laporan_akhir_3_fix

103
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ekosistem hutan mangrove merupakan salah satu ekosistem yang memiliki produktivitas tinggi dibandingkan ekosistem lain dengan dekomposisi bahan organik yang tinggi, dan menjadikannya mata rantai ekologis yang sangat penting bagi kehidupan makhluk hidup yang berada di perairan sekitarnya. Materi organik menjadikan hutan mangrove sebagi tempat sumber makanan dan tempat asuhan berbagai biota seperti ikan,udang,dan kepiting. Produksi ikan dan udang diperiran laut sangat bergantung dengan produksi serasah yang dihasilkan oleh hutan mangrove. Berbagai kelompok moluska ekonomis sering juga ditemukan berasosiasi dengan tumbuhan penyusun hutan mangrove. Selain ikan,udang,dan moluska, biota yang juga banyak ditemukan diperairan pantai mangrove seperti cacing laut (polychaeta). Polychaeta secara ekologis berperan penting sebagai makanan hewan dasar seperti ikan dan udang. (Bruno et al.1998) Mangrove memiliki karakteristik yang dipengaruhi oleh topografipantai baik estuary maupun muara sungai, dan daerah delta yang terlindung. Daerah tropis dan subtropis mangrove merupakan ekosistem yang terdapat diantara daratan dan lautan. Pada kondisi yang sesuai mangrove akan membentuk hutan yang ekstensif dan produktif. Secara karakteristik hutan mangrove mempunyai habitat dekat pantai. Sebagaimana menurut FAO(1982) bahwa hutan mangrove merupakan jenis maupun komunitas tumbuhan yang tumbuh didaerah pasang surut. Mangrove mempunyai

Upload: shaumi

Post on 14-Feb-2016

265 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

BOTANI LAUT

TRANSCRIPT

Page 1: LAPORAN_AKHIR_3_FIX

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Ekosistem hutan mangrove merupakan salah satu ekosistem yang memiliki produktivitas

tinggi dibandingkan ekosistem lain dengan dekomposisi bahan organik yang tinggi, dan

menjadikannya mata rantai ekologis yang sangat penting bagi kehidupan makhluk hidup yang

berada di perairan sekitarnya. Materi organik menjadikan hutan mangrove sebagi tempat sumber

makanan dan tempat asuhan berbagai biota seperti ikan,udang,dan kepiting. Produksi ikan dan

udang diperiran laut sangat bergantung dengan produksi serasah yang dihasilkan oleh hutan

mangrove. Berbagai kelompok moluska ekonomis sering juga ditemukan berasosiasi dengan

tumbuhan penyusun hutan mangrove. Selain ikan,udang,dan moluska, biota yang juga banyak

ditemukan diperairan pantai mangrove seperti cacing laut (polychaeta). Polychaeta secara

ekologis berperan penting sebagai makanan hewan dasar seperti ikan dan udang. (Bruno et

al.1998)

Mangrove memiliki karakteristik yang dipengaruhi oleh topografipantai baik estuary

maupun muara sungai, dan daerah delta yang terlindung. Daerah tropis dan subtropis mangrove

merupakan ekosistem yang terdapat diantara daratan dan lautan. Pada kondisi yang sesuai

mangrove akan membentuk hutan yang ekstensif dan produktif. Secara karakteristik hutan

mangrove mempunyai habitat dekat pantai. Sebagaimana menurut FAO(1982) bahwa hutan

mangrove merupakan jenis maupun komunitas tumbuhan yang tumbuh didaerah pasang surut.

Mangrove mempunyai kecenderungan membentuk kerapatan dan keragaman struktur tegakan

yang berperan sebagi perangkap endapan dan perlindungan terhadap erosi pantai.

Lugo dan Snedaker(1974) mengidentifikasi mangrove dalam enam jenis kelompok

(komunitas) berdasar pada bentuk hutan, proses geologi dan hidrologi dengan karakteristik yang

ditentukan oleh kondisi lingkungan, yaitu kedlaan,kisaran kadar garam serta frekuensi

penggenangan dengan produksi primer, dekomposisi serasah dan ekpor karbon dengan perbedaan

dalam tingkat daur ulang nutrien, dan komponen penyusun kelompok organisme , yang

menjadikan sebagai ekosistem dengan kompleks dan sangat berperan baik secara biologi maupun

ekologi.

1.2. Rumusan Masalah

1. Bagaimana struktur vegetasi mangrove pada stasiun pengamatan dikawasan Pata Sari ?

2. Bagaimana Indeks Nilai Penting (INP) pada stasiun pengamatan dikawasan Pata Sari ?

Page 2: LAPORAN_AKHIR_3_FIX

3. Bagaimana Analisa Struktur Komunitas Vegetasi Mangrove pada stasiun pengamatan

dikawasan Pata Sari

1.3. Tujuan

1. Agar mahasiswa mengetahui struktur dari vegetasi mangrove yang terdapat pada stasiun

pengamatan dikawasan Pata Sari.

2. Agar mahasiswa menegtahui Indeks Nilai Penting (INP) yang terdapat pada stasiun

pengamatan dikawasan Pata Sari.

3. Agar mahasiswa dapat menganalisa Struktur Komunitas Vegetasi mangrove yang terdapat

pada stasiun pengamatan dikawasan Pata Sari.

Page 3: LAPORAN_AKHIR_3_FIX

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ekologi Pesisir dan Laut

Ekologi berasal dari bahasa Yunani, yang terdiri dari dua kata, yaitu oikos yang artinya

rumah atau tempat hidup, dan logos yang berarti ilmu. Ekologi diartikan sebagai ilmu yang

mempelaari baik interaksi antar makhluk hidup maupun interaksi antara makhluk hidup dan

lingkungannya. Dalam studi ekologi digunakan metode pendekatan secara menyeluruh pada

komponen-komponen yang berkaitan dalam suatu sistem. Ruang lingkup ekologi berkisar pada

tingkat populasi, komunitas dan ekosistem. (Zoologiawan Jjerman,1834-1914) .

Konsep batasan ekologis dalam pengelolaan wilayah pesisir harus berisikan upaya

mengintegrasikan 4 komponen meliputi a). Batasan wilayah perencanaan (bukan batasan

administratif); b) kawasan pesisir sebagai dasar pengelolaan kawasan dihulunya; c) Pendekatan

keterpaduan ;d) Alokasi ruang proposial. Dalam tatanan ekologi, DAS merupakan daerah yang

menghubungkan antarahulu,hilir dan kawasan pesisir, dimana aktivitas manusia didaerah hulu

dan hilir mempengaruhi kondisi dikawasan pesisir, baik akibat perencanaan maupun sedimentasi

akibar erosi pada DAS karena keterkaitan inilah, maka pengelolaan suatu kawasan pesisir harus

diintegrasikan dengan pengelolaan DAS. (Pratikto.2006).

Ekologi laut merupakan suatu kehidupan habitat,populasi, dan interaksi antara organism

dengan lingkungan sekitarnya. Tingginya kompleksitas ekosistem laut tropis, baik didalam

maupun antar ekosistem membuat penelitian interaksi suatu kajian yang sangat rumit dan

dinamis. Oleh karenai itu, mekanisme yang pasti dalam interaksi antara ketiga ekosistem ini

masih terus diteliti sampai saat ini (Ogden dan Gladfelter.1983) menyarikan interaksi rumit

dalam ekosistem laut tropis kelima kategori, yaitu interaksi fisik, interaksi bahan organik terlarut,

interaksi bahan organic partikel, interaksi migrasi biota dan interaksi dampak manusia.

2.1.1. Ekosistem Mangrove

Karakteristik Ekosistem Mangrove

Faktor-faktor yang mempengaruhi pembagian zonasi terkait dengan respons jenis

tanaman terhadap salinitas, pasang surut, dan keadaan substrat (Irwanto.2006). Menurut

Setyawan (2002) kondisi substrat merupakan salah satu penyebab terbentuknya zonasi

penyebaran hewan san tumbuhan, misalnya kepiting yang berbeda menepati kondisi

Page 4: LAPORAN_AKHIR_3_FIX

substrat yang berbeda. Kondisi lingkungan berbeda pada setiap zona berbeda-beda,

memungkinkan penyebaran organisme terbatas pada zona tertentu. Namun, spesies yang

beradaptasi dengan baik mampu hidup pada area yang lebih luas (Setyawan.2002).

misalnya jenis tumbuhan yang hidup didaerah substrat berpasir seperti, Avicenia sp. dan

Bruguiera sp.mampu hidup dan beradaptasi pada daerah substrat berlumpur seperti

Rhizophora sp. penyebaran bibit biasanya terbawa oleh arus air atau ada kontribusi dari

masyarakat setempat yang sengaja ingin membudidayakan. Tetapi apabila tumbuhan

tersebut tidak dapat tumbuh pada daerah tersebut. Untuk substrat berlumpur berada

dibagian depan tepi laut sampai dibagian dalam hutan mangrove. Substrat ini cocok untuk

pertumbuhan dan perkembangan mangrove jenis Rhizophora spp.

Dari sudut ekologi, hutan mangrove merupakan bentuk ekosistemyang unik

karena pada kawasan ini terpadu 4 unsur biologis penting yang fundamental, yaitu

daratan, air, vegetasi dan satwa. Hutan mangrove ini memiliki cirri ekologis yang khas

yaitu, dapat hidup dalam air dengan salinitas tinggi dan biasanya terdapat sepanjang

daerah pasang surut (Deplut.1992). Kandungan bahan organik, total nitrogen, dan

ammonium termasuk kategori sedang pada bagian yang dekat laut dan tinggi pada bagian

arah daratan. Bersifat dinamis karena hutan mangrove dapat tumbuh dan berkembang

terus serta mengalami suksesi sesuai dengan perubahan tempat tumbuh alaminya.

Dikatakan labil karena mudah sekali rusak dan sulit untuk pulih kembali seperti sediakala.

(Kusnana.2002)

Peranan, manfaat dan fungsi ekologi ekosistem mangrove

Sebagai peredam gelombang dan angin badai, pelindung pantai dari obrasi,

penahan lumpur dan penahan sedimen (sediment trap) yang diangkut oleh aliran air

permukaan. Sebagai penghasil sejumlah besar detritus , terutama yang berasal dari serasah

daun dan ranting pohon mangrove yang rontok. Sebagian dari detritus ini dapat

dimanfaatkan sebagai bahan makanan dari bagi organisme pemakan detritus dan sebagian

lagi dikomposisi oleh bakteri decomposer menjadi bahan-bahan anorganik (nutrient) yang

berperan dalam menyuburkan perairan dan tentu saja kesuburan mangrove itu sendiri.

Sebagai daerah asuhan (nursery ground), daerah mencari makan (feeding ground dan

aderah pemijahan (spawning ground). Bermacam-macam biota perairan baik yang hidup

diperairan pantai maupun dilepas pantai. Disamping itu ada beberapa organism perairan

yang menjadikan ekosistem mangrove sebagai habitat utamanya. Fungsi ini

Page 5: LAPORAN_AKHIR_3_FIX

memungkinkan ekosistem mangrove berperan dalam member energy bagi revitalisasi

sumberdaya perikanan dilaut. Selain itu organism perairan beberapa hewan jenis reptile,

burung, dan primata juga menjadikan mangrove menjadi habitatnya. (Bengen.2002)

Biota-biota yang berasosiasi di ekosistem mangrove

Jenis biota Thair aculeata memiliki tingkat keragaman rendah disebabkan karena

hasil perkembangbiakan yang lambat karena satu individu dengan individu yang lain

tersebar pada jarak yang cukup jauh. Hal ini mengakibatkan pertemuan antara jenis untuk

proses perkembangbiakan jadi terhambat, dan jenis ini juga tidak menempel pada substrat

berlumpur tetapi menempel pada akar mangrove, sehingga apabila terdapat ombak yang

keras hewan tersebut tidak bisa bertahan hidup karena jenis yang menyesuaikan diri

dengan lingkungan tersebut dan tidak bisa menahan gerakan ombak yang dating, biasanya

jenis ini bisa menguburkan diri pada substrat. (Dhama.1992)

Mullusca dan crustacean pada hutan mangrove mempunyai kemampuan untuk

melindungi diri dari kekeringan atau dengan jalan memperbesar ukuran tubuh sehingga

dapat terhindar dari terpaan gelombang saat air pasang. Habitat yang paling disukai dan

paling padat organismenya adalah substrat berlumpur dalam hal ini memperoleh bahan

makanan zat-zat organik yang terdapat pada lumpur sangat tersedia karena pada

lingkungan lumpur ini pula terdapat kandungan kalsium yang dapat menguntungkan

organismenya. Selain jenis substrat juga ada hal yang menyebabkan tinggi rendahnya

nilai keragaman yaitu pengaruh lingkungan dari perairan. (Nontji.1987)

Page 6: LAPORAN_AKHIR_3_FIX

BAB III

METODOLOGI

Waktu dan Tempat

a. Waktu dan tempat pengambilan sampel

Hari/tanggal : Sabtu, 1 November 2014

Waktu : 05.30 – 10.00 WITA

Tempat : Patasari

b. Waktu dan tempat pengolahan dan identifikasi data

Hari/tanggal : Rabu, 5 November 2014

Waktu : 08.00 – 16.00 WITA

Tempat : Laboratorium Ilmu Kelautan Universitas Udayana

3.2 Alat dan Bahan

a. Alat saat pengambilan sampel data

A. Alat

No Nama Alat Jumlah Kegunaan

1 Rol meter 1 Untuk mengukur lingkar pohon

2 Tali raffia 150 m Untuk alur plot

3 Alat tulis lapang 1 Untuk mencatat

4 Sepatu boot 1 pasang Untuk melindungi kaki

5 Transek 1 Untuk membagi tempat plot

6 Gunting 1 Untuk memotong sampel

7 Plastik 1kg 1 Untuk tempat sampel

8 Kamera 1 Untuk mengambil dokumentasi

Page 7: LAPORAN_AKHIR_3_FIX

b. Pengolahan identifikasi data

A. Alat

No Nama Alat Jumlah Kegunaan

1 Buku gambar A3 1 Untuk menggambar sampel

2 Alat tulis 1 Untuk menulis

3 Buku panduan 1 Untuk panduan praktikum

4 Laptop 3 Untuk mencari sumber data

B. Bahan

No Nama Alat Jumlah Kegunaan

1 S.R. mucronata 1daun 1buah Untuk sampel

2 Sonneratia alba 1daun 1bunga Untuk sampel

3 B gymnorriza 1daun 1bunga Untuk sampel

3.3 Prosedur Kerja

a. Prosedur pengambilan sampel mangrove

1. Tiap stasiun pengamatan, ditentukan petak-petak pengamatan atau plot berukuran 10x10

m sebanyank 3 plot. Untuk pohon ukuran transeknya adalah 10x10 m, untuk anakan

ukuran transeknya adalah 5x5 m, sedangkan untuk semai ukuran transeknya 2x2 m.

2. Tiap plot yang ada determinasi setiap jenis tumbuhan mangrove yang ada, dihitung

jumlah individu tiap jenis dan diukur lingkar batang tiap pohon mangrove pada setinggi

dada (sekitar 1,3 m)

3. Diambil sampel daun, bunga, buah dan dokumentasi akar mangrove untuk diidentifikasi.

4. Ukuran yang digunakan dalam analisis vegetasi mangrove yaitu :

a) Semai : mulai dari kecambah sampai tingginya kurang dari 1,5 m

b) Anakan : tinggi 1,5 meter sampai berdiameter kurang dari 10 cm

Page 8: LAPORAN_AKHIR_3_FIX

c) Pohon : berdiameter 10cm atau lebih, tinggi lebih dari 2 m

b. Prosedur Perhitungan Analisa Data Mangrove

A. Analisa Data Mangrove (INP)\

Analisa data vegetasi mangrove ini didasarkan pada perhitungan yaitu sebagai berikut :

Kerapatan jenis (Di) adalah jumlah tegakan jenis ke I dalam suatu area dengan rumus :

Keterangan : Di = kerapatan jenis ke i

ni = jumlah tegakan total dari suatu jenis

A = Luas total area pengambilan contoh

Kerapatan realitif jenis (RDi) adalah perbandingan antara jumlah tegakan jenis ke-i dan

jumlah tegakan seluruh jenis dengan rumus :

Frekwensi jenis (Fi) adalah peluang ditemukannya jenis ke i, dalam petak contoh yang

diamati dengan rumus yaitu :

Keterangan : Fi = frekwensi jenis ke i

Pi = jumlah plot dimana ditemukan jenis i

= Jumlah total plot yang diamati

Frekwensi relative jenis (RFi) adalah perbandingan antara frekuensi jenis i(Fi) dan

jumlah frekuensi seluruh jenis dengan rumus :

Page 9: LAPORAN_AKHIR_3_FIX

Penutupan jenis (Ci) adalah luas penutupan jenis i dalam suatu unit area dengan rumus :

Keterangan : BA = cm2, = 3,1416 suatu konstanta dan DBH adalah

diameter pohon dari jenis i.

A = Luas total area pengambilan contoh

CBH = Besarnya lingkaran pohon

Penutupan relatif jenis (RCi) adalah perbandingan antara area penutupan jenis i(Ci) dan

luas total area penutupan seluruh jenis denganrumus :

Jumlah nilai kerapatan relatif jenis (RDi), frekuensi relatif jenis (RFi) dan penutupan

relatif jenis (RCi) menunjukkan INP masing-masing jenis dengan rumus : INP = RDi +

RFi + RCi

Keterangan : Nilai penting suatu jenis berkisar antara 0-300

Volume pohon (m2/Ha) = Ba . Dimana Ba adalah luas bidang datar (m2/Ha)

dan t adalah tinggi pohon.

c. Analisa struktur Komunitas Vegetasi Mangrove

a. Analisa Keanekaragaman (H’)

Dapat dikatakan sebagai keheterogenan spesies dan merupakan ciri khas struktur

komunitas. Dengan rumus :

Keterangan : H’ = Indeks keanekaragaman

ni = jumlah individu jenis ke i

N = Jumlah total individu

Page 10: LAPORAN_AKHIR_3_FIX

Kisaran nilai indeks keanekaragaman :

: keanekaragaman rendah

: keanekaragaman sedang

: keanekaragaman tinggi

b. Analisa Keseragaman Populasi ( E )

Untuk mengetahui seberapa besar kesamaan penyebaran jumlah individu dalam

komunitasnya. Dengan rumusnya : : Ln S

Keterangan : E = Indeks keseragaman

S = Jumlah spesies

Kisaran nilai indeks keseragaman :

: Keseragaman rendah

: Keseragaman sedang

: Keseragaman tinggi

c. Analisa Dominansi ( C )

Indeks dominansi diperoleh dengan menggunakan Formulasi Simpson (Brower dan

Zaar,1989) yaitu :

Keterangan : C = Indeks dominansi

ni = Jumlah individu jenis ke i

N = Jumlah total individu

Kisaran nilai indeks dominansi :

: Dominansi rendah

: Dominansi sedang

Page 11: LAPORAN_AKHIR_3_FIX

/ : Dominansi tinggi

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pratikum Ekologi Laut Tropis dan Botani dilaksanakan dikawasan Pata Sari, Kuta. Pada

hari sabtu tanggal 1 November 2014 dan pengambilan data atau mengidentifikasi data pada hari

rabu tanggal 5 November 2014 yang dilakukan di Laboratorium Fakultas Kelautan dan Perikanan

Universitas Udayana. Pada pratikum ini kita mendapatkan hasil :

Page 12: LAPORAN_AKHIR_3_FIX

Pada plot 1 kerapatan jenis (Di) dari jenis mangrove Rhizophora mucronata adalah 0,04 dan jenis

Bruguiera gymnorriza adalah 0,01 kerapatan relative jenis (RDi) dari jenis Rhizophora mucronata

adalah 80 dan jenis Bruguiera gymnorriza adalah 20. Frekuensi jenis (Fi) dari jenis Rhizophora

mucronata adalah 0,33333333 dan jenis Bruguiera gymnorriza adalah 0,333333333. Frekuensi

relatif (Rfi) dari jenis Rhizophora mucronata adalah 4,166666667. Penutupan jenis (Ci) dari jenis

Rhizophora mucronata adalah 0,000583259 dan jenis Bruguiera gymnorriza adalah

0,00003247072. Penutupan Relatif Jenis (Rci) dari jenis Bruguiera gymnorriza adalah

5,273538648 dan jenis Rhizophora mucronata adalah 94,72646135. Indeks Nilai Penting (INP)

jenis Rhizophora mucronata adalah 178,893128 dan jenis Bruguiera gymnorriza adalah

29,44020531. Analisa Keanekaragaman (H’) pada plot 1 adalah -0,500402424 ini berarti

keanekaragaman rendah. Analisa Keseragaman populasi (E) pada plot 1 adalah -0,72193 ini

berarti keseragaman rendah. Analisa dominansi (C) pada plot 1 adalah 0,68 ini berarti Dominansi

tinggi.

Page 13: LAPORAN_AKHIR_3_FIX

Pada plot 2 Kerapatan Jenis (Di) dari jenis mangrove Sonneratia alba adalah 0,02.

Kerapatan Relatif Jenis (RDi) adalah 100. Frekuensi jenis (Fi) adalah 0,66666667. Frekuensi

Relatif Jenis (Rfi) adalah 8,333333333. Penutupan Jenis ( Ci) adalah 0,000296425. Penutupan

Relatif Jenis (Rci) adalah 100. Indeks nilaipenting adalah 208,333333. Analisa Keanekaragaman

(H’) adalah 0 ini berarti keanekaragaman rendah. Analisa Keseragaman Populai (E) adalah 0 ini

berarti keseragaman rendah. Analisa Dominansi ( C) adalah 1 ini berarti Dominansi tinggi.

Pada plot 3 Kerapatan Jenis (Di) dari jenis mangrove Sonneratia alba adalah 0,01.

Kerapatan Relatif Jenis (RDi) adalah 100. Frekuensi jenis (Fi) adalah 0,66666667. Frekuensi

Relatif Jenis ( Rfi) adalah 8,333333333. Penutupan Jenis ( Ci) adalah 0,000240721. Penutupan

Relatif Jenis (Rci) adalah 100. Indeks Nilai Penting ( INP) adalah 208,3333333. Analisa

Keanekaragaman (H’) adalah 0 ini berarti keanekaragaman rendah. Analisa keseragaman

populasi ( E) adalah 0, ini berarti keseragaman rendah. Analisa Dominansi ( C) adalah 1 ini

berarti dominansi tinggi.

Page 14: LAPORAN_AKHIR_3_FIX

BAB V

KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan

Page 15: LAPORAN_AKHIR_3_FIX

1. Jenis mangrove yang didapat pada plot 1 yaitu Rhizophora mucronata dan Bruguiera

gymnorriza. Pada plot 2 didapat jenis mangrove Sonneratia alba. Pada plot 3 didapat jenis

mangrove Sonneratia alba

2. Pada plot 1 didapat 4 jenis pohon jenis Rhizophora mucronata dan 1 jenis Bruguiera

gymnorriza, terdapat jenis anakan sebanyak 50 dan semai 0. Pada plot 2 didapat 2 jenis

pohon Sonneratia alba, jenis anakan 2, semai 1. Pada plot 3 didapat 1 jenis Sonneratia

alba, 2 jenis anakan dan semai 0

3. Indeks Nilai Penting (INP) pada plot 1 jenis Rhizophora mucronata adalah 178,893128,

jenis Bruguiera gymnorriza adalah 29,44020531.Pada plot 2 jenis Sonerratia alba adalah

208,3333333. Pada plot 3 jenis Sonneratia alba adalah 208,3333333.

4. Analisa Keanekaragaman (H’) plot 1 adalah -0,500402424 (keanekaragaman rendah).

Pada plot 2 adalah 0 ( keanekaragaman rendah), Plot 3 adalah 0 ( Keanekaragaman

rendah).

5. Analisa keseragaman populasi (E) plot 1 adalah -0,72193 (keseragaman rendah), pada

plot 2 adalah 0 ( keseragaman rendah), pada plot 3 adalah 0 (keseragaman rendah).

6. Analisa Dominansi (C) pada plot 1 adalah 0,68 ( Dominansi tinggi), pada plot 2 adalah 1

(Dominansi tinggi), pada plot 3 adalah 1 ( Dominansi tinggi)

DAFTAR PUSTAKA

Bengen.D.G.2002.Ekosistem dan Sumber Daya Alam Pesisir dan Laut serta Prinsip

Pengelolaannya.Sinopsis. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan.IPB

Page 16: LAPORAN_AKHIR_3_FIX

Bruno.et.al.1998.The World Conservation Union. Oil and Gas Exploration and Production in

Mangrove Areas

Dharma,B.1992.Siput dan Kerang Laut Indonesia (Indonesia Shell I).PT.Sarana Graha. Jakarta

Duke. Dasar-dasar Ekologi.UGM. Pres. Jakarta

Deplut.1992. Pedoman Pengelolaan Ekosistem Mangrove Departemen Kelautan dan Perikanan.

Jakarta

FAO.Management and Utilization of Mangroves in Asia Pasific. FAO Environmental Paper 3

Kusnana.2002. Hutan Mangroves Fungsi dan Manfaatnya. Kansius. Yogyakarta

Lugo, Snedaker.1974. Metode Ekologi Untuk Penyelidikan Ladang dan Laboratorium. Penerbit

UL. Jakarta

Nontji Anugrah Dr. 1987. Laut Nusantara. Ikrar mandiri Abadi. Jakarta. Hal 106-113

Ogden, Gladfelter.1983 . Paduan Pengenalan dan Analisis Vegetsi Hutan Mangrove Departemen

Kehutanan Fakultas Pertanian. Universitas Sumatra Utara. Hal 1-19

Pratikto, W.A.2006. Menjual Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.DKP RI. Jakarta

Zoologiawan Jerman. Lawrence 1834-1914. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis

COVER LAMUN

Page 17: LAPORAN_AKHIR_3_FIX

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Padang lamun merupakan salah sati ekosistem yang berada didaerah pesisir. Tinggiya

tutupan vegetasi lamun diperairan memungkinan kehadiran berbagai biota yang berasosiasi

Page 18: LAPORAN_AKHIR_3_FIX

dengan ekosistem padang lamun untuk menari makan, tempat hidup, memijah dan tempat

berlindung untuk menghindari predator. (Supono dan Arbi, 2010)

Lamun didefinisikan sebagai satu-satunya tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang

mampu beradaptasi seara penuh diperairan yang salinitasnya cukup tinggi atau hidup terbenam

didalam air dan memiliki rhizome, daun, dan akar sejati. Lamun merupakan produsen pada trafik

rantai makanan yang mempunyai pengaruh besar pada ekosistem perairan dangkal karena

merupakan sumber nutrien utama. Produktivitas primer yang berasal dari padang lamun, selain

bersumber dari padang lamun itu sendiri juga berasal dari alga dan fitoplankton yang menempel

didaun lamun atau diperairan tersebut. (Pailim,2009).

Produktivitas primer lamun tentunya bergantung pada kandungan nutrient dan substrat,

nitrat dan fosfat merupakan nutrien yang penting untuk tumbuhan lama. Fungsi nitrogen dalam

tanah bagi tumbuhan adalah berperan dalam pembentukan protein, selain itu juga dapat

diperbaiki pertumbuhan vegetative. Tumbuhan dengan kandungan nitrat yang cukup daunnya

akan berwarna lebih hijau. Sedangkan fosfat merupakan faktor penting untuk fotosintesis.

Berdasarkan penjelasan diatas maka, kondisi ekosistem padang lamun ini menarik untuk diteliti.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana kualitas air dipanrai sanur pada tiap plot distatus pengamatan ?

2. Bagaimana penutupan lamun dipantai sanur pada stasiun pengamatan ?

3. Bagaimana komposisi spesies lamun dipantai sanur pada stasiun pengamatan ?

4. Bagaimana biomassa dari spesies lamun pada tipa plot pada stasiun ?

5. Bagaimana kerapatan jenis tiap spesies pada masing-masing plot pada stasiun

pengamatan ?

6. Bagaimna kerapatan relatife pada tiap spesies lamun pada masing-masing plot pada

stasiun pengamatan ?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui kualitas air dipantai sanur pada masing-masing plot distasiun

pengamatan.

2. Mengetahui persen penutupan lamun dipantai sanur pada stasiun pengamatan.

3. Mengetahui komposisi spesies lamun dipantai sanur pada stasiun pengamatan.

4. Mengetahui biomasa lamun pada tiap plot pada stasiun pengamatan.

Page 19: LAPORAN_AKHIR_3_FIX

5. Mengetahui kerapatan jenis tiap spesies lamun pada masing-masing plot pada stasiun

pengamatan.

6. Mengetahui kerapatan relatife tiap spesies lamun pada masing-masing plot pada

stasiun pengamatan.

Page 20: LAPORAN_AKHIR_3_FIX

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tumbuhan Lamun

Lamun adalah tumbuhan air berbunga yang mempunyai kemampuan adaptasi untuk hidup

pada lingkunga laut. Menurut Arber (1920) bahwa lamun memerlukan kemampuan berkolonisasi

untuk sukses dilaut yaitu : kemampuan untuk hidup pada media air asin (garam) ; mampu

berfungsi moral dalam keadaan terbenam ; mempunyai system perakaran yang berkembang

dengan baik , mempunyai kemampuan untuk berbiak secara generatife dalam keadaan

terbenam ; dan dapat berkompetisi dengan organism lain dalam keaadan kondisi stabil atau tidak

pada lingkungan laut.

Jumlah jenis lamun kurang lebih 50 jenis. Terdiri dari 12 marga yaitu 9 marga yang

termasuk suku Potamogetonaceae dan 3 marga termasuk dalam suku Hydrocharitaceae. Kedua

suku tersebut diklasifikasikan dalam bangsa monokotil.(Den Hartog.1970)

2.2 Karakteristik Lamun

Lamun mempunyai perbedaan yang nyata dengan tumbuhan yang hidup terbenam dalam

laut lainnya : seperti makroalgae atau rumput laut (seaweeds). Tumbuhan lamun memiliki bunga

dan buah yang kemudian berkembang menjadi benih. (Dahuri,2003).

Tumbuhan lamun terdiri dari rhizoma (rimpang),daun dan akar. Rhizoma merupakan

batang yang terbenam dan merayap secara mendatar, serta berbuku-buku. Pada buku-buku

tersebut tumbuh batang pendek yang tegak keatos, berdaun dan berbunga, serta tumbuh akar.

Dengan rhizoma dan akar inilah tumbuhan tersebut menampakan diri dengan kokoh didasar laut

sehingga tahan terhadap hempasan ombak dan arus. Lamun sebagian besar berumah dua, yaitu

dalam satu tumbuhan hanya ada satu bunga janta saja atau satu bunga melakukan penyerbukan

didalam air dan buahnya juga terbenam didalam air. (Azkab.2006)

2.3 Peranam dan Manfaat Lamun

Padang lamun merupakan habitat bagi beberapa organisme laut. Hewan yang hidup pada

padang lamun ada meruoakan penghuni tetap ada pula yang bersifat sebagai pengunjung. Hewan

yang datang sebagai pengunjung biasanya untuk untuk memijah atau mengasuh anaknya seperti

Page 21: LAPORAN_AKHIR_3_FIX

ikan. Selain itu, ada pula hewan yang datang mecari makanan seperti sapi laut (ougong dugong)

dan penyu (turtle) yang akan makan lamun syringodium isoetifolium dan thalassia hemprichi

( seodharma.2007).

Di daerah padang lamun, organism melfmpah karena lamun digunakan sebagai

perlindungan dan persembunyian dari predator dan kecepatan arus yang tinggi dan juga sebagai

sumber bahan makanan baik daunnya maupun epifit atau detritus. Jenis-jenis Polichaeta dan

hewan-hewan nekton yang banyak didapakan pada padang lamun. Lamun juga merupakan

komunitas yang sangat produktif sehingga jenis-jenis ikan dan fauna invertebrate melimpah di

perairan ini. Lamun juga produksi sejumlah besar bahan organic sebagai sbutrat untuk algae,

epifit, mikroflora dan fauna. (soedharma.2007)

Apabila air sedang surut rendah sekali atau surut purnama. Sebagian padang lamun akan

tersembul keluar dari air terutama bila komponen utamanya adalah Enhalus acoroides, sehingga

burung-burung berdatangan mecari makanan di padang lamun. (Nontji, 1987)

2.4 Jenis-jenis Lamun yang ada di Indonesia

2.4.1 Cymodocea rotundata

Cymodocea rotundata adalah jenis lamun yang hidup di perairan dangkal, panjang

helai daun Cymodocea rotundata adalah 7-15 cm, dan leba daun yaitu 0,2-0,4 cm. Rimpangnya

halus dan memiliki 1-3 akar bercabang yang tidak teratur pada setiap ruas. (El Shafi.2011)

2.4.2 Cymodocea serulata

Cymodocea serulata memiliki panjang daun hingga 15 cm, dan lebar 0,4-0,9 cm.

jenis ini memiliki batang pendek dengan akar yang berserat pada seriap ruas, Rimpangnya halus,

warnanya biasa menjadi kuning hijau atau coklat tergantung pada kondisi lamun dan intesitas

cahaya matahari (El Shafari.2011)

2.4.3 Enhalus acoroides

Enhalus acoroides memiliki daun yang berbentuk seperti pita dengan panjang

daun 200 cm dan lebar hamper 2 cm. jenis rimpangnya tebal sampai 1cm dan akarnya keras dan

tebal dengan ukuran 0,3-0,5 cm (El Shafai.2011)

2.4.4 Halodule uninervis

Panjang helai daun Halodule uninervis yaitu 15 cm, tapi biasanya jauh lebih

pendek . lebar daun berkisar 0,05-0,5cm dan memiliki bentuk linier dan datar. Batangnya

pendek, tegak, dan vertical, sedangkan rimpangnya kecil. (El Shafari. 2011)

Page 22: LAPORAN_AKHIR_3_FIX

2.4.5 Syringodium isotifolium

Syringodium isotifolium adalah satu-satunya spesies dengan memiliki daun berbentuk

silinder dan salah satunya jenis yang paling mudah untuk diidentifikasi. Panjang daun hingga 30

cm dan lebar 0,1-0,2cm. rimpangnyan halus dan memiliki 1-3 akar bercabang yang kecil

memiliki batang yang tegak disetiap ruas dengan 2-7 helai daun.( El Shafai. 2011)

2.4.6 Thalasia hemprichii

Thalasia hemprichii memiliki panjang daun hingga 40cm namun biasanya lebih

pendek , sedangkan lebarnya yaitu 0,4-1 cm, batangnya pendek dan tegak dengan jumlah daun

yaitu 2-6 helai. Rimpangnya tebal dan di tutupi dengan daun (El Shafai.2011)

2.4.7 Halodule pinifolia

Tanaman lurus, mempunyai sejumlah sel tannin kecil. Urat bagian tengah daun

jelas antara bagian tepi tidak jelas. Rimpangnya merambat dengan batang pendek pada tiap ruas.

(Coremap.2007)

2.4.8 Halopila minor

Lamun jenis ini mirip dengan Halopila ovalis tetapi lebih kecil. Rimpangnya tipis

dan mudah patah . pertumbuhan cepat dan jenis minor. (Coremap.2007)

2.4.9 Thalassodendron ciliatum

Rimpang mempunyai ruas-ruas dengan panjang 1,5 dan sampai 30cm. tegakan

batang mencapai 10-65 cm. daun berbentuk seperti pita. Akar dan nampangnya sangat kuat.

Rhizome dangat keras (Coremap.2007)

2.4.10 Halopila ovalis

Helai daun bulat telur dan bergaris, dengan tulang daun dampai 20 pasang daun

yang sebelah, membelah memotong urat daun. Rimpang menjalar dan bulat, mempunyai akar

tunggal tiap nodus (Coremap.2007)

2.4.11 Halopia decipines

Bentuk daunnya bulat panjang dan mempunyai pisau wali. Daun seperti gergaji.

(Philipa dan Menez. 1968)

2.4.12 Halopia spinulosa

Bentuk daunnya bulat panjang menyerupai pisau wali. Daun dapat berpasangan

sampai 22 pasangan. Serta memiliki tangkai yang panjang, tumbuh pada rataan karang yang

rusak . Rhizoma lipis. (Coremap.2007)

Page 23: LAPORAN_AKHIR_3_FIX

2.5 Parameter Kualitas air

2.5.1 Suhu

Beberapa penelitian melaporkan adanya pengaruh nyala perubahan suhu terhadap

kehidupan lamun, anatar lain dapat mempengaruhi metaboli sme, penyerapan unsure hara dan

kelangsungan hidup lamun (Brouns dan Hieis.1986)

Walaupun padang lamun secara geografis terberas luas yang diindikasikan oleh adanya

kiasaran toleransi yang luas terhadap temperatur tapi pada kenyataannya spesies lamun di daerah

tropis mempunyai toleransi yang rendah terhadap perubahan temperature kisaran suhu opyimal

bagi spesies lamun adalah 28-30 c. (Dahuri.2003)

2.5.2 Salinitas

Toleransi lamun terhadap slinitas bervariasi antar jenis dan umur. Lamun yang tua dapat

mentoleransi fluktuasi salinitas yang besar. Salinitas juga dapat berpengaruh terhadap biomassa,

produktivitas, kerapatan, lebar daun dan kecepatan pulih lamun. Sedangkan kerapatan semankin

meningkatnya salinitas, namun jumlah cabang dan lebar daun semakin menurun (Azkab.1988)

2.5.3 Derajat kesamaan (PH)

Derajat kesamaan adalah suatu ukuran tentang besarnya konsentrasi ionhidrogrn dan

menunjukan apakah suatu perairan itu besifat asam atau basa dimana kesamaan merupakan suatu

parameter yang dapat mennetukan produktivitas dsuatu perairan. Pada umunnya PH air laut tidak

banya bervariasi karena adanya system korbondioksida dalam laut yang berfungsi sebagai

penyangga yang cukup kuat. (Nontji.1993)

2.5.4 Kecerahan

Lamun membutuhkan intensitas cahaya yang tinggi untuk melaksanakan proses

fotosintesisnya. Hal ini terbukti dari hasil observasi yang menunjukan bahwa distribusi padang

lamun hanya terbatas pada daerah yang tidak terlalu dalam. Namun demikian, pengamatan

dilapangan menunjukan bahwa sebaran komunitas lamun di dunia masih ditemukan hingga

kedalaman 90 meter, asalkan pada kedalaman ini masih dapat ditembus cahaya matahari .

(Dahuri.2003)

2.5.5 Kedalaman

Kedalaman perairan dapat membatasi distribusi lamun secara vertical. Lamun

tumbuh di zona intertidal bawah subtidal atas hingga mencapai kedalaman 30 m . kedalaman

perairan juga berpengaruh terhadap kerapatan dan pertumbuhan lamun. (Hutomoo et al.1987)

Page 24: LAPORAN_AKHIR_3_FIX

2.5.6 Oksigen terlarut

Oksigen terlarut adalah kandungan oksigen yang terlarut di perairan yang merupakan

suatu komponen utama bagi metabolism organism perairan yang digunakan untuk pertumbuhan,

reprodukdi dan kesuburan lamun, (Oudm.1971)

2.5.7 Kekeruhan

Kekeruhan adalah suatu ukuran biasan cahaya didalam air yang disebabkan oleh adanya

portinel koloid dan suspense darin suatu polutan yang terkandung dalam air. Kekeruahn

disebabkan oleh adanya pertikel-pertikel kecil dan koloid berukuran 10mm sampai 10m.

(Effendi.2003)

Page 25: LAPORAN_AKHIR_3_FIX

BAB III

METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat

3.1.1 Pengambilan Sempel

Pratikum ini dilaksanakan pada tanggal 1 november 2014 pukul 11.00 sampai

pukul 17.00 WITA yang bertempat dipantai sanur kawasan teluk Benoa , Bali . Pantai sanur

merupakan pantai berpasi putih yang menjadi daerah tujuan wisata dan menjadi tempat berlabuh

beberapa kapal nelayan.

3.1.2 Pengolahan Data

Pratikum pengolahan data dilaksanakan pada tanggal 13 november 2014. Pukul

13.00-16.00 WITA. Yang bertempat di laboratorium ilmu kelautan , Fakultas Kelautan dan

Perikanan Universitas Udayana.

3.1.3 Gambar

Stas

iun

1

Stas

iun

2

Stas

iun

5

Stas

iun

7

Sats

iun

3

Sats

iun

4

Sats

iun

6

Page 26: LAPORAN_AKHIR_3_FIX

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Pengambilan Sampel

a. Alat

No Nama alat Jumlah Kegunaan Satuan

1 Transek kuadrat ukuran 1x1m 1 buah Sebagi batas

pengamatan

Meter

2 Tali raffia 50 m 1 gulung Mengukur jarak tiap

transek

Meter

3 GPS 1 buah Menentukan posisi _

4 Alat tulis lapangan 1 set Menulis data hasil

pengamatan

_

5 Thermometer 1 buah Megukur suhu

perairan

c

6 Refratometer 1 buah Mengukur salinitas Ppc

7 DO meter 1 buah Mengukur oksigen

terlarut

mg/l

8 Plastic (1kg) 1 bungkus Menyimpan sampel

dan biomassa lamun

_

9 Sechii disk 1 buah Mengukur kecerahan Meter

10 Tongkat ukur 1 buah Mengukur

kedalaman perairan

Meter

11 Sendok 1 buah Mengambil sampel

lamun

_

12 Kamera 1 buah Mengambil gambar

sampel pengamatan

_

3.2.2 Pengambilan Data

a. Alat

No Nama Alat Jumlah Kegunaan

1 Alat tulis 1 set Menulis data hasil pengamatan

Page 27: LAPORAN_AKHIR_3_FIX

2 Buku identifikasi 1 buah Mengidentifikasi spesies lamun

3 Aluminium foil 1 gulung Membungkus biomassa lamun

b. Bahan

No Nama bahan Jumlah Kegunaan

1 Enhalus acoroides 1 Sebagai specimen pratikum

2 Cymodecea rotundata 1 Sebagai specimen pratikum

3 Halopia ovalis 1 Sebagai specimen pratikum

4 Haludule uninervis 1 Sebagai specimen pratikum

5 Halodule pinifolia 1 Sebagai specimen pratikum

3.3 Prosedur kerja pebgambilan sampel lamun

Pertama menentukan posisi transek garis , dimulai dari bagian akhir sisi dalam pantai dan

orientasinya tegak lurus dengan garis pantai. Jarak antar transen garis terpisah antar 10-50m

dalam keadaan posisi sejajar dan tetap tegak lurus garis pantai. panjang transek garis tergantung

pada bentang padang lamun dan sebaiknya meliputi daerah perbatasan luar dari padang jika

lamun mulai tidak tampak . untuk mengambil sampel mengunakan transek kuadrat (1m x 1m)

dilakukan pada jarak yang sama. Kemudian cata parameter yang terkait dengan kondisi

lingkungan tempat lamun hidup pada tiap plot pengamatan. Perkirakan nilai persen penutupan

lamun perjenis yang terdapat dalam transek kuadrat dan catat kedalaman data sheet. Kemudian

hitung jumlah individu lamun perjenisnya berdasarkan akar rhizomenya yang terapat dalam tiap

transek kuadrat.

3.4 Prosedur Pengambilan Parameter Lingkungan

3.4.1 Suhu

a. Dimasukan PH meter yang didalamnya terdapat sensor suhu kedalam air sampai

batas sensor alat

b. Dilihat angka suhu yang terkena pada alat dan di catat hasil pengamatan.

c. Ulangi dengan cara yang sama pada plot selanjutnya.

3.4.2 Salinitas

a. Di ambil sedikit air pada lokasi pengamatan lalu teteskan ke kaca pada

refraktometer

Page 28: LAPORAN_AKHIR_3_FIX

b. Di arahkan kaca refraktometer kesinar matahari kemudian dilihat angka yang

tertera pada refraktometer

c. Di catat hasil pengamatan

d. Ulangi dengan cara yang sama pada plot selanjutnya

3.4.3 Oksigen terlarut (00)

a. Di masukan sensor 00 meter kedalam air tempat pengamatan sampel batas sensor

alat .

b. Di amati angka yang terdapat pada 00 meter kemudian catat pada kertas pendataan

c. Ulangi dengan cara yang sama pada plot selanjutnya

3.4.4 Kecerahan

a. Di masukan sechii disk kedalam perairan sampai batas substrat

b. Di amati sechii disk didalam perairan. Jika dapat diamati maka dimasukan angka

100%

c. Ulangi dengan cara yang sama pada plot selanjutnya.

3.4.5 Derajat kesamaan (PH)

a. Di masukan PH meter yang didalamnya terdapat angka hasil pengamatan

b. Di amati angka yang tertera PH meter, kemudian di cata pada kertas data.

c. ulangi dengan cara yang sama pada plot selanjutnya.

3.4.6 Kedalaman

a. Di masukan tongkat ukur kedalaman perairan pada plot

b. Di amati angka pada tomgkat ukuran kemudain dicatat pada kertas data

c. Ulangi dengan cara yang sama pada plot selanjutnya.

3.5 Pengolahan Data

3.5.1 Perhitungan penutupan

1. letakan trensek kuadrat pada substrat. Transek ini terbagi menjadi 25 bagian

kuadrat kecil

2. Catat kesimpulan tiap plot lamun yang ada dalam ke 25 bagian dengan mengacu

pada kelas yang terdapat pada table berikut :

Page 29: LAPORAN_AKHIR_3_FIX

No Nilai penutup pada substrat % penutup substrat Nilai tengah (Mi)

5 – keseluruhan

50 – 100 75

4 -

25 – 50 37,5

3 -

12,5 – 25 18,75

2 -

6,25 – 12,5 9,38

1<

< 6,25 3,12

0 Kosong 0 0

Penutupan ( ) dari tiap spesies lamun dalam tiap transek 1 x 1 dihitung dengan

rumus :

= Σ (Mi x Fi) / Σ f

Dimana :

Mi ; Nilai presentase dari kelas –i

Fi : frekuensi (jumlah dari sector dengan kelas penurup yang sama)

Syarat Penutupan kesimpulan

< 5% Sangat jarang

5 25 % Jarang

25 50 % Sedang

50 < 75 % Rapat

75 % Sangat rapat

3.5.2 Pengukuran biomassa lamun

Page 30: LAPORAN_AKHIR_3_FIX

Setiap spesies yang ditemukan lamun dipisahkan antara daun tua dan daun muda.

Kemudian ditimbang berat basah dari setiap bagian tersebut. Setelah itu sampai lamun dimasukan

kedalam oven dengan suhu 80c selama 24 jam sampai kadar airnya hilang lalu didinginkan dan

ditimbang berat keringnyan. Biomassa dihitung menggunakan rumus :

Biomassa =

3.5.3 Pengukuran kerapatan jenis lamun

Menurut Brower (1990) rumus yang digunakan dalam perhitungan kerapatan

lamun :

Kerapatan jenis (Oi) : Di =

Kerapatan relative lamun (RDi) : RDi = x 100

Keterangan

Di : Kerapatan jenis ( individu / )

Ni : jumlah total tegakan dari jenis ke-i

Σn : jumlah total tegakan seluruh jenis

A : luas area plot pengamatan ( )

RDi : kelimpahan relative jenis ke – i

Page 31: LAPORAN_AKHIR_3_FIX

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengamatan sampel dilakukan di Pantai Samuh,Nusa Dua,Kabupaten Badung.

Pengamatan dilakukan di suatu stasiun dengan panjang 50 meter serta terdapat 5 transekdalam

satu stasiun yang berjarak 10meter dari transek satu ke transek lainnya.Pengambilan transek

pertama dimulai dari jarak 50 meter dari titik nol dan sejajar dengan garis pantai. Pengolahan

data dilakukan di laboratorium Fakultas Kelautan dan Perikanan,Universitas Udayana.

4.1 Kualitas air

plot 1 (50 meter)      

No. Parameter Alat Ukur Nilai Satuan

1 Suhu Termometer 29,8 oC

2 Salinitas Refraktometer 35 ‰

3 Oksigen terlarut DO meter 3,9 mg/l

4 kecerahan Seschi Disk 100 %

5 pH pH meter 8.13  

6 Kedalaman Tongkat ukur 101 cm

Plot 2 (40 meter)      

No. Parameter Alat Ukur Nilai Satuan

1 Suhu Termometer 29,5 oC

2 Salinitas Refraktometer 37 ‰

3 Oksigen terlarut DO meter 3,8 mg/l

4 kecerahan Seschi Disk 100 %

5 pH pH meter 8.17  

6 Kedalaman Tongkat ukur 87 cm

plot 3 (30 meter)      

No. Parameter Alat Ukur Nilai Satuan

1 Suhu Termometer 29,3 oC

Page 32: LAPORAN_AKHIR_3_FIX

2 Salinitas Refraktometer 36 ‰

3 Oksigen terlarut DO meter 3,9 mg/l

4 kecerahan Seschi Disk 100 %

5 pH pH meter 8.13  

6 Kedalaman Tongkat ukur 74 cm

plot 4 (20 meter)      

No. Parameter Alat Ukur Nilai Satuan

1 Suhu Termometer 29 oC

2 Salinitas Refraktometer 35 ‰

3 Oksigen terlarut DO meter 4,6 mg/l

4 kecerahan Seschi Disk 100 %

5 pH pH meter 8.13  

6 Kedalaman Tongkat ukur 65 cm

plot 5 (10 meter)      

No. Parameter Alat Ukur Nilai Satuan

1 Suhu Termometer 29,2 oC

2 Salinitas Refraktometer 33 ‰

3 Oksigen terlarut DO meter 4,5 mg/l

4 kecerahan Seschi Disk 100 %

5 pH pH meter 8.13  

6 Kedalaman Tongkat ukur 54 cm

Tabel.1 Parameter Kualitas Air pada Stasiun Pengamatan Lamun

Pengamatan pertama yaitu pengamatan parameter lingkungan. Pada transek pertama

diperoleh salinitas 35%o,oksigen terlarut (DO)=3,9 mg/l,suhu=29,8 ,pH(derajat

keasaman)=8,13 serta kecerahan= 100% dan kedalaman 101 cm.Transek kedua salinitas 37

%o,oksigen terlarut 3,8mg/l,suhu 29,5 ,pH8,17,kecerahan 100% dan kedalaman 87 cmr.

Transek ketiga salinitas 36 %o,oksigen terlarut 3,9mg/l , suhu 29,3 , pH 8,13, kecerahan 100%

dan kedalaman 71 cm. Transek keempat salinitas 35 %o , oksigen terlarut 4,6mg/l , suhu 29 ,

pH 8,13 , kecerahan 100% dan kedalaman 65 cm. Transek kelima salinitas 33 %o , oksigen

terlarut 4,5 mg/l,suhu 29,2 , pH 8,13 , kecerahan 100 % dan kedalaman 54 cm.

Page 33: LAPORAN_AKHIR_3_FIX

4.2 Persen Penutupan

Pengamatan kedua yaitu penutupan dari masing-masing jenis lamun. Pada transek

pertama persen penutupan dari Enhalus acoroides 43,75 % berarti penutupan sedang,Cymodocea

rotundata 41,6256 % berarti penutupan sedang,Halopila ovalis 16,7524 % berarti penutupan

jarang,Halodule uninervis 8,1264 berarti penutupan jarang. Transek kedua persen penutupan

Enhalus acoroides 26,6276 % berarti penutupan sedang,Cymodocea rotundata 20,252 % berarti

penutupan jarang,Halopila ovalis 10,004 % berarti penutupan jarang,Halodule uninervis 10,0036

%berarti penutupan jarang,dan Halodule pinifolia 8,4076 % berarti penutupan jarang. Transek

ketiga persen penutupan dari Enhalus acoroides 4,5 % berarti penutupan jarang,Cymodocea

rotundata 6,6268 % berarti penutupan jarang,Halopla ovalis 2,5028 % berarti pnutupan

jarang,Halodule uninervis 47,6252 % berarti penutupan sedang dan Halodule pinifolia 2,8776 %

berarti penutupan sangat jarang. Transek keempat persen penutupan Enhalus acoroides 58,5 %

dapat disimpulkan rapat, Cymodocea rotundata 34,3756 % dapat disimpulkan sedang, Halopila

ovalis 19,2526 % dapat disumpulkan jarang, Halodule uninervis 6,3784% dapat disimpulkan

jarang dan Halodule pinifolia 14,502% dapat disimpulkan jarang. Transke ke 5 persen penuttupan

dari Enhalus acoroides 27,7508% dapat disimpulkan sedang, Cymodocea routndata 18,6268%

dapat disimpulkan jarang, Halopila ovalis 0,3758% dapat disimpulkan sangat jarang, Halodule

uninervis 10,3784% dapat disimpulkan jarang, Halodule pinifolia 4,004% dapat disimpulkan

sangat jarang.

4.3 Komposisi spesies Lamun

Page 34: LAPORAN_AKHIR_3_FIX

Terdapat 5 jenis lamun yang ditemukan pada lokasi pengamatan.Pada transek 1

sampai transek 5, Enhalus acoroides, Cymodocea rotundata, Halophila ovalis, Halodule uninervis

dan Halodule pinifolia.

4.4 Biomassa Lamun

Page 35: LAPORAN_AKHIR_3_FIX
Page 36: LAPORAN_AKHIR_3_FIX

Pengamatan selanjutnya yaitu biomassa lamun. Pada transek 1, biomassa dari Enhalus

acoroides 221,44 gr/m2, Halophila ovalis 1,76 gr/m2, Halodule uninervis 8,32 gr/m2 sedangkan

Cymodocea rotundata dan Halodule pinifolia bernilai 0. Pada transek 2, biomassa Enhalus

acoroides 111,2 gr/m2, Cymodocea rotundata 3,36 gr/m2, Halophila ovalis 0,16 gr/m2, Halodule

uninervis 1,12 gr/m2 dan Halodule pinifolia yaitu 0. Pada transek 3, biomassa Enhalus acoroides

74,56 gr/m2, Halodule uninervis 7,52 gr/m2, Cymodocea rotundata, Halophila ovalis, dan

Halodule uninervis bernilai 0. Pada transek 4, biomassa dari Enhalus acoroides 169,92 gr/m2,

sedangkan Cymodocea rotundata, Halophila ovalis, dan Halodule uninervis dan Halodule

pinifolia bernilai 0. Pada transek 5, biomassa Enhalus acoroides yaitu 215,68 gr/m2 sedangkan

Cymodocea rotundata, Halophila ovalis, dan Halodule uninervis dan Halodule pinifolia bernilai

0.

4.5 Kerapatan Jenis

Kerapatan jenis (Di) dari trannsek transek pertama dari jenis Enhalus acoroides 392 ind /

m2, Cymodocea rotundata 452 ind / m2, Halophila ovalis 336 ind / m2, Halodule uninervis 296

ind / m2, dan Halodule pinifolia 148 ind / m2.. Kerapatan jenis pada transek 2 dari Enhalus

acoroides 328 ind / m2, Cymodocea rotundata 256 ind / m2, Halophila ovalis 380 ind / m2,

Halodule uninervis 192 ind / m2, dan Halodule pinifolia 224 ind / m2. Kerapatan jenis pada

transek 3 dari Enhalus acoroides yaitu 92 ind / m2, Cymodocea rotundata 180 ind / m2, Halophila

ovalis 104 ind / m2, Halodule uninervis 516 nd / m2, dan Halodule pinifolia 200 ind / m2.

Kerapatan jenis pada transek keempat dari Enhalus acoroides yaitu 736 ind / m2, Cymodocea

rotundata 612 ind / m2, Halophila ovalis 440 ind / m2, Halodule uninervis 272 ind / m2, dan

Page 37: LAPORAN_AKHIR_3_FIX

Halodule pinifolia 340 ind / m2. Kerapatan jenis pada transek 5 dari Enhalus acoroides 356 ind /

m2, Cymodocea rotundata 384 ind / m2, Halophila ovaalis 24 ind / m2, Halodule uninervis 328

ind / m2, dan Halodule pinifolia 220 ind / m2

4.6 Kerapatan Relatif

Kerapatan relative jenis (Rdi) pada transek pertama dari jenis Enhalus acoroides

24,14 ,Cymodocea rotundata 27,83, Halophila ovalis 20,69, Halodule uninervis 24,752 dan

Halodule pinifolia 9,11. Kerapatan jenis pada transek 2 dari jenis Enhalus acoroides 23,43,

Cymodocea rotundata 18,29, Halophila ovalis 27,14 , Halodule uninervis 13,71, dan Halodule

pinifolia 17,43. Kerapatan jenis pada transek 3 dari jenis Enhalus acoroides 8,42, Cymodocea

rotundata 16,48, Halophila ovalis 9,52, Halodule uninervis 47,25, dan Halodule pinifolia 18,32.

Kerapatan jenis pada transek 4 dari jenis Enhalus acoroides 30,67 , Cymodocea rotundata 25,5,

Halophila ovalis 18,33 , Halodule uninervis 11,33, dan Halodule pinifolia 14,17 . Kerapatan

relative pada transek 5 dari jenis Enhalus acoroides 27,13, Cymodocea rotundata 29,27,

Halophila ovalis 1,83, Halodule uninervis 25 dan Halodule pinifolia 16,77.

Page 38: LAPORAN_AKHIR_3_FIX

BAB V

KESIMPULAN

1. Parameter lingkungan yang diamati yaitu salinitas,oksigen

terlarut,suhu,pH,kecerahan dan kedalaman pada masing-masing transek

menunjukkan parameter lingkungan yang normal.

2. Pada transek I,II,IV dan V spesies Enhalus acoroides memiliki persen penutupan

yang besar dengan kategori sedang sampai rapat dibandingkan dengan

spesieslainnya. Pada transek III persen penutupan yang besar dengan kategori

sedang yaitu spesies Halodule uninervis. Sedangkan persen penutupan pada

transek I dan II dengan kategori jarang yaitu dari spesies Halodule pinifolia,pada

transek III dan V dengan kategorisangat jarang ditemukan pada spesies Halopila

ovalis serta transek ke IV dengan kategori jarang yaitu dari spesies Halodule

uninervis.

3. Komposisi jenis dari transek I,transek II,transek III,transek IV dan transek V

ditemukan lima spesies yang sama yaitu Enhalus acoroides,Cymodocea

rotundata,Halopila ovalis,Halodule uninervis dan Halodule pinifolia.

4. Enhalus acoroides memiliki bimassa yang paling besar pada tiap transek

dibandingkan spesies lainnya namun biomassa yang paling tinggi terdapat pada

transek satu dan Halophila ovalis memiliki biomassa yang paling kecil di semua

transek.

5. Karena kerapatan jenis dan kerapatan relative jenis saling berhubungan, maka

didapat kesimpulan yang sama yaitu pada transek 1 dan 5 spesiesCymodocea

rotundata memiliki nilai yang tertinggi, transek 2 yaitu Halophila ovalis transek 3

yaitu Halodule uninervis dan transek 4 yaitu Enhalus acoroides memiliki nilai

yang tertinggi Untuk nilai terendah yaitu pada transek 1 dari spesies Halodule

pinifolia, transek 2 dan 4 adalah Halodule uninervis, transek 3 yaitu Enhalus

acoroides, dan transek 5 yaitu Halophila ovalis.

Page 39: LAPORAN_AKHIR_3_FIX

DAFTAR PUSTAKA

ARBER, A.1920 Water Plants, a study of aquatic angiosperms. Gambridge 436 P.

Azkab. MH.2006. Ada apa dengan lamun pusat penelitian oseanografi. UPI 31 (3) : 45-55

Azkab. MH,1988. Pedoman inventarisasi lamun Oseana 1:1-16 Balitbang Biologi laut. Pustibang

Biologoi laut – UPI Jakarta.

Brouns, JJ.W.M and H.M.L. Heigs 1986 Production an biomassa of the seagrass, Enhalus

acoroides (L.F) Ryolr, and andil epipkytes aquatic botani. 25 : 21-45

Coremap. II.2007. Pedoman umum pengelolaan berbasis Masyarakat COREMAP, ditjen

kelautan , pesisir dan pulau-pulau kecil , Departement kelautan dan perikanan Jakarta.

Den Hartog . 1970 seagrass of the world North-Holand punl.co,.Amsterdam

Dahuru F.2003. Keanekaragaman Hayati laut . PT Gramedia Pustaka Umum . Jakarta

Effendi . H. 2003 , Telas kualitas air bagi pengelola sumber daya dan lingkugan perairan cetak

kelima Yogyakarta: kanisius

El Shafari. 2011. Interduction to Ecology . Mac Donald and Evans Estroves Plymouth

Hutomo. M dan Azkab.M.H.1987 peranan lamun di perairan laut dangkal. Osean volume XII

nomer 1:13-23. 1987. Balitbang biologi laut. Puslitbang Biologi laut – LIPI. Jakarta

Nontji A. 1993. Laut nusantara .Djambatan. Jakarta

Nontji. Anugerah 1987. Laut Nusantara Jakarta : Djambatan

Odum E.P.1991. fundamental of ecology. WB. Sounders Company LLD Philadelphia

Pailin. 2009. The effects of grazing by sea urchins tronglocentrotur SPP. On benthic alga

populations Oceanography

Philips. C.R. and E.G Menez. 1968 seagrass smith sonian institution Press. Washington DC

Page 40: LAPORAN_AKHIR_3_FIX

Soedharma. D 2007. Pertumbuhan Produktivitas dan biomassa, fungsi dan peranan lamun.

Institute pertanian Bogor. Bogor

Sopono and A.Y.Arbi.2010 struktur Komunitas ekinodermata dipadang lamun perairan kema,

Sulawesi utara. Oseanologi dan limnology di Indonesia 36 (3). 329-341.

COVER PLANKTON

Page 41: LAPORAN_AKHIR_3_FIX
Page 42: LAPORAN_AKHIR_3_FIX

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tidak kurang dari 70% dari permukaan bumi itu adalah laut,atau dengan kata lain

ekosistem laut merupakan lingkungan hidup manusia yang terluas. Dikatakan bahwa laut itu

merupakan cadangan terbesar untuk bahan-bahan mineral, energi dan bahan makanan. Endapan

mineral oleh gerakan air laut dapat naik kepermukaan laut dan dipergunakan oleh fitoplankton

untuk membentuk jaringan hidup. (Thohir.1985)

Plankton adalah organism yang terapung atau melayang-layang dalam air yang

pergerakannya relatif pasif.(Suin.2002). Plankton terbagi menjadi dua golongan, yakni

fitoplankton yang terdiri dari tumbuhan laut yang melayang-layang serta mampu berfotosintesis

dan zooplankton yaitu plankton jenis hewan-hewan laut. (Nyabakken.1988)

Aktivitas fotosintesis yang dilakukan plankton akan menghasilkan karbohidrat dan

oksigen, sehingga dapat meningkatkan kelarutan oksigen dalam perairan. Plankton sebagai

penyumbang terbesar kelarutan oksigen pada lingkungan perairan keberadaannya sangat penting

untuk menunjang kehidupan dalam air. Fitoplankton tidak memiliki alat gerak dan

keberadaannya dalam lingkungan perairan sangat dipengaruhi oleh gerakan air ,arus air dan

gelombang serta siklus matahari. Plankton beradaptasi untuk mempertahankan kedudukannya

pada kolam air dengan berbagai cara, misalnya saling berikatan membentuk kelompok,

meningkatnya daya apung dengan mengembangkan bentuk tubuh yang berduri, berbulu, dan

bercambuk. (Kavanaugh et al.2009)

1.2. Rumusan Masalah

1. Bagaimana kelimpahan plankton dipantai Samuh pada stasiun pengamatan ?

2. Bagaimana keanekaragaman plankton di pantai Samuh pada stasiun pengamatan ?

3. Bagaimana keseragaman plankton di pantai Samuh pada stasiun pengamatan ?

4. Bagaimana indeks dominansi plankton di pantai Samuh pada stasiun pengamatan ?

1.3. Tujuan

1. Mengetahui kelimpahan plankton di pantai Samuh pada stasiun pengamatan.

2. Mengetahui keanekaragaman plankton di pantai Samuh pada stasiun pengamatan.

3. Mengetahui keseragaman plankton dipantai Samuh pada stasiun pngamatan.

4. Mengetahui indeks dominansi plankton di pantai Samuh pada stasiun pengamatan.

Page 43: LAPORAN_AKHIR_3_FIX

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Plankton Secara Umum

Page 44: LAPORAN_AKHIR_3_FIX

Plankton adalah organisme baik tumbuhan maupun hewan yang umumnya berukuran

relative kecil (mikro) , hidup melayang-layang di air, tidak mempunyai daya gerak atau walaupun

ada daya gerak relative lemah sehingga distribusinya sangat dipengaruhi oleh daya gerak air,

seperti arus dan lainnya. (Nyabakken.1992). Plankton diaplikasikan untuk seluruh hewan dan

tumbhan yang hidup secara bebas di air karena keterbatasan pergerakannya atau secara pasif

melawan arus perairan karena memiliki flagel. (Heddy&Kurniati.1996)

Plankton merupakan organism perairan pada tingkat (tropik) pertama dan berfungsi

sebagai penyedia energi. Secara umum plankton dapat dibagi menjadi dua golongan yaiti

fitoplankton yang merupakan golongan tumbuhan umum mempunyai krolofil (plankton nabati),

dan zooplankton (golongan hewan) atau plankton hewani. (Wibisono.2005)

2.1.1 Fitoplankton

Nama fitoplankton diambil dari bahasa yunani “phyton”: tanaman dan plankton yang

berarti “pengembara” atau “penghanyut”. Fitoplankton merupakan organism yang berukuran

renik, sekitar 1µm-200µm. fitoplankton memiliki gerakan yang sangat lemah dengan bergerak

mengikuti arah arus dan dapat melakukan fotosintesis karena memiliki klorofil. Fitoplankton

sebagian besar terdiri dari alga (ganggang) bersel tunggal yang berukuran renik tetapi, beberapa

jenis diantaranya ada juga yang berbentuk koloni. (Ahmad Mudjiman.2004)

2.1.2. Zooplankton

Zooplankton merupakan plankton hewani yang terhanyut secara pasif karena terbatasnya

kemampuan bergerak. Ada 3 kategori ukuran zooplankton yang dikenal dengan

mikrozooplankton meliputi zooplankton dapat melewati plankton net dengan mata 202µm dan

mesozooplankton adalah yang tersangkut sedangkan makrozooplankton dapat ditangkap dengan

plankton net dengan lebar mata 505µm. (Ahmad Mudjiman.2004)

2.2 Peranan, Manfaat, dan Fungsi Ekologi Plankton

Kehadiran plankton di suatu ekosistem perairan sangatlah penting, karena fungsinya

sebagai produsen primer atau karena kemampuannya dalam mesintesa senyawa organik melalui

proses fotosintesis. (Heddy&Kurniati.1996). Dlam ekosistem air hasil dari fotosintesis yang

dilakukan oleh fitoplankton bersama dengan tumbuhan air lainnya disebut produktivitas primer.

Fitoplankton terutama pada lapisan perairan yang mendapat cahaya matahari yang

dibutuhkan untuk melakukan proses fotosintesis , sedangkan organism konsumen adalah

zooplankton, larva, ikan, udang, kepiting, dan sebagainya. (Barus.2004). Produsen adalah

organisme yang memiliki kemampuan untuk menggunakan sinar matahari sebagai sumber energy

Page 45: LAPORAN_AKHIR_3_FIX

dalam melakukan aktivitas hidupnya, sedangkan konsumen adalah organisme yang

menggunakan sumber energy yang dihasilkan oleh organism lain. Plankton dalam ekosistem

perairan mempunyai peranan yang sangat penting terutama dalam rantai makanan dilaut, karena

plankton merupakan produsen utama yang memberi sumbangan terbesar pada produksi primer

total suatu perairan. Peranan plankton bagi produktivitas primer perairan karena plankton dapat

melakukan fotosintesis yang menghasilkan bahan organik yang kaya energi maupun kebutuhan

oksigen bagi organisme yang tingkatannya lebih tinggi. (Djarijah.1995)

2.3 Kualitas air

Air merupakan sumber daya alam yang diperlukan oleh orang banyak bahkan semua

makhluk hidup, air juga tergolong sebagai cairan biologis karena terdapat dalam tubuh

organisme. Kualitas air merupakan sifat air kandungan makhluk hidup, energy, zat atau

komponen lain yang terdapat didalam air. Kualitas air dapat dinyatakan dalam parameter (fisika ,

kekeruhan, kepadatan terlarut,dll). Pada parameter kimia ( Ph, oksigen terlarut, COD,BOD, kadar

logam), serta parameter biologi (keberadaan plankton, bakteri, ikan, dll). (Effendi.2003)

2.3.1 Suhu

Suhu air dapat mempengaruhi sifat fisika, kimia, serta biologi. Perairan antara lain

kenaikan suhu dapat menurunkan kandungan O₂ serta kenaikan daya toksit yang ada dalam suatu

perairan. Semakin tinggi suhu maka semakin berkurang kandungan oksigen terlarut. Plankton

memiliki perkembangan jika suhunya optimum kisaran 25-30ᵒC. (Musib.2010)

2.3.2 Salinitas

Salinitas berperan penting daam kehidupan organism. Daerah pesisir pantai merupakan

perairan yang dinamis yang menyebabkan variasi salinitas tidak begitu besar. Organism yang

hidup cenderung memiliki toleransi salinitas sampai 15‰. Jika lebih dari 15‰ tersebut maka

organism tersebut akan sulit menyesuaikan dirinya dengan lingkungannya. (Nyabakken.1988)

2.3.3 DO (Disolved Oxygen)

DO merupakan banyaknya oksigen terlarut dalam suatu perairan. Oksigen terlarut

merupakan factor yang sangat penting didalam ekosistem perairan, terutama sekali dibutuhkan

untuk proses respirasi bagi sebagian besar organisme-organisme air. Kelarutan oksigen didalam

air sangat mempengaruhi terutama oleh factor suhu , kelarutan maksimum oksigen didalam oer

terdapat pada suhu 0ᵒC yaitu sebesar 14,16 mg/₰O₂, dengan terjadinya peningkatan suhu akan

Page 46: LAPORAN_AKHIR_3_FIX

menyebabkan konsentrasi oksigen akan menurun dan sebaliknya suhu yang semakin rendah akan

meningkatkan konsentrasi oksigen terlarut. (Barus.2004)

2.3.4 pH

Organisme akuatik dapat hidup dalam suatu perairan yang mempunyai nilai Ph yang

netral dengan kisaran toleransi antara asam lemah basa lemah. Pada pH yang ideal bagi

kehidupan organism akuatik pada umumnya kisaran antara 7-8,5. Kondisi perairan yang bersifat

sangat asam maupun sangat basa akan membahayakan kelangsungan hidup organisme karena

akan menyebabkan terjadinya gangguan metabolism dan respirasi. Disamping itu pH yang sangat

rendah akan mengakibatkan mobilitas berbagai senyawa logam berat yang bersifat tiksik semakin

tinggi tentunya akan mengancam kelangsungan akuatik. Sementara pH yang tinggi akan

menyebabkan antara keseimbangan antara ammonium dan amoniak dalam air akan terganggu,

dimana kenaikan pH diatas netral akan meningkatkan konsentrasi amoniak yang juga bersifat

sangat toksik bagi organism. (Barus.2004)

BAB III

METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat

3.1.1 Deskripsi

a. Pengambilan Sampel

Pratikum pengambilan sampel plankton dilaksanakan pada tanggal 1 November

2014 ,Pukul 11.00 WITA-selesai, bertempat di pantai Samuh yang terletak di kawasan

Page 47: LAPORAN_AKHIR_3_FIX

Tanjung Benoa, Bali. Pantai Samuh merupakan pantai berpasir putih yang menjadi daerah

tujuan wisata dan menjadi tempat bersandar beberapa kapal nelayan.

b. Indentifikasi Sampel

Untuk mengidentifikasi sampel plankton dilaksanakan pada tanggal 24 November

2014 pada pukul 13.00-selesai. Bertempat di Laboratorium Ilmu Kelautan, Fakultas

Kelautan dan Perikanan Universitas Udayana.

3.1.2 Gambar Daerah Lokasi Penelitian

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat

No Nama Alat Kegunaan Jumlah

1 Plankton Net Untuk mengambil sampel air 1 Buah

2 Botol 1500 ml Untuk menampung sampel air 2 Buah

3 Botol 100 ml Untuk menampung sampel air 2 Buah

4 Alat Dasar Selam Untuk membantu pengamatan 1 Set

Page 48: LAPORAN_AKHIR_3_FIX

5 Penyaringan Untuk menyaring sampel air 1 Buah

6 Label Untuk menandai botol sampel Secukupnya

7 Mikroskop

Binokuler

Untuk mengamati sampel 1 Buah

8 Sedgwick Rafter Untuk menempatkan sampel 1 Buah

9 Counting cell Untuk menutup sampel 1 Buah

10 Tissue Untuk membersihkan preparat 1 Gulung

11 Pipet tetes Untuk mengambil sampel air 1 Buah

12 Buku Identifikasi Untuk mencocokkan sampel yang didapat 1 Buah

13 Laptop Untuk mengidentifikasi plankton 1 Buah

14 Buku gambar Untuk menggambar spesies plankton 1 Buah

15 GPS Untuk mengukur titik koordinat 1 Buah

16 Optilab Untuk menghubungkan pengamatan plankton

dimicroskop ke laptop

1 Buah

3.2.2 Bahan

No Nama Bahan Kegunaan Jumlah

1 Lugol Sebagai pewarna plankton Secukupnya

2 Lyngbya sp. Sebagai specimen praktikum 6

3 Skeletonema Sebagai specimen praktikum 1

Page 49: LAPORAN_AKHIR_3_FIX

4 Nauplii Sebagai specimen praktikum 2

5 Cyclop Sebagai specimen praktikum 1

6 Copepoda Sebagai specimen praktikum 1

3.3 Prosedur Kerja

3.3.1 Pengambilan Sampel

Pertama kita menyiapkan alat dan bahan pratikum plankton, kemudian dua orang

memakai alat dasar selam untuk berenang berjarak 50m. Dimulai dari 0m dari pesisir, mencatat

data arus pada baling-baling yang ada didalam plankton net, lalu dua orang berpasangan

berenang dari 0m sampai 50m membawa plankton net dan botol 1500 ml dengan kecepatan

konstan. Sampai pada jarak 50m, catat data arus pada baling-baling yang ada dalam plankton net

dan air yang ada dalam plankton net dimasukan kedalam botol pertma berukuran 1500 ml. Lalu

kembali lagi ke 0m dengan membawa plankton net dan botol yang berisi air secara berpasangan.

Sesampai pada0m , catat data arus pada baling-balingyang ada dalam plankton ne dan air yang

ada dalam plankton net dimasukkan kedalam botol 2 berukuran 1500 m. Botol 1 dan 2 berukuran

1500 ml air didalamnya disaring dengan penyaringan, lalu dimasukkan kedalam botol 1 dan 2

yang berukuran 100 ml, kemudian ditetesi dengan lugol.

3.3.2 Identifikasi sampel

Disiapkan alat untuk melakukan identifikasi sampel

Dipasang alat dan perlengkapan mikroskop

Diteteskan air sampel pada sedgwick-rafer counting cell dengan menggunakan

pipet tetes

Diletakan sampel pada mikroskop kemudian diatur fokus pada mikroskop

Diamati sampel pada lensa okuler dan laptop

Dicatat nama spesies yang berhasil diamati

Hasil pengamatan difoto dan dimasukan kedalam folder yang sama agar tidak

terpisah

3.3.3 Analisa Data

Page 50: LAPORAN_AKHIR_3_FIX

a. Kelimpahan

Kelimpahan plankton dilakukan berdasarkan pencacahan diatas gelas objek

Sedgwick-Rafter Counting Cell dengan satuan individu/liter (ind/L). Rumus

perhitungan kelimpahan plankton adalah sebagai berikut:

Keterangan:

N : Kelimpahan

n : Jumlah fitoplankton dan zooplankton yang diidentifikasi

Vt : Volume tersaring dalam botol contoh 100 ml.

Vo : Volume air pada Sedgwick-Rafter Counting Cell (1 ml)

Acg : Luas Sedgwick-Rafter Counting Cell (1000 mm2)

Aa : Luas petak Sedgwick-Rafter Counting Cell yang diamati (1000 mm2)

Vd : Volume air yang disaring (m3)

b. Indeks Keanekaragaman, Keseragaman dan Dominansi

Besarnya indeks keanekaragaman adalah sebagai berikut:

Keterangan:

H’ : Indeks Keanekaragaman

Pi : ni/N

ni : Jumlah individu genus ke-i

N : Jumlah total individu

Nilai H’=0 berarti komunitas hanya terdiri dari suatu genus dan nilai H’ akan

semakin besar apabila semakin banyak genus yang terdapat dalam contoh. Nilai

H’ akan mendekati maksimum apabila semua genus terdistribusi secara merata

dalam komunitas.

Keseragaman jenis menunjukan seberapa besar nilai kesamaan jumlah

individu antar jenis pada suatu komunitas. Nilai dari indeks keseragaman dapat

digunakan sebagai indicator dari ada tidaknya pendominasian oleh jenis tertentu

pada suatu komunitas. Nilai indeks keseragaman dapat diformulasikan sebagai

berikut:

Page 51: LAPORAN_AKHIR_3_FIX

Keterangan:

E = Indeks Keseragaman

H’ = Indeks Keanekaragaman

Hmaks = Nilai Keseragaman maksimum = LnS

S = Jumlah taksa

Nilai E berkisar antara 0.0 – 1.0 dengan kriteria jika nilai E mendekatai 0,0

keseragaman komunitas plankton semakin kecil, ada kecenderungan terjadi

dominansi oleh jenis-jenis, tetapi jika nilai E mendekati 1.0 maka keseragaman

komunitas akan semakin besar yang berarti sebaran jumlah individu spesies sama.

Untuk melihat adanya dominansi, dapat dihitung dengan menggunakan

persamaan berikut:

Keterangan:

C : Indeks dominansi

ni : Jumlah individu ke-i

N : Jumlah total individu

Jika nilai C mendekati 0.0 maka komunitas plankton yang diamati tidak

ada spesies secara ekstrim mendominasi spesies lainnya. Hal ini menunjukan kondisi struktur

komunitas dalam keadaan stabil, tetapi bila C mendekati nilai 1.0 maka didalam struktur

komunitas fitoplankton dan zooplankton dijumpai ada genus yang mendominasi genus lainnya.

Hal ini menunjukan struktur komunitas dalam keadaan labil.

Page 52: LAPORAN_AKHIR_3_FIX

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Page 53: LAPORAN_AKHIR_3_FIX

BAB V

KESIMPULAN

1. Spesies yang terdapat pada sampel 1 yaitu Lyngbya sp. Pada sampel 2 terdapat spesies

Lyngbya sp., Skeletonema, Cyclop, Nauplii, Copepoda

2. Kelimpahan tertinggi yaitu Lyngbya Sp pada sampel 2 yaitu 0,1236 dan

kelimpahan terendah yaitu Skeletonma, Copepoda dan Cyclop pada sampel / dan 2 yaitu

0,0309 .

3. Indeks keanekaragaman plankton pada sampai 1 dan 2 adalah kurang dari 2,3

4. Indeks keseragaman pada sampel 1 sangat rendah dan terdapat dominasi sedangkan indek

keseragaman pada sampel 2 relatif tinggi dan spesies terdistribusi merata

Page 54: LAPORAN_AKHIR_3_FIX

5. Indeks dominaansi pada sampel 1 sanget tinggi dan didominasi oleh Lyngbya Sp

sedangkan indeks dominasi pada sampel 2 relatif dan tidk terjadi dominasi genus tertentu.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Mudjiman.2004. Makanan Ikan. Edisi Revisi. Penebar Swadaya .Jakarta

Barus,.T.A.2004. Pengantar Limnologi Studi tentang Ekosistem Air Daratan. Medan: usu-Press

Djarijah, Abbas Siregar.(1995),” Teknologi Tepat Guna :Ikan Asin” Konsius, Yogyakarta

Effendy.2003. Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi. Bandung : PT.Citra Aditya Bakti

Heddy, S.S., & Kurniati.1996. Prinsip-prinsip Dasar Ekologi Suatu Bahasan Tentang Kaidah

Ekologi dan Penerapannya. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada

Krebs, C.J.1985. Ecology Experimental Analysis of Distribution Abudance Philadelphia : Haper

& Row Publisher

Kanvanaugh.et.al.2009. The Water Publisher United States Of America,2460 Kerper Boulevard

Dubuque IA 52001

Page 55: LAPORAN_AKHIR_3_FIX

Musib.2010. Life Nature Library : The Fishes. Time Life International Nederland

Nyabakken, J.W.1992. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis , Alih Bahasa :M. Eidman.

Koesoebiono, D.G. Bengen dan M.Hutomo. Gramedia . Jakarta

Nyabakken ,J.W.1988. Biologi Laut.Suatu Pendekatan Ekologis, Jakarta : Gramedia

Suin, H.M.2002. Metode Ekologi Padang : Penerbit Universitas Andalas

Thohir.1985. Fundamental Of Ecology. Third Edition. Philadelphia and London W.B. Sounders

Company

Whitmore. T.C.1984. Plant Physiologi. Third Edition, C. California : Wartson Publ.C.Belman

Wibisono, M.A.2005. Pengantar Ilmu Kelautan. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia

COVER TERUMBU KARANG

Page 56: LAPORAN_AKHIR_3_FIX

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ekologi merupakan ilmu yang mempelajari proses regulasi distribusi kelimpahan dan saling

interaksi di antara ekosistem, serta sebuah studi tentang desain dari struktur dan fungsi dari

ekosistem (Kerbs,1972). Ekologi berasal dari dua akar kata yaitu ikos dan logos dari bahasa

yunani (oikos = rumah, logos=ilmu), sehingga ekologi secara harafiah bisa diartikan sebagai

kajian organism hidup dalam rumahnya.

Ekologi laut mencakup berbagai macam ekosistem yang berada di daerah pesisir pantai dan

laut. Aspek yang ditelaah meliputi ekosistem pantai, mangrove, lamun dan terumbu karang.

Interaksi yang terpenting dari ketiga ekosistem tersebut yakni fisik, bahan organic terlarut bahan

organic partikel , migrasi fauna dan dampak manusia. (Nyabakken, 1992).

Biologi laut adalah cabang ilmu biologi yang khusus mempelajari tentang makhluk-

makhluk yang hidup di dalam laut dari ukuran yang paling kecil (mikroskopis) hingga ke ukuran

yang paling besar. Bidang-bidang yang dipelajari dalam biologi laut secara umum hampir sama

dengan ilmu biologi pada umumnya, perbedaannya hanya terletak pada tempat hidup makhluk

tersebut. Botani merupakan cabang ilmu biologi yang mempelajari tentang tumbuhan. Dalam hal

Page 57: LAPORAN_AKHIR_3_FIX

ini yang lebih mengkhusus dipelajari adalah tumbuhan laut dan tumbuhan yang hidup di kawasan

pesisir.

Terumbu karang (coral reef) merupakan ekosistem organisme yang hidup di dasar perairan

yang berupa bentukan batuan kapur (CaCO3) yang cukup kuat menahan gaya gelombang laut.

Organisme–organisme yang dominan hidup disini adalah binatang-binatang karang yang

mempunyai kerangka kapur dan alga yang banyak diantara terumbu karang juga mengandung

kapur. Toruan (2011), membedakan antara binatang karang atau karang (reef coral) sebagai

organisme individu atau komponen dari ekosistem dan terumbu karang (coral reefs) sebagai suatu

ekosistem.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana persen penutupan terumbu karang pada stasium pengamatan?

2. Bagaimana indeks mortalitas terumbu karang di stasiun pengamatan?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui persen penutupan terumbu karang pada stasium pengamatan.

2. Mengetahui indeks mortalitas terumbu karang di stasiun pengamatan.

Page 58: LAPORAN_AKHIR_3_FIX

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Terumbu Karang

Pada dasarnya terumbu karang terbentuk dari endapan-endapan masif kalsium karbonat

(CaCO3) yang dihasilkan oleh organisme karang pembentuk terumbu (karang hermartipik) dari

filum Cnidaria, ordo Scleractinia yang hidup bersimbiosis dengan zooxantellae, dan sedikit

tambahan dari algae berkapur serta organisme lain yang menyekresi kalsium karbonat (Bengen,

2002). Menurut Dahuri (2003), bahwa hewan karang termasuk kelas Anthozoa, yang berarti

hewan berbentuk bunga (Antho artinya bunga; zoa artinya hewan). Lebih lanjut dikatakan bahwa

Aristoteles mengklasifikasikan hewan karang sebagai hewan-tumbuhan (animal plant). Baru pada

tahun 1723, hewan karang diklasifikasikan sebagai binatang.

Menurut Dahuri (2003), kemampuan menghasilkan terumbu ini disebabkan oleh adanya

sel-sel tumbuhan yang bersimbiosis di dalam jaringan karang hermatifik yang dinamakan

zooxanthellae. Sel-sel yang merupakan sejenis algae tersebut hidup di jaringan-jaringan polyp

karang, serta melaksanakan fotosintesa. Hasil samping dari aktivitas fotosintesa tersebut adalah

endapan kalsium karbonat (CaCO3), yang struktur dan bentuk bangunannya khas. Ciri ini

akhirnya digunakan untuk menentukan jenis atau spesies binatang karang.

2.2 Fungsi dan manfaat terumbu karang

Menurut Anonimous (2011a) bahwa, terumbu karang mengandung berbagai manfaat yang

sangat besar dan beragam, baik secara ekologi maupun ekonomi. Estimasi jenis manfaat yang

Page 59: LAPORAN_AKHIR_3_FIX

terkandung dalam terumbu karang dapat diidentifikasi menjadi dua yaitu manfaat langsung dan

manfaat tidak langsung.

Manfaat dari terumbu karang yang langsung dapat dimanfaatkan oleh manusia adalah :

sebagai tempat hidup ikan yang banyak dibutuhkan manusia dalam bidang pangan,

seperti ikan kerapu, ikan baronang, ikan ekor kuning).

pariwisata , wisata bahari melihat keindahan bentuk dan warnanya.

penelitian dan pemanfaatan biota perairan lainnya yang terkandung di dalamnya.

Sedangkan yang termasuk dalam pemanfaatan tidak langsung adalah sebagai

penahan abrasi pantai yang disebabkan gelombang dan ombak laut, serta sebagai sumber

keanekaragaman hayati.

Sebagaimana tertera pada Lampiran Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor :

KEP.38/MEN/2004, bahwa terumbu karang dan segala kehidupan yang terdapat di dalamnya

merupakan salah satu kekayaan alam yang bernilai tinggi. Manfaat yang terkandung di dalam

ekosistem terumbu karang sangat besar dan beragam, baik manfaat langsung dan manfaat tidak

langsung. Manfaat langsung antara lain sebagai habitat ikan dan biota lainnya, pariwisata bahari,

dan lain-lain. Sedangkan manfaat tidak langsung, antara lain sebagai penahan abrasi pantai dan

pemecah gelombang. Terumbu karang adalah salah satu ekosistem laut yang paling penting

sebagai sumber makanan, habitat berbagai jenis biota komersial, menyokong industri pariwisata,

menyediakan pasir untuk pantai, dan sebagai penghalang terjangan ombak dan erosi pantai

(Westmacott et al, 2000).

Menurut Dahuri (2003) bahwa tingginya produktivitas primer di perairan terumbu karang

memungkinkan perairan ini sering merupakan tempat pemijahan (spawning ground), pengasuhan

(nursery ground) dan mencari makan (feeding ground) dari kebanyakan ikan. Oleh karena itu

secara otomatis produksi ikan di daerah terumbu karang sangat tinggi. Menurut (Supriharyono,

2007). bahwa banyak organisme – organisme lain, seperti ikan, kerang, lobster, penyu yang juga

berasosiasi di ekosistem terumbu karang. Tinggi produktivitas organik atau produktivitas primer

pada terumbu karang, menurut Dahuri (2003) bahwa hal ini disebabkan oleh kemampuan

terumbu karang untuk menahan nutrien dalam sistem dan berperan sebagai kolam untuk

menampung segala masukan dari luar Setiap nutrien yang dihasilkan oleh karang sebagai hasil

metabolisme dapat digunakan langsung oleh tumbuhan tanpa mengedarkannya terlebih dahulu ke

dalam perairan.

Page 60: LAPORAN_AKHIR_3_FIX

Secara umum, manfaat terumbu karang dalam Lamp. Kepmen Kelautan dan Perikanan

Nomor: KEP.38/MEN/2004 adalah sebagai berikut : (a) pelindung pantai dari angin, pasang

surut, arus dan badai; (b) sumber plasma nutfah dan keanekaragaman hayati yang diperlukan bagi

industri pangan, bioteknologi dan kesehatan; (c) tempat hidup ikan-ikan, baik ikan hias maupun

ikan target, yaitu ikanikan yang tinggal di terumbu karang; (d) Tempat perlindungan bagi

organisme laut; (e) Penghasil bahan-bahan organik sehingga memiliki produktivitas organik yang

sangat tinggi dan menjadi tempat mencari makan, tempat tinggal dan penyamaran bagi komunitas

ikan; (f) bahan konstruksi jalan dan bangunan, bahan baku industry dan perhiasan, seperti karang

batu; (g) merupakan daerah perikanan tangkap dan wisata karang, yang secara sosial ekonomi

memiliki potensi yang tinggi; (h) perlindungan pantai terhadap erosi gelombang.

2.3 Klasifikasi terumbu karang

a. Berdasarkan kemampuan memproduksi kapur

Karang Hermatipik

Karang hermatifik adalah karang yang dapat membentuk bangunan karang yang dikenal

menghasilkan terumbu dan penyebarannya hanya ditemukan di daerah tropis. Karang hermatipik

bersimbiosis mutualisme dengan zooxanthellae, yaitu sejenis algae uniseluler (Dinoflagellata

unisuler), seperti Gymnodinium microadriatum, yang terdapat di jaringan-jaringan polip binatang

karang dan melaksanakan Fotosintesis. Dalam simbiosis, zooxanthellae menghasilkan oksigen

dan senyawa organik melalui fotosintesis yang akan dimanfaatkan oleh karang, sedangkan karang

menghasilkan komponen inorganik berupa nitrat, fosfat dan karbon dioksida untuk keperluan

hidup zooxanthellae. Hasil samping dari aktivitas ini adalah endapan kalsium karbonat yang

struktur dan bentuk bangunannya khas. Ciri ini akhirnya digunakan untuk menentukan jenis atau

spesies binatang karang. Karang hermatifik mempunyai sifat yang unik yaitu perpaduan antara

sifat hewan dan tumbuhna sehingga arah pertumbuhannya selalu bersifat fototropik positif.

Umumnya jenis karang ini hidup di perairan pantai /laut yang cukup dangkal dimana penetrasi

cahaya matahari masih sampai ke dasar perairan tersebut. Disamping itu untuk hidup binatang

karang membutuhkan suhu air yang hangat berkisar antara 25-32 °C.

Karang Ahermatipik

Karang ahermatipik tidak menghasilkan terumbu dan ini merupakan kelompok yang

tersebar luas diseluruh dunia.

Page 61: LAPORAN_AKHIR_3_FIX

b. Berdasarkan bentuk dan tempat tumbuh

Terumbu

   Terumbu adalah endapan masif yang tersusun oleh biota karang, batuan, terumbu

buatan, kapal karam, beton, mobil bekas, becak bekas dan lain-lain. Karang adalah fauna

yang umumnya hidup berkoloni dan mempunyai kerangka kapur di bagian luar tubuhnya

(Razak dan Simatupang 2005).

Karang (Koral)

Karang adalah anggota filum Cnidaria, yang termasuk mempunyai bermacam-macam

bentuk seperti ubur-ubur, hydroid, Hydra air tawar, dan anemone laut. Ditambahkan oleh

Kordi (2010) bahwa, karang dikelompokkan sebagai karnivora dan pemakan zooplankton,

seperti larva udang dan larva moluska (Nybakken, 1988).

Organisme pembangun karang hanya dapat hidup di perairan yang dangkal di mana

terdapat sinar matahari yang cukup, sehingga memberi kesan bahwa cara hidup mereka

seolah-olah seperti tumbuh-tumbuhan (Hutabarat dan Evans, 1985).

Terumbu Karang

Terumbu karang merupakan keunikan di antara asosiasi atau komunitas lautan yang

seluruhnya di bentuk oleh kegiatan biologis.  Menurut Dahuri dkk. (2008) bahwa, ekosistem

terumbu karang terdapat di lingkungan perairan yang agak dangkal, seperti paparan benua

dan gugusan pulau-pulau di perairan tropis (Nybakken, 1988).

a. Berdasarkan Letak Tumbuhnya Terumbu Karang

Terumbu Karang Tepi

Terumbu karang tepi / karang penerus atau fringing reefs adalah jenis terumbu karang

paling sederhana serta paling banyak ditemui di pinggir pantai yang terletak di daerah

tropis. Terumbu karang tepi berkembang dimayoritas pesisir pantai dari pulau besar.

Perkembangannya dapat mencapai kedalaman 40 meter dengan pertumbuhan ke atas dan

kearah luar menuju laut lepas. Dalam proses perkembangannya, terumbu ini berbentuk

melingkar yg ditandai dengan adanya bentukan ban atau bagian endapan karang mati

yang mengelilingi pulau. Pada pantai yg curam, pertumbuhan terumbu jelas mengarah

dengan vertikal.Contoh: Bunaken (Sulawesi), Pulau Panaitan (Banten), atau Nusa Dua

(Bali).

Terumbu Karang Penghalang

Page 62: LAPORAN_AKHIR_3_FIX

Secara umum, terumbu karang penghalang / barrier reefs menyerupai terumbu karang

tepi, hanya saja jenis ini hidup sedikit lebih jauh dari pinggir pantai. Terumbu karang ini

terletak sekitar 0.52 km ke arah laut lepas dgn dibatasi oleh perairan berkedalaman hingga

75 meter. Terkadang membentuk lagoon (atau kolom air) / celah perairan yang lebarnya

mencapai puluhan kilometer. Umum nya karang penghalang tumbuh di sekitar pulau

sangat besar atau benua serta membentuk gugusan pulau karang yang terputus-putus.

Contoh: Di Batuan Tengah (Bintan, Kepulauan Riau), Spermonde (Sulawesi Selatan),

atau Kepulauan Banggai (Sulawesi Tengah).

Terumbu Karang Cincin

Terumbu karang cincin (attols) Adalah terumbu karang yang berbentuk cincin dan

berukuran sangat besar menyerupai pulau. Atol ditemukan pada daerah tropis di Samudra

Atlantik. Terumbu karang yg berbentuk cincin yg mengelilingi batas dari pulau-pulau

vulkanik yang tenggelam sehingga tidak ada perbatasan dengan daratan.

Terumbu Karang Datar

Terumbu karang datar / gosong terumbu (patch reefs), kadang-kadang disebut juga

sebagai pulau datar. Terumbu ini tumbuh dari bawah ke atas sampai ke permukaan dan,

dalam kurun waktu geologis, membantu dalam pembentukan pulau datar. Umumnya

pulau ini akan berkembang secara horizontal / vertikal dengan kedalaman relatif dangkal.

Contoh: Kepulauan Seribu (di DKI Jakarta), atau Kepulauan Ujung Batu (Aceh) (Razak

dan Simatupang 2005).

b. Berdasarkan Zonasi

Terumbu yang menghadap angin

Page 63: LAPORAN_AKHIR_3_FIX

Terumbu yg menghadap angin (bahasa Inggris: Windward reef) Windward merupakan

sisi yang menghadap arah datang nya angin. Zona ini diawali oleh lereng terumbu yang

menghadap kearah laut lepas. Dilereng terumbu, kehidupan karang melimpah pada

kedalaman sekitar 50 meter serta umum nya didominasi oleh karang lunak. Namun, pada

kedalaman sekitar 15 meter sering ada teras terumbu yang memiliki kelimpahan karang keras

yang cukup tinggi serta karang tumbuh dengan subur.Mengarah ke dataran pulau / gosong

terumbu, di bagian atas teras terumbu terdapat penutupan alga koralin yg cukup luas di

punggungan bukit terumbu tempat pengaruh gelombang yang kuat. Daerah ini disebut

pematang alga. Akhirnya zona windward diakhiri oleh rataan terumbu yg sangat dangkal.

Terumbu yang membelakangi angin

Terumbu yg membelakangi angin (atau Leeward reef) merupakan sisi yang

membelakangi arah datangnya angin. Zona ini umum nya mempunyai  hamparan terumbu

karang yang lebih sempit daripada windward reef serta mempunyai bentangan goba (lagoon)

yang cukup lebar. Kedalaman goba biasa nya kurang dari 50 meter, namun kondisinya kurang

ideal untuk pertumbuhan karang dikarenakan kombinasi faktor gelombang dan sirkulasi air

yang lemah serta sedimentasi yang besar.

2.4 Metode Line Intercept Transect (LIT)

Metode LIT merupakan metode yang paling umum digunakan.  Metode ini memerlukan

alat selam scubalengkap.  Pada titik yang telah ditentukan dengan metode manta tow

dilakukan transek garis menyinggung garis pantai yang dipasang parallel dengan kontur

kedalaman dan sejajar garis pantai. 

Menurut Anonimous (2012a) bahwa, keuntungan dengan Metode LIT ini adalah:

Kategori lifeform memungkinkan didapatkannya informasi yang berguna oleh

pengamat dengan pengetahuan terbatas dalam identifikasi komunitas benthik terumbu

karang.

Data kuantitatif sehingga lebih akurat

Merupakan metode sampling data yang gampang dan efisien untuk memperoleh

persentase penutupan kuantitatif.

Dapat menyajikan informasi secara detail terhadap pola spasial.

Jika dapat diulang pada waktu yang diinginkan, maka akan menyediakan informasi

perubahan temporal.

Page 64: LAPORAN_AKHIR_3_FIX

Bisa mendapatkan ukuran koloni karang, yang merupakan indikator stabilitas

komunitas

Memerlukan peralatan minimal dan relatif sederhana.

Dapat mengukur kerapatan relatif

Dapat dikombinasikan dengan teknik serupa, misalnya belt dan video transect maupun

sensus ikan.

Informasi mengenai ukuran koloni dapat diperoleh.

Kekurangan metode LIT ini adalah:

Sangat sulit untuk standarisasi beberapa ketegori lifeform di antara sejumlah

pengamat.

Tujuannya hanya terbatas pada data persentase penutupan dan atau kelimpahan relatif.

Pengamat haruslah penyelam yang baik.

Tidak dapat digunakan untuk masalah-masalah demografi seperti pertumbuhan,

rekrutmen dan mortalitas.

Tidak bagus digunakan untuk pendugaan kuatitatif persentase penutupan spesies yang

jarang atau kecil.

Memerlukan waktu yang lebih lama sehingga biaya juga meningkat.

Membutuhkan keahlian khusus sesuai dengan tingkat presisi data dan informasi yang

diinginkan.

Tidak bisa digunakan untuk biota yang jarang ditemukan atau terlalu kecil.

Teknik penggunaan LIT

Menurut Anonimous (2012) bahwa, prosedur umum dalam metode LIT adalah:

Dipilih site yang mewakili komunitas karang di suatu terumbu, misalnya ditentukan

dengan Metode Manta Tow atau Timed Swim.

Tandai transek sepanjang 20 m dengan jumlah ulangan 5 kali di dua  kedalaman (3-

5 meter dan 9-10 meter) di tiap stasiun, jika transek akan digunakan secara

permanent, maka ditandai dengan besi penanda setiap jarak 5 meter.

Bentangkan transek garis secara “kuat” dan sedekat mungkin ke permukaan substrat

(0-15 cm).

Bergerak secara perlahan sepanjang transek sambil mencatat bentuk pertumbuhan

(jika mungkin genus dan spesies) yang ditemukan secara langsung di bawah garis

(tape).

Page 65: LAPORAN_AKHIR_3_FIX

Catat tempat transisi (perubahan) dalam sentimeter dimana bentuk pertumbuhan,

organisme, substrat mengalami perubahan.

Untuk mendapatkan keakuratan maka pengamat harus mencatat semua perubahan

bila transek garis meng-intercept suatu lifeform atau koloni tunggal lebih dari satu

kali.

Bila terdapat kesulitan dalam membaca tape (meteran), dapat juga dilakukan

pengukuran panjang kategori dengan menggunakan sabak/alat tulis bawah air yang

telah diberi ukuran tertentu (dalam sentimeter), dengan cara ini hanya diperlukan

untuk mengetahui titik awal (0 cm) dan titik akhir (2000 cm) pengamatan, salah satu

kategori lifeform tertentu (biasanya yang dominan) dapat diabaikan sehingga

panjangnya akan diperoleh dari pengurangan panjang total transek dengan panjang

seluruh kategori lifeform yang lain.

Page 66: LAPORAN_AKHIR_3_FIX

BAB III

METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat

Praktikum ini dilaksanakan pada tanggal 4 Desember 2014 pukul 15.00 s.d. 18.00 WITA

di Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana.

3.2 Alat dan Bahan

No Nama Alat/Bahan Jumlah Kegunaan

1 Roll meter 1 Mengukur panjang transek

2 Alat Tulis 1 Mencatat

3 Daftar lifeform dan kode 1 Panduan pengamatan

Tabel . Alat dan Bahan Pengamatan Terumbu Karang

3.3 Prosedur Kerja

1. Garis transek dibuat dengan cara dibentangkan tali atau rol meter sepanjang 100 m sejajar

garis pantai.

2. Transek ini diberi tanda (sebagai transek permanen) dengan menancapkan besi beton

sepanjang 1.2 m sebanyak 5 buah, dengan jarak antara 12.5 m.

Gambar . Cara pemasangan Transek garis (LIT)

3. Genera atau spesies dari komunitas bentos utama (seperti karang dan alga makro) serta

kategori‐kategori lifeform kemudian dicatat pada data sheet, oleh penyelam yang

bergerak sepanjang garis yang dibentangkan secara paralel dengan reef crest, pada

kedalaman 3 dan 10 m disetiap lokasi pengamatan. Semua bentuk pertumbuhan karang

dan biota yang terletak di bawah transek dicatat.

Page 67: LAPORAN_AKHIR_3_FIX

Gambar . Contoh pengukuran dengan LIT

Dari contoh pengukuran transek garis diatas, dapat ditulis ke dalam tabel pengamatan sebagai

berikut :

Tabel. Contoh pengamatan LIT.

3.4 Analisis Data

Persentase Tutupan Karang

Besar persentase tutupan karang mati, karang hidup, dan jenis lifeform lainnya dihitung

dengan rumus (English et al., 1997):

Dimana :

Page 68: LAPORAN_AKHIR_3_FIX

Dimana :

C = Presentase penutupan lifeform i

a = Panjang transek lifeform i

A = Panjang total transek

Sehingga dari contoh diatas bila diketahui panjang total transek adalah 44 cm, maka

persentase penutupan untuk setiap lifeform yang terukur adalah sebagai berikut :

Tabel. Presentase penutupan lifeform

Kategori Tutupan Karang Hidup

Page 69: LAPORAN_AKHIR_3_FIX

Dari presentase tutupan lifeform yang didapat, selanjutnya dapat ditentukan kualitas

tutupan karang hidup diarea tersebut. Kriteria tutupan karang hidup yang umum

dipergunakan adalah sebagai berikut :

Tabel. Kriteria tutupan karang hidup

(COREMAP, 2007) Analisa PenilaianTerumbu Karang

Indeks Mortalitas Karang

Penilaian suatu kondisi atau kesehatan dari ekosistem terumbu karang

tidak hanya berpatokan pada persentase penutupan karang saja, karena bisa terjadi

dua daerah memiliki persentase penutupan karang hidupnya sama namun mempunyai

tingkat kerusakan yang berbeda. Tingkat kerusakan ini terkait dengan besarnya

perubahan karang hidup menjadi karang mati. Rasio kematian karang dapat diketahui

melalui indeks mortalitas karang dengan perhitungan (English et al., 1997):

Page 70: LAPORAN_AKHIR_3_FIX

Gambar. Interprestasi Data Transek Garis Menyinggung

Gambar. Daftar lifeform dan masing-masing kode (Sumber : English et al., 1994)

Page 71: LAPORAN_AKHIR_3_FIX

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

4.2 Pembahasan

Page 72: LAPORAN_AKHIR_3_FIX

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan perumpamaan metode LIT, dimana data

yang kami gunakan diambil dari data life form terumbukarang. Setelah dialkukannya

penilitan ini didapatkan data terumbu karang jenis : karng mati (DC, DCA,

MA,TA,CA,HA,AA,SC,SP, ZO) dan karang hidup (CMR,CF,CHL,CM,ACB,ACE, CB,

CME,CMR, CS,ACS,ACT,CDA,CE). Kemudian dari data tersebut dihitung menggunakan

M.Excel dan didapatkan hasilnya yaitu : per jenis karang mati DC=3,99 ; DCA=1,86 ;

MA=3,26 ;TA=1,2 ; CA=2,82 ; HA= 2,43 ; AA= 5,38 ; SC = 2,07 ; SP = 6,38 ; ZO=1,19 dan

karang hidup CMR=3,56 ; CF=2,65 ; CHL =2,34 ; CM=4,79 ; ACB=4,4 ; ACE=22,49 ;

CB=3,97 ; CME=2,29 ; CS= 3,1 ; ACS=0,86 ; ACT=1,87 ; CDA=0,52 ; CE=1,41. Dari

masing-masing persen karang mati dan karang hidup tersebut dilakukan penjumlahan persen

karang mati dan karang hidup dari masing-masing karang tersebut, serta didapatkan hasilnya

yaitu total persen penutupan karang mati = 30,68 % dan total persen penutupan karang

hidupnya = 34,25%.

Setelah menghitung persen penutupan karang mati dan karang hidup, maka dapat

dihitung nilai mortalitas dari terumbu karang tersebut, dimana dalam mencari angka

mortalitas dilakukan dengan menggunakan rumus Mortalitas yaitu :

Setelah melakukan perhitungan didapatkan nilai mortalitasnya 0,472508856.

Page 73: LAPORAN_AKHIR_3_FIX

BAB V

KESIMPULAN

1. Dari praktikum ini didapatkan persen penutupan dari karang mati yaitu 30,68% dan

persen penutupan karang hidup yaitu 34,25%.

2. Setelah menghitung persen penutupan karang mati dan karang hidup, maka didapatkan

nilai mortalitasnya 0,472508856.

Page 74: LAPORAN_AKHIR_3_FIX
Page 75: LAPORAN_AKHIR_3_FIX
Page 76: LAPORAN_AKHIR_3_FIX

DAFTAR PUSTAKA

Castro P & Huber ME. 2005. Marine Biology Ed ke-5. New York: Mc Graw Hill

International.Page 119-125.

Dahuri, R., 2003. Keanekragaman Hayati Laut, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Sumich JL, Dudley GH. 1992. Laboratory and field investigations in marine biology. Ed.5. Page.

213

Nybakken JW. 1986. Readings in marine ecology. Ed.2. Page.289-291.

Zhong Y, Dong W. 1999. Zoological studies. Jilid. 38.Page. 114.

Bengen, D.G. 2001. Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir. Sinopsis – Pusat Kajian

Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor, Indonesia. 62 hal.

Dahuri, H. R., Rais, J., Ginting, S. P., Sitepu, M. J., 2008. Pengelolaan Sumber Daya Wiayah

Pesisir dan Lautan Secara Terpadu.  Penerbit PT. Pradnya Paramita, Jakarta.  Ed.

Rev.,cet.ke-4.  Pp 197 – 201.

Fachrul, M. F.,2007.  Metode Sampling Bioekologi.  Penerbit PT. BumiAksara, Jakarta, cet –

1.  Hal 124 – 137.

Hutabarat, S dan Evans, S.M., 1985.  Pengantar Oseanografi.  Penerbit Universitas Indonesia, cet

ke-2. Hal 140 – 143.

Kordi, M. G. H. K., 2010.  Ekosistem Terumbu Karang: Potensi, Fungsi dan

Pengelolaah.  Penerbit PT. Rineka Cipta, Jakarta, 212 hal.

Page 77: LAPORAN_AKHIR_3_FIX

Nybakken, J. W. 1988.  Biologi Laut: Suatu Pendekatan Ekologis.. Penerbit. PT. Gramedia

Pustaka Utama, Jakarta,  325-363.

Razak, T, B dan Simatupang, K. L. M. A., 2005.  Buku Panduan Pelestarian Terumbu Karang;

Selamatkan Terumbu Karang Indonesia.  Yayasan Terangi, Jakarta,  113 hal.

Romimohtarto, K, Juwana, S. 2007.  Biologi Laut : Ilmu Pengetahuan Tentang Biota

Laut.  Penerbit Djambatan, Jakarta.  Ed. Rev.,cet. Ke-3.  Pp 321 – 332.

Suharsono, 1995.  Metode Penelitian Terumbu Karang.  Dalam Diklat Metodologi Pelatihan

Terumbu Karang.  LP3O – LIPI dan Fakultas Perikanan UNSRAT.

Sukmara, A, Siahainenia, A. J dan Rotinsulu, C. 2002.  Panduan Pemantauan Terumbu Karang

Berbasis Masyarakat Dengan Metpde Manta Tow.  Dicetak di Jakarta.

Supriharyono, 2007, Konservasi Ekosistem Sumberdaya Hayati di Wilayah Pesisir dan Laut

Tropis, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Toruan, L.N.L. 2011. Pendugaan Kualitas Ekosistem Terumbu Karang Di Kepulauan Seribu

dengan Menggunakan Proporsi Foraminifera Bentik Sebagai Bioindikator. IPB.

Westmacott S., Teleki K., Wells S., dan West J., 2000. Pengelolaan Terumbu Karang Yang Telah

Memutih dan Rusak Kritis, Diterjemahkan oleh Jan Hanning Steffen IUCN, Gland,

Switzerland and Cambridge, Inggris Information Press, Oxford.