laporan tahunan direktorat jenderal perimbangan keuangan 2015 filelaporan tahunan direktorat...

76
Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 1

Upload: trinhanh

Post on 03-Jul-2019

235 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 fileLaporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 3 BAB I PROFIL DJPK 1.1 Struktur Organisasi Pada tanggal

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015

1

Page 2: Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 fileLaporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 3 BAB I PROFIL DJPK 1.1 Struktur Organisasi Pada tanggal

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015

2

LAPORAN TAHUNAN DJPK

TAHUN 2015

PROLOG

Nilai-Nilai Kementerian Keuangan

a. Integritas Berpikir, berkata, berperilaku dan bertindak dengan baik dan benar serta memegang teguh kode etik dan prinsip-prinsip moral.

b. Profesionalisme

Bekerja tuntas dan akurat atas dasar kompetensi terbaik dengan penuh tanggung jawab dan komitmen yang tinggi.

c. Sinergi

Membangun dan memastikan hubungan kerja sama internal yang produktif serta kemitraan yang harmonis dengan para pemangku kepentingan, untuk menghasilkan karya yang bermanfaat dan berkualitas.

d. Pelayanan

Memberikan layanan yang memenuhi kepuasan pemangku kepentingan yang dilakukan dengan sepenuh hati, transparan, cepat, akurat dan aman.

e. Kesempurnaan

Senantiasa melakukan upaya perbaikan di segala bidang untuk menjadi dan memberikan yang terbaik.

Page 3: Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 fileLaporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 3 BAB I PROFIL DJPK 1.1 Struktur Organisasi Pada tanggal

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015

3

BAB I

PROFIL DJPK

1.1 Struktur Organisasi

Pada tanggal 17 Oktober 2014 telah terbit Peraturan Menteri Keuangan Nomor 206/PMK.01/2014 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan. Namun demikian, struktur organisasi Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan sampai dengan akhir 2015 masih mengikuti struktur organisasi sebagaimana tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.01/2010 sebagai berikut.

Grafik I.1 Struktur Organisasi DJPK

Grafik I-1 Struktur Organisasi DJPK

1.2 Visi dan Misi

Seiring dengan penetapan transformasi kelembagaan DJPK 2014-2015 yang bertujuan memperkuat peran strategis dalam mengelola hubungan keuangan antara pemerintah pusat

Sub Directorate of Natural Resources

Revenue Sharing Fund

Sekretariat Direktorat Jenderal

Secretariat of the Directorat General

Bagian Perencanaan dan Organisasi

Planning and Organization Division

Bagian Kepegawaian

Human Resource Division

Direktorat Dana Perimbangan

Directorate of Balance Fund

Sub Direktorat Dana Bagi Hasil Pajak

Sub Directorate of Tax Revenue Sharing

Fund

Sub Direktorat Dana Bagi Hasil

Sumber Daya Alam

Sub Directorate of Transfer

Implementation I

Bagian Keuangan

Finance Division

Bagian Umum

General Division

Sub Direktorat Pelaksana Transfer II

Sub Directorate of Transfer

Implementation II

Direktorat Pajak Daerah dan Retribusi

Daerah

Directorate of Local Tax and Levy

Sub Direktorat Pajak Daerah dan

Retribusi Daerah I

Sub Directorate of Local Tax and Levy

I

Sub Direktorat Pajak Daerah dan

Retribusi Daerah II

Sub Directorate of Local Tax and Levy

II

Sub Direktorat Pajak Daerah dan

Retribusi Daerah III

Sub Directorate of Local Tax and Levy

III

Sub Direktorat Dana Alokasi Umum

Sub Directorate of General Allocation

Fund

Sub Direktorat Dana Alokasi Khusus

Sub Directorate of Special Allocation

Fund

Sub Direktorat Pelaksana Transfer I

Sub Direktorat Pajak Daerah dan

Retribusi Daerah I

Sub Directorate of Local Tax and Levy

IV

Sub Direktorat Sinkronisasi dan

Dukungan Teknis PDRD

Sub Directorate of Synchronization

and Technical Support of Local Tax

and Levy

Sub Directorate of Local Governmnet

Investment and Financial Capacity

Sub Direktorat Penatausahaan

Pembiayaan Daerah

Sub Directorate of Local Government

Financing Management

Direktorat Pembiayaan dan Kapasitas

Daerah

Directorate of Local Government

Financing and Capacity

Sub Direktorat Pinjaman Daerah

Sub Directorate of Local Government Loan

Sub Direktorat Hibah Daerah

Sub Directorate of Local Government

Grant

Sub Directorate of Information and

Technical Support

Direktur Jenderal Perimbangan

Keuangan

Director General of Fiscal Balance

Sub Direktorat Data Keuangan Daerah

Sub Directorate Local Financial Data

Sub Direktorat Informasi dan

Dukungan Teknis

Direktorat Evaluasi Pendanaan dan

Informasi Keuanga Daerah

Directorate of Local Government

Funding Evaluation and Financial

Information

Sub Direktorat Evaluasi Dana

Desentralisasi dan Perekonomian

Daerah

Sub Directorate of Decentralization Fund

and Local Economy Evaluation

Sub Direktorat Evaluasi Dana

Dekonsentrasi dan Tugas

Pembantuan Sub Directorate of Evaluation of

Deconcentration and Co-

administration Fund

Sub Direktorat Akuntansi dan

Pelaporan Transfer ke Daerah

Sub Directorate of Transfer to Local

Government Accounting and

Reporting

Sub Direktorat Pembiayaan dan

Penataan Daerah

Directorate of Local Government

Financing and Structuring

Sub Direktorat Investasi dan

Kapasitas Keuangan Daerah

Page 4: Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 fileLaporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 3 BAB I PROFIL DJPK 1.1 Struktur Organisasi Pada tanggal

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015

4

dan pemerintah daerah, DJPK memiliki visi dan misi baru yang memenuhi kaidah-kaidah yang lazim berlaku dalam dunia internasional.

Visi

Menjadi Pengelola Hubungan Fiskal Pusat dan Daerah Berkelas Dunia yang Adil dan Transparan

Misi

1. Mewujudkan perumusan kebijakan hubungan keuangan pusat dan daerah yang transparan dan akuntabel;

2. Melaksanakan monitoring dan evaluasi pelaksanaan hubungan keuangan pusat dan daerah yang efektif;

3. Menyelenggarakan sistem informasi keuangan daerah yang akurat, transparan, dan tepat waktu;

4. Meningkatkan kualitas pengelolaan keuangan daerah.

1.3 Tugas dan Fungsi

Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan merupakan salah satu unit eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan yang bertanggung jawab melaksanakan kebijakan desentralisasi fiskal yang adil, proporsional, transparan, dan akuntabel melalui pengalokasian dan penyaluran transfer ke daerah.

Dalam Peraturan Presiden Nomor 66 Tahun 2006 tanggal 8 Juni 2006 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2005 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselin I Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara yang telah dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.01/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang perimbangan keuangan.

Dalam menyelenggarakan tugas tersebut, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan menyelenggarakan fungsi:

a. perumusan kebijakan di bidang perimbangan keuangan,

b. pelaksanaan kebijakan di bidang perimbangan keuangan,

c. penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang perimbangan keuangan,

d. pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang perimbangan keuangan, dan

e. pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan.

DJPK terus berupaya melaksanakan kebijakan desentralisasi fiskal secara adil, proporsional, transparan, dan akuntabel melalui pengalokasian dan penyaluran transfer ke daerah. Peran strategis Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan sangat krusial dalam menentukan arah kebijakan desentralisasi fiskal ke depan menuju hubungan keuangan pusat dan daerah yang lebih

Page 5: Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 fileLaporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 3 BAB I PROFIL DJPK 1.1 Struktur Organisasi Pada tanggal

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015

5

baik sehingga diharapkan akan tercipta kemudahan-kemudahan dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan di daerah, terutama dalam penyediaan dan pemenuhan pelayanan publik yang prima dan atau lebih berkualitas. Hal tersebut diharapkan dapat berdampak positif kepada kondisi perekonomian yang lebih baik dengan tujuan akhir meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

DJPK sebagai unit pengelola dan pelaksana kebijakan desentralisasi fiskal bertekad untuk menjadikan pelaksanaan dan pengelolaan desentralisasi fiskal di Indonesia sebagai praktik pengelolaan hubungan fiskal pusat dan daerah yang berkelas dunia yang akan menajdi contoh atau role model bagi negara-negara lain dadlam penerapan kebijakan desentralisasi fiskal. Cita-cita ini diharapkan akan menjadi fokus tujuan perubahan dan menginspirasi semua pihak untuk mendukung transformasi yang diharapkan.

1.4 Profil Pejabat

a. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan

Boediarso Teguh Widodo

Lahir di Rembang pada tanggal 23 Agustus 1958. Menyelesaikan Sarjana Ekonomi di Universitas Diponegoro pada tahun 1982. Selanjutnya, memperoleh gelar Magister Ekonomi Studi Perencanaan dan Kebijakan Publik dari Universitas Indonesia pada tahun 2005. Gelar Doktor Studi Ilmu Ekonomi diraih dari universitas yang sama pada tahun 2012.

Merintis karir di Kementerian Keuangan sejak tanggal 1 Oktober 1982, beberapa jabatan pernah diembannya, diantaranya Direktur Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja pada Direktorat Jenderal Anggaran dijabat dari September 2004 hingga November 2006. Pada awal 2012 dipercaya menjadi Staf Ahli Bidang Pengeluaran Negara. Saat ini, posisi sebagai Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan setelah sebelumnya menjadi Plt. Direktur Jenderal Perbendaharaan.

b. Sekretaris Direktorat Jenderal

Putut Hari Satyaka

Lahir di Surakarta pada 9 Juli 1973. Meraih gelar Sarjana Ekonomi di Universitas Sebelas Maret pada tahun 1996. Selanjutnya, program Master of Public Policy di Australian National University berhasil diselesaikan pada tahun 2007.

Memulai karir di Kementerian Keuangan pada tahun 1998, beberapa jabatan pernah diembannya, antara lain Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Pada 22 Oktober 2015, mendapat amanah sebagai Sekretaris Direktorat Jenderal.

c. Direktur Dana Perimbangan

Rukijo

Page 6: Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 fileLaporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 3 BAB I PROFIL DJPK 1.1 Struktur Organisasi Pada tanggal

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015

6

Lahir di Bandar Lampung 10 Juli 1967, mulai merintis karir di Kementerian Keuangan pada tahun 1993, sebagai Direktur Dana Perimbangan setelah sebelumnya menjabat sebagai Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Menyelesaikan S1 di Universitas Lampung selanjutnya menyelaikan S2 dan mendapat gelar Magister Manajemen dari Muhamadiyah Jakarta.

d. Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

-

e. Direktur Pembiayaan dan Kapasitas Daerah

Ahmad Yani

Lahir di Petaling 1 Januari 1966, sebagai Sekretaris Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Daerah setelah sebelumnya menjabat sebagai Kepala Bagian Perencanaan dan Organisasi. D.IV diselesaikan di Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) menyelesaikan S2 dan mendapat gelar Magister Manajemen di Sekolah Tinggi Ekonomi Jakarta serta menyelesaikan S3 mendapatkan gelar Doktor dari Universitas Padjajaran Bandung.

f. Direktur Evaluasi Pendanaan dan Informasi Keuangan Daerah

-

1.5 Sumber Daya Manusia

Untuk menjalankan organisasi dengan peran yang strategis dengan tanggung jawab besar, DJPK diperkuat oleh sumber daya manusia yang profesional, berkompeten, dan menjaga integritas. Komposisi pegawai DJPK beragam berdasarkan jabatan, jenjang pendidikan, dan golongan. Berikut komposisi pegawai DJPK.

Sampai dengan akhir tahun 2015, tercatat jumlah pegawai DJPK adalah sebanyak 441 orang. Dibandingkan dengan tahun 2014, jumlah pegawai DJPK mengalami peningkatan sejumlah 19 orang.

Tabel I.1 Komposisi Pegawai Berdasarkan Eselonisasi per 31 Desember 2015

Eselon Jumlah

I 1

II 3

III 25

IV 98

Non Eselon 314

Jumlah 441

Tabel I.2 Komposisi Pegawai Berdasarkan Jenjang Pendidikan per 31 Desember 2015

Page 7: Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 fileLaporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 3 BAB I PROFIL DJPK 1.1 Struktur Organisasi Pada tanggal

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015

7

Pendidikan Jumlah

S3 4

S2 114

S1/D4 197

≤ D3 126

Jumlah 441

Berdasarkan jenjang pendidikan, sumber daya manusia di DJPK sebagian besar didominasi oleh pegawai dengan latar belakang pendidikan S1/D4 yaitu sebanyak 197 orang.

Tabel I.2 Komposisi Pegawai Berdasarkan Golongan per 31 Desember 2015

Pendidikan Jumlah

IV 55

III 260

II 126

I 0

Jumlah 441

Berdasarkan golongan, pegawai golongan III merupakan pegawai dengan jumlah terbanyak yaitu 260 orang. Berikutnya, adalah pegawai golongan II sebanyak 126 orang. Pegawai yang telah mencapai golongan IV berjumlah 55 orang.

Page 8: Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 fileLaporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 3 BAB I PROFIL DJPK 1.1 Struktur Organisasi Pada tanggal

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015

8

BAB II

KILAS KINERJA 2015

2.1 Kilas Laporan Keuangan 2015

Sesuai dengan yang diamanatkan PMK Nomor 233/PMK.05/2011 tentang Perubahan atas PMK Nomor 171/PMK.05/2007 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat bahwa setiap kementerian/lembaga wajib menyelenggarakan SAI untuk menghasilkan laporan keuangan yang terdiri dari Sistem Akuntansi Keuangan (SAK) dan SIMAK-BMN.

Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan menyusun laporan keuangan berupa Laporan Realisasi Anggaran (LRA), neraca, Laporan Arus Kas (LAK), dan Catatan atas Laporan Keuangan untuk TA 2015. Selain itu, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan juga menyelenggarakan SIMAK-BMN yang merupakan serangkaian prosedur untuk mengolah dokumen sumber dalam rangka menghasilkan informasi untuk penyusunan neraca dan laporan BMN, serta laporan lainnya.

Penyusunan dan penyajian Laporan Keuangan Tahun 2015 telah mengacu pada Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) yang telah ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan. Disamping itu, dalam penyusunannya telah diterapkan kaidah-kaidah pengelolaan keuangan yang sehat di lingkungan pemerintahan.

A. Laporan Realisasi Anggaran

Laporan Realisasi Anggaran merupakan laporan keuangan yang menyajikan informasi terkait anggaran yang dibandingkan dengan realisasinya untuk periode 1 Januari sampai dengan 31 Desember 2015.

Realisasi Pendapatan Negara pada TA 2015 yang berasal dari Penerimaan Negara Bukan Pajak sebesar Rp266.497.800,00.

Realisasi Belanja pada TA 2015 sebesar Rp129.413.591.230,00 atau mencapai 78.35% dari anggarannya. Jumlah realisasi Belanja tersebut terdiri dari realisasi Belanja Pegawai sebesar Rp26.953.010.980,00 atau 92,22%, Belanja Barang sebesar Rp88.375.513.725,00 atau 74,11%, dan Belanja Modal sebesar Rp14.085.066.525,00. Ringkasan Laporan Realisasi Anggaran TA 2015 dan 2014 dapat disajikan sebagai berikut:

Tabel II.1 Ringkasan Laporan Realisasi Anggaran Tahun 2015 dan 2014 (dalam rupiah)

Uraian Account

TA 2015 FY 2015

TA 2014 FY 2014

Anggaran Budget

Realisasi Realization

% Realisasi Terhadap Anggaran

% of Realization to Budget

Realisasi Realization

PENDAPATAN REVENUE

Page 9: Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 fileLaporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 3 BAB I PROFIL DJPK 1.1 Struktur Organisasi Pada tanggal

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015

9

Uraian Account

TA 2015 FY 2015

TA 2014 FY 2014

Anggaran Budget

Realisasi Realization

% Realisasi Terhadap Anggaran

% of Realization to Budget

Realisasi Realization

Penerimaan Negara Bukan Pajak Non-Tax Revenue

- 266.497.800 -

528.269.212

Jumlah Pendapatan Total Revenue

- 266.497.800 -

528.269.212

BELANJA EXPENDITURE

Belanja Transaksi Kas Cash Transaction Expenditures

165.163.319.000 129.413.591.230 78,35

72.417.132.539

Belanja Pegawai Personel Expenditure

29.228.711.000 26.953.010.980 92,22

24.534.563.500

Belanja Barang Goods Expenditure

119.249.208.000 88.375.513.725 74,11

44.364.533.066

Belanja Modal Capital Expenditure

16.687.402.000 14.085.066.525 84,41

3.518.035.973

Belanja Transaksi Non Kas Non-cash Transaction Expenditure

52.240.348.673

Belanja Barang Non Kas Non-cash goods expenditure

52.240.348.673

Jumlah Belanja Total Expenditures

165.163.319.000 129.413.591.230 78.35

124.657.481.212 Sumber/ Source: Laporan Keuangan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Tahun 2015 Audited. Audited Financial Statement of Directorate General of Fiscal Balance FY 2015

B. Neraca

Neraca merupakan laporan keuangan yang menyajikan informasi terkait posisi keuangan pemerintah, yaitu aset, kewajiban, dan ekuitas per 31 Desember 2015 dan 31 Desember 2014.

Nilai Aset adalah sebesar Rp Rp30.884.953.071,00 yang terdiri dari Aset Lancar sebesar Rp1.370.662.727,00, Aset Tetap sebesar Rp26.876.870.732,00, dan Aset Lainnya sebesar Rp2.637.419.612,00. Nilai Kewajiban adalah sebesar Rp7.990.000,00 yang seluruhnya merupakan Kewajiban Jangka Pendek. Ringkasan Neraca per 31 Desember 2015 dan 31 Desember 2014 dapat disajikan sebagai berikut:

Tabel II.2 Ringkasan Neraca per 31 Desember 2015 dan 2014 (dalam rupiah)

Uraian Account

Jumlah Amount

Kenaikan / (Penurunan) Increase / (Decrease)

31 Desember 2015 31’st Dec. 2015

31 Desember 2014 31’st Dec. 2014

(Rp) %

ASET

Aset Lancar Current Asset

1.370.662.727 1.469.821.567 (99.158.840) 6,74

Aset Tetap Fix Asset

26.876.870.732 24.286.267.100 2.590.603.632 10,66

Page 10: Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 fileLaporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 3 BAB I PROFIL DJPK 1.1 Struktur Organisasi Pada tanggal

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015

10

Sumber/ Source: Laporan Keuangan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Tahun 2015 Audited. Audited Financial Statement of Directorate General of Fiscal Balance FY 2015

2.2 Kilas Laporan Keuangan Transfer ke Daerah Tahun 2015

Laporan keuangan merupakan bentuk pertanggungjawaban pemerintah atas pelaksanaan APBN berupa Laporan Realisasi Anggaran (LRA), Neraca, Laporan Arus Kas (LAK), dan Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK). PMK No.171/PMK.05/2007 pasal 50 ayat (1) dan (6) sebagaimana telah diubah dengan PMK Nomor 233/PMK.05/2011 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat menyatakan bahwa setiap Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Anggaran (UAKPA) Bagian Anggaran Pembiayaan dan Perhitungan (BAPP) memiliki kewajiban untuk menyusun laporan keuangan. Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) melaksanakan Sistem Akuntansi Transfer Daerah dengan membentuk unit akuntansi yang terdiri dari Unit Akuntansi Pembantu Bendahara Umum Negara (UAP-BUN) dan Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara (UAKPA -BUN). Oleh karena itu, DJPK memiliki kewajiban menyusun laporan keuangan transfer ke daerah (LKTD) yang terdiri dari Neraca, LRA, dan Catatan atas Laporan Keuangan sebagai bentuk pertanggungjawaban pelaksanaan transfer ke daerah.

Neraca transfer ke daerah menyajikan nilai transaksi keuangan terkait transfer ke daerah dengan berbasis akrual. LRA TA 2015 terdiri dari realisasi pendapatan dan transfer ke daerah. Pendapatan yang diakui dalam LRA berasal dari penerimaan kembali transfer ke daerah tahun anggaran yang lalu. Sedangkan transfer dalam LRA terdiri dari transfer Dana Perimbangan, Dana Otonomi Khusus, Dana Transfer Lainnya, Dana Keistimewaan DIY, dan Dana Desa. CaLK memberikan penjelasan terperinci atas setiap pos yang disajikan dalam Neraca dan LRA serta informasi lainnya yang diperlukan untuk mengungkapkan laporan transfer ke daerah secara memadai.

LKTD TA 2015 ini disusun dan disajikan sesuai dengan PP No.71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) dan peraturan pendukung lainnya. Data yang digunakan untuk penyusunan LKTD TA 2015 ini berasal dari Sistem Akuntansi Transfer ke Daerah (SATD) dan Sistem Akuntansi Kas Umum Negara (SAKUN), berupa data pagu anggaran dan realisasi atas

Aset Lainnya Other Asset

2.637.419.612 2.498.026.698 139.392.914 5,58

JUMLAH ASET Total Assets

30.884.953.071 28.254.115.365 2.630.837.706 9,31

KEWAJIBAN Liability

Kewajiban Jangka Pendek Short Term Liability

7.990.000 170.815.750 - -

JUMLAH KEWAJIBAN Total Liability

7.990.000 170.815.750 - -

EKUITAS DANA Equity Fund

Ekuitas Dana Lancar Current Equity Fund

- 1.299.005.817 - -

Ekuitas Dana Investasi Equity Investment Fund

- 26.784.293.798 - -

JUMLAH EKUITAS DANA Total Equity Fund

30.876.963.071 28.083.299.615 2.622.847.706 9,28

JUMLAH KEWAJIBAN DAN EKUITAS DANA Total Liability and Fund Equity

30.884.953.071 28.254.115.365 2.630.837.706 9,31

Page 11: Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 fileLaporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 3 BAB I PROFIL DJPK 1.1 Struktur Organisasi Pada tanggal

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015

11

transfer langsung dari Rekening Kas Negara yang dikelola Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara, DJPB ke RKUD.

A. Laporan Realisasi Anggaran

Laporan Realisisasi Anggaran (LRA) 2015 menggambarkan perbandingan antara alokasi anggaran transfer dengan realisasinya. Selain itu, realisasi transfer tahun anggaran berjalan dibandingkan dengan realisasi transfer tahun sebelumnya. Dengan demikian, dapat diketahui perkembangan nilai transfer untuk kurun waktu dua tahun terakhir.

Dalam LRA 2015 dilaporkan pendapatan sejumlah Rp269.150.373.930 yang berasal dari penerimaan kembali transfer ke daerah dan dana desa tahun anggaran yang lalu. Realisasi transfer tahun 2015 mencapai 95,49% dari pagu anggaran. Beberapa realisasi dana transfer mencapai seratus persen yaitu DBH Perikanan, DAU, Dana Otsus, Dana Desa dan Dana Keistimewaan DIY. Jenis dana transfer dengan persentase realisasi terendah adalah DBH PPh OP yaitu sebesar 59%. Secara keseluruhan, realisasi DBH Pajak hanya mencapai 69%. Realisasi DBH minyak bumi dan gas bumi mengalami penurunan yang cukup signifikan dibandingkan degan realisasi tahun 2014. DBH Minyak Bumi turun dari Rp24.114 miliar menjadi Rp11.049 miliar. Sedangkan DBH Gas Bumi turun dari Rp18.795 miliar menjadi Rp8.973 miliar. Realisasi DBH Kehutanan juga mengalami penurunan cukup signifikan dari Rp 2 triliun di tahun 2014 menjadi Rp 1,2 triliun di tahun 2015. Realisasi DBH Kehutanan hanya mencapai 64% dari pagu anggaran, paling rendah dibandingkan persentase realisasi DBH SDA lainnya. Ringkasan Laporan Realisasi Anggaran TA 2015 dibandingkan dengan TA 2014 disajikan sebagai berikut:

Tabel II.3 Ringkasan Laporan Realisasi Anggaran Transfer ke Daerah Tahun 2014-2015

No. Uraian TA 2015 TA 2014

Anggaran Realisasi % Realisasi

1. Pendapatan 269.150.373.930 1.025.279.074.423

2. Transfer ke Daerah 652,431,249,661,069 623,008,044,883,120 95.49 573.703.081.723.721

3. Dana Perimbangan 509,593,308,102,069 485,818,463,746,730 95.33 477.052.754.641.271 4. Dana Otsus dan Penyesuaian 121,524,291,559,000 115,875,931,136,390 95.35 96.231.227.308.000

5. Dana Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta

547.450.000.000 547.450.000.000 100 419.099.774.450

6. Dana Desa 20.766.200.000.000 20.766.200.000.000 100

B. Neraca

Neraca menggambarkan posisi keuangan entitas mengenai aset, kewajiban, dan ekuitas dana pada tanggal 31 Desember 2015. Jumlah Aset yang disajikan pada LKTD TA 2015 sebesar Rp5.056 miliar berupa Piutang Transfer ke Daerah. Jumlah Kewajiban per 31 Desember 2015 dicatat sebesar Rp18.240 miliar. Kewajiban tersebut merupakan kewajiban jangka pendek yang berupa kewajiban transfer ke daerah dan kewajiban transfer ke daerah diestimasi. Sementara itu, Ekuitas Dana per 31 Desember 2015 dicatat sebesar minus Rp13.184 miliar. Ringkasan Neraca per 31 Desember 2015 dan per 31 Desember 2014 dapat disajikan sebagai berikut:

Tabel II.4 Neraca Transfer ke Daerah per Tanggal 31 Desember 2014 dan 31 Desember 2015

Page 12: Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 fileLaporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 3 BAB I PROFIL DJPK 1.1 Struktur Organisasi Pada tanggal

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015

12

No. Uraian Accounts

31 Desember 2015 December 31, 2015

31 Desember 2014 December 31, 2014

1. Aset Assets

Aset Lancar Current Assets

5.056.260.333.857 4.726.020.273.817

Aset Lainnya Other Assets

-

2. Kewajiban Liabililities

18.240.279.910.430 15.756.430.496.044

3. Ekuitas Dana Equity Fund

Ekuitas Dana Lancar Current Equity Fund

(13.184.019.576.573) (11.030.410.222.227)

2.3 Kilas Capaian Indikator Kinerja Utama 2015

Arah kebijakan dan strategi Kementerian Keuangan 2015-2019 adalah dalam rangka mendukung sembilan agenda prioritas pembangunan nasional (Nawa Cita). Kebijakan fiskal untuk kurun waktu ini diarahkan dalam upaya mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkeadilan serta mendorong strategi reindustrialisasi dalam transformasi ekonomi dengan tetap mempertahankan keberlanjutan fiskal melalui peningkatan mobilisasi penerimaan Negara dan peningkatan kualitas belanja Negara, optimalisasi pengelolaan risiko pembiayaan/utang dan peningkatan kualitas pengelolaan kekayaan Negara.

Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan menyadari peran penting yang diemban dalam pencapaian sasaran strategis Kementerian Keuangan Republik Indonesia sesuai dengan Rencana Strategis Kementerian Keuangan Tahun 2015 – 2019 utamanya dalam mendukung Nawa Cita yang terkait langsung dengan tugas dan fungsi DJPK.

DJPK mengarahkan sepenuhnya Renstra DJPK untuk dapat mendukung transformasi kelembagaan Kementerian Keuangan dan DJPK tersebut. Untuk itu, DJPK berupaya memberikan kontribusi yang optimal dalam upaya perbaikan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang desentralisasi fiskal, perimbangan keuangan, dan hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah melalui penyempurnaan formulasi, perhitungan, penyaluran, implementasi norma dan standardisasi teknis di bidang perimbangan keuangan yang proporsional, akuntabel, dan transparan.

Dalam mengemban tanggung jawab tersebut DJPK telah menentukan Visi dan misi. Visi baru DJPK adalah ”Menjadi pengelola hubungan fiskal pusat dan daerah berkelas dunia yang adil dan transparan”. Untuk mewujudkan visi tersebut, DJPK menetapkan 4 misi yaitu ; (1) Mewujudkan perumusan kebijakan hubungan keuangan pusat dan daerah yang transparan dan akuntabel; (2) Melaksanakan monitoring dan evaluasi pelaksanaan hubungan keuangan pusat dan daerah yang efektif; (3) Menyelenggarakan sistem informasi keuangan daerah yang akurat, transparan, dan tepat waktu; dan (4) Meningkatkan kualitas pengelolaan Keuangan daerah.

Dalam pencapaian Visi dan misi serta melaksanakan peran atau tugas tersebut, pada tahun 2015 DJPK telah menetapkan 11 (sebelas) Sasaran Strategis serta 16 (enam belas) Indikator Kinerja Utama sebagai indikator pencapaian sasaran dalam mendukung Kinerja Kementerian Keuangan.

Page 13: Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 fileLaporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 3 BAB I PROFIL DJPK 1.1 Struktur Organisasi Pada tanggal

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015

13

Sasaran strategis di bidang Stakeholder Perspective adalah: (1) Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah yang adil dan transparan. Di Bidang Customer Perspective adalah (2) Pemenuhan Layanan Publik, (3) APBD yang Sehat.

Kemudian di bidang Internal Process Perspective meliputi: (4) Perumusan Kebijakan Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah yang berkualitas, (5) Pengelolaan Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah yang Optimal dan Akuntabel, (6) Pengembangan Kapasitas Pengelola Keuangan Daerah yang Profesional, (7) Sistem Informasi Keuangan Daerah yang Akurat, Transparan dan Tepat Waktu.

Di Bidang Learning and Growth Perspective meliputi: (8) Sumber Daya Manusia yang Kompetitif (9) Organisasi yang Kondusif, (10) Sistem Aplikasi Manajemen yang Handal, (11) Pelaksanaan Anggaran yang Optimal.

Capaian indikator kinerja dari masing-masing sasaran strategis di atas adalah sebagai berikut:

a. Sasaran strategis Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah yang profesional dan transparan diidentifikasikan pada 2 (dua) IKU yaitu: (1) Indeks pemerataan kemampuan keuangan antar daerah, dan (2) Rasio penerimaan PDRD terhadap PDRB.

b. Sasaran strategis Pemenuhan Layanan Publik diidentifikasikan dalam IKU Indeks Kepuasan Pengguna Layanan.

c. Sasaran strategis Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) yang sehat diidentifikasikan dalam 2 (dua) IKU yaitu : (1) Persentase defisit APBD yang terkendali, dan (2) Persentase Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA) yang terkendali.

d. Sasaran strategis Perumusan Kebijakan Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah (HKPD) yang Berkualitas diidentifikasikan dalam IKU Persentase penyelesaian perumusan kebijakan Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah (HKPD) yang transparan, akuntabel dan tepat waktu.

e. Sasaran strategis Pelaksanaan Pengelolaan Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah (HKPD) yang Optimal dan Akuntabel yang diidentifikasikan dalam 3 (tiga) IKU yaitu : (1) Persentase ketepatan jumlah penyaluran transfer ke daerah, (2) Persentase Peraturan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Perda PDRD) yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dan (3) Indeks kualitas Laporan Keuangan BA 999.02 dan 999.05.

f. Sasaran strategis Pengembangan Kapasitas Pengelola Keuangan Daerah yang Profesional diidentifikasi dengan 2 (dua) IKU yaitu : (1) Persentase kelulusan peserta TOT Pengelolaan Keuangan Daerah yang bersertifikat, dan (2) Persentase Penerapan Jabatan Fungsional Analis Keuangan Pusat dan Daerah.

g. Sasaran strategis Sistem Informasi Keuangan Daerah yang Akurat, Transparan dan Tepat Waktu diidentifikasi dengan IKU Persentase pembangunan Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD) yang terintegrasi. Sasaran strategis Sistem Aplikasi Manajemen yang Handal yang diidentifikasi dengan IKU Persentase pengembangan aplikasi internal.

h. Sasaran strategis Pelaksanaan Anggaran yang Optimal diidentifikasi IKU Persentase penyerapan anggaran dan pencapaian output belanja.

i. Sasaran strategis Organisasi yang Kondusif diidentifikasi dengan indeks kesehatan organisasi.

Page 14: Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 fileLaporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 3 BAB I PROFIL DJPK 1.1 Struktur Organisasi Pada tanggal

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015

14

j. Sasaran strategis Sistem Aplikasi Manajemen yang Handal diidentifikasi dengan persentase pengembangan aplikasi internal.

k. Sasaran strategis Sumber Daya Manusia (SDM) yang Kompetitif diidentifikasi dengan IKU Persentase pejabat yang telah memenuhi standar kompetensi jabatan.

DJPK telah berupaya keras untuk mengupayakan kinerja terbaik dalam mencapai target yang ditetapkan. Detail capaian target tersebut dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut.

Kode SS/IKU

Sasaran Strategis Target Realisasi Nilai

Stakeholder Perspective (25%) 104,33%

1 Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah yang Profesional dan Transparan

104,33%

1a-CP Indeks pemerataan kemampuan keuangan antar daerah

0,74 0,72 102,78%

1b-N Rasio penerimaan PDRD terhadap pendapatan daerah

1,7 1,8 105,88%

Customer Perspective (15%) 98,83%

2 Pemenuhan Layanan Publik 100,71%

2a-CP Indeks Kepuasan Pengguna Layanan 4,2 4,27 101,76%

3 Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) yang Sehat

108%

3a-N Persentase defisit APBD yang terkendali 0,25% 0,0256% 120%

3b-N Persentase Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA) yang terkendali

15% 15,59% 96%

Internal Process Perspective (30%) 100,68%

4 Perumusan Kebijakan Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah (HKPD) yang Berkualitas

100%

4a-N Persentase penyelesaian perumusan kebijakan HKPD yang transparan, akuntabel, dan tepat waktu

100% 100% 100%

5 Pengelolaan Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah (HKPD) yang Optimal dan Akuntabel

99,25%

5a-N Persentase ketepatan jumlah penyaluran transfer ke daerah

100% 93,59% 93,59%

5b-N Persentase Peraturan Daerah Pajak Daerah dan Retribusi Darah (Perda PDRD) yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan

96% 100% 104,17%

5c-N Indeks kualitas Laporan Keuangan BA 999.02 dan 999.05

4 4 100%

6 Pengembangan Kapasitas Pengelola Keuangan Daerah yang Profesional

100,62%

6a-N Persentase kelulusan peserta TOT Pengelolaan Keuangan Daerah yang bersertifikat

95% 96,18% 101,24%

6b-N Persentase penerapan Jabatan Fungsional Analis Keuangan Pusat dan Darah

100% 100% 100%

7 Sistem Informasi Keuangan Daerah yang Akurat, Transparan, dan Tepat Waktu

100%

7a-N Persentase pembangunan Sistem Informasi Keuangan Daerah yang terintegrasi

100% 100% 100%

Page 15: Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 fileLaporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 3 BAB I PROFIL DJPK 1.1 Struktur Organisasi Pada tanggal

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015

15

Learning and Growth (30%) 99,77%

8 SDM yang Kompetitif 99,41%

8a-N Persentase pejabat yang telah memenuhi standar kompetensi jabatan

95% 94,44% 99,41%

9 Organisasi yang Kondusif 97,37%

9a-N Indeks kesehatan organisasi 76 74 97,47%

10 Sistem Aplikasi Manajemen yang Handal 100%

10a-N Persentase pengembangan aplikasi internal 100% 100% 100%

11 Pelaksanaan Anggaran yang Optimal 102,3%

11a-N Persentase penyerapan anggaran dan pencapaian output belanja

95% 97,65% 102,7%

NILAI KINERJA ORGANISASI 102,11

Page 16: Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 fileLaporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 3 BAB I PROFIL DJPK 1.1 Struktur Organisasi Pada tanggal

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015

16

BAB III

KILAS KEBIJAKAN 2015

3.1 Kilas Kebijakan Transfer ke Daerah dan Dana Desa

Pasal 18A ayat 2 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan bahwa hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undang-undang. Sebagai pengejahwantahan amanat Pasal 18A ayat 2 UUD 1945 tersebut, melalui Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, diatur mengenai pembagian sumber-sumber keuangan berdasarkan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah dan prinsip-prinsip pengelolaan hubungan keuangan Pusat dan Daerah. Sumber-sumber keuangan bagi daerah mencakup penerimaan yang berasal dari pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah, dana perimbangan, serta pinjaman dan hibah. Disamping itu, terdapat beberapa undang-undang sektoral yang mengamanatkan alokasi dana dari pusat untuk pemerintah daerah guna mendanai program tertentu.

Sebagai implementasi dari UU Nomor 33 Tahun 2004 dan undang-undang terkait lainnya tersebut, Pemerintah Pusat setiap tahunnya mengalokasikan anggaran Transfer ke Daerah dalam APBN. Secara keseluruhan, alokasi anggaran Transfer ke Daerah, yang terdiri atas Dana Perimbangan dan Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian diarahkan untuk :

• meningkatkan kapasitas fiskal daerah serta mengurangi kesenjangan fiskal antara pusat dan daerah, serta antardaerah;

• meningkatkan transparansi, akuntabilitas, dan ketepatan waktu pengalokasian dan penyaluran anggaran transfer ke daerah;

• meningkatkan kualitas pelayanan publik di daerah dan mengurangi kesenjangan pelayanan publik antardaerah;

• mendukung kesinambungan fiskal nasional; • meningkatkan sinkronisasi antara rencana pembangunan nasional dengan pembangunan

daerah; • meningkatkan perhatian terhadap pembangunan di daerah tertinggal, terluar, dan

terdepan;, serta • meningkatkan pelaksanaan pemantauan dan evaluasi terhadap jenis dana transfer tertentu

guna meningkatkan kualitas belanja daerah.

Dana Perimbangan terdiri atas Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Dana Perimbangan dialokasikan kepada daerah melalui sistem transfer dana dari Pemerintah Pusat (APBN) kepada Pemerintah Daerah (APBD) dan merupakan satu kesatuan yang utuh, mengingat tujuan masing-masing jenis sumber dana tersebut saling mengisi dan melengkapi. Tujuan dari Dana Perimbangan adalah untuk mengurangi ketimpangan sumber pendanaan antara pusat dan daerah (vertical fiscal imbalance) dan mengurangi kesenjangan pendanaan urusan pemerintahan antardaerah (horizontal fiscal imbalance).

Pada tahun 2015 terdapat beberapa perubahan kebijakan mendasar terkait dengan anggaran transfer ke daerah yaitu adanya pengalokasian dana desa sebagai konsekuensi dari adanya Undang-Undang No 6 tahun 2014 tentang Desa. Oleh karena itu, pada tahun 2015 digunakan nomenklatur baru yaitu transfer ke daerah dan Dana Desa.

Dana Otonomi Khusus diberikan kepada tiga daerah yang melaksanakan otonomi khusus yaitu Provinsi Aceh, Provinsi Papua, dan Provinsi Papua Barat. Dana penyesuaian dalam APBN 2015

Page 17: Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 fileLaporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 3 BAB I PROFIL DJPK 1.1 Struktur Organisasi Pada tanggal

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015

17

mengalami perubahan nomenklatur menjadi dana transfer lainnya. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi salah interpretasi. Dana penyesuaian tahun 2015 terdiri dari Tunjangan Profesi Guru PNSD, Dana Tambahan Penghasilan Guru PNSD, Bantuan Operasional Sekolah, Dana Insentif Daerah, dan Dana Proyek Pemerintah Daerah dan Desentralisasi serta dana darurat. Sejak tahun 2013 terdapat alokasi Dana Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta dan mulai tahun 2015 disalurkan Dana Desa sebagai konsekuensi dari Undang-Undang No 6 Tahun 2014 tentang Desa.

Arah kebijakan transfer ke daerah dan Dana Desa pada tahun 2015 dapat diringkas sebagai berikut:

1. Meningkatkan kapasitas fiskal daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah;

2. Mengurangi ketimpangan sumber pendanaan pemerintahan antara Pusat dan Daerah dan mengurangi kesenjangan pendanaan pemerintah antardaerah;

3. Meningkatkan kuantitas dan kualitas pelayanan public di daerah dan mengurangi kesenjangan pelayanan publik antardaerah;

4. Memprioritaskan penyediaan pelayanan dasar di daerah tertinggal, terluar, terpencil, terdepan, dan pascabencana;

5. Mendorong pertumbuhan ekonomi melalui pembangunan infrastruktur dasar;

6. Mendorong peningkatan kualitas pengelolaan keuangan daerah yang lebih efisien, efektif, transparan, dan akuntabel;

7. Meningkatkan kualitas pengalokasian transfer ke daerah dan dana desa dengan tetap memperhatikan akuntabilitas dan transparansi;

8. Meningkatkan kualitas pemantauan dan evaluasi dana transfer ke daerah; serta

9. Menetapkan alokasi Dana Desa sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa berdasarkan jumlah desa dengan memperhatikan jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah, dan tingkat kesulitan geografis;

10. Mengalokasikan dana desa kepada kabupaten/kota berdasarkan jumlah desa dengan memperhatikan jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah, dan tingkat kesulitan geografis; dan

11. Menyalurkan dana desa kepada kabupaten/kota melalui mekanisme transfer.

Besaran Transfer ke Daerah dan Dana Desa Tahun 2015 sebesar Rp647.041,268 miliar dengan rincian sebagai berikut:

1. Dana Perimbangan TA 2015 sebesar Rp516.401,044 miliar, terdiri dari:

a. Dana Bagi Hasil (DBH) sebesar Rp127.692,521 miliar; b. Dana Alokasi Umum (DAU) sebesar Rp352.887,85 miliar; c. Dana Alokasi Khusus (DAK) sebesar Rp35.820,68 miliar;

2. Dana Otonomi Khusus sebesar Rp16.615,51 miliar; 3. DIY pada APBN sebesar Rp547,45 miliar; 4. Dana Transfer Lainnya sebesar Rp104.411,06 miliar; 5. Dana Desa sebesar Rp9.066,20 miliar.

Page 18: Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 fileLaporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 3 BAB I PROFIL DJPK 1.1 Struktur Organisasi Pada tanggal

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015

18

Perkembangan transfer ke daerah selama lima tahun terakhir terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2011 total dana transfer ke daerah mencapai Rp 412,1 triliun dan pada tahun 2015 dana transfer telah mencapai Rp 623 triliun termasuk di dalamnya dana desa sebesar Rp20,7 triliun. Terdapat peningkatan alokasi dana ke daerah sebesar 58,3% dari tahun 2011 atau sebesar 53,3% tidak termasuk dana desa. Realisasi penyaluran dana desa yang berasal dari APBN sampai dengan 31 Desember 2015 adalah sebesar 100% atau sebesar Rp20,7 triliun. Perkembangan transfer ke daerah tahun 2011-2015 dapat kita lihat pada table berikut:

Tabel III.1 Perkembangan Transfer ke Daerah Tahun 2011-2015 (dalam rupiah)

Dana Perimbangan

Dana Perimbangan merupakan dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi sebagai instrumen untuk memperkecil kesenjangan fiskal baik antara pemerintah pusat dengan pemerintahan daerah maupun antar pemerintah daerah. Volume dan kebijakan Dana Perimbangan mengalami perkembangan yang sangat dinamis. Alokasi Dana Perimbangan terus

Uraian Akun 2011 2012 2013 2014 2015

1. Dana Bagi Hasil (DBH) 96.909.885.705.422 111.550.145.364.335 102.494.077.092.477 107.003.384.238.772 97.884.784.574.069

1.1. Dana Bagi Hasil Pajak 41.518.926.404.416 47.214.136.030.788 43.855.009.346.533 42.663.992.152.593 48.064.599.823.000

1.1.1 DBH Pajak Penghasilan 13.237.326.489.261 19.378.280.456.694 19.091.529.508.064 22.254.185.713.652 23.787.472.564.000

1.1.1.1 DBH PPh Pasal 21 12.514.584.210.886 18.497.896.904.079 18.111.515.728.522 21.294.001.086.139 22.439.709.091.800

1.1.1.2 DBH PPh Pasal 25/29 722.742.278.375 880.383.552.615 980.013.779.542 960.184.627.513 1.347.763.472.200

1.1.2 DBH Pajak Bumi dan Bangunan 28.281.482.553.025 27.597.042.553.038 24.763.479.838.469 20.409.806.438.941 24.277.127.259.000

1.1.3 DBH BPHTB 117.362.130 238.813.021.056 - - -

1.2 Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam 53.974.986.297.954 62.600.285.617.315 56.455.131.151.881 62.001.317.679.192 47.037.829.601.069

1.2.1 DBH Minyak Bumi 20.634.080.735.284 26.421.246.263.665 21.056.057.778.880 24.114.357.778.087 12.617.615.704.797

1.2.2 DBH Gas Bumi 16.672.249.758.993 20.976.250.959.067 18.725.690.678.111 18.795.120.439.100 10.440.043.875.643

1.2.3 DBH Pertambangan Umum 14.498.126.522.475 12.860.854.426.197 14.448.669.376.383 16.425.919.580.000 20.981.643.588.892

1.2.4 DBH Panas Bumi 519.987.115.194 626.278.978.409 482.814.353.042 467.100.051.471 718.457.149.222

1.2.5 DBH Kehutanan 1.512.465.063.891 1.535.890.432.615 1.560.124.240.985 2.008.378.172.658 1.924.782.124.515

1.2.6 DBH Perikanan 138.077.102.117 179.764.557.362 181.774.724.480 190.441.657.876 355.287.158.000

1.3 DBH Cukai Hasil Tembakau 1.415.973.003.052 1.735.723.716.232 2.183.936.594.063 2.338.074.406.987 2.782.355.150.000

2. Dana Alokasi Umum (DAU) 225.533.712.048.000 273.814.438.203.000 311.139.289.165.999 341.219.325.651.000 352.887.848.528.000

3. Dana Alokasi Khusus (DAK) 25.232.800.900.000 26.115.948.000.000 31.697.143.000.000 33.000.000.000.000 58.820.675.000.000

4. Dana Otonomi Khusus 10.421.312.993.000 11.952.577.528.000 13.445.571.566.000 16.148.773.028.000 17.115.513.942.000

4.1 Dana Otsus 9.021.312.993.000 10.952.577.528.000 12.445.571.566.000 13.648.773.028.000 14.115.513.942.000

4.1.1 Dana Otonomi Khusus Provinsi Papua 4.777.070.560.000 4.940.429.880.000

4.1.2 Dana Otonomi Khusus Provinsi Papua Barat 2.047.315.954.000 2.117.327.091.000

4.1.3 Dana Otonomi Khusus Provinsi Aceh 6.824.386.514.000 7.057.756.971.000

4.2 Dana Otsus Tambahan Infrastruktur 1.400.000.000.000 1.000.000.000.000 1.000.000.000.000 2.500.000.000.000 3.000.000.000.000

4.2.1 Dana Tambahan Infrastuktur Provinsi Papua 2.000.000.000.000 2.250.000.000.000

4.2.2 Dana Tambahan Infrastuktur Provinsi Papua Barat 500.000.000.000 750.000.000.000

5. Dana Transfer Lainnya 54.044.263.675.602 58.471.300.000.000 70.364.139.179.000 87.948.647.900.000 104.411.060.000.000

5.1 Dana Tambahan Penghasilan 3.696.177.700.000 2.898.900.000.000 2.412.000.000.000 1.853.600.000.000 1.096.000.000.000

5.2 Dana Penyesuaian Lainnya 78.907.877.152 - - - -

5.3 Dana Insentif Daerah 1.387.800.000.000 1.387.800.000.000 1.387.800.000.000 1.387.800.000.000 1.664.510.000.000

5.4 Dana Tunjangan Penghasilan Guru 18.537.689.880.200 30.559.800.000.000 43.057.800.000.000 60.540.700.000.000 70.252.670.000.000

5.5 Dana Bantuan Operasional Sekolah 16.329.888.218.250 23.594.800.000.000 23.446.900.000.000 24.074.700.000.000 31.298.300.000.000

5.6 Dana Proyek Pemerintah Daerah dan Desentralisasi (P2D2) - 30.000.000.000 59.639.179.000 91.847.900.000 99.580.000.000

5.7 Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah 7.700.800.000.000 - - - -

5.8 Dana Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah 6.313.000.000.000 - - - -

6. Transfer Dana Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta - - 231.392.653.000 523.875.000.000 547.450.000.000

7. Transfer Dana Desa - - - - 20.766.200.000.000

Page 19: Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 fileLaporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 3 BAB I PROFIL DJPK 1.1 Struktur Organisasi Pada tanggal

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015

19

mengalami peningkatan dalam kurun waktu 2011-2015. Besaran alokasi Dana Perimbangan dipengaruhi oleh besaran alokasi DBH, DAU, dan DAK.

a. Dana Bagi Hasil (DBH)

DBH merupakan dana yang dialokasikan berdasarkan persentase tertentu dari penerimaan APBN yang dibagihasilkan guna mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana Bagi Hasil terdiri dari DBH Pajak dan DBH Sumber Daya Alam. Tujuan dari DBH adalah untuk mengurangi ketimpangan vertikal antara pemerintah pusat dan daerah. Besaran alokasi DBH berfluktuasi dalam kurun waktu 2011-2015. Terdapat peningkatan DBH pada tahun 2012 dan 2014 tetapi besaran DBH menurun pada tahun 2013 dan 2015. Hal tersebut terjadi karena perubahan kebijakan dan juga sifat dari sumber daya alam yang sulit diprediksi.

Perkembangan DBH tahun 2011-2015 adalah sebagaimana tercantum dalam tabel berikut.

Tabel III.2 Perkembangan Dana Bagi Hasil Tahun 2011-2015 (dalam miliar rupiah)

Uraian Description

2011 2012 2013 2014 2015

Dana Bagi Hasil / Revenue Sharing Fund 96.908,9 111.537,3 88.463,1 117.663,6 78.053,3 a. Pajak / Tax 42.933,9 48.936,9 46.006,5 46.116,0 33.013,4

PPh Perseorangan / Individual income tax 13.237,3 19.378,3 19.091,5 23.354,8 13.975,5

PBB/ Property Tax 28.281,5 27.597,0 24.763,5 20.409,8 19.037,8

BPHTB/Tax on Acquisition of Land and Building 6,7 238,8 0,0 0,0

Cukai hasil tembakau/ Tobacco excise 1.408,4 1.722,8 2.151,5 2.351,3 2.757,9

b. SDA / Natural Resources 53.975,0 62.600,4 42.456,6 71.547,5 42.282

Migas / Oil and Gas 37.306,3 47.397,5 29.330,0 47.714,6 20.022,1

Pertambangan Umum / General Mining 14.498,1 12.860,9 11.636,7 20.593,6 20.093,4

Kehutanan / Forestry 1.512,5 1.535,9 889,1 2.752,3 1.234,3

Perikanan / Fishery 138,1 179,8 149,8 200,0 355,2

Pertambangan Panas Bumi / Geothermal Mining 520,0 626,3 451,0 467,1 576,8

1) Dana Bagi Hasil Pajak

DBH Pajak terdiri dari Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh Pasal 21) dan Pajak Penghasilan Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri (PPh Pasal 25/29 WPOPDN), Pajak Bumi dan Bangunan Perkebunan, Perhutanan, dan Pertambangan (PBB-P3), dan Cukai Hasil Tembakau (CHT).

Kebijakan pengalokasian DBH Pajak Tahun 2015 yaitu:

i. Menetapkan perkiraan alokasi DBH Pajak secara tepat waktu sesuai dengan rencana penerimaan berdasarkan potensi daerah penghasil sebagai dasar penyaluran.

ii. Menyalurkan alokasi DBH Pajak berdasarkan rencana penerimaan untuk menjamin kepastian jumlah dan waktu.

iii. Melakukan perhitungan kurang bayar/lebih bayar DBH Pajak dengan memperhitungkan penyaluran tersebut berdasarkan realisasi penerimaan.

Page 20: Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 fileLaporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 3 BAB I PROFIL DJPK 1.1 Struktur Organisasi Pada tanggal

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015

20

Perkembangan DBH Pajak selama tahun 2011 hingga 2015 dapat dilihat pada grafik berikut:

Grafik III.1 Perkembangan Dana Bagi Hasil Pajak Tahun 2011-2015

Pada tahun 2015, penyaluran DBH PPh adalah sebesar Rp13,975 miliar. Realisasi ini setara dengan 59% dari alokasi DBH PPh. Kemudian realisasi DBH PBB adalah sebesar Rp19.037 miliar sehingga total DBH Pajak yang telah disalurkan di tahun 2015 sebesar Rp33.013 miliar atau 69% dari pagu anggaran. Sedangkan realisasi penyaluran DBH CHT adalah Rp 2.757 miliar atau mencapai 99% dari pagu anggaran.

Realisasi DBH Pajak terbesar pada tahun 2015 disalurkan kepada Provinsi DKI Jakarta, yaitu sebesar 17,4% dari jumlah DBH Pajak secara nasional. Daerah dengan realisasi DBH Pajak terbesar lainnya yaitu Provinsi Riau, Sumatera Selatan, Jawa Barat, dan Jawa Timur. Sedangkan daerah dengan realisasi DBH Pajak terendah yaitu Provinsi Bengkulu, Daerah Istimewa Yogyakarta, Maluku Utara, Gorontalo, Sulawesi Barat. Penyebaran alokasi DBH Pajak per provinsi dapat dilihat pada grafik berikut:

Grafik III.2 Peta Dana Bagi Hasil Pajak Per Provinsi di Indonesia Tahun 2015

Page 21: Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 fileLaporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 3 BAB I PROFIL DJPK 1.1 Struktur Organisasi Pada tanggal

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015

21

*) Akumulasi Jumlah Dana yang dialokasikan untuk pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Bersangkutan Data menggunakan data realisasi tahun 2015 Sumber: Kementerian Keuangan

2) Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam

Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam (DBH SDA) merupakan dana yang bersumber dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari sumber daya alam. DBH SDA terdiri dari Kehutanan, Perikanan, Pertambangan Umum, Pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi, serta Pertambangan Panas Bumi. Jenis dan besaran persentase bagian daerah dari PNBP SDA tersebut ditetapkan dalam UU Nomor 33 Tahun 2004.

Kebijakan DBH SDA Tahun 2015 meliputi:

i. Menetapkan alokasi DBH SDA secara tepat waktu dan tepat jumlah sesuai dengan rencana penerimaan berdasarkan potensi daerah penghasil.

ii. Menyempurnakan sistem penganggaran dan pelaksanaan atas PNBP yang dibagihasilkan ke daerah.

iii. Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan DBH SDA.

Sumber-sumber PNBP SDA yang dibagihasilkan adalah sebagaimana tabel berikut :

Tabel III.3 Sumber Pendapatan Negara Bukan Pajak yang Dibagihasilkan

NO.

JENIS DBH SDA Types of Natural

Resources Revenue Sharing Fund

SUMBER PNBP YANG DIBAGIHASILKAN

Sources of Non-Tax State Revenue that are Shared

Penyaluran 2015

1. Kehutanan Forestry

Penerimaan Iuran Izin Usaha Pemanfaatan Hutan (IIUPH) Receipts of forest utilization permit Fee (IIUPH) Penerimaan Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) Receipts of Forest Resource Provision (PSDH) Penerimaan Dana Reboisasi (DR) Receipts of the Reforestation Fund (DR)

Rp1.234,3 M

2. Perikanan Fisheries

Penerimaan Pungutan Pengusahaan Perikanan Receipts of Fisheries Exploitation Charge Penerimaan Pungutan Hasil Perikanan Receipts of Fishery Products Charge

Rp355,2 M

3. Pertambangan Mineral dan Batu Bara General Mining

Penerimaan Iuran Tetap (Land-rent) Receipts of Fixed Fee (Land-rent) Penerimaan Royati Receipts of Royati

Rp20.093,4 M

4. Pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi

Penerimaan SDA Minyak Bumi Receipts of Oil Penerimaan SDA Gas Bumi

Rp19,9 M

Page 22: Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 fileLaporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 3 BAB I PROFIL DJPK 1.1 Struktur Organisasi Pada tanggal

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015

22

Oil and Gas Mining Receipts of Gas 5. Pertambangan Panas

Bumi Geothermal Mining

Setoran Bagian Pemerintah Government Share Iuran Tetap (Land-rent) dan Iuran Produksi (Royalti) Fixed Fee (Land-rent) and Production Contribution (Royalty)

Rp576,8 M

Kebijakan DBH SDA tahun 2015 adalah: (1) menetapkan alokasi DBH SDA secara tepat waktu dan tepat jumlah sesuai dengan rencana penerimaan berdasarkan potensi daerah penghasil; (2) menyempurnakan sistem penganggaran dan pelaksanaan atas PNBP yang dibagihasilkan ke daerah; (3) meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan DBH SDA; dan (4) mempercepat penyelesaian penghitungan PNBP SDA yang belum dibagihasilkan dan penyelesaian/penyaluran kurang bayar DBH SDA. Selain itu, kebijakan alokasi DBH SDA untuk DOB tahun 2015 adalah: (1) DOB yang daerah induknya merupakan daerah penghasil, alokasi DBH SDA daerah induk dibagi kepada DOB secara proporsional berdasarkan jumlah penduduk dan luas wilayah; dan (2) DOB yang daerah induknya bukan daerah penghasil, alokasi DBH SDA daerah induk dibagi kepada DOB secara merata. Selanjutnya, perkembangan DBH SDA dalam kurun waktu tahun 2011 s.d. 2015 dapat dilihat pada grafik berikut:

Grafik III.3 Perkembangan Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam Tahun 2011-2015

DBH SDA dalam lima tahun terakhir mengalami fluktuasi. Nilai DBH SDA sangat dipengaruhi oleh penerimaan hasil sumber daya alam yang jumlahnya sulit untuk diprediksi dengan tepat. DBH SDA tahun 2015 mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya yaitu sebesar Rp 42.282 miliar. Nilai ini bahkan lebih rendah dibandingkan nilai DBH SDA tahun 2011 yang berjumlah Rp53.974 miliar.

Komposisi DBH SDA 2015 didominasi oleh DBH Pertambangan Umum sebesar Rp20.093 miliar, kemudian diikuti oleh DBH minyak dan gas bumi secara berturut-turut Rp11.049 miliar dan Rp8.973 miliar. Nilai DBH yang paling rendah adalah DBH Perikanan sebesar Rp355 miliar. Komposisi DBH SDA dapat digambarkan dalam grafik sebagai berikut.

Page 23: Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 fileLaporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 3 BAB I PROFIL DJPK 1.1 Struktur Organisasi Pada tanggal

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015

23

Grafik III.4 Komposisi DBH SDA Tahun 2015

Alokasi DBH SDA pada tahun 2015 terbesar, sebagaimana terlihat pada Grafik III-4, disalurkan kepada Provinsi Kalimantan Timur, yaitu sekitar 33% dari total DBH SDA nasional. Provinsi lainnya dengan realisasi DBH SDA terbesar yaitu Provinsi Riau, Sumatera Selatan, Jawa Timur, dan Kalimantan Selatan. Sedangkan provinsi lainnya dengan realisasi terendah disalurkan kepada Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Bali, Banten, Gorontalo, dan Sulawesi Barat.

Grafik III.5 Peta Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam Per Provinsi di Indonesia Tahun 2015

*) Akumulasi Jumlah Dana yang dialokasikan untuk pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Bersangkutan. Data menggunakan data realisasi tahun 2015 Sumber: Kementerian Keuangan

b. Dana Alokasi Umum (DAU)

Page 24: Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 fileLaporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 3 BAB I PROFIL DJPK 1.1 Struktur Organisasi Pada tanggal

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015

24

DAU adalah dana yang bersumber dari pendapatan dalam negeri yang ditetapkan dalam APBN yang dialokasikan kepada daerah dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antardaerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Tujuan pengalokasian DAU adalah untuk pemerataan kemampuan keuangan daerah sehingga ketimpangan antardaerah dapat diminimumkan. DAU ditetapkan sekurang-kurangnya 26 persen dari Pendapatan Dalam Negeri (PDN) neto dan ditetapkan secara final dalam APBN.

Kebijakan pengalokasian DAU sebagai berikut:

1) Besaran pagu DAU Nasional adalah 27,7% dari PDN Neto yang ditetapkan dalam APBN, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Rincian alokasi DAU per daerah akan ditetapkan dengan Peraturan Presiden;

2) Sesuai Penjelasan Pasal 27 ayat (1) Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004, PDN netto adalah penerimaan negara yang berasal dari pajak dan bukan pajak setelah dikurangi dengan Penerimaan Negara yang Dibagihasilkan kepada daerah. Adapun Penerimaan Negara yang Dibagihasilkan, terdiri dari: 1) Penerimaan PPh Nonmigas (PPh Pasal 21 dan Pasal 25/29 WPOPDN); 2) Penerimaan PBB; 3) Penerimaan Cukai Hasil Tembakau; 4) Penerimaan Migas; 5) Penerimaan Pertambangan Umum; 6) Penerimaan Kehutanan; 7) Penerimaan Perikanan; dan Penerimaan Panas Bumi.

3) Menerapkan formula DAU secara konsisten dengan penerapan prinsip Non Hold Harmless, melalui pembobotan dalam Formula DAU, yaitu pada: 1) Alokasi Dasar; 2) Komponen Kebutuhan Fiskal; dan 3) Komponen Kapasitas Fiskal.

4) Meningkatkan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah (sebagai equalization grant) yang ditunjukkan oleh Indeks Williamson yang paling optimal, melalui pembatasan porsi alokasi dasar dan mengevaluasi bobot variabel kebutuhan fiskal dan kapasitas fiskal, dengan arah mengurangi ketimpangan fiskal antar daerah, serta memperhatikan jumlah daerah yang mengalami penurunan DAU dan total penurunannya relatif kecil.

5) Menetapkan besaran DAU yang bersifat final (tidak mengalami perubahan), dalam hal terjadi perubahan APBN yang menyebabkan PDN Netto bertambah atau berkurang;

6) Menetapkan proporsi DAU untuk provinsi sebesar 10% (sepuluh persen) dan untuk Kabupaten/Kota sebesar 90% (sembilan puluh persen) dari besaran DAU secara nasional.

7) DAU untuk suatu daerah dialokasikan berdasarkan formula sebagai berikut:

DAU = AD + CF

Keterangan: DAU = alokasi DAU per daerah AD = alokasi DAU berdasar Alokasi Dasar CF = alokasi DAU berdasar Celah Fiskal

a) Alokasi Dasar dihitung berdasarkan data jumlahbelanja gaji PNSD sesuai dengan peraturan dan kebijakan terkait penggajian.

b) Celah Fiskal merupakan selisih antara Kebutuhan Fiskal dan Kapasitas Fiskal. Kebutuhan Fiskal merupakan kebutuhan pendanaan daerah dalam rangka melaksanakan fungsi layanan dasar umum yang diukur melalui variabel: - Jumlah Penduduk; - Luas Wilayah, yang meliputi luas darat dan luas wilayah perairan (laut); - Indeks Kemahalan Konstruksi;

Page 25: Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 fileLaporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 3 BAB I PROFIL DJPK 1.1 Struktur Organisasi Pada tanggal

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015

25

- Indeks Pembangunan Manusia; - Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita.

Formula penghitungan Celah Fiskal, Kebutuhan Fiskal, dan Kapasitas Fiskal dirumuskan sebagai berikut:

CF = KbF – KpF

Keterangan: CF = Celah Fiskal KbF = Kebutuhan Fiskal KpF = Kapasitas Fiskal

KbF = TBR (1IP + 2IW + 3IKK + 4IPM + 5IPDRB/Kapita)

Keterangan: TBR = Total Belanja Daerah Rata-rata IP = Indeks Jumlah Penduduk IW = Indeks Wilayah IKK = Indeks Kemahalan Konstruksi IPM = Indeks Pembangunan Manusia IPDRB = Indeks PDRB per kapita

= bobot indeks masing-masing variabel

c) Kapasitas Fiskal merupakan sumber pendanaan daerah yang berasal dari: - Pendapatan Asli Daerah (PAD); - DBH SDA; - DBH Pajak, termasuk DBH Cukai Hasil Tembakau (CHT).

Formula yang digunakan untuk menghitung Kapasitas Fiskal adalah:

KpF = PAD + DBH SDA + DBH Pajak

Keterangan: PAD = Pendapatan Asli Daerah DBH SDA = Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam DBH Pajak = Dana Bagi Hasil Pajak

d) Data Perhitungan DAU Penghitungan alokasi DAU menggunakan data yang bersumber dari instansi lembaga statistik Pemerintah dan/atau lembaga Pemerintah yang berwenang menerbitkan data yang dapat dipertanggungjawabkan. Dalam hal data tidak tersedia, perhitungan DAU menggunakan data tahun sebelumnya sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 41 PP Nomor 55 Tahun 2005.

i. Alokasi Dasar (AD) Alokasi Dasar dalam perhitungan DAUTahun 2015 dihitung berdasarkan data jumlah belanja gaji PNSD dengan memperhatikan kebijakan terkait penggajian antara lain kenaikan gaji pokok, pemberian gaji dan tunjangan bulan ke-13, dan formasi CPNSD Tahun 2014. Adapun data dasar yang digunakan adalah data gaji induk bulan Juni 2014 yang terdiri dari komponen Gaji Pokok, Tunjangan Keluarga, Tunjangan Jabatan, Tunjangan PPh, dan Tunjangan Beras.

Untuk mengoptimalkan peranan formula Celah Fiskal (CF) dalam perhitungan DAU maka Panja menyepakati pembatasan (pegging) porsi AD terhadap DAU

Page 26: Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 fileLaporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 3 BAB I PROFIL DJPK 1.1 Struktur Organisasi Pada tanggal

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015

26

secara nasional sebesar 40% (empat puluh persen) untuk provinsi dan 49% (empat puluh sembilan persen) untuk Kabupaten/Kota. Komponen Alokasi Dasar dalam DAU tidak dimaksudkan untuk menutup seluruh kebutuhan belanja gaji PNSD.

ii. Kebutuhan Fiskal (KbF) a) Data Jumlah Penduduk yang digunakan bersumber dari Badan Pusat Statistik

(BPS) Tahun 2014.

b) Luas wilayah merupakan variabel yang mencerminkan kebutuhan atas penyediaan sarana prasarana per satuan wilayah. Data luas wilayah yang digunakan untuk penghitungan alokasi DAU meliputi data luas wilayah daratan (administratif) yang bersumber dari Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 18 Tahun 2013 tentang Kode dan Data Wilayah Administrasi Pemerintahan dan data luas wilayah perairan (laut) yang bersumber dari Badan Informasi Geospasial (BIG). Data luas wilayah perairan laut dimaksud dihitung 4 mil dari garis pantai untuk Kabupaten/Kota dan 12 mil dari garis pantai untuk provinsi.

c) IKK menggambarkan perbandingan tingkat kemahalan konstruksi suatu provinsi atau Kabupaten/Kota satu terhadap lainnya dan merupakan indeks spasial yang menggambarkan perbandingan harga untuk wilayah yang berbeda pada periode tertentu. IKK digunakan sebagai proxy untuk mengukur tingkat kesulitan geografis suatu daerah dalam hal pelaksanaan pembangunan konstruksi. Data IKK bersumber dari BPS Tahun 2014.

d) IPM merupakan indikator komposit yang mengukur kualitas hidup manusia melalui pendekatan 3 (tiga) dimensi, yaitu umur panjang dan sehat, pengetahuan, dan kehidupan yang layak. Indikator ini digunakan untuk mengukur keberhasilan/kinerja daerah dalam upaya membangun kualitas hidup manusia (masyarakat/penduduk) dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi. Data IPM bersumber dari BPS Tahun 2013.

e) Data PDRB per kapita menggunakan data PDRB non sektor 2 (penggalian dan pertambangan) dan non sektor 3 (industri dan pengolahan) yang bersumber dari BPS Tahun 2013, agar lebih mencerminkan kebutuhan pelayanan publik. Untuk daerah dengan PDRB per kapita yang nilainya terlalu tinggi atau pencilan (outlier), nilainya diperhitungkan sama dengan daerah dengan PDRB per kapita tertinggi di dalam kelompok (layer) dibawahnya, agar hasil perhitungan lebih mencerminkan pemerataan yang lebih baik.

f) Total Belanja Daerah Rata-rata (TBR) didapat dari realisasi APBD Tahun 2013 yang bersumber dari daerah dan Kementerian Keuangan. Dalam perhitungan TBR tidak dimasukkan data belanja daerah yang jauh di atas dan/atau di bawah rata-rata (outlier), agar lebih mencerminkan tingkat kewajaran TBR.

g) Bobot masing-masing variabel untuk provinsi adalah sebagai berikut: • Indeks Jumlah Penduduk (IP) : 30% • Indeks Luas Wilayah (IW) : 14%

(Luas wilayah suatu daerah adalah Luas wilayah daratan yang dihitung 100% dan luas wilayah perairan yang dihitung 35%)

• Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK) : 27% • Indeks Pembangunan Manusia (IPM) : 17% • Indeks PDRB per Kapita : 12%

h) Bobot masing-masing variabel untuk Kabupaten/Kota adalah sebagai berikut: • Indeks Jumlah Penduduk (IP) : 30%

Page 27: Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 fileLaporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 3 BAB I PROFIL DJPK 1.1 Struktur Organisasi Pada tanggal

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015

27

• Indeks Luas Wilayah (IW) : 13% (Luas wilayah suatu daerah adalah Luas wilayah daratan yang dihitung 100% dan luas wilayah perairan yang dihitung 40%)

• Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK) : 28% • Indeks Pembangunan Manusia (IPM) : 17% • Indeks PDRB per Kapita : 12%

iii. Kapasitas Fiskal (KpF) Variabel Kapasitas Fiskal yang digunakan dalam perhitungan DAU 2015 adalah data Tahun 2013 yang terdiri dari:

a) Pendapatan Asli Daerah (PAD) berdasarkan laporan realisasi APBD atau anggaran Tahun 2013 yang disampaikan oleh daerah kepada Kementerian Keuangan. PAD untuk provinsi dihitung sebesar 70%, sedangkan untuk Kabupaten/Kota sebesar 65%;

b) DBH Pajak dan DBH CHT bersumber dari realisasi penyaluran DBH Pajak dan DBH CHT yang dilakukan oleh Kementerian Keuangan. Untuk provinsi DBH tersebut dihitung sebesar 100% dan untuk Kabupaten/Kota sebesar 80%;

c) DBH SDA bersumber dari realisasi penyaluran DBH SDA yang dilakukan oleh Kementerian Keuangan, untuk provinsi dihitung sebesar 100% dan untuk Kabupaten/Kota dihitung sebesar 95%.

DAU mendapatkan alokasi terbesar dibandingkan jenis dana transfer yang lain dari tahun ke tahun. Dari total dana transfer dan dana desa sebesar Rp664.600 Miliar (sesuai dengan UU No.3 Tahun 2015 tentang APBN-P 2015), DAU mendapatkan alokasi sebesar Rp32.887 miliar atau 53% dari total transfer pada tahun 2015. Perkembangan DAU selama kurun waktu 2011-2015 dapat dilihat pada grafik berikut.

Grafik III.6 Perkembangan DAU Selama 2011-2015

Page 28: Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 fileLaporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 3 BAB I PROFIL DJPK 1.1 Struktur Organisasi Pada tanggal

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015

28

Penyaluran DAU pada tahun 2015 terbesar sebagaimana terlihat pada Grafik III.7 dialokasikan kepada Provinsi Sumatera Utara, Jawa Barat, jawa Tengah, Jawa Timur, Papua. Sedangkan penyaluran DAU pada tahun 2015 terendah dialokasikan kepada Provinsi Kalimantan Timur, Gorontalo, Kepulauan Riau, Sulawesi Barat, Kalimantan Utara.

Grafik III.7 Peta Dana Alokasi Umum Per Provinsi di Indonesia Tahun 2015

*) Akumulasi Jumlah Dana yang dialokasikan untuk pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Bersangkutan. Data menggunakan data realisasi tahun 2015 Sumber: Kementerian Keuangan

c. Dana Alokasi Khusus (DAK)

DAK sesuai ketentuan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004, adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN, yang dialokasikan kepada daerah tertentu untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. Dana Alokasi Khusus (DAK) dialokasikan untuk membantu daerah dalam mendanai program/kegiatan yang menjadi kewenangan daerah dan menjadi prioritas nasional, serta ditujukan untuk penyediaan infrastruktur sarana dan prasarana pelayanan publik secara memadai sesuai dengan Standar Pelayanan Minimum masing-masing bidang.

Kebijakan Umum DAK tahun 2015 adalah sebagai berikut:

a) Mendukung pencapaian prioritas nasional dalam RKP, serta melakukan restrukturisasi bidang DAK sehingga lebih fokus dan berdampak signifikan;

b) Membantu daerah-daerah yang memiliki kemampuan keuangan relatif rendah dalam membiayai pelayanan publik untuk mendorong pencapaian Standar Pelayanan Minimal (SPM), melalui penyediaan sarana dan prasarana fisik pelayanan dasar masyarakat, serta meningkatkan efektivitas belanja daerah dengan lebih memperhatikan daerah tertinggal, perbatasan, dan pesisir/kepulauan;

c) Melanjutkan kebijakan afirmatif (affirmative policy) DAK yang diprioritaskan pada bidang infrastruktur dasar untuk daerah tertinggal dan perbatasan yang memiliki kemampuan keuangan relatif rendah;

d) Meningkatkan koordinasi penyusunan Petunjuk Teknis (Juknis) sehingga lebih tepat sasaran dan tepat waktu;

e) Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan DAK melalui

Page 29: Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 fileLaporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 3 BAB I PROFIL DJPK 1.1 Struktur Organisasi Pada tanggal

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015

29

koordinasi perencanaan dan pengelolaan DAK di berbagai tingkatan pemerintahan;

f) Meningkatkan akurasi data teknis dan menajamkan indikator pengalokasian DAK;

g) Pengalokasian DAK lebih memprioritaskan daerah-daerah dengan kemampuan fiskal rendah;

h) Memprioritaskan daerah tertinggal,daerah perbatasan dengan negara lain, serta daerah pesisir dan kepulauan sebagai kriteria khusus dalam pengalokasian DAK;

i) Meningkatkan koordinasi dan kualitas pemantauan dan evaluasi,baik ditingkat pusat maupun daerah; dan

j) Mendorong mekanisme pelaporan dan evaluasi DAK berbasis elektronik (web based system) yang terintegrasi.

Sementara itu, penggunaan DAK untuk masing-masing bidang DAK diarahkan untuk: (1) mendukung pencapaian prioritas nasional tahun 2015; dan (2) mendukung keberpihakan pada aspek kesetaraan dan keadilan gender. Khusus untuk penggunaan DAK Tambahan agar memperhatikan kebutuhan sarana dan prasarana daerah khususnya daerah tertinggal dan daerah perbatasan dengan negara lain.

DAK dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2011 realisasi DAK mencapai Rp24.804 miliar dan pada tahun 2015 telah meningkat menjadi Rp54.877 miliar. Perkembangan DAK dari tahun 2011 hingga 2015 dapat digambarkan dalam grafik berikut.

Grafik III.8 Realisasi penyaluran DAK 2015 mencapai 93% dari pagu anggaran.

Pada tahun 2015, alokasi DAK terbesar disalurkan kepada Provinsi Aceh, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, dan Papua. Sedangkan alokasi terendah disalurkan kepada Probinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Kalimantan Timur, Bali, Kepulauan Riau, dan Kalimantan Utara. Pagu alokasi dan realisasi DAK tahun 2015 per provinsi dapat dilihat pada Grafik III.9.

Grafik III.9 Peta Dana Alokasi Khusus Se-Provinsi Indonesia Tahun 2015

Page 30: Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 fileLaporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 3 BAB I PROFIL DJPK 1.1 Struktur Organisasi Pada tanggal

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015

30

*) Akumulasi Jumlah Dana yang dialokasikan untuk pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Bersangkutan. Data menggunakan data realisasi tahun 2015. Sumber: Kementerian Keuangan

Penentuan daerah penerima DAK dilakukan dengan menggunakan kriteria umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis, sesuai dengan UU No. 33 Tahun 2004 dan PP No. 55 Tahun 2005. Kriteria Umum, yaitu kriteria yang mempertimbangkan kemampuan keuangan daerah, yang dicerminkan dari penerimaan umum APBD dikurangi belanja pegawai dan dihitung melalui Indeks Fiskal Netto (IFN).

Daerah yang memenuhi kriteria umum adalah daerah dengan IFN < 4,2 untuk provinsi dan IFN < 5 untuk Kabupaten/Kota. IFN dihitung dari Kemampuan Keuangan Daerah (KKD), yang merupakan selisih dari Penerimaan Umum (PU) dengan Belanja Pegawai (BP). Penerimaan umum APBD terdiri dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Bagi Hasil (DBH).

Kriteria khusus yaitu kriteria yang memperhatikan peraturan perundang-undangan yang mengatur penyelenggaraan otonomi khusus Papua dan Papua Barat, serta karakteristik daerah yang meliputi daerah tertinggal, daerah perbatasan dengan negara lain, dan daerah pesisir dan/atau kepulauan.

Kriteria teknis, yaitu kriteria yang memuat indikator-indikator yang mencerminkan kebutuhan teknis, dan ditetapkan oleh Kementerian/Lembaga teknis terkait.

Penentuan besaran alokasi DAK masing-masing daerah dilakukan dengan perhitungan indeks berdasarkan kriteria umum (indeks fiskal neto, IFN), kriteria khusus (indeks kewilayahan, IKW), dan kriteria teknis (indek teknis, IT).

Pembobotan IFN, IKW, dan IT dalam pengalokasian DAK adalah sebagai berikut.

Dalam penentuan daerah tertentu penerima DAK, digunakan bobot

- Untuk Menghitung IFW = IFN : 50% dan IKW : 50% - Untuk Menghitung IFWT = IFW: 50% dan IT : 50%

Dalam perhitungan besaran alokasi DAK, digunakan bobot

- Untuk Menghitung IFW = IFN : 50% dan IKW : 50% - Untuk Menghitung IFWT = IFW: 20% dan IT : 80%

0

1.000.000.000.000

2.000.000.000.000

3.000.000.000.000

4.000.000.000.000

5.000.000.000.000

6.000.000.000.000

DAK

Pagu Realisasi

Page 31: Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 fileLaporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 3 BAB I PROFIL DJPK 1.1 Struktur Organisasi Pada tanggal

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015

31

Dalam penghitungan DAK dengan baseline, diperlukan data sebagai berikut.

Pendapatan Asli Daerah (PAD) Berdasarkan laporan realisasi APBD atau anggaran Tahun 2013 yang disampaikan oleh daerah kepada Kementerian Keuangan.

DBH Pajak Berdasarkan Data Laporan Realisasi Anggaran (LRA) Transfer ke Daerah 2013, dengan memperhitungkan potongan lebih bayar selama tahun 2013 dan kurang bayar yang disalurkan selama tahun 2013, tidak termasuk DBH CHT.

DBH SDA Berdasarkan Data LRA Transfer ke Daerah 2013, tidak termasuk dana cadangan DBH tahun 2013, DBH Migas dalam rangka otonomi khusus, DBH Dana Reboisasi dan DBH Migas 0,5% (earmark).

Dana Alokasi Umum (DAU) Berdasarkan data alokasi DAU yang ditetapkan dalam Perpres No. 10 Tahun 2013 tentang DAU Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota TA 2013.

Gaji PNSD Berdasarkan data gaji PNSD Tahun 2013 yang digunakan dalam perhitungan DAU TA 2014.

Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK) Berdasarkan data IKK Tahun 2014 dari BPS.

Arah kebijakan dan ruang lingkup masing-masing bidang Dana Alokasi Khusus

Arah Kebijakan Bidang Pendidikan

Arah kebijakan Bidang Pendidikan adalah memfasilitasi pemerintahan daerah untuk menyediakan sarana dan prasarana pendidikan dalam rangka pemenuhan SPM, ketersediaan/keterjaminan akses, dan mutu layanan pada pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Dengan lingkup kegiatan antara lain:

(1) DAK Subbidang SD/SDLB meliputi: (i) rehabilitasi ruang belajar beserta perabotnya; (ii) pembangunan ruang kelas baru beserta perabotnya; (iii) pembangunan ruang perpustakaan beserta perabotnya; (iv) pembangunan dan/atau rehabilitasi ruang guru beserta perabotnya; (v) pembangunan dan/atau rehabilitasi jamban siswa/guru; (vi) pembangunan rumah dinas/mess guru di daerah tertinggal, terdepan, terluar (3T); (vii) penyediaan buku teks/referensi; dan (viii) penyediaan peralatan pendidikan.

(2) DAK Subbidang SMP/SMPLB meliputi: (i) rehabilitasi ruang belajar minimal rusak sedang beserta perabotnya; (ii) pembangunan ruang kelas baru beserta perabotnya; (iii) pembangunan ruang perpustakaan beserta perabotnya; (iv) pembangunan ruang laboratorium IPA beserta perabotnya; (v) pembangunan ruang laboratorium bahasa beserta perabotnya; (vi) pembangunan ruang laboratorium komputer beserta perabotnya; (vii) pembangunan dan/atau rehabilitasi jamban siswa/guru; (viii) pembangunan dan/atau rehabilitasi ruang kantor guru beserta perabotnya; (ix) pembangunan asrama murid/rumah dinas/ mess guru di daerah 3T; (x) penyediaan peralatan pendidikan; serta (xi) penyediaan buku teks/referensi.

(3) DAK Subbidang SMA meliputi: (i) rehabilitasi ruang belajar SMA; (ii) pembangunan ruang kelas baru SMA; (iii) pembangunan perpustakaan SMA, (iv) pembangunan laboratorium SMA; (v) pembangunan asrama siswa dan/atau rumah dinas guru SMA

Page 32: Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 fileLaporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 3 BAB I PROFIL DJPK 1.1 Struktur Organisasi Pada tanggal

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015

32

beserta perabotnya di daerah 3T; (vi) pembangunan/rehabilitasi ruang penunjang pembelajaran SMA beserta perabotnya (administrasi perkantoran, ruang guru, dan sanitasi siswa/guru); (vii) pengadaan peralatan laboratorium SMA; (viii) pengadaan peralatan olah raga dan/ atau kesenian SMA; dan (ix) pengadaan buku teks/materi referensi dan/atau media pembelajaran SMA.

(4) DAK Subbidang SMK meliputi: (i) rehabilitasi ruang belajar SMK beserta perabotnya; (ii) pembangunan ruang kelas baru SMK beserta perabotnya; (iii) pembangunan perpustakaan SMK beserta perabotnya; (iv) pembangunan laboratorium SMK beserta perabotnya; (v) pembangunan asrama siswa SMK dan/atau rumah guru SMK beserta perabotnya di daerah 3T; (vi) pembangunan/rehabilitasi ruang penunjang pembelajaran SMK beserta perabotnya (administrasi perkantoran, ruang guru, dan sanitasi siswa/guru); (vii) pembangunan ruang praktik siswa SMK beserta perabotnya; (viii) pengadaan peralatan laboratorium SMK; (ix) pengadaan peralatan praktik SMK; (x) pengadaan sarana olah raga dan/atau kesenian SMK; serta (xi) pengadaan buku teks pelajaran/materi referensi dan/atau media pembelajaran SMK.

Arah Kebijakan Bidang Kesehatan

Arah kebijakan Bidang Kesehatan adalah meningkatkan akses dan kualitas pelayanan kesehatan dasar, pelayanan kesehatan rujukan dan pelayanan kefarmasian melalui peningkatan sarana prasarana, peralatan di Dinas Kesehatan dan puskesmas serta jaringannya, sarana prasarana dan peralatan di RS provinsi/kabupaten/kota, penyediaan dan pengelolaan obat, perbekalan kesehatan serta vaksin yang berkhasiat, aman dan bermutu guna mencapai target MDGs tahun 2015 untuk menurunkan angka kematian ibu, angka kematian bayi dan anak, penanggulangan masalah gizi serta pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan, mendukung upaya preventif-promotif, dan mendukung pelaksanaan jaminan kesehatan nasional (JKN) terutama bagi penduduk miskin dan penduduk di daerah tertinggal, terpencil, perbatasan, dan kepulauan. Dengan Lingkup Kegiatan, sebagai berikut:

(1) Subbidang Pelayanan Kesehatan Dasar, yakni pemenuhan sarana, prasarana, dan peralatan bagi puskesmas dan jaringannya, meliputi: (i) pembangunan baru puskesmas/puskesmas perawatan dan rumah dinas dr/drg/tenaga kesehatan; (ii) peningkatan puskesmas pembantu (Pustu) menjadi puskesmas terutama di daerah tertinggal, terpencil, perbatasan, dan kepulauan; (iii) peningkatan puskesmas menjadi puskesmas perawatan terutama di daerah tertinggal, terpencil, perbatasan, dan kepulauan; (iv) peningkatan puskesmas menjadi puskesmas mampu dengan pelayanan obstetri neonatal emergensi dasar (PONED) terutama di daerah tertinggal, terpencil, perbatasan, dan kepulauan; (v) rehabilitasi puskesmas nonperawatan dan perawatan karena rusak berat/total; (vi) pengadaan peralatan kesehatan seperti poliklinik set, poned set, emergency set, imunisasi kit, laboratorium set, promkes kit, dan dental kit; (vii) pengadaan sarana penunjang lain seperti solar cell, generator, radio komunikasi, cool chain, instalasi pengolahan limbah, alat kalibrasi dan alat kerja untuk dinas kesehatan; (viii) pengadaan puskesmas keliling roda empat double gardan/puskesmas keliling roda empat biasa/pengadaan ambulan transportasi/puskesmas keliling perairan; (ix) penyediaan kendaraan khusus promosi kesehatan double gardan (roda empat) di kabupaten/kota; serta (x) peralatan sistem informasi kesehatan di kabupaten/kota.

(2) Subbidang Pelayanan Kesehatan Rujukan, yakni pemenuhan/pengadaan sarana, prasarana dan peralatan bagi rumah sakit provinsi/kabupaten/kota, meliputi: (i)

Page 33: Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 fileLaporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 3 BAB I PROFIL DJPK 1.1 Struktur Organisasi Pada tanggal

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015

33

pembangunan/rehabilitasi sarana, prasarana dan penyediaan peralatan tempat tidur kelas III; (ii) pembangunan/rehabilitasi sarana, prasarana dan penyediaan peralatan instalasi gawat darurat (IGD) RS termasuk ambulan; (iii) pembangunan/rehabilitasi sarana, prasarana dan penyediaan peralatan intensive care unit (ICU) RS; (iv) pembangunan/rehabilitasi sarana, prasarana dan penyediaan peralatan PONED RS; (v) pembangunan/rehabilitasi sarana, prasarana dan penyediaan peralatan instalasi pengolahan limbah (IPL) RS; (vi) pembangunan/rehabilitasi sarana prasarana dan penyediaan peralatan unit transfusi darah (UTD) di RS; (vii) pembangunan/rehabilitasi sarana prasarana dan penyediaan peralatan bank darah rumah sakit (BDRS); (viii) penyediaan peralatan kalibrasi di RS.

(3) Subbidang Pelayanan Kefarmasian, yakni pemenuhan dan pengelolaan obat yakni pemenuhan dan pengelolaan obat meliputi: (i) penyediaan obat dan perbekalan kesehatan untuk fasilitas pelayanan kesehatan dasar untuk kabupaten/kota; (ii) pembangunan baru/rehabilitasi dan/atau penyediaan sarana pendukung instalasi farmasi kabupaten/kota; dan (iii) pembangunan baru/rehabilitasi dan/atau penyediaan sarana pendukung instalasi farmasi provinsi.

Arah Kebijakan Bidang Infrastruktur Irigasi

Arah kebijakan Bidang Infrastruktur Irigasi adalah untuk mendukung pemenuhan prioritas nasional yang terkait dengan ketahanan pangan melalui peningkatan keandalan layanan irigasi pada 4,6 juta daerah irigasi kewenangan Pemerintah Daerah (provinsi dan kabupaten/kota) yang mencakup 62 persen luasan daerah irigasi di Indonesia. Dengan lingkup kegiatan yang fokus pada dua kegiatan yaitu: (1) peningkatan/pembangunan jaringan irigasi dan/atau irigasi rawa kewenangan Pemerintah Daerah; dan (2) rehabilitasi jaringan irigasi dan/atau irigasi rawa kewenangan Pemerintah Daerah.

Arah Kebijakan Bidang Air Minum dan Sanitasi

Arah kebijakan Bidang Air Minum dan Sanitasi adalah: (1) meningkatkan cakupan pelayanan air minum layak dalam rangka pencapaian target RPJMN 2015-2019 dalam meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat dan memenuhi layanan dasar masyarakat; dan (2) didasarkan kepada kesiapan daerah dalam melaksanakan program pembangunan air minumnya. Dengan lingkup kegiatan sebagai berikut: (1) Pengembangan jaringan distribusi sampai dengan pipa tersier yang menjadi bagian dari

kewajiban pemerintah kabupaten/kota melalui Dana Daerah Urusan Bersama (DDUB) mendukung kegiatan pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) yang sebagian dibiayai oleh sumber dana APBN.

(2) Perluasan dan peningkatan Sambungan Rumah (SR) perpipaan bagi masyarakat miskin perkotaan. Daerah yang menjadi sasaran adalah kabupaten/kota yang memiliki idle capacity yang memadai untuk dibangun SR perpipaan.

(3) Pemasangan master meter untuk masyarakat miskin perkotaan khususnya yang bermukim di kawasan kumuh perkotaan. Daerah yang menjadi sasaran adalah kabupaten/kota yang memiliki idle capacity yang memadai untuk dibangun SR perpipaan.

(4) Pembangunan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) perdesaaan pada desa-desa miskin/rawan air serta terpencil, tertinggal, dan perbatasan.

(5) Perluasan jaringan distribusi sampai dengan pipa tersier bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dan masyarakat yang belum terlayani air minum,dengan sasaran kabupaten/kota yang memiliki idle capacity dan kapasitas fiskal rendah.

Page 34: Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 fileLaporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 3 BAB I PROFIL DJPK 1.1 Struktur Organisasi Pada tanggal

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015

34

(6) Perluasan jaringan distribusi sampai jaringan pipa tersier bagi MBR dan masyarakat yang belum terlayani air minum melalui mekanisme output based aid dengan sasaran kabupaten/kota dengan fiskal sangat tinggi/tinggi yang telah berhasil menurunkan idle capacity dari tahun sebelumnya. (estimasi setiap penurunan 1 persen idle capacity setara dengan penambahan sebesar 40.000 SR).

Arah Kebijakan Bidang Infrastruktur Sanitasi

Arah Kebijakan Bidang Infrastruktur Sanitasi adalah (1) meningkatkan cakupan pelayanan sanitasi terutama untuk sarana pengelolaan air limbah, yang berupa sarana komunal berbasis masyarakat atau penambahan sambungan rumah terhadap sistem terpusat untuk kabupaten/kota yang sudah memiliki sistem terpusat skala kota maupun skala kawasan. Bila suatu desa/kelurahan sudah Open Defecation Free (ODF)/ SBS (stop BAB sembarangan) opsi persampahan dapat dipilih; dan (2) didasarkan kepada kesiapan daerah dalam melaksanakan pembangunan sanitasinya. Dengan lingkup kegiatan, sebagai berikut: (1) sub-bidang air limbah: pembangunan dan pengembangan prasarana dan sarana air

limbah skala lingkungan/kawasan atau mendukung skala kota; bagi kabupaten/ kota yang sudah mempunyai sistem pengolahan air limbah terpusat, dapat memanfaatkan DAK bidang sanitasi untuk peningkatan akses melalui SR (unit cost = Rp3,5 juta/SR); dan

(2) sub-bidang persampahan: pembangunan dan pengembangan fasilitas pengelolaan sampah dengan pola reduce, reuse, dan recycle (3R) di tingkat komunal/kawasan yang terintegrasi dengan sistem pengelolaan sampah di tingkat kota.

Arah Kebijakan Bidang Transportasi

Arah Kebijakan Bidang Transportasi adalah (1) Mendukung pembangunan daerah dalam rangka mendanai kegiatan transportasi yang mendukung aksesibilitas termasuk pemeliharaan berkala, peningkatan dan pembangunan jalan provinsi, jalan kabupaten/kota, dan jalan poros desa beserta fasilitas perlengkapan keselamatan yang telah menjadi urusan daerah, dan pengembangan angkutan wilayah; (2) Meningkatkan kualitas pelayanan transportasi, termasuk keselamatan bagi pengguna transportasi jalan provinsi dan kabupaten/kota guna menurunkan tingkat fatalitas kecelakaan lalu lintas secara bertahap sebesar 20% pada akhir tahun 2015; (3) Mendukung peningkatan aksesibilitas, membuka keterisolasian, dan menyediakan jaringan distribusi barang dan jasa yang menghubungkan daerah tertinggal dan kawasan perbatasan dengan pusat-pusat pertumbuhan seperti Kawasan Strategis Cepat Tumbuh (KSCT), Kawasan Strategi Pariwisata Nasional (KSPN), Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET), Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB), dan Kawasan Perhatian Investasi (KPI); dan (4) Menunjang percepatan pembangunan sarana dan prasarana transportasi. Dengan lingkup kegiatan, sebagai berikut:

(1) Pembangunan, pemeliharaan berkala, dan peningkatan kapasitas jalan dan jembatan pada: (1) jalan provinsi yang merupakan akses penghubung ke jalan nasional atau strategis nasional; (2) jalan kabupaten/kota yang merupakan akses penghubung ke jalan provinsi atau strategis provinsi serta akses ke jalan nasional atau strategis nasional; dan (3) jalan non status sebagai pembuka isolasi daerah tertinggal dan kawasan perbatasan, serta jalan poros desa dalam mendukung peningkatan aksesibilitas yang menghubungkan pusat-pusat pertumbuhan (KSCT, KSPN, KEK,

Page 35: Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 fileLaporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 3 BAB I PROFIL DJPK 1.1 Struktur Organisasi Pada tanggal

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015

35

KAPET, KPBPB, dan KPI). (2) Pengadaan/pembangunan sarana dan prasarana transportasi antarmoda, termasuk

angkutan perairan (kapal angkutan umum penyeberangan) yang sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan daerah untuk membuka keterisolasian daerah tertinggal dan perbatasan, serta mendukung distribusi barang dan jasa.

(3) Pengadaan dan pemasangan fasilitas keselamatan lalu lintas jalan meliputi: rambu, marka jalan, cermin tikungan, dan pagar pengaman jalan.

Arah Kebijakan Bidang Sarana dan Prasarana Pemerintah Daerah

Arah Kebijakan Bidang Sarana dan Prasarana Pemerintah Daerah adalah untuk meningkatkan kinerja pemerintahan daerah dalam menyelenggarakan pelayanan publik di daerah pemekaran, daerah induk, daerah yang terkena dampak pemekaran, serta daerah lainnya yang prasarana pemerintahannya belum layak dan memadai. Kegiatan yang dilaksanakan menggunakan DAK Bidang Prasarana Pemerintahan Daerah diutamakan bagi kegiatan yang terkait dengan pelayanan terhadap masyarakat. Dengan lingkup kegiatan sebagai berikut:

(1) Prasarana pemerintahan daerah dengan kegiatan prioritas yang meliputi (i) pelaksanaan konstruksi gedung kantor Gubernur/Bupati/ Walikota; (ii) pelaksanaan konstruksi gedung kantor Setda Provinsi/Kab/Kota; (iii) pelaksanaan konstruksi gedung kantor DPRD Provinsi/Kab/Kota dan Sekretariat DPRD Provinsi/Kab/Kota; (iv) pelaksanaan konstruksi gedung kantor Inspektorat Daerah Provinsi/Kab/Kota; (v) pelaksanaan konstruksi gedung kantor Bappeda Provinsi/Kab/ Kota; (vi) pelaksanaan konstruksi gedung kantor Dinas Daerah Provinsi/Kab/Kota; (vii) pelaksanaan konstruksi gedung kantor Lembaga Teknis Daerah Provinsi/Kab/Kota; (viii) pelaksanaan konstruksi gedung kantor Kecamatan di Kabupaten/Kota; (ix) pelaksanaan konstruksi gedung kantor di Provinsi/ Kabupaten/Kota yang pembentukan perangkat dan kelembagaannya diatur dalam peraturan perundang-undangan; dan

(2) Sarana dan prasarana Satpol PP dengan kegiatan prioritas meliputi (i) pembangunan gedung/kantor Satpol PP; (ii) pengadaan kendaraan pengendali massa (Dalmas); (iii) pengadaan kendaraan patroli dan kendaraan angkut; (iv) pengadaan peralatan alat pelindung diri;

(3) Sarana dan prasarana pemadam kebakaran, dengan kegiatan prioritas meliputi: (i) pembangunan Kantor Damkar berikut gudang dan garasi mobil di provinsi, kabupaten dan kecamatan; (ii) pembangunan pos kesiapsiagaan pemadam kebakaran dan tandon air; (iii) pengadaan mobil pemadam dilengkapi alat pemadam hutan dan lahan; (iv) pengadaan alat penyelamatan/rescue (SAR); serta (v) pengadaan alat pelindung diri petugas pemadam.

Arah Kebijakan Bidang Energi Pedesaan

Arah kebijakan Energi Perdesaan adalah untuk diversifikasi energi. Secara khusus, DAK energi perdesaaan akan memanfaatkan sumber energi terbarukan setempat untuk meningkatkan akses masyarakat perdesaan terhadap energi modern. Dengan lingkup kegiatan: (1) pembangunan pembangkit listrik tenaga mikro hidro (pltmh) off grid; (2)

Page 36: Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 fileLaporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 3 BAB I PROFIL DJPK 1.1 Struktur Organisasi Pada tanggal

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015

36

perluasan/peningkatan pelayanan tenaga listrik dari PLTMH off grid dan atau pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) terpusat off grid; (3) pembangunan PLTS terpusat off grid dan/atau PLTS tersebar; (4) pembangunan pembangkit listrik tenaga (PLT) hybrid surya angin; (5) rehabilitasi PLTMH off grid dan/atau PLTS terpusat yang rusak; (6) pembangunan instalasi biogas skala rumah tangga; (7) rehabilitasi instalasi biogas.

Arah Kebijakan Bidang Kelautan dan Perikanan

Arah Kebijakan Bidang Kelautan dan Perikanan adalah untuk meningkatkan sarana dan prasarana produksi, pengolahan, mutu, pemasaran, pengawasan, penyuluhan,dalam rangka mendukung industrialisasi kelautan dan perikanan dan minapolitan, serta penyediaan sarana prasarana terkait dengan pengembangan kelautan dan perikanan di pulau-pulau kecil. Dengan lingkup kegiatan, sebagai berikut:

(1) DAK KP Provinsi: (1) pembangunan dan/atau rehabilitasi balai benih ikan (BBI) kewenangan provinsi; dan (2) pengembangan sarana dan prasarana laboratorium pengendalian dan pengujian mutu hasil perikanan (LPPMHP).

(2) DAK KP Kabupaten/Kota: (1) pengembangan sarana dan prasarana perikanan tangkap; (2) pengembangan sarana dan prasarana perikanan budidaya; (3) pengembangan sarana dan prasarana pengolahan dan pemasaran hasil perikanan; (4) pengembangan sarana dan prasarana dasar di pesisir dan pulau-pulau kecil: sarana dan prasarana pemberdayaan masyarakat dan kawasan konservasi perairan; (5) pengembangan sarana dan prasarana pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan; dan (6) pengembangan sarana dan prasarana penyuluhan perikanan.

Arah Kebijakan Bidang Pertanian

Arah Kebijakan Bidang Pertanian adalah untuk peningkatan produksi dan ekspor komoditas pertanian strategis serta mendukung pengembangan bioindustri dan bioenergi dengan melakukan refocusing kegiatan DAK Bidang pertanian Tahun 2015 pada pembangunan/perbaikan prasarana dan sarana fisik dasar pembangunan pertanian. Dengan lingkup kegiatan, sebagai berikut:

(1) DAK pertanian provinsi: (1) pembangunan/rehabilitasi/ renovasi unit pengelola teknis daerah (UPTD)/balai perbenihan, balai proteksi tanaman pangan dan hortikultura dan penyediaan sarana pendukungnya; (2) pembangunan/rehabilitasi/renovasi UPTD/balai perbenihan, balai proteksi tanaman perkebunan dan penyediaan sarana pendukungnya; (3) pembangunan/rehabilitasi/renovasi UPTD/balai instalasi perbibitan dan hijauan pakan ternak, laboratorium kesehatan hewan, laboratorium kesehatan masyarakat veteriner dan pasca panen, laboratorium pakan dan penyediaan sarana pendukungnya; dan (4) pembangunan UPTD otoritas kompeten keamanan pangan daerah (OKKP-D) dan penyediaan sarana pendukungnya.

(2) DAK pertanian kabupaten/kota: (1) pengembangan prasarana dan sarana air sub sektor tanaman pangan meliputi: irigasi air tanah; irigasi air permukaan; embung; dam parit; (2) pembangunan/rehabilitasi/renovasi UPTD/balai penyuluhan pertanian di kecamatan dan penyediaan sarana pendukung penyuluhan; (3) pembangunan gudang cadangan pangan pemerintah dan penyediaan sarana pendukungnya; (4) pembangunan/rehabilitasi/renovasi UPTD/balai perbenihan tanaman pangan, hortikultura, gudang pestisida dan penyediaan sarana

Page 37: Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 fileLaporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 3 BAB I PROFIL DJPK 1.1 Struktur Organisasi Pada tanggal

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015

37

pendukungnya; (5) pembangunan/rehabilitasi/renovasi UPTD/balai perbenihan tanaman perkebunan dan penyediaan sarana pendukungnya; dan (6) pembangunan/rehabilitasi/renovasi UPTD/balai/instalasi perbibitan dan hijauan pakan ternak, pusat kesehatan hewan, rumah potong hewan (RPH)-ruminansia, RPH unggas dan penyediaan sarana pendukungnya.

Arah Kebijakan Bidang Lingkungan Hidup

Arah Kebijakan Bidang Lingkungan Hidup adalah: (1) memanfaatkan pagu nasional DAK secara lebih optimal dalam mendukung pencapaian prioritas nasional; (2) mendukung program yang menjadi prioritas nasional di dalam RKP 2015 sesuai dengan kerangka pengeluaran jangka menengah (medium term expenditure framework) dan penganggaran berbasis kinerja (performance based budgeting); (3) membantu daerah-daerah yang memiliki keuangan relatif rendah dalam membiayai pelayanan publik sesuai SPM dalam rangka pemerataan pelayanan dasar publik; (4) meningkatkan penyediaan data-data teknis, koordinasi pengelolaan DAK secara utuh dan terpadu di pusat dan daerah, sinkronisasi kegiatan DAK dengan kegiatan lain yang didanai APBN dan APBD, serta meningkatkan pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan DAK di daerah; (5) mendukung SPM kegiatan yang terkait dengan upaya adaptasi dan mitigasi perubahan iklim; dan (6) mendorong penguatan kapasitas kelembagaan/ institusi pengelolaan lingkungan hidup di daerah, dengan prioritas meningkatkan sarana dan prasarana lingkungan hidup yang difokuskan pada kegiatan pencegahan pencemaranlingkungan hidup. Dengan lingkup kegiatan adalah untuk membiayai kegiatan dan pengadaan sarana dan prasarana terkait: (1) pemantauan dan pengawasan kualitaslingkungan hidup;(2) pengendalianpencemaran lingkungan hidup; (3) dukungan kegiatan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim; dan (4) pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup.

Arah Kebijakan Bidang Keluarga Berencana

Arah kebijakan DAK Bidang Keluarga Berencana adalah untuk meningkatkan akses dan kualitas pelayanan KB yang merata, yang dilakukan melalui (i) peningkatan daya jangkau dan kualitas penyuluhan, penggerakan, pembinaan program KB lini lapangan; (ii) peningkatan sarana dan prasarana pelayanan KB; (iii) peningkatan sarana pelayanan advokasi, komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) Program KB; (iv) peningkatan sarana pembinaan tumbuh kembang anak dan remaja; dan (v) peningkatan pelaporan dan pengolahan data dan informasi berbasis teknologi informasi. Dengan lingkup kegiatan, sebagai berikut: mendukung pencapaian prioritas nasional pembangunan kependudukan dan KB jangka pendek yang ditetapkan dalam RKP 2015 dan jangka menengah dalam RPJMN 2015-2019 meliputi: (1) penyediaan kendaraan roda dua bagi tenaga lini lapangan KB; (2) penyediaan Mobil Unit Penerangan KB; (4) penyediaan sarana prasarana klinik KB, meliputi IUD Kit, implant kit, dan Obgyn Bed; (5) penyediaan Kit bagi kelompok Bina Keluarga Balita; (6) penyediaan Public Address di tingkat kecamatan; (7) penyediaan KIE Kit bagi Penyuluh Keluarga Berencana (PKB)/Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB); (8) pembangunan/renovasi gudang alat dan obat kontrasepsi di kab/kota; (9) pembangunan/ renovasi Balai Penyuluhan KB di tingkat kecamatan; (10) penyediaan Sarana Kerja bagi PKB/PLKB dan Pengawas Penyuluh Lapangan Keluarga Berencana (PPLKB)/Ka. Unit Pelaksana Teknis (UPT); (11) penyediaan personal computer di kecamatan; (12) penyediaan kendaraan untuk pendistribusian Alokon dari kab/kota ke Puskesmas/Klinik atau Kendaraan pengangkut akseptor menuju tempat pelayanan KB; (13) penyediaan genre kit.

Page 38: Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 fileLaporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 3 BAB I PROFIL DJPK 1.1 Struktur Organisasi Pada tanggal

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015

38

Arah Kebijakan Bidang Kehutanan

Arah kebijakan DAK Bidang Kehutanan adalah untuk meningkatkan kinerja pengelolaan kesatuan pengelolaan hutan lindung (KPHL) dan kesatuan pengelolaan hutan produksi (KPHP), meningkatkan daya dukung kesatuan pengelolaan hutan (KPH), pemberdayaan masyarakat dalam rangka mempertahankan dan meningkatkan daya dukung sumber daya hutan, tanah dan air. Kebijakan tersebut dicapai dengan mencegah kerusakan lebih lanjut terhadap sumber daya hutan yang berada dalam daerah aliran sungai (DAS) dan daerah rawan bencana, dengan melaksanakan rehabilitasi serta perlindungan dan pengamanan hutan di dalam kawasan hutan dalam kerangka KPHP/KPHL, Hutan Kota, Taman Hutan Raya, serta pengembangan dan peningkatan Hutan Rakyat. Dengan lingkup kegiatan: (1) peningkatan sarana prasarana pengelolaan KPHP/KPHL; (2) rehabilitasi hutan di dalam KPH; (3) peningkatan sarana prasarana perlindungan dan pengamanan hutan serta pengendalian dan pencegahan kebakaran hutan; (4) peningkatan sarana prasarana pengolahan hasil hutan berbasis kelompok masyarakat; (5) peningkatan sarana prasarana penyuluhan kehutanan; dan (6) pengembangan dan peningkatan Hutan Rakyat, termasuk kawasan mangrove dengan pendekatan Hutan Rakyat.

Arah Kebijakan Bidang Sarana Perdagangan

Arah kebijakan DAK Bidang Sarana Perdagangan adalah untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas sarana perdagangan untuk mendukung peningkatan efisiensi sistem logistik dan distribusi nasional, perlindungan konsumen dan kesejahteraan rakyat. Dengan lingkup kegiatan, sebagai berikut: (1) pembangunan pasar tradisional dan Gudang Distribusi Non SRG; (2) pembangunan dan peningkatan sarana metrologi legal untuk membentuk (i) Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) metrologi legal kabupaten/kota; (ii) memfasilitasi pemerintah provinsi dan kabupaten/kota untuk membentuk unit kerja pengawasan; dan (iii) membantu pemerintah daerah provinsi untuk merehabilitasi laboratorium yang ada sehingga dapat menunjang pelaksanaan urusan metrologi legal; (3) pembangunan gudang flat komoditas dalam kerangka SRG, yang meliputi: (i) pembangunan gudang flat berikut fasilitas dan peralatan gudang SRG; (ii) dan penyediaan sarana penunjang dan pengangkutan gudang SRG.

Arah Kebijakan Bidang Perumahan dan Permukiman

Arah Kebijakan DAK Bidang Perumahan dan Permukiman adalah untuk meningkatkan kualitas prasarana, sarana, dan utilitas umum (PSU) perumahan dan kawasan permukiman (PKP) pada perumahan umum yang dibangun oleh Badan Usaha, pemerintah daerah, maupun masyarakat dan kelompok masyarakat dalam rangka mewujudkan perumahan dan permukiman yang layak huni bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Dengan lingkup kegiatan adalah untuk membantu Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota mendanai kebutuhan peningkatan kualitas PSU PKP dalam rangka mencapai Standar Pelayanan Minimum (SPM) bidang Perumahan Rakyat dengan kriteria jumlah unit minimum yang akan diatur kemudian di dalam Petunjuk Teknis DAK bidang PKP tahun 2015.

Kebijakan Alokasi dan Penggunaan DAK Tambahan

Penentuan daerah tertentu yang menerima DAK Tambahan diberikan kepada daerah tertinggal dan daerah perbatasan dengan negara lain yang memiliki kemampuan keuangan relatif rendah. Penentuan besaran alokasi DAK Tambahan untuk masing-masing

Page 39: Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 fileLaporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 3 BAB I PROFIL DJPK 1.1 Struktur Organisasi Pada tanggal

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015

39

daerah penerima ditentukan dengan perhitungan indeks berdasarkan kriteria umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis.

Arah kebijakan dan ruang lingkup DAK Tambahan sesuai ketentuan DAK bidang infrastruktur irigasi, bidang infrastruktur air minum dan sanitasi, serta bidang transportasi (subbidang jalan dan subbidang transportasi pedesaan). Indikator teknis DAK Tambahan menggunakan indikator teknis DAK bidang Infrastruktur Irigasi, bidang Infrastruktur Air minum dan Sanitasi, dan Bidang Transportasi (subbidang jalan dan subbidang transportasi perdesaan).

Dana pendamping DAK Tambahan ditetapkan berdasarkan kemampuan keuangan daerah pada daerah tertinggal, dengan ketentuan sebagai berikut: - Kemampuan Keuangan Daerah Rendah Sekali, diwajibkan menyediakan dana

pendamping minimal 0%; - Kemampuan Keuangan Daerah Rendah, diwajibkan menyediakan dana pendamping

minimal 1%; - Kemampuan Keuangan Daerah Sedang, diwajibkan menyediakan dana pendamping

minimal 2%

Kebijakan Alokasi dan Penggunaan DAK Tambahan 1) Kementerian/Lembaga teknis terkait menerbitkan Petunjuk Teknis penggunaan DAK TA

2015 dengan berpedoman pada arah kebijakan dan ruang lingkup kegiatan masing-masing bidang/sub bidang DAK sebagaimana disepakati dalam Laporan Panja ini.

2) Petunjuk teknis dimaksud agar diterbitkan segera setelah Laporan Panja Transfer ke Daerah dalam rangka Pembicaraan TK I/Pembahasan RUU tentang APBN TA 2015 beserta Nota Keuangannya disetujui oleh Rapat Paripurna DPR RI.

Dana Otonomi Khusus (Otsus)

Dana Otsus dialokasikan dalam rangka mendukung pelaksanaan otonomi khusus di Provinsi Aceh, Provinsi Papua, dan Provinsi Papua Barat. Besaran Dana Otsus adalah setara dengan 2% DAU nasional. Penggunaan Dana Otsus Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat terutama ditujukan untuk pendanan di bidang pendidikan dan kesehatan. Pembagian alokasi Dana Otsus setara 2% DAU nasional sebesar 70% untuk Provinsi Papua dan 30% untuk Provinsi Papua Barat. Selain itu, untuk pendanaan pembangunan infrastruktur, dialokasikan juga dana tambahan dalam rangka otonomi khusus yang besarannya disepakati antara pemerintah dengan DPR berdasarkan usulan Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat. Sementara itu, Dana Otsus Provinsi Aceh dialokasikan dengan besaran setara 2% dari DAU nasional untuk memenuhi amanat Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Penggunaannya diarahkan untuk mendanai pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur, pemberdayaan ekonomi rakyat, pengentasan kemiskinan, serta pendanaan pendidikan, sosial, dan kesehatan.

Dana Otonomi Khusus pada APBN Tahun 2015 dialokasikan kepada Provinsi Papua, Provinsi Papua Barat, dan Provinsi Aceh, dengan kebijakan dan lingkup kegiatan per provinsi penerima alokasi Dana Otonomi Khusus, sebagai berikut:

Page 40: Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 fileLaporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 3 BAB I PROFIL DJPK 1.1 Struktur Organisasi Pada tanggal

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015

40

1) Dana Otonomi Khusus Aceh Penggunaannya diarahkan untuk mendanai pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur, pemberdayaan ekonomi rakyat, pengentasan kemiskinan, serta pendanaan pendidikan, sosial, dan kesehatan, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Otonomi khusus ini berlaku untuk jangka waktu 20 (dua puluh) tahun sejak tahun 2008, dengan rincian untuk tahun pertama sampai dengan tahun ke-15 besarnya setara dengan 2% (dua persen) dari pagu DAU nasional, dan untuk tahun ke-16 sampai tahun ke-20 besarnya setara dengan 1% (satu persen) dari pagu DAU nasional.

2) Dana Otonomi Khusus Papua dan Papua Barat a) Dana Otsus 2% dari total DAU nasional

Penggunaannya diutamakan untuk pendanaan di bidang pendidikan dan kesehatan. Dana Otsus ini berlaku untuk jangka waktu 20 (dua puluh) tahun sejak Tahun 2002.

b) Dana Tambahan Infrastruktur Dana Tambahan Infrastruktur dimaksudkan untuk pembangunan infrastruktur sehingga paling lama dalam 25 (dua puluh lima) tahun seluruh kota-kota provinsi, Kabupaten/Kota, distrik atau pusat-pusat penduduk lainnya terhubungkan dengan transportasi darat, laut,atau udara yang berkualitas.

Total Dana Otsus tahun anggara 2015 sebesar Rp17.115.513.942.000 yang terdiri dari Dana Otsus untuk Provinsi Papua sebesar Rp4.940.429.880.888, Dana Otsus untuk Provinsi Papua Barat sebesar Rp2.117.327.091.000, Dana Otsus untuk Provinsi Aceh sebesar Rp7.057.756.971.000, Dana Tambahan Infrastruktur untuk Provinsi Papua sebesar Rp2.250.000.000.000, serta Dana Tambahan Infrastruktur untuk Provinsi Papua Barat sebesar Rp750.000.000.000. Alokasi Dana Tambahan Infrastruktur untuk Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat besarnya disesuaikan dengan kemampuan keuangan negara dan tambahan porsi DBH SDA Minyak Bumi dan DBH SDA Gas Bumi masing-masing sebesar 55% dan 40% dari PNBP SDA Minyak Bumi dan Gas Bumi yang berasal dari wilayah provinsi bersangkutan. Dana Tambahan Infrastruktur diberikan dengan tujuan untuk mempercepat pembangunan infrastruktur sehinga sekurang-kurangnya dalam 25 tahun sejak tahun 2008, seluruh kabupaten/kota, distrik, atau pusat-pusat pemukiman penduduk lainnya terhubung dengan transportasi darat, laut, atau udara yang berkualtias.

Dana Transfer Lainnya

Dana Transfer Lainnya adalah dana yang dialokasikan untuk membantu daerah dalam rangka melaksanakan kebijakan tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dana Transfer Lainnya pada tahun anggaran 2015 terdiri atas Dana Tunjangan Profesi Guru PNS, Dana Tambahan Penghasilan Guru PNSD, Dana Bantuan Operasional Sekolah, Dana Insentif Daerah, serta Dana Proyek Pemerintah Daerah dan Desentralisasi (P2D2).

a. Dana Tunjangan Profesi Guru PNSD

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, guru sebagai tenaga pendidik memiliki kewajiban untuk memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional serta berhak mendapatkan penghasilan di atas kebutuhan hidup minimun. Oleh karena itu, pemerintah memberikan tunjangan profesi kepada guru yang telah memiliki sertifikat pendidik dan persyaratan lainnya sesuai peraturan perundang-undangan.

Page 41: Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 fileLaporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 3 BAB I PROFIL DJPK 1.1 Struktur Organisasi Pada tanggal

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015

41

Tunjangan Profesi Guru PNSD diberikan kepada guru PNSD yang telah memperoleh sertifikasi pendidik dan memenuhi persyaratan lainnya sesuai peraturan perundang-undangan. Tunjangan Profesi Guru PNSD tersebut diberikan sebesar satu kali gaji pokok PNS yang bersangkutan, tidak termasuk untuk bulan ke-13.

Nilai Tunjangan Profesi Guru pada tahun 2015 adalah Rp70.252.670.000.000. Nilai ini telah meningkat lebih dari tiga kali lipat dibandingkan tahun 2011 yang saat itu berjumlah Rp18.537.689.880.200. Tunjangan Profesi Guru dalam kurun waktu 5 tahun terakhir dapat digambarkan dalam grafik berikut ini.

Sumber: DJPK, Kementerian Keuangan

b. Dana Tambahan Penghasilan Guru PNSD

Dalam rangka meningkatkan kinerja guru PNSD khususnya bagi yang belum menerima tunjangan profesi, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan diberikan tambahan penghasilan setiap bulan sebesar Rp250.000. Hal ini sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 52 tahun 2009 tentang Tambahan Penghasilan bagi Guru PNSD.

Nilai tambahan penghasilan guru PNSD terus mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2011 Tambahan Penghasilan Guru sebesar Rp3.696.177.700.000 dan terus turun menjadi Rp1.096.000.000.000 pada tahun 2015. Hal tersebut menunjukkan bahwa jumlah guru yang bersertifikat semakin banyak. Perkembangan Dana Tambahan Penghasilan Guru selama lima tahun terakhir dapat dilihat pada grafik berikut.

0

10

20

30

40

50

60

70

80

2011 2012 2013 2014 2015

Grafik III-10 Perkembangan Alokasi Tunjangan Profesi Guru (dalam trilyun rupiah)

Page 42: Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 fileLaporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 3 BAB I PROFIL DJPK 1.1 Struktur Organisasi Pada tanggal

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015

42

c. Dana Bantuan Operasional Sekolah

Program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) merupakan pelaksanaan dari ketentuan Pasal 34 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 yang menyebutkan bahwa Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya. Dana BOS dialokasikan untuk mendukung penyelenggaraan pendidikan dasar yang merupakan urusan daerah.

BOS merupakan dana yang digunakan terutama untuk biaya nonpersonalia bagi satuan pendidikan dasar sebagai pelaksanaan program wajib belajar, dan dimungkinkan untuk mendanai beberapa kegiatan lain sesuai petunjuk teknis Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Pemberian dana BOS bertujuan untuk membebaskan biaya pendidikan bagi siswa tidak mampu dan meringankan beban biaya bagi siswa yang lain sehingga memperoleh layanan pendidikan yang lebih bermutu dalam rangka penuntasan Wajib Belajar Sembilan Tahun.

Alokasi dana BOS tahun 2015 mencapai Rp31,298 triliun yang terdiri dari dana BOS untuk daerah terpencil sebesar Rp880,221 miliar dan dana BOS untuk daerah tidak terpencil sebesar Rp30,213 triliun serta dana cadangan BOS Rp204,943 miliar. BOS untuk daerah terpencil terdapat di Provinsi Kalimantan Tengah, Maluku, Papua, dan Maluku Utara. Daerah yang paling banyak mendapatkan alokasi dana BOS menurut provinsi adalah Jawa Barat dengan total Rp5,497 triliun. Perkembangan alokasi dana BOS dalam lima tahun terakhir adalah sebagai berikut.

0

0,5

1

1,5

2

2,5

3

3,5

4

2011 2012 2013 2014 2015

Grafik III-11 Perkembangan Alokasi Tambahan Penghasilan Guru (dalam trilyun rupiah)

Page 43: Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 fileLaporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 3 BAB I PROFIL DJPK 1.1 Struktur Organisasi Pada tanggal

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015

43

d. Dana Insentif Daerah

Dana Insentif Daerah (DID) dialokasikan kepada daerah sebagai penghargaan atas pencapaian kinerja daerah di bidang pengelolaan keuangan, kinerja pendidikan, dan kinerja ekonomi dan kesejahteraan dan ditujukan untuk membantu daerah dalam rangka melaksanakan fungsi pendidikan sebagai salah satu kebijakan pemerintah pusat. Tujuan utama dialokasikannya DID adalah sebagai berikut: (1) mendorong agar daerah berupaya untuk mengelola keuangannya dengan lebih baik yang ditunjukkan dengan perolehan opini BPK terhadap Laporan Keuangan Pemda (LKPD); dan (2) mendorong agar daerah berupaya untuk selalu menetapkan APBD tepat waktu dan mencapai kinerja dalam pengelolaan keuangan daerahnya (administrasi dan impact-nya). Penentuan daerah dan perhitungan alokasi DID dengan mempertimbangkan kriteria kinerja tertentu, yang terdiri dari kinerja utama, kinerja keuangan, kinerja pendidikan, kinerja ekonomi dan kesejahteraan, dan batas minimum kelulusan kinerja.

Setiap tahun jumlah penerima dan besaran DID terus mengalami variasi. Pada tahun 2015 terdapat 135 daerah yang mendapat DID yang terdiri dari 13 provinsi dan 124 kabupaten/kota. Jumlah penerima DID tahun 2015 meningkat dari tahun sebelumnya yang berjumlah 13 provinsi dan 17 kabupaten/kota. Total alokasi DID untuk provinsi sebesar Rp166,451 miliar dan untuk kabupaten/kota sebesar Rp1,498 triliun. Dengan demikian realisasi DID pada tahun 2015 mencapai Rp 1,664 triliun. Jumlah ini meningkat sebesar 20 persen dari tahun sebelumnya yang berjumlah Rp1.388 triliun. Perkembangan alokasi DID dalam lima tahun terakhir adalah sebagai berikut.

0

5

10

15

20

25

30

35

2011 2012 2013 2014 2015

Grafik III-12 Perkembangan Alokasi Dana Bantuan Operasional Sekolah (dalam trilyun rupiah)

Page 44: Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 fileLaporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 3 BAB I PROFIL DJPK 1.1 Struktur Organisasi Pada tanggal

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015

44

DID digunakan dalam rangka pelaksanaan fungsi pendidikan yang dialokasikan kepada daerah sebagai penghargaan atas pencapaian kinerja daerah di bidang pengelolaan keuangan, kinerja pendidikan, dan kinerja ekonomi kesejahteraan.

Kebijakan dalam perhitungan alokasi DID, yaitu:

1) Bobot variabel Kinerja Keuangan, Kinerja Pendidikan, dan Kinerja Ekonomi dan Kesejahteraan sebagai berikut : a) Kinerja Keuangan dengan bobot 50%, terdiri dari:

- Opini BPK atas LKPD : 35% - Penetapan Perda APBD tepat waktu : 35% - Effort peningkatan PAD : 15% - Penyampaian LKPD tepat waktu : 15%

b) Kinerja Pendidikan dengan bobot 25%, terdiri dari: - Partisipasi Sekolah (APK) : 50% - Peningkatan Kinerja IPM : 50%

c) Kinerja Ekonomi dan Kesejahteraan dengan bobot 25%, terdiri dari: - Pertumbuhan Ekonomi : 35% - Penurunan Tingkat Kemiskinan : 30% - Penurunan Tingkat Pengangguran : 20% - Kluster Kemampuan Fiskal Daerah : 15%

2) Alokasi minimum diberikan bagi : a) Daerah yang LKPD-nya mendapatkan opini WTP dari BPK dan Penetapan Perda

APBD-nya tepat waktu, diberikan alokasi minimum sebesar Rp2,00 miliar. b) Daerah yang LKPD-nya mendapatkan opini WTP dari BPK, penetapan Perda APBD-

nya tepat waktu, dan penyampaian LKPD-nya kepada BPK tepat waktu, diberikan alokasi minimum sebesar Rp3,00 miliar.

0

0,2

0,4

0,6

0,8

1

1,2

1,4

1,6

1,8

2011 2012 2013 2014 2015

Grafik III-13 Perkembangan Alokasi Dana Insentif Daerah (dalam trilyun rupiah)

Page 45: Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 fileLaporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 3 BAB I PROFIL DJPK 1.1 Struktur Organisasi Pada tanggal

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015

45

e. Dana Proyek Pemerintah Daerah dan Desentralisasi (P2D2)

Dana P2D2 merupakan dana yang bersumber dari APBN dan dialokasikan sebagai insentif kepada provinsi, kabupaten, dan kota daerah percontohan P2D2 berdasarkan hasil verifikasi keluaran sesuai dengan perjanjian pinjaman antara Pemerintah RI dengan Bank Dunia. Verifikasi keluaran (output) adalah proses verifikasi atas keluaran pelaksanaan DAK bidang infrastruktur jalan, infrastruktur irigasi, dan infrastruktur air minum yang dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Pelaksanaan P2D2 dimaksud diharapkan dapat memberikan dampak bagi daerah, antara lain: (a) peningkatan akuntabilitas dan pelaporan DAK pada sektor infrastruktur; (b) peningkatan pelaporan keuangan dan teknis serta verifikasi output; dan (c) persentase output fisik dari infraktruktur yang diverifikasi meningkat. Adapun Daerah percontohan P2D2 tersebut meliputi provinsi, kabupaten, dan kota di lima wilayah provinsi, yaitu Provinsi Jambi, Jawa Timur, Kalimantan Tengah, Sulawesi Barat, dan Maluku Utara. Daerah percontohan P2D2 yang telah diverifikasi output pelaksanaan DAK infrastruktur diberikan insentif berupa dana sebesar maksimal 10 persen dari total alokasi DAK infrastruktur.

Jumlah dana P2D2 dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2012 alokasi dana P2D2 sebesar Rp30 miliar dan jumlahnya telah meningkat di tahun 2015 menjadi Rp99,58 miliar. Perkembangan alokasi Dana P2D2 dalam lima tahun terakhir adalah sebagai berikut.

Kriteria penetapan daerah percontohan: - letak geografis : daerah percontohan meliputi provinsi/Kabupaten/Kota yang berada

dalam lingkup 5 (lima) provinsi (Jambi, Jawa Timur, Kalimantan Tengah, Sulawesi Barat, dan Maluku Utara), dan telah menyampaikan Surat Pernyataan Kesediaan (Commitment Letter) kepada Pemerintah Pusat.

- mendapatkan alokasi DAK bidang infrastruktur; - kepatuhan pelaporan DAK bidang infrastruktur; - kemampuan penyerapan dana.

0

20

40

60

80

100

120

2011 2012 2013 2014 2015

Grafik III-14 Perkembangan Alokasi Dana P2D2 (dalam milyar rupiah)

Page 46: Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 fileLaporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 3 BAB I PROFIL DJPK 1.1 Struktur Organisasi Pada tanggal

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015

46

Kriteria Output yang dapat diberikan insentif: - Realisasi fisik keluaran (output) sesuai petunjuk teknis; - Kepatuhan proses pengadaan barang/jasa; - Kepatuhan dengan Pengamanan Lingkungan dan Sosial sesuai petunjuk teknis; - Telah diverifikasi oleh BPKP.

Dana Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta

Dana Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan dana yang dialokasikan berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 tahun 2012 tentang Keistimewaan DIY dalam Penyelenggaraan Kewenangan Keistimewaan DIY. Alokasi dana tersebut ditetapkan dalam APBN berdasarkan pengajuan dari Pemerintah Daerah DIY serta disesuaikan dengan kondisi keuangan negara. Pengajuan tersebut terlebih dahulu harus dibahas dengan Kementerian Dalam Negeri dan kementerian/lembaga terkait. Selanjutnya pedoman dan alokasi Dana Keistimewaan DIY ditetapkan melalui Peraturan Menteri Keuangan.

Dana Keistimewaan DIY pada APBN Tahun 2015 dialokasikan dalam rangka mendanai urusan keistimewaan DIY sesuai dengan Undang-Undang No. 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan DIY, untuk mendanai urusan sebagai berikut: (1) Urusan Kebudayaan; (2) Urusan Pertanahan; (3) Urusan Kelembagaan Pemerintah DIY; dan (4) Urusan Tata Ruang. Alokasi Dana Keistimewaan tahun anggaran 2013 ditetapkan sebesar Rp231,4 miliar. Penyaluran Dana Keistimewaan DIY tahun anggaran 2013 diberikan dalam dua tahap, masing-masing sebesar 50% dari pagu alokasi Dana Keistimewaan. Namun demikian, penyaluran Dana Keistimewaan tahun anggaran 2013 hanya dapat dilaksanakan satu tahap sebesar Rp115,7 miliar karena keterbatasan waktu pelaksanaan kegiatan di daerah yang bersangkutan. Selanjutnya pada tahun 2014, alokasi Dana Keistimewaan DIY Yogyakarta ditetapkan sebesar Rp523,9 miliar. Setahun berselang, besaran alokasi dana tersebut menjadi Rp547,4 triliun.

0

100

200

300

400

500

600

2013 2014 2015

Grafik III-15 Perkembangan Alokasi Dana Keistimewaan DIY (dalam milyar rupiah)

Page 47: Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 fileLaporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 3 BAB I PROFIL DJPK 1.1 Struktur Organisasi Pada tanggal

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015

47

Dana Desa

Dana Desa bersumber dari APBN yang dialokasikan kepada setiap desa untuk mendanai urusan yang menjadi kewenangan desa. Urusan atau kegiatan tersebut meliputi penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, pemberdayaan masyarakat, dan kemasyarakatan. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa dan peraturan pelaksanannya.

Pendapatan desa dapat bersumber dari:

1) Pendapatan asli desa, yang terdiri atas hasil usaha, hasil aset, swadaya dan partisipasi, gotong royong, dan lain-lain pendapatan asli desa;

2) Alokasi dari APBN; 3) Bagian dari hasil pajak daerah dan retribusi daerah kabupaten/kota; 4) Alokasi dana desa yang merupakan bagian dari dana perimbangan yang diterima kabupaten/

kota; 5) Bantuan keuangan dari APBD Provinsi dan APBD Kabupaten/Kota; 6) Hibah dan sumbangan yang tidak mengikat dari pihak ketiga; 7) Lain-lain pendapatan desa yang sah. Alokasi Dana Desa dalam APBN bersumber dari belanja pusat dengan mengefektifkan program yang berbasis desa yang selama ini telah berjalan secara merata dan berkeadilan. Besaran alokasi anggaran Dana Desa ditetapkan sebesar 10% dari dan di luar dana transfer ke daerah (on top) secara bertahap dengan tetap memperhatikan kemampuan APBN. Dana Desa dihitung berdasarkan jumlah desa dengan memperhatikan variabel jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah, dan tingkat kesulitan geografis. Berdasarkan peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014, mengingat luasnya lingkup kewenangan desa dan untuk mengoptimalkan penggunaan Dana Desa, maka penggunaan dana diprioritaskan untuk membiayai pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa. Penetapan prioritas penggunaan dana tersebut tetap sejalan dengan kewenangan yang menjadi tanggung jawab desa.

Penyaluran Dana Desa dilakukan melalui mekanisme transfer ke APBD kabupaten/kota untuk selanjutnya ditransfer ke rekening kas desa dalam tiga tahap penyaluran. Tahap I dan II disalurkan pada bulan April dan Agustus masing-masing sebesar 40%, sedangkan tahap III disalurkan pada bulan November sebesar 20%. Demi pengelolaan Dana Desa yang tertib, transparan, akuntabel, dan berkualitas, pemerintah pusat dan pemerintah kabupaten/kota memiliki kewenangan untuk memberikan sanksi berupa penundaan penyaluran apabila laporan penggunaan dana tersebut terlambat atau tidak disampaikan. Selain itu, pemerintah pusat dan pemerintah kabupaten/kota juga dapat memberikan sanksi berupa pengurangan Dana Desa apabila penggunaannya tidak sesuai dengan prioritas, pedoman umum, pedoman teknis kegiatan, atau terjadi penyimpangan uang dalam bentuk deposito lebih dari dua bulan.

Sejalan dengan pelaksanaan alokasi Dana Desa, arah kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah, antara lain sebagai berikut:

1) menetapkan alokasi Dana Desa sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa melalui realokasi belanja pusat yang berbasis desa;

2) mengalokasikan Dana Desa kepada kabupaten/ kota berdasarkan jumlah desa dengan memperhatikan jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah, dan tingkat kesulitan geografis;

Page 48: Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 fileLaporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 3 BAB I PROFIL DJPK 1.1 Struktur Organisasi Pada tanggal

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015

48

3) menyalurkan Dana Desa kepada kabupaten/kota melalui mekanisme transfer; dan

4) alokasi Dana Desa yang telah ditetapkan dalam APBN tidak mengalami perubahan walaupun terdapat perubahan APBN. Dana Desa yang telah disalurkan pada tahun 2015 sebesar Rp20,76 triliun.

Realisasi penyaluran Dana Desa yang berasal dari APBN sampai dengan 31 Desember 2015 sebesar Rp 20.766.200.000 atau 100% dari pagu Dana Desa. Sementara itu, pada tahun 2015 telah dilaksanakan sosialisasi kebijakan terkait Dana Desa pada 195 kabupaten/kota yang meliputi 39.433 desa. Pada tahun 2016, DJPK berencana akan melaksanakan sosialisasi Dana Desa pada 183 kabupaten/kota dan pada tahun berikutnya akan dilaksanakan sosialisasi pada 56 kabupaten/kota.

Arah kebijakan pengalokasian Dana Desa tahun 2015 adalah sebagai berikut:

1) Dana Desa yang bersumber dari APBN dialokasikan kepada setiap desa yang dihitung dengan memperhatikan variabel jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah, dan tingkat kesulitan geografis.

2) Dana Desa bersumber dari belanja Pusat dengan mengefektifkan program kementerian/lembaga yang berbasis desa. Dalam TA 2015 sebagai tahun transisi, dana desa bersifat baseline dengan sumber dana berasal dari realokasi anggaran Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) pada Kementerian Dalam Negeri sebesar Rp7.608,70 miliar dan dari anggaran program Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Perdesaan dan Program Pembangunan Infrastruktur Perdesaan (PPIP) pada Kementerian Pekerjaan Umum sebesar Rp1.457,48 miliar.

3) Penyaluran Dana Desa dilakukan melalui mekanisme transfer ke APBD Kabupaten/Kota untuk selanjutnya ditransfer ke rekening kas desa dalam 3 tahap penyaluran. Tahap I dan II disalurkan pada bulan April dan Agustus masing-masing sebesar 40%, dan tahap III sebesar 20% pada bulan Oktober.

4) Dana desa digunakan untuk mendanai urusan yang menjadi kewenangan desa untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, pemberdayaan masyarakat, dan kemasyarakatan dengan prioritas untuk membiayai pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa.

5) Dalam rangka optimalisasi penggunaan, pencapaian Prioritas Nasional, serta efektifitas pengelolaan Dana Desa, Pemerintah melakukan pendampingan serta penguatan kelembagaan dan SDM di tingkat desa.

6) Rincian alokasi Dana Desa per masing-masing Provinsi dan Kabupaten/Kota disepakati akan dicantumkan dalam lampiran kesimpulan Pembicaraan Tingkat I/Pembahasan RUU tentang APBN TA 2015 dan di upload dalam website www.djpk.depkeu.go.id setelah pengesahan RUU tentang APBN TA 2015 dalam Pembicaraan Tingkat II/Pengambilan Keputusan atas RUU tentang APBN TA 2015.

Kebijakan Pengalokasian Transfer ke Daerah untuk Daerah Otonom Baru (DOB)

Pada tahun 2015 juga dialokasikan dana Transfer ke Daerah untuk 3 (tiga) DOB hasil pembentukan tahun 2014 sesuai dengan ketentuan perundangan. Adapun 3 DOB tersebut yaitu:

No. Daerah

Otonom Baru Provinsi

Daerah Induk

UU Pembentukan

Page 49: Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 fileLaporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 3 BAB I PROFIL DJPK 1.1 Struktur Organisasi Pada tanggal

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015

49

No. Daerah

Otonom Baru Provinsi

Daerah Induk

UU Pembentukan

1 Kab. Muna Barat Sulawesi Tenggara Kab. Muna UU No. 14 Tahun 2014

2 Kab. Buton Tengah Sulawesi Tenggara Kab. Buton UU No. 15 Tahun 2014

3 Kab. Buton Selatan Sulawesi Tenggara Kab. Buton UU No. 16 Tahun 2014

Kebijakan transfer ke daerah Tahun Anggaran 2015 untuk DOB yang dibentuk tahun 2014 adalah sebagai berikut:

1) Dana Bagi Hasil (DBH) a) DBH Pajak

- Alokasi DBH PPh Perorangan, dan DBH PBB non migas yang diperoleh daerah induk dibagi kepada DOB sesuai dengan rencana penerimaan.

- Alokasi DBH PBB Migas yang diperoleh daerah induk dibagi kepada DOB secara proporsional berdasarkan jumlah penduduk dan luas wilayah.

- Alokasi DBH Pajak hasil pemerataan yang diperoleh daerah induk dibagi kepada DOB secara merata.

- Alokasi DBH CHT yang diperoleh daerah induk dibagi kepada DOB secara proporsional berdasarkan jumlah penduduk.

b) DBH SDA - Alokasi DBH SDA daerah induk yang merupakan daerah penghasil, dibagi kepada DOB

secara proporsional berdasarkan jumlah penduduk dan luas wilayah. - Alokasi DBH SDA daerah induk yang bukan merupakan daerah penghasil dibagi kepada

DOB secara merata.

2) Dana Alokasi Umum - DAU untuk DOB dialokasikan setelah UU pembentukannya disahkan; - Perhitungan DAU untuk DOB dilakukan dengan membagi secara proporsional dari DAU

daerah induk menggunakan data jumlah penduduk, luas wilayah, dan belanja pegawai atau jumlah pegawai PNSD;

- Dalam hal tidak tersedia data belanja pegawai atau jumlah pegawai PNSD, digunakan data jumlah penduduk dan luas wilayah

3) Dana Alokasi Khusus - DAK dialokasikan pada tahun kedua dengan mempertimbangkan kesiapan perangkat

daerah untuk melaksanakan kegiatan DAK.

4) Dana Transfer Lainnya - Dana tunjangan profesi guru dan tambahan penghasilan guru PNSD dialokasikan

berdasarkan pembagian data jumlah guru antara daerah induk dengan DOB.

Sementara itu, transfer daerah tahun 2015 bagi DOB yang telah dibentuk pada tahun 2012 dan 2013, yaitu sebanyak 15 DOB dihitung secara mandiri.

Page 50: Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 fileLaporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 3 BAB I PROFIL DJPK 1.1 Struktur Organisasi Pada tanggal

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015

50

3.2 Kilas Kebijakan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

Kewenangan Perpajakan dan Retribusi Daerah

Pemerintah pusat memberikan ruang bagi pemerintah daerah melalui kebijakan desentralisasi fiskal agar pemerintah daerah dapat mendorong pembangunan daerah setempat. Pendanaan yang diberikan oleh pemerintah pusat mengikuti fungsi atau urusan yang diserahkan kepada daerah, baik kebijakan yang terkait dengan pengeluaran maupun pendapatan. Kebijakan ini dikenal dengan prinsip money follow function.

Pemerintah daerah diberikan kewenangan untuk menggali potensi pungutan pajak daerah dan retribusi daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Kebijakan yang dilaksanakan berdasarkan undang-undang ini antara lain:

i. Kebijakan dalam penetapan pajak daerah dan retribusi daerah yang tadinya open-list menjadi closed-list system diharapkan dapat mendukung kejelasan, kepastian, dan kesederhanaan regulasi.

ii. Kewenangan yang lebih luas di bidang perpajakan dan retribusi daerah (local taxing empowerment) antara lain melalui perluasan basis pajak daerah dan retribusi daerah yang sudah ada, menambah jenis pungutan, menaikkan batas tarif maksimal, serta diskresi penetapan tarif sehingga berdampak positif bagi pencapaian Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan sedikit menimbulkan efek disinsentif dalam kegiatan perekonomian.

iii. Kebijakan earmarking untuk jenis pajak tertentu dalam rangka mengarahkan kebijakan belanja daerah untuk mengatasi eksternalitas negatif di bidang kesehatan, perhubungan, dan infrastruktur.

iv. Kebijakan efektivitas pengawasan pungutan daerah dari sistem represif menjadi sistem preventif dan korektif sehingga sejalan dengan prinsip perpajakan yang bersifat nasional.

Dalam rangka mendukung pemenuhan sumber-sumber pendapatan daerah, Pemda diberikan kewenangan untuk menggali potensi potensi pungutan pajak dan retribusi (local taxing power) berdasarkan UU No.28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD).

Adapun langkah-langkah implementasi kebijakan UU PDRD yang dijalankan pemerintah pusat, yaitu: pertama, percepatan kesiapan pemungutan dan penguatan pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan (PBB-P2) di mana tahun 2013 merupakan tahun terakhir untuk melakukan berbagai persiapan pemungutan pajak tersebut. Apabila daerah dalam tahun 2014 belum memungut PBB-P2 tersebut, maka Pemda tidak lagi mendapatkan bagi hasil PBB-P2 dari pemerintah pusat seperti tahun-tahun sebelumnya. Hal ini dikarenakan pemerintah pusat sejak tahun 2014 tidak lagi memungut PBB-P2.

Langkah kedua adalah penguatan pemungutan Pajak Rokok berdasarkan PMK No. 115/PMK.07/2013 yang diberlakukan sejak 1 Januari 2014. Hal ini memerlukan sinergi yang baik antara pemerintah pusat, dalam hal ini Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, bersama dengan pemerintah daerah terkait pemungutan Pajak Rokok. Pemungutan Pajak Rokok dilakukan oleh Kementerian Keuangan c.q. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, bukan oleh pemerintah daerah sebagaimana pajak daerah lainnya. Hasil penerimaan Pajak Rokok yang dipungut tersebut selanjutnya disetorkan ke rekening kas umum provinsi secara proporsional berdasarkan jumlah penduduk. Untuk bisa mendapatkan Pajak Rokok, pemerintah provinsi harus menyusun dan menetapkan peraturan daerah mengenai Pajak Rokok, termasuk di dalamnya mengatur bagi

Page 51: Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 fileLaporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 3 BAB I PROFIL DJPK 1.1 Struktur Organisasi Pada tanggal

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015

51

hasil penerimaan Pajak Rokok kepada kabupaten/kota sebesar 70%. Bagian kabupaten/kota tersebut ditetapkan dan dialokasikan provinsi dengan memperhatikan aspek pemerataan dan/atau potensi antar kabupaten/kota.

Berdasarkan target penerimaan cukai hasil tembakau yang merupakan dasar pengenaan Pajak Rokok, penerimaan Pajak Rokok tahun 2014 adalah sebesar Rp 9,0 triliun. Penerimaan Pajak Rokok, baik bagian provinsi maupun bagian kabupaten/kota, dialokasikan paling sedikit 50% yang dipergunakan untuk:

a. Mendanai Pelayanan Kesehatan Masyarakat.

Pelayanan kesehatan masyarakat tersebut antara lain: pembangunan/pengadaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana unit pelayanan kesehatan, penyediaan sarana umum yang memadai bagi perokok atau smoking area, kegiatan sosialisasi tentang bahaya merokok, dan iklan layanan masyarakat mengenai bahaya merokok.

b. Penegakan Hukum oleh Aparat Berwenang

Penegakan hukum sesuai dengan kewenangan pemerintah daerah yang bekerja sama dengan pihak/instansi lain, seperti pemberantasan peredaran rokok ilegal dan penegakan aturan mengenai larangan merokok sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Langkah ketiga adalah percepatan pemungutan Retribusi Perpanjangan Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA) berdasarkan PP No.97/2012 dengan percepatan penyusunan dan penetapan Perda Retribusi yang bersangkutan. Dengan tarif IMTA sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar US$ 100 per orang per bulan, jumlah Tenaga Kerja Asing (TKA) yang bekerja di Indonesia tahun 2012 sekitar 57.000 orang dan berdasarkan hasil survei Bank Indonesia dengan rata-rata 88% TKA memperpanjang izin bekerja di Indonesia maka potensi penerimaan retribusi ini diperkirakan cukup besar di daerah-daerah tertentu.

Langkah keempat, percepatan atau optimalisasi pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah lainnya, yaitu:

a. Pajak daerah dan retribusi daerah lainnya yang menjadi andalan PAD sebagian besar daerah;

b. Tambahan retribusi daerah dari Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang dapat dialihkan menjadi retribusi daerah sesuai dengan kewenangan pemerintah daerah dan potensi daerah.

Kebijakan terkait pajak daerah dan retribusi daerah secara umum dapat diuraikan sebagai berikut.

(i) Mekanisme Evaluasi Perda/Raperda Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

Dalam rangka koordinasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dan sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, pemerintah pusat melaksanakan fungsi evaluasi perda/raperda terkait denga pajak daerah dan retribusi daerah (PDRD). Adanya penyempurnaan pola koordinasi dalam rangka evaluasi perda/rapeda termaktub dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 diharapkan mampu mengurangi kesalahan dalam penyusunan perda/raperda tentang pajak daerah dan retribusi daerah.

Page 52: Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 fileLaporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 3 BAB I PROFIL DJPK 1.1 Struktur Organisasi Pada tanggal

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015

52

Pola koordinasi saat ini menciptakan sistem penyaringan yang lebih komprehensif di mana evaluasi perda untuk kabupaten/kota akan berjenjang dari provinsi, Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Keuangan. Dengan perubahan pola evaluasi ini diharapkan terdapat pembagian tugas yang lebih jelas dalam evaluasi antara aspek legalitas penyusunan perda/raperda dan evaluasi atas substansi muatan perda/raperda khususnya terkait kewenangan fiskal yang merupakan kewenangan pemerintah pusat yang tidak didaerahkan.

Dalam rangka pengendalian kewenangan fiskal tersebut khususnya terkait pelaksanaan pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah, Menteri Keuangan dapat merekomendasikan pembatalan dan menerapkan sanksi sesuai dengan Pasal 252 ayat (5) UU 23 Tahun 2014, yaitu:

“Dalam hal penyelenggara Pemerintahan Daerah provinsi atau kabupaten/kota masih memberlakukan Perda mengenai pajak daerah dan/atau retribusi daerah yang dibatalkan oleh Menteri atau dibatalkan oleh gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat, dikenai sanksi penundaan atau pemotongan DAU dan/atau DBH bagi Daerah bersangkutan”

(ii) Kebijakan Pemungutan PBB-P2

Salah satu kebijakan pajak daerah yang diatur dalam UU Nomor 28 Tahun 2009 adalah menetapkan Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan (PBB-P2) menjadi pajak kabupaten/kota. Jenis pajak tersebut layak untuk ditetapkan menjadi pajak daerah karena memenuhi kriteria sebagai pajak daerah, antara lain, ditinjau dari aspek lokalitas, hubungan antara pembayar pajak dengan yang menikmati manfaat pajak (the benefit tax-link principle), serta praktik yang umum di berbagai negara.

Pengalihan PBB-P2 tersebut merupakan salah satu wujud nyata komitmen pemerintah untuk memperkuat local taxing power daerah. Pengalihan PBB-P2 telah dilaksanakan mulai dari tahun 2011 sampai dengan efektif sepenuhnya mulai tahun 2014. Pengalihan PBB-P2 didesain tidak dilakukan serentak pada seluruh pemerintah daerah. Hal ini dilakukan supaya proses pengalihan tersebut benar-benar dipersiapkan oleh pemerintah daerah, baik dari sisi peraturan pelaksanaan yang menjadi payung hukum, perangkat lunak dan keras, dan sumber daya manusia yang akan mengelolanya, sehingga pengalihan PBB-P2 tidak menimbulkan permasalahan baru yang membebani wajib pajak dan pemerintah daerah.

Setelah seluruh proses pengalihan pajak dilaksanakan yaitu mulai dari penyerahan peraturan pelaksanaan PBB-P2, Standar Operasional Prosedur (SOP) sampai dengan data piutang PBB-P2, maka fokus penekanan yang dilaksanakan mulai tahun 2015 bergeser pada implementasi pemungutan setelah menjadi pajak daerah. Pada tahun-tahun awal setelah semua daerah mengimplementasikan pemungutan PBB-P2, Kementerian Keuangan telah melakukan monitoring dan evaluasi terhadap berbagai permasalahan yang timbul di daerah. Hal ini nantinya akan dieprgunakan dalam perbaikan formulasi kebijakan pemungutan PBB-P2.

Hingga Desember 2015, kesiapan daerah dalam memungut PBB-P2 dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel III.4 Kesiapan Daerah dalam Memungut PBB-P2

No Kesiapan Daerah Jumlah Persentase

Page 53: Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 fileLaporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 3 BAB I PROFIL DJPK 1.1 Struktur Organisasi Pada tanggal

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015

53

(iii) Kebijakan Pajak Rokok

Dalam UU Nomor 28 Tahun 2009 diatur kebijakan penambahan jenis pajak daerah baru yaitu Pajak Rokok yang secara efektif pemungutannya mulai dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2014. Selain untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), tujuan utama penerapan Pajak Rokok adalah untuk mengurangi konsumsi rokok, mengurangi peredaran rokok ilegal, serta melindungi masyarakat atas bahaya rokok.

Kebijakan ini juga dilakukan dengan ketentuan bahwa paling sedikit 50% penerimaan harus dialokasikan untuk memberikan optimalisasi pelayanan pemerintah daerah dalam menyediakan pelayanan kesehatan masyarakat dan melakukan pengawasan terhadap rokok di daerah masing-masing termasuk peredaran rokok ilegal.

Dalam rangka optimalisasi pemungutan dan penyetoran Pajak Rokok, pemerintah pusat terus berupaya melaksanakan perbaikan kebijakan antara lain percepatan penyetoran penerimaan pajak rokok ke RKUD Provinsi dan memberi amanat kepada gubernur untuk melakukan evaluasi atas pemanfaatan Pajak Rokok di provinsi/kabupaten/kota.

Realisasi penyetoran penerimaan Pajak Rokok tahun anggaran 2014 dari RKUN ke RKUD sebesar Rp 9,32 triliun. Pada tahun anggaran 2015, realisasi penerimaan Pajak Rokok adalah sebesar Rp 13,5 triliun. Realisasi dimaksud meningkat sebesar Rp 4,18 triliun atau lebih besar 45% dibanding tahun 2014.

3.3 Kilas Kebijakan Pembiayaan dan Kapasitas Daerah

Pinjaman Daerah

Daerah Potensi Berdasarkan

Penerimaan Tahun 2011 (Rp)

% Jumlah Daerah Potensi Berdasarkan Penerimaan Tahun

2011

1 Perda yang telah siap: 499 8.264.863.956.857 96,33204633 99,79

a. Memungut tahun 2011 1 498.640.108.489 0,193050193 6,02

b. Memungut tahun 2012 17 1.074.236.906.348 3,281853282 12,97

c. Memungut tahun 2013 105 4.905.980.775.043 20,27027027 59,23

d. Memungut tahun 2014 364 1.781.245.218.832 70,27027027 21,51

2 Belum menyusun raperda 5 - 0,965250965 -

3 DOB Tahun 2013 14 17.402.059.269 2,702702703 0,21

Total 518 8.282.266.016.126 100 100

Page 54: Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 fileLaporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 3 BAB I PROFIL DJPK 1.1 Struktur Organisasi Pada tanggal

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015

54

Pinjaman daerah dapat berasal dari pemerintah pusat, pemerintah daerah lainnya, lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan bukan bank, serta masyarakat melalui penerbitan obligasi daerah. Pemerintah daerah tidak dapat melakukan pinjaman langsung kepada pihak luar negeri, kecuali dalam hal pinjaman langsung kepada pihak luar negeri yang terjadi karena kegiatan transaksi obligasi daerah di pasar modal domestik. Pinjaman daerah dapat digunakan untuk mendanai kegiatan yang merupakan inisiatif dan kewenangan daerah dan/atau untuk menutup kekurangan kas daerah. Dalam kewenangannya untuk mengendalikan batas maksimal defisit dan pinjaman pemerintah daerah, setiap bulan Agustus Menteri Keuangan menetapkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) mengenai batas maksimal defisit APBD dan batas maksimal pinjaman daerah.

Hibah Daerah

Hibah Daerah adalah pemberian dengan pengalihan hak atas sesuatu dari pemerintah pusat atau pihak lain kepada pemerintah daerah atau sebaliknya yang secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya dan dilakukan melalui perjanjian. Kebijakan hibah daerah merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari penyelenggaraan asas desentralisasi dan otonomi daerah. Pemberian hibah oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah atau sebaliknya merupakan wujud pelaksanaan hubungan keuangan yang baik antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

Dalam UU No.33/2004 diatur bahwa dalam rangka penyelenggaraan asas desentralisasi dan untuk mendanai pelaksanaan otonomi daerah, pemerintah daerah diberikan peluang untuk memperoleh pendapatan lainnya, yaitu pendapatan hibah sebagai lain-lain pendapatan yang sah. Dasar hukum lainnya yang mengatur mengenai pemberian dan penggunaan hibah kepada pemerintah daerah tersebut telah diatur dalam PP No.57/2005 tentang Hibah Kepada Daerah. Sebagai pelaksanaannya, diterbitkan PMK No.168/PMK.07/2008 tentang Hibah Daerah dan PMK No. 169/PMK.07/2008 tentang Tata Cara Penyaluran Hibah kepada Pemerintah Daerah. Sebagai perbaikan dalam peningkatan akuntabilitas dan transparansi pelaksanaan hibah daerah, telah diterbitkan PP No.2 Tahun 2012 tentang Hibah Daerah sebagai pengganti PP No.57/2005. Sebagai peraturan pelaksanaannya telah ditetapkan PMK No.188/PMK.07/2012 tentang Hibah dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah.

Realisasi hibah kepada pemerintah daerah yang bersumber dari pinjaman atau hibah luar negeri dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel III.5 Realisasi Hibah kepada Pemerintah Daerah yang Bersumber dari Pinjaman atau Hibah Luar Negeri Tahun 2015

No Proyek/Kegiatan Donor

Jumlah Daerah

Pagu (Rp) Realisasi

(Rp)

%

1.

Pembangunan MRT

Jepang

1

2.583.030.000.000

700.747.765.661

27,13

2.

Air Minum

Australia

99

411.520.000.000

185.719.000.000

45,13

3.

Air Limbah

Australia

4

41.975.000.000

*

0,00

4.

Water Resources and Irrigation Sector Management Project-APL2 (WISMP-2)

Bank Dunia

113

176.817.940.000

120.153.434.557

67.95

Page 55: Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 fileLaporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 3 BAB I PROFIL DJPK 1.1 Struktur Organisasi Pada tanggal

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015

55

Realisasi hibah kepada pemerintah daerah yang bersumber dari penerimaan dalam negeri dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel III.6 Realisasi Hibah kepada Pemerintah Daerah yang Bersumber dari Pinjaman atau Hibah Luar Negeri Tahun 2015

Investasi Daerah

Investasi darah adalah penempatan sejumlah dana dan/atau barang dalam jangka panjang (>12 bulan) oleh pemerintah daerah untuk memperoleh manfaat ekonomi, manfaat sosial, dan/atau manfaat lainnya (PP No.1/2008 tentang Investasi Pemerintah), sehingga dapat meningkatkan kemampuan pemerintah daerah dalam rangka memberikan pelayanan kepada masyarakat. Penempatan dana dan/atau barang tersebut dalam bentuk penyertaan modal pemerintah daerah dan pemberian pinjaman daerah pada sisi pengeluaran pembiayaan dalam APBD (below the line). Penyertaan modal pemerintah daerah dimaksud dapat dilaksanakan apabila jumlah yang akan disertakan dalam tahun anggaran yang bersangkutan telah ditetapkan dalam peraturan daerah tentang penyertaan modal tersebut. Penyertaan modal dan pemberian pinjaman dapat dilakukan pemerintah daerah dengan BUMN, BUMD, dan/atau badan usaha swasta dalam bentuk Kerja sama Pemerintah dan Swasta (KPS) atau non-KPS. Khusus untuk KPS, dananya dapat digunakan untuk pengelolaan aset daerah dan penyediaan infrastruktur di daerah.

Penyelenggaraan LKD, KKD, dan KKDK

5.

Development of Seulawah Agam Geothermal

Bank Dunia

1

20.043.391.000

-

0,00

6.

Pembangunan Sanitasi

Australia

22

334.640.000.000

-

0,00

7.

Provincial Road Improvement and Maintenance (RIM)

Australia

1

284.600.000.000

104.304.155.000

36,65

8.

Microfinance Innovation Fund

ADB

2

97.073.123.000

63.804.841.916

65.73

9.

PKP-SPM Pendidikan Dasar

Uni Eropa

109

137.500.000.000

56.896.333.362

41,38

Jumlah

4.087.199.454.000

1.231.625.530.496

30,13%

No Proyek/Kegiatan Sumber

Jumlah Daerah

Pagu (Rp) Realisasi

(Rp)

%

1.

Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pascabencana

APBN

120

1.500.000.000.000

1.498.652.409.069

99.91

2.

Air Minum Rupiah Murni

APBN

87

442.077.000.000

309.878.000.000

70.10

3.

KAA 2015

APBN

1

8.551.912.000

8.551.912.000

100

Jumlah Rp. 1.950.628.912.000 Rp 1.817.082.321.069 93,15

Page 56: Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 fileLaporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 3 BAB I PROFIL DJPK 1.1 Struktur Organisasi Pada tanggal

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015

56

Untuk meningkatkan kemampuan aparatur daerah dalam pengelolaan keuangan daerah, sejak tahun 1981, Kementerian Keuangan melalui Biro Analisa Keuangan Daerah – Badan Analisa Keuangan dan Moneter (yang saat ini menjadi Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan) bekerjasama dengan University of Birmingham, telah menyelenggarakan pelatihan keuangan daerah dalam bentuk kegiatan Latihan Keuangan Daerah (LKD), Kursus Keuangan Daerah (KKD), dan Kursus Keuangan Daerah Khusus Penatausahaan Perbendaharaan Daerah dan Akuntansi Keuangan Daerah (KKDK). Kegiatan ini merupakan tindak lanjut dari kerjasama Kementerian Keuangan dengan University of Birmingham dalam bentuk kursus maupun kegiatan akademik formal yaitu program short course, program studi S2 dan S3 di bidang ilmu keuangan daerah bagi para pengajar di perguruan tinggi, PNS di pemerintah pusat, dan PNSD. Dalam pelaksanaan latihan/kursus, Kementerian Keuangan bekerjasama dengan 7 (tujuh) perguruan tinggi selaku center penyelenggara, yaitu Universitas Indonesia (sejak 1981), Universitas Gadjah Mada (1991), Universitas Hasanuddin (1994), Universitas Andalas (1996), Universitas Brawijaya (2007), Universitas Sam Ratulangi (2007), dan Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (2009).

Penunjukan UI, UGM, UNHAS, dan UNAND sebagai center penyelenggara adalah berdasarkan kapasitas tenaga pengajar yang dimiliki di bidang keuangan daerah yang sebagian besar merupakan alumnus program British Council (beasiswa S2 dan S3), University of Birmingham - Inggris dari tahun 1978 sampai dengan tahun 1996. Sedangkan center UNIBRAW, UNSRAT, dan STAN ditunjuk untuk memperkuat formasi center-center penyelenggara sebelumnya. Adapun data jumlah lulusan KKD/KKDK/LKD pada tahun 2011-2015 adalah sebagai berikut:

Tabel III.7 Jumlah Lulusan KKD/KKDK/LKD Tahun 2011-2014

Tahun Year

KKD KKDK LKD* Jumlah Lulusan

Number of Graduates

2010 420 634 147 1.201

2011 418 563 0 981

2012 360 528 0 888

2013 1.725 834 0 2.559

2014 1.680 1.200 0 2.880 * LKD ditiadakan sejak tahun 2011

3.4 Kilas Kebijakan Evaluasi Pendanaan dan Informasi Keuangan Daerah

Belanja Daerah

Implementasi desentralisasi fiskal setelah diterapkannya Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 mengalami peningkatan yang signifikan, ditandai dengan peningkatan alokasi transfer ke daerah dari tahun ke tahun. Pada tahun 2005, alokasi transfer ke daerah adalah sebesar Rp 150,46 triliun. Jumlah tersebut meningkat menjadi Rp643,8 triliun pada tahun 2015. Apabila dibandingkan alokasi Transfer ke Daerah pada tahun 2005, maka alokasi Transfer ke Daerah pada tahun 2015 meningkat sebesar Rp493,37 Triliun atau 327,9%. Hal ini menunjukkan keberpihakan pemerintah pusat dalam mendukung desentralisasi fiskal sebagai konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah yang luas dan bertanggung jawab.

Sejalan dengan hal tersebut, maka pemerintah daerah memiliki peran penting dan strategis dalam pembangunan ekonomi dan sosial masyarakat, antara lain melalui penyediaan

Page 57: Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 fileLaporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 3 BAB I PROFIL DJPK 1.1 Struktur Organisasi Pada tanggal

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015

57

infrastruktur ekonomi dan sosial yang memadai dan perbaikan pelayanan publik dasar. Dengan demikian,

pemerintah daerah harus mengendalikan penggunaan sumber daya yang dimiliki dalam bentuk anggaran sehingga tujuan, outcome, dan output yang menjadi target setiap tahunnya dapat tercapai. Target capaian tersebut hendaknya secara bertahap bergerak menuju target yang sebagaimana telah ditetapkan dalam RPJMD. APBD yang merupakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah merupakan alat akuntabilitas, manajemen, dan kebijakan ekonomi. Pemerintah daerah melalui APBD melaksanakan fungsi ekonomi pemerintah dalam hal mewujudkan pertumbuhan dan stabilitas perekonomian serta pemerataan pendapatan dalam rangka mencapai tujuan bernegara.

1. Struktur Belanja Daerah

Belanja daerah dalam APBD memiliki struktur, sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, yaitu dirinci sampai dengan unit organisasi, fungsi program, kegiatan, dan jenis belanja. Adapun kode belanja daerah dapat dijelaskan melalui grafik berikut.

Grafik III.16 Kode Belanja Daerah

Rincian objek belanja merupakan rincian klasifikasi jenis belanja dalam bentuk Bagan Akun Standar (BAS) atau CoA (Chart of Account) yang merupakan referensi akun untuk mencatat transaksi ke dalam jurnal dan buku besar dalam rangka penyusunan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah.

Jenis belanja daerah secara garis besar dapat dilihat pada grafik berikut.

Grafik III.17 Struktur Belanja Daerah

Page 58: Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 fileLaporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 3 BAB I PROFIL DJPK 1.1 Struktur Organisasi Pada tanggal

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015

58

2. Proporsi Belanja Daerah dalam Realisasi APBD

Proporsi belanja daerah dalam APBD Tahun 2011-2015 disajikan menggunakan data realisasi belanja APBD tahun 2011-2015. Proporsi disajikan secara nasional, yang kemudian dikomposisi secara agregat menurut provinsi dan kabupaten/kota. Dalam rangka memudahkan analisa, maka klasifikasi jenis belanja disajikan menjadi lima klasifikasi, yaitu : belanja pegawai, belanja modal, belanja barang dan jasa, belanja lainnya, dan belanja transfer. Belanja lainnya dalam hal ini terdiri dari belanja bunga, belanja subsidi, belanja hibah, belanja bantuan sosial, dan belanja tidak terduga.

Grafik III.18 Proporsi Belanja Daerah Secara Nasional (Triliun Rupiah)

Page 59: Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 fileLaporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 3 BAB I PROFIL DJPK 1.1 Struktur Organisasi Pada tanggal

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015

59

Belanja pegawai secara nasional dari tahun 2011-2015 semakin meningkat dan

menunjukkan proporsi yang dominan dalam struktur belanja daerah, disusul oleh belanja

modal, belanja barang dan jasa, belanja lainnya, dan belanja transfer. Proporsi masing-

masing belanja daerah tersebut disampaikan pada tabel berikut.

Tabel III.8 Persentase Proporsi Jenis Belanja Daerah Secara Nasional

Tahun Belanja Pegawai Belanja barang Belanja Modal Belanja Lainnya Transfer

2011 44,43% 20,43% 20,89% 6,29% 7,97%

2012 42,23% 19,52% 21,11% 8,67% 8,47%

2013 40,06% 20,19% 22,77% 8,78% 8,20%

2014 39,20% 20,75% 22,67% 7,82% 9,56%

2015 39,27% 20,97% 22,66% 6,69% 10,40%

Meskipun terlihat belanja pegawai makin meningkat sebagaimana ditujukan pada Grafik 3, namun proporsi terhadap total belanja APBD dari tahun 2011 sampai dengan 2015 semakin menurun. Proporsi belanja barang dengan belanja modal pada tahun 2011-2015 hanya berbeda sedikit, begitu pula dengan belanja lainnya dan transfer.

Grafik III.19 Proporsi Agregat Jenis Belanja Pemerintah Provinsi

Pada tingkat pemerintah provinsi kurun waktu 2011-2015, belanja barang dan jasa

merupakan belanja yang dominan secara nominal, kemudian disusul oleh belanja transfer,

belanja lainnya, belanja pegawai dan belanja modal. Apabila diperhatikan secara time

series, belanja transfer menunjukkan peningkatan yang paling signifikan jika dibandingkan

dengan belanja yang lain. Komponen transfer terdiri dari : transfer/ bagi hasil pendapatan

ke kabupaten/kota dan transfer/ bantuan keuangan.

Page 60: Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 fileLaporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 3 BAB I PROFIL DJPK 1.1 Struktur Organisasi Pada tanggal

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015

60

Tabel III.9 Persentase Proporsi Agregat Jenis Belanja Pemerintah Provinsi

Tahun Belanja Pegawai Belanja barang Belanja Modal Belanja Lainnya Transfer

2011 22,99% 25,40% 19,85% 9,01% 22,75%

2012 18,88% 23,00% 16,68% 19,71% 21,73%

2013 17,95% 23,65% 17,95% 19,55% 20,89%

2014 17,48% 21,64% 16,81% 17,88% 26,20%

2015 18,63% 22,31% 20,76% 15,54% 22,76%

Proporsi belanja pemerintah provinsi terhadap total belanjanya menunjukkan kondisi yang

sama bila dibandingkan secara nominal. Proporsi belanja pegawai dan belanja barang dan

jasa cenderung turun. Belanja modal secara proporsi berfluktuasi namun cenderung turun,

hal yang sama pula terjadi pada transfer yang sedikit turun dari tahun 2011-2013 namun

meningkat pada tahun 2014. Sedangkan Belanja lainnya cenderung meningkat.

Grafik III.20 Proporsi Agregat Jenis Belanja Pemerintah Kabupaten/Kota

Sebagaimana yang terlihat pada grafik di atas, agregat belanja pegawai pemerintah

kabupaten/kota meningkat secara nominal disusul oleh belanja modal, belanja barang dan

jasa, belanja lainnya, dan belanja transfer. Meskipun agregat belanja pegawai

kabupaten/kota secara nominal meningkat namun persentase proporsinya turun.

Tabel III.10 Persentase Proporsi Agregat Jenis Belanja Pemerintah Kabupaten/Kota

Tahun Belanja Pegawai Belanja Barang Belanja Modal Belanja Lainnya Transfer

2011 51,77% 18,73% 21,24% 5,36% 2,91%

2012 51,79% 18,10% 22,92% 4,14% 3,04%

2013 48,83% 18,82% 24,68% 4,51% 3,16%

2014 47,43% 20,41% 24,89% 4,01% 3,26%

2015 47,69% 20,43% 23,44% 3,08% 5,35%

Page 61: Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 fileLaporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 3 BAB I PROFIL DJPK 1.1 Struktur Organisasi Pada tanggal

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015

61

Persentase proporsi agregat jenis belanja kabupaten/kota dari tahun 2011-2015 untuk

belanja pegawai dan belanja lainnya cenderung turun. Sedangkan proporsi agregat belanja

barang dan jasa, belanja modal, dan belanja transfer cenderung meningkat. Persentase

proporsi belanja pegawai terhadap total belanja pemerintah kabupaten/kota merupakan

proporsi yang dominan.

3. Penyerapan Belanja APBD

Pemantauan penyerapan belanja APBD dilakukan dengan menghitung total realisasi belanja daerah secara nasional menggunakan data jumlah simpanan pemerintah daerah pada bank umum yang diperoleh dari Bank Indonesia tiap bulan. Kemudian realisasi dimaksud dibandingkan secara persentase terhadap total anggaran belanja daerah secara nasional. Adapun pola penyerapan belanja APBD disajikan pada grafik berikut.

Grafik III.21 Pola Penyerapan Belanja APBD Tahun 2011-2015 Secara Nasional

Pola penyerapan belanja APBD untuk tiap tahunnya memiliki pola yang sama, dimana pada bulan Januari s.d. Agustus terus meningkat, namun di bulan Agustus dan September cenderung stabil atau menurun untuk kemudian meningkat kembali pada bulan Oktober hingga Desember. Penyerapan belanja APBD yang tertinggi diperkirakan terjadi pada bulan Desember yaitu berkisar antara 19,93% hingga 22,77% terhadap total anggaran belanja APBD secara nasional, sebagaimana disajikan pada tabel berikut.

Tabel III.11 Persentase Penyerapan Belanja APBD Tahun 2011-2015 secara Nasional

SILPA Pemerintah Daerah dan Dana Pemerintah Daerah di Perbankan

1. SILPA Pemerintah Daerah

Dalam APBD dikenal istilah SiLPA singkatan dari Sisa Lebih Perhitungan Anggaran dan SILPA singkatan dari Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA). Yang pertama, SiLPA merupakan

0,00%

5,00%

10,00%

15,00%

20,00%

25,00%

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des

2015 2014 2013 2012 2011

Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des

2015 1,54% 3,93% 4,76% 6,26% 7,01% 7,03% 9,64% 7,10% 7,68% 8,40% 10,83% 19,93%

2014 2,48% 3,74% 3,93% 6,90% 5,94% 6,72% 10,63% 6,91% 5,76% 8,17% 9,03% 20,44%

2013 2,57% 4,34% 5,17% 6,95% 6,43% 7,32% 10,54% 5,83% 6,95% 9,08% 8,85% 20,65%

2012 3,40% 3,42% 4,99% 6,92% 6,09% 8,28% 8,25% 8,03% 7,88% 7,95% 8,90% 20,69%

2011 3,28% 3,69% 5,58% 6,28% 6,50% 6,32% 9,38% 11,97% 4,36% 8,33% 9,07% 22,77%

Page 62: Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 fileLaporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 3 BAB I PROFIL DJPK 1.1 Struktur Organisasi Pada tanggal

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015

62

salah satu komponen penerimaan pembiayaan (disebut SiLPA Tahun Sebelumnya) dan yang kedua, SILPA merupakan besaran surplus/defisit ditambah pembiayaan netto atau disebut sebagai SiLPA Tahun Berkenaan. Jadi dari sekuensnya adalah misalnya SILPA Tahun Berkenaan pada realisasi APBD Tahun 2014 akan menjadi salah satu komponen penerimaan pembiayaan dalam APBD Tahun 2015 yang dianggarkan sebagai SiLPA Tahun Sebelumnya.

Dalam konteks pengukuran kinerja keuangan daerah, jenis SiLPA yang disoroti adalah SILPA Tahun Berkenaan. Semakin tinggi nilai SILPA Tahun Berkenaan suatu daerah, hal ini mengindikasikan semakin rendah kinerja perencanaan dan pelaksanaan APBD secara keseluruhan. Tingginya besaran SILPA Tahun Berkenaan disebabkan 2 faktor yakni pelampauan pendapatan daerah dan realisasi belanja daerah yang rendah. Faktor pelampauan pendapatan daerah dapat terjadi karena sebagian daerah menetapkan target pendapatan daerah dalam APBD lebih rendah dari potensi pendapatannya. Sedangkan faktor realisasi belanja daerah yang rendah terjadi karena berbagai kendala yang muncul dalam pelaksanaan anggaran seperti gagal lelang barang dan jasa, penerbitan petunjuk teknis (juknis) oleh Pemerintah Pusat yang lambat, ataupun karena terdapat kegiatan baru dalam Perubahan APBD, sedangkan waktu dalam pelaksanaannya tidak cukup.

Berikut, disajikan besaran realisasi SILPA Tahun Berkenaan pada APBD tahun 2011 s.d. 2015

Grafik III.22 SILPA Tahun Berkenaan Tahun 2011-2015 (Triliun Rupiah)

Dari grafik di atas, terlihat bahwa SILPA Tahun Berkenaan untuk periode tahun 2011-2014

menunjukkan tren meningkat dari Rp78,32 triliun pada tahun 2011, kemudian menjadi

Rp125,63 triliun tahun 2014. Pada tahun 2015 SILPA mengalami penurunan menjadi

Rp101,59 triliun. Penurunan SILPA pada tahun 2015 antara lain disebabkan adanya

penundaan penyaluran DBH Triwulan IV tahun 2015, karena kondisi penerimaan negara

yang belum mengembirakan. Tren peningkatan SILPA ini sebagian disebabkan adanya

pelampauan pendapatan. Hal ini terjadi karena pemerintah daerah terlalu berhati-hati

dalam menetapkan target pendapatannya dalam APBD (rata-rata realisasi pendapatan

daerah mencapai 110,4% dari pendapatan APBD).

78,32

99,25 100,24

125,63

101,59

2011 2012 2013 2014 2015

Page 63: Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 fileLaporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 3 BAB I PROFIL DJPK 1.1 Struktur Organisasi Pada tanggal

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015

63

2. Dana Pemerintah Daerah di Perbankan

Simpanan pemerintah daerah di perbankan merupakan akumulasi dari seluruh dana pemerintah daerah yang ditempatkan di bank umum. Simpanan pemerintah daerah di perbankan terdiri dari 3 (tiga) jenis yaitu tabungan, giro, dan simpanan berjangka (deposito). Data simpanan pemerintah daerah di perbankan bersumber dari Bank Indonesia. Besaran simpanan pemerintah daerah di perbankan tidak seluruhnya mencerminkan kepemilikan daerah atas simpanan dimaksud untuk masing-masing daerah, akan tetapi jumlah simpanan masing-masing pemerintah daerah dilaporkan berdasarkan lokasi bank. Misalnya, simpanan kota Bogor dilaporkan sangat besar. Sesungguhnya, besaran jumlah simpanan tersebut tidak seluruhnya milik pemerintah kota Bogor, akan tetapi bisa juga pemerintah daerah lainnya juga menyimpan dananya dibank yang ada di kota Bogor, Kabupaten Bogor, Kabupaten Cianjur ataupun pemerintah daerah lainnya. Hal tersebut terjadi karena kedua pemda tersebut menyimpan uangnya di bank yang berlokasi di kota Bogor, sehingga yang dilaporkan ke Bank Indonesia adalah data simpanan pemerintah daerah yang menyimpan uang di kota Bogor.

Monitoring simpanan pemerintah daerah di perbankan dilakukan secara agregat nasional. Berikut ini disajikan besaran simpanan pemerintah daerah di perbankan untuk periode tahun 2011 s.d. 2015.

Grafik III.23 Besaran Simpanan Pemerintah Daerah di Perbankan Periode Tahun 2011-2015

Dari grafik di atas, dapat terlihat bahwa pola simpanan yang semakin meningkat pada 6 (enam) bulan pertama setiap tahunnya dan seterusnya polanya berfluktuasi. Pola simpanan yang meningkat pada bulan Januari hingga Juni terjadi karena kemungkinan pada bulan-bulan tersebut penerimaan daerah relatif lebih tinggi yang bersumber antara lain dari transfer Pemerintah Pusat, sedangkan pengeluaran dalam bentuk penyerapan anggaran umumnya masih rendah. Pada bulan-bulan tersebut, penyerapan anggaran belanja didominasi oleh belanja pegawai dan belanja rutin, sedangkan belanja masih rendah. Rendahnya penyerapan belanja modal ini kemungkinan karena lambatnya pemerintah daerah melakukan persiapan ataupun masih dalam proses pelelangan pekerjaan. Pergerakan penyerapan anggaran baru mulai terlihat meningkat pada bulan Juli dan bulan-bulan berikutnya, seiring dengan telah ditetapkannya pemenang lelang pekerjaan dan pelaksanaan kegiatan, sehingga penyerapan belanja daerah semakin meningkat hingga berakhirnya tahun anggaran.

Page 64: Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 fileLaporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 3 BAB I PROFIL DJPK 1.1 Struktur Organisasi Pada tanggal

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015

64

Kualitas Pengelolaan Keuangan Pemerintah Daerah

1. Penetapan Perda APBD Tepat Waktu

Pengelolaan keuangan pemerintah daerah diindikasikan antara lain dengan kepatuhan terhadap peraturan (compliance) dan Opini Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD). Salah satu kepatuhan atas ketentuan/ peraturan pengelolaan keuangan daerah adalah menetapkan peraturan daerah APBD tepat waktu atau maksimal sama dengan 31 Desember sebelum tahun anggaran APBD yang bersangkutan. Berikut ini disampaikan perkembangan penetapan perda APBD oleh pemerintah daerah dari tahun 2011-2015.

Grafik III.24 Jumlah Pemerintah Daerah Berdasarkan Waktu Penetapan Perda APBD

Jumlah daerah yang menetapkan perda APBD semakin meningkat dari tahun 2010-2015 yaitu dari 214 menjadi 464, sedangkan yang menetapkan setelah bulan tersebut mengalami penurunan. Hal ini menunjukkan tingkat kepatuhan pemerintah daerah dalam menetapkan APBD-nya sesuai waktu yang telah ditentukan. Dengan demikian, berimplikasi pada waktu yang cukup dan memadai dalam mendukung penyediaan pelayanan publik dengan hasil yang optimal.

2. Opini BPK atas LKPD Tahun 2011-2015 yang Membaik

Kualitas pengelolaan keuangan pemerintah daerah yang lainnya adalah terkait dengan hasil pemeriksaan BPK atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Tahun 2011-2014, yaitu berupa opini. Opini BPK terdiri dari : (1) Wajar Tanpa Pengecualian (WTP); (2) Wajar Dengan Pengecualian (WDP); (3) Tidak Wajar (TW); (4) Tidak memberikan Pendapat (TMP).

Des ThnSblm

Jan Peb Mar Apr Mei Juni

2010 214 160 76 60 12 1 1

2011 211 176 62 62 10 2 1

2012 274 139 60 41 6 4

2013 327 116 43 24 10 3 1

2014 354 92 47 30 9 4 1

2015 464 55 11 7 4 1 0

050

100150200250300350400450500

Jum

lah

Dae

rah

Page 65: Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 fileLaporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 3 BAB I PROFIL DJPK 1.1 Struktur Organisasi Pada tanggal

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015

65

Termasuk dalam klasifikasi WTP adalah Wajar Tanpa Pengecualian Dengan Paragraf Penjelas (WTP DPP). Adapun perkembangan pemerintah daerah yang memperoleh opini BPK atas LKPD adalah sebagai berikut :

Grafik III.25 Perkembangan Pemerintah Daerah Menurut Opini BPK atas LKPD Tahun 2015-2014

Jumlah pemerintah daerah yang memperoleh opini WTP dari tahun 2005-2014 meningkat signifikan yaitu dari 18 pemda menjadi 250 pemda, secara persentase dari 5% ke 50,8%. Angka persentase berdasarkan pemerintah daerah yang hingga penyusunan laporan ini sudah memiliki opini BPK atas LKPD-nya. Jumlah pemerintah daerah yang memperoleh opini WDP semakin berkurang dari 307 menjadi 226 pemda. Pemerintah daerah yang memperoleh opini TMP dan TW pun semakin berkurang. Hal demikian memunjukkan kualitas pengelolaan keuangan pemerintah daerah semakin baik.

3. Penumpukan Simpanan Pemda di Perbankan

Untuk menyelesaikan berbagai permasalahan yang terkait dengan penumpukan simpanan

pemda diperbankan dalam jumlah tidak wajar, harus mencari berbagai penyebab dan akar

masalahnya sehingga dapat diselesaikan secara komprehensif. Salah satu instrumen yang

telah dilakukan adalah melalui pengaturan mengenai konversi penyaluran DAU/DBH dalam

bentuk nontunai. Hal ini sebagaimana telah diatur dalam UU Nomor 14 Tahun 2015 tentang

APBN Tahun 2016, yang mengatur bahwa bagi daerah-daerah yang mempunyai posisi kas

dalam jumlah tidak wajar akan dikonversi penyaluran DBH dan/ atau DAU dalam bentuk

Nontunai. Selanjutnya ketentuan lebih lanjut mengenai hal tersebut diatur melalui Peraturan

Menteri Keuangan (PMK) Nomor 235/PMK.07/2015 sebagaimana telah diubah dengan PMK

Nomor 93/PMK.07/2016 tentang Konversi Penyaluran DBH dan/ atau DAU Dalam Bentuk

Nontunai.

Tujuan konversi penyaluran DAU dan/atau DBH (dana transfer ke daerah yang berbentuk

block grant) dalam bentuk SBN dimaksud adalah:

13 2859

31 4826 8 6 9 3

24

105

123

118111

121

9678 21 13

307

327

283323

330 341

349

319

277

226

18

3 413

15 3467

120

151250

-50

50

150

250

350

450

550

2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014

WTP

WDP

TMP

TW

3,6% 6,0%12,6%

6,4% 9,5%5,0% 1,5% 1,1% 2,0% 0,6%

6,6%

22,7%

26,2%

24,3%22,0%

23,2%

18,5%14,9% 4,6% 2,6%

84,8%

70,6%

60,3%

66,6% 65,5%65,3%

67,1%

61,0%

60,5%

45,9%

5,0%0,6% 0,9% 2,7% 3,0% 6,5%

12,9%

22,9%

33,0%

50,8%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014

WTP

WDP

TMP

TW

Page 66: Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 fileLaporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 3 BAB I PROFIL DJPK 1.1 Struktur Organisasi Pada tanggal

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015

66

a. Untuk mendorong Pemda, agar segera mempercepat penyerapan belanja APBD. Hal ini,

terutama karena jika pemda tidak segera membelanjakan dana transfer ke daerah, baik

DAU maupun DBH yang sudah dicairkan, dan lebih memilih menyimpan dananya di

perbankan, maka daerah yang bersangkutan bisa mendapatkan sanksi berupa penyaluran

DBH dan/atau DAU tidak lagi berupa tunai, tetapi dalam bentuk nontunai atau dalam

bentuk Surat Berharga Negara (SBN);

b. Untuk mempercepat penyerapan belanja APBD, yang akan mendorong akselerasi

penyediaan infrastruktur publik, barang dan jasa publik, serta pemberian pelayanan

publik, sehingga akan menstimulasi kegiatan perekonomian masyarakat daerah;

c. Untuk mengoptimalkan pemanfaatan dana pemerintah daerah yang disimpan di

perbankan, agar dapat segera dibelanjakan menjadi barang dan jasa publik, prasarana

dan sarana publik, dan pelayanan publik, karena kalau tidak segera dimanfaatkan, akan

berimplikasi pada digantinya penyaluran DAU dan/atau DBH dengan SBN; dan

Adapun mekanisme konversi tersebut direncanakan dilakukan melalui tahapan sebagai

berikut:

a. Menetapkan daerah yang mempunyai posisi kas dalam jumlah yang tidak wajar, yaitu

daerah yang memiliki uang kas dan/atau simpanan di bank dalam jumlah tidak wajar.

Simpanan dibank dalam jumlah tidak wajar merupakan daerah yang memiliki posisi kas

setelah dikurangi belanja operasi, belanja modal, transfer bagi hasil pendapatan, dan

transfer bantuan keuangan untuk kurun waktu 3 bulan berikutnya.

b. Menetapkan besaran penyaluran DAU dan/atau DBH yang akan dikonversi ke dalam SBN

dengan memperhaikan volume APBD, alokasi DBH dan/atau DAU, atau faktor lainnya

yang terkait dengan kemampuan keuangan daerah.

Jenis SBN tersebut adalah dalam bentuk Surat Perbendaharaan Negara (SPN) atau Surat

Perbendaharaan Negara Syariah (SPN-N)., yang tidak dapat diperdagangkan. Adapun

jangka waktunya adalah selama 3 bulan dengan suku bunga/imbalan yang direncanakan

sebesar 50% (lima puluh per seratus) per tahun dari tingkat suku bunga penempatan kas

Pemerintah Pusat di Bank Indonesia. Tingkat suku bunga penempatan dana pemerintah di

BI sebesar 65% dari BI Rate.

Sementara itu, pelunasan SBN dapat dilakukan pada saat jatuh tempo maupun sebelum

jatuh tempo (early redemption). Adapun untuk periodesasi pelaksanaan konversi

penyaluran DBH dan/atau DAU dalam bentuk Non Tunai tersebut dilakukan pada triwulan I

dan triwulan II. Pelaksanaan konversi pada triwulan I dan triwulan II ini adalah upaya untuk

mendorong pemerintah daerah dapat melakukan serapan belanja APBD tepat waktu dan

tidak menumpuk pada triwulan III dan triwulan IV. Dalam rangka pelaksanaan konversi

Page 67: Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 fileLaporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 3 BAB I PROFIL DJPK 1.1 Struktur Organisasi Pada tanggal

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015

67

tersebut, Bank Indonesia akan melakukan setelmen, dan untuk itu kapada daerah

diharuskan untuk membuka rekening subregistry di bank kustodian.

Data yang digunakan untuk perhitungan dana idle dan kebutuhan pengeluaran daerah

bersumber dari Pemerintah Daerah dan Bank Indonesia. Data dari Pemerintah Indonesia

terdiri dari (i) Perkiraan Pengeluaran Kas Daerah Bulanan, (ii) Posisi Kas Pemerintah

Daerah, (iii) Ringkasan Realisasi APBD Bulanan. Sedangkan data yang bersumber dari Bank

Indonesia adalah data simpanan pemerintah daerah di perbankan yang dipergunakan

sebagai data pendukung untuk perhitungan besaran dana idle. Bagi daerah yang tidak

menyampaikan data data yang dibutuhkan untuk perhitungan konversi ini, maka DAU atau

DBH daerah yang bersangkutan akan ditunda penyalurannya.

Dengan adanya kebijakan konversi penyaluran DBH dan atau. DAU dalam bentuk SBN

tersebut diharapkan dapat menjadi “cemeti” bagi daerah-daerah yang selama ini lebih

senang menempatkan dananya diperbankan dengan mengharapkan imbalan bunga yang

cukup tinggi dibanding membelanjakan untuk kepentingan masyarakat dan mengerakan

perekonomian di daerah.

Page 68: Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 fileLaporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 3 BAB I PROFIL DJPK 1.1 Struktur Organisasi Pada tanggal

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015

68

BAB IV

KILAS PERISTIWA 2015

4.1 Sosialisasi Kebijakan Dana Desa selama Tahun 2015

Hingga 31 Desember 2015, realisasi penyaluran Dana Desa yang berasal dari APBN adalah sebesar Rp20.766.200.000.000 atau 100% dari pagu. Pada tahun tersebut, Sosialisasi Kebijakan Dana Desa telah dilaksanakan di 195 kabupaten/kota yang terdiri dari 39.433 desa. Jumlah tersebut telah sesuai dengan rencana pelaksanaan sosialisasi pada tahun 2015.

Untuk kabupaten/kota yang belum mendapatkan Sosialisasi Kebijakan Dana Desa, akan diberikan sosialisasi pada tahun 2016 dan 2017 masing-masing pada 184 dan 56 kabupaten/kota.

Daftar kabupaten/kota yang telah mendapatkan Sosialisasi Kebijakan Dana Desa selama tahun 2015 adalah sebagai berikut.

Tabel IV.1 Rekapitulasi Sosialisasi Kebijakan Dana Desa Tahun 2015

No Kabupaten/Kota Waktu Pelaksanaan

1 Kab. Lombok Barat Rabu, 08 April 2015

2 Kab. Lombok Utara Kamis, 09 April 2015

3 Kab. Maluku Tengah Senin, 13 April 2015

4 Kab. Takalar Selasa, 14 April 2015

5 Kab. Seram Bagian Barat Rabu, 15 April 2015

6 Kab. Minahasa Jumat, 17 April 2015

7 Kab. Bojonegoro Kamis, 23 April 2015

8 Kab. Lombok Tengah Kamis, 23 April 2015

9 Kab. Lombok Timur Jumat, 24 April 2015

10 Kab. Tegal Selasa, 28 April 2015

11 Kab. Brebes Rabu, 29 April 2015

12 Kab. Minahasa Selatan Senin, 04 Mei 2015

13 Kab. Minahasa Utara Selasa, 05 Mei 2015

14 Kab. Halmahera Barat Selasa, 05 Mei 2015

15 Kab. Kuningan Rabu, 06 Mei 2015

16 Kab. Malang Rabu, 06 Mei 2015

17 Kab. Tapin Rabu, 06 Mei 2015

18 Kab. Minahasa Tenggara Rabu, 06 Mei 2015

19 Kab. Halmahera Tengah Rabu, 06 Mei 2015

20 Kab. Langkat Kamis, 07 Mei 2015

21 Kab. Ciamis Kamis, 07 Mei 2015

22 Kab. Ponorogo Kamis, 07 Mei 2015

23 Kota Batu Kamis, 07 Mei 2015

24 Kab. Hulu Sungai Selatan Kamis, 07 Mei 2015

25 Kota Tidore Kepulauan Kamis, 07 Mei 2015

26 Kab. Pangandaran Jumat, 08 Mei 2015

27 Kab. Trenggalek Jumat, 08 Mei 2015

Page 69: Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 fileLaporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 3 BAB I PROFIL DJPK 1.1 Struktur Organisasi Pada tanggal

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015

69

No Kabupaten/Kota Waktu Pelaksanaan

28 Kab. Tangerang Rabu, 13 Mei 2015

29 Kab. Tapanuli Tengah Jumat, 15 Mei 2015

30 Kab. Bone Bolango Jumat, 15 Mei 2015

31 Kab. Lampung Tengah Selasa, 19 Mei 2015

32 Kab. Lampung Timur Rabu, 20 Mei 2015

33 Kab. Nias Kamis, 21 Mei 2015

34 Kab. Nias Barat Jumat, 22 Mei 2015

35 Kab. Sidoarjo Jumat, 22 Mei 2015

36 Kab. Tuban Minggu, 24 Mei 2015

37 Kab. Deli Serdang Senin, 25 Mei 2015

38 Kab. Kubu Raya Senin, 25 Mei 2015

39 Kab. Serdang Bedagai Selasa, 26 Mei 2015

40 Kab. Majalengka Selasa, 26 Mei 2015

41 Kab. Kutai Barat Selasa, 26 Mei 2015

42 Kab. Sumedang Rabu, 27 Mei 2015

43 Kab. Kutai Kartanegara Rabu, 27 Mei 2015

44 Kab. Indragiri Hilir Kamis, 28 Mei 2015

45 Kab. Subang Kamis, 28 Mei 2015

46 Kab. Sumenep Kamis, 28 Mei 2015

47 Kab. Indragiri Hulu Jumat, 29 Mei 2015

48 Kab. Pamekasan Jumat, 29 Mei 2015

49 Kab. Serang Senin, 01 Juni 2015

50 Kota Gunungsitoli Rabu, 03 Juni 2015

51 Kab. Manggarai Rabu, 03 Juni 2015

52 Kab. Nias Utara Kamis, 04 Juni 2015

53 Kab. Bandung Kamis, 04 Juni 2015

54 Kab. Manggarai Timur Kamis, 04 Juni 2015

55 Kab. Bandung Barat Jumat, 05 Juni 2015

56 Kab. Manggarai Barat Jumat, 05 Juni 2015

57 Kab. Lumajang Selasa, 09 Juni 2015

58 Kab. Tapanuli Selatan Rabu, 10 Juni 2015

59 Kab. Pelalawan Rabu, 10 Juni 2015

60 Kab. Klaten Rabu, 10 Juni 2015

61 Kab. Sumbawa Rabu, 10 Juni 2015

62 Kota Padang Sidempuan Kamis, 11 Juni 2015

63 Kab. Kampar Kamis, 11 Juni 2015

64 Kab. Sukoharjo Kamis, 11 Juni 2015

65 Kab. Jembrana Kamis, 11 Juni 2015

66 Kab. Bangli Jumat, 12 Juni 2015

67 Kab. Sumbawa Barat Jumat, 12 Juni 2015

68 Kab. Batu Bara Selasa, 16 Juni 2015

69 Kab. Bengkalis Selasa, 16 Juni 2015

70 Kab. Asahan Rabu, 17 Juni 2015

71 Kab. Paser Rabu, 17 Juni 2015

72 Kab. Bolaang Mongondow Jumat, 19 Juni 2015

73 Kab. Kepulauan Sangihe Sabtu, 20 Juni 2015

74 Kab. Tanggamus Senin, 22 Juni 2015

Page 70: Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 fileLaporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 3 BAB I PROFIL DJPK 1.1 Struktur Organisasi Pada tanggal

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015

70

No Kabupaten/Kota Waktu Pelaksanaan

75 Kab. Pringsewu Selasa, 23 Juni 2015

76 Kab. Ogan Ilir Kamis, 25 Juni 2015

77 Kab. Ogan Komering Ilir Jumat, 26 Juni 2015

78 Kab. Jeneponto Senin, 29 Juni 2015

79 Kab. Bantaeng Selasa, 30 Juni 2015

80 Kab. Toba Samosir Jumat, 03 Juli 2015

81 Kab. Kuantan Singingi Jumat, 03 Juli 2015

89 Kab. Bima Selasa, 04 Agustus 2015

90 Kab. Bekasi Rabu, 05 Agustus 2015

91 Kab. Grobogan Rabu, 05 Agustus 2015

92 Kab. Badung Rabu, 05 Agustus 2015

93 Kab. Nunukan Rabu, 05 Agustus 2015

94 Kab. Blora Kamis, 06 Agustus 2015

95 Kab. Gianyar Kamis, 06 Agustus 2015

96 Kota Denpasar Jumat, 07 Agustus 2015

97 Kab. Kapuas Hulu Senin, 10 Agustus 2015

98 Kab. Muara Enim Selasa, 11 Agustus 2015

99 Kab. Ogan Komering Ulu Selasa, 11 Agustus 2015

100 Kab. Sintang Selasa, 11 Agustus 2015

101 Kab. Lahat Rabu, 12 Agustus 2015

102 Kab. Ogan Komering Ulu Timur Rabu, 12 Agustus 2015

103 Kab. Gresik Rabu, 12 Agustus 2015

104 Kab. Ogan Komering Ulu Selatan Kamis, 13 Agustus 2015

105 Kab. Empat Lawang Kamis, 13 Agustus 2015

106 Kab. Lamongan Kamis, 13 Agustus 2015

107 Kab. Melawi Kamis, 13 Agustus 2015

108 Kab. Way Kanan Senin, 17 Agustus 2015

109 Kab. Dairi Rabu, 19 Agustus 2015

110 Kab. Madiun Rabu, 19 Agustus 2015

111 Kab. Karo Kamis, 20 Agustus 2015

112 Kab. Wonogiri Kamis, 20 Agustus 2015

113 Kab. Berau Selasa, 25 Agustus 2015

114 Kab. Lampung Utara Jumat, 28 Agustus 2015

115 Kab. Kutai Timur Jumat, 28 Agustus 2015

116 Kab. Banyuwangi Selasa, 01 September 2015

117 Kab. Bondowoso Rabu, 02 September 2015

118 Kab. Simalungun Kamis, 03 September 2015

119 Kab. Situbondo Kamis, 03 September 2015

120 Kab. Pahuwato Rabu, 09 September 2015

121 Kab. Buleleng Kamis, 10 September 2015

122 Kab. Tabanan Kamis, 10 September 2015

123 Kab. Gorontalo Kamis, 10 September 2015

124 Kab. Maros Jumat, 18 September 2015

125 Kab. Pangkajene Kepulauan Sabtu, 19 September 2015

126 Kab. Padang Pariaman Kamis, 01 Oktober 2015

127 Kab. Solok Kamis, 01 Oktober 2015

128 Kab. Pesisir Selatan Jumat, 02 Oktober 2015

Page 71: Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 fileLaporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 3 BAB I PROFIL DJPK 1.1 Struktur Organisasi Pada tanggal

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015

71

No Kabupaten/Kota Waktu Pelaksanaan

129 Kab. Solok Selatan Jumat, 02 Oktober 2015

130 Kab. Rembang Jumat, 02 Oktober 2015

131 Kab. Pati Sabtu, 03 Oktober 2015

132 Kab. Karanganyar Senin, 05 Oktober 2015

133 Kab. Sragen Senin, 05 Oktober 2015

134 Kab. Malinau Kamis, 15 Oktober 2015

135 Kab. Tana Tidung Jumat, 16 Oktober 2015

136 Kab. Lampung Barat Selasa, 20 Oktober 2015

137 Kab. Pesisir Barat Rabu, 21 Oktober 2015

138 Kab. Pakpak Barat Kamis, 22 Oktober 2015

139 Kab. Halmahera Selatan Selasa, 27 Oktober 2015

140 Kab. Halmahera Timur Kamis, 29 Oktober 2015

141 Kab. Mojokerto Senin, 02 November 2015

142 Kab. Jombang Selasa, 03 November 2015

143 Kab. Sleman Kamis, 05 November 2015

144 Kab. Tapanuli Utara Senin, 09 November 2015

145 Kab. Humbang Hasundutan Selasa, 10 November 2015

146 Kab. Barito Kuala Rabu, 11 November 2015

147 Kab. Batang Kamis, 12 November 2015

148 Kab. Tabalong Kamis, 12 November 2015

149 Kab. Balangan Kamis, 12 November 2015

150 Kab. Sukabumi Jumat, 13 November 2015

151 Kab. Pemalang Jumat, 13 November 2015

152 Kab. Hulu Sungai Tengah Jumat, 13 November 2015

153 Kab. Hulu Sungai Utara Jumat, 13 November 2015

154 Kab. Boalemo Sabtu, 14 November 2015

155 Kab. Jayapura Rabu, 18 November 2015

156 Kota Jayapura Rabu, 18 November 2015

157 Kab. Sanggau Kamis, 19 November 2015

158 Kab. Keerom Kamis, 19 November 2015

159 Kab. Sekadau Jumat, 20 November 2015

160 Kab. Karangasem Jumat, 20 November 2015

161 Kab. Klungkung Jumat, 20 November 2015

162 Kab. Biak Numfor Selasa, 24 November 2015

163 Kab. Musi Banyuasin Rabu, 25 November 2015

164 Kab. Supiori Rabu, 25 November 2015

165 Kab. Nias Selatan Kamis, 26 November 2015

166 Kab. Musi Rawas Kamis, 26 November 2015

167 Kab. Sampang Kamis, 26 November 2015

168 Kab. Merauke Kamis, 26 November 2015

169 Kab. Bangkalan Jumat, 27 November 2015

170 Kab. Mandailing Natal Senin, 30 November 2015

171 Kab. Cilacap Senin, 30 November 2015

172 Kab. Padang Lawas Selasa, 01 Desember 2015

173 Kab. Kayong Utara Selasa, 01 Desember 2015

174 Kab. Maluku Tenggara Barat Selasa, 01 Desember 2015

175 Kab. Padang Lawas Utara Rabu, 02 Desember 2015

Page 72: Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 fileLaporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 3 BAB I PROFIL DJPK 1.1 Struktur Organisasi Pada tanggal

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015

72

No Kabupaten/Kota Waktu Pelaksanaan

176 Kab. Kepahiang Rabu, 02 Desember 2015

177 Kab. Cirebon Rabu, 02 Desember 2015

178 Kab. Ketapang Rabu, 02 Desember 2015

179 Kota Ambon Rabu, 02 Desember 2015

180 Kab. Seluma Kamis, 03 Desember 2015

181 Kab. Indramayu Kamis, 03 Desember 2015

182 Kab. Banjar Sabtu, 05 Desember 2015

183 Kab. Katingan Senin, 07 Desember 2015

184 Kota Banda Aceh Rabu, 09 Desember 2015

185 Kab. Kolaka Rabu, 09 Desember 2015

186 Kab. Bireuen Kamis, 10 Desember 2015

187 Kab. Probolinggo Kamis, 10 Desember 2015

188 Kab. Kolaka Utara Kamis, 10 Desember 2015

189 Kab. Pasuruan Jumat, 11 Desember 2015

190 Kab. Kolaka Timur Jumat, 11 Desember 2015

191 Kab. Mesuji Kamis, 17 Desember 2015

192 Kab. Tulang Bawang Jumat, 18 Desember 2015

193 Kab. Tulang Bawang Barat Jumat, 18 Desember 2015

194 Kab. Pekalongan Selasa, 22 Desember 2015

195 Kab. Garut Rabu, 23 Desember 2015

4.2 Galeri Kegiatan DJPK Tahun 2015

a. Advertorial Transfer ke Daerah dan Dana Desa di MetroTV

b. Penyerahan Penghargaan kepada Kepala Daerah Penerima DID 2015

Page 73: Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 fileLaporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 3 BAB I PROFIL DJPK 1.1 Struktur Organisasi Pada tanggal

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015

73

c. Penandatanganan Hibah Daerah dengan Walikota Bandung

d. Peresmian Aula Nagara Dana Rakca

e. Peringatan Hari Jadi DJPK

f. Bimbingan Teknis Kebijakan Hibah Daerah

Page 74: Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 fileLaporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 3 BAB I PROFIL DJPK 1.1 Struktur Organisasi Pada tanggal

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015

74

g. Rapat Kerja DJPK 2015

h. Pelaksanaan Lelang BMN

i. Pelantikan Pejabat Eselon III dan IV di DJPK

Page 75: Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 fileLaporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 3 BAB I PROFIL DJPK 1.1 Struktur Organisasi Pada tanggal

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015

75

j. Rapat Koordinasi Pengalokasian DAK

k. Sosialisasi Transfer ke Daerah dan Dana Desa TA 2016

l. Seminar Hasil Penelitian Tim Asistensi Desentralisasi Fiskal

Page 76: Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 fileLaporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015 3 BAB I PROFIL DJPK 1.1 Struktur Organisasi Pada tanggal

Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan 2015

76