skenario eksodonsi

Upload: mirtati-diatariya

Post on 12-Jul-2015

786 views

Category:

Documents


15 download

TRANSCRIPT

DAFTAR ISI

1. Cover depan ...i 2. Anggota kelompok ii 3. Kata pengantar ..iii 4. Daftar isi ...1 5. Bab I : PENDAHULUAN 2 a. Latar belakang 2 b. Rumusan masalah ...2 c. Tujuan .2 6. Mapping ..3 7. Bab II : PEMBAHASAN ..4 8. KESIMPULAN .29 Daftar Pustaka ......30

1

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anestetik lokal adalah obat yang digunakan untuk menghilangkan rasa nyeri dengan cara memblok konduksi sepanjang serabut saraf secara reversibel. Sebagian besar anestetik lokal adalah basa lemah. yang pada pH tubuh dapat membntuk proton. Awalnya obat-obatan jenis ini melewati saraf tanpa terionoisasi (karena bersifat lipofilik) namun setelah berada dalam akson, beberapa melokelu mengalami ionisasi, sehingga dapat memblok kanal Natrium serta mencegah potensial aksi.

Semua serabut saraf pada tubuh manusia, sensitif pada anestetik lokal. Namun pada umumnya, serabut yang berdiameter kecil lebih sensitif dibanding yang berdiameter besar. Oleh karena itu anestetik lokal hanya melakukan blok diferensial (memblok sensasi rasa tertentu) untuk nyeri ringan dan otonom, sedangkan untuk sensasi sentuhan kasar dan gerak tidak diblok (hal ini berbeda dengan anestetik umum). Anestetik lokal mempunyai variasi yang luas dalam hal potensi, durasi kerja.

1.2 Rumusan Masalah 1. Apa saja bahan dan alat untuk Anastesi lokal dan Eksodonsia? 2. Apa saja teknik Anastesi lokal dan Eksodonsia? 3. Apa Komplikasi Anastesi Lokal dan Eksodonsia? 1.3 Tujuan 1. Menjelaskan bahan dan alat untuk Anastesi lokal dan Eksodonsia. 2. Menjelaskan teknik Anastesi lokal dan Eksodonsia. 3. Menjelaskan Komplikasi Anastesi lokal dan Eksodonsia.

2

MAPPING

PENCABUTAN GIGI

Persiapan Operator Persiapan Pasien

Anastesi local

Bahan alat

Tehnik Eksodonsi

Komplikasi

Instrument Eksodonsi

Tehnik

Komplikasi

3

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Instrumen Untuk Anastesi Lokal 1. Syringe Adalah peralatan anestesi lokal yang paling sering digunakan pada praktek gigi. Terdiri dari kotak logam dan plugger yang disatukan melalui mekanisme hinge spring. 2. Cartridge Biasanya terbuat dari kaca bebas alkali dan pirogen untuk mengindari pecah dan kontaminasi dari larutan. Sebagaian besar cartridge mengandung 2,2 ml atau 1,8 ml larutan anestesi lokal. Cartridge dengan kedua ukuran tersebut dapat dipasang pada syringe standart namun umumnya larutan anestesi sebesar 1,8 ml sudah cukup untuk prosedur perawatan gigi rutin. 3. Jarum Pemilihan jarum harus disesuaikan dengan kedalaman anastesi yang akan dilakukan. Jarum suntik pada kedokteran gigi tersedia dalam 3 ukuran (sesuai standar American Dental Association = ADA) ; panjang (32 mm), pendek (20 mm, dan superpendek (10 mm). Jarum suntik yang pendek yang digunakan untuk anestesi infiltrasi biasanya mempunyai panjang 2 atau 2,5 cm. Jarum yang digunakan harus dapat melakukan penetrasi dengan kedalaman yang diperlukan sebelum seluruh jarum dimasukan ke dalam jaringan. Bahan-bahan Anastesi Komponen dalam sediaan larutan anatesi terdiri dari : 1. Agen anastesi lokal Berdasarkan struktur kimianya dikelompokkan menjadi : a. Golongan Ester Benzoid Acid Ester : piperocain, mepryclain, isobucain Para Amini Acid Ester : lidocaine, tetracaine, isuthetamine, propaxicaine, 2-chloropacaine, procaine dan isuthetamine.

4

-

Meta-amino Acid Ester : metabutethamine, primacaine.

b. Golongan Amida Kidocaine Mepivacaine Prylocaine

2. Vasokontsriktor Adalah obat yang dapat mengkonstriksikan pembuluh darah dan mengontrol perfusi jaringan. Vasokonstriksi yang biasa digunakan : a. Adrenalin (epinefrin), suatu alkaloid sintetik yang hampir mirip dengan sekresi medula adrenalin alami. b. felypressin (octapressin), suatu polipeptid sintetik yang mirip dengan sekresi glandula pituitari posterior manusia. felypressin mempunyai sifat

vasokonstriktor yang lemah, yang tampaknya dapat diperkuat dengan penambahan prilokain. selain itu, felypressin mempunyai efek oksitoksik ringan 3. Sodium metabisulfite (antioksidan untuk vasopressor) 4. Methilparabean (pengawet) 5. Sodiumclorida Instrumen untuk Eksodonsia 1. Peralatan diagnostik Alat-alat dasar yang digunakan pada waktu pemeriksaan ialah : a. Pinset KG dengan atau tanpa permukaan yang bergores pada ujung penjepit. Digunkan untuk mengambil atau menjepit kapas atau tampon. b. Sonde (dental Probe) lurus dan bengkok digunakan untuk pemeriksaan kedalam karies dan mengetahui vitalitas gigi. c. Kaca mulut dalam beberapa ukuran (mm) digunkan untuk melihat objek di rongga mulut. d. Eksavator e. Neirbeken 2. Peralatan pencabutan gigi a. Forcep (tang pencabutan) mendorong atau menarik Tang Rahang Atas Bentuk Lurus untuk pencabutan gigi anterior bermahkota dan sisa akar.5

Bentuk S untuk pencabutan gigi yang letaknya ditengah (premolar atau molar) bermahkota atau sisa akar. Bentuk Bayonet untuk pencabutan M3 atau sisa akar.

Tang untuk pencabutan gigi molar rahang atas bermahkota dibedakan atas kiri dan kanan sesuai dengan bentuk paruh. Sedang untuk gigi I, C, dan P tidak dibedakan. Tang Rahang Bawah Tang yang digunakan untuk gigi-gigi RB mempunyai ciri antara paruh dan pegangan membentuk sudut 90 derajat atau dimodifikasi lebih dari 90 derajat (untuk gigi yang letaknya di sudut mulut). Tang rahang bawah umumnya tidak dibedakan antara kanan dan kiri, tapi ada juga yang dibedakan. Untuk gigi I, C, dan P bentuk beak pada umumnya tumpul, yang membedakannya terletak pada lebar paruh (beak) dalam ukuran mesio-distal. Untuk tang molar ditandai yaitu pada beaknya ada ujung yang tajam pada kedua sisi dan tengah. Tang Trismus yaitu tang rahang bawah dengan pembukaan horizontal biasanya dipakai untuk pencabutan gigi pada penderita yang sukar membuka mulut. Tang Tanduk / Cow Horn yaitu yang dipergunakan untuk mencabut gigi yang tidak bermahkota dimana bifurkasi masih baik. Tang modifikasi yaitu bentuk beak dan handle tidak membentuk sudut 90 derajat. Tang Split / separasi yang digunkan untuk memecah bifurkasi.

b. Elevator (pengungkit) Alat ini digunakan untuk mengungkit gigi dari alvoelaris. Pergerakan dapat berupa mendorong atau menarik untuk mengeluarkan objek ke arah atas. Menurut bentuknya : Straight (lurus) Elevator Lecluse dengan bentuk blade yang data/rata. Digunakan untuk rahang bawah.

6

Elevator Barry dengan bentuk handle dan shank lebih 90 derajat. Untuk sisa akar RB. Elevator Cryer-White dengan blade dan shank lebih luas. Digunkan untuk sisa akar RB.

Menurut penggunaannnya : Elevator yang didesain untuk menyingkirkan segala gigi. Elevator yang didesain untuk akar gigi setinggi gingiva line. Elevator yang didesain untuk akar yang fraktur 1/3 panjang akar. Elevator yang didesain untuk menyingkirkan mjukoperiosteal sebelum penggunaan tang ekstrtaksi. Indikasi penggunaan : Menggoyangkan dan menyingkirkan gigi yang tidak tercakup dengan forcep seperti gigi malposis atau impaksi Menyingkirkan akar gigi yang disebabkan oleh fraktur atau karies. Melepaskan gigi dari jaringan periodontal sebelum dicakup dengan forcep. Persiapan Exondonsia dan anastesi Tahap-tahap preoperasi meliputi beberapa persiapan yang harus dilakukan, antara lain persiapan pasien, persiapan alat-alat dan ruangan serta persiapan operator. a. Persiapan pasien Evaluasi dan seleksi pasien yang akan dilakukan tindakan. Persiapan fisik dan mental pasien. Dokter gigi akan

mengomunikasikan dengan pasien perawatan yang akan dilakukan dan segala komplikasinya. Hal tersebut tertuang dalam perjanjian perawatan yang disebut Informed Conseent. Riwayat medis pasien (anamnesa) Pre-operative Laboratory sebagai penunjang keberhasilan perawatan. Bisa meliputi pemeriksaan darah, RO dan tes sensitivitas obat. Physical Examination yang meliputi vutak sign, TD, pulse nadi, respirasi, suhu badan. Serta pemeriksaan extra oral yang meliputi wajah-leher, kelenjar getah bening dan TMJ. Untuk intra oral juga perlu diperiksa.7

Kontrol infeksi dan rasa sakit. Dokter gigi harus memutusakan apakah harus dilakukan kontrol infelsi, prophilaksis dengan antibiotika ataupun rasa sakit dengan pemberian obat penghilang rasa sakit.

b. Persiapan alat dan ruangan Persiapan alat-alat dan ruangan operasi dilakukan sebellum penderita masuk ke ruangan operasi. Alat-alat yang diperlukan untuk tindakan operasi harus sudah ditentukan dengan benar, steril dan tertutup. Begitu juga kamar operasi, kebersihan, penerangan dan pengatur suhu ruangan serta ketenangan dan kenyamanan sudah ditata dengan baik sehingga pasien dapat rileks dan nyaman masuk ruang operrasi. c. Persiapan operator Operator dan asop harus memahami sepsis dan asepsis. Sepsis adalah segala mikroba dan produknya yang dapat masuk kedalam tubuh penderita pada saat operasi yang dapat menimbulkan komplikasi pada penderita ataupun kematian. Untuk itu operator dan asop harus melakukan asepsis, yaitu menghilangkan seluruh faktor-faktor yang dapat menyebabkan sepsis seperti sterilisasi alat dan menggunakan bahan disinfektan. Selain itu harus menggunakan masker, baju operasi yang steril dan hanscond. Ruangan juga harus disterilkan dengan bahan disinfektan. 2.2 Teknik Anastesi Lokal Berdasarkan Area yang Teranastesi dan Tempat Insersi Jarum A. Area yang teranastesi: 1 Nerve Block : larutan AL dideponer pd atau sekitar batang saraf utama, efek AL meliputi area yg cukup luas 2 Field block 3 Local infiltration 4 Topical Anastesia : larutan AL dideponer pd atau sekitar cabang saraf terminal : larutan AL dideponer di sekitar ujung saraf terminal : bahan AL dioleskan pd permukaan mukosa atau kulit untuk meniadikan stimuli pada ujung saraf bebas B. Berdasarkan tempat insersi jarum 1 Submucosal injection jar. dibawah mukosa 2 Paraperiosteal injectionjarum : diinjeksikan sampai mendekati/ kontak dg periosteum.8

: jarum diinjeksikan & larutan AL dideponer ke dalam

Larutan AL dideponer shg terjadi difusi menembus periosteum & porositas tulang alveolar. 3 Intra Osseous injection : injeksi dilakukan ke dlm struktur tulang, setelah dibuat jalan masuk dg bur 4 Intraseptal injection : modifikasi dari teknik 3. Jarum diinjeksikan ke dalam tulang alveolar bagian intraseptal diantara kedua gigi yg akan dianastesi 5 Intra periodontal injection periodontal dari akar gigi yg bersangkutan : jarum langsung diinjeksikan pada membrane

Berbagai Metode Anastesi Lokal

Neuroanatomi

Keberhasilan dari metode AL tergantung pd kemampuan operator dlm melaksanakan prosedur anastesi dg benar ; tempat deponasi benar & volume yg memadai. Karena itu operator dituntut untuk memahami neuroanatomical yg dapat digunakan sebagai petunjuk untuk tindakan AL

9

Nervus Trigeminus (N. V) Merupakan Nervus cranialis V yg menginervasi sebagian besar jar. orofacial Ada 3 cabang: 1 N. Opthalmicus (dvs.1) Merupakan cabang terkecil dari ganglion gasseri keluar dari cranium melalui fissura orbitalis superior. Menginervasi struktur di dalam; orbita, dahi, kulit kepala, sinus frontalis, palpebra superior

2

N. Maxillaris (dvs.2) Keluar dari cranium melalui foramen rotundum menuju fossa pterygopalatina terus berjalan melalui fissura orbitalis inferior ke anterior canalis infra orbitalis. Keluar melalui foramen infra orbitalis; N. infra orbitalis. N. Infra orbitalis menginervasi palpebra inferior, sisi lateral hidung & labium Cabang pertama N. Maxillaris meliputi: a. n. pharyngeus b. n. palatinus mayus Keluar melalui foramen palatinus mayor Inervasi; mucoperiosteum sebelah palatal molar & premolar RA & beranastomosis oris superior

dg n. nasopalatinal c. n. palatinus minor d. n. nasopalatinus Keluar dari kanalis nasopalatinus Inervasi; mucoperiosteum palatal regio gigi anterior RA (caninus ka-ki) e. n. nasalis superior Cabang kedua N. Maxillaris meliputi a. N. Alveolaris Superior Posterior Inervasi: semua akar gigi molar ke-2, 3 & akar gigi mesiobukal Cabang ketiga N. Maxillaris a. N. Alveolaris Superior Medius Inervasi: gigi premolar pertama & ke-2 akar mesiobukal gigi molar pertama RA Cabang keempat N. Maxillaris10

molar pertama kecuali akar

a. N. Alveolaris Superior Anterior Inervasi: gigi insisivus sentral, insisivus lateral, periosteum, alveolus semua pada satu sisi RA caninus, membran mukosa labial,

3

N. Mandibularis (dvs.3) Cabang terbesar keluar dari ganglion gasseri. Dari cranium keluar melalui foramen ovale membentuk 3 cabang; a. n. buccalis longus Berjalan diantara kedua caput m. pterygoideus externus menyilang ramus dan masuk ke pipi melalui m. buccinators. Inervasi: membran mukosa bukal, mucoperiosteum lateral gigi molar atas dan bawah b. n. lingualis Berjalan ke bawah superfisial dari m. pterygoideus internus berlanjut kelingual apeks gigi molar ke-3 RB. Masuk ke basis lidah melalui dasar mulut. Inervasi: 2/3 anterior lidah, mucoperiosteum & membran mukosa lingual c. n. alveolaris inferior Cabang terbesar N. Mandibularis. Turun dibalik m. pterygoideus externus disebelah posterior-lateral n.lingualis, berjalan antara ramus mandibula & ligamentum sphenomandibularis masuk ke canalis mandibula. Bersama arteri alveolaris inferior

berjalan di dalam canalis mandibula & mengeluarkan percabangan untuk inervasi geligi RB dan keluar melalui foramen mentale Cabang n. Alveolaris inferior: n. Mylohyoideus : Inervasi: m. Mylohyoideus, venter anterior m.digastrici di dasar mulut. r. Dentalis brevis : Inervasi; molar, premolar, proc. Alveolaris & periosteum, membran mukosa bukal r. Mentalis r. Incisivus : Inervasi: kulit dagu, membran mukosa labium oris inferior : Inervasi: gigi incisivus sentral-lateral, caninus

Anastesi Lokal pada Rahang Atas

Anastesi lokal dapat dilakukan pada N. maksilaris dan cabangnya. 1 lokal infiltrasi (sering digunakan)

11

saraf : cabang terminal/ free nerve ending area teranastesi : terbatas dimana larutan AL dilakukan

pedoman anatomis : tidak ada pedoman khusus indikasi teknik symptom 2 field block saraf area teranastesi : cabang saraf terminal besar : semua area yg diinervasi : bila hanya sebatas mukosa & jaringan ikat dibawahnya : jarum diinsersikan dibawah mukosa ke dalam jaringan ikat : tidak ada simptom subyektif

pedoman anatomi : tergantung area yg diinginkan, pedoman umum bersangkutan Tehnik indikasi : letak gigi & akarnya serta periosteum tulang alveolar yg : untuk LA satu/dua gigi RA & sekitarnya

: Paraperiosteal/ supraperiosteal. tehnik ini sering digunakan karena membran mukosa & jar.ikat

porositas tulang RA; jarum diinsersikan menembus

dibawahnya sampai menyentuh periosteum lalu larutan dideponer 3 blok N. alveolaris superior anterior dan medius (blok N. infra orbital) Saraf : cabang saraf terminal besar; n. infra orbitalis, n. alveolaris superior anterior & medius, n. palpebra inferior Area teranatesi pertama bibir atas , pelupuk mata bawah & sebagian hidung : gigi insisive, caninus, premolar & akar mesio bukal gigi molar

Pedoman anatomi : infraorbital ridge, infraorbital depression, supraorbital notch, gigi anterior & pupil mata Indikasi : untuk bedah yg melibatkan gigi insisive, mesio bukal molar pertama RA Tekhnik : px diminta melihat lurus kedepan lalu dipalpasi bag supraorbital & infraorbital notch, ditarik garis khayal dari orbita pupil mata, foramen caninus, premolar & akar

infraorbitalis, gigi premolar ke-2 & foramen mentalis. Jarum diinsersikan di mukolabial fold 1,9 mm Simptom sisi12

: Kebas pd bibir atas, kelopak mata bawah & sebagian hidung pd satu

4

blok N. alveolaris superior posterior saraf Area : N. Alveolar Superior Posterior : Gigi molar RA kecuali akar mesiobukal molar pertama, periosteum, jar.ikat & mukosa bukal pedoman anatomi : mukobukal fold, batas anterior & proc. Coronoideus mandibula, tuberositas maksila indikasi tekhnik : operasi gigi molar RA & jar. penyangga : Jari telunjuk meraba mukobukal fold sampai mencapai proc. Zygomaticus hingga mendapatkan cekungan, jari telunjuk diputar hingga kuku jari menghadap mukosa & jari digeser kelateral membentuk sudut 45o dg bidang sagital px & px diminta menutup sedikit mulutnya. Jarum diinsersikan ditengah ujung jari paralel dg ujung jari lalu dideponir Symptom : Tidak ada symptom subyektif

5

blok N. nasopalatina Saraf Area : Nervus palatinus yg keluar dari foramen insisivus : bagian anterior palatum durum & mukosa yg menutupi sampai daerah premolar Pedoman anatomi : gigi insisive pertama RA & papila insisiva indikasi teknik Simptom : operasi bagian palatal : jarum diinsersikan pada foramen insisivus : kebas pd mukosa palatum

6

blok N. palatina mayor Saraf area : N. palatinus mayor : bag. Posterior palatum durum dan mukosa yg menutupi sampai daerah premolar pertama RA pedoman anatomi : molar kedua & ketiga RA, margin gingiva gigi molar, garis median palatum, garis berjarak 1 cm dari marginal gingiva kegaris median palatum tekhnik & ke-3 RA sejauh 1 cm dari marginal gingiva bagian palatal. Symptom : kebas pada gingiva palatum posterior : Jarum diinsersikan pada foramen yg terletak di antara gigi molar ke-2

13

Teknik Anastesi Lokal pada Rahang Bawah

A. Blok N. Alveolaris Inferior Saraf Area RB, mukosa & jar. di bawahnya anterior dari molar pertama RB pedoman anatomi : lipatan mukobukal fold, batas obliqua interna, trigonum retromolar, linea obliqua eksterna, ligamen pterygomandibula Tekhnik direct 1. Kepala px menghadap ke depan atau waktu membuka mulut mandibula sejajar dg lantai 2. Dilakukan perabaan pd mukobukal fold sampai linea obliqua eksterna & batas anterior ramus ascenden 3. Cari cekungan terdalam pd ramus anterior; coronoid notch 4. Jari digerakkan dari trigonum retromolar sampai linea obliqua interna yag merupakan perlekatan raphe pterygomandibula 5. Jarum diinsersikan dari arah kontra lateral antara premolar pertama & kedua setinggi kuku jari 0,5 cm kearah medial sampai menyentuh tulang permukaan dalam ramus 6. Jarum ditarik 1mm & dideponir sebanyak 1-1,5 cc 7. Jarum ditarik sampai tersisa 1 cm, dideponir untuk N lingualis 0,5 cc Tekhnik indirect 1. Ujung jarum berakhir pd linea obliqua eksterna 2. Jarum diinsersikan dari araah kontra lateral tepat pd pertengahan kuku sampai menyentuh tulang 3. Arah syringe diubah hingga sejajar dg gigi posterior pd sisi yg sama & jarum diinsersikan lagi ke posterior melewati linea obliqua interna 4. Arah syringe diubah keposisi semula & insersi jarum diteruskan sampai menyentuh tulang 5. Jarum ditarik 1 mm & dideponir 1-1,5 cc 6. Untuk N. lingualis sama dg teknik direct anterior ramus mandibula, linea : N.alveolaris inferior dan subdivisi; n. mentalis & n. insisivus : corpus mandibula & bagian inferior ramus seluruh RB, seluruh gigi

14

B. Blok N. Bukalis Saraf Area : N. bukalis longus : mukosa bukal dari periosteum daerah molar RB

pedoman anatomi : linea obliqua eksterna, tyrigonum retromolar, teknik : insersi jarum pd mukosa bukal fold di distal gigi molar ke-3 RB atau langsung pd trigonum retromolar symptom : tidak ada

C. Blok N. Lingualis saraf area mukoperiosteum : N lingualis : 2/3 anterior lidah & mukosa dasar pd mandibula sisi lingual mulut, mukosa &

Pedoman anatomi: sama dg teknik blok N alveolaris Inferior symptom : kebas pd 2/3 anterior lidah

D. Blok N. mentalis Saraf area : N. mentalis : bibir bawah & mukosa labial fold disebelah anterior foramen mentalis

pedoman anatomi: premolar RB,foramen mentalis terletak di sebelah anterior apeks gigi tsb. Teknik : pipi ditarik ke arah bukal lalu jarum diinsersikan pd mukosa labial fold, penetrasi jarum sampai menyentuh periosteum dari mandibula sebelah anterior dari apeks premolar kedua, deponir obat 0,5- 1 cc symptom : kebas pd bibir bawah satu sisi

E. Blok N. Insisivus Saraf area mentalis, gigi premolar, caninus, insisive pd satu sisi, bibir bawah satu sisi Pedoman anatomi : sama dg blok n. mentalis, bedanya ujung jarum harus di insersikan tepat Symptom kedalam foramen mentalis : tidak ada : n. insisivus, n. mentalis : mandibula & struktur labialnya sebelah anterior dari foramen

15

F. Blok cabang terminal G. Infiltrasi Saraf area : ujung saraf bebas : mukosa & mukoperiosteum pd area yg dianastesi

pedoman anatomi : tidak ada indikasi teknik symptom : operasi jar. lunak pd daerah yg terbatas : sama dg injeksi submukosa : tidak ada

Teknik Eksodonsia Surgical method Semua operasi bedah minor mulut mengikuti urutan tahap yang sama, yang

merupakan dasar sistematis . Kepatuhan terhadap rencana keseluruhan merupakan bantuan besar ketika kesulitan muncul. Tahapan dalam pencabutan secara bedah adalah sebagai berikut.

1. Retraksi Prosedur pertama adalah penempatan retraktor yang cocok sehingga daerah operasi dapat dilihat tanpa halangan oleh bibir, pipi dan lidah. Retractor pipi Kilner akan mengontrol kedua bibir dan pipi, jika diletakkan di sudut yang tepat. Ketika retraktor penempatannya sudah tepat, pemeriksaan akhir yang harus dilakukan adalah posisi

pasien, operator, asisten, dan cahaya.

Gambar.1: daerah operatif pada gigi 22 terlihat jelas ketika struktur di sekitarnya telah diretraksi

16

2. Incision Bentuk sayatan harus direncanakan dengantepat, dimana perlu diperhatikan sayatan tersebut dapat memisahkan mukosa dan periosteum dan nantinya dapat ditutup kembali. Sebuah sayatan yang panjang penyembuhannya semudah yang pendek, sehingga penyayatan tidak hendaknya tidak terlalu sedikit. saraf mental adalah satu-satunya struktur yang berisiko terganggu, oleh karena itu penempatan bijaksana sayatan dapat mengurangi perdarahan. kebanyakan sayatan dapat dibuat ke tulang di bawahnya, dan ini memastikan pemisahan baik mukosa dan periosteal. Pisau bedah dipegang dengan teknik pengrasp dan Sayatan kadang-kadang dengan mudah dapat diperpanjang dengan gunting bedah.

Gambar.2: kiri; insisi pada daerah gigi 22, kanan; contoh desain insisi tanda x merupakan gigi yang akan di ekstraksi

3. Refleksi Flap mucoperiosteal dicerminkan ke mukosa dibawahnya dengan elevator periosteal. dua elevator dapat digunakan untuk keuntungan pada tahap ini, satu bekerja dan yang lain membantu retraksi di pesawat subperiosteal. Penyayatan yang baik pada tepi margin luka dapat digunakan untuk memobilisasi flap. Refleksi ini dapat mengurangi trauma dan luka lebih lanjut.

17

Gambar.3: refleksi flap

4. Bone removal Penyingkiran tulang biasanya diperlukan dalam kepentingan untuk mengurangi trauma pengangkatan dengan kekuatan berlebihan, pengurangan tulang hendaknya disesuaikan dan tidak terlalu sedikit. Hal ini paling mudah dicapai dengan menggunakan handpiece kecepatan lambat sampai sedang. penghapusan tulang harus dihitung dan tidak merusak membabi buta. Tujuan utama harus menjadi akses untuk pencabutan, pendirian dari titik aplikasi untuk bein (atau tang), dan penghapusan halangan untuk gerakan gigi atau akar. semua tujuan-tujuan ini dapat dicapai secara bersamaan, tetapi semua tujuan tersebut harus dikerjakan dengan tertib. Slot atau selokan sekitar gigi atau akar harus dalam dan sempit sehingga untuk mempertahankan titik tumpu untuk leverage. Selain itu bentuk gigi harus diingat, baik ketika kliring kardinal poin dari mahkota dan memungkinkan untuk kelengkungan dan angulasi dari akar.

5. Seksi gigi pemotongan gigi menjadi beberapa segmen dapat menyelesaikan konflik jalan pencabutan, atau menghilangkan impaksi. Hal ini paling baik dicapai dengan cara mengebur permukaan dengan bur bulat, yang kemudian diteruskan dengan bur fissure. Pemotongan yang lebih efisien dengan menggunakan tungsten karbid. Kedalaman semua potongan harus diperkirakan sehingga mempertahankan substansi gigi, dan untuk

menghindari kerusakan pada struktur tetangga. Akhir pemisahan ini dicapai dengan Levering dalam slot dengan elevator rata sampai gigi retak terpisah. untuk menghindari18

retak merambat ke tulang, lebih aman untuk mendapatkan gerakan terbatas dari gigi dalam soket sebelum di seksi.

Gambar.4: seksi gigi menjagi 2 bagian pada molar bawah

6. Pencabutan Ketika pennyingkiran tulang dan seksi gigi selesai, gigi atau akar dicabut,

biasanya oleh leverage dengan elevator. Ketika bentuk akar rumit, penarikan dengan forsep mungkin lebih mudah, asalkan dapat diterapkan. Pencabutan yang sukses merupakan penyebab kepuasan pasien, namun ini tidak mewakili akhir operasi!, masih ada tahap untuk memastikan tidak ada gangguan penyembuhan.

7. Pembersihan Soket, atau cacat tulang lainnya, harus diperiksa adanya debris puing enamel, amalgam, kalkulus atau potongan tulang. Hal tersebut dapat menunda penyembuhan sampai diangkat semuanya.. Irigasi yang berlebihan tidak perlu dilakukan, hanya irigasi ini harus mampu menyapu darah beku. perdarahan mungkin perlu dijepit tapi, untungnya, perdarahan berlebihan sangat langka. Ketika perdarahan dikendalikan, dan luka bersih, siap untuk penutupan.

8. Penutupan flap yang dibentuk kemudian dilakukan penjahitan kembali. Tujuannya adalah untuk tidak membuat segel yang terlalu ketat, melainkan untuk mendukung mereka dalam posisi dan mencegah perpindahan pada fase awal penyembuhan. Mengurangi ternganga

19

cacat juga berfungsi untuk mengurangi kemungkinan masuknya sisa makanan, dan traksi lembut pada jaringan akan memegang mereka teguh permukaan tulang dan menghentikan perdarahan. Semakin minimal jumlah jahitan yang digunakan untuk menghasilkan hasil yang diinginkan, semakin baik. Penyisipan terlalu banyak jahitan tidak perlu, karena akan mengakibatkan benang jahit kusut dan cenderung plak menumpuk dan mengakibatkan peradangan. Bagian akhir Jahitan tidak harus dipotong terlalu pendek, meninggalkan sedikit sisa untuk pengambilan kembali jahitan. Bahan jahit resorbable lebih disukai oleh banyak operator, dan bahan-bahan seperti softgut dan polyglactin 910 yang cocok untuk tujuan tersebut.

20

Gambar.5: dari atas ke bawah; pencabutan, soket gigi yang akan dilakukan pembersihan, dan penhahitan kembali flap

9. Check-up Pada saat penyelesaian penjahitan, benang yang terlalu ketat harus dilepaskan dan21

penjahitan diulang luka yang masih menganga. Pasien diinstruksikan menggigit lembut pada kapas lembab, yang akan memastikan penghentian akhir perdarahan. Selama waktu ini, instruksi pascaoperasi dapat dibahas. Pasien harus memahami bagaimana menjaga luka bersih, dengan sering berkumur larutan garam, dan tahu bagaimana untuk berlebihan. Analgesik yang sesuai harus diberikan, atau diresepkan, pembatasan aktivitas dan istirahat di rumah semalam disarankan.

10. Kontrol Kontrol biasanya dilakukan seminggu setelah ekstraksi dilakukan. Biasanya pada saat ini dilakukan pengambilan benang jahit, dan pemeriksaan penyembuhan daerah operatif.

Gambar.6: setelah 1 minggu flap dilakukan penjahitan dan penyembuhan.

11. Pencacatan Singkat, tapi akurat, catatan operasi harus dibuat untuk mencatat prosedur yang digunakan, dan untuk dicatat variasi dari teknik biasa. keterlibatan pembuluh darah atau saraf, kerusakan apeks dan jumlah jahitan, semua sangat penting. Sebuah deskripsi dramatis tidak perlu dan yang terbaik adalah lebih untuk berkonsentrasi pada faktorfaktor yang paling penting untuk menjadi signifikan dalam tindak lanjut jangka panjang. Semua catatan tersebut harus, mencantumkan tanggal dan jelas ditandatangani, karena mereka merupakan hukum serta catatan klinis operasi.

22

TEKNIK PENCABUTAN GIGI SULUNG

Teknik pencabutan tidak berbeda dengan orang dewasa. Karena pada anak ukuran gigi dan mulut lebih kecil dan tidak memerlukan tenaga yang besar, maka bentuk tang ekstraksi lebih kecil ukurannya. Harus diingat juga bentuk akar gigi sulung yang menyebar dan kadang-kadang resorpsinya tidak beraturan dan adanya benih gigi permanen yang ada di bawah akar gigi sulung. Seperti juga orang dewasa, pada waktu melakukan pencabutan perlu dilakukan fiksasi rahang dengan tangan kiri. Jika resorpsi akar telah banyak, pencabutan sangat mudah, tetapi jika resorpsi sedikit terutama gigi molar pencabutan mungkin sulit dilakukan, apalagi bila terhalang benih gigi permanen di bawahnya.

Untuk gigi sulung berakar tunggal :Gerakan rotasi dengan satu jurusan diikuti dengan gerakan ekstraksi (penarikan).

Untuk gigi berakar ganda : Gerakan untuk melakukan pencabutan adalah gerakan luksasi pelan-pelan juga. Gerakan luksasi ini ke arah bukal dan ke arah palatal, diulang dan juga harus hati-hati serta tidak dengan kekuatan yang besar. Gerakan luksasi diikuti dengan gerakan ekstraksi. Bila pada gambaran roentgen terlihat benih gigi tetap berada pada akar gigi sulung sebaiknya pencabutan dilakukan dengan membagi mahkota menjadi dua bagian dan mencabutnya satu demi satu. Hal ini dilakukan untuk menghindari terangkatnya benih gigi tetap dibawahnya.

23

Gambar.7: mahkota gigi sulung harus di bagi menjadi dua bagian karena dibawahnya terdapat gigi permanen pengganti.

2.3 Komplikasi Anastesi Lokal Patah Jarum Penyebab: gerakan tiba-tiba jarum gauge (ukuran) kecil, jarum yang dibengkokan . Pencegahan: kenalilah anatomi daerah yang akan dianestesi, gunakan jarum gauge besar, jangan gunakan jarum sapai porosnya, pake jarum sekali saja, jangan mengubah arah jarum, beritahu pasien sebelum penyuntikan. Penaganan: tenang, jangan panic, pasien jangan bergerak, mulut harus tetap terbuka jika pragmennya kelihtan, angkat dengan hemostat keal, jika tidak terlihat diinsisi, beritahu pasien, kirim ke ahli bedah mulut. Rasa Terbakar Pada Injeksi. Sebab: pH larutan melampaui batas, injeksi larutan cepat, kontaminasi larutan catridge dengan larutan sterilisasi, larutan anestesi yang hangat. Masalah: bisa terjadi iritasi jaringan, jaringan menjadi rusak. Pencegahan: gunakan anestetik lokal yang pH kira-kira 5, injeksi larutan perlahan-lahan (iml/menit), cartridge disimpan pada suhu kamar, lokal anestetik tetap steril. Rasa Sakit pada Injeksi Sebab: teknik injeksi salah, jarum tumpul, deposit larutan cepat, jarum mengenai periosteum. Pencegahan: penyuntikan yang benar, pakai jarum yang tajam, pakai larutan anestesi yang steril, injeksikan jarum perlahan-lahan, hindari penyuntikan yang berulang-ulang. Penanganan: tidak perlu penangana khusus. Parastesi (kelainan saraf akibat anestesi): tidak terasa.24

Sebab: trauma (iritasi mekanis pada nervus akibat injeksi jarum/ larutan anestetik sendiri.) Masalah: dapat terjadi selamanya, luka jaringan. Pencegahan: injeksi yang tepat, penggunaan cartridge yang baik. Penanganan: tenangkan pasien, pemeriksaan pasien (lamanya parastesia), pemeriksaan ulang sampai gejala hilang, konsul keahli bedah, mulut atau neurologi. Trismus (gangguan membuka mulut). Sebab: trauma pada otot untuk membuka mulut, iritasi, larutan, pendarahan, infeksi rendah pada otot. Masalah: rasa sakit, hemobility (kemampuan mandibula untuk bergerak menurun). Pencegahan: pakai jarum suntik tajam, asepsis saat melakukan suntikan, hindari injeksi berulang-ulang, volume anestesi minimal. Penanganan: terapi panas (kompres daerah trismus 15-20 menit) setiap jam. Analgetik obat relaksasi otot, fisioterapi (buka mulut 5- 10 menit tiap 3 jam), megunyah permen karet, bila ada infeksi beri antibiotik alat yang digunakan untuk membuka mulut saat trismus. Hematoma (efusi darah kedalam ruang vaskuler). Sesbab: robeknya pembuluh darah vena/ arteri akibat penyuntikan, tertusuknya arteri/ vena, dan efusi darah. Pencegahan: anatomi dan cara injeksi harus diketahui sesuai dengan indikasi, jumlah penetrasi jarum seminimal mungkin. Penanganan: penekanan pada pembuluh darah yang terkena, analgetik bila nyeri, aplikasi pada pada hari berikutnya. Infeksi. Sebab: jarum dan daerah operasi tidak steril, infeksi mukosa masuk kedalam jaringa, teknik pemakaian alat yang salah25

Pencegahan: jarum steril, aseptic, hindari indikasi berulang-ulang. Penanganan: terapi panas, analgesic, antibiotic. Udema (Pembengkakan Jaringan) Sebab: trauma selama injekasi, infeksi, alergi, pendarahan, irirtasi larutan analgesic. Pencegahan: pemakaian alat anestesi lokal yang betul, injeksi atraumatik, teliti pasien sebelum pemberian larutan analgesic. Penanganan: mengurangi pembengkakan secepat mungkin, bila udema berhubungan dengan pernafasan maka dirawat dengan epinefrin 8,3 mg IV/Im, antihistramin IV/im. Kortikosteroid IV/ IM, supinasi, berikan basic life support, tracheastomi, bila sumbat nafas, evaluasi pasien. Bibir Tergigit. Sebab: [emakaian long acting anestesi lokal. Masalah: bengkak dan sakit. Pencegahan: pilih anastetik durasi pendek, jangan makan/minum yang panas, jangan mengigit bibir. Peanganan: analgesi, antibiotic, kumur air hangat beri v Paralyse N. Facialis (N. Facialis ter anestesi) Sebab: masuknya larutan anestesi ke daam kapsul/ substransi grandula parotid. Masalah: kehilangan fungsi motoris otot ekspersi wajah. Mata tidak bisa mengedip. Pencegahan: blok yang benar untuk n. Alveaolaris inferior, jarum jangan menyimpang lebih kepost Waktu blok n. alveolaris inferior. Penanganan: beritahu pasien, bahan ini bersifat sementara, anjurkan secara periodic membuka dan menutup mata. Lesi Intra Oral Pasca Anestesi.26

Penyebab: stomatitis apthosa rekuren, herpes simpleks. Masalah: pasein mengeluh sensitivitas akut pada daerah uslerasi. Penanganan: simptomatik, kumur-kumur dengan larutan dipenhidramin dan susu magnesium. Sloughing pada Jairngan. Penyebab: epitel desquamasi, abses steril. Masalah: sakit hebat. Pencegahan: pakai topical anestesi, bila memakai vasokonstriktor jangan berlebihan. Penanganan: secara simptomatik, rasa sakit diobati dengan analgesic (aspirin/ kodein secara topical) Syncope (fainting). Merupakan bentuk shock neurogenik. Penyebab: isohemia cereoral sekunder, penurunan volume darah ke otak, trauma psikologi. Masalah: kehilangan kesadara. Pencegahan: fentilasi yang cukup, posisi kepala lebih rendah dari tubuh, hentikan bila terjadi perubahan wajah pasien. Penanganan: posisikan kepala lebih rendah dari tubuh, kaki sedikit diangkat, bila sadar anjurkan tarik nafas dalam-dalam, rangsang pernaasan dengan wangi-wangian. Komplikasi Eksodonsia Beberapa komplikasi yang sering terjadi pasca pencabutan gigi:

1. Oedema (dibaca: "udem"), pembengkakan yang tidak wajar, keadaan ini merupakan kondisi bengkak pada bagian tempat gigi yang dicabut. Ini bisa terjadi karena bermacam hal, seperti; trauma pada luka pencabutan, infeksi sekunder, proses inflamasi yang tidak terkontrol.

27

2. Perdarahan (hemorragie), keadaan ini merupakan terjadinya perdarahan yang hebat saat pencabutan gigi. Ini terjadi karena bermacam hal, seperti; kelainan sistemik pada pasien (misalnya hipertensi yang tidak terkontrol).

3. Dry socket, kondisi ini merupakan kondisi soket bekas pencabutan gigi tidak mengeluarkan darah, bisa disertai dengan bau, sakit hebat. Ini terjadi karena bermacam hal, seperti; adanya infeksi sekunder, penggunaan obat tertentu diluar ketentuan dokter/dokter gigi. 4. Patah tulang mandibula atau maksila, kondisi ini terjadinya fraktur (patah tulang) yang tidak diharapkan dari bagian soket gigi, atau bahkan tulang mandibula atau maksila tempat melekatnya tulang alveolar berada. Paling umum terjadi dikarenakan kesalahan tehnik operator saat melakukan pencabutan gigi. Oleh karena itu operator diharuskan memiliki tehnik yang benar dan bisa memperhitungkan seberapa besar penggunaan tenaga saat mencabut gigi dan cara menggunakan alat dengan tepat. 5. Bila masih terjadi infeksi akut ditakutkan terjadinya septikemi karena bakteri masuk ke dalam saluran darah

28

KESIMPULAN

Keberhasilan tatalaksana Eksodonsi dapat disimpulkan karena beberapa faktor berikut , diantaranya : Kombinasi skill dan komunikasi dengan pasien Prosedur eksosonsi yang tepat Penguasaan yang komprehensif seluruh aspek ilmu bedah mulut berdasarkan pada prinsip prinsipnbedah seperti tindakan bedah pada begian tubuh lainnya. Ekstrasi = kengerian , operator harus mampu menangani kecemasan dan ketakutan dengan manajemen psikologi yang tepat

29

DAFTAR PUSTAKA

Koerner, Karl R. 2006. Manual of Minor Oral Surgery for the General Dentist. Blackwell Munksgaard, published by Blackwell Publishing, a Blackwell Publishing Company.

McGowan, David A. 1999. An Atlas of Minor Oral Surgery Principles and Practice Second Edition. Thieme New York 333 Seventh Avenue New York, NY 10001.

Anonim.

ANASTESI

DAN

PENCABUTAN

GIGI

ANAK.

Available

at:

ocw.usu.ac.id/course/download/611.../pdi705_slide_anaesthesi.pdf. september 2011.

diakses

tanggal:8

Buku Teks Bedah Mulut I . bagian bedah mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember , 2006 .

30