laporan tutorial 6 skenario anastesi eksodonsi

Upload: rachellouwrensya

Post on 09-Jan-2016

223 views

Category:

Documents


53 download

DESCRIPTION

Just it

TRANSCRIPT

LAPORAN TUTORIAL

ANASTESI LOKAL DAN EKSODONSIADiajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Tutorial

Blok Kuratif dan Rehabilitatif IFakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember

Pembimbing :

drg. Niken Probosari, M.KesFAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS JEMBER

2015DAFTAR ANGGOTA KELOMPOK

Tutor

: drg. Niken Probosari, M.Kes

Ketua

: Jerry Daniel

(131610101018)Scriber Meja : Fatimatuz Zahroh

(131610101051)Scriber Papan : Cholida Rachmatia

(131610101056)

Anggota :

1. Jerry Daniel

(131610101018)

2. Hesti Rasdi Setiawai

(131610101020)

3. Vita Lukitasari

(131610101024)

4. Arini Al Haq

(131610101040)

5. Pungky Anggraini

(131610101042)

6. Rachel P W

(131610101049)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah NYA sehingga kami dapat menyelesaikan tugas laporan yang berjudul Anastesi Lokal dan Eksodonsia. Laporan ini disusun untuk memenuhi hasil diskusi tutorial kelompok VI pada skenario ketiga.

Penulisan makalah ini semuanya tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, oleh karena itu penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada:

1. drg. Niken Probosari, M.Kes selaku tutor yang telah membimbing jalannya diskusi tutorial kelompok VI Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember dan memberi masukan yang membantu bagi pengembangan ilmu yang telah didapatkan.

2. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan ini.

Dalam penyusunan laporan ini tidak lepas dari kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi perbaikan-perbaikan di masa yang akan datang demi kesempurnaan laporan ini. Semoga laporan ini dapat berguna bagi kita semua.

Jember, 30 Agustus 2015

Tim Penyusun

SKENARIO IANASTESI LOKAL DAN EKSODONSIA

Pak Benu umur 45 tahun datang ke RSGM FKG Unej atas rujukan bagian lain dengan permintaan pencabutan gigi. Data pemeriksaan klinis intra oral terdapat gigi 12, 13 dan 28 dengan kondisi karies profunda perforasi serta gigi 43 dan 48 sisa akar, masing-masing gigi tersebut diindikasikan untuk dilakukan eksodonsi. Pemeriksaan vital sign dan kondisi fisik pasien baik.

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pencabutan gigi merupakan suatu proses pengeluaran gigi dari tulang alveolar, dimana pada gigi tersebut sudah tidak dapat dilakukan perawatan lagi.Pencabutan gigi juga merupakan operasi bedah yang melibatkan jaringan bergerak dan jaringan lunak dari rongga mulut, akses yang dibatasi oleh bibir dan pipi, dan selanjutnya dihubungkan/disatukan oleh gerakan lidah dan rahang. Pencabutan gigi yang ideal adalah pencabutan tanpa rasa sakit satu gigi utuh atau akar gigi dengan trauma minimal terhadap jaringan pendukung gigi, sehingga bekas pencabutan dapat sembuh dengan sempurna dan tidak terdapat masalah prostetik di masa mendatang. Untuk menghindari terjadinya rasa sakit pada saat proses pencabutan hendaknya dilakukan anestesi terlebih dahulu sebelum dilakukan proses pencabutan. Anestesi yang biasa dilakukan pada bidang kedokteran gigi adalah anestesi lokal. Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai eksodonsi (pencabutan gigi) serta anestesi lokal akan dibahas lebih lanjut dalam pembahasan..BAB II

PEMBAHASANSTEP 1: KLARIFIKASI ISTILAH1. Vital Sign

:

Tanda-tanda vital seseorang biasanya digunakan untuk mengetahui keadaan umum pasien. Vital Sign meliputi suhu (N : 36C 36,5C), Tekanan darah (N : 120/80), Denyut Nadi (N : 60/menit-75/menit), Pernafasan (16/menit 24/menit).2. Eksodonsi

:

Tindakan yang bertujuan untuk mengeluarkan gigi dari soketnya dan jaringan patologis.

3. Anastesi Lokal:

Anastesi berasal dari dua kata yaitu An yang berarti tidak dan Astesi yang berarti perasaan sehingga dapat diartikan upaya menghilangkan rasa. Sedangkan anastesi lokal merupaka metode menghambat rasa sakit yang bekerja secara setempat. STEP 2: MENETAPKAN MASALAH1. Apa indikasi eksodonsi?

2. Apakah karies profunda perforasi selalu diindikasi dilakukan eksodonsi?

3. Mengapa perlu dilakukan vital sign?

4. Bagaimana metode anastesi lokal secara umum dan metode yang digunakan untuk pasien pada skenario?

5. Bagaimanakan sifat obat anastesi yang baik?

6. Apa saja macam teknik eksodonsi dan anastesi?

7. Komplikasi apa saja yang dapat terjadi setelah dilakukan anastesi ataupun eksodonsi?

STEP 3: MENGANALISIS MASALAH1. Indikasi dilakukannya eksodonsi :a. Gigi yang sudah karies dan tidak dapat diselamatkan dengan perawatan apapun.

b. Pulpitis atau gigi dengan pulpa non-vital yang harus dicabut jika perawatan endodontic tidak dapat dilakukan.

c. Periodontitis apical. Gigi posterior non-vital dengan penyakit periapikal sering harus dilakukan pencabutan.

d. Penyakit periodontal. Sebagai panduan, kehilangan setengah dari kedalaman tulang alveolar yang normal atau ekstensi poket kebifurkasi akar gigi bagian posterior atau mobilitas yang jelas berarti pencabutan gigi tidak bias dihindari lagi.

e. Gigi pecah atau patah. Dimana garis pecah setengah mahkota dari akar.

f. Rahang pecah. Jika garis gigi pecah mungkin harus dilakukan pencabutan untuk mencegah infeksi tulang.

g. Untuk perawatan ortodonsi

h. Supernumerary teeth

i. Gigi yang merusak jaringan lunak, jika pengobatan atau terapi lainnya tidak mecegah trauma atau kerusakan.

j. Salah tempat dan dampaknya. Harus dilakukan pencabutan ketika gigi menjadi karies, menyebabkan nyeri, atau kerusakan batas gigi.

k. Gigi yang tidak dapat disembuhkan dengan ilmu konservasi

l. Gigi impaksi dan gigi non erupsi (tidak semua gigi impaksi dan non erupsi dicabut)

m. Gigi desidui yang tertahan apabila gigi permanen telah ada dan dalam posisi normal.

n. Persiapan radioterapi. Sebelum radiasi tumor oral, gigi yang tidak sehat membutuhkan pencabutan, atau pengangkatan untuk mereduksi paparan radiasi yang berhubungan dengan osteomelitis.

2. Tidak selalu karies profunda perforasi diindikasikan untuk dilakukan eksodonsi yaitu ketika mahkota gigi masih lebih dari 1/3 dari servikal dan/atau masih dapat dilakukan perawatan saluran akar. Salah satu indikasi karies profunda perforasi dilakukan eksodonsi adalah ketika jaringan perindontal sudah tidak mendukung.

3. Perlunya dilakukan pemeriksaan vital sign adalah untuk menghindari adanya kontraindikasi seperti kondisi tekanan darah tinggi terhadap tindakan eksodonsi dan juga menghindari komplikasi pasca tindakan yang dilakukan seperti pada obat vasokontriksi yang dapat menyempitkan pembuluh darah.

4. Metode anastesi lokal secara umum meliputi

a. Infiltrasi

Anestesi dilakukan dengan mendeponirkan cairan anestesi disekitar apeks gigi yang akan dicabut di sisi bukal pada sulkus, adanya porositas pada tulang alveolar menyebabkan cairan anestesi berdifusi menuju saraf pada apeks gigi. Biasanya menggunakan jarum yang agak pendek.

b. Anestesi blok

Merupakan anestesi dengan cara menginjeksikan cairan anestesi pada batang saraf yang biasa digunakan untuk tindakan bedah di rongga mulut. Anestesi blok yang digunakan biasa dilakukan adalah inferior dental blok, mental blok, posterior superior dental blok, dan infra orbital blok. Biasanya anestesi menggunakan jarum lebih panjang 3,5 cm.

c. Teknik-teknik lain

Ada teknik-teknik lain yang digunakan untuk anestesi seperti periodontal ligament injection, intraosseous injection, dan intrapulpal injection

Pada pasien dapat dilakukan anastesi berupa :

Gigi 12, 13 dilakukan anastesi blok pada nervus maksilaris inferior anterior

Gigi 28 dilakukan anastesi blok pada nervus maksilaris inferior posterior

Gigi 43 dilakukan anastesi blok pada nervus mandibularis inferior anterior

Gigi 48 dilakukan anastesi blok pada nervus mandibularis inferior posterior

5. Sifat obat anastesi yang baik :

a. Potensi dan reabilitasnya.

Persyaratan pertama untuk substansi ideal adalah bila substansi dipergunakan secara tepat dan dalam dosis yang tepat, substansi ini akan memberikan efek anestesi lokal yang efektif dan konsisten.

b. Aksi reversible.

Aksi setiap obat yang digunakan untuk mendapat anestesi lokal harus sudah hilang seluruhnya dalam rentang waktu tertentu.

c. Keamanan

Semua agen anestesi lokal harus mempunyai rentang batas keamanan yang luas dari efek samping yang berbahaya yang umumnya disebut sebagai toksisitas.

d. Kurang mengiritasi

Tidak menimbulkan luka atau iritasi pada jaringan karena suntikan agen anestesi lokal. Karena alas an ini, larutan anestesi lokal harus isotonic dan mempunyai pH yang sesuai dengan pH jaringan.

e. Kecepatan timbulnya efek

Idealnya, suntikan agen tersebut harus diikuti segera dengan timbulnya efek anastesi lokal.

f. Durasi efek

Lamanya waktu pemulihan dari sensasi harus sama dengan lamanya waktu yang diperlukan untuk prosedur perawatan gigi.

g. Sterilitas

Karena agen anestesi lokal akan dimasukkan kedalam jaringan, agen harus dapat disterilkan tanpa menimbulkan perubahan struktur atau sifat.

h. Berdaya tahan lama

i. Penetrasi membran mukosa

Obat harus mempunyai sifat dapat menembus membran mukosa sehingga anestesi topikal dapat diperoleh dengan mudah.

6. Teknik Anastesi :

a. Nerve block, merupakan metode aplikasi anestesi lokal dengan penyuntikan cairan anestesi pada atau sekitar batang saraf utama sehingga mencegah impuls saraf afferent disekitar titik tersebut.

b. Field block, merupakan metode anestesi lokal yang dilakukan dengan memasukkan cairan didaerah cabang saraf terminal yang besar sehingga area yang teranestesi memblokir semua saraf afferent pada daerah tersebut.

c. Local infiltration, larutan anestesi lokal disuntikkan disekitar ujung saraf terminal sehingga cairan anestesi terkumpul pada daerah tersebut sehingga mencegah terjadinya stimulasi dan terbentuknya rasa sakit.

d. Anestesi topikal, dengan cara mengoleskan larutan anestesi lokal secara langsung pada bagian permukaan (membrane mukosa, kulit terluka atau mata) untuk mencegah stimulasi pada ujung ujung saraf bebas pada daerah tersebut (free nerve endings).

Teknik Eksodonsi :

a. Intra alveolar : menggunakan tang dan elevator anteriorTang ditekan masuk ke ligamen periodontal digerakan dari labial ke palatal dan sebaliknya kemudian lakukan gerakan rotasi.

b. Transversal : teknik ini digunakan untuk gigi impaksi, gigi sisa akar yang mahkotanya tidak dapat dipegang oleh tang.

7. Komplikasi yang dapat ditimbulkan akibat anastesi :

a. Sistem Kardiovaskular : depresi automatisasi miokard, depresi kontraktilitas miokard, dilatasi arteriolar, dosis besar dapat menyebabkan disritmia/ kolaps sirkulasi.

b. Sistem Pernapasan : relaksasi otot polos bronkus, henti napas, dll.

c. Sistem Saraf Pusat (SSP) : parestesia lidah, pusing, kepala terasa ringan, tinitus, dll. serta tambahan adrenalin beresiko kerusakan saraf.

d. Imunologi : reaksi alergi.

e. Sistem Muskuloskeletal : tambahan adrenalin beresiko kerusakan saraf.

Komplikasi yang dapat ditimbulkan akibat eksodonsi :

a. Anemiab. Pada penderita Diabetes Melitus : Perdarahan sulit terhenti

c. Sistem Muskuloskeletal : Fraktur Mandibula, Infeksi Akut, Infeksi Bakteri, Hematoma

STEP 4: MAPPINGSTEP 5: LEARNING OBJEKTIFMahasiswa mampu mengetahui memahami dan menjelaskan :

1. Indikasi dan kontraindikasi eksodonsi

2. Macam-macam anastesi lokal dan teknik eksodonsi

3. Alat dan bahan anastesi dan eksodonsi

4. Komplikasi anastesi dan post eksodonsiSTEP 71. Indikasi dan Kontra Indikasi Eksodonsia Untuk menghindari komplikasi akibat suatu tindakan eksodonsia, operator harus memahami benar gigi yang berindikasi eksodonsia dan yang mempakan kontra indikasi eksodonsia sehingga tidak terjadi keadaan yang dapat membahayakan jiwa penderita. Operator harus mengetahui gigi-gigi yang harus dirawat melalui tindakan eksodonsia dan akibat dan tidakan eksodonsia terhadap kesehatan umum penderita.

Indikasi Eksodonsia Bila sebuah atau beberapa buah gigi telah direncanakan untuk dilakukan eksodonsia maka dapat digambarkan bahwa riwayat gigi itu telah tamat. Keterangan yang meyakinkan penderita tentang keharusan melakukan tindakan eksodonsia harus dibenkan sejelas mungkin agar penderita kooperatif. Indikasi eksodonsia menunjuk kepada gigi-gigi yang harus dirawat melalui eksodonsia.

Indikasi eksodonsia adalah sebagai berikut:

1. Gigi yang dipandang sebagai fokus infeksi. Gigi yang dimaksud adalah gigi yang dipandang sebagai sarang mikro-organisme yang dapat menyebarkan toksin atau pengaruhnya ke lain organ yang jauh letaknya dan tempat mikroorganisme tersebut. Sebagai eontoh adalah fokus infeksi yang terletak pada suatu gigi dapat menimbulkan gejala infeksi di daerah kulit, mata, jantung atau ginjal. Pada umumnya gigi yang dicurigai sebagai fokus infeksi adalah gigi yang nonvital, akan tetapi gigi vital juga dapat menjadi sumber infeksi yang berasal dan jaringan pendukungnya.

2. Gigi dengan jaringan pulpa non vital , pulpa infeksi akut atau kronis yang tidak mungkin dirawat melalui perawatan saluran akar gigi.

3. Gigi yang menderita penodontokiasia yang berat menunjukkan suatu kerusakan degeneratif yang sangat progresif pada tulang pendukung gigi dan keadaan im tak mungkin untuk dirawat melalui perawatan penodonsia.

4. Gigi yang tidak dapat dirawat melalui apikoektomi atau apeks reseksi. Apikoektomi adalah tindakan bedah yang bertujuan untuk menghindari ekstraksi gigi pada gigi yang mendenta infeksi atau trauma dengan memotong dan membuang sepertiga ujung akar gigi beserta jaringan periapikalnya yang mengalami padaosis.

5. Gigi yang tidak dapat lagi dirawat melalui perawatan operative dentistry. Indikasi untuk eksodonsia tergantung pada perluasan karies; makin luas struktur gigi yang terlibat makin rapuh struktur giginya, makin tinggi kemungkinan gigi itu uantu diekstraksi.

6. Gigi impaksi ( impacted tooth ) yaitu gigi yang mengalami gangguan erupsi karena terhalang oleh gigi sebelahnya atau tulang sekitar yang terlalu padat. Akibat dan gigi impaksi adalah terjadinya komplokasi seperti radang, kista, kanies pada gigi yang bersangkutan atau gigi sebelahnya atau komplikasi neurologis. Termasuk mi adalah gigi yang imbeded yaitu gigi yang fir erupsi di dalam tulang rahang.

7. Gigi supernumerary ( Supernumerary tooth ). Ini merupakan anomali dalam jumlah gigi, yaitu jumlah gigi yang berlebih , dapat berupa mesiodens, paramolar, distomolar. Kelebihan gigi yang mengganggu fungsi maupun estetis memerlukan tindakan eksodonsia.

8. Retensi gigi susu bila gigi permanent penggantinya telah erupsi atau segera akan erupsi pada kedudukan normal.

9. Gigi malposisi yang tidak dapat atau bukan indikasi untuk dilakukan perawatan secara ortodonsi

10. Eksodonsia dilakukan untuk keperluan mendapatkan ruang yang diperlukan untuk / pada perawatan ortodonsia, biasanya yang dicabut adalah gigi-gigi premolar pertama atau kedua.

11. Sisa akar gigi yang masih tertanam di dalam prosesus alveolaris; eksodonsia akar gigi tersrbut bertujuan untuk menghilangkan fokus infeksi atau iritasi mekams yang berasal dan sisa akar.

12. Gigi yang menyebabkan iritasi horns atau trauma pada jaringan lunak, sehingga akanmenimbulkan rathng atau perlukaan. Indikasi eksodonsia adibenkan karena mengingat letak gigi dan fungsinya, keadaan tersebut serting dijumpai pada gigi molar maksila.yang mengalami elongasi atau malposisi.

Kontra Indikasi Eksodonsia Kontra indikasi sistemik Bila dijumpai suatu kontra indikasi yang bersifat sistemik, Iangkah yang harus dilalui yaitu mendapat kepastian apakah penderita telah ada dalam pengawasan dokter ahli, apakah penyakit yang dideritanya telah dalam keadaan terkontrol. Berikut adalah daftar penyakit sistemik yang merupakan kontra indikasi dilakukan

eksodonsia pada penderitanya.

1). Penyakit jantung. Riwayat kesrehatan berikut im dapat menunjukkan kecurigaan terbadap penyakit jantung dan memerlukan rujukan ke dokter spesialis. Tanda yang dapat dijadikan patookan adalah adanya tanda sesak nafas, kelelahan khronis, palpitasi, sukar tidur, vertigo. Cyanosis pada bibir lidah dan kuku dyspnoe pada eksesi; pembesaran vena sevikal; edema kaki; eksoptalmus dengan goiter; nervous ditandai dengan berkenngat terus; takikardi; petechiae.

Penyakit jantung rema

Penderita yang mempunyai riwayat penyakit jantung rema harus mendapat konsultasi dan dokter ahli, profilaksi obat Pemsilin sebelum dan sesudah eksodonsia dilakukan. Katup jantung yang sudah mengalami kerusakan merupakan tempat transit kuman Streptokokus Vindans yang umumnya dapat ditemui dalam aliran darah sesudah dilakukan eksodonsia. Kuman tersebut akan masuk kedalam jantung melalui katup sehingga akan terjadi keadaan yang disebut sub acutebacterial endocarditis.

2). Penderita hamil Operator sering menghadapi penderita hamif yang akan dilakukan eksodonsia, yang menjadi masalah adalah apakah penderita tersebut akan mampu menerima perawatan eksodonsia atau [ebih baik ditunda sampai melahirkan. Meskipun diketahui bahwa bukan tindakan bedah mulut yang menjadi penyebab keguguran janin tersebut tetapi harus berhati-hati untuk menghadapi segala kemungkinan karena masyarakat yang tidak mau tahu atau tidak mengerti tentang hal itu.

3). Kelainan darah Penyakit kelainan darah yang merupakan kontra indikasi untuk dilakukan eksodonsia adalah: lekemia, purpura hemoragika, hemofihia, anemia pernisiosa. Bagi seorang dokter gigi paling sedikit harus mengetahui tanda-tanda penyakit kelainan darah tersebut agar dalam megerjakan eksodonsia atau tindakan bedah mulut Iainnya dengan aman.

Lekemia a. Lekemia mielogenous

Penderita merasa lemah, berat badan berkurang, terdapat tanda-tanda anaemia, terdapat pembesaran limpa, perut merasa mual dan kembung. Kadang-kadang demam, gangguan gastrointestinal, terdapat fenomena ptechiae, perdarahan gusi

b. Lekemia limfatika

Terdapat tanda-tanda badan makin lama mudah lelah dan lemah. Terdapat pembesaran limfonodi di seluruh tubuh. Terdapat fenomena perdarahan yaitu gusi mudah berdarah dan petechiae. Perdarahan pasca eksodonsia atau tonsilektomi

c. Purpura hemoragika

Mempakan keadaan defisiensi asam askorbat atau disebut scurvy. Pada keadaan yang lanjut akan teijadi perdarahan gusi danfragilitas kapiler sehingga akan meidah terjadi perdarahan, terdapat petechiae dan echymosis.

4). Diabetes melitus

Tanda- tanda penyakit DM ini adalah poliuri ( banyak kencing), polidipsi (banyak minum ), dan polifagi (banyak makan). Dalam keadaan akut berat badan merosot dan badan lemah, pmritus, penyembuhan luka terhambat, gangguan penglihatan, parestesi dan neuritis. Hal ini disebabkan karena kadar gula darah yang tinggi.

5). Nefritis Pada keadaan radang ginjal ini terjadi dysuria, hematuria, albuminuria, penderita merasa kedinginan dan menggigil, uremia,xerostomia dan haitosis. Pencabutan gigi akan memperparah keadaan nefritis. Rawat darurat eksodonsia penderita nefritis sebaiknya berkonsultasi terlebih dahulu dengan dokter ahli.

6). Toksik goiter Tanda - tandanya adalah sebagai benkut: nerveus, tremor emosi tidak stabil, takikardi, palpitasi, kenngat keluar berlebihan, glandula thyroid membesar secara difus (kadang - kadang tidak), exopthalmus, berat badan turun Pada penderita ini tidak boleh dilakukan tondakan bedah mulut termasuk eksodonsia, karena dapat menyebabkan keadaan krisis tiroid yang disertai dengan cardiac embrasment dan kegagalanjantung. Penderita sebaiknya dikujuk ke dokter ahli untuk mendapatkan perawatan sebelum menerima tindakan bedah.

7). Jaundice Tanda-tandanya adalah kulit berwarna kekuning-kuningan desebut bronzed skin, konjungtiva juga berwama kekuningan, juga mukosa rongga mulut. Tindakan eksodonsia pada penderita akan menyebabkan prolonged haemorrhage yaitu perdarahan yang berlangsung lama, maka sebelum pencabutan gigi sebaiknya penderita dirujuk thhulu ke dokter ahli untuk mendapatkan perawatan.

8). Sifihis Pada penderita sifihis daya tahan tubuhnya sangat rendah sehingga sangat mudah berkembang suatu infeksi pasca bedah dan penyembuhan luka terhambat. Perawatan sifihis perlu dilakukan terlebuh dahulu sebelum melakukan tinthka bedah mulut atau eksodonsia.

9). Malignansi oral Pada malignansi oral yang mendapatkan terapi radiasi atau kemoterapi aktivitas sel-sel jaringan rendah, seliingga daya resistensinya kurang terhadap infeksi. Eksodonsia yamg dilakukan akan menyebabkan penyembuhan jaringan yang tidak baik bahkan dapat terjadi osteoradionekrosis. Apabila perawatan radiasi memang terpaksa harus dilakukan maka semua gigi-gigi pada daerah yang akan terkena radiasi dicabut terlebih dahulu.

10). Penyakit-penyakit yang melemahkan daya tahan tubuh seperti penyakit-penyakit AIDS atau penyakit-penyakit yang menyerang pertahanan tubuh.11). Penyakit-penyakit demam yang tidak diketahui asal penyebabnya. Keadaan ini dapat diperparah apabila dilakukan pencabutan. Satu kemungkinannya adalah terjadinya penyakit sub akut bacterial endokarditis.

12). Penderita unzur adalah kontra indikasi yang relative, tetapi walau bagaimanapun perawatan yang sangat hati-hati dilakukan sehubungan dengan respon fisiologi yang buruk terhadap pencabutan.Kontra indikasi eksodonsia setempat Selain kontra indikasi eksodonsia sistemik yang bersifat umum seperti diatas ada kontra indikasi setempat yang umunmya menyangkut suatu infeksi akut janngan sekitar gigi.

Misalnya:

a. infeksi gingival akut yang disebabkan oleh infeksi spirochaeta atau streptokokus.

b. Infeksi perikoropnal akut yang banyak terjadi pada erupsi parsial molar ketiga mandibula.

c. Sinusitis maksilans akut, terutama yang menyangkut kontra indikasi eksodonsia premolar dan molar maksila.

Alasan melarang eksodonsia dengan keadaan tersebut di atas adalah bahwa infeksi akut yang berada di sekitar gigi akan menyebar melalui aliran darah ke seluruh tubuh dan terjadi septikemia.

2. Macam-macam anastesi lokal dan teknik eksodonsi

Macam-macam anastesi lokal berdasarkan area teranastesi

1. Nerve Block

Merupakan metode aplikasi dari anastesi lokal dengan penyuntikan cairan anastesi pada atau disekitar batang saraf utama sehingga mencegah impuls saraf afferent disekitar titik tersebut.

2. Field Block

Merupakan metode anastesi lokal yang dilakukan dengan memasukkan cairan di daerah cabang saraf terminal yang besar sehingga area yang teranastesi memblokir semua saraf afferent pada daerah tersebut.

3. Local Infiltrasi

Larutan anastesi lokal disuntikkan disekitar ujung saraf terminal sehingga cairan anastesi terkumpul pada daerah tersebut sehingga mencegah terjadinya stimulasi dan terbentuknya rasa sakit.

4. Anastesi Topikal

Dengan cara mengoleskan larutan anastesi lokal secara langsung pada bagian permukaan (membran mukosa, kulit terluka) untuk mencegah stimulasi pada ujung saraf bebas pada daerah tersebut (free nerve ending)

Berdasarkan lokasi deposisi obat

1. Injeksi Submukosal

Insersi jarum pada lapisan mukosa dan deposisi cairan sehingga cairan anastesi lokal berdifusi pada tempat tersebut.

2. Injeksi Paraperosteal

Jarum diinsersikan sampai mendekati atau kontak dengan periosteum cairan dideponir sehingga berdifusi ke periosteum dan tulang cancelus.

3. Injeksi Intra Osseus

Injeksi dilakukan kedalam struktur tulang, dengan terlebih dahulu dibuat jalan masuk kedalam tulang.

4. Injeksi Interseptal

Kombinasi dari teknik intra osseus, jarum dimasukkan didalam interseptal pada bagian yang tipis dan parus pada gigi yang akan dianastesi.

Untuk melakukan anastesi lokal diperlukan beberapa teknik anastesi, seperti:

Nama dan SyarafIndikasiTeknik/ lokasi

Lokal Infiltrasi (free nerve ending)Anestesi sebatas mukosa dan jaringan ikat di bawahnyaJarum diinsersikan di bawah mukosa ke dalam jaringan ikat

Blok cabang syaraf terminalUntuk anestesi 1 atau 2 gigi RA dan sekitarnyaJarum diinsersikan menembus membran mukosa dan jaringan ikat di bawahnya sampai meyentuh periosteum

Blok N. Alveolaris Superior Anterior dan mediusBedah gigi insisiv, caninus, premolar, dan akar mesio bukal molar 1 RAJarum diinsersi pada mukolabial fold sekitar 1,9 mm

Blok N. Alveolaris Superior posteriorOperasi gigi molar RA dan jaringan penyangga-

Blok N. NasopalatinaOperasi bagian palatal (anterior palatum durum sampai daerah sekitar premolar)Diinsersikan di foramen insisivum

Blok N. Palatinus mayorOperasi bagian palatal (posteriur palatum durum)Jarum diinsersikan pada foramen di sekitar marginal gingiva bagian palatal gigi M2 dan M3

SyarafIndikasiTeknik/ lokasi

Blok N. Bucallis LongusMembran mukosa bukal, lateral gigi M atas dan bawahMasuk ke pipi melalui muskulus buccinator

Blok N. Lingualis2/3 anterior lidah, membran mukosa lingual, mukosa dasar mulut.Lingual apeks gigi M3 RB masuk ke basis lidah melalui dasar mulut

Blok N. Alveolaris Inferior (Direct dan Indirect)Inervasi gigi RB, corpus mandibula, mukosa dan jaringan ikat di sekitar M1 RBTurun dibalik m. Pterygoideus externus, berjalan antara ramus mandibula dan ligamen spenomandibulais masuk ke kanalis mandibula keluar ke formaen mental

Blok N. Mentalis Bibir bawah dan mukosa labial fold disebelah anterior foramen mentalisJarum diinsersi di mukosa labial fold sampai menyentuh periosteum dari mandibula sebelah anterior dari apeks premolar kedua

Blok N. InsisivusGigi P, C, I pada satu sisi, bibir bawah satu sisiJarum diinsersi tepat di foramen mentalis

Teknik Blok Anestesi untuk Pencabutan Gigi Rahang BawahTeknikSaraf yang ditujuDaerah yang teranestesi

Gow-GatesN. MandibularisGigi mandibula setengah quadran, mukoperiosteum bukal dan membran mukosa pada daerah penyuntikan, dua pertiga anterior lidah dan dasar mulut, jaringan lunak lingual dan periosteum, korpus mandibula dan bagian bawah ramus serta kulit diatas zigoma, bagian posterior pipi dan region temporal

Akinosi dan FisherN. Alveolaris inferior dan N. LingualisGigi-gigi mandibula setengah quadran, badan mandibula dan ramus bagian bawah, mukoperiosteum bukal dan membrane mukosa didepan foramen mentalis, dasar mulut dan dua pertiga anterior lidah, jaringan lunak dan periosteum bagian lingual mandibula

Anastesi infiltrasi

Teknik infiltrasi dapat dibagi menjadi:

1. Suntikan submukosa, diterapkan bila larutan didepositkan tepat dibalik membrane mukosa. Suntikan ini sering digunakan baik untuk menganatesi saraf bukal panjang sebelum pencabutan molar bawah atau operasi jaringan lunak.

2. Suntikan supraperiosteal, diterapkan bila larutan anastesi didepositkan diluar periosteum, larutan akan terinfiltrasi melalui periosteum , bidang kortikal dan tulang medularis ke serabut saraf. Dengan cara ini, anastesi pulpa gigi dapat diperoleh melalui penyuntikan disepanjang apeks gigi. Suntikan supraperiosteal merupakan teknik yang paling sering digunakan pada kedokteran gigi dan sering disebut sebagai suntikan infiltrasi.

3. Suntikan subperiosteal, diterapkan bila larutan anastesi didepositkan antara periosteum dan bidang kortikal. Suntikan ini digunakan apabila tidak ada alternative lain atau bila anastesi superfisial dapat diperoleh dari suntikan supraperiosteal. Suntikan ini sering digunakan pada palatum.

4. Suntikan intraoseous, diterapkan bila larutan anastesi didepositkan pada tulang medularis. Suntikan ini sudah jarang digunakan.

5. Suntikan intraseptal, diterapkan bila larutan anastesi didepositkan dengan tekanan dan berjalan melalui tulang medularis serta jaringan periodontal untuk memberi efek anastesi. Suntikan ini hanya dapat digunakan setelah diperoleh anastesi superficial.

6. Suntikan intraligamental atau ligament periodontal. Suntikan intraligamental dapat menghindari terjadinya haematoma walaupun dapat terjadi pendarahan ginggiva. Selain itu, suntikan ligament periodontal sangat sesuai bila digunakan pada pasien anak, untuk prosedur peawatan multikuadran, prosedur perawatan gigi tunggal, terapi endodontic dan periodontal. Teknik ini merupakan teknik alternative yang bermanfaat bila anastesi sulit diperoleh dengan metode yang lebih konvesional atau bila metode-metode tersebut merupakan kontra indikasi.

Macam-macam dan Teknik Eksodonsi

1. Penggunaan Elevator dan Tang Cabut pada Pencabutan

Elevator digunakan untuk mengetes anestesi, memperkiraakan mobilitas gigi, memisahkan perlekatan gingiva, dan mengawali perlonggaran alveolus. Keberhasilan penggunaannya tergantung pada aplikasi denan tekanan yang terkontrol , cara memegang yang baik dan tepat. Sama dengan penggunaan tang cabut, cara memegang yang baik dan tepat.

1. Pinch grasp yang digunakan untuk pencabutan atau pemegangan elevator pada gigi rahang atas. Pinch grasp terdiri dari memegang prosessus alveolaris diantara ibu jari dan telunjuk dengan tangan yang bebas. Ini akan membantu retraksi pipi, stabilisasi kepala, mendukung prosessus alveolaris, dan meraba tulang bukal. Perluasan dataran bukal alveolar (labial) mudah teraba, sehingga dapat dinilai apakah tekanan perlu ditambah atau dikurangi.

2. Sling grasp digunakan pada mandibular memungkinkan retraksi pipi/lidah, memberikan dukungan terhadap mandibular. Biasanya dukungan diperoleh dengan memegang mandibular diantara ibu jari dan jari telunjuk tangan yang bebas. Sehingga denga ini TMJ terlindung dari tekanan tang yang berlebihan. Dukungan tangan yang bebas pada mandibular adalah satu-satunya cara terbaik untuk mendapat hal tersebut, karena gerak mandibula berlebihan dapat dengan mudah dilihat, menandai perlunya mengurangi besar tekanan, memperbesar dukungan, atau keduanya.

Sedangkan untuk pencabutan, teknik yang biasa dilakukan adalah sebagai berikut:

1). Insisivus

Jarang terjadi kesulitan dalam melakukan pencabutan gigi insisivus. Gigi insisivus atas dicabut dengan menggunakan tang #150, dengan pinch grasp dan tekanan lateral (labial/lingual) serta rotasional lebih ditingkatkan pada arah fasial, sedangkan tekanan rotasional lebih ditekankan kea rah mesial. Tekanan tersebut diindikasikan karena biasanya pembelokan ujung akar gigi insisivus adalah kea rah distal, bidang labialnya tipis dan arah pengungkitannya ke fasial. Insisivus bawah dicabut dari posisi kanan (ataau kiri) belakang dengan menggunakan tang #150 dan sling grasp. Tekanan permulaan adalah lateral dengan penekanan kea rah fasial. Ketika mobilitas pertama dirasakan, tekaan rotasional dikombinasikan dengan lateral sangat efektif. Pengungkitan insisivus bawah dilakukan kearah fasial, dengan perkeculian insisivus yang berinklinasi lingual dan berjejal-jejal. Untuk keadaan tersebut digunakan #74 atau #74N dari kanan (atau kiri) depan.

2). Teknik anastesi blok mandibular:

Blok nervus inferior alveolar : gigi-gigi mandibular di sekitar lokasi injeksi, palatum durum aspek bukal dan lingual.

Blok nervus buccalis : jaringan lunak buccal pada region molar buccal

Blok nervus buccinator ditujukan untk menganastesi daerah pipi dan membrane mukosa bukal pada region gigi molar.

Saraf yang teranastei pada blok ini adalah N. Buccalyang merupakan caang dri N.V3 yang mempersarafi jaringan lunak dan periosteum buccal samai gigi molar mandibular.

Blok nervus mandibular Gow-Gates : gigi-gigi mandibular hingga ke tengah jaringan lunak dan keras pada aspek buccal dan lingual, FOM (floor of the mouth).

Vazirni-Akinosi closed mout : gigi-gigi mandibulahingga midline, jaringan keras dan lunak pada aspek bukal, 2/3 anterior lidah, FOM.

Keuntungannya : daerah bukaan operasi minimal karena trismus, tingkat komplikasi rendah dan meminimalisir ketidaknyamanan akibat injeksi.

Blok nervus mental : jaringan lunak buccal pada anterior foramen mentalis, bibir bawah.

Indikasi: prosedur yang memerlukan manipulasi pada jaringan buccal lunak anterior hingga ke foramen mentalis.

Kontraindikasi : inflamasi atu injeksi pada area injeksi.

Blok nervus insisivus : premolar, caninus dan insisivus, bibir bawah, jaringan lunak buccal sisi anteri

3). Gigi Molar Ketiga

Pencabutan gigi molar ketiga atas

Masalah dalam pencabutan ggigi molar ketiga adalah mengenai jalan masuknya alat, dan variasi anatomis. Gigi ini terletak pada ujung lengkung rahang tertutup prosessus koronoid pada maksila dan lidah/pipi pada mandibular. Pengeluaran molar ketiga atas akan menjadi lebih mudah apabila mulut pasien dibuka sedikit saja, dan pencabutan dilakukan dari lateral pasien. Hal ini meningkatkan jalan masuknya, dan memberikan jalan bagi tang dengan menggeser prossesus koronoideus dari permukaan bukal. Gigi molar ketiga atas biasanya dikeluarkan ke arah bukal, sering mengarah sedikit ke distal dar arah insersi. Tang #210 dengan pegangan bayonet yang panjang dan paruh yang besar, pendek adalah alat yang digunakan disini. Luksasi yang berlebihan misalnya tekanan ke bukal-lingual yang besar sebaiknya dihindari, karena bias mengakibatkan fraktur pada akar yang mengalami delaserasi, atau yang sangat kecil. Pada waktu mengeluarkan gigi, tekanan bukal yang konstan parallel terhadap arah pengeluaran cukup efektif.

Pencabutan gigi molar ketiga bawah

Molar ketiga bawah sering dicabut pada saat belum erupsi sempurna, untuk tujuan preventif atau karena perikoronitis. Mahkota klinis yang pendek enimbulkan masalah adaptasi pada tang. Tang #22 mempunyai desain yg ideal yaitu mempunyai pegangan yng panjan seperti tang #210 yang digunakan untuk gigi atas. Adaptasi tang bias dibantu dengan retraksi pipi dan lidah. Tulang bukal yang tebal dan padat sering mengakibatkan tekanan lateral kea rah bukal krang efektif. Tekanan kea rah lingual biasanya dapat mengunkit gigi kearah tersebut.

Intraseptal injection

Terkadang injeksi bisa gagal menganastesi pulpa dan gigi. Jika jaringan yang mendukung gigi normal, kasus ini bisa diatasi dengan injeksi intraseptal. Anestetikum diinjeksikan kedalam tulang kanselus di antara gigi geligi.

Teknik :

a. Antiseptik dioleskan

b. Injeksi septum antara 2 gigi

c. Bur intraseptal steril dengan handpiece, lubangi jaringan tepat dibawah papila interdental hingga mencapai tulang. Posisi bur 45C terhadap sumbu panjang gigi, ditekan hingga menembus tulang kanselus.

d. Lepas handpiece dan lakukan irigasi.

e. Jika terjadi perdarahan tekan dengan kapas.

f. Ganti handpiece dengan jarum dan deponirkan cc anastetikum perlahan-lahan. Pulpa dari gigi yang berdekatan akan teranastesi.

3. Alat dan bahan anastesi dan eksodonsiaAlat dan bahan anastesi

Sejumlah anastesikum yang ada dapat bekerja 10 menit-6 jam, dikenal dengan bahan Long Acting. Namun anestesi local dengan masa kerja panjang tidak direkomendasikan untuk pasien terutama dengan gangguan mental. Hal ini berkaitan dengan masa kerja yang panjang karena dapat menambah resiko injuri pada jaringan lunak.

Bahan yang sering digunakan sebagai anaestetikum adalah lidocaine dan epinephrine (adrenaline). Anestetikum tanpa adrenalin kurang efektif dibandingkan dengan adrenalin. Ephineprin dapat menurunkan perdarahan pada region injeksi.

Beberapa anastetik lokal yang sering digunakan:

1. Kokain

Hanya dijumpai dalam bentuk topikal semprot 4% untuk mukosa jalan napas atas. Lama kerja 2-30 menit.

2. Prokain (novokain)

Untuk infiltrasi: larutan 0.25-0.5%

Blok Saraf: 1-2%

Dosis 15 mg/ kg BB dan lama kerja 30-60 menit.

3. Kloroprokain (nesakain)

Derivat prokain dengan masa kerja lebih pendek.

4. Lidokain (lignocaine, xylocain, lidonest)

Konsentrasi efektif minimal 0.25%

Infiltrasi, mula kerja 10 menit, relaksasi otot cukup baik.

Kerja sekitar 1-1.5 jam tergantung konsentrasi larutan.

Larutan standar 1 atau 1.5% untuk blok perifer

0.25-0.5% + adrenalin 200.000 untuk infiltrasi

0.5% untuk blok sensorik tanpa blok motorik

1.0% untuk blok motorik dan sensorik

2.0% untuk blok motorik pasien berotot (muskular)

4.0% atau 10% untuk topikal semprot faring-laring (pump spray)

5.0% bentuk jeli untuk dioleskan di pipa trakhea

5.0% lidokain dicampur 5.0% prilokain untuk topikal kulit

5.0% hiperbarik untuk analgesia intratekal (subaraknoid, subdural).

5. Bupivacain (marcain)

Konsentrasi efektif minimal 0.125%.

Mula kerja lebih lambat dibanding lidokain, tetapi lama kerja sampai 8 jam.

Setelah suntikan kaudal, epidural atau infiltrasi, kadar plasma puncak dicapai dalam 45 menit. Kemudian menurun perlahan-lahan dalam 3-8 jam.

Untuk anastesia spinal 0.5% volum antara 2-4 ml iso atau hiperbarik.

Untuk blok sensorik epidural 0.375% dan pembedahan 0.75%.

Dosis Bupivakain untuk Dewasa

ProsedurKonsentrasi %Volume

Infiltrasi

Blok minor perifer

Blok mayor perifer

Blok interkostal

Blok epidural

Lumbal

Kaudal

Analgesi postop

Spinal intratekal0.25-0.50

0.25-0.50

0.25-0.50

0.25-0.50

0.5

0.25-0.50

0.5

0.125

0.55-60 ml

5-30 ml

20-40 ml

3-8 ml

15-20 ml

5-60 ml

4-8 ml/ 4-8 jam (intermitten)

15 ml/ jam (continue)

2-4 ml

6. EMLA (eutetic mixture of local anesthetic)

Campuran emulsi minyak dalam air (krem) antara lidokain dan prilokain masing-masing 2.5% atau masing-masing 5%. EMLA dioleskan dikulit intak 1-2 jam sebelum tindakan untuk mengurangi nyeri akibat kanulasi pada vena atau arteri atau untuk miringotomi pada anak, mencabut bulu halus atau buang tato. Tidak dianjurkan untuk mukosa atau kulit terluka.

7. Ropivakain (naropin) dan levobupivakain (chirokain)

Penggunaannya seperti bupivakain, karena kedua obat tersebut merupakan isomer bagian kiri dari bupivakain yang dampak sampingnya lebih ringan dibandingkan bupivakain. Bagian isomer kanan dari bupivakain dampak sampingnya lebih besar.

Konsentrasi efektif minimal 0.25%.

Nama ObatLama Bekerja

Lidokain Pulpa : 60 menit

Jaringan lunak : 3-5 jam

Mepivakain Pulpa : 20-40 menit

Jaringan lunak : 2-3 jam

Prilokain Pulpa : 60-90 menit

Jaringan lunak : 3-8 jam

Bupivakain Pulpa : 90-180 menit

Jaringan lunak : 4-9 jam

Bahan anestesi topical yang dipakai dapat dibagi sebagai berikut :

1. Menurut bentuknya : Cairan, salep, gel.

2. Menurut penggunaannya : spray, dioleskan ditempelkan.

3. Menurut bahan obatnya : Chlor Etyl, Xylestesin Ointmen, Xylocain Oitment, Xylocain Spray.

Sedangkan untuk alat anastesi dibutuhkan syringe dan jarum. Pemilihan jarum harus disesuaikan dengan kedalaman anestesi yang akan dilakukan. Jarum suntik pada kedokteran gigi terseia dalam 3 ukuran (sesuai standar American Dental Association) panjang 32mm), pendek (20mm), sangat pendek (10mm).

Petunjuk :

Dalam pelaksanaan anestesi local pada gigi, dokter gigi harus menggunakan syringe sesuai standar ADA

Jarum pendek dapat digunakan untuk beberapa injeksi pada jaringan lunak yang tipis, arum panjang digunakan untuk injeksi yang lebih tajam.

Jarum cenderung tidak dipenetrasikan lebih dalam untuk mencegah patahnya jarum

Citojet dapat digunakan untuk injeksi intraligament

Gambar1. Syring dan jarum anastesi

Alat dan bahan eksodonsia

Tang Rahang Bawah

NOCiri dan Fungsi

#151Mempunyai paruh yang hampir membentuk 90 dengan pegangan. Dapat digunakan untuk kanan dan kiri. Dapat digunakan untuk pencabutan seluruh molar bawah. Pegangan sedikit melengkung ke arah bawah dan paruhnya reltif sempit (3mm). Digunakan dengan sling grasp.

#17Didesain untuk pencabutan gigi molar bawah. Paruhnya simetris dengan tonjolan bagian tengah atau ujung pada masing masing paruh yang ditujukan agar mencengkram bifurkasi atau groove akar bukal atau lingual.

#222Tang ini mempunyai pegangan agak panjang (18cm) dengan paruh yang lebar (6mm). Digunakan untuk molar ketiga bawah. Dapat memberikan tekanan rotasional untuk mencabut gigi molar ketiga bawah yang akarnya konus.

#74Desainnya vertikal dengan paruh agak kecil (4mm). Cocok untuk pencabutan gigi anterior bawah. Paruhnya yang kecil dapat beradaptasi dengan baik pada gigi insisivus bawah yang kecil dan seringkali berjejal.

Gambar 2. Tang mahkota

Gambar 3. Tang trismus

Tang Rahang Atas

NOCiri dan Fungsi

#150Tang serbaguna untuk rahang atas, dapat digunakan untuk sebagian besar gigi atas. Paruhnya hampir paralel dengan pegangan. Paruhnya agak sempit. Digunakan dari depan kanan dan kiri dengan pinch grasp

#53Tang untuk molar atas dengan paruh yang relatif lebar (6mm) dan asimetri. Satu paruhnya mempunyai tonjolan di tengah untuk adaptasi dengan trifurkasi bukal, sedangkan yang paruh lainnya mempunyai kecekungan untuk mencengkram akar lingual. Selain itu juga memiliki pegangan bayonet untuk menghindari terjepitnya bibir bawah terhadap gigi insisivus

#210Memiliki pegangan bayonet yang panjang dan paruh yang besar pendek dan simetris (5mm).

#286Tang dengan paruh kecil dan desai bayonet untuk mengambil fragmen akar atau gigi atas yang berjejal.

#1Memiliki pegangan yang panjang dan berat dengan paruh yang simetris. Pegangan yang panjang dilengkapi dengan pengungkit yang panjang yang pada keadaan tertentu ideal untuk pencabutan gigi kaninus. Tang ini juga bisa digunakan untuk gigi insisivus atas

Gambar 4. Tang lurus

Gambar 5. Tang S

Perbandingan Tang

PerbedaanMandibulaMaksila

DesainParuh selalu simetris. Pegangan vertikal.Paruh cenderung lebih paralel terhadap pegangannya. Desain pegangan bayonet. Modifikasi ini dimaksudkan untuk menghindari bibir bawah. Desain paruh asimetris, kanan dan kiri, hanya terdapat pada tang untuk gigi molar atas.

FungsiMenghantarkna tekanan terkontrol pada gigi untuk dilatasi alveolar, luksasi dan pencabutan.Menghantarkna tekanan terkontrol pada gigi untuk dilatasi alveolar, luksasi dan pencabutan

AplikasiGaya vertikal yang diperlukan untuk adaptasi atau menempatkan tang diimbangi oleh gaya berlawanan yang dikenakan terhadap mandibula dengan melakukan sling graps. Telapak tangan menghadap ke bawah.Dikenakan pada daerah servikal gigi yang dicabut. Adaptasi diperoleh melalui kombinasi dari tekanan mencengkram dan apikal. Digunakan dengan pinch grasp dan telapak tangan menghadap ke atas.

Tekanan yang dihantarkanTekana lateral yang terdiri dari bukal dan lingual dihantarkan, tetapi tekanan lingual mungkin lebih dominan pada pencabutan gigi molar bawah. Tekanan paralel, apikal dan oklusal serta tekana rotasional juga digunakan apabila diperlukan.Lateral (bukal/lingual), paralel ( apikal/oklusal) dan rotasional.

Elevator

Elevator lurus

Sebagian besar pencabutan diawali dengan elevator lurus #34S, #46, atau #301. Yang paling kecil dari kelompok ini adalah #301, lebar bilahnya 2 mm sedangkan bilah dari #34 adalah 3,5 mm. Elevator lurus standar didesain dengan pegangan verventuk buah pir, tangkai lurus dan bilah cembung/cekung dengan dataran miring. Elevator lurus yang paling sering digunakan adalah #34S, karena lebarnya ideal untuk insersi interproksimal. Elevator #301 dapat digunakan untuk preparasi pencabutan gigi yang berjejal atau malposisi apabila celah interproksimal sangat terbatas.

Elevator bengkok

Elevator bengkok mempunyai kegunaan terbatas tetapi seringkali penting. Elevator #41 (Crane Pick) mewakili kelompok tersebut. Elevator ini mempunyai bilah bengkok dengan ujung yang tajam untuk mencengkram sementum, atau diinsersikan kedalam lubang kaitan. Elevator #73 dan #74 (Miller) dan Potts (kanan dan kiri) mempunyai desain serupa yaitu bengkok dengan bilah melengkung dan ujung membulat. Kedua peralatan ini digunakan untuk mengawali pencabutan molar ketiga atas yang tidak erupsi.

Elevator Cryer

Elevator Cryer bengkok #30 dan #31 didesain dengan bilah yang tajam, peninggian yang melengkung pada tempat pertemuan bilah dan tangkai, serta basis tumpuan. Elevator ini ideal untuk pengambilan fragmen akar molar bawah. Elevator ini biasanya dimasukkan melalui alveolus yang kosong, bertumpu pada tulang bukal dan ujungnya menekan sementum akar gigi yang akan dicabut. Apabila diterapkan melalui lubang kaitan bur, elevator Cryer bisa digunakan untuk mengungkit ujung akar/fragmen atau segmen segmen gigi selama pemotongan yang terencana dari gigi-gigi yang impaksi maupun sudah bererupsi.

Gambar 6. Elevator Bein

Gambar 7. Elevator Heidbrink

Gambar 8. Elevator Winter

4. Komplikasi Anastesi dan Post EkstraksiKomplikasi yang diakibatkan anastesi lokal

Komplikasi karena absorbsi larutan anastesi lokal

1. Toksisitas

Toksisitas bisa diakibatkan karena konsentrasi obat yang cukup tinggi didalam aliran darah sehingga mempengaruhi sistem susunan saraf pusat, sistem respirasi, dan sistem sirkulasi darah. Tingginya level obat dalam darah bisa terjadi karena dosis obat anastsi lokal yang besar, kecepatan absorbsi obat atau injeksi intravaskuler, biotransformasi yang rendah, eliminasi kecil, kondisi fisik pasien secara umum sewaktu diinjeksi, kecepatan injeksi, cara pemberian, status emosional penderita dan jumlah obat yang digunakan.

Gejala toksisitas umumnya berupa pasien aktif berbicara, gelisah, denyut nadi fan tekanan darah meningkat. Pada keadaan berat bisa meninggal.

2. Idiosinkrasi

Idiosinkrasi adalah reaksi terhadap obat yang tidak bisa digolongkan sebagai reaksi toksik atau alergi. Reaksi yang timbul bukan sebagai efek farmakologi melainkan karena faktor emosional oral penderita. Penanganannya dilakukan dengan mempertahankan jalan nafas agar oksigen tercukupi dan mengevaluasi sistem sirkulasi darah.

3. Alergi dan reaksi anafilaktoid

Reaksi alergi terhadap analgesik bisa terjadi, tetapi relatif jarang. Pasien yang menunjukkan tanda tanda reaksi yang mencurigakan sebaiknya segera dibawa ke tempat fasilitas perawatan yang lebih lengkap. Respon alergi dapat diatasi dengan antihistamin, epinefrin, dan steroid. Alergi terhadap anastesi lokal dapat ditangani dengan diberikan diphenhidramine 20 hingga 40 mg atau epinefrin hidrokoloid antara 0,3 hingga 0,5 ml.

Komplikasi karena jarum atau teknik penyuntikan

1. Sinkop atau fainting

Sinkop adalah gejala yang paling sering terjadi, dimana pasien merasa akan pingsan dan mual namun kesadarannya masih ada. Gejala awal yang tampak adalah pasien tampak pucat, pusing, mual.

2. Trismus

Trismus sering terjadi setelah anastesi lokal, khususnya setelah blok nervus alveolar interior. Penyebab utama trismus adalah adanya trauma selama insersi jarum pada otot, iritasi, hemorrage atau tingkat infeksi yang rendah pada otot .

3. Rasa sakit atau hiperesthesia

Rasa sakit terjadi karena biasanya terjadi infeksi pada tempat insersi jarum.

4. Infeksi

5. Jarum yang patah

Biasanya terjadi karena penekanan saat insersi besar dan jarum yang digunakan terlalu halus serta penetrasi jarum terlalu kedalam.

6. Anastesi berkepanjangan

Ini terjadi karena trauma jarum suntik yang menyebabkan perdarahan pada selaput pembungkus serat saraf.

7. Hematoma

Ini terjadi karena terkoyaknya pembuluh darah sehingga terjadi perdarahan kedalam jaringan. Untuk mencegah ini sebaiknya sebelum obat dideponir harus dilakukan aspirasi terlebih dahulu.

8. Gangguan sensasi yang berlangsung lama

Gangguan sensasi yang berlangsung lama setelah penyuntikan anastesi lokal umumnya disebabkan oleh kerusakan saraf. Kerusakan ini dapat terjadi akibat trauma langsung dari bevel jarum atau penyuntikan larutan yang sudah terkontaminasi oleh substansi neurotoksik seperti alkohol. Selain itu, pendarahan dan infeksi didekat saraf juga dapat menimbulkan gangguan sensasi yang berlangsung lama.

9. Alveolitis atau Dry Socket

Komplikasi yang paling sering, paling menakutkan dan paling sakit. Biasanya dimulai pada hari ke 3-5 pasca operasi. Keluhan utamanya adalah rasa sakit yang sangat hebat. Pada pemeriksaan terlihat alveolus yang terbuka, terselimuti kotoran, dan dikelilingi berbagai tingkatan peradangan gingiva. Kebersihan mulut kurang atau buruk. Regio molar bawah adalah daerah yang sering terkena, khususnya alveolus molar ketiga. Penyebab alveolitis dan temuan yang konsisten adalah hilangnya bekuan akibat lisis, mengelupas, atau keduanya. Biasanya disebabkan oleg streptococcus, tetapi lisis mungkin terjadi tanpa keterlibatan bakteri. Diduga trauma berperan karena mengurangi vaskularisasi.

10. EdemaEdema disebabkan oleh trauma selama anastesi lokal, infeksi, alergi, perdarahan, dan penyuntikan anastetikum yang terkontaminansi alkohol. penanggulangan edema dilakukan dengan observasi bila edema disebabkan oleh trauma injeksi atau iritasi larutan, biasanya akan hilang 1-3 hari tanpa terapi. sedangkan bila lebih dari 3 hari dan disertai rasa sakit atau disfungsi mandibula, antibiotik sebaiknya diberikan untuk pasien tersebut.

11. Parastesi

Pasien merasa mati rasa (dingin) selama beberapa jam atau bahkan berhari-hari setelah anastesi lokal. Penyebabnya bisa karena trauma pada beberapa saraf. Selain itu, injeksi anastesi lokal yang terkontaminasi alkohol atau cairan sterilisasi dapat menyebabkan iritasi sehingga menyebabkan edema dan sampai menjadi parastesi. Parastesi dapat sembuh sendiri dalam waktu 8 minggu dan jika kerusakan pada saraf lebih berat maka parastesi dapat menjadi permanen, namun jarang terjadi.

12. Paralisis Nervus Fasial

Paralisis sebagian dari cabang trigeminal terjadi pada blok saraf infraorbital atau infiltrasi kaninus maksila, biasanya dapat menyebabkan otot kendur. Paralisis nervus fasial dapat disebabkan karena kesalahan injeksi anastesi lokal yang seharusnya ke dalam kapsul glandula parotid. Jarum secara posterior menembus ke dalam badan glandula parotid sehingga hal ini menyebabkan paralisis.

13. Luka jaringan lunak

Trauma pada bibir dan lidah biasanya disebabkan karena pasien tidak hati-hati menggigit bibir atau menghisap jaringan yang teranastesi. Hal ini menyebabkan pembengkakan dan nyeri yang siginifikan. Kejadian ini sering terjadi pada anak-anak handicapped.

14. Nyeri

Penyebabnya dapat terjadi karena :

1) Teknik injeksi yang tidak hati-hati dan tidak berperasaan

2) Jarum tumpul akibat pemakaian injeksi multiple

3) Deposisi cepat pada obat anastesi local yang menyebabkan kerusakan jaringan

4) Jarum dengan mata kail (biasanya akibat tertusuk tulang)

Nyeri yang terjadi dapat menyebabkan peningkatan kecemasan pasien dan menciptakan gerakan tiba-tiba dan menyebabkan jarum patah.

15. Rasa terbakar

pH dari obat anastesi lokal yang dideposit ke dalam jaringan lunak dipersiapkan berkisar 5, namun menjadi lebih asam (sekitar 3) sehingga menyebabkan rasa terbakar. Selain itu, penyebab rasa terbakar disebabkan karena injeksi yang terlalu cepat, biasanya pada palatal. Selain itu, kontaminasi dengan alkohol dan larutan sterilisasi juga menyebabkan rasa terbakar.

16. Pengelupasan jaringan

Iritasi yang berkepanjangan atau iskemia pada gusi akan menyebabkan beberapa komplikasi seperti deskuamasi epitel dan abses steril. Penyebab deskuamasi epitel antara lain:

1) Aplikasi topical anastesi pada gusi yang terlalu lama

2) Sensitivitas yang sangat tinggi pada jaringan

3) Adanya reaksi pada area topical anastesi

Komplikasi eksodonsi :

a. Terjadi fraktur mahkota (karies yang luas/ tidak cermat dalam penempatan tang), akar, tulang alveolar, tuberositas maksila, gigi sebelahnya (kurangnya pemerikasaan terhadap kondisi gigi yang sebelahnya apakah kuat atau rapuh), gigi antagonisnya (terbentur oleh tang saat mengungkit karena tekanan tidak dikontrol), mandibula

b. Dislokasi pada gigi sebelahnya dan sendi temporomandibula karena kurang kkontrol tekanan dan tekanan yang terlalu besar

c. Perdarahan yang berlebihan (bisa dikarenakan kondisi fisik pasien)

d. Sakit pasca operasi

e. Pembengkakan pasca operasi

DAFTAR PUSTAKA

Alexandra Sklavounou-Andrikopoulou. Pyostomatitis vegetans leading to Crohns disease diagnosis. Private Dental Clinic. Faculty of Dentistry University of Athens : Greece.

Geofirey L. Howe dan F.Ivor H.Whitehead. 1992. Anastesi Lokal. Jakarta:Hipokrates.

Howe, Geoffrey L. 1989. Pencabutan Gigi Geligi. Jakarta : EGC. Kruger GO. 1974. Textbook of Oral Surgery, 4th ed. St. Louis: CV Mosby Co.Laskin DM. 1985. Oral and Maxillofacial Surgery, vol 2.St. Louis: The CV Mosby Co.Nicola Cirillo , dkk. Pyostomatitis vegetans: A review of the literature Department of Odontostomatology. II University of Naples : ItalyPeterson LJ. 1998. Oral and Maxillofacial Surgery. Philadelphia: Mosby Co.

Pedersen, Gordon W. 1996. Buku Ajar Praktis Bedah Mulut. Jakarta: EGC.Robert A Schwartz, MD, MPH. Pyoderma Vegetans. II University of Naples : Italy Starshak TJ, Sanders B. 1980. Preprosthetic Oral and Maxillofacial Surgery. London: The CV Mosby Co.Syafriadi, Mei, dkk. 2006. Buku Teks Bedah Mulut I. Jember: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember.

Wray, David, dkk. 2003. Textbook of General and Oral Surgery. Philadelphia: Churchill Livingstone.EKSODONSI RA & RB

Indikasi

Area Anastesi :

Nerve block

Field block

Local infiltration

Anestesi topikal

Area Insersi Jarum :

Submucosal injection

Paraperiosteal injectionjarum

Intra Osseous injection

Intraseptal injection

Intra periodontal injection

Kontraindikasi

Teknik Anastesi RA :

Inferior alveolar nerve block direct

Inferior alveolar nerve block indirect

Inferior alveolar media

Nasopalatinus

Teknik Anastesi RB :

Long Bucal

Insisive

Mentalis

Lingualis

Alveolaris Anterior

EKSTRAKSI

INSTRUKSI

KOMPLIKASI ANASTESI DAN EKSODONSI

ARMAMENTARIUM

Elevator :

Being

Cryer

Tang :

RA(SA &Mahkota)

RB (SA &Mahkota)