lapsus bedah annisa

31
Laporan Kasus Inkontinensia Urin oleh: Annisa Halida Husna 11A010019 Pembimbing: dr. Heru, Sp. B, Sp.U BAGIAN/SMF ILMU BEDAH

Upload: setyo-rahman

Post on 18-Dec-2015

26 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

figeihgiegheighiehgiehfiefhgiehgiehgiehgiehgiefreeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii

TRANSCRIPT

Laporan Kasus

Inkontinensia Urinoleh:

Annisa Halida Husna11A010019Pembimbing:dr. Heru, Sp. B, Sp.UBAGIAN/SMF ILMU BEDAH

FAKULTAS KEDOKTERAN UNLAM RSUD ULIN

BANJARMASIN

Maret, 2015BAB I

Pendahuluan

Inkontinensia urin merupakan salah satu masalah kesehatan pada penderita lanjut usia, paling banyak diderita wanita. Masalah kesehatan ini seringkali tidak dilaporkan oleh pasien atau keluarganya, antara lain menganggap bahwa masalah tersebut merupakan masalah yang memalukan dan tabu untuk dibicarakan atau juga karena ketidaktahuan mengenai masalah inkontinensia urin dan menganggap bahwa kondisi tersebut sesuatu yang wajar terjadi pada orang usia lanjut serta tidak perlu diobati.Dari aspek klinis, inkontinensia urin didefinisikan sebagai keluarnya urin yang tidak terkendali pada waktu yang tidak dikehendaki tanpa memperhatikan frekuensi dan jumlahnya yang mengakibatkan masalah sosial dan higienitas penderitanya. Variasi dari inkontinensia urin meliputi dari kadang-kadang keluar beberapa tetes urin saja sampai benar-benar banyak. Kurangnya pemahaman tenaga professional kesehatan tentang pilihan intervensi menyebabkan kurang tepatnya terapi kondisi ini dengan konsekuensi yang serius pada pasien-pasien berusia lanjut. Terapi inkontinensia urin secara dini dan efektif diperlukan untuk mengembalikan fungsi fisik dan emosional orang yang menderitanya. Selain itu, pemahaman yang lebih baik tentang masalah inkontinensia urin ini juga akan turut membantu usaha mengatasi gangguan ini.

Di masyarakat barat, sebagian besar studi epidemiologi mengindikasikan prevalensi sebesar 25-55% kisaran yang luas ini diatribusikan ke varietas luas yang sama dengan metodologi investigasinya, karakteristik populasinya dan definisi inkontinensia sendiri. Diperkirakan hanya 1 dari 4 wanita yang mencari bantuan medis mengenai inkontinensia urin mengenai inkontinensia urin. Kondisi yang paling sering ditemukan adalah SUI sekitar 29-75% kasus. Overaktivitas detrusor mencapai 33% kasus inkontinensia urin sedangkan sisanya berupa bentuk campuran (MUI). Inkontinensia urin signifikan menurunkan kualitas hidup penderitanya yang mengarah pada terganggunya hubungan sosial, distress psikologi karena malu dan frustasi.BAB IILAPORAN KASUSI.1

Identitas

Nama

: Tn. R

Umur

: 67 tahun

Jenis Kelamin

: Laki-lakiStatus

: MenikahAgama

: Islam

Bangsa

: Indonesia

Alamat

: Jl. Beruntung JayaPekerjaan

: swastaMRS

: 28 februari 2015I.2

Anamnesis

Keluhan Utama:

Tidak bisa menahan kencing

Riwayat Penyakit Sekarang:

Satu minggu sebelum SMRS pasien tidak bisa menahan BAK, BAK keluar sedikit-sedikit dan berlangsung lama, merasa tidak puas saat kencing sehingga pasien memakai popok. Pasien menyangkal ada kencing darah. Pasien memiliki riwayat benjolan di lipatan paha 1 tahun yang lalu, benjolan tidak terasa nyeri, tidak kembali lagi dan tidak memerah. Pasien juga memiliki riwayat 2 hari SMRS wajah terasa katur dan bicara cadel, kaki dan tangan lemah menurut pasien semenjak itu pasien tidak bisa menahan kencing lagi.

Riwayat Penyakit Dahulu:

Riwayat sakit kencing manis (-)

Riwayat hipertensi (+) Riwayat trauma tidak ada

Riwayat Penyakit dalam Keluarga:

Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama disangkal

I.3

Pemeriksaan Fisik

A. Status Generalis

Keadaan Umum

: Baik

Kesadaran

: Compos Mentis

Tekanan Darah

: 150/80 mmHg

Pernafasan

: 20x/ menitNadi

: 76x/menit

Suhu

: 36,8 0CKepala

: konjungtiva pucat (-), sklera ikterik (-)Leher

: Tidak ada kelainan

Pupil

: Isokor/ Reflek Cahaya +/+

KGB

: Tidak ada kelainan

Thorax

: Tidak ada kelainan

Abdomen

: Lihat status urologikusGenitalia Eksterna

: Lihat status urologikusEktremitas atas dan bawah: Tidak ada kelainanB. Status UrologikusRegio Costo Vertebrae Angle (CVA) dextra et sinistra:

Inspeksi: Bullging (-)Palpasi: Ballotement (-)Palpasi: Nyeri ketok -/-Regio Suprapubik:Inspeksi: Bulging (+), distensi (+)Palpasi: Nyeri tekan (+)Regio Genitalia Eksterna:

Inspeksi: bloody discharge (-)

Rectal Toucher (RT):TSA baik, BCR (+), mukosa recti licn, teraba prostat tidak membesar, konsistensi kenyal. I.4

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Darah Rutin (28 februari 2015)

Hb

: 12.3g/dl

(L: 14-18 g/dl)Ht

: 37.4 vol%

(L: 40-48 vol%)Leukosit

: 8.300/mm3

(L: 5000-10.000/mm3)

Trombosit

: 330.000/mm3

(200.000-500.000/mm3)

Kimia Klinik (28 februari 2015)

BSS

: 176 mg/dl

Ureum

: 53 mg/dl

(15-39 mg/dl)

Creatinin

: 1,4 mg/dl

(L: 0,9-1,3 P: 0,6-1,0 mg/dl)

Natrium

: 139,3 mmol/l

(135-155)

Kalium

: 4,3 mmol/l

(3,5-5,5)I.5

Diagnosis Banding

BPHI.6

Diagnosis Kerja

Inkontinensia urin + BPH + HILI.7

Penatalaksanaan

IVFD RL 20 tpm

Hornal 0-0-1

Avalon 0-1-0I.8

Prognosis

Quo ad vitam

: Dubia ad bonam

Quo ad functionam: Dubia ad bonamBAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1

Etiologi

Inkontinensia urin (IU) oleh International Continence Society (ICS) didefinisikan sebagai keluarnya urin yang tidak dapat dikendalikan atau dikontrol; secara objektif dapat diperlihatkan dan merupakan suatu masalah sosial atau higienis. Hal ini memberikan perasaan tidak nyaman yang menimbulkan dampak terhadap kehidupan sosial, psikologi, aktivitas seksual dan pekerjaan. Juga menurunkan hubungan interaksi sosial dan interpersonal. Inkontinensia urin dapat bersifat akut atau persisten. Inkontinensia urin yang bersifat akut dapat diobati bila penyakit atau masalah yang mendasarinya diatasi seperti infeksi saluran kemih, gangguan kesadaran, vaginitis atrofik, rangsangan obatobatan dan masalah psikologik.

Kelainan inkontinensia urin sendiri tidak mengancam jiwa penderita, tetapi berpengaruh pada kualitas hidup yang disebabkan oleh faktor gangguan psikologis dan faktor sosial yang sulit diatasi. Penderita merasa rendah diri karena selalu basah akibat urin yang keluar, pada saat batuk, bersin, mengangkat barang berat, bersanggama, bahkan kadang pada saat beristirahat dan setiap saat harus memakai popok. Berdasarkan sifat reversibilitasnya inkontinensia urin dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu :

1. Inkontinensia urin akut ( Transient incontinence ) : Inkontinensia urin ini terjadi secara mendadak, terjadi kurang dari 6 bulan dan biasanya berkaitan dengan kondisi sakit akut atau problem iatrogenic dimana menghilang jika kondisi akut teratasi. Penyebabnya dikenal dengan akronim DIAPPERS yaitu : delirium, infeksi dan inflamasi, atrophic vaginitis, psikologi dan pharmacology, excessive urin production (produksi urin yang berlebihan), restriksi mobilitas dan stool impaction (impaksi feses).

2. Inkontinensia urin kronik ( Persisten ) : Inkontinensia urin ini tidak berkaitan dengan kondisi akut dan berlangsung lama ( lebih dari 6 bulan ). Ada 2 penyebab kelainan mendasar yang melatar belakangi Inkontinensia urin kronik (persisten) yaitu menurunnya kapasitas kandung kemih akibat hiperaktif dan karena kegagalan pengosongan kandung kemih akibat lemahnya kontraksi otot detrusor. Inkontinensia urin kronik ini dikelompokkan lagi menjadi beberapa tipe (stress, urge, overflow, mixed). Berikut ini adalah penjelasan dari masing-masing tipe Inkontinensia urin kronik atau persisten :

a) Inkontinensia urin tipe stress : Inkontinensia urin ini terjadi apabila urin secara tidak terkontrol keluar akibat peningkatan tekanan di dalam perut, melemahnya otot dasar panggul, operasi dan penurunan estrogen. Gejalanya antara lain kencing sewaktu batuk, mengedan, tertawa, bersin, berlari, atau hal lain yang meningkatkan tekanan pada rongga perut. Pengobatan dapat dilakukan tanpa operasi (misalnya dengan Kegel exercises, dan beberapa jenis obat-obatan), maupun dengan operasi.Inkontinesia urin tipe stress dapat dibedakan dalam 4 jenis yaitu:

1. Tipe 0 : pasien mengeluh kebocoran urin tetapi tidak dapat dibuktikan melalui pemeriksaan

2. Tipe 1 : IU terjadi pada pemeriksaan dengan manuver stress dan adanya sedikit penurunan uretra pada leher vesika urinaria

3. Tipe 2 :IU terjadi pada pemeriksaan dengan penurunan uretra pada leher vesika urinaria 2 cm atau lebih4. Tipe 3 :uretra terbuka dan area leher kandung kemih tanpa kontraksi kandung kemih. Leher uretra dapat menjadi fibrotik (riwayat trauma atau bedah sebelumnya) dengan gangguan neurologic atau keduanya. Tipe ini disebut juga defisiensi sfingter intrinsik

b) Inkontinensia urin tipe urge : timbul pada keadaan otot detrusor kandung kemih yang tidak stabil, yang mana otot ini bereaksi secara berlebihan. Inkontinensia urin ini ditandai dengan ketidak mampuan menunda berkemih setelah sensasi berkemih muncul. Manifestasinya dapat berupa perasaan ingin kencing yang mendadak ( urge ), kencing berulang kali ( frekuensi ) dan kencing di malam hari ( nokturia ).

c) Inkontinensia urin tipe overflow : pada keadaan ini urin mengalir keluar akibat isinya yang sudah terlalu banyak di dalam kandung kemih, umumnya akibat otot detrusor kandung kemih yang lemah. Biasanya hal ini dijumpai pada gangguan saraf akibat penyakit diabetes, cedera pada sumsum tulang belakang, atau saluran kencing yang tersumbat. Gejalanya berupa rasa tidak puas setelah kencing ( merasa urin masih tersisa di dalam kandung kemih ), urin yang keluar sedikit dan pancarannya lemah. Inkontinensia tipe overflow ini paling banyak terjadi pada pria dan jarang terjadi pada wanita.

d) Inkontinensia tipe campuran (Mixed) : merupakan kombinasi dari setiap jenis inkontinensia urin di atas. Kombinasi yangpaling umum adalah tipe campuran inkontinensia tipe stress dan tipe urgensi atau tipe stress dan tipe fungsional.

Pada lanjut usia inkontinensia urin berkaitan erat dengan anatomi dan fisiologi serta dipengaruhi oleh faktor fungsional, psikologis dan lingkungan. Pada tingkat yang paling dasar, proses berkemih diatur oleh reflek yang berpusat di pusat berkemih. Jalur aferen membawa informasi mengenai volume kandung kemih di medulla spinalis.

Pengisian kandung kemih dilakukan dengan cara relaksasi kandung kemih melalui penghambatan kerja saraf parasimpatis dan kontraksi leher kandung kemih yang persarafi oleh saraf simpatis serta saraf somatic yang mempersarafi otot dasar panggul. Pengosongan kandung kemih melalui persarafan kolinergik parasimpatis yang menyebabkan kontraksi kandung kemih sedangkan efek simpatis kandung kemih berkurang. Jika korteks serebri menekan pusat penghambatan akan merangsang timbulnya berkemih. Hilangnya penghambatan pusat kortikal ini dapat disebabkan karena usia sehingga lansia sering mengalami inkontinensia urin, karena dengan kerusakan dapat mengganggu koordinasi antara kontraksi kandung kemih dan relaksasi uretra yang mana gangguan kontraksi kandung kemih akan menimbulkan inkontinensia urin.II.2

Anatomi

Kandung kemih pada orang dewasa sudah menjadi organ-organ pelvis (ekstra peritoneal) dimana bagian atasnya saja yang ditutupi oleh peritoneum. Dalam keadaan kosong didepan kandung kemih terdapat simpisis pubis tetapi dalam keadaan penuh bisa membesar sehingga bisa berada di bagian belakang bawah muskulus rektus abdominis. Pada laki-laki dibagian belakang kandung kemih dipisah dengan rectum oleh dua lapisan peritoneum yang bersatu membentuk Denonviller fascia.

Mukosa kandung kemih terdiri atas lapisan epitel transitional yang tebal (5-8 lapis) dengan sel-sel basal. Permukaan mukosa lumen kandung kemih ini mensekresi lapisan Glycosaminoglycans yang merupakan suatu protein melindungi dinding kandung kemih dari infiltrate bakteri. Pada daerah trigonum yang terletak dibagian posterior kandung kemih antara muara ureter dan bladder outer, lapisan mukosanya lebih tipis sedangkan ureter yang memasuki kandung kemih dikelilingi oleh 1-2 cm otot detrusor.

Uretra adalah saluran yang dimulai dari orifisium uretra interna dibagian buli-buli sampai orifisium uretra eksterna glands penis, dengan panjang yang bervariasi. Uretra pria dibagi menjadi dua bagian, yaitu bagian anterior dan bagian posterior. Uretra posterior dibagi menjadi uretra pars prostatika dan uretra pars membranasea. Uretra anterior dibagi menjadi meatus uretra, pendulare uretra dan bulbus uretra. Dalam keadaan normal lumen uretra laki-laki 24 ch, dan wanita 30 ch. Kalau 1 ch = 0,3 mm maka lumen uretra laki-laki 7,2 mm dan wanita 9 mm.1. Uretra bagian anterior

Uretra anterior memiliki panjang 18-25 cm (9-10 inchi). Saluran ini dimulai dari meatus uretra, pendulans uretra dan bulbus uretra. Uretra anterior ini berupa tabung yang lurus, terletak bebas diluar tubuh, sehingga kalau memerlukan operasi atau reparasi relatif mudah.

2. Uretra bagian posterior

Uretra posterior memiliki panjang 3-6 cm (1-2 inchi). Uretra yang dikelilingi kelenjar prostat dinamakan uretra prostatika. Bagian selanjutnya adalah uretra membranasea, yang memiliki panjang terpendek dari semua bagian uretra, sukar untuk dilatasi dan pada bagian ini terdapat otot yang membentuk sfingter. Sfingter ini bersifat volunter sehingga kita dapat menahan kemih dan berhenti pada waku berkemih. Uretra membranacea terdapat dibawah dan dibelakang simpisis pubis, sehingga trauma pada simpisis pubis dapat mencederai uretra membranasea.II.4

PatofisiologiMekanisme timbulnya inkontinensia sangat beragam dan sering merupakan kelainan ganda, sedikitnya ada empat pola gambaran urodinamik yang dapat ditemukan pada buli-buli neurogenik, yaitu:1. Hiperrefleksia otot detrusor bersama-sama dengan hiperrefleksia (spastisias) sfingter

2. Arefleksia otot detrusor bersama-sama dengan arefleksia sfingter

3. Arefleksia otot detrusor bersama-sama dengan hiperrefleksia (spastisias) sfingter

4. Hiperrefleksia otot detrusor bersama-sama dengan arefleksia sfingter

Manifestasi klinik inkontinensia yang timbul akan bervariasi tergantung pada intensitas dan kombinasi kelainan urodinamik yang ditemukan, ringkasnya buli-buli bisa normal atau kapasitasnya kecil, otot detrusor bisa akontraktil atau kontraktil (biasanya hiperrefleksia), leher buli-buli bisa kompeten atau inkompeten, mekanisme sfingter distal dapat normal, inkompeten atau obstruktif (disinergia detrusor- sfingter atau obstruktif statik sfingter distal)

III.5 Diagnostik

Tahapan diagnostik meliputi anamnesis yang teliti dan pemeriksaan fisik, diharapkan sudah dapat membedakan antara enuresis primer dengan inkontinensia urin. Yang perlu ditanyakan antara lain pola kemih dan mengompol, frekuensi dan volume urin, kebiasaan defekasi. Pemeriksaan fisik meliputi perkembangan psikomotor, inspeksi daerah genital dan punggung, reflex lumbosakral. Tahapan diagnostic pemeriksaan penunjang laboratorik, biakan urin. Ultrasonograsi dipakai sebagai pilihan pertama kemudian dilanjutkan dengan miksio-sisto-uretrografi (MSU). MSU merupakan pemeriksaan radiografi vesika urinaria dengan pemakaian kontras yang dimasukkan melalui kateter urin kemudian dilakukan pemeriksaan fluoroskopi secara intermitten selama pasien berkemih.II.6 Penatalaksanaan

Umumnya terapi inkontinensia urin adalah dengan cara operasi, akan tetapu pada kasus ringan ataupun sedang bisa dicoba dengan terapi konservatif. Latihan ototdasar panggul adalah terapi non operatif yang paling populer selain itu juga dipakai obat-obatan, stimulasi dan pemakaian alat mekanis. Penatalaksanaan inkontinensia urin menurut Muller adalah mengurangi faktor resiko, mempertahankan homeostasis, mengontrol inkontinensia urin, modivikasi lingkungan, medikasi, latihan otot pelvis dan pembedahan. Dari beberapa hal tersebut di atas, dapat dilakukan hal berikut:1. Pemanfaatan kartu catatan kemihYang dicatat pada kartu misalnya waktu berkemih dan jumlah urin yang keluar, baik yang keluar secara normal maupun yang tertahan. Selain itu catat pula waktu, jumlah dan jenis minum yang diminum.

2. Terapi non farmakologiDilakukan dengan mengoreksi penyebab yang mendasari timbulnya inkontinensia urin seperti hiperplasia prostat, infeksi saluran kemih, diuretik, gula darah tinggi. Terapi yang dapat dilakukan adalah :

a. Melakukan latihan menahan kemih (memperpanjang interval waktu berkemih) dengan teknik relaksasi dan distraksi sehingga frekuensi berkemih 6-7 kali/hari. Lansia diharapkan dapat menahan keinginan untuk berkemih bila belum waktunya. Lansia dianjurkan untuk berkemih pada interval waktu tertentu, mula-mula setiap jam selanjutnya diperpanjang secara bertahap sampai lansia ingin berkemih setaip 2-3 jam.

b. Membiasakan berkemih pada waktu-waktu yang telah ditentukan sesuai dengan kebiasaan lansia.

c. Promted voiding dilakukan dengan cara mengajari lansia mengenal kondisi berkemih mereka serta dapat memberitahukan pengasuhnya bila inginberkemih, teknik ini dilakukan pada lansia dengan gangguan fungsi kognitif.d. Melakukan latihan otot dasar panggul dengan mengkontraksikan otot dasar panggul secara berulang-ulang. Adapun cara-cara mengkontraksikan otot dasar panggul secara berlangsung-langsung.

Terapi pembedahan

Terapi ini dapat dipertimbangkan pada inkontinensia tipe stress dan urgensi, bila terapi non farmakologi dan farmakologis tidak berhasil. Inkontinensia tipe overflow umumnya memerlukan tindakan pembedahan untuk menghilangkan retensi urin.II.7 Komplikasi

1. Masalah kulit Inkontinensia urin dapat menyebabkan ruam, infeksi kulit dan luka (ulkus kulit) dari kulit selalu basah.2. Infeksi saluran kemih dan gagal ginjalDalam keadaan normal, buli-buli dalam keadaan steril. Salah satu cara tubuh mempertahankan buli-buli dalam keadaan steril adalah dengan jalan setiap saat mengosongkan buli-buli waktu buang air kecil. Dalam keadaan dekompensasi maka akan timbul residu, akibatnya maka bulibuli mudah terkena infeksi. Adanya kuman yang berkembang biak di buli-buli dan timbul refluks, maka akan timbul pyelonefritis akut maupun kronik yang akhirnya timbul gagal ginjal dengan segala akibatnya.II.13Prognosis

Inkontinensia urin mempunyai kemungkinan yang besar untuk disembuhkan, terutama padapenderita dengan mobilitas dan status mental yang cukup baik. Bahkan bila tidak dapat diobati sempurna, inkontinensia selalu dapat diupayakan lebih baik sehingga kualitas hidup penderita dapat ditingkatkan dan meringankan beban yang ditanggung oleh pengasuh penderita.

BAB III

ANALISIS KASUS

Berdasarkan kasus di atas, Tn. R usia 67 tahun datang dengan keluhan tidak bisa menahan buang ari kecil sejak 1 minggu yang lalu. Keadaan ini disebut sebagai inkontinensia urin yaitu suatu keadaan dimana penderita tidak dapat menahan kencing padahal kandung kemih tidak penuh. Keadaan ini disebabkan oleh sumbatan mekanis pada uretra atau gangguan fungsional kandung kemih dan sfingternya.

Dari anamnesa didapatkan keluhan berupa sulit menahan BAK, BAK setelah BAK penderita merasa tidak puas dan diikuti oleh pancaran urine yang lemah, dipertengahan miksi seringkali miksi berhenti kemudian memancar lagi (intermitensi). Keluhan ini merupakan gejala obstruktif saluran kemih. Jadi kesimpulan yang diambil bahwa penderita mengalami suatu gejala obstruktif saluran kemih. Dan juga ditemukan adanya keluhan sering berkemih (frequency) terutama pada malam hari (nocturia), sehingga pasien ini disimpulkan mengalami gejala iritatif dari saluran kemih. Inkontinensia urin merupakan salah satu dari Geriatric Giants . 2-4 Batasan inkontinensia urin adalah pengeluaran urin tanpa disadari, dalam jumlah dan frekuensi yang cukup sehingga mengakibatkan masalah gangguan kesehatan atau sosial. Inkontinensia urin dapat terjadi karena kelainan dari saluran kemih itu sendiri maupun kelainan neurologik. Selain itu inkontinensia urin juga dapat terjadi karena kondisi kejiwaan pasien.Inkontinensia urin merupakan salah satu dari Geriatric Giants . 2-4 Batasan inkontinensia urin adalah pengeluaran urin tanpa disadari, dalam jumlah dan frekuensi yang cukup sehingga mengakibatkan masalah gangguan kesehatan atau sosial. Inkontinensia urin dapat terjadi karena kelainan dari saluran kemih itu sendiri maupun kelainan neurologik. Selain itu inkontinensia urin juga dapat terjadi karena kondisi kejiwaan pasien.

Berdasarkan pemeriksaan fisik pada status generalis didapatkan vital sign dalam batas normal, konjungtiva tidak pucat dan sklera tidak ikterik. Pada inspeksi regio CVA dan regio supra pubik didapatkan dalam keadaan distensi dan nyeri tekan, regio genitalia externa tidak ditemukan bloody discharge. Pada pemeriksaan Digital Rectal Examination (Rectal Toucher) didapatkan tonus spingter ani dalam keadaan baik, ampula kolaps sehingga hal ini dapat diperkirakan diagnosis bahwa inkontinensia urin yang terjadi diakibatkan oleh neurogenic bladder. Selain itu juga prostat dalam keadaan hiperplasi, sehingga diagnosis inkontinensia urine akibat hiperplasia prostat dapat menjadi penyebab. Pada pemeriksaan darah rutin yang dilakukan didapatkan kadar Hb baik. Pemeriksaan kimia klinik dalam batas normal.

Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, maka pasien ini didiagnosa dengan inkontinensia urin et causa BPH.DAFTAR PUSTAKA

1. Syamsuhidayat, R. Wim de Jong. Buku ajar Ilmu Bedah. EGC. Jakarta : 1997

2. Purnomo, Basuki. Dasar-dasar urologi. Sagung Seto. Jakarta : 20033. Inkontinensia urin. http://www.urologyhealth.org/,.4. Gousse, Angelo. Benig Prostat Hyperplasiar, Male Workup. http://www.emedicine.medscape.com.5. Mckinley M, OLoughlin VD: Urinary System. In Human Anatomy. New York, McGraw-Hill.2006.6. Abdel-Fattah M, Ramsay I, Pringle S: Lower urinary tract injury after transobtutor tape insertion by diffent routes.BJOG 113:1377,2006.PAGE