laporan teknis penelitian - …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files... · i. latar...

77
LAPORAN TEKNIS PENELITIAN KELIMPAHAN STOK DAN BIOEKOLOGI SUMBERDAYA IKAN DI ESTUARI SUNGAI MAHAKAM, KALIMANTAN TIMUR Oleh Syarifah Nurdawati, Ngurah N. Wiadnyana, Budi Iskandar P. Santoso, Mukhlis Kamal, Zulkarnaen Fahmi, Freddy Supriyadi, Dodi Hasan Nasution, Dessy Arisna, Ahmad Saiyani, Tumiran, Santiaji BALAI PENELITIAN PERIKANAN PERAIRAN UMUM BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KELAUTAN & PERIKANAN KEMETERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN TAHUN 2012

Upload: trandiep

Post on 17-Sep-2018

254 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files... · I. LATAR BELAKANG Ekosistem estuari merupakan salah satu ekosistem perairan yang memiliki

LAPORAN TEKNIS PENELITIAN

KELIMPAHAN STOK DAN BIOEKOLOGI SUMBERDAYA IKAN

DI ESTUARI SUNGAI MAHAKAM, KALIMANTAN TIMUR

Oleh

Syarifah Nurdawati, Ngurah N. Wiadnyana, Budi Iskandar P. Santoso,

Mukhlis Kamal, Zulkarnaen Fahmi, Freddy Supriyadi,

Dodi Hasan Nasution, Dessy Arisna, Ahmad Saiyani, Tumiran, Santiaji

BALAI PENELITIAN PERIKANAN PERAIRAN UMUM BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KELAUTAN & PERIKANAN

KEMETERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

TAHUN 2012

Page 2: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files... · I. LATAR BELAKANG Ekosistem estuari merupakan salah satu ekosistem perairan yang memiliki

iii

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................................ ii

DAFTAR ISI .................................................................................................................. iii

DAFTAR TABEL .......................................................................................................... iv

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................................... iv

ABSTRAK ...................................................................................................................... 1

I. LATAR BELAKANG ........................................................................................... 1

II. TUJUAN DAN SASARAN ................................................................................. 4

III. PERUMUSAN MASALAH ................................................................................. 5

IV. KELUARAN ......................................................................................................... 5

V. MANFAAT DAN DAMPAK ............................................................................... 6

VI. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................ 7

VII. METODOLOGI .................................................................................................... 30

VIII. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................. 44

IX. KESIMPULAN..................................................................................................... 66

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 67

LAMPIRAN................................................................................................................... 74

Page 3: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files... · I. LATAR BELAKANG Ekosistem estuari merupakan salah satu ekosistem perairan yang memiliki

iv

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Jumlah famili dan sebaran meroplankton di estuaria Sungai Mahakam ... 63

Tabel 2. Sebaran temporal meroplankton di estuaria Sungai Mahakam...................64

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Komponen utama dan prinsip dasar echosounder ..................................... 15

Gambar 2. Lokasi Penelitian....................................................................................... 31

Gambar 3. Stasiun pengamatan pada Survey I di Delta Mahakam Kabupaten Kutai

Kerta Negara .............................................................................................. 46

Gambar 4. Stasiun pengamatan pada Survey II di Delta Mahakam Kabupaten Kutai

Kerta Negara .............................................................................................. 47

Gambar 5. Stasiun pengamatan pada Survey III di Delta Mahakam Kabupaten Kutai

Kerta Negara. ............................................................................................. 47

Gambar 6. Kedalaman perairan stasiun pengamatan pada TRIP I (Survey pertama). . 48

Gambar 7. Kecerahan perairan stasiun pengamatan pada TRIP I (Survey pertama). .. 49

Gambar 8. Oksigen terlarut (O2) di setiap stasiun selama pengamatan ...................... 50

Gambar 9. Salinitas di perairan Delta Mahakam berdasarkan stasiun

selama pengamatan …………………………………………………...... 52

Gambar 10. Nilai chlorofil di perairan Delta Mahakam berdasarkan stasiun selama

pengamatan…………………………………………………………….. 56

Gambar 11. Sebaran spasial deteksi ikan di delta Mahakam ......................................... 58

Gambar 12. Sebaran spasial kelimpahan ikan (ind/ha) di delta Mahakam .................... 59

Gambar 13. Sebaran spasial kelimpahan ikan (kg/ha) di delta Mahakam..................... 51

Gambar 14 Kelimpahan meroplankton setiap bulan pengamatan................................. 65

Gambar 15 Kelimpahan meroplankton masing-masing stasiun pengamatan ............... 65

Page 4: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files... · I. LATAR BELAKANG Ekosistem estuari merupakan salah satu ekosistem perairan yang memiliki

1

ABSTRAK

Delta Mahakam terkenal sebagai suatu lansekap wilayah pesisir yang sangat

unik. Delta itu sendiri adalah bentangan vegetasi nipah (Nypa fruticans) yang sangat

luas, terluas di Indonesia. Terdapat berbagai tipe ekosistem berupa hutan rawa air

tawar, mangrove, asosiasi Nypa-Avicennia, Nypa-Rhizopora, tegakan Avicennia,

tegakan Rhizopora, tegakan Sonneratia, dan sisa-sisa hutan terdegradasi, tambak dll.

yang berperan penting untuk tempat pemijahan dan pembesaran biota akuatik, serta

menjaga produktivitas perairan tetap tinggi. Pesatnya kegiatan pembangunan di

kawasan Delta Mahakam seperti areal pemukiman, perikanan/tambak, anjungan

minyak, pelayaran sungai, serta kegiatan penebangan vegetasi mangrove untuk

berbagai kebutuhan, menimbulkan tekanan ekologis terhadap ekosistem Delta

Mahakam dan biota yang hidup di perairan tersebut. Rusaknya ekosistem hutan

mangrove dapat menurunnya produktifitas perairan Delta Mahakam. Sampai sejauh

mana pengaruh aktifitas penggunaan lahan yang mengakibatkan penurunan vegetasi

mangrove terhadap ekosistem perairan dan sumberdaya ikan/ udang belum banyak

diketahui. Data- data tentang kepadatan stok, keanekaragaman jenis biota air, biologi

spesies kunci, parameter populasi, status sebaran dan musim penangkapan, aspek

lingkungan sumber daya ikan dan biota air lainnya serta tata ruang di Perairan

Estuari Sungai Mahakam sangat diperlukan untuk menjawab permasaalahan yang

ada mengingat pesatnya perubahan fisik estuari Sungai Mahakam (Delta Mahakam).

I. LATAR BELAKANG

Ekosistem estuari merupakan salah satu ekosistem perairan yang memiliki

dinamika yang menarik untuk dikaji baik dari faktor dinamika hidrologi lingkungan

muara dan keanekaragaman sumberdaya hayati perairan. Delta Mahakam merupakan

kawasan muara yang menyerupai “kipas” dengan konfigurasi dari proses sedimentasi

yang berlangsung sejak lama dari 770 km panjang sungai Mahakam dan bentukan 46

pulau-pulau kecil membentang di daerah pesisir Kalimantan Timur (Pramudji et al,

2007; Sidik, 2009).

Delta Mahakam terletak di kawasan pesisir provinsi Kalimantan Timur,

berada pada posisi 117015’ – 117

0 45’ BT serta 00

0 15’ – 01

0 00’ LS. Kawasan Delta

Mahakam ini mempunyai luas + 108.869 Ha, terdiri dari Hutan Mangrove Primer

seluas + 42.648 Ha dan Hutan Rawa seluas + 511 Ha, serta Hutan Mangrove

Skunder seluas + 482 Ha. Wilayah Delta Mahakam termasuk ke dalam administratif

Kabupaten Kutei Kartanegara yang meliputi 5 (lima) wilayah kecamatan, yaitu

kecamatan Muara Jawa, Kecamatan Samboja, Kecamatan Muara Badak, Kecamatan

Page 5: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files... · I. LATAR BELAKANG Ekosistem estuari merupakan salah satu ekosistem perairan yang memiliki

2

Sanga-sanga dan Kecamatan Anggana. Bentangan daratnya merupakan daratan delta

yang khas, terdapat saluran dan sungai-sungai kecil yang terdistribusikan secara

bertingkat. Delta yang berbentuk kipas ini, kebanyakan merupakan tanah endapan

dengan tumbuh-tumbuhan endemik jenis bakau (Avecennia, Rhizophora dan Nypah).

Sehingga di Delta Mahakam memiliki tipe ekosistem yang bernilai strategis dan

ekonomis yaitu hutan mangrove, nipah, mangrove air tawar dan rawa air tawar.

(Dinas Perikanan Propinsi Kalimantan Timur, 2010 dan Sutrisno dan Ambarwulan,

2003).

Delta Mahakam terkenal sebagai suatu lansekap wilayah pesisir yang sangat

unik. Delta itu sendiri adalah bentangan vegetasi nipah (Nypa fruticans) yang sangat

luas, terluas di Indonesia. Terdapat berbagai tipe ekosistem berupa hutan rawa air

tawar, mangrove, asosiasi Nypa-Avicennia, Nypa-Rhizopora, tegakan Avicennia,

tegakan Rhizopora, tegakan Sonneratia, dan sisa-sisa hutan terdegradasi, tambak dll.

yang berperan penting untuk tempat pemijahan dan pembesaran biota akuatik, serta

menjaga produktivitas perairan tetap tinggi. Delta Mahakam saat ini menderita

kerusakan akibat pengalihan fungsinya menjadi daerah pertambakan. Keadaan ini

berpengaruh besar pada pengurangan fungsi hutan mangrove sebagai tempat

pemijahan dan pembesaran biota akuatik. Pengurangan fungsi ini pada gilirannya

akan berpengaruh pada pengurangan jumlah jenis dan populasi biota penghuni hutan

mangrove. Padahal banyak diantara biota tersebut adalah biota ekonomis penting

sehingga pengurangan jenis dan populasinya akan berpengaruh pula pada

perekonomian masyarakat yang mata pencahariannya bergantung pada hutan

mangrove (Heryanto, 2008; Dinas Perikanan Kalimantan Timur, 2010 ).

Perairan delta Mahakam memiliki keanekaragaman hayati perairan yang

tinggi dengan biota perairan yang menjadi indikator utama (bernilai ekonomis

penting) antara lain kelompok crustacea sebanyak 15 jenis spesies, kelompok ikan

sebanyak 81 jenis, larva didominasi oleh kelompok Gobiidae, dan kelompok moluska

sebanyak 20 jenis (Pramudji et al, 2007). Keanekaragaman hayati yang tinggi di

daerah muara sangat dipengaruhi oleh kesuburan perairan dari masukan zat hara dari

perairan mangrove dan sungai, proses pencampuran dua massa air yang berbeda

Page 6: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files... · I. LATAR BELAKANG Ekosistem estuari merupakan salah satu ekosistem perairan yang memiliki

3

salinitas akibat dari pasang surut dan penyuburan perairan yang dipengaruhi oleh arus

lintas indonesia (Arlindo) di bagian selatan delta Mahakam (Sutomo et al, 2001;

Hadikusumah&Simanjuntak, 2011).

Penurunan kualitas dan kekayaan sumberdaya hayati di delta Mahakam

merupakan hal yang perlu dikaji secara mendalam. Konversi habitat alami berupa alih

fungsi kawasan mangrove menjadi budidaya tambak monokultur, penggunaan alat

tangkap non selektif dan perubahan iklim global berdampak langsung terhadap

ketersediaan zat hara yang mengakibatkan penurunan kesuburan perairan serta

hilangnya nursery area akan berdampak langsung terhadap pengelolaan jangka

panjang potensi perikanan di kawasan delta Mahakam.

Potensi produktivitas biologi yang sangat tinggi di kawasan delta didukung

oleh banyaknya bahan organik yang terbawa aliran sungai dan kemudian mengendap,

menyebabkan kawasan ini terdapat jenis udang, kerang dan kepiting sangat

melimpah. Dalam beberapa tahun terakhir ini terutama sejak krisis ekonomi tahun

1997, di Delta Mahakam telah terjadi pengembangan pertambakan udang yang sangat

pesat yang dikembangkan di wilayah yang sebelumnya merupakan hutan bakau. Luas

tambak yang ada di Delta Mahakam + 65.228 Ha. Pesatnya kegiatan pembangunan

di kawasan Delta Mahakam seperti areal pemukiman, perikanan/tambak, anjungan

minyak, pelayaran sungai, serta kegiatan penebangan hutan mangrove untuk berbagai

kebutuhan, sehingga menimbulkan tekanan ekologis terhadap ekosistem Delta

Mahakam, khususnya ekosistem Mangrove. (Dinas Perikanan Kalimantan Timur,

2010). Sampai seberapa jauh potensi produksi biologi di Estuari Mahakam (Delta

Mahakam) belum banyak diketahui. Upaya pembaruan data dan informasi ilmiah

status terkini dinamika sumberdaya perikanan di delta Mahakam perlu dilakukan

sebagai bahan pengkajian dalam pengelolaan sumberdaya perikanan secara lestari dan

berkelanjutan. Oleh karena itu maka dilakukan riset pengkajian stok dengan survey

akustik untuk memperoleh data dan informasi sebaran spasial kelimpahan

sumberdaya ikan di delta Mahakam. Penelitian kelimpahan stok dan Bioekologi

sumberdaya Ikan di Estuari Sungai Mahakam (Delta Mahakam), Kalimantan Timur

Page 7: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files... · I. LATAR BELAKANG Ekosistem estuari merupakan salah satu ekosistem perairan yang memiliki

4

akan dapat memberikanan gambaran sumberdaya ikan dan dan udang di perairan

tersebut.

Justifikasi

Luas wilayah Delta Mahakam kurang lebih 108.251,31 ha, yang berada di tiga

kecamatan yaitu Kecamatan Muara Jawa, Muara Badak, dan Kecamatan Anggana,

dimana terdapat luas penutupan lahan terdiri dari Pengolahan Tambak yaitu seluas

60.288,52 ha, tanah terbuka 252,93 ha, Hutan Mangrove 47.513,75 ha, industri

116.43 ha, dan untuk pemukiman 79,68 ha. Seiring dengan besarnya potensi ekologis

dan ekonomi Delta Mahakam, maka perkembangan jumlah penduduk di wilayah ini

meningkat pesat, khususnya di wilayah pesisir Delta Mahakam. Perkembangan

jumlah penduduk yang didominasi oleh arus imigrasi ini menimbulkan konsekuensi

logis pada perubahan ekosistem pesisir, khususnya kerusakan hutan mangrove.

Kerusakan sistemik ekosistem mangrove yang dikonversi ke pemanfaatan lain seperti

tambak, pemukiman, industri dan lain sebagainya dapat menyebabkan kerusakan

ekosistem keseluruhan Delta Mahakam, apabila tidak dikendalikan dan dikelola

dengan baik. Padahal dari sisi peraturan, Delta Mahakam adalah Kawasan

Budididaya Kehutanan yang tidak dengan begitu saja dapat dikonversi. Pada saat ini

sulit ditemui hutan mangrove dalam kondisi baik di berbagai wilayah di Indonesia,

hal yang sama terjadi di kawasan Delta Mahakam yang saat ini hutan mangrovenya

banyak di konversi untuk pengusahaan tambak atau pemukiman. Pemanfaatan Delta

Mahakam dari segala sektor dapat berdampak pada sumberdaya perairan terutama

terhadap ikan dan udang yang hidup di dalamnya. Sampai sejauh mana dampak

perubahan ekosistem Delta Mahakam terhadap sumberdaya perikanan belum banyak

data yang membuktikan.

II. TUJUAN DAN SASARAN

Mendapatkan data dan informasi serta mengevaluasi tentang :

a. Diversitas ikan/krustacea, moluska dan larva ikan

b. Kepadatan stok ikan

Page 8: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files... · I. LATAR BELAKANG Ekosistem estuari merupakan salah satu ekosistem perairan yang memiliki

5

c. Daerah penyebaran dan musim penangkapan ikan dan udang.

d. Reproduksi dan kebiasaan makanan spesies kunci (ikan dan udang).

e. Parameter populasi ikan/udang spesies kunci/ jenis ekonomis penting di

perairan Sungai Mahakam Kalimantan Timur

f. Indikator tingkat pemanfaatan ikan/krustasea/ moluska di Estuari Sungai

Mahakam Kalimantan Timur.

g. Kondisi lingkungan perairan

h. Tata ruang dan zonasi perairan

III. PERUMUSAN MASALAH

Pesatnya kegiatan pembangunan di kawasan Delta Mahakam seperti areal

pemukiman, perikanan/tambak, anjungan minyak, pelayaran sungai, serta kegiatan

penebangan vegetasi mangrove untuk berbagai kebutuhan, menimbulkan tekanan

ekologis terhadap ekosistem Delta Mahakam dan biota yang hidup di perairan

tersebut. Rusaknya ekosistem hutan mangrove dapat menurunnya produktifitas

perairan Delta Mahakam. Sampai sejauh mana pengaruh aktifitas penggunaan lahan

yang mengakibatkan penurunan vegetasi mangrove terhadap sumberdaya ikan dan

udang belum banyak diketahui. Data- data tentang kepadatan stok, keanekaragaman

jenis biota air, biologi spesies kunci, parameter populasi, status sebaran dan musim

penangkapan, aspek lingkungan sumber daya ikan dan biota air lainnya serta tata

ruang di Perairan Estuari Sungai Mahakam sangat diperlukan untuk menjawab

permasaalahan yang ada.

IV. KELUARAN

a. Diperolehnya gambaran tentang kepadatan stok, diversitas, kepadatan larva,

biologi spesies kunci, parameter populasi, status sebaran dan musim

penangkapan, aspek lingkungan sumber daya ikan dan biota air lainnya serta

tata ruang di Perairan Estuari Sungai Mahakam Kalimantan

Page 9: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files... · I. LATAR BELAKANG Ekosistem estuari merupakan salah satu ekosistem perairan yang memiliki

6

b. Tersedinya informasi tentang sumberdaya ikan dan biota air lainnya serta tata

ruang dan kondisi lingkungan sebagai dasar untuk pengelolaan sumber daya

ikan dan biota air lainnya di Perairan Sungai Mahakam Kalimantan Timur.

c. Terjaminnya kelestarian sumber daya ikan dan biota air lainnya dan

kesinambungan pemanfaatan. Dengan demikian, pemanfaatan sumber daya

ikan perairan estuari Sungai Mahakam dapat dilakukan secara optimal,

berkelanjutan dalam jangka panjang serta meningkatkan kesejahteraan hidup

nelayan.

V. MANFAAT DAN DAMPAK

Manfaat

Manfaat dari pelaksanaan kegiatan adalah bahwa informasi tentang perubahan

karakteristik sumberdaya perairan Delta Mahakam dapat digunakan untuk

perencanaan pengelolaan Delta Mahakam secara berkelanjutan. Di samping

itu didapat informasi tentang pola penangkapan ikan di Delta Mahakam dan

pedapatan nelayan, stok ikan, biologi spesies kunci, larva, plankton, bentos

dan kondisi lingkungan perairan. Di samping itu diketahui juga distribusi dan

keanekaragaman jenis ikan dan udang.

Dampak Kegiatan

Tersedianya data dan informasi sumberdaya ikan dan udang yang hidup di

perairan Delta Mahakam (aspek penangkapan ,stok assesmen, biologi ikan

kunci, keanekaragaman ikan, larva dan udang serta kondisi lingkungan

perairan Delta Mahakam.

Dampak dari tersedianya basis data tentang kondisi sumberdaya perairan

dan pemahaman yang lebih baik tentang dinamika sumberdaya ikan di

Delta Mahakam adalah terbukanya peluang pemanfaatan estuary dan

pesisir secara optimal untuk berbagai jenis pemanfaatan/penggunaan.

Page 10: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files... · I. LATAR BELAKANG Ekosistem estuari merupakan salah satu ekosistem perairan yang memiliki

7

VI. TINJAUAN PUSTAKA.

Estuaria dan pesisir

Estuaria adalah perairan yang semi tertutup yang berhubungan bebas dengan

laut, sehingga air laut dengan salinitas tinggi dapat bercampur dengan air tawar

(Pritchard, 1967). Wilayah estuaria dapat berupa muara sungai dan delta-delta besar,

hutan mangrove yang berada di estuaria, teluk dan rawa pasanng surut

(Koessoebiono, 1995; Supriadi, 2001). Estuari dapat dianggap sebagai zona transisi

(ekoton) antara habitat laut dan perairan tawar, namun beberapa sifat fisis dan

biologis pentingnya tidak memperlihatkan karakteristik peralihan, lebih cenderung

terlihat sebagai suatu karakteristik perairan yang khas (unik). Suhu dan salinitas

merupakan faktor yang sangat penting bagi distribusi organisme di estuari.

Rositasari dan Rahayu (1994) mengemukakan bahwa Sebagai suatu sistem, estuari

merupakan satu kesatuan yang sangat kompleks. Berdasarkan pada bentuk,

kedalaman dan sebaran air laut serta berbagai material lain ke seluruh sistem, maka

estuari dapat dibagi menjadi 4 subsistem yaitu 1) Subsistem laut (marine) yang

terletak tepat di mulut sungai yang langsung berhubungan dengan laut. Pada zona

yang didominasi oleh pengaruh laut ini, selalu terjadi percampuran biota yang berasal

dari lingkungan laut menuju estuari dan sebaliknya. Saluran utama berfungsi sebagai

gerbang keluar / masuk bagi berbagai jenis ikan dan invertebrata bertaxa tinggi.

Biota-biota tersebut memanfaatkan kekayaan nutrien di daerah estuari ini untuk

melangsungkan pertumbuhannya yang melalui beberapa fase tersebut. Namun

demikian ada pula beberapa estuari yang lebih didominasi oleh komponen air laut,

akibat kurangnya aliran air tawar. 2) Subsistem teluk ( Bay) yang dicirikan dengan

adanya hamparan rataan lumpur yang tampak ke permukaan pada saat surut, dan

tergenang oleh campuran air tawar dan air laut pada saat pasang. Rataan ini tidak

hanya terdiri dari lumpur, tapi juga butiran pasir yang terbawa oleh aliran sungai. 3)

Rawa - rawa (Slough) yang merupakan percabangan kecil yang menghubungkan

teluk dengan saluran utama dari sungai. Input air tawar di lingkungan ini biasanya

sedikit. Pengaruh pasang-surut di lingkungan ini tidak sebesar bagian lain dari estuari

yang lebih dekat dengan laut. Umumnya rawa-rawa ini terdiri dari saluran yang

Page 11: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files... · I. LATAR BELAKANG Ekosistem estuari merupakan salah satu ekosistem perairan yang memiliki

8

berkelok yang menerobos rataan lumpur hingga mencapai bagian teluk utama.

Saluran kecil inilah yang membawa air pasang hingga ke rawa pasang-surut (marsh)

dan bagian ujung dari hutan pantai di daerah tersebut dan 4) Sungai ( Riverine )

yang terletak di daerah masuknya air tawar dari gunung menuju lingkungan estuari.

Sebagian besar dari subsistem ini berbentuk menyudut dan biasa disebut saluran

sungai yang terpengaruh pasang-surut. Salinitas sepanjang tahun di lingkungan ini

rendah, malah sebagian dari subsistem ini seluruhny terdiri dari air tawar.

Secara umum, estuari diartikan sebagai wilayah perairan tempat pencampuran

antara air laut dan air tawar, sehingga mengakibatkan daerah ini mempunyai air yang

bersalinitas lebih rendah dari pada lautan terbuka (Hutabarat dan Evans, 1985).

Selain itu, Millero dan Sohn (1992) mendefinisikan estuari sebagai daerah pasang

surut di muara sungai besar. Lengkapnya, Ward dan Montague (1996) menjelaskan

bahwa daerah estuari pada umumnya mencakup pengertian-pengertian perairan

pantai, semi tertutup, berhubungan bebas dengan laut terbuka, influx air laut

(mengandung salinitas air laut), influx air tawar (pengenceran air laut oleh air tawar),

dari kecil sampai sedang.

Secara umum estuaria mempunyai peran ekologis penting antara lain : sebagai

sumber zat hara dan bahan organik yang diangkut lewat sirkulasi pasang surut (tidal

circulation), penyedia habitat bagi sejumlah spesies hewan yang bergantung pada

estuaria sebagai tempat berlindung dan tempat mencari makanan (feeding ground)

dan sebagai tempat untuk bereproduksi dan/atau tempat tumbuh besar (nursery

ground) terutama bagi sejumlah spesies ikan dan udang. Perairan estuaria secara

umum dimanfaatkan manusia untuk tempat pemukiman, tempat penangkapan dan

budidaya sumberdaya ikan, jalur transportasi, pelabuhan dan kawasan industri

(Bengen, 2002). Komunitas estuari membentuk komposisi yang unik berupa

percampuran jenis endemik (Jenis yang hidup terbatas di lingkungan estuari), jenis

yang berasal dari ekosistem laut dan sebagian kecil jenis biota yang dapat

masuk/keluar dari lingkungan air tawar, yaitu biota yang memiliki kemampuan

osmoregulator yang baik. Ekosistem estuaria merupakan jalan masuk dan jalan keluar

bagi ikan-ikan diadromus (anadromus dan katadromus). Ikan anadromus

Page 12: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files... · I. LATAR BELAKANG Ekosistem estuari merupakan salah satu ekosistem perairan yang memiliki

9

menggunakan estuaria sebagai jalan masuk dari laut menuju sungai atau estuaria,

sebaliknya ikan katadromus menggunakan estuaria sebagai sebagai jalan keluar dari

sungai atau danau untuk bermigrasi ke laut

Hutan mangrove merupakan salah satu ekosistem hutan tropis yang memiliki

karateristik yang khas, dan juga merupakan salah satu ekosistem penting di daerah

pesisir/pantai. Ekosistem mangrove sangat penting artinya dalam pengelolaan

sumberdaya pesisir terutama pulau-pulau kecil. Fungsi terpenting mangrove adalah

sebagai penyambung darat dan laut. Tumbuhan, hewan, benda-benda lainnya dan

nutrisi tumbuhan ditransfer ke arah darat atau ke arah laut melalui mangrove.

Mangrove berperan sebagai filter untuk mengurangi efek yang merugikan dan

perubahan lingkungan utama dan sebagai sumber makanan bagi biota laut (pantai)

dan biota darat. Selain itu, ekosistem ini juga berfungsi dalam mengolah limbah

melalui penyerapan kelebihan nitrat dan phospat sehingga dapat mencegah

pencemaran dan kontaminasi di perairan sekitarnya. Hutan mangrove sering disebut

sebagai hutan payau karena sebagian besar hidup dan berkembang di daerah payau.

Keberadaan hutan mangrove di kawasan pesisir secara ekologi dapat berfungsi

sebagai perangkap sediment (sediment trap), pelindung pantai dari badai dan

pengikisan air laut, sebagai daerah asuhan dan tempat mencari makan bagi beberapa

jenis ikan tertentu. Secara ekonomis hutan mangrove juga dapat dimanfaatkan

sebagai lahan tambak ikan/udang, tempat pembuatan garam, bahan baku kertas dan

arang, pemompa nutrien (nutrient pump) terhadap ekosistem lainnya seperti padang

lamun dan terumbu karang. Berdasarkan data yang ada, luas areal hutan mangrove di

seluruh Indonesia kurang lebih 4,25 juta hektar, 266.800 ha di antaranya terdapat di

Kalimantan Timur (Wartaputra 1991).

Mangrove biasanya berada di daerah muara sungai atau estuarin sehingga

merupakan daerah tujuan akhir dari partikel-partikel organik ataupun endapan lumpur

yang terbawa dari daerah hulu akibat adanya erosi. Dengan demikian, daerah

mangrove merupakan daerah yang subur, baik daratannya maupun perairannya,

karena selalu terjadi transportasi nutrien akibat adanya pasang surut. Mangrove

mempunyai berbagai fungsi. Fungsi fisiknya yaitu untuk menjaga kondisi pantai agar

Page 13: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files... · I. LATAR BELAKANG Ekosistem estuari merupakan salah satu ekosistem perairan yang memiliki

10

tetap stabil, melindungi tebing pantai dan tebing sungai, mencegah terjadinya abrasi

dan intrusi air laut, serta sebagai perangkap zat pencemar. Fungsi biologis mangrove

adalah sebagai habitat benih ikan, udang, dan kepiting untuk hidup dan mencari

makan, sebagai sumber keanekaragaman biota akuatik dan nonakuatik seperti burung,

ular, kera, kelelawar, dan tanaman anggrek, serta sumber plasma nutfah. Fungsi

ekonomis mangrove yaitu sebagai sumber bahan bakar (kayu, arang), bahan

bangunan (balok, papan), serta bahan tekstil, makanan, dan obat-obatan.

Mangrove mengangkut nutrien dan detritus ke perairan pantai sehingga

produksi primer perairan di sekitar mangrove cukup tinggi dan penting bagi

kesuburan perairan. Dedaunan, ranting, bunga, dan buah dari tanaman mangrove

yang mati dimanfaatkan oleh makrofauna, misalnya kepiting sesarmid, kemudiann

didekomposisi oleh berbagai jenis mikroba yang melekat di dasar mangrove dan

secara bersama-sama membentuk rantai makanan. Detritus selanjutnya dimanfaatkan

oleh hewan akuatik yang mempunyai tingkatan lebih tinggi seperti bivalvia,

gastropoda, berbagai jenis juvenil ikan dan udang, serta kepiting. Karena keberadaan

mangrove sangat penting maka pemanfaatan mangrove untuk budi daya perikanan

harus rasional. Ahmad dan Mangampa (2000) menyarankan hanya 20% saja dari

lahan mangrove yang dikonversi menjadi pertambakan.

Pada daerah perairan estuari terjadi fluktuasi perubahan salinitas yang

berlangsung secara tetap yang berhubungan dengan gerakan air pasang. Massa air

yang masuk ke dalam daerah estuari pada waktu terjadi air surut hanya bersumber

dari air tawar, akibatnya salinitas air di daerah estuari pada saat itu umumnya rendah.

Pada waktu air pasang, massa air masuk ke dalam estuari, sehingga mengakibatkan

salinitasnya naik (Hutabarat dan Evans, 1985).

Berdasarkan distribusi sifat-sifat perairan, estuari dapat diklasifikasikan

sebagai estuari yang tercampur secara vertikal, sedikit terstratifikasi, sangat

terstratifikasi, dan estuari baji garam (Millero dan Shon, 1992). Pada umumnya,

estuari yang sangat terstratifikasi relatif tidak terlalu rentan terhadap pencemaran

sehubungan dengan laju pembilasannya yang lebih cepat. Walaupun dari sisi lain,

aliran dasarnya dapat membalikkan limbah yang terendap, dan massa air bagian

Page 14: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files... · I. LATAR BELAKANG Ekosistem estuari merupakan salah satu ekosistem perairan yang memiliki

11

bawah yang bersalinitas lebih tinggi tersebut bergerak ke arah daratan dengan

membawa sedimen yang dapat menyebabkan gundukan yang menghalangi aliran di

muara (Clark, 1974).

Millero dan Sohn (1992) mengklasifikasikan estuari ke dalam dua tipe:

pertama, estuari positif yaitu estuari yang memiliki salinitas lebih rendah dibanding

salinitas laut karena curah hujan dan masukan air tawar yang tinggi. Kedua, estuari

negatif yaitu estuari dengan salinitas yang lebih rendah dibanding salinitas laut akibat

evaporasi yang tinggi dan presipitasi serta masukan air tawar yang sedikit. Meskipun

estuari merupakan suatu tempat yang sulit untuk di tempati, daerah ini memiliki

tingkat produktifitas yang tinggi. Sehingga secara ekologis daerah estuari merupakan

tempat hidup yang baik bagi populasi ikan, tempat berpijah dan membesarkan anak

anak-anak ikan (Hutabarat dan Evans, 1985).

Hutan mangrove merupakan salah satu ekosistem hutan tropis yang memiliki

karateristik yang khas, dan juga merupakan salah satu ekosistem penting di daerah

pesisir/pantai. Hutan mangrove sering disebut sebagai hutan payau karena sebagian

besar hidup dan berkembang di daerah payau. Keberadaan hutan mangrove di

kawasan pesisir secara ekologi dapat berfungsi sebagai perangkap sediment (sediment

trap), pelindung pantai dari badai dan pengikisan air laut, sebagai daerah asuhan dan

tempat mencari makan bagi beberapajenis ikan tertentu. Secara ekonomis hutan

mangrove juga dapat dimanfaatkan sebagai lahan tambak ikan/udang, tempat

pembuatan garam, bahan baku kertas dan arang, pemompa nutrien (nutrient pump)

terhadap ekosistem lainnya seperti padang lamun dan terumbu karang. Berdasarkan

data yang ada, luas areal hutan mangrove di seluruh Indonesia kurang lebih 4,25 juta

hektar, 266.800 ha di antaranya terdapat di Kalimantan Timur (Wartaputra 1991)

Mangrove biasanya berada di daerah muara sungai atau estuarin sehingga

merupakan daerah tujuan akhir dari partikel-partikel organik ataupun endapan lumpur

yang terbawa dari daerah hulu akibat adanya erosi. Dengan demikian, daerah

mangrove merupakan daerah yang subur, baik daratannya maupun perairannya,

karena selalu terjadi transportasi nutrien akibat adanya pasang surut.

Page 15: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files... · I. LATAR BELAKANG Ekosistem estuari merupakan salah satu ekosistem perairan yang memiliki

12

Mangrove mempunyai berbagai fungsi. Fungsi fisiknya yaitu untuk menjaga kondisi

pantai agar tetap stabil, melindungi tebing pantai dan tebing sungai, mencegah

terjadinya abrasi dan intrusi air laut, serta sebagai perangkap zat pencemar. Fungsi

biologis mangrove adalah sebagai habitat benih ikan, udang, dan kepiting untuk

hidup dan mencari makan, sebagai sumber keanekaragaman biota akuatik dan

nonakuatik seperti burung, ular, kera, kelelawar, dan tanaman anggrek, serta sumber

plasma nutfah. Fungsi ekonomis mangrove yaitu sebagai sumber bahan bakar (kayu,

arang), bahan bangunan (balok, papan), serta bahan tekstil, makanan, dan obat-

obatan.

Mangrove mengangkut nutrien dan detritus ke perairan pantai sehingga

produksi primer perairan di sekitar mangrove cukup tinggi dan penting bagi

kesuburan perairan. Dedaunan, ranting, bunga, dan buah dari tanaman mangrove

yang mati dimanfaatkan oleh makrofauna, misalnya kepiting sesarmid, kemudiann

didekomposisi oleh berbagai jenis mikroba yang melekat di dasar mangrove dan

secara bersama-sama membentuk rantai makanan. Detritus selanjutnya dimanfaatkan

oleh hewan akuatik yang mempunyai tingkatan lebih tinggi seperti bivalvia,

gastropoda, berbagai jenis juvenil ikan dan udang, serta kepiting. Karena keberadaan

mangrove sangat penting maka pemanfaatan mangrove untuk budi daya perikanan

harus rasional. Ahmad dan Mangampa (2000) menyarankan hanya 20% saja dari

lahan mangrove yang dikonversi menjadi pertambakan.

Perairan mangrove merupakan daerah perawatan dan tempat makan bagi

sejumlah spesies ikan dan udang. Chong et al. (1990) melaporkan bahwa perairan

mangrove merupakan tempat mencarimakan pada waktu terjadi pasang tinggi bagi

ikan-ikan ekonomis maupun nonekonomis. Komunitas ikan di perairan mangrove

didominasi oleh beberapa spesies, meskipun spesies ikan yang tertangkap relative

banyak, dan pada umumnya masih berukuran juvenil. Uji coba penangkapan berbagai

spesies ikan di perairan mangrove Selangor, Malaysia, dengan menggunakan jarring

insang monofilamen ukuran 0,50; 1,50; 2; 3; 4; dan 6 inci (1 inci = 2,54 cm), panjang

jaring 46−91 m dan lebar 2,10−3,50 m memperoleh 119 spesies dari 21.670

spesimen. Tangkapan didominasi (70%) oleh enam spesies ikan, yaitu Ambassis

Page 16: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files... · I. LATAR BELAKANG Ekosistem estuari merupakan salah satu ekosistem perairan yang memiliki

13

gymnocephalus, Thryssa kammalensis, T. hamiltonii, Leiognathus daura, Sardinella

melanura, dan Secutor insidiator. Di perairan mangrove Trinity, Quensland Utara,

Australia diperoleh 55 spesies ikan, di Tudor Creek Kenya diperoleh 83 spesies ikan,

dan di Puerto Rico 59 spesies ikan. Jumlah spesies ikan

Keanekaragaman Hayati

Keanekaragaman hayati sering didefiniskan sebagai keragaman seluruh

bentuk kehidupan dari genus hingga spesies, melalui ekosistem secara luas (sebagai

catatan keragaman pada definisi yang sederhana, (Gaston, 1996).

Dahuri (2004) menyatakan potensi lainnya dari sumberdaya perikanan

perairan umum adalah potensi plasma nutfah ikan dan biota air lainnya. Tidak kurang

dari 1.100 jenis ikan air tawar terdapat diperairan umum Indonesia. Perairan umum

Kalimantan memiliki tidak kurang dari 600 jenis ikan, sedangkan di kawasan danau

Sentarum tercatat sebanyak lebih dari 200 jenis ikan air tawar. Disamping kaya akan

plasma nutfah ikan, perairan umum di Indonesia kaya akan jenis plankton dan

tumbuhan air (higher aquatic plant). Perairan umum di Kalimantan Barat terkenal

sebagai salah satu perairan tawar yang terkaya didunia akan jenis plankton.

Sedangkan Desmidiaceae dan Copepoda merupakan organisme plankton yang sering

dijumpai di perairan umum di Kalimantan. Di antara tumbuhan air, Ilang (Eichhornia

crassipes), Kiambang (Salvinia spp, Pistia spp), Ganggeng (Hydrilla spp,

Ceratophyllum sp, Myriophyllum sp) rumput-rumputan (Gramineae) dan Jungkal

(Pandanaceae) merupakan individu-individu yang banyak dijumpai di perairan umum

di Sumatera dan Kalimantan.

Akustik di perairan estuarine dan perairan rawa banjiran

Metode Akustik

Akustik kelautan yang dalam bahasa Inggrisnya disebut “marine acoustic”

adalah teori tentang gelombang suara/akustik dan perambatannya di air laut. Dengan

demikian, dalam akustik kelautan ini proses pembentukan gelombang suara, sifat-

sifat perambatannya, serta proses - proses selanjutnya hanya dibatasi pada medium air

Page 17: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files... · I. LATAR BELAKANG Ekosistem estuari merupakan salah satu ekosistem perairan yang memiliki

14

laut, bukan air secara keseluruhan seperti halnya akustik bawah air (underwater

acoustic) (Arnaya, 1991).

Prinsip Instrumen Akustik.

Alat untuk mendeteksi atau untuk mencari ikan dan objek bawah air lainnya

dikenal dengan peralatan akustik. Peralatan ini memanfaatkan prinsip - prinsip

perambatan gelombang suara secara vertikal di dalam air. Dengan alat ini diharapkan

nelayan / pengguna dapat dengan mudah dalam proses pendeteksian ikan, atau juga

untuk mendeteksi kedalaman perairan. Echosounder adalah sistem SONAR yang arah

pemancaran gelombang suaranya vertikal. SONAR (Sound Navigation and Ranging)

adalah peralatan yang digunakan untuk mendapatkan informasi tentang objek-objek

bawah air yakni dengan pemancaran gelombang suara dan “pengamatan” echo yang

kembali dari objek yang bersangkutan, sonar mempunyai arah pemancaran

gelombang suaranya horizontal (Pujiati dkk., 2003).

Komponen Utama Echosounder

Secara prinsip sistem SONAR tersebut terdiri dari empat komponen utama

(Gambar 3) yakni Transmitter, Transducer, Receiver, dan Display / recorder. Di

samping itu dilengkapi dengan Time Base untuk tujuan kuantitatif dengan echo signal

prosesor atau echo intergrator (Medwin and Clay, 1998).

Time Base adalah komponen yang menginisiasi suatu pulsa untuk men

“switch on” modulation transmitter, di mana akan menghasilkan sebuah pulsa dengan

center frequensi (f) dan duration ( ) untuk memicu transducer. Time Base berfungsi

untuk: (1) menghasilkan “clock” dimana memungkinkan diperoleh akurasi dari

pengukuran kedalaman (2) mengontrol pulsa repetition rate saat mana transmitter

dibuat. Transmitter menghasilkan pulsa listrik yang berfrekuensi dan berlebar tertentu

tergantung dari desain transducer. Suatu perintah dari Time Base dan dari kotak

pemicu pulsa di-recorder akan memberikan saat kapan pembentukan pulsa (pulse

former) bekerja. Pintu pulsa atau switching pulsa yang dihasilkan oleh pulse former

akan menentukan lama pulsa. Transmitter adalah di-trigger dari time base dengan

pulse repetitian rate tertentu. Masing - masing trigger memulai sirkuit duration, ini

berlangsung untuk waktu tertentu dan selama waktu ini frekuensi echosounder

Page 18: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files... · I. LATAR BELAKANG Ekosistem estuari merupakan salah satu ekosistem perairan yang memiliki

15

di”couple” terhadap power amplifier di mana kemudian dihubungkan dengan

transducer. Power amplifier di dalam transmitter meningkatkan keluaran (output)

power beberapa ratus watt atau sampai beberapa kilo watt dan tingkat power harus

diusahakan tetap. Transducer mempunyai fungsi utama untuk mengubah energi

listrik menjadi energi suara ketika suara akan dipancarkan dan sebaliknya mengubah

energi suara menjadi energi listrik ketika echo diterima. Fungsi lain (tambahan) dari

transducer adalah memusatkan energi suara yang dipancarkan sebagai beam. Secara

umum transducer ini dibagi menjadi projector (untuk transmisi) dan hydrophone

(untuk penerima) (Arnaya, 1991).

Receiver adalah sinyal echo (energi listrik) yang lemah yang dihasilkan oleh

transducer harus diperkuat beberapa ribu kali sebelum diteruskan ke recorder.

Penguat echo ini dilakukan oleh receiver amplifier dan besarnya penguatan dapat

diatur oleh (sensitivity control) atau pengatur volume (Medwin and Clay, 1998).

Gambar 1. Komponen utama dan prinsip dasar echosounder

Display/Recorder, pada echosounder yang umumnya digunakan adalah

recording echosounder di mana dilengkapi dengan kertas pencatat atau

menggunakan monitor berwarna yang umumnya disebut Colour Echosounder.

Prinsip kerja dari colour echosounder ini intensitas echo diekspresikan dengan

perbedaan warna (karena perbedaan intensitas echo setara dengan electric signal

level) sebagai contoh intensitas echo yang kuat dari dasar perairan akan berwarna

red-brown, gerombolan ikan besar berwarna orange, gerombolan ikan kecil berwarna

hijau, ikan tunggal berwarna biru, dan seterusnya (Arnaya, 1991).

Page 19: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files... · I. LATAR BELAKANG Ekosistem estuari merupakan salah satu ekosistem perairan yang memiliki

16

Echosounder Split Beam System

Walaupun banyak sekali keunggulan oleh dual beam method, tetapi terhadap

noise mempunyai banyak kelemahan. Untuk itulah dikembangkan metode split beam

yang ditemukan oleh Ehrenberg (1981) yang kemudian dikembangkan di Norwegia

(Foote et al., 1984 dalam Irawan, 2005).

Transducer ini terdiri dari empat kuadran yaitu Fore (bagian depan), AFT

(buritan kapal), Port (sisi kiri kapal), Starboard (sisi kanan kapal), di mana

pemancaran gelombang suara dilakukan dengan full beam yang merupakan

penggabungan dari keempat kuadran secara simultan (Simrad, 1993). Selanjutnya

echo dari target diterima oleh masing–masing kuadran secara terpisah dan output-nya

digabung lagi untuk membentuk suatu full beam dan dua split beam (MacLennan and

Simmonds, 2005).

Menurut Arnaya (1991), split beam echosounder modern memiliki fungsi time

varied gain (TVG) di dalam sistem perolehan data akustik. TVG ini berfungsi secara

otomatis untuk mengeliminir pengaruh atenuasi yang disebabkan baik oleh

geometrical spreading dan absorbsi suara ketika merambat dalam air. Ada dua tipe

TVG yaitu fungsi TVG yang bekerja untuk echo ikan tunggal yang disebut fungsi

TVG 40 log R dan fungsi TVG 20 log R yang bekerja untuk echo kelompok ikan.

Fungsi TVG 40 log R menghasilkan sinyal amplitudo yang sama untuk ikan dengan

ukuran yang sama tanpa tergantung dari echo target strength yang bersangkutan.

Begitu juga fungsi TVG 20 log R akan menghasilkan sinyal amplitudo yang sama

untuk kelompok ikan dengan ukuran yang sama terhadap pusat transducer.

Dibandingkan dengan dual beam method, split beam ini lebih rumit karena

memerlukan hardware dan software yang lebih rumit pula untuk mengukur beda fase

antara sinyal-sinyal yang diterima pada kedua bagian/belahan beam (Arnaya, 1991).

Sumberdaya perairan

Kombinasi pengaruh air laut dan air tawar tersebut akan menghasilkan suatu

komunitas yang khas, dengan kondisi lingkungan yang bervariasi, antara lain 1.

tempat bertemunya arus sungai dengan arus pasang surut, yang berlawanan

Page 20: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files... · I. LATAR BELAKANG Ekosistem estuari merupakan salah satu ekosistem perairan yang memiliki

17

menyebabkan suatu pengaruh yang kuat pada sedimentasi, pencampuran air, dan ciri-

ciri fisika lainnya, serta membawa pengaruh besar pada biotanya. 2. Pencampuran

kedua macam air tersebut menghasilkan suatu sifat fisika lingkungan khusus yang

tidak sama dengan sifat air sungai maupun sifat air laut. 3. perubahan yang terjadi

akibat adanya pasang surut mengharuskan komunitas mengadakan penyesuaian

secara fisiologis dengan lingkungan sekelilingnya. 4. tingkat kadar garam di daerah

estuaria tergantung pada pasangsurut air laut, banyaknya aliran air tawar dan arus-

arus lain, serta topografi daerah estuaria tersebut.

1. Plankton

Istilah plankton adalah suatu istilah yang umum. Plankton meliputi biota yang

hidup terapung atau terhanyut di daerah pelagik. Istilah plankton berasal dari kata

Yunani yang berarti pengembara. Organisme ini biasanya berukuran relatif kecil atau

mikroskopis, hidupnya selalu terapung atau melayang dan daya geraknya tergantung

pada arus atau pergerakan air. Plankton dapat dibagi ke dalam dua golongan besar

yaitu fitoplankton (plankton tumbuhan/nabati) dan zooplankton (plankton hewani)

(Arinardi et al., 1997).

Menurut Kennish (1990) produktivitas primer adalah laju fiksasi

karbon(pembentukan material organik) di perairan dan biasanya dinyatakan

dalamjumlah gram karbon yang dihasilkan dalam waktu tertentu. Faktor fisika

utamyang mempengaruhi produktivitas primer adalah cahaya, suhu, dan sirkulasi

airFaktor lain yang mempengaruhi produktivitas primer adalah faktor kimia, yaitu

salinitas dan nutrien, serta faktor biologi yaitu pemangsaan fitoplankton.

Berdasarkan Goldman dan Horne (1983) estuari adalah salah satu badan air yang

paling kompleks dan produktif. Estuari memiliki jenis spesies yang lebih sedikit

namun dengan jumlah yang lebih melimpah bila dibandingkan dengan perairan tawar

atau laut. Odum (1971) menyatakan bahwa produktivitas yang tinggi di daerah

estuari disebabkan oleh:

1. Estuari adalah perangkap nutrien, secara fisika dan biologi. Daur ulang nutrien

yang sangat cepat oleh aktivitas mikroba, benthos, dan hewan penggali menciptakan

semacam “sistem penyuburan sendiri”. Namun, kecenderungan alami ini

Page 21: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files... · I. LATAR BELAKANG Ekosistem estuari merupakan salah satu ekosistem perairan yang memiliki

18

menyebabkan estuari rentan terhadap polusi, karena polutan akan terperangkap

termasuk nutrien-nutrien yang bermanfaat. Perangkap nutrien secara fisika terkait

gerakan pasang surut.

2. Estuari memiliki keanekaragaman jenis produser yang dapat berfotosintesis.

Banyak estuari yang ditemukan memiliki semua tiga tipe produser yang ada di dunia,

yaitu makrofita (rumput laut, lamun, dan rumput gambut/ marsh grass), mikrofita

dasar, dan fitoplankton.

3. Peran pasang surut dalam menciptakan sebuah ekosistem dengan tinggi muka air

yang berfluktuasi. Pada umumnya, semakin besar amplitudo pasang maka semakin

besar potensi produksi, jika arus yang terjadi tidak terlalu abrasif. Goldman dan

Horne (1983) menyatakan air yang dangkal dan lumpur yang dengan mudah terpapar

cahaya matahari saat surut, dapat meningkatkan daur ulang nutrien melalui

dekomposisi oleh bakteri dan dapat mempercepat pertumbuhan hewan benthik.

Pennock dan Sharp (1986) menyatakan produksi fitoplankton juga berbeda

secara spasial di estuari sesuai dengan perubahan faktor lingkungan, seperti

konsentrasi TSS (Total Suspended Solid), kedalaman kolom air, dan konsentrasi

nutrien yang bervariasi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Pennock dan Sharp

(1986) di estuari Delaware, USA, pengamatan produktivitas yang rendah terjadi pada

saat turbiditas maksimum, yaitu di daerah 75-110 km dari mulut estuari ke arah hulu.

Selanjutnya, dijelaskan bahwa pada wilayah tersebut, konsentrasi TSS berkisar pada

60-200 mg/l yang mengakibatkan pengurangan intensitas cahaya pada lapisan

permukaan. Penurunan produktivitas ini juga diduga karena stress yang dialami

fitoplankton air tawar yang hidup di perairan payau. Hal ini didukung oleh

rendahnya nilai klorofil dan kelimpahan fitoplankton air tawar. Menurut Pennock

(1985) in Pennock dan Sharp (1986), jika di estuari tidak terdapat stratifikasi

vertikal, maka konsentrasi TSS dengan kisaran 7-20 mg/l dapat menghambat

pertumbuhan fitoplankton.

Istilah plankton adalah suatu istilah yang umum. Plankton meliputi biota yang

hidup terapung atau terhanyut di daerah pelagik. Istilah plankton berasal dari kata

Yunani yang berarti pengembara. Organisme ini biasanya berukuran relatif kecil atau

Page 22: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files... · I. LATAR BELAKANG Ekosistem estuari merupakan salah satu ekosistem perairan yang memiliki

19

mikroskopis, hidupnya selalu terapung atau melayang dan daya geraknya tergantung

pada arus atau pergerakan air. Plankton dapat dibagi ke dalam dua golongan besar

yaitu fitoplankton (plankton tumbuhan/nabati) dan zooplankton (plankton hewani)

(Arinardi et al., 1997).

Hubungan antara komunitas fitoplankton dengan perairan adalah positif. Bila

kelimpahan fitoplankton di suatu perairan tinggi, maka dapat diduga perairan tersebut

memiliki produktivitas perairan yang tinggi pula (Raymont, 1981). Jenis fitoplankton

yang sering dijumpai di laut dalam jumlah besar adalah diatom. Nybakken (1992)

juga menyatakan bahwa fitoplankton yang berukuran besar dan biasanya tertangkap

oleh jaring plankton terdiri dari dua kelompok besar yaitu diatom dan dinoflagellata.

Di perairan Indonesia diatom paling sering ditemukan, baru kemudian dinoflagellata.

Menurut Arinardi et al., (1997), kelas Bacillariophyceae lebih mampu beradaptasi

dengan kondisi lingkungan yang ada, kelas ini bersifat kosmopolitan serta

mempunyai toleransi dan daya adaptasi yang tinggi. Sedangkan kelas Dinoflagelata

(Dinophyceae) adalah grup fitoplankton yang sangat umum ditemukan di laut setelah

diatom (Nontji, 2006)

Klorofil-a

Alat fotosintetik dari seluruh tumbuhan air kecuali alga biru dan bacteria terletak

di dalam kloroplast yang merupakan partisi sel yang aktif dalam proses fotosintesis.

Di dalam kloroplast ini terdapat klorofil dan pigmen-pigmen fotosintetik lainnya.

Klorofil-a adalah suatu pigmen fotosintetik umum pada seluruh tumbuhan eukariotik,

dan inilah yang menyebabkan air dekat pantai terlihat hijau (Basmi, 1995). Klorofil-a

terkandung di dalam semua tanaman berfotosintesis, tumbuhan tingkat tinggi dan

alga hijau. Salah satu metode penentuan biomassa fitoplankton adalah dengan

pengukuran klorofil-a, karena klorofil-a merupakan bagian terpenting dalam

fotosintesis dan dikandung sebagian besar jenis fitoplankton yang hidup di laut.

Page 23: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files... · I. LATAR BELAKANG Ekosistem estuari merupakan salah satu ekosistem perairan yang memiliki

20

Ikan

Kennish (1990) mengelompokkan ikan-ikan estuaria menjadi enam kelompok

yang menggunakan daerah estuaria sebagai tempat pemijahan, migrasi dan sebagai

daerah asuhan yaitu 1) passage migrant yaitu spesies anadromus dan katadromus

misalnya dari jenis Anguilla spp, 2) spesies air tawar yang secara musiman masuk

kedaerah yang bersalinitas rendah untuk mencari makan. Beberapa spesies ini

membentuk populasi yang permanen di daerah pasang surut air tawar di sepanjang

estuaria, 3) Spesies ikan air laut yang masuk ke mulut estuaria sebagai opportunist

feeders, 4) ikan-ikan estuaria yang menghabiskan sebagian besar atau seluruh

hidupnya di daerah estuaria, 5) ikan laut yang menggunakan estuaria sebagai daerah

asuhan dan 6) ikan air tawar dan ikan laut yang masuk ke daerah estuaria dalam

bentuk dewasa untuk melakukan pemijahan.

Udang/Krustasea

Krustasea merupakan salah satu hewan benthos disamping moluska yang

memakan bahan tersuspensi (filter feeder) dan umumnya sangat dominan pada

substrat berpasir serta berlumpur. Jenis yang ditemukan merupakan jenis kepiting

yang biasa hidup di daerah pasang surut dan termasuk ke dalam kategori pemakan

serasah mangrove dan daun mangrove segar. Dalam hal ini, pengamatan dilakukan di

tiga daerah mangrove yang kondisinya masih baik, daerah mangrove yang sudah

ditebang/daerah tebangan dan daerah tambak (bekas tambak kering). Parameter

lingkungan yang diukur dalam penelitian ini adalah suhu, keasaman dan salinitas.

Hasil penelitian didapatkan 40 jenis krustasea dengan 9 suku. Dari hasil penelitian

tersebut terdapat krustasea yang non ekonomi sebanyak 38 jenis diantaranya: Alpheus

euphrosyne, Alpheus sp., Metaplax elegans, Parasesarma eydouri dan Uca coarctata

coarctata. Sedangkan krustasea yang ekonomi penting terdiri dari 2 jenis, yaitu:

Varuna yui dan Scylla olivacea. Selain itu, dari 38 jenis yang non ekonomi penting

ditemukan 2 jenis kepiting baru yaitu: Metaplax sp. nov. (Grapsidae) dan

Macrophthalmus sp. nov. (Suku Sesarmidae) (Pratiwi, 2009)

Page 24: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files... · I. LATAR BELAKANG Ekosistem estuari merupakan salah satu ekosistem perairan yang memiliki

21

Delta Mahakam

Dari 266.800 ha hutan mangrove di Kalimantan Timur, seluas 232.130 ha

merupakan areal konservasi, dan sisanya dimanfaatkan untuk areal Hak Penguasaan

Hutan (HPH), lahan perikanan dan rencanapengembangan usaha intensifikasi maupun

ekstensifikasi tambak (Darsidi 1987). Delta Mahakam memiliki nilai yang amat

penting bagi pembangunan ekonomi berbasis sumberdaya hayati (perikanan) dan nir-

hayati (minyak dan gas bumi), di Propinsi Kalimantan Timur umumnya dan

Kabupaten Kutai Kartanegara khususnya. Kedua sumberdaya alam tersebut memiliki

ciri pemanfaatan yang berbeda dan berkaitan satu sama lainnya. Secara ekologis

kawasan Delta Mahakam didominasi oleh ekosistem mangrove seluas 150.000 Ha,

terbentuk dari proses sedimentasi yang cukup lama dari Sungai Mahakam yang

memiliki panjang 770 km dengan debit aliran 1500 m/det dan konsentrasi muatan

padatan tersuspensi mencapai 80 mg/L. Debit sungai yang tinggi sangat

mempengaruhi ormasi vegetasi mangrove di Delta Mahakam, yang berguna sebagai

daerah asuhan bagi ikan dan udang.

Keberadaan dan pengelolaan sumberdaya migas di dalam kawasan Delta

Mahakam telah menempatkan kawasan ini pada posisi strategis secara ekonomi,

social, keamanan, maupun arti strategis dalam pembangunan lokal, nasional serta

regional dan internasional. Modernisasi di sekitar kawasan Delta Mahakam melalui

kapitalisasi (peningkatan arus modal dan teknologi). maupun industrilisasi diberbagai

sektor diduga telah mengubah struktur social masyarakat sedemikian mendasar .

Perubahan struktur tersebut ditandai oleh semakin meningkatnya kebutuhan

spesialisasi pekerjaan atau tumbuhnya pekerjaan-pekerjaan baru di sekitar kawasan

serta semakin meningkatnya konversi lahan untuk berbagai kegiatan usaha. Struktur

masyarakat menjadi lebih kompeks seiring dengan munculnya organisasi – organisasi

social baru yang memiliki beragam tujuan dan kepentingan. Dalam perspektif Neo –

Marxis, perubahan ini akan menjadi sumber munculnya konflik-konlik baru dalam

hubungan produksi. Modernisasi juga akan melinatkan perubahan pada hampir

seluruh aspek tingkah laku sosial termasuk di dalamnya industrialisasi, urbanisasi

dan sekulerisasi.

Page 25: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files... · I. LATAR BELAKANG Ekosistem estuari merupakan salah satu ekosistem perairan yang memiliki

22

Delta Mahakam memiliki nilai yang amat penting, bagi pembangunan

ekonomi berbasis sumberdaya alam hayati (perikanan) dan nir-hayati (minyak dan

gas bumi), di Provinsi Kalimantan Timur umumnya dan Kabupaten Kutai

Kartanegara khususnya. Kedua sumberdaya alam dimaksud memiliki ciri

pemanfaatan yang berbeda, dan berkaitan satu sama lain (Bengen et al. 2003).

Secara ekologis kawasan Delta Mahakam didominasi oleh ekosistem mangrove

seluas kurang lebih 150.000 hektar, terbentuk dari proses sedimentasi yang cukup

lama dari sungai Mahakam yang memiliki panjang 770 km dengan debit aliran air

1.500 m3/detik dan konsentrasi muatan padatan tersuspensi mencapai 80 mg/l. Debit

sungai yang tinggi sangat mempengaruhi formasi vegetasi mangrove di Delta

Mahakam, yang berguna sebagai daerah asuhan (nursery ground) bagi udang.

Kondisi geologis Delta Mahakam mencerminkan propagasi deltaik dalam

episode tunggal setelah naiknya permukaan air laut sejak masa Holocene (Allen and

Chamber 1998). Luas daratan delta ini mencapai kira-kira 5200 km2 dan memiliki

jarak terhadap tepian lempeng Eurasia sekitar 25 km dari daratan delta tersebut.

Delta ini juga memiliki pelepasan fluvial yang bervariasi secara musiman, namun

tidak ada genangan yang signifikan. Gelombang naik-turun pada mulut muara, yaitu

pada pantai gambut detrital tanpa pantai berpasir pada delta tersebut.

Pasokan sedimen berupa lumpur berpasir dengan lumpur dominan, yang

dihasilkan oleh campuran erosi dari Anticlinorium Samarinda, Landasan Cretaceous

dan vulkanik Pliocene. Morfologinya lobate dengan aliran sungai yang bercabang

serta progradasi yang cepat (Voss 1983; Allen and Chambers 1998). Kanal-kanal

lurus berpasir dengan thalweg dan dataran pasir lateral yang berkelok serta kanal

pasang surut berlumpur yang berkelokkelok. Delta ini didominasi oleh arus pasang

surut terdiri dari lumpur carbonaceous yang merupakan kondisi yang baik untuk

mangrove dan asosiasinya (Wolanski et al. 1992; Allen and Chambers 1998).

Keadaan sosial ekonomi sekitar delta, sebagaimana wilayah pesisir yang

bersifat terbuka, penduduk Delta Mahakam terdiri atas penduduk lokal dan

pendatang, terutama suku Bugis yang berasal dari Sulawesi Selatan (Bourgeois et al.

2002). Jumlah penduduk mengalami perkembangan yang sangat pesat, yaitu 35.000

Page 26: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files... · I. LATAR BELAKANG Ekosistem estuari merupakan salah satu ekosistem perairan yang memiliki

23

jiwa tahun 1995, meningkat hingga 104.496 jiwa tahun 2002, keragaman etnis yang

tinggi yang membentuk dinamika komunitas tertentu, diantaranya golongan etnis

Banjar, Bugis, Kutai, Jawa, Nusa Tenggara Timur, Batak dan keturunan Cina.

Ditinjau dari aspek biofisik, lokasi Delta Mahakam terletak di wilayah ekuator

menjadikan suhu konstan yang tinggi (rata-rata suhu tahunan 26 – 28o

C) dengan

variasi tahun yang minimum, serta perbedaan suhu diurnal yang terbatas (Voss 1983;

Hopley 1999). Arus pasang surut merupakan campuran antara komponen diurnal dan

semi-diurnal dengan kisaran pasang surut setinggi 2,5 m dan memiliki energi

gelombang yang sangat rendah. Pasang surut ini dikombinasikan dengan aliran yang

tinggi dari sungai Mahakam (1.500 m3/detik). Data curah hujan di Kalimantan Timur

dari 1988 - 1995, curah hujan rata-rata di wilayah Delta Mahakam mencapai 2.460

mm/tahun (MREP 1995 dalam Prihatini 2003). Secara umum Delta Mahakam

merupakan wilayah yang dinamis, meskipun kanal-kanal utamanya relatif stabil.

kondisi lingkungan perairan

Pola kehidupan ikan sebagai organisme fagotrof distribusinya tidak dapat

dipisahkan dari adanya berbagai kondisi lingkungan perairan (faktor abiotik) yang

mempengaruhi biotik (organisme autotrof). Ke dua faktor ini saling mempengaruhi

satu sama lain dan tidak dapat terlepas. Faktor abiotik yang berpengaruh adalah faktor

fisik seperti musim, kelarutan oksigen, suhu yang mempengaruhi faktor biotik (

adanya makanan seperti detritus, tanaman hijau dan plankton). Fluktuasi keadaan

lingkungan mempunyai pengaruh yang besar terhadap kehadiran suatu jenis ikan di

suatu perairan pada saat tertentu.

Pentingnya pengukuran oksigen terlarut di perairan adalah untuk mengetahui

laju oksigen yang digunakan oleh organisme. Adanya laju yang sangat rendah akan

mengindikasikan perairan yang bersih atau kemungkinan minimnya mikroorganisme

untuk mengkonsumsi bahan organik yang tersedia di perairandan kemungkinan

lainnya adalah mikroorganisme mati. Laju penggunaan oksigen umumnya disebut

Biochemical Oxygen Demand (BOD). Nilai BOD di sungai dapat dipengaruhi oleh

tiga variabel penting yang tidak konstan, yaitu : suhu, waktu, dan cahaya (Vesilind et

Page 27: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files... · I. LATAR BELAKANG Ekosistem estuari merupakan salah satu ekosistem perairan yang memiliki

24

al., 1993). BOD merupakan metode untuk mengetahui banyaknya kebutuhan oksigen

yang diperlukan untuk mendekomposisi bahan organik secara biologi

(Biodegradable) di perairan dalam sebuah unit volume air dengan memanfaatkan

mikroorganisme (Reid, 1961; Boyd, 1982; Davis dan Masten, 2004; Manahan, 2005;

Radojevic dan Bashkin, 2007). Dekomposisi bahan organik dimulai saat limbah

masuk ke sungai. BOD menunjukkan jumlah oksigen yang dikonsumsi mikroba

dalam proses respirasi aerob yang terdapat dalam botol BOD yang diinkubasi sekitar

200C, pada umumnya selama 5 hari dalam keadaan tanpa cahaya (Boyd, 1982).

Bahan organik ini, yaitu : lemak, protein, kanji, glukosa, aldehida, dan ester (Effendi,

2003). Dekomposisi selulosa secara biologis berlangsung relatif lambat. Bahan

organik merupakan hasil pembusukan tumbuhan dan hewan yang telah mati atau hasil

buangan dari limbah domestik dan industri. Polii (1994) dan Ginting (2007)

menyatakan bahwa pengukuran nilai BOD suatu perairan di daerah tropis dapat

dilakukan pada suhu 300C selama 3 hari inkubasi setara dengan suhu 20

0 C selama 5

hari (BOD5). Wilson dan Halcrow (1985) mengatakan bahwa BOD di perairan estuari

dapat mencapai 1.5 mg/l.

Pengukuran bahan organik yang dilakukan dengan cara oksidasi secarkimia

dapat menjadi lebih singkat. Oksidasi ini sering disebut dengan uChemical Oxygen

Demand (COD). Pengukuran COD pada suatu perairamenggambarkan seberapa besar

jumlah total oksigen yang dibutuhkan untukmengoksidasi secara kimiawi bahan

organik yang biodegradable (terdegradassecara biologi) maupun yang non-

biodegradable (tidak terdegradasi secarbiologi) menjadi CO2 dan H2O (Boyd, 1990;

Boyd dan Tucker, 1992; Nemerow,1991). Pada perairan yang tercemar biasanya

memiliki nilai lebih dari 200 mg/dan pada limbah industri mencapai 60000 mg/l

(UNESCO / WHO / UNEP, 1992in Effendi, 2003). Pengukuran COD didasarkan

pada prinsip bahwa hampir semubahan organik dapat dioksidasi menjadi

karbondioksida dan air dengan bantuaoksidator kuat K2Cr2O7 (kalium dikromat)

dalam suasana asam. Oksidator ini diperkirakan dapat mengoksidasi bahan organik

sekitar 95-100% (Effendi, 2003; Ginting, 2007).

Page 28: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files... · I. LATAR BELAKANG Ekosistem estuari merupakan salah satu ekosistem perairan yang memiliki

25

Nitrogen di suatu perairan dapat berasal dari nitrogen dalam bentuk gas (N2)

dan sebagian besar telah diubah oleh mikroorganisme melalui proses fiksasi biologi.

Bentuk nitrogen di perairan antara lain amonia (NH3), nitrit (NO), nitrat (NO3),

amonium (NH4 +) serta sebagian besar N yang berkaitan dalam organik komplek

(Alaerts dan Santika, 1987). Senyawa nitrogen dalam perairan berasal dari luar

(allochthonous) yaitu presipitasi tanah yang mengandung senyawa dan amonia,

limpasan permukaan, limbah industri, rumah tangga dan pertanian. Senyawa nitrogen

yang berasal dari dalam air (autochthonous) berawal dari proses perombakan yang

dilakukan oleh bakteri (Pescod, 1973; Knox dan Miyabara, 1984). Pada dasar

perairan kemungkinan terdapat amonia dalam jumlah yang lebih banyak

dibandingkan perairan di bagian atasnya karena oksigen terlarut pada bagian dasar

relatif lebih kecil (Welch, 1952). Amonia merupakan salah satu bentuk nitrogen di

alam yang dapat menyebabkan kematian ikan pada kisaran 0.4 mg/l-3.1 mg/l

(Tchobanoglous, 1976 in Boyd, 1982). Semakin meningkat salinitas di perairan maka

semakin meningkat prosentase amonia bebas di perairan. Toksisitas amonia terhadap

organisme akuatik meningkat dengan penurunan kadar oksigen terlarut, penigkatan

pH, dan suhu. Kadar amonia yang tinggi merupakan indikasi adanya pencemaran

bahan organik yang berasal dari limbah domestik, industri, dan limpasan (run-off)

pupuk pertanian, hasil pemecahan nitrogen organik (protein dan urea) dan nitrogen

anorganik yang terdapat dalam tanah dan air, dekomposisi bahan organik (biota

akuatik yang mati) yang dilakukan oleh mikroba dan jamur (dikenal dengan istilah

amonifikasi), hasil ekskresi dari biota akuatik, dan reduksi gas N2 yang berasal dari

proses difusi udara atmosfir (Pescod, 1973). Daya racun amonia ini meningkat

dengan konsentrasi CO2 yang rendah di perairan (Boyd, 1982).

Nitrit merupakan bentuk peralihan antara amonia dan nitrat (nitrifikasi) serta

antara nitrat dan gas nitrogen (denitrifikasi). Nitrit biasanya ditemukan dalam jumlah

sedikit di perairan dan bersifat tidak stabil jika terdapat oksigen. Pada kondisi oksigen

yang cukup (oksik) nitrit akan berubah menjadi nitrat, sedangkan pada kondisi

kekurangan oksigen (anoksik) nitrit akan berubah menjadi amonia. Perubahan ini

karena nitrit merupakan nitrogen yang tidak stabil (Novotny dan Olem, 1994). Nitrit

Page 29: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files... · I. LATAR BELAKANG Ekosistem estuari merupakan salah satu ekosistem perairan yang memiliki

26

akan cepat berubah menjadi nitrat melalui oksidasi. Nitrit merupakan gas beracun di

perairan sehingga dapat membahayakan kehidupan ikan (Darmono, 2001).

Kandungan nitrit dapat dikurangi ataupun dihilangkan dengan cara penggantian air,

pemberian aerasi, penguapan, maupun reaksi kimia dengan oksigen. Nitrit merupakan

senyawa tak stabil yang merupakan bentuk peralihan antara amonia dengan nitrat

dengan bantuan bakteri (Basmi, 1994). Nitrit tidak diserap fitoplankton karena

bersifat racun (Welch, 1952).

Ion nitrat (NO3 -) merupakan bentuk senyawa nitrogen yang dominan.

Konsentrasi nitrat di suatu perairan diatur dalam proses nitrifikasi sedangkan

nitrifikasi merupakan proses oksidasi amonia yang berlangsung dalam kondisi aerob.

Oksidasi nitrit menjadi nitrat dilakukan oleh bakteri Nitrobacter sp. Proses nitrifikasi

dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu keberadaan senyawa beracun dalam air, suhu,

derajat keasaman (pH), kandungan oksigen terlarut dan salinitas. Kadar nitrat di

perairan yang tidak tercemar biasanya lebih tinggi dari amonium (Novotny dan Olem,

1994). Kadar nitrat yang melebihi 0,5 mg/l menggambarkan terjadinya pencemaran

yang berasal aktivitas manusia dan tinja hewan. Nitrat merupakan produk akhir dari

proses oksidasi biokimia amonia. Konsentrasi nitrat di perairan dikontrol dalam

proses nitrifikasi yang merupakan proses oksidasi senyawa amonia dalam kondisi

aerob oleh bakteri autotrof. Pada perairan yang mengalami banjir kandungan

nitratnya akan meningkat secara nyata (Hasan, 1993).

Nilai pH menggambarkan keadaan ion hidrogen di suatu perairan

(Boyd,1982). Nilai pH dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain aktivitas biologis

(fotosintesis dan respirasi organisme), suhu, dan keberadaan ion-ion dalam perairan

(Pescod, 1973). Perubahan asam atau basa di perairan laut dapat mengganggu sistem

keseimbangan ekologi. Sebagian material yang bersifat racun akan meningkat

toksisitasnya pada kondisi pH rendah (Williams, 1979). Vesilind et al., (1993)

mengatakan bahwa pH merupakan sebuah cara untuk mengukur konsentrasi ion

hidrogen pada suatu perairan. Fardiaz (1992) mengatakan bahwa nilai pH air yang

terpolusi, misalnya air buangan berbeda-beda bergantung dari jenis buangannya.

Sebagai contoh air buangan pabrik pengalengan mempunyai pH 6.2 – 7.6 , air

Page 30: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files... · I. LATAR BELAKANG Ekosistem estuari merupakan salah satu ekosistem perairan yang memiliki

27

buangan pabrik susu dan produk-produk susu biasanya mempunyai pH 5.3 – 7.8 , air

buangan pabrik bir mempunyai pH 5.3 – 7.8 sedangkan air buangan pabrik pulp dan

kertas biasanya mempunyai pH 7.6 – 9.5 . Pada industri makanan, peningkatan

keasaman air buangan produksi umumnya disebabkan oleh kandungan asam-asam

organik. Nilai pH sangat mempengaruhi proses biokimiawi perairan, misalnya proses

nitrifikasi akan berakhir jika pH rendah. Nilai pH yang kurang dari 4 dan lebih dari

11 akan menyebabkan kematian ikan (Boyd, 1982). Pada perairan yang mendapatkan

pengaruh dari laut (estuari), pH normal sekitar 8.0 .

Residu di perairan dapat dianggap sebagai kandungan total bahan terlarut dan

tersuspensi (TSS) dalam air. Selama penentuan residu ini sebagian besar bikarbonat

yang merupakan anion utama di perairan telah mengalami transformasi menjadi

karbondioksida, sehingga karbondioksida dan gas-gas lain menghilang pada saat

pemanasan tidak tercakup dalam nilai padatan total (Boyd, 1990; Effendi, 2003).

Padatan Tersuspensi Total (TSS) dapat meningkatkan nilai kekeruhan sehingga akan

mempengaruhi penetrasi cahaya matahari ke kolom air dan akhirnya berpengaruh

terhadap proses fotosintesis oleh fitoplankton dan tumbuhan air dan selanjutnya akan

mengurangi pasokan oksigen terlarut dan meningkatkan pasokan karbondioksida di

perairan. Padatan tersuspensi merupakan bahan-bahan tersuspensi dan tidak larut

dalam air serta tersaring pada kertas saring miliopore dengan ukuran pori-pori sebesar

0.45 µm (APHA; 1998). Einstein (1971) in Taufik (2003) berpendapat bahwa padatan

tersuspensi yang hanyut di sungai memiliki banyak variasi ukuran, bentuk, kerapatan

dan ketahanan terhadap perubahan kondisi sungai secara fisika dan kimia. Ia juga

berpendapat bahwa ukuran partikel dapat berpengaruh terhadap pergerakannya di

dalam aliran sungai, misalnya: jumlah dan ukuran partikel besar dapat mengendap

lebih cepat di dalam sungai. Nybakken (1992) mengatakan bahwa besarnya jumlah

partikel tersuspensi yang terdapat di perairan estuari menyebabkan air sangat keruh

pada waktu tertentu dalam setahun. Jumlah partikel tersuspensi minimum biasanya

terdapat di dekat mulut sungai karena penuhnya air laut dan jumlah partikel

tersuspensi maksimum biasanya terdapat di daerah pedalaman estuari. Air tawar,

sungai, dan kali mengangkut partikel lumpur dalam bentuk suspensi sedangkan

Page 31: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files... · I. LATAR BELAKANG Ekosistem estuari merupakan salah satu ekosistem perairan yang memiliki

28

partikel di estuari pada umumnya dimanfaatkan oleh makhluk hidup khususnya

partikel organik (Knox dan Miyabara, 1984).

Suhu air di estuari lebih bervariasi daripada di perairan pantai di dekatnya.

Hal ini sebagian karena biasanya di estuari volume air lebih kecil sedangkan luas

permukaan lebih besar, dengan demikian pada kondisi atmosfer yang ada air di

estuari lebih cepat panas dan lebih cepat dingin. Air tawar di sungai lebih dipengaruhi

oleh perubahan suhu musiman daripada air laut sehingga titik tertentu di estuari akan

memperlihatkan variasi suhu yang besar sebagai fungsi dari perbedaan antara suhu air

laut dan air sungai. Pada perairan estuari suhu perairannya dapat mencapai kisaran

antara 240C - 34

0C (Eyre, 1993). Suhu air estuari yang bervariasi disebabkan juga

karena adanya masukan air tawar. Kisaran suhu terbesar terdapat di daerah hulu

estuari dan kisaran suhu terkecil terdapat di daerah hilir estuari. Suhu bervariasi

secara vertikal. Perairan permukaan mempunyai kisaran yang terbesar, dan perairan

yang lebih dalam kisaran suhunya lebih kecil (Nybakken, 1992). Hugh (1964)

menyatakan bahwa di estuari dapat terjadi variasi relatif suhu yang luas dan terjadi

dalam waktu yang singkat dengan interval waktu yang pendek.

Salinitas adalah kadar seluruh ion-ion yang terlarut dalam air. Salinitas

menunjukkan jumlah garam yang terlarut dalam 1 kilogram air laut. Salinitas di

estuari berfluktuatif, pola gradien akan tampak pada suatu saat tertentu tetapi pola

gradiennya bervariasi bergantung dengan musim, topografi estuari, pasang surut, dan

jumlah air tawar (Nybakken, 1992). Salinitas di perairan estuari dapat menyebabkan

penurunan konsentrasi oksigen termasuk yang terdapat pada badan sungai yang

mendapat pengaruh dari perairan estuari. Seluruh organisme memiliki beberapa

kisaran salinitas dan apabila kisaran tersebut terlampaui maka organisme tersebut

akan mati atau pindah ke tempat lain (Williams, 1979). Secara definitif, suatu gradien

salinitas pada perairan estuari akan tampak pada suatu saat tertentu, tetapi pola

gradien bervariasi bergantung pada musim, topografi estuari, pasang surut, dan

jumlah air tawar. Faktor yang paling mempengaruhi perubahan pola salinitas adalah

pasang surut air laut. Tempat yang memiliki perbedaan pasang surut yang cukup

besar, pasang naik mendorong air laut lebih jauh ke hulu estuari, menggeser isohalin

Page 32: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files... · I. LATAR BELAKANG Ekosistem estuari merupakan salah satu ekosistem perairan yang memiliki

29

ke hulu sehingga air bersalinitas maksimum (Dahuri, 2003). Hugh (1964)

menyatakan bahwa di estuari dapat terjadi variasi relatif salinitas yang luas dan

terjadi dalam waktu yang cepat dengan interval waktu yang pendek. Pada saat pasang

turun, menggeser isohalin ke hilir sehingga air bersalinitas minimum. Akibatnya ada

daerah di estuari yang salinitasnya berubah sesuai dengan keadaan pasang surut

(Nybakken, 1992). Salinitas perairan tawar berkisar 0 PSU – 0.4 PSU dan salinitas

estuari di Asia Tenggara berkisar antara 0.5 PSU sampai dengan 30 PSU (Boyd,

1990).

Kecerahan merupakan ukuran transparansi yang tergantung pada warna dan

kekeruhan. Kecerahan juga dipengaruhi oleh cuaca dan padatan tersuspensi (Effendi,

2003) Kecerahan yang baik untuk mendukung kehidupan ikan adalah lebih besar dari

45 cm. Kecerahan yang tinggi menandakan penetrasi cahaya matahari yang sampai ke

perairan yang dalam. Tingkat kecerahan yang tinggi dapat mendukung proses

fotosintesis yang memproduksi oksigen terlarut di kolom air.

Alkalinitas berperan sebagai buffer perairan terhadap perubahan pH yang

drastis. Tingkat produktivitas perairan sebenarnya tidak berkaitan secara langsung

dengan nilai alkalinitas tetapi berkaitan dengan keberadaan fosfor dan elemen

esensial lain yang kadarnya meningkat dengan meningkatnya nilai alkalinitas.

Alkalinitas yang baik berkisar antara 30 –500 mg/L CaCO3, jika > 40 mg/L CaCO3

disebut perairan sadah dan jika < 40 mg/L CaCO3 disebut perairan dengan

kesadahan sedang (Effendi, 2003).

Nilai pH menggambarkan intensitas keasaman dan kebasaan suatu perairan

yang ditunjukkan oleh keberadaan ion hidrogen. Sebagian besar biota akuatik

sensitive terhadap adanya perubahan pH dan menyukai nilai pH sekitar 7 - 8,5. Nilai

pH juga sangat mempengaruhi proses biokimiawi perairan, seperti nitrifikasi. Pada

pH < 4, sebagian besar tumbuhan air mati, namun algae Chlamydomonas acidophila

masih dapat bertahan hidup pada pH yang sangat rendah, yaitu 1, dan algae Euglena

masih dapat bertahan hidup pada pH 1,6 (Haslam in Effendi, 2003). Menurut Odum

(1971), perairan dengan pH antara 6 – 9 merupakan perairan dengan kesuburan yang

tinggi dan tergolong produktif karena memiliki kisaran pH yang dapat mendorong

Page 33: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files... · I. LATAR BELAKANG Ekosistem estuari merupakan salah satu ekosistem perairan yang memiliki

30

proses pembongkaran bahan organik yang ada dalam perairan menjadi mineral-

mineral yang dapat diasimilasikan oleh fitoplankton. Namun menurut Arinardi et al.,

(1997), perubahan pH kurang begitu mempengaruhi kondisi lingkungan perairan

estuari.

VII. METODOLOGI

Komponen Kegiatan

Ruang lingkup kegiatan yang akan dilakukan adalah :

1. Pendugaan stok ikan dengan metoda akustik

2. Biologi spesies kunci (ikan dan Udang galah) dan keanekaragaman jenis

larva.

3. Kondisi lingkungan perairan

4. Wawancara dengan nelayan tentang perubahan kondisi lingkungan terhadap

sumberdaya ikan dan biota air lainnya.

Jadwal dan lokasi penelitian

Penelitian dilakukan di estuari Sungai Mahakam Kalimantan Timur,

Sampling dilakukan sebanyak empat kali yang mewakili musim kemarau dan musim

penghujan.

Bahan dan Metode

Metode akustik

Survey akustik dilakukan pada Maret 2012 di delta Mahakam menggunakan

scientific echosounder SIMRAD EY-60 split beam dengan frekuensi 120 kHz (ES-

1207C). Desain survey menggunakan swept area method yang dibagi dalam 3 (tiga)

area yaitu bagian sungai, muara dan laut. Pengambilan data dilakukan dengan vertical

beaming , dengan menempatkan tranducer 0.5 m dibawah air dengan pulse duration

0.128 ms disamping kapal dengan kecepatan 3-4 knot.

Page 34: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files... · I. LATAR BELAKANG Ekosistem estuari merupakan salah satu ekosistem perairan yang memiliki

31

Pengolahan data menggunakan metode sv/ts scaling yang diklasifikasikan

dalam rentang kelas target strength -67 dB sampai -37 dB. Estimasi nilai kelimpahan

ikan menggunakan hubungan target strength dan panjang total ikan dan udang dari

penelitian terdahulu (Love, 1977; Axenrot&Hanson, 2004; Wijopriono et al., 2010).

Gambar 2. Lokasi Penelitian

Pengumpulan data

1. Untuk melihat kepadatan ikan dilakukan dengan metoda akustik

2. Pengambilan sampel spesies kunci (ikan dan udang galah) yang hidup di

estuari Sungai Mahakam dengan menggunakan alat tangkap dominan.Untuk

Page 35: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files... · I. LATAR BELAKANG Ekosistem estuari merupakan salah satu ekosistem perairan yang memiliki

32

melihat keanekaragaman larva/juvenil ikan dan distribusinya di estuaria

Sungai Mahakam dilakukan penangkapan dengan bongo net.

3. Dalam setiap survei lapang dilakukan pengukuran beberapa parameter

biofisik, antara lain: Pengukuran kualitas air, plankton dan bentos, Chl-a, dan

tinggi muka air.

Analisis sampel

Sampel ikan di analisis di laboratorium biologi ikan untuk melihat kebiasaan

makanan dan reproduksinya. Sampel air dianalisis di laboratorium Kimia dan sampel

larva, plankton dan bentos dianalisis di laboratorium biologi perairan.

Pengambilan contoh plankton dilakukan dengan plankton net, larva dengan

bongo net, pengukuran salinitas, DO, CO2, pH dan suhu secara insitu. Disamping itu,

pengukuran beberapa parameter kimiawi lainnya dilakukan dilaboratorium yaitu

meliputi Chl-a, Alkalinitas, fosfat, dan nitrat. Analisis plankton dilakukan untuk

menentukan komposisi, jenis dan sebarannya dalam kolom air serta posisinya di

sepanjang estuari. Demikian pula analisis larva dilakukan dengan metode baku yang

ditujukan untuk mengetahui jenis, keanekaragaman dan sebarannya. Contoh air

dianalisis dengan metode baku untuk mendapatkan kandungan nutrientnya (nitrat,

fosfat, amonia). Demikian pula dengan analisis konsentrasi Chl-a untuk produktivitas

primer yang terjadi di sungai Mahakam.

Analisis data

1. Akustik

Pendugaan stok ikan dengan metoda akustik yang dilakukan mulai dari

Muara Sungai Mahakam (Pasang surut terendah) sampai ke estuari yang berbatasan

dengan laut (Selat Makasar). Pendugaan kepadatan ikan dengan akustik dilakukan

dengan peralatan Simrad EY-60 scientific echosounder yang dioperasikan pada

frekuensi 120 kHz

Page 36: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files... · I. LATAR BELAKANG Ekosistem estuari merupakan salah satu ekosistem perairan yang memiliki

33

Target Strength

Menurut Foote et al (1984). dalam Arnaya (1991), target strength dan

hubungannya dengan ukuran ikan dapat ditulis dengan persamaan :

TS = 20 Log L + A.................................................................(1)

A adalah nilai TS untuk 1 cm panjang ikan (normalized target strength) di mana

tergantung dari spesies ikan. Khusus untuk ikan-ikan yang mempunyai gelembung

renang (bladder fish), hubungan linier tersebut sudah banyak diteliti dan diuji

kebenarannya (Foote et. al., dalam Arnaya, 1991). Menurut Greene et al. (1991);

Hewitt and Demer (1991) dalam MacLennan and Simmonds (2005), untuk

pendeteksian nilai TS pada plankton dapat digunakan formulasi sebagai berikut:

TS = -127.45 + 34.85 log (L)………………………………(2)

Di mana L adalah ukuran panjang plankton dalam mm dan diukur pada

frekuensi 120 kHz. Satuan TS biasanya dinyatakan dalam bentuk Target Strength per

kilogram (TSkg).

Scattering Volume

Distribusi ukuran dari nilai Sv pada berbagai frekuensi, digunakan TS sebagai

akibat perubahan fluktuasi acak dari sinyal. Range frekuensi harus cukup untuk

mencakup tanda batas atas dari sinyal. Frekuensi transisi k sekitar 2. Di sini k= 2 π

/ λ

dan satu adalah dimensi tipikal dari target, misalnya RSE sama halnya dalam kasus

plankton. (MacLennan and Simmonds, 2005).

Misalkan Sv adalah determinan pada M frekuensi terpisah, ditulis sebagai fi untuk I =

1 ke M. kita memerlukan ukuran linier untuk kalkulasi, yakni koefisien hamburan

balik volume adalah :

Sv = 10 (Sv/10)

………………………………………………..(3)

Page 37: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files... · I. LATAR BELAKANG Ekosistem estuari merupakan salah satu ekosistem perairan yang memiliki

34

Untuk kejelasan menulis Si untuk pengukuran Sv Setiap aj, j = 1 ke N

merepresentasikan beberapa interval dari ukuran. Ukuran interval tidak harus

tumpang-tindih tetapi mereka hampir berdekatan. Jika Fj adalah jumlah jenis

scatterers setiap unit volume. Fj menggambarkan distribusi ukuran. Scatering model

meramalkan σbs satu target sebagai sebuah fungsi dari ka. Dengan begitu untuk

setiap ukuran dan frekuensi, kita mengetahui σij = σbs = ki.aj . Keadaan bagian teori

integrasi-gema Linier dimana Si adalah penjumlahan dari kontribusi dari semua

sampel.

Si = ∑ σij Fj, di mana i = 1 ke M………………………………(4)

(Greenlaw, 1979 dalam MacLennan and Simmonds, 2005).

Keterangan : σ : adalah target back scattering cross section

2. Biologi spesies ikan kunci dan udang

Kebiasaan makanan

Indeks bagian terbesar

Perhitungan indeks bagian terbesar dilakukan untuk mengetahui jenis-jenis

makanan yang dimakan oleh ikan sampel. Metode ini merupakan gabungan dari

metode frekuensi kejadian dengan metode volumetrik. Indeks bagian terbesar

dihitung dengan menggunakan rumus yang dikembangkan oleh Natarajan dan

Jhingran (1961) in Effendie (1979) yaitu :

100)(

xxOV

xOVIP

ii

ii

i

................................................................(5)

Keterangan : IPi = indeks bagian terbesar

Vi = persentase volume makanan jenis ke-i

Oi = persentase frekuensi kejadian makanan jenis ke-i

n = jumlah jenis organisme makanan

Page 38: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files... · I. LATAR BELAKANG Ekosistem estuari merupakan salah satu ekosistem perairan yang memiliki

35

Indeks similaritas

Perhitungan indeks similaritas digunakan untuk mengetahui kesamaan jenis

makanan berdasarkan waktu dan stasiun pengambilan ikan contoh. Perhitungan

indeks tersebut dilakukan dengan membandingkan komposisi jenis makanan pada

masing-masing kelompok ikan setiap bulannya. Indeks tersebut dihitung

menggunakan rumus menurut Sorensen (1984) in Krebs (1989) yaitu:

BA

CIS

2

.................................................................................................................(6)

Keterangan: A, B = jumlah jenis makanan yang terdapat pada masing-masing

kelompok ikan (A dan B)

C = jumlah jenis makanan yang terdapat pada kedua

kelompok Ikan (A dan B)

IS = indeks similaritas (berkisar 0-1 )

Luas Relung dan Tumpang Tindih Relung Makanan

Perhitungan luas relung makanan digunakan untuk melihat bagaimana

selektifitas ikan terhadap makanannya. Analisis luas relung makanan dilakukan

dengan melihat proporsi dari kelompok ke-i yang berhubungan dengan sumberdaya

ke-j. Luas relung makanan dihitung menggunakan rumus metode Levin in Krebs

(1989) yaitu:

n

i

m

j

ij

i

P

B

1 1

2

1

...............................................................................................(7)

Keterangan: Bi = luas relung kelompok ke-i

Pij = proporsi dari kelompok ke-i yang berhubungan dengan

sumberdaya makanan ke-j

n = jumlah jenis makanan yang dimanfaatkan oleh spesies

m = jumlah sumberdaya makanan

Page 39: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files... · I. LATAR BELAKANG Ekosistem estuari merupakan salah satu ekosistem perairan yang memiliki

36

Standarisasi nilai luas relung makanan agar bernilai 0-1 ditentukan dengan

menggunakan rumus Hulbert in Krebs (1989), yaitu:

1

1

n

BB i

A

.....................................................................................................(8)

Keterangan : BA = standarisasi luas relung Levins (0-1)

Bi = luas relung Levins

n = jumlah seluruh organisme makanan yang dimanfaatkan

Perhitungan tumpang tindih relung makanan dilakukan untuk melihat

bagaimana pola penggunaan bersama terhadap sebuah atau lebih sumberdaya oleh

dua atau lebih spesies dalam suatu komunitas. Tumpang tindih relung makanan

dihitung dengan menggunakan rumus Morisita oleh Horn dalam Krebs (1989) yaitu:

1 1 1

2 2

1 1 1 1

2n m l

ij ik

i j k

h n m n l

ij ik

i j i k

P P

C

P P

........................................(9)

Keterangan: Ch = Indeks Morisita-Horn

Pij, Pik =Proporsi jenis organisme makanan ke-i yang dimanfaatkan

Oleh Kelompok ukuran ikan ke-j dan kelompok ukuran ikan

ke-k

n = jumlah jenis organisme makanan

m,l = jumlah kelompok ukuran ikan

Reproduksi

Beberapa aspek biologi ikan spesies kunci yang diukur antara lain nisbah

kelamin, TKG, IKG, fekunditas, diameter telur dan ukuran pertama kali matang

gonad.

Page 40: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files... · I. LATAR BELAKANG Ekosistem estuari merupakan salah satu ekosistem perairan yang memiliki

37

Nisbah kelamin

Nisbah kelamin ditentukan dengan membandingkan antara jumlah ikan jantan

dengan jumlah ikan betina yang dihitung dengan menggunakan rumus :

..................................................................................................... (10)

Keterangan :

x = nisbah kelamin

j = jumlah ikan jantan (ekor)

B = Jumlah ikan betina (ekor)

Keseragaman sebaran nisbah kelamin dilakukan dengan uji Khi-Kuadrat (Steel

and Torrie 1989) :

.....................................................................................(11)

Keterangan :

X2 : nilai bagi peubah acak yang sebaran penarikan contohnya mendekati

sebaran

Khi-Kuadrat

oi : frekuensi ikan jantan dan betina yang diamati ke-i

ei : frekuensi harapan dari ikan jantan + ikan betina dibagi dua

Indeks Kematangan Gonad

Indeks kematangan gonad diukur dengan membandingkan berat gonad dengan

berat tubuh ikan (Effendie 1979) :

................................................................................................... (12)

Page 41: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files... · I. LATAR BELAKANG Ekosistem estuari merupakan salah satu ekosistem perairan yang memiliki

38

Keterangan :

BG : Berat gonad (gram)

BT : Berat tubuh (gram)

Tingkat kematangan gonad

Tingkat kematangan gonad ditentukan dengan mengamati ciri-ciri morfologis

(Nikolsky 1963) (Tabel 3). Pengamatan secara morfologis dilakukan dengan

menggunakan mikroskop, terutama untuk ikan yang berada pada TKG I dan II. Ikan

yang diamati fekunditasnya hanya ikan yang berada pada TKG IV dan V dan

fekunditas total telur dihitung dengan menggunakan metode gravimetrik sebagai

berikut :

................................................................................................ (13)

Keterangan :

F : Fekunditas total (butir)

Fso : Fekunditas sub ovarium (butir)

Wso : Berat sub ovarium (gram)

Wo : Berat ovarium (gram)

Pada tahap selanjutnya diameter telur diukur dengan mengambil contoh dari

tiga bagian telur yaitu bagian anterior, median, dan posterior yang masing-masingnya

sebanyak 100 butir, lalu dengan menggunakan mikrometer okuler dan objektif

diukur diameter telurnya. Ini dilakukan untuk mengetahui penyebaran diameter telur,

apakah ikan dominan (spesies kunci) yang hidup di perairan estuari Sungai Mahakam

merupakan ikan yang bersifat memijah secara serentak (telur dikeluarkan

seluruhnya) atau secara bertahap.

Page 42: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files... · I. LATAR BELAKANG Ekosistem estuari merupakan salah satu ekosistem perairan yang memiliki

39

Tabel 3. Tingkat kematangan gonad ikan menurut Nikolsky (1963)

TKG Keterangan Ciri-ciri

I Tidak

masak

Individu masih belum berhasrat untuk melakukan

reproduksi, ukuran gonad kecil.

II Masa

istirahat

Produk seksual belum berkembang, gonad berukuran kecil

dan telur tidak dapat dibedakan oleh mata.

III Hampir

masak

Telur dapat dibedakan oleh mata, testes berubah dari

transparan menjadi warna merah jambu.

IV Masak Produk seksual masak dan mencapai berat maksimum, tetapi

produk tidak akan keluar jika diberi sedikit tekanan.

V Reproduksi Bila perut diberi sedikit tekanan maka produk seksual akan

keluar dari lubang pelepasan, berat gonad cepat menurun

sejak pemijahan mulai hingga berakhir.

VI Keadaan

salin

Produk seksual telah dikeluarkan, lubang genital berwarna

kemerahan, gonad mengempis, ovarium dan testes berisi

gonad sisa.

VII Masa

istirahat

Produk seksual telah dikeluarkan, warna kemerah-merahan

pada lubang genital telah pulih dan gonad kecil serta telur

belum terlihat oleh mata.

Ukuran pertama kali matang gonad

Untuk menduga ukuran rata-rata ikan pertama kali matang gonad digunakan

dua kriteria kematangan gonad menurut Udupa (1986) yaitu kelompok belum matang

gonad (TKG I dan TKG II) dan kelompok matang gonad (TKG III, TKG IV, dan

TKG V). Metode yang digunakan yaitu metode Spearman-Karber (Udupa 1986)

pix

xxkm

2 ................................................................................. (14)

Dengan simpangan deviasi :

1/*2**96.1 niqipiXm

Page 43: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files... · I. LATAR BELAKANG Ekosistem estuari merupakan salah satu ekosistem perairan yang memiliki

40

Keterangan :

m = Logaritma panjang rata-rata ikan pertama kali matang gonad

xk = Logaritma nilai tengah kelas panjang terakhir ukuran ikan telah

matang gonad 100%

x = Selisih logaritma nilai tengah

pi = Proporsi ikan matang gonad pada selang kelas panjang ke-i

ri = Jumlah ikan matang gonad pada kelas ke-i

ni = Jumlah ikan pada kelas ke-i

qi = 1- pi

Panjang ikan pertama kali matang gonad (Lm) diduga dari antilog m.

3. Parameter Pertumbuhan

Analisa Struktur kelompok umur dilakukan dengan Metode Bhattacharya

(Sparre, et al, 1989). Nilai dari modus panjang dari metode tersebut digunakan untuk

menghitung panjang asimtotik (L∞), Koefisien pertumbuhan (K) dan umur teoritik

(to) dengan menggunakan analisa Ford- Walford (1993 dan 1996)

Pertumbuhan ikan dianalisa berdasarkan formula Von Bertalanffy sebagai

berikut :

Untuk panjang digunakan rumus :

Lt = L∞ [1-e -k (t-to)

]................................................................................. (15)

dimana

Lt : panjang ikan pada waktu t,

L∞ : panjang asimtotik/infinity,

K : koefisien pertumbuhan,

t0 : umur ikan saat panjang sama dengan 0.

Page 44: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files... · I. LATAR BELAKANG Ekosistem estuari merupakan salah satu ekosistem perairan yang memiliki

41

L∞ adalah panjang ikan terbesar (maksimum) yang tercatat selama periode

pengumpulan data. Parameter pertumbuhan lainnya yaitu to dicari dengan

menggunakan persamaan empiris (Pauly 1980) :

Log (-to) = -0,3922- 0,2752 log L∞ - 1,038 log K ................................................ (16)

Karena pulsa rekriutmen alami (musiman) ke dalam populasi menentukan

struktur dari suatu set data frekuensi panjang, maka sebaliknya, frekuensi panjang

dapat menjelaskan beberapa informasi keadaan rekruitmen (Pauly, 1982 dalam

Gayanilo dan Pauly, 1997). Kebalikan (Inverse) dari pendekatan ini dilakukan dengan

program Fi-SAT, di dalam bentuk pola rekruitmen. Pola rekruitmen didapat dari

proyeksi ke belakang ke dalam sumbu panjang dari data frekuensi panjang yang telah

diatur. Poin pemecahan adalah :

Dari frekuensi setelah dibagi dengan perubahan waktu, diproyeksi ke

dalam sumbu waktu (Fi-Sat)

Penyajian terakhir dari masing masing bulan adalah (dan terlepas dari

tahun) hasil penyesuaian frekuensi yang telah diproyeksi pada masing-

masing bulan

Mengurangkan frekuensi masing-masing bulan terhadap frekuensi

bulan terendah sehingga mendapatkan nilai 0 (nol), yang menunjukkan

rekruitmen berada pada posisi paling rendah.

Hasil rekruitmen bulanan adalah rekruitmen tahunan

Dari poin 3 dan 4 dapat dicatat bahwa nilai bulanan dari setiap bulan pada

suatu tahun dapat diduga bila t0 diketahui (Gayanilo dan Pauly, 1997)

Untuk menduga mortalitas total (Z) diduga dengan metoda kurva hasil

tangkapan konversi panjang (Length Converted Catch Curve) yang dikemukakan oleh

Pauly (1983):

Log e N = a + bt ....................................................................................................(17)

dimana:

Page 45: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files... · I. LATAR BELAKANG Ekosistem estuari merupakan salah satu ekosistem perairan yang memiliki

42

Log e N : frekuensi panjang ikan,

t : umur mutlak,

a dan b : koefisien regresi,

Kematian alami (M) dianalisis dengan menggunakan rumus empiris

Pauly sebagai berikut:

Log (M) = - 0.0066 - 0.279 log L∞ + 0.654 log K+ 0.4631 log T ........................(18)

dimana :

L∞ dan K : parameter pertumbuhan

T : rataan temperatur tahunan perairan

Mortalitas yang disebabkan oleh aktivitas penangkapan (F) adalah :

F = Z - M ..............................................................................................................(19)

Nisbah eksploitasi diperoleh dari:

E = F / Z ...............................................................................................................(20)

dimana :

E : nisbah eksploitasi

F : mortalitas akibat penangkapan

Z : mortalitas total

M : mortalitas alami

Sumberdaya larva

Data meroplankton ditabulasi untuk mengetahui komposisi jenis dan

selanjutnya dianalisa dengan menggunakan rumus:

K = (V/v) x P ……………………………… (21)

Page 46: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files... · I. LATAR BELAKANG Ekosistem estuari merupakan salah satu ekosistem perairan yang memiliki

43

W

Dimana:

K = Kelimpahan Meroplankton (m3)

P = Jumlah individu pengamatan (ekor)

V = Volume air yang disaring (ml)

v = Volume air pengamatan (ml)

W = Volume sample meroplankton yang diambil (m3)

Jarak yang ditempuh kapal :

Dimana:

S = v x t ……………………………………… (22)

S = Jarak yang ditempuh (m)

v = Kecepatan kapal (km/jam)

t = waktu yang ditempuh

Vwar = r2 x l ….…………………………………… (23)

Dimana:

Vwar = Volume waring (m3)

µ = 3,14

R = Jari-jari lingkaran

l = Panjang waring (1 m)

W = S x V war …………………………………… (24)

Dimana:

W = Volume sample meroplankton yang diambil (m3)

Page 47: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files... · I. LATAR BELAKANG Ekosistem estuari merupakan salah satu ekosistem perairan yang memiliki

44

VIII. HASIL DAN PEMBAHASAN

Delta Mahakam merupakan sebuah delta majemuk dengan karakterisitk yang

sangat unik, yang barangkali tidak ditemui di tempat lain. Delta ini terjadi sebagai

akibat dari proses sedimentasi yang terus menerus selama ribuan tahun sehingga

membentuk sebuah delta yang dikatakan delta majemuk karena terdiri dari belasan

anak-anak sungai yang mempunyai interkorelasi dan berhilir ke laut dengan muara

masing-masing. Sungai hulu Delta Mahakam, yaitu Sungai Mahakam, juga

mempunyai karakter yang unik dimana sampai jauh ke hulu masih menerima

pengaruh gerakan pasang surut pada laut di lepas delta. Hal ini terjadi karena kondisi

topografi Pulau Kalimantan yang cenderung landai. Pada saat ini Delta Mahakam

sedang mengalami kerusakan akibat pengalihan fungsinya menjadi daerah

pertambakan. Keadaan ini berpengaruh besar pada pengurangan fungsi hutan

nipah/mangrove sebagai tempat pemijahan dan pembesaran biota akuatik.

Pengurangan fungsi ini pada gilirannya akan berpengaruh pada pengurangan jumlah

jenis dan populasi biota penghuni hutan mangrove. Padahal banyak diantara biota

tersebut adalah biota ekonomis penting sehingga pengurangan jenis dan populasinya

akan berpengaruh pula pada perekonomian masyarakat yang mata pencahariannya

bergantung perikanan.

Di Hampir semua vegetasi nipah dan mangrove sudah berubah fungsi menjadi

tambak-tambak masyarakat dan sebagian besar merupakan masyarakat pendatang

dari Sulawesi Selatan yang mengusahakan tambak sejak tahun 1997. Tahun 2010

merupakan tahun yang memiliki curah hujan yang tinggi yang menyebabkan tambak

dipenuhi oleh air hujan dan salinitas menurun secara drastis yang menyebabkan

udang-udang yang hidup di tambak mengalami kematian. Sejak tahun 2010 sampai

sekarang kegiatan di tambak-tambak menjadi berkurang dan banyak para petambak

meninggalkan tambak dan beralih pekerjaan menjadi pedagang di Samarinda.

Walaupun tambak sudah tidak lagi berfungsi, namun masih tetap ditunggu dan

penghasilan tambak pada saat ini berupa kepiting dan udang yang masuk ke tambak

pada saat pasang surut. Ini dilakukan agar tambak-tambak tidak diambil oleh

pendatang lain atau oleh pihak lainnya antara lain untuk pertambangan. Tambak-

Page 48: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files... · I. LATAR BELAKANG Ekosistem estuari merupakan salah satu ekosistem perairan yang memiliki

45

tambak ini ditunggu dengan harapan jika penggalian pipa-pipa gas atau minyak yang

memasuki lahan petambak tersebut mendapat ganti kerugian atau lahan tambak

tersebut dibeli dengan harga Rp.80.000.000 per-ha.

Daerah sekitar khatulistiwa, curah hujan, makanan, kekeruhan dan perubahan

yang terjadi adalah lebih penting dari pada suhu yang tidak terlalu bervariasi.

Kombinasi suhu rendah dan salinitas rendah adalah sangat tidak disukai oleh udang,

dan suhu bersama dengan arus dalam kaitannya dengan perubahan musim aliran

sungai merupakan faktor yang merangsang ruaya udang (Garcia & Le Reste 1981;

Rothschild & Gulland 1982). Rendahnya salinitas di sekitar muara yang berkisar 0 -

10 mg/l kadang tidak disukai oleh udang, salinitas optimum berkisar 15 - 22 mg/l

(Bengen et al. 2003). hal inilah yang menyebabkan tambak udang masyarakat banyak

yang gagal dimana pada umumnya letak tambak-tambak agak jauh dari muara delta.

Pembukaan besar-besaran tambak ini erat kaitannya dengan tingginya harga

udang pada saat krisis moneter yang mencapai Rp.200.000/kg untuk size 20 - 30. Hal

tersebut seperti dilaporkan oleh Hopley (1999) dalam Listy (2003), menyatakan

konversi mangrove secara besar-besaran menjadi lahan tambak dipicu oleh naiknya

harga udang di pasar internasional dan krisis ekonomi 1998, bahkan dalam

perkembangan tambak ini telah merambah wilayah pemipaan bawah tanah (terkubur)

milik perusahaan tambang migas. Degradasi luasan mangrove akibat pemanfaatan

kawasan Delta Mahakam yang tidak terencana, konversi lahan mangrove menjadi

tambak dalam kurun 20 tahun sekitar 67.000 hektar, dari total 80.000 hektar

mangrove yang terkonversi (Dutrieux 2001; Bengen et al. 2003).

Beberapa desa yang ditemukan adalah Desa Banati, Desa Muara Pantuan,

Desa Sepatin merupakan desa yang masyarakatnya murni sebagai penangkap ikan.

Alat tangkap satu-satunya yang ditemukan yang beroperasi setiap hari adalah alat

tangkap trawl mini yang kapalnya hanya terdiri dari perahu kecil yang berukuran

panjang 10-12 m. Di samping itu ada alat tangkap lainnya yang beroperasi yaitu

sebangsa alat tangkap bagan/trap yang bertujuan untuk menangkap udang dan hanya

beroperasi selama beberapa bulan di dalam setahunnya.

Page 49: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files... · I. LATAR BELAKANG Ekosistem estuari merupakan salah satu ekosistem perairan yang memiliki

46

Kondisi lingkungan perairan

Untuk Trip satu, pengamatan kualitas air dilakukan di 10 stasiun yaitu stasiun

1 (Pulau Nobi). stasiun 2 (Pulau Tiga), Stasiun 4 (Tanjung Berukang), Stasiun 4

(Muara Banati), Stasiun 5 (Muara Bayur), stasiun 6 (Muara Solok), stasiun 7

(Perangatan), stasiun 7 (Muara Pantuan), stasiun 9 (Laut Pantuan), Stasiun 10 (Muara

ilu) (Gambar 2). Pada survey dua, stasiun pengamatan meliputi Sembilan stasiun

yaitu stasiun 1 (Muara Bayur), stasiun 2 (pipa kandas), stasiun 3 (Sai M stationer),

stasiun 4 (Muara Benati), stasiun 5 (stationer permukaan), stasiun 6 (stationer dasar),

stasiun 7 (Tanjung Berukang dasar), stasiun 8 (Muara Benati) dan stasiun 9 (tambak)

(Gambar 3). Untuk survey ke- 3 meliputi empat stasiun yaitu perairan di Kecamatan

Muara Jawa yang merupakan jalur kapal dari Samarinda menuju ke Selat Makasar

atau sebaliknya. Stasiun tersebut adalah stasiun 1 (Muara Tanjung Sembilang),

stasiun 2 (Muara Jawa), stasiun 3 (Muara Ulu), stasiun 4 (Muara Ulu dalam) dan

Stasiun 5 (Muara Pega) (Gambar 4).

Gambar 3. Stasiun pengamatan pada Survey I di Delta Mahakam Kabupaten Kutai

Kerta Negara.

Page 50: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files... · I. LATAR BELAKANG Ekosistem estuari merupakan salah satu ekosistem perairan yang memiliki

47

Gambar 4. Stasiun pengamatan pada Survey II di Delta Mahakam Kabupaten Kutai

Kerta Negara.

Gambar 5. Stasiun pengamatan pada Survey III di Delta Mahakam Kabupaten Kutai

Kerta Negara.

Page 51: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files... · I. LATAR BELAKANG Ekosistem estuari merupakan salah satu ekosistem perairan yang memiliki

48

Ditinjau dari aspek biofisik, lokasi Delta Mahakam terletak di wilayah ekuator

menjadikan suhu konstan yang tinggi (rata-rata suhu tahunan 26 – 28o

C) dengan

variasi tahun yang minimum, serta perbedaan suhu diurnal yang terbatas (Voss 1983;

Hopley 1999). Arus pasang surut merupakan campuran antara komponen diurnal dan

semi-diurnal dengan kisaran pasang surut setinggi 2,5 m dan memiliki energi

gelombang yang sangat rendah. Pasang surut ini dikombinasikan dengan aliran yang

tinggi dari sungai Mahakam (1.500 m3/detik). Secara umum Delta Mahakam

merupakan wilayah yang dinamis, meskipun kanal-kanal utamanya relatif stabil

(Prihatini 2003). Suhu perairan Delta Mahakam pada saat silakukan penelitian

berkisar antara 28 -290C .

Gambar 6. Kedalaman perairan stasiun pengamatan pada TRIP I (Survey pertama).

Pada survey pertama kedalaman perairan Delta Mahakam yang dijadikan

stasiun pengamatan berkisar antara 2,2 – 12 m dimana pada saat penelitian bulan

Maret masih merupakan musim penghujan dan perairan yang paling dalam adalah

stasiun tujuh (stasiun Perangatan) dengan kedalaman 12 m (Gambar 2). Allen et al.,

(1976). mengemukakan bahwa Alur-alur sungai yang berada di kawasan Delta

Mahakam merupakan cabang dari Sungai Mahakam berupa kanal-kanal sedalam 5 –

17 meter yang berbentuk radial dengan lebar antara 300 – 600 meter. Alur-alur

sungai ini disebut distributary channel Sedangkan anak-anak sungai yang terbentuk

Page 52: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files... · I. LATAR BELAKANG Ekosistem estuari merupakan salah satu ekosistem perairan yang memiliki

49

akibat aliran pasang surut memotong bagian tepi delta dan kanal-kanal disebut

sebagai interdistributary channel.

Gambar 7. Kecerahan perairan stasiun pengamatan pada TRIP I (Survey pertama).

Kecerahan terendah terjadi di Muara Bayur yang merupakan sungai yang agak

kecil dan kedalaman 3,6 m, daerah ini merupakan tempat lalulintas perahu nelayan

dan kecerahan tertinggi terdapat di stasiun Laut Pantuan yang letaknya sudah

mendekati laut. Menurut Parson dan Takahashi (1973) kecerahan perairan adalah

suatu kondisi yang menunjukkan kemampuan cahaya untuk menembus lapisan air

pada kedalaman tertentu. Pada perairan alami kecerahan sangatlah penting karena erat

hubungannya dengan otosintesis. Wetzel (1975) menambahkan, kedalaman zona

eufotik dapat mencapai 7 -10 kali dari kecerahan yang didapat dari pengukuran.

Secara kualitatif banyak cahaya matahari yang dapat menembus ke lapisan dalam

perairan dapat dimanfaatkan dan digunakan sebagai petunjuk untuk memperkirakan

besarnya proses otosintesis yang terjadi di perairan tersebut.

Kecerahan merupakan ukuran transparansi perairan, yang ditentukan secara

visual dengan menggunakan secchi disk. Nilai ini sangat dipengaruhi oleh keadaan

cuaca, waktu pengukuran, kekeruhan, dan padatan tersuspensi, serta ketelitian orang

yang melakukan pengukuran (Effendi, 2003). Besarnya jumlah partikel tersuspensi

Page 53: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files... · I. LATAR BELAKANG Ekosistem estuari merupakan salah satu ekosistem perairan yang memiliki

50

dalam perairan estuari akan menyebabkan perairan menjadi sangat keruh. Kekeruhan

tertinggi terjadi pada saat aliran sungai maksimum. Kekeruhan biasanya minimum di

dekat mulut estuaria, karena sepenuhnya berupa air laut, dan makin meningkat bila

menjauh ke arah pedalaman (Nybakken, 1992).

Gambar 8. Oksigen terlarut (O2) di setiap stasiun selama pengamatan

Oksigen terlarut di 10 stasiun pengamatan berkisar antara 4,28 -6,38 yang

menunjukkan nilai yang tinggi dan nilai terendah pada stasiun Perangatan (3,6 mg/l)

dan tertinggi pada stasiun Muara Solok dan Muara Pantuan (6,38 mg/l). DO

(Dissolved Oxygen) merupakan oksigen yang terlarut di perairan dipengaruhi oleh

pergerakan massa air, aktivitas fotosintesis, respirasi dan limbah yang masuk ke

badan air (Boyd, 1990 ; Nemerow, 1991; Effendi, 2003). Nemerow (1974 dan 1991)

mengatakan bahwa kadar oksigen terlarut dalam perairan yang mencapai 0.5 mg/l

termasuk perairan yang tercemar. Adanya dekomposisi bahan organik dan oksidasi

bahan anorganik di suatu perairan dapat mengurangi kadar oksigen terlarut sehingga

dapat mengganggu metabolisme organisme sungai. Populasi organisme di sungai

yang meningkat berdampak pada peningkatan penggunaan oksigen terlarut sehingga

mengurangi kadar oksigen terlarut di perairan (Williams, 1979). Kadar oksigen

terlarut di perairan yang baik untuk kelangsungan hidup biota biasanya lebih dari 5

mg/l (Nemerow, 1974; Nybakken, 1992; Effendi, 2003; Radojevic dan Bashkin,

Page 54: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files... · I. LATAR BELAKANG Ekosistem estuari merupakan salah satu ekosistem perairan yang memiliki

51

2007). Kadar oksigen yang rendah pada perairan akan membahayakan organisme

akuatik karena akan meningkatkan toksisitas zinc, copper, lead, sianida, hydrogen

sulfide, dan ammonia. Masuknya air tawar dan air laut secara teratur ke dalam estuari

yang dangkal mendukung terpenuhinya kadar oksigen di kolom perairan. Kelarutan

oksigen dalam air berkurang dengan naiknya suhu dan salinitas, jumlah oksigen

dalam air (Nybakken, 1992).

Oksigen terlarut dibutuhkan untuk respirasi plankton (65%), respirasi ikan

(20%) dan juga organisme dasar. Oksigen terlarut di badan air dari hasil fotosintesis

plankton (90-95%), difusi dari udara. Pada danau eutrofik tinggi, rendahnya oksigen

terlarut dan meningkatnya CO2 dapat menyebabkan LODOS (Low dissolved

Oxygen), stres ekologi pada ikan, tidak stabilnya ekologi (Schimttou,1991).

Konsentrasi oksigen terlarut berfluktuasi secara harian dan musiman tergantung pada

pencampuran (mixing) dan pergerakan (turbulence) massa air, aktivitas fotosintesis,

respirasi dan limbah yang mauk kedalam air (Effendi, 2003). Konsentrasi oksigen

yang rendah menandakan bahwa proses fotosintesis tidak berjalan baik. Rendahnya

konsentrasi oksigen terlarut biasanya diikuti oleh tingginya konsentrasi CO2. Jika

konsentrasi oksigen terlarut berkisar 1-5 mg/l ikan akan tetap bertahan hidup dan

reproduksi ikan akan rendah dan pertumbuhan ikan lambat (Boyd, 1982).

Page 55: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files... · I. LATAR BELAKANG Ekosistem estuari merupakan salah satu ekosistem perairan yang memiliki

52

Gambar 9. Salinitas di perairan Delta Mahakam berdasarkan stasiun selama

pengamatan

Salintas selama penelitian berkisar antara 0 - 24 ‰, nilai salinitas nol di

stasiun Pulau Nobi dan Pulau Tiga, salinitas tertinggi pada stasiun Laut Pantuan (24

‰) yang merupakan perbatasan antara estuari dengan laut. Salinitas perairan estuari

biasanya lebih rendah daripada salinitas perairan sekelilingnya. Di mulut sungai,

salinitas bervariasi sangat besar pada saat pergantian musim yaitu musim hujan dan

musim kemarau (Arinardi et al., 1997). Salinitas menggambarkan padatan total di

dalam air, setelah semua karbonat dikonversi menjadi oksida, semua bromide dan

iodide digantikan oleh klorida, dan semua bahan organik telah dioksidasi. Sebaran

salinitas di laut dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti pola sirkulasi air, penguapan,

curah hujan, dan aliran sungai (Nontji, 2007). Nilai salinitas perairan laut 30 ‰ - 40

‰, pada perairan hipersaline, nilai salinitas dapat mencapai kisaran 40 ‰ - 80 ‰

(Effendi, 2003). Perairan estuari memiliki salinitas yang berfluktuasi, suatu gradien

salinitas akan tampak pada suatu saat tertentu. Pola gradien bervariasi tergantung

pada musim, topografi estuaria, pasang-surut, dan jumlah air tawar (Nybakken,

1992). Menurut Wyrtki (1961) in Arinardi et al., (1997) pada bulan Maret angin barat

masih berhembus tapi kecepatannya sudah berkurang. Musim barat biasanya

mempunyai curah hujan yang tinggi yang dapat mempengaruhi kadar salinitas dan

Page 56: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files... · I. LATAR BELAKANG Ekosistem estuari merupakan salah satu ekosistem perairan yang memiliki

53

juga kelimpahan fitoplankton (terutama di perairan pantai). Tingginya salinitas di

daerah intertidal bagian atas (arah ke hulu) seringkali memungkinkan binatang laut

menyusup lebih jauh ke hulu estuaria di daerah intertidal bagian atas daripada di

daerah intertidal bagian bawah.

Gambar 7. Nilai pH di perairan Delta Mahakam berdasarkan stasiun selama

pengamatan

pH air menunjukkan reaksi basa atau asam terhadap titk netral pH 7,0

(Schmittou, 1991). pH berkaitan erat dengan CO2 bebas dan alkalinitas. Semakin

tinggi pH, semakin tinggi pula nilai alkalinitas dan semakin rendah konsentrasi CO2

bebas. pH juga mempengaruhi toksisitas suatu senyawa kimia. Pada suasana alkalis

(pH tinggi) lebih banyak ditemukan ammonia yang tak terionisasi dan bersifat toksik.

Amonia tak terionisasi lebih mudah diserap tubuh oranisme akuatik dibandingkan

dengan amonium (Tebbut dalam Effendi, 2003). pH perairan berfluktuasi pada siklus

siang hari/diurnal secara primer dipengaruhi oleh konsentrasi CO2, kepadatan

fitoplankton, alkalinitas total dan tingkat kesadahan (Schmittou, 1991).

Nilai pH menggambarkan keadaan ion hidrogen di suatu perairan

(Boyd,1982). Nilai pH dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain aktivitas biologis

(fotosintesis dan respirasi organisme), suhu, dan keberadaan ion-ion dalam perairan

(Pescod, 1973). Perubahan asam atau basa di perairan laut dapat mengganggu sistem

Page 57: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files... · I. LATAR BELAKANG Ekosistem estuari merupakan salah satu ekosistem perairan yang memiliki

54

keseimbangan ekologi. Sebagian material yang bersifat racun akan meningkat

toksisitasnya pada kondisi pH rendah (Williams, 1979). Nilai pH sangat

mempengaruhi proses biokimiawi perairan, misalnya proses nitrifikasi akan berakhir

jika pH rendah. Nilai pH yang kurang dari 4 dan lebih dari 11 akan menyebabkan

kematian ikan (Boyd, 1982). Pada perairan yang mendapatkan pengaruh dari laut

(estuari), pH normal sekitar 8.

Gambar 8. Nilai TN (Total nitrogen) di perairan Delta Mahakam berdasarkan stasiun

selama pengamatan

Kekeruhan dan kecerahan di perairan alami merupakan salah satu aktor

penting dalam mengendalikan produktifitas. Kekeruhan yang tinggi akan menurunkan

kecerahan perairan serta mengurangi penetrasi cahaya matahari ke dalam laut,

sehingga menghambat proses fotosintesis dan menurunkan produktifitas perairan,

akan tetapi perairan yang terlalu jernih dengan kandungan nutrien rendah pula.

Produktifitas perairan ditentukan oeh kombinasi antara ketersediaan nutrien dan

penetrasi cahaya matahari.

Page 58: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files... · I. LATAR BELAKANG Ekosistem estuari merupakan salah satu ekosistem perairan yang memiliki

55

Gambar 9. Nilai TN (Total nitrogen) di perairan Delta Mahakam berdasarkan stasiun

selama pengamatan

Nilai TSS selama survey pertama di 10 stasiun berkisar antara 22,5 – 51,5

dengan nilai tertinggi pada stasiun Pulau Nobi dan terendah pada stasiun Laut

Pantuan yang merupakan batas antara estuari dengan Laut (Selat Makasar). Karena

perairan Delta Mahakam tidak begitu dalam maka stratifikasi antara dasar permukaan

dengan dasar perairan teraduk sempurna sehingga TSS didasar dengan permukaan

hampir sama. berdasarkan Pennock (1985) in Pennock dan Sharp (1986), jika di

estuari tidak terdapat stratifikasi vertikal, maka konsentrasi TSS dengan kisaran 7-20

mg/l dapat menghambat pertumbuhan fitoplankton.

Padatan terlarut organik berasal dari buangan rumah tangga, buangan

peternakan dan buangan industri pengolahan bahan makanan, dapat juga berasal dari

pabrik pemurnian bahan tambang, mineral dan pengolahan minyak bumi (Wardoyo,

1975). Peningkatan padatan tersuspensi akibat adanya aktifitas industri pengolahan

minyak mengakibatkan semakin meningkatnya kepekatan suatu perairan (Baker,

1983). Zat tersebut juga akan menyebabkan penetrasi cahaya matahari berkurang

yang masuk dan pada akhirnya mempengaruhi rantai makanan pada ekosistem

perairan (Canber and Hill, 1979). Rasio antara padatan terlarut dengan kedalaman

Page 59: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files... · I. LATAR BELAKANG Ekosistem estuari merupakan salah satu ekosistem perairan yang memiliki

56

rata-rata perairan dijadikan sebagai salah satu cara untuk menilai produktifitas

perairan. Kesesuaian perairan berdasarkan nilai padatan tersuspensi untuk

kepentingan perikanan adalah jika nilai TSS 25 mg/l, tidak ada pengaruh, 25 – 80

berpengaruh sedikit, 81 – 400 kurang baik bagi kepentingan perikanan, lebih besar

dari 400 tidak baik bagi kepentingan perikanan (Soeriaatmadja, 1978).

Nilai TSS selama survey pertama di 10 stasiun berkisar antara 22,5 – 51,5

dengan nilai tertinggi pada stasiun Pulau Nobi dan terendah pada stasiun Laut

Pantuan yang merupakan batas antara estuari dengan Laut (Selat Makasar). Karena

perairan Delta Mahakam tidak begitu dalam maka stratifikasi antara dasar permukaan

dengan dasar perairan teraduk sempurna sehingga TSS didasar dengan permukaan

hampir sama. berdasarkan Pennock (1985) in Pennock dan Sharp (1986), jika di

estuari tidak terdapat stratifikasi vertikal, maka konsentrasi TSS dengan kisaran 7-20

mg/l dapat menghambat pertumbuhan fitoplankton.

Gambar 10. Nilai chlorofil di perairan Delta Mahakam berdasarkan stasiun selama

pengamatan

Page 60: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files... · I. LATAR BELAKANG Ekosistem estuari merupakan salah satu ekosistem perairan yang memiliki

57

Nilai chlorofil selama penelitian berkisar antara 0,0131 -0,0297 mg/l

dimana yang terendah di stasiun Pulau tiga (0,0131 mg/l) dan yang tertinggi di

stasiun Muara Ulu 0,0297 mg/l.

Akustik delta mahakam, kalimantan timur

Hasil analisis data akustik di delta Mahakam dibagi dalam 3 bagian sesuai

karakteristik habitat perairan yaitu (a) sungai, yang diwakili oleh bagian sungai yang

bermuara di muara tanjung berukang, (b) estuari dengan salinitas 10 – 20 ppm

diwakili perairan muara benati dan sebagian muara pantuan dan (c) bagian laut yang

memiliki salinitas 30 ppm yang membujur selatan-utara dari muara pantuan hingga

muara ilu.

Jumlah ikan yang terdeteksi di bagian sungai dengan kelas interval target

strength -67 dB s.d -37 dB, rata-rata jumlah ikan yang terdeteksi setiap 1 ESDU

sapuan area sebesar 30 individu/nm dengan nilai terkecil sebesar 4 ind/nm dan jumlah

ikan yang paling banyak terdeteksi sebesar 66 ind/nm. Jumlah total ikan yang

terdeteksi dari 36 ESDU di sungai Mahakam yang bermuara di muara bentuan

sebanyak 589 ind.

Deteksi ikan di bagian estuary yang merupakan daerah pertemuan dua massa

air yang berbeda karakteristik hidrologinya menunjukkan dinamika yang sangat

bervariatif. Jumlah ikan yang terdeteksi pada 27 ESDU disepanjang muara bentuan –

muara benati dan sebagian muara pantuan, nilai rata-rata ikan yang terdeteksi sebesar

99 ind/nm dengan jumlah ikan yang terdeteksi 1-2 ind/ha banyak ditemukan di bagian

tanjung berukang hingga tanjung benati yang memiliki kedalaman 2-3 meter dan

turbiditas yang tinggi. Sedangkan jumlah ikan yang terdeteksi paling banyak

ditemukan di bagian muka estuary benati dan pantuan dengan kedalaman rata-rata 6 –

12 meter sebesar 1160 ind/ha.

Deteksi target ikan dalam ukuran SED (single echo detection) di bagian

perairan yang memiliki salinitas >30 ppm, nilai rata-rata dari 7 ESDU sebesar 56

ind/nm dengan jumlah ikan yang paling banyak terdeteksi di muara ilu sebesar 362

ind/nm. Analisis spasial menunjukkan jumlah ikan yang terdeteksi di bagian estuary

Page 61: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files... · I. LATAR BELAKANG Ekosistem estuari merupakan salah satu ekosistem perairan yang memiliki

58

dan laut dengan karakteristik hidrologi yang sama, yakni kedalaman dangkal dan

turbiditas yang tinggi, jumlah ikan yang terdeteksi sangat rendah, lebih rendah

dibandingkan dengan bagian sungai. Hal ini terjadi akibat kesuburan perairan yang

rendah karena factor turbiditas yang tinggi dari sedimentasi dan pola arus (Gambar

2).

Gambar 11. Sebaran spasial deteksi ikan di delta Mahakam

Analisis untuk memperoleh kelimpahan ikan di bagian sungai, diperoleh nilai

rata-rata kelimpahan ikan sebesar 96 ind/ha, dengan interval kelimpahan ikan yang

terdeteksi dari bagian sungai mariam hingga muara benati berkisar 26 -245 ind/ha.

Kelimpahan ikan yang tinggi terdapat pada bagian percabangan sungai (tributary)

dan muara dengan karakteristik pertemuan dua massa air yang menyebabkan banyak

terdapat plankton sebagai pakan alami ikan di sungai.

Kelimpahan ikan di estuari Mahakam memiliki rata-rata 456 ind/ha dengan

kelimpahan terkecil terdapat di dekat tanjung berukang sebesar 16 ind/ha dan

kelimpahan yang paling tinggi terdapat di muara benati sebesar 2000 ind/ha.

Kesuburan perairan yang menjadi indicator tingginya keanekaragaman biota perairan

menjadi factor yang penting sehingga dari hasil analisis spasial, diperoleh gambaran

Page 62: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files... · I. LATAR BELAKANG Ekosistem estuari merupakan salah satu ekosistem perairan yang memiliki

59

kelimpahan ikan di bagian estuary lebih tinggi dibandingkan dengan bagian sungai

dan laut. Hasil verifikasi lapangan di daerah benati pada saat survey akustik banyak

terdapat nelayan yang menangkap udang dengan pukat hela (trawl) dan gillnet untuk

ikan pelagis kecil.

Estimasi kelimpahan ikan di bagian laut (salinitas = 30 ppm), kepadatan

terkecil terdapat di bagian timur muara pantuan sebesar 10 ind/ha, lebih rendah

dibandingkan dengan kepadatan ikan di bagian sungai dan muara, sedangkan

kepadatan tertinggi diperoleh di bagian timur muara ilu sebesar 1130 ind/ha dengan

nilai rata-rata kelimpahan ikan dibagian timur muara pantuan yang membujur selatan-

utara hingga muara ilu diestimasi sebesar 285 ind/ha. Hasil tangkapan ikan dibagian

perairan ini didominasi jenis ikan pepetek (Leioghnathus sp), dimana jenis spesies

ikan ini di perairan utara laut jawa menjadi indicator telah terjadi pencemaran

perairan (Gambar 12).

Gambar 12. Sebaran spasial kelimpahan ikan (ind/ha) di delta Mahakam

Page 63: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files... · I. LATAR BELAKANG Ekosistem estuari merupakan salah satu ekosistem perairan yang memiliki

60

Estimasi biomass dari data akustik hasil survey di delta Mahakam,

menggunakan pendekatan hubungan panjang-berat spesies indicator/bernilai

ekonomis penting yaitu udang. Hasil verifikasi lapang dari tangkapan trawl, jenis

udang yang banyak tertangkap pada saat survey akustik adalah jenis Udang Jerbung

(Penaeus merguiensis), Udang Putih (Penaeus indicus), Udang Windu / Pacet / Tiger

(Penaeus monodon), Udang Cokong / Tokal / Galah / Fresh Water (Macrobrachium

sp), dan Udang Dogol (Metapenaeus monoceros).

Biomass udang di perairan tawar (sungai) diestimasi sekitar 1.24 – 28.97

kg/ha dengan nilai rata-rata biomass sebesar 11.20 kg/ha. Estimasi biomass udang di

perairan estuari yang memiliki kesuburan yang tinggi, variabilitasnya sangat tinggi

berkisar 0.62 – 397.03 kg/ha dengan nilai rata-rata biomass sebesar 33.95 kg/ha.

Sedangkan biomass udang di perairan dengan salinitas tinggi ( > 30 ppm), estimasi

nilai rata-rata biomass sebesar 20.12 kg/ha dengan nilai biomass terkecil sebesar 0.49

kg/ha, lebih rendah dari biomass udang di perairan sungai, tetapi biomass tertinggi

diperoleh sebesar 129.53 kg/ha, lebih rendah dari biomass udang di estuary.

Analisis spasial dari distribusi horizontal estimasi biomass udang di delta

Mahakam, kelimpahan udang banyak terdapat di muara benati dan muara pantuan

dengan salinitas sekitar 10 – 20 ppm. Sedangkan biomass udang di perairan tawar

relatif merata dari hulu ke arah hilir. Hal ini dipengaruhi banyak terdapat vegetasi

perairan yang menyediakan ketersediaan pakan alami udang, serta udang yang lolos

dari kawasan pertambakan di sekitar delta Mahakam. Kelimpahan udang di bagian

laut cenderung lebih rendah dari estuari karena perubahan struktur dasar perairan

yang menjadi habitat udang dengan pembangunan kontruksi pipa transmisi migas di

kawasan delta Mahakam. Dari hasil wawancara nelayan kelimpahan udang karang,

banyak terdapat di perairan yang lebih jauh ke arah timur dari pesisir Mahakam.

Page 64: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files... · I. LATAR BELAKANG Ekosistem estuari merupakan salah satu ekosistem perairan yang memiliki

61

Gambar 13. Sebaran spasial kelimpahan ikan (kg/ha) di delta Mahakam

Sumberdaya larva

Komposisi Jenis dan Distribusi

Jumlah jenis meroplankton yang dijumpai pada estuaria sungai Mahakam

cukup beragam. Hasil identifikasi di estuaria sungai Mahakam ditemukan 9 famili

ikan dan 1 kelompok krustacea (udang) dengan komposisi yang berbeda masing-

masing stasiun (Tabel 1). Jumlah famili meroplankton yang tertinggi dijumpai pada

stasiun 7 (5 famili) dan terendah pada stasiun IX (1 famili). Kelompok krustacea

memiliki sebaran yang luas, dimana dapat ditemukan diseluruh stasiun penelitian dan

diikuti oleh famili eleotrididae yang ditemukan pada 4 lokasi. Sedangkan sebanyak 8

famili meroplankton hanya ditemukan di satu atau dua stasiun saja dan tidak

ditemukan pada stasiun lainnya. Berdasarkan data diatas, kelompok krustacea

memiliki sebaran yang sangat luas dan mendominasi seluruh perairan. Luasnya

sebaran kelompok krustacea disebabkan kemampuan adaptasi yang baik kelompok ini

Page 65: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files... · I. LATAR BELAKANG Ekosistem estuari merupakan salah satu ekosistem perairan yang memiliki

62

terhadap lingkungan estuaria. Sehingga kelompok ini banyak mendiami perairan

estuaria di wilayah perairan Indonesia.

Hasil penelitian yang dilakukan Subiyanto et al (2008) di estuaria Pelawangan

Timur Segara Anakan diperoleh larva ikan yang tertangkap sebanyak 1.688 individu

yang terdiri dari 15 famili, yang didominasi oleh Clupeidae, Atherinidae,

Pomacentridae, dan Gobiidae. Prianto et al (2010) menyatakan jumlah famili larva

ikan di esturia sungai Musi sebanyak 6 famili terdiri dari Gobiidae, Antennariidae,

Scombridae, Gonorynchidae, Schindleriidae dan Synodontidae. Sedangkan Raynie

and Shaw (1994) dalam Añorve (2003) menyatakan bahwa larva ikan di wilayah

estuaria dapat berasal dari perairan laut atau air tawar atau berasal dari estuaria itu

sendiri. Hasil pengamatan dilaboratorium di peroleh informasi bahwa beberapa jenis

meroplankton merupakan spesies laut yang melakukan pemijahan di estuaria.

Menurut Castro de and Bonecker (1996) jumlah jenis ichytoplankton di

estuaria Caete-Brazil 63 taxa dan 28 famili, jumlah ini lebih tinggi dari estuaria di

bagian utara Brazil yang terdiri dari 24 taxa dan 17 famili sedangkan menurut

Krishnamurthy and Jeysaleelam (1981) di estuaria di India ditemukan 195 taxa.

Menurut Dianthani (2003) dalam Prianto et al (2008) jumlah spesies pada estuaria

pada umumnya jauh lebih sedikit daripada yang mendiami habitat air tawar atau air

laut di dekatnya. Hal ini antara lain karena ketidakmampuan organisme air tawar

mentolerir kenaikan salinitas dan organisme air laut mampu mentolerir penurunan

salinitas.

Jumlah jenis meroplankton dipengaruhi oleh faktor fisika-kimia perairan

terutama salinitas perairan. Menurut Flores-Coto (1988), komposisi, kelimpahan dan

pola distribusi larva ikan di wilayah laguna disebabkan oleh pertukaran air laut dan

laguna. Sedangkan Tzeng et al. (1997) memberikan pandangan bahwa variasi

salinitas yang tinggi akan menyebabkan kekayaan jenis yang rendah dan lebih mudah

didominasi oleh jenis tertentu.

Page 66: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files... · I. LATAR BELAKANG Ekosistem estuari merupakan salah satu ekosistem perairan yang memiliki

63

Tabel 1. Jumlah famili dan sebaran meroplankton di estuaria Sungai Mahakam

No. Upafilum/Famili Stasiun

I II III IV V VI VII VIII IX

1 Krustacea * * * * * * * * *

2 Sparidae *

3 Gobiidae *

4 Eleotrididae * * * *

5 Scianidae *

6 Polynemidae *

7 Mikrodesminae *

8 Chirocentridae * *

9 Antennariidae * *

10 Unknown *

Jika dilihat komposisi meroplakton berdasarkan musim, maka jumlah famili

yang tertinggi dijumpai pada bulan maret sebanyak 9 famili dan juli sebanyak 5

famili. Famili dengan sebaran temporal yang luas adalah kelompok krustacea, famili

Gobiidae, Eleotrididae, Mikrodesminae dan Chirocentridae dimana ditemukan pada

bulan maret dan juli (Tabel 1). Sedangkan famili lainnya ditemukan hanya pada bulan

Maret.

Page 67: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files... · I. LATAR BELAKANG Ekosistem estuari merupakan salah satu ekosistem perairan yang memiliki

64

Tabel 2. Sebaran temporal meroplankton di estuaria Sungai Mahakam

No. Famili Maret Juli

1 Krustacea * *

2 Sparidae *

3 Gobiidae * *

4 Eleotrididae * *

5 Scianidae *

6 Polynemidae *

7 Mikrodesminae *

8 Chirocentridae * *

9 Antennariidae *

10 Unknown *

Kelimpahan Meroplankton

Kelimpahan meroplankton berkisar antara 50-140 ind/10 m3, dengan jumlah

yang tertinggi ditemukan di bulan maret dan terendah pada bulan juli. Añorve (2003)

menyatakan di estuaria Carribean kelimpahan larva tidak ditunjukkan dengan baik

melalui pola spasial dan nilai kelimpahannya bervariasi dari 0-227 ind/100 m3 pada

bulan Oktober. Jika dilihat perbandingan antara estuaria sungai Mahakam dengan di

estuaria Carribean maka kelimpahan meroplankton di estuaria sungai Mahakam lebih

tinggi.

Page 68: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files... · I. LATAR BELAKANG Ekosistem estuari merupakan salah satu ekosistem perairan yang memiliki

65

Gambar 14. Kelimpahan meroplankton setiap bulan pengamatan.

Pada Gambar 14 dapat dilihat kelimpahan meroplankton setiap bulan

pengamatan memiliki perbedaan yang mencolok. Pada bulan maret memiliki

kelimpahan yang tinggi (140 ind/10 m3) sedangkan dibulan juli memiliki kelimpahan

yang lebih rendah (50 ind/10 m3).

Gambar 15. Kelimpahan meroplankton masing-masing stasiun pengamatan.

Page 69: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files... · I. LATAR BELAKANG Ekosistem estuari merupakan salah satu ekosistem perairan yang memiliki

66

Pada Gambar 15 dapat dilihat bahwa stasiun VII memiliki kelimpahan rata-

rata yang tertinggi yaitu 450 ind/10 m3 dan terendah stasiun III ditemukan sebanyak

(5 ind/10 m3). Tingginya kelimpahan di stasiun VII diduga karena lokasi ini memiliki

habitat yang cocok untuk pemijahan dan pengasuhan larva ikan. Perbedaan

kelimpahan meroplankton setiap stasiun disebabkan faktor fisika-kimia perairan yang

berbeda-beda. Disamping itu, kondisi geomorfologi perairan juga mempengaruhi

kesuburan perairan. Secara tidak langsung kesuburan perairan akan mempengaruhi

kelimpahan meroplankon.

KESIMPULAN

Jumlah ikan yang terdeteksi di perairan sungai sebesar rata-rata 589 ind, di

bagian muara sebesar rata-rata 1160 ind/ha, dan di laut sebesar rata-rata 362 ind/ha.

Estimasi rata-rata kelimpahan ikan di bagian sungai, muara dan laut masing-masing

sebesar 96 ind/ha, 456 ind/ha dan 285 ind/ha. Biomass udang di delta Mahakam

diestimasi rata-rata untuk udang di sungai sebesar 11.20 kg/ha, di muara sebesar

33.95 kg/ha, dan di perairan dengan salinitas > 30 ppm sebesar 20.12 kg/ha.

Jumlah jenis meroplankton yang dijumpai pada estuaria sungai Mahakam

cukup beragam. Hasil identifikasi di estuaria sungai Mahakam ditemukan 9 famili

ikan dan 1 kelompok krustacea (udang) dengan komposisi yang berbeda masing-

masing stasiun. Jumlah famili meroplankton yang tertinggi dijumpai pada stasiun 7 (5

famili) dan terendah pada stasiun IX (1 famili).

Kelompok krustacea memiliki sebaran yang luas, dimana dapat ditemukan

diseluruh stasiun penelitian dan diikuti oleh famili eleotrididae yang ditemukan pada

4 lokasi. Sedangkan sebanyak 8 famili meroplankton hanya ditemukan di satu atau

dua stasiun saja dan tidak ditemukan pada stasiun lainnya. Berdasarkan data diatas,

kelompok krustacea memiliki sebaran yang sangat luas dan mendominasi seluruh

perairan.

Page 70: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files... · I. LATAR BELAKANG Ekosistem estuari merupakan salah satu ekosistem perairan yang memiliki

67

DAFTAR PUSTAKA

.A.B. Sutomo, Hadikusumah, Q. Adnan, M. Simanjuntak. 2001. Lingkungan dan

Pembangunan, Environment and Development. 21/2 (2001) 91.

Añorve, L.S, A.H. Gallardo, S. A. Aguirre and C. F. Coto. 2003. Fish larvae from a

Caribbean estuarine system. The Big Fish Bang. Proceedings of the 26th

Annual Larval Fish Conference. Edited by Howard I. Browman and Anne Berit

Skiftesvik Published by the Institute of Marine Research, Postboks 1870

Nordnes, N-5817, Bergen, Norway. ISBN 82-7461-059-8.

Arinardi, O.H., Sutomo, A.B., Yusuf, S.A., Trimaningsih, Asnaryanti, E., Riyono,

S.H. 1997. Kisaran Kelimpahan dan Komposisi Plankton Predominan di

Perairan Kawasan Timur Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan

Oseanologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jakarta.

Arnaya, I nyoman. 1991. Diktat Kuliah Dasar-Dasar Akustik. (Institut Pertanian

Bogor. Bogor : v + 84 hlm.

A.S. Sidik. 2009., Presented at the Rescopar Scientific Meeting in Mulawarman

University, Samarinda, Indonesia

Barleta Bergan, M, Barletta and U. Saint-Paul. 2002. Structure and Seasonal

Dynamics of Larva Fish in The Caete RiverEstuary in North Brazil. Estuarine.

Coastal and Shelf Science. Page 193-206.

Bengen DG, Sayekti RRRB, Makinuddin N, Santoso P, Das’at, Gunawan T. 2003.

Realitas dan Isu-isu Sumberdaya dan Lingkungan Delta Mahakam, Rapid

Appraisal. Proyek Pesisir PKSPL – IPB, Bogor; Bapedalda Kabupaten Kutain

Page 71: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files... · I. LATAR BELAKANG Ekosistem estuari merupakan salah satu ekosistem perairan yang memiliki

68

Kartanegara; Proyek Pesisir Kalimantan Timur; USAID; TotalFinaElf E&P

Indonesia; The Nature Conservacy, Bogor, Indonesia 10 pp

Boehlert, G.W and B.C. Mundy. 1988. Roles of Behavioral and Physical Factors in

Larval and Juvenile Fish Recruitment to Estuarine Nursery Area. American

Fisheries Society Symposium 3:51-67.

Castro,M. S., de and Boncker, A. C. T. 1996. Ocorreˆncia de larvas de peixe no

sistema estuarino de Rio Mucuri. Arquivo de Biologia e Technologia, 39, 171–

185.

Darsidi, A. 1987. Perkembangan pemanfaatan hutan mangrove di Indonesia. Dalam

: Soerianegara, I., S. adisoemarto, S. soemodihardjo, S. hardjo wigeno, M.

sudomo & O.S.R. Ongkosongo (eds). Prosidings Seminar HI, Ekosistem

Mangrove. Denpasar, Bali, 5-8 Agustus 1986. Lembaga Ilmu Pengetahuan

Indonesia. Panitia Nasional Program MAB Indonesia, Jakarta: 27-37.

Effendie, M. I. 1979. Metode Biologi Perikanan. Yayasan Dewi Sri. Bogor. 112 p.

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan

Lingkungan Perairan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Hadikusumah dan Marojahan Simanjuntak. 2011. Box Model air tawar, salinitas dan

zat hara di delta Mahakam Kalimantan Timur. Makara Sains. Vol. 15 No. 1:

79-88.

Heryanto. 2008. Ekologi moluska mangrove Delta Mahakam, Kalimantan Timur. Zoo

Indonesia 17(1):15-20

Page 72: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files... · I. LATAR BELAKANG Ekosistem estuari merupakan salah satu ekosistem perairan yang memiliki

69

Hopley D. 1999. Assesment of the Environmental Status and Prospect of

Aquaculture in the Mahakam Delta , Total Indonesie, Balikpapan pp.25

.Irawan, S. 2005. Perbandingan Pendugaan Densitas Ikan Demersal Antara Metode

Akustik BIM Terbagi Dengan Metode “Swept Area” Di Perairan Timur

Kalimantan. Institut Pertanian Bogor. 4-19 P.

Jobling, M. 1995. Environmental Bioloy of Fishes; Fish and Fisheries Series 16.

Chapman & Hall T.J. Press, Ltd. New York.

Krebs, C.J. 1989. Ecological Methodology. Harper Collins Publisher. Inc. New York.

654 p.

Leis, J. M, B. M. Carson Ewart. 2000. The Larvae of Indo-Pacifik Coastal Fishes. An

Identification Guide to Marine Fishes Larva. (Fauna Malesiana Handbooks 2).

Page 850.

Listy. Pres._Comm: 2003. Diskusi dengan Pihak TotalFinaElf E&P, 8 May 2003.

Mahakam Delta, Tatun Installation

Love, R. H. 1977. Target strength of an individual fish at any aspect. Journal of the

Acoustical Society of America. 62: 1,397-1,403.

Medwin, H. and Clay, C.S.1998. Fundamentals of Acoustical Oceanografi. Academic

Press. Boston. 183-233 P.

Morais de, T. A. & Morais de, T. L. 1994. The abundance and diversity of larval and

juvenile fish in a tropical estuary. Estuaries 17, 216–225.

Page 73: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files... · I. LATAR BELAKANG Ekosistem estuari merupakan salah satu ekosistem perairan yang memiliki

70

Neira, F. J. and Potter, I. C. 1994. The larval fish assemblage of the Nornalup-

Walpole Estuary, a permanently open estuary on the southern coast of western

Australia. Australian Journal of Marine and Freshwater Research 45, 1193–

1207.

Nikolsky, G. V. 1963. The Ecology of Fishes (translated from the Russian by L.

Birkett). Academic Press. New York. 352 p.

Nontji, A. 2006. Tiada Kehidupan di Bumi Tanpa Keberadaan Plankton. Lembaga

Ilmu Pengetahuan Indonesia. Pusat Penelitian Oseanografi. Jakarta.

Nybakken, J. W. 1992. Biologi Laut : Suatu Pendekatan Ekologis. Diterjemaahkan

oleh H. M. Eidman, Koesoebiono, D. G. Bengen, M. PT Gramedia. Jakarta.

Odum, E.P. 1971. Fundamentals of Ecology. 3rd ed. W. B. Saunders Company.

Philadelphia.

Pauly, D. 1980. A. Selection of sample Methods for The Stock Assesment of Tropical

Fish Stock. FAO. Fish. Circ. (729): 54 p.

Pauly, D. 1984. Some Simple Methods for the Assessment of Tropical Fish Stock.

FAO. 52 p.

Pramudji. 2007. Laporan Penelitian Biota yang Berasosiasi pada Ekosistem

Mangrove dan Estuaria di Pesisir Delta Mahakam Kalimantan Timur. Puslit

Oceanografi. LIPI

Prianto, E; S. Kaban & S. Aprianti. 2010. Sebaran dan Kelimpahan Meroplankton di

Perairan Pantai Timur Sumatera. Prosiding Seminar Nasional Tahunan.

Sekolah Tinggi Perikanan. Jakarta.

Page 74: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files... · I. LATAR BELAKANG Ekosistem estuari merupakan salah satu ekosistem perairan yang memiliki

71

Prat, C. and J.D Arnold. 2000. Studies of the Temporal and Spatial Distribution of

Larvae in Laguna Madre and the Impact of the Brown Atide.

www.utmsi.zo.utezas.edu/research/mfrp/index.htm.

Prihatini TR. 2003. Permodelan Dinamika Spasial Bagi Pemanfaatan Sumberdaya

Alam Pesisir Yang Berkelanjutan. Studi Kasus : Konversi Lahan Mangrove

Menjadi Pertambakan Udang di Delta Mahakam, Kalimantan Timur. Disertasi

(Tidak Dipublikasikan). Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. 180 hlm

Pujiati, S, La Ode Norman, Roni Fitrianto dan Hawis H. Madduppa. 2003. Modul

praktikum Akustik Kelautan. Laboraturium Akustik jurusan Ilmu dan Teknologi

Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Bogor. 75 hal

Raymont, J. E.G. 1981. Plankton dan Produktivitas Bahari (Alihbahasa

Koesoebiono). Institut Pertanian Bogor.

Roberts, P.LD dan Jaffe J.S. 2007. Multiple Angle Acoustic Classification of Zooplankton. J.

Acoust. Soc. Am. 121. California. United State of America. 3p

Sediadi dan T. Sidabutar. 1994. Kelimpahan telur dan larva ikan diperairan teluk

Baguala, Pulau Ambon. Jurnal Terubuk XX No. 59. Himpunan Alumni

Fakultas Perikanan Universitas Riau. Pekanbaru. hal 26-31.

Simmonds, J and MacLennan, D. 2005. Fisheries Acoustics Theory and Practice

Second Edition. Blackwell Science. Oxpord, UK.437 P

Simrad EK 500. 1993. Scientific Echosounder Operator Manual. Simrad Subsea A/S

Horten, Norway.204 pp.

Page 75: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files... · I. LATAR BELAKANG Ekosistem estuari merupakan salah satu ekosistem perairan yang memiliki

72

Sonar. 2007. Operator Manual Version 5.9.7. Balk Lindem. Norway.427 p

Sparre P dan S.C. Venema. 1999. Introduksi Pengkajian Stok Ikan Tropis. Buku 1;

Manual. FAO, Puslitbang Perikanan, Badan Litbang Pertanian Jakarta. 438 hal.

Steel, R. G. H., dan J. H. Torrie. 1949. Prinsip dan Prosedur Statistika: Suatu

Pendekatan Biometrik (Diterjemahkan oleh Bambang Sumantri). Edisi Kedua.

PT Gramedia. Jakarta. 748 p.

Stottrup, Josianne, G. 2002. Coastal Juvenile Fish Ecology. Departement od Marine

Ecology and Aquaculture, Danish Institute for Fisheries Research,

Charlottenlund Castle. www.dfu.min.dk/jgs/research.

Subiyanto, Ruswahyuni, dan Dwi Gondo Cahyono. 2008. Komposisi Dan Distribusi

Larva Ikan Pelagis Di Estuaria Pelawangan Timur, Segara Anakan, Cilacap.

Jurnal Saintek Perikanan Vol. 4, No. 1; 62 – 68.

Sutrisno, D dan W. Ambarwulan. 2003. Kajian daya dukung lahan untuk usaha

budidaya udang di Delta Mahakam. Pusat Survei Sumberdaya alam laut.

Bakosurtanal.

T. Axenrot, S.Hanson. 2004. Seasonal dynamic in pelagic fish abundance in a Baltic

Sea coastal area. Estuarine, Coastal and Shelf Science 60 : 541-547.

Tzeng, W.N., Y.T. Wang and C.W. Chang. 2002. Spatial and temporal variations of

the estuarine larval fish community of the west coast of Taiwan.Mar.

Freshwater Res. 53: 419-430.

Udupa, KS. 1986. Statistical methods of estimating the size at first maturity in

fishes. Fishbyte 4(2): 8-10.

Page 76: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files... · I. LATAR BELAKANG Ekosistem estuari merupakan salah satu ekosistem perairan yang memiliki

73

Voss F. 1983. East Kalimantan Transmigration Area Development Project PTA

46/ATA 140, TAD-Report No.9 Natural Resources Inventory, Department of

Transmigration, Republic of Indonesia; Federal Republic of Germany,

Samarinda, Indonesia 199 pp

Wartaputra, S. 1991. Kebijakan pengelolaan hutan mangrove di tinjau dari sudut

konservasi. Pros. Seminar IV Ekosistem Mangrove: 17 - 24.

Wijopriono, K. Purnomo, E.S. Kartamihardja, and Z. Fahmi. 2010. Fishery

Resources And Ecology Of Toba Lake. IFRJ Vol. 16 No. 1 Juni 2010

Wouthuyzen,S., A. Suwartana dan 0. k. sumadhiharga. 1984. Studi tentang dinamika

populasi ikan puri merah, Stolephorus heterolobus (ruppell) dan kaitannya

dengan perikanan umpan di Teluk ambon bagian dalam. Oseanologi di

Indonesia 18 : 1 - 20

Page 77: LAPORAN TEKNIS PENELITIAN - …bp3upalembang.kkp.go.id/assets/content_upload/files... · I. LATAR BELAKANG Ekosistem estuari merupakan salah satu ekosistem perairan yang memiliki

74

LAMPIRAN

Kondisi Lingkungan Estuari Mahakam

Alat Trawl Hasil Tangkapan Trawl

Alat Akustik Hasil Tangkapan