laporan survey kebutuhan masyarakat
TRANSCRIPT
TUGAS AKK
LAPORAN SURVEY KEBUTUHAN MASYARAKAT PADA PELAYANAN
KESEHATAN DI MEDOKAN SEMAMPIR
SUKOLILO SURABAYA
OLEH :
KELOMPOK 3
Dwi Helynarti Syurandari, S.Si. NIM. 101214153010Linur Ficca Agustina, S.KM. NIM. 101214153035Dian Fadilah Adityaning Ayu, S.KM. NIM. 101214153022Diyan Mutyah, S.Kep. NIM. 101214153037Timbuktu Harthana, S.I.P. NIM. 101214153023Fattahil Alim, S.KM. NIM. 101214153062
PROGRAM MAGISTER ILMU KESEHATAN MASYARAKATFAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS AIRLANGGASURABAYA
2012
BAB 1PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan merupakan salah satu hal yang paling penting dalam
menunjang kegiatan kita sehari-hari. Untuk mewujudkan sehat tidaklah
mudah, banyak faktor- faktor yang mempengaruhi serta membuat sehat itu
sulit untuk diciptakan. Akan tetapi kebijakan-kebijakan pemerintah serta
kesadaran diri merupakan hal yang patut diperhatikan untuk mewujudkan
pembangunan kesehatan. Untuk itu perlunya keikutsertaaan serta berani
mengambil peran dalam proses pembangunan kesehatan sangat diharapkan.
Masyarakat yang peduli akan kesehatan dan sadar akan hidup sehat,tempat
pelayanan kesehatan yang baik dan merata, akses yang mudah serta biaya
yang terjangkau adalah beberapa contoh pembangunan kesehatan yang
sukses. Namun melihat keadaan kita sekarang ini, penyakit jantung, anak
yang kekurangan gizi, kemiskinan, diare dan banyak lainnya merupakan
cermin untuk kita. Perlunya penataan yang baik dari segi kebijakan maupun
kesadaran masyarakat akan berpengaruh besar dalam hal pembangunan
kesehatan. Masalah kesehatan menjadi prioritas penting karena berpengaruh
pada tingkat produktifitas seseorang ataupun kelompok. Banyak faktor yang
mempengaruhi serta membuat tingkat kesehatan itu baik atau tidaknya. Maka
dari itu kita perlu mengetahui bagaimana kebutuhan masyarakat akan
pelayanan kesehatan.
1
2
B. Batasan Dan Rumusan Masalah
1. Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dalam penelitian ini faktor
yang diteliti dibatasi pada kebutuhan masyarakat pada pelayanan
kesehatan Di Medokan Semampir Sukolilo Surabaya.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan hal tersebut maka perumusan masalahnya adalah
”Bagaimana kebutuhan masyarakat pada pelayanan kesehatan Di Medokan
Semampir Sukolilo Surabaya?”
C. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui kebutuhan masyarakat pada pelayanan kesehatan Di
Medokan Semampir Sukolilo Surabaya.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Dapat meningkatkan pengetahuan dan menambah pengalaman bagi
peneliti dalam melakukan kegiatan penelitian.
2. Bagi Praktis
a. Bagi Profesi
Dapat digunakan sebagai masukan bagi tenaga kesehatan dalam
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan masyarakat.
b. Bagi Responden
Dapat menambah pengetahuan kepada responden terutama
tentang kebutuhan masyarakat pada pelayanan kesehatan.
3
c. Bagi Pelayanan Kesehatan
Sebagai bahan kajian dalam peningkatan pelayanan kesehatan
pada masyarakat.
3. Manfaat Teoritis
a. Bagi Lembaga Pendidikan
Sebagai masukan dan memberikan sumbangan pemikiran tentang
kebutuhan masyarakat pada pelayanan kesehatan Di Medokan
Semampir Sukolilo Surabaya.
BAB 2TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Konsep Dasar Perilaku
a. Pengertian
Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme atau
makhluk hidup yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari segi biologis
semua makhluk hidup termasuk binatang dan manusia mempunyai
aktivitas masing-masing (Notoatmodjo, 2010 : 43).
Skinner (1938), seorang ahli psikologis merumuskan bahwa
perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus
(rangsangan dari luar). Dengan demikian, perilaku manusia terjadi
melalui proses : Stimulus Organisme Respon, sehingga teori
Skinner ini disebut teori “SOR” (stimulus-organisme-respon).
Selanjutnya, teori Skiner menjelaskan adanya dua jenis respon yaitu
Respondent respons atau refleksif dan Operant respons atau
instrumental respon (Notoatmodjo, 2010 : 43).
Perilaku seseorang adalah sangat kompleks dan mempunyai
bentangan yang sangat luas. Benyamin Bloom (1908) sorang ahli
psikologi pendidikan, membedakan adanya 3 area, wilayah, ranah atau
domain perilaku, yakni kognitif (cognitive), efektif (effective), dan
psikomotor (psychomotor). Kemudian oleh ahli pendidikan di
Indonesia, ketiga domain ini diterjemahkan ke dalam cipta (kognitif),
4
5
rasa (afektif), dan karsa (psikomotor), atau peri cipta, peri rasa dan peri
tindak (Notoatmodjo, 2010 : 50).
b. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Seseorang
Lawrence Green (1980) dalam Maulana 2009 mencoba
menganalisa perilaku manusia dari tingkat kesehatan. Kesehatan
seorang atau masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor pokok, yaitu faktor
perilaku (behavior causes) dan factor diluar perilaku (non-behavior
causes). Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari
3 faktor :
1) Faktor-faktor predisposisi (predisposing factor), yang berwujud
dalam pengetahuan, sikap kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, dan
sebagainya.
2) Faktor-faktor pendukung (enabling factor), yang terwujud dalam
lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas
atau sarana-sarana.
3) Faktor-faktor pendorong (reinforcing factor) yang terwujud dalam
sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain, yang
merupakan kelompok referensidari perilaku masyarakat (Maulana,
2009 : 226).
c. Prosedur Pembentukan Perilaku
Skinner (1938) merumuskan bahwa perilaku merupakan respon
atau reaksi seseorang terhadap stimulus (teori “S-O-R” atau Stimulus
Organisme Respons).
6
Skinner membedakan adanya dua respon, yaitu:
1) Respondent Respons atau refleksif, yakni respon yang ditimbulkan
oleh rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu yang disebut
eleciting stimuli, karena menimbulkan respon-respon yang relatif
tetap.
2) Operant respons atau instrumental respon, yakni respon yang
timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh stimuli atau
rangsangan yang lain. Perangsang yang terakhir ini disebut
reinforcing stimuli atau reinforcer, karena berfungsi untuk
memperkuat respon (Notoatmodjo, 2010 : 44).
Perilaku manusia sebagian besar adalah perilaku yang dibentuk,
perilaku yang dipelajari. Berkaitan dengan hal tersebut maka salah satu
persoalan ialah bagaimana cara membantu perilaku itu sesuai yang
diharapkan. Cara pembentukan perilaku tersebut, antara lain :
1) Cara pembentukan perilaku dengan kebiasaan
Salah satu cara pembentukan perilaku dapat ditempuh
dengan cara membiasakan diri untuk berperilaku yang diharapkan,
akhirnya akan terbentuklah perilaku tersebut.
2) Pembentukan perilaku dengan pengertian (insight)
Pembentukan perilaku dapat ditempuh dengan pngertian
atau insight. Cara ini berdasarkan teori belajar kognitif, yaitu
belajar dengan disertai adanya pengertian.
7
3) Perilaku dengan menggunakan model
Pembentukan Pembentukan pribadi juga dapat ditempuh
dengan menggunaka model dan contoh. Kalau orang bicara bahwa
orang tua sebagai contoh anak-anaknya, pemimpin sebagai panutan
yang dipimpinnya, hal tersebut menunjukkan pembentukan
perilaku dengan menggunakan model. Cara ini didasarkan atas
teori belajar social (social lerning theory) atau observational
lerning theory yang dikemukakan bandura (1997) (Maulana, 2009 :
224).
d. Bentuk Perilaku
Perilaku dapat diartikan sebagai suatu tanggapan individu
terhadap rangsangan yang berasal dari dalam maupun luar diri individu
terhadap rangsangan yang berasal dalam maupun dari luar diri
individu tersebut.
Secara garis besar bentuk perilaku ada dua macam, yaitu :
1) Perilaku tertutup
Perilaku tertutup terjadi bila respon terhadap stimulus
tersebut masih belum dapat diamati orang lain (dari luar) secara
jelas. Respon seseorang masih terbatas dalm bentuk perhatian,
perasaan, persepsi, pengetahuan dan sikap terhadap stimulus yang
bersangkutan (Notoatmodjo, 2010 : 44).
2) Perilaku terbuka
8
Perilaku terbuka ini terjadi bila respon terhadap stimulus
tersebut sudah berupa tindakan atau praktik ini dapat diamati orang
lain dari luar (Notoatmodjo, 2010 : 44).
3) Perilaku Kesehatan
Sejalan dengan batasan perilaku menurut Skinner tersebut,
maka perilaku kesehatan (health behavior) adalah respon
seseorang terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan
sehat-sakit, penyakit, dan faktor-faktor yang mempengaruhi sehat-
sakit (kesehatan) seperti lingkungan, makanan, minuman dan
pelayanan kesehatan. Dengan perkataan lain perilaku kesehatan
adalah semua aktivitas atau kegiatan seseorang, baik yang dapat
diamati (observable) maupun yang tidak dapat diamati
(unobservable), yang berkaitan dengan pemeliharaan dan
peningkatan kesehatan. Pemeliharaan kesehatan ini mencakup
mencegah atau melindungi diri dari penyakit dan masalah
kesehatan lain,meningkatkan kesehatan, dan mencari penyembuhan
apabila sakit atau terkena masalah kesehatan (Notoatmodjo, 2010 :
46).
Oleh sebab itu, perilaku kesehatan pada garis besarnya
dikelompokkan menjadi dua, yakni :
a) Perilaku orang yang sehat agar tetap sehat dan meningkat
Perilaku ini disebut perilaku sehat (healthy behavior),
yang mencakup perilaku-perilaku (overt dan covert behavior)
9
dalam mencegah atau menghindar dari penyakit dan penyebab
penyakit/masalah, atau penyebab masalah kesehatan (perilaku
preventif) dan perilaku dalam mengupayakan meningkatnya
kesehatan (perilaku promotif).
10
b) Perilaku orang yang sakit atau terkena masalah
Untuk memperoleh penyembuhan atau pemecahan
masalah kesehatannya. Perilaku ini disebut perilaku pencarian
pelayanan kesehatan (health seeking behavior) (Notoatmodjo,
2010 : 47).
2. Konsep Demand Dalam Sektor Kesehatan
a. Pengertian Demand Kesehatan
Dalam membahas konsep demand sektor kesehatan, perlu ada
pembedaan mengenai demand for health dan demand for health care.
Hal ini penting untuk dibahas mengingat terdapat berbagai hal dalam
sektor kesehatan yang berbeda dengan sektor lainnya (lihat Bagian II).
Beberapa pertanyaan kunci dalam membahas demand for health dan
demand for health care: Mengapa orang ingin sehat? Apa yang
menentukan demand seseorang untuk menjadi sehat? Apa pengaruh
pelayanan kesehatan dalam meningkatkan status kesehatan?
Dalam pemikiran rasional, semua orang ingin menjadi sehat.
Kesehatan merupakan modal untuk bekerja dan hidup untuk
mengembangkan keturunan. Timbul keinginan yang bersumber dari
kebutuhan hidup manusia. Tentunya demand untuk menjadi sehat
tidaklah sama antarmanusia. Seseorang yang kebutuhan hidupnya
sangat tergantung dari kesehatannya tentu akan mempunyai demand
yang lebih tinggi akan status kesehatannya. Sebagai contoh, seorang
11
atlet profesional akan lebih memperhatikan status kesehatannya
dibanding seseorang yang menganggur.
Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana hubungan antara
demand terhadap kesehatan dengan demand terhadap pelayanan
kesehatan? Menurut Teori Blum, kesehatan dipengaruhi oleh: (1)
keturunan; (2) lingkungan hidup, (3) perilaku, dan (4) pelayanan
kesehatan. Akan tetapi konsep ini dinilai sulit untuk menerangkan
hubungan antara demand terhadap kesehatan dan demand terhadap
pelayanan kesehatan. Untuk menerangkan hubungan tersebut
digunakan konsep yang berasal dari prinsip ekonomi. Pendekatan
ekonomi menekankan bahwa kesehatan merupakan suatu modal untuk
bekerja. Pelayanan kesehatan termasuk rumah sakit merupakan salah
satu input dalam proses menghasilkan hari-hari sehat. Dengan
berbasis pada konsep produksi, pelayanan kesehatan dapat dilukiskan
pada Gambar 2.1. Dengan konsep ini, maka pelayanan kesehatan
merupakan salah satu input yang digunakan untuk proses produksi
yang akan menghasilkan kesehatan. Demand terhadap pelayanan
rumah sakit tergantung terhadap demand akan kesehatan sendiri.
12
Serupa dengan model ekonomi di atas, Grossman (1972) dalam
penelitian yang sangat berpengaruh dalam khasanah ekonomi
kesehatan menggunakan teori modal manusia (human capital) untuk
menggambarkan demand untuk kesehatan dan demand untuk
pelayanan kesehatan. Dalam teori ini disebutkan bahwa seseorang
melakukan investasi untuk bekerja dan menghasilkan uang melalui
pendidikan, pelatihan, dan kesehatan. Grossman menguraikan bahwa
demand untuk kesehatan memiliki beberapa hal yang membedakan
dengan pendekatan tradisional demand dalam sektor lain:
1) Yang diinginkan masyarakat atau konsumen adalah kesehatan,
bukan pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan merupakan
derived demand sebagai input untuk menghasilkan kesehatan.
Dengan demikian, demand untuk pelayanan rumah sakit pada
umumnya berbeda dengan demand untuk pelayanan hotel.
2) Masyarakat tidak membeli kesehatan dari pasar secara pasif.
Masyarakat menghasilkannya, menggunakan waktu untuk usaha-
Gambar 2.1 Proses produksi sehat
- Hari-hari/waktu- waktu hidup sehat
- Pendidikan - Pendapatan
FUNGSI PRODUKSI
HASILINPUT
- Lingkungan hidup - Makanan - Olahraga - Gaya hidup - Genetis - Pelayanan kesehatan
13
usaha peningkatan kesehatan, di samping menggunakan
pelayanan kesehatan.
3) Kesehatan dapat dianggap sebagai bahan investasi karena tahan
lama dan tidak terdepresiasi dengan segera.
4) Kesehatan dapat dianggap sebagai bahan konsumsi sekaligus
sebagai bahan investasi.
Awal pembahasan mengenai demand terhadap kesehatan dapat
dilakukan melalui pengertian tentang keinginan (wants), permintaan
(demand), dan kebutuhan (needs). Pengertian ini dibutuhkan meng-
ingat demand dalam pelayanan kesehatan merupakan suatu hal yang
agak berbeda dibandingkan dengan demand untuk komoditi atau
pelayanan lain.
Gambar 2.2 Konsep keinginan (wants), permintaan (demand), dan
kebutuhan (needs)
Keinginan seseorang untuk menjadi lebih sehat dalam hidup.
Keinginan ini didasarkan pada penilaian diri terhadap status
kesehatannya
Keinginan untuk lebih sehat diwujudkan dalam perilaku mencari
pertolongan tenaga kedokteran
Keadaan kesehatan yang oleh tenaga kedokteran dinyatakan harus
mendapatkan penanganan medis
Kebutuhan (Needs)
Permintaan (Demands)
Keinginan (Wants)
14
pembahasan mengenai demand terhadap pelayanan kesehatan akan
dilakukan lebih mendalam dengan pendekatan-pendekatan sosial
ekonomi. Dalam membahas pengertian ini, model dari Cooper
(Posnett, 1988) merupakan kajian untuk dibahas. Secara skematis
model tersebut digambarkan dalam Gambar 2.2.
Dalam model ini dapat dilihat pula hubungan antara demand for
health dan demand for health care. Berdasarkan model Grossman,
keinginan seseorang bekerja menghasilkan pendapatan membutuhkan
modal, antara lain kesehatan. Dalam istilah sosial disebut dengan
keinginan untuk sehat. Dengan konsep keinginan ini seseorang dapat
menilai dirinya sendiri. Kasus di bawah ini dapat dipergunakan untuk
menerangkan demand for health dan demand for health care.
Dra. Sartika, wanita berumur 45 tahun merasa sakit di bawah
perut. Sebagai seorang sekretaris direktur perusahaan, dia merasakan
bahwa sakit perutnya mengganggu pekerjaannya sehari-hari. Dia
mempunyai keinginan (wants) untuk sehat, bebas dari rasa sakitnya.
Pada titik ini, konsep human capital dari Grossman (1972) sangat
relevan. Tanpa mempunyai kesehatan yang baik, Dra. Sartika tidak
dapat bekerja dengan baik.
Untuk mencoba mengatasi sakit yang dirasakannya, Dra. Sartika
minum obat pengurang sakit perut yang dijual bebas. Informasi
mengenai obat tersebut di perolehnya dari iklan sebuah acara televisi
15
swasta. Akan tetapi setelah dua hari minum obat, ternyata rasa sakit
perut belum berkurang. Sesuai anjuran iklan televisi, Dra. Sartika
kemudian mendatangi dokter perusahaannya untuk berkonsultasi.
Dengan demikian, dari keinginannya menjadi sehat (dalam model
Grossman disebut sebagai demand untuk kese-hatan), Dra. Sartika
telah merubah demand akan kesehatan menjadi demand (permintaan)
akan pelayanan tenaga medis, khususnya dokter umum. Pada keadaan
ini sudah terjadi demand for health care.
Oleh dokter perusahaan kemudian ia diberi obat, tetapi ternyata
rasa sakitnya tidak berkurang. Selanjutnya, dokter perusahaan
merujuk Dra. Sartika ke dokter spesialis penyakit dalam karena diduga
ada kelainan di bagian perutnya. Dengan dikirimnya ke dokter
spesialis penyakit dalam, demand Dra. Sartika telah "meningkat"
menjadi demand terhadap pelayanan kedokteran spesialis. Pada
pemeriksaan di tingkat dokter spesialis ini maka ada berbagai
kemungkinan yang berkaitan dengan pemakaian teknologi tinggi,
misalnya penggunaan USG atau CT Scan sebagai alat bantu diagnosis.
Berbeda dengan pembelian dan penggunaan barang-barang ekonomi
lain, Dra. Sartika tidak dapat menggunakan USG sesuai dengan
keinginannya. Demand terhadap pemeriksaan USG akan ditentukan
berdasarkan needs yang ditetapkan oleh dokter. Pada titik ini terjadi
berbagai kemungkinan. Kemungkinan pertama, berbasis pada need,
Dra. Sartika tidak perlu mempunyai demand terhadap pemakaian
16
USG. Sakit perut yang ada pada Dra. Sartika mungkin merupakan
gejala penyakit psikosomatis akibat stress pekerjaan. Kemungkinan
kedua, berbasis pada need, Dra. Sartika perlu mempunyai demand
terhadap pemakaian USG. Sakit perut yang ada pada Dra. Sartika
mungkin merupakan suatu gejala penyakit yang serius (misalnya
tumor kandungan).
Pada kemungkinan pertama, terjadi suatu keadaan yang disebut
sebagai Supplier Induced Demand. Istilah ini menggambarkan suatu
keadaan seorang dokter menetapkan demand pasiennya dengan cara
tidak berbasis pada need. Patut ditekankan bahwa keadaan ini bukan
suatu "over-treatment". Supplier Induced Demand terjadi akibat tidak
seimbangnya informasi yang ada pada dokter dengan pasiennya (Rice
1998). Dokter meningkatkan demand pasiennya berbasis pada
motivasi ekonomi untuk meningkatkan pendapatannya. Folland dkk
(2001), memberikan suatu pernyataan bahwa supplier induced
demand adalah penyalahgunaan hubungan dokter-pasien oleh dokter
dalam usaha memperoleh keuntungan pribadi dokter.
Sebagai gambaran dalam kasus tersebut, berbasis pada
pendidikan dan pengalamannya, dokter lebih menguasai informasi
keluhan sakit perut dibanding Dra. Sartika yang mengeluh. Dokter
dalam hal ini bertindak sebagai pemberi jasa sekaligus bertindak
sebagai wakil dari pasien untuk mendapatkan jasa lain, misalnya obat-
obatan, pemeriksaan, atau tindakan dokter lain. Pemahaman pasien
17
mengenai prosedur tindakan kesehatan sangat terbatas dan dokter
mempunyai wewenang untuk bertindak atas nama pasien. Keadaan
informasi yang dimiliki oleh penjual dan pembeli yang tidak seimbang
ini serupa dengan hubungan kerja antara montir mobil dan pemilik
mobil yang awam soal mesin dan hubungan pengacara dengan klien-
nya yang awam soal hukum. Akibat ketidakseimbangan pengetahuan
ini maka hubungan kerja dapat disalahgunakan untuk keuntungan
dokter, montir, ataupun pengacara.
Supplier induced demand terutama terjadi pada sistem pemba-
yaran fee-for-service. Apabila tidak terdapat etika yang kuat, maka
dengan mudah akan terjadi penyimpangan profesi seperti diperiksanya
Dra. Sartika dengan USG walapun secara medis tidak ada indikasi
untuk hal tersebut. Pada keadaan ini dokter spesialis yang memberikan
perintah agar Dra. Sartika diperiksa USG mendapat jasa medik atau
keuntungan pribadi dari pemeriksaan terse-but, walaupun dokter
menyadari bahwa Dra. Sartika tidak mempunyai need untuk menjalani
pemeriksaan USG.
Dengan bergesernya sifat rumah sakit menjadi suatu lembaga
ekonomi, maka risiko penyimpangan profesi akan semakin tinggi
akibat tuntutan investasi. Pada kasus di atas, apabila pembelian USG
dilakukan atas dasar pinjaman kredit bank, maka kaidah-kaidah
investasi harus diperhatikan misalnya melalui payback period. Prinsip
18
bahwa "bangsal rumah sakit harus diisi" atau “peralatan medik harus
digunakan” dapat mendorong terjadinya Supplier Induced Demand.
Sebaliknya dapat terjadi suatu keadaan yang disebut sebagai
Supplier Reduced Demand. Istilah ini mencerminkan keadaan bahwa
justru dokter atau rumah sakit menetapkan demand di bawah yang
seharusnya. Pada kasus Dra. Sartika seharusnya diperiksa menggu-
nakan USG. Akan tetapi, mungkin reimburstment asuransi kesehatan
yang dimiliki perusahaan tersebut memberikan ganti rugi di bawah
unit-cost pemeriksaan USG. Rumah sakit akan rugi jika menggunakan
USG untuk Dra. Sartika. Secara perhitungan ekonomi, tidak diperik-
sanya Dra Sartika dengan USG akan menghindarkan rumah sakit dari
kerugian. Dengan demikian, need Dra. Sartika tidak dapat terwujud
sebagai demand. Contoh lain, pada sistem pembiayaan rumah sakit
yang berbasis pada anggaran. Apabila rumah sakit dapat menyeleng-
garakan pelayanan di bawah anggaran, misalnya 90% maka 10%
sisanya dapat masuk sebagai jasa rumah sakit. Dengan konsep seperti
ini rumah sakit akan mempunyai insentif untuk melakukan Supplier
Reduced Demand.
Penggunaan Analisis Demand for Health dan Demand for Health
Care
Secara umum keadaan demand dan need pelayanan kesehatan
dapat dilukiskan dalam suatu konsep yang disebut fenomena gunung
19
es (Iceberg phenomenon). Konsep ini mengacu pada pengertian
bahwa demand yang benar seharusnya merupakan bagian dari need.
Secara konsepsual, need akan pelayanan kesehatan dapat berwujud
suatu gunung es yang hanya sedikit puncaknya terlihat sebagai
demand. "Sedikit" tersebut bersifat variatif. Di negara-negara maju
mungkin puncak gunung es akan terlihat relatif besar bila dibanding
dengan negara-negara yang masih dalam keadaan miskin. Pelayanan
kesehatan tentunya berusaha agar batas air menjadi serendah
mungkin.
Gambar 2.3 Need untuk pelayanan kesehatan
20
Besar kecilnya demand dan need sebaiknya dipahami dengan
baik oleh tenaga-tenaga kesehatan. Dalam hal ini harus ada pengertian
mengenai faktor-faktor yang dapat mempengaruhi demand for health
dan demand for health care melalui analisis yang tepat. Analisis
demand yang pada akhirnya akan menghasilkan peramalan demand
merupakan hal penting untuk dilakukan oleh suatu rumah sakit. Dari
peramalan demand ini akan timbul berbagai pertanyaan seperti: (1)
berapa jumlah dan jenis tenaga medis yang diperlukan untuk
memenuhi demand terhadap pelayanan rumah sakit pada masa
mendatang?; (2) apakah produksi pelayanan rumah sakit saat ini sudah
cukup untuk memenuhi demand? ; dan (3) apakah sarana, prasarana,
dan berbagai kegiatan pokok rumah sakit dapat diandalkan untuk
memenuhi demand pada masa mendatang?
Pada prinsipnya analisis demand merupakan aktivitas dasar
dalam manajemen rumah sakit karena memberikan basis untuk
menganalisis pengaruh pasar pada jenis kegiatan yang dihasilkan
rumah sakit dan mengadaptasikannya. Selain itu analisis demand juga
akan mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi demand dan
memberikan arah untuk perencanaan rumah sakit.
b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Demand Terhadap Pelayanan
Kesehatan dan Rumah Sakit
Menurut Fuchs (1998), Dunlop dan Zubkoff (1981) faktor-
faktor yang mempengaruhi demand pelayanan kesehatan antara lain:
21
kebutuhan berbasis pada aspek fisiologis; penilaian pribadi akan status
kesehatannya; variabel-variabel ekonomi seperti tarif, ada tidaknya
sistem asuransi, dan penghasilan; variabel-variabel demografis dan
organisasi. Di samping faktor-faktor tersebut terdapat faktor lain
misalnya, pengiklanan, pengaruh jumlah dokter dan fasilitas
pelayanan kesehatan, dan pengaruh inflasi. Faktor-faktor ini satu sama
lain saling terkait secara kompleks.
1) Kebutuhan Berbasis Fisiologis
Kebutuhan berbasis pada aspek fisiologis menekankan
penting-nya keputusan petugas medis yang menentukan perlu
tidaknya seseorang mendapat pelayanan medis. Keputusan
petugas medis ini akan mempengaruhi penilaian seseorang akan
status kesehatannya. Berdasarkan situasi ini maka demand
pelayanan kesehatan dapat ditingkatkan atau dikurangi. Faktor-
faktor ini dapat diwakilkan dalam pola epidemiologi yang
seharusnya diukur berdasarkan kebutuhan masyarakat. Akan
tetapi, data epidemiologi yang ada sebagian besar
menggambarkan puncak gunung es yaitu demand, bukan
kebutuhan (needs).
2) Penilaian Pribadi akan Status Kesehatan
Secara sosio-antropologis, penilaian pribadi akan status
kese-hatan dipengaruhi oleh kepercayaan, budaya dan norma-
norma sosial di masyarakat. Indonesia sebagai negara Timur sejak
22
dahulu telah mempunyai pengobatan alternatif dalam bentuk
pelayanan dukun ataupun tabib. Pelayanan ini sudah berumur
ratusan tahun sehingga dapat dilihat bahwa demand terhadap
pelayaanan pengobatan alternatif ada dalam masyarakat. Sebagai
contoh, untuk berbagai masalah kesehatan jiwa peranan dukun
masih besar. Di samping itu, masalah persepsi mengenai risiko
sakit merupakan hal yang penting. Sebagian masyarakat sangat
memperhatikan status kesehatannya, sebagian lain tidak
memperhatikannya.
3) Variabel-Variabel Ekonomi Tarif
Hubungan tarif dengan demand terhadap pelayanan
kesehatan adalah negatif. Semakin tinggi tarif maka demand akan
menjadi semakin rendah. Sangat penting untuk dicatat bahwa
hubungan negatif ini secara khusus terlihat pada keadaan pasien
yang mempunyai pilihan. Pada pelayanan rumah sakit, tingkat
demand pasien sangat dipengaruhi oleh keputusan dokter.
Keputusan dari dokter mempengaruhi length of stay, jenis
pemeriksaan, keharusan untuk operasi, dan berbagai tindakan
medik lainnya. Pada keadaan yang membu-tuhkan penanganan
medis segera, maka faktor tarif mungkin tidak berperan dalam
mempengaruhi demand, sehingga elastisitas harga bersifat
inelastik.Sebagai contoh, operasi segera akibat kecelakaan lalu
lintas. Apabila tidak ditolong segera, maka korban dapat
23
meninggal atau cacat seumur hidup. Masalah tarif rumah sakit
merupakan hal yang kontroversial. Pernyataan normatif di
masyarakat memang mengharapkan bahwa tarif rumah sakit harus
rendah agar masyarakat miskin mendapat akses. Akan tetapi tarif
yang rendah dengan subsidi yang tidak cukup dapat menyebabkan
mutu pelayanan turun bagi orang miskin dan hal ini menjadi
masalah besar dalam manajemen rumah sakit.
4) Penghasilan Masyarakat
Kenaikan penghasilan keluarga akan meningkatkan demand
untuk pelayanan kesehatan yang sebagian besar merupakan
barang normal. Akan tetapi, ada pula sebagian pelayanan
kesehatan yang bersifat barang inferior, yaitu adanya kenaikan
penghasilan masya-rakat justru menyebabkan penurunan
konsumsi. Hal ini terjadi pada rumah sakit pemerintah di berbagai
kota dan kabupaten. Ada pula kecenderungan mereka yang
berpenghasilan tinggi tidak menyukai pelayanan kesehatan yang
menghabiskan waktu banyak. Hal ini diantisipasi oleh rumah
sakit-rumah sakit yang menginginkan pasien dari golongan
mampu. Masa tunggu dan antrian untuk mendapatkan pelayanan
medis harus dikurangi dengan menyediakan pelayanan rawat
jalan dengan perjanjian misalnya. Faktor penghasilan masya-rakat
dan selera mereka merupakan bagian penting dalam analisis
demand untuk keperluan pemasaran rumah sakit.
24
5) Asuransi Kesehatan dan Jaminan Kesehatan
Pada negara-negara maju, faktor asuransi kesehatan menjadi
penting dalam hal demand pelayanan kesehatan. Sebagai contoh,
di Amerika Serikat masyarakat tidak membayar langsung ke
pelayanan kesehatan, tetapi melalui sistem asuransi kesehatan. Di
samping itu, dikenal pula program pemerintah dalam bentuk
jaminan kesehatan untuk masyarakat miskin dan orang tua.
Program pemerintah ini sering disebut sebagai asuransi sosial.
Adanya asuransi kesehatan dan jaminan kesehatan dapat
meningkatkan demand terhadap pelayanan kesehatan. Dengan
demikian, hubungan asuransi kesehatan dengan demand terhadap
pelayanan kesehatan bersifat positif. Asuransi kesehatan bersifat
mengurangi efek faktor tarif sebagai hambatan untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan pada saat sakit. Dengan
demikian, semakin banyak penduduk yang tercakup oleh asuransi
kesehatan maka demand akan pelayanan kesehatan (termasuk
rumah sakit) menjadi semakin tinggi. Peningkatan demand ini
dipengaruhi pula oleh faktor moral hazard. Seseorang yang
tercakup oleh asuransi kesehatan akan terdorong menggunakan
pelayanan kesehatan sebanyak-banyaknya.
6) Variabel-Variabel Demografis dan Umur
Faktor umur sangat mempengaruhi demand terhadap
pelayanan preventif dan kuratif. Semakin tua seseorang sendiri
25
meningkat demand-nya terhadap pelayanan kuratif. Sementara
itu, demand terhadap pelayanan kesehatan preventif menurun.
Dengan kata lain, semakin mendekati saat kematian, seseorang
merasa bahwa keun-tungan dari pelayanan kesehatan preventif
akan lebih kecil diban-dingkan dengan saat masih muda.
Fenomena ini terlihat pada pola demografi di negara-negara maju
yang berubah menjadi masyarakat tua. Pengeluaran untuk
pelayanan kesehatan menjadi sangat tinggi.
7) Jenis Kelamin
Penelitian di Amerika Serikat menunjukkan bahwa demand
terhadap pelayanan kesehatan oleh wanita ternyata lebih tinggi
dibanding dengan laki-laki. Hasil ini sesuai dengan dua perkiraan.
Pertama, wanita mempunyai insidensi penyakit yang lebih tinggi
dibanding dengan laki-laki. Kedua, karena angka kerja wanita
lebih rendah maka kesediaan meluangkan waktu untuk pelayanan
kesehatan lebih besar dibanding dengan laki-laki. Akan tetapi,
pada kasus-kasus yang bersifat darurat perbedaan antara wanita
dan laki-laki tidaklah nyata.
8) Pendidikan
Seseorang dengan pendidikan tinggi cenderung mempunyai
demand yang lebih tinggi. Pendidikan yang lebih tinggi
cenderung meningkatkan kesadaran akan status kesehatan, dan
konsekuensinya untuk menggunakan pelayanan kesehatan.
26
9) Faktor-Faktor Lain
Berbagai faktor lain yang mempengaruhi demand pelayanan
kesehatan, yaitu pengiklanan, tersedianya dokter dan fasilitas
pelayan-an kesehatan, serta inflasi. Iklan merupakan faktor yang
sangat lazim digunakan dalam bisnis komoditas ekonomi untuk
meningkatkan demand. Akan tetapi, sektor pelayanan kesehatan
secara tradisional dilarang karena bertentangan dengan etika
dokter dan apabila akan diberikan maka dalam bentuk informasi
mengenai pelayanan rumah sakit. Patut dicatat bahwa pelayanan
kesehatan tradisional seperti para tabib, dukun, dan pengobatan
alternatif sudah lazim melakukan iklan di surat kabar dan
majalah. Berbagai rumah sakit di Indonesia telah memperhatikan
faktor pengiklanan sebagai salah satu cara pening-katan demand.
Tersedianya dokter dan fasilitas pelayanan kesehatan meru-
pakan faktor lain yang meningkatkan demand. Fuchs (1998)
menya-takan bahwa pada asumsi semua faktor lain tetap,
kenaikan jumlah dokter spesialis bedah sebesar 10% akan
meningkatkan jumlah operasi sebesar 3%. Kehadiran dokter gigi
akan meningkatkan demand untuk pelayanan kesehatan mulut.
Keberadaan dokter spesialis THT akan meningkatkan demand
untuk operasi tonsilektomi. Kehadiran dokter spesialis kebidanan
dan penyakit kandungan dengan peralatan operasi akan
meningkatkan demand untuk pelayanan bedah caesar.
27
Efek inflasi terhadap demand terjadi melalui perubahan-
perubahan pada tarif pelayanan rumah sakit, jumlah relatif
pendapatan keluarga, dan asuransi kesehatan. Faktor ini harus
diperhatikan oleh rumah sakit karena pada saat inflasi tinggi,
ataupun pada resesi ekonomi, demand terhadap pelayanan
kesehatan akan dapat terpe-ngaruh. Pada saat krisis ekonomi di
Indonesia, tercatat berbagai rumah sakit di Yogyakarta tidak
mengalami penurunan demand. Justru bangsal-bangsal VIP tidak
menurun penghuninya, bahkan menunjuk-kan kecenderungan
naik. Salah satu dugaan adalah pasien kaya yang biasa pergi ke
Jakarta atau Singapura, mengubah perilakunya untuk mencari
penyembuhan pada rumah sakit di Yogyakarta. Ketika kasus
Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS) merebak di
Singapura, pengamatan menunjukkan bahwa BOR kelas VIP di
sebuah kota besar di Indonesia ternyata meningkat. Ada
kemungkinan penduduk Indone-sia yang demand mencari
pengobatan biasa ke Singapura, kemudian mengubahnya ke
Indonesia akibat takut terkena SARS.
3. Keterkaitan Antara Needs, Demand Dan Perilaku Dalam Hal
Pelayanan Kesehatan
Dalam pemikiran rasional, semua orang ingin menjadi sehat. Oleh
sebab itu, kesehatan merupakan salah satu modal utama untuk bekerja dan
hidup dalam mengembangkan keturunan. Timbul keinginan yang
28
bersumber dari kebutuhan hidup manusia. Tentunya demand untuk
menjadi sehat tidaklah sama antar manusia. Seseorang yang kebutuhan
hidupnya sangat tergantung dari kesehatannya tentu akan mempunyai
demand yang lebih tinggi akan status kesehatannya. Sebagai contohnya,
seorang atlet profesional akan lebih memperhatikan status kesehatannya
dibandingkan seseorang yang menganggur.
Dimana menurut Teori Blum, kesehatan dipengaruhi oleh: (1)
keturunan; (2) lingkungan hidup, (3) perilaku, dan (4) pelayanan
kesehatan. Akan tetapi konsep ini dinilai sulit untuk menerangkan
hubungan antara demand terhadap kesehatan dan demand terhadap
pelayanan kesehatan. Untuk menerangkan hubungan tersebut digunakan
konsep yang berasal dari prinsip ekonomi. Pendekatan ekonomi
menekankan bahwa kesehatan merupakan suatu modal untuk bekerja.
Pelayanan kesehatan termasuk rumah sakit merupakan salah satu input,
dimana input tersebut meliputi beberapa hal dengan berbasis pada konsep
produksi, pelayanan kesehatan dapat dilukiskan pada input : Lingkungan
hidup, makanan, olahraga, gaya hidup, genetis, pelayanan kesehatan.
Sedangkan fungsi produksinya yaitu dapat dilihat pada pendidikan dan
pendapatan, sehingga menghasilkan hari-hari atau waktu-waktu hidup
sehat. Dengan konsep ini, maka pelayanan kesehatan merupakan salah satu
input yang digunakan untuk proses produksi yang akan menghasilkan
kesehatan. Demand terhadap pelayanan rumah sakit tergantung terhadap
demand akan kesehatan sendiri.
29
Dalam teori grossman menguraikan bahwa demand untuk
kesehatan memiliki beberapa hal yang membedakan dengan pendekatan
tradisional demand dalam sektor lain: 1. Yang diinginkan masyarakat atau
konsumen adalah kesehatan, bukan pelayanan kesehatan. Pelayanan
kesehatan merupakan derived demand sebagai input untuk menghasilkan
kesehatan. Dengan demikian, demand untuk pelayanan rumah sakit pada
umumnya berbeda dengan demand untuk pelayanan hotel. 2. Masyarakat
tidak membeli kesehatan dari pasar secara pasif. Masyarakat
menghasilkannya, menggunakan waktu untuk usaha-usaha peningkatan
kesehatan, di samping menggunakan pelayanan kesehatan. 3. Kesehatan
dapat dianggap sebagai bahan investasi karena tahan lama dan tidak
terdepresiasi dengan segera.4. Kesehatan dapat dianggap sebagai bahan
konsumsi sekaligus sebagai bahan investasi.
Awal pembahasan mengenai demand terhadap kesehatan dapat
dilakukan melalui pengertian tentang keinginan (wants), permintaan
(demand), dan kebutuhan (needs). Pengertian ini dibutuhkan mengingat
demand dalam pelayanan kesehatan merupakan suatu hal yang agak
berbeda dibandingkan dengan demand untuk komoditi atau pelayanan lain.
Secara sosio-antropologis, penilaian pribadi akan status kesehatan
dipengaruhi oleh kepercayaan, budaya dan norma-norma sosial di
masyarakat. Indonesia sebagai Negara Timur sejak dahulu telah
mempunyai pengobatan alternatif dalam bentuk pelayanan dukun ataupun
tabib. Pelayanan ini sudah berumur ratusan tahun sehingga dapat dilihat
30
bahwa demand terhadap pelayaanan pengobatan altenatif ada dalam
masyarakat. Sebagai contoh, untuk berbagai masalah kesehatan jiwa
peranan dukun masih besar. Di samping itu, masalah persepsi mengenai
resiko sakit merupakan hal yang penting. Sebagian masyarakat sangat
memperhatikan status kesehatannya, sebagian lain tidak
memperhatikannya. Akan tetapi saat ini, masyarakat kita sudah banyak
yang membutuhkan pelayanan kesehatan untuk pengobatan-pengobatan
yang dianggap penting atau butuh oleh masyarakat.
Kebutuhan berbasis pada aspek fisiologis menekankan pentingnya
keputusan petugas medis yang menentukan perlu tidaknya seseorang
mendapat pelayanan medis. Keputusan petugas medis ini akan
mempengaruhi penilaian seseorang akan status kesehatannya. Berdasarkan
situasi ini maka demand pelayanan kesehatan dapat ditingkatkan atau
dikurangi. Faktor-faktor ini dapat diwakilkan dalam pola epidemiologi
yang seharusnya diukur berdasarkan kebutuhan masyarakat. Akan tetapi,
data epidemiologi yang ada sebagian besar menggambarkan puncak
gunung es yaitu demand, bukan kebutuhan (needs).
Akan tetapi, ada pula sebagian pelayanan kesehatan yang bersifat
barang inferior, yaitu adanya kenaikan penghasilan masyarakat justru
menyebabkan penurunan konsumsi. Hal ini terjadi pada rumah sakit
pemerintah di berbagai kota dan kabupaten. Ada pula kecenderungan
mereka yang berpenghasilan tinggi tidak menyukai pelayanan kesehatan
yang menghabiskan waktu banyak. Hal ini diantisipasi oleh rumah sakit-
31
rumah sakit yang menginginkan pasien dari golongan mampu. Masa
tunggu dan antrian untuk mendapatkan pelayanan medis harus dikurangi
dengan menyediakan pelayanan rawat jalan dengan perjanjian misalnya.
Faktor penghasilan masyarakat dan selera mereka merupakan bagian
penting dalam analisis demand untuk keperluan pemasaran rumah sakit.
Pada negara-negara maju, faktor asuransi kesehatan menjadi
penting dalam hal demand pelayanan kesehatan. Sebagai contoh, di
masyarakat kita sudah tidak membayar langsung ke pelayanan kesehatan,
tetapi melalui sistem asuransi kesehatan. Di samping itu, dikenal pula
program pemerintah dalam bentuk jaminan kesehatan untu masyarakat
miskin dan orang tua. Program pemerintah ini sering disebut sebagai
asuransi sosial. Adanya asuransi kesehatan dan jaminan kesehatan dapat
meningkatkan demand terhadap pelayanan kesehatan. Dengan demikian,
hubungan asuransi kesehatan dengan demand terhadap pelayanan
kesehatan bersifat positif. Asuransi kesehatan bersifat mengurangi efek
faktor tarif sebagai hambatan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan
pada saat sakit. Dengan demikian, semakin banyak penduduk yang
tercakup oleh asuransi kesehatan maka demand akan pelayanan kesehatan
(termasuk rumah sakit) menjadi semakin tinggi. Peningkatan demand ini
dipengaruhi pula oleh faktor moral hazard. Seseorang yang tercakup oleh
asuransi kesehatan akan terdorong menggunakan pelayanan kesehatan
sebaik-baiknya.
Berbagai faktor lain yang mempengaruhi demand pelayanan
32
kesehatan, yaitu pengiklanan, tersedianya dokter dan fasilitas pelayanan
kesehatan, serta inflasi. Iklan merupakan faktor yang sangat lazim
digunakan dalam memberikan informasi pada masyarakat, untuk
meningkatkan demand. Akan tetapi, sektor pelayanan kesehatan secara
tradisional dilarang karena bertentangan dengan etika dokter dan apabila
akan diberikan maka dalam bentuk informasi mengenai pelayanan rumah
sakit. Patut dicatat bahwa pelayanan kesehatan tradisional seperti para
tabib, dukun, dan pengobatan alternatif sudah lazim melakukan iklan di
surat kabar dan majalah. Berbagai rumah sakit di Indonesia telah
memperhatikan faktor pengiklanan sebagai salah satu cara peningkatan
demand and needs.
Tersedianya dokter dan fasilitas pelayanan kesehatan merupakan
faktor lain yang meningkatkan demand. Fuchs (1998) menyatakan bahwa
pada asumsi semua faktor lain tetap, kenaikan jumlah dokter spesialis
bedah sebesar 10% akan meningkatkan jumlah operasi sebesar 3%.
Kehadiran dokter gigi akan meningkatkan demand untuk pelayanan
kesehatan mulut. Keberadaan dokter spesialis THT akan meningkatkan
demand untuk operasi tonsilektomi. Kehadiran dokter spesialis kebidanan
dan penyakit kandungan dengan peralatan operasi akan meningkatkan
demand untuk pelayanan bedah caesar .
Efek inflasi terhadap demand terjadi melalui perubahan-perubahan
pada tarif pelayanan rumah sakit, jumlah relatif pendapatan keluarga, dan
asuransi kesehatan. Faktor ini harus diperhatikan oleh rumah sakit karena
33
pada saat inflasi tinggi, ataupun pada resesi ekonomi, demand terhadap
pelayanan kesehatan akan dapat terpengaruh. Pada saat krisis ekonomi di
Indonesia, tercatat berbagai rumah sakit di Yogyakarta tidak mengalami
penurunan demand. Justru bangsal-bangsal VIP tidak menurun
penghuninya, bahkan menunjukkan kecenderungan naik. Salah satu
dugaan adalah pasien kaya yang biasa pergi ke Jakarta atau Singapura,
mengubah perilakunya untuk mencari penyembuhan pada rumah sakit
tersebut. Ketika kasus Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS)
merebak di Singapura, Pengamatan menunjukkan bahwa rumah sakit kelas
VIP di sebuah kota besar di Indonesia ternyata meningkat. Ada
kemungkinan penduduk Indonesia yang demand mencari pengobatan biasa
ke Singapura, kemudian mengubahnya ke Indonesia akibat takut terkena
SARS. Dengan informasi-informasi diatas maka, pelayanan kesehatan
merupakan hal penting yang bisa mempengaruhi pola pikir perilaku
masyarakat dalam hal pelayanan kesehatan.
BAB 3METODE PENELITIAN
A. Responden
Responden dalam penelitian ini adalah Di Medokan Semampir Sukolilo
Surabaya sebanyak 30 orang.
B. Lokasi Dan Waktu Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Kelurahan Medokan
Semampir Kecamatan Sukolilo Kota Surabaya dengan alasan
masyarakatnya beragam.
2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 03-04 Januari 2013.
C. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data
1. Teknik pengumpulan data
Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subjek
dan proses pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan dalam suatu
penelitian (Nursalam, 2011). Peneliti mengumpulkan data menggunakan
data primer tentang kebutuhan masyarakat pada pelayanan kesehatan Di
Medokan Semampir Sukolilo Surabaya langsung didapat dari responden
dengan cara penyebaran angket.
2. Instrumen Pengumpulan Data
Instrumen adala alat-alat yang digunakan untuk pengumpulan data
(Notoatmodjo, 2010). Instrumen yang digunakan dalam penelitian adalah
lembar kuesioner.
34
BAB 4HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Gambaran Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Kelurahan Medokan
Semampir Kecamatan Sukolilo Kota Surabaya Pada Tanggal 03-04
Januari 2013. Luas wilayah kecamatan sukolilo Kota Surabaya 23.69 km2
dengan jumlah penduduk 110.435 jiwa. Kepadatan penduduk/km2 yaitu
4.662 jiwa (Proyeksi Penduduk 2008, Badan Pusat Statistik Prop.Jatim).
2. Data Karakteristik Responden
a. Usia Responden
Tabel 4.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia Responden di Kelurahan Medokan Semampir Kecamatan Sukolilo Kota Surabaya Pada Tanggal 03-04 Januari 2013
No. Usia Jumlah Persentase (%)1. 20 - 29 tahun 11 36,72. 30 - 39 tahun 4 13,33. 40 - 49 tahun 7 23,34. 50 - 59 tahun 3 10,05. > 60 tahun 5 16,7
30 100,0
Dari tabel 4.1 diketahui bahwa paling banyak responden usia
20-29 tahun yaitu 11 orang (36,7%).
b. Jenis Kelamin Responden
Tabel 4.2. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Responden di Kelurahan Medokan Semampir Kecamatan Sukolilo Kota Surabaya Pada Tanggal 03-04 Januari 2013
35
36
No. Jenis Kelamin Jumlah Persentase (%)1. Laki-Laki 13 43,32. Perempuan 17 56,7
30 100,0
Dari tabel 4.2 diketahui bahwa lebih dari 50% jenis kelamin
responden perempuan yaitu 17 orang (56,7%).
c. Pendidikan Responden
Tabel 4.3. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Responden di Kelurahan Medokan Semampir Kecamatan Sukolilo Kota Surabaya Pada Tanggal 03-04 Januari 2013
No. Pendidikan Jumlah Persentase (%)1. SLTA 22 73,42. Diploma 4 13,33. Universitas 4 13,3
30 100,0
Dari tabel 4.3 diketahui bahwa lebih dari 50% responden
pendidikan SLTA yaitu 22 orang (73,4%).
d. Pekerjaan Responden
Tabel 4.4. Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan Responden di Kelurahan Medokan Semampir Kecamatan Sukolilo Kota Surabaya Pada Tanggal 03-04 Januari 2013
No. Pekerjaan Jumlah Persentase (%)1. Tidak Bekerja 6 20,02. Swasta 10 33,43. IRT 6 20,04. PNS 4 13,35. Pensiun 4 13,3
30 100
Dari tabel 4.4 diketahui bahwa paling banyak responden
pekerjaan swasta yaitu 10 orang (33,4%).
37
e. Penghasilan Responden
Tabel 4.5. Karakteristik Responden Berdasarkan Penghasilan Responden di Kelurahan Medokan Semampir Kecamatan Sukolilo Kota Surabaya Pada Tanggal 03-04 Januari 2013
No. Penghasilan Jumlah Persentase (%)1. < Rp. 1.740.000,- 21 70,02. ≥ Rp. 1.740.000,- 9 30,0
30 100
Dari tabel 4.5 diketahui bahwa lebih dari 50% responden
berpenghasilan < Rp. 1.740.000,- yaitu 21 orang (70%).
f. Status Perkawinan Responden
Tabel 4.6. Karakteristik Responden Berdasarkan Status Perkawinan Responden di Kelurahan Medokan Semampir Kecamatan Sukolilo Kota Surabaya Pada Tanggal 03-04 Januari 2013
No. Status Perkawinan Jumlah Persentase (%)1. Belum menikah 9 30,02. Menikah 21 70,0
30 100
Dari tabel 4.6 diketahui bahwa lebih dari 50% responden
status perkawinan menikah yaitu 21 orang (70%).
B. Pembahasan Penelitian
Hasil penelitian tentang kebutuhan masyarakat pada pelayanan
kesehatan Di Medokan Semampir Sukolilo Surabaya ............................
BAB 5PENUTUP
A. Kesimpulan
Untuk mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, kita harus
memulainya dari diri kita sendiri, untuk itu pemahaman akan pentingnya
menjaga atau meningkatkan kesehatan harus dimiliki oleh setiap individu,
walaupun kita ketahui saat ini banyak masalah yang kita hadapi tentang
persoalan kesehatan. Tidak hanya individu melainkan secara sosial juga harus
bisa menjaga dan meningkatkan kesehatannya, sehingga tercapainya
pembangunan kesehatan yang optimal. Dengan mengetahui teori Blum ini
kita dapat mengetahui determinan-determinan apa saja yang mempengaruhi
kesehatan, untuk itu kita dapat meningkatkan derajat kesehatan kita dengan
cara memperbaiki empat faktor determinan yang mempengaruhi kesehatan
yaitu lingkungan, genetik, perilaku dan pelayanan kesehatan.
Permasalahan bidang kesehatan di Indonesia :
1. Kondisi kesehatan lingkungan masih rendah
2. Perilaku hidup sehat masyarakat yang masih rendah
3. keterbatasan pelayanan kesehatan
4. Jumlah tenaga kesehatan masih kurang merata, masih rendahnya kualitas
pelayanan kesehatan di Puskesmas dan jaringannya, masih rendahnya
kinerja SDM Kesehatan.
5. Pemanfaatan fasilitas kesehatan yang ada belum optimal
6. Akses masyarakat untuk mencapai fasilitas kesehatan yang ada belum
optimal
38
39
B. Saran
Saat ini kita dapat melihat perilaku masyarakat terhadap kesehatan
masih kurang, perlunya peran serta pemerintah dan kesadaran masyarakat
perlu ditingkatkan. Adanya peningkatan dibidang pelayanan kesehatan,
seperti memperbaiki fasilitas gedung atau menambah peralatan kesehatan
yang dibutuhkan sehingga mampu melayani masyarakat dengan baik,
memberikan pelatihan terhadap tenaga medis maupun non medis
dipuskesmas atau rumah sakit pemerintah, memenuhi standar SDM yang
dibutuhkan suatutempat pelayanan kesehatan seperti dokter, peningkatan
anggaran kesehatan agar dapat mencukupi serta membantu masyarakat
kurang mampu, bekerjasama antara pemerintah dengan organisasi aktif yang
ada di masyarakat agar dapat memantau atau mengontrol kebijakan
pemerintah tentang kesehatan, adanya penyuluhan kepada masyarakat tentang
info-info kesehatan yang terbaru atau mempermudah masyakat untuk
memperoleh informasi tentang kesehatan, mempermudah akses ke tempat
pelayanan juga hal yang harus diperhatikan pemerintah. Hal-hal seperti ini
yang perlu kita tingkatkan agar pembangunan kesehatan kita berlangsung
sukses, sehingga derajat kesehatan kitasemakin meningkat yang diharapkan
dapat mensejahterakan masyarakat Indonesia.
Daftar Pustaka
40
Tsauri, S.H. 2011., Determinan Yang Mempengaruhi Status kesehatan.
http://catatansafira.wordpress.com/2011/10/19/determinan-yang-mempengaruhi-
status-kesehatan-2/. Diakses pada tanggal 1 Mei 2012
.Enida, Y.N. 2012., Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Status Kesehatan
Masyarakat.
http://yayangnurenida.blogspot.com/2012/02/faktor-faktor-yang-mempengaruhi-
status.html.Diakses pada tanggal 1 Mei 2012
.Suyatno, Ir. MKes. 2009., Masalah Kesehatan Masyarakat.
http://suyatno.blog.undip.ac.id/files/2009/12/ikm7-masalah-kesehatan-
masyarakat-compatibility-mode.pdf. Diakses pada tanggal 1 Mei 2012
.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian. Jakarta : PT Rineka Cipta
Astuti, Maya. 2010. Buku Pintar Kehamilan. Jakarta : ECG
Azwar, Saifuddin. 2009. Sikap Manusia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Fraser, M. diane. 2009. Buku Ajar Bidan. Jakarta : ECG
Hidayat, A. Aziz Alimul. 2010. Metode Penelitian Kebidanan Dan Teknik Analisis Data. Jakarta: Salemba Medika
Ibrahim Miyata, Proverawati. 2010. Nutrisi Janin Dan Ibu Hamil .Yogyakarta : Nuha Medika
Lailiyana, Dkk. 2010. Gizi Kesehatan Reproduksi. Jakarta : ECG
Maulana. 2009. Promosi Kesehatan. Jakarta : ECG
41
Nazir, Moh.2009. Metode Penelitian. Bogor : Ghalia Indonesia
Notoatmdjo, Soekidjo. 2010. Promosi Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta
Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta
Nursalam. 2011. Konsep Dan Penerapan Metode Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Prawirohardjo, Sarwono. 2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta : PT Bina Pustaka
Yuniastuti, Ari. 2008. Gizi Dan Kesehatan. Yogyakarta : Graha Ilmu
Suparyanto. 2010. http://www.com, diakses tanggal 03 Juni 2012
Murtiyarini. 2012. http://www.com, diakses tanggal 03 Juni 2012
Wiku Andopoto MD, Muhammad Thohar Arifin MD. 2005. http://www.com, diakses tanggal 03 Juni 2012