel dan sel yang mati. Tekana oksigen pada

    zona hipertrofik ini adalah rendah, memberi kesan mengurangi aktivitas metabolisme.

    Kondrosit pada area ini kekurangan sitoplasma gliserol fosfat dehidrogenase, dimana penting

    untuk produksi energi sel aerob. Dengan tidak adanya gliserol fosfat dehidrogenase, akan

    berkembang metabolisme anaerob yang mengakumulasi laktat. Keadaan ini bisa

    menyebabkan matinya kondrosit pada zona degenerasi. 3

    Kalsium mitokondria dan dinding sel yang mengisi kondrosit berkurang dengan adanya

    destruksi pada sel. Hilangnya kalsium terakumulasi dalam pembuluh matriks, dimulai dari

    pertengahn zona hipertrofik. Proses kalsifikasi pada matriks ini disebut kalsifikasi awal atau

    sementara. Hal ini terutama terjadi pada pembuluh matriks pada longitudinal septa kolom sel.

    Struktur lainnya seperti fibril kolagen dan proteoglikan juga mengalami kalsifikasi.3

    3.2 PENGERTIAN ABSES

    A. PengertianAbses adalah peradangan purulenta yang juga melebur ke dalam suatu rongga (rongga

    Abses) yang sebelumnya tidak ada, berbatas tegas (Rassner et al, 1995: 257). Menurut

    Smeltzer, S.C et al (2001: 496). Abses adalah infeksi bakteri setempat yang ditandai

    dengan pengumpulan pus (bakteri, jaringan nekrotik dan SDP). Sedangkan menurut EGC

    (1995: 5) Abses adalah kumpulan nanah setempat dalam rongga yang terbentuk akibat

    kerusakan jaringan. Berdasarkan beberapa pengertian diatas, dapat dikemukakan bahwa

    Abses femur merupakan kumpulan nanah pada femur akibat infeksi bakteri setempat.

    B. Penyebab / Faktor Predisposisi

    Underwood, J.C.E (1999: 232) mengemukakan penyebab Abses antara lain:

    1. Infeksi mikrobial Salah satu penyebab yang paling sering ditemukan pada proses

    radang ialah infeksi mikrobial. Virus menyebabkan kematian sel dengan cara multiplikasi

    intraseluler. Bakteri melepaskan eksotoksin yang spesifik yaitu suatu sintesis kimiawi

    yang secara spesifik mengawali proses radang atau melepaskan endotoksin yang ada

    hubungannya dengan dinding sel.

  • 7/30/2019 lapsus bedah umum.docx

    6/11

    2. Reaksi hipersentivitas

    Reaksi hipersentivitas terjadi bila perubahan kondisi respons imunologi mengakibatkan

    tidak sesuainya atau berlebihannya reaksi imun yang akan merusak jaringan.

    3. Agen fisik

    Kerusakan jaringan yang terjadi pada proses radang dapat melalui trauma fisik, ultraviolet

    atau radiasi ion, terbakar atau dingin yang berlebih (frosbite).

    4. Bahan kimia iritan dan korosif

    Bahan kimiawi yang menyebabkan korosif (bahan oksidan, asam, basa) akan merusak

    jaringan yang kemudian akan memprovokasi terjadinya proses radang. Disamping itu,

    agen penyebab infeksi dapat melepaskan bahan kimiawi spesifik yang mengiritasi dan

    langsung mengakibatkan radang.

    5. Nekrosis jaringan

    Aliran darah yang tidak mencukupi akan menyebabkan berkurangnya pasokan oksigen

    dan makanan pada daerah bersangkutan, yang akan mengakibatkan terjadinya kematian

    jaringan, kematian jaringan sendiri merupakan stimulus yang kuat untuk terjadinya

    infeksi. Pada tepi daerah infark sering memperlihatkan suatu respons, radang akut.

    C. Gambaran Klinik

    Smeltzer, S.C et al (2001: 496) mengemukakan bahwa pada Abses terjadi nyeri tekan.

    Sedangkan Lewis, S.M et al (2000: 1187) mengemukakan bahwa manifestasi klinis pada

    Abses meliputi nyeri lokal, bengkak dan kenaikan suhu tubuh. Leukositosis juga terjadi

    pada Abses (Lewis, S.M et al, 2000: 589). Sedangkan tanda-tanda infeksi meliputi

    kemerahan, bengkak, terlihat jelas (lebih dari 2,5 cm dari letak insisi), nyeri tekan,

    kehangatan meningkat disekitar luka, warna merah jelas pada kulit disekitar luka, pus

    atau rabas, bau menusuk, menggigil atau demam (lebih dari 37,7oC/100oF) (Smeltzer,

    S.C et al, 2001: 497).

    D. Anatomi / Patologi

    Rassner et al (1995: 257) mengemukakan bahwa subkutis (hipoderm, panikulus adiposus)

    merupakan kompartemen ketiga dari organ kulit disamping epidermis dan dermis.

    Subkutis yang letaknya diantara dermis (korium) dan fasia tubuh, membungkus dengan

    lapisannya yang relatif tebal.

    Rassner et al (1995: 257) menjelaskan bahwa subkutis terdiri atas sel lemak, jaringan ikat

    dan pembuluh darah sel lemak (liposit) di organisir menjadi lemak (mikrolobuli, lobuli,

    pembuluh darah) dan ini semua diringkas dalam septa jaringan ikat. Septa jaringan ikat

  • 7/30/2019 lapsus bedah umum.docx

    7/11

    (septa fibrosa) mengukuhkan subkutis baik dalam fasia tubuh maupun dalam korium dan

    bertindak sebagai jalan untuk pembuluh darah dan saraf kulit ke dalam subkutis masuk

    folikel, rambut dan kelenjar keringat sebagai adneksa kutis. Selain itu dalam subkutis

    terdapat vena-vena besar (misalnya vena saphena) dan saluran limfe disertai dengan

    kelenjar getah bening regional superfisialis. Fungsi subkutis antara lain sebagai

    termoisolasi, depo energi (penimbunan lemak), fungsi pelindung dari faktor mekanik

    (lapisan pelindung dan lapisan penggeser antara korium dan fasia tubuh).

    Nadesul, H (1997: 2-3) mengemukakan bahwa didalam kulit juga terdapat pembuluh

    darah dan kelenjar getah bening. Pembuluh darah untuk memberi makan kulit. Melalui

    aliran darah, zat makanan dan zat asam disalurkan kelenjar getah bening membuat zat

    anti. Maksudnya untuk melindungi tubuh dari serangan bibit penyakit, kulit yang

    memiliki kelenjar-kelenjar lemak dan kelenjar peluh. Keduanya untuk membasahi kulit

    agar lembab. Bahan pelembab ini sekaligus sebagai pelindung kulit terhadap bibir

    penyakit kulit. Sedangkan kelenjar peluh sebagai pengalir peluh juga berfungsi

    mengeluarkan panas tubuh yang berlebihan.

    Rassner et al (1995; 256) mengemukakan bahwa pada penyakit akuisita terdapat

    perubahan-perubahan berikut:

    1. Perubahan yang bersifat reaktif: hipertrofi /hiperplasi lokal/umum atau atropi.

    2. Kerusakan: atrofi, distrofi, jaringan lemak (atrofi dan hiperItrofi), nekrosis jaringan

    lemak (akut) atau nekrobiosis (perlahan-lahan). Pembentukan lipogranuloma (makrofag/

    lipofag atau pembentukan serabut), fibrosis jaringan lemak maupun jaringan parut

    (stadium terminal)

    3. Peradangan: secara global mereka disebut sebagai panikulitis, suatu panikulitis

    terutama dapat mengenai lobus (panikulitis lobular) atau didalam septa jaringan ikat

    (panikulitis septal)

    Proses penyakit dapat menyerang jaringan ikat subkutan atau pembuluh darah subkutan

    dan menyebabkan perubahan sekunder jaringan lemak (Rassner et al, 1995: 256).

    E. Proses Penyembuhan Luka

    Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (2000 : 397) mengemukakan proses

    penyembuhan luka sebagai berikut:

    1. Fase Inflamasi atau lag fase. Berlangsung sampai hari kelima. Akibat luka terjadi

    perdarahan. Ikut keluar trombosit dan sel sel radang. Trombosit mengeluarkan prostaglandin,

    tromboksan, bahan kimia tertentu dan asam amino tertentu yang mempengaruhi pembekuan

  • 7/30/2019 lapsus bedah umum.docx

    8/11

    darah, mengatur tonus dinding pembuluh darah dan kemotaksis terhadap leukosit.

    Terjadi vasokontriksi dan proses penghentian perdarahan. Sel radang keluar dari pembuluh

    darah secara diapedesis dan menuju daerah luka secara kemotaksis. Sel mast mengeluarkan

    serotonin dan histamin yang meninggikan permeabilitas kapiler, terjadi eksudasi cairan

    edema.

    Pertautan pada fase ini hanya oleh fibrin, belum ada kekuatan pertautan luka sehingga disebut

    fase tertinggal (lag fase)

    2. Fase proliferasi atau fibroplasi. Berlangsung dari hari keenam sampai dengan 3 minggu.

    Terjadi proses proliferasi dan pembentukan fibroblas yang berasal dari sel-sel mesenkim.

    Fibroblas menghasilkan mukopolisakarida dan serat kolagen, yang terdiri dari asam-asam

    amino glisin, prolin dan hidroksiprolin. Mukopolisakarida mengatur deposisi serat-serat

    kolagen yang akan mempertautkan tepi luka. Pada fase ini luka diisi oleh sel-sel radang,

    fibroblas, serat-serat kolagen, kapiler-kapiler baru ; membentuk jaringan kemerahan dengan

    permukaan tak rata disebut jaringan granulasi.

    3. Fase Remodelling atau fase resorpsi. Dapat berlangsung berbulan-bulan dan berakhir bila

    tanda radang sudah hilang. Parut dan sekitarnya berwarna pucat, tipis, lemas, tak ada rasa

    sakit maupun gatal.

    F. Patofisiologi

    Sjamsuhidajat et al (1998: 5) mengemukakan bahwa kuman penyakit yang masuk ke dalam

    tubuh akan menyebabkan kerusakan jaringan dengan cara mengeluarkan toksin. Underwood,

    J.C.E (1999: 232) menjelaskan bahwa bakteri melepaskan eksotoksin yang spesifik yaitu

    suatu sintesis, kimiawi yang secara spesifik mengawali proses radang atau melepaskan

    endotoksin yang ada hubungannya dengan dinding sel. Reaksi hipersensitivitas terjadi bila

    perubahan kondisi respons imunologi mengakibatkan tidak sesuainya atau berlebihannya

    reaksi imun yang akan merusak jaringan. Sedangkan agen fisik dan bahan kimiawi yang

    iritan dan korosif akan menyebabkan kerusakan jaringan. Kematian jaringan merupakan

    stimulus yang kuat untuk terjadi infeksi.

    Price, S.A et al (1995: 36) mengemukakan bahwa infeksi hanya merupakan salah satu

    penyebab dari peradangan. Pada peradangan, kemerahan merupakan tanda pertama yang

    terlihat pada daerah yang mengalami peradangan akibat dilatasi arteriol yang mensuplai

    daerah tersebut akan meningkatkan aliran darah ke mikrosirkulasi lokal. Kalor atau panas

    terjadi bersamaan dengan kemerahan. Peningkatan suhu bersifat lokal. Namun Underwood,

    J.C.E (1999: 246) mengemukakan bahwa peningkatan suhu dapat terjadi secara sistemik

    akibat endogen pirogen yang dihasilkan makrofag mempengaruhi termoregulasi pada

  • 7/30/2019 lapsus bedah umum.docx

    9/11

    temperatur lebih tinggi sehingga produksi panas meningkat dan terjadi hipertermi (Guyton,

    A.C, 1995: 647-648).

    Underwood, J.C.E (1999: 234-235) mengemukakan bahwa pada peradangan terjadi

    perubahan diameter pembuluh darah sehingga darah mengalir ke seluruh kapiler, kemudian

    aliran darah mulai perlahan lagi, sel-sel darah mulai mengalir mendekati dinding pembuluh

    darah di daerah zona plasmatik. Keadaan ini memungkinkan leukosit menempel pada epitel,

    sebagai langkah awal terjadinya emigrasi leukosit ke dalam ruang ektravaskuler. Lambatnya

    aliran darah yang menikuti fase hiperemia menyebabkan meningkatnya permeabilitas

    vaskuler, mengakibatkan keluarnya plasma untuk masuk ke dalam jaringan, sedangkan sel

    darah tertinggal dalam pembuluh darah akibat peningkatan tekanan hidrostatik dan penurunan

    tekanan osmotik sehingga terjadi akumulasi cairan didalam rongga ektravaskuler yang

    merupakan bagian dari cairan eksudat yaitu edema. Regangan dan distorsi jaringan akibat

    edema dan tekanan pus dalam rongga Abses menyebabkan rasa sakit. Beberapa mediator

    kimiawi pada radang akut termasuk bradikinin, prostaglandin dan serotonin akan merangsang

    dan merusakkan ujung saraf nyeri sehingga menurunkan ambang stimulus terhadap reseptor

    mekanosensitif dan termosensitif sehingga menimbulkan nyeri. Adanya edema akan

    menyebabkan berkurangnya gerak jaringan sehingga mengalami penurunan fungsi tubuh

    yang menyebabkan terganggunya mobilitas.

    Sjamsuhidajat et al (1998: 6-7) menjelaskan bahwa inflamasi terus terjadi selama masih ada

    pengrusakan jaringan. Bila penyebab kerusakan jaringan bisa diberantas maka debris akan di

    fagositosis dan dibuang oleh tubuh sampai terjadi resolusi dan kesembuhan. Bila trauma

    berlebihan, reaksi sel fagosit kadang berlebihan sehingga debris yang berlebihan terkumpul

    dalam suatu rongga membentuk Abses atau bertumpuk di sel jaringan tubuh yang lain

    membentuk flegmon. Trauma yang hebat, berlebihan, dan terus menerus menimbulkan reaksi

    tubuh yang juga berlebihan berupa fagositosis debris yang diikuti dengan pembentukan

    jaringan granulasi vaskuler untuk mengganti jaringan yang rusak. Fase ini disebut fase

    organisasi. Bila dalam fase ini pengrusakan jaringan berhenti akan terjadi fase penyembuhan

    melalui pembentukan jaringan granulasi fibrosa. Tetapi bila pengrusakan jaringan

    berlangsung terus, akan terjadi fase inflamasi kronik yang akan sembuh bila rangsang yang

    merusak hilang. Abses yang tidak diobati akan pecah dan mengeluarkan pus kekuningan

    (FKUI, 1989: 21) sehingga terjadi kerusakan integritas kulit. Sedangkan Abses yang di insisi

    dapat meningkatkan risiko penyebaran infeksi (Brown, J.S, 1995: 94).

  • 7/30/2019 lapsus bedah umum.docx

    10/11

    G. Tanda dan GejalaMenurut Smeltzer dan Bare (2001), gejala dari abses tergantung kepada lokasi dan

    pengaruhnya terhadap fungsi suatu organ saraf. Gejalanya bisa berupa :a. Nyeri

    b. Nyeri tekanc. Teraba hangatd. Pembengakakane. Kemerahanf. Demam

    Suatu abses yang terbentuk tepat dibawah kulit biasanya tampak sebagai benjolan.

    Adapun lokasi abses antar lain ketiak, telinga, dan tungkai bawah. Jika abses akan pecah,

    maka daerah pusat benjolan akan lebih putih karena kulit diatasnya menipis. Suatu abses di

    dalam tubuh, sebelum menimbulkan gejala seringkali terlebih tumbuh lebih besar. Abses

    dalam lebih mungkin menyebarkan infeksi keseluruh tubuh.Adapun tanda dan gejala abses mandibula adalah nyeri leher disertai pembengkakan di

    bawah mandibula dan di bawah lidah, mungkin berfluktuasi.H. Pemeriksan Diagnosis

    Menurut Siregar (2004), abses dikulit atau di bawah kulit sangat mudah dikenali.

    Sedangkan abses dalam sering kali sulit ditemukan. Pada penderita abses, biasanya

    pemeriksaan darah menunjukkan peningkatan jumlah sel darah putih. Untuk menetukan

    ukuran dan lokasi abses dalam biasanya dilakukan pemeriksaan Rontgen,USG, CT, Scan,

    atau MRI.I. Penatalaksanaan

    Menurut FKUI (1990), antibiotika dosis tinggi terhadap kuman aerob dan anaerob

    harus diberikan secara parentral. Evaluasi abses dapat dilakukan dalam anastesi lokal untuk

    abses yang dangkal dan terlokalisasi atau eksplorasi dalam narkosis bila letak abses dalam

    dan luas. Insisi dibuat pada tempat yang paling berfluktuasi atau setinggi 0,5 tiroid,tergantung letak dan luas abses. Pasien dirawat inap sampai 1-2 hari gejala dan tanda infeksi

    reda.Suatu abses seringkali membaik tanpa pengobatan, abses akan pecah dengan sendirinya dan

    mengeluarkan isinya,.kadang abses menghilang secara perlahan karena tubuh menghancurkan

    infeksi yang terjadi dan menyerap sisa-sisa infeksi, abses pecah dan bisa meninggalkan

    benjolan yang keras.Untuk meringankan nyeri dan mempercepat penyembuhan, suatu abses bisa ditusuk dan

    dikeluarkan isinya. Suatu abses tidak memiliki aliran darah, sehingga pemberian antibiotik

  • 7/30/2019 lapsus bedah umum.docx

    11/11

    biasanya sia-sia antibiotik biasanya diberikan setelah abses mengering dan hal ini dilakukan

    untuk mencegah kekambuhan. Antibiotik juga diberikan jika abses menyebarkan infeksi

    kebagian tubuh lainnya.

    J. Komplikasi

    Komplikasi/dampak yang mungkin terjadi akibat dari Abses menurut Siregar (2004)

    adalah:a. Penyebaran infeksi pada jaringan lunak dapat mengakibatkan selulitis dan Ludwigs angina

    b. Penyebaran infeksi pada tulang dapat mengakibatkan osteomyelitis.c. Penyebaran infeksi pada daerah tubuh yang lain, menghasilkan abses sistemik, pneumonia,

    atau gangguan lainnya.