laporan teknis penelitian - balai riset...

128
LAPORAN TEKNIS PENELITIAN Penelitian Kelimpahan Stok dan Bioekologi Sumberdaya Ikan di Estuari Berau, Kalimantan Timur (KPP PUD 436) Tahun Anggaran 2015 BALAI PENELITIAN PERIKANAN PERAIRAN UMUM PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERIKANAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KELAUTAN DAN PERIKANAN 2015

Upload: dinhcong

Post on 05-May-2018

264 views

Category:

Documents


9 download

TRANSCRIPT

Page 1: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - Balai Riset …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files/Penelitian...Hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan di perairan estuari Berau,

LAPORAN TEKNIS PENELITIAN

Penelitian Kelimpahan Stok dan Bioekologi Sumberdaya Ikan di Estuari Berau, Kalimantan Timur

(KPP PUD 436)

Tahun Anggaran 2015

BALAI PENELITIAN PERIKANAN PERAIRAN UMUM PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERIKANAN

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

2015

Page 2: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - Balai Riset …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files/Penelitian...Hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan di perairan estuari Berau,

ii

Abstrak Perairan Delta Berau memiliki potensi sumber daya perairan seperti ikan, kerang,

udang maupun jenis biota lain yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat setempat. Menurut Julianery (2001) budidaya laut di Perairan Delta Berau diperkirakan mempunyai potensi sebesar 2.500 hektar dengan potensi penangkapan sebesar 35.000 ton per tahun. Pesatnya kegiatan pembangunan di kawasan Delta Berau seperti areal pemukiman, perikanan/ tambak, anjungan minyak, pelayaran sungai, serta kegiatan penebangan hutan mangrove untuk berbagai kebutuhan, menimbulkan tekanan ekologis terhadap ekosistem delta Berau, khususnya ekosistem mangrove. Sampai seberapa jauh potensi produksi sumberdaya ikan di estuari Berau (delta Berau) belum banyak diketahui. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis data dan informasi biologi, ekologi, jenis-jenis biota sumberdaya ikan dan kualitas air lingkungan hidupnya di perairan estuari Berau. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis data dan informasi biologi, ekologi, jenis-jenis biota sumberdaya ikan dan kualitas air lingkungan hidupnya di perairan estuari Berau. Penelitian dilakukan pada Tahun Anggaran 2015 di estuari Berau Kalimantan Timur, sampling dilakukan sebanyak empat kali yang mewakili musim kemarau dan musim penghujan. Ruang lingkup kegiatan yang akan dilakukan adalah: Penelitian ini akan dilakukan selama 2 tahun, Biologi spesies dominan, Keanekaragaman jenis ikan dan biota air lainnya, Pendugaan stok ikan dengan metoda akustik dan pukat tarik, Kondisi lingkungan perairan, dan Wawancara dengan nelayan tentang perubahan penangkapan dan kondisi lingkungan terhadap sumberdaya ikan. Hasil penelitian: Biota hasil tangkapan dari empat kali pengambilan contoh (Februari, Mei, Agustus dan Oktober) teridentifikasi sebanyak 111 spesies yang meliputi 51 famili. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa luas perairan estuari Berau yang disurvei adalah ± 167 mil2. Nilai biomassa total perairan estuari Berau adalah 457 ton dengan kepadatan 1,3 ton/km2. Hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan di perairan estuari Berau, adalah: nilai indeks keanekaragaman (H’): 2,99, nilai ini masuk dalam kriteria keanekaragaman sedang mendekati tinggi, indeks keseragaman (E): 0,67, yang menunjukkan komunitas yang labil dan indeks dominansi spesies (C): 0,08 atau dominansi spesies yang rendah. Kelimpahan fitoplankton Februari 2015 berkisar antara 70 – 398 sel/L dan bulan Mei 2015 berkisar antara 67 – 389 sel/L. Kelimpahan plankton ini tergolong cukup rendah. Hal ini diduga karena tipe perairan estuari Berau tergolong dalam perairan yang oligotrofik. Kelimpahan zooplankton pada Februari berkisar 19 - 250 ind/L dan Mei 2015 berkisar antara 12 – 123 ind/L. Indeks keanekaragaman fitoplankton pada trip 1 bulan Februari 2015 berkisar antara 1,36 - 2,29 dan bulan Mei berkisar antara 1,93 - 2,28. Sedangkan indeks keanekaragaman zooplankton pada trip 2 bulan Februari berkisar 0,83 - 2.15 dan bulan Mei berkisar 0,91 – 1,65. Berdasarkan kriteria indeks keanekaragaman seluruh nilai yang terhitung berada dalam kategori rendah dan sedang karena memiliki nilai keanekaragaman kurang dari 3. Makrozoobentos yang ditemukan bulan Februari 2015 penelitian terdiri dari 6 kelas, 24 famili, 28 genera. Komposisi kelas makrozoobentos terdiri dari Crustacea (1%), Oligochaeta (16%), Polychaeta (7%), Bivalvia (27%), Gastropoda (26%), Scaphopoda (24%). Komposisi kelas yang paling mendominasi adalah Bivalvia, Gastropoda dan Scaphopoda. Pada Mei 2015, makrozoobentos ditemukan 4 kelas, 25 famili dan 32 genera. Komposisi makrozoobentos terdiri dari Bivalvia (27%), Gastropoda (55%), Polychaeta (2%) dan Scaphopoda (16%). Bulan Agustus 2015, ditemukan makrozoobentos yang terdiri dari 7 kelas, 47 famili dan 48 genera. Komposisi makrozoobentos terdiri dari Polychaeta (31%), Oligochaeta (0,1%), Amphipoda (1,2%), Copepoda (0,4%), Scaphopoda (15%), Bivalvia (21%) dan Gastropoda (32%). Berdasarkan hasil penelitian 2015 dan hasil-hasil penelitian sebelumnya kualitas perairan di estuari Berau masih tergolong baik dan layak untuk kehidupan biota air. Kata Kunci: Berau, biologi, ekologi, estuari, sumberdaya ikan

Page 3: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - Balai Riset …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files/Penelitian...Hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan di perairan estuari Berau,

1

I. LATAR BELAKANG

I.1. Latar Belakang

Kabupaten Berau memiliki luas wilayah 34.127,47 km2, yang terdiri dari:

daratan 22.030,81 km2, laut 12.299,88 km2, 52 pulau besar dan kecil dengan 13

Kecamatan, 10 Kelurahan, 96 Kampung/ Desa. Jika ditinjau dari luas wilayah, luas

Kabupaten Berau adalah 13,92% dari luas wilayah Kalimantan Timur, dengan

prosentase luas perairan 28,74%. Jumlah penduduknya pada tahun 2011

sebesar 191.807 jiwa dengan laju pertumbuhan 7,11%. Daerah pesisir Kabupaten

Berau terletak di Kecamatan Biduk-Biduk, Talisayan, Pulau Derawan dan Maratua

yang secara geografis berbatasan langsung dengan laut (BPS, 2010).

Perairan Delta Berau memiliki potensi sumber daya perairan, seperti: ikan,

kerang, udang dan jenis biota lain yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat

setempat. Budidaya laut di perairan Delta Berau diperkirakan mempunyai potensi

sebesar 2.500 hektar dengan potensi penangkapan sebesar 35.000 ton per tahun.

Kabupaten Berau dialiri oleh 21 sungai besar dan kecil. Sungai Kelay merupakan

sungai terpanjang di Kabupaten Berau yang mengalir dari pegunungan sekitar

Gunung Mantan, sepanjang 254 kilometer sampai pada pertemuan dengan Sungai

Segah yang membentuk Sungai Berau di Tanjung Redeb (BPS, 2010). Beberapa

penelitian di Delta Berau lebih banyak membahas masalah sedimentasi, logam berat

pada moluska dan organisma bentik (Arifin et al, 2010; Afriansyah, 2009), dinamika

perubahan mangrove menjadi tambak dan tingkat kekeruhan yang terjadi di Delta

Berau (Kompas, 2008) dan sosial ekonomi nelayan (Sugiharto et al, 2013). Informasi

tentang sumberdaya perikanan di Estuari Berau belum banyak didapat.

Komoditas Perikanan merupakan salah satu produk unggulan dari Kabupaten

Berau. Beberapa kecamatan yang memiliki daerah perairan menjadikan perikanan

sebagai mata pencaharian. Perikanan dibagi menjadi dua, yaitu: perikanan laut dan

darat. Produksi perikanan laut terus meningkat dari tahun ke tahun. Produksi

perikanan tersebut berkisar 14.000 ton per tahun. Pada tahun 2011 produksi ikan

segar sebanyak 15.509,80 ton yang mengalami peningkatan dibanding tahun 2010

yaitu sebesar 14.922,40 ton.

Kawasan Konservasi Laut (KKL) Kabupaten Berau mencakup seluruh

perairan laut Berau yaitu seluas 1,2 juta hektar. Konsep KKL Berau mendapat

persetujuan DPRD Kabupaten Berau pada 14 Desember 2005 dan selanjutnya pada

tanggal 27 Desember 2005 Bupati Berau mengeluarkan Peraturan Bupati (Perbup)

No.31 Tahun 2005 tentang Kawasan Konservasi Laut Kabupaten Berau. KKL Berau

Page 4: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - Balai Riset …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files/Penelitian...Hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan di perairan estuari Berau,

2

merupakan kawasan pesisir termasuk pulau-pulau kecil dan perairan di sekitarnya

yang memiliki sumberdaya hayati dan karakteristik sosial budaya spesifik yang

dilindungi secara hukum. Salah satu fungsi KKL adalah sebagai daerah perlindungan

habitat dan spesies ikan. Dengan demikian KKL diharapkan dapat berfungsi sebagai

’bank’ sumberdaya perikanan yang dapat mendukung peningkatan dan keberlanjutan

pendapatan masyarakat, khususnya nelayan.

Perairan Berau memiliki beberapa karakteristik yang menonjol seperti adanya

danau air laut di Pulau Kakaban, tempat makan dan bertelurnya penyu, dan

keberadaan hutan mangrove. Perairan Estuari Berau menghadapi masalah degradasi

yang diakibatkan oleh kegiatan manusia, seperti: penangkapan ikan yang merusak

lingkungan (penggunaan bom dan racun sianida), trawl ilegal, perangkap penyu

ilegal, penjarahan penyu dan telurnya, perusakan mangrove, penangkapan ikan

berlebih, pencemaran dan penangkapan ikan oleh nelayan pendatang dari luar.

Pesatnya kegiatan pembangunan di kawasan Delta Berau seperti areal pemukiman,

perikanan/ tambak, anjungan minyak, pelayaran sungai, serta kegiatan penebangan

hutan mangrove untuk berbagai kebutuhan, sehingga menimbulkan tekanan ekologis

terhadap ekosistem Delta Berau, khususnya ekosistem mangrove (Dinas Perikanan

Kalimantan Timur, 2010). Sampai seberapa jauh potensi produksi di estuari Berau

(Delta Berau) belum banyak diketahui. Penelitian Bioekologi dan Stok Ikan-ikan

Dominan di Estuari Berau, Kalimantan Timur akan memberikan gambaran tentang

sumberdaya ikan di perairan tersebut.

Plankton merupakan salah satu organisme yang ada di perairan. Secara

umum dibedakan menjadi fitoplankton dan zooplankton. Pada ekosistem perairan

alami, siklus produksi dimulai oleh produsen. Produsen adalah organisme autotrof

yang mampu mensintesa bahan organik yang berasal dari bahan anorganik melalui

proses fotosintesis dengan bantuan cahaya matahari. Pada jaring-jaring makanan

fitoplankton sebagai produsen primer kemudian dimanfaatkan oleh konsumen

pertama yaitu zooplankton. Menurut Handayani dkk (2005), fungsi zooplankton

sebagai mata rantai antara produsen primer dengan ikan karnivora besar atau ikan

karnivora kecil dan hal ini sangat penting dalam rantai makanan dan ekosistem suatu

perairan.

Perubahan yang terjadi pada lingkungan akan mempengaruhi keberadaan

zooplankton secara langsung maupun tak langsung. Kelimpahan, Keragaman dan

komunitas zooplankton dipakai sebagai indikator biologi dalam menentukan

perubahan kodisi suatu perairan.

Page 5: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - Balai Riset …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files/Penelitian...Hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan di perairan estuari Berau,

3

Kelimpahan zooplankton sangat ditentukan oleh adanya fitoplankton, karena

fitoplankton merupakan makanan bagi zooplankton. Kepadatan zooplankton sangat

tergantung pada kepadatan fitoplankton, karena fitoplankton adalah makanan bagi

zooplankton, dengan demikian kuantitas atau kelimpahan zooplankton akan tinggi di

perairan yang tinggi kandungan fitoplanktonnya. Fitoplankton berperan sangat

penting dalam perairan sebagai produsen untuk mendukung kehidupan biota

perairan. Melalui sistem rantai makanan secara langsung maupun tidak langsung

organisme perairan terutama ikan memanfaatkan fitoplankton sebagai sumber energi

(Prianto dkk, 2006).

Bentos adalah organisme yang hidup di atas atau di dalam dasar perairan.

Bentos dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu kelompok nabati yang disebut

fitobentos dan kelompok hewani ang disebut zoobentos (Odum, 1971). Berdasarkan

ukurannya zoobentos digolongkan kedalam tiga kelompok besar, yaitu:

makrozoobentos berukuran besar lebih dari 1 mm, melobentos berukuran antara 0,1-

1,0 mm dan mikrobentos berukuran lebih kecil dari 0,1 mm (Barnes dan Hughes,

1999). Makrozoobentos adalah organism yang dapat hidup di habitat substrat sungai,

danau, estuari dan perairan laut. Organisme yang termasuk makrozoobentos adalah

Coelenterata, cacing tanah, Annelida, Mollusca, Echinodermata, Crustacea dan

organism lain (APHA, 1989).

Barnes dan Hughes (1999)menyatakan bahwa berdasarkan keberadaannya di

dasar perairan, maka makrozoobentos yang hidupnya merayap di permukaan dasar

perairan disebut dengan Epifauna seperti Crustacea dan larva serangga, sedangkan

makrozoobentos yang hidup pada substrat lunak di dalam lumpur disebut dengan

Infauna, misalnya Bivalvia dan Polychaeta.

I.2. Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis data dan informasi biologi, ekologi,

jenis-jenis biota sumberdaya ikan dan kualitas air lingkungan hidupnya di perairan

estuari Berau.

I.3. Prakiraan Keluaran

a. Gambaran tentang kepadatan stok, struktur komunitas, biologi spesies dominan,

parameter populasi, status sebaran dan musim penangkapan, serta aspek

lingkungan sumber daya ikan

b. Informasi tentang sumberdaya ikan dan kondisi lingkungan terkini sebagai dasar

untuk pengelolaan sumber daya ikan.

I.4. Faktor Keberhasilan dan Resiko

Page 6: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - Balai Riset …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files/Penelitian...Hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan di perairan estuari Berau,

4

I.4.1. Faktor Keberhasilan

Mendapatkan data gambaran perikanan estuari Berau (Delta Berau) yang

dapat dijadikan dasar untuk pengelolaan perikanan di Estuari Sungai Berau.

I.4.2. Faktor Resiko

- Faktor alam, badai dan binatang buas

- Sarana prasarana (biaya kapal, akomodasi, dan biaya opearsional yang tinggi).

I.5. Hasil Yang Diharapkan

(1) Diketahui aspek biologi, ekologi spesies dominan, kepadatan stok dan

keanekaragaman jenis ikan dan pengaruh perubahan biofisik perairan estuari

terhadap sumberdaya ikan (aspek penangkapan musiman, hasil tangkapan dan

pendapatan nelayan).

(2) Dapat diprediksinya kondisi Sungai Berau sebagai habitat biota air berdasarkan

data-data yang diperoleh dan kecenderungan yang terjadi selama ini.

(3) Hasil yang diperoleh dapat dijadikan sebagai dasar pengelolaan perikanan di

Delta Berau.

I.6. Aspek Strategis

Kegiatan ini dapat memberikan data-data sumberdaya perairan Estuari Berau

berupa gambaran sumberdaya ikan dan biota air lainnya serta lingkungannya untuk

menunjang pengelolaan perikanan dengan memperhatikan kelestarian vegetasi

perairan sebagai penunjang kehidupan biota perairan.

I.7. Pelaksanaan Penelitian

Dalam pelaksanaan penelitian melakukan koordinasi dengan instansi terkait,

antara lain seperti ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Instansi dan masyarakat terkait kegiatan penelitian

No. Instansi Terkait Wujud Pekerjaan

1. Dinas Perikanan Kabupaten Kalimantan Timur

Penyedia data dan informasi dan koordinasi penelitian

2. UPTD Kelautan dan Perikanan Kecamatan Pulau Derawan

Penyedia data dan informasi dan koordinasi penelitian

3. Nelayan/ masyarakat setempat Penyedia data dan informasi

I.8. Jadwal Kegiatan

Jadwal tahapan pelaksanaan penelitian ditampilkan pada Tabel 2.

Tabel 2. Jadwal tahapan pelaksanaan penelitian

No Rencana kerja Bulan

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

1 Studi Literatur x x x x x

Page 7: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - Balai Riset …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files/Penelitian...Hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan di perairan estuari Berau,

5

2 Administrasi x x x x x x x x

3 Bahan dan alat x x x x

4 Survei Lapangan

x x x x

5 Pengolahan Data

x x x x x x x x x

6 Pelaporan x x x x

I.9. Pembiayaan

Biaya pelaksanaan penelitian seperti disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Biaya pelaksanaan penelitian

Nomor Jenis Belanja/ Akun Biaya (Rp.000) %

1 Belanja Bahan 21.560,0 7,36 2 Honor 20.000,0 6,83 3 Belanja Sewa 50.000,0 17,07 4 Belanja Perjalanan 201.323,6 68,74

Total 292.883,6 100,00

I.10. Jadwal Rencana Operasional Kegiatan Penelitian

Jadwal rencana operasional kegiatan penelitian seperti disajikan pada Tabel

4.

Tabel 4. Jadwal rencana operasional kegiatan penelitian

N0 JADWAL RENCANA Bulan

OPERASIONAL KEGIATAN

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

1 Persiapan

Pengadaan Bahan x

x

x

x Alat x

x

x

x

Rapat operasional

x

x

x

2 Pelaksanaan

x

x

x

x Pelaporan

x

Pengolahan data

x x x x x x x x x

Page 8: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - Balai Riset …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files/Penelitian...Hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan di perairan estuari Berau,

6

II. TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Estuari

ESTUARI

Estuari berasal dari kata aetus yang artinya pasang-surut. Estuari

didefinisikan sebagai badan air di wilayah pantai yang setengah tertutup, yang

berhubungan dengan laut bebas sehingga air laut dengan salinitas tinggi dapat

bercampur dengan air tawar (Pickard, 1967). Menurut Dahuri et al. (1996) ekosistem

estuaria adalah bagian dari wilayah pesisir dimana air laut dan air tawar bertemu dan

bercampur. Proses percampuran ke dua massa air ini sangat bervariasi karena

masing-masing emiliki karakteristik yang berbeda dan dipengaruhi oleh kekuatan tiga

unsur yaitu daratan (sungai), lautan dan atmosfir. Namun demikian kekuatan utama

yang mempengaruhinya adalah kekuatan aliran sungai dan pasang surut. Kombinasi

pengaruh air laut dan air tawar tersebut akan menghasilkan suatu komunitas yang

khas, dengan kondisi lingkungan yang bervariasi, antara lain:

1. Tempat bertemunya arus sungai dengan arus pasang surut, yang berlawanan

menyebabkan suatu pengaruh yang kuat pada sedimentasi, pencampuran air, dan

ciri-ciri fisika lainnya, serta membawa pengaruh besar pada biotanya.

2. Pencampuran kedua macam air tersebut menghasilkan suatu sifat fisika

lingkungan khusus yang tidak sama dengan sifat air sungai maupun sifat air laut.

3. Perubahan yang terjadi akibat adanya pasang surut mengharuskan komunitas

mengadakan penyesuaian secara fisiologis dengan lingkungan sekelilingnya.

4. Tingkat kadar garam di daerah estuaria tergantung pada pasangsurut air laut,

banyaknya aliran air tawar dan arus-arus lain, serta topografi daerah estuaria itu

sendiri.

Estuaria dapat terjadi pada lembah-lembah sungai yang tergenang air laut,

baik karena permukaan laut yang naik (misalnya pada zaman es mencair) atau pun

karena turunnya sebagian daratan oleh sebab-sebab tektonis. Estuaria juga dapat

terbentuk pada muara-muara sungai yang sebagian terlindungi oleh beting pasir

atau lumpur.Sebagian besar estuaria didominasi oleh substrat berlumpur yang

merupakan endapan yang dibawa oleh air tawar dan air laut. Contoh dari estuaria

adalah muara sungai, teluk dan rawa pasang-surut

Secara umum estuaria mempunyai peran ekologis penting, antara lain:

sebagai sumber zat hara dan bahan organik yang diangkut lewat sirkulasi pasang

surut (tidal circulation), penyedia habitat bagi sejumlah spesies hewan yang

bergantung pada estuaria sebagai tempat berlindung dan tempat mencari makanan

Page 9: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - Balai Riset …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files/Penelitian...Hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan di perairan estuari Berau,

7

(feeding ground) dan sebagai tempat untuk bereproduksi dan/atau tempat tumbuh

besar (nursery ground) terutama bagi sejumlah spesies ikan dan udang. Perairan

estuaria secara umum dimanfaatkan manusia untuk tempat pemukiman, tempat

penangkapan dan budidaya sumberdaya ikan, jalur transportasi, pelabuhan dan

kawasan industri (Bengen, 2004).

Kolom air di estuaria merupakan habitat untuk plankton dan nekton. Di dasar

perairan hidup mikro dan makro bentos. Setiap kelompok organisme dalam

habitatnya menjalankan fungsi biologisnya masing-masing. Antara satu kelompok

organisme terjalin jaringan trofik (rantai makanan) sehingga membentuk jaringan

jala makanan. Jumlah spesies organisme yang mendiami estuaria jauh lebih sedikit

jika dibandingkan dengan organisme yang hidup di perairan tawar dan laut.

Sedikitnya jumlah spesies ini terutama disebabkan oleh fluktuasi kondisi lingkungan,

sehingga hanya spesies yang memiliki kekhususan fisiologis yang mampu bertahan

hidup di estuaria. Selain miskin dalam jumlah spesies fauna, estuaria juga miskin

dalam flora. Keruhnya perairan estuaria menyebabkan hanya tumbuhan mencuat

yang dapat tumbuh mendominasi. Rendahnya produktifitas primer di kolom air,

sedikitnya herbivora dan terdapatnya sejumlah besar detritus menunjukkan bahwa

rantai makanan pada ekosistem estuaria merupakan rantai makanan detritus

(Bangen, 2002).

II.1.1. Tipe-tipe Estuari

Pembagian tipe-tipe estuari dapat dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu,

kekuatan gelombang, pasang surut dan keberadaan sungai. Kuat lemahnya ketiga

faktor ini tergantung dari bentuk geomorfologinya.

Secara umum tipe-tipe estuari dapat dibagi menjadi tujuh tipe, yaitu:

1. Embayments and drown river valleys (Teluk dengan sungai dari lembah bukit)

2. Wave-dominated estuaries (Estuari dengan dominasi gelombang)

3. Wave-dominated deltas (Delta dengan dominasi gelombang)

4. Coastal lagoons and strandplains (Lagun dengan hamparan tanah datar)

5. Tide-dominated estuaries (Estuari dengan dominasi pasang surut)

6. Tide-dominated deltas (Delta dengan dominasi pasang surut)

7. Tidal creeks (Daerah pasang surut dengan banyak anak sungai)

Karakteristik (ciri – ciri) ekosistem estuaria adalah sebagai berikut:

Page 10: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - Balai Riset …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files/Penelitian...Hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan di perairan estuari Berau,

8

Keterlindungan

Estuaria merupakan perairan semi tertutup sehingga biota akan terlindung dari

gelombang laut yang memungkinkan tumbuh mengakar di dasar estuaria dan

memungkinkan larva kerang-kerangan menetap di dasar perairan.

Kedalaman

Kedalaman estuaria relatif dangkal sehingga memungkinkan cahaya matahari

mencapai dasar perairan dan tumbuhan akuatik dapat berkembang di seluruh

dasar perairan, karena dangkal memungkinkan penggelontoran (flushing)

dengan lebih baik dan cepat serta menangkal masuknya predator dari laut

terbuka (tidak suka perairan dangkal).

Salinitas air

Air tawar menurunkan salinitas estuaria dan mendukung biota yang padat.

Sirkulasi air

Perpaduan antara air tawar dari daratan, pasang surut dan salinitas menciptakan

suatu sistem gerakan dan transport air yang bermanfaat bagi biota yang hidup

tersuspensi dalam air, yaitu plankton.

Pasang

Energi pasang yang terjadi di estuaria merupakan tenaga penggerak yang

penting, antara lain mengangkut zat hara dan plangton serta mengencerkan dan

meggelontorkan limbah.

Penyimpanan dan pendauran zat hara

Kemampuan menyimpan energi daun pohon mangrove, lamun serta alga

mengkonversi zat hara dan menyimpanya sebagai bahan organik untuk nantinya

dimanfaatkan oleh organisme hewani.

II.1.2. Substrat Dasar

Substrat lumpur merupakan ciri dari estuaria dan rawa asin. Perbedaan

utama dengan wilayah pesisir dengan substrat berpasir adalah pantai berlumpur

tidak dapat berkembang dengan hadirnya gerakan gelombang. Oleh karena itu,

daerah pesisir dengan pantai berlumpur hanya terbatas pada daerah intertidal yang

benar-benar terlindung dari aktivitas gelombang laut terbuka. Pantai berlumpur

cenderung untuk mengakumulasi bahan organik, sehingga cukup banyak makanan

yang potensial bagi bentos pantai ini. Namun berlimpahnya partikel organik yang

halus yang mengendap di daratan lumpur juga mempunyai kemampuan untuk

menyumbat permukaan alat pernafasan (Nybakken, 1988). Bentos yang dominan

hidup di substrat berlumpur tergolong dalam Suspention Feeder (penyaring

Page 11: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - Balai Riset …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files/Penelitian...Hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan di perairan estuari Berau,

9

suspensi sebagai sumber makanan). Di antara yang umum ditemukan adalah

kelompok Polychaeta, Bivalvia, Crustacea, Echinodermata dan Bakteri. Di samping

itu juga ditemukan Gastropoda dengan indeks keanekaragaman yang rendah serta

lamun yang berperan meningkatkan kehadiran bentos (Nybakken, 1988).

Adapun substrat berpasir umumnya miskin akan organisme, tidak dihuni oleh

kehidupan makroskopik, selain itu kebanyakan bentos pada pantai berpasir

mengubur diri dalam substrat. Produksi primer pantai berpasir rendah, meskipun

kadang-kadang dijumpai populasi Diatom yang hidup di pasir intertidal. Hampir

seluruh materi organik diimpor baik dalam bentuk materi organik terlarut (DOM) atau

partikel (POM). Pantai berpasir tidak menyediakan substrat yang tetap untuk

melekat bagi organisme, karena aksi gelombang secara terus menerus

menggerakkan partikel substrat. Kelompok organisme yang mampu beradaptasi

pada kondisi substrat pasir adalah organisme infauna makro (berukuran 1 – 10 cm)

yang mampu menggali liang di dalam pasir, dan organisme meiofauna mikro

(berukuran 0,1 -1 mm) yang hidup di antara butiran pasir dalam ruang interaksi.

Ditinjau dari kebiasaan makan (feeding habit) maka hewan bentos yang banyak

ditemukan adalah kelompok Suspention Feeder dan Carnivore. Organisme yang

dominan adalah Polychaeta, Bivalvia dan Crustacea (Nybakken, 1988). Pada jenis

sedimen berpasir, kandungan oksigen relatif lebih besar dibandingkan pada

sedimen yang halus karena pada sedimen berpasir terdapat pori udara yang

memungkinkan terjadinya percampuran yang lebih intensif dengan air di atasnya,

tetapi pada sedimen ini tidak banyak nutrien, sedangkan pada substrat yang lebih

halus walaupun oksigen sangat terbatas tapi tersedia nutrien dalam jumlah besar

(Wood, 1987).

Daerah pesisir dengan substrat berbatu merupakan daerah yang paling

padat makroorganismenya dan mempunyai keragaman terbesar baik untuk spesies

hewan maupun tumbuhan. Komunitas biota di daerah pantai berbatu jauh lebih

kompleks dari daerah lain karena bervariasinya relung (niche) ekologis yang

disediakan oleh genangan air, celah-celah dan permukaan batu serta hubungan

yang bervariasi terhadap cahaya, gerakan air, perubahan suhu dan faktor lainnya.

Ditinjau dari kebiasaan makannya (feeding habit) maka hewan bentos yang banyak

ditemukan termasuk kelompok Herbivora, Scavenger, Suspention Feeder dan

Predator. Organisme bentos yang dominan adalah kelompok epifauna, seperti

Gastropoda, Crustacea, Bivalvia dan Echinodermata (Nybakken, 1988). Daerah

pasang surut khususnya pada daerah intertidal, memiliki kondisi kritis, dimana suhu

Page 12: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - Balai Riset …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files/Penelitian...Hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan di perairan estuari Berau,

10

pada wilayah ini bisa berbeda sangat ekstrim sebagaimana halnya salinitas.

Pasang naik dan turun menyebabkan hamparan intertidal terendam air atau kontak

langsung dengan udara terbuka selama interval waktu tertentu. Pada saat pasang

turun (terpapar), kondisi permukaan substrat dasar yang menjadi habitat hidup

bentos mengalami kering karena adanya penguapan yang mengakibatkan terjadi

peningkatan suhu dan salinitas yang cepat bahkan dapat mencapai batas letal

organisme. Di samping itu, dapat digenangi oleh air tawar yang mengalir masuk

ketika hujan deras sehingga terjadi penurunan salinitas yang mendadak (Nybakken,

1988).

II.1.3. Sifat-sifat Ekologis Estuaria

Sebagai tempat pertemuan air laut dan air tawar, salinitas di estuaria sangat

bervariasi. Baik menurut lokasinya di estuaria, ataupun menurut waktu. Berikut

adalah sifat-sifat ekologis estuaria secara umum:

1. Salinitas yang tertinggi berada pada bagian luar, yakni pada batas wilayah

estuaria dengan laut, sementara yang terendah berada pada tempat-tempat di

mana air tawar masuk ke estuaria. Pada garis vertikal, umumnya salinitas di

lapisan atas kolom air lebih rendah daripada salinitas air di lapisan bawahnya. Ini

disebabkan karena air tawar cenderung ‘terapung’ di atas air laut yang lebih

berat oleh kandungan garam. Kondisi ini disebut ‘estuaria positif’ atau ‘estuaria

baji garam’. Akan tetapi ada pula estuaria yang memiliki kondisi berkebalikan,

dan karenanya dinamai ‘estuaria negatif’. Misalnya pada estuaria estuaria yang

aliran air tawarnya sangat rendah, seperti di daerah gurun pada musim kemarau.

2. Laju penguapan air di permukaan, lebih tinggi daripada laju masuknya air tawar

ke estuaria, menjadikan air permukaan dekat mulut sungai lebih tinggi kadar

garamnya. Air yang hipersalin itu kemudian tenggelam dan mengalir ke arah laut

di bawah permukaan. Dengan demikian gradien salinitas airnya berbentuk

kebalikan daripada ‘estuaria positif’.

3. Dinamika pasang surut air laut sangat mempengaruhi perubahan-perubahan

salinitas dan pola persebarannya di estuaria. Pola ini juga ditentukan oleh

geomorfologi dasar estuaria.

4. Perubahan-perubahan salinitas di kolom air dapat berlangsung cepat dan

dinamis, salinitas substrat di dasar estuaria berubah dengan sangat lambat.

5. Substrat estuaria umumnya berupa lumpur atau pasir berlumpur yang berasal

dari sedimen yang terbawa aliran air, baik dari darat maupun dari laut. Hal ini

disebabkan karena pertukaran partikel garam dan air yang terjebak diantara

Page 13: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - Balai Riset …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files/Penelitian...Hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan di perairan estuari Berau,

11

partikel-partikel sedimen, dengan yang berada pada kolom air di atasnya

berlangsung dengan lamban.

II.1.4. Fungsi Ekologis Estuaria

Secara singkat peran ekologi estuaria yang penting adalah sebagai berikut:

a) Merupakan sumber zat hara dan bahan organik bagi bagian estuari yang jauh

dari garis pantai maupun yang berdekatan denganya lewat sirkulasi pasang surut

(tidal circulation).

b) Menyediakan habitat bagi sejumlah spesies ikan yang ekonomis penting sebagai

tempat berlindung dan tempat mencari makan (feeding ground).

c) Memenuhi kebutuhan bermacam spesies ikan dan udang yang hidup dilepas

pantai, tetapi bermigrasi keperairan dangkal dan berlindung untuk memproduksi

dan/atau sebagai tempat tumbuh besar (nursery ground) anak mereka.

d) Sebagai potensi produksi makanan laut di estuaria yang sedikit banyak

didiamkan dalam keadaan alami. Kijing yang bernilai komersial (Rangia euneata)

memproduksi 2900 kg daging per ha dan 13.900 kg cangkang per ha pada

perairan tertentu di Texas.

e) Perairan estuaria secara umum dimanfaatkan manusia untuk tempat pemukiman

f) Tempat penangkapan dan budidaya sumberdaya ikan

g) Jalur transportasi, pelabuhan dan kawasan industri

II.1.5. Peranan Ekosistem estuaria

Produktifitas estuaria, pada kenyataannya bertumpu atas bahan-bahan

organik yang terbawa masuk estuaria melalui aliran sungai atau arus pasang surut

air laut. Produktifitas primernya sendiri, karena sifat-sifat dinamika estuaria

sebagaimana telah diterangkan di atas dan karena kekeruhan airnya yang

berlumpur, hanya dihasilkan secara terbatas oleh sedikit jenis alga, rumput laut,

diatom bentik dan fitoplankton.

Meski demikian, bahan-bahan organik dalam rupa detritus yang terendapkan

di estuaria membentuk substrat yang penting bagi tumbuhnya alga dan bakteri,

yang kemudian menjadi sumber makanan bagi tingkat-tingkat trofik di atasnya.

Banyaknya bahan-bahan organik ini dibandingkan oleh Odum dan de la Cruz (1967)

dalam Nybakken (1988) yang mendapatkan bahwa air drainase estuaria

mengandung sampai 110 mg berat kering bahan organik per liter, sementara

perairan laut terbuka hanya mengandung bahan yang sama 1-3 mg per liter.

Oleh sebab itu, organisme terbanyak di estuaria adalah para pemakan

detritus, yang sesungguhnya bukan menguraikan bahan organik menjadi unsur

Page 14: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - Balai Riset …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files/Penelitian...Hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan di perairan estuari Berau,

12

hara, melainkan kebanyakan mencerna bakteri dan jasad renik lain yang tercampur

bersama detritus itu. Pada gilirannya, para pemakan detritus berupa cacing, siput

dan aneka kerang akan dimakan oleh udang dan ikan, yang selanjutnya akan

menjadi mangsa tingkat trofik di atasnya seperti ikan-ikan pemangsa dan burung

Sebagai lingkungan perairan yang mempunyai kisaran salinitas yang cukup

lebar, estuari menyimpan berjuta keunikan yang khas. Hewan-hewan yang hidup

pada lingkungan perairan ini adalah hewan yang mampu beradaptasi dengan

kisaran salinitas tersebut. Dan yang paling penting adalah lingkungan perairan

estuary merupakan lingkungan yang sangat kaya akan nutrient yang menjadi

unsure terpenting bagi pertumbuhan phytoplankton. Inilah sebenarnya kunci dari

keunikan lingkungan estuary. Sebagai kawasan yang sangat kaya akan unsur hara

(nutrient) estuary di kenal dengan sebutan daerah pembesaran (nursery ground)

bagi berjuta ikan, invertebrate (Crustacean, Bivalve, Echinodermata, annelida dan

masih banyak lagi kelompok infauna). Tidak jarang ratusan jenis ikan-ikan ekonomis

penting seperti siganus, baronang, sunu dan masih banyak lagi menjadikan daerah

estuari sebagai daerah pemijahan dan pembesaran.

Melihat banyaknya jenis hewan yang sifatnya hidup sementara di estuaria,

bisa disimpulkan bahwa rantai makanan dan rantai energi di estuaria cenderung

bersifat terbuka. Dengan pangkal pemasukan dari serpih-serpih bahan organik yang

terutama berasal dari daratan (sungai, rawa asin, hutan bakau), dan banyak yang

berakhir pada ikan-ikan atau burung yang kemudian membawa pergi energi keluar

dari sistem.

II.1.6. Komposisi Biota dan Produktifitas Hayati

Di estuaria terdapat tiga komponen fauna, yaitu fauna laut, air tawar dan

payau. Komponen fauna yang terbesar didominasi oleh fauna laut yaitu

hewan stenohalin yang terbatas kemampuannya dalam mentolerir perubahan

salinitas dan hewan euryhalin yang mempunyai kemampuan mentolerir berbagai

penurunan salinitas yang lebar. Komponen air payau terdiri dari spesies organisme

yang hidup di pertengahan daerah estuaria pada salinitas antara 5-300/00. Spesies-

spesies ini tidak ditemukan hidup pada perairan laut maupun tawar. Komponen air

tawar biasanya terdiri dari yang tidak mampu mentoleril salinitas di atas 5 dan

hanya terbatas pada bagian hulu estuaria. Ciri khas estuaria cenderung lebih

produktif daripada laut ataupun air tawar. Estuaria adalah ekosistem yang miskin

dalam jumlah spesies fauna dan flora. Faunanya: ikan, kepiting, kerang dan

berbagai jenis cacing berproduksi dan saling terkait melalui suatu rantai makanan

Page 15: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - Balai Riset …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files/Penelitian...Hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan di perairan estuari Berau,

13

yang kompleks. Detritus membentuk substrat untuk pertumbuhan bakteri dan alga

dan kemudian menjadi sumber makanan penting bagi organisme pemakan suspensi

dan detritus.

Secara fisik dan biologis, estuaria merupakan ekosistem produktif karena:

a) Estuaria yang berperan sebagai jebak zat hara yang cepat di daur ulang

b) Beragamnya komposisi tumbuhan di estuaria baik tumbuhan makro (makrofiton)

maupun tumbuhan mikro (mikrofiton), sehingga proses fotosintesis dapat

berlangsung sepanjang tahun.

c) Adanya fluktuasi permukaan air terutama akibat aksi pasang-surut, sehingga

antara lain memungkinkan pengangkutan bahan makanan dan zat hara yang

diperlukan berbagai organisme estuaria.

II.1.7. Biota Estuari

Sebagai wilayah peralihan atau percampuran, estuaria memiliki tiga

komponen biota, yakni fauna yang berasal dari lautan, fauna perairan tawar, dan

fauna khas estuaria atau air payau. Fauna lautan yang tidak mampu mentolerir

perubahan-perubahan salinitas yang ekstrem biasanya hanya dijumpai terbatas di

sekitar perbatasan dengan laut terbuka, di mana salinitas airnya masih berkisar di

atas 30‰. Sebagian fauna lautan yang toleran (eurihalin) mampu masuk lebih jauh

ke dalam estuaria, di mana salinitas mungkin turun hingga 15‰ atau kurang.

Sebaliknya fauna perairan tawar umumnya tidak mampu mentolerir salinitas di atas

5‰, sehingga penyebarannya terbatas berada di bagian hulu dari estuaria.

Fauna khas estuaria adalah hewan-hewan yang dapat mentolerir kadar

garam antara 5-30‰, namun tidak ditemukan pada wilayah-wilayah yang

sepenuhnya berair tawar atau berair laut. Di antaranya terdapat beberapa jenis

tiram dan kerang (Ostrea, Scrobicularia), siput kecil Hydrobia, udang Palaemonetes,

dan cacing polikaeta Nereis.Di samping itu terdapat pula fauna-fauna yang

tergolong peralihan, yang berada di estuaria untuk sementara waktu saja. Beberapa

jenis udang Penaeus, misalnya, menghabiskan masa juvenilnya di sekitar estuaria,

untuk kemudian pergi ke laut ketika dewasa. Jenis-jenis sidat (Anguilla) dan ikan

salem (Salmo, Onchorhynchus) tinggal sementara waktu di estuaria dalam

perjalanannya dari hulu sungai ke laut, atau sebaliknya, untuk memijah. Dan banyak

jenis hewan lain, dari golongan ikan, reptil, burung dan lain-lain, yang datang ke

estuaria untuk mencari makanan (Nybakken, 1988). Akan tetapi sesungguhnya, dari

segi jumlah spesies, fauna khas estuaria adalah sangat sedikit apabila

dibandingkan dengan keragaman fauna pada ekosistem-ekosistem lain yang

Page 16: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - Balai Riset …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files/Penelitian...Hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan di perairan estuari Berau,

14

berdekatan. Umpamanya dengan fauna khas sungai, hutan bakau atau padang

lamun, yang mungkin berdampingan letaknya dengan estuaria. Para ahli menduga

bahwa fluktuasi kondisi lingkungan, terutama salinitas, dan sedikitnya keragaman

topografi yang hanya menyediakan sedikit relung (niche), yang bertanggung jawab

terhadap terbatasnya fauna khas setempat.

II.1.8. Rantai Makanan di Estuari

Rantai makanan adalah perpindahan energi makanan dari sumber daya

tumbuhan melalui seri organisme atau melalui jenjang makan (tumbuhan-herbivora-

carnivora). Pada setiap tahap pemindahan energi, 80%–90% energi potensial hilang

sebagai panas, karena itu langkah-langkah dalam rantai makanan terbatas 4-5

langkah saja. Dengan perkataan lain, semakin pendek rantai makanan semakin

besar pula energi yang tersedia (Anonim, 2010). Pada ekosistem estuaria dikenal 3

(tiga ) tipe rantai makanan yang didefinisikan berdasarkan bentuk makanan atau

bagaimana makanan tersebut dikonsumsi: grazing, detritus dan osmotik. Fauna

diestuaria, seperti udang, kepiting, kerang, ikan, dan berbagai jenis cacing

berproduksi dan saling terkait melalui suatu rantai dan jaring makanan yang

kompleks (Komunitas tumbuhan yang hidup di estuari antara lain rumput rawa

garam, ganggang, dan fitoplankton. Komunitas hewannya antara lain berbagai

cacing, kerang, kepiting, dan ikan. Bahkan ada beberapa invertebrata laut dan ikan

laut yang menjadikan estuari sebagai tempat kawin atau bermigrasi untuk menuju

habitat air tawar. Estuari juga merupakan tempat mencari makan bagi vertebrata

semi air, yaitu unggas air.

Ada dua tipe dasar rantai makanan:

1. Rantai makanan rerumputan (grazing food chain). Misalnya: tumbuhan-

herbivora-carnivora.

2. Rantai makanan sisa (detritus food chain). Bahan mati mikroorganisme (detrivora

= organisme pemakan sisa) predator.

Suatu rantai adalah suatu pola yang kompleks saling terhubung, rantai

makanan di dalam suatu komunitas yang kompleks antar komunitas, selain

daripada itu, suatu rantai makanan adalah suatu kelompok organisme yang

melibatkan perpindahan energi dari sumber utamanya (yaitu: cahaya matahari,

phytoplankton, zooplankton, larval ikan, kecil ikan, ikan besar, binatang menyusui).

Jenis dan variasi rantai makanan adalah sama banyak seperti jenis/ spesies di

antara mereka dan tempat kediaman yang mendukung mereka. Selanjutnya, rantai

makanan dianalisa didasarkan pada pemahaman bagaimana rantai makanan

Page 17: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - Balai Riset …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files/Penelitian...Hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan di perairan estuari Berau,

15

tersebut memperbaiki mekanisme pembentukannya. Ini dapat lebih lanjut dianalisa

sebab bagaimanapun jenis tunggal boleh menduduki lebih dari satu tingkatan tropik

di dalam suatu rantai makanan (Johannessen et al., 2005).

Dalam bagian ini, diuraikan tiga bagian terbesar dalam rantai makanan yaitu:

phytoplankton, zooplankton, dan infauna benthic. Sebab phytoplankton dan

zooplankton adalah komponen rantai makanan utama dan penting, dimana bagian

ini berisi informasi yang mendukung keberadaan organisme tersebut. Sedangkan,

infauna benthic adalah proses yang melengkapi pentingnya rantai makanan di

dalam ekosistem pantai berlumpur. Selanjutnya, pembahasan ini penekananya

pada bagaimana mata rantai antara rantai makanan dan tempat berlindungnya (tidal

flat; pantai berlumpur) (Johannessen et al., 2005).

II.1.9. Adaptasi Organisme Estuaria

Variasi sifat habitat estuaria, terutama dilihat dari fluktuasi salinitas dan suhu,

membuat estuaria menjadi habitat yang menekan dan keras. Bagi organisme, agar

dapat hidup dan berhasil membentuk koloni di daerah ini mereka harus memilki

adaptasi tertentu. Adaptasi tersebut antara lain:

a) Adaptasi morfologis: organisme yang hidup di lumpur memiliki rambut-rambut

halus untuk menghambat penyumbatan permukaan ruang pernafasan oleh

partikel lumpur;

b) Adaptasi fisiologis: berkaitan dengan mempertahankan keseimbangan ion cairan

tubuh;

c) Adaptasi tingkah laku: pembuatan lubang ke dalam lumpur organisme khususnya

avertebrata.

Kebanyakan organisme yang menempati daerah ini menunjukkan adaptasi

dalam menggali dan melewati substrat yang lunak atau menempati saluran yang

permanen dalam substrat. Dikarenakan pantai lumpur juga agak tandus, hal ini

dapat dilihat dari sedikitnya organisme yang menempati permukaan daratan lumpur.

Kehadiran organisme di pantai berlumpur ditunjukkan oleh adanya berbagai lubang

di permukaan dengan ukuran dan bentuk yang berbeda. Jadi, salah satu adaptasi

utama dari organisme di daratan lumpur adalah kemampuan untuk menggali

substrat atau membentuk saluran yang permanen. Adaptasi utama yang kedua

berkaitan dengan kondisi anaerobik yang merata di seluruh substrat. Jika organisme

ingin tetap hidup ketika terkubur dalam substrat, mereka harus beradaptasi untuk

hidup dalam keadaan anaerobik atau harus membuat beberapa jalan yang dapat

mengalirkan air dari permukaan yang mengandung banyak oksigen ke bawah.

Page 18: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - Balai Riset …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files/Penelitian...Hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan di perairan estuari Berau,

16

Untuk mendapatkan air dari permukaan yang kaya oksigen dan makanan maka

muncul berbagai lubang dan saluran di permukaan daratan lumpur. Adaptasi yang

umum terhadap rendahnya ketersediaan oksigen adalah dengan membentuk alat

pengangkut (misalnya, hemoglobin) yang dapat terus-menerus mengangkut oksigen

dengan konsertasi yang lebih baik dibandingkan dengan pigmen yang sama pada

organisme lain (Nybakken, 1982).

II.1.10. Tipe Organisme

Pantai berlumpur sering menghasilkan suatu pertumbuhan yang besar dari

berbagai tumbuhan. Di atas daratan lumpur yang kosong, tumbuhan yang paling

berlimpah adalah diatom, yang hidup di lapisan permukaan lumpur dan biasanya

menghasilkan warna kecoklatan pada permukaan lumpur pada saat terjadi pasang-

turun. Tumbuhan lain termasuk makroalga, Glacilaria, Ulva, dan Enteromorpha.

Pada daerah lain, khusus pada pasut terendah hidup berbagai rumput laut, seperti

Zostera.

Daratan berlumpur mengandung sejumlah besar bakteri, yang memakan

sejumlah besar bahan organik. Bakteri ini merupakan satu-satunya organisme yang

melimpah pada lapisan anaerobikdi pantai berlumpur dan membentuk biomassa

yang berarti. Bakteri ini dinamakan Bakteri Kemosintesis atau Bakteri Sulfur, bakteri

ini mendapatkan energi dari hasil oksidasi beberapa senyawa sulfur yang tereduksi,

seperti berbagai sulfida (misalnya, H2S). Mereka menghasilkan bahan organik

dengan menggunakan energi yang didapat dari oksidasi senyawa sulfur yang

tereduksi, berbeda dengan tumbuhan yang menghasilkan bahan organik

menggunakan energi matahari.

Karena bakteri ototrofik ini berlokasi di lapisan anaerobik di lumpur, maka

daratan lumpur merupakan daerah yang unik di lingkungan laut, mereka mempunyai

dua lapisan yang berbeda di mana produktivitas primer terjadi, daerah tempat

diatom, alga, dan rumput lautmelakukan fotosintesis, dan lapisan dalam tempat

bakteri melakukan kemosintesis. Mahluk dominan yang terdapat pada daratan

lumpur, yaitu cacing polichaeta, moluska bivalvia, dan krustacea besar dan kecil,

tetapi dengan jenis yang berbeda (Nybakken, 1982).

Phytoplankton

Pertumbuhan phytoplankton di wilayah pantai estuaria berlumpur diatur dengan

suatu interaksi antara matahari, hujan, bahan gizi, dan gerakan massa air, serta

convergensi yang di akibatkan oleh arus laut. Sampai jumlah tertentu produksi

phytoplankton tergantung pada cuaca, dengan pencampuran dan stratifikasi

Page 19: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - Balai Riset …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files/Penelitian...Hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan di perairan estuari Berau,

17

kolom air yang mengendalikan produktivitas utama. Percampuran massa air

vertikal yang kuat mempunyai suatu efek negatif terhadap produktivitas, dengan

mengurangi perkembangan phytoplankton maka terjadi penambahan energi itu

sendiri dan penting bagi fotosintesis. Bagaimanapun, pencampuran vertikal

adalah juga diuntungkan karena proses penambahan energi, yang membawa

bahan gizi (nutrient) dari air menuju ke permukaan di mana mereka dapat

digunakan oleh phytoplankton.

Zooplankton dan Heterotrophs Lain

Zooplankton dan heterotrophs lain (suatu tingkatan organisma trophic sekunder

yang berlaku sebagai consumer utama organik) di dalam kolom air mengisi suatu

relung ekologis penting sebagai mata rantai antara produksi phytoplankton

utama dan produktivitas ikan. Secara teknis, istilah zooplankton mengacu pada

format hewan plankton, yang tinggal di kolom air dan pergerakan utama semata-

mata dikendalikan oleh keadaan insitu lingkungan (current movement).

zooplankton mempunyai kemampuan untuk berpindah tempat vertikal terhadap

kolom air dan boleh juga berpindah tempat secara horisontal dari pantai ke laut

lepas sepanjang yaitu musim semi dan musim panas dalam untuk mencari lokasi

yang cocok untuk pertumbuhan mereka. Migrasi vertikal menciptakan sonik

lapisan menyebar ketika zooplankton bergerak ke permukaan pada malam hari

dan tempat yag terdalam pada siang hari. Pada daerah berlumpur dengan

olakan gelombang besar, migrasi vertical zooplankton akan terhalang.

Sedangkan, migrasi horisontal musiman mengakibatkan zooplankton akan

mengalami blooming (pengkayaan).

Infauna dan Epifauna Benthic

Infauna Benthic (organisma yang tinggal di sedimen) dan epifauna

(organisma yang mempertahankan hidup di sedimen) adalah suatu kumpulan

taxa berbeda-beda mencakup clam, ketam, cacing, keong, udang, dan ikan.

Sedangkan burrowers, adalah binatang pemakan bangkai, pemangsa, dan

pemberi makan/tempat makan sejumlah phytoplankton, zooplankton, sedimen,

detritus dan nutrient lainnya.

Mereka berperan penting dalam jaring makanan di pantai berlumpur, juga

bertindak sebagai konvertor untuk pembuatan bahan-bahan organik pada

tingkatan tropik yang lebih tinggi, sehingga menyokong peningkatan produktivitas

alam bebas (wildlife) dan ikan. Dengan diuraikannya secara rinci bagaimana

berbagai rantai makanan terhubung ke dalam suatu jaringan makanan terpadu

Page 20: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - Balai Riset …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files/Penelitian...Hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan di perairan estuari Berau,

18

pada benthic community dalam system dinamika pantai berlumpur adalah

penting untuk di jawab bahwa ekosistem pantai berlumpur ini berperan di dalam

keseimbangan produktifitas primer perairan Zedler (1980).

Predator asli di dataran lumpur ini mencakup beberapa cacing polychaeta

seperti Glycera spp., siput bulan (Polinices, Natica) dan kepiting. Jadi, struktur

trofik dataran lumpur sering terbentuk berdasarkan dua hal, yaitu : berdasarkan

detritus – bakteri dan berdasarkan tumbuhan.

II.1.11. Peranan Ekosistem Estuari

Produktifitas estuaria, pada kenyataannya bertumpu atas bahan-bahan

organik yang terbawa masuk estuaria melalui aliran sungai atau arus pasang surut

air laut. Produktifitas primernya sendiri, karena sifat-sifat dinamika estuaria

sebagaimana telah diterangkan di atas dan karena kekeruhan airnya yang

berlumpur, hanya dihasilkan secara terbatas oleh sedikit jenis alga, rumput laut,

diatom bentik dan fitoplankton.

Meski demikian, bahan-bahan organik dalam rupa detritus yang terendapkan

di estuaria membentuk substrat yang penting bagi tumbuhnya alga dan bakteri,

yang kemudian menjadi sumber makanan bagi tingkat-tingkat trofik di atasnya.

Banyaknya bahan-bahan organik ini dibandingkan oleh Odum dan de la Cruz (1967,

dalam Nybakken (1988) yang mendapatkan bahwa air drainase estuaria

mengandung sampai 110 mg berat kering bahan organik per liter, sementara

perairan laut terbuka hanya mengandung bahan yang sama 1-3 mg per liter.

Oleh sebab itu, organisme terbanyak di estuaria adalah para pemakan

detritus, yang sesungguhnya bukan menguraikan bahan organik menjadi unsur

hara, melainkan kebanyakan mencerna bakteri dan jasad renik lain yang tercampur

bersama detritus itu. Pada gilirannya, para pemakan detritus berupa cacing, siput

dan aneka kerang akan dimakan oleh udang dan ikan, yang selanjutnya akan

menjadi mangsa tingkat trofik di atasnya seperti ikan-ikan pemangsa dan burung.

Melihat banyaknya jenis hewan yang sifatnya hidup sementara di estuaria,

bisa disimpulkan bahwa rantai makanan dan rantai energi di estuaria cenderung

bersifat terbuka. Dengan pangkal pemasukan dari serpih-serpih bahan organik yang

terutama berasal dari daratan (sungai, rawa asin, hutan bakau), dan banyak yang

berakhir pada ikan-ikan atau burung yang kemudian membawa pergi energi keluar

dari sistem.

Page 21: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - Balai Riset …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files/Penelitian...Hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan di perairan estuari Berau,

19

II.1.12. Ekosistem Mangrove

Salah satu bagian yang sangat berperan penting di ekosistem estuaria adalah

ekosistem mangrove yang memiliki produktivitas tinggi. Nybakken (1988)

mengemukakan bahwa ekosistem mangrove merupakan suatu ekosistem peralihan

antara darat dan laut. Salah satu komponen utama penyusun ekosistem mangrove

adalah vegetasi mangrove atau mangal merupakan sebutan umum yang digunakan

untuk menggambarkan suatu varietas komunitas pantai tropik yang didominasi oleh

beberapa spesies pohon yang khas atau semak yang memiliki kemampuan untuk

tumbuh dalam perairan asin (Nybakken1988). Berdasarkan Odum (1993) mangrove

adalah salah satu diantara sedikitnya tumbuh-tumbuhan tanah timbul yang tahan

terhadap salinitas laut terbuka.

Tumbuhan ini mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut

sesuai dengan toleransinya terhadap salinitas, lama penggenangan, substrat dan

morfologi pantai. Mangrove dapat di jumpai pada daerah sepanjang muara sungai

atau daerah yang banyak dipengaruhi oleh aliran sungai (fluvio-marine) dan daerah

yang umumnya didominasi oleh faktor laut (marino-fluvial) (DKP 2004). Istilah

bakau adalah sebutan bagi jenis utama pohon mangrove (Rhizophora spp.) yang

dominan hidup dihabitat pantai. Mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai

tropis dan sub - tropis, yang didominasi oleh beberapa jenis pohon, seperti

Avicennia spp, Sonneratia spp, Rhizophora spp, Bruguiera spp, Ceriops spp,

Lumnitzera spp, Exoecaria spp, Xylocarpus spp, Aegiceras spp, Scyphyphora

spp.dan Nypa sp yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut

pantai berlumpur (Bengen 2004).

Formasi mangrove merupakan perpaduan antara daratan dan lautan.

Mangrove tergantung pada air laut (pasang) dan air tawar sebagai sumber

makanannya serta endapan debu(silt) dari erosi daerah hulu sebagai bahan

pendukung substratnya (DKP 2004). Menurut Snedaker (1984) hutan mangrove

adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh disepanjang garis pantai tropis

sampai sub-tropis yang memiliki fungsi istimewa di suatu lingkungan yang

mengandung garam dan bentuk lahan berupa pantai dengan tanah anaerob.

Selanjutnya Aksornkoae (1993) mengemukakan bahwa mangrove adalah tumbuhan

halofit yang hidup di sepanjang areal pantai yang dipengaruhi oleh pasang tertinggi

sampai daerah mendekati ketinggian rata-rata air laut yang tumbuh di daerah tropis

dan sub-tropis.

Page 22: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - Balai Riset …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files/Penelitian...Hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan di perairan estuari Berau,

20

Mangrove umumnya tumbuh di daerah intertidal yang memiliki jenis tanah

berlumpur, berlempung atau berpasir. Tergenang oleh air laut secara berkala, dapat

setiap hari maupun hanya tergenang pada saat surut purnama, frekuensi genangan

ini menentukan komposisi vegetasi hutan mangrove. Selain itu, mangrove juga

membutuhkan suplai air tawar dari daratan, dan biasanya hidup baik pada daerah

yang cukup terlindung dari gelombang besar dan pasang surut yang kuat. Salinitas

yang baik untuk mangrove tumbuh adalah pada salinitas 2 – 22 ppt atau sampai

asin pada salinitas 38 ppt (Bengen, 2001; Nontji, 2005). Cakupan sumberdaya

mangrove secara keseluruhan menurut Kusmana et al., (2003) terdiri atas:

(1) satu atau lebih spesies tumbuhan yang hidupnya terbatas di habitat mangrove,

(2) spesies-spesies tumbuhan yang hidupnya di habitat mangrove, namun juga

dapat hidup di habitat non-mangrove,

(3) biota yang berasosiasi dengan mangrove (biota darat dan laut, lumut kerak,

cendawan, ganggang, bakteri dan lain lain, baik yang hidupnya menetap,

sementara, sekali kali, biasa ditemukan, kebetulan maupun khusus hidup

dihabitat mangrove,

(4) proses-proses alamiah yang berperan dalam mempertahankan ekosistem ini

baik yang berada didaerah bervegetasi maupun diluarnya, dan

(5) daratan terbuka/ hamparan lumpur yang berada antara batas hutan sebenarnya

dengan laut.

II.2. Kondisi Lingkungan Perairan

II.2.1. Suhu air

Suhu air merupakan salah satu faktor abiotik yang memegang peranan

penting bagi kehidupan organisme perairan. Di dalam perairan, suhu air dapat

mempengaruhi produktivitas primer perairan. Dengan meningkatnya suhu yang

masih dapat ditolerir oleh organisme nabati, akan diikuti oleh kenaikan derajat

metabolisme dan aktifitas fotosintesis, yang ada di dalamnya. Dengan demikian

suhu air erat kaitannya dengan pembentukan produktivitas primer di suatu perairan

(Schwoerbel, 1987 in Musa, 1992). Pada perairan yang dalam, penetrasi cahaya

matahari tidak sampai ke dasar, sehingga suhu air di dasar perairan yang dalam

lebih rendah dibandingkan dengan suhu air di dasar perairan dangkal. Suhu air

merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi aktivitas serta memacu

atau menghambat perkembang biakan organisme perairan. Pada umumnya

peningkatan suhu air sampai skala tertentu akan mempercepat perkembang biakan

organisme perairan. Perubahan suhu dapat menjadi isyarat bagi organisme untuk

Page 23: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - Balai Riset …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files/Penelitian...Hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan di perairan estuari Berau,

21

memulai atau mengakhiri berbagai aktivitas, misalnya aktivitas reproduksi

(Nyabakken, 1988).

Peningkatan suhu juga menyebakan peningkatan kecepatan metabolisme

serta respirasi organisme air dan selanjutnya mengakibatkan peningkatan konsumsi

oksigen. Peningkatan suhu perairansebesar 100C menyebabkan terjadinya

peningkatan konsumsi oksigen oleh organisme akuatik sekitar 2 – 3 kali lipat.

Namun peningkatan suhu ini disertai dengan penurunan kadaroksigen terlarut

sehingga keberadaan oksigen seringkali tidak mampu memenuhi kebutuhan

oksigen bagi organisme akuatik untuk melakukan proses metabolisme dan respirasi.

Suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang, ketinggian air dari

permukaan laut, waktu penyinaran dalam satu hari, sirkulasi udara, penutupan

awan, dan aliran serta kedalaman dari badan air. Penstrataan panas dapat terjadi

yang disebabkan oleh sinar matahari yang memanaskan permukaan air. Dalam

keadaan ini, epilimnion dan hipolimnion dapat memperlihatkan ciri-ciri fisik-kimiawi

yang berbeda. Tetapi pada perairan tropik suhu relatif tinggi (>25°C) sepanjang

tahun, menunjukkan kondisi yang relatif stabil dan umumnya jarang terjadi gejala

stratifikasi. Stratifikasi suhu di suatu perairan ditentukan oleh keadaan meteorologi

dan sifat setiap pertukaran panas, pangadukan, pemasukan atau pengeluaran air,

dan bentuk, ukuran, serta letak waduk (Goldman & Horne, 1983).

II.2.2. Kecerahan

Kecerahan merupakan ukuran transparansi perairan, yang ditentukan secara

visual dengan menggunakan secchi disk. Kecerahan suatu perairan dipengaruhi

oleh kekeruhan dan warna perairan tersebut, semakin tinggi kecerahan suatu

perairan maka akan semakin tinggi daya penetrasi cahaya matahari sehingga

proses fotosintesis dapat berlangsung dalam lapisan yang tebal. Pada perairan

alami kecerahan sangat erat hubungannya dengan fotosintesis. Kecerahan dapat

digunakan untuk menentukan tingkat produktifitas primer suatu perairan (Odum,

1971). Fitoplankton sebagai produsen primer di perairan, memerlukan cahaya

matahari untuk fotosintesis. Dalam suatu perairan, fotosintesis meningkat sejalan

dengan meningkatnya intensitas cahaya. Namun, pada lapisan permukaan laju

fotosintesis adalah kecil karena pengaruh sinar matahari yang terlalu kuat. Semakin

dalam, laju fotosintesis semakin meningkat hingga mencapai maksimum pada

kedalaman beberapa meter di bawah permukaan (cahaya optimal). Di bawahnya,

laju fotosintesis akan berkurang secara proporsional terhadap intensitas cahaya.

Apabila intensitas cahaya yang jatuh di permukaan menurun, misalnya karena

Page 24: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - Balai Riset …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files/Penelitian...Hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan di perairan estuari Berau,

22

cuaca mendung, maka lapisan yang menerima cahaya optimal akan bergerak ke

atas hingga diperoleh lapisan optimal di permukaan agar fotosintesis kembali

berjalan maksimum. Sejalan dengan itu, tebal lapisan eufotik akan semakin menipis

(Baksir, 1999).

II.2.3. Derajat keasaman (pH)

Derajat keasaman (pH) menunjukkan konsentrasi ion hidrogen dalam suatu

larutan (Effendi, 2003). pH sangat penting karena perubahan pH yang terjadi di air

tidak hanya berasal dari masukan bahan-bahan asam atau basa di perairan tetapi

juga dapat disebabkan oleh perubahan tidak langsung dari aktivitas-aktivitas

metabolik perairan yang mencakup aktivitas manusia di daratan seperti: limbah

rumah tangga, pertanian, dan tambak yang dibuang ke sungai lalu diteruskan ke

laut. Sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai

nilai pH sekitar 7 - 8,5. Nilai pH akan mempengaruhi proses biologi kimiawi perairan.

Sementara menurut Nybakken (1992) lingkungan perairan laut yang memiliki pH

yang bersifat relatif lebih stabil dan berada dalam kisaran yang sempit, biasanya

berkisar antara 7,5 - 8,4. Effendi (2000) menyatakan bahwa sebagian besar

organisme akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai pH sekitar 7 - 8,5.

Batas toleransi dari suatu organisme perairan terhadap pH bervariasi dan

dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya suhu, oksigen terlarut, alkalinitas,

adanya berbagai anion dan kation serta tergantung dengan jenis dan stadia

organisme (Pescod, 1973).

II.2.4. Oksigen terlarut

Oksigen telarut adalah konsentrasi gas oksigen yang terlarut dalam air,

oksigen terlarut dalam air berasal dari hasil fotosintesis fitoplankton atau tumbuhan

air, difusi dari udara, air hujan dan aliran air permukaan yang masuk. Oksigen di

perairan mempengaruhi beberapa faktor antara lain salinitas, suhu, respirasi da

fotosintesis. Kelarutan oksigen dipengaruhi oleh suhu, tekanan parsial gas-gas yang

ada dalam udara dan air. Oksigen di perairan mempunyai variasi yang sangat tinggi

dan biasanya bervariasi lebih rendah dari kandungan oksigen di udara. Oksigen

berperan penting bagi pernapasan dan merupakan salah satu komponen utama

bagi metabolisme ikan dan organisme perairan lainnya. Kandungan oksigen di

suatu perairan akan meningkat apabila masukan limbah yang masuk ke perairan

tersebut juga meningkat. Kelarutan oksigen dipengaruhi suhu, tekanan parsial gas-

gas yang ada dalam udara dan air (Klein, 1962 in Ginting, 1999).

Page 25: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - Balai Riset …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files/Penelitian...Hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan di perairan estuari Berau,

23

Oksigen terlarut sangat penting bagi eksistensi flora dan fauna mangrove

(terutama dalam proses fotosintesis dan respirasi) dan percepatan dekomposisi

serasah sehingga konsentrasi oksigen terlarut beperan mengontrol distribusi dan

pertumbuhan mangrove. Konsentrasi oksigen terlarut bervariasi menurut waktu,

musim, kesuburan tanah dan organisme akuatik. Konsentrasi oksigen terlarut harian

tertinggi dicapai pada siang hari dan terendah pada malam hari. Aksornkoae (1978)

mendapatkan konsentrasi oksigen terlarut dimangrove 17 - 34 mg/l, lebih rendah

dibanding diluar mangrove yang besarnya 4,4 mg/l. Perairan yang diperuntukan

untuk kepentingan perikanan sebaiknya memiliki kadar oksigen terlarut tidak kurang

dari 5 mg/l.

II.2.5. Kekeruhan

Kekeruhan menggambarkan sifat optik air yang ditentukan berdasarkan

banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat

di dalam air. Kekeruhan disebabkan oleh adanya bahan organik dan anorganik yang

tersuspensi dan terlarut (misalnya lumpur dan pasir halus) maupun bahan organik

dan anorganik yang berupa plankton dan mikroorganisme lain (APHA, 1995).

Penetrasi cahaya pada perairan turbulen ini lebih kecil dibandingkan dengan daerah

laut terbuka. Kumpulan partikel-partikel sisa, baik dari daratan, dari potongan-

potongan kelp dan rumput laut, ditambah kepadatan plankton yang tinggi akibat

melimpahnya nutrien, menyebabkan terhambatnya penetrasi cahaya sampai

beberapa meter di estuaria (Nybakken, 1988). Banyak organisme akuatik,

khususnya filter feeder, tidak dapat mentolerir konsentrasi bahan inorganik dalam

jumlah yang besar (Wetzel, 2001 in Honata, 2010). Kriteria baku mutu air laut untuk

biota laut pada kekeruhan menurut KEPMEN LH tahun 2004 adalah lebih dari 5

NTU. Banyak organisme akuatik, khususnya filter feeder, tidak dapat mentolerir

konsentrasi bahan inorganik dalam jumlah yang besar (Wetzel, 2001 in Honata,

2010). Kriteria baku mutu air laut untuk biota laut pada kekeruhan menurut

KEPMEN LH tahun 2004 adalah lebih dari 5 NTU.

Keruhnya perairan estuaria menyebabkan hanya tumbuhan mencuat yang

dapat tumbuh mendominasi. Rendahnya produktivitas primer di kolom air,

sedikitnya herbivora dan terdapatnya sejumlah besar detritus menunjukkan bahwa

rantai makanan pada ekosistem estuaria merupakan rantai makanan detritus.

Detritus membentuk substrat untuk pertumbuhan bakteri dan algae yang kemudian

menjadi sumber makanan penting bagi organisme pemakan suspensi dan detritus.

Suatu penumpukan bahan makanan yang dimanfaatkan oleh organisme estuaria

Page 26: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - Balai Riset …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files/Penelitian...Hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan di perairan estuari Berau,

24

merupakan produksi bersih dari detritus ini. Fauna di estuaria, seperti ikan, kepiting,

kerang, dan berbagai jenis cacing berproduksi dan saling terkait melalui suatu rantai

makanan yang kompleks (Bengen, 2004).

II.2.6. Salinitas

Sebagai tempat pertemuan air laut dan air tawar, salinitas di estuaria sangat

bervariasi. Baik menurut lokasinya di estuaria, ataupun menurut waktu. Secara

umum salinitas yang tertinggi berada pada bagian luar, yakni pada batas wilayah

estuaria dengan laut, sementara yang terendah berada pada tempat-tempat di

mana air tawar masuk ke estuaria. Pada garis vertikal, umumnya salinitas di lapisan

atas kolom air lebih rendah daripada salinitas air di lapisan bawahnya. Ini

disebabkan karena air tawar cenderung ‘terapung’ di atas air laut yang lebih berat

oleh kandungan garam. Kondisi ini disebut ‘estuaria positif’ atau ‘estuaria baji

garam’ (salt wedge estuary) (Nybakken, 1988). Akan tetapi ada pula estuaria yang

memiliki kondisi berkebalikan, dan karenanya dinamai ‘estuaria negatif’. Misalnya

pada estuaria-estuaria yang aliran air tawarnya sangat rendah, seperti di daerah

gurun pada musim kemarau. Laju penguapan air di permukaan, yang lebih tinggi

daripada laju masuknya air tawar ke estuaria, menjadikan air permukaan dekat

mulut sungai lebih tinggi kadar garamnya. Air yang hipersalin itu kemudian

tenggelam dan mengalir ke arah laut di bawah permukaan. Dengan demikian

gradien salinitas airnya berbentuk kebalikan daripada ‘estuaria positif’.

Dinamika pasang surut air laut sangat mempengaruhi perubahan-perubahan

salinitas dan pola persebarannya di estuaria. Pola ini juga ditentukan oleh

geomorfologi dasar estuaria.Sementara perubahan-perubahan salinitas di kolom air

dapat berlangsung cepat dan dinamis, salinitas substrat di dasar estuaria berubah

dengan sangat lambat. Substrat estuaria umumnya berupa lumpur atau pasir

berlumpur, yang berasal dari sedimen yang terbawa aliran air, baik dari darat

maupun dari laut. Sebabnya adalah karena pertukaran partikel garam dan air yang

terjebak di antara partikel-partikel sedimen, dengan yang berada pada kolom air di

atasnya berlangsung dengan lamban.

II.2.7. Nitrat

Nitrat adalah bentuk utama nitrogen di perairan alami dan merupakan nutrien

utama bagi pertumbuhan tanaman dan algae. Nitrat nitrogen sangat mudah larut

dalam air dan bersifat stabil. Senyawa ini dihasilkan dari proses oksidasi sempurna

senyawa nitrogen di perairan. Nitrifikasi merupakan proses oksidasi amonia menjadi

nitrit dan nitrat adalah proses yang penting dalam siklus nitrogen dan berlangsung

Page 27: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - Balai Riset …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files/Penelitian...Hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan di perairan estuari Berau,

25

pada kondisi aerob. Oksidasi amonia menjadi nitrit dilakukan oleh bakteri

Nitrosomonas, sedangkan oksidasi nitrit menjadi nitrat dilakukan oleh bakteri

Nitrobacter. Keduanya adalah bakteri kemotrofik, yaitu bakteri yang dapat

mendapatkan energi dari proses kimiawi. Menurut Novotny & Olem (1994) in Effendi

(2003).

Kadar nitrat pada perairan alami hampir tidak pernah lebih dari 0.1 mg/l.

Kadar nitrat lebih dari 5 mg/l menggambarkan terjadinya pencemaran antropogenik

yang berasal dari aktifitas manusia dan tinja hewan. Kadar nitrat melebihi 0,2 mg/l

dapat mengakibatkan terjadinya eutrofikasi (pengayaan) perairan, yang selanjutnya

menstimulir pertumbuhan algae dan tumbuhan air secara pesat (blooming). Nitrat

dapat digunakan untuk mengelompokkan tingkat kesuburan perairan. Perairan

oligotrof memiliki kadar nitrat antara 0 – 1 mg/l, perairan mesotrof memiliki kadar

nitrat antara 1 – 5 mg/l, dan perairan eutrof memiliki kadar nitrat yang berkisar

antara >5 – 50 mg/l (Vollenweider, 1969 in Wetzel, 1975).

II.2.8. Ortofosfat

Fitoplankton di perairan umumnya memperoleh unsur P dari senyawa fosforus

anorganik (ion ortofosfat). Ortofosfat merupakan bentuk fosfor yang dapat

dimanfaatkan secara langsung oleh tumbuhan akuatik. Setelah masuk ke dalam

tumbuhan, misalnya fitoplankton, fosfat anorganik mengalami perubahan menjadi

organofosfat. Fosfat yang berikatan dengan ferri (Fe2(PO4)3) bersifat tidak larut dan

mengendap di dasar perairan. Pada saat terjadi kondisi anaerob, ion besi valensi

tiga (ferri) ini mengalami reduksi menjadi ion besi valensi dua (ferro) yang bersifat

larut dan melepaskan fosfat ke perairan (Brown, 1987 in Effendi, 2003). Semua

polifosfat mengalami hidrolisis membentuk ortofosfat. Perubahan ini bergantung

pada suhu. Pada suhu yang mendekati titik didih, perubahan polifosfat menjadi

ortofosfat berlangsung cepat. Kecepatan ini meningkat dengan menurunnya nilai

pH. Keberadaan fosfor di perairan alami biasanya relatif kecil, dengan kadar yang

lebih sedikit daripada kadar nitrogen; karena sumber fosfor lebih sedikit

dibandingkan dengan sumber nitrogen di perairan. Sumber alami fosfor di perairan

adalah pelapukan batuan mineral. Selain itu, fosfor juga berasal dari dekomposisi

bahan organik. Sumber antropogenik fosfor adalah limbah industri dan domestik,

yakni fosfor yang berasal dari deterjen. Limpasan dari daerah pertanian yang

menggunakan pupuk juga memberikan kontribusi yang cukup besar bagi

keberadaan fosfor (Effendi, 2003). Keberadaan fosfor secara berlebihan yang

disertai dengan keberadaan nitrogen dapat menstimulir ledakan pertumbuhan algae

Page 28: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - Balai Riset …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files/Penelitian...Hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan di perairan estuari Berau,

26

di perairan (algae bloom). Algae yang melimpah ini dapat membentuk lapisan pada

permukaan air, yang selanjutnya dapat menghambat penetrasi oksigen dan cahaya

matahari sehingga kurang menguntungkan bagi ekosistem perairan (Boney, 1989 in

Effendi, 2003).

II.2.9. Klorofil-a

Klorofil-a adalah salah satu pigmen fotosintesis yang paling penting bagi

tumbuhan yang ada di perairan khususnya fitoplankton. Dari pigmen fotosintesis,

klorofil-a merupakan pigmen yang paling umum terdapat pada fitoplankton (Parsons

et al., 1984). Sementara Cole (1988), menambahkan bahwa klorofil-a merupakan

master pigmen Cyanophyceae dan eukaryota yang dibentuk dari fotosintesis.

Klorofil-b, Klorofil-c, fikobilin, dan karotenoid hanya sebagai pigmen tambahan.

Selain pigmen tersebut, beberapa algae tertentu mengandung pigmen pelengkap

seperti xantofil, fikosianin, fikoeritrin dan fikopirin. Peranan pigmen pelengkap

tersebut adalah untuk menyadap sinar yang tidak dapat diserap oleh klorofil dan

karotenoid. Elektron-elektron pada pigmen tersebut diteruskan pada klorofil untuk

diubah menjadi energi kimia yang digunakan dalam proses fotosintesis (Goldman &

Horne, 1983). Kandungan klorofil-a secara gradien longitudinal sangat dipengaruhi

oleh fisika-kimia dan biologi. Di zona sungai, biomassa cendrung lebih rendah

daripada di zona transisi dan lakustrin. Tingginya klorofil-a ini disebabkan oleh pola

sirkulasi air yang memberi muatan hara dan diikuti dengan meningkatnya kekeruhan

(Carrick et al., 1994 in Noryadi, 1998).

Menurut Vyhnalek (1994) in Noryadi (1998), biomassa fitoplankton sering

diukur sebagai nilai konsentrasi klorofil-a. Penentuan biomassa dengan metode

klorofil-a didasarkan pada pengukuran jumlah klorofil-a yang dikandung oleh

fitoplankton. Strathmann (1967) in Nontji (1984) mengemukakan bahwa pendekatan

ini mempunyai kelebihan karena klorofil-a dimiliki oleh semua fitoplankton.

Sedangkan kelemahannya sukar membedakan antara klorofil yang aktif dan non

aktif atau produk degradasinya dan komposisi jenis fitoplankton. Kepekatan klorofil-

a sering dihubungkan dengan produktivitas primer untuk menduga tingkat

eutrofikasi perairan danau (Vollenweider, 1976 in Nur, 2006). OECD (1982) in

Henderson-Sellers & Markland (1987) menjelaskan tentang kriteria kesuburan

berdasarkan kandungan klorofil-a adalah sebagai berikut; kandungan klorofil-a

antara 0-4 mg/m3 merupakan perairan oligotrof, kandungan klorofil-a antara 4 - 10

mg/m3 merupakan perairan mesotrof, dan kandungan klorofila antara 10 - 100

mg/m3 merupakan perairan eutrof.

Page 29: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - Balai Riset …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files/Penelitian...Hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan di perairan estuari Berau,

27

II.3. Strategi Pengelolaan Ekosistem Estuari

Estuaria sebagan bagian dari wilayah pesisir memiliki arti strategis karena

merupakan wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut, serta memiliki

potensi sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan yang sangat kaya. Dari sisi

sosial-ekonomi, pemanfaatan kekayaan laut khususnya daerah estuari masih

terbatas pada kelompok pengusaha besar dan pengusaha asing. Nelayan sebagai

jumlah terbesar merupakan kelompok profesi paling miskin di Indonesia.

Kekayaan sumberdaya laut tersebut menimbulkan daya tarik bagi berbagai

pihak untuk memanfaatkan sumberdayanya dan berbagai instansi untuk meregulasi

pemanfaatannya. Akan tetapi, kekayaan sumberdaya pesisir tersebut mulai

mengalami kerusakan. Sejak awal tahun 1990-an, fenomena degradasi biogeofisik

sumberdaya pesisir semakin berkembang dan meluas. Laju kerusakannya telah

mencapai tingkat yang mengkhawatirkan, terutama pada ekosistem mangrove

terumbu karang dan estuari (muara sungai).

Rusaknya ekosistem daerah estuari berimplikasi terhadap penurunan kualitas

lingkungan untuk sumberdaya ikan serta erosi pantai. Sehingga terjadi kerusakan

tempat pemijahan dan daerah asuhan ikan, berkurangnya populasi benur, nener,

dan produktivitas tangkap udang. Semua kerusakan biofisik lingkungan tersebut

adalah gejala yang terlihat dengan kasat mata dari hasil interaksi antara manusia

dengan sumberdaya pesisir yang tidak memperhatikan kaidah-kaidah kelestarian

dan daya dukung lingkungannya.

Persoalan yang mendasar adalah mekanisme pengelolaan wilayah pesisir

dan pulau-pulau kecil tidak efektif untuk memberi kesempatan kepada sumberdaya

hayati pesisir yang dimanfaatkan pulih kembali atau pemanfaatan sumberdaya non -

hayati disubstitusi dengan sumberdaya alam lain dan mengeliminir faktor-faktor

yang menyebabkan kerusakannya Sebagian pihak mungkin memiliki pengetahuan

terbatas mengenai ekosistem estuari. Sejumlah ekosistem estuari ternyata memiliki

keunikan dan keunggulan tersendiri. Akan tetapi ekosistem ini ternyata juga sangat

rentan terhadap perubahan lingkungan dan bencana alam seperti gempa bumi,

tsunami, gelombang pasang maupun pemanasan global. Ekosistem Estuari juga

berpeluang besar untuk rusak akibat perbuatan manusia baik langsung maupun

tidak langsung. Sehubungan dengan kondisi tersebut, maka perlu keseimbangan

antara pemanfaatan dan pelestarian yang disesuaikan dengan daya dukung

Page 30: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - Balai Riset …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files/Penelitian...Hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan di perairan estuari Berau,

28

lingkungan dan alokasi penataan ruang. Keterbatasan sarana dan prasarana, data

dan informasi tentang potensi sumber daya alam dan jasa-jasa lingkungan terhadap

ekosistem estuari beserta ekologisnya perlu segera diatasi agar tingkat

kesejahteraan masyarakat pesisir meningkat.

Beberapa aspek yang digunakan sebagai dasar pertimbangan dalam

perumusan kebijakan dan strategi penataan ruang ekosistem estuari adalah:

Daya dukung lingkungan,

Kondisi sosial budaya,

Target perencanaan yang realistis, kepastian hukum,

Letak geografis dan kondisi geopolitik.

Dimana Penataan ruang Ekosistem Estuari dapat dilakukan pada 4 kawasan

yaitu: kawasan pemanfaatan umum, kawasan konservasi, alur laut dan kawasan

strategis nasional tertentu. Kawasan strategis nasional tertentu dapat didefinisikan

sebagai kawasan yang ditetapkan secara nasional mempunyai nilai strategis.

Kawasan strategis nasional tertentu dikembangkan dalam rangka meningkatkan

kesejahteraan masyarakat, mempercepat pertumbuhan ekonomi kawasan,

meningkatkan upaya pertahanan negara, memperkuat integrasi nasional dan

melestarikan fungsi lingkungan hidup. Sehingga pengelolaan ekosistem estuari

harus dilakukan dengan cara: secara ekonomi efisien dan optimal (economically

sound), dimana secara sosial-budaya berkeadilan dan dapat diterima (socio-

culturally acepted and just). Dan secara ekologis tidak melampaui daya dukung

lingkungan (environmentally friendly). Akan tetapi, kebijakan mengenai

pengelolaan ekosistem estuari harus berorientasi kepada kepentingan umum,

bukan kepentingan perorangan atau golongan.

Kabupaten Berau memiliki sumberdaya hutan mangrove yang sangat

berpotensi untuk dimanfaatkan guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat

pesisir. Hutan mangrove Kabupaten Berau terdapat mulai dari bagian utara di

Tanjung Batu, Delta Berau, sampai ke selatan di Biduk-biduk. Selain itu hutan

mangrove juga ditemukan di beberapa pulau, seperti Pulau Panjang, Rabu-rabu,

Semama dan Maratua di bagian utara pesisir Berau, dan di Pulau Buaya-buaya di

bagian selatan pesisir Berau. Secara keseluruhan luas kawasan mangrove sebesar

80.277 ha (Wiryawan, et al., 2005).

Dari segi kondisi kawasan mangrove, Kabupaten Berau relatif masih memiliki

kondisi kawasan mangrove yang lebih baik bila dibandingkan dengan kabupaten

atau kota lainnya di provinsi Kalimantan Timur. Namun demikian degradasi/

Page 31: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - Balai Riset …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files/Penelitian...Hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan di perairan estuari Berau,

29

kerusakan kawasan mangrove dan kerusakan DAS serta konversi lahan mangrove

menjadi areal pertanian dan pertambakan menjadi ancaman serius bagi kelestarian

hutan mangrove di Kabupaten Berau. Tingkat kerusakan kawasan mangrove yang

terdata pada tahun 1997 baru sekitar 450 hektar hutan mangrove di Delta Berau

yang berubah menjadi tambak udang. Akan tetapi, pada tahun 2003 sudah

mencapai sekitar 4.000 hektar (Kompas.com, 2003).

Penelitian Sumberdaya perairan estuari Sungai Berau baru dilakukan sebatas

inventarisasi biota perairan, potensi dan lingkungan perairan, Untuk Tahun kedua

akan dilengkapi dengan data - data lainnya sehingga didapatkan suatu bahan untuk

pengelolaan perairan estuari Berau.

Page 32: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - Balai Riset …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files/Penelitian...Hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan di perairan estuari Berau,

30

III. METODOLOGI

III.1. Komponen Kegiatan

Ruang lingkup kegiatan yang akan dilakukan adalah:

a) Penelitian ini akan dilakukan selama 2 tahun

b) Biologi spesies dominan (Tahun I dan II)

c) Keanekaragaman jenis ikan dan biota air lainnya (Tahun I dan II)

d) Pendugaan stok ikan dengan metoda akustik dan pukat tarik (Tahun I dan II)

e) Kondisi lingkungan perairan

f) Wawancara dengan nelayan tentang perubahan penangkapan dan kondisi

lingkungan terhadap sumberdaya ikan

III.2. Jadwal dan lokasi penelitian

Penelitian dilakukan pada Tahun Anggaran 2015 di estuari Berau Kalimantan

Timur, sampling dilakukan sebanyak empat kali yang mewakili musim kemarau dan

musim penghujan.

III.3. Alat dan Bahan Penelitian

Alat dan bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian disajikan pada

Tabel 5.

Tabel 5. Parameter yang diukur serta alat dan bahan yang digunakan:

No. Parameter Alat/ bahan yang digunakan

A Fisika 1 Temperatur Termometer air raksa 2 Kecerahan Piring secchi (secchi disk) 3 Kedalaman Gauge Sounder 4 Daya Hantar Listrik SCT-Meter

B Kimia 1 pH pH- indikator universal/ pH-Meter 2 Oksigen (O2-terlarut) SCT-Meter 3 Karbondioksida (CO2) Botol sample, label 4 Alkalinitas Botol sample, label 5 Kesadahan Botol sample, label 6 Nitrat (NO3-N) Botol sample, label 7 Nitrit (NO2-N) Botol sample, label 8 Ammonia (NH3-N) Botol sample, label 9 Phosfat (PO4-P) Botol sample, label

C Biologi 1. Plankton Plankton-net, botol sample, lugol, formalin, label 2. Chlorofil-a Water sampler, botol sampel 3 Ikan Alat tangkap, alat bedah, kantong plastik,

formalin, bouin, kalkir, label

D Akustik 1. TS, Densitas, Kedalaman Biosonic DT-X scientific echosounder yang

dioperasikan pada frekuensi 200 kHz

Page 33: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - Balai Riset …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files/Penelitian...Hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan di perairan estuari Berau,

31

III.4. Metode Pengumpulan data

1. Pengambilan sampel spesies ikan dan udang menggunakan alat tangkap pukat

tarik. Pukat tarik yang digunakan merupakan alat tangkap yang biasa digunakan

nelayan di perairan ini, dengan ukuran panjang 14,0 meter, panjang tali ris atas

7,0 meter, meshsize 1,5 dan 1,0 inch kantong hasil 0,5 inchi. Pukat ditarik dengan

kapal trawl (6 GT), lama penarikan 15 menit pada masing-masing lokasi

pengambilan contoh yang telah ditentukan, kecepatan tarikan antara 2,5 – 3,0

km/jam dan bagan untuk mengetahui keanekaragaman, distribusi dan biologi.

Untuk mendapatkan data series hasil tangkapan setiap bulan menggunakan jasa

enumerator.

2. Untuk melihat kepadatan ikan dilakukan dengan metoda akustik.

3. Pengambilan contoh plankton dilakukan dengan plankton net. Pengambilan

sampel air disaring dengan menggunakan planktonet no.25 berukuran 64 µm dan

diawetkan dengan larutan formalin 4%. Analisa sampel plankton dilakukan di

laboratorium Hidrobiologi Balai Penelitian Perikanan Perairan Umum Palembang

dengan menggunakan buku Mizuno (1979) & Pennak (1978).

4. Pengambilan sampel substrat dilakukan secara acak terpilih menggunakan Ekman

dredge ukuran 15x15cm di 10 stasiun. Pada tiap stasiun pengamatan,

pengambilan sampel dilakukan sebanyak 2 kali. Organisme bentos yang diamati

adalah kelompok makrozoobentos yang diperoleh dengan menyaring sampel

substrat, menggunakan ayakan bertingkat dengan ukuran bukaan (mesh size) 1,0

mm; 1,5 mm; dan 2,0 mm. Sampel bentos yang diperoleh diawetkan dalam larutan

alkohol 70%, selanjutnya diidentifikasi berdasarkan genus dan dihitung

kelimpahannya dalam satuan cm-2. Identifikasi makrozoobentos menggunakan

referensi Faucland (1977); Gosner (1971), Milligan (1997), Ruswahyuni (1988) dan

Pennak (1978).

5. Pengukuran beberapa parameter biofisik, antara lain: salinitas, DO, Co2, pH dan

suhu secara insitu, dan parameter lainnya diukur di Laboratorium Kimia BP3U.

III.5. Analisis sampel

Sampel ikan yang tertangkap dengan alat tangkap pukat tarik dianalisis di

laboratorium biologi ikan untuk melihat distribusi ukuran, kebiasaan makanan dan

reproduksinya. Analisis plankton dan bentos dilakukan untuk menentukan komposisi,

jenis dan sebarannya dalam kolom air serta posisinya di sepanjang estuari. Sampel

air dianalisis di laboratorium kimia. Contoh air dianalisis dengan metode baku untuk

Page 34: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - Balai Riset …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files/Penelitian...Hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan di perairan estuari Berau,

32

mendapatkan kandungan nutriennya (nitrat, fosfat, amonia). Demikian pula dengan

analisis konsentrasi Chl-a untuk produktivitas primer.

III.6. Analisis data

III.6.1. Biologi Spesies Dominan

III.6.1.1. Kebiasaan Makanan

III.6.1.1.1. Indeks Bagian Terbesar

Perhitungan indeks bagian terbesar dilakukan untuk mengetahui jenis-jenis

makanan yang dimakan oleh ikan sampel. Metode ini merupakan gabungan

dari metode frekuensi kejadian dengan metode volumetrik. Indeks bagian

terbesar dihitung dengan menggunakan rumus yang dikembangkan oleh

Natarajan dan Jhingran (1961) in Effendie (1979), yaitu:

100)(

xxOV

xOVIP

ii

ii

i

............................................................................... (1)

Keterangan: IPi = indeks bagian terbesar Vi = persentase volume makanan jenis ke-i Oi = persentase frekuensi kejadian makanan jenis ke-i n = jumlah jenis organisme makanan

III.6.1.1.2. Indeks Similaritas

Perhitungan indeks similaritas digunakan untuk mengetahui kesamaan

jenis makanan berdasarkan waktu dan stasiun pengambilan ikan contoh.

Perhitungan indeks tersebut dilakukan dengan membandingkan komposisi jenis

makanan pada masing-masing kelompok ikan setiap bulannya. Indeks tersebut

dihitung menggunakan rumus menurut Sorensen (1984) in Krebs (1989), yaitu:

BA

CIS

2

.................................................................................................... (2)

Keterangan: A, B = jumlah jenis makanan yang terdapat pada masing-masing

kelompok ikan (A dan B) C = jumlah jenis makanan yang terdapat pada kedua kelompok ikan (A

dan B) IS = indeks similaritas (berkisar 0-1).

III.6.1.1.3. Luas Relung dan Tumpang Tindih Relung Makanan

Perhitungan luas relung makanan digunakan untuk melihat bagaimana

selektifitas ikan terhadap makanannya. Analisis luas relung makanan

dilakukan dengan melihat proporsi dari kelompok ke-i yang berhubungan

Page 35: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - Balai Riset …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files/Penelitian...Hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan di perairan estuari Berau,

33

dengan sumberdaya ke-j. Luas relung makanan dihitung menggunakan rumus

metode Levin in Krebs (1989) yaitu:

n

i

m

j

ij

i

P

B

1 1

2

1

.............................................................................................. (3)

Keterangan: Bi = luas relung kelompok ke-i Pij = proporsi dari kelompok ke-i yang berhubungan dengan sumberdaya

makanan ke-j n = jumlah jenis makanan yang dimanfaatkan oleh spesies m = jumlah sumberdaya makanan

Standarisasi nilai luas relung makanan agar bernilai 0-1 ditentukan

dengan menggunakan rumus Hulbert in Krebs (1989), yaitu:

1

1

n

BB i

A

................................................................................................... (4) Keterangan: BA = standarisasi luas relung Levins (0-1) Bi = luas relung Levins n = jumlah seluruh organisme makanan yang dimanfaatkan

Perhitungan tumpang tindih relung makanan dilakukan untuk melihat

bagaimana pola penggunaan bersama terhadap sebuah atau lebih

sumberdaya oleh dua atau lebih spesies dalam suatu komunitas. Tumpang

tindih relung makanan dihitung dengan menggunakan rumus Morisita oleh

Horn dalam Krebs (1989) yaitu:

1 1 1

2 2

1 1 1 1

2n m l

ij ik

i j k

h n m n l

ij ik

i j i k

P P

C

P P

.......................................................................... (5)

Keterangan: Ch = Indeks Morisita-Horn Pij, Pik = Proporsi jenis organisme makanan ke-i yang dimanfaatkan oleh

kelompok ukuran ikan ke-j dan kelompok ukuran ikan ke-k n = jumlah jenis organisme makanan m, l = jumlah kelompok ukuran ikan

III.6.1.2. Reproduksi

Page 36: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - Balai Riset …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files/Penelitian...Hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan di perairan estuari Berau,

34

Beberapa aspek biologi ikan spesies dominan yang diukur antara lain

nisbah kelamin, TKG, IKG, fekunditas, diameter telur dan ukuran pertama kali

matang gonad.

III.6.1.2.1. Nisbah kelamin

Nisbah kelamin ditentukan dengan membandingkan antara jumlah ikan

jantan dengan jumlah ikan betina yang dihitung dengan menggunakan rumus:

.............................................................................................................. (6)

Keterangan : x = nisbah kelamin J = jumlah ikan jantan B = Jumlah ikan betina (ekor)

Keseragaman sebaran nisbah kelamin dilakukan dengan uji Khi-Kuadrat

(Steel & Torrie, 1989):

.............................................................................................. (7)

Keterangan: X2 = nilai bagi peubah acak yang sebaran penarikan contohnya mendekati

sebaran Khi-Kuadrat oi = frekuensi ikan jantan dan betina yang diamati ke-i ei = frekuensi harapan dari ikan jantan + ikan betina dibagi dua.

III.6.1.2.2. Indeks Kematangan Gonad

Indeks kematangan gonad diukur dengan membandingkan berat gonad

dengan berat tubuh ikan (Effendie, 1979):

...................................................................................... (8)

Keterangan : BG : Berat gonad (gram) BT : Berat tubuh (gram)

III.6.1.2.3. Tingkat Kematangan Gonad

Tingkat kematangan gonad ditentukan dengan mengamati ciri-ciri

morfologis (Tabel 6). Pengamatan secara morfologis dilakukan dengan

menggunakan mikroskop, terutama untuk ikan yang berada pada TKG I dan II.

Ikan yang diamati fekunditasnya hanya ikan yang berada pada TKG IV dan V

dan fekunditas total telur dihitung dengan menggunakan metode gravimetrik

sebagai berikut:

Page 37: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - Balai Riset …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files/Penelitian...Hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan di perairan estuari Berau,

35

................................................................................................. (9)

Keterangan : F : Fekunditas total (butir) Fso : Fekunditas sub ovarium (butir) Wso : Berat sub ovarium (gram) Wo : Berat ovarium (gram) Tabel 6. Tingkat kematangan gonad ikan menurut Cassie (Effendie & Subardja,

1977) dalam Effendie (2002)

TKG Betina Jantan

I Ovari seperti benang, panjang, sampai kedepan rongga tubuh. Warna jernih. Permukaan licin

Testis seperti benang, lebih pendek (terbatas) dan terlihat ujungnya di rongga tubuh. Warna jernih

II Ukuran ovari lebih besar.

Pewarnaan lebih gelap kekuning-kuningan. Telur belum terlihat jelas dengan mata

Ukuran testis lebih besar. Pewarnaan putih seperti susu. Bentuk lebih jelas daripada tingkat I

III Ovari berwarna kuning. Secara

morfologi telur mulai kelihatan dengan mata

Permukaan testis tampak bergerigi. Warna makin putih, testis makin besar. Dalam keadaan diawetkan mudah putus

IV Ovari makin besar, telur

berwarna kuning, mudah dipisahkan. Butir minyak tidak tampak, mengisi ½-2/3 rongga perut, usus terdesak

Seperti pada tingkat III tampak

lebih jelas. Testis semakin pejal

V Ovari berkerut, dinding tebal, butir telur sisa terdapat didekat pelepasan. Banyak telur seperti pada tingkat II

Testis bagian belakang kempis

dan di bagian dekat pelepasan

masih berisi.

III.6.1.2.4. Ukuran Pertama Kali Matang Gonad

Untuk menduga ukuran rata-rata ikan pertama kali matang gonad

digunakan dua kriteria kematangan gonad menurut Udupa (1986) yaitu

kelompok belum matang gonad (TKG I dan TKG II) dan kelompok matang

gonad (TKG III, TKG IV, dan TKG V). Metode yang digunakan yaitu metode

Spearman-Karber (Udupa, 1986):

Page 38: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - Balai Riset …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files/Penelitian...Hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan di perairan estuari Berau,

36

pix

xxkm

2 ................................................................................. (10)

Dengan simpangan deviasi:

1/*2**96.1 niqipiXm

Keterangan:

m = Logaritma panjang rata-rata ikan pertama kali matang gonad xk = Logaritma nilai tengah kelas panjang terakhir ukuran ikan telah

matang gonad 100% x = Selisih logaritma nilai tengah pi = Proporsi ikan matang gonad pada selang kelas panjang ke-i ri = Jumlah ikan matang gonad pada kelas ke-i ni = Jumlah ikan pada kelas ke-i qi = 1 – pi

Panjang ikan pertama kali matang gonad (Lm) diduga dari antilog m.

III.6.1.3. Parameter Pertumbuhan

Analisa struktur kelompok umur dilakukan dengan Metode Bhattacharya

(Sparre et al., 1989). Nilai dari modus panjang dari metode tersebut digunakan

untuk menghitung panjang asimtotik (L∞), koefisien pertumbuhan (K) dan umur

teoritik (to) dengan menggunakan analisa Ford-Walford (1993 & 1996 dalam

Sparre et al., 1989). Pertumbuhan ikan dianalisa berdasarkan formula Von

Bertalanffy sebagai berikut:

Untuk panjang digunakan rumus:

Lt = L∞ [1-e -k (t-to)] ............................................................................................ (11) Dimana: Lt : panjang ikan pada waktu t, L∞ : panjang asimtotik/infinity, K : koefisien pertumbuhan, t0 : umur ikan saat panjang sama dengan 0.

L∞ adalah panjang ikan terbesar (maksimum) yang tercatat selama periode

pengumpulan data. Parameter pertumbuhan lainnya yaitu to dicari dengan

menggunakan persamaan empiris (Pauly, 1980):

Log (-to) = -0,3922- 0,2752 log L∞ - 1,038 log K ............................................... (12)

Karena pulsa rekruitmen alami (musiman) kedalam populasi menentukan

struktur dari suatu set data frekuensi panjang, maka sebaliknya frekuensi

panjang dapat menjelaskan beberapa informasi keadaan rekruitmen (Pauly,

1982 dalam Gayanilo & Pauly, 1997). Kebalikan (Inverse) dari pendekatan ini

dilakukan dengan program Fi-SAT dalam bentuk pola rekruitmen. Pola

Page 39: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - Balai Riset …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files/Penelitian...Hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan di perairan estuari Berau,

37

rekruitmen didapat dari proyeksi ke belakang ke dalam sumbu panjang dari data

frekuensi panjang yang telah diatur. Poin pemecahan adalah:

Dari frekuensi setelah dibagi dengan perubahan waktu, diproyeksi ke dalam

sumbu waktu (Fi-Sat)

Penyajian terakhir dari masing-masing bulan adalah (dan terlepas dari tahun)

hasil penyesuaian frekuensi yang telah diproyeksi pada masing-masing bulan

Mengurangkan frekuensi masing-masing bulan terhadap frekuensi bulan

terendah sehingga mendapatkan nilai 0 (nol), yang menunjukkan rekruitmen

berada pada posisi paling rendah.

Hasil rekruitmen bulanan adalah rekruitmen tahunan

Dari poin 3 dan 4 dapat dicatat bahwa nilai bulanan dari setiap bulan pada suatu

tahun dapat diduga bila t0 diketahui (Gayanilo & Pauly, 1997)

Untuk menduga mortalitas total (Z) diduga dengan metoda kurva hasil

tangkapan konversi panjang (Length Converted Catch Curve) yang dikemukakan

oleh Pauly (1984):

Log e N = a + bt ............................................................................................... (13) dimana: Log e N : frekuensi panjang ikan, t : umur mutlak, a dan b : koefisien regresi, Kematian alami (M) dianalisis dengan menggunakan rumus empiris Pauly

sebagai berikut:

Log (M) = - 0.0066 - 0.279 log L∞ + 0.654 log K+ 0.4631 log T ....................... (14) dimana: L∞ dan K : parameter pertumbuhan T : rataan temperatur tahunan perairan Mortalitas yang disebabkan oleh aktivitas penangkapan (F) adalah:

F = Z - M .......................................................................................................... (15) Nisbah eksploitasi diperoleh dari:

E = F / Z ........................................................................................................... (16) dimana: E : nisbah eksploitasi F : mortalitas akibat penangkapan Z : mortalitas total M : mortalitas alami

III.7. Akustik

Page 40: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - Balai Riset …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files/Penelitian...Hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan di perairan estuari Berau,

38

Pendugaan stok ikan dengan metoda akustik yang dilakukan mulai dari muara

Sungai Berau (Pasang surut terendah) sampai ke estuari yang berbatasan dengan

laut (Selat Makasar). Pendugaan kepadatan ikan dengan akustik dilakukan dengan

peralatan Biosonic DT-X scientific echosounder yang dioperasikan pada frekuensi

200 kHz. Data akustik diolah dengan menggunakan software ECHOVIEW ver.5.

Elementary sampling distance unit adalah 1 nmi. Hasil ekstraksi berupa nilai area

backscattering coeficient (sA, m2/nmi2) dan distribusi nilai target strength ikan tunggal

dalam satuan decibel (dB) sebagai indeks refleksi ukuran ikan.

III.7.1. Target Strength

Hubungan target strength dan óbs (backscattering cross-section, m2)

dihitung berdasarkan atas MacLennan & Simmonds (1992), yaitu:

TS=10 log óbs ........………………………………………….................................... (17) III.7.2. Densitas rata-rata ikan

Persamaan untuk densitas ikan (ñA, ind/mil2) adalah:

ñA=sA/óbs ............................................................................................................ (18) III.7.3. Hubungan panjang-berat (length-weight relationship)

Panjang ikan (L) berhubungan dengan óbs yaitu:

óbs=aLb ................................................................................................................ (19)

Hubungan target strength dan L adalah:

TS=20 log L+A ...................................................................................................... (20) di mana: A = nilai target strength untuk 1 cm panjang ikan (normalized target strength) Konversi nilai target strength menjadi ukuran panjang (L) untuk ikan pelagis

digunakan persamaan TS = 20 log L-73,97 (Hannachi et al., 2004). Menurut Hile

(1936) dalam Effendie (2002), hubungan panjang (L) dan bobot (W) dari suatu

spesies ikan yaitu:

W=aLb .................................................................................................................. (21)

Menurut Mac Lennan & Simmonds (1992) dalam Natsir et al. (2005)

persamaan panjang dan bobot untuk mengkonversi panjang dugaan menjadi bobot

dugaan adalah:

Wt=a{∑{ni(Li+ÄL/2)b+1-(Li-ÄL/2)b+1}/{(b+1)ÄL}} .…………………………...…… (22) di mana: Wt = bobot total (g) ÄL = selang kelas panjang (cm)

Page 41: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - Balai Riset …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files/Penelitian...Hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan di perairan estuari Berau,

39

Li = nilai tengah dari kelas panjang ke-i (cm) ni = jumlah individu pada kelas ke-i a, b = konstanta untuk spesies tertentu

III.7.4. Dugaan Biomassa

Hasil perhitungan luas perairan estuari Berau yang disurvei dipakai sebagai

acuan dalam penentuan volume perairan untuk menentukan biomassa perairan

untuk mendapatkan nilai biomassa total.

III.8. Analisis struktur komunitas

Analisa struktur komunitas ditentukan oleh indeks keanekaragaman (H’),

indeks keragaman (E), dan indeks dominansi (C).

III.8.1. Indeks keanekaragaman (H’)

Indeks keanekaragaman atau keragaman (H’) menyatakan keadaan

populasi organisme secara matematis agar mempermudah dalam menganalisis

informasi jumlah individu masing-masing bentuk pertumbuhan/ genus ikan dalam

suatu komunitas habitat dasar/ ikan (Odum, 1971). Indeks keragaman yang

digunakan adalah indeks Shannon-Weaver (Odum, 1971; Krebs, 1985 in Magurran,

1988) dengan rumus:

PiPiHS

i

1

ln' .................................................................................................. (23)

Keterangan: H’ = Indeks keanekaragaman; Pi = Perbandingan proporsi ke i; S = Jumlah spesies yang ditemukan. Indeks keanekaragaman digolongkan dalam kriteria sebagai berikut : H’≤ 2 : Keanekaragaman kecil 2 < H’≤ 3 : Keanekaragaman sedang H’ > 3 : Keanekaragaman tinggi

III.8.2. Indeks keseragaman (E)

Indeks keseragaman atau Equitabilitas (E) menggambarkan penyebaran

individu antar spesies yang berbeda dan diperoleh dari hubungan antara

keanekaragaman (H’) dengan keanekaragaman maksimalnya (Bengen, 2000).

Semakin merata penyebaran individu antar spesies maka keseimbangan ekosistem

akan makin meningkat. Rumus yang digunakan adalah (Odum, 1971; Pulov, 1969 in

Magurran, 1988):

maksH

HE

' ............................................................................................................. (24)

Page 42: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - Balai Riset …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files/Penelitian...Hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan di perairan estuari Berau,

40

Dimana: E = indeks keseragaman; H maks = Ln S; S = Jumlah ikan karang yang ditemukan. Nilai indeks keseragaman berkisar antara 0 – 1. Selanjutnya nilai indeks

keseragaman berdasarkan Krebs (1972) dikategorikan sebagai berikut:

0 < E ≤ 0.5 : Komunitas tertekan 0.5 < E ≤ 0.75 : Komunitas labil 0.75 < E ≤ 1 : Komunitas stabil

Semakin kecil indeks keseragaman, semakin kecil pula keseragaman

populasi, hal ini menunjukkan penyebaran jumlah individu setiap jenis tidak sama

sehingga ada kecenderungan satu jenis biota mendominasi. Semakin besar nilai

keseragaman, menggambarkan jumlah biota pada masing-masing jenis sama atau

tidak jauh beda.

III.8.3. Indeks dominansi (C)

Indeks dominansi berdasarkan jumlah individu jenis digunakan untuk

melihat tingkat dominansi kelompok ikan tertentu. Persamaan yang digunakan

adalah indeks dominansi (Simpson, 1949 in Odum, 1971), yaitu :

S

i

PiC1

2)( ......................................................................................................... (25)

Dimana: C = Indeks dominansi; Pi = Perbandingan proporsi ikan ke i; S = Jumlah spesies yang ditemukan.

Nilai indeks dominansi berkisar antara 1 – 0. Semakin tinggi nilai indeks

tersebut, maka akan terlihat suatu biota mendominasi substrat dasar perairan. Jika

nilai indeks dominansi (C) mendekati nol, maka hal ini menunjukkan pada perairan

tersebut tidak ada biota yang mendominasi dan biasanya diikuti oleh nilai

keseragaman (E) yang tinggi. Sebaliknya, jika nilai indeks dominansi (C) mendekati

satu, maka hal ini menggambarkan pada perairan tersebut ada salah satu spesies

yang mendominasi dan biasanya diikuti oleh nilai keseragaman yang rendah. Nilai

indeks dominansi dikelompokkan dalam 3 kriteria, yaitu:

0 < C ≤ 0.5 : Dominansi rendah 0.5 < C ≤ 0.75 : Dominansi sedang 0.75 < C ≤ 1 : Dominansi tinggi

III.9. Fitoplankton dan Zooplankton

III.9.1. Kelimpahan Fitoplankton dan Zooplankton

Page 43: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - Balai Riset …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files/Penelitian...Hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan di perairan estuari Berau,

41

Kelimpahan fitoplankton/ zooplankton dihitung dengan menggunakan

metode Sedweght – Rafter Counting (APHA, 2005) :

Ex

D

Cx

B

AxnN

1

.......................................................................... (26) di mana : N = Jumlah total zooplankton (sel/l). n = Jumlah rataan individu per lapang pandang. A = Luas gelas penutup (mm2). B = Luas satu lapang pandang (mm2). C = Volume air terkonsentrasi (ml). D = Volume satu tetes (ml) dibawah gelas penutup. E = Volume air yang disaring (l).

III.9.2. Indeks Keanekaragaman/Shannon (H’)

Indeks keanekaragaman adalah indeks yang menunjukkan tingkat

keanekaragaman jenis organisme yang ada dalam suatu komunitas (Odum, 1998).

s

n

pipiH1

ln'

.................................................................................................. (27)

s = jumlah organisme ni = jumlah individu dari jenis ke-i N = jumlah total individu

pi = N

ni

........................................................................................................... (28)

III.9.3. Indeks Dominansi (C) (Odum, 1998)

2 NniC

...................................................................................................... (29) ni = jumlah individu dari jenis ke-i N = jumlah total individu

III.10. Struktur Komunitas Makrozoobentos

III.10.1. Komposisi Makrozoobentos

Komposisi jenis makrozoobentos menunjukkan kekayaan jenis

makrozoobentos pada perairan tersebut. Komposisi jenis tiap stasiun dijabarkan

dalam persentase, yaitu sebagai perbandingan antara jumlah individu masing-

maing jenis makrozoobentos terhadap total makrozoobentos yang ditemukan pada

masing-masing stasiun.

III.10.2. Kepadatan

Page 44: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - Balai Riset …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files/Penelitian...Hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan di perairan estuari Berau,

42

Kepadatan adalah jumlah individu per satuan luas (Brower & Zar, 1997)

dengan formulasi sebagai, berikut:

D = (10.000 x Ni) / A .......................................................................................... (30)

di mana : D = Kepadatan (ind/m2) Ni = jumlah individu (ind) A = luas petak pengambilan contoh (cm2)

10.000 = konversi dari cm2 ke m2

III.10.2. Keanekaragaman

Keanekaragaman spesies dapat dikatakan sebagai keheterogenan spesies

dan merupakan cirri khas suatu komunitas. Perhitungan indeks keanekaragaman

makrozoobentos menggunakan rumus indeks keanekaragaman Shannon-Weaver

(1949) dalam Odum (1971) yaitu:

PiPiHS

i

1

ln' .............................................................................................. (31)

di mana : H’= indeks keanekaragaman jenis S = jumlah spesies yang ditemukan Pi = ni/N ni = jumlah individu ke-i N = jumlah total individu Indeks keanekaragaman digolongkan dalam kriteria sebagai berikut:

H’≤ 2 : Keanekaragaman kecil 2 < H’≤ 3 : Keanekaragaman sedang H’ > 3 : Keanekaragaman tinggi III.10.2. Dominansi

Indeks dominansi berdasarkan jumlah individu jenis digunakan untuk melihat

tingkat dominansi kelompok organisme bentos tertentu. Persamaan yang

digunakan adalah indeks dominansi (Simpson, 1949 dalam Odum, 1971), yaitu :

S

i

PiC1

2)(

...................................................................................................... (32) dimana: D = indeks dominansi S = jumlah spesies yang ditemukan Pi = ni/N ni = jumlah individu ke-i N = jumlah total individu Nilai indeks dominansi dikelompokkan dalam 3 kriteria, yaitu:

0 < C ≤ 0.5 : Dominansi rendah

Page 45: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - Balai Riset …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files/Penelitian...Hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan di perairan estuari Berau,

43

0.5 < C ≤ 0.75 : Dominansi sedang 0.75 < C ≤ 1 : Dominansi tinggi

Page 46: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - Balai Riset …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files/Penelitian...Hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan di perairan estuari Berau,

44

IV. Hasil Penelitian

IV.1. Stasiun Pengamatan

Lokasi Pengambilan sample data primer dan pengamatan lapangan

ditentukan secara purposive dengan mempertimbangkan aspek habitat mikro

terutama pengaruh air pasang (fisik-kimia) seperti disajikan pada Tabel 7 dan

Gambar 1.

Tabel 7. Stasiun pengamatan di estuari Berau

Nomor stasiun

Nama stasiun Koordinat

E S

1 Pulau Besing 117°.40.938’ 02°.10.539’ 2 Desa Kasai 117°.54.622’ 02°.12.282’ 3 Muara Petumbuk 117°.46.749’ 02°.11.083’ 4 Sei Petumbuk 117°.50.245’ 02°.06.229’ 5 Muara Mengkajang 117°.51.817’ 02°.00.465’ 6 Laut Mengkajang 118°.01.649’ 01°.58.437’ 7 Muara Petumbuk 117°.57.518’ 02°.04.488’ 8 Laut Petumbuk 118°.03.963’ 02°.05.297’ 9 Teluk Sumanting 117°.58.975’ 02°.09.775’

10 Tanjung Ulungan 118°.04.939’ 02°.11.869’

Gambar 1. Stasiun pengamatan estuari Berau

IV.2. Jenis-jenis Hasil Tangkapan

Biota hasil tangkapan dari empat kali pengambilan contoh (Februari, Mei,

Agustus dan Oktober) teridentifikasi sebanyak 111 spesies yang meliputi 51 famili

Page 47: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - Balai Riset …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files/Penelitian...Hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan di perairan estuari Berau,

45

(Lampiran 1). Jumlah spesies berdasarkan bulan penangkapan disajikan pada

Gambar 2 dan Lampiran 2, 3, 4 dan 5.

Gambar 2. Jumlah spesies berdasarkan bulan

Pada Gambar 2 hasil tangkapan pada Februari teridentifikasi sebanyak 63 spesies

dari 30 famili. Spesies hasil tangkapan ini didominasi oleh Bete list kuning

(Photopectoralis bindus Valenciennes, 1835), Gulama (Johnius macropterus

Bleeker, 1853) dan Bete belang (Secutor ruconius Hamilton, 1822). Hasil tangkapan

pada Mei teridentifikasi 48 spesies dari 31 famili, didominasi oleh Gulama (Johnius

amblycephalus Bleeker, 1855) dan Gulama (Johnius macropterus Bleeker, 1853).

Hasil tangkapan pada Agustus teridentifikasi 47 spesies dari 20 famili, didominasi

oleh Bete list kuning (Photopectoralis bindus Valenciennes, 1835) dan Kakap

(Lutjanus malabaricus Bloch & Schneider, 1801). Dan hasil tangkapan pada

Oktober teridentifikasi 62 spesies dari 39 famili, didominasi oleh Gulama (Johnius

coitor Hamilton, 1822). Berdasarkan jumlah bobot hasil tangkapan dari masing-

masing spesies selama empat bulan pengamatan, jenis-jenis yang mendominasi,

yaitu: Bete list kuning (Photopectoralis bindus Valenciennes, 1835), Gulama

(Johnius amblycephalus Bleeker, 1855) dan Gulama (Johnius macropterus Bleeker,

1853).

Jumlah spesies berdasarkan lokasi penangkapan/ stasiun pengamatan

disajikan pada Gambar 3.

Page 48: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - Balai Riset …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files/Penelitian...Hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan di perairan estuari Berau,

46

Gambar 3. Jumlah spesies berdasarkan bulan Dari Gambar 3 terlihat bahwa spesies terbanyak pada Stasiun 7, yaitu: 49 spesies

dari 28 famili. Spesies yang mendominasi, yaitu: Ikan Bete list kuning

(Photopectoralis bindus Valenciennes, 1835) dari famili Leiognathidae, Ikan Bete

loreng (Secutor ruconius Hamilton, 1822) dari Leiognathidae dan Ikan Gulama

(Johnius amblycephalus Bleeker, 1855) dari Sciaenidae. Sedangkan jumlah spesies

paling sedikit pada Stasiun 1, yaitu: 19 spesies dari 10 famili. Spesies yang

mendominasi, yaitu: Ikan Gulama (Johnius macropterus Bleeker, 1853) dari famili

Sciaenidae, Ikan Bete bintik (Gazza minuta Bloch, 1795) dari Leiognathidae dan

Ikan Gulama (Johnius coitor Hamilton, 1822) dari Sciaenidae. Perbedaan hasil

tangkapan dipengaruhi kualitas perairan, terutama salinitas (Rahardjo, 2006).

IV.3. Biologi Spesies Dominan

IV.3.1. Kebiasaan Makanan

IV.3.1.1. Indeks Bagian Terbesar

Perhitungan indeks bagian terbesar jenis-jenis makanan Ikan Bete list kuning

(Photopectoralis bindus) selama penelitian, ditemukan 11-25% merupakan

cacing (worms), sedangkan sisanya adalah hancuran yang lunak. Menurut

Simanjuntak et al., 2011, Ikan Bete list kuning (Photopectoralis bindus) adalah

pemakan Mikro-krustasea. Sedangkan menurut James, 1984; Nasir, 2000, ikan

ini pemakan zoobentos.

Perhitungan indeks bagian terbesar jenis-jenis makanan Ikan Gulama

(Johnius amblycephalus) selama penelitian, ditemukan 50-75% merupakan

Udang Burung (Metapenaeus lysianassa), sedangkan sisanya adalah hancuran

daging ikan kecil. Hasil ini sesuai dengan pernyataan Rahardjo & Simanjuntak,

2005.

Page 49: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - Balai Riset …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files/Penelitian...Hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan di perairan estuari Berau,

47

Perhitungan indeks bagian terbesar jenis-jenis makanan Ikan Gulama

(Johnius macropterus) selama penelitian, ditemukan 75 - 80% merupakan Udang

Burung (Metapenaeus lysianassa), sedangkan sisanya adalah hancuran daging

ikan kecil. Hasil ini sesuai dengan pernyataan Rahardjo & Simanjuntak, 2005.

Menurut (Kailola, 1987) ikan ini memakan zoobentos berupa: bentos, krustasea

dan cacing (worms).

Beberapa aspek biologi, yaitu: Indeks Similaritas, Luas Relung dan Tumpang

Tindih Relung Makanan, biologi reproduksi dan parameter pertumbuhan akan

dilaksanakan pada tahun ke 2.

IV.4. Akustik

Pendugaan stok ikan dengan metoda akustik yang dilakukan mulai dari

muara Sungai Berau (Pasang surut terendah) sampai ke estuari yang berbatasan

dengan laut (Selat Makasar). Pendugaan kepadatan ikan dengan akustik dilakukan

dengan peralatan Biosonic DT-X scientific echosounder yang dioperasikan pada

frekuensi 200 kHz.

IV.4.1. Kepadatan Stok :

Kepadatan stok ikan di Estuari Berau ditentukan dengan alat echo sounder

BIOSONIC DT-X yang ditempatkan di atas kapal dengan penempatan transducer

bim terbagi (split beam echosounder) 200 KHz pada sisi kiri luar kapal 3 GT

dengan sistem side mounted. Penelitian yang dilaksanakan di perairan estuari

Berau pada Mei 2015 dilaksanakan dengan jalur survei berbentuk zigzag dan

lurus, seperti pada Gambar 4.

Page 50: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - Balai Riset …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files/Penelitian...Hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan di perairan estuari Berau,

48

Gambar 4. Bentuk trek pengambilan data akustik di estuari Berau, Mei 2015

IV.4.2. Densitas rata-rata ikan

Dari hasil pengolahan data didapatkan rata-rata densitas, dari gambar dapat

dilihat bahwa nilai rata-rata densitas absolut cenderung merata kecuali agak

meningkat pada esdu 85-89, densitas pelagis rata-rata tertinggi terdapat pada

esdu 88 yaitu 0,006476 ind/1000 m3, sedangkan rata-rata terkecil adalah pada

esdu 46, yaitu 0,002501 ind/1000 m3, dengan rata-rata 0.003239 ind/1000 m3.

Profil densitas rata-rata secara horizontal ditunjukkan pada Gambar 5 dan profil

kedalaman rata-rata secara horizontal pada Gambar 6.

Gambar 5. Profil densitas rata-rata secara horizontal

Page 51: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - Balai Riset …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files/Penelitian...Hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan di perairan estuari Berau,

49

Gambar 6. Profil Kedalaman rata-rata secara horizontal

IV.4.3. Jumlah dan komposisi target (target strength) menurut strata kedalaman

perairan

Hasil analisis akustik menunjukkan bahwa target strength (TS) pelagis paling

banyak terdeteksi adalah pada nilai TS -44 yang ekuivalen dengan panjang 31,5

cm dan paling rendah pada nilai TS -51, -50, -48, -39 dan -38 yang ekuivalen

dengan panjang 14,1, 15,8, 19,9, 56,0 dan 62,9 cm (Gambar 7).

Gambar 7. Komposisi nilai target Srenght

Secara umum ikan-ikan dengan ukuran yang lebih besar lebih banyak

terdeteksi pada kedalaman yang lebih dalam, hal ini sesuai dengan perbedaan

swimming layer dari masing-masing ukuran ikan. Ikan dengan ukuran lebih besar

cenderung berenang di perairan dalam dibandingkan ikan berukuran kecil. Nilai

komposisi dari masing-masing target ini digunakan dalam penentuan komposisi

berat dalam proses konversi untuk mendapatkan nilai biomassa ikan perairan

estuari Berau. Variasi jumlah dugaan panjang berdasarkan nilai target strength

ditunjukkan pada Gambar 8, sedangkan variasi komposisi dugaan panjang

berdasarkan nilai target strength pada Gambar 9.

Page 52: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - Balai Riset …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files/Penelitian...Hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan di perairan estuari Berau,

50

Gambar 8. Variasi jumlah dugaan panjang berdasarkan nilai target strength

Gambar 9. Variasi komposisi dugaan panjang berdasarkan nilai target strength

IV.4.4. Hubungan panjang-berat (length-weight relationship)

Hubungan panjang-berat ikan digunakan untuk mengkonversi ukuran

panjang dugaan menjadi berat dugaan, data panjang berat berasal dari ikan-ikan

yang ditangkap di perairan estuari Berau. Pada penentuan biomassa perairan

estuari Berau, data yang digunakan adalah Ikan Selar (Decapterus macrosoma).

Hubungan panjang berat Ikan Selar (Decapterus macrosoma) disajikan pada

Gambar 10.

Gambar 10. Hubungan panjang-berat Ikan Selar (Decapterus macrosoma)

Page 53: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - Balai Riset …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files/Penelitian...Hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan di perairan estuari Berau,

51

Dari data panjang berat ikan yang diperoleh didapatkan persamaan biologi untuk

ikan pelagis W = 0,011 L2,995.

IV.4.5. Dugaan Biomassa

Hasil perhitungan menunjukkan bahwa luas perairan estuari Berau yang

disurvei adalah ± 167 mil2. Luas perairan ini digunakan sebagai acuan penentuan

volume perairan untuk menentukan biomassa perairan, sehingga didapatkan nilai

biomassa total perairan estuari Berau adalah 457 ton dengan kepadatan 1,3

ton/km2 (Lampiran 6).

IV.4.6. Sebaran densitas ikan pelagis secara horisontal

Penyebaran ikan secara horisontal juga memperlihatkan pola yang hampir

sama, dimana densitas yang tinggi banyak ditemukan di esdu 88 yaitu daerah

Muara Mengkajang (Gambar 11).

Gambar 11. Sebaran ikan secara horizontal di perairan estuari Berau.

IV.5. Struktur komunitas Ikan

Secara keseluruhan hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan di

perairan estuari Berau, adalah: nilai indeks keanekaragaman (H’): 2,99, nilai ini

masuk dalam kriteria keanekaragaman sedang mendekati tinggi, indeks

keseragaman (E): 0,67, yang menunjukkan komunitas yang labil dan indeks

dominansi spesies (C): 0,08 atau dominansi spesies yang rendah.

Jenis-jenis ikan yang ditemukan di perairan lokasi pengamatan cukup

banyak, yaitu: 89 spesies. Penyebaran individu antar spesies yang berbeda di

perairan lokasi pengamatan sangat bervariasi. Menurut Odum (1971), indeks

Page 54: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - Balai Riset …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files/Penelitian...Hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan di perairan estuari Berau,

52

keseragaman jenis akan tinggi jika tidak terjadi pemusatan individu pada suatu jenis

tertentu. Nilai indeks dominansi (C) mendekati nol, maka hal ini menunjukkan pada

perairan tersebut tidak ada spesies yang mendominasi.

Hasil analisis berdasarkan bulan pengamatan (empat kali sampling) dapat

dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12. Indeks H’, E dan C berdasarkan bulan

Dari hasil analisis data diperoleh nilai indeks keanekaragaman jenis

biota (H’) pada Februari 2,49 (keanekaragaman sedang), Mei 1,81

(keanekaragaman kecil), Agustus 2,17 (keanekaragaman sedang) dan Oktober

2,69 (keanekaragaman sedang). Perbedaan keanekaragaman pada Mei

dibandingkan dengan tiga bulan pengamatan lainnya disebabkan jumlah spesies

yang tertangkap sangat sedikit (35 spesies). Hal ini diduga sebagai pengaruh

musim. Perubahan musim juga akan berpengaruh pada tingkah laku ikan, biologi

reproduksi dan migrasi, sehingga keanekaragaman setiap musim akan mengalami

perubahan (Prianto & Suryati, 2010). Nilai indeks keseragaman jenis ikan (E)

selama empat bulan pengamatan, adalah: Februari 0,63, Mei 0,51, Agustus

0,59 dan Oktober 0,69. Dari hasil selama empat bulan pengamatan,

diketahu bahwa di perairan estuari Berau pada lokasi pengamatan

menunjukkan komunitas yang labil (Latuconsina et al., 2012)

Hasil analisis data terhadap dominansi spesies (C) pada Februari

0,14, Mei 0,27, Agustus 0,19 dan Oktober 0,12 semuanya menunjukkan

dominansi yang rendah atau tidak ada spesies yang mendominasi (Brower

at al., 1990).

Page 55: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - Balai Riset …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files/Penelitian...Hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan di perairan estuari Berau,

53

IV.6. Plankton

IV.6.1. Kelimpahan Fitoplankton

Kelimpahan fitoplankton Februari 2015 berkisar antara 70 – 398 sel/L dan

bulan Mei 2015 berkisar antara 67 – 389 sel/L. Kelimpahan plankton ini tergolong

cukup rendah. Hal ini diduga karena tipe perairan estuari Berau tergolong dalam

perairan yang oligotrofik. Menurut Welch (1952), suatu perairan oligotrofik ditandai

dengan kuantitas plankton yang rendah yaitu kurang dari 2000 sel/L dengan

jumlah jenis yang sedikit. Kelimpahan fitoplankton hasil pengamatan pada trip 1

dan 2 dapat dilihat pada Gambar 13 dan 14. Hasil pengamatan fitoplankton pada

Februari dan Mei dapat dilihat pada Lampiran 7 dan 8.

Gambar 13. Kelimpahan fitoplankton pada trip 1

Gambar 14. Kelimpahan fitoplankton pada trip 2

IV.6.2. Kelimpahan Zooplankton

Kelimpahan zooplankton pada bulan Februari berkisar 19 - 250 ind/L dan

bulan Mei 2015 berkisar antara 12 – 123 ind/L. Adanya perbedaan kelimpahan

total tersebut disebabkan karena pada bulan Februari kondisi air besar atau

Page 56: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - Balai Riset …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files/Penelitian...Hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan di perairan estuari Berau,

54

musim hujan dan pada bulan Mei termasuk dalam musim kering atau air surut.

Banyak faktor yang mempengaruhi jumlah zooplankton, selain jumlah fitoplankton

yang kurang, waktu pengambilan zooplankton serta pengaruh arus. Menurut

Wetzel (2001) bahwa beberapa jenis zooplankton akan bermigrasi kedasar

perairan pada siang hari dan pada malam hari baru menuju ke permukaan,

pengaruh sinar matahari dan keberadaan banyaknya jumlah ikan juga akan

mempengaruhi jumlah zooplankton di perairan. Kelimpahan zooplankton hasil

pengamatan pada trip 1 dan 2 dapat dilihat pada Gambar 15 dan 16. Hasil

pengamatan zooplankton pada Februari dan Mei dapat dilihat pada Lampiran 9

dan 10.

Gambar 15. Kelimpahan zooplankton pada trip 1

Gambar 16. Kelimpahan zooplankton pada trip 2

IV.6.3. Indeks Keanekaragaman Fito dan Zooplankton

Hasil perhitungan indeks keanekaragaman fitoplankton pada trip 1 bulan

Februari 2015 berkisar antara 1,36 - 2,29 dan bulan Mei berkisar antara 1,93 -

Page 57: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - Balai Riset …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files/Penelitian...Hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan di perairan estuari Berau,

55

2,28. Sedangkan indeks keanekaragaman zooplankton pada trip 2 bulan Februari

berkisar 0,83 - 2.15 dan bulan Mei berkisar 0,91 – 1,65. Berdasarkan kriteria

indeks keanekaragaman seluruh nilai yang terhitung berada dalam kategori

rendah dan sedang karena memiliki nilai keanekaragaman kurang dari 3. Indeks

keanekaragaman fitoplankton dapat dilihat pada Gambar 17 dan Indeks

keanekaragaman zooplankton dapat dilihat pada Gambar 18.

Gambar 17. Indeks keanekaragaman fitoplankton

Gambar 18. Indeks keanekaragaman zooplankton

IV.6.3. Indeks Dominansi Fito dan Zooplankton

Untuk melihat adanya spesies yang dominan dalam setiap stasiun

diperlukan indeks dominansi. Nilai ini akan menerangkan besarnya tingkat

dominansi satu spesies terhadap spesies lainnya dalam stasiun. Nilai indeks

dominansi spesies fitoplankton pada bulan Februari 2015 berkisar 0,14 – 0,39 dan

Page 58: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - Balai Riset …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files/Penelitian...Hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan di perairan estuari Berau,

56

bulan Mei 2015 0,12 -0,24. Sedangkan nilai indeks dominansi spesies zooplankton

pada bulan Februari 2015 berkisar 0,13 – 0,57 dan bulan Mei 2015 berkisar 0,22-

0,53. Nilai indeks dominansi (C) ini menunjukkan hasil yang rendah karena terdapat

beberapa jenis fitoplankton dan zooplankton dari beberapa kelas. Indeks dominansi

fitoplankton dapat dilihat pada Gambar 19 dan Indeks keanekaragaman

zooplankton dapat dilihat pada Gambar 20.

Gambar 19. Indeks dominansi fitoplankton

Gambar 20. Indeks dominansi zooplankton

IV.7. Struktur Komunitas Makrozoobentos

IV.7.1. Komposisi Jenis Makrozoobentos

Makrozoobentos yang ditemukan bulan Februari 2015 penelitian terdiri dari

6 kelas, 24 famili, 28 genera. Komposisi kelas makrozoobentos terdiri dari

Crustacea (1%), Oligochaeta (16%), Polychaeta (7%), Bivalvia (27%), Gastropoda

Page 59: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - Balai Riset …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files/Penelitian...Hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan di perairan estuari Berau,

57

(26%), Scaphopoda (24%). Komposisi kelas yang paling mendominasi adalah

Bivalvia, Gastropoda dan Scaphopoda. Hal ini didukung oleh Kennish (1990)

bahwa Moluska (Bivalvia, Scaphopoda dan Gastropoda) dan Polychaeta

merupakan kelompok organisme ciri khas dari komunitas bentik estuaria, karena

kemampuan adaptasi organisme tersebut sangat baik terhadap perairan estuaria

yang fluktuatif. Komposisi makrozoobentos hasil tangkapan pada Trip 1 dan 2

dapat dilihat pada Gambar 21. Hasil pengamatan makrozoobentos pada Februari,

Mei dan Agustus dapat dilihat pada Lampiran 11, 12 dan 13.

Gambar 21. Komposisi Makrozoobentos Trip 1 Pada bulan Mei 2015, makrozoobentos ditemukan 4 kelas, 25 famili dan 32

genera. Komposisi makrozoobentos terdiri dari Bivalvia (27%), Gastropoda (55%),

Polychaeta (2%) dan Scaphopoda (16%). Persentase makrozoobentos bulan Mei

2015 tersaji pada Gambar 22.

Gambar 22. Komposisi Makrozoobentos Trip 2

Page 60: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - Balai Riset …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files/Penelitian...Hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan di perairan estuari Berau,

58

Bulan Agustus 2015, ditemukan makrozoobentos yang terdiri dari 7 kelas,

47 famili dan 48 genera. Komposisi makrozoobentos terdiri dari Polychaeta (31%),

Oligochaeta (0,1%), Amphipoda (1,2%), Copepoda (0,4%), Scaphopoda (15%),

Bivalvia (21%) dan Gastropoda (32%) tersaji pada Gambar 23.

Gambar 23. Komposisi Makrozoobentos Trip 2

IV.7.2. Kepadatan Makrozoobentos

Kepadatan makrozoobentos yang ditemukan di perairan estuari Berau

bulan Februari 2015 berkisar antara 44 – 4.489 ind/m2. Pada stasiun 2 dan stasiun

4 terjadi kesalahan sehingga sampel pada stasiun tersebut tidak terambil.

Kepadatan terendah ditemukan di stasiun 1 sedangkan tertinggi terdapat pada

stasiun 8 (Gambar 24).

Gambar 24. Kelimpahan Makrozoobentos Trip 1

Bulan Mei 2015, kepadatan makrozoobentos di perairan estuari Berau

berkisar antara 0-5000 ind/m2. Pada stasiun 4, sampel tidak terambil. Kepadatan

terendah ditemukan pada stasiun 1 dan tertinggi terdapat pada stasiun 10

(Gambar 25).

Page 61: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - Balai Riset …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files/Penelitian...Hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan di perairan estuari Berau,

59

Gambar 25. Kelimpahan Makrozoobentos Trip 2

Kepadatan makrozoobentos perairan estuari Berau didominasi oleh kelas

Bivalvia, Gastropoda dan Scaphopoda. Hal ini disebabkan karena ketiga kelas

tersebut termasuk phylum Moluska, di mana Moluska merupakan salah satu

phylum yang memiliki anggota paling banyak diantara anggota organisme perairan

yang lain (80.000 spesies hidup dan 35.000 spesies fosil) (Barnes, 1987).

Bulan Agustus 2015, kepadatan makrozoobentos di perairan estuari Berau

berkisar antara 33-1.465 ind/m2. Kepadatan terendah ditemukan pada stasiun 4

dan tertinggi terdapat pada stasiun 10 (Gambar 26). Banyaknya jumlah spesies

yang sama pada bulan Februari, Mei dan Agustus 2015 diduga makrozoobentos

tersebut masih hidup selama waktu pengambilan sampel. Sedangkan perbedaan

jumlah spesies pada bulan tersebut diduga merupakan populasi berbeda dan

munculnya populasi yang baru.

Gambar 26. Kelimpahan Makrozoobentos Trip 3

Page 62: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - Balai Riset …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files/Penelitian...Hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan di perairan estuari Berau,

60

Kepadatan makrozoobentos kelas Scaphopoda dan Gastropoda semakin

ke arah laut nilainya cenderung meningkat. Meningkatnya kepadatan Scaphopoda

dan Gastropoda ke arah laut disebabkan karena organisme tersebut dapat

beradaptasi dengan kecepatan arus yang kuat. Adaptasi kelas Scaphopoda (famili

Dentallidae dan Siphonodentaliidae) adalah kaki berbentuk seperti kerucut untuk

mengubur diri di dalam substrat dan dapat hidup pada perairan yang lebih dalam,

sedangkan kelas Gastropoda memiliki kaki berbentuk mendatar untuk bergerak

dan memiliki kemampuan melekat kuat pada habitat yang bervariasi (Barnes,

1974).

IV.7.3. Indeks Keanekaragaman dan Dominansi Makrozoobentos

IV.7.3.1. Indeks Keanekaragaman Makrozoobentos

Indeks keanekaragaman dan dominansi merupakan indeks-indeks biologi

yang sering digunakan untuk menduga dan mengevaluasi kondisi suatu

lingkungan perairan. Kondisi suatu lingkungan perairan umumnya dapat dikatakan

baik (stabil) bila memiliki indeks keanekaragaman yang tinggi serta dominansi

yang rendah (spesies yang mendominasi). Indeks keanekaragaman

makrozoobentos dapat dilihat pada Gambar 27.

Gambar 27. Indeks Keanekaragaman Makrozoobentos

Hasil perhitungan indeks keanekaragaman pada trip 1 bulan Februari 2015

berkisar antara 0 - 2,31. Sedangkan pada bulan Mei berkisar antara 0 - 2,22 dan

bulan Agustus 1,05 – 2,59. Berdasarkan kriteria indeks keanekaragaman seluruh

nilai yang terhitung berada dalam kategori rendah dan sedang karena memiliki

nilai keanekaragaman kurang dari 3.

Page 63: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - Balai Riset …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files/Penelitian...Hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan di perairan estuari Berau,

61

IV.7.3. Indeks Dominansi Makrozoobentos

Untuk melihat adanya spesies yang dominan dalam setiap stasiun

diperlukan indeks dominansi. Nilai ini akan menerangkan besarnya tingkat

dominansi satu spesies terhadap spesies lainnya dalam stasiun. Nilai indeks

dominansi spesies pada bulan Februari berkisar 0 – 1,0 dan bulan Mei 0 -0,6.

Sedangkan pada bulan Agustus berkisar 0,1 – 0,4. Pada Trip 1 bulan Februari

memperlihatkan adanya dominansi spesies. Hal ini ditunjukkan pada nilai indeks

dominansi yang mendekati angka satu (Gambar 28)

Gambar 28. Indeks Dominansi Makrozoobentos

IV.8. Keadaan Umum Daerah Penelitian

Kabupaten Berau dengan luas wilayah sebesar 34,127 Km² dengan luas

laut sekitar 1,2 juta hektar menjadikan subsektor perikanan yang sangat dominan

(Statistik Berau, 2015) Perairan Delta Berau memiliki potensi sumber daya perairan

seperti ikan, kerang, udang maupun jenis biota lain yang banyak dimanfaatkan oleh

masyarakat setempat. Menurut Julianery (2001) budidaya laut di Perairan Delta

Berau diperkirakan mempunyai potensi sebesar 2.500 hektar dengan potensi

penangkapan sebesar 35.000 ton per tahun. Selain itu, daerah perairan Delta Berau

merupakan tempat bagi penyu hijau (Chelonia mydas) untuk bertelur. Produksi telur

penyu yang dihasilkan dari daerah ini 94,9 ton dengan nilai Rp 2,1 milyar.

Kabupaten Berau dialiri oleh dua sungai utama yaitu Sungai Kelay dan

Sungai Segah yang dari hulu ke hilir letak kedua sungai tersebut masih berada di

Kabupaten Berau dengan luas ke dua sungai tersebut 15.000 km persegi atau

sekitar 62% dari luas kebupaten Berau. Ke dua Sungai tersebut bergabung menjadi

satu di Tanjung Redeb yang merupakan ibukota Kupaten Berau, dan mengalir

Page 64: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - Balai Riset …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files/Penelitian...Hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan di perairan estuari Berau,

62

sepanjang 40 km menuju muara Sungai Berau yang bermuara ke Selat Makasar

(Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kaltim, 2013).

Kecamatan Pulau Derawan merupakan kawasan pesisir yang memiliki

sumberdaya yang melimpah dan satu diantara 13 Kecamatan yang ada di

kabupaten Berau, kecamatan ini berorientasi pada pengembangan perekonomian

dengan memanfaatkan sumberdaya dan memandirikan masyarakat yang dominan

bermata pencaharian sebagai nelayan. Kecamatan Pulau Derawan merupakan

kecamatan yang terletak di sebelah utara wilayah Kabupaten Berau yang memiliki

luas 3.858,96 km2. Kecamatan Pulau Derawan memiliki lima kampung yakni

Kampung Pulau Derawan, Kampung Tanjung Batu, Kampung Pegat, Kampung

Kasai dan Kampung Teluk Semanting.

Stasiun penelitian sumberdaya estuari Sungai Berau (Delta Berau)

sebagian besar meliputi estuari yang terdapat di Kecamatan Pulau Derawan. Muara

Sungai Berau yang biasa disebut dengan Delta Berau berhadapan dengan perairan

pesisir yang memiliki karang yang luas sampai ke Selat Makasar, hal ini yang

menyebabkan banyak jenis-jenis ikan karang yang mencari makan di estuari Berau.

Dari 10 Stasiun tersebut 4 stasiun diantaranya berada di dalam sungai yaitu stasiun

Pulau Besing, Muara Petumbuk dalam, Sungai Petumbuk dan Desa Kasai, tiga

Stasiun berupa Muara yaitu Teluk Semanting, Muara Petumbuk dan Muara

Mengkajang, dan tiga stasiun lagi ke arah laut yang berdekatan dengan perairan

karang. Ketiga stasiun yang berdekatan dengan laut tersebut masih berupa estuari

yaitu ditandai dengan masih tingginya pengaruh air sungai dengan warna

kekeruhan (Gambar 1).

Stasiun penelitian tersebut yaitu dimulai dari perairan yang paling tawar

(bagian hulu) pada saat musim penghujan, yaitu:

1. Pulau Besing/ Batu-batu (posisi: N 02°10.539’ E 117°40.938’) merupakan

perairan paling tawar pada saat musim penghujan dan merupakan pusat

penangkapan udang galah (Macrobrachium rosenbergii). Pulau Besing

merupakan sebuah pulau yang berada ditengah Sungai Berau dan masih

merupakan wilayah Kecamatan Tanjung Batu. Stasiun ini merupakan batas

estuari Berau dengan salinitas nol pada musim penghujan dan salinitas 5 pada

musim kemarau.

2. Kampung Kasai/ Desa Kasai (posisi: N 02’ 12.282’ E 117°54.622’) merupakan

salah satu kampung yang terdapat di desa Kasai dan sebagian besar

penduduknya bermata pencaharian sebagai nelayan dengan menggunakan

Page 65: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - Balai Riset …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files/Penelitian...Hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan di perairan estuari Berau,

63

perahu motor tempel dan wilayah penangkapan ikan hanya berada di Delta

Berau.

3. Muara Patumbuk dalam (posisi: N 02°11.083’ E 117°46.749’) merupakan ujung

Sungai Patumbuk yang banyak terdapat tambak-tambak sampai ke muara.

Sepanjang Sungai Patumbuk tidak dibenarkan melakukan penangkapan dengan

trawl mini dan alat tangkap yang terdapat di Sungai Patumbuk berupa tuguk

yang dipasang dipinggir-pinggir sungai. Alat tangkap tuguk merupakan alat

tangkap statis yang memanfaatkan pasang surut.

4. Sungai Patumbuk (posisi: N 02°06.229’ E 117°50.245’) yang terletak di bagian

pertengahan sungai yang juga tidak dibolehkan melakukan penangkapan dengan

jaring trawl. Di perairan ini juga banyak terdapat tambak-tambak udang.

5. Muara Mangkajang (posisi: N 02°00.465’ E 117°51.817’) adalah tempat Lalu

lintas kapal dari Tanjung Redeb (ibu kota Kabupaten Berau) menuju ke Makasar.

6. Laut Mangkajang (posisi: N 01°58.437’ E 118°01.649’) yang merupakan

perbatasan estuari yang berdekatan dengan perairan karang. Perairan Laut

Mangkajang ditandai dengan perairan berwarna coklat keruh dengan salinitas <

25 ppt.

7. Muara Patumbuk (posisi: N 02°04.488’ E 117°57.518’) merupakan perairan yang

masih tidak boleh beroperasi alat tangkap trawl mini dan merupakan Muara

Sungai Patumbuk. Dilarangnya penangkapan ikan dengan alat tangkap trawl

adalah kearifan lokal dari masyarakat desa Patumbuk.

8. Laut Patumbuk (posisi: N 02°05.257’ E 118°03.963’) perairan Patumbuk yang

berada ke arah laut yang masih berupa estuari dan di perairan ini merupakan

fishing ground tempat penangkapan udang terutama udang putih.

9. Teluk Semanting (posisi: N 0°09.775’ E 117°58.975’) bagian muara dari perairan

Kasai yang juga merupakan daerah penangkapan ikan dari famili Ariidae dan

penangkapan ikan bawal yang berukuran besar.

10. Tanjung Ulungan (posisi : N 02°11.869’ E 118°04.939’) merupakan muara dari

desa Kasai yang terletak di estuari yang berdekatan dengan laut yang warna air

coklat keruh dan masih dipengaruhi oleh air tawar dari Sungai Kasai.

IV.8.1. Kondisi lingkungan

IV.8.1.1. Estuaria Sungai Berau

Kabupaten Berau memiliki sumberdaya hutan mangrove yang sangat

berpotensi untuk dimanfaatkan guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat

pesisir. Hutan mangrove Kabupaten Berau terdapat mulai dari bagian utara di

Page 66: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - Balai Riset …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files/Penelitian...Hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan di perairan estuari Berau,

64

Tanjung Batu, Delta Berau (Sungai Berau), sampai ke selatan di Biduk-biduk. Selain

itu hutan mangrove juga ditemukan di beberapa pulau, seperti Pulau Panjang,

Rabu-rabu, Semama dan Maratua di bagian utara pesisir Berau, dan di Pulau

Buaya-buaya di bagian selatan pesisir Berau. Secara keseluruhan luas kawasan

mangrove sebesar 80.277 ha. (Wiryawan, et al. 2005)

Dari segi kondisi kawasan mangrove, Kabupaten Berau relatif masih

memiliki kondisi kawasan mangrove yang lebih baik bila dibandingkan dengan

kabupaten atau kota lainnya di provinsi Kalimantan Timur. Namun demikian

degradasi/ kerusakan kawasan mangrove dan kerusakan DAS serta konversi lahan

mangrove menjadi areal pertambakan menjadi ancaman serius bagi kelestarian

hutan mangrove di Kabupaten Berau. Tingkat kerusakan kawasan mangrove yang

terdata pada tahun 1997 baru sekitar 450 hektar hutan mangrove di Delta Berau

yang berubah menjadi tambak udang. Akan tetapi, pada tahun 2003 sudah

mencapai sekitar 4.000 hektar (Kompas.com, 2003)

Kondisi Perairan Mangrove di Kabupaten Berau Luas kawasan mangrove

di kabupaten berau mencapai 59,03% atau seluas 47.349 Ha dari total wilayah

pesisir. Kategori wilayah pesisir Kabupaten Berau dibagi menjadi 5 kategori yaitu

wilayah tambak, mangrove, nipah, nipah dan kelapa serta hutan pasang surut

(Tabel 8).

Tabel 8. Kategori wilayah pesisir Kabupaten Berau

Tipe Area Total area (Ha) Percentase (%)

Tambak udang/ikan 1.647 2,05

Mangrove 47.349 59,03

Nipah 23.306 29,06

Nipah & Pohon Kelapa 600 0,75

Hutan pasang surut 7.307 9,11

Total area 80.208 100

Sumber : Triyanto et al. 2012

Hasil survei tahun 2012 menunjukkan pada seluruh area mangrove di

Kabupaten Berau minimal terdapat 24 jenis vegetasi mangrove dari 13 famili/suku

(Tabel 9).

Page 67: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - Balai Riset …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files/Penelitian...Hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan di perairan estuari Berau,

65

Tabel 9. Jenis-jenis mangrove di Kabupaten Berau

No Jenis mangrove Famili

1 Aegiceras corniculatum Myrsinaceae

2 Avicenia alba Myrsinaceae

3 Avicennia officinalis Myrsinaceae

4 Sonneratia alba Myrsinaceae

5 Osbornia octodonta Myrtaceae

6 Bruguiera gymnorrhiza Rhizophoraceae

7 Bruguiera sexangula Rhizophoraceae

8 Bruguiera parviflora Rhizophoraceae

9 Ceriops decandra Rhizophoraceae

10 Ceriops tagal Rhizophoraceae

11 Rhizophora apiculata Rhizophoraceae

12 Rhizophora mucronata Rhizophoraceae

13 Calophyllum inophylum Guttiferae

14 Derris trifoliata Leguminose

15 Glochidion lucidum Euphorbiaceae

16 Hibiscus tiliaceus Malviaceae

17 Lumnitzera racemosa Combretaceae

18 Lumnitzera littorea Combretaceae

19 Lumnitzera racemosa Combretaceae

20 Nipa fruticans Arecaceae

21 Pandanus tectoriue Pandanaceae

22 Pongamia pinnata Caesalpiniaceae

23 Scyphipora hydrophyllacea Rubiaceae

24 Xylocarpus granatum Meliaceae

Sumber : Triyanto et al. 2012

IV.8.1.2. Parameter fisika-kimia perairan estuari Berau

Kondisi hidrodinamika perairan estuaria dipengaruhi oleh bentuk topografi

dasar dan skala waktu (musim). Selama pasang naik air laut akan terdesak ke

dalam sungai dan pada waktu surut massa air tersebut akan kembali ke laut.

Nybakken (1992) menyatakan bahwa parameter-parameter fisika kimia di perairan

estuari relatif lebih bervariasi dibandingkan perairan lainnya. Beberapa parameter

yang perlu diperhatikan di perairan estuari adalah suhu, salinitas, oksigen terlarut,

pH dan kecerahan.

IV.8.1.2.1. Suhu

Suhu udara di peraian Estuari Berau pada bulan Maret berkisar antara 27 -

31oC sedangkan suhu permukaan perairan berau berkisar antara 27 - 32 oC untuk

pengamatan bulan Maret sedangkan bulan Mei suhu udara berkisar antara 27 -

Page 68: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - Balai Riset …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files/Penelitian...Hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan di perairan estuari Berau,

66

32oC, suhu air berkisar antara 27 - 31oC. Untuk Bulan Agustus suhu udara berkisar

antara 28.5 – 31 oC sedangkan suhu perairan berkisar antara 30 - 32 oC dan Bulan

Oktober suhu lebih tinggi baik untuk suhu udara (29 - 33 oC) maupun suhu perairan

(29 - 31 oC) yang merupakan musim kemarau. Pada saat penelitian, bulan Maret

masih merupakan musim penghujan sedangkan bulan Mei mulai memasuki musim

kemarau sampai pada bulan Oktober. Perairan estuaria bersifat dinamik sehingga

kemungkinan terjadinya stratifikasi suhu menjadi kecil. Dari beberapa penelitian,

suhu di Muara Sungai Cimandiri pada bulan Desember 1995 - Februari 1996

berkisar antara 25 - 30oC (Sriati 1998) dan pada bulan September 1999 berkisar

antara 26 - 32oC (Adriana, 2001). Berdasarkan hasil penelitian Triyanto et al., 2012,

kondisi suhu perairan estuari mangrove di Kabupaten Berau untuk suhu berkisar

antara 28,6 - 33,9°C (Gambar 29).

Gambar 29. Suhu udara dan perairan estuari Berau berdasarkan stasiun dan bulan

IV.8.1.2.2. Salinitas

Berdasarkan Nontji (1987) salinitas adalah jumlah berat semua garam

(dalam gram) yang terlarut dalam satu liter air yang dinyatakan dalam satuan per

seribu (‰) atau per miligram per liter (ppt). Salinitas permukaan di estuari perairan

Page 69: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - Balai Riset …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files/Penelitian...Hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan di perairan estuari Berau,

67

Berau pada Trip pertama berkisar antara 0 - 30 ppt sedangkan salinitas permukaan

berkisar antara 5 - 34 ppt. Salinitas pada stasiun paling hulu yaitu Pulau Besing 0

ppt dipermukaan dan 5 ppt di bagian dasar perairan. Salinitas tertinggi di Tanjung

Ulungan yaitu 30 ppt di permukaan dan 34 ppt di bagian dasar perairan. pada

pengamatan pertama salinitas tertinggi lainnya masing masingnya di stasiun 6 (Laut

Mangkajang) dan stasiun 8 (Laut Patumbuk). Pada Trip ke dua salinitas permukaan

berkisar antara 0 - 29 ppt sedangkan salinitas dasar berkisar antara 0 - 31 ppt.

Salinitas tertinggi terdapat di stasiun 8 (Laut Patumbuk) yaitu 29 ppt di permukaan

dan 30 ppt di dasar perairan. Salinitas 0 berada di stasiun paling hulu yaitu Pulau

Besing baik di bagian dasar maupun di permukaan yang berarti terjadi percampuran

massa air yang merata begitu juga di Muara Patumbuk Dalam percampuran massa

air merata dengan salinitas 5 sampai ke dasar perairan. Gradien salinitas ini sesuai

dengan yang dikemukakan oleh Nybakken, (1988) Keberadaan salinitas di estuaria

mencirikan adanya gradien salinitas, mulai dari dominasi air laut sampai ke

dominasi air tawar di hulu estuaria. Gradien salinitas tersebut berubah secara

dinamik, sesuai dengan perubahan debit air sungai, pasang surut serta arus

perairan pantai. Pernyataan ini dilengkapi oleh Odum (1993) yang menyatakan

gambaran salinitas di estuaria dapat berfluktuasi dan tergantung pada musim,

topografi, pasang surut serta jumlah air tawar. Berdasarkan Effendie (2003),

Salinitas menggambarkan padatan total dalam air setelah semua karbonat

dikonversi menjadi oksida, semua bromida dan iodida digantikan oleh klorida, dan

semua bahan organik telah dioksidasi. Salinitas perairan tawar adalah kurang dari

0,5‰, perairan payau berkisar antara 0,5 sampai dengan 30‰ dan perairan laut

antara 30 sampai dengan 40‰. Selanjutnya Wibisono (2005) menyatakan salinitas

merupakan salah satu faktor kandungan substansi dalam air muara yang sudah

umum keberadaannya (conservative constituent) dan oleh sebab itu, konsentrasinya

tidak dipengaruhi oleh proses bio-geo-chemical, tetapi hanya dipengaruhi oleh

proses pencampuran serta disebabkan oleh curah hujan lokal, proses evaporasi

dan/atau pembekuan yang bisa mengakibatkan menurunnya salinitas.

Pada Gambar 30 terlihat bahwa gradien salinitas sangat bervariasi pada

bulan Maret dan mulai membentuk pola yang sama pada bulan Mei – Agustus yang

merupakan musim kemarau yaitu semakin ke muara salinitas semakin tinggi. Pada

stasiun paling hulu tetap nol dan salinitas mulai meningkat menuju kea rah muara

yaitu berkisar antara 25,7 - 30,5‰ di bagian muara dan di depan muara sungai

Berau tersebut berkisar antara 30,42 – 33,7‰. Tingginya salinitas di dalam sungai

Page 70: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - Balai Riset …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files/Penelitian...Hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan di perairan estuari Berau,

68

sampai ke bagian muara menyebabkan Delta Berau banyak ditemui tambak-tambak

udang sampai mendekati Pulau Besing. Salintas yang tinggi di Delta Berau

dipengaruhi oleh perairan pesisir Berau yang luas berupa terumbu Karang yang

terletak didepan muara Sungai Berau. Meskipun di bagian depan muara Sungai

Berau memiliki salinitas tinggi, namun warna air dan tumbuhan mangrove yang ada

disekitarnya mencirikan bahwa perairan ini masih berupa estuari yang sifat fisik dan

kimia perairannya tidak sama dengan laut dan perairan tawar. Ini sesuai dengan

yang dikemukakan oleh Clark (1974) bahwa fluktuasi salinitas yang tinggi

merupakan salah satu ciri yang membedakan antara perairan estuari dengan

perairan tawar. Selanjutnya Menurut Nybakken (1988) Salinitas di daerah estuaria

berkisar antara 7 – 32‰ yang bervariasi akibat adanya air tawar yang masuk ke

perairan estuari. Selanjutnya Kennis (1994) menyatakan bahwa salinitas di estuari

berkisar antara 0,5 - 35‰ dimana salinitas ini dapat bervariasi baik secara vertical

maupun horizontal tergantung dari perbandingan antara limpasan air dari darat,

masukan air hujan dan penguapan. Berdasarkan hasil penelitian Triyanto et al.,

2012, kondisi kualitas air perairan mangrove di Kabupaten Berau dicirikan salinitas

antara 10,41 - 27,3 ppt.

Page 71: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - Balai Riset …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files/Penelitian...Hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan di perairan estuari Berau,

69

Gambar 30. Nilai salinitas berdasarkan bulan

IV.8.1.2.3. Kedalaman perairan

Kedalaman perairan yang diteliti pada saat pengamatan Maret berkisar

antara 5 - 7,8 m sedangkan pada pengamatan Bulan Mei berkisar antara 4,0 - 10 m.

Bulan Agustus 2,1 – 9,4 m dan Oktober berkisar antara 2,3 – 8,0 m (Gambar 31).

Herry (1998) menyebutkan bahwa ada hubungan antara kedalaman dan kecerahan

perairan. Kekeruhan dapat disebabkan akibat adanya pengadukan oleh energi

ombak yang erat hubungannya dengan kedalaman, dimana perairan yang lebih

dangkal akan lebih terpengaruh oleh gerakan ombak dibandingkan perairan yang

lebih dalam. Butet (1997) menjelaskan hubungan antara kedalaman perairan

dengan distribusi vertikal larva yaitu bahwa stadia awal (early stage) larva

cenderung berada di permukaan kolom perairan, sedangkan stadia akhir (late

stage) larva mendekati atau berada di dekat dasar perairan. Perbedaan distribusi

berdasarkan kedalaman ini mungkin disebabkan oleh fungsi pada stadia larva yang

berkaitan dengan berat jenisnya. Larva yang lebih muda memiliki berat jenis yang

lebih rendah daripada air laut, sedangkan berat jenis dari larva yang lebih dewasa

lebih besar (Manning & Whaley, 1954 in Butet, 1997).

Page 72: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - Balai Riset …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files/Penelitian...Hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan di perairan estuari Berau,

70

Gambar 31. Kedalaman perairan estuari Berau pada Maret dan Mei 2015

IV.8.1.2.4. Oksigen terlarut

Menurut Effendi (2003) Kadar oksigen yang terlarut di perairan alami

bervariasi, tergantung pada suhu, salinitas, turbulensi air, dan tekanan atmosfer.

Semakin besar suhu dan ketinggian (altitude) serta semakin kecil tekanan atmosfer,

kadar oksigen terlarut semakin kecil. Kandungan oksigen terlarut mempengaruhi

keanekaragaman organisme dalam suatu ekosistem perairan. Nilai oksigen terlarut

(DO) cukup tinggi di perairan estuari Berau yaitu berkisar antara 5,37 – 8,67 pada

Maret 4,85 – 8,08, Mei 8,1 – 9,7, Agustus 7,22 – 9,16 dan Oktober 7,09 – 9,28 mg/l.

Nilai oksigen terlarut ini hampir sama dengan penelitian Triyanto et al., 2012, yang

mengemukakan bahwa di perairan mangrove Berau kadar oksigen terlarut berkisar

antara 4,22 - 7,47 mg/L (Gambar 32). Effendi (2003) mengemukakan bahwa

perairan yang diperuntukkan bagi kepentingan perikanan sebaiknya memiliki kadar

oksigen yang tidak kurang dari 5 mg/l dan McNeely et al., 1979 dalam Effendie

(2003) kadar oksigen terlarut pada perairan biasanya kurang dari 10 mg/l.

Berdasarkan pernyataan tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa perairan estuari

Sungai Berau memiliki kandungan oksigen yang cukup baik untuk kehidupan

organisme akuatik.

Page 73: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - Balai Riset …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files/Penelitian...Hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan di perairan estuari Berau,

71

Gambar 32. Oksigen terlarut berdasarkan bulan

IV.8.1.2.4. Kecerahan

Kecerahan merupakan ukuran transparansi perairan, yang ditentukan

secara visual dengan menggunakan secchi disk. Kecerahan suatu perairan

dipengaruhi oleh kekeruhan dan warna perairan tersebut, semakin tinggi kecerahan

suatu perairan maka akan semakin tinggi daya penetrasi cahaya matahari sehingga

proses fotosintesis dapat berlangsung dalam lapisan yang tebal. Pada perairan

alami kecerahan sangat erat hubungannya dengan fotosintesis. Kecerahan dapat

digunakan untuk menentukan tingkat produktifitas primer suatu perairan (Odum,

1971). Kecerahan perairan estuari Berau berkisar antara 0 - 340 cm (Gambar 33).

Kecerahan sampai nol cm terdapat di stasiun Muara Patumbuk. Hal ini disebabkan

Sungai Patumbuk merupakan daerah pertambakan dan terdapat banyak anak-anak

sungai yang memasuki Sungai Patumbuk dan buangan-buangan air dari

pertambakan.

Gambar 33. Kecerahan perairan di stasiun pengamatan berdasarkan bulan

Page 74: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - Balai Riset …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files/Penelitian...Hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan di perairan estuari Berau,

72

IV.8.1.2.4. Kekeruhan

Kekeruhan menggambarkan sifat optik air yang ditentukan berdasarkan

banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat

dalam air. Kekeruhan disebabkan oleh bahan organik dan anorganik seprti plankton

dan mikroorganisme lainnya (APHA, 1976; Davis & Cornwell in Effendi 2003).

Menurut Ewusie (1980) in Tussulus (2003) kekeruhan itu penting dari segi

biologi, karena melibatkan juga bahan terlarut dan sebagai perangkap zat makanan

terbentuk, dimana kadar garam anorganiknya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan

di lautan bebas ataupun sungai yang mengalir masuk. Hasil pengamatan terhadap

Co2 berdasarkan bulan disajikan pada Gambar 34.

Gambar 34. Nilai karbondioksida (CO2) di stasiun pengamatan berdasarkan bulan

Kekeruhan merupakan sifat fisik air yang tidak hanya membahayakan ikan

tetapi juga menyebabkan air tidak produktif karena menghalangi masuknya sinar

matahari untuk fotosintesa. Kekeruhan ini disebabkan air mengandung begitu

banyak partikel tersuspensi sehingga merubah bentuk tampilan menjadi berwarna

dan kotor. Adapun penyebab kekeruhan ini antara lain meliputi tanah liat, lumpur,

bahan-bahan organik yang tersebar secara baik dan partikel-partikel kecil

tersuspensi lainnya. Tingkat kekeruhan air di perairan mempengaruhi tingkat

kedalaman pencahayaan matahari, semakin keruh suatu badan air maka semakin

menghambat sinar matahari masuk ke dalam air. Pengaruh tingkat pencahayaan

matahari sangat besar pada metabolisme makhluk hidup dalam air, jika cahaya

matahari yang masuk berkurang maka makhluk hidup dalam air terganggu,

khususnya makhluk hidup pada kedalaman air tertentu, demikian pula sebaliknya

Page 75: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - Balai Riset …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files/Penelitian...Hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan di perairan estuari Berau,

73

(Hardjojo & Djokosetiyanto, 2005; Alaerts & Santika, 1987 in Hartami, 2008).

Padatan tersuspensi adalah padatan yang menyebabkan kekeruhan air, tidak

terlarut dan tidak dapat mengendap langsung yang terdiri dari partikel-partikel yang

ukuran maupun beratnya lebih kecil daripada sediment, seperti tanah liat, bahan

organik tertentu, sel-sel mikroorganisme dan lain sebagainya (Hardjojo and

Djokosetiyanto, 2005 in Hartami, 2008). Padatan tersuspensi dan kekeruhan

memiliki korelasi positif yaitu semakin tinggi nilai padatan tersuspensi maka semakin

tinggi pula nilai kekeruhan. Akan tetapi, tingginya padatan terlarut tidak selalu diikuti

dengan tingginya kekeruhan. Air laut memiliki nilai padatan terlarut yang tinggi,

tetapi tidak berarti kekeruhannya tinggi pula (Effendi, 2003).

IV.8.1.2.5. Konsentrasi nitrat (NO3)

Nitrat adalah bentuk utama nitrogen di perairan alami dan merupakan

nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman dan algae. Nitrat nitrogen sangat mudah

larut dalam air dan bersifat stabil. Senyawa ini dihasilkan dari proses oksidasi

sempurna senyawa nitrogen di perairan. Nitrifikasi merupakan proses oksidasi

amonia menjadi nitrit dan nitrat adalah proses yang penting dalam siklus nitrogen

dan berlangsung pada kondisi aerob. Oksidasi amonia menjadi nitrit dilakukan oleh

bakteri Nitrosomonas, sedangkan oksidasi nitrit menjadi nitrat dilakukan oleh bakteri

Nitrobacter. Keduanya adalah bakteri kemotrofik, yaitu bakteri yang dapat

mendapatkan energi dari proses kimiawi. Menurut Novotny & Olem (1994) in Effendi

(2003)

Kadar nitrat diperairan estuari Berau Bulan Maret yaitu berkisar antara

0,159 - 0,445, terendah pada bulan Mei yaitu berkisar antara 0,0003 - 0,0474,

merupakan yang tertinggi selama penelitian yaitu pada Bulan Agustus berkisar

antara 0,1743 -2,0526 dan bulan Oktober berkisar antara 0,072 - 0,4621 Gambar

35).

Gambar 35. Konsentrasi nitrat berdasarkan bulan

Page 76: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - Balai Riset …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files/Penelitian...Hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan di perairan estuari Berau,

74

Kadar nitrat pada perairan alami hampir tidak pernah lebih dari 0,1 mg/l.

Kadar nitrat lebih dari 5 mg/l menggambarkan terjadinya pencemaran antropogenik

yang berasal dari aktifitas manusia dan tinja hewan. Kadar nitrat melebihi 0,2 mg/l

dapat mengakibatkan terjadinya eutrofikasi (pengayaan) perairan, yang selanjutnya

menstimulir pertumbuhan algae dan tumbuhan air secara pesat (blooming). Nitrat

dapat digunakan untuk mengelompokkan tingkat kesuburan perairan. Perairan

oligotrof memiliki kadar nitrat antara 0 – 1 mg/l, perairan mesotrof memiliki kadar

nitrat antara 1 – 5 mg/l, dan perairan eutrof memiliki kadar nitrat yang berkisar

antara >5 – 50 mg/l (Vollenweider, 1969 in Nontji, 1984).

IV.8.1.2.5. Ortofosfat (O-PO4)

Ortofosfat merupakan bentuk fosfor yang dapat dimanfaatkan secara

langsung oleh tumbuhan akuatik. Setelah masuk ke dalam tumbuhan, misalnya

fitoplankton, fosfat anorganik mengalami perubahan menjadi organofosfat. Fosfat

yang berikatan dengan ferri (Fe2(PO4)3) bersifat tidak larut dan mengendap di dasar

perairan. Pada saat terjadi kondisi anaerob, ion besi valensi tiga (ferri) ini

mengalami reduksi menjadi ion besi valensi dua (ferro) yang bersifat larut dan

melepaskan fosfat ke perairan (Brown, 1987 in Effendi, 2003). Keberadaan fosfor di

perairan alami biasanya relatif kecil, dengan kadar yang lebih sedikit daripada kadar

nitrogen; karena sumber fosfor lebih sedikit dibandingkan dengan sumber nitrogen

di perairan. Sumber alami fosfor di perairan adalah pelapukan batuan mineral.

Selain itu, fosfor juga berasal dari dekomposisi bahan organik. Sumber

antropogenik fosfor adalah limbah industri dan domestik, yakni fosfor yang berasal

dari deterjen. Limpasan dari daerah pertanian yang menggunakan pupuk juga

memberikan kontribusi yang cukup besar bagi keberadaan fosfor (Effendi, 2003).

Keberadaan fosfor secara berlebihan yang disertai dengan keberadaan nitrogen

dapat menstimulir ledakan pertumbuhan algae di perairan (algae bloom). Algae

yang melimpah ini dapat membentuk lapisan pada permukaan air, yang selanjutnya

dapat menghambat penetrasi oksigen dan cahaya matahari sehingga kurang

menguntungkan bagi ekosistem perairan (Boney, 1989 in Effendi, 2003).

Kandungan ortopospat di estuari Berau berkisar antara 0,0005 - 0,014

pada bulan Maret, bulan Mei 0,001 - 0,012, bulan Agustus berkisar antara 0,001 -

0,012 dan yan tertinggi terjadi pada bulan Oktober yaitu berkisar antara 0,006 -

0,259 (Gambar 36). Kisaran yang tertinggi ini terdapat di perairan Patumbuk yang

merupakan areal pertambakan. Vollenweider in Wetzel (1975) menyatakan bahwa

kandungan fosfor dalam air menggambarkan karakteristik kesuburan perairan.

Page 77: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - Balai Riset …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files/Penelitian...Hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan di perairan estuari Berau,

75

Berdasarkan kadar ortofosfat, perairan diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu: perairan

oligotrof yang memiliki kadar ortofosfat 0,003 – 0,001 mg/l, perairan mesotrof yang

memiliki kadar ortofosfat 0,011 – 0,003 mg/l, dan perairan eutrof yang memiliki

kadar ortofosfat 0,031 – 0,01 mg/l.

Gambar 36. Nilai kadar ortopospat (O-PO4) berdasarkan bulan

Berdasarkan hasil penelitian Triyanto et al., 2012, kondisi kualitas air

perairan mangrove di Kabupaten Berau dicirikan oleh pH berkisar antara 7,14 -

8,15, kadar oksigen terlarut antara 4,22 - 7,47 mg/L dan nilai BOD5 mencapai 1,04 -

7,32 mg/L, temperature berkisar antara 28,6 - 33,9°C, salinitas antara 10,41 - 27,3

ppt dan status kesuburan perairan berdasarkan nilai TP adalah 0,061 mg/L, TN

adalah 3,285 mg/L dengan nilai maksimum ammonium mencapai 0,200 mg/L.

Kandungan klorofil-a mencapai 6,774 mg/m3. Tipe substrat perairan ada dua

kategori yaitu substrat berpasir dan lumpur berliat, dengan kandungan C substrat

berkisar antara 0,11 - 4,26% dan N substrat berkisar antara 0,01 - 0,31%.

Page 78: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - Balai Riset …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files/Penelitian...Hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan di perairan estuari Berau,

76

V. Kesimpulan dan Saran

V.1. Kesimpulan

1. Biota hasil tangkapan dari empat kali pengambilan contoh (Februari, Mei, Agustus

dan Oktober) teridentifikasi sebanyak 111 spesies yang meliputi 51 famili

2. Perairan estuari Berau memiliki kualitas air yang cukup layak bagi kehidupan ikan

dan biota perairan lainnya. Perairan ini memiliki salinitas yang cukup tinggi dengan

kisaran 0 - 46‰ sehingga perairan ini merupakan sumber penangkapan udang

ekonomis penting. Disamping itu di perairan Berau berkembang budidaya tambak

3. Biodiversitas ikan cukup tinggi yaitu dengan ditemukannya 111 jenis ikan,

beberapa jenis diantaranya merupakan ikan ekonomis penting antara lain Ikan

Kerapu (Epinephelus coioides), Ikan Putih (Pomadasys kaakan) dan Ikan Kakap

(Lutjanus malabaricus). Keberadaan ikan-ikan ini di perairan estuari Berau adalah

untuk mencari makan

4. Dari pengamatan stok ikan dengan menggunakan akustik didapatkan dugaan

biomassa ikan di perairan estuari Berau sebanyak 1,3 ton per km2. Jeni-jenis ikan

yang teridentifikasi tersebut sebagian besar berupa anak-anak ikan yang belum

tumbuh besar/ dewasa. Hal ini dibuktikan dengan percobaan penangkapan

menggunakan alat tangkap pukat tarik dan data dari hasil tangkapan nelayan

sehingga dapat disimpulkan bahwa perairan estuari Berau merupakan habitat

anakan ikan dan udang yang induk-induknya merupakan ikan laut

5. Dari pengamatan plankton didapatkan kelimpahan plankton berkisar antara 12 –

123 individu/ liter dan jumlah ini selalu berbeda antara bulan Maret, Mei, Agustus

dan Oktober. Adanya perbedaan ini disebabkan adanya perubahan musim. Indeks

keanekaragaman plankton berkisar antara 0,83 – 2,29 dengan kategori rendah

hingga sedang

6. Kepadatan makrozoobentos berkisar antara 0 – 5000 individu per m2 dengan

kepadatan yang lebih tinggi ke arah laut. Hasil perhitungan Indeks

keanekaragaman makrozoobentos berkisar antara 0 – 2,9 dengan kategori rendah

sampai sedang

Page 79: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - Balai Riset …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files/Penelitian...Hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan di perairan estuari Berau,

77

V.2. Saran

Untuk lanjutan penelitian ini diperlukan penelitian biologi beberapa jenis ikan dan udang. Selain itu pengamatan menggunakan akustik terhadap biota perairan lainnya tetap dilanjutkan.

Page 80: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - Balai Riset …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files/Penelitian...Hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan di perairan estuari Berau,

78

DAFTAR PUSTAKA

Afriansyah, A., 2009. Konsentrasi Kadmium (Cd) dan Tembaga (Cu) dalam air, seston, kerang dan fraksinasinya dalam sedimen di Perairan Delta Berau, Kalimantan Timur. Skripsi. Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB. Bogor. 88 hal.

Aksornkoae S.1993. Ecology and management of mangroves. Bangkok. IUCN. 176 p. Arifin, Z., S.P. Situmorang & K. Booij, 2010. Geochemistry og heavy metals (Pb, Cr and

Cu) in sediment and benthic communities of Berau Delta, Indonesia. Coastal Marine Science 34 (1): 205-211.

Barnes, R.S.K. & R.N. Hughes, 1999. An Introduction to Marine Ecology. 3rd Edition.

Blackwell Science Ltd. London. Bengen, D.G., 2000. Teknik Pengambilan Contoh dan Analisis Data Biofisik Sumberdaya

Pesisir. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. 86 pp.

Bengen, D.G., 2001. Sinopsis: Ekosistem dan sumberdaya alam pesisir dan laut serta

prinsip pengelolaannya. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisisr dan Lautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 61 hlm.

Bengen, D.G., 2003. Pedoman Teknis Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove. PKSPL. IPB. Bogor.

Bengen, D.G., 2004. Pedoman teknis pengenalan dan pengelolaan ekosistem mangrove.

Pusat Kajian Sumberdaya Pesisisr dan Lautan, Institut Pertanian Bogor.Bogor.

BPS, 2010. Berita Resmi Statistik. No. 45/07/th XIII. 1 Juli 2010. Brower, J.E., J.H. Zar & C.N.V. Ende, 1990. Field and Laboratory Method for General

Ecology. 3rd Wim. C. Brown Co Publisher. Dubuque, Lowa. 237 p. Butet, N.A., 1997. Distribution of Quahog Larvae Along A North – South Transect in

Naragansett Bay [tesis]. University of Rhode Island. Kingston. Rhode Island.

Departemen Kelautan dan Perikanan. 2004. Pedoman Pengelolaan Ekosistem Mangrove.DepartemenKelautandanPerikanan(DKP).Jakarta.123 hlm.

Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kalimantan Timur, 2013. Kegiatan Penyusun

Rencana Zonasi Wilayah Pesisir & Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) Provinsi Kalimantan Timur. Bidang Kelautan dan Pulau-Pulau Kecil dan Pengawasan SDI.

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan

Perairan. Kanisius. Yogyakarta. 258 hal. Effendi, H., 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan

Perairan. Kanisius. Yogyakarta. 258 hal. Effendie, M.I., 1979. Metode Biologi Perikanan. Yayasan Dewi Sri. Bogor. 112 p.

Page 81: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - Balai Riset …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files/Penelitian...Hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan di perairan estuari Berau,

79

Effendie, M.I., 2002. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama. 163 pp. Gayanilo, F.C. & D. Pauly, 1997. FAO-ICLARM stock assessment tools. Reference

manual. FAO Computerized information series fisheries. Food and Agriculture Organization of The United Nations. Rome. 261 p.

Handayani, S. & Patria, M.P, 2005. Komunitas Zooplankton di Perairan Waduk Krenceng,

Cilegon, Banten. Makra sains Vol.9. No.2: 75-80.

Hannachi, M. S., L. B. Abdallah, & O. Marrakchi. 2004. Acoustic Identification of Small Pelagic Fish Species: Target Strength Analysis and School Descriptor Classification. MedSudMed Technical Documents No.5.

Herry, 1998. Struktur Populasi Anadara spp. Secara Spasial dan Hubungannya dengan

Gradien Lingkungan di Perairan Teluk Lada, Desa Mekarsari, Pandeglang, Jawa

Barat.

Hutabarat, S & S.M. Evans., 1983. Pengantar Oseanografi. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Jakarta.

James, P.S.B.R., 1984. Leiognathidae. In W. Fischer and G. Bianchi (eds.) FAO species

identification sheets for fishery purposes. Western Indian Ocean (Fishing Area 51). Vol. 2. FAO, Rome. pag. var.

Kailola, P.J., 1987. The fishes of Papua New Guinea: a revised and annotated checklist.

Vol.II Scorpaenidae to Callionymidae. Research Bulletin No.41, Research Section, Dept. of Fisheries and Marine Resources, Papua New Guinea.

Kennish, M.J., 1994. Practical Handbook of Marine Science, Second Edition. CRC. Press.

Inc. Boca Raton. Kompas, 2008. Kabupaten Berau. http//:www.kompas.com/kabupaten_berau.htm [25 Mei

2008]. Kompas. Com. 2003. 4.000 Hektar Hutan Mangrove Delta Berau Habis Dibabat.

http://www. kompas.com/kompas-cetak/0310/21/daerah/636741.htm (diunduh tanggal 28 Agustus 2011).

Krebs, C.J., 1972. Ecology the Experimental Analysis of Distribution and Abudance. New

York: Harper and Row Pubication. Krebs, C.J., 1989. Ecological Methodology. Harper Collins Publisher. Inc. New York. 654

p. Krebs, C.S., 1989. Ecology: The Experimental Analysis of Distribution and Abundance.

Harper and Row Publication. New York. 694 p. Kusmana C,S. Wilarso, I. Hilwan, P. Pamoengkas, C. Wibowo, T. Tiryana, A. Triswanto,

Yunasfi & Hamzah, 2003. Teknik Rehabilitasi Mangrove. Fakultas Kehutanan. IPB.

Page 82: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - Balai Riset …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files/Penelitian...Hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan di perairan estuari Berau,

80

Latuconsina, H., M.N. Nessa & R.A. Rappe, 2012. Komposisi Spesies dan Struktur Komunitas Ikan Padang Lamun di Perairan Tanjung Tiram – Teluk Ambon Dalam. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol.4. No.1, Juni 2012. Hal. 35-46.

MacLennan, D.N & Simmonds. 1992. Fisheries Acoustic. Chapman and Hall.London. 325

p. Magurran, A.E., 1988. Ecological Diversity and its measurements. Princeton University

Press. 179 pp. Nasir, N.A., 2000. The food and feeding relationships of the fish communities in the

inshore waters of Khor Al-Zubair, northwest Arabian Gulf. Cybium 24(1):89-99. Natsir, M., B. Sadhotomo, & Wudianto. 2005. Pendugaan biomassa ikan pelagis di

perairan Teluk Tomini dengan metode akustik bim terbagi. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. 11 (6): 101-107.

Nontji, A., 1984. Biomassa dan Produktivitas Fitoplankton di Perairan Teluk Jakarta Serta

Kaitannya dengan Faktor-Faktor Lingkungan [disertasi]. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Nontji, A., 1987. Laut Nusantara. Penerbit Djambatan. Jakarta. Nontji, A., 2005. Laut Nusantara. Edke-4. Djambatan. Jakarta. 356 hlm. Nybakken, J.W., 1986. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologi. Diterjemahkan oleh: M.

Eidman, Koesoebiono, D.G. Bengen, Malikusworo dan Sukristrijono. Cetakan Pertama. PT. Gramedia Jakarta.

Odum, E.P., 1971. Fundamentals of Ecology. Third Edition. W.B. Sounders Co.

Philadelphia and London. 574 p. Odum, E.P., 1993. Dasar-Dasar Ekologi. Edisi Ketiga. Diterjemahkan oleh T. Samingan.

Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 697 hal. Pauly, D., 1980. A Selection of sample Methods for The Stock Assesment of Tropical Fish

Stock. FAO. Fish. Circ. (729): 54 p. Pauly, D., 1984. Some Simple Methods for the Assessment of Tropical Fish Stock. FAO.

52 p. Prianto, E. & N.K. Suryati, 2010. Komposisi Jenis dan Potensi Sumber Daya Ikan di

Muara Sungai Musi. JPPI. Pusat Riset Perikanan Tangkap. Badan Riset Kelautan dan Perikanan. Vol.16 No.1. Jakarta. hal 1-81.

Prianto, E; Husnah, S. Nurdawaty dan A. Muaka. 2006. Komposisi Jenis dan Keragaman

Plankton di Perairan Umum Bersifat Asam Pulau Bangka. Seminar Nasional Forum Perairan Umum Indonesia III. Pusat Riset Perikanan Tangkap.

Rahardjo, M. F., 2006. Biologi Reproduksi Ikan Blama, Nibea Soldado (Lac.) (Famili

Sciaenidae) di Perairan Pantai Mayangan Jawa Barat. Jurnal Ichthyos, Vol.5, No.2, Juli 2006: 63-68 hal.

Page 83: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - Balai Riset …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files/Penelitian...Hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan di perairan estuari Berau,

81

Rahardjo, M.F. & P.H. Simanjuntak, 2005. Komposisi Makanan Ikan Tetet, Johnius

belangerii Cuvier (Pisces: Sciaenidae) di Perairan Pantai Mayangan, Jawa Barat. Jurnal Ilmu Kelautan. Juni 2005. Vol.10(2): 68-71.

Simanjuntak, P.H., Sulistiono, M.F. Rahardjo & A. Zahid, 2011. Iktiodiversitas di Perairan

Teluk Bintuni, Papua Barat. Jurnal Iktiologi Indonesia. 11(2): 107-126. Snedaker, S.C. & J.G. Snedaker, 1984. The mangrove ecosystem: research methods. Hal

91-114. The Chaucer press ltd. Bungay. United Kingdom. xv+251 p. Sparre, P. & S.C. Venema, 1999. Introduksi Pengkajian Stok Ikan Tropis. Buku 1; Manual.

FAO, Puslitbang Perikanan, Badan Litbang Pertanian Jakarta. 438 hal. Steel, R.G.D. & J.H. Torrie, 1989. Prinsip dan Prosedur Statistika suatu Pendekatan

Biometrik. Jakarta: Gramedia. 748 h. Sugiharto, E., Salmani & B.I. Gunawan, 2013. Studi tingkat kesejahteraan masyarakat

nelayan di Kampung Gurimbang Kecamatan Sambaliung Kabupaten Berau (Study on welfare level of fishing community at Gurimbang Village, Sambaliung Subdistrict of Berau). Jurnal Ilmu Perikanan Tropis Vol. 18 (2): 68-74.

Triyanto, N.I., Wijaya, I. Yuniarti, T. Widiyanto, F. Setiawan & F.S. Lestari, 2012. Habitat

Condition of Mud Crab (Scilla serrata) in Berau Mangrove Area, East Kalimantan. International Conference on Indonesian Inland Waters III. Balai Riset Perikanan Perairan Umum - KKP; 8 November 2012 (dalam penerbitan).

Udupa, K.S., 1986. Statistical methods of estimating the size at first maturity in fishes.

Fishbyte 4(2): 8-10. Walford, JT., & T.J. Lam. 1993. Development of Digestive tract and proteolitic enzyme

activity in seabass (Lates calcarifer) Larvae and juveniles. Aquaculture. Wetzel, R.G. 2001. Limnologi: Lake and river Ecosystem. Academic Press, Third edition.

Wibisono, M.S., 2005. Pengantar Ilmu Kelautan. Gramedia. Jakarta. 224 hal.

Wiryawan, B., M. Khazali, & M. Knight (eds.), 2005. Menuju Kawasan Konservasi Laut Berau, Kalimantan Timur: Status sumberdaya pesisir dan proses pengembangannya. Program Bersama Kelautan Berau TNC-WWF-Mitra Pesisir/ CRMP II USAID. Jakarta. 128 hal.

Page 84: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - Balai Riset …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files/Penelitian...Hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan di perairan estuari Berau,

1

Lampiran 1. Jenis-jenis hasil tangkapan

No. Famili Spesies Nama Lokal St.1 St.2 St.3 St.4 St.5 St.6 St.7 St.8 St.9 St.10 Total

(gram) (gram) (gram) (gram) (gram) (gram) (gram) (gram) (gram) (gram) (gram)

1 Ambassidae Ambassis vachellii Kaca

141,0

656,0

797,0

2 Anostomidae Anostomus anostomus Ikan Cerutu

35,0

313,0

348,0

3 Apogonidae Ostorhinchus kiensis

50,0

78,0

4,9

132,9

4 Ariidae Hexanematichthys sagor Dukang

534,0

123,0

1.004,0

301,0

10,0

194,0

78,0

2.244,0

5

Arius maculatus Dukang

473,0

637,0

1.110,0

6

Arius oetik Bleeker Utik

310,0

401,0

457,0

1.168,0

7

Arius venosus Dukang

101,9

10,0

307,0

418,9

8 Bagridae Hemibagrus nemurus Baung

14,0

14,0

9 Bothidae

Engyprosopon grandisquama Sebelah

9,0

333,0

342,0

10 Carangidae Alectis indica

24,0

13,8

37,8

11

Alepes djedaba

22,0

22,0

12

Atule mate Selar

30,5

11,6

7,0

1.472,0

1.521,1

13

Decapterus macrosoma

1.738,0

1.738,0

14

Megalaspis cordyla Kaca

48,5

38,0

96,0

12,4

136,0

194,0

565,0

1.089,9

15

Parastromateus niger Bawal hitam

55,0

55,0

16

Selaroides leptolepis

Selar ekor

kuning

77,0

77,0

Page 85: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - Balai Riset …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files/Penelitian...Hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan di perairan estuari Berau,

2

17

Ulua aurochs Bete sirip pjg

20,0

2,1

22,1

18

Ulua mentalis Cale-cale

590,0

4,0

62,0

656,0

19 Clupeidae Amblygaster sirm

232,0

232,0

20 Anodontostoma chacunda Lopa

1.409,0

3,0

855,0

547,0

921,0

53,0

3.788,0

21 Cynoglossidae Cynoglossus lingua Lidah panjang

296,0

165,0

62,0

99,0

622,0

22

Paraplagusia bilineata Tambal

132,0

132,0

23 Dasyatidae Himantura toshi Pari tutul

430,0

430,0

24 Drepaneidae Drepane longimana Bulan garis

4,6

338,0

40,0

382,6

25

Drepane punctata Bulan bintik

74,0

8,0

3,0

82,0

190,0

1,8

358,8

26 Dussumieriidae Dussumieria elopsoides Sarden

186,0

14,9

200,9

27 Engraulidae Coilia lindmani Bulu ayam

559,0

4.191,0

155,0

92,1

453,0

1.114,0

2.089,9

8.654,0

28

Stolephorus indicus Teri Indian

12,8

4,0

16,8

29

Thryssa hamiltonii Puput

61,0

61,0

30

Thryssa setirostris Bilis

3,0

14,0

17,0

31 Gerreidae Gerres filamentosus Bete muncung

60,0

366,0

1.847,0

496,0

328,0

11,0

399,0

3.507,0

32

Gerres oyena Mata besar

152,0

1.314,4

1.466,4

33 Pentaprion longimanus

76,0

76,0

34 Gobiidae Bathygobius cocosensis

20,0

20,0

Page 86: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - Balai Riset …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files/Penelitian...Hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan di perairan estuari Berau,

3

35

Eviota infulata

8,0

8,0

16,0

36 Haemulidae Pomadasys kaakan Kakap Putih

450,0

220,0

670,0

37 Lactariidae Lactarius lactarius Kapas-kapas

252,0

12,0

189,0

453,0

38 Leiognathidae Equulites moretoniensis Bete-bete

1.608,0

372,0

93,0

513,0

1,0

15,0

2.602,0

39

Equulites elongatus Bete panjang

134,0

134,0

40

Gazza minuta Bete bintik

2.958,1

48,0

5,0

486,0

6,9

3.504,0

41

Leiognathus equulus Petek

111,5

155,0

24,0

1.695,3

1.985,8

42

Leiognathus longispinis Bete bete

71,0

71,0

43

Photopectoralis bindus Bete list

kuning

5,0

15.654,0

10.038,0

846,0

26.543,0

44

Secutor ruconius Bete belang

66,6

363,9

4,0

56,0

416,0

9.622,0

444,0

10.972,5

45 Loliginidae Loligo pickfordi Cumi-cumi

15,5

63,0

57,0

34,4

28,0

21,0

12,3

231,2

46

Loliolus beka Cumi-cumi

15,0

15,0

47 Uroteuthis duvaucelii Cumi-cumi

19,0

19,0

48 Lutjanidae Lutjanus malabaricus Kakap

208,0

14,2

14.075,0

14.297,2

49 Mullidae Upeneus asymmetricus Kuniran

145,0

27,0

172,0

50 Upeneus sulphureus

9,0

60,0

69,0

51 Muraenesocidae Oxyconger leptognathus Belut laut

30,0

30,0

52

Nemipterus furcosus

796,7

796,7

Page 87: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - Balai Riset …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files/Penelitian...Hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan di perairan estuari Berau,

4

53

Nemipterus nematopus

893,0

893,0

54

Nemipterus nemurus Nangka

25,0

84,0

109,0

55 Palaemonidae Macrobrachium equidens Udang buku

101,0

20,0

18,3

25,7

6,4

171,3

56 Macrobrachium rosenbergii Udang Galah

173,4

173,4

57 Palinuridae Panulirus cygnus Lobster

64,9

64,9

58 Pangasiidae Pangasius nasutus Patin

76,0

76,0

59 Paralichthyidae Pseudorhombus arsius Sebelah

26,5

57,0

83,5

60 Penaeidae Fenneropenaeus indicus

215,1

40,0

255,1

61

Metapenaeus bennettae Udang ekor

hijau

18,0

18,0

62

Metapenaeus dobsoni Udang Kuning

102,0

54,9

156,9

63

Metapenaeus ensis Udang Brown

332,0

40,0

915,0

136,0

1,3

70,4

1.494,7

64

Metapenaeus lysianassa

123,0

2,1

125,7

15,0

12,0

40,9

2,1

64,2

385,0

65

Metapenaeus tenuipes Udang bintik

186,0

653,0

11,0

413,0

40,0

25,0

1.328,0

66

Parapenaeopsis sculptilis Udang loreng

4,0

692,0

1.940,0

662,7

1.847,0

899,0

1.006,6

7.051,3

67 Percophidae Bembrops platyrhynchus

67,0

67,0

68 Platycephalidae Rogadius asper

121,0

25,0

25,0

4,1

175,1

69 Plotosidae Paraplotosus albilabris Sembilang

16,0

16,0

70 Polynemidae Polydactylus plebeius

49,0

211,0

9,0

269,0

Page 88: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - Balai Riset …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files/Penelitian...Hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan di perairan estuari Berau,

5

71 Portunidae Charybdis affinis Kepiting

4,0

4,0

8,0

72

Charybdis annulata Kepiting

renang

65,0

227,0

292,0

73

Charybdis feriatus Kepiting

124,0

124,0

74

Portunus pelagicus Rajungan

3,0

49,7

52,7

75

Scylla serrata

Kepiting

Bakau

117,0

117,0

76 Pristigasteridae Ilisha striatula Mata galak

25,0

74,6

13,0

372,0

484,6

77

Opisthopterus tardoore

406,0

406,0

78 Pellona ditchela Tembang

116,0

116,0

146,0

25,9

150,0

553,9

79 Rhabdodemaniidae Rhabdodemania gracilis

7,0

7,0

80 Scatophagidae Scatophagus argus Kiper

76,8

2,0

78,8

81 Sciaenidae Johnius amblycephalus Gulama

13.751,6

493,0

6.026,0

2.603,0

22.873,6

82

Johnius belangerii Gulama keken

359,0

49,0

62,0

470,0

83

Johnius borneensis Little jewfis

12,0

12,0

24,0

84

Johnius coitor Gulama

980,0

3.038,3

143,8

1.122,0

2.315,0

522,0

3.439,3

11.560,4

85

Johnius macropterus Gulama

11.565,0

1.690,0

7.333,0

202,0

20.790,0

86

Otolithes ruber Gulama

69,0

1.039,0

1.108,0

87

Pennahia anea

150,0

150,0

300,0

88

Pennahia pawak

244,0

244,0

Page 89: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - Balai Riset …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files/Penelitian...Hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan di perairan estuari Berau,

6

89

Protonibea diacanthus

64,0

64,0

90 Scorpaenidae Pterois russelii

1,3

1,3

91 Sepiidae Sepia officinalis Sotong

11,0

11,0

92

Sepiella weberi Sotong

121,0

3.582,0

43,4

3.746,4

93 Serranidae Epinephelus coioides Kerapu

1.088,0

1.088,0

460,0

34,0

3.116,0

5.786,0

94 Siganidae Siganus canaliculatus

Bete grs

kuning

495,0

495,0

990,0

95 Sillaginidae Sillago sihama

36,0

36,0

96 Soleidae Dexillus muelleri Lidah

167,0

234,0

12,0

155,0

9,0

220,0

72,0

869,0

97 Solenoceridae Solenocera australiana Udang merah

21,0

21,0

98 Squillidae Cloridopsis scorpio Udang kipas

12,6

119,0

384,8

82,9

599,3

99 Stromateidae Pampus argenteus Bawal

18,0

18,0

100 Synodontidae Harpadon nehereus Lome

1,0

1,0

101

Saurida micropectoralis

283,0

283,0

536,0

1.102,0

102

Saurida undosquamis Benus

24,7

24,7

103 Synodontidae Synodus dermatogenys

17,2

17,2

104

Synodus indicus

Pemukul

bedug

397,1

41,0

58,0

496,1

105 Synodus sageneus

105,0

105,0

106 Terapontidae Terapon theraps

4,0

13,0

17,0

Page 90: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - Balai Riset …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files/Penelitian...Hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan di perairan estuari Berau,

7

107 Tetraodontidae Canthigaster solandri

Buntal list

biru

44,3

44,3

108

Tetraodon nigroviridis Buntal hijau

7,0

16,0

40,0

15,0

7,0

85,0

109 Torquigener hicksi Buntal

122,8

394,6

19,8

23,0

62,0

244,0

316,5

352,4

1.535,1

110 Triacanthidae Pseudotriacanthus strigilifer Tunjang langit

53,6

53,6

111 Trichiuridae Trichiurus lepturus Layur

3,0

2,0

35,0

64,0

32,0

48,0

184,0

111 Jumlah 17.368,3 25.941,2 15.150,1 3.214,0 17.934,0 23.427,4 31.990,0 5.710,5 11.022,3 24.451,2 176.209,0

Page 91: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - Balai Riset …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files/Penelitian...Hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan di perairan estuari Berau,

8

Page 92: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - Balai Riset …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files/Penelitian...Hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan di perairan estuari Berau,

1

Lampiran 2. Jenis-jenis hasil tangkapan, Trip 1 (Februari 2015)

No. Famili Spesies Nama Lokal St.1 St.2 St.3 St.4 St.5 St.6 St.7 St.8 St.9 St.10 Total

(gram) (gram) (gram) (gram) (gram) (gram) (gram) (gram) (gram) (gram) (gram)

1 Ariidae Hexanematichthys sagor (Hamilton, 1822) Dukang

1,0

42,0

272,0

10,0

325,0

2 Bothidae Engyprosopon grandisquama (Temminck & Schlegel, 1846) Sebelah

106,0

106,0

3 Carangidae Alectis indica (Rüppell, 1830)

12,0

12,0

4 Alepes djedaba (Forsskål, 1775)

11,0

11,0

5 Atule mate (Cuvier, 1833) Selar

7,0

7,0

6 Decapterus macrosoma (Bleeker, 1851)

869,0

869,0

7 Megalaspis cordyla (Linnaeus, 1758) Kaca

22,0

31,0

48,0

0,4

56,0

97,0

254,4

8 Parastromateus niger (Bloch, 1795) Bawal hitam

55,0

55,0

9 Ulua aurochs (Ogilby, 1915)

Bete sirip

panjang

4,0

2,0

6,0

10 Ulua mentalis (Cuvier, 1833) Cale-cale

295,0

62,0

357,0

11 Clupeidae Amblygaster sirm (Walbaum, 1792)

116,0

116,0

12 Anodontostoma chacunda (Hamilton, 1822)

257,0

257,0

13 Cynoglossidae Cynoglossus lingua (Hamilton, 1822) Lidah panjang

296,0

165,0

461,0

14 Drepaneidae Drepane longimana (Bloch & Schneider, 1801) Bulan garis

169,0

20,0

189,0

15 Drepane punctata (Linnaeus, 1758) Bulan

2,0

8,0

190,0

200,0

16 Engraulidae Coilia lindmani (Bleeker, 1857) Bulu ayam

5,0

3.741,0

86,0

86,0

3.918,0

Page 93: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - Balai Riset …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files/Penelitian...Hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan di perairan estuari Berau,

2

17 Thryssa setirostris (Broussonet, 1782) Bilis

3,0

3,0

18 Gerreidae Gerres filamentosus (Cuvier, 1829)

8,0

164,0

172,0

19 Gerres oyena (Forsskål, 1775) Mata besar

76,0

76,0

20 Pentaprion longimanus (Cantor, 1849)

34,0

34,0

21 Gobiidae Bathygobius cocosensis (Bleeker, 1854)

10,0

10,0

22 Lactariidae Lactarius lactarius (Bloch & Schneider, 1801) Kapas-kapas

126,0

126,0

23 Leiognathidae Equulites elongatus (Günther, 1874) Bete panjang

67,0

67,0

24 Equulites moretoniensis (Ogilby, 1912) Bete-bete

629,0

186,0

815,0

25 Gazza minuta (Bloch, 1795) Bete bintik

48,0

48,0

26 Photopectoralis bindus (Valenciennes, 1835) Bete list kuning

5,0

7.827,0

4.639,0

12.471,0

27 Secutor ruconius (Hamilton, 1822) Bete belang

4,0

28,0

208,0

4.811,0

222,0

5.273,0

28 Loliginidae Loligo pickfordi (Adam, 1954) Cumi-cumi

13,0

12,0

14,0

39,0

29 Lutjanidae Lutjanus malabaricus (Bloch & Schneider, 1801) Kakap

3.339,0

3.339,0

30 Nemipteridae Nemipterus nematopus (Bleeker, 1851)

212,0

212,0

31 Palaemonidae Macrobrachium equidens (Dana, 1852) Udang buku

14,7

14,7

32 Penaeidae Metapenaeus dobsoni (Miers, 1878) Udang Kuning

102,0

39,0

141,0

33 Metapenaeus ensis (De Haan, 1844) Udang Brown

332,0

18,0

42,0

392,0

34 Metapenaeus lysianassa (De Man, 1888)

6,0

3,0

9,0

Page 94: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - Balai Riset …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files/Penelitian...Hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan di perairan estuari Berau,

3

35 Metapenaeus tenuipes (Kubo, 1949)

117,0

625,0

742,0

36 Parapenaeopsis sculptilis (Heller, 1862) Udang loreng

4,0

304,0

695,0

227,0

374,5

331,0

1.935,5

37 Percophidae Bembrops platyrhynchus (Alcock, 1894)

67,0

67,0

38 Polynemidae Polydactylus plebeius (Broussonet, 1782)

12,0

45,0

57,0

39 Portunidae Charybdis annulata (Fabricius, 1798) Kepiting renang

65,0

65,0

40 Charybdis affinis (Dana, 1852) Kepiting

4,0

4,0

41 Portunus pelagicus (Linnaeus, 1758) Kepiting Totol

3,0

3,0

42 Scylla serrata (Forsskål, 1775) Kepiting Bakau

117,0

117,0

43 Pristigasteridae Ilisha striatula (Wongratana, 1983) Mata galak

27,0

186,0

213,0

44 Opisthopterus tardoore (Cuvier, 1829)

406,0

406,0

45 Pellona ditchela (Valenciennes, 1847) Tembang

116,0

116,0

46 Sciaenidae Johnius borneensis (Bleeker, 1851) Little jewfis

12,0

12,0

47 Johnius macropterus (Bleeker, 1853) Gulama

65,0

1.690,0

5.000,0

202,0

6.957,0

48 Johnius coitor (Hamilton, 1822) Gulama

881,0

748,0

276,0

1.905,0

49 Pennahia anea (Bloch, 1793)

150,0

150,0

50 Pennahia pawak (Lin, 1940)

122,0

122,0

51 Protonibea diacanthus (Lacepède, 1802)

32,0

32,0

52 Sepiidae Sepiella weberi (Adam, 1939) Cumi-cumi

besar

1.085,0

1.085,0

Page 95: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - Balai Riset …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files/Penelitian...Hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan di perairan estuari Berau,

4

53 Serranidae Epinephelus coioides (Hamilton, 1822) Kerapu

1.088,0

230,0

1.558,0

2.876,0

54 Siganidae Siganus canaliculatus (Park, 1797)

Bete garis

kuning

495,0

495,0

55 Soleidae Dexillus muelleri (Steindachner, 1879) Lidah

167,0

173,0

17,0

357,0

56 Squillidae Cloridopsis scorpio (Latreile, 1828) Udang kipas

24,0

8,0

32,0

57 Stromateidae Pampus argenteus (Euphrasen, 1788) Bawal

9,0

9,0

58 Synodontidae Harpadon nehereus (Hamilton, 1822) Lome

1,0

1,0

59 Saurida micropectoralis (Shindo & Yamada, 1972)

283,0

268,0

551,0

60 Synodus indicus (Day, 1873) Pemukul bedug

29,0

29,0

61 Synodus sageneus (Waite, 1905)

105,0

105,0

62 Tetraodontidae Torquigener hicksi (Hardy, 1983) Buntal

13,0

2,0

23,0

31,0

122,0

153,0

2,0

346,0

63 Trichiuridae Trichiurus lepturus (Linnaeus, 1758) Layur

3,0

2,0

5,0

63 Jumlah 180,0 7.689,0 7.969,0 1.925,7 1.354,5 11.486,4 10.894,0 1.380,0 1.109,0 5.192,0 49.179,6

Page 96: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - Balai Riset …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files/Penelitian...Hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan di perairan estuari Berau,

5

Page 97: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - Balai Riset …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files/Penelitian...Hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan di perairan estuari Berau,

1

Lampiran 3. Jenis-jenis hasil tangkapan Trip 2 (Mei 2015)

No. Famili No. Spesies Nama Lokal St.1 St.2 St.3 St.4 St.5 St.6 St.7 St.8 St.9 St.10 Total

(gram) (gram) (gram) (gram) (gram) (gram) (gram) (gram) (gram) (gram) (gram)

1 Anostomidae 1 Anostomus anostomus Ikan Cerutu

35,0

313,0

348,0

2 Ariidae 2 Hexanematichthys sagor Dukang

533,0

81,0

502,0

194,0

78,0

1.388,0

3 Bagridae 3 Hemibagrus nemurus Baung

14,0

14,0

4 Carangidae 4 Megalaspis cordyla Kaca

3,0

7,0

24,0

34,0

5 Selaroides leptolepis Selar ekor

kuning

77,0

77,0

6 Ulua aurochs

Bete sirip

panjang

16,0

16,0

5 Clupeidae 7 Anodontostoma chacunda Lopa

1.409,0

3,0

855,0

33,0

921,0

53,0

3.274,0

6 Cynoglossidae 8 Cynoglossus lingua Lidah panjang

62,0

62,0

7 Dasyatidae 9 Himantura toshi Pari tutul

430,0

430,0

8 Drepaneidae 10 Drepane punctata Bulan

82,0

82,0

9 Engraulidae 11 Coilia lindmani Bulu ayam

41,0

450,0

61,0

435,0

987,0

12 Thryssa hamiltonii Puput

61,0

61,0

13 Thryssa setirostris Bilis

14,0

14,0

10 Gerreidae 14 Gerres filamentosus Bete muncung

60,0

358,0

1.847,0

496,0

11,0

399,0

3.171,0

15 Pentaprion longimanus

8,0

8,0

11 Haemulidae 16 Pomadasys kaakan Kakap Putih

Page 98: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - Balai Riset …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files/Penelitian...Hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan di perairan estuari Berau,

2

Totol 450,0 450,0

12 Lactariidae 17 Lactarius lactarius Kapas-kapas

189,0

189,0

13 Leiognathidae 18 Equulites moretoniensis Bete-bete

979,0

93,0

496,0

11,0

15,0

1.594,0

19 Gazza minuta Bete bintik

335,0

335,0

20 Leiognathus longispinis Bete bete

71,0

71,0

14 Loliginidae 21 Loligo pickfordi Cumi-cumi

63,0

33,0

96,0

22 Loliolus beka Cumi-cumi

15,0

15,0

23 Uroteuthis duvaucelii Cumi-cumi

19,0

19,0

15 Mullidae 24 Upeneus asymmetricus Kuniran

145,0

27,0

172,0

16 Muraenesocidae 25 Oxyconger leptognathus Belut laut

30,0

30,0

17 Nemipteridae 26 Nemipterus nemurus Nangka

25,0

84,0

109,0

18 Palaemonidae 27 Macrobrachium equidens Udang buku

18,0

20,0

38,0

19 Pangasiidae 28 Pangasius nasutus Patin

76,0

76,0

20 Penaeidae 29 Metapenaeus ensis Udang Brown

3,0

831,0

136,0

19,0

989,0

30 Metapenaeus tenuipes Udang bintik

69,0

28,0

11,0

413,0

40,0

25,0

586,0

31 Metapenaeus bennettae

Udang ekor

hijau

18,0

18,0

32 Parapenaeopsis sculptilis Udang loreng

218,0

342,0

303,0

820,0

563,0

98,0

2.344,0

21 Portunidae 33 Charybdis annulata Kepiting renang

227,0

227,0

Page 99: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - Balai Riset …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files/Penelitian...Hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan di perairan estuari Berau,

3

34 Charybdis feriatus Kepiting

124,0

124,0

22 Rhabdodemaniidae 35 Rhabdodemania gracilis

7,0

7,0

23 Scatophagidae 36 Scatophagus argus Kiper

2,0

2,0

24 Sciaenidae 37 Johnius amblycephalus Gulama

13.616,0

493,0

6.026,0

2.403,0

22.538,0

38 Johnius belangerii Gulama keken

359,0

49,0

62,0

470,0

39 Johnius macropterus Gulama

11.500,0

2.333,0

13.833,0

40 Otolithes ruber Gulama

69,0

1.039,0

1.108,0

25 Sepiidae 41 Sepia officinalis Sotong

11,0

11,0

26 Serranidae 42 Epinephelus coioides Kerapu

34,0

34,0

27 Soleidae 43 Dexillus muelleri Lidah

61,0

9,0

70,0

28 Solenoceridae 44 Solenocera australiana Udang merah

21,0

21,0

29 Squillidae 45 Cloridopsis scorpio Udang kipas

71,0

91,0

162,0

30 Tetraodontidae 46 Torquigener hicksi Buntal

352,0

352,0

47 Tetraodon nigroviridis Buntal hijau

14,0

9,0

15,0

7,0

45,0

31 Trichiuridae 48 Trichiurus lepturus Layur

64,0

48,0

112,0

31 Jumlah 48 12.092,0 15.354,0 6.080,0 943,0 10.650,0 2.587,0 6.224,0 471,0 939,0 525,0 55.865,0

Page 100: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - Balai Riset …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files/Penelitian...Hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan di perairan estuari Berau,

4

Page 101: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - Balai Riset …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files/Penelitian...Hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan di perairan estuari Berau,

1

Lampiran 4. Jenis-jenis hasil tangkapan Trip 3 (Agustus 2015)

No. Famili Spesies Nama Lokal St.1 St.2 St.3 St.4 St.5 St.6 St.7 St.8 St.9 St.10 Total

(gram) (gram) (gram) (gram) (gram) (gram) (gram) (gram) (gram) (gram) (gram)

1 Ariidae Arius venosus (Valenciennes, 1840) Dukang

67,9

10,0

77,9

2 Bothidae

Engyprosopon grandisquama (Temminck & Schlegel,

1846) Sebelah

106,0

106,0

3 Carangidae Alectis indica (Rüppell, 1830)

12,0

12,0

4 Alepes djedaba (Forsskål, 1775)

11,0

11,0

5

Decapterus macrosoma (Bleeker, 1851)

869,0

869,0

6

Megalaspis cordyla (Linnaeus, 1758) Kaca

48,0

12,0

56,0

97,0

565,0

778,0

7

Ulua aurochs (Ogilby, 1915)

Bete sirip

panjang

0,1

0,1

8 Ulua mentalis (Cuvier, 1833) Cale-cale

295,0

4,0

299,0

9 Clupeidae Amblygaster sirm (Walbaum, 1792)

116,0

116,0

10

Anodontostoma chacunda (Hamilton, 1822)

257,0

257,0

11 Drepaneidae Drepane longimana (Bloch & Schneider, 1801) Bulan garis

169,0

20,0

189,0

12 Drepane punctata (Linnaeus, 1758) Bulan bintik

72,0

190,0

262,0

13 Engraulidae Coilia lindmani (Bleeker, 1857) Bulu ayam

485,0

485,0

14

Stolephorus indicus (van Hasselt, 1823) Teri Indian

5,0

5,0

15 Gerreidae Gerres filamentosus (Cuvier, 1829)

164,0

164,0

16

Gerres oyena (Forsskål, 1775) Mata besar

76,0

761,0

837,0

Page 102: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - Balai Riset …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files/Penelitian...Hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan di perairan estuari Berau,

2

17 Pentaprion longimanus (Cantor, 1849)

34,0

34,0

18 Gobiidae Bathygobius cocosensis (Bleeker, 1854)

10,0

10,0

19 Lactariidae Lactarius lactarius (Bloch & Schneider, 1801) Kapas-kapas

126,0

126,0

20 Leiognathidae Equulites elongatus (Günther, 1874) Bete panjang

67,0

67,0

21

Equulites moretoniensis (Ogilby, 1912) Bete-bete

186,0

186,0

22

Photopectoralis bindus (Valenciennes, 1835)

Bete list

kuning

7.827,0

4.639,0

12.466,0

23

Secutor ruconius (Hamilton, 1822) Bete belang

66,6

363,9

28,0

208,0

4.811,0

222,0

5.699,5

24 Loliginidae Loligo pickfordi (Adam, 1954) Cumi-cumi

12,0

14,0

26,0

25 Lutjanidae Lutjanus malabaricus (Bloch & Schneider, 1801) Kakap

10.736,0

10.736,0

26 Nemipteridae Nemipterus nematopus (Bleeker, 1851)

681,0

681,0

27 Penaeidae Metapenaeus ensis (De Haan, 1844) Udang Brown

42,0

42,0

28

Metapenaeus lysianassa (De Man, 1888)

52,0

112,6

6,0

3,0

173,6

29

Parapenaeopsis sculptilis (Heller, 1862) Udang loreng

156,0

877,0

71,4

374,5

331,0

1.809,9

30 Polynemidae Polydactylus plebeius (Broussonet, 1782)

12,0

45,0

57,0

31 Portunidae Charybdis affinis (Dana, 1852) Kepiting

4,0

4,0

32 Pristigasteridae Ilisha striatula (Wongratana, 1983) Mata galak

186,0

186,0

33 Pellona ditchela (Valenciennes, 1847) Tembang

116,0

116,0

34 Sciaenidae Johnius borneensis (Bleeker, 1851) Little jewfis

12,0

12,0

Page 103: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - Balai Riset …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files/Penelitian...Hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan di perairan estuari Berau,

3

35

Johnius coitor (Hamilton, 1822) Gulama

938,0

697,3

276,0

1.911,3

36

Pennahia anea (Bloch, 1793)

150,0

150,0

37

Pennahia pawak (Lin, 1940)

122,0

122,0

38

Protonibea diacanthus (Lacepède, 1802)

32,0

32,0

39 Sepiidae Sepiella weberi (Adam, 1939)

Cumi-cumi

besar

1.085,0

1.085,0

40 Serranidae Epinephelus coioides (Hamilton, 1822) Kerapu

1.088,0

230,0

1.558,0

2.876,0

41 Siganidae Siganus canaliculatus (Park, 1797)

Bete garis

kuning

495,0

495,0

42 Soleidae Dexillus muelleri (Steindachner, 1879) Lidah

55,0

55,0

43 Squillidae Cloridopsis scorpio (Latreile, 1828) Udang kipas

24,0

8,0

32,0

44 Stromateidae Pampus argenteus (Euphrasen, 1788) Bawal

9,0

9,0

45 Synodontidae Saurida micropectoralis (Shindo & Yamada, 1972)

283,0

268,0

551,0

46 Synodus indicus (Day, 1873) Pemukul

bedug

29,0

29,0

47 Tetraodontidae Torquigener hicksi (Hardy, 1983) Buntal

31,0

122,0

153,0

2,0

308,0

47 Jumlah 1.609,5 1.289,2 989,6 71,4 3.498,5 9.354,0 10.903,0 1.373,0 1.109,0 14.358,1 44.555,2

Page 104: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - Balai Riset …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files/Penelitian...Hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan di perairan estuari Berau,

4

Page 105: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - Balai Riset …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files/Penelitian...Hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan di perairan estuari Berau,

1

Lampiran 5. Jenis-jenis hasil tangkapan Trip 4 (Oktober 2015)

No. Famili Spesies Nama Lokal St.1 St.2 St.3 St.4 St.5 St.6 St.7 St.8 St.9 St.10 Total

(gram) (gram) (gram) (gram) (gram) (gram) (gram) (gram) (gram) (gram) (gram)

1 Ambassidae Ambassis vachellii Richardson, 1846 Kaca

141,0

656,0

797,0

2 Apogonidae Ostorhinchus kiensis (Jordan & Snyder, 1901)

50,0

78,0

4,9

132,9

3 Ariidae Hexanematichthys sagor (Hamilton, 1822) Dukang

29,0

29,0

4

Arius maculatus (Thunberg, 1792) Dukang

473,0

637,0

1.110,0

5

Arius oetik Bleeker, 1846 Utik

310,0

401,0

457,0

1.168,0

6

Arius venosus (Valenciennes, 1840) Dukang

34,0

307,0

341,0

7 Bothidae Engyprosopon grandisquama (Temminck & Schlegel, 1846) Sebelah

9,0

121,0

130,0

8 Carangidae Alectis indica (Rüppell, 1830)

13,8

13,8

9

Atule mate (Cuvier, 1833) Selar

23,5

11,6

7,0

1.472,0

1.514,1

10

Megalaspis cordyla (Linnaeus, 1758) Kaca

23,5

23,5

11 Cynoglossidae Cynoglossus lingua (Hamilton, 1822) Lidah panjang

99,0

99,0

12 Paraplagusia bilineata (Bloch, 1787) Tambal

132,0

132,0

13 Drepaneidae Drepane longimana (Bloch & Schneider, 1801) Bulan garis

4,6

4,6

14

Drepane punctata (Linnaeus, 1758) Bulan bintik

3,0

1,8

4,8

15 Dussumieriidae Dussumieria elopsoides Bleeker, 1849 Sarden

186,0

14,9

200,9

16 Engraulidae Coilia lindmani (Bleeker, 1857) Bulu ayam

28,0

8,0

6,1

18,0

1.114,0

2.089,9

3.264,0

Page 106: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - Balai Riset …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files/Penelitian...Hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan di perairan estuari Berau,

2

17

Stolephorus indicus (van Hasselt, 1823) Teri Indian

7,8

4,0

11,8

18 Gerreidae Gerres oyena (Forsskål, 1775) Mata besar

553,4

553,4

19 Gobiidae Eviota infulata (Smith, 1957)

8,0

8,0

16,0

20 Haemulidae Pomadasys kaakan (Cuvier, 1830)

Kakap Putih

Totol

220,0

220,0

21 Lactariidae Lactarius lactarius (Bloch & Schneider, 1801) Kapas-kapas

12,0

12,0

22 Leiognathidae Equulites moretoniensis (Ogilby, 1912) Bete-bete

17,0

17,0

23

Gazza minuta (Bloch, 1795) Bete bintik

2.958,1

5,0

151,0

6,9

3.121,0

24

Leiognathus equulus (Forsskål, 1775) Petek

111,5

155,0

24,0

1.695,3

1.985,8

25

Photopectoralis bindus (Valenciennes, 1835) Bete list kuning

760,0

846,0

1.606,0

26 Loliginidae Loligo pickfordi (Adam, 1954) Cumi-cumi

2,5

34,4

21,0

12,3

70,3

27 Lutjanidae Lutjanus malabaricus (Bloch & Schneider, 1801) Kakap

208,0

14,2

222,2

28 Mullidae Upeneus sulphureus Cuvier, 1829

9,0

60,0

69,0

29 Nemipteridae Nemipterus furcosus (Valenciennes, 1830)

796,7

796,7

30 Palaemonidae Macrobrachium equidens (Dana, 1852) Udang buku

83,0

18,3

11,0

6,4

118,6

31

Macrobrachium rosenbergii (De Man, 1879) Udang Galah

173,4

173,4

32 Palinuridae Panulirus cygnus George, 1962 Lobster

64,9

64,9

33 Paralichthyidae Pseudorhombus arsius (Hamilton, 1822) Sebelah

26,5

57,0

83,5

34 Penaeidae Fenneropenaeus indicus (Milne-Edwards, 1837)

215,1

40,0

255,1

Page 107: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - Balai Riset …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files/Penelitian...Hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan di perairan estuari Berau,

3

35

Metapenaeus dobsoni (Miers, 1878) Udang Kuning

15,9

15,9

36

Metapenaeus ensis (De Haan, 1844) Udang Brown

19,0

1,3

51,4

71,7

37

Metapenaeus lysianassa (De Man, 1888)

71,0

2,1

13,1

15,0

34,9

2,1

64,2

202,4

38

Parapenaeopsis sculptilis (Heller, 1862) Udang loreng

14,0

26,4

61,4

278,0

336,0

246,6

962,2

39 Platycephalidae Rogadius asper (Cuvier, 1829)

121,0

25,0

25,0

4,1

175,1

40 Plotosidae Paraplotosus albilabris (Valenciennes, 1840) Sembilang

16,0

16,0

41 Polynemidae Polydactylus plebeius (Broussonet, 1782)

25,0

121,0

9,0

155,0

42 Portunidae Portunus pelagicus (Linnaeus, 1758) Rajungan

49,7

49,7

43

Scylla serrata (Forsskål, 1775) Kepiting Bakau

1,8

50,0

19,3

202,0

273,1

44 Pristigasteridae Ilisha striatula (Wongratana, 1983) Mata galak

25,0

47,6

13,0

85,6

45

Pellona ditchela (Valenciennes, 1847) Tembang

146,0

25,9

150,0

321,9

46 Scatophagidae Scatophagus argus (Linnaeus, 1766) Kiper

76,8

76,8

47 Sciaenidae Johnius amblycephalus (Bleeker, 1855) Gulama

135,6

200,0

335,6

48

Johnius coitor (Hamilton, 1822) Gulama

42,0

1.460,0

143,8

374,0

1.763,0

522,0

3.439,3

7.744,1

49 Scorpaenidae Pterois russelii Bennett, 1831

1,3

1,3

50 Sepiidae Sepiella weberi (Adam, 1939)

Cumi-cumi

besar

121,0

327,0

43,4

491,4

51 Sillaginidae Sillago sihama (Forsskål, 1775)

36,0

36,0

52 Soleidae Dexillus muelleri (Steindachner, 1879) Lidah

12,0

155,0

220,0

387,0

Page 108: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - Balai Riset …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files/Penelitian...Hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan di perairan estuari Berau,

4

53 Squillidae Cloridopsis scorpio (Latreile, 1828) Udang kipas

12,6

277,8

82,9

373,3

54 Synodontidae Synodus dermatogenys Fowler, 1912

17,2

17,2

55

Saurida undosquamis (Richardson, 1848) Benus

24,7

24,7

56

Synodus indicus (Day, 1873) Pemukul bedug

397,1

41,0

438,1

57 Terapontidae Terapon theraps Cuvier, 1829

4,0

13,0

17,0

58 Tetraodontidae Canthigaster solandri (Richardson, 1845) Buntal list biru

44,3

44,3

59

Torquigener hicksi (Hardy, 1983) Buntal

122,8

29,6

17,8

10,5

348,4

529,0

60

Tetraodon nigroviridis (Marion de Procé, 1822) Buntal bintik

7,0

2,0

31,0

40,0

61 Triacanthidae Pseudotriacanthus strigilifer (Cantor, 1849) Tunjang langit

53,6

53,6

62 Trichiuridae Trichiurus lepturus (Linnaeus, 1758) Layur

35,0

32,0

67,0

62 Jumlah 4.597,5 1.781,9 1.270,1 574,9 2.760,9 - 4.365,0 2.109,5 8.600,2 4.376,0 30.436,1

Page 109: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - Balai Riset …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files/Penelitian...Hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan di perairan estuari Berau,

5

Lampiran 6. Biomassa ikan di estuari Berau

Nilai TS (dB) -51 -50 -49 -48 -47 -46 -45 -44 -43 -42 -41 -40 -39 -38 Total

Panjang (cm) 14,1 15,8 17,7 19,9 22,3 25,0 28,1 31,5 35,4 39,7 44,5 49,9 56,0 62,9

Bobot (gram) 31,2 45,7 66,9 97,9 143,4 209,9 307,3 450,0 658,9 964,8 1412,6 2068,4 3028,5 4434,3

Komposisi individu (%)

1 1 2 1 8 10 17 22 12 11 8 6 1 1 100,0

Biomassa (Kg) 279 394 1111 784 8.859 15.634 39.727 71.662 57.182 74.515 70.130 74.253 17.471 24.664 456.665,9

Biomassa (Ton) 0,3 0,4 1,1 0,8 8,9 15,6 39,7 71,7 57,2 74,5 70,1 74,3 17,5 24,7 456,7

Kepadatan stok (ton/ km

2)

0,00 0,00 0,00 0,00 0,02 0,04 0,11 0,20 0,16 0,21 0,20 0,21 0,05 0,07 1,3

Page 110: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - Balai Riset …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files/Penelitian...Hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan di perairan estuari Berau,

1

Lampiran 7. Hasil pengamatan fitoplankton Trip 1 (Februari 2015)

NO JENIS PLANKTON KELAS No GENUS

STASIUN PENGAMATAN Trip I

KODE SAMPEL 07

STASIUN PENGAMATAN Phytoplankton

St.1 St.2 St.3 St.4 St.5 St.6 St.7 St.8 St.9 St.10

1 PHYTOPLANKTON Bacillariophyceae 1 Diatoma * 3 4 14 8 0 7 6 12 13 6

2 2 Cyclotella * 22 12 17 27 6 12 28 13 33 39

3 3 Synedra * 4 23 4 8 15 61 10 51 9 37

4 4 Stephanodiscus * 0 14 46 0 0 11 0 6 27 0

5 5 Chaetoceras* 0 54 0 21 0 14 12 58 29 21

6 6 Asterionella* 0 55 0 0 0 32 4 12 22 8

7 7 Coscinodiscus* 6 28 43 13 25 4 2 5 0 3

8 8 Biddulphia * 0 0 0 9 13 13 4 9 8 0

9 9 Cymbella* 0 8 0 1 0 0 0 0 0 0

10 10 Melosira* 8 32 16 0 10 0 5 0 0 11

11 11 Actinella* 0 24 0 0 0 0 0 0 0 0

12 12 Lauderia* 0 0 0 0 0 0 0 18 0 0

13 13 Eunotia venesis* 0 0 2 0 0 0 0 0 0 0

14 14 Surirela* 0 0 0 0 0 0 0 0 0 4

15 Chlorophyceae 1 Ulotrix * 0 54 0 0 84 0 0 15 235 75

16 2 Closterium * 3 75 7 4 2 3 0 7 9 7

17 3 Mougeotia * 9 0 0 20 14 0 3 0 4 12

18 4 Tetraedron* 0 2 8 0 0 0 0 0 0 0

19 5 Anabaena* 0 0 0 0 0 70 0 0 0 0

20 6 Treubaria setigerum* 0 13 0 0 0 0 0 0 0 0

21 7 Schroederia ancora* 0 0 3 0 0 0 0 0 0 0

22 8 Chodatella* 0 0 0 6 0 4 3 3 0 0

23 9 Pleodorena* 0 0 0 0 30 0 0 0 0 0

24 10 Xanthidium* 0 0 0 0 0 8 0 0 0 0

25 11 Scnedesmus* 7 0 0 0 0 0 0 0 0 0

26 12 Spondylosium* 0 0 0 0 0 0 0 0 0 33

27 Cyanophiceae 1 Sphaerocystis* 0 0 9 0 0 0 0 0 0 0

28 2 Selenastrum* 8 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Page 111: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - Balai Riset …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files/Penelitian...Hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan di perairan estuari Berau,

1

Lampiran 8. Hasil pengamatan fitoplankton pada Mei 2015

Klas Jumlah Genus

STASIUN PENGAMATAN Phytoplankton

st.1 st.2 st.3 st.4 st.5 st.6 st.7 st.8 st.9 st.10

Bacillariophyceae 1 Diatoma * 6 17 14 11 3 0 4 0 6 6

2 Cyclotella * 12 54 18 52 0 24 5 23 34 21

3 Synedra * 3 23 16 15 7 4 8 13 9 8

4 Stephanodiscus * 28 40 22 28 4 6 0 0 14 7

5 Chaetoceras* 0 9 0 36 106 21 9 36 35 59

6 Asterionella* 0 26 0 38 4 23 12 33 4 19

7 Coscinodiscus* 7 12 0 0 9 8 4 0 0 3

8 Biddulphia * 0 3 0 22 23 11 16 28 0 8

9 Cymbella* 0 0 0 0 0 0 0 0 3 0

10 Melosira* 0 52 0 6 98 36 48 19 0 53

11 Surirela* 0 0 3 3 0 0 0 0 0 0

12 Navicula* 7 0 10 13 0 0 0 0 7 0

13 Gyrosigma * 0 103 0 8 8 6 3 44 59 45

14 Rhizosolenia * 0 0 0 8 8 53 5 23 0 5

15 Bacteriastrum* 0 0 0 17 25 0 7 24 0 20

16 Hemialus* 0 0 0 0 15 0 0 0 0 0

17 Nitzschia* 0 0 0 0 0 3 13 0 0 0

18 Ditylum* 0 0 0 0 0 13 0 0 3 0

19 Tabellaria* 0 0 0 0 0 0 0 0 4 0

Chlorophyceae 1 Ulotrix * 0 0 0 110 20 0 0 0 17 45

2 Closterium * 0 0 7 0 0 0 0 8 0 0

3 Mougeotia * 0 0 13 4 0 0 17 10 0 69

4 Tetraedron* 0 8 0 0 0 0 0 0 0 0

5 Xanthidium* 0 4 0 0 0 0 0 0 0 0

6 Cosmarium* 4 38 0 0 0 0 0 0 0 0

67 389 103 371 330 208 151 261 195 368

Page 112: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - Balai Riset …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files/Penelitian...Hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan di perairan estuari Berau,

2

Lampiran 9. Hasil pengamatan zooplankton Trip 1 (Februari 2015)

JENIS PLANKTON KELAS No GENUS

STASIUN PENGAMATAN Trip I

KODE SAMPEL 07

STASIUN PENGAMATAN Phytoplankton

St.1 St.2 St.3 St.4 St.5 St.6 St.7 St.8 St.9 St.10

PHYTOPLANKTON Bacillariophyceae 1 Diatoma * 3 4 14 8 0 7 6 12 13 6

2 Cyclotella * 22 12 17 27 6 12 28 13 33 39

3 Synedra * 4 23 4 8 15 61 10 51 9 37

4 Stephanodiscus * 0 14 46 0 0 11 0 6 27 0

5 Chaetoceras* 0 54 0 21 0 14 12 58 29 21

6 Asterionella* 0 55 0 0 0 32 4 12 22 8

7 Coscinodiscus* 6 28 43 13 25 4 2 5 0 3

8 Biddulphia * 0 0 0 9 13 13 4 9 8 0

9 Cymbella* 0 8 0 1 0 0 0 0 0 0

10 Melosira* 8 32 16 0 10 0 5 0 0 11

11 Actinella* 0 24 0 0 0 0 0 0 0 0

12 Lauderia* 0 0 0 0 0 0 0 18 0 0

13 Eunotia venesis* 0 0 2 0 0 0 0 0 0 0

14 Surirela* 0 0 0 0 0 0 0 0 0 4

Chlorophyceae 1 Ulotrix * 0 54 0 0 84 0 0 15 235 75

2 Closterium * 3 75 7 4 2 3 0 7 9 7

3 Mougeotia * 9 0 0 20 14 0 3 0 4 12

4 Tetraedron* 0 2 8 0 0 0 0 0 0 0

5 Anabaena* 0 0 0 0 0 70 0 0 0 0

6 Treubaria setigerum* 0 13 0 0 0 0 0 0 0 0

7 Schroederia ancora* 0 0 3 0 0 0 0 0 0 0

8 Chodatella* 0 0 0 6 0 4 3 3 0 0

9 Pleodorena* 0 0 0 0 30 0 0 0 0 0

10 Xanthidium* 0 0 0 0 0 8 0 0 0 0

11 Scnedesmus* 7 0 0 0 0 0 0 0 0 0

12 Spondylosium* 0 0 0 0 0 0 0 0 0 33

Cyanophiceae 1 Sphaerocystis* 0 0 9 0 0 0 0 0 0 0

2 Selenastrum* 8 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Page 113: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - Balai Riset …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files/Penelitian...Hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan di perairan estuari Berau,

1

Lampiran 10. Hasil pengamatan zooplankton Mei 2015

Klas Jumlah Genus

STASIUN PENGAMATAN ZOOPLANKTON

st.1 st.2 st.3 st.4 st.5 st.6 st.7 st.8 st.9 st.10

Sarcodina (PZ) 1 Diflugia # 6 24 4 39 8 12 8 19 9 7

2 Titinidium # 0 0 0 0 0 0 0 0 3 0

3 Phacus # 9 0 0 4 0 4 0 8 2 7

Ciliata (PZ)

1 Oxitricha # 4 0 5 13 0 18 8 0 4 0

2 Ceratium# 0 0 0 49 35 27 6 8 3 7

3 Didinium# 0 0 0 10 0 0 0 0 0 0

Rotifer

1 Mytillina# 6 0 0 0 0 0 0 0 0 0

2 Polyarthra# 0 0 0 0 0 0 4 0 0 0

Crustacea 1 Cyclops # 0 0 3 8 4 0 0 4 0 0

2 Nauplius # 0 10 0 0 3 0 0 2 0 0

3 Hexathra# 0 14 0 0 0 0 0 0 3 0

4 Trichocerca# 0 0 0 0 0 4 0 0 0 0

Page 114: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - Balai Riset …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files/Penelitian...Hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan di perairan estuari Berau,

2

Page 115: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - Balai Riset …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files/Penelitian...Hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan di perairan estuari Berau,

1

Lampiran 11. Hasil Pengamatan Makrozoobentos Trip 1 (Februari 2015)

No Kelas Famili Spesies st.1 st.2 st.3 st.4 st.5 st.6 st.7 st.8 st.9 st.10

1 Crustacea Gammaridae Gammarus sp 2

2 Oligochaeta Tubificidae Aulodrilus sp 6 11 17

3 Branchiura sworbyi 1 1

4 Polychaeta Arenicolidae Arenicola sp 1

5 Orbiniidae Orbinia sp 3 4

6 Capittalidae Capitella sp 2 4

7 Bivalvia Archidae Anadara sp 3

8 sp.1 1 2

9 Carciidae Cerastoderma glaucum 9

10 sp.1 (kerang bergerigi) 4

11 Crepidulidae 6 4

12 Cuspidaridae Cuspidaria cuspidata 2

13 Donacidae Donax variabilis 7 3 2 16 1 1

14 Gastropoda Argonauta sp 9 17

15 Cylichnidae Cylicha occulata 3 1

16 Janthinidae Janthina sp 1

17 Naticidae Nassarius sp 1

18 Nerritidae Neritina sp 1

19 Nuculidae Nucula sp 1 2 1

20 Ringiculidae Ringicula semistriata 1 3

21 Rissoidae 1 1

22 Tellinidae Macoma sp 1 1 1 3

23 Trochidae Calliostoma ziziphinus 1

24

Gibbula fanulum 2

25 Turridae Lyromangelia taeniata 3

26 Volutidae Lyria sp 1 4

27 Scaphopoda Dentallidae Dentalium inaequicostatum 1 1 24 1

28 Siphonodentaliidae Cadulus jeffreysi 9 3

Page 116: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - Balai Riset …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files/Penelitian...Hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan di perairan estuari Berau,

2

Lampiran 12. Hasil pengamatan makrozoobentos trip 2 (Mei 2015)

No Kelas Famili Spesies st.1 st.2 st.3 st.4 st.5 st.6 st.7 st.8 st.9 st.10

1 Polychaeta Hesionidae 1 1

2 Isopilidae Phalacropharus pictusborealis 1 2 3

3 Bivalvia Archidae Anadara sp 0 1

4 Bathyarca sp 1

5 Archidae Scapharca inaequivalvis 3

6 Architectonicidae Architectonica perspectiva 3

7 Astartidae Astarte borealis 2

8 Cardiidae Cerastoderma glaucum 1 2

9 Cardiidae (kerang bergerigi) 49 2 1 1

10 Conidae Asprella sp 1

11 Corbulidae Corbula gibba 1

12 Corbula contracta 1

13 Crepidulidae 3 13

14 Cuspidaridae Cuspidaria cuspidata 4 1 1

15 Tellinidae Macoma melo 2 5

16 Tellina radiat 3 1

17 Unionidae Lanceolaria grayana 2

18 Gastropoda Argonauta sp 13 2 1 130

19 Cylichnidae Cylicha occulata 1 2

20 Donacidae Donax variabilis 2 3 2

21 Mitridae 1 2 1

22 Naticidae Nassarius sp 6

23 Polinices aurantius 1

24 Sinum concavum 2

25 Nuculidae Nucula sp 1

26 Olividae 1

27 Ringiculidae Ringicula semistriata 1 2 2 3

28 Turridae Lyromangelia taeniata 1

29 Turritellidae 15

30 Volutidae Fulgoria clara 17

31 Scaphopoda Dentallidae Dentalium inaequicostatum 1 16 1 38

32 Siphonodentaliidae Cadulus jeffreysi 3 2

Page 117: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - Balai Riset …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files/Penelitian...Hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan di perairan estuari Berau,

3

Lampiran 13. Hasil pengamatan makrozoobentos Trip 3 (Agustus 2015)

No Kelas Famili Spesies st.1 st.2 st.3 st.4 st.5 st.6 st.7 st.8 st.9 st.10

1 Polychaeta Ampharitidae Amphicteis sp 1 1 7 2 2 1 1 1 3

2 Arabellidae 2 1 1

3 Arenicolidae Arenicola sp 2 1 1

4 Capitellidae Capitella sp 15 4 1 2 1

5 Cossuridae Cossura longocirrata 1 2 1 1

6 Fauveliospidae 1

7 Hesionidae Hesione sp 1 2 1

8 Heterospionidae 1

9 Lumbrineridae 2 2 2 1

10 Magelonidae 2

11 Maldanidae 2

12 Nereidae Namalycastis sp 1 2 2

13 Nerillidae Mesonerilla sp 1

14 Opheelidae 3 1 1

15 Orbiinidae Orbinia sp 8 2 2

16 Phyllodocidae Anaitides sp 1 1

17 Polyodontidae 1

18 Sabellidae Fabricia sabella 1

19 Scabellidae 1

20 Sternaspispidae Sternaspis scutata 1

21 Trichobranchidae Terebellides sp 1

22 Oligochaeta Tubificidae Aulodrilus sp 1

23 Amphipoda Gammaridea Gammarus sp 3

24 Copepoda Harpacticoida Harpacticus sp 1

25 Scaphopoda Dentallidae Dentalium inaequicostatum 6 28 6 19

26 Siphonodentaliidae Cadulus jeffreysi 1 45 18 3

27 Bivalvia Arcidae 1 2 2

28 Cardiidae (kerang bergerigi) 10 4

29 Crepidulidae 2 8 2 45

30 Corbulidae Corbula sp 2 3

31 Cuspidaria 1 1

32 Donacidae Donax variabilis 15 2 2 5 2

33 Tellinidae Macoma melo 1 6 2 5

34 Tellina radiat 2 1 8 4

35 Veneridae Bassina disjecta 1

36 Gastropoda Architectonicidae Architectonica perspectiva 1 2 115

37 Archidae 2 4

38 Cylichnidae Cylicha occulata 1 1 4

39 Epitonidae Epitonium sp 1

40 Mitridae 1 17 2 1

Page 118: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - Balai Riset …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files/Penelitian...Hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan di perairan estuari Berau,

4

41 Muricidae Trophon vaginatus 1

42 Naticidae 11

43 Pyramidellidae 1

44 Ringiculidae Ringicula semistriata 7 80

45 Rissoidae 1

46 Turridae Lyromangelia taeniata 2 6

47 Turritellidae 10

48 Volutidae 1

Page 119: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - Balai Riset …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files/Penelitian...Hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan di perairan estuari Berau,

5

Lampiran 14. Kualitas air Trip 1 (Februari 2015)

No. Stasiun

Parameter

CO2

Metode

Turbidity

Metode BO. Terlarut

Metode

mg/l Pengujian

NTU Pengujian mg/l Pengujian

1 St. 1 P. Besing 1,76 Titrimetri NaOH 14,5 Meter 4,99 Titrimetri

2 St. 2 Kasai -Berau 1,76 Titrimetri NaOH 25,7 Meter 29,53 Titrimetri

3 St. 3 1,76 Titrimetri NaOH 17,26 Meter 29,53 Titrimetri

4 St. 4 1,76 Titrimetri NaOH 5,34 Meter 336,28 Titrimetri

5 St. 5 1,76 Titrimetri NaOH 1,33 Meter 274,93 Titrimetri

6 St. 6 0 Titrimetri NaOH 4,05 Meter 458,98 Titrimetri

7 St. 7 0,88 Titrimetri NaOH 4,42 Meter 234,03 Titrimetri

8 St. 8 0 Titrimetri NaOH 2,5 Meter 193,13 Titrimetri

9 St. 9 1,76 Titrimetri NaOH 2,64 Meter 4,99 Titrimetri

10 St. 10 0 Titrimetri NaOH 0,42 Meter 213,58 Titrimetri

No. Stasiun

Parameter

Hardness Metode NH3 Metode O-PO4 Metode

mg/l Pengujian mg/l Pengujian mg/l Pengujian

1 St. 1 P. Besing 96 EDTA 0,086 Indofenol 0,005 Vandate Molibdate

2 St. 2 Kasai -Berau 2730 EDTA 0,103 Indofenol 0,012 Vandate Molibdate

3 St. 3 86 EDTA 0,253 Indofenol 0,008 Vandate Molibdate

4 St. 4 1420 EDTA 0,106 Indofenol 0,006 Vandate Molibdate

5 St. 5 4200 EDTA 0,011 Indofenol 0,012 Vandate Molibdate

6 St. 6 1280 EDTA 0,014 Indofenol 0,005 Vandate Molibdate

7 St. 7 3460 EDTA 0,047 Indofenol 0,014 Vandate Molibdate

8 St. 8 1380 EDTA 0,097 Indofenol 0,003 Vandate Molibdate

9 St. 9 976 EDTA 0,022 Indofenol 0,004 Vandate Molibdate

10 St. 10 1251 EDTA 0,781 Indofenol 0,002 Vandate Molibdate

No. Stasiun

Parameter

PH

TDS DHL

Metode TSS Metode

mg/l μs

Pengujian mg/l Pengujian

1 St. 1 P. Besing 6,83 3,8 3005 Meter 57 Gravimetri

2 St. 2 Kasai -Berau 7,01 OR 22025 Meter 92 Gravimetri

3 St. 3 7,15 2,2 531 Meter 33 Gravimetri

4 St. 4 7,05 OR 12736 Meter 61 Gravimetri

5 St. 5 7,4 OR 32409 Meter 71 Gravimetri

6 St. 6 7,5 OR 33774 Meter 59 Gravimetri

7 St. 7 7,54 OR 26915 Meter 84 Gravimetri

8 St. 8 7,61 OR 38215 Meter 101 Gravimetri

Page 120: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - Balai Riset …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files/Penelitian...Hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan di perairan estuari Berau,

6

9 St. 9 7,01 OR 37534 Meter 80 Gravimetri

10 St. 10 7,71 OR 38705 Meter 96 Gravimetri

No. Stasiun

Parameter

TA Metode NO3

Metode NO2 Metode

mg/l Pengujian mg/l

Pengujian mg/l Pengujian

1 St. 1 P. Besing 66 Bromokresol green 0,159 Nessler 0,013 Sulfanilamide

2 St. 2 Kasai -Berau 104 Bromokresol green 0,350 Nessler 0,023 Sulfanilamide

3 St. 3 60 Bromokresol green 0,177 Nessler 0,006 Sulfanilamide

4 St. 4 96 Bromokresol green 0,364 Nessler 0,007 Sulfanilamide

5 St. 5 154 Bromokresol green 0,355 Nessler 0,012 Sulfanilamide

6 St. 6 160 Bromokresol green 0,232 Nessler 0,002 Sulfanilamide

7 St. 7 134 Bromokresol green 0,323 Nessler 0,006 Sulfanilamide

8 St. 8 164 Bromokresol green 0,300 Nessler 0,003 Sulfanilamide

9 St. 9 136 Bromokresol green 0,445 Nessler 0,015 Sulfanilamide

10 St. 10 168 Bromokresol green 0,373 Nessler 0,003 Sulfanilamide

No. Stasiun

Parameter

Klorofil Metode

μg/l Pengujian 1

St. 1 P. Besing 4,76 Ekstrak Klorofil 2

St. 2 Kasai -Berau -1,19 Ekstrak Klorofil 3

St. 3 2,38 Ekstrak Klorofil 4

St. 4 4,76 Ekstrak Klorofil 5

St. 5 -1,19 Ekstrak Klorofil 6

St. 6 2,38 Ekstrak Klorofil 7

St. 7 2,38 Ekstrak Klorofil 8

St. 8 3,57 Ekstrak Klorofil 9

St. 9 15,47 Ekstrak Klorofil 10

St. 10 -3,57 Ekstrak Klorofil

Page 121: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - Balai Riset …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files/Penelitian...Hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan di perairan estuari Berau,

7

Lampiran 15. Kualitas air trip 2 (Mei 2015)

No.

Stasiun

Parameter

CO2 Turbidity Metode COD Metode

mg/l NTU

Pengujian mg/l Pengujian

1 St. 1 4,4 0,164966 Vandate Molibdate 5,49 Titrimetri

2 St. 2 4,4 0,039116 Vandate Molibdate 5,82 Titrimetri

3 St. 3 4,4 0,013605 Vandate Molibdate 5,66 Titrimetri

4 St. 4 0 0,022109 Vandate Molibdate 3,49 Titrimetri

5 St. 5 4,4 -0,005102 Vandate Molibdate 4,16 Titrimetri

6 St. 6 7,04 0,039116 Vandate Molibdate 3,83 Titrimetri

7 St. 7 0 0,028912 Vandate Molibdate 3,83 Titrimetri

8 St. 8 0 -0,010204 Vandate Molibdate 4,66 Titrimetri

9 St. 9 0,15 0,027211 Vandate Molibdate 3 Titrimetri

10 St. 10 0 0,013605 Vandate Molibdate 2,16 Titrimetri

No. Stasiun

Parameter

Hardness NH3 Metode O-PO4 Metode

mg/l

mg/l Pengujian mg/l Pengujian

1 St. 1 1.141,14 0,234375 Indofenol 0,01295 Asam Askorbat

2 St. 2 1.171,2 0,074219 Indofenol 0,05036 Asam Askorbat

3 St. 3 1.471,5 -0,042696 Indofenol 0,002878 Asam Askorbat

4 St. 4 2.463 0,035156 Indofenol 0,003597 Asam Askorbat

5 St. 5 1.988 0,054688 Indofenol 0,008633 Asam Askorbat

6 St. 6 1.675,7 0,0625 Indofenol 0,009353 Asam Askorbat

7 St. 7 2.171,2 -0,0625 Indofenol 0,01223 Asam Askorbat

8 St. 8 2.546,5 -0,023438 Indofenol 0,001439 Asam Askorbat

Page 122: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - Balai Riset …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files/Penelitian...Hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan di perairan estuari Berau,

8

9 St. 9 1.979 0,066406 Indofenol 0,007194 Asam Askorbat

10 St. 10 2399,4 0,11719 Indofenol 0,000719 Asam Askorbat

No.

Stasiun

Parameter

PH

DHL Turbidity Metode TSS TSS Metode

μs NTU pengujian mg/l mg/l Pengujian

1 St. 1 7,4 109,4 189 Meter 158 141 Gravimetri

2 St. 2 7,15 155270 210 Meter 193 38 Gravimetri

3 St. 3 6,97 12156 640 Meter 74 485 Gravimetri

4 St. 4 7,15 44034 63,2 Meter 100 160 Gravimetri

5 St. 5 7,15 41109 7,64 Meter 60 146 Gravimetri

6 St. 6 6,91 31337 38,5 Meter 78 136 Gravimetri

7 St. 7 6,97 43695 55,2 Meter 168 138 Gravimetri

8 St. 8 7,34 46028 11,49 Meter 69 90 Gravimetri

9 St. 9 7,21 40634 42,8 Meter 113 71 Gravimetri

10 St. 10 6,85 47260 16,78 Meter 91 101 Gravimetri

No.

Stasiun

Parameter TA

Metode NO3 Metode NO2

Metode mg/l

Pengujian

mg/l Pengujian mg/l Pengujian

1 St. 1 40 Bromokresol greeen 0,264574 Nessler 0,109 Sulfanilamide

2 St. 2 91 Bromokresol greeen 0,565022 Nessler 0,0057 Sulfanilamide

3 St. 3 78 Bromokresol greeen 0,573991 Nessler 0,0474 Sulfanilamide

4 St. 4 209 Bromokresol greeen 1,125561 Nessler 0,0026 Sulfanilamide

5 St. 5 178 Bromokresol greeen 1,174888 Nessler 0,0193 Sulfanilamide

6 St. 6 152 Bromokresol greeen 1,170404 Nessler 0,032 Sulfanilamide

7 St. 7 191 Bromokresol greeen 1,067265 Nessler 0,0021 Sulfanilamide

8 St. 8 195 Bromokresol greeen 0,807175 Nessler 0,0012 Sulfanilamide

9 St. 9 182 Bromokresol greeen 1,152466 Nessler 0,0406 Sulfanilamide

10 St. 10 210 Bromokresol greeen 1,130045 Nessler 0,0003 Sulfanilamide

No. Stasiun

Parameter

Klorofil Metode Ca

(mg/m3) Pengujian

Page 123: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - Balai Riset …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files/Penelitian...Hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan di perairan estuari Berau,

9

1

St. 1 0,02 Ekstrak Klorofil 2

St. 2 -6,15 Ekstrak Klorofil 3

St. 3 6,8 Ekstrak Klorofil 4

St. 4 -4,09 Ekstrak Klorofil 5

St. 5 -0,45 Ekstrak Klorofil 6

St. 6 -4,41 Ekstrak Klorofil 7

St. 7 5398 Ekstrak Klorofil 8

St. 8 7,48 Ekstrak Klorofil 9

St. 9 8,5 Ekstrak Klorofil 10

St. 10 4,41 Ekstrak Klorofil

Page 124: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - Balai Riset …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files/Penelitian...Hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan di perairan estuari Berau,

10

Lampiran 16. Kualitas air trip 3 (Agustus 2015)

No.

Stasiun

Parameter

CO2 Metode Turbidity Metode COD Metode

mg/l Pengujian NTU Pengujian mg/l Pengujian

1 St. 1 2,64 Titrimetri NaOH 86,8 Turbidi Meter 5,82 Titrimetri KMnO4

2 St. 2 4,4 Titrimetri NaOH 26,5 Turbidi Meter 0,67 Titrimetri KMnO4

3 St. 3 4,4 Titrimetri NaOH 294 Turbidi Meter 5,66 Titrimetri KMnO4

4 St. 4 0,88 Titrimetri NaOH 100 Turbidi Meter 3,49 Titrimetri KMnO4

5 St. 5 0,88 Titrimetri NaOH 31,5 Turbidi Meter 0,17 Titrimetri KMnO4

6 St. 6 0,88 Titrimetri NaOH 19,49 Turbidi Meter 0,08 Titrimetri KMnO4

7 St. 7 0,88 Titrimetri NaOH 22,45 Turbidi Meter 1,00 Titrimetri KMnO4

8 St. 8 0,88 Titrimetri NaOH 10,17 Turbidi Meter 0,33 Titrimetri KMnO4

9 St. 9 0,88 Titrimetri NaOH 4,41 Turbidi Meter 0,67 Titrimetri KMnO4

10 St. 10 0,88 Titrimetri NaOH 4,01 Turbidi Meter 1,33 Titrimetri KMnO4

No.

Stasiun

Parameter

Hardness Metode NH3 Metode TP O-PO4 Metode

mg/l Pengujian mg/l Pengujian mg/l mg/l Pengujian

1 St. 1 2.306.304 EDTA 0,1468 Indofenol 0,0338 0,0046 Asam Askorbat

2 St. 2 2.738.736 EDTA 0,1365 Indofenol 0,0267 0,0023 Asam Askorbat

3 St. 3 44.648.604 EDTA 0,2381 Indofenol 0,0267 0,0122 Asam Askorbat

4 St. 4 17.873.856 EDTA 0,2635 Indofenol 0,0309 0,0084 Asam Askorbat

5 St. 5 5405,4 EDTA 0,0802 Indofenol 0,0267 0,0084 Asam Askorbat

6 St. 6 5.891.886 EDTA 0,0738 Indofenol 0,0323 0,0031 Asam Askorbat

7 St. 7 5.837.832 EDTA 0,1270 Indofenol 0,0577 0,0061 Asam Askorbat

8 St. 8 62.666.604 EDTA 0,0341 Indofenol 0,0323 0,0008 Asam Askorbat

9 St. 9 4.126.122 EDTA 0,0198 Indofenol 0,0394 0,0008 Asam Askorbat

10 St. 10 4864,86 EDTA TTD Indofenol 0,0605 0,0015 Asam Askorbat

Page 125: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - Balai Riset …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files/Penelitian...Hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan di perairan estuari Berau,

11

No.

Stasiun

Parameter

PH

TDS DHL Metode Salinitas Metode TSS Metode

mg/l μs Pengujian ppt Pengujian mg/l Pengujian

1 St. 1 7,81 1320 2354 Do Meter 0,90 Do Meter 141 Gravimetri

2 St. 2 7,42 or 22911 Do Meter 16,00 Do Meter 38 Gravimetri

3 St. 3 7,33 or 32620 Do Meter 21,60 Do Meter 485 Gravimetri

4 St. 4 7,54 or 12810 Do Meter 8,60 Do Meter 160 Gravimetri

5 St. 5 7,57 or 38725 Do Meter 26,70 Do Meter 146 Gravimetri

6 St. 6 7,67 or 40450 Do Meter 29,10 Do Meter 136 Gravimetri

7 St. 7 7,48 or 37997 Do Meter 26,40 Do Meter 138 Gravimetri

8 St. 8 7,25 or 38950 Do Meter 27,90 Do Meter 90 Gravimetri

9 St. 9 7,14 or 29931 Do Meter 28,00 Do Meter 71 Gravimetri

10 St. 10 6,89 or 38230 Do Meter 27,70 Do Meter 101 Gravimetri

No.

Stasiun

Parameter

TA Metode NO3 Metode NO2 Metode

mg/l Pengujian mg/l Pengujian mg/l Pengujian

1 St. 1 47 Bromokresol green 0,2171 Nessler 0,0113 Sulfanilamide

2 St. 2 82 Bromokresol green 0,1743 Nessler 0,0041 Sulfanilamide

3 St. 3 99 Bromokresol green 0,6711 Nessler 0,0401 Sulfanilamide

4 St. 4 69 Bromokresol green 0,3816 Nessler 0,0404 Sulfanilamide

5 St. 5 109 Bromokresol green 0,2533 Nessler 0,0080 Sulfanilamide

6 St. 6 121 Bromokresol green 0,6053 Nessler 0,0033 Sulfanilamide

7 St. 7 106 Bromokresol green 20.526 Nessler 0,0067 Sulfanilamide

8 St. 8 120 Bromokresol green 13.125 Nessler 0,0026 Sulfanilamide

9 St. 9 94 Bromokresol green 0,4474 Nessler 0,0025 Sulfanilamide

10 St. 10 108 Bromokresol green 18.651 Nessler 0,0023 Sulfanilamide

No.

Stasiun

Parameter

Klorofil Metode

Page 126: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - Balai Riset …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files/Penelitian...Hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan di perairan estuari Berau,

12

(λ665, λ750) ( λ664, λ647, λ630) Pengujian

μg/l mg/m3

1

St. 1 61,88 63,76 Ekstrak Klorofil

2

St. 2 24,99 27,24 Ekstrak Klorofil

3

St. 3 30,94 37,92 Ekstrak Klorofil

4

St. 4 44,03 46,30 Ekstrak Klorofil

5

St. 5 8,33 6,15 Ekstrak Klorofil

6

St. 6 TTD 8,36 Ekstrak Klorofil

7

St. 7 TTD 0,12 Ekstrak Klorofil

8

St. 8 5,95 6,51 Ekstrak Klorofil

9

St. 9 2,38 3,58 Ekstrak Klorofil

10

St. 10 1,19 4,76 Ekstrak Klorofil

Page 127: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - Balai Riset …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files/Penelitian...Hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan di perairan estuari Berau,

13

Page 128: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - Balai Riset …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files/Penelitian...Hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan di perairan estuari Berau,

14